Anda di halaman 1dari 14

Tugas Bahasa Indonesia

“ Novel Si Anak Spesial ”

D
I
S
U
S
U
N

OLEH:

NAMA : ESTER CLAUDIA SIMAMORA


KELAS : XII MIPA 6

SMA NEGERI 1 SIDIKALANG


TAHUN AJARAN 2022/2023
UNSUR INTRINSIK NOVEL SI ANAK SPESIAL

A. TEMA
Novel Si Anak Spesial karya Tere Liye ini bertemakan mengenai pentignya pendidikan
bagi semua orang. Hal tersebut dapat dilihat dalam kutipan berikut ini.
“Sekolah itu penting, dan akan selalu penting, Burlian!” (halaman. 79).
Kutipan di atas disampaikan oleh Bakwo Dar yang sudah mengalami bagaimana pahitnya
kehidupan bagi mereka yang menganggap remeh pendidikan.

B. TOKOH
Novel ini menceritakan perjalanan hidup tokoh utamanya, yaitu Burlian kecil yang nakal
tapi memiliki rasa ingin tahu yang amat besar. Terdapat banyak tokoh dalam novel Si Anak
Spesial ini yang memiliki watak berbedabeda. Tokoh-tokoh tersebut diantaranya Mamak, Bapak,
Kak pukat, Kak Eli, Amelia, Pak Bin, Bakwo Dar, Ahmad, Ibu Ahmad, Munjib, Can, Nakamura
San, dan Paman Unus.

C. ALUR
Novel Si Anak Spesial ini memiliki alur maju. Novel ini diawali dengan pengenalan
tokoh utama yaitu Burlian dan keluarganya. novel ini diakhiri dengan terwujudnya impian
Burlian yang mendapatkan kesempatan untuk bersekolah di Tokyo dan bertemu dengan Keiko-
chan.

D. LATAR
Novel ini berlatarkan pada tahun 80-an di sebuah kampung bernama paduraksa di
pedalaman Sumatera yang kehidupan masyarakatnya masih amatlah tradisional dan kurang
pemahaman tentang pentingnya pendidikan. Hal itu dapat dilihat dalam kutipan berikut ini.
“Seperti yang Bapak dulu pernah bilang, Kampung Paduraksa terletak jauh terpencil di
dekat Bukit Barisan.” (halaman. 273)

E. SUDUT PANDANG
Sudut pandang yang digunakan dalam novel adalah sudut pandang orang pertama, yaitu
penulis memerankan tokoh utama. Hal itu terlihat dari penggunaan persona “aku” untuk
memberikan gambaran keterlibatan si pengarang di dalam cerita. Hal itu terlihat dari kutipan
berikut. “Aku segera menutup mata.” (halaman. 5).

F. GAYA BAHASA
Secara bahasa novel di tulis dengan bahasa Indonesia yang mudah dipahami dan kaya
akan gaya bahasa. Terdapat pula beberapa bahasa Asing (Jepang dan Belanda) dan daerah, tetapi
disertakan terjemahan bahasa indonesia sehingga pembaca mudah memahaminya.

G. AMANAT
Amanat dari novel ini disampaikan pengarang melalui tokoh Bakwo Dar mengenai
pentingnya sekolah. Seperti dalam kutipan berikut ini. “Sekolah itu penting... dan akan selalu
penting, Burlian. (halaman.79)
UNSUR EKSTRINSIK NOVEL SIANAK SPESIAL

1. LATAR BELAKANG BUDAYA


Dalam novel Si Anak Spesial terdapat latar budaya
warga kampung yang masih menjunjung tinggi asas persatuan,
kekeluargaan, dan gotong royong. Seperti halnya pada kutipan berikut ini.
"Baik...baik, Mak. Bagaimana kalau kita bicarakan ini besok di rapat kampung? Kita undang
seluruh warga."

2. NILAI RELIGIUS
Nilaireligius dalam novel Si
Anak Spesial berdasarkan pada ajaran agama Islam. Hal ini dapat dipahami
dari kutipan di bawah ini.
“Lebih baik begitu. Mamak tidak akan pernah mengijinkan uang haram
itu ada di rumah kita. Sedetikpun tidak.” Aku hanya diam. Menutup mulut. (halaman. 123).

