Anda di halaman 1dari 173

Manajemen Pemasaran

UU No 28 Tahun 2014 tentang Hak Cipta

Fungsi dan Sifat Hak Cipta Pasal 4


Hak Cipta sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 huruf a merupakan hak eksklusif
yang terdiri atas hak moral dan hak ekonomi.
Pembatasan Pelindungan Pasal 26
Ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 23, Pasal 24, dan Pasal 25 tidak
berlaku terhadap:
i. Penggunaan kutipan singkat Ciptaan dan/atau produk Hak Terkait untuk
pelaporan peristiwa aktual yang ditujukan hanya untuk keperluan penyediaan
informasi aktual;
ii. penggandaan Ciptaan dan/atau produk Hak Terkait hanya untuk kepentingan
penelitian ilmu pengetahuan;
iii. penggandaan Ciptaan dan/atau produk Hak Terkait hanya untuk keperluan
pengajaran, kecuali pertunjukan dan Fonogram yang telah dilakukan
Pengumuman sebagai bahan ajar; dan
iv. penggunaan untuk kepentingan pendidikan dan pengembangan ilmu pengetahuan
yang memungkinkan suatu Ciptaan dan/atau produk Hak Terkait dapat
digunakan tanpa izin Pelaku Pertunjukan, Produser Fonogram, atau Lembaga
Penyiaran.
Sanksi Pelanggaran Pasal 113
1. Setiap orang yang dengan tanpa hak melakukan pelanggaran hak ekonomi
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 ayat (1) huruf i untuk Penggunaan Secara
Komersial dipidana dengan pidana penjara paling lama 1 (satu) tahun dan/atau
pidana denda paling banyak Rp100.000.000,00 (seratus juta rupiah).
2. Setiap orang yang dengan tanpa hak dan/atau tanpa izin Pencipta atau pemegang
Hak Cipta melakukan pelanggaran hak ekonomi Pencipta sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 9 ayat (1) huruf c, huruf d, huruf f, dan/atau huruf h untuk
Penggunaan Secara Komersial dipidana dengan pidana penjara paling lama 3
Manajemen Pemasaran

Dr. Dra. Cicik Harini, M.M.

SB. Handayani, S.E., M.M.


Manajemen Pemasaran

Dr. Dra. Cicik Harini, M.M.


SB. Handayani, S.E., M.M.

Editor:
Novita Rahmayuna, S.Kom.

Desainer:
Nama

Sumber:
www.cendekiamuslim.com

Penata Letak:
Nama

Proofreader :
Nama

Ukuran:
Jml hlm judul, Jml hlm isi naskah, 15,5x23 cm

ISBN:
No ISBN

Cetakan Pertama:
Bulan 2021

Hak Cipta 2021, pada Penulis

Isi di luar tanggung jawab percetakan

Hak cipta dilindungi undang-undang


Dilarang keras menerjemahkan, memfotokopi, atau
memperbanyak sebagian atau seluruh isi buku ini
tanpa izin tertulis dari Penerbit.

Anggota Luar Biasa IKAPI: 027/SBA/2021


YAYASAN PENDIDIKAN CENDEKIA MUSLIM

Perumahan Gardena Maisa 2, Blok C.09, Koto Baru, Kecamatan Kubung,


Kabupaten Solok, Provinsi Sumatera Barat – Indonesia 27361
HP/WA: 0823-9205-6884
Website: www.cendekiamuslim.com
E-mail: cendekiamuslimpress@gmail.com
DAFTAR ISI

DAFTAR ISI...............................................................................................
KATA PENGANTAR / UCAPAN TERIMAKASIH..............................
BAB I PENGANTAR KEPERAWATAN KOMUNITAS..........................

A. FALSAFAH............................................................................................ 5

B. KOMPONEN DASAR.............................................................................6

C. ASUMSI DASAR DAN KEYAKINAN.......................................................16

BAB II TREN DAN ISU KEPERAWATAN KOMUNITAS...................

A. TREN PRAKTEK KEPERAWATAN MELALUI HOME CARE........................18

B. PENTINGNYA PERKEMAS MENJADI UPAYA KESEHATAN WAJIB


PUSKESMAS............................................................................................26

BAB III 34
KONSEP KEPERAWATAN KOMUNITAS............................................

A. PENDAHULUAN..................................................................................34

B. PENGERTIAN KEPERAWATAN KOMUNITAS.........................................35

C. TUJUAN KEPERAWATAN KOMUNITAS................................................37

D. FUNGSI KEPERAWATAN KOMUNITAS.................................................38

E. RUANG LINGKUP KEPERAWATAN KOMUNITAS..................................39

F. SASARAN KEPERAWATAN KOMUNITAS..............................................46

H. PERBEDAAN PELAYANAN KEPERAWATAN DI KOMUNITAS DAN RUMAH


SAKIT...................................................................................................... 55
BAB IV PROSES KEPERAWATAN KOMUNITAS...............................

1. PENDAHULUAN..................................................................................61

A. PENGKAJIAN......................................................................................63

B. DATA INTI ATAU CORE.......................................................................66

C. PERSEPSI............................................................................................70

2. PENGOLAHAN DATA..........................................................................70

4. PERENCANAAN..................................................................................80

5. Implememntasi..................................................................................84

6. EVALUASI...........................................................................................87

BAB V PENDIDIKAN KESEHATAN.....................................................

A. PENDAHULUAN..................................................................................89

B. PENGERTIAN PENDIDIKAN KESEHATAN..............................................89

C. TUJUAN PENDIDIKAN KESEHATAN......................................................92

D. SASARAN PENDIDIKAN KESEHATAN...................................................93

E. METODE PENDIDIKAN KESEHATAN.....................................................94

F. MEDIA PENDIDIKAN KESEHATAN.......................................................99

G. PROSES PENDIDIKAN KESEHATAN....................................................101

H. TEORI HEALTH BELIEF MODEL...........................................................102

I. PERUBAHAN PERILAKU....................................................................105

J. APLIKASI PENDIDIKAN KESEHATAN DALAM KOMUNITAS..................112


d. Pendidikan kesehatan mengenai pentingnya
jamban.................................................................................
BAB VI PEMBERDAYAAN MASYARAKAT.....................................
(EMPROWERMENT).............................................................................

A. PENDAHULUAN................................................................................115

B. PENGERTIAN PEMBERDAYAAN MASYARAKAT..................................117

C. PERAN PERAWAT DALAM PEMBERDAYAAN MASYARAKAT...............118

D. TUJUAN PEMBERDAYAAN MASYARAKAT.........................................122

E. PENDEKATAN PEMBERDAYAAN MASYARAKAT.................................125

F. PROSES PEMBERDAYAAN MASYARAKAT..........................................126

G. PENGORGANISASIAN PEMBERDAYAAN MASYARAKAT.....................129

H. APLIKASI PERAN SERTA MASYARAKAT..............................................131

BAB VII KEMITRAAN..........................................................................

A. PENDAHULUAN................................................................................153

B. PENGERTIAN KEMITRAAN................................................................154

C. PRINSIP-PRINSIP KEMITRAAN...........................................................154

D. TAHAP KEMITRAAN..........................................................................156

E. MODEL-MODEL KEMITRAAN............................................................157

F. APLIKASI BENTUK KEMITRAAN DALAM PRAKTIK KEPERAWATAN


KOMUNITAS.......................................................................................... 158

DAFTAR PUSTAKA..............................................................................
PROFIL PENULIS..................................................................................
KATA PENGANTAR / UCAPAN TERIMAKASIH

Ucapan rasa syukur, penulis panjatkan kepada Allah SWT,


yang telah melimpahkan rahmat dan ridlo-NYA, sehingga
penulis dapat menyelesaikan penulisan buku ajar Manajemen
Pemasaran. Buku ajar ini penulis peruntukkan kepada seluruh
mahasiswa Universitas Pandanaran yang sedang menempuh
mata kuliah Manajemen Pemasaran sebagai mata kuliah wajib,
dengan tujuan agar mahasiswa dapat memfokuskan diri dalam
mempelajari materi kuliah Manajemen Pemasaran.
Buku ajar Manajemen Pemasaran ini terdiri dari 8
(delapan) pokok bahasan yang akan membantu mahasiswa
memahami pemasaran dan mengembangkan keterampilan
mahasiswa dalam bidang pemasaran. Terselesaikannya
penulisan buku ajar ini tidak terlepas dari dukungan Teman-
Teman semua, serta bantuan dari berbagai pihak, oleh karena itu
penulis mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya
kepada semua pihak yang telah banyak membantu penulis,
hingga terselesaikannya buku ajar Manajmen Pemasaran ini.
Penulis menyadari bahwa buku ajar ini masih jauh dari
sempurna, karena itu, penulis sangat mengharapkan masukan,
informasi serta saran untuk lebih menyempurnakan buku ajar
ini. Semoga buku ini menambah pencerahan bagi mahasiswa
dan semua pihak yang membutuhkan.
Semarang, Juni 2022
Penulis

Dr. Dra. Cicik Harini, MM


BAB I
PENGANTAR KEPERAWATAN KOMUNITAS

A. FALSAFAH
Falsafah merupakan keyakinan terhadap nilai tertentu

yang menjadi pedoman untuk mencapai tujuan atau sebagai

pandangan hidup. Keperawatan merupakan suatu upaya yang

berdasarkan kemanusiaan. Untuk meningkatkan pertumbuhan

dan perkembangan bagi terwujudnya manusia yang sehat

seutuhnya. Falsafah keperawatan memandangbahwa

keperawatan sebagai pekerjaan yang luhur dan manusiawi.

Penerapan falsafah kdalam keperawatan komunitas yaitu:

1. pelayanan keperawatan komunitas merupakan bagian

integral dari upaya kesehatan yang harus ada dan

terjangkau serta dapat diterima oleh semua orang.

2. Upaya promotof dan preventif adalah upaya pokok tanpa

mengabaikan upaya pokok tanpa mengabaikan kuratifda

rehabilitatif.

3. Pelayanan kesehatan yang diberikan kepada klien

berlangsung secara berkelanjutan.

5
4. Perawat sebagai provider dan klien sebagai penerima

pelayanan kesehatan, menjalin suatu hubungan yang

saling mendukung dan mempengaruhi perubahan dalam

kebijaksanaan dan pelayanan kesehatan.

5. Pengembangan tenaga keperawatan direncanakan

berkesinambungan.

6. Individu dalam suatu masyarakat ikut bertanggung jawab

atas kesehatannnya dengan mendorong, mendidik, dan

berpean secara aktif dalam pelayanan kesehatannya

sendiri.

B. KOMPONEN DASAR
Falsafah yang melandasi keperawatan komunitas

mengacu pada palsafah atau paradigma keperawatan secara

umum, yaitu manusia merupakan titiksentral dari setiap upaya

pembangunan kesehatan yang menjunjung tinggi nilai-nilai

kemanusiaan. Paradigma keperawatan diartikan sebagai suatu

bagian dari ilmu, filosofi,dan teori yang diterima dan diterapkan

dalam keperawatan. Paradigma keperawatan merupakan pola

pemahaman realita dalam keperawatan. bermula dari pola

pemahaman tersebut, disusunlah paradigma keperawatan

6
komunitas yang terdiri atas 4 (empat) komponen dasar, yaitu

manusia, kesehatan, lingkungan dan keperawatan. Elemen dari

paradigma tersebut berhubungan langsung dengan kegiatan

profesi keperawatan, termasuk perkembangan pengetahuan,

filosofi, teori, pengalaman, pendidikan, penelitian, dan praktik

(Tomey&Alligon,2006).

Manusia

Keperawatan Kesehatan

Lingkungan

1. Manusia

Manusia merupakan komponen paradigma keperawatan

yang menjadi fokus pelayanan keperawatan. Manusia sebagai

klien merupakan makhluk biologis, psikilogis, sosial, dan

spritual yang merupakan kesatuan aspek jasmani dan rohani.

Manusia memiliki sifat unik dengan kebutuhan berbeda sesuai

dengan tingkat perkembangannya.

7
a. Manusia sebagai makhluk biologis

Asal kata biologi adalah bios dan logos yang berarti

individu adalah makhluk hidup yang tumbuh dan berkembang.

Manusia terdiri dari sel-sel hidup yang membentuk satu

kesatuan dan pertumbuhannya di pengaruhi oleh faktor

lingkungan, sosial, fisik, fisiologis, psikodinamik, dan spritual.

Manusia memmiliki kaidah jasmania yang terpadu, terdiri atas

organ-organ yang bekerja sebagai suatu sistem utuh. Sehingga

apabila salah satu sistem terganggu, maka akan mengganggu

sistem yang lain. Manusia mempunyai kebutuhan untuk

mempertahankan hidupnya.

b. Manusia sebagai makhluk psikologis

Manusia mempunyai struktur kepribadian yang terdiri

dari id, ego, dan super ego. Sehingga segala tingkah lakunya

merupakan manifestasi dari kejiawaannya. Id adalah sistem

dasar kepribadian yang merupakan sumber dari pada segala

dorongan instinktif, khususnya seks dan agresi. Ego merupakan

aspek psikologis yang timbul karena kebutuhan individu untuk

berhubungan dengan dunia realita. Super ego merupakan

subsistem yang berfungsi sebagai kontrol internal, yang terjadi

8
dari kata hati(apa yang seharusnya dilakukan dan tidak

dilakukan) dan Ego-ideal (apa yang seharusnya saya menjadi).

Manusia mempunyai daya pikir dan kecerdasan serta

mempunyai kebutuhan psikologis agar kepribadian dapat

berkembang. Sebagai makhluk psikologi, manusia adalah

pribadi yang unik karena tidak ada 2 individu yang sama.

c. Manusia sebagai makhluk sosial

Manusia merupakan satu kesatuan sistem yang

bergantung, sehingga manusia tidak dapat hidup tanpa orang

lain. Manusia perlu melakukan kerjasama untuk membutuhi

kebutuhannya. Manusia selalu di pengaruhi oleh lingkungan

sosial dan dituntut untuk dapat beradaptasi dan bertingkah laku

sesuai harapan, norma atau nilai yang ada serta menjadi anggota

kluarga dan masyarakat.

d. Manusia sebagai makhluk kultural

Manusia lahir pada suatu tempat dan belajar serta

berkembang dalam lingkungan tersebut, sehingga ia menganut

dan terbentuk sesuai budaya setempat.

e. Manusia sebagai makhluk spritual

9
Sebagai makhluk spritual, manusia diciptakan tuhan

dalam bentuk yang sempurna. Diabanding makhluk ciptaan

lainnya. Manusia dikaruniai akal, pikiran, perasaan, dan

kemauan. Manusia merupakan individu yang diciptakan sebagai

khalifa (penguasa dan pengatur kehidupan).

2. Kesehatan

Sehat dalam pengertian yang paling luas didefenisikan

sebagai suatu keadaan yang dinamis dimana individu

menyesuaikan diri dengan perubahan perubahan lingkungan

internal dan eksternal untuk mempertahankan keadaan

kesehatannya. Lingkungan internal terdiri dari beberapa faktor

yaitu psikologis, dimensi intelektual dan spritual, dan proses

penyakit. Lingkungan eksternal terdiri dari faktor-fatktor diluar

individu yang mungkin mempengaruhi kesehatan, antara lain

lingkungan fisik, hubungan sosial, dan ekonomi. Perubahan

yang terjadi pada kedua lingkungan tersebut membuat individu

harus mampu beradaptasi untuk mempertahankan kesehatannya.

Berbagai model keperawatan membantu mendefenisikan

dan memahami perilaku dan keyakinan klien terhadap

kesehatan, sehingga perawat dapat memberikan pelayanan yang

10
efektif. Berbagai model yang ada memungkinkan perawat untuk

memahami dan memprediksi prilaku, termasuk bagaimana

mereka menggunakan pelayanan kesehatan dan terapi yang

dianjurkan. Model rentang sehat sakit,model sejahtera tingkat

tinggi (high level wellness model), dan model agens pejamu

lingkungan menggambarkan hubungan sehat dan sakit. Model

keyakinan tentang kesehatan menjelaskan dan memprediksikan

sehat klien.

Menurut model rentang sehat sakit, sehat merupakan

sebuah kondisi yang dinamis yang berubah secara terus menerus

dengan adaptasi individu terhadap berbagai perubahan yang ada

dilingkungan internal dan eksternalnya untuk mempertahankan

keadaan fisik, emosional intelektual, sosial, perkembangan, dan

spritual yang sehat. Sakit merupakan sebuah proses dimana

fungsi individu dalam satu atau lebih dimensi yang ada

mengalami perubahan atau penurunan jika dibandingkan dengan

kondisi individu sebelumnya. Cara pandang terhadap tingkat

kesehatannya bergantung pada sikapnya terhadap kesehatan dan

nilai, keyakinan, dan persepsi mereka terhadap kesehatan fisik,

emosional, intelektual, sosial, perkembangan, dan spiritual.

11
Perawat dan klien secara bersama menentukan tujuan untuk

mencapai tingkat kesehatan klien yang optimal.

Model sejahtera tingkat tinggi berorientasi pada cara

memaksimalkan potensi sehat pada setiap individu. Model ini

menurut individu untuk mampu mempertahankan rentang

keseimbangan dan arah yang memiliki tujuan tertentu dalam

lingkungan. Sejahtera tingkat tinggi merupakan suatu proses

dinamis, bukan suatu keadaan statis dan pasif. Model kesehatan

tingkat tinggi dapat digunakan untuk mencapai kesehatan

keluarga dan komunitas melalui pelaksanaan fungsi keluaga dan

komunitas dengan baik dalam suatu sikap yang terintegrasi.

Model agens pejamu lingkungan memandang sehat dan

sakit yang dialami oleh individu atau kelompok tertentu oleh

hubungan atau intraksi yang dinamis antara agens, pejamu,dan

lingkungan. Agens merupakan faktor internal dan eksternal yang

dapat meyebabkan sakit. Agens dapat bersifat

biologis,kimia,fisik,mekanis atau psikososial. Contoh agens

seperti bakteri atau virus. Pejamu merupakan seseorang atau

sekelompok orang yang rentan terhadap penyakit atau sakit

tertentu. Faktor pejamu merupakan situasi atau kondisi fisik dan

12
psikososial yang meningkatkan resiko sakit seperti riwayat

keluarga,usia atau gaya hidup. Lingkungan merupakan seluruh

faktor yang ada diliuar pejamu,dapat berupa lingkungan fisik

maupun sosial. Lingkungan fisik seperti tingkat ekonomi, iklim,

atau kondisi tempat tinggal. Lingkungan fisik sosial terdiri dari

faktor yang berhubungan dengan interaksi seseorang atau

sekelompok orang dengan orang lain seperti stress,konflik,

kesulitan ekonimi, atau krisis hidup.

Model keyakinan kesehatan memiliki 3 (tiga) komponen

dasar (1) persepsi individu tentang kerentanan dirinya terhadap

suatu penyakit. Misalnya seseorang yang mengetahui bahwa

adanya penyakit diabetes melitu (DM) melalui riwayat penyakit

keluarganya. Setelah mengetahui riwayat penyakit keluarga,

terutama jika salah seorang dari anggota keluarganya meninggal

karena DM,maka individu akan merasakan risiko mengalami

penyakit DM. (2) Persepsi individu tentang keseriusan penyakit

tertentu. Persepsi kedua ini dipengaruhi oleh variabel demografi

dan sosiopsikologis, perasaan terancam oleh penyakit, dan

tanda-tanda untuk bertindak. (3) persepsi individu tentang

manfaat yang diperoleh dari tindakan yang diambil seperti

13
tindakan preventif. tindakan ini dapat ditnjukkan

denganmerubah gaya hidup, meningkatkan kepatuhan menjalani

terapi yang diprogramkan, atau mencari pengobatan medis.

Model keyakinan kesehatan membantu perawat memahami

berbagai faktor yang dapat mempengaruhi persepsi, keyakinan

dan perilaku klien, serta membantu perawat menyusun rencana

perawatan yang paling efektif untuk membantu klien

memelihara atau memperoleh kembali status kesehatannya dan

mencegah terjadinya penyakit.

3. Lingkungan

Lingkungan tempat dimana individu bekerja atau tinggal

dapat meningkatkan kemungkinanan terjadinya penyakit.

Pengaruh itu dapat secara langsung maupun tidak langsung.

Lingkungan dapat berupa internal dan eksternal seperti

lingkungan biologis, psikologis, sosial, kultural, dan spiritual,

iklim, sistem perekonomian, serta polotik. Oleh karena itu,

lingkungan merupakan komponene paradigma keperawatan

yang mempunyai implikasi luas bagi kehidupan manusia.

Misalnya tempat tinggal yang tidak bersih serta lingkungan yang

padat dapat meningkatkan kemungkinan terjadinya penyebaran

14
penyakit. Konflik atau masalah lain dalam keluarga mungkin

dapat menjadi stressor yang menyebabkan individu atau seluruh

keluarga mengalami peningkatan resiko terjadinya penyakit.

4. Keperawatan

Keperawatan merupakan suatu bentuk pelayanan

profesional sebagai bagian integral dari pelayanan kesehatan.

Pelayanan diberikan dengan berdasarkan ilmu dan kiat,

berbentuk pelayanan bio, psiko,sosio, spiritual yang

komprehensif ditujukan kepada individu, keluarga, dan

masyarakat. Pelayanan tidak hanya diberikan pada kondisi sakit,

melainkan juga pada kondisi sehat yang mencakup seluruh

proses kehidupan manusia.

Individu memiliki sifat yang khas dan unik. Dengan

demikian, dalam pemberian pelayanan keperawatan, perawat

dihadapkan pada kondisi individu yang unik dan khas tersebut.

