PERGURUAN TINGGI
Sitti Aminah
Zuraida
Emilda
LEMBAGA KITA
www.books.lembagakita.org
BAHASA INDONESIA : UNTUK
PERGURUAN TINGGI
Sitti Aminah | Zuraida | Emilda
Editor : Syarifuddin
Penyunting : Supriyanto
Desain Cover : Abdurrazak
Tata Letak Isi : Jenal Sapdana
Sumber Gambar : Template.Net
PERCETAKAN GO PRINT
Jl. Mr. Dr. Mohd Hasan No. 5 Lueng Bata, Kota Banda Aceh, 23127
Telp: 0812-6912-0568
Website: www.goprint.com
E-mail: admin@goprint.com
ISBN 978-602-9451-14-6
1. Bahasa I. Judul
400
UU No 19 Tahun 2002 Tentang Hak Cipta
Puji syukur penulis panjatkan ke hadirat Allah Yang Maha Esa, karena atas
rahmat dan hidayah-Nya penulis dapat menyelesaikan Bahan Ajar Bahasa Indonesia
khususnya untuk mata kuliah umum (MKU) di kalangan mahasiswa. Selawat beriring
salam penulis sampaikan kepada junjungan alam Nabi Besar Muhammad saw.
Bahasa Indonesia sebagai alat komunikasi juga merupakan mata kuliah umum
bertujuan mengembangkan kemampuan mahasiswa dalam menulis serta berbahasa
Indonesia dengan baik dan benar, karena penguasaan bahasa Indonesia dapat
dijadikan ukuran nasionalisme seseorang sebagai bangsa Indonesia. Selain itu, mata
kuliah ini juga bertujuan untuk mengembangkan kemampuan mahasiswa dalam
mengorganisir ide-ide atau konsep-konsep untuk dikomunikasikan kepada pihak lain
sehingga terjalin interaksi antar ide yang berkesinambungan.
Penulis menyadari akan ketidak sempurnaan bahan ajar ini secara komplek
dan utuh, sehingga penulis sangat mengharapkan kritik dan saran yang membangun
kesempurnaan bahan ajar ini kedepannya.
Penulis,
i
DAFTAR ISI
ii
BAB 6 TOPIK DAN JUDUL .........................................................................
Pengertian Topik Karangan ......................................................... 77
Cara Membatasi Topik ................................................................ 78
Hubungan Topik dan Judul ......................................................... 79
iii
1.1 Pengertian Bahasa
Secara umum bahasa didefinisikan sebagai lambang. Bahasa adalah alat
komunikasi yang berupa sistem lambang bunyi yang dihasilkan alat ucap
manusia. Sebagaimana kita ketahui, bahasa terdiri atas kata-kata atau
kumpulan kata. Masing-masing mempunyai makna, yaitu hubungan abstrak
antara kata sebagai lambang dengan objek atau konsep yang diwakili kumpulan
kata atau kosa kata itu oleh ahli bahasa disusun secara alfabetis, atau menurut
urutan abjad, disertai penjelasan artinya dan kemudian dibukukan menjadi
sebuah kamus atau leksikon (Mulyati, 2014:2).
Bahasa adalah sebuah sistem, artinya bahasa dibentuk oleh sejumlah
komponen yang berpola secara tetap dan dapat dikaidahkan. Sistem bahasa
berupa lambang-lambang bunyi, setiap lambang bahasa melambangkan
sesuatu yang disebut makna atau konsep sehingga dapat disimpulkan bahwa
setiap suatu ujaran bahasa memiliki makna. Contoh, lambang bahasa yang
berbunyi “ kue” melambangkan konsep atau makna ‘sesuatu yang biasa
dimakan orang sebagai makanan tambahan.’
Pengertian bahasa tersebut menunjukkan bahwa sistem lambang bunyi
ujaran dan lambang tulisan digunakan untuk berkomunikasi dalam masyarakat
dan lingkungan akademik. Bahasa yang baik dikembangkan oleh pemakainya
berdasarkan kaidah-kaidah yang bertata dalam suatu sistem. Kaidah bahasa
dalam sistem tersebut mencakup beberapa hal berikut:
1) Sistem lambang yang bermakna dapat dipahami dengan baik oleh
masyarakatnya.