CERITA ULANG NOVEL SIANAK SPESIAL

Burlian, anak ketiga dari Mamak dan Bapak. Kakaknya Amelia, adiknya Eliana dan
Pukat. Buku yang terdiri dari 25 bab ini, seakan mengajak saya berpetualang bersama Burlian
dengan segala keunikan, keceriaan hingga kenakalan khas anak-anak yang hidup di kampung
yang saat itu belum masuk listrik, saat malam masih mengandalkan penerangan dari petromak
dan lampu centang. Cerita diawali dengan penjelasan Mamak mengenai kelahiran Burlian. “Kau
sejak dilahirkan memang berbeda, Burlian. Spesial.” (Halaman 1). Banyak hal yang diceritakan
Burlian, seperti pengeboman hutan, kejadian ditangkap petugas statiun kereta gara-gara
memasang paku di atas rel, pohon sengon, Nakamura dan rombongan Korea-nya, buaya di lubuk
larangan, sekolah yang roboh, buku-buku perpustakaan, kelas enam. Dalam keluarganya, Mamak
dan Bapak sejak kecil selalu bilang, “Kau Anak Spesial, Burlian.” Itu cara terbaik Mamak dan
Bapak untuk menumbuhkan percaya diri, keyakinan, dan menjadi pegangan penting setiap kali
dia terbentur masalah.” Meskipun Burlian ini nakal, ngeyel, sering membantah, suka
mengganggu adiknya yaitu Amel, tapi sebetulnya dia anak yang baik. Dia anak yang peduli.
Lihatlah, betapa usahanya bersama pak Bin, telah membuat kawan sekelasnya Munjib, bisa tetap
melanjutkan sekolah setelah sempat tiga minggu tidak sekolah karena dilarang Bapaknya.
Saya pun, sangat menikmati buku ini, apalagi saat Burlian dan Pukat pergi menanam
pohon sengon bersama Bapak. Pergi bersama Paman Unus ke hutan, hingga mengintip putri
mandi dan pelajaran tentang menjaga keseimbangan alam. Kemudian Burlian juga menemami
Bakwo Dar memanen buah durian, bahkan ia mendapatkan kisah Bapaknya dari cerita Bakwo
Dar. Ketika Burlian melanggar perintah Bapak untuk menjauhi lubuk larangan, saat bermain
senapan dengan Pukat juga Can, sampai akhirnya hampir diterkam buaya. Banyak cerita seru
yang dikisahkan Burlian, yang paling sedih tentu saja saat Burlian ngambek menagih janji
Mamak untuk membelikan sepeda saat dia khatam Al-Quran, berujung Mamak menggadaikan
cincin nikahnya dan akhirnya hilang, dan membuat Mamak bersedih dihadapan Bapak, tanpa
sepengetahuan mereka, baru pertama kali Burlian melihat Mamak menangis gara-gara ulahnya.
Terus saat Burlian harus kehilangan sahabatnya, Ahmad yang meninggal menjelang pertandingan
final sepak bola yang mereka ikuti. Dan masih ada lagi yaitu, robohnya sekolah hingga
menewaskan teman baiknya yang jago Matematika, yaitu si kembar Juni dan Juli, Burlian pun
sempat dirawat. Kejadian tersebut sampai diliput TVRI, satu-satunya televisi saat itu. Sampai
Burlian didatangi pejabat dari kota saat masih dirawat, pejabat tersebut akan mengabulkan
permintaan apapun yang diinginkannya. Salah satu yang tentu saja membuat saya terharu, Burlian
ingin agar ‘Pak Bin diangkat jadi PNS’. Eit ada juga Burlian bersama kawannya Can dan Munjib
tersesat di hutan, dan dari sanalah justru Burlian dapat jalan pintas yang akan membantu
sahabatnya untuk memenangkan lomba lari. Penasaran? Masih banyak keseruan yang didapat
dari buku ini, ayo baca bukunya!
Kemudian yang lebih kerennya lagi, Burlian ini pecinta buku, ia memiliki impian untuk
sekolah di sekolah yang memiliki perpustakaan besar, dan ia ingin melihat dunia, pergi keliling
dunia. Di tengah keterbatasan yang dimiliki, hidup di sebuah lembah yang indah di pedalaman
Sumatera, kedua orang tuanya yang berprofesi sebagai petani dan salah satunya hidup
mengandalkan dari penghasilan berkebun kopi. Tapi ia tak pernah takut untuk terus bermimpi.
Beruntung saat kelas 3 SD, Burlian berteman dengan kepala proyek yang membangun jalan di
kampungnya, bernama Nakamura. Nakamura memiliki anak perempuan yang seusia dengan
Burlian, namanya Keiko. Berkat surat yang dikirimkan Burlian pada Keiko, membuat hubungan
antara ayah dan anak, Nakamura dan Keiko menjadi lebih baik. Selesai pembangunan jalan di
kampungnya dan setelah menyelesaikan pembangunan jalan di Sumatera, Nakamura kembali ke
Jepang, dan Burlian sudah lama tidak bertemu. Saat lulus SD, berkat bantuan Nakamura, Burlian
melanjutkan SMP, SMA dan Kuliah di Jakarta. Kemudian saat pertukaran pelajar Indonesia-
Jepang, Burlian akhirnya bertemu dengan Nakamura dan anaknya di Jepang.
Yang menarik dari buku ini, penulis menggambarkan cara mendidik anak dengan baik,
tanpa perlu memukul hingga memarahi habis-habisan anaknya ketika nakal. Cukup dengan
tindakan sederhana saja. Seperti Mamak yang memberikan hukuman untuk Burlian dan
Kakaknya, Pukat saat mereka bolos sekolah, maka keesokan harinya, pagi-pagi sekali Mamak
menghukum Burlian dan Pukat tanpa kata-kata dan pukulan, tetapi hanya menyuruh mereka
mencari kayu bakar di hutan, naik turun bukit dengan hanya berbekal nasi tanpa lauk. Dari pagi
sampai petang hingga bolak-balik 10 kali, ditemani Mamak, hingga akhirnya kedua anak tersebut
pingsan karena kelelahan. Kayu yang mereka kumpulkan cukup untuk persediaan tiga bulan ke
depan. Burlian dan Pukat kapok untuk bolos lagi. Mereka memilih sekolah, daripada dihukum
Mamak. Mereka pun sadar dengan sendirinya bahwa membolos sekolah itu adalah perbuatan
salah. Novel ini pun menggambarkan rasa kasih sayang orang tua, dan betapa besarnya cinta
Mamak terhadap anak-anaknya. Salut banget dengan cara mendidik Mamak dan Bapak.
Pelajaran penting, bahwa sekolah lebih mudah ketimbang bekerja seharian penuh seperti Mamak
dan Bapaknya. Bukan liburan yang ia dapat, yang ada hanya lelah. Dalam dunia Burlian si
pecinta buku ini, ada Pak Guru Bin yang rela mengabdi seumur hidup demi pendidikan anak-anak
Sekolah Rakyat di Desa. Pengabdian yang tulus, rela digaji berapa saja atau bahkan tidak dapat
gaji sama sekali, asalkan anak-anak dapat mengecap bangku pendidikan, perangai ikhlas tersebut
membuatnya sangat dicintai oleh 13 muridnya, termasuk Burlian yang sangat bangga dengan Pak
Bin, meski terkadang Burlian bosan mendengarkan kalimat-kalimat motivasi dari Pak Bin,
Burlian tetap menyayanginya.
DIALOG

