Anda di halaman 1dari 9

PEMBANGKIT LISTRIK TENAGA SURYA

Pembangkit tenaga surya terdiri:

1. System Off Grid


2. System On Grid hybrid
3. System On Grid

System tenaga surya On-Grid adalah system yang paling umum dipasang semi otonom karena masih
terkoreksi ke jaringan, paling sederhana dan ekonomis dengan mengatur kapasitas dan menjelaskan
beban pemakaian sebanyak mungkin dengan hasil produksi malam daya yang di impor dapat
diminimalkan dengan memaksimalkan kondisi dari yang dihasilkan system yang berarti nilai
pengembalian investasi dapat lebih cepat melalui penghematan tenaga listrik.

Cara kerjanya
Panel surya mengubah sinar matahari menjadi Arus Searah (DC)
Ketika panel menghasilkan lebih dan yang digunakan kelebihan listrik dikirim kejaringan, saat kebutuhan
beban tinggi dan pada malam hari ketika panel tidak menghasilkan, listrik dari jaringan akan digunakan.
Inverter mengontrol aliran listrik sehingga daya dari panel surya selalu menjadi dalam prioritas dari pada
listrik dari jaringan PLN.
Namun jika ada pemadaman listrik pada siang hari, system tidak akan bekerja.
Konfigurasi Berdiri Sendiri
System berdiri sendiri atau dikenal juga dengan sebutan system off-grid merupakan system PLTS yang
memproduksi energy tenaga listrik secara mandiri serta direncanakan dan dibangun untuk tidak
dihubungkan ke utilitas atau jaringan listrik yang ada. Pada umumnya system ini dipakai bila dalam suatu
kawasan tidak terdapat jaringan listrik atau jauh dari pembangkit listrik. Konfigurasi ini tidak menutup
kemungkinan juga dibangun di daerah yang sudah memiliki jaringan tenaga listrik yang memadai
dikarenakan masyarakat memiliki prefensi untuk menghasilkan energy listrik secara mandiri dengan
memanfaatkan energy terbarukan.
System PLTS konfigurasi berdiri sendiri meruoakan salah satu alternative penyediaan tenaga energy listrik
khususnya untuk daerah-daerah dengan katagori 3T. daerah 3T itu sendiri merupakan daerah atau unit
kabupaten dengan kondisi terdepan, terluar dan tertinggal. Daerah 3T pada umumnya beradah cukup
jauh dari ibu kota provinsi sehingga dalam beberapa hal dapat dikatakan tertinggal mulai dari
perekonomian masyarakat, sumber daya manusia, sarana dan prasarana, kemampuan keuangan daerah,
hingga aksesbilitas. Selain daerah 3T, konfigurasi berdiri sendiri juga menjadi pilihan bagi tempat-tempat
wisata seperti resort, salah satu contoh pemanfaatan PLTS dengan konfigurasi berdiri sendiri adalah resort
di Pulau Cinta, Gorontalo atau Koja Doi di Flores Bagian Timur.

Dengan konfigurasi berdiri sendiri maka system tersebut akan menanggun beben listrik sehingga
komponen system mulai dari modul fotovoltaik, inverter dan baterai atau back-up generator digunakan
semaksimal mungkin untuk memenuhi kebutuhan beban puncak seperti yang ditunjukkan pada Gambar
6.67. Modul fotovoltaik menjadi sumber energy satu-satunya sedangkan baterai sebagai pengatur operasi
system bekerja dengan beberapa mode:
1. Sebagai pencatu daya ketika modul fotovoltaik tidak menghasilkan daya atau pada kondisi
intermiten.
2. Menjaga kestabilan tegangan dan frekuensi system
3. Pengatur pada saat beba puncak (peak load)