2) Berdasarkan kesepakatan masyarakat pemakainya. Sistem bahasa itu
bersifat konvensional.
3) Lambang sebagai huruf (fonemis) bersifat manasuka atau kesepakatan
pemakainya (arbiter).
1
4) Sistem lambang yang terbatas itu (A – Z: 26 huruf) mampu menghasilkan
kata, bentukan kata, frasa, klausa, dan kalimat yang tidak terbatas dan
sangat produktif.
5) Sistem lambang itu (fonem) tidak sama dengan sistem lambang bahasa lain
seperti sistem lambang bahasa Jepang.
6) Sistem lambang bahasa itu dibentuk berdasarkan aturan yang bersifat
universal sehingga dapat sama dengan sistem lambang bahasa lain.
Pada waktu kita berbicara atau menulis, kata-kata yang kita ucapkan
atau kita tulis tidak tersusun begitu saja, melainkan mengikuti aturan yang ada.
Untuk mengungkapkan gagasan, pikiran atau perasaan, kita harus memilih
kata- kata yang tepat dan menyusun kata- kata itu sesuai dengan aturan
bahasa. Seperangkat aturan yang mendasari pemakaian bahasa, atau yang kita
gunakan sebagai pedoman berbahasa inilah yang disebut Tata bahasa.
Alat ekspresi
jiwa
Alat
beradaptasi
2
1) Fungsi Bahasa Sebagai Alat Ekspresi Jiwa
Sebagai alat ekspresi jiwa, bahasa berfungsi untuk menyalurkan
perasaan, sikap, gagasan, emosi jiwa, dan tekanan-tekanan perasaan lisan
maupun tertulis. Mulyati (2014:4-8) menyatakan, bahasa berfungsi sebagai
alat ekspresi jiwa dapat menjadi media untuk menyatakan eksistensi
(kebenaran diri), pembebasan diri dari tekanan emosi dan untuk menarik
perhatian pendengar maupun pembaca. Fungsi ekspresi diri ini saling terkait
dalam aktifitas dan interaktif kesehatian individu, proses berkembang dari masa
anak-anak, remaja, mahasiswa, dan dewasa.
Pada saat menggunakan bahasa sebagai alat untuk mengekspresi diri, si
pemakai bahasa tidak perlu mempertimbangkan atau memperhatikan siapa
yang menjadi pendengarnya, pembacanya, atau khalayak sasarannya. Ia
menggunakan bahasa hanya untuk kepentingan pribadi. Fungsi ini berbeda dari
fungsi berikutnya, yakni bahasa sebagai alat untuk berkomunikasi.
2) Fungsi Komunikasi
Fungsi komunikasi yang dimaksud adalah komunikasi tidak akan
terwujud tanpa dimulai dengan ekspresi diri. Komunikasi merupakan akibat
yang lebih jauh dari ekspresi, yaitu komunikasi tidak akan sempurna jika
ekspresi diri tidak diterima oleh orang lain. oleh karena itu, komunikasi tercapai
dengan baik bila ekspresi berterima. Dengan kata lain, komunikasi berprasyarat
pada ekspresi diri.
Sebagai alat komunikasi, bahasa merupakan saluran perumusan maksud
kita, melahirkan perasaan kita, dan memungkinkan kita menciptakan kerja
sama dengan sesama warga. Pada saat kita menggunakan bahasa sebagai alat
komunikasi, kita sudah memiliki tujuan tertentu. Bahasa digunakan untuk
menyampaikan informasi timbal balik secara langsung maupun tidak langsung
kepada orang lain. Karena pada hakikatnya manusia tidak dapat hidup tanpa
komunikasi dengan orang lain. Bentuk komunikasi dapat dilakukan secara lisan
maupun tulisan, sedangkan dari sisi arah komunikasi, dapat dilakukan secara
3
dua arah (misalnya, ngobrol melalui telepon dan pidato), tiga arah, maupun
multi-arah (misalnya diskusi rapat kerja).
