Anda di halaman 1dari 27

SHALAT FARDHU

MAKALAH KELOMPOK

Diajukan untuk memenuhi tugas mata kuliah Fiqh Ibadah


Pada Semester I (Satu) Program Studi Pendidikan Agama Islam

Dosen Pengampu: Ilyas Hibatullah A. Q, S.H.I, S .IP., M.Si., M.H.

Disusun oleh :
Siti Maryanah (1211025634)

SEKOLAH TINGGI AGAMA ISLAM


STAI SYAMSUL ‘ULUM GUNUNGPUYUH SUKABUMI
TAHUN AKADEMIK 2021-2022
KATA PENGANTAR

Dengan menyebut nama Allah yang Maha Pengasih lagi Maha Penyayang.
Segala puji bagi Allah yang hanya dengan limpahan Rahmat, Taufik serta Ridlo-
Nya penulis dapat menyelesaikan makalah dengan judul “Shalat Fardhu".
Salawat dan salam semoga tetap terlimpahkan kepada Nabi Muhammad
SAW. yang kita nantikan syafaatnya di hari akhir kelak.
Keberhasilan makalah ini tidak lepas dari bantuan berbagai pihak, dan
pada kesempatan ini saya menyampaikan terimakasih khususnya kepada:
1. Bapak dosen pembimbing mata kuliah Studi fiqh ibadah yang
telah  mencurahkan segalanya demi kesempurnaan makalah ini.
2. Segenap orang tua saya yang telah banyak mendukung kami.
3. Semua pihak yang telah memberikan bantuan dan dukungannya sehingga
penulis dapat menyelesaikan makalah ini.
            Dengan segala keterbatasan pengetahuan, pengalaman dan kemampuan
penulis dalam penulisan makalah ini, maka penulis yakin bahwa makalah ini
masih jauh dari kesempurnaan. Oleh karena itu, penulis mengharapkan kritik dan
saran yang membangun  yang dapat penulis jadikan pedoman penulisan di waktu
yang akan datang.
Akhirnya hanya kepada Allah penulis senantiasa mohon curahan berkah
dan rahmat-Nya semoga makalah ini bermanfaat bagi kita semua.

Sukabumi, 5 Januari 2022

Penulis

I
Daftar isi

Kata pengantar ..................................................................................................i

Daftar isi ............................................................................................................ii

Bab I ..................................................................................................................1

Pendahuluan ......................................................................................................1

A. Latar Belakang.....................................................................................1

B. Rumusan Masalah................................................................................5

Bab II.................................................................................................................6

Pembahasan........................................................................................................6

A. Pengertian Sholat.................................................................................6

B. Dasar Hukum Sholat............................................................................9

C. Syarat Dan Rukun Sholat.....................................................................10

D. Waktu Waktu Sholat Fardu..................................................................15

E. Hal Yang Membatalkan Sholat............................................................19

Bab III ...............................................................................................................24

A. Kesimpulan.......................................................................................... 24

2
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Shalat merupakan salah satu bagian dari Rukun Islam, yang wajib kita

laksanakan sebagai seorang muslim. Shalat tersusun dari berbagai jenis

ibadah. Seperti dzikir mengingat Allah, membaca Al-quran, rukuk, sujud,

menghadap kiblat berdoa, bertasbih dan takbir. 1 Shalat merupakan ibadah

yang paling utama, yang diwajibkan kepada kita semua sebagai muslim.

Shalat merupakan oleh-oleh yang diwahyukan langsung kepada Rasulullah

tanpa pelantara malaikat Jibril, pada malam Isro Miraj nya Rasul ke sidrotul

muntaha. Maka sudah barang jelas bahwa shalat merupakan ibadah

diutamakan dalam Agama Islam.

Shalat menempati urutan kedua dari Rukun Islam setelah syahadat,

shalat juga merupakan salah satu media komunikasi kita dengan Allah

SWT, dengan shalat sebagai media komunikasi kita kepada Allah, maka kita

bisa menangis, memelas, berkeluh kesah atas segala sesuatu hal yang

menyesakkan dada. Dalam shalat telah terhimpun segala bentuk dan tatacara

yang dikenal oleh kalangan umat manusia sebagai bentuk pengagungan dan

penghormatan kita terhadap Allah SWT.

1
Saleh al Fauzan, Fiqh Sehari-hari, Alih Bhs.Abdul Hayyie al Kattani dkk (Depok: Gema Insani,
2009), hlm.58.

1
Walaupun secara logika shalat merupakan kegiatan rutin yang

dilakukan umat Islam dengan gerakan-gerakan saja, seperti gerakan rukuk,

sujud, tunduk dan sebagainya. Hal demikian yang kita lakukan sebagai

bentuk rasa syukur kita terhadap Allah SWT. Menurut seorang tokoh

bernama Sayyid Sabiq dalam kitabnya Fiqih Sunnah, ia menerangkan

bahwa shalat dalam Agama Islam menempati kedudukan yang tak dapat

ditandingi oleh ibadah manapun juga. Karena shalat merupakan tiang agama

bagi umat Islam. Ia merupakan tiang agama dimana ia tak dapat tegak

kecuali dengan itu2.

