Anda di halaman 1dari 21

MAKALAH PBL BLOK 15

SKIN & INTEGUMEN

KELOMPOK B-1 :
Vinna Natalia (1-2007-008)
Tanty Yusnyta (10-2007-048)
Lastuty (10-2007-052)
Maria Christianti (10-2007-063)
Engelbertus Usman (10-2007-104)
Marco Ariono (10-2007-111)
Yenny (10-2007-126)
Johanna Jois Suwanto (10-2007-164)

TUTOR : dr. EDI SETIAWAN


Fakultas Kedokteran UKRIDA
Universitas Kristen Krida Wacana

2009

Pendahuluan
Dengan dibuatnya makalah ini diharapkan dapat memberikan pengetahuan tentang
penyakit- penyakit yang disebabkan oleh jamur maupun berbagai penyakit-penyakit lain
yang memiliki manifestasi yang sama seperti penyakit jamur. Penyakit jamur yang akan
dibahas disini adalah adalah Tinea Cruris, dan beberapa penyakit lain yang dijadikan
sebagai diagnosis banding untuk penyakit tinea cruris yang akandibahas dalam makalah
ini antara lain Erirasma, Psoriasis, Dermatitis kontak, Dermatitis Seboroik, dan
Candidiasis.

ISI
SKENARIO
Seorang polisi lalu lintas berumur 28 tahun datang dengan keluhan terdapat
bercak di lipatan paha, terasa gatal dan paanas. Hal ini sangat mengganggu
tugasnya sebagai polisi lalu lintas.

Langkah I

Identifikasi Istilah yang tidak diketahui


Tidak ada istilah yang tidak dimengerti

Langkah II

Rumusan Masalah
Ada bercak di lipatan paha yang terasa gatal dan panas

Langkah III
Analisis masalah:

Patogenesis
DD
Pemeriksaan

Etiolog
Tinea Cruris

Bercak di lipatan paha

Pengobatan

Predileksi

yang terasa gatal dan


panas

Pencegaha
n

Prognosis

Langkah IV

Hipotesis
Bercak di lipatan paha yang terasa gatal dan panas merupakan gejala Tinea
Cruris

Langkah V

Sasaran pembelajaran

TINEA CRURIS
Tinea kruris adalah penyakit jamur dermatofita. Dermatofita adalah golongan
jamur yang mempunyai sifat dapat mencernakan keratin. Kelainan ini bersifat
akut dan menahun,bahkan dapat merupakan penyakit yang berlangsung seumur
hidup.
Etiologi
Pria lebih sering terkena daripada wanita. Maserasi dan oklusi kulit lipat
paha menyebabkan peningkatan suhu dan kelembaban kulit yang akan
memudahkan infeksi. Tinea kruris biasanya timbul akibat penjalaran
infeksi dari bagian tubuh lain. Penularan juga dapat terjadi melalui kontak
langsung dengan individu yang terinfeksi atau tidak langsung melalui
benda yang mengandung jamur, misalnya handuk, lantai kamar mandi,
tempat tidur hotel dan lain-lain.
Predileksi
Mengenai kulit di daerah inguinal, paha bagian dalam, genitalia, dan
perineum,dan sekitar anus. Lesi kulit dapat terbatas pada daerah genitokrural saja, atau meluas ke daerah sekitar anus,daerah gluteus dan perut
bagian bawah. Penyebabnya biasanya adalah Epidermophyton floccosum,
kadang-kadang dapat juga disebabkan oleh Trichophyton rubrum dan
Microsporum.

Distribusi geografik
Penyakit terdapat baik di daerah tropik maupun daerah dingin. Banyak
ditemukan di Indonesia
Pemeriksaan penunjang
Pada tinea kruris, bahan untuk pemeriksaan jamur sebaiknya diambil
dengan mengerok tepi lesi yang meninggi atau aktif. Khusus untuk lesi
yang berbentuk lenting-lenting, seluruh atapnya harus diambil untuk
bahan

pemeriksaan.

Diagnosis

laboratorium

dibuat

berdasarkan

pemeriksaan langsung kerokan kulit dengan KOH 10 20%. Pada sediaan


KOH dari kulit, jamur tampak sebagai hifa berseptum dan bercabang
(artrospora) yang pada kuku dan rambut terlihat sebagai spora-spora yang
tersusun padat. Pembiakan dilakukan pada medium agar Sabouraud yang
dibubuhi antibiotik dan disimpan pada suhu kamar. Spesies jamur
ditentukan dari sifat koloni, hifa dan spora yang dibentuk.