4
akhirnya, rasa marah kita berangsur-angsur menghilang dan kita dapat melihat
persoalan secara lebih jelas dan tenang.
5
2. Masa Kerajaan Malaka, sekitar abad ke-15. Pada masa ini peran bahasa
Melayu sebagai alat komunikasi semakin penting. Sejarah Melayu karya Tun
Muhammad Sri Lanang adalah peninggalan karya sastra tertua yang ditulis
pada masa ini. Sekitar tahun 1521, Antonio Pigafetta menyusun daftar kata
Italy-Melayu yang pertama. Daftar itu dibuat di Tidore dan berisi kata-kata
yang dijumpai di sana.
3. Masa Abdullah bin Abdul Kadir Munsyi, sekitar abad ke-19. Fungsi bahasa
Melayu sebagai sarana pengungkap nilai- nilai estetik kian jelas. Ini dapat
dilihat dari karya-karya Abdullah seperti Hikayat Abdullah, Kisah Pelayaran
Abdullah ke Negeri Jedah, Syair tentang Singapura Dimakan Api, dan
Pancatanderan Tokoh lain yang perlu dicatat di sini ialah Raja Ali Haji yang
terkenal sebagai pengarang Gurindam Dua Belas, Silsilah Melayu Bugis, dan
Bustanul Katibin.
4. Pada tahun 1901 diadakan pembakuan ejaan yang pertama kali oleh Prof.
Ch.Van Ophuysen, dibantu Engku Nawawi dan Moh. Taib Sultan Ibrahim.
Hasil pembakuan mereka yang dikenal dengan Ejaan Van Ophuysen ditulis
dalam buku yang berjudul Kitab Logat Melajoe.
5. Tahun 1908 pemerintah Belanda mendirikan Commissiede lndlandsche
School en Volkslectuur (Komisi Bacaan Sekolah Bumi Putra dan Rakyat)
Lembaga ini mempunyai andil besar dalam menyebarkan Serta
mengembangkan bahasa Melayu melalui bahan-bahan bacaan yang
diterbitkan untuk umum.
6. Tahun 1928 tepatnya tanggal 28 Oktober, dalam Sumpah Pemuda, bahasa
Melayu diwisuda menjadi bahasa Nasional bangsa Indonesia sekaligus
namanya diganti menjadi bahasa Indonesia. Alasan dipilihnya bahasa
Melayu menjadi bahasa nasional ini didasarkan pada kenyataan bahwa
bahasa tersebut (1) telah dimengerti dan dipergunakan selama berabad-
abad sebagai Lingua franca hampir diseluruh daerah kawasan Nusantara,
(2) strukturnya sederhana sehingga mudah dipelajari dan mudah menerima
pengaruh luar untuk memperkaya serta menyempurnakan fungsinya. (3)
bersifat demokratis sehingga menghindarkan kemungkinan timbulnya
6
perasaan sentiment dan perpecahan, dan (4) adanya semangat kebangsaan
yang lebih besar dari penutur bahasa Jawa dan Sunda. "Kami poetra dan
poetry Indonesia mendjoendjoeng bahasa jang sama, bahasa Indonesia"
demikian rumusan Sumpah Pemuda yang terakhir dan yang benar.
7. Tahun 1933 terbit majalah Poedjangga Baroe yang pertama kali. Pelopor
pendiri majalah ini ialah Sultan Takdir Alisyahbana, Amir Hamzah, dan
Armin Pane, yang ketiganya ingin dan berusaha memajukan bahasa
Indonesia dalam segala bidang.
8. Tahun 1938, dalam rangka peringatan 10 tahun Sumpah Pemuda diadakan
Kongres Bahasa Indonesia I di Solo, yang dihadiri ahli-ahli bahasa dan para
budayawan seperti Ki Hadjar Dewantara, Prof Dr Purbatjaraka dan Prof Dr.
