Anda di halaman 1dari 169

MANAJEMEN PEMBIAYAAN

PENDIDIKAN
UU No. 28 Tahun 2014 tentang Hak Cipta

Fungsi dan Sifat Hak Cipta Pasal 4


Hak Cipta sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 huruf a merupakan hak eksklusif yang
terdiri atas hak moral dan hak ekonomi.
Pembatasan Pelindungan Pasal 26
Ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 23, Pasal 24, dan Pasal 25 tidak berlaku
terhadap:
i. penggunaan kutipan singkat Ciptaan dan/atau produk Hak Terkait untuk pelaporan
peristiwa aktual yang ditujukan hanya untuk keperluan penyediaan informasi aktual;
ii. penggandaan Ciptaan dan/atau produk Hak Terkait hanya untuk kepentingan
penelitian ilmu pengetahuan;
iii. penggandaan Ciptaan dan/atau produk Hak Terkait hanya untuk keperluan
pengajaran, kecuali pertunjukan dan fonogram yang telah dilakukan pengumuman
sebagai bahan ajar; dan
iv. penggunaan untuk kepentingan pendidikan dan pengembangan ilmu pengetahuan
yang memungkinkan suatu Ciptaan dan/atau produk Hak Terkait dapat digunakan
tanpa izin Pelaku Pertunjukan, Produser Fonogram, atau Lembaga Penyiaran.
Sanksi Pelanggaran Pasal 113
1. Setiap orang yang dengan tanpa hak melakukan pelanggaran hak ekonomi
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 ayat (1) huruf i untuk Penggunaan Secara
Komersial dipidana dengan pidana penjara paling lama 1 (satu) tahun dan/atau pidana
denda paling banyak Rp100.000.000,00 (seratus juta rupiah).
2. Setiap orang yang dengan tanpa hak dan/atau tanpa izin Pencipta atau pemegang Hak
Cipta melakukan pelanggaran hak ekonomi Pencipta sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 9 ayat (1) huruf c, huruf d, huruf f, dan/atau huruf h untuk Penggunaan Secara
Komersial dipidana dengan pidana penjara paling lama 3 (tiga) tahun dan/atau pidana
denda paling banyak Rp500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah).
MANAJEMEN PEMBIAYAAN
PENDIDIKAN

Dr. Muhammad Jihadi, S.E., M.Si.


Titiek Ambarwati, Dra, M.M.
Hendrian Yonata, S.Pd., S.Ag., S.E., M.Akt., M.M., M.Pd., M.H.
Manajemen Pembiayaan Pendidikan

Dr. Muhammad Jihadi, S.E., M.Si., Titiek Ambarwati, Dra, M.M.,


dan Hendrian Yonata, S.Pd., S.Ag., S.E., M.Akt., M.M., M.Pd., M.H.

Editor:
Dr. Musnaini, S.E., M.M.
dan Hadion Wijoyo, S.E., S.H., S.Pd., M.H., M.M., Ak., CA.

Desainer:
Mifta Ardila

Sumber:
www.insancendekiamanidiri.co.id

Penata Letak:
Reski Aminah

Proofreader:
Tim ICM

Ukuran:
viii, 157 hlm., 15.5 x 23 cm

ISBN:

Cetakan Pertama:
0HL 2021

Hak Cipta 2021, pada


Dr. Muhammad Jihadi, S.E., M.Si., Titiek Ambarwati, Dra, M.M.,
dan Hendrian Yonata, S.Pd., S.Ag., S.E., M.Akt., M.M., M.Pd., M.H.

Isi diluar tanggung jawab penerbit dan percetakan


Hak cipta dilindungi undang-undang
Dilarang keras menerjemahkan, memfotokopi, atau
memperbanyak sebagian atau seluruh isi buku ini
tanpa izin tertulis dari Penerbit.

Anggota IKAPI: 020/SBA/02

PENERBIT INSAN CENDEKIA MANDIRI


(Grup Penerbitan CV INSAN CENDEKIA MANDIRI)

Perumahan Gardena Maisa 2, Blok F03, Nagari Koto Baru, Kecamatan Kubung,
Kabupaten Solok, Provinsi Sumatra Barat – Indonesia 27361
HP/WA: 0813-7272-5118
Website: www.insancendekiamandiri.co.id
www.insancendekiamandiri.com
E-mail: penerbitbic@gmail.com
D aftar I si

Prakata .......................................................................................... vii

1 PERENCANAAN PENDIDIKAN ............................... 1

A. Pentingnya Posisi Perencanaan Pendidikan............. 1


B. Posisi Perencanaan Pendidikan ..................................... 3
C. Kesenjangan antara Kenyataan ...................................... 6

2 OTONOMI PENDIDIKAN............................................... 17

A. Otonomi Pendidikan ........................................................... 17


B. Konsep Otonomi Pendidikan........................................... 20

3 MANAJEMEN KEUANGAN SEKOLAH ........................ 29

A. Pengertian Manajemen Keuangan ................................ 29


B. Prinsip-prinsip Manajemen Keuangan ....................... 32
C. Tujuan Manajemen Keuangan ........................................ 35
D. Manajemen Keuangan Sekolah....................................... 38
E. Sumber Keuangan Sekolah............................................... 41
F. Proses Pengelolaan Keuangan di Sekolah.................. 44
G. Pengelolaan Keuangan Sekolah yang Efektif ............ 45
H. Penyusunan RAPBS ............................................................. 47
I. Pertanggungjawaban Keuangan Sekolah ................... 49
J. Manajemen Keuangan di Universitas .......................... 49

v
4 MANAJEMEN BERBASIS SEKOLAH ........................ 57

A. Konsep Manajemen Berbasis Sekolah.......................... 57


B. Implementasi MBS pada Bidang Pendidikan ............ 60
C. Dampak Pelaksanaan MBS ................................................ 64

5 ANGGARAN PENDIDIKAN ............................................ 69

A. Perencanaan Anggaran Lembaga Pendidikan .......... 69


B. Perencanaan Anggaran Lembaga Pendidikan .......... 73

6 PENGAWASAN ANGGARAN ...................................... 83

A. Pengertian Pengawasan Anggaran ................................ 83


B. Prinsip Pengawasan Anggaran........................................ 86
C. Tujuan Pengawasan Anggaran ........................................ 87
D. Tahapan Pengawasan Anggaran .................................... 88
E. Teknik Pengawasan Anggaran ........................................ 89

7 BANTUAN OPERASIONAL SEKOLAH (BOS) ........... 95

A. Bantuan Operasional Sekolah.......................................... 95


B. Mekanisme Penyaluran Dana Bos.................................. 99
C. Permasalahan Dana Bos..................................................... 101

8 MUTU PENDIDIKAN ...................................................... 111

A. Mutu Pendidikan ................................................................... 111

vi Manajemen Pembiayaan Pendidikan


B. Peningkatan Pemerataan .................................................. 114
C. Peningkatan Mutu Pendidikan ....................................... 116

9 STANDAR PEMBIAYAAN PENDIDIKAN................... 123

A. Standar Pembiayaan Pendidikan .................................. 123


B. Konsep Pembiayaan Pendidikan ................................... 125

DAFTAR PUSTAKA ..................................................................... 131


TENTANG PENULIS .................................................................... 133
TENTANG EDITOR ..................................................................... 151

Daftar Isi vii


viii Manajemen Pembiayaan Pendidikan
P rakata

Segenap rasa syukur yang tak pernah henti penulis persembahkan


kehadirat Allah Subhanahu wa ta'ala atas segala kemudahan dan
petunjuk dari-Nya yang tak henti-hentinya penulis terima, hingga
saat ini penulis telah menyelesaikan sebuah buku yang dengan
judul “Manajemen Pembiayaan Pendidikan”.

Penulis berterima kasih kepada semua pihak yang telah


membantu dan memberi dukungan dalam proses penyelesaian
buku ini. Kepada keluarga, rekan sejawat dan seluruh tim Insan
Cendekia Mandiri yang telah melakukan proses penerbitan,
penulis ucapkan terima kasih.

Penulis menanti saran konstruktif untuk perbaikan dan


peningkatan pada masa mendatang. Semoga buku ini dapat
memberikan kontribusi dalam pengembangan pendidikan di
sekolah. Sebagaimana peribahasa tak ada gading nan tak retak,
mohon dimaafkan segala kekeliruan yang ada pada terbitan ini.
Segala kritik dan saran, tentu akan diterima dengan tangan
terbuka.

Penulis,

vii
viii Manajemen Pembiayaan Pendidikan
1 PERENCANAAN
PENDIDIKAN
A. Pentingnya Posisi Perencanaan Pendidikan
Menurut C. E. Beeby (Ervin, 2014) menjelaskan perencanaan
pendidikan ialah upaya menuju ke arah yang maju dalam
menetapkan kebijakan, tujuan, dan biaya pendidikan dengan
memperhatikan realitas ekonomi, sosial, dan politik yang
bertujuan untuk peningkatan kapabilitas pendidikan
nasional, pemenuhan kepentingan masyarakat, terutama
pelajar yang menerima layanan oleh sistem.
Perencanaan pendidikan, menurut Comb yaitu
penerapan penelitian objektif dan sistematik dalam proses
pembangunan pendidikan dengan tujuan untuk
meningkatkan produk dan kualitas pendidikan guna
melengkapi kebutuhan serta tercapainya tujuan
(pendidikan), baik untuk pelajar dan masyarakat.
Di Indonesia, perencanaan pendidikan merupakan
salah satu metode perumusan alternatif kebijakan yang akan
diterapkan untuk mencapai pembentukan pendidikan
nasional dengan mempertimbangkan realitas terkini serta

1
memperhatikan sistem yang ada di bidang sosial ekonomi,
sosial budaya, dan kebutuhan pembangunan pendidikan
nasional secara keseluruhan (Kambaton, 2012).
Perencanaan pendidikan berperan sebagai bentuk
dasar, indikasi, dan pedoman dalam pengambilan keputusan,
pelaksanaan dan pengelolaan program pendidikan,
peningkatan mutu pendidikan, pemenuhan akuntabilitas
badan pendidikan serta pembuatan kebijakan alternatif
untuk kegiatan pertumbuhan pendidikan di masa yang akan
datang.
Pada proses penyelenggaraan pendidikan, perencanaan
pendidikan memberikan arah kejelasan. Pengelolaan sistem
pendidikan dapat diterapkan dengan lebih efektif dan efisien
dengan kejelasan tersebut.
Jadi, dalam semua tatanan (struktural, institusional,
dan operasional), seorang perencana pembelajaran harus
memiliki kapasitas dan pemahaman yang luas untuk
membentuk sebuah desain yang bisa dijadikan acuan dalam
melaksanakan proses pendidikan yang akan ditempuh. Agar
memenuhi kriteria tersebut, bagian yang wajib dipahami oleh
perencana pendidikan ialah bidang analisis permasalahan
perencanaan pendidikan.
Perencanaan dapat membantu dalam pencapaian misi
dan tujuan dengan cara yang ekonomis dan tepat waktu, serta
memberikan peluang untuk pengawasan dan pengelolaan

2 Manajemen Pembiayaan Pendidikan


yang lebih mudah selama implementasi. Oleh karena itu,
perencanaan merupakan komponen serta proses utama
dalam fungsi manajemen yang memiliki peranan sangat
penting dan menentukan.
Dengan adanya perencanaan ini akan lebih meyakinkan
penghematan biaya, waktu dan energi secara produktif.
Perlunya perencanaan pendidikan di Indonesia ditandai
dengan adanya desakan masalah pada berbagai perspektif
yang suka atau tidak harus diselesaikan dengan perencanaan.
Tanpa perencanaan ataupun persiapan yang dilakukan maka
banyak permasalahan pendidikan yang tidak akan selesai
penyelesaiannya.

B. Posisi Perencanaan Pendidikan


Implementasi metodologi perencanaan pendidikan harus
sesuai dengan teknik prosedur saat ini. Apabila prosedur
tersebut tidak mendukung, maka pelaksanaan metodologi ini
akan mengalami kesulitan.
Peran sistem atau prosedur pada usaha pengembangan
nasional merupakan suatu konsensus, sehingga memiliki
artian bahwa politik itu penting. Pada umumnya, sistem
pendidikan setiap negara sangat berbeda, namun memiliki
beberapa kemiripan yang bersifat umum.
Adapun tujuh tahap perencanaan pendidikan adalah
merumuskan permasalahan perencanaan pendidikan,
mengkaji bidang masalah perencanaan, membuat konsep dan

BAB I Perencanaan Pendidikan 3


mengembangkan rencana, mengevaluasi rencana,
menspesifikasikan rencana, melaksanakan rencana dan
mengamati pelaksanaan rencana, dan memberikan umpan
balik untuk perencanaan.

Mendeskripsikan Masalah Perencanaan Pendidikan


Ruang lingkup masalah pendidikan
Pokok yang dibahas dalam hal ini ialah gambaran dan
rumusan batasan perencanaan pendidikan. Setiap tindakan
yang akan disusun dalam tahap perencanaan harus
diarahkan dalam konteks penyelesaian masalah, langkah ini
menjadi sangat kritis dan penting, karena apabila terdapat
kesalahan dalam perumusan batasan masalah maka dapat
mengakibatkan kesalahan pada langkah selanjutnya.
Semakin meningkat dan besarnya salah yang terjadi
dalam masyarakat modern menuntut perlu adanya
perencanaan. Ketika suatu tindakan atau kejadian
menyimpang dari yang seharusnya, maka itu menjadi suatu
permasalahan.
Untuk memberikan pemahaman tentang masalah
perencanaan pendidikan terdapat tiga aspek kunci yang
harus dipahami dan dipertimbangkan yaitu menjelaskan sifat
utama dari perencanaan pendidikan, rancangan dan
kebijakan yang diambil, dan dimensi perencanaan
pendidikan merupakan tiga

4 Manajemen Pembiayaan Pendidikan


Politik, ekonomi, dan waktu adalah tiga kendala utama
dalam perencanaan. Secara umum, gangguan atau kendala
yang terjadi pada tingkat yang lebih tinggi dalam fase
perencanaan pendidikan akan memberikan pengaruh lebih
besar pada tingkat yang lebih rendah.
Masalah perencanaan pendidikan berbeda dari
beberapa yang dihadapi oleh profesi lain. Perencanaan
pendidikan tidak mempunyai keahlian secara khusus.
Perencanaan pendidikan dipandang sebagai contoh
keinginan untuk terlibat dalam aktivitas masyarakat.

Pengkajian sejarah perencanaan pendidikan


Sejarah perencanaan pendidikan tidak dapat dikaji
kaitannya dengan rencana pendidikan itu sendiri, karena
baik perencanaan maupun pendidikan tidak terjadi dengan
cara yang sama seperti yang terjadi sekarang, tetapi
perkembangan dan perencanaan pendidikan berjalan sejajar
dengan pembangunan, sehingga meninggalkan cara-cara
untuk memecahkan masalahnya.
Tujuan pendidikan dan perencanaan telah berkembang
sekarang ini, yang didasarkan pada konsep kerangka kerja di
mana beberapa variabel saling berinteraksi. Adapun
ivariabel-variabel yang harus dipertimbangkan adalah
analisis kepentingan dan perencanaan terkait tata guna
lahan, peran sekolah dalam lingkungan masyaraka,
kurikulum, transportasi nilai-nilai yang terbentuk di

BAB I Perencanaan Pendidikan 5


masyarakat, serta faktor-faktor lain, baik yang rahasia
maupun yang jelas.

C. Kesenjangan antara Kenyataan


Kenyataan (dassein), adalah sudut pandang yang
menyatakan bahwa sekolah harus berdiri sendiri dan bukan
bagian dari suatu institusi, suatu pendidikan akan lebih
nyaman jika keadaan peserta didik setara dengan
ketersediaan staf pengajar saat ini dan juga pengelola sekolah
harus secara langsung mengelola operasional sekolah untuk
memenuhi kebutuhan masyarakat.
Pada kenyataannya, kondisi pembelajaran yang
diharapkan dapat membantu proses belajar mengajar,
seperti pembelajaran dengan taman bermain, kesenian, atau
olah raga, harus dimasukkan dalam perencanaan pendidikan
tersebut. Tujuan dalam teori perencanaan pendidikan ialah
apa yang seharusnya.
Berdasarkan pertimbangan di atas, terbukti bahwa
perencanaan biasanya mengarah kepada suatu sistem, yaitu
bagaimana sebuah rencana pembelajaran harus memberikan
solusi terhadap pemecahan permasalahan dan berfungsi
sebagai penghubung antara perbedaan yang ada.
1. Sumber daya dan hambatannya dalam perencanaan
pendidikan
Sumber daya dan hambatan adalah dua komponen
penting dalam pengembangan perencanaan pendidikan

6 Manajemen Pembiayaan Pendidikan


yang harus ddentifikasi dan diketahui. Ketersediaan
sumber daya dan hambatan yang ada, baik secara internal
maupun kelembagaan, menentukan apakah suatu strategi
dapat diproduksi atau dicapai secara maksimal atau tidak.

2. Menentukan bagian-bagian dari perencanaan pendidikan


beserta prioritasnya
a. Pendekatan sistem dalam perencanaan pendidikan
Proses perencanaan dan materi perencanaan
adalah dua elemen dasar dari perencanaan pendidikan.
Ketujuh tahap proses perencanaan dibangun secara
tertulis untuk menyisipkan beberapa metode yang
berhubungan dengan sosial, ekonomi, dan fisik yang
relevan dengan masalah pendidikan.
b. Komponen: Kerangka pendidikan
Gambaran yang jelas tentang sistem pendidikan
diperlukan untuk pendidikan fungsional dalam rangka
perencanaan pendidikan. Konsistensi secara
menyeluruh, serta asumsi yang digunakan untuk
memodelkan proses dan kerangka perencanaan
pendidikan, harus dipertimbangkan dengan cermat.
c. Bidang Telaahan Permasalahan Perencanaan
Metode perumusan perencanaan akan
dipengaruhi oleh seorang perencanaan pendidikan
dalam memutuskan pekerjaan yang akan dihadapi.
Akibatnya, seorang perencana harus mampu mengenali

BAB I Perencanaan Pendidikan 7


berbagai kekuatan, peluang, kelemahan, dan tantangan
(SWOT) yang akan berdampak pada proses
perencanaan, pemahaman karakter dan kebutuhan
dasar manusia, serta mampu memahami berbagai
bentuk pendekatan pada perencanaan sistem
pendidikan, mampu merancang desain pembelajaran
yang diarahkan pada aspek fisik kurikulum dan
manajemen yang disesuaikan dengan aspek politik dan
ekonomi pada lingkungannya.

Terdapat cara-cara mengevaluasi bidang masalah


perencanaan pendidikan yakni sebagai berikut:
1. Mempelajari bidang telaah dan sistem sub bidang telaah
Pendidikan ialah rangkaian suatu sistem. Ada banyak
sekali proses dalam sistem, yang kemudian membentuk
sub sistem. Prosedur ini berlangsung dalam suasana yang
dikatakan sebagai lingkungan pendidikan. Lingkungan
pendidikan yang luas inilah, yang menjadi bidang kajian
dalam masalah perencanaan pendidikan.

2. Pengumpulan data
Metode pengorganisasian data memiliki lima tahapan:
a. data dikumpulkan dan dimasukkan ke dalam sistem.
b. data dimasukkan atau disimpan di area penyimpanan
data.
c. data diolah sesuai dengan ketentuan yang ada.

8 Manajemen Pembiayaan Pendidikan


d. data disajikan dalam format fungsional.
e. sesuai kebutuhan, data ditransfer dari satu sistem titik
ke sistem lainnya. Data yang dikumpulkan kemudian
dikategorikan dan dipergunakan untuk persiapan
pendidikan jangka pendek, menengah, dan panjang.

3. Tabulasi data
Prosedur tabulasi data harus teliti dari tahun ke
tahun, sehingga diperlukan survey setiap tahun untuk
penelitian dan penelitian terkini untuk memperoleh data
yang paling terbaru. Untuk berbagai analisis data, tabulasi
data penting dalam perencanaan pendidikan.

4. Perkiraan perencanaan
Sistem peramalan pendidikan menggunakan
berbagai pendekatan yang menganalisis berbagai variabel
(masyarakat, perkembangan ekonomi, dan kegiatan yang
lain), dan pada sistem pendidikan terdapat asumsi dasar
dan khusus. Asumsi dasar meliputi faktor-faktor seperti
kelahiran, kematian, migrasi penduduk, politik, ekonomi,
bentuk pemerintahan, serta organisasi lainnya.
Sebaliknya, asumsi khusus yaitu asumsi yang di dasarkan
pada kondisi lokal.