BAB 1
(Mamak sedang berada di kamar kak Pukat, Kak Eli, Amelia dan Burlian. Disana ibu
menceritakan bagaimana Burlian di lahirkan. Cerita ini bermula karena selepas pulang mengaji
kak Pukat , Kak Eli, Amelia danBurlian bertengkar)

MAMAK : Burlian kau sejak dilahirkan sudah berbeda. Kau adalah anak spesial. Ketika
mamak mengandung kau, setiap malam dari pohon besar di belakang rumah
selalu terdengar suara burung berisik (sambil minum air). Awalnya Mamak
tidak peduli. Tapi sialnya, semakin tua kandungan Mamak, suara burung itu
semakin mengganggu. Suaranya persis seperti akan ada yang meninggal di
kampung. Seminggu sebelum kau lahir, Burlian, Mamak merasa malam itu
udaranya sangat dingin. Mamak memutuskan mengambil potongan kayu bakar
di tungku masak kita lalu pergi ke belakang rumah.
KAK PUKAT : Mak...Mamak ke kuburan? (suara Kak Pukat mencicit)
MAMAK : (mengangguk kalem). Benar, Mamak ke kuburan. Mamak melempar sekuat
tenaga potongan bara ke arah suara burung yang terus berceloteh. Dan kau tahu,
Burlian, tengkuk Mamak tiba tiba terasa dingin seperti ada tangan yang tidak
terlihat menyentuhnya. Kaki Mamak juga terasa sulit digerakkan.
KAK PUKAT : Mak...kenapa Mamak tidak lari saja? (Bertanya serak)
MAMAK : Tentu Mamak ingin lari ke rumah. Tetapi siapa yg akan membuat burung itu
berhenti berceloteh? Apa burung itu akan berhenti sendiri?
PUKAT, ELI, AMELIA, BURLIAN : (menggeleng tanda tidak tahu jawaban pertanyaan Mamak)
MAMAK : Untunglah, setelah membaca Ayat Kursi, Mamak bisa menggerakkan kaki dan
bergegas mengambil lagi potongan bara yg lebih besar dan melemparnya
kencang kencang ke arah pohon. Hampir habis kayu bakar di tungku dan tenaga
mamak barulah burung burung itu terbang menjauh. Dan syukurlah sejak
malam itu sampai kau lahir, Bulian, tidak ada lagi gangguan suara burung dari
pekuburan belakang.
PUKAT, ELI, AMELIA, BURLIAN : (menghela napas panjang dan lega kerena ceritanya
selesai)
MAMAK : Sudah larut, ayo semua tidur (sambil menyelimuti mereka berempat)

BAB 2
(seluruh kampung terasa bergetar , dentuman semakin keras terdengar dan suara itu menggangu
kesibukan di kelas. Dan ternyata suara itu adalah suara dinamit yang di ledakkan. Sedang ada tim
dari kota yang melakukan eksplorasi geologi menyelidiki kandungan minyak di hutan dekat
Lampung.)