Selain itu, individu juga cenderung secara terus menerus

mengadakan interaksi dengan lingkungan yang selalu berubah.

Dalam menghadapi kondisi demikian, perawat diharapkan

mampu menganalisis secara teoritis faktor yang ada dalam

setiap situasi. Hal tersebut dimaksudkan agar perawat mampu

15
mengambil keputusan yang tepat. Agar pelayanan keperawatan

yang diberikan sesuai dengan kebutuhan klien. Terlebih dalam

kontks keperawatan komunitas, dimana klien yang dihadapi

bukan hanya individu, melainkan juga keluarga dan komunitas

itu sendiri.

Keberhasilan praktik keperawatan komunitas

dipengaruhi oleh terbinanya hubungan yang baik dengan

masyarakat. Hubungan itu akan tercipta dengan pendekatan

yang dilakukan, sehingga nantinya dapat memberikan perawatan

kesehatan yang sesuai kebutuhan melalui proses keperawatan

yang mendalam.

C. ASUMSI DASAR DAN KEYAKINAN


perawat bekerja diberbagai tempat, dalam berbagai peran

dan dengan berbagai pemberi pelayanan yang berkaitan dengan

profesi kesehatan. Perawatan di komunitas difokuskan untuk

meningkatkan dan mempertahankn kesehatan, pendidikan, dan

manajemen serta mengkoordinasikan dan melanjutkan

perawatan restoratif didalam lingkungan komunitas klien.

Asumsi dasar dan keyakinan keperawatan komunitas menurut

16
American Nurse Association (1989) dalam potter & perry

(2005), yaitu :

1. Keperawatn kesehatan komunitas merupakan sistem

pelayanan kesehatan yang bersifat kompleks.

2. Keperawatan kesehatan komunitas merupakan subsistem

pelayanan kesehatan.

3. Pelayanan kesehatan primer, sekunder, dan tersier

merupakan komponen sistem pelayanan kesehatan.

4. Pelayanan kesehatan seharusnya tersedia, dapat

terjangkau dan diterima oleh semua orang.

5. Penentuan kebijakan kesehatan seharusnya melibatkan

penerima pelayanan kesehatan.

6. Perawat dan klien membentuk hubungan kerja sama

yang menunjang pelayanan kesehatan.

7. Lingkungan mempunyai pengaruh terhadap kesehatan

klien, serta kesehatan menjadi tanggung jawab setiap

individu.

17
BAB II
TREN DAN ISU KEPERAWATAN KOMUNITAS

A. TREN PRAKTEK KEPERAWATAN MELALUI


HOME CARE
Masalah kesehatan di indonesia saat ini dihadapkan pada

transisi epidemiologi dari penyakit menular ke penyakit kronis

serta degeneratif. Kondisi tersebut disebabkan oleh perubahan

struktur pendidikan dan gaya hidup masyarakat. Perubahan

tersebut menyebabkan pola perawatan jangka panjang sangat

dibutuhkan.seiring dengan itu, konsep pelayanan kesehatan pun

berubah. Konsep yang tadinya masyarakat mendatangi onstitusi

pelayanan keseehatan seperti rumah sakit dan puskesmas

menjadi pelayanan kesehatan yang mendatangi masyarakat.

Oleh karena itu, paradigma bahwa rumah sakit adalah tempat

paling penting dalam penyembuhan dan perawatan klien sudah

mulai berubah menjadi perawatan dirumah (home care).

Hampir semua orang setuju bahwa rumah merupakan

tempat paling baik iuntuk melakukan pelayanan kesehatan,

terutama untuk meningkatkan tingkat kemandirian klien. Tidak

hanya memberikan perawatan yang lebih murah, home care juga

18
merupakan langkah kunci untuk mencapai derajat kesehatan

yang optimal untuk banyak klien. Konsep home care dapat

meningkatkan kualitas pelayanan dan meningkatkan rawat inap

dipelayanan kesehatan karena kindisi kronis atau efek samping.

Konsep home care juga dapat menghindari kesalahan yang

sering dilakukan dirumah jika tidak ada perawat seperti

kesalahan pengobatan atau terjatuh.

1. Defenisi home care

Home care merupkan penyediaan pelayanan dan

peralatan profesional perawat bagi klien dan keluarganya

dirumah untuk menjaga kesehatan, edukasi pencegahan

penyakit, diagnosis dan penanganan penyakit,terapi paloatif dan

rehabilitatif. Depkes (2002) menyebutkan bahwa home care

merupakan pelayanan kesehatan yang berkesinambungan

dengan komprehensif yang diberikan kepada individu dan

keluarga ditempat tinggal mereka untuk meningkatkan,

mempertahankan atau memaksimalkan tingkat kemandirian dan

meminimalkan akibat penyakit. Menurut Direktorat Bina

Pelayanan Keperawatan Departemen Kesehatan RI dalam

makalahnya pada seminar nasional 2007 tentang “Home care:

19
Bukti Kemandirian Perawat” menyebutkan bahwa home care

sebagai salah satu bentuk praktik mandiri perawat. Home care

merupakan sintesis dari pelayanan keperawatan kesehatan

komunitas dan keterampilan teknis keperawatan klinik yang

berasal dari spesialisasi keperawatan tertentu.

2. Tujuan Home Care

Home care mencakup upaya untuk menyembuhkan,

mempertahankan, memelihara, dan meningkatkan fisik, mental,

emosi klien. Pelayanan diberikan dirumah dengan melibatkan

klien dan keluarganya atau pemberi pelayanan yang lain. Tujuan

khusus home hare antara lain:

a. Terpenuhinya kebutuhan dasar bagi klien secara bio, psiko,

sosio, spiritual

b. Meningkatnya kemandirian klien dan keluarga dalam

pemeliharan dan perawatan anggota keluarga yang memiliki

masalah kesehatan

c. Terpenuhinya pelayanan keperawatan kesehatan dirumah

sesuai kebutuhan klien

20
Home care merupakan salah satu jenis perawatan jangka

panjang (long term care) yang dapat diberikan kepada tenaga

profesional maupun non profesional yang telah mendapat

pelatihan. Home care merupakan lanjutan dari asuhan

keperawatan yang dilakukan dirumah sakit yang termasuk dalam

rangka pemulangan (discharge plenning) dan dapat dilaksanakan

oleh perawat dari rumah sakit semula, oleh perawat komunitas

dimana klien berada, atau tim keperawatan khusus yang

menangani klien di rumah. Pelayanan home care merupakan

suatu komponen rentang keperawatan yang bekesinambungn

dan komprehensif diberikan kepada individu dan keluarga

ditempat tinggal mereka.

3. Manfaat Home Care

Manfaat dari pelayanan home care bagi klien menurut

triwibowo(2012)antara lain:

a. Pelayanan akan lebih sempurna, holostik, dan

komprehensif

b. Pelayanan lebih profesional

c. Pelayanan keperawatan mandiri bisa diaplikasikan

dengan dibawah naungan legal dan etik keperawatan

21
d. Kebuuhan klien akan dapat terpenuhi sehingga klien

akan lebih nyaman dan puas dngan asuhan keperawatan

yang profesional

4. Prinsip Home Care

Prinsip-prinsip home care menurut triwibowo (2012) adalah

sebagai berikut:

a. Pengelolaan pelayanan keperawatan kesehatan dirumah

dilaksanakan oleh perawat/TIM yang memiliki keahlian

khusus dibidang tersebut.

b. Mengaplikasikan konsep sebagai dasar mengambil

keputusan dalam praktik.

c. Mengumpulkan dan mencatat data dengan sistematis,

akurat dan komprehensif secara terus menerus.

d. Menggunakan data hasil pengkajian untuk menetapkan

diagnosis keperawatan.

e. Mengembangkan rencana keperawatan didasarkan pada

diagnosis keperawatan yang dikaitkan dengan tindakan-

tindakan pencegahan, terapi dan pemulihan.

22
f. Memberikan pelayan keperawatan dalam rangka

menjaga kenyamanan, penyembuhan, peningkatan

kesehatan dan pencegahan komplikasi.

g. Mengevaluasi secara terus menerus respon klien dan

keluarganya terhadap intervensi keperawatan.

h. Bertanggung jawab terhadap klien dan keluarganya akan

pelayanan yang bermutu melalui manajemen kasus,

rencana penghentian asuahan keperawatan (discharge

planning), dan koordinasi dengan sumber-sumber

dikomunitas.

i. Memelihara hubungan diantara anggota tim untuk

menjamin agar kegiatan yang dilakukan anggota tim

saling mendukung.

j. Mengembangkan kemampuan profesional dan

berkontribusi pada pertumbuhan kemampuan profesional

tenaga yang lain.

k. Berpartisifasi dalam aktivitas riset untuk

mengembangkan pengetahuan pelayanan keperawatan

kesehatan di rumah.

23
l. Menggunakan kode etik keperawatan dalam

melaksanakan praktik keperawatan.

5. Faktor pendorong perkembangan home care

Bentuk pelayanan kesehatan yang saat ini dikenal

masyarakat dalam sistem pelayanan kesehatan adalah rawat inap

dan rawat jalan. Banyak anggota masyarakat yang menderita

sakit karena berbagai pertimbangan terpaksa dirawat dirumah

dan tidak dirawat inap di institusi pelayanan kesehatan. Faktor-

faktor yang mendorong perkembangan home care menurut

triwibowo (20120 adalah:

a. kasus-kasus penyakit terminal dianggap tidak efektif dan

tidak efesien apabila dirawat di institusi pelayanan

kesehatan. Misalnya klien kanker stadium akhir secara

medis belum ada upaya yang dapat dilakukan untuk

mencapai kesembuhan. Contoh lain pada klien dengan

gagal ginjal kronis yang harus menjalani terapi

hemodialisa, kini sudah berkembang pelayanan

hemodialisa dengan Countinous Ambulatory Peritoneal

Dialysis (CAPD) yang memungkinkan klien dapat

melakukan cuci darah sendiridi rumah.

24
b. Keterbatasan masyarakat untuk membiayai pelayanan

kesehatan pada kasus-kasus penakit degeneratif yang

memerlukan perawatan yang relatif lama. Hal itu dapat

berdampak pada meningkatnya kasus-kasus yang

memerlukan tindak lanjut perawatan di rumah. Misalnya

klien pasca stroke yang mengalami komplikasi

kelumpuhan dan memerlukan pelayanan rehabilitas

waktu yang rekatif lama. Contoh lain klien dengan ulkus

diabetikum yang memerlukan perawatan luka kronis

yang relatif lama.

c. Manajemen rumah sakit yang berorintasi pada profit,

merasakan bahwa perawatan klien yang lama ( lebih dari

1 minggu) tidak menguntungkan bahkan menjadi beban

dari manajemen.

d. Banyak orang merasakan bahwa dirawat di institusi

pelayanan kesehatan membatasi kehidupan manusia,

karena seseorang tidak menikmati kehidupan secara

optimal karena terkait dengan aturan-aturan yang

ditetapkan.

25
e. Lingkungan di rumah ternyata dirasakan lebih nyaman

bagi sebagian klien dibandigkan dengan perawatan

diruma sakit, sehingga dapat mempercepat kesembuhan.

B. PENTINGNYA PERKEMAS MENJADI UPAYA


KESEHATAN WAJIB PUSKESMAS
Pembangunan kesehatan bertujuan untuk meningkatkan

kesadaran, kemauan, dan kemampuan hidup sehat bagi setiap

orang agar terwujud derajat kesehatan masyarakat yang setinggi-

tingginya. Untuk mencapai tujuan tersebut, diperlukan upaya

pembangunan kesehatan yang menyeluruh dan

berkesinambungan. Paradigma sehat mengalami perubahan yang

sebelumnya fokus pada upaya kuratif dan rehabilitatif menjadi

fokus pada upaya preventif dan promotif.

Perawat merupakan tenaga kesehatan yang memiliki

jumlah paling banyak di indonesia.

26
Tabel 2.1 Data Sumber Daya Kesehatan Pada Fasilitas

Pelayanan Kesehatan

Sumber daya

No kesehatan 2010 2011 2012 2013

(Tenaga

Kesehatan)

1. Dokter 8.403 16.574 27.333 38.895

Spesialis

2. Dokter 25.333 33.1172 37.364 42.398

Umum

3. Dokter Gigi 8.731 10.575 11.826 13,114

4. Perawat 169.797 230.280 235.496 296.1126

5. Bidan 96.551 120.924 126.276 136.917

6. Kefarmasian 18.022 25.439 31.223 46.764

7. Tenaga 64.908 99.631 97.904 125.609

Kesehatan

Lainnya

8. Tenaga Non 109.307 124.694 139.812 197.272

27
Nakes

Sumber: www.bppsdmk.depkes.go.id (Oktober,2013)

Tabel diatas menunjukkan bahwa perawat merupakan

tenaga kesehatan yang paling bnayak di indonesia. Tidak hanya

dari sisi kuantitas, dari sisi kualitas dalam kaitannya tingkat

pendidikan keperawatan pun semakin meningkat. Perawat telah

memiliki jenjang pendidikan doktoral. Dalam bidang komunitas

pun perawat memiliki spesialisasi khusus keperawatan

komunitas. Dengan demikian, perawat memiliki peran strategis

dalam upaya pembangunan kesehatan, khususnya dalam

komunitas.

Kementrian kesehatan melalui Direktorat Bina

Pelayanan Keperawatan Dan Keteknisan Medik telah melakukan

pelayanan keperawatan di puskesmas dan masyarakat melelui

pelayanan keperawatan kesehatan masyarakat (Perkesmas) yang

telah ditur dalam KMK NO.279/MENKES/SK/IV/2006 tentang

Pedoman Penyelenggaraan Upaya Keperawatan Kesehatan

Masyarakat di puskesmas. Perkesmas merupakan upaya

strategis ntuk mengatasi permasalahan kesehatan masyarakat

28
dengan sasaran individu, keluarga, kelompok, dan masyarakat,

serta memberikan kontribusi terhadap peningkatan kesehatan

masyarakat. Hal tersebut terkait dengan substansi pelayanan

perkesmas yang mencakup 3 (tiga) tingkatan pencegahan yaitu

pencegahan primer, sekunder, dan tersier. Namun demikian,

menurut hasil rekernas Ikatan Perawat Kesehatan Komunitas

Indonesia (IPKKI) di jakarta tahun 2011 menyebutkan bahwa

pelaksanaan perkesmas tidak berjalan optimal karena beberapa

hal, seperti:

a. Perkesas saat ini masih menjadi program perkembangan

di puskesmas sehingga kurang mendapat respon baik

beberapa puskesmas karena harus melaksanakan

program wajib yang lebih prioritas.

b. Beberapa puskesmas tidak memiliki dokter sehingga

perawat banyak melakukan tugas ganda antara lain

sebagai pemegang program, bendahara, dan tugas

lainnya di puskesmas, sehingga tidak mempunyai waktu

yang cukup untuk melaksanakan perkesmas.

c. Sebagian besar tenaga perawat di Puskesmas berlatar

belakang pendidikan SPK sehingga perlu mendapat

29
peningkatan kemampuan terkait perkesmas sebelum

melaksanakan program puskesmas.

d. Beberapa puskesmas masih ragu melaksanakan Bantuan

Operasional Kesehatan (BOK), karena kurang jelas

apakah BOK dapat digunakan untuk perkesmas.

Oleh karena itu, perkesmas yang merupakan upaya

strategis dalam pembangunan kesehatan perlu diupayakan

menjadi program wajib di Puskesmas. Dasar pemikiran perlunya

perkesmas menjadi upaya kesehatan wajib menurut hasil

rekernas Ikatan Perawat Kesehatan Komunitas Indonesia

(IPKKI) di Jakarta tahun 2011 adalah:

a. Dasar filosofis

Asuhan keperawatan yang diberikan kepada individu,

keluarga, kelompok, dan masyarakat secara bermutu dan

merata dimana perawat perkesmas mempunyai tanggung

jawab memelihara dan meningkatkan kesehatan

masyarakat melalui pemberdayaan keluarga dan

masyarakat untuk mencapai tujuan yaitu kemandirian

masyarakat.

b. Dasar sosiologis

30
Sasaran pembinaan perkesmas diproritaskan kepada

keluarga miskin dan mengalami penyakit HIV/AIDS,

TB, malaria, dan masalah gizi atau kelompok didaerah

kumuh sehingga dapat menunjang pencapaian MDGs.

c. Dasar yuridis

1) Sasaran perkesmas sesuaidengan KMK no. 279/2006

terdiri dari individu, keluarga, kelompok, dan

masyarakat jika perkesmas menjadi program wajib

Puskesmas, maka perawat akan lebih fokus dalam

melaksanakan peran fungsinya pada area tersebut,

terutama dalam pembinaan kemandirian keluarga

dalam kesehatannya, sehingga dapat menunjang visi

kementrian kesehatan yaitu menciptakan masyarakat

sehat yang mandiri dan berkeadilan lebih muda

dicapai.

2) Perkesmas menjadi program wajib Puskesmas, akan

mempengaruhi kebijakan daerah dalam menentukan

peraturan, SPM Kabupaten/kota,tenaga, dana, alat,

dan dukungan lainnya terhadap program perkesmas

agar dapat dilaksanakan sesui standar.

31
d. Dasar ekonomi

1) Perkesmas menjadi program wajib Puskesmas, akan

memotivasi perawat di Puskesmas untuk

melaksanakan program diatas sehingga masalah

kesehatan yang muncul di dalam pelayanan gedung

dan luar gedung Puskesmas akan mudah terdeteksi,

sehingga masalah kesehatan dapat dilakukan

promotif dan preventif secara optimal.

2) Perkesmas menjadi program wajib Puskesmas, akan

menciptakan budaya kerja yang harmonis dan

kolaborasi dan sinergi antar petugas kesehatan di

Puskesmas, karena banyak masalah yang akan

ditemukan oleh perawat ketika melakukan perawatan

di keluarga, kelompok atau masyarakat yang perlu

diselesaikan bersama dengan tim kesehatan lainnya.

3) Sebagian besar tenaga keshatan dipuskesmas adalah

perawat, sehingga sangat efektif dan efesien jika

dioptimalkan perannya melalui program perkesmas

dalam mencapai program SPM yang ditetapkan oleh

pemerintah atau Kab/Kota, sesuai dengan

32
Kepmenpam no. 94/2001, bahwa tugas pokok

perawat adalah memberikan asuhan keperawataan

kepada individu, keluarga, kelompok, dan

masyarakat agar mandiri dalam upaya kesehatannya.

33
BAB III

KONSEP KEPERAWATAN KOMUNITAS

A. PENDAHULUAN
Pelayanan keperawatan adalah suatu bentuk pelayanan

professional yang merupakan bagian integral dari pelayanan

yang didasarkan pada ilmu dan kiat keperawatan, berbentuk

pelayanan bio-psiko-sosio-spiritual yang komprehensif yang

ditujukan kepada individu , keluarga dan masyarakatbaik sakit

maupun sehat yang mencakup seluruh proses kehidupan

manusia. Aspek keperawatan lebih dari sekedar merawat tetapi

juga menjaga. Keperawatan membagi tanggung jawab untuk

menjaga kesehatan dan kesejahteraan seluruh manusia di

komunitas dan keperawatan berpartisipasi dalam program yang

disusun untuk mencegah penyakit dan mempertahankan

kesehatan. Perawatan di komunitas difokuskan untuk

meningkatkan dan mempertahankan kesehatan, pendidikan, dan

menajemen serta mengkoordinasi dan melanjutkan perawatan

restorative di dalam lingkungan komunitas klien (potter & perry,

2005).

34
B. PENGERTIAN KEPERAWATAN KOMUNITAS
Sumijatun,et.al. (2006) mendefinisikan komunitas

sebagai sekelompok masyarakat yang mempunyai persamaan

nilai (value), perhatian (interest) yang merupakan kelompok

khusus dengan batas-batas geografi yang jelas, dengan normal

dan nilaiyang telah melembaga. Sementara Kozier,et al. (1997)

mengatakan bahwa komunitas adalah sekumpulan orang, tempat

mereka dapat berbagi atribut dalam kehidupannya. Dapat

disebabkan karena meraka tinggal dalam satu lokasi atau adanya

kesamaan minat. Komunitas juga dapat diartikan sebagai

sekelompok individu yang tinggal pada wilayah tertentu,

memiliki nilai-nilai keyakinan dan minat yang relative sama,

serta berinteraksi satu sama lain untuk mencapai tujuan.

Komunitas juga merupakan suatu sistem sosial yang setiap

anggotanya baik formal maupun informal saling berinteraksi dan

bekerja sama untuk suatu keuntungan seluruh anggotanya.

Keperawtan kesehatan komunitas merupakan sintesa dari

praktek keperawatan dan praktek kesehatan masyarakat, yang

sebagian besar tujuannya adalah menjaga tahun 2004 dan

mendefinisikan keperawatan kesehatan komunitas sebagai

35
tindakan untuk meningkatkan dan mempertahankan kesehatan

dari populasi dengan mengintegrasikan kesehatan masyarakat.

Praktek tersebut dilakukan secara komprehensif, tidak terbatas

pada kelompok tertentu, berkelanjutan dan tidak terbatas pada

perwatan yang bersifat episodik. Menurut Stanhope & Lancaster

(2000), keperawatan keehatan komunitas adalah praktek

keperawatan dalam komunitas dengan focus primer pada

pelayanan kesehatan individu, keluarga dan kelompok dalam

komunitas. Tujuannya dalah untuk menjaga, melindungi,

memajukan dan memelihara kesehatan.

