Anda di halaman 1dari 94

Manajemen Pemasaran

UU No 28 Tahun 2014 tentang Hak Cipta

Fungsi dan Sifat Hak Cipta Pasal 4


Hak Cipta sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 huruf a merupakan hak eksklusif
yang terdiri atas hak moral dan hak ekonomi.
Pembatasan Pelindungan Pasal 26
Ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 23, Pasal 24, dan Pasal 25 tidak
berlaku terhadap:
i. Penggunaan kutipan singkat Ciptaan dan/atau produk Hak Terkait untuk
pelaporan peristiwa aktual yang ditujukan hanya untuk keperluan penyediaan
informasi aktual;
ii. penggandaan Ciptaan dan/atau produk Hak Terkait hanya untuk kepentingan
penelitian ilmu pengetahuan;
iii. penggandaan Ciptaan dan/atau produk Hak Terkait hanya untuk keperluan
pengajaran, kecuali pertunjukan dan Fonogram yang telah dilakukan
Pengumuman sebagai bahan ajar; dan
iv. penggunaan untuk kepentingan pendidikan dan pengembangan ilmu pengetahuan
yang memungkinkan suatu Ciptaan dan/atau produk Hak Terkait dapat
digunakan tanpa izin Pelaku Pertunjukan, Produser Fonogram, atau Lembaga
Penyiaran.
Sanksi Pelanggaran Pasal 113
1. Setiap orang yang dengan tanpa hak melakukan pelanggaran hak ekonomi
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 ayat (1) huruf i untuk Penggunaan Secara
Komersial dipidana dengan pidana penjara paling lama 1 (satu) tahun dan/atau
pidana denda paling banyak Rp100.000.000,00 (seratus juta rupiah).
2. Setiap orang yang dengan tanpa hak dan/atau tanpa izin Pencipta atau pemegang
Hak Cipta melakukan pelanggaran hak ekonomi Pencipta sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 9 ayat (1) huruf c, huruf d, huruf f, dan/atau huruf h untuk
Penggunaan Secara Komersial dipidana dengan pidana penjara paling lama 3
Manajemen Pemasaran

Dr. Dra. Cicik Harini, M.M.

SB. Handayani, S.E., M.M.


Manajemen Pemasaran

Dr. Dra. Cicik Harini, M.M.


SB. Handayani, S.E., M.M.

Editor:
Novita Rahmayuna, S.Kom.

Desainer:
Nama

Sumber:
www.cendekiamuslim.com

Penata Letak:
Nama

Proofreader :
Nama

Ukuran:
Jml hlm judul, Jml hlm isi naskah, 15,5x23 cm

ISBN:
No ISBN

Cetakan Pertama:
Bulan 2021

Hak Cipta 2021, pada Penulis

Isi di luar tanggung jawab percetakan

Hak cipta dilindungi undang-undang


Dilarang keras menerjemahkan, memfotokopi, atau
memperbanyak sebagian atau seluruh isi buku ini
tanpa izin tertulis dari Penerbit.

Anggota Luar Biasa IKAPI: 027/SBA/2021


YAYASAN PENDIDIKAN CENDEKIA MUSLIM

Perumahan Gardena Maisa 2, Blok C.09, Koto Baru, Kecamatan Kubung,


Kabupaten Solok, Provinsi Sumatera Barat – Indonesia 27361
HP/WA: 0823-9205-6884
Website: www.cendekiamuslim.com
E-mail: cendekiamuslimpress@gmail.com

DAFTAR ISI

DAFTAR ISI...............................................................................................v
KATA PENGANTAR / UCAPAN TERIMAKASIH..............................viii
BAB I PENGANTAR KEPERAWATAN KOMUNITAS..........................5

A. FALSAFAH............................................................................................ 5

B. KOMPONEN DASAR.............................................................................6
C. ASUMSI DASAR DAN KEYAKINAN.......................................................16

BAB II TREN DAN ISU KEPERAWATAN KOMUNITAS...................18

A. TREN PRAKTEK KEPERAWATAN MELALUI HOME CARE........................18

B. PENTINGNYA PERKEMAS MENJADI UPAYA KESEHATAN WAJIB PUSKESMAS 26

BAB III 34
KONSEP KEPERAWATAN KOMUNITAS............................................34

A. PENDAHULUAN..................................................................................34

B. PENGERTIAN KEPERAWATAN KOMUNITAS.........................................35

C. TUJUAN KEPERAWATAN KOMUNITAS................................................37

D. FUNGSI KEPERAWATAN KOMUNITAS.................................................38

E. RUANG LINGKUP KEPERAWATAN KOMUNITAS..................................39

F. SASARAN KEPERAWATAN KOMUNITAS..............................................46

H. PERBEDAAN PELAYANAN KEPERAWATAN DI KOMUNITAS DAN RUMAH SAKIT 55

BAB IV PROSES KEPERAWATAN KOMUNITAS...............................61

1. PENDAHULUAN..................................................................................61

A. PENGKAJIAN......................................................................................63

B. DATA INTI ATAU CORE.......................................................................66

C. PERSEPSI............................................................................................70

2. PENGOLAHAN DATA..........................................................................70

4. PERENCANAAN..................................................................................80

5. Implememntasi..................................................................................84

6. EVALUASI...........................................................................................87

BAB V PENDIDIKAN KESEHATAN.....................................................89

A. PENDAHULUAN..................................................................................89

B. PENGERTIAN PENDIDIKAN KESEHATAN..............................................89

C. TUJUAN PENDIDIKAN KESEHATAN......................................................92

D. SASARAN PENDIDIKAN KESEHATAN...................................................93

E. METODE PENDIDIKAN KESEHATAN.....................................................94


F. MEDIA PENDIDIKAN KESEHATAN.......................................................99

G. PROSES PENDIDIKAN KESEHATAN....................................................101

H. TEORI HEALTH BELIEF MODEL...........................................................102

I. PERUBAHAN PERILAKU....................................................................105

J. APLIKASI PENDIDIKAN KESEHATAN DALAM KOMUNITAS..................112

d. Pendidikan kesehatan mengenai pentingnya jamban...........114


BAB VI PEMBERDAYAAN MASYARAKAT.....................................115
(EMPROWERMENT).............................................................................115

A. PENDAHULUAN................................................................................115

B. PENGERTIAN PEMBERDAYAAN MASYARAKAT..................................117

C. PERAN PERAWAT DALAM PEMBERDAYAAN MASYARAKAT...............118

D. TUJUAN PEMBERDAYAAN MASYARAKAT.........................................122

E. PENDEKATAN PEMBERDAYAAN MASYARAKAT.................................125

F. PROSES PEMBERDAYAAN MASYARAKAT..........................................126

G. PENGORGANISASIAN PEMBERDAYAAN MASYARAKAT.....................129

H. APLIKASI PERAN SERTA MASYARAKAT..............................................131

BAB VII KEMITRAAN..........................................................................153

A. PENDAHULUAN................................................................................153

B. PENGERTIAN KEMITRAAN................................................................154

C. PRINSIP-PRINSIP KEMITRAAN...........................................................154

D. TAHAP KEMITRAAN..........................................................................156

E. MODEL-MODEL KEMITRAAN............................................................157

F. APLIKASI BENTUK KEMITRAAN DALAM PRAKTIK KEPERAWATAN KOMUNITAS 158

DAFTAR PUSTAKA..............................................................................163
PROFIL PENULIS..................................................................................165
KATA PENGANTAR / UCAPAN TERIMAKASIH

Ucapan rasa syukur, penulis panjatkan kepada Allah SWT, yang telah melimpahkan
rahmat dan ridlo-NYA, sehingga penulis dapat menyelesaikan penulisan buku ajar Manajemen
Pemasaran. Buku ajar ini penulis peruntukkan kepada seluruh mahasiswa Universitas
Pandanaran yang sedang menempuh mata kuliah Manajemen Pemasaran sebagai mata kuliah
wajib, dengan tujuan agar mahasiswa dapat memfokuskan diri dalam mempelajari materi kuliah
Manajemen Pemasaran.
Buku ajar Manajemen Pemasaran ini terdiri dari 8 (delapan) pokok bahasan yang akan
membantu mahasiswa memahami pemasaran dan mengembangkan keterampilan mahasiswa
dalam bidang pemasaran. Terselesaikannya penulisan buku ajar ini tidak terlepas dari dukungan
Teman-Teman semua, serta bantuan dari berbagai pihak, oleh karena itu penulis mengucapkan
terima kasih yang sebesar-besarnya kepada semua pihak yang telah banyak membantu penulis,
hingga terselesaikannya buku ajar Manajmen Pemasaran ini.
Penulis menyadari bahwa buku ajar ini masih jauh dari sempurna, karena itu, penulis
sangat mengharapkan masukan, informasi serta saran untuk lebih menyempurnakan buku ajar
ini. Semoga buku ini menambah pencerahan bagi mahasiswa dan semua pihak yang
membutuhkan.

Semarang, Juni 2022


Penulis

Dr. Dra. Cicik Harini, MM


BAB I
PENGANTAR KEPERAWATAN KOMUNITAS

A. FALSAFAH
Falsafah merupakan keyakinan terhadap nilai tertentu yang menjadi pedoman untuk

mencapai tujuan atau sebagai pandangan hidup. Keperawatan merupakan suatu upaya yang

berdasarkan kemanusiaan. Untuk meningkatkan pertumbuhan dan perkembangan bagi

terwujudnya manusia yang sehat seutuhnya. Falsafah keperawatan memandangbahwa

keperawatan sebagai pekerjaan yang luhur dan manusiawi. Penerapan falsafah kdalam

keperawatan komunitas yaitu:

1. pelayanan keperawatan komunitas merupakan bagian integral dari upaya kesehatan yang

harus ada dan terjangkau serta dapat diterima oleh semua orang.

2. Upaya promotof dan preventif adalah upaya pokok tanpa mengabaikan upaya pokok

tanpa mengabaikan kuratifda rehabilitatif.

3. Pelayanan kesehatan yang diberikan kepada klien berlangsung secara berkelanjutan.

4. Perawat sebagai provider dan klien sebagai penerima pelayanan kesehatan, menjalin

suatu hubungan yang saling mendukung dan mempengaruhi perubahan dalam

kebijaksanaan dan pelayanan kesehatan.

5. Pengembangan tenaga keperawatan direncanakan berkesinambungan.

6. Individu dalam suatu masyarakat ikut bertanggung jawab atas kesehatannnya dengan

mendorong, mendidik, dan berpean secara aktif dalam pelayanan kesehatannya sendiri.

B. KOMPONEN DASAR
Falsafah yang melandasi keperawatan komunitas mengacu pada palsafah atau paradigma

keperawatan secara umum, yaitu manusia merupakan titiksentral dari setiap upaya pembangunan

kesehatan yang menjunjung tinggi nilai-nilai kemanusiaan. Paradigma keperawatan diartikan

sebagai suatu bagian dari ilmu, filosofi,dan teori yang diterima dan diterapkan dalam

keperawatan. Paradigma keperawatan merupakan pola pemahaman realita dalam keperawatan.

bermula dari pola pemahaman tersebut, disusunlah paradigma keperawatan komunitas yang
terdiri atas 4 (empat) komponen dasar, yaitu manusia, kesehatan, lingkungan dan keperawatan.

Elemen dari paradigma tersebut berhubungan langsung dengan kegiatan profesi keperawatan,

termasuk perkembangan pengetahuan, filosofi, teori, pengalaman, pendidikan, penelitian, dan

praktik (Tomey&Alligon,2006).

Manusia

Keperawatan Kesehatan

Lingkungan

1. Manusia

Manusia merupakan komponen paradigma keperawatan yang menjadi fokus pelayanan

keperawatan. Manusia sebagai klien merupakan makhluk biologis, psikilogis, sosial, dan spritual

yang merupakan kesatuan aspek jasmani dan rohani. Manusia memiliki sifat unik dengan

kebutuhan berbeda sesuai dengan tingkat perkembangannya.

a. Manusia sebagai makhluk biologis

Asal kata biologi adalah bios dan logos yang berarti individu adalah makhluk hidup yang

tumbuh dan berkembang. Manusia terdiri dari sel-sel hidup yang membentuk satu kesatuan dan

pertumbuhannya di pengaruhi oleh faktor lingkungan, sosial, fisik, fisiologis, psikodinamik, dan

spritual. Manusia memmiliki kaidah jasmania yang terpadu, terdiri atas organ-organ yang

bekerja sebagai suatu sistem utuh. Sehingga apabila salah satu sistem terganggu, maka akan

mengganggu sistem yang lain. Manusia mempunyai kebutuhan untuk mempertahankan

hidupnya.

b. Manusia sebagai makhluk psikologis


Manusia mempunyai struktur kepribadian yang terdiri dari id, ego, dan super ego.

Sehingga segala tingkah lakunya merupakan manifestasi dari kejiawaannya. Id adalah sistem

dasar kepribadian yang merupakan sumber dari pada segala dorongan instinktif, khususnya seks

dan agresi. Ego merupakan aspek psikologis yang timbul karena kebutuhan individu untuk

berhubungan dengan dunia realita. Super ego merupakan subsistem yang berfungsi sebagai

kontrol internal, yang terjadi dari kata hati(apa yang seharusnya dilakukan dan tidak dilakukan)

dan Ego-ideal (apa yang seharusnya saya menjadi). Manusia mempunyai daya pikir dan

kecerdasan serta mempunyai kebutuhan psikologis agar kepribadian dapat berkembang. Sebagai

makhluk psikologi, manusia adalah pribadi yang unik karena tidak ada 2 individu yang sama.

c. Manusia sebagai makhluk sosial

Manusia merupakan satu kesatuan sistem yang bergantung, sehingga manusia tidak dapat

hidup tanpa orang lain. Manusia perlu melakukan kerjasama untuk membutuhi kebutuhannya.

Manusia selalu di pengaruhi oleh lingkungan sosial dan dituntut untuk dapat beradaptasi dan

bertingkah laku sesuai harapan, norma atau nilai yang ada serta menjadi anggota kluarga dan

masyarakat.

d. Manusia sebagai makhluk kultural

Manusia lahir pada suatu tempat dan belajar serta berkembang dalam lingkungan

tersebut, sehingga ia menganut dan terbentuk sesuai budaya setempat.

e. Manusia sebagai makhluk spritual

Sebagai makhluk spritual, manusia diciptakan tuhan dalam bentuk yang sempurna.

Diabanding makhluk ciptaan lainnya. Manusia dikaruniai akal, pikiran, perasaan, dan kemauan.

Manusia merupakan individu yang diciptakan sebagai khalifa (penguasa dan pengatur

kehidupan).

2. Kesehatan

Sehat dalam pengertian yang paling luas didefenisikan sebagai suatu keadaan yang

dinamis dimana individu menyesuaikan diri dengan perubahan perubahan lingkungan internal
dan eksternal untuk mempertahankan keadaan kesehatannya. Lingkungan internal terdiri dari

beberapa faktor yaitu psikologis, dimensi intelektual dan spritual, dan proses penyakit.

Lingkungan eksternal terdiri dari faktor-fatktor diluar individu yang mungkin mempengaruhi

kesehatan, antara lain lingkungan fisik, hubungan sosial, dan ekonomi. Perubahan yang terjadi

pada kedua lingkungan tersebut membuat individu harus mampu beradaptasi untuk

mempertahankan kesehatannya.

Berbagai model keperawatan membantu mendefenisikan dan memahami perilaku dan

keyakinan klien terhadap kesehatan, sehingga perawat dapat memberikan pelayanan yang

efektif. Berbagai model yang ada memungkinkan perawat untuk memahami dan memprediksi

prilaku, termasuk bagaimana mereka menggunakan pelayanan kesehatan dan terapi yang

dianjurkan. Model rentang sehat sakit,model sejahtera tingkat tinggi (high level wellness model),

dan model agens pejamu lingkungan menggambarkan hubungan sehat dan sakit. Model

keyakinan tentang kesehatan menjelaskan dan memprediksikan sehat klien.

Menurut model rentang sehat sakit, sehat merupakan sebuah kondisi yang dinamis yang

berubah secara terus menerus dengan adaptasi individu terhadap berbagai perubahan yang ada

dilingkungan internal dan eksternalnya untuk mempertahankan keadaan fisik, emosional

intelektual, sosial, perkembangan, dan spritual yang sehat. Sakit merupakan sebuah proses

dimana fungsi individu dalam satu atau lebih dimensi yang ada mengalami perubahan atau

penurunan jika dibandingkan dengan kondisi individu sebelumnya. Cara pandang terhadap

tingkat kesehatannya bergantung pada sikapnya terhadap kesehatan dan nilai, keyakinan, dan

persepsi mereka terhadap kesehatan fisik, emosional, intelektual, sosial, perkembangan, dan

spiritual. Perawat dan klien secara bersama menentukan tujuan untuk mencapai tingkat

kesehatan klien yang optimal.

Model sejahtera tingkat tinggi berorientasi pada cara memaksimalkan potensi sehat pada

setiap individu. Model ini menurut individu untuk mampu mempertahankan rentang

keseimbangan dan arah yang memiliki tujuan tertentu dalam lingkungan. Sejahtera tingkat tinggi
merupakan suatu proses dinamis, bukan suatu keadaan statis dan pasif. Model kesehatan tingkat

tinggi dapat digunakan untuk mencapai kesehatan keluarga dan komunitas melalui pelaksanaan

fungsi keluaga dan komunitas dengan baik dalam suatu sikap yang terintegrasi.

Model agens pejamu lingkungan memandang sehat dan sakit yang dialami oleh individu

atau kelompok tertentu oleh hubungan atau intraksi yang dinamis antara agens, pejamu,dan

lingkungan. Agens merupakan faktor internal dan eksternal yang dapat meyebabkan sakit. Agens

dapat bersifat biologis,kimia,fisik,mekanis atau psikososial. Contoh agens seperti bakteri atau

virus. Pejamu merupakan seseorang atau sekelompok orang yang rentan terhadap penyakit atau

sakit tertentu. Faktor pejamu merupakan situasi atau kondisi fisik dan psikososial yang

meningkatkan resiko sakit seperti riwayat keluarga,usia atau gaya hidup. Lingkungan merupakan

seluruh faktor yang ada diliuar pejamu,dapat berupa lingkungan fisik maupun sosial. Lingkungan

fisik seperti tingkat ekonomi, iklim, atau kondisi tempat tinggal. Lingkungan fisik sosial terdiri

dari faktor yang berhubungan dengan interaksi seseorang atau sekelompok orang dengan orang

lain seperti stress,konflik, kesulitan ekonimi, atau krisis hidup.

Model keyakinan kesehatan memiliki 3 (tiga) komponen dasar (1) persepsi individu

tentang kerentanan dirinya terhadap suatu penyakit. Misalnya seseorang yang mengetahui bahwa

adanya penyakit diabetes melitu (DM) melalui riwayat penyakit keluarganya. Setelah

mengetahui riwayat penyakit keluarga, terutama jika salah seorang dari anggota keluarganya

meninggal karena DM,maka individu akan merasakan risiko mengalami penyakit DM. (2)

Persepsi individu tentang keseriusan penyakit tertentu. Persepsi kedua ini dipengaruhi oleh

variabel demografi dan sosiopsikologis, perasaan terancam oleh penyakit, dan tanda-tanda untuk

bertindak. (3) persepsi individu tentang manfaat yang diperoleh dari tindakan yang diambil

seperti tindakan preventif. tindakan ini dapat ditnjukkan denganmerubah gaya hidup,

meningkatkan kepatuhan menjalani terapi yang diprogramkan, atau mencari pengobatan medis.

Model keyakinan kesehatan membantu perawat memahami berbagai faktor yang dapat

mempengaruhi persepsi, keyakinan dan perilaku klien, serta membantu perawat menyusun
rencana perawatan yang paling efektif untuk membantu klien memelihara atau memperoleh

kembali status kesehatannya dan mencegah terjadinya penyakit.

3. Lingkungan

Lingkungan tempat dimana individu bekerja atau tinggal dapat meningkatkan

kemungkinanan terjadinya penyakit. Pengaruh itu dapat secara langsung maupun tidak langsung.

Lingkungan dapat berupa internal dan eksternal seperti lingkungan biologis, psikologis, sosial,

kultural, dan spiritual, iklim, sistem perekonomian, serta polotik. Oleh karena itu, lingkungan

merupakan komponene paradigma keperawatan yang mempunyai implikasi luas bagi kehidupan

manusia. Misalnya tempat tinggal yang tidak bersih serta lingkungan yang padat dapat

meningkatkan kemungkinan terjadinya penyebaran penyakit. Konflik atau masalah lain dalam

keluarga mungkin dapat menjadi stressor yang menyebabkan individu atau seluruh keluarga

mengalami peningkatan resiko terjadinya penyakit.

4. Keperawatan

Keperawatan merupakan suatu bentuk pelayanan profesional sebagai bagian integral dari

pelayanan kesehatan. Pelayanan diberikan dengan berdasarkan ilmu dan kiat, berbentuk

pelayanan bio, psiko,sosio, spiritual yang komprehensif ditujukan kepada individu, keluarga, dan

masyarakat. Pelayanan tidak hanya diberikan pada kondisi sakit, melainkan juga pada kondisi

sehat yang mencakup seluruh proses kehidupan manusia.