Berdasarkan pemasangannya, system PLTS dengan konfigurasi berdiri sendiri baik itu yang menggunakan
system AC ataupun DC terbagi menjadi 2 kategori yaitu PLTS terpusat dan PLTS atap. PLTS terpusat
merupakan pemasangan fotovoltaik berskala besar dan terkonsentrasi pada tempat-tempat tertentu
sedangkan PLTS atap merupakan pemasangan fotovoltaik diatas bangunan tertentu seperti atap rumah
tinggal, gedung, kantor, pabrik, tempat ibadah dan tempat-tempat lainnya yang dimungkinkan untuk
dipasang modul fotovoltaik. System PLTS atap merupakan fotovoltaik dengan skala yang lebih kecil
dibandingkan dengan system PLTS yang dipasang secara konvensional.
Dikarenakan PLTS atap mayoritas digunakan oleh perumahan maka system ini juga dikenal dengan istilah
Solar Home System (SHS) seperti yang ditunjukkan oleh 3D pada gambar 6.68. Modul fotovoltaik
ditranformasikan menjadi atap yang dilengkapi dengan frame yang mendukung fungsinya sebagai atap.
PLTS atap melakukan penggabungan fungsi atap konvensional dan modul fotovoltaik yang dapat
menghasilkan energy listrik. Komponen utama PLTS atap terbagi menjadi 2 yaitu komponen mekanik
(panel dan frame) serta komponen system elektris.
System PLTS berdiri sendiri aplikasinya banyak digunakan pada fasilitas umum, fasilitas social dan
berbagai sector lainnya seperti yang ditunjukkan pada Gambar 6.69. Beberapa contoh implementasinya
diantaranya adalah:

1. Penerangan Jalan umum Tenaga Surya (PJU-TS)


Merupakan lampu penerangan jalan yang menggunakan cahaya matahari sebagai sumber energy
listriknya. Lampu PJU-TS pada umumnya digunakan pada jalan di daerah-daerah yang berlum
terjangkau oleh jaringan listrik dan juga daerah-daerah yang mengalami krisis energy listrik
terutama didaerah terpencil.
2. Lampu Tenaga Surya Hemat Energi (LTSHE)
Dibanding dengan PJU-TS, LTSHE merupakan salah satu alternative penerangan bagi masyarakat
daerah terpencil dengan skala yang lebih kecil.
3. Stasiun Pengisian Energi Listrik (SPEL)
Merupakan daerah pengisian baterai untuk daerah-daerah 3T dengan menggunakan system arus
searah (DC).
4. Pompa Tenaga Surya
Pada bidang pertanian, irigasi dan perikanan digunakan pompa air DC tenaga surya untuk
menyalurkan air dari suatu tempat ke tempat lainnya.
5. Penerangan Peternakan Ayam
Memanfaatkan lampu tenaga surya sebagai penerangan sekaligus untuk menghangatkan
ruangan.
6. Kapal Nelayan Tenaga Surya (Solar Electric Boat)
Merupakan kapal dengan penggerak motor listrik DC yang dilengkapi dengan panel surya sebagai
sumber energy listrik.
7. Cold Storage Tenaga Surya (CSTS)
Merupakan lemari pendingin yang umumnya digunakan untuk menyimpan ikan. Aplikasi ini
sangat cocok dimanfaatkan pada cluster pelabuhan perikanan samudra, pelabuhan perikanan
nusantara, pelabuhan perikanan pantai, pangkalan pendaratan ikan, tambak udang, tambak
bandeng dan lain sebagainya.
8. Building Integrated Photo-Voltaic (BIPV)
Konsep dari BIPV adalah mengganti atap atau dinding yang sudah berdiri sebelumnya dengan
panel fotovoltaik sehingga memiliki 2 buah fungsi yaitu sebagai pelingdung diri cuaca serta
sebagai penghasil energy listrik. Beberapa contoh dari BIPV adalah solar awning, solar carports
rooftop, solar cladding, solar windows, solar shingles dan lain sebagainya.
9. Pengeringan Gabah Tenaga Surya (Bubble Solar Dryer)
Berfungsi untuk menggantikan pengeringan konvensional dengan kipas yang dapat mendorong
udara kedalam ruang pengering.
10. Pagar Listrik Tenaga Surya
Digunakan sebagai pengaman suatu area atau lahan dari gangguan hewan liar. Pagar listrik tenaga
surya dibuat tidak mematikan hanya memberikan efek psikologis berupa electric shock.
11. Lampu Perangkap Hama Tenaga Surya (Solar Light Trap Insect)
Merupakan perangkap hama seperti jangkrik yang dilengkapi dengan lampu ultra violet (UV)
untuk menarik perhatian serangga.
Konfigurasi Terhubung Ke Jaringan
Sistem yang terhubung ke jaringan (On-Grid) didefinisikan sebagai system PLTS yang terinterkoneksi ke
utilitas atau jaringan yang sudah ada di wilayah tersebut. Pada umumnya system PLTS terhubung ke
jaringan dibangun tidak menggunakan teknologi baterai sebagai komponen penyimpan cadangan energy.
Dalam system terhubung ke jaringan aspek teknis dalam sinkronisasi PLTS ke sitem eksisting menjadi salah
satu factor penting yang perlu diperhatikan. Hal itu disebabkan karena suplai daya listrik dari sistem PLTS
sangat dipengaruhi oleh energy matahari yang bergantung pada kondisi alam seperti cuaca, musim, awan
dan lain sebagainya. Adanya fluktuasi input radiasi matahari yang sampai ke modul fotovoltaik akan
berpengaruh terhadap daya keluaran dari system PLTS sehingga dapat mempengaruhi kestabilan system
seperti tegangan dan frekuensi. Beberapa contoh system PLTS yang terhubung ke jaringan di wilayah
Indonesia ditunjukkan pada Table 6.28
Tabel 6.28 PLTS Terhubung ke Jaringan di Wilayah Indonesia
No PLTS Lokasi Kapasitas
1 Likupang Sulawesi 15 MW
2 Isimu Sulawesi 10 MW
3 Sumalata Sulawesi 2 MW
4 Pringgabaya Nusa Tenggara Barat 7 MW
5 Selong Nusa Tenggara Barat 7 MW
6 Sengkol Nusa Tenggara Barat 7 MW
7 Sambelia Nusa Tenggara Barat 5 MW
8 Sumba Nusa Tenggara Timur 3,8 MW
9 Bajawa Nusa Tenggara Timur 1,3 MW
10 Danone-AQUA Jawa Tengah / Klaten 2,9 MW
11 Coca-Cola Amatil Bekasi / Jawa Barat 7,1 MW
12 Bandara Soekarno-Hatta Banten / Tanggerang 241 kW
13 Duren Tiga Jakarta 52 kW
14 Cipayung Jawa Barat 75 kW