Husain Djajadiningrat. Dalam kongres ditetapkan keputusan untuk
mendirikan Institut Bahasa Indonesia, mengganti ejaan van Ophuysen serta
menjadikan bahasa Indonesia menjadi bahasa pengantar dalam Badan
Perwakilan.
9. Masa pendudukan Jepang (1942-1945) Pada masa ini peran bahasa
Indonesia semakin penting karena pemerintah Jepang melarang
penggunaan bahasa Belanda yang dianggapnya sebagai bahasa musuh
Penguasa Jepang terpaksa mengangkat bahasa Indonesia sebagai bahasa
resmi dalam administrasi pemerintahan dan bahasa pengantar di lembaga
pendidikan, karena bahasa Jepang sendiri belum banyak dimengerti oleh
bangsa Indonesia. Untuk mengatasi berbagai kesulitan, akhirnya Kantor
Pengajaran Bala Tentara Jepang mendirikan Komisi Bahasa Indonesia.
10. Tahun 1945, tepatmya 18 Agustus bahasa Indonesia diangkat sebagai
bahasa negara, sesuai dengan bunyi UUD 45, Bab XV, Pasal 36: Bahasa
Negara ialah Bahasa Indonesia.
11. Tanggal 19 Maret 1947 diresmikan pemakaian Ejaan Repoeblik sebagai
penyempurnaan ejaan sebelumnya Ejaan ini kemudian lebih dikenal dengan
sebutan Ejaan Soewandi.
12. Balai Bahasa yang dibentuk Wont 1948, yang kemudian namanya diubah
menjadi Lembaga Bahasa Nasional (LBN) tahun 1968, dan dirubah lagi
7
menjadi Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa Pada tahun 1972
adalah lembaga yang didirikan dalam rangka usaha pemantapan
perencanaan bahasa.
13. Atas prakarsa Mentri P dan K, Mr. Moh. Yamin, Kongres Bahasa Indonesia
Kedua diadakan di Medan tanggal 28 Oktober s.d.1 November 1954. Dalam
kongres ini disepakati suatu rumusan bahwa bahasa Indonesia berasal dari
bahasa Melayu, tetapi bahasa Indonesia berbeda dari bahasa Melayu
karena bahasa Indonesia adalah bahasa Melayu yang sudah disesuaikan
pertumbuhannya dengan masyarakat Indonesia sekarang.
14. Tahun 1959 ditetapkan rumusan Ejaan Malindo, sebagai hasil usaha
menyamakan ejaan bahasa Indonesia dengan bahasa Melayu yang
digunakan Persekutuan Tanah Melayu. Akan tetapi, karena pertentangan
politik antara Indonesia dan Malaysia, ejaan tersebut menjadi tidak pernah
diresmikan pemakaiannya.
15. Tahun 1972, pada tanggal 17 Agustus, diresmikan pemakaian Ejaan Yang
Disempurnakan yang disingkat EYD. Ejaan yang pada dasarnya adalah hasil
penyempurnaan dari Ejaan Bahasa Indonesia yang dirancang oleh panitia
yang diketuai oleh A. M. Moeliono juga digunakan di Malaysia dan berlaku
hingga sekarang.
16. Tahun 1978, dalam rangka memperingati Hari Sumpah Pemuda yang ke-
50. Bulan November di Jakarta diselenggarakan Kongres Bahasa Indonesia
III. Kongres ini berhasil mengambil keputusan tentang pokok-pokok pikiran
mengenai masalah pembinaan dan pengembangan bahasa Indonesia.
Diantaranya ialah penetapan bulan September sebagai bulan bahasa.
17. Tanggal 21-26 November1983, di Hotel Kartika Chandra, Jakarta,
berlangsang Kongres Bahasa Indonesia IV. Kongres yang dibuka oleh
Mentri Pendidikan dan Kebudayaan, Prof Dr. Nugroho Notosusanto, berhasil
merumuskan usaha-usaha atau tindak lanjut untuk memantapkan
kedudukan dan fungsi bahasa Indonesia sebagai bahasa nasional dan
negara.