Ini ditegaskan dalam Hadis Rasulullah saw :

‫الصال ة عام ادل ين من امقها فقد اقا م ادل ين و من هد هما فقد هد م ادل ين‬

“Shalat sebagai tiang agama, artinya seseorang yang mendirikan shalat

telah menjadi pondasi agama, sebaliknya seseorang yang meninggalkan

shalat berarti meruntuhkan dasar bangunan agama. Hal ini sekaligus

memberikan pengertian pada umat Islam bahwa yang menegakkan dan

meruntuhkan agama itu bukan umat yang lain akan tetapi tergantung pada

umat Islam itu sendiri”.3

Takhrij Haditsnya :

As-syaikh berkata : “aku tidak mendapati matan hadits yang seperti ini.

Hadits ini masyhur dikalangan manusia dengan bentuk seperti ini,

biasanya sering disampaikan oleh para pemberi nasehat. Aku hanya

menemukan awal lafadz haditsini, yaitu “Shalat adalah tiang agama”.

2
Sayyid Sābiq, Fiqh Sunnah, (Kairo: al Fatḥu li al I’lām al ‘Arābī, ), hlm. 63.
3
Sentot Hariyanto, Psikologi Salat, (Jakarta: Pustaka Pelajar, 2003), hlm. 156.

2
Lafadz seperti ini dikeluarkan oleh Imam Baihaqi dalam “Syu’abul Iman”

dengan sanad lemah dari Ikrimah dari Umar secara Marfu’.

Selain sebagai tiang agama, masalah shalat merupakan ibadah yang

pertamakali di hisab kelak dihari kiamat. Oleh sebab itu jangan pernah

sekalipun kita menyepelekan perilah masalah shalat ini. Shalat juga

merupakan Ibadah yang waktunya dibatasi, ada awal dan akhirnya.

Shalat itu wajib bagi atas orang yang beragama Islam, yang berakal lagi

balig, berdasarkan hadits Aisyah r.a :

‫ عن اانءم حىت يستيقظ وعن اصيب حىت حيتمل وعن اجملنون حىت يعقل‬: ‫رفع القمل عن ثال ث‬

Artinya :

Bahwa Nabi Saw telah bersabda : “Diangkatkan Kalam” dari tiga

golongan dari orang tidur sampai ia bangun, dari anak-anak sampai ia

bermimpi, dan dari oranggila sampai ia sadarkan diri” (H.R Ahmad dan Ash

habus Sunan serta Hakim yangmengatakan sah dengan syarat Bukhari dan

Muslim dan dinyatakan oleh Tirmidzi)

Dari paparan diatas jelas diketahui bahwa betapa pentingnya ibadah

shalat bagi kita yang beragama Islam. Sebab wajibnya shalat tersebut maka

tidak ada celah bagi kita untuk menghindarinya. Walau faktanya dizaman

sekarang sudah banyak sekali orang-orang yang melalaikan perintah shalat

ini. Tak jarang kita jumpaiorang-orang yang sibuk dengan pekerjaannya,

dengan studynya meninggalkan shalat dengan mudahnya tanpa rasa

khawatir sedikitpun.

3
Dalam kaitannya dengan ibadah shalat ada tiga golongan umat Islam

dinegara Indonesia ini:

1. Golongan yang shalat

2. Golongan yang tidak shalat

3. Golongan yang terkadang-kadang shalat, terkadang-kadang tidak4

Meninggalkan Shalat sama sekali mengakibatkan tiada diterima sesuatu

amal pun, sebagaimana tiada diterima dengan ada syirik karena salat itu

‘Imād alislam tiang tengah malam.5Agama dianalogikan sebagai rumah,

dimana rumah itu tidak bisa berdiri tegak tanpa adanya tiang (shalat).

Namun tak jarang banyak orang dengan tidak sengaja meninggalkan

ibadah shalat dengan beberapa alasan atau sebab seperti sebab lupa atau

sebab ketiduran. itu tidak menjadi masalah asalkan ketika ia bangun dan

sadar bahwa ia telah meninggalkan shalat maka segera ia lakukan shalat

yang ia tinggalkan.

Hal ini dijelaskan dalam Hadis Nabi SAW yang berisi:

‫من نيس صالة أو انم عنھا فكفارتھا أن يصلیھا اذا ذكرھا‬

“Barang siapa yang kelupaan shalat atau tertidur sehingga terlewat

waktu shalat maka penebusnya adalah dia segera shalat ketika ia ingat

(HR.Bukhari dan Muslim)”

Seluruh ulama sepakat bahwa mengqaḍa bagi mereka yang tertidur dan

lupa adalah wajib, berdasarkan Hadits yang disebut di atas, namun mereka

4
T.M. Hasbi ash-Shiddieqy, Pedoman Salat, (Jakarta: Bulan Bintang, 1983), hlm.25.
5
Ibid, hlm.60.*

4
berbeda pendapat dalam hal qadha shalat bagi mereka yang sengaja

meninggalkan dengan sengaja.

Shalat merupakan ibadah yang dibatasi awal dan akhir waktunya. Maka

dapat ditarik kesimpulan bahwa tidak sah suatu shalat yang dikerjakan

sebelum dan sesudah waktunya. Maka apabila ada seorang muslim yang

mengerjakan shalat maghrib sebelum datang waktunya atau dalam waktu

salat Isya’ maka tidaklah diterima shalatnya.

Orang muslim yang tertidur atau lupa untuk mengerjakan shalat di

dalam waktunya, wajib bagi mereka mengerjakan shalat itu ketika mereka

terbangun dari tidur atau ketika mereka mengingatnya Idealnya, seorang

muslim harus mengerjakan shalat farḍu lima waktu, akan tetapi realitanya

tidak demikian. Banyak dari umat muslim yang meninggalkan kewajiban

ini, baik dari yang muda sampai tua.