5. Perancangan rencana
Jika perencanaan pendidikan dapat menentukan
efektivitas pada berbagai layanan, hal itu dapat

BAB I Perencanaan Pendidikan 9


memberikan kontribusi yang besar. Ada 4 bidang
perhatian untuk perencanaan pendidikan:
a. Berbagai kegiatan yang ditangani oleh sejumlah
lembaga pendidikan,
b. kebutuhan manusia terhadap lembaga pendidikan,
c. fasilitas fisik yang relevan dengan proses dan teknik,
d. manajemen gedung serta kelengkapan sekolah.
Bekerja dalam perencanaan pendidikan
membutuhkan pemahaman yang jelas tentang kebutuhan
masyarakat dan bagaimana menanganinya. Perencanaan
harus cermat, dan seorang perencana harus menemukan
keseimbangan antara apa yang diharapkan dan apa yang
mungkin terjadi. Langkah yang diperlukan dalam
mengidentifikasi kecenderungan umum yakni menelaah
konteks perencanaan, tren dan pola umum pada
masyarakat, pergerakan ekonomi, kemudian membuat
konsep serta merancang rencana dengan menentukan
tujuan dan sasaran.

6. Mengevaluasi perencanaan
Tujuan dari simulasi perencanaan pendidikan ialah
menyediakan cara untuk menganalisis aktivitas yang
berbeda dari komponen perencanaan dengan mereplikasi
atau memvisualisasikan tindakan dari suatu sistem.
Berikut ini terdapat 3 model simulasi yang digunakan:

10 Manajemen Pembiayaan Pendidikan


a. Model modifikasi kontinu (continuous modification
model),
b. model waktu tertentu (specific time model), dan
a. model peristiwa terpisah-pisah.
Dalam simulasi perencanaan, ada empat faktor
fundamental yang menjadi perhatian:
a. Fungsi perencanaan
b. Model
c. Pengukuran efektivitas model
d. Kriteria keputusan
Metode pembuatan model memperhitungkan enam
faktor:
a. Tingkat akumulasi
b. Waktu pengolahan
c. Efek transisi
d. Menjalankan model
e. Memanfaatkan variabel
f. Menetapkan parameter.
Bentuk-bentuk model yang digunakan dalam
simulasi yaitu
a. Model untuk dimensi orang
b. Model untuk posisi
c. Model untuk gerakan
d. Model untuk ekonomi
e. Model yang digunakan untuk aktivitas.

BAB I Perencanaan Pendidikan 11


Untuk mengevaluasi perencanaan pendidikan, ada
beberapa strategi yang digunakan,
a. matriks yang diinginkan
b. pemetaan peringkat
c. pembobotan sejumlah besar tujuan
d. skala peringkat ordinal
e. matriks penilaian
f. metode pembobotan dan pemeringkatan.
Setiap perencanaan harus menunjukkan manfaat
dan diperlakukan dengan sistem yang terpadu. Bagian
pokok pada perencanaan pendidikan yang komprehensif
yaitu proses fisik, sosial, dan administrasi yang
mencerminkan perlunya penyelarasan, fleksibilitas, dan
penentuan waktu komitmen dan berbagai fungsi.

7. Menspesifikasikan rencana
Untuk menyusun perencanaan yang komprehensif,
dibutuhkan rumusan masalah yang jelas. Perencanaan
muncul sebagai kegiatan partisipatif untuk mencapai
tujuan dengan memasukkan semua komponen, sehingga
tujuan tersebut dicapai oleh masyarakat yang akan
dilayani oleh lingkungan dan dipengaruhi oleh lingkungan,
yang berhak dan berkewajiban untuk berpartisipasi dalam
perencanaan pembangunan lingkungan tersebut.
Perencanaan pendidikan memerlukan rekomendasi dalam
mencapai suatu tujuan.

12 Manajemen Pembiayaan Pendidikan


8. Mengimplementasikan rencana
Kebijakan perencanaan pendidikan melibatkan
sekelompok orang tertentu. Perencanaan program
pendidikan memerlukan pengembangan konsep dan
prosedur terperinci yang akan diikuti oleh
lembaga/institusi administrasi pendidikan dalam sistem
pendidikan saat ini. Rencana pendidikan akan menjadi
pedoman untuk mengambil keputusan tentang
pelaksanaan program pendidikan dan sumber daya yang
diperlukan untuk melaksanakannya.
Perencanaan pendidikan komprehensif adalah
seperangkat nilai-nilai pendidikan dasar yang berada
dalam konstitusi yang tidak permanen. Perencanaan
pendidikan menghadapi berbagai tantangan khusus,
sehingga tidak mungkin untuk melaksanakan dan
mengoordinasikan satu metode perencanaan yang akan
memastikan efektivitas suatu organisasi. Unit operasional
yang ber tanggung jawab atas persiapan pendidikan
memiliki keahlian metodologi, yang berusaha untuk
memenuhi semua kepentingan pendidikan dengan
menggunakan standar yang realistis dan logis.
Dalam mencapai tujuan dan sasaran pendidikan,
perencanaan mencakup beberapa komponen, peran,
pelaku, dan kerja sama, yang dibutuhkan dalam suatu
perencanaan adalah kerja sama dan kesamaan berpikir

BAB I Perencanaan Pendidikan 13


sebelum proyek dimulai. Situasi kerja sama dapat dibagi
menjadi lima kategori:
a. Kerja sama antar individu
b. Kerja sama kaitannya dengan lokasi
c. Kerja sama kaitannya dengan perubahan atau
pergerakan
d. Kerja sama kaitannya dengan ekonomi
e. Kerja sama kaitannya dengan kegiatan.
Koordinasi ialah metode mengoordinasikan
program-program untuk mencegah perselisihan dan
mencapai tujuan. Tujuan dari perencanaan pendidikan
yang menyeluruh adalah guna menerjemahkan tujuan
perencanaan pendidikan secara komprehensif ke dalam
program-program tertentu dengan mengoordinasikan
berbagai kegiatan dalam tujuan berbagai lembaga
pendidikan.

9. Pemantau Pelaksanaan Rencana dan Umpan Balik bagi


Perencanaan
Monitoring perencanaan berkelanjutan berfungsi
sebagai mekanisme manajemen yang berguna dalam
teknik pengaplikasiannya. Persiapan monitoring bisa
digunakan untuk mengklasifikasikan setiap tugas yang
dilakukan dan untuk menetapkan rencana yang sistematis.
Teknik penjadwalan, misalnya:
a. Critical Path Method (CPM)

14 Manajemen Pembiayaan Pendidikan


b. Program Evaluation Research Task (PERT).
Diagram penjadwalan yang dipergunakan pada
kegiatan pemantauan, seperti:
a. Diagram Grant
b. diagram PERT
c. precedence diagram.

BAB I Perencanaan Pendidikan 15


16 Manajemen Pembiayaan Pendidikan
2 OTONOMI
PENDIDIKAN
A. Otonomi Pendidikan
Penerapan sistem desentralisasi sebagai kelanjutan
diberlakukannya Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1999
tentang Otonomi Daerah berdampak pada penyelenggaraan
pendidikan yaitu memberikan ruang lebih bagi pengelola
pendidikan untuk menciptakan strategi kompetisi dalam era
persaingan guna mencapai mutu dan kinerja pendidikan
mandiri. Kebijakan desentralisasi akan berdampak besar
pada perkembangan pendidikan. Setidaknya ada empat
dampak positif yang mendukung kebijakan desentralisasi
pendidikan:
1. Peningkatan mutu, khususnya dengan adanya
kewenangan sekolah, memungkinkan sekolah lebih
leluasa dalam menangani dan memotivasi sumber
dayanya.
2. Efisiensi keuangan ini dapat dicapai dengan mengurangi
biaya operasional dan menggunakan sumber pajak
daerah.

17
3. Memotong rantai birokrasi yang panjang dan menghapus
proses bertingkat yang terdapat pada kinerja
administratif.
4. Perluasan dan pendistribusian, memungkinkan
terselenggaranya pendidikan di daerah terpencil, sehingga
terjadinya perluasan dan distribusi pendidikan.

Desentralisasi pendidikan memerlukan penguatan


basis pendidikan yang demokratis, terbuka, dan produktif,
serta melibatkan masyarakat sekitar. Buchori Muctar (2001)
Pendidikan merupakan faktor kunci dalam pertumbuhan
manusia, karena mendorong perkembangan pengetahuan,
keterampilan, nilai, dan budaya.
Desentralisasi dalam pendidikan dapat terjadi dalam
tiga bentuk yaitu dekonstrasi, delegasi, dan devolusi
(Fiorestal 1997).
Metode pendelegasian sebagian kewenangan kepada
pemerintah atau lembaga yang lebih rendah dengan
pengawasan dari pusat dikenal sebagai dekonstrasi. Delegasi
memerlukan pengalihan kekuasaan penuh tanpa perlu
supervisi dari pemerintah pusat. Sementara itu,
pendelegasian membutuhkan pengalihan kewenangan
penuh, sehingga tidak memerlukan pengawasan pemerintah
pusat. Tahapan devolusi di bidang pendidikan akan terjadi
jika mencukupi empat kriteria yakni

18 Manajemen Pembiayaan Pendidikan


1. Terpisahnya peraturan perundangan yang mengatur
pendidikan daerah dan pusat;
2. dalam mengelola pendidikan lembaga daerah memiliki
kebebasan;
3. terlepas dari supervisi hierarkis pusat;
4. kewenangan lembaga daerah diatur dengan peraturan
perundangan.

Berdasarkan karakteristik tersebut, maka


desentralisasi pendidikan Indonesia berbasis kepada UU No.
22 Tahun 1999 yang memberikan kontribusi pada
pembaharuan pelaksanaannya sebagaimana diatur dalam
Peraturan Pemerintah No. 25 Tahun 2000, di mana segala
urusan pendidikan secara tegas berada di bawah
kewenangan Pemerintah Kabupaten/Kota, kecuali
Pendidikan Tinggi. Kewenangan pemerintah pusat hanya
menetapkan standar minimal tentang calon peserta didik,
kurikulum nasional, kompetensi peserta didik, evaluasi hasil
belajar, materi pokok, panduan pembiayaan pendidikan, dan
fasilitas penyelenggaraan.
Pendidikan bersifat otonom dalam artian otonomi
pendidikan. Otonomi diartikan sebagai kemampuan untuk
menghidupi diri seseorang, organisasi, atau suatu daerah,
sehingga pendidikan mampu memberikan suatu otonomi
dalam menjalankan peran sebagai manajemen kelembagaan
pendidikan.

BAB II Otonomi Pendidikan 19


Namun, pemberlakuan otonomi pendidikan tampaknya
tidak berjalan sesuai dengan yang diharapkan. Pada
kenyataannya, pemberlakuan otonomi telah menimbulkan
banyak persoalan, yang paling serius di antaranya adalah
tingginya biaya pendidikan. Sedangkan otonomi pendidikan
mempunyai makna demokrasi dan keadilan sosial, yang
mengartikan bahwa pendidikan dilaksanakan secara
demokratis untuk mencapai hasil yang diinginkan dan
dimaksudkan untuk menunjang masyarakat sesuai dengan
keinginan bangsa dalam mencerdaskan kehidupan bangsa.

B. Konsep Otonomi Pendidikan


Menurut Tilaar, konsep otonomi dalam arti pendidikan
desentralisasi meliputi 6 aspek, yakni
1. Keseimbangan antara otoritas pusat dan daerah
dikendalikan.
2. Mengelola keterlibatan masyarakat dalam pendidikan.
3. Meningkatkan keterampilan pemerintah daerah.
4. Pemanfaatan sumber daya pendidikan.
5. Hubungan antar stakeholder pendidikan.
6. Pertumbuhan prasarana sosial

Hak dan kewajiban individu, orang tua, masyarakat, dan


pemerintah, otonomi pendidikan tercantum dalam UU Sistem
Pendidikan Nasional No. 20 Tahun 2003.
Dalam Pasal 8, bagian ketiga mengenai Hak dan
Kewajiban disebutkan bahwa “Masyarakat memiliki hak

20 Manajemen Pembiayaan Pendidikan


untuk terlibat dalam mempersiapkan, pelaksanaan,
pengontrolan, dan penilaian program pendidikan: Pasal 9
Masyarakat wajib memberikan bantuan sumber daya dalam
penyelenggaraan pendidikan”.
Pada bagian keempat, Pasal 11 ayat (2) mengenai hak
dan kewajiban Pemerintah dan pemerintah daerah
menyatakan: “Pemerintah dan Pemerintah Daerah
berkewajiban menjamin penyelenggaraan pendidikan bagi
setiap warga negara yang berusia tujuh sampai lima belas
tahun.” "Pasal 24 ayat (2), mengenai pendidikan tinggi,
dinyatakan bahwa perguruan tinggi memiliki otonomi untuk
menyelenggarakan sendiri lembaga sebagai pusat
pendidikan tinggi, kajian ilmiah, dan pengabdian kepada
masyarakat”
Pada uraian tersebut, dapat disimpulkan bahwa
otonomi pendidikan memiliki pengertian luas yang meliputi
teori, tujuan, format, dan isi pendidikan, serta manajemen
pendidikan. Asumsinya, tiap daerah otonom harus
mempunyai visi dan misi pendidikan yang jelas dan
berjangka panjang dengan melakukan kajian yang mendalam
dan luas mengenai pola pertumbuhan masyarakat untuk
memperoleh potensi pembinaan dan tindak lanjut
masyarakat, serta merancang sistem pendidikan dengan ciri
budaya bangsa Indonesia yang Bhineka Tunggal Ika dalam
perspektif tahun 2020. Kemandirian daerah harus diikuti

BAB II Otonomi Pendidikan 21


dengan evaluasi diri, yang melibatkan pengaruh internal dan
eksternal di daerah guna mendapatkan gambaran yang benar
tentang keadaan daerah, sehingga dapat dibangun strategi
yang matang dan kokoh untuk mengangkat martabat suatu
daerah yang berbudaya sekaligus meningkatkan daya saing
melalui otonomi pendidikan yang berkualitas.

1. Permasalahan dalam Pelaksanaan Otonomi Pendidikan


Karena kurangnya struktur sosial, politik, dan
ekonomi, desentralisasi pendidikan, atau yang disebut
Otonomi Pendidikan, belum sepenuhnya dilaksanakan
sebagaimana mestinya. Kurikulum, kualitas administrasi,
pendapatan dan biaya pendidikan, serta pemerataan
pendidikan, semuanya akan dipengaruhi oleh otonomi
pendidikan.
Terdapat enam faktor yang menjadi penyebab
implementasi otonomi pendidikan belum berjalan, yakni
a. Peraturan dan cara kerja pada tingkat kabupaten dan
kota belum jelas.
b. Kurangnya sumber daya manusia dan infrastruktur
sehingga manajemen pendidikan di sektor publik
belum dapat diterapkan secara otonom.
c. Anggaran pendidikan dan APBD belum mencukupi.
d. Rendahnya komitmen pemerintah pusat dan
pemerintah daerah untuk mengikutsertakan
masyarakat dalam manajemen pendidikan.

22 Manajemen Pembiayaan Pendidikan


e. Walikota sebagai penguasa tertinggi kurang
memperhatikan keadaan pendidikan di daerah,
akibatnya anggaran pendidikan bukan menjadi
prioritas utama.
f. Karena adanya perbedaan yang terdapat pada layanan,
infrastruktur dan dana, setiap daerah mempunyai
perbedaan dalam penyelenggaraan pendidikan.
Akibatnya, terdapat perbedaan antar daerah sehingga
membuat pemerintah untuk menetapkan standar mutu
pendidikan nasional dengan memperhatikan keadaan
di setiap daerah tersebut.

2. Pelaksanaan Otonomi Daerah dalam Dunia Pendidikan


Sekolah didirikan sebagai lembaga publik yang
melayani kebutuhan masyarakat, maka otonomi
pendidikan yang sejati harus dapat diper-
tanggungjawabkan, artinya kebijakan pendidikan harus
dapat dipertanggungjawabkan kepada publik atau
masyarakat. Otonomi yang tidak diikuti dengan
transparansi publik dapat menimbulkan tindakan yang
sewenang-wenang.
Beberapa gagasan muncul sebagai cara untuk
mengatasi tantangan dalam penerapan otonomi
pendidikan, yakni

BAB II Otonomi Pendidikan 23


a. Meningkatkan Manajemen Pendidikan Sekolah
Standar pendidikan dapat diukur dari segi proses
dan produk, menurut Wardiman Djajonegoro (1995).
Dari segi proses, jika proses belajar dilaksanakan
dengan sukses, siswa akan menjalani pembelajaran
yang bermakna. Jika salah satu atau lebih dari
karakteristik di bawah ini ada dalam pendidikan, itu
disebut sebagai faktor kualitas dan produk.
1) Siswa menunjukkan tingkat penguasaan tugas
belajar yang tinggi yang harus diselesaikan untuk
memenuhi tujuan dan sasaran pendidikan, seperti
hasil belajar akademik yang tercermin dalam
prestasi belajar.
2) Hasil pendidikan yang disesuaikan dengan
kebutuhan siswa di dunia kerja.
Berdasarkan keadaan ini, perlu dilakukan
pembenahan pengelolaan pendidikan yang berbasis
kepada kompetensi dan kesejahteraan guru. Menurut
Simmons & Alexander (1980), 3 faktor yang dapat
membantu memajukan kualitas pendidikan adalah
motivasi guru, buku pelajaran dan bahan bacaan serta
pekerjaan rumah. Dari temuan studi ini jelas menunjukkan
bahwa penentu terakhir dalam peningkatan kualitas
pendidikan bukanlah perubahan kurikulum, keterampilan
manajemen, atau kebijakan di tingkat pemerintah pusat

24 Manajemen Pembiayaan Pendidikan


atau daerah, melainkan faktor internal di sekolah, seperti
tanggung jawab guru dan sarana pendidikan serta
penggunaannya. Prinsipnya, sebagai top manajemen,
kepala sekolah harus mampu memberdayakan seluruh
komponen sekolah yang dimiliki untuk menangani semua
infrastruktur guna mencapai produktivitas yang optimal.
Pimpinan sekolah harus ikut berpartisipasi, komite
dan orang tua serta anggota masyarakat untuk
merumuskan dan mewujudkan visi dan tujuan sekolah,
dengan meningkatkan kualitas pendidikan secara
bersama, salah satu tujuan Undang-Undang Nomor 20
Tahun 2003 adalah memberdayakan masyarakat,
mendorong inisiatif dan inovasi, serta meningkatkan
partisipasi masyarakat, termasuk dalam peningkatan
sumber pendanaan.
b. Reformasi Lembaga Keuangan Hubungan Pusat Daerah
Untuk memberikan pelayanan publik yang
berkualitas, penyusunan keuangan antar pusat dan
daerah dalam hal pengelolaan pendapatan dan
penggunaan perlu dilakukan untuk pengeluaran rutin
dan pertumbuhan daerah.
Sumber keuangan antara lain pendapatan asli
daerah, dana perimbangan, pinjaman, dan pendapatan
hukum lainnya yang dimaksudkan untuk mendukung
penyelenggaraan kegiatan di suatu daerah, terutama di

BAB II Otonomi Pendidikan 25


daerah miskin yang penyalurannya dilakukan secara
merata. Bila dimungkinkan, subsidi silang dibuat antara
daerah kaya dengan daerah kurang mampu, untuk
memastikan bahwa pendidikan diberikan secara
merata dan berkualitas sesuai dengan persyaratan
pemerintah.

3. Kemauan Pemerintah Daerah Melakukan Perubahan


Standar pendidikan di daerah otonom ditetapkan
oleh kebijakan pemerintah daerah. Jika pemerintah
daerah memiliki kemampuan politik kuat dan kompeten
untuk meningkatkan pendidikan, maka akan ada peluang
bahwa pendidikan di daerahnya akan meningkat.
Jika daerah tanpa visi pendidikan yang kuat dapat
diyakinkan bahwa mereka akan menghadapi stagnasi dan
kemandekan dalam upaya untuk memberdayakan
masyarakat yang berpendidikan dan tidak akan pernah
mendapatkan momentum untuk berkembang. DPRD
merupakan dewan pengambil keputusan di tingkat
daerah, sehingga otonomi pendidikan harus mendapatkan
dukungan dari DPRD. DPRD harus berperan penting dalam
membentuk paradigma dan visi serta menjadi mitra yang
sukses di bidang pendidikan. Pemerintah daerah diberi
umpan balik secara sistematis dalam pembangunan
daerahnya.