Gambaran klinik
Biasanya adalah lesi simetris di lipat paha kanan dan kiri. Kelainan
kulit yang tampak pada sela paha merupakan lesi berbatas tegas.
Peradangan pada tepi lebih nyata daripada bagian tengahnya. Mula-mula
lesi ini berupa bercak eritematosa dan gatal, yang lama-kelamaan meluas
sehingga dapat meliputi skrotum, pubis, glutea bahkan sampai paha. Tepi
lesi aktif, polisiklis, ditutupi skuama dan kadang-kadang disertai dengan
banyak vesikel kecil-kecil. Bila penyakit ini menjadi menahun, dapat

berupa bercak hitam desertai sisik. Erosi dan keluarnya cairan biasanya
akibat garukan.
Komplikasi
Tinea kruris dapat menjadi infeksi sekunder oleh organisme kandida atau
bakteri.

Sehingga,

daerah

tersebut

mengalami

likenifikasi

dan

hiperpigmentasi seperti infeksi jamur kronik. Kesalahan pengobatan tinea


kruris dengan steroid topikal dapat berakibat pada eksaserbasi penyakit
ini. Walaupun pasien merasakan gejala-gejala awal penyakit ini semakin
ringan, infeksinya tetap dapat menyebar.

Diagnosis banding
Diagnosis banding Tinea kruris meliputi dermatitis seboroik,
kandidosis kutis, eritrasma, dermatitis kontak dan psoriasis.

I. Dermatitis kontak
Dermatitis kontak ialah dermatitis yang disebabkan leh beban/ substansi yang
menempel pada kulit. Dikenal 2 macam dermatitis kontak yaitu : dermatitis
kontak iritan dan dermatitis kontak alergik; keduanya dapat bersifat akut dan
kronik.
1. Dermatitis kontak iritan
Penyebab munculnya dermatitis jenis ini ialah bahan yang bersifat iritan,
misalnya bahan pelarut, deterjen, minyak pelumas, asam, alikali, dan
serbuk kayu. Kelainan kulit terjadi selain ditentukan oleh ukuran molekul,
daya larut, konsentrasi bahan tersebut, dan vehiklum, juga dipengaruhi

oleh faktor lain. Faktor yang di maksud yaitu : lama kontak, kekerapan
(terus-menerus atau berselang), adanya okulsi (menyebabkan kulit
menjadi lebih permeabel, demikian pula gesekan dan trauma fisis. Suhu
dan kelembaban lingkungan juga ikut berperan.
2. Dermatitis kontak alergik
Penyebabnya adalah bahan kimia sederhana dengan betat molekul
umumnya rendah (<1000 dalton), merukpakan alergen yang belum
diproses, disebut hapten, bersifat lipofilik, sangat reaktif, dapat menembus
stratum korneum sehingga mencapai sel epidermis di bawahnya (sel
hidup). Berbagai faktor berpengaruh dalam timbuknya DKA, misalnya,
potensi sensitisasi alergen, dosis per unit area, luar daerah yang terkena,
lama pajanan, okulsi, suhu dan kelembaban lingkungan, vehikulum dan
pH. Juga faktor individu, misalnya keadaan kulit pada lokasi kontak
(keadaan stratum korneum, ketebalan epidermis), status imunologik
(misalnya menderita sakit, terpajan sinar matahari).
Penyebab dari dermatitis kontak alergika:
Kosmetik : cat kuku, penghapus cat kuku, deodoran, pelembab, losyen
Sehabis bercukur, parfum, tabir surya
Senyawa kimia (dalam perhiasan) : nikel
Tanaman : racun ivy (tanaman merambat), racun pohon ek, sejenis rumput
liar, primros
Obat-obat yang terkandung dalam krim kulit : antibiotik (penisilin,
sulfonamid, neomisin), antihistamin (difenhidramin, prometazin), anestesi
(benzokain), antiseptik (timerosal)

Zat kimia yang digunakan dalam pengolahan pakaian.


II. Kandidiasis
Suatu penyakit kulit akut atau subakut, disebabkan jamur intermediat yang
menyerang kulit, subkutan, kuku, selaput lendir dan alat-alat dalam.
Penyebabnya : Candida albicans. Khas : Lesi satelit dan lebih basah
Lokalisasi : Kulit ; bokong sekitar anus, lipat ketiak, lipat paha,
bawahpayudara, sekitar pusat, garis-garis kaki dan tangan; kuku. Dapat
ditularkan secara langsung atau tak langsung. Kebanyakan spesies kandida
memproduksi faktor virulensi termasuk protease. Strain kandida yang
kurang faktor virulensinya biasanya kurang patogen. Penyebab lainnya:
kerusakan jaringan karena trauma, mukositis karena radiasi, ulserasi;
penyakit

endokrin

seperti

DM,

hipotiroidism,

hipoparatiroidism;

kekurangan nutrisi; defisiensi fungsi limfosit-T.