B. RUMUSAN MASALAH

1. Apa pengertian Sholat fardhu?

2. Apa dasar hukum sholat fardhu?

3. Apa syarat dan rukun shalat?

4. Kapan waktu-waktu mengerjakan shalat?

5. Apa saja hal yang membatalkan sholat?

5
BAB II

PEMBAHASAN

A. Pengertian Sholat

Secara bahasa, kata sholat berasal dari bahasa Arab yang berarti

do’a,pengertian ini antara lain terlihat dari firman Allah SWT dalam surat At-

Taubah ayat 103:

‫ك َس َك ٌن لَّهُ ۗ ْم َوهّٰللا ُ َس ِم ْي ٌع َعلِ ْي ٌم‬


َ َ‫ص ٰلوت‬
َ ‫ص ِّل َعلَ ْي ِه ۗ ْم اِ َّن‬ َ ‫ُخ ْذ ِم ْن اَ ْم َوالِ ِه ْم‬
َ ‫ص َدقَةً تُطَهِّ ُرهُ ْم َوتُ َز ِّك ْي ِه ْم بِهَا َو‬

Ambillah zakat dari harta mereka, guna membersihkan dan menyucikan

mereka, dan berdoalah untuk mereka. Sesungguhnya doamu itu

(menumbuhkan) ketenteraman jiwa bagi mereka. Allah Maha Mendengar,

Maha Mengetahui.(Q.S.9 at-Taubah:103)

Sedangkan menurut istilah,Ṣalat didefinisikan sebagai suatu bentuk

peribadatan yang mengandung perkataan dan perbuatan tertentu yang dimulai

dengan takbiratul ihram dan diakhiri dengan mengucapkan salam.6

Para ahli mengartikn shalat secara lahir dan hakiki. Secara lahiriah

shalat berarti beberapa ucapan dan perbuatan yang dimulai dengan takbir dan

diakhiri dengan salam., yang dengannya kita beribadah kepada Allah menurut

syarat-syarat yang telah ditentukan. Adapun secara hakikinya ialah berhadapan

hati (jiwa) kepada Allah, secara yang mendatangkan takut kepadaNya serta

menumbuhkan didalam jiwa rasa kebesaranNya atau mendhohirkan hajat dan

keperluan kita kepada Allah yang kita sembah dengan perkataan dan pekerjaan
6
[Sayyid Sabiq., Fiqh al-Sunnah, jilid I, Dar al_Fikr, Beriut, 1983. h. 78. }

6
atau keduaduanya.7 Sebagaimana perintah-Nya dalam surah al-Ankabut ayat

45:

‫صلَ ٰوةَ تَ ْنهَ ٰى َع ِن ْٱلفَحْ َشٓا ِء َو ْٱل ُمن َك ِر ۗ َولَ – ِذ ْك ُر ٱهَّلل ِ َأ ْكبَ – ُر ۗ َوٱهَّلل ُ يَ ْعلَ ُم‬ ِ َ‫ٱ ْت ُل َمٓا ُأو ِح َى ِإلَ ْيكَ ِمنَ ْٱل ِك ٰت‬
َّ ‫ب َوَأقِ ِم ٱل‬
َّ ‫صلَ ٰوةَ ۖ ِإ َّن ٱل‬

َ‫َماتَصْ نَعُون‬

Artinya :

Bacalah apa yang telah diwahyukan kepadamu, yaitu Al Kitab (Al

Quran) dan dirikanlah shalat. Sesungguhnya shalat itu mencegah dari

(perbuatan-perbuatan) keji dan mungkar. Dan sesungguhnya mengingat Allah

(shalat) adalah lebih besar (keutamaannya dari ibadat-ibadat yang lain). Dan

allah mengetahui apa yang kamu ketahui.

Sholat merupakan cara menyembah Allah yang telah ada sejak sebelum

diutusnya nabi terakhir, Muhammad SAW. Hanya saja, berkat rahmat Allah

ta’ala Rasulullah diberi wahyu untuk memperbaharui syariat sholat yang telah

diturunkan pada rasul-rasul sebelumnya.

Kabar tersebut tercantum dalam beberapa ayat Al-Qur’an seperti dalam

Surat Maryam ayat 55 yang menggambarkan tentang sholatnya Nabi Ismail

‘alaihissalam:

‫ضيًّا‬ َّ ‫َو َكانَ يَْأ ُم ُر َأ ْهلَهُ بِال‬


ِ ْ‫صاَل ِة َوال َّز َكا ِة َو َكانَ ِع ْن َد َربِّ ِه َمر‬

Artinya: “Dan dia (Ismail) menyuruh keluarganya untuk melaksanakan

sholat dan zakat, dan ia adalah seorang yang diridhoi disisi Tuhan-Nya”

7
H. Sulaiman Rasjid, Fiqh Islam,(Sinar Baru Algensindo), hlm. 53

7
Juga Surat Maryam (31) yang menggambarkan tentang sholatnya Nabi

Isa ‘alaihissalam:

‫ت َحيًّا‬
ُ ‫صاَل ِة َوال َّز َكا ِة َما ُد ْم‬ َ ْ‫َوَأو‬
َّ ‫صانِي بِال‬

Artinya: “Dan Dia (Allah) memerintahkan kepadaku (Isa) (mendirikan)

sholat dan (menunaikan) zakat selama aku hidup.”