26 Manajemen Pembiayaan Pendidikan


4. Membangun Pendidikan Berbasis Masyarakat
Keadaan kekayaan semua daerah tidak merata di
Indonesia. Oleh karena itu, pemerintah daerah harus
mengikutsertakan tokoh masyarakat, ilmuwan, pakar
kampus, serta pemerintah daerah dan kota dalam
pembangunan daerahnya, bukan hanya sebagai
pemerhati, pengamat, dan pengkritik kebijakan daerah.
Sebaiknya lembaga pendidikan juga terbuka dan lebih
memperhatikan opini serta berkewajiban memberikan
kontribusi bagi masalah kemasyarakatan.

5. Pengaturan Kebijakan Pendidikan antara Pusat dan


Daerah
Pemerintah pusat dilarang ikut campur kebijakan
pendidikan daerah. Pemerintah pusat hanya diizinkan
untuk memberikan kebijakan yang bersifat nasional
seperti aspek mutu, pemerataan serta menentukan
standar nilai pendidikan.
Pemerintah pusat dalam hal ini berfungsi sebagai
fasilitator dan katalisator bukan sebagai regulator. Karena
manajemen pendidikan didesentralisasikan di tingkat
sekolah, lembaga pemerintah hanya memberikan sumber
daya atau bantuan untuk memastikan bahwa proses
pendidikan berjalan dengan lancar.

BAB II Otonomi Pendidikan 27


28 Manajemen Pembiayaan Pendidikan
3 MANAJEMEN
KEUANGAN SEKOLAH

A. Pengertian Manajemen Keuangan


Salah satu substansi manajemen sekolah yang akan
menentukan arah kegiatan pendidikan di sekolah adalah
manajemen keuangan. Sama halnya manajemen keuangan,
seperti manajemen pendidikan lainnya, dilakukan melalui
proses persiapan, pengaturan, pengarahan, koordinasi dan
pemantauan. Kegiatan dalam manajemen keuangan adalah
mendapatkan dan menilai sumber pendanaan, alokasi dana,
pemantauan, audit serta transparansi dana.
Manajemen keuangan adalah suatu tindakan
pengelolaan/administrasi keuangan yang melibatkan
pendokumentasian, persiapan, pelaksanaan, transparansi,
dan pelaporan, menurut Departemen Pendidikan Nasional
(Depdiknas) (2000). Dengan demikian, pengelolaan
keuangan sekolah dapat digambarkan sebagai seperangkat
kegiatan yang bertujuan untuk mengatur keuangan sekolah,
antara lain penganggaran, pembukuan, pengeluaran,
pemeriksaan, dan pertanggungjawaban keuangan.

29
Sumber pendanaan dan pembiayaan sekolah dapat
dibagi menjadi tiga kategori:
1. Pemerintah pusat maupun daerah, atau keduanya yang
bersifat umum atau khusus yang ditujukan untuk tujuan
pendidikan
2. Orang tua/siswa
3. Masyarakat

Terkait dengan kontribusi keuangan dari orang tua dan


masyarakat, UU Sistem Pendidikan Nasional Tahun 1989
menyatakan bahwa karena terbatasnya kemampuan
pemerintah untuk memenuhi dana pendidikan, maka
tanggung jawab pemenuhan dana pendidikan menjadi
tanggung jawab pemerintah, masyarakat, dan orang tua.
Biaya rutin dan pembiayaan pembangunan termasuk dalam
dimensi pengeluaran.
Gaji pegawai, biaya operasional, biaya pemeliharaan
gedung, serta fasilitas, dan peralatan kelas (barang habis
dipakai), semuanya merupakan contoh biaya rutin yang
dikeluarkan dari tahun ke tahun. Biaya pembangunan, di sisi
lain, termasuk biaya untuk membeli atau pengembangan
tanah, pembangunan gedung, merehabilitasi struktur,
menambah furnitur, ini merupakan pengeluaran yang tidak
habis pakai. Manajemen keuangan harus dikelola dengan
benar dan menyeluruh dalam pelaksanaan MBS, dimulai
dengan penyusunan anggaran, pemanfaatan, pemantauan,

30 Manajemen Pembiayaan Pendidikan


dan transparansi sesuai dengan ketentuan terkait, untuk
memastikan bahwa semua dana sekolah digunakan secara
efektif, efisien, tanpa kebocoran, dan bebas KKN.
Faktor pokok manajemen keuangan yaitu
1. Kebijakan anggaran;
2. mekanisme akuntansi keuangan;
3. prosedur untuk pembelajaran, pergudangan, dan
distribusi;
4. proses pendanaan;
5. strategi pengawasan.

Konsep pembagian tugas antara peran otorisator,


ordonator, dan bendahara mengikuti penerapan manajemen
keuangan. Otorisator ialah pejabat yang memiliki
kewenangan untuk membuat keputusan yang
mempengaruhi pendapatan dan pengeluaran anggaran.
Seorang ordonator adalah pejabat pemerintah yang memiliki
kekuasaan untuk menguji dan memerintahkan penggantian
untuk semua tindakan yang diambil sesuai dengan otorisasi
yang telah ditentukan. Bendahara adalah pejabat pemerintah
yang mempunyai kekuasaan untuk mengumpulkan,
menyimpan, dan mencairkan uang dan aset lain yang bernilai
ekonomi, serta menghitung dan mempertanggungjawabkan.
Kepala sekolah memiliki fungsi sebagai otorisator dan
ordonator guna menginstruksi pembiayaan. Karena
kewajiban kepala sekolah melakukan pengawasan, tidak

BAB III Manajemen Keuangan Sekolah 31


disarankan untuk menjalankan peran bendaharawan.
Bendaharawan selain menjalankan peran sebagai
bendaharawan juga memiliki ordonator jabatan atas
pembayaran.

B. Prinsip-prinsip Manajemen Keuangan


Berbagai nilai harus diperhatikan saat mengelola keuangan
sekolah. Pengelolaan dana pendidikan didasarkan pada
prinsip keadilan, kinerja, keterbukaan, dan akuntabilitas
publik, sesuai dengan Pasal 48 UU No. 20 Tahun 2003.
Selanjutnya, konsep efektivitas harus ditekankan pada
pengelolaan keuangan ini. Setiap nilai tersebut, yakni
1. Transparansi
Istilah "Transparan" mengacu pada keterbukaan. Di
bidang manajemen, transparan mengacu pada
keterbukaan dalam menangani suatu kegiatan.
Pengelolaan keuangan yang transparan di lembaga
pendidikan memerlukan transparansi dalam pengelolaan
keuangan, yaitu keterbukaan sumber dan jumlah
keuangan, spesifikasi pemakaian, dan pertang-
gungjawaban harus jelas atau terperinci agar pihak yang
berkepentingan dapat lebih mudah memahaminya.
Transparansi keuangan penting dalam rangka menambah
dukungan orang tua, masyarakat, dan pemerintah untuk
pelaksanaan semua program pendidikan di sekolah. Selain
itu, dengan penyajian informasi yang akurat dan

32 Manajemen Pembiayaan Pendidikan


kemudahan dalam mengakses serta keterbukaan akan
menumbuhkan rasa saling percaya antara pemerintah,
masyarakat, orang tua, dan siswa.
Informasi keuangan apa pun yang tersedia untuk
seluruh warga sekolah dan orang tua siswa, seperti
Rencana Anggaran Pendapatan dan Belanja Sekolah
(RAPBS), dapat ditempatkan di papan pengumuman di
ruang guru atau di depan ruang administrasi sehingga
siapa saja yang memerlukan informasi bisa
mendapatkannya dengan cepat. Orang tua siswa akan
mengetahui berapa banyak uang yang diperoleh sekolah
dari orang tua siswa dan bagaimana itu dipergunakan.
Memperoleh penjelasan seperti di atas akan
meningkatkan kepercayaan orang tua siswa dengan
sekolah.

2. Akuntabilitas
Akuntabilitas mengacu pada kemampuan seseorang
untuk dinilai oleh orang lain berdasarkan hasil
pekerjaannya dalam melaksanakan tugas dan mencapai
tujuan yang menjadi tanggung jawabnya. Akuntabilitas
dalam pengelolaan keuangan mengacu pada kemampuan
mempertanggungjawabkan penggunaan biaya sekolah
sesuai yang telah ditentukan.
Pihak sekolah membelanjakan uang secara ber
tanggung jawab berdasarkan rencana yang telah

BAB III Manajemen Keuangan Sekolah 33


ditentukan sebelumnya dan peraturan yang relevan.
Pertanggungjawaban bisa kepada orang tua, masyarakat,
dan pemerintah. Ada tiga dasar pokok yang harus ada
sebelum akuntabilitas dibangun, yaitu (1) penyelenggara
sekolah transparan dalam menerima saran dan
mengikutsertakan berbagai elemen ke dalam manajemen
sekolah, (2) peningkatan kinerja yang dapat dinilai dalam
tanggung jawab, peran, dan kewenangan masing-masing
lembaga, (3) adanya partisipasi dalam membangun
lingkungan yang ramah untuk program komunitas dengan
proses sederhana, biaya rendah, dan layanan cepat.

3. Efektivitas
Pencapaian tujuan yang telah ditentukan
sebelumnya sering digunakan untuk menggambarkan
efektivitas. Garner (2004) menjelaskan efektivitas
memiliki konsep lebih dalam untuk suksesnya, karena
tidak berakhir sampai target tercapai, melainkan berlanjut
sampai visi lembaga terwujud. Effectiveness characterized
by qualitative outcomes. Efektivitas menekankan hasil
kualitatif daripada hasil kuantitatif. Apabila kegiatan
dapat mengatur keuangan untuk membiayai kegiatan
tersebut dalam upaya mencapai tujuan organisasi yang
bersangkutan, dan hasil kualitatif sesuai dengan strategi
yang sudah ditentukan, maka pengelolaan keuangan
dikatakan mengikuti asas efektivitas.

34 Manajemen Pembiayaan Pendidikan


4. Efisiensi
Efisiensi berhubungan dengan jumlah hasil suatu
kegiatan. Efficiency characterized by quantitative outputs
(Garner, 2004)." Rasio antara masukan dan keluaran, atau
antara daya dan keluaran, adalah efisiensi. Daya yang
dimaksud seperti tenaga, pemikiran, waktu, dan biaya
Perbandingan tersebut bisa dilihat dari dua hal:
a. Segi Penggunaan Waktu, Tenaga dan Biaya
Kegiatan menjadi efektif jika mampu memberikan
hasil yang diinginkan dengan waktu, tenaga, dan uang
sesedikit mungkin.
b. Segi Hasil
Kegiatan dikatakan efektif apabila jumlah waktu,
sumber daya, dan uang yang dihabiskan memberikan
hasil terbaik dalam hal kuantitas dan kualitas.
Tingkat kualitas dan efektivitas yang tinggi
memungkinkan masyarakat untuk menerima layanan
yang memuaskan dengan memanfaatkan sumber daya
yang tersedia secara efisien dan bertanggungjawab.

C. Tujuan Manajemen Keuangan


Kebutuhan dana untuk kegiatan sekolah dapat diatur,
diupayakan pengadaannya, dibukukan secara transparan,
dan digunakan untuk membiayai pelaksanaan program
sekolah secara efektif dan efisien melalui kegiatan

BAB III Manajemen Keuangan Sekolah 35


manajemen keuangan. Dengan ini tujuan pengelolaan
keuangan adalah:
1. Meningkatkan efektivitas dan efisiensi penggunaan dana
sekolah.
2. Membuat anggaran sekolah lebih akuntabel dan
transparan.
3. Meminimalisir penyalahgunaan dana sekolah.

Guna tercapainya hal ini, kepala sekolah harus memiliki


kreativitas dalam mengidentifikasi sumber pendanaan,
menunjuk bendahara untuk mengelola pembukuan dan
tanggung jawab keuangan, dan memastikan bahwa dana
digunakan secara tepat sesuai dengan peraturan perundang-
undangan yang relevan.
Tujuan utama manajemen keuangan yaitu
1. Pastikan bahwa uang yang tersedia digunakan untuk
program sekolah harian, dengan uang yang berlebih
diinvestasikan kembali.
2. Menjaga perlengkapan sekolah dalam kondisi yang baik
3. Pastikan bahwa aturan dan prosedur untuk penerimaan,
pencatatan, dan membelanjakan uang dipahami, dan
diikuti dengan baik.

Tugas Manajer Keuangan


Pengelolaan keuangan mengikuti prinsip pembagian
tugas antara peran Otorisator, Ordonator, dan

36 Manajemen Pembiayaan Pendidikan


Bendaharawan dalam pengaplikasiannya. Otorisator
memiliki wewenang untuk mengambil keputusan yang
menghasilkan pendapatan dan pengeluaran anggaran.
Seorang ordonator adalah pejabat pemerintah yang
memiliki kekuasaan untuk menguji dan memerintahkan
penggantian untuk semua tindakan yang diambil sesuai
dengan otorisasi yang telah ditentukan. Bendahara adalah
pejabat pemerintah yang berwenang mengumpulkan,
menyimpan, dan mengeluarkan uang, serta ber tanggung
jawab untuk menghitung dan mempertang-
gungjawabkannya.
Kepala Sekolah, sebagai manajer, bertindak sebagai
pemberi kuasa dan diberi wewenang untuk memerintahkan
pembayaran kepada Ordonator. Namun menjalankan
pekerjaan Bendahara tidak dibenarkan karena perlu
dilakukan pengawasan internal. Sedangkan Bendahara
diberikan posisi sebagai ordonator untuk menguji hak
pembayaran di samping tugas bendahara.
Manajer keuangan sekolah ber tanggung jawab untuk
menilai anggaran sekolah, mengumpulkan dana untuk
fasilitas sekolah, dan menggunakan dana tersebut untuk
memenuhi keperluan sekolah.

Peran manajer keuangan diantara lain sebagai berikut:


1. Manajemen persiapan prakiraan.

BAB III Manajemen Keuangan Sekolah 37


2. Manajemen berkonsentrasi pada keputusan pengeluaran
dan pendanaan.
3. Pengawasan kolaborasi dengan pihak lain
4. Penggunaan dana dan mencari sumber pendanaan

Pemikiran seorang manajer keuangan harus imajinatif


dan dinamis. Ini penting karena manajemen manajer
keuangan berkaitan dengan persoalan keuangan, yang sangat
penting dalam penyelenggaraan kegiatan sekolah. Strategi
keuangan penting bagi seorang manajer keuangan. Adapun
beberapa strateginya adalah;
1. Strategic Planning
Hubungan antara tekanan internal dan kebutuhan
eksternal yang datang dari luar. Mengandung unsur
analisis kebutuhan, proyeksi, peramalan, ekonomi, dan
keuangan
2. Strategic Management
Perencanaan, strategis, struktur organisasi,
kekuasaan, strategis, dan kebutuhan primer adalah contoh
cara menangani proses perubahan.
3. Strategic Thinking
Sebagai kerangka pokok untuk merumuskan tujuan dan
hasil secara berkelanjutan.

D. Manajemen Keuangan Sekolah


Setiap unit kerja, termasuk sekolah, tidak bisa dilepaskan
dari urusan keuangan seperti Sumbangan Pembinaan

38 Manajemen Pembiayaan Pendidikan


Pendidikan (SPP), uang dan gaji untuk kesejahteraan staf, dan
keuangan yang secara khusus berhubungan dengan
administrasi sekolah, seperti memperbaiki infrastruktur
sekolah dan lain-lain.
Di bawah ini beberapa instrumen (format-format) yang
menggambarkan adanya tindakan manajemen keuangan di
sekolah tersebut.
1. Manajemen Pembayaran SPP
Dasar hukum penyusutan SPP adalah keputusan
bersama tiga menteri yaitu
a. Menteri dalam negeri (No.221 Tahun 1974)
b. Menteri P&K (No.0257/K/1974)
c. Menteri keuangan (No. Kep. 1606/MK//1974)
tertanggal: 20 Nopember 1974
SPP dimaksudkan untuk membantu pembangunan
pendidikan sebagaimana yang dimaksudkan dalam Pasal
12 Perpres, yaitu penyelenggaraan sekolah, kesejahteraan
personel, perbaikan fasilitas, dan kegiatan supervisi. Yang
dimaksud penyelenggaraan sekolah ialah:
a. Penyediaan alat atau bahan manajemen
b. Penyediaan alat atau materi pembelajaran
c. Penyelenggaraan ulangan, evaluasi belajar, kartu
pribadi, rapor dan STTB
d. Adanya perpustakaan sekolah
e. Prakarya dan pelajaran praktik

BAB III Manajemen Keuangan Sekolah 39


Selanjutnya diatur dalam pasal 18 bahwa peran
kepala sekolah dalam pengelolaan SPP adalah sebagai
bendahara khusus yang bertugas mengumpulkan,
menyetor, dan menggunakan dana yang telah disisihkan
terutama dari pengelolaan sekolah.

2. Manajemen Keuangan yang Berasal dari Negara


(Pemerintah)
Istilah "keuangan dari negara" mengacu pada
pembayaran gaji kepada pegawai dan guru, serta
pengeluaran untuk barang. Beberapa format yang
diperlukan untuk akuntabilitas uang, sebagai berikut:
a. Daftar permintaan gaji
b. Surat perintah mengambil uang

3. Lain-lain
Guru dan pegawai terkadang memiliki hubungan
finansial yang bersangkut paut, terutama dalam hal
keuangan (gaji). Misalnya, kegiatan arisan di sekolah serta
koperasi antara guru dan hal lainnya.
Akibatnya, kepala sekolah, sebagai pimpinan
lembaga, dituntut untuk mengetahui secara pasti berapa
besar gaji bersih bawahannya, dan upaya untuk
meningkatkan kesejahteraan pegawai harus
mempertimbangkan data tersebut.

40 Manajemen Pembiayaan Pendidikan


Maka dari itu perancangan hendaknya harus
dilakukan sebagai berikut:
a. Membuat daftar rencana yang perlu dilaksanakan;
b. membuat jadwal berdasarkan skala prioritas
pelaksanaan;
c. menetapkan program kerja dan rincian program.
d. Menentukan kebutuhan spesifik program yang akan
dilaksanakan.
e. Menentukan jumlah uang yang dibutuhkan.
f. Menetapkan sumber dana untuk pendanaan rencana
tersebut.

E. Sumber Keuangan Sekolah


1. Dana dari Pemerintah
Dana pemerintah dialokasikan ke seluruh sekolah
untuk setiap tahun ajaran melalui Anggaran Rutin dalam
Daftar Isian Kegiatan (DIK). Bentuk dana ini dikenal
dengan dana rutin. Jumlah siswa kelas I, dan I umumnya
digunakan untuk menilai jumlah dana yang disalurkan di
dalam DIK.
Pemerintah sudah menetapkan anggaran dan jumlah
dana untuk setiap bentuk anggaran di DIK. Penggunaan
anggaran harus diikuti dengan pengeluaran dan tanggung
jawab dalam penggunaan dana rutin tersebut. Selain DIK,
pemerintah kini membagikan dana Bantuan Operasional

BAB III Manajemen Keuangan Sekolah 41


Sekolah (BOS). Dana ini disalurkan secara berkala dan
digunakan untuk mendanai semua kebutuhan sekolah.

2. Dana dari Orang Tua Siswa


Biaya dari masyarakat adalah salah satu bentuk
pendanaan komite. Rapat komite sekolah menentukan
besaran iuran yang harus dibayarkan oleh orang tua siswa.
Dana komite terdiri dari item-item berikut:
a. Salah satunya adalah dana tetap bulan. Dana tetap
bulan, yaitu sumbangan bulanan yang harus dilakukan
orang tua selama anaknya tetap bersekolah.
b. Dana incidental yang dibayarkan oleh siswa baru, di
mana pembayarannya hanya sekali selama tiga tahun
selama mereka sebagai siswa (pembayaran dapat
diangsur).
c. Dana sukarela yang ditawarkan kepada orang tua siswa
yang dermawan dan bersedia berkontribusi tanpa
pamrih.

3. Dana dari Masyarakat


Dana ini biasanya merupakan sumbangan sukarela
yang tidak mengikat anggota masyarakat sekolah yang
tertarik dengan program pendidikan sekolah.
Kepeduliannya diekspresikan dalam sumbangan sukarela
yang ia berikan karena merasa terdorong untuk
berkontribusi bagi kemajuan pendidikan.

42 Manajemen Pembiayaan Pendidikan


Dana ini biasanya berasal dari individu, organisasi,
yayasan, atau bisnis, baik pemerintah maupun swasta.

4. Dana dari Alumni


Bantuan alumni untuk meningkatkan taraf sekolah
tidak selalu dalam bentuk uang (contohnya buku, alat dan
perlengkapan belajar). Dana yang dikumpulkan sekolah
dari alumni, di sisi lain, merupakan sumbangan sukarela
dan tidak mengikat dari mereka, yang bertujuan untuk
membantu kelancaran kegiatan dan pengembangan
sekolah. Sebagian dari dana ini berasal dari alumni secara
langsung, sementara yang lain dikumpulkan melalui reuni
sekolah.