PAK BIN : Dengan alat itu mereka bisa tahu apa isi perut bumi. Bisa tahu apakah disana
ada emas, perak, atau tembaga. Bahkan mereka bisa tahu apakah ada sungai
sungai yang mengalir di bawah tanah.
MUNJIB : Memangnya di dalam tanah ada sungainya, Pak? ( Mengangkat tangan)
PAK BIN : Banyak. Bahkan ada danau luas yang terperangkap.
MUNJIB : Ada ikannya tidak, Pak?
PAK BIN : (menelan ludah). Tentu saja tidak ada. Kalau ada, nanti kau malah diajak bapak
kau mancing ikan.

*Seluruh kelas tertawa. Munjib menggaruk kepalanya. Dia adalah siswa yang sering terlambat
dengan alasan karena sampai subuh diajak bapaknya mancing.

BURLIAN : (mengangkat tangan). Mereka mencari minyak ya, Pak?


Mereka ngebor di mana saja, Pak?
PAK BIN : ( menggeleng malas). Tapi setau bapak mereka membuat lubang bor di setiap
berapa ratus meter. Kau jangan banyak tanya dulu, Burlian, Bapak sedang
malas ditanya tanya. Intinya kalian semua jangan dekat dekat mereka yang
sedang bekerja. Itu bahaya!

BAB 3
Di sekolah tidak semua mengenal Ahmad. Ahmad adalah orang yang dekil, rambutnya keriting,
giginya lepas banyak. Dia duduk di bangku belakang padahal badannya kecil seperti kurang gizi.
Waktu pertama kali masuk sekolah, dia lebih sering berteman dengan anak perempuan. Itu pun
untuk disuruh suruh. Aku tidak terlalu dekat dengan Ahmad karena Ahmad seperti memiliki
dunianya sendiri. Hingga suatu hari, Mamak menyuruhku mengantar rambutan ke tetangga
karena sedang musim rambutan. Kebetulan Ahmad adalah tetanggaku. Keluarga Ahmad bekerja
di pabrik hingga suatu hari pabrik itu bangkrut. Keluarga Ahmad termasuk keluarga yang hidup
susah.

BURLIAN : Assalamualaikum...
Permisi! Ada orang tidak?
IBU AHMAD : Oh, putranya pak Syahdan, ya? ( Menjawab salam sambil membuka pintu)
BURLIAN : Ada kiriman rambutan dari Mamak, Bu. (Mengulurkan kantong plastik)
IBU AHMAD : Aduh, bikin repot. Terimakasih, ya. Ayo masuk dulu biar ibu ambilkan minum.

Ahmad datang dari belakang rumah sedang membawa ember besar dengan berjalan tertatih tatih.

IBU AHMAD : Ahmad, ada Burlian mengantar rambutan. Kalian sekelas, bukan?
(sambil menuangkan air ke gelas)
BURLIAN : (menggeleng)

*Bulan bulan ini televisi Bapak menjadi idola kampung. Setelah pertarungan tinju telah berakhir,
kembali ada siaran superspesial yaitu Piala Dunia.
Ahmad dan Burlian sedang melakukan seleksi untuk mengikuti lomba sepak bola usia SD.

AHMAD : Nanti malam Argentina lawan siapa, Burlian?


BURLIAN : Lawan Paraguay. Kau bisa nonton nanti malam?
AHMAD : (menggeleng). Lagi banyak cucian tetangga. Aku juga harus menyelesaikan
setrikaan hingga larut malam dan lepas Subuh langsung membantu Ibu di dapur
menyiapkan jualan.
Panitia meniup peluit tanda pertandingan final akan segera dimulai. Banyak sekali penonton yang
memberikan semangat kepada Ahmad.

BURLIAN : (sambil menepuk pundak Ahmad). Kalau kau tidak bisa menonton pertandingan
Piala Dunia malam ini, kawan, biar aku besok yang ceritakan pertandingannya.
Bila perlu besok ku gambarkan di papan tulis. Sekarang mari kita hajar lawan!

Sehari menjelang pertandingan final, sekolah juga ikut terlibat mengurus tim. Sore ini kami
berlatih di lapangan sekolah biasa. Pak Bin membagikan kaus baru sumbangan dari kepala desa
supaya saat final mereka berseragam. Kebetulan posisiku dan Ahmad dekat dengan parit, jadi
bola masuk ke parit tersebut.

AHMAD : Biar aku saja yang ambil, Burlian.


BURLIAN : oke kawan

Ketika keluar dari parit, Ahmad tiba tiba mengasuh lemah dan mengibaskan tangan kanannya
lantas jatuh terduduk. Segera aku mendekat dengan wajah bingung. Ada luka gigitan kecil di
telapak tangan Ahmad. Penduduk kampung yang menonton langsung berlari mendekat. Ahmad
ambruk dan keluarga busa putih dari mulutnya, kulit hitamnya berubah dengan cepat layu
membiru. Dua menit kemudian seluruh tubuh Ahmad mulai dingin.

PAK BIN : Cepat cari mobil atau siapapun yang bisa membantu Ahmad
(dengan wajah dan suara panik)
BURLIAN : Ahmad bangun.....bangun Ahmad
(sambil memikul wajah Ahmad dengan pelan).