Syariat sholat fardhu pun disempurnakan saat Allah turunkan wahyu

kepada Nabi Muhammad dalam peristiwa Isra dan Mi’raj, yang terjadi sekitar

18 bulan sebelum peristiwa hijrah. Dalam peristiwa tersebut Rasulullah SAW

diperintahkan untuk menegakan sholat lima waktu.

Seperti yang diriwayatkan dalam hadist sahih Imam Bukhari (No. 342)

dan Muslim (No. 163):

Bahwasanya Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda: “loteng

rumahku terbuka saat aku berada di Makkah, kemudian Jibril turun. Ia

memegang tanganku dan mengangkatku ke langit. Kemudian Allah

memfardhukan sholat 50 waktu pada ummatku, maka aku kembali lagi, dan

Dia (Allah) berfirman: “sholat 5 waktu itulah (pahalanya sama dengan) sholat

50 waktu, tidak akan tergantikan lagi pernyataanku””.

Sejak saat itulah sholat wajib atau fardhu yang lima waktu sehari

semalam difardhukan bagi umat Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wasallam.

Adapun waktunya ialah shubuh, dzuhur, ashar, maghrib, dan isya. sholat lima

waktu tersebut pahalanya sama seperti sholat 50 waktu, terlebih jika dilakukan

di masjid secara berjamaah bagi laki-laki dan di rumah bagi perempuan, akan

dikalikan 27 kali lipat.

8
Dari beberapa pengertaian diatas dapat disimpulkan bahwa shalat

adalah merupakan ibadah kepada Tuhan, berupa perkataan dengan perbuatan

yang diawali dengan takbir dan diakhiri dengan salam menurut syarat dan

rukun yang telah ditentukan syara‟.

B. Dasar Hukum Shalat

Berdasarkan kepada beberapa firman Allah SWT, dalam al-Qur’an

dinyatakan bahwa setiap muslim yang mukallaf wajib melaksanakan shalat

lima waktu dalam sehari semalam6 . Sebagaimana firman Allah SWT, di

bawah ini:

َ‫الص– ٰلوة‬
َّ ‫الص– ٰلوةَ ۚ اِ َّن‬ ْ ‫ض ْيتُ ُم الص َّٰلوةَ فَ ْاذ ُكرُوا هّٰللا َ قِيَا ًما َّوقُ ُع––وْ دًا َّوع َٰلى ُجنُ––وْ بِ ُك ْم ۚ فَ–ا ِ َذا‬
َّ ‫اط َم– ْأنَ ْنتُ ْم فَ–اَقِ ْي ُموا‬ َ َ‫فَا ِ َذا ق‬

‫َت َعلَى ْال ُمْؤ ِمنِ ْينَ ِك ٰتبًا َّموْ قُوْ تًا‬
ْ ‫َكان‬

Artinya: “Maka apabila kamu telah menyelesaikan shalat(mu), ingatlah

Allah di waktu berdiri, di waktu duduk dan di waktu berbaring. Kemudian

apabila kamu telah merasa aman, maka dirikanlah shalat itu (sebagaimana

biasa). Sesungguhnya shalat itu adalah fardhu yang ditentukan waktunya atas

orang-orang yang beriman. (QS. an-Nisa’: 103):

َ‫ْطى َوقُوْ ُموْ ا هّٰلِل ِ ٰقنِتِ ْين‬


ٰ ‫ت َوالص َّٰلو ِة ْال ُوس‬ َّ ‫َحافِظُوْ ا َعلَى ال‬
ِ ‫صلَ ٰو‬

Artinya:“Peliharalah semua shalat(mu), dan (peliharalah) shalat

wusthaa. Berdirilah untuk Allah (dalam shalatmu) dengan khusyu'. (QS. al-

Baqarah: 238)

9
Terdapat juga dalam hadits Rasulullah SAW, yang artinya “Dari

Abdullah bin Umar r.a, berkata: Rasulullah SAW, bersabda: “dasar (pokok)

Islam itu didirikan atas lima hal, yaitu bersaksi bahwa tidak ada Tuhan

melainkan Allah SWT dan Muhammad adalah utusan Allah, mendirirkan

shalat, memberikan zakat, haji dan puasa ramadhan”. (HR. Bukhari)8 

C. Syarat -syarat dan rukun Shalat

 Syarat-syarat shalat

Lazim diketahui bahwa syarat shalat terbagi menjadi dua; syarat wajib

dan syarat sah. Syarat wajib ini maknanya, seseorang tidak dibebani kewajiban

shalat ketika salah satu dari syarat-syaratnya tak terpenuhi. 

 Syarat wajib shalat;

1. Beragama Islam 

2. Balig 

3. Berakal sehat, 

4. Tidak sedang haid atau nifas, 

5. Mendengar informasi ihwal dakwah Islam (Ini nyaris tak ditemukan sekarang),

dan 

6. Memiliki pengelihatan dan pendengaran yang normal 

Dampaknya, tidak wajib shalat bagi yang tunanetra dan tunarungu sejak

lahir. Sebab ia tak dapat menerima pelajaran shalat baik dengan isyarat atau

kalimat.