5. Dana dari Peserta Kegiatan


Dana ini diterima oleh siswa atau anggota
masyarakat yang mengikuti program pendidikan
ekstrakurikuler seperti pelatihan komputer, pelajaran
bahasa Inggris, atau keterampilan lainnya.

6. Dana dari Kegiatan Wirausaha Sekolah


Beberapa sekolah berpartisipasi dalam kegiatan
usaha untuk mengumpulkan uang. Dana ini merupakan
hasil kompilasi dari berbagai kegiatan wirausaha sekolah,
seperti koperasi, kantin sekolah, bazar tahunan, warung
telepon, tempat fotokopi, dan lain sebagainya, yang dapat
dikelola oleh staf sekolah atau siswa sendiri.

BAB III Manajemen Keuangan Sekolah 43


F. Proses Pengelolaan Keuangan di Sekolah
Komponen keuangan sekolah merupakan komponen
produksi yang menentukan bagaimana program belajar
mengajar terlaksana. Dengan kata lain, kegiatan apa pun yang
diikuti sekolah itu membutuhkan biaya. Vincen P Costa
(2000: 175) menjelaskan bagaimana mengatur aliran uang
yang diperoleh dan dikeluarkan di tingkat pengelolaan, mulai
dari mempersiapkan, mengoordinasikan, melaksanakan, dan
pengawasan kegiatan hingga memberikan masukan.
Kegiatan perencanaan memutuskan apa yang harus
dilakukan, di mana, kapan, dan berapa lama akan
dilaksanakan, dan bagaimana cara melaksanakannya. Aturan
dan prosedur ditentukan dengan mengoordinasikan tugas
atau kegiatan pengorganisasian. Kegiatan pelaksanaan
memutuskan siapa yang terlibat, apa yang dicapai, dan
bagaimana setiap individu dimintai pertanggungjawaban.
Kegiatan pemeriksaan mengatur syarat seperti cara
melakukannya dan dikerjakan oleh siapa. Perilaku umpan
balik tersebut akan menghasilkan kesimpulan dan
rekomendasi untuk kelangsungan jangka panjang
manajemen operasional sekolah.
Muchdarsyah Sinungan menekankan pentingnya
persiapan dalam penyusunan anggaran. Langkah pertama
dalam menetapkan rencana pengeluaran keuangan adalah
menyelidiki sejumlah aspek yang terkait erat dengan pola
perencanaan anggaran, seperti keadaan keuangan, line of

44 Manajemen Pembiayaan Pendidikan


business, kondisi pelanggan atau konsumen, organisasi
pengelola, dan keterampilan petugas pengelola.
Prosedur pengelolaan keuangan di sekolah meliputi:
1. Perancangan anggaran
2. Metode untuk menemukan sumber pendanaan sekolah
3. Pemanfaatan dana sekolah
4. Memantau dan mengevaluasi perkiraan dana
5. Pertanggungjawaban

Rancangan Anggaran Pendapatan dan Belanja Sekolah


(RAPBS) digunakan mengontrol pendapatan dan
pengeluaran keuangan sekolah. Ada banyak faktor yang
masuk ke dalam perencanaan RAPBS, antara lain:
1. Penerimaan
2. Penggunaan
3. Pertanggungjawaban

G. Pengelolaan Keuangan Sekolah yang Efektif


Manajemen keuangan sekolah dianggap efektif jika mengacu
pada Rencana Anggaran Pendapatan dan Belanja Sekolah
(RAPBS) untuk satu tahun ajaran, kepala sekolah bekerja
sama dengan seluruh pelaksana kepentingan sekolah
biasanya melakukan langkah-langkah sebagai berikut:
1. Membuat kurikulum pendidikan yang optimal untuk
membantu siswa mencapai hasil yang diinginkan selama
tahun ajaran.

BAB III Manajemen Keuangan Sekolah 45


2. Membuat daftar inventarisasi semua kegiatan dan
perkirakan jumlah uang yang di perlukan untuk
pendanaan.
3. Mengevaluasi program awal berdasarkan kemungkinan
tersedianya dana tambahan yang dapat dihimpun.
4. Menentukan tujuan kegiatan yang akan dilaksanakan
selama tahun pelajaran yang bersangkutan.
5. Membuat perkiraan yang tepat untuk setiap kegiatan
penggunaan dana yang tersedia (Depdiknas, 2000: 178 -
179).
6. Menempatkan perhitungan komprehensif ke dalam
format yang telah diputuskan untuk digunakan oleh
masing-masing sekolah.
7. Pengesahan dokumen RAPBS oleh institusi yang
berwenang.

Dengan adanya dokumen tertulis tentang RAPBS


tersebut, maka Kepala Sekolah akan menyampaikan secara
terbuka kepada semua pihak yang membutuhkannya.
Pendanaan yang berasal dari RAPBS digunakan untuk
membiayai sejumlah kegiatan manajemen operasional
sekolah selama tahun ajaran yang bersangkutan.
Secara umum, biaya yang diterima sekolah dibagi
menjadi lima kategori:
1. Pemeliharaan, renovasi, dan pengadaan sarana/prasarana
pendidikan.

46 Manajemen Pembiayaan Pendidikan


2. Meningkatkan kegiatan serta proses belajar mengajar.
3. Meningkatkan jumlah sesi pelatihan kesehatan.
4. Berkontribusi pada biaya program ekstrakurikuler dan
peningkatan staf di sekolah.
5. Kegiatan rumah tangga sekolah dan BP3.

Dana RAPBS juga dapat digunakan untuk membiayai


program peningkatan sekolah. Namun, selain RAPBS yang
sudah direncanakan, dana pengembangan sekolah juga
disediakan secara khusus. Oleh karena itu, penting untuk
menyediakan sejumlah dana guna memenuhi target tertentu
yang ditetapkan oleh sekolah dalam satu tahun ajaran.
Setiap sekolah telah menghitung dengan cermat jumlah
dana yang diperlukan untuk mencapai tujuan melalui
penyusunan RAPBS. Satuan Harga Per Siswa (SHPS) dihitung
dengan membagi jumlah dana yang dibutuhkan dalam satu
tahun ajaran dengan jumlah siswa kelas I, dan I di sekolah
tersebut. Jumlah anggaran yang dibutuhkan tiap sekolah
berbeda-beda. Setiap sekolah memiliki jumlah siswa yang
berbeda. Akibatnya, SHPS di setiap sekolah secara alami akan
berbeda. Namun demikian, untuk mencapai kualitas
pendidikan tingkat nasional, harus ada syarat minimal SHPS
yang dibayarkan.

H. Penyusunan RAPBS
Rencana Anggaran Pendapatan dan Belanja Sekolah (RAPBS)
harus dibuat sesuai dengan rencana pengembangan sekolah

BAB III Manajemen Keuangan Sekolah 47


dan dimasukkan dalam rencana operasional tahunan.
Penganggaran untuk acara pengajaran, perlengkapan kelas,
pengembangan profesional guru, renovasi gedung sekolah,
perbaikan, buku, meja, dan kursi adalah bagian dari RAPBS.
Kepala sekolah, guru, komite sekolah, tenaga administrasi,
dan komunitas sekolah semuanya harus terlibat dalam
perencanaan RAPBS. Setiap tahun ajaran, RAPBS harus
disiapkan dengan memastikan alokasi anggaran yang
memadai untuk memenuhi kebutuhan sekolah.
Dasar Perancangan RAPBS, antara lain:
1. RAPBS harus memberikan upaya yang jujur, ber tanggung
jawab, dan transparan dalam meningkatkan pembelajaran
siswa.
2. RAPBS harus ditulis dalam bahasa sederhana dan
ditempatkan di lokasi yang terbuka di sekolah.
3. Dalam merencanakan RAPBS, sekolah hendaknya secara
hati-hati memprioritaskan pengeluaran dana sesuai
dengan strategi pengembangan sekolah.

Prosedur Penyusunan RAPBS meliputi:


1. Memanfaatkan tujuan jangka panjang dan pendek untuk
pengembangan sekolah.
2. Mengumpulkan, meringkas, dan mengategorikan isu dan
masalah utama ke dalam serangkaian bidang yang luas.
3. Menyelesaikan analisis kebutuhan,
4. mengidentifikasi dan memprioritaskan kebutuhan,

48 Manajemen Pembiayaan Pendidikan


5. mengonsultasikan rencana tindakan yang dipaparkan
dalam rencana pengembangan sekolah,
6. menentukan dan menghitung semua sumber pendapatan.
7. Menjelaskan rincian (waktu, anggaran, orang yang ber
tanggung jawab, pelaporan, dll.), dan mengawasi serta
mengontrol kegiatan dari tahap persiapan menuju tahap
penerapan hingga evaluasi.

I. Pertanggungjawaban Keuangan Sekolah


Kepala sekolah wajib menginformasikan laporan keuangan,
khususnya mengenai pendapatan dan pengeluaran sekolah.
Setiap triwulan atau semester, pengevaluasian akan
dilakukan sehingga dana yang digunakan dapat
dipertanggungjawabkan kepada sumber dana. Apabila dana
berasal dari orang tua siswa, maka kepala sekolah ber
tanggung jawab kepada orang tua siswa atas dana tersebut.
Begitu pula jika dananya berasal dari pemerintah, maka akan
dipertanggungjawabkan kepada pemerintah.

J. Manajemen Keuangan di Universitas


Konsep New Public Management (NMP), yang melibatkan
devolusi otonomi keuangan dari negara ke lembaga, dan
kemudian turun ke unit pengeluaran di wajah batu bara, telah
diterapkan di hampir setiap negara di Eropa. Beberapa
Universitas di Eropa sebelumnya hanya diberikan hibah dan
dibiarkan mengelola sendiri seperti Inggris dan Irlandia,
sementara Universitas Austria beroperasi di bawah otoritas

BAB III Manajemen Keuangan Sekolah 49


pendanaan dari delapan pegawai sipil seumur hidup di
Kementerian yang mengawasi aliran dana untuk seluruh
sistem contohnya pemeliharaan bangunan atau pembiayaan
perpustakaan pada buku, dan tidak saling berkomunikasi
dengan yang lainnya, bergantung dari era Prusia yang
berlanjut sampai tahun 1980-an. Terlepas dari perbedaan,
hampir semua sistem pendidikan tinggi sekarang memiliki
anggaran, yang harus dikelola oleh universitas masing-
masing, misalnya di Swedia, negara masih ber tanggung
jawab atas pembangunan dan pemeliharaan bangunan.
Dalam hal kebebasan institusional untuk mendistribusikan
modal internal, independensi agak berbeda, dan kebebasan
meminjam dibatasi hanya pada beberapa sistem. Namun,
hampir di semua universitas mencapai kemandirian finansial
sementara negara mempertahankan peran kontrol dan
akuntabilitas. Hal ini disebabkan oleh meningkatnya ukuran
dan cakupan anggaran kelembagaan individu, yang tidak
dapat lagi dikelola oleh negara dan lebih memilih untuk
didelegasikan kepada lembaga.
Pemberontakan NPM terbesar yang terjadi di Jepang, di
mana, mulai tanggal 1 April 2004, negara bagian mengalihkan
anggaran universitas dari keuangan kementerian sendiri ke
manajemen universitas individu, serta memotong anggaran.
Universitas-universitas di Jepang kekacauan karena mereka
tidak menyadari pengeluaran mereka, tidak memiliki

50 Manajemen Pembiayaan Pendidikan


pengalaman membayar pengeluaran dengan anggaran, dan
tidak memiliki pengalaman mengalokasikan uang mereka
sendiri.
1. Anggaran Perencanaan dan Strategi Kelembagaan
Strategi akademik dan strategi nyata merupakan inti
dari keuangan modern, dan keduanya harus sepenuhnya
dimasukkan dalam proses perencanaan. Sangatlah
penting untuk tidak membiarkan keuangan didahulukan,
melainkan untuk melihatnya sebagai fondasi yang di
atasnya komponen lain dibangun. Sebuah rencana
strategis yang tidak dapat dipandang layak secara
finansial tidak berguna, jika tidak berisiko, karena sangat
mungkin tidak stabil oleh defisit keuangan selama dua
atau tiga tahun rencana tersebut. Namun, menyatukan
berbagai komponen strategi dan semua rencana untuk
implementasi kolaboratif adalah proses yang sulit yang
membutuhkan beberapa kelompok akademisi dan
manajer, serta tim anggaran keuangan yang bekerja secara
bersama Keuangan harus dihitung sejak awal, dan di
Inggris, mengusulkan target surplus 3% di Tahun 5 dari
rencana dan bekerja kembali untuk menyiapkan anggaran
setiap 5 tahun yang diharapkan bergiliran. Rencana
tersebut harus dimodifikasi dan diperbarui setidaknya
setahun sekali, dan mekanisme untuk melakukannya
merupakan bagian penting dari manajemen kelembagaan.

BAB III Manajemen Keuangan Sekolah 51


Setiap tahun, ide-ide pembangunan baru akan
bermunculan, kebutuhan-kebutuhan baru yang tidak
terduga akan muncul, dan masalah infrastruktur, lahan,
dan perkebunan akan muncul dalam sebuah universitas
yang dinamis. Ini harus dimasukkan ke dalam anggaran.
Untuk memenuhi biaya perbaikan dan peningkatan
gedung serta fasilitas, perencanaan seperti itu harus
berjuang melawan pengabaian masalah infrastruktur yang
spektakuler: Pemikiran modern menyarankan bahwa
Anda harus membelanjakan setara dengan 4 hingga 5
persen dari jumlah yang ditanggung aset fisik sebuah
institusi, untuk sebuah dasar tahunan. Ketika sebuah
perusahaan ingin memiliki rencana perawatan jangka
panjang yang berlangsung selama 15 tahun, maka
perusahaan tersebut harus memilikinya. Dengan
seringnya biaya infrastruktur yang diproyeksikan akan
mengganggu penciptaan ide-ide baru; kita tahu bahwa
selama krisis keuangan, universitas memangkas biaya
pemeliharaan pertama dan terakhir bagi para pekerja
akademis. Namun, dalam suasana di mana pemerintah
menjadi kurang bersedia untuk menyubsidi kelembagaan,
universitas harus menolak sikap jangka pendek dan
berkomitmen untuk masa depan jangka panjang.
Peramalan adalah bagian penting dari perencanaan
keuangan selama lima tahun, yang seringkali merupakan

52 Manajemen Pembiayaan Pendidikan


tugas yang sulit karena ada begitu banyak variabel yang
tidak diketahui untuk dipertimbangkan dan jika terjadi
perubahan kecil dalam pendapatan atau pengeluaran
dapat membuat semua perbedaan dalam menghasilkan
jumlah surplus yang diinginkan.
Sebaiknya mencari komponen utama dari rencana
keuangan secara teratur untuk melihat seberapa akurat
prediksi tersebut dari waktu ke waktu. Ini bukan ilmu
pasti, jadi optimisme serta pesimisme mungkin
berdampak lebih besar pada rencana bahkan lebih dari
perubahan mendalam. Perkiraan pendapatan biaya luar
negeri atau pendapatan studi eksternal yang lebih
ambisius kemudian dapat menjadi bagian yang
dipertimbangkan. Demikian pula, jika pengeluaran
pemeliharaan lebih rendah dari yang dianggarkan, ini
dapat menjadi pengingat akan inefisiensi pengelolaan
perkebunan.

2. Alokasi Sumber Daya


Di semua organisasi, distribusi sumber daya berlaku
di berbagai tingkat. Pada tahap makro, seperti yang
terlihat dalam rencana keuangan lima tahun, keputusan
harus diambil antara fasilitas pemeliharaan, biaya modal
untuk konstruksi baru, serta untuk pengembangan
akademik baru. Menetapkan tujuan penghematan dan
investasi untuk area tertentu seringkali menjadi bagian

BAB III Manajemen Keuangan Sekolah 53


dari opsi ini. Alokasi untuk pertumbuhan modal, seperti
perluasan sekolah bisnis, dapat dilakukan dengan harapan
meningkatkan pendapatan berulang. Jenis alokasi sumber
daya strategis ini merupakan bagian penting dari proses
perencanaan strategis dan memerlukan operasi yang
canggih berdasarkan data keuangan yang baik. Di
universitas yang kompetitif, keputusan seperti itu akan
kompetitif, berapa banyak arus kas atau kapasitas
pinjaman yang dapat dialokasikan untuk proyek X
dibandingkan proyek Y? Apa yang lebih baik untuk
kepentingan keuangan jangka panjang institusi:
pendanaan baru untuk departemen X atau uang untuk
meningkatkan rasio staf atau siswa di universitas atau
untuk meningkatkan administrasi yang ditekan keras?
Mayoritas keputusan ini memiliki konsekuensi yang
berulang.
Setelah semua alokasi berulang untuk tujuan
akademik selesai dibuat, proses alokasi sumber daya
kedua biasanya mengambil alih untuk mengalokasikan
sumber daya ke departemen akademik atau fakultas.
Banyak universitas sekarang menggunakan Resource
Allocation Mechanism (RAM) yang terdefinisi dengan baik
untuk menetapkan sumber daya berdasarkan kombinasi
data antara siswa dan staf, bukti berhasilnya suatu
penelitian atau ukuran kualitas lainnya, dan biaya khusus

54 Manajemen Pembiayaan Pendidikan


disiplin ilmu. Meskipun RAM adalah subjek dari banyak
literatur teknis, penting untuk diingat bahwa sisi teknis
dapat menutupi kebijakan penting dan keputusan
organisasi yang tidak selalu jelas.
Karakteristik dari institusi finansial yang sehat
Universitas dengan keuangan yang sehat memiliki
enam karakteristik utama:
1. Solvabilitas jangka pendek;
2. retensi cadangan;
3. pengelolaan utang jangka panjang yang efisien;
4. pengelolaan perkebunan yang efektif;
5. kemampuan untuk mengumpulkan non-dana negara;
6. kebijakan anggaran yang selaras dengan misi.

Jumlah data keuangan yang diterbitkan oleh sistem


pendidikan tinggi di berbagai institusi sangat bervariasi,
dan Inggris mungkin yang paling maju di Eropa dalam hal
penerbitan data keuangan komparatif dan ukuran kinerja
keuangan.
Informasi tersebut berguna karena memungkinkan
universitas untuk membandingkan keluaran mereka
dengan kelompok tertentu dari institusi serupa (misalnya,
universitas dengan sekolah kedokteran) serta rata-rata
nasional. Dengan meningkatnya pinjaman, sejumlah
universitas di seluruh dunia telah mengejar peringkat
Standard and Poors, yang menawarkan sistem peringkat

BAB III Manajemen Keuangan Sekolah 55


keuangan yang diakui secara global. Dari sini kita bisa
mengetahui bahwa Yale rangking AAA/A-1, University of
Virginia AAA dan Bristol dan Nottingham AA/stable/-
(nilai signifikan lebih baik daripada beberapa nama dalam
perdagangan ritel). Mendapatkan peringkat seperti itu
dapat menjadi sarana untuk membangun reputasi, dan
universitas yang lebih bijaksana dalam menentukan
bahwa fleksibilitas yang lebih besar daripada negosiasi
dengan bank dan lembaga keuangan lebih disukai
daripada fleksibilitas yang ditawarkan oleh informasi yang
dapat diakses publik. Namun, fakta bahwa universitas
sedang mencoba mempromosikan diri mereka sendiri,
sehingga dengan cara ini menunjukkan seberapa dekat
manajemen keuangan mereka terkait erat dengan
kemampuan mereka untuk mempertahankan
keberhasilan akademis dalam lingkungan global yang
semakin kompetitif.

56 Manajemen Pembiayaan Pendidikan


4 MANAJEMEN
BERBASIS SEKOLAH

A. Konsep Manajemen Berbasis Sekolah


Ide MBS pertama kali diperkenalkan di Amerika Serikat.
Banyak warga yang menentang kurangnya penyelenggaraan
pendidikan yang tersedia saat itu. Pasalnya, sistem
pendidikan dinilai tidak sesuai dengan aspirasi siswa untuk
dapat menjangkau dunia bisnis dengan cepat. Selain itu,
sistem pendidikan yang ada saat itu diyakini belum memiliki
hasil yang terbaik dalam hal daya saing di dunia usaha.
Alhasil, muncul ide manajemen berbasis sekolah yang
merupakan salah satu bentuk reformasi pendidikan pada
saat itu yang memberdayakan sekolah untuk meningkatkan
mutu pendidikan nasional (Sagala, 2004).
“MBS merupakan salah satu bentuk otonomi dalam
penyelenggaraan pendidikan di satuan pendidikan, dalam hal
ini kepala sekolah atau madrasah dan guru dibantu oleh
komite sekolah atau madrasah dalam mengelola kegiatan
pendidikan,” menurut Pasal 51 ayat 1 UU No. Nomor 20
Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional.