Sedangkan Depkes (2006), menjelaskan bahwa

keperawatan kesehatan masyarakat (perkesmas) pada dasarnya

adalah pelayanan keperawatan professional yang merupakan

perpaduan antara konsep kesehatan masyarakat dan konsep

keperawatan yang ditujukan kepada seluruh masyarakat dengan

penekanan pada kelompok resiko tinggi. Dalam upaya

pencapaian derajat kesehatan yang optimal dilakukan melalui

peningkatan kesehatan (promotif) dan pencegahan penyakit

(preventif) di semua tingkat pencegahan (levels of

prevention)dengan menjamin keterjangkauan pelayanan

36
kesehatan yang dibutuhkan dan melibatkan klien sebagai mitra

kerja (partner)dalam perencanaan, pelaksanaan, dan evaluasi

pelayanan keperawatan.

C. TUJUAN KEPERAWATAN KOMUNITAS


Pelayanan keperawatan diberikan secara langsung

(direct care)kepada seluruh masyarakat dalam rentang sehat

sakit dengan mempertimbangkan seberapa jauh masalah

kesehatan masyarakat mempengaruhi individu, keluarga, dan

kelompok maupun masyarakat.Tujuan umum pelayanan

keperawatan komunitas dalam pedoman penyelenggaraan upaya

kesehatan masyarakat di puskesmas dalah untuk meningkatkan

kemandirian masyarakat yang optimal. Sedangkan tujuan

khususnya adalah sebagai berikut :

1. Meningkatkan pengetahuan, sikap dan perilaku individu,

keluarga , kelompok dan masyarakat tentang kesehatan.

2. Meningkatkan penemuan dini kasus-kasus prioritas.

3. Meningkatkan penanganan keperawatan kasus prioritas di

puskesmas.

4. Meningkatkan penanganan kasus prioritas yang

mendapatkan tindak lanjut keperawatan di rumah.

37
5. Meningkatkan akses keluarga miskin mendaat pelayanan

kesehatan / keperawatan kesehatan masyarakat.

6. Meningkatnya pembinaan keperawatan kelompok khusus.

7. Memperluas daerah binaan keperawatan di masyarakat.

D. FUNGSI KEPERAWATAN KOMUNITAS


Fungsi merupakan rincian tugas yang sejenis atau erat

hubungannya satu sama lain untuk dilakukan menurut sifat atau

pelaksanaanya. Fungsi keperawatan komunitas erat kaitannya

dengan aspek khusus dari suatu tugas tertentu dalam komunitas.

Adapun fungsi keperawatan komunitas adalah sebagaiberikut :

1. Memberikan pedoman dan bimbingan yang sistematis dan

ilmiah bagi kesehatan masyarakat dan keperwatan dalam

memecahkan masalah kesehatan komunitas melalui

asuhan keperawatan.

2. Agar masyarakat mendapatkan pelayanan yang optimal

sesuai dengan kebutuhannya di bidang kesehatan.

3. Memberikan asuhan keperawatan melalui pendekatan

pemecahan masalah, komunikasi yang efektif dan efisien

serta melibatkan peran serta masyarakat.

38
4. Agar masyarakat bebas mengemukakan pendapat

berkaitan dengan permasalahan atau kebutuhannya

sehingga mendapatkan penanganan dan pelayanan yang

cepat dan pada akhirnya dapat mempercepat proses

penyembuhan.

E. RUANG LINGKUP KEPERAWATAN KOMUNITAS


Lingkup pelayanan kesehatan yang diberikan kepada

masyarakat meliputi upaya kesehatan perorangan (UKP)

maupun upaya kesehatan masyarakat (UKM).Pelayanan

kesehatan yang diberikan lebih difokuskan pada upaya promotif

dan preventif tanpa mengabaikan kuratif dan rehabilitative.

Upaya promotif dikukan untuk meningkatkan kesehatan

individu, keluarga, kelompok, dan msyarakat dengan melakukan

kegiatan pendidikan kesehatan (healt education), penyuluha

kesehatan masyarakat (PKM) seperti penyuluhan tentang

peningkatan gizi, pemeliharaan kesehatan perorangan,

pemeliharaan ksehatan lingkungan (kesling), pengamatan

tumbuh kembang anak, dan pendidikan seks (sex education).

Upaya preventif meliputi pencegahan tingkat pertama

atau primer (primary prevention), pencegahan tingkat kedua

39
atau sekunder (secondary prevention)maupun pencegahan

tingkat ketiga atau tersier (tertiary prevention).Pencegahan

primer merupakan pencegahan yang dilakukan pada tahap

prepatogenesis atau tahap sebelum terjadinya

penyakit.Pencegahan primer dimasukkan agar masyarakat tetap

berada pada kondisi sehat optimal (stage optimal health)dan

tidak jatuh dalam kondisi sakit.Upaya pencegahan primer juga

termasuk didalamnya adalah upaya promotif ditambah dengan

upaya perlindungan umum dan khusus (general and spesific

protection). Bentuk upaya perlindungan kesehatan umum dan

khusus tersebut dapat dilakukan melalui imunisasi, kebersihan

diri, perlindungan diri dari kecelakaan (accidental safety),

perlindungan diri dari lingkungan, kesehatan kerja

(occupational safety), perlindungan diri karsinogen, toksin dan

alergen, serta pengendalian sumber-sumber pencemaran.

Pencegahan sekunder merupakan pencegahan yang

dilakukan pada tahap saat terjadinya penyakit.Pencegahan

dimulai pada saat bibit penyakit masuk ke dalam tubuh manusia

sampai munculnya gejala atau gangguan kesehatan. Pencegahan

bertujuan untuk menghambat proses perjalanan penyakit

40
sehingga dapat memperpendek waktu sakit dan dapat

menurunkan tingkat keparahan penyakit. Pencegahan sekunder

dilakukan melalui 2 (dua) kelompok kegiatan , yaitu :

1. Diagnosis dini dan pengobatan segera

Bentuk kegiatan yang dapat dilakukan adalah penemuan

kasus secara dini (early case finding), pemeriksaan umum

lengkap (general chek-up), pemeriksaan massal (mass

screening), survei kontak, sekolah dan rumah (contact, school,

and householdsurvey), penanganan kasus (case holding), serta

pengobatan adekuat (adequate treatment).

2. Pembatasan kecatatan

Pembatasan kecatatan dilakukan melalui upaya

penyempurnaan dan identifikasi terapi lanjutan, pencegahan

komplikasi, perbaikan fasilitas kesehatan, penurunan beban

sosial penderita, dan lain sebagainya. Bentuk kegiatan dapat

dilakukan melalui berbagai program seperti program

pemberantasan penyakit menular (P2M) dengan kegiatan

surveillance (active and passive case detection), program gizi

dengan kegiatan penimbangan anak balita, program kesehatan

ibu dan anak (KIA) dengan kegiatan deteksi dini factor risiko

41
gangguan dan kelainan kehamilan, program usaha kesehatan

sekolah (UKS) dengan kegiatan deteksi dini gangguan kesehatan

gigi dan mata.

Pencegahan tersier merupakan upaya pencegahan pada

masyarakat yang telah sembuh dari sakit serta mengalami

kecacatan. Pencegahan tersier dimulai pada saat cacat atau

ketidakmampuan terjadi sampai kondisi stabil atau menetap dan

tidak dapat diperbaiki (irreversible). Kegiatan dilakukan

melaluikegiatan rehabilitasi meliputi aspek medis dan

sosial.Rehabilitas sebagai tujuan pencegahan tersier

dimaksudkan untuk mengembalikan individu pada tingkat

fungsi optimal dari ketidakmampuannya. Bentuk kegiatan uang

dapat dilakukan seperti latihan fisik pada penderita stroke, terapi

kerja (work therapy) pada penderita setelah gangguan jiwa,

latihan batu efektif pada penderita tuberkulosis paru, perawatan

kolostomi di rumah, dan latihan pengunaan continous

ambulatory peritoneal dialysis(CAPD) pada penderita gagal

ginjal kronis yang membutuhkan terapi penggantian ginjal.

42
Pelayanan keperawatan komunitas dapat diberikan secara

langsung (direct care) pada semua tatanan pelayanan kesehatan,

yaitu :

1. Di dalam unit pelayanan kesehatan.

Contohnya Rumah Sakit, Puskesmas, dan pelayanan

kesehatan lain yang mempunyai pelayanan rawat jalan dan

rawat inap.

2. Di rumah (home care)

Perawat home care memberikan pelayanan secara

langsung pada keluarga di rumah yang menderita penyakit

akut maupun kronis. Peran home care dapat meningkatkan

fungsi keluarga dalam merawat anggota keluarga yang

mempunyai risiko tinggi masalah kesehatan.

3. Di sekolah

Perawat sekolah dapat melukakan perawatan sesaat (day

care) diberbagai institusi pendididkan seperti TK, SD,

SMP, SMA, dan perguruan tinggi baik pada siswa, guru

serta karyawan. Perawat sekolah melaksanakan program

screening kesehatan, mempertahankan kesehatan, dan

pendididkan kesehatan.

43
4. Di tempat kerja atau industri

Perawat dapat melakukan kegiatan perawatan langsung

dengan kasus kesakitan atau kecelakaan minimal di tempat

kerja atau di kantor, home industry/industri, pabrik dan

lain sebagainya. Kegiatan yang dilakukan dapat melalui

pendidikan kesehatan untuk keamanan dan keselamatan

kerja, alat perlindungan diri (APD), nutrisi seimbang,

penurunan stress, olahraga dan penanganan perokok serta

pengawasan makanan.

5. Di barak-barak penampungan

Perawat memberikan tindakan perawatan langsung (direct

care) terhadap kasus akut, penyakit kronis, dan kecacatan

fisik ganda, dan mental.

6. Dalam kegiatan Puskesmas keliling

Pelayanan keperawatan dalam Puskesmas keliling

diberikan kepada individu, kelompok masyarakat di

pedesaaan, serta kelompok terlantar.Pelayanan

keperawatan yang dilakukan adalah pengobatan

sederhana, screening kesehatan, perawatan khusus

44
penyakit akut dan kronis, pengelolaan dan rujukan kasus

penyakit.

7. Di panti atau kelompok khusus lain

Seperti panti asuhan anak, panti werda, dan panti sosial

lainnya serta rumah tahanan (rutan) atau lembaga

permasyarakatan (lapas).

8. Pelayanan pada kelompok kelompok risiko tinggi

a. Pelayanan perawatan pada kelompok wanita, anak-

anak, lansia yang mendapat perlakuan kekerasan.

b. Pelayanan keperawatan di pusat pelayanankesehatan

jiwa.

c. Pelayanan keperawatan dipusat pelayanan

penylahgunaan obat.

d. Pelayanan keperawatan ditempat penampungan

kelompok lansia, gelandangan pemulung atau

pengemis, kelompok penderita HIV (ODHA atau orang

dengan HIV-AIDS), dan WTS.

45
F. SASARAN KEPERAWATAN KOMUNITAS
Sasaran keperawatan komunitas adalah seluruh

masyarakat termasuk individu, keluarga, kelompok khusus, dan

masyarakat baik sehat maupun sakit serta yang beresiko tinggi

mengalami masalah kesehatan. Adapun sasaran dalam

pelayanan keperawatan komunitas terdiri dari :

1. Individu

Individu merupakan anggota keluarga sebagai kesatuan

utuh dari aspek biologi, psikologi, sosial, dan spiritual.

Permasalahan kesehatan yang terjadi pada individu dapat

memengaruhi anggota keluarga lain dan selanjutnya dapat

memengaruhi komunitas. Permasalahan kesehatan yang dapat

terjadi pada individu di komunitas seperti kasus diabetes

mellitus (DM), tuberkulosis (TB), darah tinggi atau hipertensi,

dan lain sebagainya.Pada tingkat individu, perawat dapat

memberikan berbagai upaya pelayanan keperawatan untuk

membantu individu dalam memenuhi kebutuhan dasarnya.

2. Keluarga

Keluarga merupakan unit terkecil dalam masyarakat yang

terdiri dari kepala keluarga (KK) dan anggota keluarga lain yang

46
tinggal dalam satu rumah karena pertalian darah, ikatan

perkawinan atau adopsi. Anggota keluarga yang mengalami

masalah kesehatan dirawat sebagai bagian dari

keluarga.Sehingga seperti halnya pada individu, masalah

kesehatan yang terjadi pada satu keluarga dapat juga

mempengaruhi kondisi komunitas. Hal tersebut disebabkan

karena antar keluarga keluarga yang satu dengan yang lain

dalam masyarakat cenderung saling ketergantungan dan saling

berinteraksi. Interaksi dapat terjadi dalam berbagai aspek

kehidupan bermasyarakat termasuk aspek kesehatan. Sasaran

pelayanan keperawatan komunitas pada keluarga yaitu :

a. Keluarga Sehat

Kriteria keluarga sehat yang menjadi sasaran pelayanan

keperawatan keluarga jika seluruh anggota keluarga dalam

kondisi sehat tetapi memerlukan antisipasi terkait dengan

siklus perkembangan manusia dan tahapan tumbuh

kembang keluarga. Focus intervasi keperawatan terutama

pada promosi kesehatan dan pencegahan penyakit.

b. Keluarga risiko tinggi dan rawan kesehatan

47
Dimaksud keluarga risiko dan rawan kesehatan dimana

satu atau lebih anggota keluarganya memerlukan perhatian

khusus.Keluarga risiko tinggi termasuk keluarga yang

memiliki kebutuhan untuk menyesuaikan diri terkait siklus

perkembangan anggota keluarga dengan faktor risiko

penurunan status kesehatan.Misalnya bayi BBLR, balita

gizi buruk, bayi atau balita yang belum diimunisasi, ibu

hamil risiko tinggi seperti pendarahan, infeksi, serta

hipertensi, remaja penyalahguna narkoba.

c. Keluarga dengan tindak lanjut perawatan

Keluarga yang anggota keluarganya mempunyai masalah

kesehatan dan memerlukan tindak lanjut pelayanan

keperawatan.Misalnya pada keluarga pasca hospitalisasi

penyakit kronik, penyakit degeneratif, tindakan

pembedahan, dan penyakit terminal.

3. Kelompok Khusus

Kelompok khusus merupakan sekumpulan individu yang

mempunyai kesamaan permasalahan kesehatan yang

memerlukan kebutuhan kesehatan khusus yang dapat

diklasifikasikan menurut usia, jenis kelamin maupun

48
permasalahan kesehatan yang dialami. Kelompok tersebut dapat

dibagi menjadi tiga yaitu :

a. Kelompok khusus akibat perkembangan dan pertumbuhan

Contohnya adalah kelompok balita, lansia, remaja, kelompok

ibu hamil, ibu melahirkan, ibu menyusui, dan lain

sebagainya.

b. Kelompok khusus yang memerlukan pengawasan dan

bimbingan

Contohnya adalah kelompok penderita penyakit menular,

penyakit tidak menular, kelompok cacat fisik, cacat

mental, serta cacat sosial.

c. Kelompok khusus dengan risiko tinggi terserang penyakit

Contohnya adalah kelompok wanita tua susila (WTS),

kelompok pekerja tertentu dalam masyarakat, kelompok

penyalahgunaan obat dan narkotika, dan lain sebagainya.

Sasaran kelompok juga dapat diartikan sebagai kelompok

masyarakat khusus yang rentan terhadap timbulnya masalah

kesehatan baik yang terikat maupun tidak terikat dalam suatu

institusi, yaitu :

49
a. Kelompok masyarakat khusus tidak terikat dalam suatu

institusi antara lain Posyandu, Kelompok Balita,

Kelompok ibu hamil, Kelompok Usia Lanjut, Kelompok

penderita penyakit tertentu, kelompok pekerja informal.

b. Kelompok masyarakat khusus terikat dalam suatu institusi,

antara lain sekolah, pesantren, panti asuhan, panti usia

lanjut, rumah tahanan (rutan), lembaga permasyarakatan

(lapas).

4. Masyarakat

Sasaran masyarakat adalah masyarakat yang rentan atau

mempunyai risiko tinggi terhadap timbulnya masalah kesehatan,

diprioritaskan pada :

a. Masyarakat disuatu wilayah (RT, RW, Kelurahan atau

Desa) yang mempunyai :

1) Jumlah bayi meninggal lebih tinggi dibandingkan

daerah lain.

2) Jumlah penderita penyakit tertentu lebih tinggi

dibandingkan daerah lain.

3) Cakupan pelayanan kesehatan lebih rendah dari daerah

lain.

50
b. Masyarakat di daerah endemis penyakit menular seperti

tuberkulosis, malaria, diare, demam berdarah, dan lain

sebagainya.

c. Masyarakat di lokasi atau barak pengungsian, akibat

bencana, konflik atau akibat lainnya.

d. Masyarakat di daerah dengan kondisi geografi sulit antara

daerah lain dengan terpencil, terisolasi, daerah perbatasan,

daerah yang tidak terjangkau pelayanan kesehatan.

e. Masyarakat di daerah pemukiman baru dengan

transportasi sulit seperti daerah transmigrasi.

G. PERAN PERAWAT KOMUNITAS

Peran merupakan seperangkat tingkah laku yang

diharapkan oleh orang lain terhadap seseorang sesuai

kedudukannya dalam unit sosial (Robbins, 2002). Peran

dipengaruhi oleh keadaan sosial baik dari dalam maupun dari

luar dan bersifat stabil. Banyak peranan yang dapat dilakukan

oleh perawat kesehatan masyarakat diantaranya adalah :

1. Pemberi Asuhan Keperawatan (Care provider)

51
Peran perawat sebagai care provider ditujukan kepada

individu, keluarga, kelompok, dan masyarakat berupa

asuhan keperawatan masyarakat yang utuh (holistic)

serta berkesinambungan (komprehensif). Asuhan

keperawatan dapat diberikan secara langsung maupun

secara tidak langsung pada berbagai tatanan kesehatan

meliputi di puskesmas, ruang rawat inap puskesmas,

puskesmas pembantu, puskesmas keliling, sekolah, panti,

posyandu, dan keluarga.

2. Peran Sebagai Pendidik (Educator)

Peran sebagai pendidik (educator) menuntut perawat

untuk memberikan pendidikan kesehatan kepada

individu, keluarga, kelompok, dan masyarakat baik di

rumah, puskesmas, dan di masyarakat secara terorganisis

dalam rangka menanamkan perilaku sehat, sehingga

terjadi perubahan perilaku seperti yang diharapkan

dalam mencapai derajat kesehatan yang optimal. Perawat

bertindak sebagai pendidik kesehatan harus mampu

mengkaji kebutuhan klien yaitu kepada individu,

keluarga, kelompok masyarakat, pemulihan kesehatan

52
dari suatu penyakit, menyusun program penyuluhan atau

pendidikan kesehatan baik sehat maupun sakit. Misalnya

penyuluhan tentang nutrisi, senam lansia, manajemen

stress, terapi relaksasi, gaya hidup bahakan penyuluhan

mengenai proses terjadinya suatu penyakit.

3. Peran Sebagai Konselor (Counselor)

Perawat sebagai konselor melakukan konseling

keperawatan sebagai usaha memecahkan masalah secara

efektif.Pemeberian konseling dapat dilakukan dengan

melibatkan individu, keluarga, kelompok, dan

masyarakat.

4. Peran Sebagai Panutal (Role Model)

Perawat kesehatan masyarakat harus dapat memberikan

contoh yang baik dalam bidang kesehatan kepada

individu, keluarga, kelompok dan masyarakat tentang

bagaimana tata cara hidup sehat yang dapat ditiru dan

dicontoh masyarakat.

5. Peran Sebagai Pembela (Advocate)

Pembela dapat diberikan kepada individu, kelompok atau

tingkat komunitas.Pada tingkat keluarga, perawat dapat

53
menjalankan fungsinya melalui pelayanan sosial yang

ada dalam masyarakat.Seseorang pembela klien adalah

pembela dari hak-hak klien. Pembela termasuk di

dalamnya peningkatan apa yang terbaik untuk klien,

mamastikan kebutuhan klien terpenuhi dan melindungi

hak-hak klien.

6. Peran Sebagai Manager Kasus (care manager)

Perawat kesehatan masyarakat diharapkan dapat

mengelola berbagai kegiatan pelayanan kesehatan

puskesmas dan masyarakat sesuai dengan beban tugas

dan tanggung jawab yang dibebankan kepadanya.

7. Peran Sebagai Kolaborator

Peran perawat sebagai kolaborator dapat dilaksanakan

dengan cara bekerjasama dengan tim kesehatan lain, baik

dengan dokter, ahli gizi, ahli radiologi, dan lain-lain

dalam kaitannya membantu mempercepat proses

penyembuhan klien. Tindakan kolaborasi atau kerjasama

merupakan proses pengambilan keputusan dengan orang

lain pada tahap proses keperawatan. Tindakan ini

54
berperan sangat penting untuk merencanakan tindakan

yang akan dilaksanakan.

8. Peran Sebagai Penemu Kasus (Case Finder)

Melaksanakan monitoring terhadap perubahan-

perubahan yang terjadi pada individu, keluarga,

kelompok dan masyarakat yang menyangkut masalah-

masalah kesehatan dan keperawatan yang timbul serta

berdampak terhadap status kesehatan melalui kunjungan

rumah, pertemuan-pertemuan, observasi dan

pengumpulan data.