Setelah mobil datang ternyata semuanya sudah terlambat. Ahmad meninggal tiga menit setelah
tangannya digigit ular .
Semua warga menangis termasuk Burlian.
Keesokan harinya tidak ada tim yang bertanding di final piala kecamatan.

BAB 4
Musim kemarau akhirnya berlalu. Musim hujan telah tiba. Di kampung kami musim juga berarti
musim buah buahan.
Bakwo Dar punya kebun durian.
Kebetulan aku sedang bersama dengan Bakwo Dar.

BAKWO DAR : Kau mau ikut ke kebun durian, Burlian?


BURLIAN : (dengan wajah gembira). Mau sekali paman.

Tanpa basa basi dimulailah perjalanan ke kebun durian.

BURLIAN : Bakwo tidak bawa bekal makan siang?


BAKWO DAR : Sudah ada di dangau.
BURLIAN : Oh...(mengangguk). Nanti kira kira bakal hujan tidak, ya?
BAKWO DAR : (melihat ke langit dari sela sela dedaunan). Insya Allah cerah.
BURLIAN : Dari mana Bakwo tahu akan cerah?
BAKWO DAR : Oi, bukankah semalam sudah habis airnya di langit? Lihat tidak lagi yang tersisa
di atas sana..

Setelah dua jam perjalanan tanpa henti naik turun bukit kami akhirnya tiba.
Aku mengeluarkan bungkusan bekal makan siang yang disiapkan Mamak. Bakwo Dar santai
menghidupkan api unggun agar nyamuk tidak ada.
Setelah menunggu beberapa lama, terdengar suara sesuatu yang jatuh.

BURLIAN : Jatuh kakeknyaaa! (berteriak kencang karena terkejut).


BAKWO DAR : (terkejut mendengar suara teriakan Burlian). Alamakjangkrikk!
BURLIAN : (sambil tertawa). Ayo, jatuh lagi!
(Benar saja. Beberapa detik kemudian, menyusul jatuh satu buah durian lagi).
Jatuh, bapaknyaaa!

Aku sangat antusias memperhatikan seluruh kebun. Menatap berputar dengan seksama. Berharap
durian jatuh lagi.

BAKWO DAR : (sambil tertawa melihat tingkah Burlian). Nanti dangaunya roboh, Burlian.

(Dalam hitungan detik buah durian ketiga jatuh)

BURLIAN : Jatuh anaknyaaa! (Sambil berteriak).

(Bakwo Dar tertawa melihat tingkah lucu Burlian)

BAKWO DAR : Kelas berapa kau sekarang, Burlian?


BURLIAN : Khelaz emphat (sambil mengunyah)
BAKWO DAR : Ah iya, kau sekelas dengan Can. (Sambil mengangguk dan diikuti anggukan
oleh Burlian). Tadi pagi Can bersikeras ingin ikut, tetapi mamaknya menyuruh
menemani ke kebun kopi membantu membersihkan rumput. Anak itu kalau tidak
dipaksa ke kebun, kerjanya hanya bermain saja.

(Burlian merasa tersindir karena Can setiap hari pergi bermain bersamanya dan kak Pukat).

BAKWO DAR : Lulus dari SD kampung kau akan sekolah dimana Burlian?
BURLIAN : (menggeleng)
BAKWO DAR : Sekolah itu penting...dan akan selalu penting, Burlian. Kau tahu apa penyesalan
bapak kau?

Burlian menyingkirkan buah durian dan menatap Bakwo Dar memasang ekspresi wajah
penasaran.

BURLIAN : Teruskan! Teruskan:


BAKWO DAR : (sambil tertawa). Lupakan! Sebaiknya kau kembali menunggu durian berjatuhan.
Bersiap berteriak teriak sana. Nanti kau kalah cepat.
Burlian mengembuskan napas kecewa. Melihat ekspresi wajah Burlian Bakwo Dar akhirnya tidak
tega dan mulai bercerita.

BAKWO DAR : sejak kecil bapak kau sudah enggan sekolah. Tetapi itu bukan salah bapak kau
juga. Bakwo malas dipaksa berjalan kaki belasan pal hanya untuk mendengar
guru mengajarkan hal-hal yang tidak penting. Kami hanya bertahan hingga lulus
sekolah rakyat.
BURLIAN : (menggaruk rambut)
BAKWO DAR : usia kami 16 saat memutuskan merantau. Bakwa ingat saat itu kami menumpang
kereta api. Kami melakukan apa saja untuk bertahan hidup di kota. Pekerjaan
pertama kami adalah menjadi petugas tungku lokomotif kereta api. Kami bekerja
di ruangan sempit dan panas.
BURLIAN : teringat cara kerja setrika besi kak Eli)
BAKWO : Meski tersiksa, kabar baiknya adalah pekerjaan itu membuat kami bisa selalu
pulang. Setelah bekerja hampir 3 tahun di lokomotif kereta api, kami akhirnya
mendapatkan pekerjaan baru yaitu menjadi kuli di pembangunan bandara
Palembang. Setelah bertahun-tahun Hanya jadi kuli terbetik ada kabar
kesempatan pekerjaan yang lebih baik. Aku dan bapakmu melamar dan
syukurnya kami diterima bekerja di perusahaan minyak. Dan beberapa tahun
kemudian bapak kau diangkat menjadi mandor. Bakwo berharap kau kelak
menjadi orang sukses, Burlian. (Sambil mengusap pucuk kepala Burlian)