8
Muhammad Nashiruddin al Albani, Ringkasan Shahih Bukhari, (Penerjemah: Asep Saefullah dan
Kamaluddin Sa’adyatulharamain, (Jakarta: Pustaka Azzam, 2007), cet. ke-3, hal. 14

10
Syarat sah itu sendiri, sebagaimana Syekh al-Islam Abu Zakariya al-

Anshari (925 H) dalam Tuhfah at-Thullab bi Syarhi Tahriri Tanqih al-Lubab,

adalah ma tatawaqqafu ‘alaiha shihhatusshalah wa laisat minha, sesuatu yang

menjadi barometer sah dan tidaknya shalat. Artinya, bila ini tidak terpenuhi,

maka berdampak pada ketidakasahan shalat9. 

 Syarat shalat sah adalah;   

1.  Beragama Islam 

2.  Mumayyiz (syarat ini untuk mengecualikan orang gila dan anak kecil yang

belum mengerti apa-apa) 

3.  Sudah masuk waktu shalat 

4.  Mengetahui fardhu-fardhu shalat 

5.  Tidak meyakini satu fardlu pun sebagai laku sunnah 

6.  Suci dari hadats kecil dan besar 

7.  Suci dari najis, baik pakaian, badan, maupun tempat shalat 

8.  Menutup aurat bagi yang mampu (dengan batasan tertentu bagi perempuan dan

laki-laki) 

9.  Menghadap kiblat (kecuali bagi musafir yang melaksanakan shalat sunah,

orang yang dalam kecamuk perang, dan orang yang buta arah ‘isytibahul qiblah’).

10. Tidak berbicara selain bacaan shalat 

11. Tidak banyak bergerak selain gerakan shalat (Imam Syafi’i membatasinya tiga

gerakan) 

12. Tidak sambil makan dan minum 

9
Habib Muhammad bin Ahmad bin Umar as-Syathiri dalam Syarh al-Yaqut an-Nafis fi Madzhab
Ibni Idris (halaman 140-147) membahas 15 syarat shalat secara rinci dan gamblang

11
13. Tidak dalam keraguan apakah sudah bertakbiratulihram atau belum 

14. Tidak berniat memutus shalat atau tidak dalam keraguan apakah akan

memutus shalatnya atau tidak.

15. Tidak menggantungkan kebatalan shalatnya dengan sesuatu apa pun   

 Rukun Shalat 

Dalam sebuah hadits dikatakan, shallu kama ra’aitumuni ’ushalli,

shalatlah sebagaimana engkau melihat diriku melakukannya. Hadits sahih

riwayat al-Bukhari ini mengajarkan bahwa tidak ada cara shalat selain seperti

yang pernah Nabi lakukan berdasarkan riwayat para sahabatnya. 

Rukun shalat artinya perbuatan yang harus dilaksanakan saat shalat.

Apabila tidak dilakukan, maka shalatnya tidak sah.10

Dan, para ulama berhasil merumuskan fardlu atau rukun shalat menjadi

15 (dengan menghitung tiap-tiap thuma’ninah [tenang, tak bergerak sejenak]

sebagai satu rukun). 

Berikut rinciannya;   

1. Niat 

2. Takbiratulihram 

3. Memasang niat bersamaan dengan takbiratulihram 

4. Berdiri bagi yang mampu (hal ini berdasarkan hadits al-Bukhari yang

artinya, ‘Shalatlah dengan cara berdiri, bila tak mampu, maka boleh duduk.

Bila tidak mampu juga, boleh sambil tidur miring’. 

10
  “Fathu Al-Qorib Al-Mujib Fi Syarhi Alfazhi At-Taqrib”.kitab fathu qarib.bab 3

12
Ada tambahan dalam riwayat an-Nasa’i, ‘jika masih tidak mampu, boleh

dengan terlentang, Allah tidak membebani seseorang di luar kemampuannya’) 

5. Membaca surah al-Fatihah (berdasar pada hadits La shalata li man lam

yaqra’ bi fatihatil kitab, “Shalat tak akan sah bagi yang tidak membaca surah

al-Fatihah”. Bila tidak mampu, boleh membaca ayat lain yang diketahuinya.

Jika masih tak mampu, boleh berdzikir atau membaca doa-doa, dan pilihan

terakhir kalau tetap tak mampu adalah berdiam sekadar waktu membaca surah

al-Fatihah) 

6. Rukuk 

7. I’tidal 

8. Sujud 

9. Duduk di antara dua sujud 

10. Thuma’ninah dalam empat rukun sebelumnya (rukuk, i’tidal, sujud, dan

duduk di antara dua sujud) 

11. Tasyahhud akhir 

12. Membaca shalawat Nabi setelah tasyahhud akhir 

13. Melafalkan salam 

14. Duduk untuk membaca tasyahud akhir, shalawat Nabi, dan salam 

15. Tertib dalam melakukan semua rukun di atas   

Rincian-rincian ini merupakan hal yang harus dipenuhi dalam shalat

lahiriah. Adapun untuk shalat batiniah, satu hal yang tak boleh hilang, yaitu

13
kesadaran akan esensi kerendahan kita sebagai hamba di hadapan keagungan

Tuhan (rububiyyah). 

 Inilah yang kita kenal dengan khusyuk. Allah berfirman dalam surah

al-Baqarah ayat 45:

    َ‫ َواِنَّهَا لَ َكبِ ْي َرةٌ اِاَّل َعلَى ْال ٰخ ِش ِع ْي ۙن‬  ۗ ‫صب ِْر َوالص َّٰلو ِة‬
َّ ‫ َوا ْستَ ِع ْينُوْ ا بِال‬  

Artinya: Dan mohonlah pertolongan (kepada Allah) dengan sabar dan

shalat. Dan (shalat) itu sungguh berat, kecuali bagi orang-orang yang khusyuk. 

