Anda di halaman 1dari 6

PERFORMANCE BUDGETING

Reformasi pengelolaan keuangan negara di Indonesia yang diawali dengan keluarnya Undang-Undang
No. 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara telah membawa banyak perubahan mendasar dalam
pengelolaan keuangan negara. Perubahan mendasar tersebut diantaranya adalah diperkenalkannya
pendekatan penganggaran berbasis kinerja (performance based budgeting) dalam penyusunan anggaran
pemerintah.

Sejalan dengan itu, dalam kerangka otonomi daerah, Undang- Undang No. 32 Tahun 2004 tentang
Pemerintahan Daerah dan Undang-Undang No. 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan antara
Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah membuka peluang bagi daerah untuk mengembangkan dan
membangun daerahnya sesuai dengan kebutuhan dan prioritas masing-masing. Kedua undang-undang
ini membawa konsekuensi bagi daerah dalam bentuk pertanggungjawaban atas pengalokasian dana
yang dimiliki dengan cara yang efektif dan efisien. Pengalokasian dana yang efektif mengandung arti
bahwa setiap pengeluaran yang dilakukan pemerintah mengarah pada pencapaian sasaran dan tujuan
stratejik yang dimuat dalam dokumen perencanaan stratejik daerah.

Pengalokasian dana yang efisien mengandung arti bahwa pencapaian sasaran dan tujuan stratejik
tersebut telah menggunakan sumber daya yang paling minimal dengan tetap mempertahankan tingkat
kualitas yang direncanakan. Pengalokasian pengeluaran yang efektif dan efisien tersebut dapat
diwujudkan dengan penerapan performance based budgeting dalam penyusunan anggaran pemerintah
daerah.

Anggaran Berbasis Kinerja (Performance Based Budgeting) merupakan sistem penganggaran yang
berorientasi pada output organisasi dan berkaitan sangat erat dengan visi, misi dan rencana strategis
organisasi (Bastian, 2006:171). Anggaran dengan pendekatan kinerja menekankan pada konsep value for
money dan pengawasan atas kinerja output. Pendekatan anggaran kinerja disusun untuk mencoba
mengatasi berbagai kelemahan yang terdapat dalam anggaran tradisional, khususnya kelemahan yang
disebabkan oleh tidak adanya tolok ukur yang dapat digunakan untuk mengukur kinerja dalam
pencapaian tujuan dan sasaran pelayanan publik.
Penerapan anggaran berbasis kinerja diatur dalam Permendagri Nomor 13 Tahun 2006 dan dirubah
dengan Permendagri Nomor 59 Tahun 2007 serta perubahan kedua Permendagri Nomor 21 Tahun 2011
tentang pedoman pengelolaan keuangan daerah. Dalam peraturan ini, disebutkan tentang penyusunan
Rencana Kerja dan Anggaran Satuan Kerja Perangkat Daerah (RKA-SKPD). Adanya RKA-SKPD ini berarti
telah terpenuhinya kebutuhan tentang anggaran berbasis kinerja dan akuntabilitas. Dimana anggaran
berbasis kinerja menuntut adanya output optimal atau pengeluaran yang dialokasikan sehingga setiap
pengeluaran harus berorientasi atau bersifat ekonomi, efisien, dan efektif.

Proses penyelenggaraan kekuasaan negara dalam melaksanakan penyediaan public goods and services
merupakan bagian dari good governance. Terselenggaranya suatu pemerintah daerah yang baik sebagai
upaya good governance ditunjukkan dengan transparansi, partisipasi, dan akuntabilitas suatu instansi
pemerintah yang merupakan suatu perwujudan kewajiban untuk mempertanggungjawabkan
keberhasilan atau kegagalan pelaksanaan masalah instansi yang bersangkutan.

Penerapan dan pertanggungjawaban yang tepat, jelas, dan nyata sangat diperlukan sehingga
penyelenggaraan pemerintah dan pembangunan dapat berlangsung secara berdaya guna dan berhasil.
Pembangunan akan kebutuhan masyarakat akan menjadi landasan berpikir bagaimana mengoperasikan
otonomi sehingga betul-betul mencapai sasaran yaitu meningkatkan taraf dan kualitas hidup
masyarakat.

Permasalahan yang sering dihadapi oleh organisasi sektor publik adalah terjadinya keterputusan antara
perencanaan, anggaran, dan pelaksanaan dilapangan. Idealnya terdapat kejelasan mata rantai mulai visi,
misi, tujuan, kebijakan, strategi yang diterapkan dengan program kegiatan, dan anggaran yang diajukan.
Namun seringkali yang terjadi ketika tahap pengajuan usulan program, kegiatan, dan anggaran masing-
asing unit kerja sudah lupa dengan visi, misi, tujuan, kebijakan, dan strategi. Mereka lebih sibuk dengan
upaya menaikan anggaran untuk unit kerjanya. Dokumen perencanaan sebagai acuan seperti RPJP,
RPJM, atau Rencana Kerja kadang hanya disimpan dalam lemari. Kondisi seperti ini menyebabkan
inefisiensi, pemborosan, dan ketidakefektivan pembangunan.