57
Tujuan dari penerapan MBS, yakni
Meningkatkan kualitas pendidikan dan program
berbasis sekolah untuk memberdayakan dan memanfaatkan
potensi dan modal saat ini.
1. Meningkatkan keterlibatan masyarakat dalam
penyelenggaraan pendidikan secara menyeluruh di
sekolah.
2. Meningkatkan rasa tanggung jawab pihak sekolah atas
kualitas sekolah kepada siswa, pemerintah, orang tua/
wali siswa, dan masyarakat sekitar.
3. Mendorong persaingan yang sehat antar sekolah untuk
mencapai jenjang pendidikan yang diinginkan.

Secara teori, MBS ini akan memiliki kewenangan untuk


mengontrol berbagai cara pengayaan kurikulum. misalnya
pada mata pelajaran menambah sub materi yang dirasa perlu
dan lebih memfokuskan pada pengembangan minat dan
bakat siswa.

Karakteristik MBS, yaitu


1. Output, seperti prestasi pendidikan dan administrasi
sekolah yang produktif dan efisien.
2. Proses belajar mengajar yang efisien dan berkualitas
tinggi.

58 Manajemen Pembiayaan Pendidikan


3. Kepala sekolah ber tanggung jawab untuk menggerakkan,
mengatur, dan mengharmoniskan semua sumber daya
pendidikan.
4. Suasana belajar yang bersahabat, teratur, dan aman,
memungkinkan administrasi sekolah menjadi lebih
efisien.
5. Menganalisis kebutuhan sumber daya, dari persiapan
hingga pelaksanaan, pertumbuhan hingga evaluasi
pekerjaan dan mengatur imbalan jasa, untuk memastikan
bahwa tenaga kependidikan dan pendidik mampu
melaksanakan tanggung jawab mereka dengan baiki.
6. Kemauan sekolah untuk menunjukkan kepada masyarakat
kemajuan program kerja yang telah dicanangkan.
7. Pengendalian anggaran secara terbuka dan administratif
sesuai dengan kebutuhan aktual sekolah guna
meningkatkan mutu pendidikan (Sagala, 2010).

MBS ialah kebijakan kerja yang memberikan


kewenangan kepada sekolah untuk mengambil keputusan,
serta tanggung jawab dan transparansi atas risiko yang
terkait dengan keputusan tersebut. Manfaat untuk
keberhasilan pembelajaran harus diprioritaskan oleh semua
yang tertarik dengan manajemen berbasis sekolah.
Desentralisasi yang ditargetkan di sekolah yang
berkaitan dengan implementasi sistem yang ditentukan oleh
pusat dalam hal kebijakan, tujuan, standar, kurikulum, dan

BAB IV Manajemen Berbasis Sekolah 59


akuntabilitas dikenal dengan istilah MBS. Dalam semua
kondisi atau transisi sekolah, pemerintah memerlukan
perbaikan besar-besaran di sekolah yang akan menghasilkan
hasil belajar siswa yang lebih baik.

B. Implementasi MBS pada Bidang Pendidikan


Penting untuk memberikan arahan kepada semua pihak yang
terlibat dalam implementasi MBS agar dapat memahami
dinamika kelompok, bagaimana menyelesaikan masalah,
mengambil keputusan, komunikasi interpersonal, strategi
presentasi, dan penanganan konflik.
Terdapat Empat faktor utama dalam penerapan MBS,
yakni
1. Besarnya kekuatan sekolah
Tergantung kepada seberapa baik MBS akan
melaksanakan pemberian kekuasaan secara utuh. MBS
tidak mungkin dilakukan sekaligus, tetapi diperlukan
transisi dari manajemen terpusat.
2. Pengetahuan dan keterampilan sekolah
Untuk meningkatkan prestasi, warga sekolah harus
mampu memahami dan menerapkan strategi yang
berbeda, yang memerlukan pembentukan sistem
pengembangan sumber daya manusia di sekolah.
3. Sistem informasi,
informasi yang transparan untuk pelaporan,
penilaian, dan akuntabilitas sekolah; informasi yang

60 Manajemen Pembiayaan Pendidikan


penting disediakan oleh sekolah, termasuk informasi
tentang keterampilan guru dan siswa, serta visi dan tujuan
sekolah.
4. Sistem penghargaan
Sekolah yang menggunakan MBS harus membangun
sistem penghargaan bagi siswanya yang berhasil agar
dapat memotivasi mereka untuk melanjutkan pendidikan.
Karena itu, skema penghargaan yang disusun harus
proporsional, setara, dan transparan.

Syarat dalam pelaksanaan MBS, yaitu


1. MBS membutuhkan dukungan dari staf sekolah.
2. MBS harus diperkenalkan dengan bertahap untuk
meningkatkan hasil yang lebih baik.
3. Diperlukan waktu sekitar lima tahun agar berhasil
memperkenalkan MBS.
4. Kantor Dinas dan staf sekolah membutuhkan pelatihan
dalam penggunaan MBS dan harus menyesuaikan dengan
tanggung jawab baru dan jaringan komunikasi.
5. Harus ada anggaran yang disisihkan untuk pelatihan dan
waktu yang disediakan untuk bertemu dengan karyawan
secara teratur.
6. Pemerintah pusat dan lokal harus mendelegasikan
wewenang kepada kepala sekolah, yang kemudian harus
mendelegasikan wewenang kepada guru dan orang tua
atau wali siswa.

BAB IV Manajemen Berbasis Sekolah 61


Menurut JC Tukiman Taruna pelaksanaan MBS secara
ideal memiliki syarat, yaitu
1. Meningkatkan efisiensi pengelolaan sekolah yang
ditunjukkan oleh keuangan, transparansi, akuntabilitas,
dan perencanaan partisipatif.
2. Meningkatkan pembelajaran yang dilakukan secara
PAKEM
3. Pengembangan kontribusi masyarakat melalui intensitas
perhatian masyarakat terhadap sekolah.
4. Di dalam good goverence, MBS terdapat ilustrasi
partisipasi, transparansi, dan akuntabilitas.

Keinginan warga untuk mengakui, memiliki suara, dan


mempengaruhi proses pengambilan keputusan (politik)
disebut sebagai partisipasi. Partisipasi dimulai dari tingkatan
rendah dengan:
a. Pertukaran pengetahuan.
b. Konsultasi, dan berkembang ke tingkatan yang lebih
tinggi.
c. Koordinasi berbagai posisi dalam pengambilan keputusan
dan alokasi sumber daya.
d. Pemberdayaan pengambilan keputusan dan sumber daya.

Transparansi adalah kemampuan masyarakat untuk (a)


memperoleh dan memahami informasi tentang pelayanan SD
/MI, proses perumusan anggaran dan penetapan keputusan

62 Manajemen Pembiayaan Pendidikan


biaya, (b) memantau atau mengidentifikasi dengan tepat
siapa pembuat keputusan itu dan apa peran mereka dalam
pengambilan keputusan.

Akuntabilitas berarti membuat keputusan untuk


1. Menanggapi kebutuhan warga negara.
2. Kemampuan warga negara untuk ber tanggung jawab atas
komitmen mereka.
Bantuan yang diberikan oleh Australian Aid Agency
(AusAID) ini merupakan salah satu contoh aksi MBS, dengan
program yang meluas ke 40 kabupaten di sembilan provinsi
dengan 1479 SD/MI pada tahun 2004. Di bawah lambang
"MBS," pemerintah pusat (Depdiknas) telah mereplikasi
program di 30 provinsi di seluruh Indonesia. Selain itu,
USAID, sebuah lembaga bantuan pemerintah AS, telah
membuat program MBS serupa di Jawa Timur dan Jawa
Tengah yang disebut Managing Basic Education (MBE), dan
model MBS diperkenalkan di tiga kabupaten di Jawa Timur
pada tahun 2004 dengan dukungan dari Indonesia- Australia
Partnership in Basic Education (IAPBE). Program
Decentralized Basic Education (DBE) yang dimulai pada
tahun 2005 telah memberikan dukungan terhadap model
MBS ini di tujuh provinsi.

BAB IV Manajemen Berbasis Sekolah 63


C. Dampak Pelaksanaan MBS
Pelaksanaan MBS secara khusus diidentifikasi oleh
(Gunawan, 2010), yakni
1. Mengikutsertakan guru dan tenaga kependidikan yang
berkualitas untuk berpartisipasi dalam pengambilan
keputusan tentang bagaimana meningkatkan
pembelajaran.
2. Memberi peluang anggota komunitas sekolah untuk
berpartisipasi dalam proses pengambilan keputusan
penting.
3. Memasukkan kreativitas ke dalam persiapan program
pendidikan.
4. Memberdayakan kembali perangkat pendidikan saat ini
untuk membantu sekolah agar mencapai tujuannya.
5. Menyusun rencana anggaran praktis sesuai kebutuhan
karena harus lugas dan memenuhi kewajiban penggunaan
biaya sekolah.
6. Meningkatkan komitmen tenaga pendidik dan tenaga
pengajar untuk meningkatkan keterampilan manajemen
dan kepemimpinan.
7. MBS menjadikan kepala dinas, administrator pusat, atau
karyawan, serta bawahannya, sebagai fasilitator
pengambilan keputusan sekolah. Standar nasional
pendidikan, yang meliputi standar fasilitas, standar
kompetensi, standar tenaga pengajar dan tenaga

64 Manajemen Pembiayaan Pendidikan


kependidikan, dan sebagainya, ditetapkan oleh
pemerintah pusat.

Ini disesuaikan dengan keadaan di daerah saat


menerapkan kriteria pemerintah. Penerapan standar
tersebut dengan memperhatikan karakteristik dan potensi
daerah agar pemerintah tidak mengekang kreativitas dan
inovasi masing-masing sekolah.
Pada kebanyakan model MBS, setiap sekolah akan
mendapatkan alokasi dana pendidikan yang cukup sesuai
dengan kebutuhan yang telah diidentifikasi. Persyaratan ini
terwujud dalam bentuk pengawasan pendidikan di lapangan,
seperti biaya transportasi dan administrasi. Alokasi anggaran
untuk setiap sekolah ditentukan oleh jumlah dan jenis siswa
di setiap sekolah.

Hambatan dalam pelaksanaan MBS, yakni


Beberapa orang tidak menginginkan kewajiban lagi di
atas pekerjaan yang telah mereka laksanakan. Karena ada
yang beranggapan bahwa memperkenalkan MBS hanya akan
menambah beban. Sekolah semakin mengandalkan dirinya
untuk membantu perencanaan dan penganggaran.
Akibatnya, sekolah tidak dapat mempertimbangkan aspek
lain dari pekerjaan mereka. Dan tidak semua guru ingin
berpartisipasi dalam proses penganggaran.

BAB IV Manajemen Berbasis Sekolah 65


Tidak efisien
Dalam sistem kerja MBS, pengambilan keputusan
dilakukan dengan cara partisipatif sehingga membuat stres
serta biasanya membutuhkan waktu lebih lamban daripada
pengambilan keputusan yang terpusat.

Memerlukan pelatihan khusus


Beberapa sekolah yang mengikuti MBS ternyata belum
berpengalaman menerapkan model MBS ini. Sebagian besar
pihak yang ikut serta, ternyata tidak memiliki keahlian dan
kemampuan terkait hakikat MBS dan cara pengelolaannya.

Kebingungan terhadap peran dan tanggung jawab baru


dalam MBS
Sekolah yang belum mengadopsi model MBS pasti akan
terkejut dengan kecanggihan sistem tersebut. Hal ini dapat
membuat keraguan saat membuat keputusan. Akibatnya,
penggunaan MBS dapat mengubah peran dan tanggung
jawab mereka yang terlibat.

Kesulitan koordinasi
Sifat partisipatif sistem kerja MBS membutuhkan
komunikasi yang efisien dan sukses. Oleh karena itu,
diperlukan kerja sama antar pihak yang berkepentingan agar
mereka dapat bekerja sama untuk mencapai tujuan masing-
masing. Pelatihan atau trainee tentang apa itu MBS dan
informasi tentang peran dan tanggung jawab serta hasil yang

66 Manajemen Pembiayaan Pendidikan


diharapkan oleh semua pihak yang berkepentingan adalah
dua hal yang paling penting dalam sistem ini.

Kepala sekolah kurang memahami penerapan MBS


Hal ini disebabkan oleh keakraban kepala sekolah
dengan gaya manajemen yang lama. Selain itu, pendidik tidak
yakin bagaimana mengintegrasikan MBS ke dalam proses
pendidikan. Ada juga kepala sekolah yang hanya
diperbolehkan membentuk komite sekolah, tetapi juga
dimonopoli oleh kepala sekolah dalam hal manajemen.

Solusi Pemecahan dalam rangka pencapaian


implementasi MBS:
1. Melibatkan pemangku kepentingan dalam berbagai
pelatihan di sekolah untuk meningkatkan standar sumber
daya manusia dan integritas kepala sekolah, guru, dan
pengawas.
2. Memberikan penyuluhan tentang pendidikan orang tua
dan masyarakat, kemampuan mereka membiayai
pendidikan, dan tingkat apresiasi mereka dalam
membantu anak untuk terus belajar.
3. Bantuan pemerintah. Faktor ini sangat bermanfaat bagi
efektifitas pelaksanaan MBS, terutama di sekolah yang
orang tua dan masyarakatnya kurang siap untuk
berkontribusi dalam penyelenggaraan pendidikan.

BAB IV Manajemen Berbasis Sekolah 67


mendistribusikan dana pemerintah dan mendelegasikan
kekuasaan dalam administrasi sekolah
4. Mendorong siswa untuk terus mengembangkan metode
pembelajarannya agar menjadi lebih efektif dan sukses.
5. Mengembangkan instrumen untuk memantau kemajuan
proses dan hasil menggunakan indikator langsung
sehingga semua pihak mengetahui kriteria kinerja yang
telah disepakati.
6. Merencanakan pertemuan untuk mengembangkan jadwal
kegiatan, mengevaluasi acara, dan menilai hasil.
7. Menjaga transparansi program secara terbuka dan
konsisten.

68 Manajemen Pembiayaan Pendidikan


5 ANGGARAN
PENDIDIKAN
A. Perencanaan Anggaran Lembaga Pendidikan
Menurut Koonts, dalam landasan manajemen pendidikan,
penganggaran ialah suatu hal dasar atau fundamental.
Anggaran adalah jadwal operasi untuk suatu kegiatan yang
memberikan deskripsi pengeluaran untuk rentang waktu
tertentu.
Salah satu alat yang secara khusus mendukung
efektivitas dan efisiensi pengelolaan pendidikan adalah
keuangan dan pembiayaan. Ini terutama ketika manajemen
berbasis sekolah diterapkan. Yang menuntut kemampuan
sekolah dalam mempersiapkan, melaksanakan, dan menilai,
serta bertanggungjawab atas pengelolaan data secara
konsisten kepada masyarakat dan pemerintah.
Keuangan dan pendanaan memainkan peran utama
dalam penyediaan pendidikan dan merupakan bagian
penting dari studi perencanaan pendidikan. Aspek keuangan
dan pembiayaan suatu lembaga pendidikan merupakan
komponen pembangunan yang mengatur pelaksanaan

69
kegiatan dalam proses penyelenggaraan lembaga
pendidikan, artinya setiap program yang akan dilaksanakan
akan memerlukan anggaran operasional yaitu biaya
keuangan. Akibatnya, anggaran kelembagaan, khususnya
unsur keuangan dan pendanaan, harus ditangani dengan
sebaik-baiknya. Sehingga anggaran kelembagaan yang ada
saat ini dapat digunakan secara maksimal untuk mendorong
pencapaian pendidikan.
Terdapat tiga sumber utama pembiayaan dan
pendanaan dalam suatu lembaga pendidikan.
1. Pemerintah, baik pemerintah pusat maupun daerah, baik
umum maupun khusus, dan diperuntukkan bagi lembaga
pendidikan.
2. Siswa atau orang tua.
3. Masyarakat

Pengeluaran rutin, seperti gaji guru, pegawai lembaga


pendidikan, biaya operasional, biaya pemeliharaan gedung,
peralatan, bahan ajar, biaya pembangunan gedung, dan
sebagainya, sudah termasuk dalam anggaran suatu lembaga
pendidikan.
Anggaran kelembagaan di bidang keuangan harus
ditegakkan dengan benar dan teliti, mulai dari perencanaan
anggaran hingga penggunaan anggaran serta pengawasan
anggaran, yang sesuai dengan peraturan perundang-

70 Manajemen Pembiayaan Pendidikan


undangan terkait, agar semua anggaran dapat digunakan
secara efektif, efisien, dan tanpa korupsi.
Tanggungjawab pengelola anggaran kelembagaan
terbagi dalam tiga tahap, menurut Jones dalam buku
manajemen berbasis sekolah karya Dr. E Mulyasa, M.Pd.,
yaitu financial planning, implementation dan evaluation.
Berikut ini adalah elemen terpenting dari pengelolaan
anggaran:
1. Prosedur penganggaran
2. Prosedur akuntansi keuangan
3. Pengeluaran
4. Prosedur investasi
5. Prosedur pemeriksaan

Dalam hal penganggaran, salah satu pertimbangan


terpenting adalah bagaimana menggunakan uang secara
efektif. Akibatnya, penganggaran harus dilakukan secara
bertahap. Berikut langkah-langkah yang harus dilakukan:
1. Menentukan kegiatan mana yang akan dilakukan selama
periode anggaran.
2. Tentukan sumber uang, peralatan, dan bahan.
3. Karena anggaran pada dasarnya adalah laporan keuangan,
maka sumber disajikan dalam bentuk uang.
4. Buat anggaran sesuai dengan format yang telah
ditentukan.

BAB V Anggaran Pendidikan 71


5. Pada titik ini, upaya untuk mencapai persetujuan
(pengambilan keputusan) dilakukan dengan pertemuan
untuk mempertimbangkan secara objektif dan subjektif.

Ada dua desain penganggaran:


1. Penganggaran butir per butir
Metode penganggaran ini membantu manajemen
biaya tetapi bukan pengambilan keputusan.
2. Program budget
Penekanan dalam jenis ini adalah pada tujuan
khusus yang diartikan dalam pernyataan fungsional.
Akibatnya, penganggaran terprogram mengharuskan
pemilihan tujuan dan distribusi sumber daya berdasarkan
tinjauan sistematis.
Perencanaan menjembatani antara di masa sekarang
dan masa depan. Perbedaan antara kondisi yang ada dan
yang akan datang ini menjadi bahan untuk penetapan
tujuan di bidang pendidikan. Akibatnya, perencanaan
pendidikan menjadi tugas yang sulit mengingat
kompleksitasnya masalah pendidikan. Demikian pula,
penganggaran diperlukan sebagai alat untuk merumuskan
rencana keuangan, berfungsi sebagai metode untuk
memaksimalkan penggunaan sumber daya, dan dapat
digunakan sebagai alat pengawasan serta evaluasi sampai
tingkat efektivitas dan efisiensi kegiatan tercapai.

72 Manajemen Pembiayaan Pendidikan


B. Perencanaan Anggaran Lembaga Pendidikan
1. Penyusunan anggaran
Lipham mengidentifikasi empat tahapan kegiatan
utama dalam proses perencanaan anggaran dalam
bukunya Manajemen Pendidikan:
a. Buat rencana keuangan.
b. Buat rencana keuangan.
c. Mengelola perkembangan anggaran.
d. Menganalisis pelaksanaan anggaran.

2. Proses anggaran belanja sekolah


Ada tiga jenis metode penganggaran yang banyak
digunakan di sekolah.
a. Comparative approach
1) Membandingkan laporan atau dokumen penerimaan
dan pengeluaran dari satu tahun anggaran ke tahun
anggaran berikutnya.
2) Keputusan anggaran belanja ini didasarkan pada
peningkatan langkah demi langkah dari satu item ke
item berikutnya.
b. The planning programming budgeting evaluating system
approach
1) Mendefinisikan tujuan dan mengubahnya menjadi
proyek sarana khusus.
2) Identifikasi keuntungan dan kerugian dari setiap
pilihan.