H. PERBEDAAN PELAYANAN KEPERAWATAN DI


KOMUNITAS DAN RUMAH SAKIT
Pelayanan keperawatan di komunitas dan rumah sakit

meiliki 5 (lima) aspek perbedaan, yaitu :

Tabel 4.1 Perbedaan Pelayanan Keperawatan Rumah Sakit

dengan Komunitas

55
No Aspek Perbedaan

Rumah Sakit

Komunitas

1. Tempat kegiatan o Bangsal

o Puskesmas

Perawatan

Rumah

o Klinik

o Sekolah

Peru

suha

an

56
o

Pa

nti

2. Klien yang o Orang sakit

o Orang sehat

Dilayani o Orang meninggal

o Orang sakit

o Orang meninggal

3. Ruang lingkup o Kuratif

o Promotif

Pelayanan o Rehabilitatif

o Preventif

o Kuratif

57
o Rehabilitatif

o Resosiasi

4. Fokus Utama o Rasa aman

o Peningkatan

Selama sakit

kesehatan

dan

Pencegah

an

penyakit

5. Sasaran o Individu

o Individu

58
Pelayanan

o Keluarga

o Kelompok

khusus

o Masyarakat

(Mubarak, Chayatin, &

Santoso,2011)

59
BAB IV

PROSES KEPERAWATAN KOMUNITAS

1. PENDAHULUAN
Keperawatan komunitas merupakan area spesifik

dari praktik keperawatan. Dalam melakukan praktik

keperawatan komunitas, perawat perlu memiliki

kemampuan lebih terkait dengan masyarakat. Perawat

juga perlu memegang prinsip-prinsip seperti otoritas,

keadilan serta kerjasama dengan masyarakat sebagai

penerima pelayanan keperawatan. Keperawatan

komunitas berorientasi pada proses pemecahan masalah

melalui pendekatan proses keperawatan dalam

menghadapi masalah kesehatan yang ada di komunitas.

Menirut Depkes (2006), dalam penerapan proses

keperawatan, terjadi proses alih peran dari perawat

kepada klien sebagai sasaran secara bertahap dan

berkelanjutan untuk mencapai kemandirian sasaran

dalam menyelesaikan masalah kesehatannya. Proses alih

peran tersebut digambarkan sebagai lingkaran dinamis

proses keperawatan berikut:

60
Gambar 5.1 Lingkaran dinamis proses keperawatan

Berdasarkan uraian diatas, pelayanan keperawatan

kesehatan masyarakat mempunyai ciri sebagai berikut:

1. Merupakan perpaduan pelayanan keperawatan dan

kesehatan masyarakat

2. Adanya kesinambungan pelayanan kesehatan

(continiuity of care)

3. Proses pelayanan pada upaya peningkatan kesehatan

( promotif) dan pencegahan penyakit ( preventif) baik

pada pencegahan tingkat pertama, kedua maupun ketiga

4. Terjadi proses alih peran dari perawat kesehatan

masyarakat kepada klien (individu, keluarga, kelompok,

masyarakat) sehingga terjadi kemandirian

5. Ada kemitraan perawat kesehatan masyarakat dengan

masyarakat dalam upaya kemandiria klien

61
6. Memerlukan kerjasama dengan tenaga kesehatan lain

serta masyarakat.

Perawat komunitas bertanggungjawab membantu

komunitas untuk tetap stabil mempertahankan

kesehatannya dengan memperhatikan kondisi lingkungan

dan sosial. Penyelesaian masalah kesehatan dalam

komunitas menggunakan proses keperawatan yang

mengacu pada model dan frameworks keperawatan

Community as Partner. Model tersebut merupakan

pengembangan Neuman’s Modelsyang digunakan dalam

proses pengkajian sampai dengan evaluasi.

A. PENGKAJIAN
Pengkajian keperawatan komunitas merupakan

proses awaluntuk mengenal komunitas. Tujuan

dilakukannya pengkajian adalah untuk mendapatkan data

mengenai fokus positif dan negatif yang berbenturan

dengan masalah kesehatan di masyarakat. Data yang

didapatkan kemudian digunakan sebagai data dasar

untuk menentukan diagnosis dan rencana intervensi

asuhan keperawatan komunitas. Dalam tahap pengkajian

62
ini terdapat 5 (lima) kegiatan, yaitu pengumoulan data,

pengolahan data, analisis data, perumusan atau

penentuan masalah kesehatan masyarakat dan prioritas

masalah.

1. Pengumpulan data

Pengumpulan data dimaksudkan untuk

memperoleh informasi mengenai masalah kesehatan

pada masyarakat sehingga dapat ditentukan tindakan

yang harus diambil untuk mengatasi masalah tersebut

yang menyangkut asfek fisik, psikologis, sosial ekonomi

dan spiritual serta faktor lingkungan yang

mempengaruhi. Pengumpulan data dapat dilakukan

dengan cara sebagai berikut:

a. Wawancara atau anamnese yaitu menanyakan atau tanya

jawab sebagai bentuk komunikasi yang direncanakan

berkaitan dengan masalah yag dihadapi. Teknik

komunikasi yang digunakan adalah komunikasi

terapeutik yang mencakup keterampilan verbal, non

verbal, empati, serta rasa kepedulian yang tinggi. Teknik

verbal merupakan pertanyaan terbuka maupun tertutup,

63
menggali jawaban dan memvalidasi klien. Teknik non

verbal meliputi sikap mendengarkan aktif, diam,

sentuhan, dan kontak mata.

b. Pengamatan atau observasi yaitu dengan mengamati

perilaku dan keadaan komunitas untuk memperoleh data

berkaitan masalah kesehatan dan keperawatan.

c. Pemeriksaan fidik merupakan data penunjang untuk

menemukan kebutuhan komunitas. Pengkajian ini

digunakan untuk memperoleh data objektif dari riwayat

komunitas.

Data yang dipergunakan dalam pengkajian dapat

diperoleh melalui beberapa sumber yaitu:

a. Sensus

Sensus merupakan sumber data yang paling lengkap.

Data sensus dapat diperoleh dengan cara survei terhadap

masyarakat.

b. Laporan Penyakit yang Terinformasiakan

Laporan penyakit yang terinformasikan adalah data yang

dilaporkan oleh kementrian kesehatan baik pusat

64
maupun daerah tentang penyakit-penyakit yang dapat

dilaporkan secara legal.

c. Catatan Medis dan Rumah Sakit

Catatan medis dan rumah sakit digunakan secar luas

dalam penelitian kesehatan komunitas.

Data yang dikumpulkan dalm proses pengkajian meliputi

data inti (core), subsistem, dan persepsi. Data subsistem terdiri

dari lingkungan, pelayanan kesehatan dan sosial, ekonomi,

transportasi dan keamanan, politik dan pemerintah, komunikasi,

pendidikan, rekreasi.

B. DATA INTI ATAU CORE


Inti didefenisikan sebagai suatu yang penting, dasar, dan

menguatkan. Data inti terdiri dari sejarah, demografi, etnisitas,

nilai-nilai dan keyakinan.

Tabel 5.1 Tabel Data Inti atau Core Pengkajian Keperawatan

Komunitas

Komponen Sumber informasi


Sejarah Perpustakaan, sejatrah
masyarakat
Demografi
Wawancara dengan sesepuh
masyarakat, tokoh masyarakat,

65
pimpinan daerah
Data sensus penduduk (desa,
Etnisitas kecamatan, kabupaten/kota),
data puskesmas, dinas
kesehatan
Nilai-nilai & keyakinan
Observasi
Agama Data sensus

Data sensus, observasi,


wawancara

Data sensus

SUBSISTEM
KOMUNITAS

Tabel 5.2 Tabel Subsistem


Komunitas Pengkajian
Keperawatan Komunitas
Lingkungan Hal yang perlu dikaji dalam
subsistem lingkungan adalah
bagaimana keadaan
masyarakat? Bagaimana
kualitas udara,tumbuh-
tumbuhan, perumahan,
pembatasan daerah, jarak,
daerah penghijauan, binatang
peliharaan, anggota
masyarakat, struktur
masyarakat? Apakah ada peta
daerah? Berapa luas aderah
tersebut?
Pelayanan kesehatan dan Pengkajian subsistem
sosial pelayanan kesehatan dan sosial
mencakup fasilitas yang berada
didalam komunitas dan juga
yang ada diluar komunitas. Hal
yang perlu dikaji dalam

66
subsistem pelayanan kesehatan
dan sosial adalah apakah
terdapat klinik, puskesmas,
rumah sakit, pos kesehatan desa
(PKD), pelayanan praktis,
pelayanan kesehatan
masyarakat, pelayanan gawat
darurat,pelayanan mental, panti
wredha? Adakah kejaidian
kronis atau akut? Adakah
pengobatan tradisional, dukun,
perawat, dokter, bidan? Adakah
sumber diluar daerah, yang
dapat dimanfaatkan
masyarakat?
Ekonomi Hal yang perlu dikaji adalah
tingkat sosial ekonomi
komunitas secara keseluruhan
apakah sesuai dengan UMR
(upah minimum regional),
dibawah UMR atau diatas
UMR sehingga upaya
pelayanan kesehatan yang
diberikan dapat terjangkau,
misalnya anjuran untuk
konsumsi jenis makanan sesuai
status ekonomi tersebut?
Apakah terdapat industri,
pertokoan, lapangan kerja?
Bagaimana angka
penganguran?
Transpostasi dan Keamanan Hal yang perlu dikaji adalah
bagaimana warga masyarakat
melakukan perjalanan? Jenis
kendaraan umum apa yang
digunakan? Apakah ada jalan
khusus pejalan kaki,
pengendara sepeda? Pelayanan

67
keamanan apa yang tersedia
seperti polisi, satpam, sanitasi?
Ketersediaan sarana dan
prasarana keamanan? Jenis
tindakan kriminal apa yang
pernah terjadi? Apakah warga
merasa aman?
Politik dan Pemerintah Hal yang perlu diperhatikan
adalah apakah ada tanda- tanda
kegiatan politik? Partai apa
yang paling berpengaruh?
Bagaimana pemerintah
dibentuk seperti pemilu atau
musyawarah? Apakah warga
terlibat dalam penentuan
keputusan pemerintah daerah
setempat? Seperti apa kebijakan
politik pemerintah terkait
dengan kesehatan?
Komunikasi Hal yang perlu dikaji adalah
adakah tempat khusus warga
berkumpul? Sarana komunikasi
apa saja yang dapat
dimanfaatkan dikomunitas
tersebut untuk meningkatkan
pengetahuan terkait dengan
kesehatan misalnya televisi,
radio, koran, poster, atau leaflet
yang diberikan kepada
komunitas? Alat komunikasi
formal dan informasi apa yang
ada?
Pendidikan Hal yang perlu dikaji adalah
ada sarana pendidikan yang
ada? Bagaimana kkondisinya?
Apakah ada perpustakaannya?
Apakah ada lembaga khusus
yang berfokus pada pendidikan

68
seperti pesantren, bimbingan
belajar, taman pendidikan al-
Qur`an (TPA)? Bagaimana
fungsinya? Bagaimana reputasi
sekolah yang ada? Apa isu
utama yang muncul tentang
pendidikan? Bagaimana angka
putus sekolah? Apakah tersedia
aktivitas ektrakulikuler?
Apakah dimanfaatkan oleh
peserta didik? Adakah
pelayanan kesehatan sekolah?
Adakah perawat disekolah?
Rekreasi Hal yang perlu dikaji adalah
apakah tersedia saranarekreasi,
kapan saja dibuka, dan apakah
biayanya terjangkau oleh
komunitas? Bentuk rekreasi apa
yang dipilih warga?

C. PERSEPSI
Hal yang perlu dikaji adalah pernyataan umum

tentang kesehatan masyarakat setempat. Apakah

kekuatan yang ada? Masalah dan potensial masalah apa

yang dapat diidentifikasi?

2. PENGOLAHAN DATA
Setelah data diperoleh, kegiatan selanjutnya adalah

pengolahan data dengan cara sebagai berikut:

a. Klasifikasi data atau kategori data

69
b. Penghitungan prosentase cakupan dengan menggunakan

telly

c. Tabulasi data

d. Interpretasi data

Contoh:

Tabel 5.3 Contoh Intervensi Data Karakteristik penduduk

berdasarkan usia

No Umur Jumlah(Orang) Presentase

1 0-5 tahun 736 12,34%

2 6-12 tahun 789 13,22%

3 17-25 tahun 882 14,78%

4 26-55 tahun 1.893 31,73%

5 56 tahun 1.667 27,93%

Total 5.967 100%

2. Analisa Data

Analisa data merupakan proses studi dan

pemeriksaan data yang dapat berubah data subjektif

maupun objektif. Analisa diperlukan untuk menentukan

70
kebutuhan kesehatan komunitas dan kekuatan komunitas

serta untuk mengidentifikasi pola respon kesehatan dan

kecenderungan dalam pemanfaatan pelayanan kesehatan.

Analisa dilakukan pada data inti maupun data subsistem.

Hasil akir dari proses analisa data adalah penentuan

diagnosis keperawatan komunitas.

Fase-fase yang digunakan dalam membantu

proses analisa menurut Anderson & Mcfarlena(2007)

yaitu:

a. Kategorisasi

Proses pertama yang perlu dilakukan adalah

mengkategorikan data. Data pengkajian dapat

dikategorikan dalam berbagai cara meliputi:

1. Karakteristik demografi (ukuran keluarga, usia, jenis

kelamin, dan kelompok etnik,dan ras).

2. Karakteristik geografik (batas wilayah, jumlah dan

ukuran lahan tempat tinggal, uang publik, dan jalan).

3. Karakteristik sosial-ekonomi ( jenis pekerjaan, jumlah

penghasilan, tingkat pendidikan, dan pola penyewaan

atau kepemilikan rumah).

71
4. Struktur dan pelayanan kesehatan (rumah sakit,klinik,

pusat pelayanan kesehatan mental, panti wredha, dan

sebagainya).

b. Ringkasan

proses selanjutnya setelah kategorisasi adalah

membuat ringkasan data dalam setiap kategori berupa

rates, diagram,dan grafik.

c. Pembandingan

Tugas selanjutnya sebagai tambahan dalam

menganalisa data adalah mengidentifikasi kesenjangan ,

kejangggalan, dan kehilangan data. Kesenjangan data

tidak dapat dihindarkan seperti kesalahan dalam

pencatatan, tugas penting adalah menganalisa data secara

kritis dan menyadari potensi terjadinya kesenjangan dan

kehilangan data.

d. Penarikan kesimpulan

Setelah mengkategorikan, meringkas, dan membandingkan

data yang telah dikumpulkan, langkah terakhir adalah

72
menarik simpulan logis dari bukti yang ada untuk

merumuskan diagnosa keperawatan komunitas.

Contoh kasus proses analisis:

Hasil pengkajian yang telah dilakukan pada komunitas desa

brayan menunjukkan bahwa:

 Sebanyak 81,76% warga membuang sampah pekarangan.

 Sebanyak 86,79% warga tidak memisahkan sampah organik

dan anorganik

 Sebanyak 75,94% tempat penampungan sampah sementara

yang dimiliki warga dalam kondisi terbuka.

 Kebiasaan BAB di jamban/WC(61,38%), sungai (19,50%),

kolam (20,12%).

 Kepemilikan septictank (61,46%) dari 96 warga.

 \sebanyak (59,46%)warga BAB diselokan dan (40,54%) di

sungai.

 Terdapat 12 kandang ternak yang jaraknya dekat dengan

rumah warga.

73
Tabel 5.4 Contoh Intervensi Proses Analisa Sesuai Kasus

Kategori Data Ringkasan Simpulan

Lingkungan  Sebanyak 81,76% warga Kuranganya


membuang sampah penerapan
pekarangan. pola hidup
 Sebanyak 86,79% warga bersih dan
tidak memisahkan sehat
sampah organik dan
anorganik
 Sebanyak 75,94% tempat
penampungan sampah
sementara yang dimiliki
warga dalam kondisi
terbuka.
 Kebiasaan BAB di
jamban/WC(61,38%),
sungai (19,50%), kolam
(20,12%).
 Kepemilikan septictank
(61,46%) dari 96 warga.
 \sebanyak
(59,46%)warga BAB
diselokan dan (40,54%)
di sungai.
 Terdapat 12 kandang
ternak yang jaraknya

74
dekat dengan rumah
warga.

3. Perumusan Masalah

Masalah keperawatan dirumuskan berdasarkan

hasil analisa data yang telah dilakukan sebelumnya.

Data-data yang didapatkan melalui proses pengkajian

kemudian di kelompokkan berdasarkan kategori sampai

dapat ditarik kesimpulan seperti pada proses analisa data.

4. Prioritas Masalah

Dalam suatu komunitas, terkadang ditemukan

beberapa masalah keperawatan yang diangkat. Untuk

menentukan masalahuntuk menentukan masalah mana

yang terlebih dahulu diatasi, perlu dilakukan penentuan

prioritas masalah dengan memperhatikan kriteria

penapisan. Kriteria penapisan menurut mueke (1988)

terdiri dari:

a. Sesuai dengan peran perawat komunitas

75
b. Jumlah yang beresiko

c. Besarnya resiko

d. Kemungkinan untuk pendidikan kesehatan

e. Minat masyarakat

f. Kemungkinan untuk diatasi

g. Sesuai program pemerintah

h. Sumber daya tempat

i. Sumber daya waktu

j. Sumber daya dana

k. Sumber daya peralatan

l. Sumber daya manusia

Jumlah skor untk masing-masing kriteria antara

rentang 1-5 dengan skala 0 paling rendah, dan 5 paling

tingggi.

Tabel 5.5 Contoh Penulisan Tabel Kriteria Penampisan

Dx. Kriteria Penampisan Jumlah


skor
A b c D E F g H i j k l

76
Urutan prioritas dituliskan berdasarkan jumlah skor

paling tinggi dari 12 kriteria yang ada. Misalnya saja dalam

komunitas terdapat tiga diagnosis, dimana hasil dari penampisan

masalah berturut-turut 39, 48, dan 28. Maka prioritas masalah

dalam komunitas tersebut adalah diagnosis dengan skor tertinggi

yaitu 48.

3. DIAGNOSIS

Diagnosis merupakan suatu pernyataan hasil sintesa

pengkajian data. Diagnosis merupakan suatu labebl yang

mendeskripsikan situasi (atau kondisi) dan mengandung etiologi

( penyebab). Komponen diagnosis keperawatan terdiri dari:

1. Problem (masalah)

2. Etiologi (penyebab)

3. Sign atau Symptom (tanda dan gejala)

Diagnosis keperawatan komunitas berfokus pada

suatu komunitas yang merupakan suatu kelompok,

populasi atau kumpulan orang dengan sekurang-

kurangnya memiliki satu karakteristik tertentu. Untuk

77
memperoleh diagnosis keperawatan komunitas, data

hasil pengkajian terlebih dahulu dianalisis dan dibuat

simpulan. Beberapa pernyataan simpulan dapat

membentuk bagian deskriptif dari diagnosis keperawatan

yang menunjukkan masalah kesehatan komunitas

potensial, risiko maupun aktual. Contohnya adalah

pernyataan simpulan tingginya kasus ISPA di desa

sigentung atau tingginya pevalensi karies gigi pada siswa

SD cokroh. Pertanyaan tersebut menunjukkan masalah

kesehatan komunitas aktual.

Pernyataan simpulan lain dapat bersifat etiologik

dan mencatat kemungkinan penyebab timbulnya masalah

kesehatan. Pernyataan etiologik dihubungkan dengan

pernyataan deskriptif dengan menggunakan

“berhubungan dengan”, misalnya:

1. Tingginya kasus ISPA pada balita di Desa Sigentung

berhubungan dengan:

 Lingkungn rumah yang tidak sehat

 Kurangnya pengetahuan keluarga tentang penyebab

dan penanganan ISPA

78
 Tidak terjangkaunya fasilitas pelayanan kesehatan

Terakhir adalah tanda dan gejala diagnosis

keperawatan komunitas merupakan pernyataan simpulan

yang mendokumentasi durasi atau tingkat keseriusan

masalah. Bagian akhir diagnosiskeperawatan komunitas

ini dihubungkan dengan dua rangkaian sebelunya

( masalah dan etiologi) oleh kata pengubung “ ditandai

dengan”, misalnya:

2. Tingginya kasus ISPA pada balita di Desa sigentung

berhubungan dengan :

 Lingkungan rumah yang tidak sehat

 Kurangnya pengetahuan keluarga tentang penyebab

dan penanganan ISPA

 Tidak terjangkaunya fasilitas pelayanan kesehatan

 Ditandai dengan 2 balita meninggal dari 125 kasus

ISPA pada balita selama 6 bulan terakhir, terdapat

anggota keluarga yang merokok dalam satu rumah

tangga, 110 keluarga tidak memahami penyebab dan

penanganan ISPA pada balita.

79
Dalam diagnosis keperawatan kominutas,

mungkin akan banyak data yang digunakan sebagai

etiologi, tanda dan gejala untuk satu masalah yang

dirumuskan. Data-data tersebut dapat berasal dari satu

atau bahkan dari beberapa subsistem. Berkaitan dengan

hal tersebut, yang perlu diperhatikan dalam komunitas

adalah seluruh subsistem dapat bersama-sama

menetukan status kesehatan komunitas dan tidak ada satu

subsistem pun yang paling penting atau krusial dari yang

lainnya dalam menentukan kesehatan komunitas.

4. PERENCANAAN
Perencanaan asuhan keperawatan komunitas disusun

berdasarkan diagnosa keperawatan yang tela ditetapkan.

Rencana keperawatan disusun harus mencakup perumusan

tujuan, rencana tindakan keperawatan spesifik yang akan

dilakukan dan kriteria hasil untuk menilai pencapaian tujian.

Perencanaan merupakan suatu prosesRencana program


sistemik yang dibuat

melalui kemitraan dengan komunitas ( community as partner).