Individu memiliki sifat yang khas dan unik. Dengan demikian, dalam pemberian

pelayanan keperawatan, perawat dihadapkan pada kondisi individu yang unik dan khas tersebut.

Selain itu, individu juga cenderung secara terus menerus mengadakan interaksi dengan

lingkungan yang selalu berubah. Dalam menghadapi kondisi demikian, perawat diharapkan

mampu menganalisis secara teoritis faktor yang ada dalam setiap situasi. Hal tersebut

dimaksudkan agar perawat mampu mengambil keputusan yang tepat. Agar pelayanan

keperawatan yang diberikan sesuai dengan kebutuhan klien. Terlebih dalam kontks keperawatan
komunitas, dimana klien yang dihadapi bukan hanya individu, melainkan juga keluarga dan

komunitas itu sendiri.

Keberhasilan praktik keperawatan komunitas dipengaruhi oleh terbinanya hubungan yang

baik dengan masyarakat. Hubungan itu akan tercipta dengan pendekatan yang dilakukan,

sehingga nantinya dapat memberikan perawatan kesehatan yang sesuai kebutuhan melalui proses

keperawatan yang mendalam.

C. ASUMSI DASAR DAN KEYAKINAN


perawat bekerja diberbagai tempat, dalam berbagai peran dan dengan berbagai pemberi

pelayanan yang berkaitan dengan profesi kesehatan. Perawatan di komunitas difokuskan untuk

meningkatkan dan mempertahankn kesehatan, pendidikan, dan manajemen serta

mengkoordinasikan dan melanjutkan perawatan restoratif didalam lingkungan komunitas klien.

Asumsi dasar dan keyakinan keperawatan komunitas menurut American Nurse Association

(1989) dalam potter & perry (2005), yaitu :

1. Keperawatn kesehatan komunitas merupakan sistem pelayanan kesehatan yang bersifat

kompleks.

2. Keperawatan kesehatan komunitas merupakan subsistem pelayanan kesehatan.

3. Pelayanan kesehatan primer, sekunder, dan tersier merupakan komponen sistem

pelayanan kesehatan.

4. Pelayanan kesehatan seharusnya tersedia, dapat terjangkau dan diterima oleh semua

orang.

5. Penentuan kebijakan kesehatan seharusnya melibatkan penerima pelayanan kesehatan.

6. Perawat dan klien membentuk hubungan kerja sama yang menunjang pelayanan

kesehatan.

7. Lingkungan mempunyai pengaruh terhadap kesehatan klien, serta kesehatan menjadi

tanggung jawab setiap individu.


BAB II
TREN DAN ISU KEPERAWATAN KOMUNITAS

A. TREN PRAKTEK KEPERAWATAN MELALUI HOME CARE


Masalah kesehatan di indonesia saat ini dihadapkan pada transisi epidemiologi dari

penyakit menular ke penyakit kronis serta degeneratif. Kondisi tersebut disebabkan oleh

perubahan struktur pendidikan dan gaya hidup masyarakat. Perubahan tersebut menyebabkan

pola perawatan jangka panjang sangat dibutuhkan.seiring dengan itu, konsep pelayanan

kesehatan pun berubah. Konsep yang tadinya masyarakat mendatangi onstitusi pelayanan

keseehatan seperti rumah sakit dan puskesmas menjadi pelayanan kesehatan yang mendatangi

masyarakat. Oleh karena itu, paradigma bahwa rumah sakit adalah tempat paling penting dalam

penyembuhan dan perawatan klien sudah mulai berubah menjadi perawatan dirumah (home

care).

Hampir semua orang setuju bahwa rumah merupakan tempat paling baik iuntuk

melakukan pelayanan kesehatan, terutama untuk meningkatkan tingkat kemandirian klien. Tidak

hanya memberikan perawatan yang lebih murah, home care juga merupakan langkah kunci

untuk mencapai derajat kesehatan yang optimal untuk banyak klien. Konsep home care dapat

meningkatkan kualitas pelayanan dan meningkatkan rawat inap dipelayanan kesehatan karena

kindisi kronis atau efek samping. Konsep home care juga dapat menghindari kesalahan yang

sering dilakukan dirumah jika tidak ada perawat seperti kesalahan pengobatan atau terjatuh.

1. Defenisi home care


Home care merupkan penyediaan pelayanan dan peralatan profesional perawat bagi klien

dan keluarganya dirumah untuk menjaga kesehatan, edukasi pencegahan penyakit, diagnosis dan

penanganan penyakit,terapi paloatif dan rehabilitatif. Depkes (2002) menyebutkan bahwa home

care merupakan pelayanan kesehatan yang berkesinambungan dengan komprehensif yang

diberikan kepada individu dan keluarga ditempat tinggal mereka untuk meningkatkan,

mempertahankan atau memaksimalkan tingkat kemandirian dan meminimalkan akibat penyakit.

Menurut Direktorat Bina Pelayanan Keperawatan Departemen Kesehatan RI dalam makalahnya

pada seminar nasional 2007 tentang “Home care: Bukti Kemandirian Perawat” menyebutkan

bahwa home care sebagai salah satu bentuk praktik mandiri perawat. Home care merupakan

sintesis dari pelayanan keperawatan kesehatan komunitas dan keterampilan teknis keperawatan

klinik yang berasal dari spesialisasi keperawatan tertentu.

2. Tujuan Home Care

Home care mencakup upaya untuk menyembuhkan, mempertahankan, memelihara, dan

meningkatkan fisik, mental, emosi klien. Pelayanan diberikan dirumah dengan melibatkan klien

dan keluarganya atau pemberi pelayanan yang lain. Tujuan khusus home hare antara lain:

a. Terpenuhinya kebutuhan dasar bagi klien secara bio, psiko, sosio, spiritual

b. Meningkatnya kemandirian klien dan keluarga dalam pemeliharan dan perawatan anggota

keluarga yang memiliki masalah kesehatan

c. Terpenuhinya pelayanan keperawatan kesehatan dirumah sesuai kebutuhan klien

Home care merupakan salah satu jenis perawatan jangka panjang (long term care) yang

dapat diberikan kepada tenaga profesional maupun non profesional yang telah mendapat

pelatihan. Home care merupakan lanjutan dari asuhan keperawatan yang dilakukan dirumah

sakit yang termasuk dalam rangka pemulangan (discharge plenning) dan dapat dilaksanakan oleh

perawat dari rumah sakit semula, oleh perawat komunitas dimana klien berada, atau tim

keperawatan khusus yang menangani klien di rumah. Pelayanan home care merupakan suatu
komponen rentang keperawatan yang bekesinambungn dan komprehensif diberikan kepada

individu dan keluarga ditempat tinggal mereka.

3. Manfaat Home Care

Manfaat dari pelayanan home care bagi klien menurut triwibowo(2012)antara lain:

a. Pelayanan akan lebih sempurna, holostik, dan komprehensif

b. Pelayanan lebih profesional

c. Pelayanan keperawatan mandiri bisa diaplikasikan dengan dibawah naungan legal dan

etik keperawatan

d. Kebuuhan klien akan dapat terpenuhi sehingga klien akan lebih nyaman dan puas dngan

asuhan keperawatan yang profesional

4. Prinsip Home Care

Prinsip-prinsip home care menurut triwibowo (2012) adalah sebagai berikut:

a. Pengelolaan pelayanan keperawatan kesehatan dirumah dilaksanakan oleh perawat/TIM

yang memiliki keahlian khusus dibidang tersebut.

b. Mengaplikasikan konsep sebagai dasar mengambil keputusan dalam praktik.

c. Mengumpulkan dan mencatat data dengan sistematis, akurat dan komprehensif secara

terus menerus.

d. Menggunakan data hasil pengkajian untuk menetapkan diagnosis keperawatan.

e. Mengembangkan rencana keperawatan didasarkan pada diagnosis keperawatan yang

dikaitkan dengan tindakan-tindakan pencegahan, terapi dan pemulihan.

f. Memberikan pelayan keperawatan dalam rangka menjaga kenyamanan, penyembuhan,

peningkatan kesehatan dan pencegahan komplikasi.

g. Mengevaluasi secara terus menerus respon klien dan keluarganya terhadap intervensi

keperawatan.
h. Bertanggung jawab terhadap klien dan keluarganya akan pelayanan yang bermutu

melalui manajemen kasus, rencana penghentian asuahan keperawatan (discharge

planning), dan koordinasi dengan sumber-sumber dikomunitas.

i. Memelihara hubungan diantara anggota tim untuk menjamin agar kegiatan yang

dilakukan anggota tim saling mendukung.

j. Mengembangkan kemampuan profesional dan berkontribusi pada pertumbuhan

kemampuan profesional tenaga yang lain.

k. Berpartisifasi dalam aktivitas riset untuk mengembangkan pengetahuan pelayanan

keperawatan kesehatan di rumah.

l. Menggunakan kode etik keperawatan dalam melaksanakan praktik keperawatan.

5. Faktor pendorong perkembangan home care

Bentuk pelayanan kesehatan yang saat ini dikenal masyarakat dalam sistem pelayanan

kesehatan adalah rawat inap dan rawat jalan. Banyak anggota masyarakat yang menderita sakit

karena berbagai pertimbangan terpaksa dirawat dirumah dan tidak dirawat inap di institusi

pelayanan kesehatan. Faktor-faktor yang mendorong perkembangan home care menurut

triwibowo (20120 adalah:

a. kasus-kasus penyakit terminal dianggap tidak efektif dan tidak efesien apabila dirawat di

institusi pelayanan kesehatan. Misalnya klien kanker stadium akhir secara medis belum

ada upaya yang dapat dilakukan untuk mencapai kesembuhan. Contoh lain pada klien

dengan gagal ginjal kronis yang harus menjalani terapi hemodialisa, kini sudah

berkembang pelayanan hemodialisa dengan Countinous Ambulatory Peritoneal Dialysis

(CAPD) yang memungkinkan klien dapat melakukan cuci darah sendiridi rumah.

b. Keterbatasan masyarakat untuk membiayai pelayanan kesehatan pada kasus-kasus

penakit degeneratif yang memerlukan perawatan yang relatif lama. Hal itu dapat

berdampak pada meningkatnya kasus-kasus yang memerlukan tindak lanjut perawatan di

rumah. Misalnya klien pasca stroke yang mengalami komplikasi kelumpuhan dan
memerlukan pelayanan rehabilitas waktu yang rekatif lama. Contoh lain klien dengan

ulkus diabetikum yang memerlukan perawatan luka kronis yang relatif lama.

c. Manajemen rumah sakit yang berorintasi pada profit, merasakan bahwa perawatan klien

yang lama ( lebih dari 1 minggu) tidak menguntungkan bahkan menjadi beban dari

manajemen.

d. Banyak orang merasakan bahwa dirawat di institusi pelayanan kesehatan membatasi

kehidupan manusia, karena seseorang tidak menikmati kehidupan secara optimal karena

terkait dengan aturan-aturan yang ditetapkan.

e. Lingkungan di rumah ternyata dirasakan lebih nyaman bagi sebagian klien dibandigkan

dengan perawatan diruma sakit, sehingga dapat mempercepat kesembuhan.

B. PENTINGNYA PERKEMAS MENJADI UPAYA KESEHATAN WAJIB


PUSKESMAS
Pembangunan kesehatan bertujuan untuk meningkatkan kesadaran, kemauan, dan

kemampuan hidup sehat bagi setiap orang agar terwujud derajat kesehatan masyarakat yang

setinggi-tingginya. Untuk mencapai tujuan tersebut, diperlukan upaya pembangunan kesehatan

yang menyeluruh dan berkesinambungan. Paradigma sehat mengalami perubahan yang

sebelumnya fokus pada upaya kuratif dan rehabilitatif menjadi fokus pada upaya preventif dan

promotif.

Perawat merupakan tenaga kesehatan yang memiliki jumlah paling banyak di indonesia.

Tabel 2.1 Data Sumber Daya Kesehatan Pada Fasilitas Pelayanan Kesehatan

Sumber daya kesehatan

No (Tenaga Kesehatan) 2010 2011 2012 2013

1. Dokter Spesialis 8.403 16.574 27.333 38.895

2. Dokter Umum 25.333 33.1172 37.364 42.398

3. Dokter Gigi 8.731 10.575 11.826 13,114


4. Perawat 169.797 230.280 235.496 296.1126

5. Bidan 96.551 120.924 126.276 136.917

6. Kefarmasian 18.022 25.439 31.223 46.764

7. Tenaga Kesehatan 64.908 99.631 97.904 125.609

Lainnya

8. Tenaga Non Nakes 109.307 124.694 139.812 197.272

Sumber: www.bppsdmk.depkes.go.id (Oktober,2013)

Tabel diatas menunjukkan bahwa perawat merupakan tenaga kesehatan yang paling

bnayak di indonesia. Tidak hanya dari sisi kuantitas, dari sisi kualitas dalam kaitannya tingkat

pendidikan keperawatan pun semakin meningkat. Perawat telah memiliki jenjang pendidikan

doktoral. Dalam bidang komunitas pun perawat memiliki spesialisasi khusus keperawatan

komunitas. Dengan demikian, perawat memiliki peran strategis dalam upaya pembangunan

kesehatan, khususnya dalam komunitas.

Kementrian kesehatan melalui Direktorat Bina Pelayanan Keperawatan Dan Keteknisan

Medik telah melakukan pelayanan keperawatan di puskesmas dan masyarakat melelui pelayanan

keperawatan kesehatan masyarakat (Perkesmas) yang telah ditur dalam KMK

NO.279/MENKES/SK/IV/2006 tentang Pedoman Penyelenggaraan Upaya Keperawatan

Kesehatan Masyarakat di puskesmas. Perkesmas merupakan upaya strategis ntuk mengatasi

permasalahan kesehatan masyarakat dengan sasaran individu, keluarga, kelompok, dan

masyarakat, serta memberikan kontribusi terhadap peningkatan kesehatan masyarakat. Hal

tersebut terkait dengan substansi pelayanan perkesmas yang mencakup 3 (tiga) tingkatan

pencegahan yaitu pencegahan primer, sekunder, dan tersier. Namun demikian, menurut hasil

rekernas Ikatan Perawat Kesehatan Komunitas Indonesia (IPKKI) di jakarta tahun 2011

menyebutkan bahwa pelaksanaan perkesmas tidak berjalan optimal karena beberapa hal, seperti:

a. Perkesas saat ini masih menjadi program perkembangan di puskesmas sehingga kurang

mendapat respon baik beberapa puskesmas karena harus melaksanakan program wajib
yang lebih prioritas.

b. Beberapa puskesmas tidak memiliki dokter sehingga perawat banyak melakukan tugas

ganda antara lain sebagai pemegang program, bendahara, dan tugas lainnya di

puskesmas, sehingga tidak mempunyai waktu yang cukup untuk melaksanakan

perkesmas.

c. Sebagian besar tenaga perawat di Puskesmas berlatar belakang pendidikan SPK sehingga

perlu mendapat peningkatan kemampuan terkait perkesmas sebelum melaksanakan

program puskesmas.

d. Beberapa puskesmas masih ragu melaksanakan Bantuan Operasional Kesehatan (BOK),

karena kurang jelas apakah BOK dapat digunakan untuk perkesmas.

Oleh karena itu, perkesmas yang merupakan upaya strategis dalam pembangunan

kesehatan perlu diupayakan menjadi program wajib di Puskesmas. Dasar pemikiran perlunya

perkesmas menjadi upaya kesehatan wajib menurut hasil rekernas Ikatan Perawat Kesehatan

Komunitas Indonesia (IPKKI) di Jakarta tahun 2011 adalah:

a. Dasar filosofis

Asuhan keperawatan yang diberikan kepada individu, keluarga, kelompok, dan

masyarakat secara bermutu dan merata dimana perawat perkesmas mempunyai tanggung

jawab memelihara dan meningkatkan kesehatan masyarakat melalui pemberdayaan

keluarga dan masyarakat untuk mencapai tujuan yaitu kemandirian masyarakat.

b. Dasar sosiologis

Sasaran pembinaan perkesmas diproritaskan kepada keluarga miskin dan mengalami

penyakit HIV/AIDS, TB, malaria, dan masalah gizi atau kelompok didaerah kumuh

sehingga dapat menunjang pencapaian MDGs.

c. Dasar yuridis

1) Sasaran perkesmas sesuaidengan KMK no. 279/2006 terdiri dari individu, keluarga,

kelompok, dan masyarakat jika perkesmas menjadi program wajib Puskesmas, maka
perawat akan lebih fokus dalam melaksanakan peran fungsinya pada area tersebut,

terutama dalam pembinaan kemandirian keluarga dalam kesehatannya, sehingga

dapat menunjang visi kementrian kesehatan yaitu menciptakan masyarakat sehat

yang mandiri dan berkeadilan lebih muda dicapai.

2) Perkesmas menjadi program wajib Puskesmas, akan mempengaruhi kebijakan daerah

dalam menentukan peraturan, SPM Kabupaten/kota,tenaga, dana, alat, dan dukungan

lainnya terhadap program perkesmas agar dapat dilaksanakan sesui standar.

d. Dasar ekonomi

1) Perkesmas menjadi program wajib Puskesmas, akan memotivasi perawat di

Puskesmas untuk melaksanakan program diatas sehingga masalah kesehatan yang

muncul di dalam pelayanan gedung dan luar gedung Puskesmas akan mudah

terdeteksi, sehingga masalah kesehatan dapat dilakukan promotif dan preventif secara

optimal.

2) Perkesmas menjadi program wajib Puskesmas, akan menciptakan budaya kerja yang

harmonis dan kolaborasi dan sinergi antar petugas kesehatan di Puskesmas, karena

banyak masalah yang akan ditemukan oleh perawat ketika melakukan perawatan di

keluarga, kelompok atau masyarakat yang perlu diselesaikan bersama dengan tim

kesehatan lainnya.

3) Sebagian besar tenaga keshatan dipuskesmas adalah perawat, sehingga sangat efektif

dan efesien jika dioptimalkan perannya melalui program perkesmas dalam mencapai

program SPM yang ditetapkan oleh pemerintah atau Kab/Kota, sesuai dengan

Kepmenpam no. 94/2001, bahwa tugas pokok perawat adalah memberikan asuhan

keperawataan kepada individu, keluarga, kelompok, dan masyarakat agar mandiri

dalam upaya kesehatannya.


BAB III

KONSEP KEPERAWATAN KOMUNITAS

A. PENDAHULUAN
Pelayanan keperawatan adalah suatu bentuk pelayanan professional yang merupakan

bagian integral dari pelayanan yang didasarkan pada ilmu dan kiat keperawatan, berbentuk

pelayanan bio-psiko-sosio-spiritual yang komprehensif yang ditujukan kepada individu ,

keluarga dan masyarakatbaik sakit maupun sehat yang mencakup seluruh proses kehidupan

manusia. Aspek keperawatan lebih dari sekedar merawat tetapi juga menjaga. Keperawatan

membagi tanggung jawab untuk menjaga kesehatan dan kesejahteraan seluruh manusia di

komunitas dan keperawatan berpartisipasi dalam program yang disusun untuk mencegah

penyakit dan mempertahankan kesehatan. Perawatan di komunitas difokuskan untuk

meningkatkan dan mempertahankan kesehatan, pendidikan, dan menajemen serta

mengkoordinasi dan melanjutkan perawatan restorative di dalam lingkungan komunitas klien

(potter & perry, 2005).


B. PENGERTIAN KEPERAWATAN KOMUNITAS
Sumijatun,et.al. (2006) mendefinisikan komunitas sebagai sekelompok masyarakat yang

mempunyai persamaan nilai (value), perhatian (interest) yang merupakan kelompok khusus

dengan batas-batas geografi yang jelas, dengan normal dan nilaiyang telah melembaga.

Sementara Kozier,et al. (1997) mengatakan bahwa komunitas adalah sekumpulan orang, tempat

mereka dapat berbagi atribut dalam kehidupannya. Dapat disebabkan karena meraka tinggal

dalam satu lokasi atau adanya kesamaan minat. Komunitas juga dapat diartikan sebagai

sekelompok individu yang tinggal pada wilayah tertentu, memiliki nilai-nilai keyakinan dan

minat yang relative sama, serta berinteraksi satu sama lain untuk mencapai tujuan. Komunitas

juga merupakan suatu sistem sosial yang setiap anggotanya baik formal maupun informal saling

berinteraksi dan bekerja sama untuk suatu keuntungan seluruh anggotanya.

Keperawtan kesehatan komunitas merupakan sintesa dari praktek keperawatan dan

praktek kesehatan masyarakat, yang sebagian besar tujuannya adalah menjaga tahun 2004 dan

mendefinisikan keperawatan kesehatan komunitas sebagai tindakan untuk meningkatkan dan

mempertahankan kesehatan dari populasi dengan mengintegrasikan kesehatan masyarakat.

Praktek tersebut dilakukan secara komprehensif, tidak terbatas pada kelompok tertentu,

berkelanjutan dan tidak terbatas pada perwatan yang bersifat episodik. Menurut Stanhope &

Lancaster (2000), keperawatan keehatan komunitas adalah praktek keperawatan dalam

komunitas dengan focus primer pada pelayanan kesehatan individu, keluarga dan kelompok

dalam komunitas. Tujuannya dalah untuk menjaga, melindungi, memajukan dan memelihara

kesehatan.

