Anda di halaman 1dari 5

BAB III

PENUTUP

Diare adalah suatu kondisi dimana seorang anak buang air besar dengan

konsistensi lembek atau cair, dan frekuensinya lebih dari 3 kali sehari. Menurut WHO

(2009), penyakit diare adalah gejala yang umum, dimana penderita buang air besar

(defekasi) lebih sering dari biasanya, dan konsistensi tinjanya encer, berat tinjanya

lebih dari 200 gram atau berat tinjanya kurang dari 200 gram tapi buang air besar

lebih dari 3 kali sehari dan tinjanya terlendir, berdarah.

Diare merupakan penyakit yang terjadi ketika terdapat perubahan konsistensi

feses dan frekuensi buang air besar. Seseorang mengalami diare bila feses lebih cair

dari biasanya, diare juga berarti bahwa frekuensi buang air besar tiga kali atau lebih

sering dari biasanya dan buang air besar lebih encer/cair dalam waktu 24 jam

(Depkes, 2009).

Berdasarkan data riset kesehatan dasar tahun 2018, insiden diare pada balita di

Indonesia tahun 2018 adalah 6,8% dengan period prevalence 7,0%. Menurut

karakteristik umur, kejadian diare tertinggi di Indonesia terjadi pada balita (7,0%).

Balita dengan insiden diare tertinggi berada pada kelompok umur 12 sampai 23 bulan

(9,7%) (Kemenkes RI, 2018).

Menurut hasil Survei Demografi dan Kesehatan di Indonesia (SDKI) tahun

2018, di Pulau Jawa, kasus diare di Provinsi Jawa Timur menduduki urutan kedua

terbanyak setelah Provinsi Jawa Barat. Diare termasuk dalam 10 kejadian yang sering

menyebabkan KLB. Berdasarkan data dari profil kesehatan Indonesia 2018, Jawa
47

Timur mempunyai 479.355 kasus perkiraan diare pada balita dan sekitar 59,41%

kasus yang ditangani tenaga kesehatan (Dinkes Jawa Timur, 2019). Berdasarkan

profil Dinas Kesehatan Kota Malang tahun 2018, Penemuan kasus diare di Kota

Malang pada tahun 2018 sebanyak 11.233 kasus atau 48,03% dari kasus yang telah

diperkirakan. Hal ini menandakan bahwa prevalensi diare masih tetap tinggi di Kota

Malang meskipun sudah dilakukan berbagai upaya pencegahan dan penanggulangan

diare (Dinkes Kota Malang, 2018).

Juffrie dan Mulyani (2011), Faktor risiko yang dapat meningkatan penularan

enteropatogen antara lain:

1. Orang tua tidak memberikan ASI secara penuh untuk 4-6 bulan pertama

kehidupan bayi mempengaruhi kadar Secretory IgA (SIgA) pada anak, hal ini

menjadi faktor proteksi mukosa saluran cerna. SIgA meningkat mempengaruhi

sistem pertahan saluran pencernaan terhadap infeksi kuman pathogen selain dari

mucus yang melapisi permukaan sel epitel saluran pencernaan. Penelitian

membuktikan bahwa SIgA dapat meningkat dengan pemberian ASI sehingga

Penyakit saluran cerna dan saluran nafas dapat dicegah dengan ASI eksklusif,

karena berbagai faktor aktif imunologis khususnya antibodi (Omar Sazaly Aldy,

2009).

2. Penyediaan air bersih yang tidak memadainya, Laporan Riskesdas 2007,

menunjukkan kejadian diare pada anak dari rumah tangga yang menggunakan

sumur terbuka untuk air minum tercatat 34% lebih tinggi dibandingkan dengan

anak-anak dari rumah tangga yang menggunakan air ledeng. Selain itu, angka

diare lebih tinggi sebesar 66% pada anak-anak dari keluarga yang melakukan

buang air
48

besar di sungai atau selokan dibandingkan mereka pada rumah tangga dengan

fasilitas toilet pribadi dan septik tank (Unicef Indonesia, 2012).