BAB 5
Kami tidak sengaja menemukan senapan tua milik Bapak tergantung berdebu di gudang
belakang. Namun sial sebelum kami sempat menyentuh senapan angin itu Mamak bergegas
masuk ke gudang.

MAMAK : Kalian jangan coba-coba! (desis Mamak galak).


BURLIAN : Ayooo lah Mak. Aku hanya ingin mencoba saja. (suara memohon).
MAMAK : Tidakkkkk!!!
KAK PUKAT: Kami hanya ingin berlatih karena sebentar lagi akan ada lomba menembak Mak.
(Muka memohon).
BAPAK : Kalian masih usia dibawah umur, belum bisa menembak dengan baik.
(menyeruput kopi)
AMELIA : Kenapa bapak tidak ikut saja? Lumayan Pak hadiah nya adalah sapi.
BAPAK : Bapak tidak bisa menembak. (menjawab pendek).
PAMAN UNUS : Memang Bapakmu dari dulu tidak bisa menembak karena dia takut jika peluru
nya akan mengenai orang.(sambil tertawa).

BAB 6
Tahun ajaran baru tiba. Hari pertama tahun ajaran baru, wajah Pak Bin bersungut-sungut. Dari 20
murid kelas 5 hanya 7 yang menunjukkan batang hidungnya di sekolah.

BURLIAN : Can sakit, Pak. (Mengeluarkan surat Bakwo Dar dari tas)
PAK BIN : Munjib! Ada yang tahu kenapa Munjib tidak masuk hari ini?
TONO : Tadi pagi ada di depan rumahnya, Pak. Tetapi sepertinya dia tidak hendak
berangkat sekolah. Mana ada orang ke sekolah sambil membawa penyadap
karet dan keranjang rotan.
PAK BIN : Kau, sempat menegurnya?
TONO : Iya, Pak. Tetapi Munjib hanya menunduk, tak menjawab.

Pak Bin dan Burlian akhirnya berniat mendatangi Munjib ke rumahnya hendak menanyakan
alasan Munjib tidak sekolah.

PAK BIN : Kau tidak sekolah hari ini, Munjib? (Menatap Munjib)
BAPAK MUNJIB : Buat apalahh sekolah, Bin? (Intonasi ketus)
PAK BIN : (tersenyum). Dengan sekolah, Munjib akan punya masa depan yang lebih baik,
Pak Jaen. Dia punya ijazah, bisa
BAPAK MUNJIB : Oi, enam kakak Munjib punya ijazah SD, kau semua yang mengajar mereka.
Lihatlah, enam-enamnya sekarang hanya jadi petani. Kau juga lihat, banyak
pemuda kampung yang lulus SD kerjaannya hanya duduk-duduk saja di
balai-balai bambu. Tidak ada gunanya ijazah itu. Kau tidak akan ditanya
ijazah kalau hanya menjadi petani.

Kami beranjak dari rumah panggung Munjib tanpa mendapat kesimpulan dari masalah Munjib.

PAK BIN : Setidaknya kita tahu Munjib masih ingin sekolah. (Tersenyum)
BURLIAN : Bagaimana Pak Bin tahu? Bukankah Munjib tidak sepatah pun ikut bicara tadi?
PAK BIN : Justru karena itulah Bapak tahu. Kau perhatikan wajahnya, dia sungkan bertemu
kau, Burlian. Dia malu. Wajahnya memperlihatkan itu.

Burlian, Can, Munjib , Tono, Tomi sedang bermain lompat lompatan di dekat sungai yang berada
di kampung tersebut.

BURLIAN : Kalau kita tadi mandi di Laut Mati, main bolanya pasti lebih seru. Kita tidak
perlu repot berenang dan kita tidak akan tenggelam.
MUNJIB : Oi, mana ada air yang kita tidak tenggelam di dalamnya.
(memotong ucapan Burlian)
BURLIAN : Ada. Seperti yang kubilang, Laut Mati namanya.Kau saja yang tidak tahu.
MUNJIB : Tidak ada. Aku belum pernah mendengarnya.
BURLIAN : Memang ada, Munjib.
MUNJIB : Heh? Bagaimana mungkin kita tidak tenggelam di air? Kita lebih berat
dibanding massa jenis air, bukan? (menelan ludah, mulai ragu)
CAN : Di Laut Mati kadar garamnya lebih tinggi, Kawan. Sehingga kita bisa
mengambang tanpa perlu mengayuh kaki dan tangan. Itu kata Pak Bin tadi pagi
di kelas. Pelajaran IPA. Aku tidak tahu juga ada apa dengan garam garam itu
sehingga membuat kita mengambang, yang pasti rasanya asin.
TOMI : Tadi pagi Pak Bin juga bilang banyak hal... Bilang apa ya, Burlian??
BURLIAN : Pak Bin bilang Sekolah bukan hanya tempat belajar menulis dan membaca.
Sekolah juga tempat belajar banyak hal. Dengan sekolah akan banyak
kesempatan yang datang, masa depan yang lebih baik, kesenangan, keriangan.
Jangan pernah berhenti percaya tentang itu.
MINJIB : (terdiam dan tertunduk)