BAB V Anggaran Pendidikan 73


3) Menjelaskan berapa biaya untuk pelaksanaan dan
menganalisis setiap program.
c. Function approach
1) Prosedur anggaran dimulai dari tujuan sekolah.
2) Unsur pendekatan komparatif serta PPBES termasuk
dalam pendekatan ini.
Penganggaran adalah tindakan atau metode
menyusun anggaran (budget). Anggaran adalah rencana
operasi kuantitatif yang disajikan dalam bentuk satuan
uang yang berfungsi sebagai pedoman untuk menjalankan
operasi kelembagaan selama periode waktu tertentu.
Akibatnya, anggaran menguraikan tugas-tugas yang akan
dilakukan suatu lembaga.
Penganggaran merupakan langkah penting dalam
menjalankan kebijakan yang telah dirumuskan. Setiap
pimpinan unit organisasi terlibat dalam kegiatan ini.
Perencanaan anggaran pada dasarnya merupakan kerja
sama atau kesepakatan antara puncak pimpinan dengan
pimpinan di bawahnya untuk menentukan besaran alokasi
suatu penganggaran. Pernyataan tentang perkiraan
pengeluaran dan pendapatan dari setiap sumber data
adalah produk akhir dari sebuah negosiasi.

3. Karakteristik anggaran
Anggaran dibagi menjadi dua bagian: sisi
pendapatan dan sisi pengeluaran. Jumlah dana yang

74 Manajemen Pembiayaan Pendidikan


diperoleh organisasi dari masing-masing sumber dana
menentukan penerimaan atau pengeluaran. Biasanya,
ketika membahas pendanaan pendidikan, sumber biaya
dibagi ke dalam masing-masing kategori, seperti
pemerintah, masyarakat, orang tua, dan sumber lainnya.
Sisi pengeluaran mencakup semua biaya yang terkumpul,
beberapa di antaranya digunakan untuk mendanai
program administrasi, ketatausahaan, infrastruktur
pendidikan dll.

4. Fungsi anggaran
Anggaran selain sebagai alat perencanaan dan
pengelolaan juga menjadi alat bagi manajemen dalam
memimpin organisasi untuk menentukan kekuatan dan
kelemahannya. Oleh karena itu, anggaran juga dapat
digunakan sebagai tolak ukur kinerja organisasi dalam
mencapai tujuannya. Selain itu, anggaran dapat digunakan
untuk mempengaruhi dan menginspirasi para pemimpin,
administrator, dan karyawan agar berfungsi secara efektif
untuk mencapai tujuan kelembagaan.
a. Anggaran juga dapat digunakan sebagai alat persiapan,
yang dapat digunakan untuk:
1) Menetapkan prioritas dan tujuan kebijakan yang
sejalan dengan visi dan tujuan.

BAB V Anggaran Pendidikan 75


2) Mengembangkan berbagai program dan kegiatan
untuk mencapai tujuan organisasi, serta
mengidentifikasi sumber pendanaan potensial.
3) Mengalokasikan sumber anggaran untuk berbagai
program dan kegiatan yang telah ditetapkan.
4) Menetapkan indikator kinerja dan sejauh mana
rencana tersebut diterapkan.
b. Anggaran juga berfungsi untuk alat pengendalian yang
digunakan, untuk:
1) Mengendalikan efisiensi pengeluaran
2) Membatasi kendali dan kewenangan institusi
pendidikan.
3) Menghindari pengeluaran yang berlebihan dan misal
alokasi dana saat mengalokasikan anggaran.
4) Mengawasi kondisi keuangan dan kinerja organisasi
program lembaga pendidikan.
c. Anggaran digunakan sebagai instrumen pengelolaan
keuangan untuk menyeimbangkan anggaran
kelembagaan dan memfasilitasi pengembangan
lembaga pendidikan.
d. Anggaran sebagai alat koordinasi unit kerja dalam
proses penganggaran.
e. Anggaran dapat digunakan sebagai metode untuk
mengevaluasi kerja.

76 Manajemen Pembiayaan Pendidikan


f. Anggaran dapat digunakan untuk mendorong para
pengelola pendidikan agar berfungsi lebih ekonomis,
kreatif, dan efisien.
g. Anggaran juga harus digunakan untuk membangun
ruang publik, menunjukkan bahwa semua jaringan
pendidikan dapat mendukung semua bidang studi.

5. Prinsip anggaran
a. Dalam struktur manajemen dan organisasi terdapat
pemisahan khusus antara wewenang dan tanggung
jawab
b. Adanya kerangka akuntansi yang memadai untuk
pelaksanaan anggaran.
c. Adanya penelitian dan analisis yang digunakan untuk
mengevaluasi efisiensi organisasi.
d. Adanya dukungan yang meluas dari tingkat atas ke
bawah.

Bagaimana menggunakan dana secara efektif dan


mendistribusikannya sesuai dengan skala yang
diprioritaskan, merupakan masalah esensial dalam
penganggaran.

6. Pengawasan anggaran
Prinsip dasar pengawasan anggaran adalah
menghitung, membandingkan, dan menganalisis alokasi
biaya dan tingkat penggunaanya. Dengan kata lain,

BAB V Anggaran Pendidikan 77


pengawasan anggaran diharapkan dapat memastikan
sejauh mana sumber pendanaan yang tersedia digunakan
secara efektif dan efisien.
Prinsip-prinsip yang terdapat dalam pengawasan
yaitu
a. Kerangka pengawasan fungsional yang dimulai dengan
perencanaan dan mencakup faktor-faktor seperti
evaluasi, kinerja, dan efektivitas, serta semua kegiatan
program di semua bidang organisasi.
b. Hasil pengawasan harus ditindaklanjuti dengan kerja
sama antara pengawas dan aparat penegak hukum,
serta instansi terkait, guna menyamakan persepsi dan
mencari solusi bersama atas permasalahan yang
dihadapi.
c. Kegiatan pengawasan harus lebih difokuskan pada
bidang strategis dan mempertimbangkan aspek
manajemen.
d. Praktik pengawasan harus berdampak pada
penyeleksian masalah secara konseptual dan
menyeluruh.
e. Pengawasan dilakukan oleh individu yang memiliki
kualifikasi profesional, berwawasan positif,
berkomitmen, dan memiliki integritas pribadi.
f. Akurat artinya informasi mengenai kinerja yang
diawasi memiliki ketepatan data.

78 Manajemen Pembiayaan Pendidikan


g. Tepat waktu berarti kata yang dihasilkan dapat
digunakan untuk melakukan perbaikan.
h. Bersikaplah objektif dan komprehensif.
i. Tidak menghasilkan pemborosan.
j. Tindakan dan praktik pengawasan ditujukan untuk
memastikan bahwa persiapan atau keputusan yang
diambil memiliki kesamaan
k. Praktik pengawasan harus mampu mengoreksi dan
mengevaluasi apakah pekerjaan yang dilaksanakan
sesuai dengan jadwal semula.

7. Rencana anggaran pendapatan belanja sekolah (RAPBS)


RAPBS harus mematuhi prinsip-prinsip anggaran
yang disebutkan di bawah ini
a. Asas kecermatan
b. Asas terperinci
c. Asas keseluruhan
d. Asas keterbukaan
e. Asas periodik
f. Asas pembenaan

Masalah-masalah terkait dengan penyusunan RAPBS:


Pimpinan sekolah (terutama kepala sekolah)
diharapkan memikul tanggung jawab yang lebih besar dalam
proses pembuatan RAPBS sebagai hasil dari penerapan

BAB V Anggaran Pendidikan 79


Manajemen Berbasis Sekolah yang diamanatkan oleh
peraturan perundang-undangan sistem pendidikan.
Oleh karena itu, para pemimpin disarankan untuk
mewaspadai berbagai masalah yang akan dihadapi dalam
mengemban tanggung jawab yang besar. Berikut ini uraian
beberapa masalah yang sering muncul dalam proses
penyusunan RAPBS.
1. Anggaran yang diusulkan didasarkan pada dana yang
tersedia dan tidak didukung oleh fakta yang sesuai.
2. Penjelasan yang tidak lengkap tentang peran anggaran
yang diusulkan dalam meningkatkan pembelajaran siswa.
3. Pengurangan anggaran pendidikan dari tahun ke tahun.
4. Kapasitas yang tidak memadai untuk mengevaluasi
anggaran.
5. Permintaan untuk produk tertentu atau kemungkinan
sentralisasi anggaran.
6. Pembinaan, korespondensi, dan konsultasi dengan pihak
terkait semuanya masih kurang.

Strategi penyusunan RAPBS (Rencana Anggaran


Pendapatan Belanja Sekolah):
1. Pola keputusan yang konsisten, masuk akal, dan
menyatukan semua elemen.
2. Menetapkan dan menerapkan tujuan kelembagaan untuk
alokasi sumber daya pendidikan yang ditentukan dalam

80 Manajemen Pembiayaan Pendidikan


tujuan, inisiatif, dan prioritas jangka pendek, jangka
panjang, dan jangka menengah.
3. Menentukan bakat, keterampilan, dan keahlian yang
dibutuhkan kelompok di masa depan.
4. Memberikan respon dengan cepat terhadap semua
peluang dan tantangan, serta kerentanan dan keuntungan,
yang dapat dimiliki lembaga pendidikan.
5. Meningkatkan komitmen dari seluruh pemangku
kepentingan, baik siswa, orang tua, masyarakat,
pemerintah, dan unit Kementerian Pendidikan dan
Kebudayaan untuk meningkatkan standar internal
sekolah (kepala sekolah-siswa).
6. Menentukan kontribusi dari setiap input pendidikan yang
dibebankan biaya terhadap kualitas pendidikan atau
prestasi siswa (efisiensi internal), serta tingkat
permintaan masyarakat untuk lulusan sekolah (efisiensi
eksternal).

BAB V Anggaran Pendidikan 81


82 Manajemen Pembiayaan Pendidikan
6 PENGAWASAN
ANGGARAN
A. Pengertian Pengawasan Anggaran
Pengawasan merupakan suatu proses mengevaluasi,
memperhatikan, melacak, mereview, menilai, dan
melaporkan pelaksanaan program kerja yang telah
direncanakan sebelumnya untuk memastikan bahwa tugas-
tugas yang dilaksanakan telah sesuai dengan persyaratan
rencana. Sesuai dengan pengertian di atas dapat diartikan
bahwa pemantauan penggunaan anggaran pendidikan
adalah kegiatan melihat, memperhatikan memeriksa,
menilai, dan melaporkan penggunaan anggaran yang
dialokasikan untuk membiayai program pendidikan agar
anggaran tersebut digunakan dengan benar dan dapat
dilaksanakan secara efektif dan efisien.
Menurut kamus besar bahasa Indonesia, pengawasan
adalah perkiraan, perhitungan, regulasi, dan perkiraan
mengenai penerimaan dan pengeluaran kas yang diharapkan
untuk periode yang akan datang. Menurut interpretasi para
ahli tentang kata "pengawasan".

83
1. Pengawasan dijelaskan oleh Winardi sebagai “semua
kegiatan yang dilakukan oleh manajer guna memastikan
bahwa hasil yang sebenarnya sesuai dengan hasil yang
diharapkan".
2. Pengawasan adalah fungsi yang memastikan bahwa
operasi akan mencapai hasil yang diinginkan " menurut
Basu Swasta”.
3. Pengawasan dijelaskan oleh Komaruddin sebagai
"hubungan antara pelaksana rencana yang sebenarnya
dan dimulainya tindakan perbaikan terhadap pelanggaran
dan rencana penting.

Tujuan pengawasan adalah untuk mencegah


penyelewengan atau penyimpangan atas tujuan yang ingin
dipenuhi. Melalui pengawasan, diperlukan bantuan dalam
pelaksanaan kebijakan yang telah disusun guna mencapai
tujuan yang telah ditetapkan secara efektif dan efisien. Pada
kenyataannya, pengawasan menghasilkan suatu kegiatan
yang berkorelasi erat dengan menilai atau meninjau sejauh
mana pekerjaan telah diselesaikan. Pengawasan juga akan
mendeteksi sejauh mana protokol kepemimpinan diikuti dan
apakah ada penyimpangan dalam pelaksanaan pekerjaan
atau tidak.
Pemantauan, pemeriksaan, evaluasi, dan
pendokumentasian yang struktural dan sistematis termasuk
dalam pengawasan penggunaan anggaran pendidikan.

84 Manajemen Pembiayaan Pendidikan


Hal ini dikatakan sistematis karena kegiatan
pemantauan penggunaan anggaran pendidikan tidak boleh
dilakukan dengan memilih atau memilah hanya satu atau
beberapa kegiatan dari kegiatan tersebut, tetapi juga
mencakup empat kegiatan pokok yaitu monitoring, review,
evaluasi, dan melaporkan anggaran pendidikan. Sistematis
artinya prosedur pengawasan penggunaan anggaran
pendidikan harus dilakukan dengan urutan yang jelas,
dimulai dengan memonitor, pengecekan, dan penilaian
kegiatan dan diakhiri dengan penyajian laporan penggunaan
anggaran kepada pihak-pihak terkait dalam rangka
perencanaan pembuatan kebijakan ke depannya Hal ini
sesuai dengan Sriprinya Ramakomud yang menyatakan
bahwa pengawasan merupakan mekanisme monitoring,
penilaian, dan pelaporan yang merupakan bagian dari proses
pengawasan tersebut.
Kondisi nyata dari kinerja disebut juga dengan
pengawasan. Sedangkan tujuan (output) adalah memperoleh
data yang dibutuhkan untuk pelaporan kepada pihak yang
berwenang dalam pengambilan keputusan kebijakan
selanjutnya. Proses monitoring, penilaian, dan pelaporan
kegiatan diperlukan untuk mencapai tujuan ini.
Monitoring adalah proses untuk memantau bagaimana
rencana dan program dilaksanakan. Mengevaluasi (menilai)
adalah suatu tindakan pemberian putusan terhadap berjalan

BAB VI Pengawasan Anggaran 85


atau tidaknya proses pelaksanaan rencana dan program.
Sedangkan, hasil dari suatu proses evaluasi, pelaporan
merupakan kegiatan yang menyampaikan pengetahuan
tentang berhasil tidaknya suatu metode pelaksanaan rencana
dan pelayanan. Pola struktur pengawasan yang didefinisikan
oleh Rmakomud merupakan pola umum yang dapat
diterapkan pada berbagai aspek kehidupan manusia, seperti
pengendalian penggunaan anggaran pendidikan.

B. Prinsip Pengawasan Anggaran


Menurut kebijakan pengawasan umum Kementerian
Pendidikan dan Kebudayaan (Rakernas, 1999), skema
pengawasan harus didasarkan pada hal-hal berikut:
1. Kerangka pengawasan fungsional yang dimulai dengan
persiapan dan mencakup faktor-faktor seperti evaluasi
kelayakan, kinerja, dan efektivitas yang mencakup semua
program di semua bidang organisasi.
2. Kesimpulan dari pengawasan harus ditindaklanjuti
dengan kerja sama antara pihak supervisi, aparat penegak
hukum, dan organisasi lain untuk berbagi persepsi bekerja
sama sehingga menyelesaikan permasalahan yang
dihadapi.
3. Praktik pengawasan harus lebih difokuskan pada bidang
strategis dan pertimbangan manajemen.
4. Praktik pengawasan harus memiliki efek konseptual dan
menyeluruh pada kumpulan masalah.

86 Manajemen Pembiayaan Pendidikan


5. Aktivitas pengawasan harus dilakukan orang yang
memiliki keterampilan profesional yang kuat, berdedikasi,
dan kejujuran pribadi.
6. Akurat, dalam arti data/pengetahuan tentang kinerja yang
dipantau memiliki ketepatan.
7. Tepat waktu, artinya kata yang dihasilkan dapat dipakai
sesuai dengan waktu yang ada saat itu.
8. Bersikap objektif dan komprehensif.
9. Tidak menyebabkan pemborosan atau inefisiensi.
10. Tujuan tindakan dan pengawasan adalah untuk
menyamakan pengaturan atau keputusan yang dibuat
sebelumnya.
11. Tugas pengawasan harus mampu mengoreksi dan
mengevaluasi apakah pekerjaan yang dilaksanakan sesuai
dengan jadwal semula.

C. Tujuan Pengawasan Anggaran


Berikut adalah tujuan dari pengawasan:
1. Memastikan bahwa tugas dilaksanakan sesuai dengan
jadwal, prosedur, dan perintah.
2. Mengorganisir dan mengkoordinasikan acara.
3. Menghindari pemborosan dan penyelewengan.
4. Memastikan barang dan jasa yang disediakan memenuhi
kebutuhan masyarakat.
5. Meningkatkan kepercayaan masyarakat terhadap
kepemimpinan perusahaan.

BAB VI Pengawasan Anggaran 87


D. Tahapan Pengawasan Anggaran
Baik untuk satuan pendidikan maupun proses manajemen
pendidikan, pengawasan merupakan peran manajemen yang
penting. Tujuan pengawasan adalah untuk mengatur
persiapan dan pelaksanaan kegiatan dan program agar dapat
memenuhi tujuan yang telah ditetapkan. Pengawasan adalah
metode evaluasi dan peningkatan kinerja untuk memastikan
terpenuhinya prioritas dan tujuan organisasi.
Unsur-unsur dalam proses tersebut harus diperhatikan
saat melaksanakan pengawasan dalam manajemen
pendidikan. Menurut Shermerhorn (1984: 446), mekanisme
pengawasan memiliki empat komponen:
1. Menentukan standar kinerja
2. Melaksanakan penilaian kinerja
3. Membandingkan hasil penilaian kinerja dengan tujuan dan
standar kinerja yang telah dikembangkan
4. Menindaklanjuti hasil perbandingan.

Proses pengawasan menurut Komaruddin, yaitu


1. Standardisasi Pembangunan
Rencana pengawasan adalah langkah pertama dalam
proses pengawasan. Batasan yang jelas dan fungsional,
serta rincian strategis, dibuat selama proses perencanaan
pengawasan. Tujuan, sasaran, dan pedoman khusus
ditetapkan pada saat ini sebagai pedoman untuk
pelaksanaan pengawasan.

88 Manajemen Pembiayaan Pendidikan


2. Pengukuran Pelaksanaan
Tugas yang dilakukan pada pengukuran pelaksanaan
ini adalah mengumpulkan informasi tentang kegiatan
yang sedang berlangsung dengan mengacu kepada yang
telah diputuskan dalam perencanaan pengawasan.
Pengamatan atau catatan dapat digunakan untuk
melakukan pengukuran tersebut.

3. Penilaian Pelaksanaan
Manajer bertanggung jawab atas tahap evaluasi ini.
Pada tahap ini ditentukan arti dari perbedaan,
penyimpangan, atau ketidak sesuaian dalam pelaksanaan
kegiatan atau program dibandingkan dengan program
yang dijadwalkan.

4. Perbaikan
Upaya untuk perbaikan merupakan tahapan
penyesuian atas penyimpangan yang terjadi. Tindakan
perbaikan dimaksudkan agar status implementasi kembali
sesuai dengan standar.

E. Teknik Pengawasan Anggaran


Menurut Siagian (2006) menemukan bahwa teknik yang
paling efektif dapat dibagi menjadi dua kategori yaitu
pengawasan langsung dan tidak langsung. Masing-masing
strategi ini dijelaskan secara rinci di bawah ini.

BAB VI Pengawasan Anggaran 89


1. Teknik Pengawasan Langsung
Pemantauan langsung merupakan salah satu bentuk
pengawasan yang membutuhkan observasi dan pelaporan
langsung. Supervisor menggunakan strategi pemantauan
ini dengan terjun langsung ke lapangan untuk memantau
staf atau guru yang melakukan aktivitas sesuai dengan
uraian tugas. Supervisor dalam pengawasan langsung
mengamati, mempelajari, memverifikasi, dan mengecek
sendiri di lokasi serta menerima laporan langsung dari
pelaksana. Pengawasan langsung dapat berupa inspeksi
langsung, observasi di tempat, dan laporan di tempat.

2. Teknik pengawasan Tidak Langsung


Teknik pemantauan tidak langsung adalah strategi
pengawasan yang digunakan oleh pengawas dari jarak
jauh untuk melacak laporan karyawan kepada sekolah,
guru, dan staf lainnya. Laporan ini boleh dalam bentuk
tertulis maupun lisan.

Pengendalian penggunaan anggaran pendidikan


dibedakan menjadi empat jenis, yaitu pengawasan melekat,
pengawasan fungsional, pengawasan legislatif, dan
pengawasan masyarakat.
Keempat pengawasan ini dapat dijelaskan sebagai
berikut.