Objek ( Program)
80
Tujuan Evaluasi
Berhubungan
Respons (masalah) Dengan(etiologi AMB (Data)
)
Diagnosis

Pengkajian inti dan subsistem (roda


pengkajian)

Rencana keperawatan komunitas dapat dilakukan

dengan menggunakan 4 (empat) macam strateg, yaitu;

pendidikan / penyuluhan

kesehatan ,kemitraan,empowerment (pemberdayaan)

serta proses kelompok. Selain menggunakan keempat

strategi tersebut, rencana tindakan keperawatan yang

akan dilakukan haruslah memperhtikan hal-hal berikut:

S :Spesific atau jelas

M : Measurable atau dapat diukur

A : Attainable atau dapat dicapai

R : Rekevan / Realistic atau sesuai

T : Time-Bound atau dalam waktu tertentu

S : Sustainable atau berkelanjutan

81
Menurut Mubarak,chayatin, & Santoso(2010),

langkah-langkah yang dapat dilakukan dalam

merumuskan perencanaan asuhan keperawatan

komunitas antara lain:

1. Identifikasi alternatif tindakan keperawatan

2. Tetapkan teknik dan proedur yang akan digunakan

3. Libatkan peran serta masyarakat dalam penyusunan

rencana melalui musyawarah masyarakat desa atau

lokakarya mini

4. Pertimbangan sumberdaya masyarakat dan fasilitas yang

tersedia

5. Tindakan yang akan dilaksanakan harus dapat memenuhi

kebutuhan yang sangat dirasakan masyarakat

6. Perencanaan mengarah pada tujuan yang ingin dicapai

7. Disusun secara berurutan

Contoh perumusan rencana keperawatan :

Evaluasi
No Dx Tujuan Sasaran Strategi Rencana Hari/ Tempat
Kegiatan Tanggal Kriteria Sta

1. Tin Setelah Masyar Pendidi 1. Beri 17 Rumah verbal a.m


ggi dilakuk akat kan kan Novemb Kepala ara
nya an Dusun Keseha pen er 2013 dusun ma
kas asuhan x tan yulu me

82
us kepera han
ISP wwatan tent
A selama ang
di 2 kali ISP
Dus pertem A
usn uan, 2. disk
x diharap usik
ber kan an
hub masyar tent
ung akat ang
an mampu uoa
den : a
gan a. yan
ling mengid g
kun entifika dila
gan si kuk
yan masala an
g h ISPA untu
tida b. k
l mengat men
seh asi gata
at masala si
h ispa ISP
c. A
menera 3. disk
pkan usik
gaya an
hidup men
& sehat gen
untuk ai
ISPA PH
d. BS
memeli 4. disk
hara usik
lingkun an
gan men
yang gen
sehat ai
ling
kug
an
yan
g
seha
t
5. beri

83
kan
rein
forc
eme
nt
posi
tif

5. Implememntasi
Implememntasi atau pelaksanaan merupakan

tahap radiasi dari rencana asuhan keperawatan yang telah

disusun. Dalam pelaksanaan tindakan keperawatan,

perawat komunitas harus bekerjasama dengan anggota

tim kesehatan lainnya. Dalam hal ini melibatkan pihak

Puskesmas, bidan desa, tokoh serta anggota masyarakat.

Menurut Mubarak, Chayatin & Santoso (2010), prinsip

umum yang harus dimiliki perawat komunitas dalam

melakukan implementasi asuhan keperawatan komunitas

adalah :

1. inovatif

Artinya mempunyai wawasan luas dan mampu

menyesuaikan diri dengan perkembangan ilmu

84
pengetahuan dan tehnologi (IPTEK) dan berdasarkan

pada iman dan taqwa (IMTAQ)

2. Integrated

Artinya harus mampu bekerjasama dengan sesama

profesi, tim kesehatan lain, individu, keluarga, dan

masyarakat berdasarkan azaz kemitraan.

3. Rasional

Artinya harus menggunakan pengetahua secara rasional

dalam melakukan asuhan keperawatan demi tercapainya

rencana programyang telah disusun.

4. Mampu dan mandiri

Artinya diharapkan mempunyai kemampuan dan

kemandirian dalam melaksanakan asuhan keperawatan serta

kompeten.

5. Ugem

Artinya harus yakin dan percaya atas kemampuannya dan

bertindak dengan sikap optimis bahwa asuhan keperawatan

yang diberikan akan tercapai. Dalam melaksanakan

implementasi yang menjadi fokus adalah program kesehatan

komunitas dengan strategicommunity as partner.

85
Fokus implementasi dalam keperawatan komunitas adalah

pada tingkat pencegahan yaitu :

1. Pencegahan primer

Yaitu pencegahan seblum sakit yang difokuskan pada

populasi sehat, mencakup kegiatan kesehatan umum

serta khusus terhadap penyakit seperti imunisasi,

penyuluhan gizi, serta penyuluhan cara gosok gigi yang

benar.

2. Pencegahan sekunder

Yaitu pencegahan yang dilakuakan pada saat terjadinya

perubahan derajat kesehatan masyarakat ditandai dengan

ditemukannya masalah kesehatan yang berfokus pada

diagnosis dini dan tindakan untuk menghambat proses

penyakit. Misalnya melakukan pemeriksaan dahak,

memoyivasi keluarga pemeriksaan gigi, serta melatih

cara merawat balita dengan ISPA.

3. Pencegahan tersier

Yaitu pencegahan yang menekankan pada pengembalian

individu pada tingkat berfungsinya secara optimal dari

ketidakmampuan keluarga. Misalnya memotivasi

86
keluarga untuk melatih anggota keluarga pasca

frakturtibia melakukan latihan berjalan.

6. EVALUASI
Evaluasi merupakan penilaian terhadap program yang

telah dilaksanakan. Dibandingkan dengan jutuan atau target

pelaksanaan. Evaluasi dilkukan untuk mengukur kemajuan

terhadap tuuan obyektif program, menentukan perkembangan

serta menilai asuhan keperawatan komunitas yang diberikan.

Selain itu juga untuk menilai hasil guna, daya guna, dan

prokdutivitas asuhan keperawatan yang diberikan.

Fokus dalam melakukan evaluasi adalah relevansi atau

hubungan antara kenyataan yang ada dengan target pelaksanaan,

pengembangan atau kemajuan proses, efsiensi biaya, efesieni

kerja serta dampak. Perubahan tersebut dapat diamati seperti

gambar dibawah ini :

Gambar 5.3 Perubahan Dampak Kesehatan

87
Keterangan :

: Peran Masyarakat

: Peran Perawat

Gambar 5.3 Perubahan Dampak Kesehatan

Evaluasi dalam keperawatan komunitas dapat dibagi

menjadi 3 (tiga) yaitu : evaluasi struktur, evaluasi proses, dan

evaluasi hasil. Hasil evaluasi digunakan sebagai umpan balik

untuk memperbaiki atau merumuskan recana baru dalam proses

keperawatan. Komponen yang dievaluasi meliputi kognitif

(pengetahuan), efektif (status emosinal), dan psikomotor

(prilaku).

88
BAB V

PENDIDIKAN KESEHATAN

A. PENDAHULUAN
Pendidikan kesehatan merupakan salah satu bentuk

strategi intervensi atau upaya yang dilakukan dalam pelayanan

keperawatan komsunitas. Pendidikan kesehatan mencakup

pemberian informasi yang sesuai, spesifik, diulang, trus

menerus, sehingga dapat memfasilitasi perubahan perilaku

kesehatan. Program pendidikan kesehatan digunakan untuk

meningkatkan kemampuan seseorang dalam merubah gaya

hidupnya menjadi positif, mendukung peningkatan kesehatan

dan kualitas hidup komunitas serta meningkatkan partisipasi

seseorang dalam merawat kesehatannya sendiri. Pendidikan

kesehatan yang efektif dapat dilakukan dengan mengkaji

kebutuhan seseorang terhadap informasi, mengidentifikasi

hambatan seseorang dalam belajar.

B. PENGERTIAN PENDIDIKAN KESEHATAN


Pendidikan kesehatan dilakukan untuk mengatasi

masalah kurang pengetahuan. Terdapat berbagai pengertian

tentang pendidikan kesehatan, yaitu:

89
1. Azwar (2005), pendidikan kesehatan adalah program

kesehatan dan kedokteran yang didalamnya terkandung

rencana untuk mengubah perilaku perseorangan dan

masyarakat dengan tujuan untuk membantu tercapainya

program pengobatan, rehabilitasi, pencegahan penyakit

dan peningkatan kesehatan

2. Nyswander (1947), pendidikan kesehatan adalah suatu

proses perubahan pada diri manusia yang ada

hubungannya dengan tercapainya tujuan kesehatan

perorangan dan masyarakat.

3. Grout (1958), pendidikan kesehatan adalah upaya

menerjemahkan apa yang telah diketahui tentang

kesehatan ke dalam perilaku yang diinginkan dari

perorangan ataupun masyarakat melalui proses

pendidikan

4. Roudd & Comings(1994) dalam Bies & McEwen

(2001), pendidikan kesehatan merupakan aktivitas

belajar yang dirancang sedemikian rupa sesuai kondisi

klien dan situasi tempat pembelajaran yang diberikan

90
oleh tenaga profesional kepada individu, keluarga, dan

kelompok masyarakat

5. A Joint Committee on Terminologi in Health Education

of United States (1973) dalam Machfoedz,et.al (2005),

pendidikan kesehatan adalah suatu proses yang

mencakup dimensi dan kegiatan-kegiatan intelektual,

psikologis dan sosial yang diperlukan untuk

meningkatkan kemampuan manusia dalam mengambil

keputusan secara sadar dan yang mempengaruhi

kesejahteraan diri, keluarga dan masyarakat

6. Stanhope Lancaster (2004), pendidikan kesehatan adalah

suatu kegiatan dalam rangka upaya promotif dan

preventif dengan melakukan penyebaran informasi dan

meningkatkan motivasi masyarakat untuk berperilaku

sehat

7. Setiawati & Dermawan (2008), pendidikan kesehatan

merupakan serangkaian upaya yang ditujukkan untuk

mempengaruhi orang lain, baik individu, kelompok,

maupun masyarakat agar terlaksananya perilaku hidup

sehat.

91
Dari berbagai pengertian diatas, dapat disimpulkan

bahwa pendidikan kesehatan merupakan upaya yang dilakukan

untuk memberikan pengetahuan sebagai dasar perubahan

perilaku yang dapat meningkatkankan stus kesehatan individu,

keluarga, kelompok, maupun masyarakat melalui aktivitas

belajar. Kegiatan pendidikan kesehatan diharapkan dapat

membantu tercapainya program pengobatan, rehabilitasi,

pencegahan penyakit dan peningkatan kesehatan.

C. TUJUAN PENDIDIKAN KESEHATAN


Pendidikan kesehatan diberikan untuk membantu

individu, kelurga, dan masyarakat untukmencapai tingkat

kesehatan yang optimal. Pendidikan kesehatan bertujuan untuk

mengubah prilaku individu, keluarga, serta masyarakat dari

prilaku tidak sehat menjadi sehat. Perilaku yang tidak sesui

dengan nilai-nilai kesehatan menjadi perilaku yang sesuai

dengan nilai-nilai kesehatan atau dari perilakuk negatif ke

perilaku yang positif. Perilaku-perilaku yang perlu dirubah

misalnya adalah merokok, minum minuman keras, membuang

sampah sembarangan, tidak mencuci tangan sebelum makan, ibu

hamil tidak memeriksakan kehamilannya, bayi tidak diberikan

92
asi ekslusif, dan lain sebagainya.pendidikan kesehatan juga

bertujuan untuk mengubah perilaku yang kaitannya dengan

budaya. Sikap dan perilaku merupakan bagian bidaya yang ada

di lingkungannya.

D. SASARAN PENDIDIKAN KESEHATAN


1. Sasaran Primer

Masyarakat pada umumnya menjadi sasaran langsung

segala upaya pendidikan kesehatan. Sesui dengan

permasalahan kesehatan, maka sasaran ini dapat

dikelompokkan menjadi kepala keluarga untuk masalah

kesehatan umum, ibu hamil, dan menyusui untuk

masalah KIA, anak sekolah untuk kesehatan remaja, dan

sebagainya. Upaya promosi yang dilakukan terhadap

sasaran primer ini sejalan dengan strategi pemberdayaan

masyarakat (empowerment).

2. Sasaran Sekunder

Sasaran sekunder pendidikan kesehatan adalah tokoh

masyarakat, tokoh agama, tokoh adat, dan sebagainya.

Setelah diberikan pendidikan kesehatan, diharapkan

kepada kelompok ini akan memberikan pendidikan

93
kesehatan pada masyarakat di lingkungannya. Selain itu

juga diharapkan mereka mampu menjadi role model

serta memberikan contoh penerapan pndidikan kesehatan

yang telah diberikan. Upaya pendidikan kesehatan pada

sasaran sekunder ini sejalan dengan strategi dukungan

sosial (social support) .

3. Sasaran Tersier

Sasaran tersier dari pendidikan kesehatan adalah

pembuat keputusan atau penentu kebijakan sesuai

dengan ruang lingkup pendidikan kesehatan misalnya

lingkup rukun tetangga, rukun warga, dusun, desa,

kecamatan, kabupaten, dan lain sebagainya.

Pendidikan kesehatan melalui kebijakan-kebijakan atau

keputusan-keputusan akan berdampak pada perilaku

kelompok sasaran sekunder maupun primer. Upaya ini

sejalan dengan strategi advokasi pendidikan kesehatan.

E. METODE PENDIDIKAN KESEHATAN


Metode pendidikan kesehatan merupakan cara atau

strategi yang digunakan agar pesan atau informasi kesehatan

yang diberikan dapatdenagn mudah dipahami sasaran. Dalam

94
keperawatan komunitas, sasaran pendidikan kesehatan adalah

individu, keluarga, kelompok, serta masyarakat. Menurut

Notoadmojo (2007), metode pendidikan kesehatan yang dapat

diterapkan antara lain :

1. Metode Pendidikan Individual

Dalam komunitas, metode ini digunakan untuk membina

perilaku baru, atau membina individu yang mulai tertarik kepada

suatu perubahan atau inovasi. Dasar digunakannya pendekatan

individual karena setiap orang mempunyai masalah atau alasan

berbeda sehubungan dengan penerimaan atau perubahan

perilaku bru tersebut. Misalnya mebina seorang kepala keluarga

yang menderita hipertensi dan sedang tertarik untuk menerapkan

terapi relaksasi otot progresif karena baru saja mengikuti

penyuluhan di Balai Desa. Pendekatan yang digunakan agar

individu tersebut menerapkan terapi relaksasi tersebut adalah

dengan pendekatan perseorangan. Pembinaan perseorangan

dalam hal ini tidak hanya berati bimbingan kepada kepala

keluarga saja, tetapi juga kepada istri atau keluarga tersebut.

95
2. Metode Pendidikan Kelompok

Pemilihan metode kelompok harus memperhatikan

besarnya kelompok sasaran serta tingkat pendidikan fomal

sasaran. Kelompok dalam metode ini dibagi menjadi 2 (dua),

yaitu:

a. Kelompok Besar

Kelompok besar yang dimaksudkan apabila peserta lebih

dari 5 orang. Metode yang sesuai untuk kelompok besar

antara lain :

1) Ceramah

Metode ceramah merupakan penyampaian pesan atau

informasi secara verbal atau lisan yang meliputi tanya

jawab, memberikan gambar dan contoh-contoh. Metode

ini sesuai deberikan untuk sasaran yang berpendidikan

tinggi maupun rendah seta paling tepat digunakan untuk

memberikan informasi yang berupa garis besar dan

sebagai pengantar untuk metode yang lain. Hal tersebut

dilakukan untuk menarik minat dan maningkatkan

konsentrasi. Keuntungan mtode ceramah adala

ekonomis, sederhana, jumlah sasarannya banyak,

96
kelemahan metode ceramah adalah pesan atau informasi

yang disampaikan cenderung tidak mengendap lama,

sasaran cenderung pasif serta kurang sesuai untuk pesan

atau informasi yang kompleks.

2) Seminar

Metode seminar hanya sesuai untuk sasaran kelompok

besar dengan pendidikan menengah ke atas. Seminar

merupakan suatu penyajian (presentasi) dari suatu ahli

atau beberapa ahli tentang suatu topik yang dianggap

penting di masyarakat.

b. Kelompok Kecil

Kelompok kecil yang dimaksudkan apabila peserta

kurang dari 15 oarang. Metode yang sesuai dengan

kelompok kecil antara lain :

1) Diskusi kelompok

Metode ini membutuhkan peran aktif dari peserta untuk

mengeluarkan pendapat berkaitan dengan informasi yang

dibahas.

2) Curah Pendapat (Brain Storming)

97
Metode ini merupakan modifikasi metode diskusi

kelompok. Pada metode ini pemimpin diskusi

memberikan pertanyaan dan setiap peserta memberikan

jawaban atau tanggapan (curah pendapat). Tanggapan

tersebut kemudian ditampung dan dicatat dalam papan

tulis atau flipchart. Setelah semua peserta

menyampaikan tanggapannya, maka tiap peserta dapat

mengomentari tanggapan-tanggapan sebelumnya dan

akhirnya terjadilah diskusi.

3) Role Play

Metode ini melibatkan peran aktif peserta dengan

mamainkan sebuah peran tertentu sesuai dengan topik

yang telah ditentukan dalam pendidikan kesehatan.

Pesan-pesan kesehatan dalam metode ini disampaikan

melalui peran-peran nyata yang diperagakkan oleh

peserta.

3. Metode Pendidikan Masa

Metode ini sesuai untuk ditujukan kepada masyarakat

luas. Pendekatan ini biasanya digunakan untuk menggugah

kesadarab masyarakat terhadap suatu inovasi awarnwess, dan

98
belum begitu diharapkan sampai pada perubahan perilaku.

Bentuk pendekatan yang digunakan biasanya tidak langsung

yaitu melalui media massa. Contoh metode yang sesuai untuk

pendekatan massa antara lain ceramah umum (public speaking),

pidato-pidato, simulasi, maupun tulisan-tulisan di majalah,

koran, spanduk, poster, dan lain sebagainya.

F. MEDIA PENDIDIKAN KESEHATAN


Media merupakan alat yang secara fisik digunakan untuk

menyampaikan isi pesan atau informasi. Media yang tepat dapat

membantu mempermudah proses penyampaian informasi

kesehatan yang akan diberikan. Media dapat juga memberikan

motivasi dan pengaruh psikologis, dengan demikian akan timbul

keyakinan sehingga perubahan kognitif, efektif, dan psikomotor

dapat tercapai optimal. Informasi yang diberikan pada awalnya

akan tersimpan dalam memori jangka pendek. Informasi ini

akan bertahan selama 20 detik sebelum akhirnya dilupakan atau

diproses untuk masuk ke memori jangka panjang. Informasi

akan tersimpan di memori jangka panjang apabila pendidikan

kesehatan diterapkan ke situasi nyata sehingga tidak mudah

untuk dilipakan ( Edelman & Mandle, 2010).

99
Informasi dalam pendidikan kesehatan akan mudah di

pahami apabila menggunakan media dalam penyampaiannya.

Media dalam pendidikan kesehatan dapat dikelompokkan

menjadi 3 bentuk yaitu :

1. Media Visual (visual aids)

Visual aids berguna dalam menstimulasi indra penglihatan.

Contohnya media poster, leaflet, slide, maupun selebaran.

2. Media dengar (audio aids)

Audio aids berguna dalam menstimulasi indra pendengar.

Contohnya tape, raidio, maupun pemutar radio lainnya.

3. Media lihat dengar ( audio visual aids)

Audio visual aids dapat membantu menstimulasi indra

penglihatan dan indra pendengaran. Contohnya film maupun

video.

Menurut Notoadmodjo (22007), informasi akan

tersimpan sebanyak 20% apabiladisampaikan melalui media

visual, 50% apabila melalui media audio visual, dan 70%

apabila dilaksanakan dalam praktik nyata. Pendidikan kesehatan

yang melibatkan banyak indra,baik penglihatan maupun

100
pendengaran akan lebih mudah diingat dibandingkan dengan

menggunakan satu indra saja.

G. PROSES PENDIDIKAN KESEHATAN


Prinsip pokok dalam pendidikan kesehatan adalah proses

belajar yang terdiri dari komponen input, proses, dan output.

Input Proses Output

Gambar 6.1 Komponen Pendidikan Kesehatan

1. Input

Menyangkut pada sasaran belajar yaitu individu,

kelompok, masyarakat dengan berbagai latar

belakangnya.

2. Proses

Mekanisme dan intraksi terjadinya perubahan

kemampuan (perilaku) pada diri subjek belajar tersebut.

Dalam proses terjadi pengaruh timbal balik antara

berbagai faktor antara lain subjek belajar, pengajar

101
( pendidikan dan fasilitator ), metode, teknik belajar, alat

bantu serta materi atau bahan yang dipelajari.

3. Output

Merupakan hasil belajar itu sendiri yaitu berupa

kemampuan atau perubahan perilaku dari subjek belajar.