Infeksi kandida superfisial menyebabkan kesakitan yang signifikan pada
orang dewasa, hal ini dapat disebabkan karena pemakaian obat-obatan
tertentu, perawatan diri yang tidak baik, dan pe saliva. Umur tidak
mempengaruhi perkembangan infeksi kandida, jadi kesakitan berkaitan
dengan bentuk superfisial dan invasive dari penyakit.

Gejala klinik yang dapat dijumpai pada penderita kandidiasis antara lain:
vulvovaginitis kandida: pada pemeriksaan klinik tampak eritema pada
mukosa vagina dan kulit vulva disertai flek putih yang tebal. Eritema
dapat menyebar ke perineum dan selangkangan disertai pustule, sehingga
mukosa vagina dapat tampak merah.
kandidosis congenital: tampak sebagai erupsi makulopapular eritematosa
yang menyerang tubuh dan ekstremitas, sembuh setelah deskuamasi luas;

pustula dan vesikula biasanya di superfisial, dapat sembuh spontan atau


dengan obat topical. Adanya mikroabses putih pada plasenta dan umbilical
cord pada bayi disertai suatu erupsi harus diduga sebagai kandidiasis
kongenital kutaneus.
kandidiasis orofaringeal pada bayi: lesi terlihat sebagai bercak putih
mutiara pada permukaan mukosa. Lesi ini dapat berkembang menjadi
erosi simtomatik dan ulserasi.
dermatitis popok kandida: erupsi ini biasanya dimulai dari perianal,
menyebar ke perineum, dan pada kasus berat menyebar ke paha atas,
abdomen bawah, dan punggung bawah.
kandidiasis oral pada orang tua: tampak sebagai plaque putih yang ada di
pipi, langit-langit, atau mukosa orofaring yang melapisi eritema mukosa.
Intertrigo: ada bersama eritema, cracking, dan maserasi yang sakit dan
gejala pruritus. Lesinya tidak berbatas tegas, dikelilingi papula dan
pustula.
Paronychia: nailfold menjadi eritematus, bengkak, dan sakit, kadang
disertai kerusakan.
Orang dewasa lebih sering terpapar pada situasi yang mekan resiko kandidiasis
invasive

termasuk

penatalaksanaan

dengan

antibiotic

spectrum

luas,

hiperalimentasi dan mekan kontak dengan alat-alat monitor invasif di ICU.


Sedangkan infeksi kandida superfisial, walaupun karakteristiknya seperti tipe
jinak, menyebabkan kesakitan signifikan pada populasi orang tua.

III. Eritrasma

Suatu infeksi dangkal kronik yang biasanya menyerag daerah yang banyak
keringat. Penyebabnya Corynebacterium minutissimum. Reaksi radang
lebih ringan daripada tinea cruris.
Lokalisasi : Lipat paha bagian dalam sampai skrotum, aksil dan
intergluteal.
IV. Psoriasis
Penyakit kulit kronik residif dengan lesi yang khas berupa bercak-bercak
eritema berbatas tegas, ditutupi oleh skuama tebal berlapis-lapis berwarna
putih mengkilat. Penyebab belum jelas, tetapi yang pasti adalah
pembentukan epidemis dipercepat dan biasanya tidak gatal.
Lokalisasinya : Siku, lutut, kulit kepala, telapak kaki dan tangan,
punggung, tungkai atas dan bawah, serta kuku.
Faktor-faktor yang turut berperan pada terjadinya psoriasis antara lain:
1. faktor genetik
bila orangtuanya tidak menderita psoriasis, resiko anak mendapat psoriasis
sebesar 12%, tetapi jika salah satu orang tuanya menderita psoriasis,
kemungkinan anak yang psoriasis menjadi 34-39%. Hal lain yang
menyokong adanya faktor genetik adalah psoriasis berkaitan dengan HLA.
2. faktor imunologik
pada lesi psoriasis terdapat 17 sitokin yang produksinya bertambah. Pada
psoriasis, pembentukan epidermis lebih cepat (hanya 3-4 hari), sedangkan
pada kulit normal membutuhkan waktu 27 hari. Lebih dari 90% kasus
dapat mengalami remisi setelah diobati dengan imunosupresif.
3. faktor pencetus