90 Manajemen Pembiayaan Pendidikan


1. Pengawasan Melekat
Pengawasan melekat (waskat) adalah pengawasan
langsung oleh atasan ke bawahannya, atau pengawasan
langsung atas kinerja bawahan oleh atasannya, bukan oleh
pihak lainnya. Sekalipun atasan tidak memiliki peran
pengawas, mereka adalah pengawas langsung. Namun,
sebagai kepala bagian atau ketua suatu unit kerja, ia
memiliki jabatan sebagai pengawas.
Ada pedoman tertentu yang harus diperhatikan oleh
atasan langsung dalam pengelolaan keuangan
menggunakan pengawasan melekat, yaitu
a. Pelaksanaan pengawasan keuangan pendidikan harus
dilaksanakan secara rutin dan berkelanjutan
b. Diperlukan pengawasan keuangan yang efektif, dengan
fokus pada jenis kegiatan yang rentan terhadap
kesalahan dan penyimpangan, serta kegiatan strategis.
c. Pengaturan keuangan pendidikan harus dilakukan
secara sistematis, tepat waktu, akurat, tertib, dan harus
difokuskan pada evaluasi objektif terhadap
penyimpangan yang muncul dengan analisis yang
cermat.
d. Penerapan pengawasan keuangan pendidikan harus
difokuskan pada pedoman khusus agar tidak terjadi
subjektivitas dalam berpikir dan berperilaku.

BAB VI Pengawasan Anggaran 91


e. Untuk mengidentifikasi penyimpangan sedini mungkin,
penyelenggara keuangan pendidikan harus
memasukkan sub-sub sistem pencatatan dan pelaporan
yang faktual, adil, dan tepat waktu.
f. Untuk menghindari penyimpangan dan kesalahan,
peraturan keuangan pendidikan harus ditegakkan
dengan mempertimbangkan massa saat ini dan masa
depan.

2. Pengawasan Fungsional
Pengawasan fungsional (wasnal) mengacu pada
aparat yang diberikan tanggung jawab yang berfungsi
sebagai pengawas (tugasnya sebagai supervisor). Di
lingkungan Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan,
perangkat pelaksana yang membidangi pengawasan
keuangan adalah:
a. Para inspektorat dan para pengawas pada tingkat
satuan pendidikan.
b. Badan Pengawasan dan Pembangunan (BPKB).
c. Badan Pemeriksa Keuangan (BPK).
d. Menteri Koordinator Ekonomi, Keuangan dan Industri
serta Pengawasan Pembangunan.
e. Tim Koordinasi Pengawasan yang dipimpin oleh Wakil
Presiden.

92 Manajemen Pembiayaan Pendidikan


Namun pengawasan organisasi di sektor tersebut
hanya terbatas pada Inspektorat Kementerian Pendidikan
dan Kebudayaan dan para pegawainya, serta BPKP dan
BPK. Sedangkan jika keadaan benar-benar mendukung,
Menteri Koordinator Bidang Perekonomian dan Wasbang,
serta Tim Koordinasi Pengawas Wapres bisa sewaktu-
waktu melakukan pengawasan.

3. Pengawasan Legislatif
Pengawasan Legislatif adalah pengawasan terhadap
pelaksanaan rencana kerja dan pelayanan pemerintah
oleh badan legislatif yaitu Dewan Perwakilan Rakyat
(DPR). Anggota DPR dan DPRD mengawasi pelaksanaan
dan program kerja kementerian dan pegawainya,
termasuk di lingkungan Kementerian Pendidikan dan
Kebudayaan.

4. Pengawasan Masyarakat
Pengawasan masyarakat adalah pengawasan dan
pelaporan pelaksanaan kegiatan suatu satuan kerja oleh
anggota masyarakat, baik secara individu maupun
kelompok, dengan cara mengamati, mengidentifikasi,
memantau, mengevaluasi, dan melaporkannya, khususnya
satuan kerja pemerintah, dengan mengirimkan surat
pengaduan ke kementerian atau melalui kotak pos 5000.
Jika surat pengaduan masyarakat memenuhi kriteria

BAB VI Pengawasan Anggaran 93


penanganan dan berasal dari pengawasan, maka surat
tersebut ditindaklanjuti oleh kepala kementerian dengan
pengawasan melekat, pengawasan fungsional,
pengawasan khusus, dan peninjauan

94 Manajemen Pembiayaan Pendidikan


7
BANTUAN
OPERASIONAL
SEKOLAH (BOS)

A. Bantuan Operasional Sekolah


Setiap orang yang berusia 7 sampai 15 tahun wajib mengikuti
pendidikan dasar, menurut undang-undang (UU) Nomor 20
Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional. Pemerintah
dan pemerintah daerah harus menjamin terlaksananya wajib
belajar minimal di jenjang pendidikan dasar tanpa
memungut biaya, sesuai Pasal 34 ayat 2 undang-undang
tersebut.
Pada Pasal 34 ayat 3 UU menyebutkan bahwa negara
bertanggung jawab atas wajib belajar yang diselenggarakan
oleh lembaga pendidikan pemerintah, pemerintah daerah,
dan masyarakat umum. Berdasarkan ketentuan UU tersebut,
pemerintah dan pemerintah daerah diberi mandat untuk
menyediakan fasilitas pendidikan bagi semua siswa tingkat
dasar (SD dan MI, SMP dan MTs) dan unit serta pendidikan
setara lainnya
BOS merupakan inisiatif pemerintah yang berupaya
meringankan beban masyarakat atas pendanaan pendidikan

95
dalam rangka wajib belajar sembilan tahun yang berkualitas
dengan menyediakan dana untuk biaya operasional non
operasional satuan pendidikan dasar sebagai pelaksana
program wajib belajar. Program BOS secara khusus
bertujuan untuk:
1. Membebaskan pembiayaan bagi siswa Sekolah Dasar
negeri dan Sekolah Menengah Pertama negeri terhadap
biaya operasional sekolah, kecuali untuk rintisan sekolah
bertaraf internasional (RSBI) dan sekolah bertaraf
internasional (SBI).
2. Pada sekolah negeri dan swasta, membebaskan semua
siswa miskin dari semua pungutan dalam bentuk apapun.
3. Siswa di sekolah swasta harus dibebaskan dari tanggung
jawab biaya operasional sekolah.

Pembiayaan pendidikan menjadi tanggung jawab


bersama antara pemerintah, pemerintah daerah, dan
masyarakat sesuai dengan PP Nomor 48 Tahun 2008. Biaya
satuan pendidikan, biaya penyelenggaraan atau
pengendalian pendidikan, dan biaya pribadi siswa semuanya.
dikelompokkan menjadi tiga kategori dalam peraturan ini.
1. Biaya satuan pendidikan berkaitan dengan biaya
penyelenggaraan pendidikan di tingkat satuan, yang
meliputi:

96 Manajemen Pembiayaan Pendidikan


a. Biaya investasi, yang meliputi biaya penyediaan
pertumbuhan sumber daya manusia dan layanan modal
kerja serta infrastruktur.
b. Biaya operasi. Biaya personalia dan non personalia
termasuk dalam biaya operasional. Gaji untuk pendidik
dan staf pendidikan, serta tunjangan yang ditambahkan
yang terkait pada gaji. Biaya untuk perlengkapan atau
fasilitas pengajaran yang habis pakai dikenal sebagai
biaya non provisional. Seringkali termasuk biaya tidak
langsung seperti listrik, air, utilitas, telekomunikasi,
perbaikan fasilitas dan infrastruktur, upah lembur,
transportasi, penggunaan, pajak, asuransi, dan
sebagainya.
c. Bantuan biaya pendidikan, yaitu uang yang diberikan
kepada siswa yang orang tua atau walinya tidak mampu
membiayai pendidikannya.
d. Beasiswa adalah penghargaan pendidikan yang
ditawarkan kepada siswa berprestasi.

2. Biaya penyelenggaraan pendidikan merupakan biaya


pengelolaan oleh pemerintah provinsi, pemerintah kota
kabupaten, atau satuan sekolah berbasis masyarakat.
3. Biaya pribadi siswa termasuk biaya perorangan yang
harus ditanggung siswa tersebut agar dapat menempuh
proses pembelajaran secara berkala dan ber-
kesinambungan.

BAB VII Bantuan Operasional Sekolah (BOS) 97


Terkait program BOS, yang mencakup pendidikan dasar
sembilan tahun, setiap pengelola program pendidikan harus
memperhatikan hal-hal berikut:
1. BOS harus menjadi alat utama untuk memperluas akses
dan meningkatkan standar pendidikan dasar sembilan
tahun.
2. Sejak adanya BOS, siswa yang kurang mampu tidak boleh
dipaksa putus sekolah karena tidak mampu membayar
biaya atau retribusi sekolah.
3. Upaya harus dilakukan untuk memastikan bahwa anak-
anak yang telah lulus Sekolah Dasar dapat melanjutkan
pendidikannya di Sekolah Menengah Pertama. Tidak ada
lulusan sekolah dasar atau sederajat yang tidak boleh
melanjutkan pendidikan agar dapat diterima kembali ke
sekolah.
4. Kepala sekolah mencari dan menyambut siswa sekolah
dasar atau sederajat yang akan lulus dan berkesempatan
putus sekolah untuk melanjutkan ke sekolah menengah
pertama atau sederajat. Begitu pula jika ada anak yang
putus sekolah tetapi masih ingin melanjutkan pendidikan,
hendaknya diajak kembali ke sekolah.
5. Dana BOS harus dikelola secara transparan dan akuntabel
oleh kepala sekolah.
6. BOS tidak melarang siswa, orang tua yang kompeten, atau
wali untuk memberikan sumbangan sukarela yang tidak

98 Manajemen Pembiayaan Pendidikan


mengikat ke sekolah. Sumbangan sukarela dari orang tua
siswa harus ikhlas, tidak dibatasi oleh waktu atau jumlah,
dan mereka yang tidak menyumbang tidak boleh di
intimidasi.

Menurut PP Nomor 48 Tahun 2008, Pemerintah Pusat


dan Pemerintah Daerah bertanggung jawab atas biaya satuan
pendidikan dalam bentuk pengenalan pendidikan dasar
sembilan tahun:
1. Pemerintah pusat dan pemerintah daerah bertanggung
jawab membiayai pengeluaran dan biaya operasional
satuan pendidikan untuk sekolah yang diatur oleh
pemerintah pusat atau pemerintah daerah hingga
tercapainya Standar Nasional Pendidikan
2. Selain dari pemerintah pusat dan pemerintah daerah,
tambahan dana dapat berasal dari masyarakat, pihak asing
yang tidak mengikat, dan sumber yang tidak mengikat
lainnya
3. Pemerintah pusat dan pemerintah daerah akan
berkontribusi pada biaya non-personalia sekolah yang
dikelola masyarakat.

B. Mekanisme Penyaluran Dana Bos


Sistem penyaluran dana BOS misalnya, dapat dilihat di bawah
ini, yang berlaku dari tahun 2005 hingga 2010. Sejak tahun
2005 hingga 2010, posisi Dinas provinsi dalam penyaluran
dana bos sangat dominan. Dana dekonsentrasi digunakan

BAB VII Bantuan Operasional Sekolah (BOS) 99


untuk menyalurkan dana BOS ke seluruh DIPA daerah.
Karena dana tersebut didistribusikan langsung ke sekolah
penerima BOS dari pengelola dana dekonsentrasi BOS di
dinas pendidikan provinsi, proses ini memiliki manfaat untuk
penyampaian yang cepat dan keseragaman antara sekolah
negeri dan swasta. Namun sesuai amanat PP Nomor 38
Tahun 2007 tentang pembagian tugas pemerintahan antara
pemerintah, pemerintah provinsi, dan pemerintah
kabupaten/kota, yang antara lain mencatat bahwa
pemerintah daerah kabupaten/kota menjalankan fungsi yang
harus dilakukan oleh pemerintah daerah yang berkaitan
dengan penyediaan layanan dasar dan pendidikan dasar bagi
masyarakat.
Dari mekanisme di atas, posisi pemerintah kabupaten
atau kota sangatlah minim, karena kurangnya partisipasi
pemerintah kabupaten atau kota, proses ini juga
menunjukkan kurangnya sinkronisasi antara program BOS
dan sistem pemerintah kabupaten atau kota. Namun dalam
pelaksanaannya, Dinas Pendidikan kabupaten/kota juga
mengirimkan rekomendasi sekolah dan menentukan jumlah
penerima.
Ada pula dana BOS Daerah (BOSDA) yang akan dibahas
lebih lanjut dalam hal ini yaitu BOSDA provinsi, selain dana
BOS yang dananya bersumber dari APBN, melalui anggaran

100 Manajemen Pembiayaan Pendidikan


Kementerian Pendidikan Nasional maupun melalui dana
transfer.
BOSDA adalah program bantuan operasional sekolah
pemerintah provinsi untuk SD dan SMP yang berupaya
mengatasi kekurangan dana BOS yang dialokasikan oleh
pemerintah pusat melalui anggaran pendapatan dan belanja
negara. Pemerintah provinsi memberikan dana BOSDA
kepada pemerintah kabupaten/kota dalam alokasi biaya
hibah yang akan dimasukkan dalam APBD kabupaten/kota,
dan pemerintah kabupaten/kota selanjutnya akan
menyalurkan dana BOSDA kepada satuan pendidikan
penerima BOSDA, dengan tujuan untuk memastikan
terselenggaranya pendidikan dasar sembilan tahun (sekolah)
dengan mengikuti mekanisme pencairan dana BOS

C. Permasalahan Dana Bos


Meski dana BOS telah beroperasi sejak 2005, masih ada
kekhawatiran yang perlu diselesaikan. Berikut ini adalah
beberapa permasalahan yang muncul, misalnya pada fase
distribusi di tahun 2011.
1. Permasalahan Penganggaran yang Mengakibatkan
Terlambatnya penyaluran
Seperti diberitakan sebelumnya, setelah tahun 2011
ada proses pengalokasian dana BOS, yang sebelumnya
merupakan anggaran kementerian pendidikan nasional
dilaksanakan oleh dinas pendidikan provinsi melalui dana

BAB VII Bantuan Operasional Sekolah (BOS) 101


dekonsentrasi dan kini menjadi dana dari APBN ke APBD
kabupaten/kota.
Dengan perubahan tersebut, pemerintah
kabupaten/kota harus memperhitungkan penerimaan
dana transfer, serta pengeluaran di SKPKD untuk sekolah
swasta dan belanja hibah di SKPKD (dinas pendidikan
kabupaten/kota) untuk alokasi dana BOS ke sekolah
negeri.
Menteri Keuangan mengeluarkan peraturan pada 27
Desember 2010 yang mengalokasikan alokasi sementara
bantuan operasional sekolah kepada pemerintah
kabupaten/kota, padahal APBD 2011 sudah dirundingkan
dan dihimpun, sehingga alokasi dana BOS belum masuk
dalam APBD 2011.
Untuk mengatasi kesulitan tersebut, Menteri Dalam
Negeri dan Pendidikan Nasional mengeluarkan Surat
Edaran Bersama (SE) pada 28 Desember 2010 yang berisi
pedoman pengelolaan dana BOS tahun anggaran 2011,
yang merupakan pengalihan dari anggaran Kementerian
Pendidikan Nasional. untuk mengalihkan dana ke daerah,
perlu perencanaan yang matang. oleh pemerintah pusat
dan pemerintah daerah
Pemerintah terikat dengan peraturan perundang-
undangan, sedangkan pemerintah daerah terikat dengan
administrasi dana BOS dalam APBD dan kesiapan SKPD

102 Manajemen Pembiayaan Pendidikan


pendidikan dan sekolah untuk melaksanakan tugas
tersebut. Pendidikan dasar merupakan program/kegiatan
pengabdian kepada masyarakat yang harus dilaksanakan
tepat waktu, dan bila tidak dilaksanakan maka Pemprov
dan masyarakat akan mengalami kerugian yang cukup
besar. Alhasil, penggunaan dana BOS bisa digolongkan
sebagai kebutuhan yang mendesak, sebagaimana
dimaksud pada ayat (2) pasal 81 PP Nomor 58 Tahun 2005
[4] dan pasal 162 permendagri Nomor 13 Tahun 2006.
Daerah yang telah menyusun Peraturan Daerah
tentang APBD Tahun Anggaran 2011 tetapi belum
menganggarkan dana BOS yang berasal dari pemerintah,
maka daerah tersebut dapat melakukan kegiatan BOS
mendahului peraturan daerah tentang perubahan APBD
tahun anggaran 2011.
Meski sudah ada surat edaran bersama, banyak
daerah yang kurang percaya diri untuk menegakkannya,
sehingga dana BOS tidak dialokasikan hingga peraturan
daerah tentang amandemen APBD terbit. Persoalan teknis
akuntansi adalah masalah lain yang relevan dengan
masalah penganggaran. Misalnya, pemerintah provinsi
DIY menganggarkan dana BOSDA pada tahun anggaran
2011.
SKPD Dinas Pendidikan, Pemuda, dan Olahraga
Provinsi DIY pada awalnya dianggarkan sebagai belanja

BAB VII Bantuan Operasional Sekolah (BOS) 103


langsung SKPD dalam anggaran BOSDA. Penganggaran
BOSDA Dinas Pendidikan, Pemuda, Pemuda, dan Olahraga
sebagai belanja langsung dinilai melanggar ketentuan SAP.
Karena dana BOSDA yang di anggarkan pada SKPD
seharusnya sebagai belanja tidak langsung yang ditransfer
ke APBD pemerintah kota sebagai belanja hibah.
Akibatnya, dana BOSDA provinsi tidak disalurkan hingga
September 2011. Kenyataannya, menanggapi kendala
tersebut, Gubernur Yogyakarta telah mengeluarkan
Peraturan Gubernur yang mengatur tentang pemuda dan
olahraga di Provinsi Yogyakarta menjadi belanja tidak
langsung melalui SKPKD/DPPKA Provinsi DIY. Revisi ini
dapat diberlakukan segera sebelum adanya Peraturan
Daerah tentang perubahan APBD, sesuai dengan
peraturan gubernur.

2. Masalah Besaran Dana Bos Persiswa


Dana BOS merupakan dana bantuan operasional
untuk satuan pendidikan (sekolah) yang besarnya
ditentukan berdasarkan jumlah siswa yang terdaftar di
sekolah tersebut dengan menggunakan Standar Biaya
Operasional Non personel Kementerian Pendidikan
Nasional. Pemendiknas 69 Tahun 2009 menjelaskan
tentang standar pembiayaan non personalia untuk sekolah
dasar atau madrasah ibtidaiyah (SD/MI). sekolah
menengah pertama atau Tsanawiyah (SMP/MTS), sekolah

104 Manajemen Pembiayaan Pendidikan


menengah atas atau madrasah aliyah (SMA/MA), sekolah
menengah kejuruan (SMK), sekolah menegah pertama
luar biasa (SMPLB), sekolah dasar luar biasa (SDLB),
sekolah menengah atas luar biasa (SMALB) Besarnya
biaya operasi standar untuk non personil dalam satu tahun
adalah Rp. 580.000 untuk SD/MI dan Rp. 710.000 untuk
SMP/MTS. Sedangkan alokasi dana BOS yang disediakan
APBN sebesar Rp. 397.000 untuk SD/MI dan Rp. 570.000
untuk SMP/MTs. Kurangnya pembiayaan tersebut bisa
ditutup dengan dana BOSDA.
Program BOS ditujukan untuk seluruh Sekolah Dasar
dan Sekolah Menengah Pertama Indonesia, serta Sekolah
Menengah Pertama Terbuka (SMPT) dan Kegiatan Belajar
Mandiri Berbasis Masyarakat (TKBM), baik negeri
maupun swasta, di seluruh provinsi. Dengan kata lain,
program BOS secara efektif ditawarkan ke semua sekolah
terlepas dari apakah sekolah itu “mahal” atau “berbiaya
rendah”.
Dengan adanya keseragaman dana BOS per siswa
dalam penganggaran, memudahkan untuk melakukan
perhitungannya. Namun, hal ini dinilai tidak adil karena
biaya operasional tiap sekolah berbeda-beda menurut
wilayah, sementara itu dengan adanya Bantuan
Operasional (BOS), sekolah dilarang melakukan pungutan
terhadap siswanya.

BAB VII Bantuan Operasional Sekolah (BOS) 105


Dengan keseragaman ini, ternyata beberapa sekolah
masih melakukan pungutan terhadap siswanya dengan
dasar biaya operasional tetap. Biaya sekolah di daerah
dengan akses transportasi yang sulit tentu saja berbeda
dengan biaya sekolah di daerah yang aksesnya mudah.
Sekolah yang memiliki standar pendidikan yang
cukup tinggi (sekolah mahal) yang sudah mendapatkan
dana BOS tentu mempunyai biaya standar operasional
yang lebih tinggi dibandingkan sekolah yang menerapkan
standar pendidikan minimum.
Oleh karena itu, setiap dinas pendidikan kabupaten
atau kota harus membuat standar biaya operasional
sekolah, seperti berdasarkan regional, berdasarkan
kemampuan untuk memenuhi persyaratan pendidikan
nasional, atau kriteria lain yang dapat diterima.