H. TEORI HEALTH BELIEF MODEL


Model kepercayaan kesehatan sangat dekat dengan

bidang pendidikan kesehatan. Model ini menganggap bahwa

perilaku kesehatan merupakan fungsi dari pengetahuan maupun

sikap. Secara khusus model ini menegaskan bahwa persepsi

seseorang tentang kerentanan dan manfaat pengobatan dapat

mempengaruhi keputusan seseorang dalam perilaku-perilaku

kesehatannya (Edelman & Mandle, 2010). Munculnya model ini

didasarkan pada adanya masalah-masalah kesehatan yang

ditandai dengan kegagalan oarang atau masyarakat untuk

menerima usaha-usaha pencegahan atau penyembuhan penyakit

yang diberikan penyedia pelayanan kesehatan. Konsep Health

Belief Model ( HMB) digambarkan sebagai berikut :

102
Variabel demografi : usia, ras,
Variabel psychological: Manfaat yang dirasakan dan
pengalaman ,kepribadian, hambatan yang dihadapi
variabel struktur: pendidikan

Kerentanan dan Ancaman yang Kemungkinan


keseriusan yang dirasakan mengambil tindakan
dirasakan yang dianjurkan

Isyarat untuk bertindak

Gambar 6.2 Teori Health Belief Model (HMB)

Model Kepercayaan kesehatan menuut Edelman &

Mandle (2006)memiliki 5 (lima) komponen kunci yang

membuat seseorang bertindak untuk mencegah atau mengobati

penyakitnya, yaitu:

1. Kerentanan yang dirasakan ( perceived Susceptibility)

103
Tindakan pencegahan penyakit akan muncul apabila

seseorang telah merasakan bahwa ia atau keluarganya

rentan terhadap penyakit tersebut.

2. Keseriusan yang dirasakan (Perceived Seriousness)

Dorongan untuk melakukan timdakan pengobatan atau

pencegahan terhadap suatu penyakit karena keseriusan

yang dirasakan.

3. Manfaat yang dirasakan dan hambatan yang dihadapi

(perceived benfits and barriers)

Perasaan rentan terhadap suatu penyakit yang dirasakan

dapat membuat seseorang untuk melakukan suatu

tindakan tertentu. Tindakan ini tergantung pada manfaat

yang dirasakan dan hambatan yang ditemukan dalam

mengambil tindakan tersebut. Pada umumnya, manfaat

tindakan lebih menentukan daripada hambatan yang

mungkin ditemukan dalam mengambil tindakan tersebut.

4. Ancaman yang dirasakan (perceived threat)

Dorongan untuk melakukan tindakan pencegahan atau

pengobatan terhadap suatu penyakit muncul karena

adanya ancaman yang dirasakan dari penyakitnya.

104
5. Isyarat atau petunjuk untuk bertindak (Cues to Action)

Isyarat atau petunjuk dari orang lain misalnya petugas

kesehatan sangat diperlukan karena dapat mempengaruhi

penerimaan yang benar mengenai kondisi yang

memerlukan tindakan untuk meningkatkan atau

mempertahankan derajat kesehatan.

I. PERUBAHAN PERILAKU
Perilaku merupakan aksi dari individu terhadap reaksi

dari hubungannya (Suryani, 2003), petingnya mempelajari

perilaku karena tujuan pendidikan kesehatan adalah merubah

perilaku tidak sehat menjadi perilaku sehat. Jika sudah terbentuk

perilaku sehat, maka pendidikan kesehatan bertujuan untuk

mempertahankannya. perilaku sehat merupakan perilaku yang

didasarkan pada prinsi-prinsip kesehatan. Klasifikasi perilaku

kesehatan di bagi menjadi 3 (tiga) bagian, yaitu perilaku

pemeliharaan kesehatan, perilaku pencarian dan penggunaan

fasilitas pelayanan kesehatan, dan perilaku kesehatan

lingkungan.

Menurut Green dalm Notoadmodjo (2007), perilaku

dipengaruhi oleh 3 (tiga) faktor utama, yaitu:

105
1. Faktor predisposisi

Faktor predisposisi mencakup pengetahuan dan sikap,

tradisi dan kepercayaan, sistem nilai, tingkat pendidikan,

dan tingkat sosial ekonomi terhadap kesehatan.

Pendidikan kesehatan dalam faktor predisposisi ini

ditunjukkan untuk menggugah kesadaran, meningkatkan

pengetahuan masyarakat tentang pemeliharaan dan

peningkatan kesadaran. Bentuk pendidikan kesehatan

yang dilakukan berupa penyuluhan kesehatan. Faktor

predisposisi yang positif akan mempermudah terjadinya

perubahan perilaku. Sebaliknya, faktor predisposisi yang

negatif akan menjadi penghambat perubahan perilaku.

Faktor Predisposisi

Faktor Positif Faktor Negatif

Pemudah Perubahan Perilaku


Penghambat

Gambar 6.3 Proses Perubahan Perilaku Menurut Green

106
Contoh bentuk kegiatan yang dapat dilakukan adalah

dengan mengadakan penyuluhan tentang terapi alternatif atau

komplementer dengan memperhatika faktor predisposisi serta

sesuai kemampuan dan kebutuhan masyarakat. Secara umum,

terapi yang diajarkan cenderung jenis terapi yang murah dan

mudah dilakukan tanpa mengurangi esensi manfaat kesehatan

dari terapi yang diberikan.

2. Faktor Enabling / Pemungkin

Faktor enabling mencakup ketersediaan sarana dan

prasarana atau fasilitas kesehatan yang dibutuhkan dalam

pelaksanaan perilaku kesehatan. Bentuk pendidikan

kesehatan yang dilakukan dapat berupa upaya untuk

memberdayakan masyarakat agar mampu menyediakan

dan memanfaatkan fasilitas atau sarana prasarana

kesehatan.

Contoh bentuk kegiatan dalam mengadakan

penyukuhab pentingnyaposandu lansia. Latar belakang

kegiatan dapat dimulai dari data yang menunjukkan

kecenderungan posyandu yang selama ini ada di

masyarakat hanya posyandu balita. Sementara jumlah

107
lansia terus meningkat dan haruis mendapatkan perhatian

khusus agar kualitas hidup lansia dapat terjaga. Contoh

lain dengan mengadakan penyuluhan tentang pentingnya

pemeriksaan kesehatan secara rutin atau pentingnya

membawa balita ke posyandu rutin tiap bulan.

3. Faktor reinforcing / penguat

Faktor reinforcing meliputi sikap dan perilaku keluarga,

petugas kesehatan (perawat), tokoh masyarakat (toma),

dan tokoh agama (toga). Termasuk juga aturan-aturan

yang ada dapat berupa undang-undang dan lain-lain.

Bentuk strategi pendidikan kesehatan ini adalah dengan

menjadikan petugas kesehatan, toma, maupun toga

sebagai role model atau contoh dalam perilaku hidup

bersih dan sehat. Oleh karena itu pendidikan kesehatan

harus diberikan secara intensif kepada toma maupun

toga. Sejalan dengan itu, diharapkan juga akan muncul

aturan-aturan atau program oleh toma maupun toga yang

telah diberikan pendidikan kesehatan untuk

menggerakkan masyarakat dalam menerapkan perilaku

yang menunjang kesehatan.

108
Keturunan

Pelayanan Status kesehatan Lingkungan


kesehatan

Perilaku

Faktor Faktor
Predisposisi Enabling(ketersedi
Faktor
(pengetahuan, aan
Reinforcing
sikap,kepercay sumber/fasilitas)
(sikap dan
aan, tradisi, perilaku
nilai, dll petugas,
Pemberdayaan peraturan, UU,
masyarakat dll

Komunikasi
penyuluhan Training

Promosi Kesehatan

Gambar 6.4 Hubungan status Kesehatan, Perilaku, dan promosi

Kesehatan

109
Apabila konsep Blum yang menjelaskan bahwa derajat

kesehatan itu dipengaruhi oleh 4 faktor utama,yaitu lingkungan,

perilaku, pelayanan kesehatan dan keturunan (herediter), maka

promosi kesehatan dalam konsep Green adalah intervensi

terhadap perilaku. Kedua konsep tersebut dapat diilustrasikan

pada bagan hubungan status kesehatan , perilaku, dan

pendidikan kesehatan.

Menurut Roger & Skoemaker dalam sumijatun et.al.

(2006) menyebutkan bahwa terdapat 5 (lima) langkah menuju

perubahan perilaku, yaitu :

1. Awareness (Fase Kesadaran)

Pada fase ini individu mengetahui adanya gagasan baru

tetapi tidak mendalam. Tugas tenaga kesehatan adalah

menyadarkan masyarakat dengan jalan memberikan

penerangan yang bersifat informatif dan edukatif.

2. Interest (fase perhatian)

Pada fase ini individu menunjukkan perhatian terhadap

usaha perubahan. Masyarakat sudah mulai menunjukkan

perubahan terhadap usaha-usaha perubahan. Kegiatan

pendidikan kesehatan ditingkatkan dengan memberikan

110
penerangan kembali melalui poster, radio, TV, pamflet,

dan lain sebagainya.

3. Evaluation (Fase penilaian)

Pada fase ini individu mulai membandingkan dan mencari

keterangan lebih lanjut lagi mengenai gagasan baru yang

akan dicobanya. Individu atau masyarakat mulai

mengadakan pertimbangan sehingga perlu pendekatan

secara individual agar merasa lebih jelas dan dapat

mengemukakan kesulitan yang dihadapi. Tugas dari

petugas kesehatan adalah meyakinkan serta memberi

bimbingan dan penyuluhan yang mantap.

4. Trial (Fase coba-coba)

Fase ini merupakan fase kritis karena fase ini menentukan

diterima atau ditolaknya gagasan baru tersebut. Tugas dari

tenaga kesehatan adalah mengawasi dan lebih meyakinkan

lagi agar tidak terjadi drop out.

5. Adaptation (fase Penerimaan )

Pada fase ini individu atau masyarakat telah bertingkah

laku baru, sesuai dengan yang diharapkan. Tugas

111
pendidikan kesehatan adalah memelihara dan mengontrol

secara terus menerus.

J. APLIKASI PENDIDIKAN KESEHATAN DALAM


KOMUNITAS
Pendidikan kesehatan merupakan bentuk intervensi

keperawatan komunitas yang ditujukan agar perilaku

masyarakat yang beresiko maupun yang telah mengalami

penyakit mempunyai pengaruh positif terhadap pemeliharaan

kesehatan dan peningkatan kesehatan.

Secara umum pendidikan kesehatan bertujuan untuk

meningkatkan kesejahteraan dan merupakan upaya untuk

mengaktualisasikan potensi kesehatan dari individu, keluarga,

komunitas dan masyarakat (Nies &McEwen, 2007). Perawat

dapat mengembangkan berbagai aktvitas yang memberikan

klien informasi baru dan kesempatan untuk mempraktekkan

keterampilan baru.

Contoh pendidikan kesehatan dalam komunitas :

1. Pendidikan kesehatan pada masalah KIA

112
a. Pendidikan kesehatan mengenai pentingnya pemberian

ASI ekslusif

b. Pendidikan kesehatan mengenai cara menyusui yang

baik

c. Pendidikan kesehatan mengenai gizi balita dan makanan

pendamping ASI

d. Pendidikan kesehatan mengenai cara memilih alat

kontrasepsi yang aman

e. Pendidikan kesehatan mengenai manfaat dan cara

melakukan pijat bayi

2. Pendidikan kesehatan pada masa remaja

a. Pendidikan kesehatan mengenai bahaya NAPZA

b. Pendidikan kesehatan mengenai bahaya seks bebas

c. Pendidikan kesehatan mengenai kesehatan reproduksi

remaja

d. Pendidikan kesehatan mengenai peran remaja masa kini

3. Pendidikan kesehatan pada lansia

a. Pendidikan kesehatan mengenai gaya hidup sehat

b. Pendidikan kesehatan mengenai menjadi lansia bahagia

113
c. Pendidikan kesehatan mengenai pentingnya melakukan

pemeriksaan kesehatan secara rutin

d. Pendidikan kesehatan mengenai senam kesehatan pada

lansia

4. Pendidikan kesehatan pada masalah lingkungan

a. Pendidikan kesehatan mengenai pengelolahan sampah

yang sehat dan bermanfaat

b. Pendidikan kesehatan mengenai budaya hidup bersih dan

sehat

c. Pendidikan kesehatan mengenai bahaya lingkungan yang

tidak sehat

d. Pendidikan kesehatan mengenai pentingnya jamban

114
BAB VI

PEMBERDAYAAN MASYARAKAT

(EMPROWERMENT)

A. PENDAHULUAN
Empowerment atau pemberdayaan adalah sebuah

konsep yang lahir sebagai bagian dari perkembangan

alam pikiran masyarakat dan kebudayaan baru utamanya

Eropa. Konsep pemberdayaan awalnya dimulai sekitar

tahun 70-an dan kemudin berkembang sampai sekarang.

Konsep kebudayaan itu sendiri pada dasarnya

merupakan upaya menjadikan suasana kemanusiaan

yang adil dan beradab menjadi semakin efektif secara

struktual, baik di dalam kehidupan kelurga maupun

bermasyarakat (Adisasmito, 2008).

Dalam kaitannya keperawatan komunitas,

pemberdayaaan merupakan suatu gagasan mengenai

strategi intervensi keperawatan komunitas dalam

membentuk hubungan dengan individu, keluarga, dan

masyarakat.Hakikat pemberdayaan adalah memberikan

daya (power) kepada individu, keluarga, maupun

115
masyarakat.Daya merupakan kemampuan melakukan

sesuatu atau kemampuan bertindak. Dalam keperawatan

komunitas, pemberdayaan yang dimaksud adalah

memberikan daya (power) sebagai upaya meningkatkan

kemandirian masyarakat dalam mengatasi masalah

keperawatan kesehatan masyarakat yang optimal.

Kegiatan pemberdayaan dilakukan dengan melibatkan

masyarakat yang ada di komunitas.

Konsep pemberdayaan dalam bidang kesehatan

dapat dipahami dengan memaknai pemberdayaan dalam

konteks menempatkan posisi berdiri masyarakat.Posisi

masyarakat bukanlah objek penerima manfaat

(beneficiaries) yang tergantung pada pihak luar seperti

pemberi pelayanan kesehatan, melainkan dalam posisi

sebagai subjek (agen atau partisipan yang bertindak)

yang berbuat secara mandiri.Berbuat secara mandiri

yang dimaksud bukan berarti lepas dari tanggung jawab

pihak luar tersebut.Karena kesehatan merupakan

pelayanan publik dan tenaga kesehatan memiliki tugas

serta kewajiban dalam memberikan pelayanan itu kepada

116
masyarakat.Tenaga kesehatan bukan untuk mendominasi

atau mengontrol mayarakat, tetapi lebih mendorong

untuk berubah.Sehingga peran pihak luar seperti tenaga

kesehatan dalam memelihara dan melindungi kesehatan

masyarakat hanyalah sebagai fasilitator, motivator, dan

stimulator.

B. PENGERTIAN PEMBERDAYAAN MASYARAKAT


Pemberdayaan merupakan keseluruhan upaya

untuk meningkatkan control dan pengambilan keputusan

pada level individual, keluarga, komunitas dan

masyarakat (Nies & Mc Ewen, 2001). Pemberdayaan

masyarakat merupakan suatu upaya atau proses untuk

menumbuhkan kesadaran, kemauan, dan kemampuan

masyarakat dalam mengenali, mengatasi, memelihara,

melindungi, dan meningkatkan kesejahteraan mereka

sendiri. Dalam bidang kesehatan, pemberdayaan

masyarakat adalah upaya atau proses untuk

menumbuhkan kesadaran, kemauan dan kemampuan

dalam memelihara dan meningkatkan kesehatan

(Notoamodjo, 2007). Pemberdayaan dapat juga diartikan

117
sebagai proses yang dilakukan oleh masyarakat (dengan

atau campur tangan pihak luar) untuk memperbaiki

kondisi lingkungan, sanitasi dan aspek lainnya yang

secara langsung maupun tidak langsung berpengaruh

dalam kesehatan masyarakat.

C. PERAN PERAWAT DALAM PEMBERDAYAAN


MASYARAKAT
Peran perawat dalam pemberdayaan masyarakat

adalah membangun kemitraaan yang efektif melalui

partisipasi komunitas. Pemberdayaan melalui partisipasi

memiliki 3 (tiga) elemen penting. Pertama, partisipasi

merupakan proses aktif, yang tidak mengandung makna

pemaksaaan nilai-nilai dari kelompok organisasi kepada

komunitas. Tetapi suatu prosesmutualitas yang berarti

semua orang memiliki hak yang sama. Kedua, partisipasi

termasuk juga pilihan, artinya masyarakat memiliki hak

dan kekuatan (daya) untuk membuat keputusan yang

mempengaruhi kehidupan mereka.Ketiga, keputusan

yang merupakan hasil partisipasi harus cendrung efektif

dan ada system sosial yang memungkinkan keputusan

118
tersebut diimplementasikan.Perawat mebawarkan

sumber yang kaya keterampilan dan pengetahuan untuk

memberdayakan anggota komunitas.

Perawat dalam memberdayakan masyarakat di

bidang kesehatan adalah bekerja sama dengan

masyarakat (work with the community). Oleh sebab itu

peran petugas kesehatan dalam konteks pemberdayaan

adalah :

1. Memfasilitasi masyarakat terhadap kegiatan-kegiatan atau

program-program pemberdayaan. Misalnya masyarakat

ingi dibentuknya posyandu lansia, maka peran petugas

kesehatan adalah memfasiitasi pertemuan-pertemuan

anggota masyarakat, pengorganisasi masyarakat, atau

memfasilitasi pertemuan dengan pihak terkait proses

pembentukan posyandu lansia.

2. Memotivasi masyarakat untuk bekerja sama atau

bergotongroyong dalam melaksanakan kegiatan atau

program bersama untuk kepentingan bersama dalam

masyrakat tersebut. Misalnya masyarakat ingin

mengadakan fasilitas pelayanan kesehatan di wilayahnya.

119
Agar rencana tersebut dapat terwujud sebagai bentuk

kemandirian masyarakat, maka peran petugas kesehatan

adalah memotivasi agar masyarakat berpartisipasi dan

berkontribusi terhadap rencana tersebut.

3. Mengalihkan pengetahuan, keterampilan, dan tekonologi

yang dimiliki kepada masyarakat guna mengoptimalkan

potensi yang berbeda satu dengan yang lainnya. Potensi

merupakan suatu kekuatan atau kemampuan yang masih

terpendam. Potensi dalam masyarakat dapat di

kelompokkan menjadi 2 (dua) yaitu potensi sumber daya

manusia (SDM) dan potensi sumber daya alam (SDA).

Apabila potensi SDM dalam komunitas memiliki kualitas

yang rendah, maka SDA dalam komunitas tidak dapat

dikelola dengan baik. Peran petugas adalah membantu

komunitas masyarakat mengenal potensinya serta

membimbing untuk mengemabngkan potensi yang

dimiliki agar masyarakat mampu menemukan upaya

pemecahan masalahmereka sendiri berdasarkan

kemampuan yang dimiliki.

120
Dalam istilah lain, petugas kesehatan dalam

pemberdayaan memiliki peran ganda, yaitu:

1. Sebagai Pembina peran serta masyarakat, dimana

kesehatan masyarakat itu sangat ditentukan oleh

partisipasi masyarakat itu sendiri. Dengan demikian,

sebagai petugas kesehatan yang memiliki pengetahuan

berkaitan dengan masalah kesehatan hendaknya

melakukan pembinaan guna tercipta masyarakat yang

mandiri.

2. Sebagai manager program peran serta masyarakat dalam

bidang kesehatan. Model manajemen yang diterapkan

tidak sepenuhnya mengacu pada teori manajemen pada

umumnya. Tetapi lebih menitikberatkan pada apa yang

selama ini terjadi sesuai dengan siklus manajemen

sektoral, serta berkaitan dengan fungsi petugas kesehatan

sebagai Pembina peran serta masyarakat. Model

manajerial yang digunakan dapat di singkat dengan

ARRIF.

Tabel 7.1 Model Manajerial ARRIF

121
A : Analisis, merupakan tahap yang meliputi
analisis situasi, analisis tingkat perkembangan,
analisis kasus dan anlisis sumber daya

R : Rumusan, meliputi tahap rumusan masalah,


rumusan tujuan, dan rumusan intervensi

R : Rencana, meliputi rencan usulan kegiatan


(RUK) dan rencana pelaksanaan kegiatan
(POA)

I : Intervensi, meliputi kegiatan yang dilakukan


bergantung pada masalah, tujuan yang ingin
dicapai, dan kemampuan petugas melihat
celah, mencari kiat dan memiliki waktu yang
tepat untuk melaksanakan intervensi

F : Forum komunikasi, meliputi kegiatan untuk


melakukan pemantauan (monitoring) dan
evaluasi

D. TUJUAN PEMBERDAYAAN MASYARAKAT


Tujuan bidang kesehatan, Notoamodjo (2007)

menyebutkan bahwa secara bertahap tujuan pemberdayaan

masyarakat dalah sebagai berikut :

1. Tumbuhnya kesadaran, pengetahuaan dan pemahaman

tentang kesehatan bagi individu, kelompok atau

masyarakat kesadaran dan pengetahuan merupakan tahap

122
awal timbulnya kemampuan sebagai hasil proses belajar.

Belajar sendiri merupakan suatu proses alih pengetahuan

dari sumber belajar keb subjek belajar. Informasi kesehatan

yang diperoleh dari proses belajar dapat menimbulkan

kesadaran akan kesehatan.

2. Timbulnya kemauan atau kehendak dalam bidang

kesehatan kemauan atau kehendak merupakan

kecenderungan untuk melakukan tindakan. Berlanjut atau

tidaknya kemampuan menjadi tindakan cepat dipengaruhi

oleh bebagai faktor. Faktor yang paling utama salah

satunya adalah sarana dan prasarana. Misalnya saja

keluarga sudah memiliki kemauan untuk tidak lagi

membuang sampah di pekarangan dan memisahkan

sampah organik dan anorganik. Agar kemauan itu dapat

terwujud menjadi tindakan, maka yang dibutuhkan

keluarga selanjutnya adalah dana untuk membeli tempat

memisahkan sampah dan sarana penunjang tempat

pembuangan sampah lain sebagai ganti pekarangan.