Sedangkan Depkes (2006), menjelaskan bahwa keperawatan kesehatan masyarakat

(perkesmas) pada dasarnya adalah pelayanan keperawatan professional yang merupakan

perpaduan antara konsep kesehatan masyarakat dan konsep keperawatan yang ditujukan kepada

seluruh masyarakat dengan penekanan pada kelompok resiko tinggi. Dalam upaya pencapaian

derajat kesehatan yang optimal dilakukan melalui peningkatan kesehatan (promotif) dan

pencegahan penyakit (preventif) di semua tingkat pencegahan (levels of prevention)dengan


menjamin keterjangkauan pelayanan kesehatan yang dibutuhkan dan melibatkan klien sebagai

mitra kerja (partner)dalam perencanaan, pelaksanaan, dan evaluasi pelayanan keperawatan.

C. TUJUAN KEPERAWATAN KOMUNITAS


Pelayanan keperawatan diberikan secara langsung (direct care)kepada seluruh

masyarakat dalam rentang sehat sakit dengan mempertimbangkan seberapa jauh masalah

kesehatan masyarakat mempengaruhi individu, keluarga, dan kelompok maupun

masyarakat.Tujuan umum pelayanan keperawatan komunitas dalam pedoman penyelenggaraan

upaya kesehatan masyarakat di puskesmas dalah untuk meningkatkan kemandirian masyarakat

yang optimal. Sedangkan tujuan khususnya adalah sebagai berikut :

1. Meningkatkan pengetahuan, sikap dan perilaku individu, keluarga , kelompok dan masyarakat

tentang kesehatan.

2. Meningkatkan penemuan dini kasus-kasus prioritas.

3. Meningkatkan penanganan keperawatan kasus prioritas di puskesmas.

4. Meningkatkan penanganan kasus prioritas yang mendapatkan tindak lanjut keperawatan di

rumah.

5. Meningkatkan akses keluarga miskin mendaat pelayanan kesehatan / keperawatan kesehatan

masyarakat.

6. Meningkatnya pembinaan keperawatan kelompok khusus.

7. Memperluas daerah binaan keperawatan di masyarakat.

D. FUNGSI KEPERAWATAN KOMUNITAS


Fungsi merupakan rincian tugas yang sejenis atau erat hubungannya satu sama lain untuk

dilakukan menurut sifat atau pelaksanaanya. Fungsi keperawatan komunitas erat kaitannya

dengan aspek khusus dari suatu tugas tertentu dalam komunitas. Adapun fungsi keperawatan

komunitas adalah sebagaiberikut :

1. Memberikan pedoman dan bimbingan yang sistematis dan ilmiah bagi kesehatan

masyarakat dan keperwatan dalam memecahkan masalah kesehatan komunitas melalui


asuhan keperawatan.

2. Agar masyarakat mendapatkan pelayanan yang optimal sesuai dengan kebutuhannya di

bidang kesehatan.

3. Memberikan asuhan keperawatan melalui pendekatan pemecahan masalah, komunikasi

yang efektif dan efisien serta melibatkan peran serta masyarakat.

4. Agar masyarakat bebas mengemukakan pendapat berkaitan dengan permasalahan atau

kebutuhannya sehingga mendapatkan penanganan dan pelayanan yang cepat dan pada

akhirnya dapat mempercepat proses penyembuhan.

E. RUANG LINGKUP KEPERAWATAN KOMUNITAS


Lingkup pelayanan kesehatan yang diberikan kepada masyarakat meliputi upaya

kesehatan perorangan (UKP) maupun upaya kesehatan masyarakat (UKM).Pelayanan kesehatan

yang diberikan lebih difokuskan pada upaya promotif dan preventif tanpa mengabaikan kuratif

dan rehabilitative.

Upaya promotif dikukan untuk meningkatkan kesehatan individu, keluarga, kelompok,

dan msyarakat dengan melakukan kegiatan pendidikan kesehatan (healt education), penyuluha

kesehatan masyarakat (PKM) seperti penyuluhan tentang peningkatan gizi, pemeliharaan

kesehatan perorangan, pemeliharaan ksehatan lingkungan (kesling), pengamatan tumbuh

kembang anak, dan pendidikan seks (sex education).

Upaya preventif meliputi pencegahan tingkat pertama atau primer (primary prevention),

pencegahan tingkat kedua atau sekunder (secondary prevention)maupun pencegahan tingkat

ketiga atau tersier (tertiary prevention).Pencegahan primer merupakan pencegahan yang

dilakukan pada tahap prepatogenesis atau tahap sebelum terjadinya penyakit.Pencegahan primer

dimasukkan agar masyarakat tetap berada pada kondisi sehat optimal (stage optimal health)dan

tidak jatuh dalam kondisi sakit.Upaya pencegahan primer juga termasuk didalamnya adalah

upaya promotif ditambah dengan upaya perlindungan umum dan khusus (general and spesific

protection). Bentuk upaya perlindungan kesehatan umum dan khusus tersebut dapat dilakukan

melalui imunisasi, kebersihan diri, perlindungan diri dari kecelakaan (accidental safety),
perlindungan diri dari lingkungan, kesehatan kerja (occupational safety), perlindungan diri

karsinogen, toksin dan alergen, serta pengendalian sumber-sumber pencemaran.

Pencegahan sekunder merupakan pencegahan yang dilakukan pada tahap saat terjadinya

penyakit.Pencegahan dimulai pada saat bibit penyakit masuk ke dalam tubuh manusia sampai

munculnya gejala atau gangguan kesehatan. Pencegahan bertujuan untuk menghambat proses

perjalanan penyakit sehingga dapat memperpendek waktu sakit dan dapat menurunkan tingkat

keparahan penyakit. Pencegahan sekunder dilakukan melalui 2 (dua) kelompok kegiatan , yaitu :

1. Diagnosis dini dan pengobatan segera

Bentuk kegiatan yang dapat dilakukan adalah penemuan kasus secara dini (early case

finding), pemeriksaan umum lengkap (general chek-up), pemeriksaan massal (mass screening),

survei kontak, sekolah dan rumah (contact, school, and householdsurvey), penanganan kasus

(case holding), serta pengobatan adekuat (adequate treatment).

2. Pembatasan kecatatan

Pembatasan kecatatan dilakukan melalui upaya penyempurnaan dan identifikasi terapi

lanjutan, pencegahan komplikasi, perbaikan fasilitas kesehatan, penurunan beban sosial

penderita, dan lain sebagainya. Bentuk kegiatan dapat dilakukan melalui berbagai program

seperti program pemberantasan penyakit menular (P2M) dengan kegiatan surveillance (active

and passive case detection), program gizi dengan kegiatan penimbangan anak balita, program

kesehatan ibu dan anak (KIA) dengan kegiatan deteksi dini factor risiko gangguan dan kelainan

kehamilan, program usaha kesehatan sekolah (UKS) dengan kegiatan deteksi dini gangguan

kesehatan gigi dan mata.

Pencegahan tersier merupakan upaya pencegahan pada masyarakat yang telah sembuh

dari sakit serta mengalami kecacatan. Pencegahan tersier dimulai pada saat cacat atau

ketidakmampuan terjadi sampai kondisi stabil atau menetap dan tidak dapat diperbaiki

(irreversible). Kegiatan dilakukan melaluikegiatan rehabilitasi meliputi aspek medis dan

sosial.Rehabilitas sebagai tujuan pencegahan tersier dimaksudkan untuk mengembalikan


individu pada tingkat fungsi optimal dari ketidakmampuannya. Bentuk kegiatan uang dapat

dilakukan seperti latihan fisik pada penderita stroke, terapi kerja (work therapy) pada penderita

setelah gangguan jiwa, latihan batu efektif pada penderita tuberkulosis paru, perawatan

kolostomi di rumah, dan latihan pengunaan continous ambulatory peritoneal dialysis(CAPD)

pada penderita gagal ginjal kronis yang membutuhkan terapi penggantian ginjal.

Pelayanan keperawatan komunitas dapat diberikan secara langsung (direct care) pada

semua tatanan pelayanan kesehatan, yaitu :

1. Di dalam unit pelayanan kesehatan.

Contohnya Rumah Sakit, Puskesmas, dan pelayanan kesehatan lain yang mempunyai

pelayanan rawat jalan dan rawat inap.

2. Di rumah (home care)

Perawat home care memberikan pelayanan secara langsung pada keluarga di rumah yang

menderita penyakit akut maupun kronis. Peran home care dapat meningkatkan fungsi

keluarga dalam merawat anggota keluarga yang mempunyai risiko tinggi masalah

kesehatan.

3. Di sekolah

Perawat sekolah dapat melukakan perawatan sesaat (day care) diberbagai institusi

pendididkan seperti TK, SD, SMP, SMA, dan perguruan tinggi baik pada siswa, guru serta

karyawan. Perawat sekolah melaksanakan program screening kesehatan, mempertahankan

kesehatan, dan pendididkan kesehatan.

4. Di tempat kerja atau industri

Perawat dapat melakukan kegiatan perawatan langsung dengan kasus kesakitan atau

kecelakaan minimal di tempat kerja atau di kantor, home industry/industri, pabrik dan lain

sebagainya. Kegiatan yang dilakukan dapat melalui pendidikan kesehatan untuk keamanan

dan keselamatan kerja, alat perlindungan diri (APD), nutrisi seimbang, penurunan stress,

olahraga dan penanganan perokok serta pengawasan makanan.


5. Di barak-barak penampungan

Perawat memberikan tindakan perawatan langsung (direct care) terhadap kasus akut,

penyakit kronis, dan kecacatan fisik ganda, dan mental.

6. Dalam kegiatan Puskesmas keliling

Pelayanan keperawatan dalam Puskesmas keliling diberikan kepada individu, kelompok

masyarakat di pedesaaan, serta kelompok terlantar.Pelayanan keperawatan yang dilakukan

adalah pengobatan sederhana, screening kesehatan, perawatan khusus penyakit akut dan

kronis, pengelolaan dan rujukan kasus penyakit.

7. Di panti atau kelompok khusus lain

Seperti panti asuhan anak, panti werda, dan panti sosial lainnya serta rumah tahanan

(rutan) atau lembaga permasyarakatan (lapas).

8. Pelayanan pada kelompok kelompok risiko tinggi

a. Pelayanan perawatan pada kelompok wanita, anak-anak, lansia yang mendapat

perlakuan kekerasan.

b. Pelayanan keperawatan di pusat pelayanankesehatan jiwa.

c. Pelayanan keperawatan dipusat pelayanan penylahgunaan obat.

d. Pelayanan keperawatan ditempat penampungan kelompok lansia, gelandangan

pemulung atau pengemis, kelompok penderita HIV (ODHA atau orang dengan HIV-

AIDS), dan WTS.

F. SASARAN KEPERAWATAN KOMUNITAS


Sasaran keperawatan komunitas adalah seluruh masyarakat termasuk individu, keluarga,

kelompok khusus, dan masyarakat baik sehat maupun sakit serta yang beresiko tinggi mengalami

masalah kesehatan. Adapun sasaran dalam pelayanan keperawatan komunitas terdiri dari :

1. Individu

Individu merupakan anggota keluarga sebagai kesatuan utuh dari aspek biologi,

psikologi, sosial, dan spiritual. Permasalahan kesehatan yang terjadi pada individu dapat

memengaruhi anggota keluarga lain dan selanjutnya dapat memengaruhi komunitas.


Permasalahan kesehatan yang dapat terjadi pada individu di komunitas seperti kasus diabetes

mellitus (DM), tuberkulosis (TB), darah tinggi atau hipertensi, dan lain sebagainya.Pada tingkat

individu, perawat dapat memberikan berbagai upaya pelayanan keperawatan untuk membantu

individu dalam memenuhi kebutuhan dasarnya.

2. Keluarga

Keluarga merupakan unit terkecil dalam masyarakat yang terdiri dari kepala keluarga (KK)

dan anggota keluarga lain yang tinggal dalam satu rumah karena pertalian darah, ikatan

perkawinan atau adopsi. Anggota keluarga yang mengalami masalah kesehatan dirawat sebagai

bagian dari keluarga.Sehingga seperti halnya pada individu, masalah kesehatan yang terjadi pada

satu keluarga dapat juga mempengaruhi kondisi komunitas. Hal tersebut disebabkan karena antar

keluarga keluarga yang satu dengan yang lain dalam masyarakat cenderung saling

ketergantungan dan saling berinteraksi. Interaksi dapat terjadi dalam berbagai aspek kehidupan

bermasyarakat termasuk aspek kesehatan. Sasaran pelayanan keperawatan komunitas pada

keluarga yaitu :

a. Keluarga Sehat

Kriteria keluarga sehat yang menjadi sasaran pelayanan keperawatan keluarga jika seluruh

anggota keluarga dalam kondisi sehat tetapi memerlukan antisipasi terkait dengan siklus

perkembangan manusia dan tahapan tumbuh kembang keluarga. Focus intervasi

keperawatan terutama pada promosi kesehatan dan pencegahan penyakit.

b. Keluarga risiko tinggi dan rawan kesehatan

Dimaksud keluarga risiko dan rawan kesehatan dimana satu atau lebih anggota

keluarganya memerlukan perhatian khusus.Keluarga risiko tinggi termasuk keluarga yang

memiliki kebutuhan untuk menyesuaikan diri terkait siklus perkembangan anggota

keluarga dengan faktor risiko penurunan status kesehatan.Misalnya bayi BBLR, balita gizi

buruk, bayi atau balita yang belum diimunisasi, ibu hamil risiko tinggi seperti pendarahan,

infeksi, serta hipertensi, remaja penyalahguna narkoba.


c. Keluarga dengan tindak lanjut perawatan

Keluarga yang anggota keluarganya mempunyai masalah kesehatan dan memerlukan

tindak lanjut pelayanan keperawatan.Misalnya pada keluarga pasca hospitalisasi penyakit

kronik, penyakit degeneratif, tindakan pembedahan, dan penyakit terminal.

3. Kelompok Khusus

Kelompok khusus merupakan sekumpulan individu yang mempunyai kesamaan

permasalahan kesehatan yang memerlukan kebutuhan kesehatan khusus yang dapat

diklasifikasikan menurut usia, jenis kelamin maupun permasalahan kesehatan yang dialami.

Kelompok tersebut dapat dibagi menjadi tiga yaitu :

a. Kelompok khusus akibat perkembangan dan pertumbuhan

Contohnya adalah kelompok balita, lansia, remaja, kelompok ibu hamil, ibu melahirkan, ibu

menyusui, dan lain sebagainya.

b. Kelompok khusus yang memerlukan pengawasan dan bimbingan

Contohnya adalah kelompok penderita penyakit menular, penyakit tidak menular, kelompok

cacat fisik, cacat mental, serta cacat sosial.

c. Kelompok khusus dengan risiko tinggi terserang penyakit

Contohnya adalah kelompok wanita tua susila (WTS), kelompok pekerja tertentu dalam

masyarakat, kelompok penyalahgunaan obat dan narkotika, dan lain sebagainya.

Sasaran kelompok juga dapat diartikan sebagai kelompok masyarakat khusus yang rentan

terhadap timbulnya masalah kesehatan baik yang terikat maupun tidak terikat dalam suatu

institusi, yaitu :

a. Kelompok masyarakat khusus tidak terikat dalam suatu institusi antara lain Posyandu,

Kelompok Balita, Kelompok ibu hamil, Kelompok Usia Lanjut, Kelompok penderita

penyakit tertentu, kelompok pekerja informal.

b. Kelompok masyarakat khusus terikat dalam suatu institusi, antara lain sekolah, pesantren,

panti asuhan, panti usia lanjut, rumah tahanan (rutan), lembaga permasyarakatan (lapas).
4. Masyarakat

Sasaran masyarakat adalah masyarakat yang rentan atau mempunyai risiko tinggi terhadap

timbulnya masalah kesehatan, diprioritaskan pada :

a. Masyarakat disuatu wilayah (RT, RW, Kelurahan atau Desa) yang mempunyai :

1) Jumlah bayi meninggal lebih tinggi dibandingkan daerah lain.

2) Jumlah penderita penyakit tertentu lebih tinggi dibandingkan daerah lain.

3) Cakupan pelayanan kesehatan lebih rendah dari daerah lain.

b. Masyarakat di daerah endemis penyakit menular seperti tuberkulosis, malaria, diare,

demam berdarah, dan lain sebagainya.

c. Masyarakat di lokasi atau barak pengungsian, akibat bencana, konflik atau akibat lainnya.

d. Masyarakat di daerah dengan kondisi geografi sulit antara daerah lain dengan terpencil,

terisolasi, daerah perbatasan, daerah yang tidak terjangkau pelayanan kesehatan.

e. Masyarakat di daerah pemukiman baru dengan transportasi sulit seperti daerah

transmigrasi.

G. PERAN PERAWAT KOMUNITAS

Peran merupakan seperangkat tingkah laku yang diharapkan oleh orang lain terhadap

seseorang sesuai kedudukannya dalam unit sosial (Robbins, 2002). Peran dipengaruhi oleh

keadaan sosial baik dari dalam maupun dari luar dan bersifat stabil. Banyak peranan yang dapat

dilakukan oleh perawat kesehatan masyarakat diantaranya adalah :

1. Pemberi Asuhan Keperawatan (Care provider)

Peran perawat sebagai care provider ditujukan kepada individu, keluarga, kelompok, dan

masyarakat berupa asuhan keperawatan masyarakat yang utuh (holistic) serta

berkesinambungan (komprehensif). Asuhan keperawatan dapat diberikan secara langsung

maupun secara tidak langsung pada berbagai tatanan kesehatan meliputi di puskesmas,
ruang rawat inap puskesmas, puskesmas pembantu, puskesmas keliling, sekolah, panti,

posyandu, dan keluarga.

2. Peran Sebagai Pendidik (Educator)

Peran sebagai pendidik (educator) menuntut perawat untuk memberikan pendidikan

kesehatan kepada individu, keluarga, kelompok, dan masyarakat baik di rumah,

puskesmas, dan di masyarakat secara terorganisis dalam rangka menanamkan perilaku

sehat, sehingga terjadi perubahan perilaku seperti yang diharapkan dalam mencapai

derajat kesehatan yang optimal. Perawat bertindak sebagai pendidik kesehatan harus

mampu mengkaji kebutuhan klien yaitu kepada individu, keluarga, kelompok

masyarakat, pemulihan kesehatan dari suatu penyakit, menyusun program penyuluhan

atau pendidikan kesehatan baik sehat maupun sakit. Misalnya penyuluhan tentang nutrisi,

senam lansia, manajemen stress, terapi relaksasi, gaya hidup bahakan penyuluhan

mengenai proses terjadinya suatu penyakit.

3. Peran Sebagai Konselor (Counselor)

Perawat sebagai konselor melakukan konseling keperawatan sebagai usaha memecahkan

masalah secara efektif.Pemeberian konseling dapat dilakukan dengan melibatkan

individu, keluarga, kelompok, dan masyarakat.

4. Peran Sebagai Panutal (Role Model)

Perawat kesehatan masyarakat harus dapat memberikan contoh yang baik dalam bidang

kesehatan kepada individu, keluarga, kelompok dan masyarakat tentang bagaimana tata

cara hidup sehat yang dapat ditiru dan dicontoh masyarakat.

5. Peran Sebagai Pembela (Advocate)

Pembela dapat diberikan kepada individu, kelompok atau tingkat komunitas.Pada tingkat

keluarga, perawat dapat menjalankan fungsinya melalui pelayanan sosial yang ada dalam

masyarakat.Seseorang pembela klien adalah pembela dari hak-hak klien. Pembela


termasuk di dalamnya peningkatan apa yang terbaik untuk klien, mamastikan kebutuhan

klien terpenuhi dan melindungi hak-hak klien.

6. Peran Sebagai Manager Kasus (care manager)

Perawat kesehatan masyarakat diharapkan dapat mengelola berbagai kegiatan pelayanan

kesehatan puskesmas dan masyarakat sesuai dengan beban tugas dan tanggung jawab

yang dibebankan kepadanya.

7. Peran Sebagai Kolaborator

Peran perawat sebagai kolaborator dapat dilaksanakan dengan cara bekerjasama dengan

tim kesehatan lain, baik dengan dokter, ahli gizi, ahli radiologi, dan lain-lain dalam

kaitannya membantu mempercepat proses penyembuhan klien. Tindakan kolaborasi atau

kerjasama merupakan proses pengambilan keputusan dengan orang lain pada tahap

proses keperawatan. Tindakan ini berperan sangat penting untuk merencanakan tindakan

yang akan dilaksanakan.

8. Peran Sebagai Penemu Kasus (Case Finder)

Melaksanakan monitoring terhadap perubahan-perubahan yang terjadi pada individu,

keluarga, kelompok dan masyarakat yang menyangkut masalah-masalah kesehatan dan

keperawatan yang timbul serta berdampak terhadap status kesehatan melalui kunjungan

rumah, pertemuan-pertemuan, observasi dan pengumpulan data.