8
18. Dengan tujuan yang sama, di Jakarta 1988, diselenggarakan Kongres
Bahasa Indonesia V.
19. Tahun 1993, diselenggarakan Kongres Bahasa Indonesia VI di Jakarta.
Kongres Bahasa Indonesia berikutnya akan diselenggarakan setiap lima
tahun sekali.
9
sekarang ini. Berbeda dengan negara-negara lain yang terjajah, mereka
harus belajar dan menggunakan bahasa negara persemakmurannya.
Contohnya saja India, Malaysia, dll yang harus bisa menggunakan Bahasa
Inggris.
3) Bahasa Indonesia sebagai alat komunikasi.
Kedudukan ketiga dari Kedudukan Bahasa Indonesia sebagai bahasa
Nasional dibuktikan dengan digunakannya Bahasa Indonesia dalam
berbagai macam media komunikasi. Misalnya saja buku, koran, acara
pertelevisian, siaran radio, website, dll. Karena Indonesia adalah negara
yang memiliki beragam bahasa daerah dan budaya, maka harus ada
bahasa pemersatu diantara semua itu yaitu bahasa Indonesia. Hal ini juga
berkaitan dengan Kedudukan keempat dari Kedudukan Bahasa Indonesia
sebagai bahasa Nasional sebagai Alat pemersatu Bangsa yang berbeda
suku, agama, ras, adat istiadat dan budaya.
1. Bahasa Indonesia sebagai Pemersatu Bangsa yang Berbeda Suku Agama,
Ras, Adat Istiadat, dan Budaya.
10
Suhendar dan Supinah (1997) menyatakan bahwa untuk melaksanakan
fungsinya sebagai bahasa resmi kenegaraan dengan sebaik-baiknya,
pemakaian bahasa Indonesia di dalam pelaksanaan administrasi
pemerintahan perlu senantiasa dibina dan dikembangkan, penguasaan
bahasa Indonesia perlu dijadikan salah satu faktor yang menentukan di
dalam pengembangan ketenagaan seperti penerimaan karyawan baru,
kenaikan pangkat baik sipil maupun militer, dan pemberian tugas-khusus
baik di dalam maupun di luar negeri.
2) Bahasa pengantar dalam dunia pendidikan
Sebagai bahasa pengantar, bahasa Indonesia dipergunakan dilembaga-
lembaga pendidikan baik formal atau nonformal, dari tingkat taman kanak-
kanak sampai perguruan tinggi. Masalah pemakaian bahasa Indonesia
sebagai satu-satunya bahasa pengantar disegala jenis dan tingkat
pendidikan diseluruh Indonesia, menurut Suhendar dan Supinah (1997),
bahasa masih merupakan masalah yang meminta perhatian. Perhatian
dalam penggunaan bahasa yang baik dan benar sehingga terjalin
komunikasi yang harmonis.
3) Bahasa resmi untuk kepentingan perencanaan dan pelaksanaan
pembangunan nasional serta kepentingan pemerintah
Dalam hubungannya dengan fungsi ini, bahasa Indonesia tidak hanya
dipakai sebagai alat komunikasi timbal-balik antara pemerintah dengan
masyarakat luas atau antar suku, tetapi juga sebagai alat perhubungan di
dalam masyarakat yang keadaan sosial budaya dan bahasanya sama.
4) Alat pengembangan kebudayaan, ilmu pengetahuan dan teknologi
Dalam kaitan ini, bahasa Indonesia adalah satu-satunya alat yang
memungkinkan kita membina serta mengembangkan kebudayaan nasional
sedemikian rupa sehingga bahasa Indonesia memiliki identitasnya sendiri,
yang membedakannya dengan bahasa daerah. Dalam pada itu untuk
pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi modern, baik dalam
bentuk penyajian pelajaran, penulisan buku atau penerjemahan, dilakukan
dalam bahasa Indonesia. Dengan demikian masyarakat bangsa kita tidak
11
tergantung sepenuhnya kepada bangsa-bangsa asing di dalam usahanya
untuk mengikuti perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi modern
serta untuk ikut serta dalam usaha pengembangan ilmu pengetahuan dan
teknologi. Terkait dengan hal itu, Suhendar dan Supinah (1997)
mengemukakan bahwa bahasa Indonesia adalah satu-satunya alat yang
memungkinkan kita membina serta mengembangkan kebudayaan nasional
sedemikian rupa sehingga ia memiliki ciri-ciri dan identitasnya sendiri, yang
membedakannya dari kebudayaan daerah.