3. Timbulnya kemampuan di bidang kesehatan

123
Kemampuan individu, keluarga atau masyarakat di

bidang kesehatan dapat dilihat dari beberapa indicator, yaitu :

a. Mampu mengenali masalah kesehatan dan faktor-faktor

yang mempengaruhunya, terutama di lingkungan atau

masyarakat setempat.

b. Mampu mengatasi masalah kesehatan secara mandiri.

c. Mampu memelihara dan melindungi diri, baik individu,

kelompok atau masyarakat dari segala bentuk ancaman

kesehatan.

d. Mampu meningkatkan kesehatan baik individu, kelompok

atau masyarakat.

Adapun tahapan-tahapan dalam proses pemberdayaan

berdasarkan uraian diatas, dapat dlihat pada bagian berikut ini:

Informasi
Kesehatan

Kesadaran Kesehatan

Pengetahuan
Kesehatan

124
Sarana & Kemauan
Daya & daya lain
Prasarana Kesehatan

Berdaya (mampu)
dalam kesehatan

Gambar 7.1 Proses Pemberdayaaan

E. PENDEKATAN PEMBERDAYAAN MASYARAKAT


Pendekatan utama dalam konsep pemberdayaan adalah

bahwa masyarakat tidak dijadikan objek tetapi merupakan

subjek dalam memelihara dan melindungi kesehatan masyarakat

sendiri. Berdasarkan konsep tersebut, maka pemberdayaan

masyarakat harus mengikuti pendekatan sebagai berikut :

1. Upaya pemberdayaan harus terarah (targetted).

Pendekatan ini yang secara popular disebut pemihakan.

Pendekatan ditujukan langsung kepada yang

memerlukan, dengan program yang dirancang untuk

mengatasi masalah serta sesuai kebutuhan bentuk

program yang dilakukan tidak harus kegiatan kesehatan,

tetapi kegiatan-kegiatan non kesehatan yang pada

akhirnya akan mendukung program kesehatan juga dapat

125
dilakukan dalam menunjukkan keberpihakan. Misalnya

program pertanian, peternakan, pendidikan, dan lain

sebagainya.

2. Program harus langsung mengikutsertakan atau bahkan

dilaksanakan oleh masyarakat yang menjadi sasaran.

mengikutsertakan masyarakat yang menjadi sasaran

mempunyai beberapa tujuan, yakni supaya program

dapat berjalan efektif karena sesuai dengan kehendak

dan kemapuan serta kebutuhan masyarakat. Selain itu

sekaligus meningkatkan keberdayaan (empowering)

masyarakat dengan pengalaman dalam merancang,

melaksanakan, mengelola, dan

mempertanggungjawabkan upaya peningkatan diri dan

kesehatannya.

3. Pemberdayaan dilakukan melalui pendekatan kelompok.

Karena secara individu, masyarakat sulit dapat

memecahkan masalah-masalah yang dihadapinya. Juga

lingkup pelayanan kesehatan menajdi sangat luas jika

dilakukan secara individu. Oleh sebab itu, pendekatan

126
kelompok adalah yang paling efektif dan efisien jika di

lihat dari sumber daya yang digunakan.

F. PROSES PEMBERDAYAAN MASYARAKAT


Proses pemberdayaan mengandung dua kecenderungan.

Pertama, proses pemberdayaaan yang menekankan pada proses

memberikan atau mengalihkan sebagian kekuatan, kekuasaan

atau kemampuan kepada masyarakat agar individu lebih

berdaya. Kecenderungan pertama tersebut dapat disebut sebagai

kecenderungan primer dari makna pemberdayaan. Sedangkan

kecenderungan kedua atau kecenderungan sekunder

menekankan pada proses menstimulasi, mendorong atau

memotivasi individu agar mempunyai kemampuan atau

keberdayaan untuk menentukan apa yang menjadi pilihan

hidupnya melalui proses dialog.

Adapun proses pemberdayaan dapat dilakukan melalui

tiga proses yaitu :

1. Menciptakan suasana atau iklim yang memungkinkan

potensi masyarakat berkembang (enabling). Titik

tolaknya dalah bahwa setiap manusia memiliki potensi

127
yang dapat dikembangkan. Artinya tidak ada sumber

daya manusia atau masyarakat tanpa daya, kekuatan atau

kemampuan, dengan mendorong (encourage) dan

membangkitkan kesadaran (awareness)akan potensi

yang dimiliki serta berupaya mengembangkannya.

2. Pemberdayaan adalah upaya untuk membangun daya

tersebut dengan cara mendorong, memberikan motivasi,

dan membangkitkan kesadaran akan potensi yang

dimilikinya serta berupaya untuk mengembangkannya.

3. Memperkuat potensi atau daya yang dimiliki oleh

masyarakat (empowering).

Untuk mengoptimalkan proses pemberdayaan tersebut,

diperlukan langkah yang lebih positif, selain dari iklim dan

suasana. Perkuatan ini meliputi langkah-langkah nyata dan

menyangkut penyediaan berbagai masukan (input), serta

pembukaan akses kedalam sebagai peluang (opportunities) yang

akan membuat masyarakat menjadi makin berdaya. Dalam

proses ini, upaya mendasar yang perlu dilakukan adalah

peningkatan pengetahuan serta akses kedalam pelayanan

128
kesehatan. Selain itu, berkaitan dengan memberdayakan juga

mengandung arti melindungi. Sehingga dalam proses

pemberdayaan, harus dicegah yang lemah menajadi bertambah

lemah, oleh karena itu tidak berdaya dalam menghadapi yang

kuat.

G. PENGORGANISASIAN PEMBERDAYAAN
MASYARAKAT
Pemberdayaan masyarakat pada prinsipnya merupakan

upaya untuk menumbuhkan dan proses memapukan dari, oleh,

dan untuk masyarakat. Pemberdayaan tercipta bukan dari hasil

pencakokan dari luar masyarakat yang bersangkutan. Dengan

demikian, pengorganisasian pemberdayaan masyarakat menurut

Adisasmito (2008) harus dilakukan melalui 4 (empat) hal

berikut :

1. Berupa gerakan masyarakat

Masyarakat adalah subjek, bukan menjadi objek.Masyarakat

harus dididik dan dibekali dengan berbagai pengetahuan

dan keterampilan dasar dalam usaha kesehatan serta

dilibatkan secara aktif sejak perencanaan dalam usaha

129
tersebut.Tokoh dan wakil masyarakat yang dilibatkan harus

dapat mencerminkan aspirasi masyarakat yang

sebenarnya.Dengan demikian, tugas tenaga kesehatan tidak

lagi melaksanakan atau mengajak masyarakat dalam usaha

kesehatan, namun lebih berperan sebagai pendidik dan

fasilitator dalam menumbuhkan kesadaran dan kepedulian

serta mendorong untuk turut bereran aktif mengatasi

masalah keshatan melalui berbagai aktifitas.

2. Menekankan peran pemerintah sebagai regulator dan

fasilitatorperan dominan pemerintah dalam bidang kesehatan

selama ini cenderung menghambat munculnya inisiatif dan

kreatifitas masyarakat untuk penumbuhan gerakan

masyarakat sesungguhnya. Peran dominan tersebut

seharusnya lebih diberikan kepada masyarakat sendiri,

misalnya saja melalui sestor swasta, LSM, maupun

organisasi masyarakat lainnya.

3. Menumbuhkan kewirausahawan sosial (social entrepreneur)

Upaya pemeliharaan dan peningkatan kesehatan masyarakat

khususnya dlam merubah perilaku harus bersifat

pendekatan dari bawah (bottom up approach) berdasarkan

130
kebutuhan dan kondisi sosial budaya masyarakat setempat.

Untuk itu dibutuhkan orang-orang yang kreatif dan inovatif

atau yang dikenal dengan wirausahawan sosial yang dapat

menjalankan program kesehatan

4. Menumbuhkan kemandirian

Upaya tenaga kesehatan dalam menumbuhkan kemandirian

dapat dilakukan dengan mengurangi intensitas intervensi

secara bertahap pada upayapemeliharaan dan peningkatan

kesehatan yang sudah dapat dilakukan mandiri oleh

masyarakat.

H. APLIKASI PERAN SERTA MASYARAKAT


Peran serta masyarakat (PSM) dalam bidang kesehatan

mencakup dalam bervagai bentuk mulai dari berperan menjadi

sumber daya sampai diwujudkan dalam bentuk dana kesehatan.

Adapun bentuk konkrit aplikasi peran masyarakat dapat

diwujudkan dalam berbagai program sebagai berikut :

1. Kader Kesehatan

Kader merupakan warga masyarakat yang dipilih dan

ditunjuk oleh masyarakat dan dapat bekerja secara

sukarela.Kader kesehatan sebagai promotor kesehatan desa

131
(prokes) merupakan tenaga sukarela yang dipilih oleh dan dari

masyarakat yang bertugas untuk mengembangkan

masyarakat.Profil kader yang paling dikenal adalah kader

posyandu.Keberadaanya dan asalnya dari masyarakat membuat

kader begitu dengan masyarakat.

Hampir seluruh kader posyandu adalah wanita.Selain itu

kader juga seringnya merupakan istri dari pamong desa atau

tokoh masyarakat.Namun demikian, pada prinsipnya kader

dipilih oleh dan dari masyarakat. Persayaratan umum yang dapat

dipertimbangkan untuk memilih kader antara lain:

a. Dapat baca, tulis dengan bahasa Indonesia

b. Secara fisik dapat melaksanakan tugas-tugas sebagai kader

c. Mempunyai penghasilan sendiri

d. Tinggal tetap di desa yang bersangkutan

e. Aktif dalam kegiatan sosial maupun pembangunan

desanya

f. Dikenal masyurakat dan dapat bekerja sama dengan

masyarakat

g. Berwibawa

132
h. Sanggup membina paling sedikit 10 kepala keluarga untuk

meningkatkan keadaan kesehatan keluarga

2. Pos Pelayanan Terpadu (Posyandu)

Posyandu merupakan jenis upaya kesehatan bersumber

daya masyarakat (UKBM).Posyandu merupakan wadah

pemberdayaan masyarakat yang dibentuk atas dasar kebutuhan

masyarakat, dikelola oleh, dari, untuk, dan bersama masyarakat

dengan bimbingan petugas puskesmas, lintas sektor dan

lembaga lain terkait.Jumlah posyandu tahun 2010 menurut

Ditjen Bina Gizi & KIA dalam pusat data dan informasi

(pusdatin) kementrian kesehatan RI sebanyak 266,827.

Posyandu memilki 5(lima) kegiatan prioritas yang dikenal

dengan istilah K5P (keterampilan lima program posyandu) yang

meliputi KIA, KB, Imunisasi, Gizi, dan penanggulangan diare.

Selain K5P tersebut, posyandu, juga memiliki kegiatan

tambahan antara lain :

a. Bina keluarga balita (BKB)

b. Kelompok peminat kesehatan ibu san anak (KP-KIA)

c. Penemuan dini dan pengamatan penyakit potensial

kejadian luar biasa (KLB), misalnya ISPA, DBD, gizi

133
buruk, polio, campak, dipteri, pertussis,atau tetanus

neonatorum

d. Pengembangan anak usia dini (PAUD)

e. Usaha kesehatan gizi masyarakat desa (UKGMD)

f. Tabungan ibu bersalin (Tabulin)

g. Suami siap antar jaga (SIAGA)

h. Tabungan masyarakat (Tabumas)

i. Ambulan desa

j. Penyehatan air bersih dan penyehatn lingkungan

pemukiman

k. Program diversifikasi tanaman pangan atau pemanfaatan

pekarangan, melalui tanaman obat keluarga (TOGA)

Dalam penyelenggaraannya, satu posyandu sebaiknya

melayani 100 balita dengan lingkup kurang dari 700 penduduk

atau disesuaikan dengan kemampuan petugas dan keadaan

setempat, kondisi geografis, jarak antara rumah, jumlah kepala

keluarga dalam kelompok dan sebagainya. Penyelenggaraan

posyandu diharapkan dapat menerapkan prisip keterpaduan

antar program, keterpaduan antar sektor yang bersangkutan dan

134
keterpaduan antara pelayanan oleh masyarakat dan pelayanan

oleh tenaga kesehatan professional.

Sasaran utama posyandu adalah bayi/balita, ibu hamil/ibu

menyusui, dan wanita usia subur (WUS) atau pasangan usia

subur (PUS). Kegiatan posyandu dilakukan dengan

menggunakan sistem 5(lima) meja, yaitu :

Tabel 7.2 Sistem 5 Meja Posyandu

Meja 1 : Pendaftaran
Meja 2 : Penimbangan bayi dan anak balita, ibu
hamil, atau WUS
Meja 3 : Pengisian kartu menuju sehat (KMS)
Meja 4 : Penyuluhan perorangan, antara lain :
 Pada balita : Pemberian makanan
tambahan, oralit, atau vitamin A
dosis tinggi
 Pada ibu hamil : pemberian tablet besi
 Pada PUS : pemberian kondom atau pil
KB untuk menjadi peserta KB lestari
Meja 5 : Pelayanan kesehatan yang meliputi
imunisasi, pemeriksaan kehamilan, KIA, KB,
dan pengobatan

Tenaga kesehatan untuk meja 1sampai 4 dilaksanakan

oleh kader kesehatan, sedangkan meja 5 dilaksanakan oleh

petugas kesehatan dari puskesmas seperti perawat, bidan,

135
maupun dokter.Kader kesehatan merupakan tenaga yang berasal

dari masyarakat, dipilih oleh masyarakat dan bekerja secara

sukarela sebagai penyelenggara posyandu.Dengan adanya kader

kesehatan, masyarakat bukan hanya menjadi objek pelayanan

kesehatan tetapi merupakan mitra dalam pelayanan kesehatan itu

sendiri.

Kader kesehatan bukanlah tenaga professional melainkan

membantu dalam pelayanan kesehatan di masyarakat. Tugas

pokok kader kesehatan berkaitan dengan keberadaan posyandu

dapat dibagi menjadi 2 (dua), yaitu :

b. Kegiatan di Posyandu

1. Melaksankan pendaftaran

2. Menimbang bayi dan balita, ibu hamil/menyusui, WUS

atau PUS

3. Melaksankan pencatatan hasil

4. Mengisi KMS

5. Memberi penyuluhan

6. Memberi dan membantu pelayanan kesehatan

c. Kegiatan diluar Posyandu

136
1. Mengajak ibu-ibu untuk datang pada hari kegiatan

posyandu diadakan

2. Melaksankan kegiatan yang menunjang upaya kesehatan

lain yang sesuai dengan permasalahan kesehatan yang ada,

misalnya :

a) Pemberantasan penyakit menular

b) Penyehatan rumah dan pembuangan sampah

c) Pemberantasan sarang nyamuk

d) Penyediaan sarana air bersih

e) Penyediaan sarana jamban keluarga

f) Pembuatan sarana pembuangan air limbah

g) Pemberian pertolongan pertama pada penyakit

h) P3K dan dana sehat

Perkembangan masing-masing posyandu tidak

sama untuk mengetahui tingkat perkembangan

posyandu, telah dikembangkan metode dan alat telaah

perkembangan posyandu. Tujuan telaah adalah untuk

mengetahui tinngkat perkembangan posyandu yang

secara umum dibedakan atas 4 tingkat sebagai berikut :

Tabel 7.3 Tingkatan Posyandu

137
Tingkatan Penjelasan

Posyandu pratama Posyandu yang belum

mantap, ditandai oleh

kegiatan bulanan

posyandu yang belum

terlaksana secara rutin serta

jumlah kader yang sangat

terbatas yakni kurang dari 5

orang.Penyebab tidak

terlaksananya kegiatan

rutin bulanan posyandu, di

samping karena jumlah

kader yang terbatas, dapat

pula karena belum siapnya

masyarakat.Intervensi yang

dapat dilakukan untuk

138
perbaikan peringkat adalah

memotivasi masyarakat

serta menambah jumlah

kader.

Posyandu madya Posyandu yang sudah dapat

melaksnakan kegiatan lebih

dari 8 kali per tahun,

dengan rata-rata jumlah

kader sebanyak 5 orang

atau lebih, tetapi cakupan

kelima kegiatan utamanya

masih rendah, yaitu kurang

dari 50%. Intervensi yang

dapat dilakukan untuk

perbaikan peringkat adalah

meningkatkan cakupan

dengan mengikutsertakan

tokoh masyarakat sebagai

139
motivator serta lebih

menggiatkan kader dalam

mengelola kegiatan

posyandu.

Posyandu purnama Posyandu yang sudah

dapat melaksankan

kegiatan lebih dari 8 kali

per tahun, dengan rata-rata

jumlah kader sebanyak

lima orang atau lebih,

cakupan kelima kegiatan

utamanya lebih dari 50%,

mampu menyelenggarakan

program tambahan, serta

telah memperoleh sumber

pembiayaan dari dana sehat

yang dikelola oleh

masyarakat yang

140
pesertanya masih terbatas

yakni kurang dari 50% KK

di wilayah kerja posyandu.

Posyandu mandiri Posyandu yang sudah dapat

melaksanakan kegiatan

lebih dari 8 kali per tahun,

dengan rata-rata jumlah

kader sebanyak lima orang

atau lebih, cakupan kelima

kegiatan utamanya lebih

dari 50%, mampu

mem=nylenggarakan

program tambahan, serta

telah memperoleh sumber

pembiayaan dari dana sehat

yang dikelola oleh

masyarakat yang

pesertanya lebih dari 50%

141
KK yang bertempat tinggal

diwilayah kerja posyandu.

Intervensi yang dilakukan

bersifat pembinaan

termasuk pembinaan

program dana sehat,

sehingga terjamin

kesinambungannya. Selain

itu dapat dilakukan

intervensi memperbanyak

bentuk program tambahan

sesuai dengan masalah dan

kemampuan masing-

masing.

Untuk mengetahui tingkat perkembangan Posyandu,

ditetapkan seperangkatindikator yang digunakan sebagai

penyaring atau penentu tingkat perkembangan posyandu. Secara

142
sederhana indicator untuk tiap peringkat posyandu dapat

diuraikan sebagai berikut :

Tabel 7.4 Indikator Peringkat Posyandu

No Indikator Pratama Madya

Purnama Mandiri

Frekuensi penimbangan <8 >8 >8

>8

Rerata kader tugas <5 ≥5 ≥5

≥5

Rerata cakupan D/S <50% <50% ≥50%

≥50%

Cakupan kumulatif KIA* <50% <50% ≥50%

≥50%

Cakupan kumulatif KB <50% <50% ≥50%

≥50%

Cakupan kumulati imunisasi <50% <50% ≥50%

≥50%

143
Program tambahan - - +

Cakupan dana sehat <50% <50%

<50% ≥50%

1. Pondok Bersalin Desa (Polindes)

Polindes merupakan jenis UKBM sebagai bentuk

peran serta masyarakat dalam pemeliharaan kesehatan

ibu dan anak.Keberadaan Polindes dimaksud untuk

menutupi 4 (empat) kesenjangan dalam pelayanan KIA,

yaitu kesenjangan geografis, kesenjangan informasi,

kesenjangan ekonomi, dan kesenjangan sosial budaya.

Keberadaan bidan di setiap desa diharapkan

dapat mampu mengatasi kesenjangan geografis,

sementara interaksi setiap saat dengan penduduk

setempat diharapkan mampu mengurangi kesenjangan

144
informasi.Operasional kegiatan Polindes dilakukan

melalui kerjasama antara bidan dengan dukun bayi,

sehingga tidak menimbulkan kesenjangan sosial

budaya.Sementara tarif pemeriksaan ibu, anak, dan

melahirkan yang ditentukan dalam musyawarah LKMD

diharapkan mampu mengurangi kesenjangan ekonomi.

2. Pos Obat Desa (POD)

Pos obat desa merupakan bentuk peran serta

masyarakat dalam hal pengobatan sedderhana.Kegiatan

ini dapat dipandang sebagai bentuk perluasan kegiatan

kuratif sederhana, melengkapi kegiatan preventif dan

promotif yang telah dilaksanakan di posyandu.Dalam

implementasinya, POD dikembangkan melalui beberapa

pola disesuaikan dengan situasi dan kondisi setempat.

Babarapa pengembangan POD itu antara lain :

a. POD murni, tidak terkait dengan UKBM lainnya

b. POD yang diintegrasikan dangan Dana Sehat

c. POD yang merupakan bentuk peningkatan posyandu

d. POD yang dikaitkan dengan Psked/Polindes

145
e. Pos Obat Pondok Pesantren (POP) yang dikembangkan

dibeberapa pesantren

3. Dana Sehat

Dana sehat merupakan kegiatan swadaya

masyarakat secara gotong royong guna menjamin

pemeliharaan kesehatan perorangan dan keluarga melalui

manajemen pendanaan. Penghimpunan dana sehat ini

dilakukan dengan pra upaya guna menjamin

pemeliharaan kesehatan promotif, preventif, kuratif, dan

rehabilitative. Dengan demikian, dana sehat ini tidak

hanya digunakan saat sakit dan membutuhkan biaya

(upaya kuratif), tetapi juga digunakan untuk pembiayaan

kegiatan yang meliputi upaya promotif, preventif,

maupun rehabilitatif.