H. PERBEDAAN PELAYANAN KEPERAWATAN DI KOMUNITAS DAN RUMAH


SAKIT
Pelayanan keperawatan di komunitas dan rumah sakit meiliki 5 (lima) aspek perbedaan,

yaitu :

Tabel 4.1 Perbedaan Pelayanan Keperawatan Rumah Sakit dengan Komunitas

No Aspek Perbedaan

Rumah Sakit Komunitas


1. Tempat kegiatan o Bangsal o Puskesmas

Perawatan o Rumah

o Klinik o Sekolah

o Perusuhaan

o Panti

2. Klien yang o Orang sakit o Orang sehat

Dilayani o Orang meninggal o Orang sakit

o Orang meninggal

3. Ruang lingkup o Kuratif o Promotif

Pelayanan o Rehabilitatif o Preventif

o Kuratif

o Rehabilitatif

o Resosiasi

4. Fokus Utama o Rasa aman o Peningkatan

Selama sakit kesehatan dan

Pencegahan penyakit

5. Sasaran o Individu o Individu

Pelayanan o Keluarga

o Kelompok

khusus

o Masyarakat
(Mubarak, Chayatin, & Santoso,2011)

BAB IV

PROSES KEPERAWATAN KOMUNITAS

1. PENDAHULUAN
Keperawatan komunitas merupakan area spesifik dari praktik keperawatan. Dalam

melakukan praktik keperawatan komunitas, perawat perlu memiliki kemampuan lebih terkait

dengan masyarakat. Perawat juga perlu memegang prinsip-prinsip seperti otoritas, keadilan serta

kerjasama dengan masyarakat sebagai penerima pelayanan keperawatan. Keperawatan

komunitas berorientasi pada proses pemecahan masalah melalui pendekatan proses keperawatan

dalam menghadapi masalah kesehatan yang ada di komunitas. Menirut Depkes (2006), dalam

penerapan proses keperawatan, terjadi proses alih peran dari perawat kepada klien sebagai

sasaran secara bertahap dan berkelanjutan untuk mencapai kemandirian sasaran dalam
menyelesaikan masalah kesehatannya. Proses alih peran tersebut digambarkan sebagai lingkaran

dinamis proses keperawatan berikut:

Gambar 5.1

Lingkaran dinamis

proses keperawatan

Berdasarkan uraian diatas, pelayanan keperawatan kesehatan masyarakat mempunyai ciri

sebagai berikut:

1. Merupakan perpaduan pelayanan keperawatan dan kesehatan masyarakat

2. Adanya kesinambungan pelayanan kesehatan (continiuity of care)

3. Proses pelayanan pada upaya peningkatan kesehatan ( promotif) dan pencegahan

penyakit ( preventif) baik pada pencegahan tingkat pertama, kedua maupun ketiga

4. Terjadi proses alih peran dari perawat kesehatan masyarakat kepada klien (individu,

keluarga, kelompok, masyarakat) sehingga terjadi kemandirian

5. Ada kemitraan perawat kesehatan masyarakat dengan masyarakat dalam upaya

kemandiria klien

6. Memerlukan kerjasama dengan tenaga kesehatan lain serta masyarakat.

Perawat komunitas bertanggungjawab membantu komunitas untuk tetap stabil

mempertahankan kesehatannya dengan memperhatikan kondisi lingkungan dan sosial.

Penyelesaian masalah kesehatan dalam komunitas menggunakan proses keperawatan yang

mengacu pada model dan frameworks keperawatan Community as Partner. Model tersebut

merupakan pengembangan Neuman’s Modelsyang digunakan dalam proses pengkajian sampai

dengan evaluasi.

A. PENGKAJIAN
Pengkajian keperawatan komunitas merupakan proses awaluntuk mengenal komunitas.

Tujuan dilakukannya pengkajian adalah untuk mendapatkan data mengenai fokus positif dan
negatif yang berbenturan dengan masalah kesehatan di masyarakat. Data yang didapatkan

kemudian digunakan sebagai data dasar untuk menentukan diagnosis dan rencana intervensi

asuhan keperawatan komunitas. Dalam tahap pengkajian ini terdapat 5 (lima) kegiatan, yaitu

pengumoulan data, pengolahan data, analisis data, perumusan atau penentuan masalah kesehatan

masyarakat dan prioritas masalah.

1. Pengumpulan data

Pengumpulan data dimaksudkan untuk memperoleh informasi mengenai masalah

kesehatan pada masyarakat sehingga dapat ditentukan tindakan yang harus diambil untuk

mengatasi masalah tersebut yang menyangkut asfek fisik, psikologis, sosial ekonomi dan

spiritual serta faktor lingkungan yang mempengaruhi. Pengumpulan data dapat dilakukan dengan

cara sebagai berikut:

a. Wawancara atau anamnese yaitu menanyakan atau tanya jawab sebagai bentuk

komunikasi yang direncanakan berkaitan dengan masalah yag dihadapi. Teknik

komunikasi yang digunakan adalah komunikasi terapeutik yang mencakup keterampilan

verbal, non verbal, empati, serta rasa kepedulian yang tinggi. Teknik verbal merupakan

pertanyaan terbuka maupun tertutup, menggali jawaban dan memvalidasi klien. Teknik

non verbal meliputi sikap mendengarkan aktif, diam, sentuhan, dan kontak mata.

b. Pengamatan atau observasi yaitu dengan mengamati perilaku dan keadaan komunitas

untuk memperoleh data berkaitan masalah kesehatan dan keperawatan.

c. Pemeriksaan fidik merupakan data penunjang untuk menemukan kebutuhan komunitas.

Pengkajian ini digunakan untuk memperoleh data objektif dari riwayat komunitas.

Data yang dipergunakan dalam pengkajian dapat diperoleh melalui beberapa sumber yaitu:

a. Sensus

Sensus merupakan sumber data yang paling lengkap. Data sensus dapat diperoleh dengan

cara survei terhadap masyarakat.

b. Laporan Penyakit yang Terinformasiakan


Laporan penyakit yang terinformasikan adalah data yang dilaporkan oleh kementrian

kesehatan baik pusat maupun daerah tentang penyakit-penyakit yang dapat dilaporkan

secara legal.

c. Catatan Medis dan Rumah Sakit

Catatan medis dan rumah sakit digunakan secar luas dalam penelitian kesehatan

komunitas.

Data yang dikumpulkan dalm proses pengkajian meliputi data inti (core), subsistem, dan

persepsi. Data subsistem terdiri dari lingkungan, pelayanan kesehatan dan sosial, ekonomi,

transportasi dan keamanan, politik dan pemerintah, komunikasi, pendidikan, rekreasi.

B. DATA INTI ATAU CORE


Inti didefenisikan sebagai suatu yang penting, dasar, dan menguatkan. Data inti terdiri

dari sejarah, demografi, etnisitas, nilai-nilai dan keyakinan.

Tabel 5.1 Tabel Data Inti atau Core Pengkajian Keperawatan Komunitas

Komponen Sumber informasi


Sejarah Perpustakaan, sejatrah masyarakat

Demografi Wawancara dengan sesepuh masyarakat,


tokoh masyarakat, pimpinan daerah
Data sensus penduduk (desa, kecamatan,
kabupaten/kota), data puskesmas, dinas
kesehatan
Etnisitas Observasi
Data sensus
Nilai-nilai & keyakinan
Data sensus, observasi, wawancara
Agama
Data sensus

SUBSISTEM KOMUNITAS

Tabel 5.2 Tabel Subsistem Komunitas


Pengkajian Keperawatan Komunitas
Lingkungan Hal yang perlu dikaji dalam subsistem
lingkungan adalah bagaimana keadaan
masyarakat? Bagaimana kualitas
udara,tumbuh-tumbuhan, perumahan,
pembatasan daerah, jarak, daerah
penghijauan, binatang peliharaan, anggota
masyarakat, struktur masyarakat? Apakah
ada peta daerah? Berapa luas aderah
tersebut?
Pelayanan kesehatan dan sosial Pengkajian subsistem pelayanan kesehatan
dan sosial mencakup fasilitas yang berada
didalam komunitas dan juga yang ada diluar
komunitas. Hal yang perlu dikaji dalam
subsistem pelayanan kesehatan dan sosial
adalah apakah terdapat klinik, puskesmas,
rumah sakit, pos kesehatan desa (PKD),
pelayanan praktis, pelayanan kesehatan
masyarakat, pelayanan gawat
darurat,pelayanan mental, panti wredha?
Adakah kejaidian kronis atau akut? Adakah
pengobatan tradisional, dukun, perawat,
dokter, bidan? Adakah sumber diluar daerah,
yang dapat dimanfaatkan masyarakat?
Ekonomi Hal yang perlu dikaji adalah tingkat sosial
ekonomi komunitas secara keseluruhan
apakah sesuai dengan UMR (upah minimum
regional), dibawah UMR atau diatas UMR
sehingga upaya pelayanan kesehatan yang
diberikan dapat terjangkau, misalnya anjuran
untuk konsumsi jenis makanan sesuai status
ekonomi tersebut? Apakah terdapat industri,
pertokoan, lapangan kerja? Bagaimana
angka penganguran?
Transpostasi dan Keamanan Hal yang perlu dikaji adalah bagaimana
warga masyarakat melakukan perjalanan?
Jenis kendaraan umum apa yang digunakan?
Apakah ada jalan khusus pejalan kaki,
pengendara sepeda? Pelayanan keamanan
apa yang tersedia seperti polisi, satpam,
sanitasi? Ketersediaan sarana dan prasarana
keamanan? Jenis tindakan kriminal apa yang
pernah terjadi? Apakah warga merasa aman?
Politik dan Pemerintah Hal yang perlu diperhatikan adalah apakah
ada tanda- tanda kegiatan politik? Partai apa
yang paling berpengaruh? Bagaimana
pemerintah dibentuk seperti pemilu atau
musyawarah? Apakah warga terlibat dalam
penentuan keputusan pemerintah daerah
setempat? Seperti apa kebijakan politik
pemerintah terkait dengan kesehatan?
Komunikasi Hal yang perlu dikaji adalah adakah tempat
khusus warga berkumpul? Sarana
komunikasi apa saja yang dapat
dimanfaatkan dikomunitas tersebut untuk
meningkatkan pengetahuan terkait dengan
kesehatan misalnya televisi, radio, koran,
poster, atau leaflet yang diberikan kepada
komunitas? Alat komunikasi formal dan
informasi apa yang ada?
Pendidikan Hal yang perlu dikaji adalah ada sarana
pendidikan yang ada? Bagaimana
kkondisinya? Apakah ada perpustakaannya?
Apakah ada lembaga khusus yang berfokus
pada pendidikan seperti pesantren,
bimbingan belajar, taman pendidikan al-
Qur`an (TPA)? Bagaimana fungsinya?
Bagaimana reputasi sekolah yang ada? Apa
isu utama yang muncul tentang pendidikan?
Bagaimana angka putus sekolah? Apakah
tersedia aktivitas ektrakulikuler? Apakah
dimanfaatkan oleh peserta didik? Adakah
pelayanan kesehatan sekolah? Adakah
perawat disekolah?
Rekreasi Hal yang perlu dikaji adalah apakah tersedia
saranarekreasi, kapan saja dibuka, dan
apakah biayanya terjangkau oleh komunitas?
Bentuk rekreasi apa yang dipilih warga?

C. PERSEPSI
Hal yang perlu dikaji adalah pernyataan umum tentang kesehatan masyarakat setempat.

Apakah kekuatan yang ada? Masalah dan potensial masalah apa yang dapat diidentifikasi?

2. PENGOLAHAN DATA
Setelah data diperoleh, kegiatan selanjutnya adalah pengolahan data dengan cara sebagai

berikut:

a. Klasifikasi data atau kategori data

b. Penghitungan prosentase cakupan dengan menggunakan telly

c. Tabulasi data

d. Interpretasi data

Contoh:

Tabel 5.3 Contoh Intervensi Data Karakteristik penduduk berdasarkan usia


No Umur Jumlah(Orang) Presentase

1 0-5 tahun 736 12,34%

2 6-12 tahun 789 13,22%

3 17-25 tahun 882 14,78%

4 26-55 tahun 1.893 31,73%

5 56 tahun 1.667 27,93%

Total 5.967 100%

2. Analisa Data

Analisa data merupakan proses studi dan pemeriksaan data yang dapat berubah data

subjektif maupun objektif. Analisa diperlukan untuk menentukan kebutuhan kesehatan

komunitas dan kekuatan komunitas serta untuk mengidentifikasi pola respon kesehatan dan

kecenderungan dalam pemanfaatan pelayanan kesehatan. Analisa dilakukan pada data inti

maupun data subsistem. Hasil akir dari proses analisa data adalah penentuan diagnosis

keperawatan komunitas.

Fase-fase yang digunakan dalam membantu proses analisa menurut Anderson &

Mcfarlena(2007) yaitu:

a. Kategorisasi

Proses pertama yang perlu dilakukan adalah mengkategorikan data. Data pengkajian dapat

dikategorikan dalam berbagai cara meliputi:

1. Karakteristik demografi (ukuran keluarga, usia, jenis kelamin, dan kelompok etnik,dan

ras).

2. Karakteristik geografik (batas wilayah, jumlah dan ukuran lahan tempat tinggal, uang

publik, dan jalan).

3. Karakteristik sosial-ekonomi ( jenis pekerjaan, jumlah penghasilan, tingkat pendidikan,

dan pola penyewaan atau kepemilikan rumah).


4. Struktur dan pelayanan kesehatan (rumah sakit,klinik, pusat pelayanan kesehatan mental,

panti wredha, dan sebagainya).

b. Ringkasan

proses selanjutnya setelah kategorisasi adalah membuat ringkasan data dalam setiap kategori

berupa rates, diagram,dan grafik.

c. Pembandingan

Tugas selanjutnya sebagai tambahan dalam menganalisa data adalah mengidentifikasi

kesenjangan , kejangggalan, dan kehilangan data. Kesenjangan data tidak dapat dihindarkan

seperti kesalahan dalam pencatatan, tugas penting adalah menganalisa data secara kritis dan

menyadari potensi terjadinya kesenjangan dan kehilangan data.

d. Penarikan kesimpulan

Setelah mengkategorikan, meringkas, dan membandingkan data yang telah dikumpulkan,

langkah terakhir adalah menarik simpulan logis dari bukti yang ada untuk merumuskan

diagnosa keperawatan komunitas.

Contoh kasus proses analisis:

Hasil pengkajian yang telah dilakukan pada komunitas desa brayan menunjukkan bahwa:

 Sebanyak 81,76% warga membuang sampah pekarangan.

 Sebanyak 86,79% warga tidak memisahkan sampah organik dan anorganik

 Sebanyak 75,94% tempat penampungan sampah sementara yang dimiliki warga dalam

kondisi terbuka.

 Kebiasaan BAB di jamban/WC(61,38%), sungai (19,50%), kolam (20,12%).

 Kepemilikan septictank (61,46%) dari 96 warga.

 \sebanyak (59,46%)warga BAB diselokan dan (40,54%) di sungai.

 Terdapat 12 kandang ternak yang jaraknya dekat dengan rumah warga.

Tabel 5.4 Contoh Intervensi Proses Analisa Sesuai Kasus


Kategori Data Ringkasan Simpulan

Lingkungan  Sebanyak 81,76% warga membuang Kuranganya


sampah pekarangan. penerapan pola
 Sebanyak 86,79% warga tidak hidup bersih dan
memisahkan sampah organik dan sehat
anorganik
 Sebanyak 75,94% tempat penampungan
sampah sementara yang dimiliki warga
dalam kondisi terbuka.
 Kebiasaan BAB di jamban/WC(61,38%),
sungai (19,50%), kolam (20,12%).
 Kepemilikan septictank (61,46%) dari 96
warga.
 \sebanyak (59,46%)warga BAB diselokan
dan (40,54%) di sungai.
 Terdapat 12 kandang ternak yang jaraknya
dekat dengan rumah warga.

3. Perumusan Masalah

Masalah keperawatan dirumuskan berdasarkan hasil analisa data yang telah dilakukan

sebelumnya. Data-data yang didapatkan melalui proses pengkajian kemudian di kelompokkan

berdasarkan kategori sampai dapat ditarik kesimpulan seperti pada proses analisa data.

4. Prioritas Masalah

Dalam suatu komunitas, terkadang ditemukan beberapa masalah keperawatan yang

diangkat. Untuk menentukan masalahuntuk menentukan masalah mana yang terlebih dahulu

diatasi, perlu dilakukan penentuan prioritas masalah dengan memperhatikan kriteria penapisan.

Kriteria penapisan menurut mueke (1988) terdiri dari:

a. Sesuai dengan peran perawat komunitas

b. Jumlah yang beresiko

c. Besarnya resiko

d. Kemungkinan untuk pendidikan kesehatan


e. Minat masyarakat

f. Kemungkinan untuk diatasi

g. Sesuai program pemerintah

h. Sumber daya tempat

i. Sumber daya waktu

j. Sumber daya dana

k. Sumber daya peralatan

l. Sumber daya manusia

Jumlah skor untk masing-masing kriteria antara rentang 1-5 dengan skala 0 paling

rendah, dan 5 paling tingggi.

Tabel 5.5 Contoh Penulisan Tabel Kriteria Penampisan

Dx. Kriteria Penampisan Jumlah


skor
A b c D E F g H i j k l

Urutan prioritas dituliskan berdasarkan jumlah skor paling tinggi dari 12 kriteria yang

ada. Misalnya saja dalam komunitas terdapat tiga diagnosis, dimana hasil dari penampisan

masalah berturut-turut 39, 48, dan 28. Maka prioritas masalah dalam komunitas tersebut adalah

diagnosis dengan skor tertinggi yaitu 48.

3. DIAGNOSIS

Diagnosis merupakan suatu pernyataan hasil sintesa pengkajian data. Diagnosis

merupakan suatu labebl yang mendeskripsikan situasi (atau kondisi) dan mengandung etiologi

( penyebab). Komponen diagnosis keperawatan terdiri dari:

1. Problem (masalah)

2. Etiologi (penyebab)
3. Sign atau Symptom (tanda dan gejala)

Diagnosis keperawatan komunitas berfokus pada suatu komunitas yang merupakan suatu

kelompok, populasi atau kumpulan orang dengan sekurang-kurangnya memiliki satu

karakteristik tertentu. Untuk memperoleh diagnosis keperawatan komunitas, data hasil

pengkajian terlebih dahulu dianalisis dan dibuat simpulan. Beberapa pernyataan simpulan dapat

membentuk bagian deskriptif dari diagnosis keperawatan yang menunjukkan masalah kesehatan

komunitas potensial, risiko maupun aktual. Contohnya adalah pernyataan simpulan tingginya

kasus ISPA di desa sigentung atau tingginya pevalensi karies gigi pada siswa SD cokroh.

Pertanyaan tersebut menunjukkan masalah kesehatan komunitas aktual.

Pernyataan simpulan lain dapat bersifat etiologik dan mencatat kemungkinan penyebab

timbulnya masalah kesehatan. Pernyataan etiologik dihubungkan dengan pernyataan deskriptif

dengan menggunakan “berhubungan dengan”, misalnya:

1. Tingginya kasus ISPA pada balita di Desa Sigentung berhubungan dengan:

 Lingkungn rumah yang tidak sehat

 Kurangnya pengetahuan keluarga tentang penyebab dan penanganan ISPA

 Tidak terjangkaunya fasilitas pelayanan kesehatan

Terakhir adalah tanda dan gejala diagnosis keperawatan komunitas merupakan

pernyataan simpulan yang mendokumentasi durasi atau tingkat keseriusan masalah. Bagian akhir

diagnosiskeperawatan komunitas ini dihubungkan dengan dua rangkaian sebelunya ( masalah

dan etiologi) oleh kata pengubung “ ditandai dengan”, misalnya:

2. Tingginya kasus ISPA pada balita di Desa sigentung berhubungan dengan :

 Lingkungan rumah yang tidak sehat

 Kurangnya pengetahuan keluarga tentang penyebab dan penanganan ISPA

 Tidak terjangkaunya fasilitas pelayanan kesehatan

 Ditandai dengan 2 balita meninggal dari 125 kasus ISPA pada balita selama 6 bulan

terakhir, terdapat anggota keluarga yang merokok dalam satu rumah tangga, 110
keluarga tidak memahami penyebab dan penanganan ISPA pada balita.

Dalam diagnosis keperawatan kominutas, mungkin akan banyak data yang digunakan

sebagai etiologi, tanda dan gejala untuk satu masalah yang dirumuskan. Data-data tersebut dapat

berasal dari satu atau bahkan dari beberapa subsistem. Berkaitan dengan hal tersebut, yang perlu

diperhatikan dalam komunitas adalah seluruh subsistem dapat bersama-sama menetukan status

kesehatan komunitas dan tidak ada satu subsistem pun yang paling penting atau krusial dari yang

lainnya dalam menentukan kesehatan komunitas.

4. PERENCANAAN
Perencanaan asuhan keperawatan komunitas disusun berdasarkan diagnosa keperawatan

yang tela ditetapkan. Rencana keperawatan disusun harus mencakup perumusan tujuan, rencana

tindakan keperawatan spesifik yang akan dilakukan dan kriteria hasil untuk menilai pencapaian

tujian. Perencanaan merupakan suatu proses sistemik yang dibuat melalui kemitraan dengan

komunitas ( community as partner).