Komunikasi
Resmi
pembicaraan Bahasa
dengan orang Indonesia Tulisan
belum dikenal Ilmiah
/dihormati Baku
Pembicaraa
n dimuka
Umum
12
Keterangan:
1. Komunikasi resmi, seperti dalam surat-menyurat resmi, peraturan
pengumuman instansi resmi atau undang-undang;
2. Tulisan ilmiah, seperti laporan penelitian, makalah, skripsi, disertasi
dan buku-buku ilmu pengetahuan.
3. Pembicaraan dimuka umum, seperti dalam khotbah, ceramah,
perkuliahan, pidato, dan
4. Pembicaraan dengan orang yang dihormati atau yang belum dikenal.
13
1) Ejaan Van Ophuijsen
Pada tahun 1902 ejaan bahasa Melayu dengan huruf latin, yang disebut
Ejaan Van Ophuijsen, ditetapkan. Ejaan ini dirancang oleh Van Ophuijsen
dibantu oleh Engku Nawawi Gelar Soetan Ma’mur dan Moehmmad Taib Soetan
Ibrahim. Hal-hal yang menonjol dalam ejaan ini, sebagai berikut:
(1) Huruf j untuk menuliskan kata-kata jang, pajah, dan sajang.
(2) Huruf oe untuk menuliskan kata-kata goeroe, itoe, oemoer.
(3) (3) Tanda diakritik, seperti koma ain dan tanda trema, untuk
(4) menuliskan kata- kata ma’moer, ‘akal, ta’, pa’, dan dinamai’.
3) Ejaan Melindo
Pada akhir 1959 Sidang Perutusan Indonesia dan Melayu
(Slametmulyana-Syeh Nasir bin Ismail) menghasilkan konsep ejaan bersama
yang kemudian dikenal dengan nama Ejaan Melindo (Melayu-Indonesia).
Perkembangan politik selama tahun-tahun berikutnya mengurungkan peresmian
ejaan ini.
14
4) Ejaan Bahasa Indonesia Yang Disempurnakan.
Pada tanggal 1 Agustus 1972 Presiden Republik Indonesia meresmikan
pemakaian Ejaan Bahasa Indonesia. Peresmian ejaan baru ini berdasarkan
Putusan Presiden No.57 Tahun 1972. Departemen Pendidikan dan kebudayaan
menyebarkan buku kecil yang berjudul Pedoman Ejaan Bahasa Indonesia Yang
Disempurnakan, sebagai patokan pemakaian ejaan itu.
Karena penuntun itu perlu dilengkapi, Panitia Pengembangan Bahasa
Indonesia, Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, yang dibentuk oleh
Menteri Pendidikan dan kebudayaan dengan surat putusannya tanggal 12
Oktober 1972, No. 156/P/1972 (Amran Halim, Ketua), menyusun buku
Pedoman Umum Ejaan Bahasa Indonesia Yang Disempurnakan yang berupa
pemaparan kaidah ejaan yang lebih luas. Setelah itu, Menteri Pendidikan dan
kebudayaan dengan surat putusannya No. 0196/1975 memberlakukan
pedoman Umum Ejaan bahasa Indonesia Yang Disempurnakan dan Pedoman
Umum Pembentukan Istilah.
Pada tahun 1987 kedua pedoman tersebut direvisi. Edisi revisi diikutkan
dengan Surat Putusan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan No. 0543a/U/1987,
tanggal 9 September.
15