Penyusunan anggaran berbasis kinerja bertujuan untuk dapat meningkatkan efisiensi pengalokasian
sumber daya dan efektivitas penggunaannya sesuai dengan perencanaan yang telah ditetapkan oleh
pemerintah daerah sehingga dengan adanya anggaran berbasis kinerja tersebut diharapkan anggaran
dapat digunakan secara optimal untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat dan dapat mendukung
peningkatan tranparansi dan akuntabilitas manajemen sektor publik. Selain itu, anggaran berbasis
kinerja memfokuskan pemanfaatan anggaran untuk perbaikan kinerja organisasi yang berpedoman pada
prinsip value for money.
Reformasi pengelolaan keuangan daerah ditandai dengan terbitnya berbagai peraturan baru di bidang
pengelolaan keuangan Negara dan searah, diantaranya adalah; Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 105
Tahun 2000 yang diganti dengan PP Nomor 58 Tahun 2005; PP Nomor 24 tahun 2005; paket UU di
bidang keuangan negara yang terdiri dari UU Nomor 17 Tahun 2003, UU Nomor 1 Tahun 2004, serta UU
Nomor 15 Tahun 2004, Reformasi Pengelolaan keuangan daerah tersebut mengakibatkan terjadinya
perubahan yang mendasar pada pengelolaan keuangan Negara atau daerah

Peraturan baru tersebut menjadi dasar bagi institusi Negara mengubah administrasi keuangan menjadi
pengelolaan keuangan Negara. Proses pengelolaan keuangan Negara tersebut mencakup aktivitas yang
berkaitan dengan perencanaan keuangan, mengontol keuangan dan mereview keuangan (Bawsir, 2000).

Pada era otonomi, daerah diberi wewenang dan tanggung jawab yang besar untuk mengelola sumber-
sumber keuangan demi kemakmuran rakyat di daerahnya. Desentralisasi administrative tersebut,
dimaksudkan untuk mendistribusikan kewenangan, tanggung jawab, dan pengelolaan sumber-sumber
keuangan untuk menyediakan pelayanan publik (Halim, 2002). Pelimpahan tanggung jawab tersebut
terutama menyangkut perencanaan, pendanaan, dan pelimpahan manajemen fungsi- fungsi
pemerintahan dari Pemerintah Pusat kepada aparat daerah. Hal ini berakibat pada fungsi dan peran
yang harus dimainkan oleh para pejabat di daerah(Widodo,

2001).

Dalam mewujudkan tata kelola pemerintahan yang baik, pemerintah harus melakukan berbagai upaya
dengan meningkatkan transparansi dan akuntabilitas pengelolaan keuangan Negara, salah satunya
dengan penyempurnaan sistem administrasi Negara secara menyeluruh (LAN, 2000). Permasalahan
akuntabilitas dan transparansi merupakan salah satu persoalan dalam pelaksanaan pemerintah daerah
yang hingga saat ini terus dikaji pelaksanaanya oleh pemerintah. Hal ini menurut Yusuf Ateh Kepala
Bidang Akuntabilitas Kantor Menteri Negera Pendayagunaan Aparatur Negara, karena hingga saat ini
Pemerintah Indonesia juga belum menunjukan kemampuan pertanggungjawabannya, padahal salah
satu ciri pemerintahan yang akuntabel adalah memiliki pengukuran, tujuan dan sasaran program yang
diusulkan. Oleh karena itu pula pemerintah akan lebih menekankan aspek akuntabilitas pemerintahan
dalam reformasi birokrasi pemerintahan. Untuk mewujudkan pertanggung jawaban pemerintah
terhadap warganya salah satu cara dilakukan dengan menggunakan prinsip transparansi (keterbukaan).
Melalui transparansi penyelenggaraan pemerintahan, masyarakat diberikan kesempatan untuk
mengetahui kebijakan yang akan dan telah diambil oleh pemerintah. Juga melalui transparansi
penyelenggaraan pemerintahan tersebut, masyarakat dapat memberikan feedback atau outcomes
terhadap kebijakan yang telah diambil oleh pemerintah.
Disamping mengeluarkan perangkat peraturan perundangan tentang pengelolaan keuangan daerah,
pemerintah juga melakukan pengembangan kebijakan akuntansi pemerintahan berupa Standar
Akuntansi Pemerintah (SAP) yang bertujuan untuk memberikan pedoman pokok dalam penyusunan dan
penyajian laporan keuangan pemerintah. Konsep-konsep baru yang diperkenalkan tersebut secara
konsepsi belum banyak dipahami oleh para penyelenggara pemerintah daerah. Pengelola keuangan
daerah banyak yang mempunyai persepsi bahwa paket peraturan perundangan tentang otonomi daerah
dan standar akuntansi pemerintah daerah yang dikeluarkan pemerintah pusat terkesan dibuat tergesa-
gesa tidak ada koordinasi di tingkat pemerintah pusat dalam membuat dan menetapkan peraturan
pelaksanaan pada tingkat operasional yang lebih rendah.