Imam Fakhruddin ar-Razi (604 H) mengatakan, khusyuk adalah at-

tadzallul wa al-khudhû’ (memperlihatkan esensi kerendahan dan ketundukan)

kepada Allah SWT. 

Terkait penggalan terakhir ayat di atas, sang mufasir kenamaan asal

Iran ini, dalam masterpiece-nya Mafâtîhul Ghaib (juz 3, halaman 50)

menjelaskan maksud ayat dan latar belakang ketidakkhusyukan seseorang

dalam shalatnya. Ia mengatakan:

    ‫أنه من حيث ال يعتقد في فعلها ثوابا وال في تركها‬  ‫ وإنها ثقيلة على من لم يخشع‬:‫وإنما المراد بقوله‬

‫ عقابا فيصعب عليه فعلها‬  

Artinya: Maksud dari kalimat: ‘Shalat itu berat bagi yang tidak

khusyuk’, yaitu dilihat dari aspek ketika ia tak meyakini pahala karena

melakukan shalat, dan siksa karena meninggalkannya, sehingga tentu berat saat

melakukannya.   

14
Orang yang tidak mantap hati melihat kesungguhan Allah memberi

ganjaran terbaik-Nya (pahala) bagi yang khusyuk, juga siksa terberat-Nya bagi

yang meninggalkan, pastilah akan merasa berat melakukan shalat. Logika

sederhananya, menurut ar-Razi, sungguh absurd bila seseorang rela sibuk lagi

rutin melakukan sesuatu yang baginya tiada berguna sama sekali. Namun, bagi

yang merasa bahwa hal itu sangat penting, bahkan pada dirinya terdapat candu

spiritual (al-‘isyqu), pastilah akan ringan dan membahagiakan. Sehingga, tepat

ketika Al-Qur’an menyifati mereka dengan lakabîrotun (rasa teramat berat).   

Ada banyak kisah kekhusyukan shalat para ulama shalafuna as-

shalih yang bisa menjadi perenungan. Seperti kisah Dzun-Nun al-Mishri (180

H) yang ketika mengucapkan ‘Allahu Akbar’ dalam shalat, ia tersungkur lemas

tanpa tenaga seakan raga tanpa nyawa. Juga seperti kisah Abu Sa’id Abul

Khair Aqta’ (1049 M) yang pernah mengidap penyakit gangrene dan

diamputasi—berdasarkan saran dari para muridnya yang mengetahui kondisi

spiritual sang guru—saat ia tengah khusyuk dalam shalatnya.   

Untuk rincian ihwal sunah, makruh, dan hal-hal yang membatalkan

shalat, dapat diakses secara mudah pada buku-buku tentang tata cara shalat

(shifat as-shalâh). 

D. Waktu-waktu shalat fardhu

Menurut Hadits Riwayat Muslim, waktu shalat fardhu didasarkan pada

pergerakan matahari dilihat dari bumi. Dalam pelaksanaannya, waktu shalat

memiliki waktu dan durasi yang berbeda satu sama lain

15
Hukum shalat fardhu ada 5 waktu,bila dikerjakan mendapat pahala dan

bila ditinggalkan mendapat dosa.diantaranya yaitu:

(a) Shalat Dhuhur. Awal waktunya adalah condongnya matahari sedang

akhir waktu dzuhur adalah apabila bayangan benda sama dengan ukuran

bendanya.

(b) Shalat Ashar. Awal waktunya adalah apabila bayangan sama dengan

benda lebih sedikit. Akhir waktu Ashar dalam waktu ikhtiyar adalah apabila

bayangan benda 2 (dua) kali panjang benda; akhir waktu jawaz adalah sampai

terbenamnya matahari.

(c) Shalat maghrib. Awal waktunya adalah terbenamnya matahari

(sedang akhir waktunya) adalah setelah selesainya adzan, berwudhu, menutup

aurat, mendirikan shalat dan shalat 5 (lima) raka'at.

(d) Shalat Isya'. Awal waktunya adalah apabila terbenamnya sinar

merah sedangkan akhirnya untuk waktu ikthiyar adalam sampai 1/3 (sepertiga)

malan; untuk waktu jawaz adalah sampai terbitnya fajar yang kedua (shadiq).

(e) Shalat Subuh. Awal waktunya adalah terbitnya fajar kedua (fajar

shadiq) sedang akhirnya waktu ikhtiyar adalah sampai isfar (terangnya fajar);

akhir waktu jawaz adalah sampai terbitnya matahari.11

Jumlah raka'at shalat fardhu ada 17 (tujub belas) roka'at, 34 sujud, 94

takbir, 9 tahiyat, 10 salam, 153 tasbih. Jumlah rukun dalam shalat ada 126

rukun. Shalat subuh 30 rukun, maghrib 42 rukun, shalat empat rakaat ada 54

rukun.

11
“Fathu Al-Qorib Al-Mujib Fi Syarhi Alfazhi At-Taqrib”.kitab fathu qarib.bab 3

16
Dari kelima waktu tersebut, waktu yang paling utama dalam

melaksanakan shalat fardhu adalah awal waktu. Sebagaimana sabda Rasulullah

yang dicatat dalam Hadits Riwayat Bukhari-Muslim, yaitu: “Perbuatan yang

paling mulia ialah shalat pada awal waktunya.”