BAB 7
Sore ini sepertinya Mamak sangat marah. Hingga malam semakin larut, sepatah kata pun Mamak
tidak menegur Burlian.
Karena dari sore Burlian berteriak-teriak, melempar buku-buku, membalikkan kursi-kursi, apa
saja yg bisa kuraih.

BURLIAN : Tidak mauuu! Mamak Sudah janjii! (sambil teriak)


MAMAK : Iya, tetapi mau dibilang apa lagi, Burlian? Kak Eli butuh semua uang untuk
Sekolah di kota. Dan tadi, anaknya Wak Lihan yang sakit keras harus dibawa ke
rumah sakit. Mereka meminjam uang kita, apa yg bisa Mamak lakukan?
Menolak mereka? Membiarkan si Buyung yang sudah pucat pasi, demam,
matanya mendelik tanpa pertolongan?
BURLIAN : Tetapi Mamak sudah janjiii!
MAMAK : Dengarkan Mamak, Burlian... Tolong sekali ini saja dengarkan Mamak.
Uang untuk membeli sepedamu memang terpakai sekarang, untuk keperluan
yang lebih penting. Tetapi bukan berarti Mamak tidak jadi membeli sepeda itu.
Enam bulan lagi saat panen kopi, Mamak akan belikan atau saat Wak Lihan
bisa mengembalikan uangnya
BURLIAN : Tidak mau! Aku mau sekarang! SEKARANG! (memotong penjelasan Mamak
lantas berlari ke depan rumah, membanting pintu hingga berdebam).

Sampai sore hari Burlian masih tetap berada di teras rumah karena masih marah terhadap Marah.
Padahal kondisi cuaca sedang hujan.

BAPAK : Kau sepertinya akan tidur di luar malam ini?


BURLIAN : (mendengus). Iya.
BAPAK : Kalau begitu Bapak temani. Rasa-rasanya sudah cukup lama Bapak tidak tidur
di luar seperti ini. Mungkin seru juga tidur di luar bersama kau..
Kau masih marah terhadap Mamakmu??
BURLIAN : Tentu saja. (ekspresi kesal)
BAPAK : Mamak tidak punya pilihan, Burlian__
BURLIAN : Mamak lebih sayang anaknya Wak Lihan. (memotong kalimat Bapak)
BAPAK : Itu darurat. Kita tidak bisa mengalahkan keperluan darurat.
BURLIAN : Kalau begitu Kak Eli saja yang batal mendaftar sekolah.
BAPAK : Kau pernah diajak Bakwo Dar panen madu di pohon besar dekat kebun kopi
kita??
BURLIAN : (mengangguk)
BAPAK : Kau mau mendengar sebuah cerita? (menoleh kehadap Burlian dan tersenyum).
Dulu, ada seorang ibu di kebun kopi kita yang sibuk membersihkan rumput.
Terdengar suara lebah yang berasal dari pohon besar yang ternyata itu adalah
tempat lebah bersarang. Sarang lebah itu langsung menghantam tanah. Semua
lebah keluar dari dalamnya.Kejadian itu berlangsung cepat sekali. Saat ibu itu
tersadar apa yg telah terjadi, dia berteriak histeris mencari tiga anaknya yang
kebetulan hari itu ikut ke kebun. Ibu itu langsung berseru menyuruh anaknya
bersembunyi di dalam dangau. Ternyata anaknya yang berumur 3 tahun tidak
berada di dangau. Si ibu berseru seru panik. Tanpa berpikir panjang ibu itu
langsung mencari anaknya dan ibu menemukan anaknya sedang asyik
menyeret-nyeret pemotong rumput dan ilalang. Ibu itu langsung menuju
menggendong anaknya dan ingin berlindung di dangau. Tetapi waktunya tidak
cukup lagi. Lebah itu sudah terlalu dekat. Tanpa sempat berpikir ibu itu
langsung memeluk anaknya dan berbisik kepada anaknya 'Merunduk!
Merunduk, Sayang. Jangan bergerak!'
Meski ibu itu tidak bergerak namun belasan lebah sudah menggigitnya. Ibu itu
menahan sakit yang tidak terkira. Ingin rasanya ibu itu berteriak mengasuh
namun dia khawatir lebah itu akan menyengat semakin banyak, dan
membahayakan si kecil didekapannya. Beberapa menit setelah lebah itu
akhirnya pergi, setelah situasi kembali aman, si ibu jatuh pingsan dengan masih
memeluk erat anaknya.
Kau tahu Burlian, berminggu lamanya ibu tersebut hanya tengkurap, dan
berbulan-bulan berikutnya dia tidak bisa menoleh bebas, karena lehernya masih
sakit digerakkan.
BURLIAN : (memasang wajah jeri karena tau betapa sakit nya itu)
BAPAK : Tahukan kau, Burlian... Kejadian itu di kebun kita. Dua anak itu adalah Kak
Pukat dan Kak Eli...Dan kau pastilah bisa menebaknya. Anak yang dilindungi
erat-erat adalah kau. Jangan pernah membenci mamak kau, Burlian.
BURLIAN : (matanya berair lantas menangis terisak)