Performance Budgeting

Performance Budgeting (anggaran yang berorientasi pada kinerja) adalah sistem penganggaran yang
berorientasi pada ‘out put’ organisasi dan berkaitan sangat erat dengan Visi, Misi, dan Rencana Strategis
Organisasi. ‘Performance budgeting’ mengalokasikan sumber daya pada program, bukan pada unit
organisasi semata dan memakai ‘out put measurement’ sebagai indikator kinerja organisasi.

“Anggaran yang lebih penting pada pendayagunaan dana yang tersedia untuk mencapai hasil yang
optimal”.
Elemen-elemen Anggaran Berbasis Kinerja

Menurut Mardiasmo (2009) dalam rangka penerapan anggaran berbasis kinerja elemen-elemen
utama yang harus ditetapkan terlebih dahulu, yaitu:

Visi dan misi yang hendak dicapai .

Visi merujuk kepada hal yang ingin dicapai oleh pemerintah dalam jangka panjang sedangkan misi
adalah kerangka yang menggambarkan bagaimana visi akan tercapai

Tujuan .

Tujuan merupakan penjabaran lebih lanjut dari visi dan misi . Tujuan tergambar dalam Rencana
Pembangunan Jangka Menengah (RPJM) yang menunjukkan tahapan-tahapan yang harus dilalui
dalam rangka mencapai visi dan misi yang telah ditetapkan.

Sasaran .

Sasaran menggambarkan langkah-langkah yang spesifik dan pencapaian untuk mencapai tujuan.
Kriteria sasaran yang baik adalah dilakukan dengan menggunakan kriteria spesifik, dapat dicapai,
relevan, dan ada batasan waktu (spesifik, terukur, dapat dicapai, relevan, tepat waktu).

Program .

Program adalah kumpulan kegiatan yang akan dilaksanakan sebagai bagian dari usaha untuk
mencapai tujuan dan sasaran yang telah dicapai. Program harus disertai dengan target sasaran output
dan outcome serta memiliki keterkaitan dengan tujuan dan sasaran.

Kegiatan .

Kegiatan adalah rangkaian pelayanan yang mempunyai maksud menghasilkan output dan hasil yang
penting untuk program promosi.

anggaran berbasis kinerja

Menurut Deddi Nordiaswan (2006), elemen-elemen yang diperlukan untuk menyusun anggaran berbasis
kinerja adalah:

Penetapan strategi organisasi ( visi dan misi ) .

Visi dan misi merupakan cara pandang jauh kedepan dan memberikan gambaran tentang suatu kondisi
yang harus dicapai oleh suatu organisasi . Visi dan misi organisasi harus dapat mencerminkan apa yang
ingin dicapai; memverifikasi arah dan fokus strategi yang jelas; menjadi perekat dan gagasan berbagai
gagasan ; memiliki orientasi masa depan; menumbuhkan seluruh organisasi; menjamin kesinambungan
kepemimpinan organisasi.

Pembuatan Tujuan .

Tujuan yang dimaksud dalam hal ini adalah sesuatu yang akan dicapai dalam kurun waktu satu tahun
atau tujuan operasional. Tujuan operasional harus memiliki beberapa karakteristik seperti:

1. Harus menunjukkan hasil akhir (akhir/keluaran yang sebenarnya) bukannya keluaran (keluaran);
2. Harus dapat diukur dalam jangka pendek agar dapat dilakukan tindakan koreksi (corrective
action )
3. Harus dapat diukur menentukan apakah hasil akhir (outcome) yang diharapkan tercapai
4. Harus tepat, artinya tujuan tersebut memberikan peluang kecil untuk menimbulkan interpretasi
individu.

Penetapan aktivitas .

Aktivitas harus dipilih berdasarkan strategi organisasi dan tujuan operasional.

Evaluasi dan pengambilan keputusan .

Proses ini dapat dilakukan dengan standar baku yang ditetapkan oleh organisasi ataupun dengan
memberikan keleluasaan pada masing-masing unit untuk membuat kriteria dalam menentukan
peringkat.

Anda mungkin juga menyukai