Rencana program

Objek ( Program)

Tujuan Evaluasi
Berhubungan
Dengan(etiologi
)
Respons (masalah) AMB (Data)

Diagnosis

Pengkajian inti dan subsistem (roda


pengkajian)

Rencana keperawatan komunitas dapat dilakukan dengan menggunakan 4 (empat)

macam strateg, yaitu; pendidikan / penyuluhan kesehatan ,kemitraan,empowerment


(pemberdayaan) serta proses kelompok. Selain menggunakan keempat strategi tersebut, rencana

tindakan keperawatan yang akan dilakukan haruslah memperhtikan hal-hal berikut:

S :Spesific atau jelas

M : Measurable atau dapat diukur

A : Attainable atau dapat dicapai

R : Rekevan / Realistic atau sesuai

T : Time-Bound atau dalam waktu tertentu

S : Sustainable atau berkelanjutan

Menurut Mubarak,chayatin, & Santoso(2010), langkah-langkah yang dapat dilakukan

dalam merumuskan perencanaan asuhan keperawatan komunitas antara lain:

1. Identifikasi alternatif tindakan keperawatan

2. Tetapkan teknik dan proedur yang akan digunakan

3. Libatkan peran serta masyarakat dalam penyusunan rencana melalui musyawarah

masyarakat desa atau lokakarya mini

4. Pertimbangan sumberdaya masyarakat dan fasilitas yang tersedia

5. Tindakan yang akan dilaksanakan harus dapat memenuhi kebutuhan yang sangat

dirasakan masyarakat

6. Perencanaan mengarah pada tujuan yang ingin dicapai

7. Disusun secara berurutan

Contoh perumusan rencana keperawatan :

Evaluasi Evaluat
No Dx Tujuan Sasaran Strategi Rencana Hari/ Tempat or
Kegiatan Tanggal Kriteria Standar

1. Tin Setelah Masyar Pendidi 1. Beri 17 Rumah verbal a.masy -


ggi dilakuk akat kan kan Novemb Kepala arakat Kepala
nya an Dusun Keseha pen er 2013 dusun mampu Dusun
kas asuhan x tan yulu menjela -
us kepera han skan Tenaga
ISP wwatan tent pengert Keseha
A selama ang ian dan tan
di 2 kali ISP tanda-
Dus pertem A tanda
usn uan, 2. disk ISPA
x diharap usik b.
ber kan an masyar
hub masyar tent akat
ung akat ang mampu
an mampu uoa menjela
den : a skan
gan a. yan cara
ling mengid g mengat
kun entifika dila asi
gan si kuk ISPA
yan masala an c.
g h ISPA untu masyar
tida b. k akat
l mengat men mampu
seh asi gata menjela
at masala si skan
h ispa ISP PHBS
c. A yang
menera 3. disk dapat
pkan usik dilakuk
gaya an an
hidup men d.
& sehat gen masyar
untuk ai akat
ISPA PH mampu
d. BS mencip
memeli 4. disk takan
hara usik lingkun
lingkun an gan
gan men yang
yang gen sehat
sehat ai dan
ling bersih
kug
an
yan
g
seha
t
5. beri
kan
rein
forc
eme
nt
posi
tif

5. Implememntasi
Implememntasi atau pelaksanaan merupakan tahap radiasi dari rencana asuhan

keperawatan yang telah disusun. Dalam pelaksanaan tindakan keperawatan, perawat komunitas

harus bekerjasama dengan anggota tim kesehatan lainnya. Dalam hal ini melibatkan pihak

Puskesmas, bidan desa, tokoh serta anggota masyarakat. Menurut Mubarak, Chayatin & Santoso
(2010), prinsip umum yang harus dimiliki perawat komunitas dalam melakukan implementasi

asuhan keperawatan komunitas adalah :

1. inovatif

Artinya mempunyai wawasan luas dan mampu menyesuaikan diri dengan perkembangan

ilmu pengetahuan dan tehnologi (IPTEK) dan berdasarkan pada iman dan taqwa (IMTAQ)

2. Integrated

Artinya harus mampu bekerjasama dengan sesama profesi, tim kesehatan lain, individu,

keluarga, dan masyarakat berdasarkan azaz kemitraan.

3. Rasional

Artinya harus menggunakan pengetahua secara rasional dalam melakukan asuhan

keperawatan demi tercapainya rencana programyang telah disusun.

4. Mampu dan mandiri

Artinya diharapkan mempunyai kemampuan dan kemandirian dalam melaksanakan asuhan

keperawatan serta kompeten.

5. Ugem

Artinya harus yakin dan percaya atas kemampuannya dan bertindak dengan sikap optimis

bahwa asuhan keperawatan yang diberikan akan tercapai. Dalam melaksanakan implementasi

yang menjadi fokus adalah program kesehatan komunitas dengan strategicommunity as

partner.

Fokus implementasi dalam keperawatan komunitas adalah pada tingkat pencegahan yaitu :

1. Pencegahan primer

Yaitu pencegahan seblum sakit yang difokuskan pada populasi sehat, mencakup kegiatan

kesehatan umum serta khusus terhadap penyakit seperti imunisasi, penyuluhan gizi, serta

penyuluhan cara gosok gigi yang benar.

2. Pencegahan sekunder
Yaitu pencegahan yang dilakuakan pada saat terjadinya perubahan derajat kesehatan

masyarakat ditandai dengan ditemukannya masalah kesehatan yang berfokus pada

diagnosis dini dan tindakan untuk menghambat proses penyakit. Misalnya melakukan

pemeriksaan dahak, memoyivasi keluarga pemeriksaan gigi, serta melatih cara merawat

balita dengan ISPA.

3. Pencegahan tersier

Yaitu pencegahan yang menekankan pada pengembalian individu pada tingkat

berfungsinya secara optimal dari ketidakmampuan keluarga. Misalnya memotivasi

keluarga untuk melatih anggota keluarga pasca frakturtibia melakukan latihan berjalan.

6. EVALUASI
Evaluasi merupakan penilaian terhadap program yang telah dilaksanakan. Dibandingkan

dengan jutuan atau target pelaksanaan. Evaluasi dilkukan untuk mengukur kemajuan terhadap

tuuan obyektif program, menentukan perkembangan serta menilai asuhan keperawatan

komunitas yang diberikan. Selain itu juga untuk menilai hasil guna, daya guna, dan prokdutivitas

asuhan keperawatan yang diberikan.

Fokus dalam melakukan evaluasi adalah relevansi atau hubungan antara kenyataan yang

ada dengan target pelaksanaan, pengembangan atau kemajuan proses, efsiensi biaya, efesieni

kerja serta dampak. Perubahan tersebut dapat diamati seperti gambar dibawah ini :

Gambar 5.3 Perubahan Dampak Kesehatan

Keterangan :

: Peran Masyarakat

: Peran Perawat
Gambar 5.3 Perubahan Dampak Kesehatan

Evaluasi dalam keperawatan komunitas dapat dibagi menjadi 3 (tiga) yaitu : evaluasi

struktur, evaluasi proses, dan evaluasi hasil. Hasil evaluasi digunakan sebagai umpan balik untuk

memperbaiki atau merumuskan recana baru dalam proses keperawatan. Komponen yang

dievaluasi meliputi kognitif (pengetahuan), efektif (status emosinal), dan psikomotor (prilaku).

BAB V

PENDIDIKAN KESEHATAN

A. PENDAHULUAN
Pendidikan kesehatan merupakan salah satu bentuk strategi intervensi atau upaya yang

dilakukan dalam pelayanan keperawatan komsunitas. Pendidikan kesehatan mencakup

pemberian informasi yang sesuai, spesifik, diulang, trus menerus, sehingga dapat memfasilitasi

perubahan perilaku kesehatan. Program pendidikan kesehatan digunakan untuk meningkatkan


kemampuan seseorang dalam merubah gaya hidupnya menjadi positif, mendukung peningkatan

kesehatan dan kualitas hidup komunitas serta meningkatkan partisipasi seseorang dalam merawat

kesehatannya sendiri. Pendidikan kesehatan yang efektif dapat dilakukan dengan mengkaji

kebutuhan seseorang terhadap informasi, mengidentifikasi hambatan seseorang dalam belajar.

B. PENGERTIAN PENDIDIKAN KESEHATAN


Pendidikan kesehatan dilakukan untuk mengatasi masalah kurang pengetahuan. Terdapat

berbagai pengertian tentang pendidikan kesehatan, yaitu:

1. Azwar (2005), pendidikan kesehatan adalah program kesehatan dan kedokteran yang

didalamnya terkandung rencana untuk mengubah perilaku perseorangan dan masyarakat

dengan tujuan untuk membantu tercapainya program pengobatan, rehabilitasi,

pencegahan penyakit dan peningkatan kesehatan

2. Nyswander (1947), pendidikan kesehatan adalah suatu proses perubahan pada diri

manusia yang ada hubungannya dengan tercapainya tujuan kesehatan perorangan dan

masyarakat.

3. Grout (1958), pendidikan kesehatan adalah upaya menerjemahkan apa yang telah

diketahui tentang kesehatan ke dalam perilaku yang diinginkan dari perorangan ataupun

masyarakat melalui proses pendidikan

4. Roudd & Comings(1994) dalam Bies & McEwen (2001), pendidikan kesehatan

merupakan aktivitas belajar yang dirancang sedemikian rupa sesuai kondisi klien dan

situasi tempat pembelajaran yang diberikan oleh tenaga profesional kepada individu,

keluarga, dan kelompok masyarakat

5. A Joint Committee on Terminologi in Health Education of United States (1973) dalam

Machfoedz,et.al (2005), pendidikan kesehatan adalah suatu proses yang mencakup

dimensi dan kegiatan-kegiatan intelektual, psikologis dan sosial yang diperlukan untuk

meningkatkan kemampuan manusia dalam mengambil keputusan secara sadar dan yang

mempengaruhi kesejahteraan diri, keluarga dan masyarakat


6. Stanhope Lancaster (2004), pendidikan kesehatan adalah suatu kegiatan dalam rangka

upaya promotif dan preventif dengan melakukan penyebaran informasi dan

meningkatkan motivasi masyarakat untuk berperilaku sehat

7. Setiawati & Dermawan (2008), pendidikan kesehatan merupakan serangkaian upaya

yang ditujukkan untuk mempengaruhi orang lain, baik individu, kelompok, maupun

masyarakat agar terlaksananya perilaku hidup sehat.

Dari berbagai pengertian diatas, dapat disimpulkan bahwa pendidikan kesehatan

merupakan upaya yang dilakukan untuk memberikan pengetahuan sebagai dasar perubahan

perilaku yang dapat meningkatkankan stus kesehatan individu, keluarga, kelompok, maupun

masyarakat melalui aktivitas belajar. Kegiatan pendidikan kesehatan diharapkan dapat

membantu tercapainya program pengobatan, rehabilitasi, pencegahan penyakit dan peningkatan

kesehatan.

C. TUJUAN PENDIDIKAN KESEHATAN


Pendidikan kesehatan diberikan untuk membantu individu, kelurga, dan masyarakat

untukmencapai tingkat kesehatan yang optimal. Pendidikan kesehatan bertujuan untuk

mengubah prilaku individu, keluarga, serta masyarakat dari prilaku tidak sehat menjadi sehat.

Perilaku yang tidak sesui dengan nilai-nilai kesehatan menjadi perilaku yang sesuai dengan nilai-

nilai kesehatan atau dari perilakuk negatif ke perilaku yang positif. Perilaku-perilaku yang perlu

dirubah misalnya adalah merokok, minum minuman keras, membuang sampah sembarangan,

tidak mencuci tangan sebelum makan, ibu hamil tidak memeriksakan kehamilannya, bayi tidak

diberikan asi ekslusif, dan lain sebagainya.pendidikan kesehatan juga bertujuan untuk mengubah

perilaku yang kaitannya dengan budaya. Sikap dan perilaku merupakan bagian bidaya yang ada

di lingkungannya.

D. SASARAN PENDIDIKAN KESEHATAN


1. Sasaran Primer

Masyarakat pada umumnya menjadi sasaran langsung segala upaya pendidikan

kesehatan. Sesui dengan permasalahan kesehatan, maka sasaran ini dapat dikelompokkan
menjadi kepala keluarga untuk masalah kesehatan umum, ibu hamil, dan menyusui untuk

masalah KIA, anak sekolah untuk kesehatan remaja, dan sebagainya. Upaya promosi

yang dilakukan terhadap sasaran primer ini sejalan dengan strategi pemberdayaan

masyarakat (empowerment).

2. Sasaran Sekunder

Sasaran sekunder pendidikan kesehatan adalah tokoh masyarakat, tokoh agama, tokoh

adat, dan sebagainya. Setelah diberikan pendidikan kesehatan, diharapkan kepada

kelompok ini akan memberikan pendidikan kesehatan pada masyarakat di

lingkungannya. Selain itu juga diharapkan mereka mampu menjadi role model serta

memberikan contoh penerapan pndidikan kesehatan yang telah diberikan. Upaya

pendidikan kesehatan pada sasaran sekunder ini sejalan dengan strategi dukungan sosial

(social support) .

3. Sasaran Tersier

Sasaran tersier dari pendidikan kesehatan adalah pembuat keputusan atau penentu

kebijakan sesuai dengan ruang lingkup pendidikan kesehatan misalnya lingkup rukun

tetangga, rukun warga, dusun, desa, kecamatan, kabupaten, dan lain sebagainya.

Pendidikan kesehatan melalui kebijakan-kebijakan atau keputusan-keputusan akan

berdampak pada perilaku kelompok sasaran sekunder maupun primer. Upaya ini sejalan

dengan strategi advokasi pendidikan kesehatan.

E. METODE PENDIDIKAN KESEHATAN


Metode pendidikan kesehatan merupakan cara atau strategi yang digunakan agar pesan

atau informasi kesehatan yang diberikan dapatdenagn mudah dipahami sasaran. Dalam

keperawatan komunitas, sasaran pendidikan kesehatan adalah individu, keluarga, kelompok,

serta masyarakat. Menurut Notoadmojo (2007), metode pendidikan kesehatan yang dapat

diterapkan antara lain :

1. Metode Pendidikan Individual


Dalam komunitas, metode ini digunakan untuk membina perilaku baru, atau membina

individu yang mulai tertarik kepada suatu perubahan atau inovasi. Dasar digunakannya

pendekatan individual karena setiap orang mempunyai masalah atau alasan berbeda sehubungan

dengan penerimaan atau perubahan perilaku bru tersebut. Misalnya mebina seorang kepala

keluarga yang menderita hipertensi dan sedang tertarik untuk menerapkan terapi relaksasi otot

progresif karena baru saja mengikuti penyuluhan di Balai Desa. Pendekatan yang digunakan agar

individu tersebut menerapkan terapi relaksasi tersebut adalah dengan pendekatan perseorangan.

Pembinaan perseorangan dalam hal ini tidak hanya berati bimbingan kepada kepala keluarga

saja, tetapi juga kepada istri atau keluarga tersebut.

2. Metode Pendidikan Kelompok

Pemilihan metode kelompok harus memperhatikan besarnya kelompok sasaran serta

tingkat pendidikan fomal sasaran. Kelompok dalam metode ini dibagi menjadi 2 (dua), yaitu:

a. Kelompok Besar

Kelompok besar yang dimaksudkan apabila peserta lebih dari 5 orang. Metode yang

sesuai untuk kelompok besar antara lain :

1) Ceramah

Metode ceramah merupakan penyampaian pesan atau informasi secara verbal atau lisan

yang meliputi tanya jawab, memberikan gambar dan contoh-contoh. Metode ini sesuai

deberikan untuk sasaran yang berpendidikan tinggi maupun rendah seta paling tepat

digunakan untuk memberikan informasi yang berupa garis besar dan sebagai pengantar

untuk metode yang lain. Hal tersebut dilakukan untuk menarik minat dan maningkatkan

konsentrasi. Keuntungan mtode ceramah adala ekonomis, sederhana, jumlah sasarannya

banyak, kelemahan metode ceramah adalah pesan atau informasi yang disampaikan
cenderung tidak mengendap lama, sasaran cenderung pasif serta kurang sesuai untuk

pesan atau informasi yang kompleks.

2) Seminar

Metode seminar hanya sesuai untuk sasaran kelompok besar dengan pendidikan

menengah ke atas. Seminar merupakan suatu penyajian (presentasi) dari suatu ahli atau

beberapa ahli tentang suatu topik yang dianggap penting di masyarakat.

b. Kelompok Kecil

Kelompok kecil yang dimaksudkan apabila peserta kurang dari 15 oarang. Metode yang

sesuai dengan kelompok kecil antara lain :

1) Diskusi kelompok

Metode ini membutuhkan peran aktif dari peserta untuk mengeluarkan pendapat

berkaitan dengan informasi yang dibahas.

2) Curah Pendapat (Brain Storming)

Metode ini merupakan modifikasi metode diskusi kelompok. Pada metode ini pemimpin

diskusi memberikan pertanyaan dan setiap peserta memberikan jawaban atau tanggapan

(curah pendapat). Tanggapan tersebut kemudian ditampung dan dicatat dalam papan tulis

atau flipchart. Setelah semua peserta menyampaikan tanggapannya, maka tiap peserta

dapat mengomentari tanggapan-tanggapan sebelumnya dan akhirnya terjadilah diskusi.

3) Role Play

Metode ini melibatkan peran aktif peserta dengan mamainkan sebuah peran tertentu

sesuai dengan topik yang telah ditentukan dalam pendidikan kesehatan. Pesan-pesan

kesehatan dalam metode ini disampaikan melalui peran-peran nyata yang diperagakkan

oleh peserta.

3. Metode Pendidikan Masa


Metode ini sesuai untuk ditujukan kepada masyarakat luas. Pendekatan ini biasanya

digunakan untuk menggugah kesadarab masyarakat terhadap suatu inovasi awarnwess, dan

belum begitu diharapkan sampai pada perubahan perilaku. Bentuk pendekatan yang digunakan

biasanya tidak langsung yaitu melalui media massa. Contoh metode yang sesuai untuk

pendekatan massa antara lain ceramah umum (public speaking), pidato-pidato, simulasi, maupun

tulisan-tulisan di majalah, koran, spanduk, poster, dan lain sebagainya.

F. MEDIA PENDIDIKAN KESEHATAN


Media merupakan alat yang secara fisik digunakan untuk menyampaikan isi pesan atau

informasi. Media yang tepat dapat membantu mempermudah proses penyampaian informasi

kesehatan yang akan diberikan. Media dapat juga memberikan motivasi dan pengaruh psikologis,

dengan demikian akan timbul keyakinan sehingga perubahan kognitif, efektif, dan psikomotor

dapat tercapai optimal. Informasi yang diberikan pada awalnya akan tersimpan dalam memori

jangka pendek. Informasi ini akan bertahan selama 20 detik sebelum akhirnya dilupakan atau

diproses untuk masuk ke memori jangka panjang. Informasi akan tersimpan di memori jangka

panjang apabila pendidikan kesehatan diterapkan ke situasi nyata sehingga tidak mudah untuk

dilipakan ( Edelman & Mandle, 2010).

Informasi dalam pendidikan kesehatan akan mudah di pahami apabila menggunakan

media dalam penyampaiannya. Media dalam pendidikan kesehatan dapat dikelompokkan

menjadi 3 bentuk yaitu :

1. Media Visual (visual aids)

Visual aids berguna dalam menstimulasi indra penglihatan. Contohnya media poster, leaflet,

slide, maupun selebaran.

2. Media dengar (audio aids)

Audio aids berguna dalam menstimulasi indra pendengar. Contohnya tape, raidio, maupun

pemutar radio lainnya.

3. Media lihat dengar ( audio visual aids)


Audio visual aids dapat membantu menstimulasi indra penglihatan dan indra pendengaran.

Contohnya film maupun video.

Menurut Notoadmodjo (22007), informasi akan tersimpan sebanyak 20%

apabiladisampaikan melalui media visual, 50% apabila melalui media audio visual, dan 70%

apabila dilaksanakan dalam praktik nyata. Pendidikan kesehatan yang melibatkan banyak

indra,baik penglihatan maupun pendengaran akan lebih mudah diingat dibandingkan dengan

menggunakan satu indra saja.

G. PROSES PENDIDIKAN KESEHATAN


Prinsip pokok dalam pendidikan kesehatan adalah proses belajar yang terdiri dari

komponen input, proses, dan output.

Input Proses Output

Gambar 6.1 Komponen Pendidikan Kesehatan

1. Input

Menyangkut pada sasaran belajar yaitu individu, kelompok, masyarakat dengan berbagai

latar belakangnya.

2. Proses

Mekanisme dan intraksi terjadinya perubahan kemampuan (perilaku) pada diri subjek

belajar tersebut. Dalam proses terjadi pengaruh timbal balik antara berbagai faktor antara

lain subjek belajar, pengajar ( pendidikan dan fasilitator ), metode, teknik belajar, alat

bantu serta materi atau bahan yang dipelajari.

3. Output

Merupakan hasil belajar itu sendiri yaitu berupa kemampuan atau perubahan perilaku dari

subjek belajar.
H. TEORI HEALTH BELIEF MODEL
Model kepercayaan kesehatan sangat dekat dengan bidang pendidikan kesehatan. Model

ini menganggap bahwa perilaku kesehatan merupakan fungsi dari pengetahuan maupun sikap.