3. Pencegahan pencemaran air oleh tinja, UU No 23 Tahun 1997, menjelaskan

definisi pencemaran air adalah masuknya atau dimasukkannya makluk hidup, zat,

energi dan atau komponen lain ke dalam air oleh kegiatan manusia, sehingga

kualitas air turun sampai ke tingkat tertentu yang menyebabkan air tidak dapat

berfungsi sesuai dengan peruntukkannya. Dari definisi tersebut tersirat bahwa

pencemaran air dapat terjadi secara sengaja maupun tidak sengaja dari kegiatan

manusia pada suatu perairan yang peruntukkannya sudah jelas.

4. Mencuci tangan sebelum mengolah, menyentuh, menyajikan, dan memegang

makanan, merupakan langkah mutlak dan penting dalam mencegah diare. Dengan

mencuci tangan, jumlah kuman yang ada di permukaan tangan diharapkan

berkurang secara bermakna. Mencuci tangan secara ideal adalah mencuci dengan

air mengalir, misalnya dari air keran. Mencuci tangan yang paling ideal adalah

mencuci dengan air mengalir dan menggunakan sabun. Dalam hal ini sabun

berfungsi sebagai "desinfektan" atau pembunuh kuman. Dengan demikian,

jumlah kuman yang tersisa di permukaan tangan dapat diminimalisir, sehingga

kemungkinan terjadinya diare juga menjadi kecil. Mencuci tangan dengan air

mengalir dan menggunakan sabun adalah salah satu langkah sederhana tapi

sangat berarti dalam mencegah terjadinya diare.


49

Penatalaksanaan diare pada anak dapat dilakukan dengan Lintas Diare:

1. Berikan oralit, untuk mencegah terjadinya dehidrasi dapat dilakukan mulai

dari rumah tangga dengan memberikan oralit osmolaritas rendah, dan bila

tidak tersedia berikan cairan rumah tangga seperti air tajin, kuah sayur, air

matang. Oralit merupakan cairan yang terbaik bagi penderita diare untuk

mengganti cairan yang hilang. Bila penderita tidak bisa minum harus segera

dibawa ke sarana kesehatan untuk mendapat pertolongan cairan melalui infus.

2. Berikan obat zinc, zinc merupakan salah satu mikronutrien yang penting

dalam tubuh. Zinc dapat menghambat enzim INOS (Inducible Nitric Oxide

Synthase), dimana ekskresi enzim ini meningkat selama diare dan

mengakibatkan hipersekresi epitel usus. Zinc juga berperan dalam epitelisasi

dinding usus yang mengalami kerusakan morfologi dan fungsi selama

kejadian diare.

3. Pemberian ASI/makanan, pemberian makanan selama diare bertujuan untuk

memberikan gizi pada penderita terutama pada anak agar tetap kuat dan tumbuh

serta mencegah berkurangnya berat badan. Anak yang masih minum ASI harus

lebih sering diberi ASI. Anak yang minum susu formula juga diberikan lebih

sering dari biasanya. Anak usia 6 bulan atau lebih termasuk bayi yang telah

mendapatkan makanan padat harus diberikan makanan yang mudah dicerna dan

diberikan sedikit lebih sedikit dan lebih sering. Setelah diare berhenti, pemberian

makanan ekstra diteruskan selama 2 minggu untuk membantu pemulihan berat

badan.
50

4. Pemberian antibiotika hanya atas indikasi, antibiotika tidak boleh digunakan

secara rutin karena kecilnya kejadian diare pada balita yang disebabkan oleh

bakteri. Antibiotika hanya bermanfaat pada penderita diare dengan darah (sebagian

besar karena shigellosis), suspek kolera.

5. Pemberian nasehat, ibu atau pengasuh yang berhubungan erat dengan

balita harus diberi nasehat tentang:

1. Cara memberikan cairan dan obat di rumah

2. Kapan harus membawa kembali balita ke petugas kesehatan bila:

a. Diare lebih sering

b. Muntah berulang

c. Sangat haus

d. Makan/minum sedikit

e. Timbul demam

f. Tinja berdarah

g. Tidak membaik dalam 3 hari

Anda mungkin juga menyukai