PLTS atap tidak hanya digunakan pada daerah-daerah 3T saja namun kini tren penggunaannya juga mulai
popular di wilayah yang sudah tersedia jaringan listrik dan dekat dengan pusat pembangkit. Namun
terdapat beberapa ketentuan operasional dari integrasi PLTS atap ke system tenaga listrik dimana harus
memenuhi ketentuan-ketentuan seperti yang ditunjukkan pada Tabel 6.29
Tabel 6.29 Ketentuan Teknis Pemasangan PLTS Atap
No Aspek Ketentuan
1 Anti- 1) Instalasi PLTS atap harus mempu terputus secara otomatis
Islanding dari sitem tenaga listrik jika terdapat gangguan atau
pemadaman terencana.
2) Ketika tegangan sistem jauh dari nominal maka
koneksi PLTS
atap harus terputus dalam waktu tertentu.
3) Setelah sistem tenaga listrik kembali normal maka meter
transaksi harus dapat secara otomatis menghubungkan
kembali PLTS atap.
2 Frekunsi Gangguan-gangguan operasi yang menyebabkan perubahan frekuensi
pada sistem tenaga listrik harus dapat ditanggulangi oleh PLTS atap
3 Kualitas 1) Batas injeksi arus searah ke sistem tenaga listrik harus lebih
Daya kecil dari 0,5% RMS arus pengenal penuh inverter.
2) Instalasi PLTS atap tidak boleh mengakibatkan flicker pada
pelanggan lainnya.
3) Distorsi Harmonisa arus yang diijinkan harus sesuai dengan
ketentuan pada pedoman.
4 Sinkronisasi 1) Sinkronisasi dan pararel instalasi PLTS atap dan sitem tenaga
listrik harus dilakukan oleh inverter secara otomatis
2) inverter dapat mendeteksi tegangan sistem tenaga listrik
3) Tegangan keluaran inverter diatur sedemikian rupa sehingga
perbedaan tegangan, frekuensi dan sudut fasa sesuai dengan
standar pada pedoman.
4) Pasca paralel, fluktuasi tegangan pada PCC tidak boleh lebih
dari 5% dari TMP.
5 Sistem Sistem pentanahan interkoneksi PLTS atap harus sama dengan
Pentanahan sistem tenaga listrik sehingga tidak akan menyebabkan tegangan
lebih yang melampaui pengenal peralatan yang terpasang dan tidak
akan mengganggu koordinasi proteksi gangguan fasa ke tanah pada
sistem tenaga listrik.
PLTS atap terhubung jaringan saat ini banyak digunakan pada atap bangunan cluster perumahan,
bangunan komersil dan kompleks industry. Energy listrik yang dihasilkan oleh PLTS atap dapat digunakan
untuk pemakaian beban local terutama pada siang hari. Kelebihan lain dari penggunaan PLTS atap adalah
meringankan biaya tagihan bulanan pelanggan tenaga listrik. Gambar 6.70 menunjukkan konfigurasi
penyambungan PLTS atap yang terhubung ke jaringan yang terdiri dari larik fotovoltaik (PV array), inverter
(DC/AC) dan beban (user load). Penggunaan PLTS atap saat ini diatur dalam peraturan pemerintah melalui
Kementrian ESDM. Beberapa intisari penting terkait aturan dari PLTS atap secara rinci ditunjukkan pada
table 6.30.
Tabel 6.30 intisari Peraturan Terkait PLTS Atap
No Aspek Ketentuan
1 Komponen Sistem PLTS atap meliputi modul surya, inverter,
sambungan listrik, sistem pengamanan dan meter kWh
ekspor-import.
2 Biaya kapasitas Sistem PLTS atap tidak dikenal biaya kapasitas
dan energi lsitrik (capacity charge) dan biaya pembelian energi listrik
darurat darurat (emergency energy charge).
3 Kapasitas Kapasitas PLTS atap dibatasi paling tinggi 100% (seratus
terpasang persen) dari daya tersambung yang ditentukan oleh
kapasitas total inverter.
4 Perhitungan Energi listrik yang diekspor dikali dengan variable 65%
ekspor-impor (enam puluh persen) yang dilakukan setiap bulan.
5 Selisih energi Selisih energi listrik yang lebih akan diakumulasikan
listrik dan diperhitungkan sebagai pengurangan tagihan
listrik dibulan berikutnya.
6 Pemeriksaan & Instalasi sistem PLTS atap dengan kapasitas sampai
Pengujian 25Kw wajib memiliki SLO.
7 Skema instalasi Sistem PLTS atap yang diizinkan beroperasi harus
mengikuti kaidah skema instalasi yang telah
ditentukan.
8 Standar instalasi Wajib mengikuti SNI, standar internasional atau SPLN
9 Izin Izin diperlukan bagi konsumen yang melakukan
pemasangan Sistem PLTS atap dengan daya terpasang
lebih dari 200 kVA.
10 Pembangunan Pembangunan dan pemasangan wajib dilakukan oleh
badan usaha atau lembaga yang dipublikasikan oleh
pemerintah.
Konfigurasi On-Grid Hibrida
Perkembangan teknologi saat ini mengarah pada integrasi PLT konvensional dengan PLT EBT. System
dengan konfigurasi hibrida didefinisikan sebagai PLTS yang terhubung ke jaringan yang sudah ada yang
kemudian dioperasikan bersamaan dengan pembangkit lainnya seperti PLTD, PLTMH, PLTB dan berbagai
jenis pembangkit lainnya seperti yang ditunjukkan pada Gambar 6.71. Operasi system harus
menggunakan pengaturan dan pembagian waktu operasi dari masing-masing pembangkit secara optimal.
Dengan adanya aturan operasi maka system PLTS konfigurasi hibrida umumnya dilengkapi dengan baterai.
Terdapat 2 istilah yang sering digunakan pada konfigurasi hibrida yaitu smartgrid dan microgrid. Untuk
system yang sudah memiliki jaringan interkoneksi yang besar serta dilengkapi dengan system cerdas
disebut sebagai smartgrid. Untuk system yang terintegrasi pada wilayah kecil dengan sumber-sumber
pembangkit terdistribusi biasanya disebut sebagai microgrid. Inovasi dapat dilakukan dengan
mengembangkan microgrid eksisting menjadi smartgrid microgrid dengan menambahkan beberapa
peralatan seperti system komunikasi, PLC (Programable Logic Control)/RTU (Remote Terminal Unit)/IED
(Intreligent Electronic Device), hingga master station SCADA.
Di beberapa wilayah di Indonesia terutama di wilayah kepulauan pengembangan ketenaga listrikan masih
berbasiskan PLT dengan berbahan bakar fosil seperti PLTD. Umumnya wilayah tersebut dihubungkan
melalui saluran distribusi 20 kV. Salah satu upaya pemanfaatan energy surya di wilayah tersebut adalah
melalui konfigurasi hibrida yang menggabungkan PLTD eksisting dengan pembangkit PLTS.