contoh faktor pencetus psoriasis: stress psikis (pencetus utama), infeksi


fokal, trauma (fenomena Kbner), endokrin, gangguan metabolic, obat,
alcohol dan merokok. Keadaan umum pasien tidak dipengaruhi, kecuali
pada psoriasis yang menjadi eritroderma. Sebagian penderita mengeluh
adanya rasa gatal ringan. Predileksi penyakit ini pada kulit kepala (scalp),
perbatasan scalp dengan muka, ekstremitas extensor terutama siku, lutut
dan daerah lumbosakral. Walaupun psoriasis tidak menyebabkan
kematian, tetapi penyakit ini bersifat kronis dan residif (dapat berulang).
V. Dermatitis Seboroik
Suatu penyakit dengan gambaran berbagai variasi klinis. Secara garis
besar gejala klinis DS bisa terjadi pada bayi dan orang dewasa. Pada bayi
ada 3 bentuk, yaitu cradle cap, glabrous (daerah lipatan dan tengkuk) dan
generalisata (penyakit Leiner) yang terbagi menjadi familial dan nonfamilial. Sedangkan pada orang dewasa, berdasarkan daerah lesinya DS
terjadi pada kulit kepala (pitiriasis sika dan inflamasi), wajah (blefaritis
marginal, konjungtivitis, pada daerah lipatan nasolabial, area jenggot,
dahi, alis), daerah fleksura (aksilla, infra mamma, umbilicus, intergluteal,
paha), badan (petaloid, pitiriasiform) dan generalisata (eritroderma,
eritroderma eksoliatif). Distribusinya biasanya bilateral dan simetris
berupa bercak ataupun plakat dengan batas yang tidak jelas, eritema
ringan dan sedang, skuama berminyak dan kekuningan. Pada daerah badan
yang mengenai daerah preseternal, interskapula, ketiak, inframamma,
umbilicus, krural (lipatan paha, perineum, dan nates) beberapa bentuk DS
dapat terjadi, yang paling sering adalah bentuk petaloid dan sering terlihat
pada dada bagian depan dan daerah interskapular. Lesi awal kecil, papul
folikular yang berwarna merah kecoklatan ditutupi dengan skuama yang
berminyak, tapi lesi yang lebih sering adalah papul folikular dan bercak
multipel dengan skuama halus di tengah dan skuama berminyak serta
papul merah gelap di bagian pinggir, batas tidak tegas.

Penatalaksanaan Tinea cruris


Pengobatan
Untuk memperoleh hasil pengobatan yang maksimal, disarankan
menggunakan

terapi

kombinasi

antara

topikal

dengan

sistemik.

Pengobatan untuk infeksi yang tidak berkomplikasi biasanya dapat dengan


pemberian antijamur topikal dari golongan imidazole atau allylamine.
Semuanya memberikan keberhasilan terapi yang tinggi (70-100%) dan
jarang ditemukan efek samping. Obat ini digunakan pagi dan sore hari
selama 2-4 minggu. Obat topikal dioleskan sampai 3 cm di luar batas lesi
dan diteruskan sekurang-kurangnya 2 minggu setelah lesi menyembuh.
Perlu diingat bahwa pasien tidak dapat menggunakan pengobatan topikal
secara konsisten untuk terapi antijamur sistemik.
Pengobatan dengan obat yang diminum diperlukan jika lesinya luas atau
hasil pengobatan topikal mengalami kegagalan. Obat oral yang dapat
digunakan adalah:

Griseofulvin microsized 500-1000 mg/hari selam 2-6 minggu,


meskipun ada beberapa laporan menunjukkan kemungkinan resistensi
terhadap pengobatan

Ketokonazol (Nizoral) antijamur spectrum luas imidazole,


menghambat sintesis ergosterol jamur mati karena komponen
selulernya bocor; dosis: 200 mg/hari selama kurang lebih 4 minggu

Itrakonazol (Sporanox) aktivitas fungistatik; merupakan antijamur


triazole sintetik yang memperlambat pertumbuhan sel jamur dengan
menghambat sintesis sitokrom P450-dependent dari ergosterol (suatu
komponen penting pada membran sel jamur). Dosis: 100 mg/hari
selama 2 minggu atau 200 mg/hari selama 1 minggu