5 menit kemudian Burlian masuk ke rumah. Melangkah wajah mamak yang sudah terlelap.
Burlian memeluk leher Mamak erat sekali.

Keesokan harinya, saat pulang dari menemani Bapak mengambil petai dari kebun, aku terlonjak
kaget. Sepeda baru berwarna hitam telah terparkir gagah di depan rumah.

BURLIAN : I-ni...ini sepedaku?


KAK ELI : Bukan, itu sepeda kita ramai-ramai.
BURLIAN : Eh? Ini sepeda Burlian ya, Mak?
MAMAK : (tersenyum dan mengangguk)
BURLIAN : Memangnya Mamak sudah punya uang?
MAMAK : Iya (mengangguk menjawab pendek)
BURLIAN : Wak Lihan sudah mengembalikan uangnya ya, Mak?
MAMAK : Iya
BURLIAN : Wah, cepat sekali. Dari mana Wak Lihan dapat uangnya? Kan belum panen
kopi?
MAMAK : Mamak tidak tahu.
(Mamak lantas menyuruh Burlain agar segera mandi).

BAB 8
POOOOOONG!
Suara kapal yang hendak merapat berbunyi mantap. Terbang ke sana kemari. Angin menerpa
memainkan ujung rambut. Sepanjang mata memandang, langit terlihat biru tanpa saputan awan.
Sepuluh tahun silam, Pak Bin menangis memelukku. Ikut melepas keberangkatanku.

PAK BIN : Kau akan melihat kapal besar, Burlian. Kau sungguh akan melihatnya.
BAKWO DAR : Tetaplah bersahaja, Burlian. Tetaplah bersahaja seperti kau berpeluh
menghabiskan nasi lemang spesial buatan Bakwo.
MAMAK : Lihat, kau masih kecil sekali... Anak Mamak masih kecil sekali...Mamak
mencium wajahku. Dan kau..., (menatap mamak), kau biarkan dia sekolah di
seberang pulau sana. Kau biarkan dia mengurus semuanya sendiri. Siapa yang
akan menyiapkan sarapan untuknya?
Menyiapkan makan malam, mencuci seragamnya, sepatunya...
(mamak menangis).
BAPAK : Burlian akan baik baik saja. Ah, setiap kali ada seseorang yang akan pergi,
maka sejatinya yang pergi sama sekali tidak perlu dicemaskan. Dia akan
menemukan tempat-tempat baru. Berkenalan dengan orang-orang baru. Melihat
banyak hal. Belajar banyak hal. Dia akan menemukan petualangan di luar sana.
Sementara yang ditinggalkan... nah, itu baru perlu dicemaskan. Lihatlah, mamak
kau menangis macam anak kecil saja.
LIK LAN : Saatnya berangkat, Burlian.

Mamak menciumi wajah Burlian untuk terakhir kalinya. Lantas Burlian loncat menaiki gerbong.
Berdiri melambaikan tangan. Kereta mulai bergerak. Munjib dan Can membalas lambaian
bersama yg lain. Juga ada Kak Eli, Kak Pukat, dan Amelia yang sedang pilek. Kereta melaju
cepat meninggalkan stasiun kampung. Mulai menerabas lembah, mendaki bukit.
Hari itu Burlian berangkat.
"WELCOME TOKYO"

GAYA BAHASA NOVEL SIANAK SPESIAL

Novel Sianak spesial menggunakan gaya bahasa "METAFORA SINAESTETIK"


Berikut contoh kalimat nya:
1) Ekspresi wajah mamak dingin. (Hal. 24)
2) Menatap wajah manisnya, tidak peduli seberapa jauh kami berpisah (hal.185)
3) Jangan bodoh, semua itu uang. Itulah yang dicari pendatang ini.
“Percakapan mulai menghangat.” (Hal. 220)
4) Tidak bisa mereka seenak perut membawa truk-truk dan alat-alat berat pengeduk pasir ke
kampung kita tanpa izin. Memangnya itu tanah kakek-nenek mereka? ( Hal.7)
5) Aku tidak akan teriak-teriak. Aku akan bersikap manis. Aku mengikuti teladan Bapak.

Anda mungkin juga menyukai