Catatan:

 Pemilik system listrik surya atap on-grid hybrid system bias mengekspor kelebihan listrik yang
dihasilkan ke PLN dengan menggunakan kWH Meter EX-IM yang diperhitungkan sebagai kredit.
 Nilai kredit tersebut dapat digunakan untuk mengurangi tagihan listrik bulan berjalan atau bulan
berikutnya.
 Kwh meter lama milik PLN diganti dengan kWH meter (EX-IM).
Direncanakan di Tol KLBM memakai pembangkit tenaga listrik on-grid hybrid

Data beban
Asumsi kebutuhan beban (PJU) : 30 kW
Inverternya : 12 kw per unit
Baterai : 5 kW
Durasi beban : 12 jam
Beban kantor (tanpa PJU) : 10 kW

Estimasi
Baterai : 450 kWH
Kebutuhan PV baterai : 140,625 kWH
Kebutuhan PV kantor : 12,5 kW
Jumlah inverter : 13 unit

Estimasi biaya PLTS 30 kW Durasi 12 jam


No Material Qty Unit Price Keterangan
1 Three phase hybrid inverter 12kW 13 unit Rp 494,000,000.00
2 Solar panel 156 kWP Rp 1,170,000,000.00
3 Baterry bank 450 kWH Rp 2,250,000,000.00
4 Rooftop Bracket 1 lot Rp 312,000,000.00
5 Panel combiner 13 set Rp 32,500,000.00
6 AC MDP 1 set Rp 50,000,000.00
7 DC Panel 13 set Rp 39,000,000.00
8 PV cable 1000 m Rp 20,000,000.00
9 Instalasi 1 lot Rp 1,013,875,000.00
10 Testing & commisioning 1 lot Rp 510,187,500.00
Rp 5,891,562,500.00

Anda mungkin juga menyukai