Secara khusus model ini menegaskan bahwa persepsi seseorang tentang kerentanan dan manfaat

pengobatan dapat mempengaruhi keputusan seseorang dalam perilaku-perilaku kesehatannya

(Edelman & Mandle, 2010). Munculnya model ini didasarkan pada adanya masalah-masalah

kesehatan yang ditandai dengan kegagalan oarang atau masyarakat untuk menerima usaha-usaha

pencegahan atau penyembuhan penyakit yang diberikan penyedia pelayanan kesehatan. Konsep

Health Belief Model ( HMB) digambarkan sebagai berikut :

Variabel demografi : usia, ras,


Variabel psychological: Manfaat yang dirasakan dan
pengalaman ,kepribadian, hambatan yang dihadapi
variabel struktur: pendidikan

Kerentanan dan Ancaman yang Kemungkinan


keseriusan yang dirasakan mengambil tindakan
dirasakan yang dianjurkan

Isyarat untuk bertindak

Gambar 6.2 Teori Health Belief Model (HMB)

Model Kepercayaan kesehatan menuut Edelman & Mandle (2006)memiliki 5 (lima)

komponen kunci yang membuat seseorang bertindak untuk mencegah atau mengobati

penyakitnya, yaitu:
1. Kerentanan yang dirasakan ( perceived Susceptibility)

Tindakan pencegahan penyakit akan muncul apabila seseorang telah merasakan bahwa ia

atau keluarganya rentan terhadap penyakit tersebut.

2. Keseriusan yang dirasakan (Perceived Seriousness)

Dorongan untuk melakukan timdakan pengobatan atau pencegahan terhadap suatu

penyakit karena keseriusan yang dirasakan.

3. Manfaat yang dirasakan dan hambatan yang dihadapi (perceived benfits and barriers)

Perasaan rentan terhadap suatu penyakit yang dirasakan dapat membuat seseorang untuk

melakukan suatu tindakan tertentu. Tindakan ini tergantung pada manfaat yang dirasakan

dan hambatan yang ditemukan dalam mengambil tindakan tersebut. Pada umumnya,

manfaat tindakan lebih menentukan daripada hambatan yang mungkin ditemukan dalam

mengambil tindakan tersebut.

4. Ancaman yang dirasakan (perceived threat)

Dorongan untuk melakukan tindakan pencegahan atau pengobatan terhadap suatu

penyakit muncul karena adanya ancaman yang dirasakan dari penyakitnya.

5. Isyarat atau petunjuk untuk bertindak (Cues to Action)

Isyarat atau petunjuk dari orang lain misalnya petugas kesehatan sangat diperlukan

karena dapat mempengaruhi penerimaan yang benar mengenai kondisi yang memerlukan

tindakan untuk meningkatkan atau mempertahankan derajat kesehatan.

I. PERUBAHAN PERILAKU
Perilaku merupakan aksi dari individu terhadap reaksi dari hubungannya (Suryani, 2003),

petingnya mempelajari perilaku karena tujuan pendidikan kesehatan adalah merubah perilaku

tidak sehat menjadi perilaku sehat. Jika sudah terbentuk perilaku sehat, maka pendidikan

kesehatan bertujuan untuk mempertahankannya. perilaku sehat merupakan perilaku yang

didasarkan pada prinsi-prinsip kesehatan. Klasifikasi perilaku kesehatan di bagi menjadi 3 (tiga)

bagian, yaitu perilaku pemeliharaan kesehatan, perilaku pencarian dan penggunaan fasilitas

pelayanan kesehatan, dan perilaku kesehatan lingkungan.


Menurut Green dalm Notoadmodjo (2007), perilaku dipengaruhi oleh 3 (tiga) faktor

utama, yaitu:

1. Faktor predisposisi

Faktor predisposisi mencakup pengetahuan dan sikap, tradisi dan kepercayaan, sistem

nilai, tingkat pendidikan, dan tingkat sosial ekonomi terhadap kesehatan. Pendidikan

kesehatan dalam faktor predisposisi ini ditunjukkan untuk menggugah kesadaran,

meningkatkan pengetahuan masyarakat tentang pemeliharaan dan peningkatan kesadaran.

Bentuk pendidikan kesehatan yang dilakukan berupa penyuluhan kesehatan. Faktor

predisposisi yang positif akan mempermudah terjadinya perubahan perilaku. Sebaliknya,

faktor predisposisi yang negatif akan menjadi penghambat perubahan perilaku.

Faktor Predisposisi

Faktor Positif Faktor Negatif

Pemudah Perubahan Perilaku


Penghambat

Gambar 6.3 Proses Perubahan Perilaku Menurut Green

Contoh bentuk kegiatan yang dapat dilakukan adalah dengan mengadakan penyuluhan

tentang terapi alternatif atau komplementer dengan memperhatika faktor predisposisi serta sesuai

kemampuan dan kebutuhan masyarakat. Secara umum, terapi yang diajarkan cenderung jenis

terapi yang murah dan mudah dilakukan tanpa mengurangi esensi manfaat kesehatan dari terapi

yang diberikan.

2. Faktor Enabling / Pemungkin

Faktor enabling mencakup ketersediaan sarana dan prasarana atau fasilitas kesehatan

yang dibutuhkan dalam pelaksanaan perilaku kesehatan. Bentuk pendidikan kesehatan

yang dilakukan dapat berupa upaya untuk memberdayakan masyarakat agar mampu

menyediakan dan memanfaatkan fasilitas atau sarana prasarana kesehatan.


Contoh bentuk kegiatan dalam mengadakan penyukuhab pentingnyaposandu

lansia. Latar belakang kegiatan dapat dimulai dari data yang menunjukkan

kecenderungan posyandu yang selama ini ada di masyarakat hanya posyandu balita.

Sementara jumlah lansia terus meningkat dan haruis mendapatkan perhatian khusus agar

kualitas hidup lansia dapat terjaga. Contoh lain dengan mengadakan penyuluhan tentang

pentingnya pemeriksaan kesehatan secara rutin atau pentingnya membawa balita ke

posyandu rutin tiap bulan.

3. Faktor reinforcing / penguat

Faktor reinforcing meliputi sikap dan perilaku keluarga, petugas kesehatan (perawat),

tokoh masyarakat (toma), dan tokoh agama (toga). Termasuk juga aturan-aturan yang ada

dapat berupa undang-undang dan lain-lain. Bentuk strategi pendidikan kesehatan ini

adalah dengan menjadikan petugas kesehatan, toma, maupun toga sebagai role model

atau contoh dalam perilaku hidup bersih dan sehat. Oleh karena itu pendidikan kesehatan

harus diberikan secara intensif kepada toma maupun toga. Sejalan dengan itu, diharapkan

juga akan muncul aturan-aturan atau program oleh toma maupun toga yang telah

diberikan pendidikan kesehatan untuk menggerakkan masyarakat dalam menerapkan

perilaku yang menunjang kesehatan.

Keturunan

Pelayanan Status kesehatan Lingkungan


kesehatan

Perilaku

Faktor Faktor
Predisposisi Enabling(ketersedi
Faktor
(pengetahuan, aan
Reinforcing
sikap,kepercay sumber/fasilitas)
(sikap dan
aan, tradisi, perilaku
nilai, dll petugas,
Pemberdayaan peraturan, UU,
masyarakat dll
Komunikasi
penyuluhan Training

Promosi Kesehatan

Gambar 6.4 Hubungan status Kesehatan, Perilaku, dan promosi Kesehatan

Apabila konsep Blum yang menjelaskan bahwa derajat kesehatan itu dipengaruhi oleh 4

faktor utama,yaitu lingkungan, perilaku, pelayanan kesehatan dan keturunan (herediter), maka

promosi kesehatan dalam konsep Green adalah intervensi terhadap perilaku. Kedua konsep

tersebut dapat diilustrasikan pada bagan hubungan status kesehatan , perilaku, dan pendidikan

kesehatan.

Menurut Roger & Skoemaker dalam sumijatun et.al. (2006) menyebutkan bahwa terdapat

5 (lima) langkah menuju perubahan perilaku, yaitu :

1. Awareness (Fase Kesadaran)

Pada fase ini individu mengetahui adanya gagasan baru tetapi tidak mendalam. Tugas

tenaga kesehatan adalah menyadarkan masyarakat dengan jalan memberikan penerangan

yang bersifat informatif dan edukatif.

2. Interest (fase perhatian)

Pada fase ini individu menunjukkan perhatian terhadap usaha perubahan. Masyarakat

sudah mulai menunjukkan perubahan terhadap usaha-usaha perubahan. Kegiatan

pendidikan kesehatan ditingkatkan dengan memberikan penerangan kembali melalui

poster, radio, TV, pamflet, dan lain sebagainya.

3. Evaluation (Fase penilaian)

Pada fase ini individu mulai membandingkan dan mencari keterangan lebih lanjut lagi

mengenai gagasan baru yang akan dicobanya. Individu atau masyarakat mulai mengadakan
pertimbangan sehingga perlu pendekatan secara individual agar merasa lebih jelas dan

dapat mengemukakan kesulitan yang dihadapi. Tugas dari petugas kesehatan adalah

meyakinkan serta memberi bimbingan dan penyuluhan yang mantap.

4. Trial (Fase coba-coba)

Fase ini merupakan fase kritis karena fase ini menentukan diterima atau ditolaknya

gagasan baru tersebut. Tugas dari tenaga kesehatan adalah mengawasi dan lebih

meyakinkan lagi agar tidak terjadi drop out.

5. Adaptation (fase Penerimaan )

Pada fase ini individu atau masyarakat telah bertingkah laku baru, sesuai dengan yang

diharapkan. Tugas pendidikan kesehatan adalah memelihara dan mengontrol secara terus

menerus.

J. APLIKASI PENDIDIKAN KESEHATAN DALAM KOMUNITAS


Pendidikan kesehatan merupakan bentuk intervensi keperawatan komunitas yang

ditujukan agar perilaku masyarakat yang beresiko maupun yang telah mengalami penyakit

mempunyai pengaruh positif terhadap pemeliharaan kesehatan dan peningkatan kesehatan.

Secara umum pendidikan kesehatan bertujuan untuk meningkatkan kesejahteraan dan

merupakan upaya untuk mengaktualisasikan potensi kesehatan dari individu, keluarga,

komunitas dan masyarakat (Nies &McEwen, 2007). Perawat dapat mengembangkan berbagai

aktvitas yang memberikan klien informasi baru dan kesempatan untuk mempraktekkan

keterampilan baru.

Contoh pendidikan kesehatan dalam komunitas :

1. Pendidikan kesehatan pada masalah KIA

a. Pendidikan kesehatan mengenai pentingnya pemberian ASI ekslusif

b. Pendidikan kesehatan mengenai cara menyusui yang baik

c. Pendidikan kesehatan mengenai gizi balita dan makanan pendamping ASI

d. Pendidikan kesehatan mengenai cara memilih alat kontrasepsi yang aman

e. Pendidikan kesehatan mengenai manfaat dan cara melakukan pijat bayi


2. Pendidikan kesehatan pada masa remaja

a. Pendidikan kesehatan mengenai bahaya NAPZA

b. Pendidikan kesehatan mengenai bahaya seks bebas

c. Pendidikan kesehatan mengenai kesehatan reproduksi remaja

d. Pendidikan kesehatan mengenai peran remaja masa kini

3. Pendidikan kesehatan pada lansia

a. Pendidikan kesehatan mengenai gaya hidup sehat

b. Pendidikan kesehatan mengenai menjadi lansia bahagia

c. Pendidikan kesehatan mengenai pentingnya melakukan pemeriksaan kesehatan secara

rutin

d. Pendidikan kesehatan mengenai senam kesehatan pada lansia

4. Pendidikan kesehatan pada masalah lingkungan

a. Pendidikan kesehatan mengenai pengelolahan sampah yang sehat dan bermanfaat

b. Pendidikan kesehatan mengenai budaya hidup bersih dan sehat

c. Pendidikan kesehatan mengenai bahaya lingkungan yang tidak sehat

d. Pendidikan kesehatan mengenai pentingnya jamban


BAB VI

PEMBERDAYAAN MASYARAKAT

(EMPROWERMENT)

A. PENDAHULUAN
Empowerment atau pemberdayaan adalah sebuah konsep yang lahir sebagai

bagian dari perkembangan alam pikiran masyarakat dan kebudayaan baru utamanya

Eropa. Konsep pemberdayaan awalnya dimulai sekitar tahun 70-an dan kemudin

berkembang sampai sekarang. Konsep kebudayaan itu sendiri pada dasarnya merupakan

upaya menjadikan suasana kemanusiaan yang adil dan beradab menjadi semakin efektif

secara struktual, baik di dalam kehidupan kelurga maupun bermasyarakat (Adisasmito,

2008).

Dalam kaitannya keperawatan komunitas, pemberdayaaan merupakan suatu

gagasan mengenai strategi intervensi keperawatan komunitas dalam membentuk

hubungan dengan individu, keluarga, dan masyarakat.Hakikat pemberdayaan adalah

memberikan daya (power) kepada individu, keluarga, maupun masyarakat.Daya

merupakan kemampuan melakukan sesuatu atau kemampuan bertindak. Dalam

keperawatan komunitas, pemberdayaan yang dimaksud adalah memberikan daya (power)

sebagai upaya meningkatkan kemandirian masyarakat dalam mengatasi masalah

keperawatan kesehatan masyarakat yang optimal. Kegiatan pemberdayaan dilakukan

dengan melibatkan masyarakat yang ada di komunitas.

Konsep pemberdayaan dalam bidang kesehatan dapat dipahami dengan memaknai

pemberdayaan dalam konteks menempatkan posisi berdiri masyarakat.Posisi masyarakat

bukanlah objek penerima manfaat (beneficiaries) yang tergantung pada pihak luar seperti

pemberi pelayanan kesehatan, melainkan dalam posisi sebagai subjek (agen atau

partisipan yang bertindak) yang berbuat secara mandiri.Berbuat secara mandiri yang

dimaksud bukan berarti lepas dari tanggung jawab pihak luar tersebut.Karena kesehatan

merupakan pelayanan publik dan tenaga kesehatan memiliki tugas serta kewajiban dalam
memberikan pelayanan itu kepada masyarakat.Tenaga kesehatan bukan untuk

mendominasi atau mengontrol mayarakat, tetapi lebih mendorong untuk

berubah.Sehingga peran pihak luar seperti tenaga kesehatan dalam memelihara dan

melindungi kesehatan masyarakat hanyalah sebagai fasilitator, motivator, dan stimulator.

B. PENGERTIAN PEMBERDAYAAN MASYARAKAT


Pemberdayaan merupakan keseluruhan upaya untuk meningkatkan control dan

pengambilan keputusan pada level individual, keluarga, komunitas dan masyarakat (Nies

& Mc Ewen, 2001). Pemberdayaan masyarakat merupakan suatu upaya atau proses untuk

menumbuhkan kesadaran, kemauan, dan kemampuan masyarakat dalam mengenali,

mengatasi, memelihara, melindungi, dan meningkatkan kesejahteraan mereka sendiri.

Dalam bidang kesehatan, pemberdayaan masyarakat adalah upaya atau proses untuk

menumbuhkan kesadaran, kemauan dan kemampuan dalam memelihara dan

meningkatkan kesehatan (Notoamodjo, 2007). Pemberdayaan dapat juga diartikan

sebagai proses yang dilakukan oleh masyarakat (dengan atau campur tangan pihak luar)

untuk memperbaiki kondisi lingkungan, sanitasi dan aspek lainnya yang secara langsung

maupun tidak langsung berpengaruh dalam kesehatan masyarakat.

C. PERAN PERAWAT DALAM PEMBERDAYAAN MASYARAKAT


Peran perawat dalam pemberdayaan masyarakat adalah membangun kemitraaan

yang efektif melalui partisipasi komunitas. Pemberdayaan melalui partisipasi memiliki 3

(tiga) elemen penting. Pertama, partisipasi merupakan proses aktif, yang tidak

mengandung makna pemaksaaan nilai-nilai dari kelompok organisasi kepada komunitas.

Tetapi suatu prosesmutualitas yang berarti semua orang memiliki hak yang sama. Kedua,

partisipasi termasuk juga pilihan, artinya masyarakat memiliki hak dan kekuatan (daya)

untuk membuat keputusan yang mempengaruhi kehidupan mereka.Ketiga, keputusan

yang merupakan hasil partisipasi harus cendrung efektif dan ada system sosial yang

memungkinkan keputusan tersebut diimplementasikan.Perawat mebawarkan sumber

yang kaya keterampilan dan pengetahuan untuk memberdayakan anggota komunitas.


Perawat dalam memberdayakan masyarakat di bidang kesehatan adalah bekerja

sama dengan masyarakat (work with the community). Oleh sebab itu peran petugas

kesehatan dalam konteks pemberdayaan adalah :

1. Memfasilitasi masyarakat terhadap kegiatan-kegiatan atau program-program

pemberdayaan. Misalnya masyarakat ingi dibentuknya posyandu lansia, maka peran

petugas kesehatan adalah memfasiitasi pertemuan-pertemuan anggota masyarakat,

pengorganisasi masyarakat, atau memfasilitasi pertemuan dengan pihak terkait proses

pembentukan posyandu lansia.

2. Memotivasi masyarakat untuk bekerja sama atau bergotongroyong dalam melaksanakan

kegiatan atau program bersama untuk kepentingan bersama dalam masyrakat tersebut.

Misalnya masyarakat ingin mengadakan fasilitas pelayanan kesehatan di wilayahnya. Agar

rencana tersebut dapat terwujud sebagai bentuk kemandirian masyarakat, maka peran

petugas kesehatan adalah memotivasi agar masyarakat berpartisipasi dan berkontribusi

terhadap rencana tersebut.

3. Mengalihkan pengetahuan, keterampilan, dan tekonologi yang dimiliki kepada masyarakat

guna mengoptimalkan potensi yang berbeda satu dengan yang lainnya. Potensi merupakan

suatu kekuatan atau kemampuan yang masih terpendam. Potensi dalam masyarakat dapat

di kelompokkan menjadi 2 (dua) yaitu potensi sumber daya manusia (SDM) dan potensi

sumber daya alam (SDA). Apabila potensi SDM dalam komunitas memiliki kualitas yang

rendah, maka SDA dalam komunitas tidak dapat dikelola dengan baik. Peran petugas

adalah membantu komunitas masyarakat mengenal potensinya serta membimbing untuk

mengemabngkan potensi yang dimiliki agar masyarakat mampu menemukan upaya

pemecahan masalahmereka sendiri berdasarkan kemampuan yang dimiliki.

Dalam istilah lain, petugas kesehatan dalam pemberdayaan memiliki peran ganda,

yaitu:
1. Sebagai Pembina peran serta masyarakat, dimana kesehatan masyarakat itu sangat

ditentukan oleh partisipasi masyarakat itu sendiri. Dengan demikian, sebagai petugas

kesehatan yang memiliki pengetahuan berkaitan dengan masalah kesehatan hendaknya

melakukan pembinaan guna tercipta masyarakat yang mandiri.

2. Sebagai manager program peran serta masyarakat dalam bidang kesehatan. Model

manajemen yang diterapkan tidak sepenuhnya mengacu pada teori manajemen pada

umumnya. Tetapi lebih menitikberatkan pada apa yang selama ini terjadi sesuai dengan

siklus manajemen sektoral, serta berkaitan dengan fungsi petugas kesehatan sebagai

Pembina peran serta masyarakat. Model manajerial yang digunakan dapat di singkat

dengan ARRIF.

Tabel 7.1 Model Manajerial ARRIF

A : Analisis, merupakan tahap yang meliputi analisis situasi, analisis


tingkat perkembangan, analisis kasus dan anlisis sumber daya

R : Rumusan, meliputi tahap rumusan masalah, rumusan tujuan, dan


rumusan intervensi

R : Rencana, meliputi rencan usulan kegiatan (RUK) dan rencana


pelaksanaan kegiatan (POA)

I : Intervensi, meliputi kegiatan yang dilakukan bergantung pada


masalah, tujuan yang ingin dicapai, dan kemampuan petugas melihat
celah, mencari kiat dan memiliki waktu yang tepat untuk
melaksanakan intervensi

F : Forum komunikasi, meliputi kegiatan untuk melakukan pemantauan


(monitoring) dan evaluasi
D. TUJUAN PEMBERDAYAAN MASYARAKAT
Tujuan bidang kesehatan, Notoamodjo (2007) menyebutkan bahwa secara bertahap

tujuan pemberdayaan masyarakat dalah sebagai berikut :

1. Tumbuhnya kesadaran, pengetahuaan dan pemahaman tentang kesehatan bagi individu,

kelompok atau masyarakat kesadaran dan pengetahuan merupakan tahap awal timbulnya

kemampuan sebagai hasil proses belajar. Belajar sendiri merupakan suatu proses alih

pengetahuan dari sumber belajar keb subjek belajar. Informasi kesehatan yang diperoleh

dari proses belajar dapat menimbulkan kesadaran akan kesehatan.

2. Timbulnya kemauan atau kehendak dalam bidang kesehatan kemauan atau kehendak

merupakan kecenderungan untuk melakukan tindakan. Berlanjut atau tidaknya kemampuan

menjadi tindakan cepat dipengaruhi oleh bebagai faktor. Faktor yang paling utama salah

satunya adalah sarana dan prasarana. Misalnya saja keluarga sudah memiliki kemauan

untuk tidak lagi membuang sampah di pekarangan dan memisahkan sampah organik dan

anorganik. Agar kemauan itu dapat terwujud menjadi tindakan, maka yang dibutuhkan

keluarga selanjutnya adalah dana untuk membeli tempat memisahkan sampah dan sarana

penunjang tempat pembuangan sampah lain sebagai ganti pekarangan.