Secara umum terdapat 2 (dua) bentuk sumber

pendanaan dari massyarakat yang dapat digunakan

sebagai upaya pemeliharaan dan peningkatan kesehatan,

yaitu :

146
a. Dana aktifartinya dana yang secara khusus dikumpulkan oleh

masyarakat untuk membiayai upaya kesehatan. Berbagai

bentuknya antara lain :

1) tubulin atau tabungan ibu bersalin merupakan dana

simpanan ibu hamil atau keluarga. Dana tersebut

disimpan pada bidan dalam bentuk uang maupun

natura.

2) Arisan jamban keluarga merupakan pengumpulan dana

untuk pembelian dan pemasangan jamban keluarga

secara bergiliran.

3) Jambulin atau jaminan ibu bersalin merupakan iuran

ibu hamil atau keluarga untuk pemeliharaan kesehatan

ibu selama hamil, melahirkan sampai perawatan bayi

yang dikelola oleh warga bekerja sama dengan bidan

dan puskesmas selaku pemberi pelayanan.

4) Desolin atau dana sosial ibu bersalin merupakan dana

yang dikumpulkan dari dan oleh masyarakat untuk

membantu biaya bersalin atas kesepakatan warga dapat

juga meringankan biaya kesehatan lain.

147
5) Artamas atau arisan tabungan amal sehat merupakan

sejenis arisan dimana penerima arisan menyisihkan

sebagai pendapatannya untuk tabungan kesehatan yang

disimpan di bank dan digunakan untuk membantu biaya

pengobatan peserta arisan.

6) Dana sehat kelompok usaha bersama merupakan dana

yang iurannya diambil dari sisa hasil usaha atau

keuntungan kelompok usaha bersama.

7) Bentuk pengelolaan dana sehat lainnya seperti dana

sehat pola Usaha Kesehatan Sekolah (UKS), pola

Pengembangan Kesehatan Masyarakat Desa (PKMD),

pola pondok pesantren, pola Koperasi Unit Desa

(KUD), serta dana sehat organisasi atau kelompok lain.

b. Dana pasif artinya dana yang sudah ada di masyarakat seperti

dana sosial keagamaan berasal dari zakat, infaq, shodaqoh,

wasiat, dan lain sebagainya. Dana pasif tersebut kemudian

digunakan pula untuk kegiatan yang berkaitan dengan

kesehatan.

4. Upaya Kesehatan Tradisional

148
Bentuk aplikasi dari upaya kesehatan tradisional

adalah pemanfaatan pekarangan rumah untuk menanam

tanaman yang berkhasiat sebagai obat.Bentuk aplikasi

tersebut lebih dikenal dengan istilah tanaman obat

keluarga (TOGA).TOGA merupakan peran serta

masyarakat dalam peningkatan kesehatan dan

pengobatan sederhana dengan memanfaatkan obat

tradisional.Fungsi utama TOGA adalah menghasilkan

tanaman yang dapat digunakan untuk menjaga dan

meningkatkan kesehatan dengan mengobati keluhan atau

gejala penyakit yang ringan. Fungsi lain dari TOGA

adalah memperbaiki gizi masyarakat, upaya pelestarian

alam, memperindah pemandangan, serta menambah

penghasilan keluarga.

5. Upaya Kesehatan Dasar Swasta

Upaya kesehatan dasar swasta dapat dilaksanakan

oleh perorangan maupun kelompok dalam masyarakat

atau LSM berupa yayasan. Upaya kesehatan dasar ini

dapat dikelompokkan menjadi 3 (tiga) yaitu :

149
a. Kelompok pelayanan swasta dasar bidang medik

meliputi balai pengobatan (BP) swassta, Rumah

Bersalin (RB), atau juga Balai Kesehatan Ibu dan Anak

(BKIA).

b. Kelompok berdampak kesehatan, meliputi salon

kecantikan, puat kebugaran, dan lain sebagainya.

c. Kelompok tradisional, meliputi panti pijat, tabib, dukun

dan patah tulang, yang pembinaan teknisnya oleh upaya

kesehatan tradisional (Ukestra).

6. Kemitraaan LSM dan Dunia Usaha

Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM)

merupakan organisasi non pemerintah (NGO) yang

memiliki potensi untuk meningkatkan ferajat kesehatan

masyarakat. Potensi tersebut dapat berupa dalam hal

community development, pemberi pelayanan kesehatan,

pelatihan untuk berbagai macam bidang, dan

penghimpunana dana masyarakat untuk kesehatan.

Untuk meningkatkan fungsi LSM, forum

komunikasi ditingkatkan menjadi jejaring LSM yang

dapat berkembang menjadi beberapa peminatan.

150
Terdapat beberapa kelompok peminatan kesehatan, yaitu

a. Pembangunan Kesehatan Masyarakat Desa (PKMD) atau

Primary Health Care (PHC)

b. Keluarga Berencana / Kesehatan Ibu dan Anak (KB /

KIA)

c. Penyakit Menular Seksual (PMS / AIDS)

d. Kesehatan anak, remaja, dan generasi muda

e. Kesehatan wanita

f. Pengoabtan tradisional

g. Kesehatan kerja

h. Kesehatan lingkungan / air bersih

i. Penyakit menular

j. Klinik / balai pengobatan

7. Bentuk UKBM lain

Bentuk upaya kesehatan bersumber daya masyarakat

yang lain adalah sebagai berikut :

a. Satuan Karya Bhakti Husada (SBH) merupakan bentuk

partisipasi generasi muda khususnya pramuka dalam

bidang kesehatan.

151
b. Upaya Kesehatan Gizi Masyarakat Desa (UKGMD)

merupakan bentuk peran masyarakat dalam bidang

kesehatan gizi dan mulut.

c. Pemberantasan penyakit menular melalui pendekatan

Pembangunan Kesehatan Masyarakat Desa (P2M-PKMD)

merupakan bentuk peran masyarakat dalam

penanggulangan penyakit menular

d. Desa Percontohan Kesehatan Lingkungan (DPKL)

merupakan bentuk peran masyarakat dalam program

penyediaan air bersih dan perbaikan lingkungan

pemukiman.

e. Pos Kesehatan Pondok Pesantren (Poskestren) merupakan

bentuk peran masyarakat pondok pesantren dalam bidang

kesehatan. Kegiatan yang dilakukan antara lain Pos Obat

Pondok Pesantren (POP), santri husada (kader kesehatan

dari kalangan santri), pusat informasi kesehatan, dan

upaya kesehatan lingkungan di sekitar pondok pesantren.

f. Karang werda merupakan bentuk peran masyarakat dalam

upaya kesehatan usia lanjut, misalnya pos pembinaan

terpadu lansia (posbindu lansia atau posyandu lansia).

152
BAB VII

KEMITRAAN

A. PENDAHULUAN
Dalam mengatasi masalah di masyarakat diperlukan

kerjasama dan partisipasi dari komunitas meliputi kerja sama

atau kemitraan dengan lintas program dan lintas sektor dalam

menata kebijakan yang berhubungan dengan penanggulangan

suatu masalah. Lintas program seperti Puskesmas, Prokjakes,

dan Dinas Kesehatan serta lintas sektoral seperti dinas pertanian,

dinas pendidikan, dan lain sebagainya.

Beberapa komponen penting untuk partisipasi komunitas

adalah kerangka kerja untuk mendefinisikan masalah komunitas,

anggota komunitas sama-sama menyadari masalah kesehatan di

wilayah mereka, dan diperlukan mekanisme untuk

menggerakkan komunitas agar mereka mengenali kebutuhannya

dan menjalin kerja sama dengan perawat komunitas untuk

menciptakan suatu budaya partisipasi.

153
B. PENGERTIAN KEMITRAAN
Partnership atau Kemitraan adalah suatu kerjasama

formal antara individu-individu, kelompok-kelompok, atau

organisasi-organisasi untuk mencapai suatu tugas atau tujuan

tertentu (Notoatmodjo, 2007).Kemitraan adalah hubungan

kerjasama antara dua pihak atau lebih, berdasarkan kesetaraan,

keterbukaan, dan saling menguntungkan untuk mencapai tujuan

bersama berdasarkan atas kesepakatan, prinsip, dan peran

masing-masing (Depkes, 2003).Kemitraan adalah suatu bentuk

kerjasama aktif antara perawat komunitas, masyarakat, maupun

lintas sector dan program.Bentuk kegiatannya dalah kolaborasi,

negosiasi dan sharing dilakukan untuk saling menguntungkan

(Stanhope & Lancaster, 2004; Hitchock, Schuber & Thomas,

1999).

C. PRINSIP-PRINSIP KEMITRAAN
Kemitraan merupakan bentuk kerjasama yang

mengharuskan setiap pihak yang terlibat merelakan dan

melepaskan kepentingan masing-masing dan kemudian

membangun kepentingan bersama. Terdapat 3 prinsip yang

154
perlu dipahami dalam membangun sebuah kemitraan menurut

Notoadmodjo (2007), yaitu :

1. Persamaan (equity)

Kemitraan yang dijalin harus berdasarkakn prinsip

persamaan.Tidak ada satu anggota pun baik itu individu,

organisasi, atau institusi yang telah bersedia menjalin

kemitraan merasa lebih tinggi.Asas demokrasi pun harus

senantiasa dijunjung agar tidak ada dominasi dari salah

satu pihak.

2. Keterbukaan

Keterbukaan dalam kemitraan memiliki arti bahwa

kekuatan atau kelebihan dan kekurangan atau kelemahan

masing-masing anggota harus diketahui oleh anggota

yang lain. Keterbukaan juga berkaitan dengan

ketersediaan sumber daya yang dimiliki anggota yang

satu juga harus diketahui anggota yang lain. Keterbukaan

yang dilakukan tersebut bertujuan untuk menumbuhkan

rasa saling memahami satu sama lain sehingga tidak ada

rasa saling mencurigai. Dengan demikian akan tumbuh

155
pula rasa saling melengkapi dan saling membantu

diantara anggota.

3. Saling menguntungkan (mutual benefit)

Saling menguntungkan dalam kemitraan bukan dilihat

dari keuntungan materi atau uang.Melainkan dilihat dari

sinergisitas atau kebersamaan dalam mencapai tujuan

bersama. Ibarat mengangkat beban 40 kg jika diangkat

bersama oleh 4 orang tentu akan lebih terasa ringan jika

diangkat sendiri.

D. TAHAP KEMITRAAN
Dalam mengembangkan kemitraan dalam bidang

kesehatan, terdapat 3 (tiga) institusi kunci organisasi atau unsur

pokok yang terlibat di dalamnya yaitu unsur pemerintah, dunia

usaha atau swasta, dan unsur organisasi non pemerintah atau

non government organization (NGO) yang meliputi lembaga

swadaya masyarakat (LSM) dan organisasi masyarakat (Ormas)

serta organisasi profesi seperti PPNI, IDI, PDGI, maupun

IAKMI. Berkaitan dengan ketiga unsur tersebut, kemitraan

kesehatan secara konsep terdiri dari 3 (tiga) tahap, yaitu :

1. Kemitraan Lintas Program

156
Tahap ini merupakan bentuk kemitraan lintas program

yang ada di lingkungan sektor kesehatan sendiri seperti

program promosi kesehatan, kesehatan keluarga,

pemberantas penyakit menular (P2M), kesehatan

lingkungan, gizi, kesehatan ibu dan anak (KIA),

pendidikan remaja sebaya (PRS) dan lain sebagainya.

2. Kemitraan Lintas Sektor

Tahap ini merupakan bentuk kemitraan lintas sektor di

institusi pemerintah seperti dinas kesehatan, dinas

pendidikan, dinas pertanian, dinas kehutanan dan lain

sebagainya.

3. Kemitraan yang Lebih Luas

Tahap ini merupakan kemitraan yang lebih luas dengan

ketiga unsur yang telah dijelaskan sebelumnya yaitu

lintas program, lintas sektor, lintas bidang, serta lintas

organisasi yang mencakup unsur pemerintah, dunia

usaha, LSM, Ormas, maupun organisasi profesi.

E. MODEL-MODEL KEMITRAAN
Terdapat 2 (dua) model kemitraan menutut Notoadmadja

(2007), yaitu :

157
1. Model I

Model ini merupakan model kemitraan yang paling

sederhana yaitu dalam bentuk jaringan kerja

(networking) atau building linkages.Masing-masing

mitra institusi telah memiliki program sendiri mulai dari

perencanaan, pelaksanaa, dan evaluasi.Jaringan tersebut

terbentuk dapat disebabkan karena memiliki kesamaan

sasaran program atau bentuk pelayanan.Misalnya Forum

Lansia Sehat.

2. Model II

Model ini merupakan bentuk kemitraan yang lebih baik

dan solid, masing-masing mitra mempunyai tanggung

jawab yang lebih besar terhadap program bersama.

Proses perencanaan, pelaksanaan, dan evaluasi program

dilakukan secara bersama guna mencapai tujuan

bersama.

F. APLIKASI BENTUK KEMITRAAN DALAM


PRAKTIK KEPERAWATAN KOMUNITAS
Kemitraan merupakan salah satu strategi dalam

keperawatan komunitas. Berdasarkan tahap kemitraan yang

158
terdiri dari lintas program, lintas sektor, dan kemitraan yang

lebih luas, berikut beberapa contoh mengenai bentuk kemitraan

dalam keperawatan komunitas :

1. Contoh Kemitraan Lintas Program

Data hasil pengkajian di dusun Sigentung ditemukan

bahwa dari sebanyak 120 balita yang ada, 80 diantaranya

dalam 2 bulan terakhir datang ke Puskesmas dengan

keluhan ISPA. Pengkajian terhadap keluarga dari 120

KK yang memiliki balita ditemukan bahwa sebanyak 99

KK belum mendapat pendidikan kesehatan tentang

ISPA, dalam satu rumah terdapat perokok aktif, 80 KK

jarang membuka jendela, dan 60 KK tinggal di rumah

dengan kondisi udara yang lembab. Data lain

menunjukkan bahwa 69 KK memiliki kandang ternak,

letak kandang yang berada di dalam rumah adalah 8 KK,

di luar rumah dengan jarak < 10 m sebanyak 47 KK, dan

sisanya berada di luar rumah > 10 m sebanyak 14 KK.

Diagnosis yang diangkat adalah tingginya kasus ISPA di

dusun Sigentung berhubungan dengan lingkungan yang

tidak sehat, kurangnya pendidikan kesehatan tentang

159
ISPA. Strategi intervensi kemitraan lintas program yang

dilakukan adalah dengan memberikan pendidikan

kesehatan mengenai mengenal ISPA pada balita,

mencegah, dan cara perawatannya dalam kegiatan

program KIA yang telah berjalan sebelumnya. Sehingga

pemberian pendidikan tentang ISPA mengikuti jadwal

kegiatan program KIA yang telah ada. Sasaran

pendidikan kesehatan juga sama dengan program KIA

yaitu orang tua balita yang mengikuti kegiatan program

KIA.

2. Contoh Kemitraan LIntas Sektor

Diagnosis yang diangkat dari hasil pengkajian di Desa

Cakrah adalah tingginya prevalensi gigi caries di SD

Cokrah 3 berhubungan dengan tidak pernah adanya

pendidikan kesehatan gigi, tidak pernah adanya program

pemeriksaan gigi di SD, hanya sebanyak 12 dari 87

siswa yang pernah periksa gigi di puskesmas, rendahnya

pendapatan perkapita masyarakat. Bentuk strategi

intervensi kemitraan lintas sektor yang dilakukan dengan

mengadakan kegiatan pemeriksaan dan penanganan gigi

160
di SD Cokrah 3 secara langsung oleh tenaga kesehatan.

Kemitraan dilakukan dengan dinas pendidikan yang

dalam hal ini melalui SD Cokrah 3, dimana pihak

sekolah menyediakan waktu dan tempat pemeriksaan,

serta mengumpulkan siswa SD yang akan diperiksa dan

dilakukan tindakan penanganan langsung.

3. Contoh Kemitraan yang Lebih Luas

Diagnose yang diangkat dari hasil pengkajian di Desa

Sijambu adalah tingginya kasus katarak di Desa Sijambu

berhubungan dengan Desa Sijambu memiliki penderita

katarak terbanyak di tingkat kabupaten, kurangnya

pendidikan kesehatan tentang kesehatan mata,

lingkungan rumah yang gelap rendahnya status sosial

ekonomi, keterbatasan akses terhadap pelayanan mata.

Untuk mengatasi permasalah tersebut, dibentuklah

program berupa gerakan Sijambu Bebas Katarak.

Kemitraan dilakukan dengan dians kesehatan guna

menyediakan dokter spesialis mata, dunia usaha dan

pemerintah kabupaten guna mendapatkan bantuan dana

oprasional program, serta LSM atau Ormas terdekat

161
sebagai tenaga teknis dalam mendata,

menginformasikan, kemudian mengumpulkan

masyarakat yang menjadi sasaran program.

162
DAFTAR PUSTAKA

Assauri, S. (2009). Manajemen Pemasaran. Jakarta: PT. Raja


Grafindo, Persada. Kotler, P., & Keller, K.
Alma, B. (2005). Manajemen Pemasaran dan Pemasaran Jasa.
Bandung: CV Alfabeta.
Armstrong, G., & Kotler, P. (2003). Dasar-Dasar Pemasaran,
Jilid 1, Edisi Kesembilan. Jakarta: PT. Indeks. L. (2009).
Basu, S., & Irawan. (2008). Manajemen Pemasaran Modern.
Yogyakarta: Liberty Offset.
Felton, A.P. (1959). Making the Marketing Concept Work.
Harvard Business Review, 37, 55-65.
Kotler, Philip. (2007). Manajemen Pemasaran. Edisi Kedua
Belas. Jakarta. Indeks.
Hitt, M., Ireland, D., & Hoskisson, R. (2009). Understanding
Business Strategy. Edisi 2. South-Western: Cengage
Learning.
Hooley, G., Piercy, Nigel F. and Nicoulaud, B. (2008). Marketing
strategy and competitive positioning. Harlow; United
States: Prentice Hall/Financial Times. ISBN
9780273706977
Ihalauw, JOI (2011), Manajemen Pemasaran, Edisi 6
Kotler, P., & Keller, K. L. (2012). Marketing Management 14th,
Global Edition Harlow. England: Pearson Education
Limited.
Kotler, P., Keller, K. L., & Armstrong, G. (2012). Prinsip-Prinsip
Pemasaran, Jilid 1. Jakarta: Erlangga.

163
Tjiptono, F. (2014). Pemasaran Jasa, Prnsip, Penerapan dan
Penelitian. Yogyakarta: Andi Offset.
Tjiptono, F. (2015). Strategi Pemasaran Edisi 4. Yogyakarta:
Andi.
Walker, Orville C., Jr Terbitan. (2011). Marketing Strategy : A
Decision-Focused Approach. 7th edition. New York:
McGraw-Hill Education

164
PROFIL PENULIS

Dr. Dra. Cicik Harini, MM., lahir di Semarang, 22 Desember 1966.


Pengalaman kerja di PT. BDNI Tbk (1990-1998), Universitas Dian
Nuswantoro (2000-2016), sebagai dosen tetap Universitas Pandanaran
mengampu mata kuliah Manejemen Pemasaran dan sebagai Ketua
Lembaga Penjaminan Mutu (2015 s/d sekarang). Telah tersertifikasi
Dosen Nasional, Assesor Kompetensi dan Pendamping
Kewirausahaan dari BNSP, Fasilitator USAID RWAP. Buku yang
telah diterbitkan berjudul Strategi Pemasaran Kewirausahaan UMKM
(2020), Digital Marketing bagi UMKM (2021) dan Bookchapter
BUMDesa Sebagai Kekuatan Ekonomi Baru (2022).
SB. Handayani, SE MM, lahir di Semarang, 26 Mei 1967. Lulus Strata
1 (S1) Manajemen FE UNDIP pada tahun 1992 dan pada tahun 2006
lulus Strata 2 (S2) dari STIE STIKUBANK SEMARANG dengan
konsentrasi Manajemen Pemasaran. Menjadi Dosen tetap di STIE
Dharma Putra Semarang sejak tahun 1993 sampai sekarang. Telah
tersertifikasi Dosen Nasional sejak tahun 2008 dan Mengampu mata
kuliah Manajemen Pemasaran, Perilaku Konsumen, Manajemen
Penjualan, Manajemen Keuangan, Manajemen Pemasaran
kontemporer, dan Seminar Pemasaran. Tahun 2000 menjabat Ketua
Jurusan Program Diploma 3 Manajemen di STIE Dharma Putra
Semarang serta diberi kepercayaan sebagai Pembantu Ketua 1
Bidang Akademik sejak 2020 sampai sekarang.
SINOPSIS

Pemasaran merupakan rangkaian aktivitas dalam melakukan


pemilihan sasaran pasar, melakukan evaluasi terhadap
kebutuhan konsumen, mengembangkan produk baik berupa
barang dan jasa, mencapai keinginan dan kepuasan pelanggan,
serta menghasilkan keuntungan atau laba bagi perusahaan. Dari
sisi manajemen, pemasaran merupakan fungsi dari organisasi
dan sekumpulan proses dalam penciptaan, distribusi dan
komunikasi nilai kepada konsumen dan pengelolaan hubungan
yang baik dengan konsumen untuk mendapatkan keuntungan
bagi organisasi dan stakeholder lainnya. Sehingga dapat
dikatakan bahwa pemasaran merupakan ujung tombak suatu
kegiatan bisnis dalam rangka menjual produk kepada konsumen
industry dan konsumen akhir. Pemasaran yang baik dan
berhasil, harus melalui konsep pemasaran yang baik, yaitu
adanya perencanaan, pelaksanaan, pengarahan, monitoring dan
evaluasi demi tercapainya tujuan dari kegiatan pemasaran
tersebut.

Anda mungkin juga menyukai