 Shalat Fardhu Di Akhir Waktu

Sekalipun dianjurkan melaksanakan shalat fardhu di awal waktu,

mengerjakan shalat fardhu diakhir waktu juga diperbolehkan. Sebagaimana

keterangan kitab Muhadzab juz I, halaman 53. Dibolehkannya shalat diakhir

waktu ini, didasarkan pada sabda Rasulullah yaitu: “Awal waktu itu ridha

Allah dan akhirnya adalah maafnya Allah. Dan jika tidak diperbolehkan

mengakhirkan, niscaya akan sempitlah manusia, maka dimaafkan bagi mereka

dengan mengakhirkannya”.

Hanya saja yang dimaksud dengan mengakhirkan shalat harus dengan

alasan yang bisa diterima. Menunda-nunda waktu shalat dengan melaksanakan

shalat diakhir waktu tanpa alasan yang jelas menurut Ibnu Abbas termasuk

kategori menyia-nyiakan shalat. Ibnu Abbas berkata: “Makna menyia-yiakan

shalat bukanlah meninggalkannya sama sekali, tetapi mengakhirkannya dari

waktu yang seharusnya.” Selain itu juga termasuk kategori orang-orang yang

lupa akan shalatnya. Sa’ad bin Abi Waqqash berkata, “Aku bertanya kepada

Rasulullah saw, tentang orang-orang yang lupa akan salatnya (menurut QS. Al-

Maa’uun: 4-5, red.). Beliau menjawab, yaitu mengakhirkan waktunya.”

Diluar waktu shalat yang telah ditentukan, seseorang akan dianggap

meninggalkan shalat fardhu. Menurut Hadits Riwayat Ahmad, meninggalkan

17
shalat fardhu berarti melepaskan diri dari jaminan Allah. Mu’adz bin Jabal

meriwayatkan, Rasulullah saw. Bersabda: “Barang siapa meninggalkan shalat

wajib dengan sengaja, telah lepas darinya jaminan dari Allah Azza wa Jalla,”

(HR Ahmad).

 Waktu Terlarang Mengerjakan Shalat Sunnah

Shalat sunnah merupakan shalat yang dianjurkan untuk dilaksanakan.

Hal ini karena shalat sunnah dapat menjadi penyempurna shalat fardhu yang

memiliki kekurangan, sebagaimana keterangan HR. Abu Dawud dalam kitab

ash-Shalaah. Sebagai shalat yang dianjurkan, shalat sunnah khususnya shalat

sunnah muthlaq bisa dilakukan kapan saja karena tidak ditentukan waktunya.

Namun demikian, terdapat waktu-waktu yang dilarang untuk

mengerjakan shalat sunnah. Menurut catatan HR. Muslim (I/294) dan Abu

Dawud (2/1277), ada tiga waktu yang dilarang untuk melaksanakan shalat

sunnah, yaitu: ketika matahari mulai terbit hingga naik, ketika matahari berada

di tengah (tengah hari), dan ketika matahari doyong hendak terbenam hingga

terbenam.

Akan tetapi terkait shalat Tahiyat, sujud tilawah, sujud syukur, shalat

Id, shalat Kusuf, shalat Jenazah, dan shalat-shalat yang diqadha, menurut Imam

Asy-Sayukani terdapat perbedaan pandangan mengenai dibolehkan atau tidak

dibolehkannya untuk dilakukan di waktu-waktu terlarang.

Menurut madzhab Imam Syafi’i beserta kelompoknya, semua shalat di

atas diperbolehkan tanpa dimakruhkan. Sedangkan menurut madzhab Imam

18
Abu Hanifah dan madzhab lainnya, shalat-shalat di atas termasuk yang

dilarang berdasarkan keumuman hadits.*

E. Hal hal yang membatalkan shalat

1. Dalam Keadaan Berhadas

Hal yang membatalkan shalat ialah berhadas, baik hadas besar maupun

hadas kecil.

Hadas dalam hal ini ialah keadaan tidak suci pada diri seorang muslim

yang telah baligh. Yang terbagi dalam hadas besar dan hadas kecil.

Contoh hadas kecil ialah setelah kencing, atau setelah buang air besar.

Jika akan melaksanakan shalat, diwajibkan untuk bersuci terlebih dahulu

dengan cara berwudu.

Sedangkan hadas besar seperti haid, mengharuskan seseorang untuk

mandi junub atau mandi besar.

Hal ini selaras dengan sabda Nabi Muhammad SAW:

“Jika datang haid, maka tinggalkanlah shalat. Jika darah haid tersebut

sudah berhenti, maka mandilah dari darah tersebut, lalu shalatlah.” (HR.

Bukhari dan Muslim).

2. Terkena Najis

Salah satu hal yang membatalkan shalat ialah terkena najis. Najis

merupakan zat yang menyebabkan seseorang tidak dalam keadaan suci.

Daripadanya jika hendak melakukan shalat diwajibkan untuk bersuci,

menjauhkan diri dari najis tersebut.

19
Terkena najis adalah hal yang membatalkan shalat. Najis seperti

kencing, kotoran, darah haid, air mani, minuman keras, kotoran hewan yang

haram dimakan, hingga bangkai hewan kecuali bangkai manusia, ikan, dan

belalang. Contoh najis tersebut jika menempel pada tubuh atau pakaian yang

digunakan untuk shalat akan membatalkan shalat.