3. Timbulnya kemampuan di bidang kesehatan

Kemampuan individu, keluarga atau masyarakat di bidang kesehatan dapat dilihat dari

beberapa indicator, yaitu :

a. Mampu mengenali masalah kesehatan dan faktor-faktor yang mempengaruhunya, terutama di

lingkungan atau masyarakat setempat.

b. Mampu mengatasi masalah kesehatan secara mandiri.

c. Mampu memelihara dan melindungi diri, baik individu, kelompok atau masyarakat dari

segala bentuk ancaman kesehatan.

d. Mampu meningkatkan kesehatan baik individu, kelompok atau masyarakat.

Adapun tahapan-tahapan dalam proses pemberdayaan berdasarkan uraian diatas, dapat

dlihat pada bagian berikut ini:


Informasi
Kesehatan

Kesadaran Kesehatan

Pengetahuan
Kesehatan

Sarana & Kemauan


Daya & daya lain
Prasarana Kesehatan

Berdaya (mampu)
dalam kesehatan

Gambar 7.1 Proses Pemberdayaaan

E. PENDEKATAN PEMBERDAYAAN MASYARAKAT


Pendekatan utama dalam konsep pemberdayaan adalah bahwa masyarakat tidak

dijadikan objek tetapi merupakan subjek dalam memelihara dan melindungi kesehatan

masyarakat sendiri. Berdasarkan konsep tersebut, maka pemberdayaan masyarakat harus

mengikuti pendekatan sebagai berikut :

1. Upaya pemberdayaan harus terarah (targetted). Pendekatan ini yang secara popular

disebut pemihakan. Pendekatan ditujukan langsung kepada yang memerlukan, dengan

program yang dirancang untuk mengatasi masalah serta sesuai kebutuhan bentuk

program yang dilakukan tidak harus kegiatan kesehatan, tetapi kegiatan-kegiatan non

kesehatan yang pada akhirnya akan mendukung program kesehatan juga dapat dilakukan

dalam menunjukkan keberpihakan. Misalnya program pertanian, peternakan, pendidikan,

dan lain sebagainya.

2. Program harus langsung mengikutsertakan atau bahkan dilaksanakan oleh masyarakat

yang menjadi sasaran. mengikutsertakan masyarakat yang menjadi sasaran mempunyai


beberapa tujuan, yakni supaya program dapat berjalan efektif karena sesuai dengan

kehendak dan kemapuan serta kebutuhan masyarakat. Selain itu sekaligus meningkatkan

keberdayaan (empowering) masyarakat dengan pengalaman dalam merancang,

melaksanakan, mengelola, dan mempertanggungjawabkan upaya peningkatan diri dan

kesehatannya.

3. Pemberdayaan dilakukan melalui pendekatan kelompok. Karena secara individu,

masyarakat sulit dapat memecahkan masalah-masalah yang dihadapinya. Juga lingkup

pelayanan kesehatan menajdi sangat luas jika dilakukan secara individu. Oleh sebab itu,

pendekatan kelompok adalah yang paling efektif dan efisien jika di lihat dari sumber

daya yang digunakan.

F. PROSES PEMBERDAYAAN MASYARAKAT


Proses pemberdayaan mengandung dua kecenderungan. Pertama, proses

pemberdayaaan yang menekankan pada proses memberikan atau mengalihkan sebagian

kekuatan, kekuasaan atau kemampuan kepada masyarakat agar individu lebih berdaya.

Kecenderungan pertama tersebut dapat disebut sebagai kecenderungan primer dari makna

pemberdayaan. Sedangkan kecenderungan kedua atau kecenderungan sekunder menekankan

pada proses menstimulasi, mendorong atau memotivasi individu agar mempunyai kemampuan

atau keberdayaan untuk menentukan apa yang menjadi pilihan hidupnya melalui proses dialog.

Adapun proses pemberdayaan dapat dilakukan melalui tiga proses yaitu :

1. Menciptakan suasana atau iklim yang memungkinkan potensi masyarakat berkembang

(enabling). Titik tolaknya dalah bahwa setiap manusia memiliki potensi yang dapat

dikembangkan. Artinya tidak ada sumber daya manusia atau masyarakat tanpa daya,

kekuatan atau kemampuan, dengan mendorong (encourage) dan membangkitkan

kesadaran (awareness)akan potensi yang dimiliki serta berupaya mengembangkannya.

2. Pemberdayaan adalah upaya untuk membangun daya tersebut dengan cara mendorong,

memberikan motivasi, dan membangkitkan kesadaran akan potensi yang dimilikinya


serta berupaya untuk mengembangkannya.

3. Memperkuat potensi atau daya yang dimiliki oleh masyarakat (empowering).

Untuk mengoptimalkan proses pemberdayaan tersebut, diperlukan langkah yang lebih

positif, selain dari iklim dan suasana. Perkuatan ini meliputi langkah-langkah nyata dan

menyangkut penyediaan berbagai masukan (input), serta pembukaan akses kedalam sebagai

peluang (opportunities) yang akan membuat masyarakat menjadi makin berdaya. Dalam proses

ini, upaya mendasar yang perlu dilakukan adalah peningkatan pengetahuan serta akses kedalam

pelayanan kesehatan. Selain itu, berkaitan dengan memberdayakan juga mengandung arti

melindungi. Sehingga dalam proses pemberdayaan, harus dicegah yang lemah menajadi

bertambah lemah, oleh karena itu tidak berdaya dalam menghadapi yang kuat.

G. PENGORGANISASIAN PEMBERDAYAAN MASYARAKAT


Pemberdayaan masyarakat pada prinsipnya merupakan upaya untuk menumbuhkan dan

proses memapukan dari, oleh, dan untuk masyarakat. Pemberdayaan tercipta bukan dari hasil

pencakokan dari luar masyarakat yang bersangkutan. Dengan demikian, pengorganisasian

pemberdayaan masyarakat menurut Adisasmito (2008) harus dilakukan melalui 4 (empat) hal

berikut :

1. Berupa gerakan masyarakat

Masyarakat adalah subjek, bukan menjadi objek.Masyarakat harus dididik dan dibekali

dengan berbagai pengetahuan dan keterampilan dasar dalam usaha kesehatan serta

dilibatkan secara aktif sejak perencanaan dalam usaha tersebut.Tokoh dan wakil masyarakat

yang dilibatkan harus dapat mencerminkan aspirasi masyarakat yang sebenarnya.Dengan

demikian, tugas tenaga kesehatan tidak lagi melaksanakan atau mengajak masyarakat dalam

usaha kesehatan, namun lebih berperan sebagai pendidik dan fasilitator dalam

menumbuhkan kesadaran dan kepedulian serta mendorong untuk turut bereran aktif

mengatasi masalah keshatan melalui berbagai aktifitas.


2. Menekankan peran pemerintah sebagai regulator dan fasilitatorperan dominan pemerintah

dalam bidang kesehatan selama ini cenderung menghambat munculnya inisiatif dan

kreatifitas masyarakat untuk penumbuhan gerakan masyarakat sesungguhnya. Peran dominan

tersebut seharusnya lebih diberikan kepada masyarakat sendiri, misalnya saja melalui sestor

swasta, LSM, maupun organisasi masyarakat lainnya.

3. Menumbuhkan kewirausahawan sosial (social entrepreneur)

Upaya pemeliharaan dan peningkatan kesehatan masyarakat khususnya dlam merubah

perilaku harus bersifat pendekatan dari bawah (bottom up approach) berdasarkan kebutuhan

dan kondisi sosial budaya masyarakat setempat. Untuk itu dibutuhkan orang-orang yang

kreatif dan inovatif atau yang dikenal dengan wirausahawan sosial yang dapat menjalankan

program kesehatan

4. Menumbuhkan kemandirian

Upaya tenaga kesehatan dalam menumbuhkan kemandirian dapat dilakukan dengan

mengurangi intensitas intervensi secara bertahap pada upayapemeliharaan dan peningkatan

kesehatan yang sudah dapat dilakukan mandiri oleh masyarakat.

H. APLIKASI PERAN SERTA MASYARAKAT


Peran serta masyarakat (PSM) dalam bidang kesehatan mencakup dalam bervagai bentuk

mulai dari berperan menjadi sumber daya sampai diwujudkan dalam bentuk dana kesehatan.

Adapun bentuk konkrit aplikasi peran masyarakat dapat diwujudkan dalam berbagai program

sebagai berikut :

1. Kader Kesehatan

Kader merupakan warga masyarakat yang dipilih dan ditunjuk oleh masyarakat dan dapat

bekerja secara sukarela.Kader kesehatan sebagai promotor kesehatan desa (prokes) merupakan

tenaga sukarela yang dipilih oleh dan dari masyarakat yang bertugas untuk mengembangkan

masyarakat.Profil kader yang paling dikenal adalah kader posyandu.Keberadaanya dan asalnya

dari masyarakat membuat kader begitu dengan masyarakat.


Hampir seluruh kader posyandu adalah wanita.Selain itu kader juga seringnya merupakan

istri dari pamong desa atau tokoh masyarakat.Namun demikian, pada prinsipnya kader dipilih

oleh dan dari masyarakat. Persayaratan umum yang dapat dipertimbangkan untuk memilih kader

antara lain:

a. Dapat baca, tulis dengan bahasa Indonesia

b. Secara fisik dapat melaksanakan tugas-tugas sebagai kader

c. Mempunyai penghasilan sendiri

d. Tinggal tetap di desa yang bersangkutan

e. Aktif dalam kegiatan sosial maupun pembangunan desanya

f. Dikenal masyurakat dan dapat bekerja sama dengan masyarakat

g. Berwibawa

h. Sanggup membina paling sedikit 10 kepala keluarga untuk meningkatkan keadaan

kesehatan keluarga

2. Pos Pelayanan Terpadu (Posyandu)

Posyandu merupakan jenis upaya kesehatan bersumber daya masyarakat

(UKBM).Posyandu merupakan wadah pemberdayaan masyarakat yang dibentuk atas dasar

kebutuhan masyarakat, dikelola oleh, dari, untuk, dan bersama masyarakat dengan bimbingan

petugas puskesmas, lintas sektor dan lembaga lain terkait.Jumlah posyandu tahun 2010 menurut

Ditjen Bina Gizi & KIA dalam pusat data dan informasi (pusdatin) kementrian kesehatan RI

sebanyak 266,827.

Posyandu memilki 5(lima) kegiatan prioritas yang dikenal dengan istilah K5P

(keterampilan lima program posyandu) yang meliputi KIA, KB, Imunisasi, Gizi, dan

penanggulangan diare. Selain K5P tersebut, posyandu, juga memiliki kegiatan tambahan antara

lain :

a. Bina keluarga balita (BKB)

b. Kelompok peminat kesehatan ibu san anak (KP-KIA)


c. Penemuan dini dan pengamatan penyakit potensial kejadian luar biasa (KLB), misalnya

ISPA, DBD, gizi buruk, polio, campak, dipteri, pertussis,atau tetanus neonatorum

d. Pengembangan anak usia dini (PAUD)

e. Usaha kesehatan gizi masyarakat desa (UKGMD)

f. Tabungan ibu bersalin (Tabulin)

g. Suami siap antar jaga (SIAGA)

h. Tabungan masyarakat (Tabumas)

i. Ambulan desa

j. Penyehatan air bersih dan penyehatn lingkungan pemukiman

k. Program diversifikasi tanaman pangan atau pemanfaatan pekarangan, melalui tanaman

obat keluarga (TOGA)

Dalam penyelenggaraannya, satu posyandu sebaiknya melayani 100 balita dengan lingkup

kurang dari 700 penduduk atau disesuaikan dengan kemampuan petugas dan keadaan setempat,

kondisi geografis, jarak antara rumah, jumlah kepala keluarga dalam kelompok dan sebagainya.

Penyelenggaraan posyandu diharapkan dapat menerapkan prisip keterpaduan antar program,

keterpaduan antar sektor yang bersangkutan dan keterpaduan antara pelayanan oleh masyarakat

dan pelayanan oleh tenaga kesehatan professional.

Sasaran utama posyandu adalah bayi/balita, ibu hamil/ibu menyusui, dan wanita usia subur

(WUS) atau pasangan usia subur (PUS). Kegiatan posyandu dilakukan dengan menggunakan

sistem 5(lima) meja, yaitu :

Tabel 7.2 Sistem 5 Meja Posyandu

Meja 1 : Pendaftaran
Meja 2 : Penimbangan bayi dan anak balita, ibu hamil, atau WUS
Meja 3 : Pengisian kartu menuju sehat (KMS)
Meja 4 : Penyuluhan perorangan,
 Pada balita antara lain
: Pemberian :
makanan tambahan, oralit, atau
vitamin A dosis tinggi
 Pada ibu hamil : pemberian tablet besi
 Pada PUS : pemberian kondom atau pil KB untuk menjadi
peserta KB lestari
Meja 5 : Pelayanan kesehatan yang meliputi imunisasi, pemeriksaan
kehamilan, KIA, KB, dan pengobatan

Tenaga kesehatan untuk meja 1sampai 4 dilaksanakan oleh kader kesehatan, sedangkan

meja 5 dilaksanakan oleh petugas kesehatan dari puskesmas seperti perawat, bidan, maupun

dokter.Kader kesehatan merupakan tenaga yang berasal dari masyarakat, dipilih oleh masyarakat

dan bekerja secara sukarela sebagai penyelenggara posyandu.Dengan adanya kader kesehatan,

masyarakat bukan hanya menjadi objek pelayanan kesehatan tetapi merupakan mitra dalam

pelayanan kesehatan itu sendiri.

Kader kesehatan bukanlah tenaga professional melainkan membantu dalam pelayanan

kesehatan di masyarakat. Tugas pokok kader kesehatan berkaitan dengan keberadaan posyandu

dapat dibagi menjadi 2 (dua), yaitu :

b. Kegiatan di Posyandu

1. Melaksankan pendaftaran

2. Menimbang bayi dan balita, ibu hamil/menyusui, WUS atau PUS

3. Melaksankan pencatatan hasil

4. Mengisi KMS

5. Memberi penyuluhan

6. Memberi dan membantu pelayanan kesehatan

c. Kegiatan diluar Posyandu

1. Mengajak ibu-ibu untuk datang pada hari kegiatan posyandu diadakan

2. Melaksankan kegiatan yang menunjang upaya kesehatan lain yang sesuai dengan

permasalahan kesehatan yang ada, misalnya :

a) Pemberantasan penyakit menular

b) Penyehatan rumah dan pembuangan sampah

c) Pemberantasan sarang nyamuk

d) Penyediaan sarana air bersih


e) Penyediaan sarana jamban keluarga

f) Pembuatan sarana pembuangan air limbah

g) Pemberian pertolongan pertama pada penyakit

h) P3K dan dana sehat

Perkembangan masing-masing posyandu tidak sama untuk mengetahui tingkat

perkembangan posyandu, telah dikembangkan metode dan alat telaah perkembangan

posyandu. Tujuan telaah adalah untuk mengetahui tinngkat perkembangan posyandu

yang secara umum dibedakan atas 4 tingkat sebagai berikut :

Tabel 7.3 Tingkatan Posyandu

Tingkatan Penjelasan

Posyandu pratama Posyandu yang belum mantap, ditandai oleh kegiatan

bulanan posyandu yang belum terlaksana secara rutin serta

jumlah kader yang sangat terbatas yakni kurang dari 5

orang.Penyebab tidak terlaksananya kegiatan rutin bulanan

posyandu, di samping karena jumlah kader yang terbatas,

dapat pula karena belum siapnya masyarakat.Intervensi

yang dapat dilakukan untuk perbaikan peringkat adalah

memotivasi masyarakat serta menambah jumlah kader.

Posyandu madya Posyandu yang sudah dapat melaksnakan kegiatan lebih

dari 8 kali per tahun, dengan rata-rata jumlah kader

sebanyak 5 orang atau lebih, tetapi cakupan kelima kegiatan

utamanya masih rendah, yaitu kurang dari 50%. Intervensi

yang dapat dilakukan untuk perbaikan peringkat adalah


meningkatkan cakupan dengan mengikutsertakan tokoh

masyarakat sebagai motivator serta lebih menggiatkan

kader dalam mengelola kegiatan posyandu.

Posyandu purnama Posyandu yang sudah dapat melaksankan kegiatan lebih

dari 8 kali per tahun, dengan rata-rata jumlah kader

sebanyak lima orang atau lebih, cakupan kelima kegiatan

utamanya lebih dari 50%, mampu menyelenggarakan

program tambahan, serta telah memperoleh sumber

pembiayaan dari dana sehat yang dikelola oleh masyarakat

yang pesertanya masih terbatas yakni kurang dari 50% KK

di wilayah kerja posyandu.

Posyandu mandiri Posyandu yang sudah dapat melaksanakan kegiatan lebih

dari 8 kali per tahun, dengan rata-rata jumlah kader

sebanyak lima orang atau lebih, cakupan kelima kegiatan

utamanya lebih dari 50%, mampu mem=nylenggarakan

program tambahan, serta telah memperoleh sumber

pembiayaan dari dana sehat yang dikelola oleh masyarakat

yang pesertanya lebih dari 50% KK yang bertempat tinggal

diwilayah kerja posyandu. Intervensi yang dilakukan

bersifat pembinaan termasuk pembinaan program dana

sehat, sehingga terjamin kesinambungannya. Selain itu

dapat dilakukan intervensi memperbanyak bentuk program

tambahan sesuai dengan masalah dan kemampuan masing-

masing.
Untuk mengetahui tingkat perkembangan Posyandu, ditetapkan seperangkatindikator

yang digunakan sebagai penyaring atau penentu tingkat perkembangan posyandu. Secara

sederhana indicator untuk tiap peringkat posyandu dapat diuraikan sebagai berikut :

Tabel 7.4 Indikator Peringkat Posyandu

No Indikator Pratama Madya Purnama Mandiri

Frekuensi penimbangan <8 >8 >8 >8

Rerata kader tugas <5 ≥5 ≥5 ≥5

Rerata cakupan D/S <50% <50% ≥50% ≥50%

Cakupan kumulatif KIA* <50% <50% ≥50% ≥50%

Cakupan kumulatif KB <50% <50% ≥50% ≥50%

Cakupan kumulati imunisasi <50% <50% ≥50% ≥50%

Program tambahan - - + +

Cakupan dana sehat <50% <50% <50% ≥50%

1. Pondok Bersalin Desa (Polindes)

Polindes merupakan jenis UKBM sebagai bentuk peran serta masyarakat dalam

pemeliharaan kesehatan ibu dan anak.Keberadaan Polindes dimaksud untuk menutupi 4

(empat) kesenjangan dalam pelayanan KIA, yaitu kesenjangan geografis, kesenjangan

informasi, kesenjangan ekonomi, dan kesenjangan sosial budaya.

Keberadaan bidan di setiap desa diharapkan dapat mampu mengatasi kesenjangan

geografis, sementara interaksi setiap saat dengan penduduk setempat diharapkan mampu

mengurangi kesenjangan informasi.Operasional kegiatan Polindes dilakukan melalui

kerjasama antara bidan dengan dukun bayi, sehingga tidak menimbulkan kesenjangan
sosial budaya.Sementara tarif pemeriksaan ibu, anak, dan melahirkan yang ditentukan

dalam musyawarah LKMD diharapkan mampu mengurangi kesenjangan ekonomi.

2. Pos Obat Desa (POD)

Pos obat desa merupakan bentuk peran serta masyarakat dalam hal pengobatan

sedderhana.Kegiatan ini dapat dipandang sebagai bentuk perluasan kegiatan kuratif

sederhana, melengkapi kegiatan preventif dan promotif yang telah dilaksanakan di

posyandu.Dalam implementasinya, POD dikembangkan melalui beberapa pola

disesuaikan dengan situasi dan kondisi setempat. Babarapa pengembangan POD itu

antara lain :

a. POD murni, tidak terkait dengan UKBM lainnya

b. POD yang diintegrasikan dangan Dana Sehat

c. POD yang merupakan bentuk peningkatan posyandu

d. POD yang dikaitkan dengan Psked/Polindes

e. Pos Obat Pondok Pesantren (POP) yang dikembangkan dibeberapa pesantren

3. Dana Sehat

Dana sehat merupakan kegiatan swadaya masyarakat secara gotong royong guna

menjamin pemeliharaan kesehatan perorangan dan keluarga melalui manajemen

pendanaan. Penghimpunan dana sehat ini dilakukan dengan pra upaya guna menjamin

pemeliharaan kesehatan promotif, preventif, kuratif, dan rehabilitative. Dengan demikian,

dana sehat ini tidak hanya digunakan saat sakit dan membutuhkan biaya (upaya kuratif),

tetapi juga digunakan untuk pembiayaan kegiatan yang meliputi upaya promotif,

preventif, maupun rehabilitatif.