Terbinafine (Lamisil) derivat allylamine sintetik yang menghambat


squalene epoxidase (enzim kunci dalam biosintesis sterol pada jamur)
sehingga jamur mengalami defisiensi ergosterol jamur mati. Obat
ini efektif dan baik untuk anak-anak. Dosis: 250 mg/hari selama 1-2
minggu
Azole menghambat enzim lanosterol 14--demetilase, suatu enzim
yang mengubah lanosterol menjadi ergosterol, yang merupakan
komponen penting dari dinding sel jamur. Kerusakan membran akan
menyebabkan masalah permeabilitas dan ketidakmampuan jamur
untuk bereproduksi. Allylamines menghambat squalene epoxidase
(enzim yang mengubah squalene menjadi ergosterol) sehingga
berakibat pada terjadinya akumulasi tingkat toksisitas dari squalene di
dalam sel dan sel mati. Kedua golongan antijamur ini tersedia untuk
pengobatan topikal dan sistemik.
Obat-obat lain yang dapat digunakan misalnya:

Butenafine (mentax) antijamur poten yang berhubungan dengan


allylamine

Clotrimazole (Lotrimin, Mycelex) antijamur spectrum luas yang


menghambat pertumbuhan yeast dengan mengubah permeabilitas
membran sel, menyebabkan kematian sel jamur.

Miconazole (Micatin, Monistat-Derm) merusak membran


dinding sel jamur dengan menghambat biosintesis ergosterol.
Permeabilitas membran me nutrient bocor sel jamur mati.

Econazole (Spectazole) efektif untuk infeksi kutaneus,


bercampur dengan sintesis dan metabolisme protein dan RNA,
mengganggu permeabilitas dinding sel jamur.
Haloprogin (Halotex) digunakan dalam pengobatan tinea kruris,
harus dengan resep

Prinsip pengobatan pada tinea kruris kurang lebih sama dengan prinsip
pengobatan pada tinea korporis

Obat Topikal

Merupakan pilihan utama. Seperti pada pengobatan tinea korporis, obatobat klasik, derivat imdazol, dan derivat alilamin dapat digunakan dengan
cara pengobatan dan lama pengobatan yang kurang lebih sama.
Menurut Djuanda (1994) ada dua pedoman dalam pengobatan topikal,
yaitu :
1. a. Basah dengan basah
Berarti jika dermatosis basah (eksudatif) diobati dengan kompres
terbuka. Tetapi prinsip ini tidak mutlak, kompres terbuka juga
digunakan pada dermatosis dengan peradangan hebat.
b. Kering dengan kering
Berarti jika dermatosis kering diobati dengan vehikulum yang
kering, misalnya salep.

2. Makin akut suatu dermatosis, makin lemah bahan aktif yang


dipakai Berarti pada dermatosis yang akut jangan diberi terapi
dengan bahan aktif yang kuat, yakni dengan konsentrasi yang
tinggi karena akan menghebat

Obat Sistemik
Pengobatan sistemik hanya diberikan atas indikasi tertentu misalnya
lesi yang luas ataureclacitrant karena pemakaian obat topikal saja
sudah ukup efektif. Obat yang dipakai antara lan griseofulvin,
ketokonazol, itrakonazol, flukonazol serta terbinafin.

Pencegahan tinea Cruris


1) Obati seluruh area infeksi yang aktif secara bersamaan untuk
mencegah infeksi berulang pada selangkangan yang berasal dari
bagian tubuh lainnya.
2) Beri pengarahan pada pasien dengan tinea pedis untuk memakai
kaos kaki mereka sebelum menggunakan pakaian dalamnya untuk
mengurangi kemungkinan kontaminasi jamur secara langsung dari
kaki ke selangkangan.
3) Beri pengarahan pada pasien dengan tinea kruris untuk
mengeringkan lipatan krural secara sempurna setelah mandi dan
memakai

handuk

secara

terpisah

untuk

mengeringkan

selangkangan dan bagian tubuh lainnya.


4) Beri pengarahan pada pasien untuk tidak memakai pakaian ketat
demi mencegah pean kelembaban.

5) Bedak antijamur yang membantu pengeringan daerah regional


sehingga mencegah infeksi berulang.
6) Pasien dengan tinea kruris yang mengalami obesitas harus diatur
pola makannya untuk mengurangi berat badannya sehingga
mempermudah proses penyembuhan

Daftar Pustaka
1. Kapita Selekta kedokteran. 2007
2. Color Atlas and Synopsis of Clinical Dermatology. 2007
3. http://www.klikdokter.com/illness/detail/140
4. http://franchoil.multiply.com/journal
5. http://www.blogdokter.net/2007/12/30/eksim-dermatitis-penyakitkulit-yang-menyebalkan
6. Djuanda, Adhi. Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin. Edisi 5. 2007.
Jakarta : Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia.

7. Staff pengajar FK UI. Parasitologi Kedokteran. Edisi 3. 2006.


Jakarta : Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia.
8. www.google.com. Dermatofitosis. Maret, 2009.
9. www.google.com. Tinea Cruris. 2008.

Anda mungkin juga menyukai