Sebagaimana dijelaskan oleh Nabi Muhammad SAW:

Dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu, ia berkata, Rasulullah

shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Bersihkanlah diri dari kencing. Karena

kebanyakan siksa kubur berasal dari bekas kencing tersebut.”

3. Berbicara dengan Sengaja

Hal yang membatalkan shalat selanjutnya ialah sengaja berbicara saat

shalat. Berbicara dalam hal ini ialah bukan melantunkan bacaan doa dan zikir

dari Al-Qur'an melainkan berbicara layaknya mengucapkan kata-kata dalam

sehari-hari.

Hal yang membatalkan shalat ini telah dilarang oleh Nabi Muhammad

SAW dalam sabdanya:

“Ingatlah shalat itu tidak pantas di dalamnya terdapat perkataan

manusia. Shalat itu hanya tasbih, takbir dan bacaan Alquran.” (HR. Muslim).

4. Aurat yang Terbuka

Saat seorang muslim melakukan shalat tiba-tiba auratnya terbuka secara

sengaja, maka ketentuannya ialah ia batal dalam shalatnya. Hal yang

membatalkan shalat ini tidak berlaku jika auratnya terbuka secara tidak

20
sengaja. Mudahnya, aurat yang terbuka secara tidak sengaja akan

menyebabkan shalat batal jika terbuka sekilas dan segera ditutup kembali. 

5. Niat Shalat Berubah

Sejatinya, shalat merupakan sebuah ibadah yang berisikan doa dari

seorang hamba kepada Allah SWT. Niat yang lurus diperlukan agar

tercapainya doa da harapan tersebut. Berubahnya niat shalat dapat menjadi hal

yang membatalkan shalat. 

Meski tidak terkena hadas maupun najis, niat merupakan kunci utama

dalam menjalankan shalat. Dalam hati seorang muslim yang sedang shalat,

tiba-tiba terbentik niat untuk tidak melakukan shalat dalam hatinya. Maka saat

itulah shalatnya telah batal. 

6. Meninggalkan Rukun Shalat dengan Sengaja

Dalam shalat, harus menerapkan rukun shalat yang tepat. Tidak kurang

dan tidak lebih sesuai dengan tuntunan dalam syariat Islam. Hal yang

membatalkan shalat ialah menambah atau mengurangi rukun shalat dengan

sengaja. 

Misalnya saat shalat tidak menjalankan membaca Al-Fatihah dan

langsung rukuk. Maka secara otomatis sholatnya telah batal.

7. Membelakangi Kiblat

Telah dijelaskan secara terperinci kiblat umat muslim dalam

menjalankan shalat ialah ke arah Masjidiharam. Tertuang dalam Alquran surat

al-Baqarah ayat 144: 

21
“..Maka hadapkanlah wajahmu ke arah Masjidilharam. Dan di mana

saja engkau berada, hadapkanlah wajahmu ke arah itu..”

Secara sengaja bertolak dari arah kiblat merupakan salah satu hal yang

membatalkan shalat. 

8. Mendahului Imam pada Shalat Berjamaah

Dalam shalat berjamaah ada aturan khusus yang mengatur antara imam

dan makmum. Mendahului gerakan imam merupakan hal yang membatalkan

shalat. Misalnya saat bangun dari sujud, mendahului instruksi dari imam dan

mendahuluinya. Kecuali mendahului gerakan imam tanpa sengaja, hal itu tidak

membuat seseorang batal dalam shalatnya. 

9. Banyak Bergerak 

Gerakan dalam rukun shalat telah dicontohkan oleh Nabi Muhammad

SAW. Secara baku, gerakan shalat ini tidak dapat diubah. Selain itu tidak

dibolehklan menyisipkan gerakan lain ke dalam shalat. 

Misalnya gerakan berulang yang berulang di luar gerakan shalat. Imam

Syafii memberikan batasan gerakan berulang tersebut hanya dilakukan 3 kali,

selebihnya merupakan hal yang membatalkan shalat.

Namun ada gerakan yang diperbolehkan misalnya, meluruskan shaf,

mengisi shaf yang kosong, hingga membenarkan arah kiblat. 

10. Tertawa

Tertawa dapat menjadi hal yang membatalkan shalat jika seseorang

tidak bisa menahan tawa hingga tertawa hingga mengeluarkan suara. Beberapa

22
perbedaan pemahaman terjadi, bahkan tertawa baik itu tersenyum sekalipun

sudah menjadikan seseorang batal dalam shalatnya. 

11. Murtad dari Agama Islam

Sungguh disayangkan, murtad dari agama islam membuat shalat

seseorang secara langsung akan batal. Keyakinan dalam beragama merupakan

hal utama yang harus dipegang seseorang dalam menjalankan ibadah shalat.

Meninggalkan agama Islam adalah merupakan hal yang membatalkan

shalat.

23
BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan

Sholat merupakan inti (kunci) dari segala ibadah juga merupakan tiang

agama,dengannya agama bisa tegak dengannya pula agama bisa runtuh.shalat

mempunyai mempunyai 2 unsur yaitu dzohiriyah dan batiniyah. Undur

dzohiriyah adalah yang menyangkut perilaku berdasar pada Gerakan shalat itu

sendiri,sedngkan unsur yang bersifat bathiniyah adalah sifatnya tersembunyi

dalam hati karena hanya Allah-lah yang dapat menilainya.

24

Anda mungkin juga menyukai