Secara umum terdapat 2 (dua) bentuk sumber pendanaan dari massyarakat yang

dapat digunakan sebagai upaya pemeliharaan dan peningkatan kesehatan, yaitu :

a. Dana aktifartinya dana yang secara khusus dikumpulkan oleh masyarakat untuk membiayai

upaya kesehatan. Berbagai bentuknya antara lain :


1) tubulin atau tabungan ibu bersalin merupakan dana simpanan ibu hamil atau keluarga.

Dana tersebut disimpan pada bidan dalam bentuk uang maupun natura.

2) Arisan jamban keluarga merupakan pengumpulan dana untuk pembelian dan

pemasangan jamban keluarga secara bergiliran.

3) Jambulin atau jaminan ibu bersalin merupakan iuran ibu hamil atau keluarga untuk

pemeliharaan kesehatan ibu selama hamil, melahirkan sampai perawatan bayi yang

dikelola oleh warga bekerja sama dengan bidan dan puskesmas selaku pemberi

pelayanan.

4) Desolin atau dana sosial ibu bersalin merupakan dana yang dikumpulkan dari dan oleh

masyarakat untuk membantu biaya bersalin atas kesepakatan warga dapat juga

meringankan biaya kesehatan lain.

5) Artamas atau arisan tabungan amal sehat merupakan sejenis arisan dimana penerima

arisan menyisihkan sebagai pendapatannya untuk tabungan kesehatan yang disimpan di

bank dan digunakan untuk membantu biaya pengobatan peserta arisan.

6) Dana sehat kelompok usaha bersama merupakan dana yang iurannya diambil dari sisa

hasil usaha atau keuntungan kelompok usaha bersama.

7) Bentuk pengelolaan dana sehat lainnya seperti dana sehat pola Usaha Kesehatan

Sekolah (UKS), pola Pengembangan Kesehatan Masyarakat Desa (PKMD), pola

pondok pesantren, pola Koperasi Unit Desa (KUD), serta dana sehat organisasi atau

kelompok lain.

b. Dana pasif artinya dana yang sudah ada di masyarakat seperti dana sosial keagamaan berasal

dari zakat, infaq, shodaqoh, wasiat, dan lain sebagainya. Dana pasif tersebut kemudian

digunakan pula untuk kegiatan yang berkaitan dengan kesehatan.

4. Upaya Kesehatan Tradisional

Bentuk aplikasi dari upaya kesehatan tradisional adalah pemanfaatan pekarangan

rumah untuk menanam tanaman yang berkhasiat sebagai obat.Bentuk aplikasi tersebut
lebih dikenal dengan istilah tanaman obat keluarga (TOGA).TOGA merupakan peran

serta masyarakat dalam peningkatan kesehatan dan pengobatan sederhana dengan

memanfaatkan obat tradisional.Fungsi utama TOGA adalah menghasilkan tanaman yang

dapat digunakan untuk menjaga dan meningkatkan kesehatan dengan mengobati keluhan

atau gejala penyakit yang ringan. Fungsi lain dari TOGA adalah memperbaiki gizi

masyarakat, upaya pelestarian alam, memperindah pemandangan, serta menambah

penghasilan keluarga.

5. Upaya Kesehatan Dasar Swasta

Upaya kesehatan dasar swasta dapat dilaksanakan oleh perorangan maupun

kelompok dalam masyarakat atau LSM berupa yayasan. Upaya kesehatan dasar ini dapat

dikelompokkan menjadi 3 (tiga) yaitu :

a. Kelompok pelayanan swasta dasar bidang medik meliputi balai pengobatan (BP) swassta,

Rumah Bersalin (RB), atau juga Balai Kesehatan Ibu dan Anak (BKIA).

b. Kelompok berdampak kesehatan, meliputi salon kecantikan, puat kebugaran, dan lain

sebagainya.

c. Kelompok tradisional, meliputi panti pijat, tabib, dukun dan patah tulang, yang

pembinaan teknisnya oleh upaya kesehatan tradisional (Ukestra).

6. Kemitraaan LSM dan Dunia Usaha

Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) merupakan organisasi non pemerintah

(NGO) yang memiliki potensi untuk meningkatkan ferajat kesehatan masyarakat. Potensi

tersebut dapat berupa dalam hal community development, pemberi pelayanan kesehatan,

pelatihan untuk berbagai macam bidang, dan penghimpunana dana masyarakat untuk

kesehatan.

Untuk meningkatkan fungsi LSM, forum komunikasi ditingkatkan menjadi

jejaring LSM yang dapat berkembang menjadi beberapa peminatan. Terdapat beberapa

kelompok peminatan kesehatan, yaitu :


a. Pembangunan Kesehatan Masyarakat Desa (PKMD) atau Primary Health Care (PHC)

b. Keluarga Berencana / Kesehatan Ibu dan Anak (KB / KIA)

c. Penyakit Menular Seksual (PMS / AIDS)

d. Kesehatan anak, remaja, dan generasi muda

e. Kesehatan wanita

f. Pengoabtan tradisional

g. Kesehatan kerja

h. Kesehatan lingkungan / air bersih

i. Penyakit menular

j. Klinik / balai pengobatan

7. Bentuk UKBM lain

Bentuk upaya kesehatan bersumber daya masyarakat yang lain adalah sebagai berikut :

a. Satuan Karya Bhakti Husada (SBH) merupakan bentuk partisipasi generasi muda

khususnya pramuka dalam bidang kesehatan.

b. Upaya Kesehatan Gizi Masyarakat Desa (UKGMD) merupakan bentuk peran masyarakat

dalam bidang kesehatan gizi dan mulut.

c. Pemberantasan penyakit menular melalui pendekatan Pembangunan Kesehatan Masyarakat

Desa (P2M-PKMD) merupakan bentuk peran masyarakat dalam penanggulangan penyakit

menular

d. Desa Percontohan Kesehatan Lingkungan (DPKL) merupakan bentuk peran masyarakat

dalam program penyediaan air bersih dan perbaikan lingkungan pemukiman.

e. Pos Kesehatan Pondok Pesantren (Poskestren) merupakan bentuk peran masyarakat

pondok pesantren dalam bidang kesehatan. Kegiatan yang dilakukan antara lain Pos Obat

Pondok Pesantren (POP), santri husada (kader kesehatan dari kalangan santri), pusat

informasi kesehatan, dan upaya kesehatan lingkungan di sekitar pondok pesantren.


f. Karang werda merupakan bentuk peran masyarakat dalam upaya kesehatan usia lanjut,

misalnya pos pembinaan terpadu lansia (posbindu lansia atau posyandu lansia).

BAB VII

KEMITRAAN

A. PENDAHULUAN
Dalam mengatasi masalah di masyarakat diperlukan kerjasama dan partisipasi dari

komunitas meliputi kerja sama atau kemitraan dengan lintas program dan lintas sektor dalam

menata kebijakan yang berhubungan dengan penanggulangan suatu masalah. Lintas program

seperti Puskesmas, Prokjakes, dan Dinas Kesehatan serta lintas sektoral seperti dinas pertanian,

dinas pendidikan, dan lain sebagainya.

Beberapa komponen penting untuk partisipasi komunitas adalah kerangka kerja untuk

mendefinisikan masalah komunitas, anggota komunitas sama-sama menyadari masalah

kesehatan di wilayah mereka, dan diperlukan mekanisme untuk menggerakkan komunitas agar

mereka mengenali kebutuhannya dan menjalin kerja sama dengan perawat komunitas untuk

menciptakan suatu budaya partisipasi.


B. PENGERTIAN KEMITRAAN
Partnership atau Kemitraan adalah suatu kerjasama formal antara individu-individu,

kelompok-kelompok, atau organisasi-organisasi untuk mencapai suatu tugas atau tujuan tertentu

(Notoatmodjo, 2007).Kemitraan adalah hubungan kerjasama antara dua pihak atau lebih,

berdasarkan kesetaraan, keterbukaan, dan saling menguntungkan untuk mencapai tujuan bersama

berdasarkan atas kesepakatan, prinsip, dan peran masing-masing (Depkes, 2003).Kemitraan

adalah suatu bentuk kerjasama aktif antara perawat komunitas, masyarakat, maupun lintas sector

dan program.Bentuk kegiatannya dalah kolaborasi, negosiasi dan sharing dilakukan untuk saling

menguntungkan (Stanhope & Lancaster, 2004; Hitchock, Schuber & Thomas, 1999).

C. PRINSIP-PRINSIP KEMITRAAN
Kemitraan merupakan bentuk kerjasama yang mengharuskan setiap pihak yang terlibat

merelakan dan melepaskan kepentingan masing-masing dan kemudian membangun kepentingan

bersama. Terdapat 3 prinsip yang perlu dipahami dalam membangun sebuah kemitraan menurut

Notoadmodjo (2007), yaitu :

1. Persamaan (equity)

Kemitraan yang dijalin harus berdasarkakn prinsip persamaan.Tidak ada satu anggota

pun baik itu individu, organisasi, atau institusi yang telah bersedia menjalin kemitraan

merasa lebih tinggi.Asas demokrasi pun harus senantiasa dijunjung agar tidak ada

dominasi dari salah satu pihak.

2. Keterbukaan

Keterbukaan dalam kemitraan memiliki arti bahwa kekuatan atau kelebihan dan

kekurangan atau kelemahan masing-masing anggota harus diketahui oleh anggota yang

lain. Keterbukaan juga berkaitan dengan ketersediaan sumber daya yang dimiliki anggota

yang satu juga harus diketahui anggota yang lain. Keterbukaan yang dilakukan tersebut

bertujuan untuk menumbuhkan rasa saling memahami satu sama lain sehingga tidak ada

rasa saling mencurigai. Dengan demikian akan tumbuh pula rasa saling melengkapi dan

saling membantu diantara anggota.


3. Saling menguntungkan (mutual benefit)

Saling menguntungkan dalam kemitraan bukan dilihat dari keuntungan materi atau

uang.Melainkan dilihat dari sinergisitas atau kebersamaan dalam mencapai tujuan

bersama. Ibarat mengangkat beban 40 kg jika diangkat bersama oleh 4 orang tentu akan

lebih terasa ringan jika diangkat sendiri.

D. TAHAP KEMITRAAN
Dalam mengembangkan kemitraan dalam bidang kesehatan, terdapat 3 (tiga) institusi

kunci organisasi atau unsur pokok yang terlibat di dalamnya yaitu unsur pemerintah, dunia usaha

atau swasta, dan unsur organisasi non pemerintah atau non government organization (NGO)

yang meliputi lembaga swadaya masyarakat (LSM) dan organisasi masyarakat (Ormas) serta

organisasi profesi seperti PPNI, IDI, PDGI, maupun IAKMI. Berkaitan dengan ketiga unsur

tersebut, kemitraan kesehatan secara konsep terdiri dari 3 (tiga) tahap, yaitu :

1. Kemitraan Lintas Program

Tahap ini merupakan bentuk kemitraan lintas program yang ada di lingkungan sektor

kesehatan sendiri seperti program promosi kesehatan, kesehatan keluarga, pemberantas

penyakit menular (P2M), kesehatan lingkungan, gizi, kesehatan ibu dan anak (KIA),

pendidikan remaja sebaya (PRS) dan lain sebagainya.

2. Kemitraan Lintas Sektor

Tahap ini merupakan bentuk kemitraan lintas sektor di institusi pemerintah seperti dinas

kesehatan, dinas pendidikan, dinas pertanian, dinas kehutanan dan lain sebagainya.

3. Kemitraan yang Lebih Luas

Tahap ini merupakan kemitraan yang lebih luas dengan ketiga unsur yang telah

dijelaskan sebelumnya yaitu lintas program, lintas sektor, lintas bidang, serta lintas

organisasi yang mencakup unsur pemerintah, dunia usaha, LSM, Ormas, maupun

organisasi profesi.

E. MODEL-MODEL KEMITRAAN
Terdapat 2 (dua) model kemitraan menutut Notoadmadja (2007), yaitu :
1. Model I

Model ini merupakan model kemitraan yang paling sederhana yaitu dalam bentuk

jaringan kerja (networking) atau building linkages.Masing-masing mitra institusi telah

memiliki program sendiri mulai dari perencanaan, pelaksanaa, dan evaluasi.Jaringan

tersebut terbentuk dapat disebabkan karena memiliki kesamaan sasaran program atau

bentuk pelayanan.Misalnya Forum Lansia Sehat.

2. Model II

Model ini merupakan bentuk kemitraan yang lebih baik dan solid, masing-masing mitra

mempunyai tanggung jawab yang lebih besar terhadap program bersama. Proses

perencanaan, pelaksanaan, dan evaluasi program dilakukan secara bersama guna

mencapai tujuan bersama.

F. APLIKASI BENTUK KEMITRAAN DALAM PRAKTIK KEPERAWATAN


KOMUNITAS
Kemitraan merupakan salah satu strategi dalam keperawatan komunitas. Berdasarkan

tahap kemitraan yang terdiri dari lintas program, lintas sektor, dan kemitraan yang lebih luas,

berikut beberapa contoh mengenai bentuk kemitraan dalam keperawatan komunitas :

1. Contoh Kemitraan Lintas Program

Data hasil pengkajian di dusun Sigentung ditemukan bahwa dari sebanyak 120 balita

yang ada, 80 diantaranya dalam 2 bulan terakhir datang ke Puskesmas dengan keluhan

ISPA. Pengkajian terhadap keluarga dari 120 KK yang memiliki balita ditemukan bahwa

sebanyak 99 KK belum mendapat pendidikan kesehatan tentang ISPA, dalam satu rumah

terdapat perokok aktif, 80 KK jarang membuka jendela, dan 60 KK tinggal di rumah

dengan kondisi udara yang lembab. Data lain menunjukkan bahwa 69 KK memiliki

kandang ternak, letak kandang yang berada di dalam rumah adalah 8 KK, di luar rumah

dengan jarak < 10 m sebanyak 47 KK, dan sisanya berada di luar rumah > 10 m sebanyak

14 KK. Diagnosis yang diangkat adalah tingginya kasus ISPA di dusun Sigentung

berhubungan dengan lingkungan yang tidak sehat, kurangnya pendidikan kesehatan


tentang ISPA. Strategi intervensi kemitraan lintas program yang dilakukan adalah dengan

memberikan pendidikan kesehatan mengenai mengenal ISPA pada balita, mencegah, dan

cara perawatannya dalam kegiatan program KIA yang telah berjalan sebelumnya.

Sehingga pemberian pendidikan tentang ISPA mengikuti jadwal kegiatan program KIA

yang telah ada. Sasaran pendidikan kesehatan juga sama dengan program KIA yaitu

orang tua balita yang mengikuti kegiatan program KIA.

2. Contoh Kemitraan LIntas Sektor

Diagnosis yang diangkat dari hasil pengkajian di Desa Cakrah adalah tingginya

prevalensi gigi caries di SD Cokrah 3 berhubungan dengan tidak pernah adanya

pendidikan kesehatan gigi, tidak pernah adanya program pemeriksaan gigi di SD, hanya

sebanyak 12 dari 87 siswa yang pernah periksa gigi di puskesmas, rendahnya pendapatan

perkapita masyarakat. Bentuk strategi intervensi kemitraan lintas sektor yang dilakukan

dengan mengadakan kegiatan pemeriksaan dan penanganan gigi di SD Cokrah 3 secara

langsung oleh tenaga kesehatan. Kemitraan dilakukan dengan dinas pendidikan yang

dalam hal ini melalui SD Cokrah 3, dimana pihak sekolah menyediakan waktu dan

tempat pemeriksaan, serta mengumpulkan siswa SD yang akan diperiksa dan dilakukan

tindakan penanganan langsung.

3. Contoh Kemitraan yang Lebih Luas

Diagnose yang diangkat dari hasil pengkajian di Desa Sijambu adalah tingginya kasus

katarak di Desa Sijambu berhubungan dengan Desa Sijambu memiliki penderita katarak

terbanyak di tingkat kabupaten, kurangnya pendidikan kesehatan tentang kesehatan mata,

lingkungan rumah yang gelap rendahnya status sosial ekonomi, keterbatasan akses

terhadap pelayanan mata. Untuk mengatasi permasalah tersebut, dibentuklah program

berupa gerakan Sijambu Bebas Katarak. Kemitraan dilakukan dengan dians kesehatan

guna menyediakan dokter spesialis mata, dunia usaha dan pemerintah kabupaten guna

mendapatkan bantuan dana oprasional program, serta LSM atau Ormas terdekat sebagai
tenaga teknis dalam mendata, menginformasikan, kemudian mengumpulkan masyarakat

yang menjadi sasaran program.

DAFTAR PUSTAKA

Assauri, S. (2009). Manajemen Pemasaran. Jakarta: PT. Raja Grafindo, Persada. Kotler, P., &
Keller, K.
Alma, B. (2005). Manajemen Pemasaran dan Pemasaran Jasa. Bandung: CV Alfabeta.
Armstrong, G., & Kotler, P. (2003). Dasar-Dasar Pemasaran, Jilid 1, Edisi Kesembilan. Jakarta:
PT. Indeks. L. (2009).
Basu, S., & Irawan. (2008). Manajemen Pemasaran Modern. Yogyakarta: Liberty Offset.
Felton, A.P. (1959). Making the Marketing Concept Work. Harvard Business Review, 37, 55-65.
Kotler, Philip. (2007). Manajemen Pemasaran. Edisi Kedua Belas. Jakarta. Indeks.
Hitt, M., Ireland, D., & Hoskisson, R. (2009). Understanding Business Strategy. Edisi 2. South-
Western: Cengage Learning.
Hooley, G., Piercy, Nigel F. and Nicoulaud, B. (2008). Marketing strategy and competitive
positioning. Harlow; United States: Prentice Hall/Financial Times. ISBN 9780273706977
Ihalauw, JOI (2011), Manajemen Pemasaran, Edisi 6
Kotler, P., & Keller, K. L. (2012). Marketing Management 14th, Global Edition Harlow. England:
Pearson Education Limited.
Kotler, P., Keller, K. L., & Armstrong, G. (2012). Prinsip-Prinsip Pemasaran, Jilid 1. Jakarta:
Erlangga.
Tjiptono, F. (2014). Pemasaran Jasa, Prnsip, Penerapan dan Penelitian. Yogyakarta: Andi
Offset.
Tjiptono, F. (2015). Strategi Pemasaran Edisi 4. Yogyakarta: Andi.
Walker, Orville C., Jr Terbitan. (2011). Marketing Strategy : A Decision-Focused Approach. 7th
edition. New York: McGraw-Hill Education
PROFIL PENULIS

Dr. Dra. Cicik Harini, MM., lahir di Semarang, 22 Desember 1966. Pengalaman kerja di PT. BDNI Tbk
(1990-1998), Universitas Dian Nuswantoro (2000-2016), sebagai dosen tetap Universitas Pandanaran
mengampu mata kuliah Manejemen Pemasaran dan sebagai Ketua Lembaga Penjaminan Mutu (2015 s/d
sekarang). Telah tersertifikasi Dosen Nasional, Assesor Kompetensi dan Pendamping Kewirausahaan
dari BNSP, Fasilitator USAID RWAP. Buku yang telah diterbitkan berjudul Strategi Pemasaran
Kewirausahaan UMKM (2020), Digital Marketing bagi UMKM (2021) dan Bookchapter BUMDesa
Sebagai Kekuatan Ekonomi Baru (2022).

SB. Handayani, SE MM, lahir di Semarang, 26 Mei 1967. Lulus Strata 1 (S1) Manajemen FE UNDIP
pada tahun 1992 dan pada tahun 2006 lulus Strata 2 (S2) dari STIE STIKUBANK SEMARANG dengan
konsentrasi Manajemen Pemasaran. Menjadi Dosen tetap di STIE Dharma Putra Semarang sejak tahun
1993 sampai sekarang. Telah tersertifikasi Dosen Nasional sejak tahun 2008 dan Mengampu mata kuliah
Manajemen Pemasaran, Perilaku Konsumen, Manajemen Penjualan, Manajemen Keuangan, Manajemen
Pemasaran kontemporer, dan Seminar Pemasaran. Tahun 2000 menjabat Ketua Jurusan Program Diploma
3 Manajemen di STIE Dharma Putra Semarang serta diberi kepercayaan sebagai Pembantu Ketua 1
Bidang Akademik sejak 2020 sampai sekarang.
SINOPSIS

Pemasaran merupakan rangkaian aktivitas dalam melakukan pemilihan sasaran pasar, melakukan
evaluasi terhadap kebutuhan konsumen, mengembangkan produk baik berupa barang dan jasa,
mencapai keinginan dan kepuasan pelanggan, serta menghasilkan keuntungan atau laba bagi
perusahaan. Dari sisi manajemen, pemasaran merupakan fungsi dari organisasi dan sekumpulan
proses dalam penciptaan, distribusi dan komunikasi nilai kepada konsumen dan pengelolaan
hubungan yang baik dengan konsumen untuk mendapatkan keuntungan bagi organisasi dan
stakeholder lainnya. Sehingga dapat dikatakan bahwa pemasaran merupakan ujung tombak suatu
kegiatan bisnis dalam rangka menjual produk kepada konsumen industry dan konsumen akhir.
Pemasaran yang baik dan berhasil, harus melalui konsep pemasaran yang baik, yaitu adanya
perencanaan, pelaksanaan, pengarahan, monitoring dan evaluasi demi tercapainya tujuan dari
kegiatan pemasaran tersebut.

Anda mungkin juga menyukai