3. Kurang Transparansinya Penggunaan dan Pertanggung


jawaban Dana Bos
Program dana bos ditawarkan ke sekolah dengan
memakai manajemen berbasis sekolah (MBS), artinya
dana BOS diperoleh sekolah secara keseluruhan dan
dikelola secara otonom oleh sekolah dengan
mengikutsertakan dewan guru dan komite sekolah. Jadi,
secara umum, MBS bertujuan untuk memberdayakan
sekolah dengan memberi mereka kewenangan (otonomi),
memberi mereka lebih banyak keleluasaan dalam

106 Manajemen Pembiayaan Pendidikan


mengelola sumber daya sekolah, dan memungkinkan
warga sekolah dan masyarakat untuk terlibat dalam
meningkatkan standar pendidikan di sekolah.
Warga sekolah diharapkan dapat lebih
mengembangkan sekolah melalui program BOS dengan
memperhatikan hal-hal berikut ini.
a. Sekolah dapat mengelola dana secara kompeten,
terbuka, dan dapat dipertanggungjawabkan.
b. Dengan tujuannya meningkatkan akses, kualitas, dan
pengelolaan sekolah, BOS harus menjadi sarana yang
efektif untuk meningkatkan pemberdayaan sekolah.
c. Untuk periode empat tahun, sekolah harus
mengembangkan rencana jangka menengah.
d. Sekolah wajib membuat jadwal kerja (RKT) tahunan.
Berupa anggaran sekolah dan jadwal kegiatan (RKAS).
Dana BOS merupakan komponen penting dari RKAS.
e. Anggaran sekolah dan jadwal kegiatan (RKAS) dan
rencana jangka menengah perlu disetujui oleh dewan
pendidikan dan disahkan oleh dinas pendidikan
kabupaten/kota (untuk sekolah negeri) atau yayasan
(untuk sekolah swasta)
Terdapat sejumlah permasalahan dalam
administrasi dan transparansi dana BOS, antara lain
sekolah tidak mencantumkan penerimaan dana BOS,
sekolah tidak memberikan biaya operasional sekolah

BAB VII Bantuan Operasional Sekolah (BOS) 107


gratis kepada siswanya, dan penggunaan dana BOS sesuai
dengan alokasi awal.
Persoalan lainnya adalah kurangnya melibatkan
komite sekolah sebagai mekanisme kontrol dalam
pengelolaan dana BOS. Komite sekolah harus dibentuk
dengan masukan dari pemangku kepentingan sekolah,
seperti guru dan orang tua siswa, pada kenyataannya
banyak orang tua yang tidak mengetahui komite
sekolahnya. Ketidakpedulian kepala sekolah dan pejabat
sekolah lainnya dapat dianggap sebagai sikap yang apatis.
Akibatnya, ada peluang terjadinya kecurangan karena
transparansi penggunaan dana BOS yang tidak jelas.
Karena terlambatnya penyaluran dana BOS pada
tahun 2011, akibat Kementerian Pendidikan Nasional
mengubah proses penyaluran dana Bantuan Operasional
Sekolah (BOS) pada tahun 2012, mengarahkannya ke
pemerintah provinsi, bukan ke kabupaten atau kota.
Dengan tidak lancarnya pengalokasian dana BOS
Tahun 2011. Birokrasi mempersulit kebijakan yang
didasarkan pada konsep desentralisasi, terutama ketika
disebarkan ke sekolah-sekolah negeri. Dengan mekanisme
baru ini, Kementerian Keuangan diharapkan bisa lebih
cepat menyalurkan dana BOS dari kas umum negara
(KUN) ke kas umum daerah (KUD) provinsi.

108 Manajemen Pembiayaan Pendidikan


Menurut Permendiknas Pendidikan Nasional 2009,
besaran BOS yang diperoleh sekolah, termasuk untuk BOS
buku, meningkat pada tahun 2012. Jumlah tersebut
diperkirakan berdasarkan jumlah siswa dengan ketetapan
untuk SD/SDLB sebesar Rp.580.000/siswa/tahun dan untuk
SMP/SMPLB/SMPT sebesar Rp.710.000/siswa/tahun atau
setara dengan jumlah operasi non-personel. Dana BOS akan
tersedia untuk jangka waktu 12 bulan dari Januari hingga
Desember 2012, yaitu semester 2 tahun pelajaran 2011-2012
dan semester 1 tahun pelajaran 2012-2013. Uang
didistribusikan setiap tiga bulan, dari Januari hingga Maret,
April hingga Juni, Juli hingga September, dan Oktober hingga
Desember.

BAB VII Bantuan Operasional Sekolah (BOS) 109


110 Manajemen Pembiayaan Pendidikan
8 MUTU PENDIDIKAN

A. Mutu Pendidikan
Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, mutu berarti baik
buruknya suatu benda; kadar; tingkat atau derajat
(kecerdasan, kecerdasan, dll.); serta kualitas. Oleh karena itu,
pendidikan yang berkualitas dapat diartikan sebagai
penyelenggaraan pendidikan yang mampu menghasilkan
tenaga terlatih yang sesuai dengan kebutuhan negara. Mutu
di bidang pendidikan mencakup input, proses, output, dan
outcome. Jika input pendidikan siap untuk diproses, itu
ditetapkan sebagai kualitas yang tinggi. Jika bisa tercipta
lingkungan PAKEM (Aktif, Kreatif, dan Menyenangkan)
dalam bidang pendidikan, itu berarti suatu proses
pendidikan mempunyai mutu
1. Karakteristik Mutu Pendidikan
Terdapat 13 karakteristik yang dimiliki oleh mutu
pendidikan menurut Husaini Usman (2006: 411):
a. Kinerja (Performance) berhubungan dengan
keberhasilan seorang guru dalam mengajar, baik dalam

111
memberikan penjelasan yang menarik, aman dan
penuh perhatian dalam mendidik, serta perencanaan
materi pembelajaran yang lengkap, fasilitas
administrasi dan pendidikan sekolah yang baik dengan
kinerja yang baik setelah menjadi sekolah favorit.
b. Waktu wajar yaitu jumlah waktu yang sikron, seperti
memulai dan menyelesaikan pelajaran tepat waktu, dan
memeriksa waktu secara akurat.
c. Handal, yang mengacu pada kemampuan suatu sekolah
untuk bertahan lama. Selain kinerja sekolah yang luar
biasa yang berlangsung lama dari tahun ke tahun,
efisiensi sekolah terus meningkat dari tahun ke tahun.
d. Data tahan, misalnya, di tengah krisis moneter, sekolah
masih tetap bertahan (eksis)
e. Indah, misalnya eksterior dan interior sekolah di
dekorasi dengan menarik, dan guru menciptakan media
pendidikan yang menarik.
f. Hubungan manusiawi yang melibatkan menjaga
standar moral dan profesionalisme. Anggota sekolah
misalnya, saling menghargai, demokrasi, dan
profesionalisme.
g. Mudah digunakan, mengacu pada layanan dan
infrastruktur. Peraturan sekolah, misalnya, mudah
diikuti, dan buku perpustakaan mudah dipinjam dan
dikembalikan tepat waktu.

112 Manajemen Pembiayaan Pendidikan


h. Bentuk khusus yang unik, seperti keunggulan tertentu,
seperti sekolah unggulan dalam hal penguasaan
teknologi informasi (komputerisasi).
i. Standar tertentu yaitu sekolah telah memenuhi standar
khusus. Contohnya sekolah telah mengikuti ketentuan
pelayanan minimal.
j. Konsistensi yaitu keadaan sekolah yang konstan dan
stabil, seperti yang ditunjukkan oleh fakta bahwa
kualitas sekolah tidak menurun dari dulu hingga
sekarang, dan anggota sekolah tetap konsisten dalam
perkataanya.
k. Seragam, yaitu, tanpa perbedaan, tidak adanya
campuran. Misalnya, sekolah menegakkan hukum, tidak
mendiskriminasi, dan mewajibkan siswanya
berpakaian seragam.
l. Mampu melayani, yaitu memberikan layanan yang luar
biasa. Sekolah, misalnya, memiliki kotak saran, dan
rekomendasi harus yang dipenuhi dengan baik
sehingga pelanggan senang.
m. Keakuratan fasilitas, seperti sekolah mampu
memberikan layanan sesuai dengan keinginan
pelanggan sekolah.

BABA VIII Mutu Pendidikan 113


B. Peningkatan Pemerataan
Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, rata merupakan
kata yang berasal dari pemerataan, yang artinya mencakup
semua bagian, yang terdistribusi ke segala penjuru, dan
memperoleh jumlah yang sama.
Dapat disimpulkan bahwa pemerataan pendidikan
merupakan suatu mekanisme, cara, dan perbuatan
melakukan pemerataan terhadap penyelenggaraan
pendidikan sehingga seluruh lapisan masyarakat dapat
memperoleh manfaat darinya.
Persoalan pemerataan pendidikan adalah bagaimana
sistem pendidikan harus memberikan kesempatan yang
seluas-luasnya bagi semua orang untuk mengenyam
pendidikan, sehingga pendidikan menjadi tempat
pengembangan sumber daya manusia untuk menunjang
pendidikan.
Ketika masih banyak masyarakat khususnya anak usia
sekolah yang tidak dapat tertampung dalam sistem atau
institusi pendidikan karena minimnya fasilitas pendidikan
yang tersedia, maka timbul masalah pemerataan pendidikan.
Pemerataan pendidikan atau yang disebut dengan perluasan
kesempatan belajar merupakan tujuan dari pelaksanaan
pembangunan nasional.
Untuk memastikan bahwa setiap orang memiliki akses
yang sama ke pendidikan. Jenis kelamin, status sosial,
keyakinan, atau lokasi geografis tidak ada hubungannya

114 Manajemen Pembiayaan Pendidikan


dengan kemampuan seseorang untuk menerima pendidikan.
Pada butir pertama Propernas 2000-2004 yang mengacu
pada GBHN 1999-2004 tentang kebijakan peningkatan
pendidikan, berbunyi:
"Dengan peningkatan anggaran pendidikan yang
substansial, ini bertujuan untuk memperluas dan
mempertahankan akses pendidikan berkualitas tinggi bagi
seluruh rakyat Indonesia untuk membangun masyarakat
Indonesia yang berkualitas tinggi." Salah satu tujuan
penyelenggaraan pendidikan Indonesia adalah memberikan
kesempatan yang sama kepada setiap orang untuk
berkecimpung dalam dunia pendidikan.
Seperti dapat dilihat dari uraian di atas, tujuan utama
yang akan dicapai adalah Pendidikan yang Setara. Jika target
tersebut tidak terpenuhi, maka penyelenggaraan pendidikan
tidak bisa dikatakan berhasil. Inilah yang membuat masalah
kesetaraan pendidikan menjadi yang paling sulit untuk di
atasi. Amandemen UUD 1945 Pasal 31 ayat 1, mengenai
pendidikan dan kebudayaan, menjelaskan bahwa pendidikan
adalah suatu keistimewaan yang menyatakan bahwa “setiap
orang berhak atas pendidikan”.
Masalah pendidikan yang tidak merata dapat di atasi
dengan memastikan fasilitas dan kesempatan belajar bagi
siapa saja yang diharapkan untuk bersekolah. Penyediaan
fasilitas dan perlengkapan pendidikan oleh pemerintah harus

BABA VIII Mutu Pendidikan 115


dilakukan setransparan mungkin, sehingga tidak ada yang
dapat mengganggu pelaksanaan program.
Pemerintah telah banyak melakukan upaya untuk
meningkatkan pemerataan akses pendidikan bagi seluruh
rakyat. Langkah-langkah yang dilakukan dengan berbagai
cara konvensional dan inovatif.
Cara konvensional antara lain:
1. Mendirikan gedung sekolah dan ruang belajar seperti SD
Inpres.
2. Penggunaan gedung sekolah untuk double shif (sistem
bergantian pagi dan sore).

Berkaitan dengan hal tersebut, perlu dikaji cara-cara


untuk meningkatkan keinginan keluarga kurang mampu
untuk belajar agar dapat terus menyekolahkan anaknya.
Cara inovatif antara lain:
1. Sistem pamong (pendidikan oleh masyarakat; orang tua;
dan guru),
2. SD kecil pada daerah terpencil,
3. Sistem guru kunjung,
4. SMP Terbuka,
5. Adanya ujian paket A dan B,
6. Belajar jarak jauh.

C. Peningkatan Mutu Pendidikan


Peningkatan kualitas setiap jenjang pendidikan dengan
bersekolah seringkali dilakukan sesuai dengan proses

116 Manajemen Pembiayaan Pendidikan


pemerataan pendidikan. Peningkatan kualitas ini bertujuan
untuk meningkatkan standar masukan dan peserta didik,
serta prosedur, sarana dan prasarana, serta anggaran
pendidikan.
Ada beberapa faktor yang menyebabkan rendahnya
kualitas pendidikan. Konsistensi proses pembelajaran yang
belum mampu membentuk proses pembelajaran yang
berkualitas merupakan aspek yang paling berpengaruh
signifikan. Padahal hasil belajar yang bermutu hanya
mungkin diperoleh bila diikuti dengan proses pembelajaran
yang bermutu. Tidak mungkin mengharapkan hasil
pembelajaran yang berkualitas jika proses pembelajaran
tidak berjalan dengan baik. Hampir tidak dapat dimungkiri
bahwa pembelajaran yang tidak optimal menghasilkan hasil
ujian yang tidak baik, dan hasil belajar tersebut bersifat
pseudo-learning (semu). Ini menunjukkan bahwa masalah
terbesar dengan kualitas pendidikan lebih pada masalah
proses pendidikan.
Selain itu, kurikulum adalah komponen terpenting dari
proses pendidikan oleh setiap institusi pendidikan mana pun.
Ini menunjukkan bahwa kurikulum adalah alat untuk
mencapai tujuan pendidikan dan pedoman untuk
melaksanakan pengajaran di semua tingkatan dan bentuk
pendidikan.

BABA VIII Mutu Pendidikan 117


Penjelasannya adalah, bahwa kurikulum tidak hanya
mencakup sekumpulan fakta yang harus dipelajari dan
diajarkan, tetapi juga semua kegiatan pendidikan yang
dianggap penting, serta item-item yang dianggap berdampak
signifikan terhadap kepribadian siswa dalam rangka untuk
mencapai tujuan pendidikan. Untuk itu, saat merancang
kurikulum sekolah harus mampu melibatkan siswa dalam
proses pembelajaran dan berhasil mendorong
kreativitasnya. Guru dan dosen sama-sama harus terlibat
dalam pembelajaran atau manajemen pembelajaran yang
lebih kreatif dalam situasi ini.
Aspek pendidikan yang meliputi siswa, tenaga
kependidikan, kurikulum, fasilitas belajar, bahkan
masyarakat sekitar menentukan kelancaran pen-
yelenggaraan pendidikan. Seringkali tidak ada dukungan
atau kolaborasi dalam komponen pendidikan, begitu juga
dengan mobilitas komponen yang mengarah pada
pencapaian tujuan. Misalnya, jika fasilitas pembelajaran
lengkap tetapi tidak didampingi oleh guru yang berkualitas,
maka kontribusi sarana untuk mencapai tujuan menjadi
kurang memadai.
Topik kualitas pendidikan juga menyangkut masalah
pemerataan mutu pendidikan. Ketetapan MPR RI 1988 dalam
GBHN menyatakan bahwa penting untuk lebih
menyempurnakan dan meningkatkan pengajaran iptek,

118 Manajemen Pembiayaan Pendidikan


khususnya untuk memacu penguasaan ilmu pengetahuan
dan teknologi serta meningkatkan pemahaman pada bidang
sains dan matematika. Secara umum, kualitas pendidikan di
seluruh nusantara menunjukkan bahwa di perdesaan,
terutama di daerah terpencil, lebih rendah daripada di
perkotaan.
Meskipun setiap bentuk dan jenjang pendidikan
memiliki ciri khasnya masing-masing, penanganan masalah
kualitas pendidikan terutama menitikberatkan pada
peningkatan kualitas komponen pendidikan serta
mobilitasnya. Secara umum upaya peningkatan mutu
pendidikan meliputi:
1. Penyeleksian siswa dan mahasiswa yang lebih rasional
khususnya untuk masuk SLTA dan perguruan tinggi.
2. Pengembangan kemampuan tenaga kependidikan melalui
penelitian tambahan seperti persiapan, penataran,
lokakarya, dan kegiatan kelompok belajar seperti PKG dan
lain-lain.
3. Memperbaiki program atau kurikulum, misalnya dengan
menyediakan materi yang lebih penting dengan muatan
lokal, menggunakan pendekatan yang menantang dan
menarik bagi peserta didik serta melakukan penilaian
PAP.
4. Perbaikan infrastruktur yang mendorong lingkungan
belajar yang tenang.

BABA VIII Mutu Pendidikan 119


5. Perbaikan layanan pendidikan seperti media
pembelajaran, buku teks, dan perlengkapan laboratorium.
6. Peningkatan administrasi terutama dalam hal anggaran.

Dalam konteks tugas, kegiatan manajemen mutu


meliputi:
1. Kajian tentang bagaimana pendidikan diterapkan di
semua institusi pendidikan.
2. Pengawasan dan memonitoring pendidikan oleh
administrator dan supervisor.
3. Sistem ujian nasional/negara seperti Ebtanas, Sipenmaru,
dan UMPTN.
4. Akreditasi lembaga pendidikan untuk menentukan status
lembaga tersebut

Pasal 3 Undang-Undang Sistem Pendidikan Nasional


Nomor 20 Tahun 2003
Visi: menyediakan fasilitas pendidikan nasional yang prima
guna membangun manusia Indonesia yang cerdas secara
komprehensif.

Misi: meningkatkan ketersediaan layanan pendidikan,


memperluas keterjangkauan layanan pendidikan,
meningkatkan standar/kualitas dan relevansi layanan
pendidikan, mewujudkan pemerataan dalam memperoleh
pendidikan, serta menjamin mendapatkan pelayanan
pendidikan.

120 Manajemen Pembiayaan Pendidikan


BABA VIII Mutu Pendidikan 121
122 Manajemen Pembiayaan Pendidikan
STANDAR
9 PEMBIAYAAN
PENDIDIKAN
A. Standar Pembiayaan Pendidikan
Standar pembiayaan meliputi syarat-syarat minimal
mengenai pembiayaan pada satuan pendidikan, mulai dari
tahapan dan alur dalam mengelola, penganggaran, serta
akuntabilitas dalam menggunakan biaya. Pada standar
pembiayaan pendidikan ada tiga jenis biaya, yakni
1. Biaya investasi, seperti: Penyediaan sarana dan prasarana,
mengembangkan SDM, dan lain-lainnya.
2. Biaya personal, yaitu pembiayaan pendidikan dikeluarkan
oleh siswa guna dapat ikut dalam proses belajar mengajar.
3. Biaya operasional, yaitu gaji guru dan tenaga
kependidikan serta tunjangan, alat habis dipakai, serta
biaya operasional tidak langsung yakni air, alat
komunikasi, pemeliharaan alat, uang lembur, transportasi,
konsumsi, pajak, asuransi, dan biaya lain-lainnya.

Untuk meningkatkan mutu pendidikan, perlu adanya


standar pembiayaan minimal yang ditentukan berdasarkan
perhitungan semua biaya personal, yaitu gaji, tunjangan,

123
ATK, pertemuan, penilaian, pemeliharaan, pembinaan serta
jasa yang diperkirakan terpakai.
Dalam membedakan faktor-faktor kemahalan dan
keunikan pada daerah, perlu adanya indeks yang mengukur
biaya di tiap-tiap daerah. Standar pembiayaan ini digunakan
sebagai tolak ukur kelayakan sekolah mengenai pembiayaan,
serta dapat menjadi suatu pertimbangan terhadap keputusan
pembiayaan di setiap kegiatan pemerintah. Dalam
melaksanakan suatu penghitungan terhadap analisa
keuangan memerlukan keahlian pemahaman perhitungan
keuangan banyak yang tidak dipahami.
Peraturan Pemerintah No. 19 Tahun 2005 mengenai
Persyaratan Pendidikan Nasional menjadi landasan standar
pembiayaan pendidikan. Bagian Standar Pembiayaan Bab IX
PP SNP, pembiayaan pendidikan meliputi biaya investasi,
biaya operasional, serta biaya pribadi. Biaya penyediaan
sarana dan prasarana, serta pertumbuhan SDM dan modal
kerja tetap, semuanya termasuk dalam biaya investasi satuan
pendidikan.
Gaji untuk guru dan tenaga pendidik, dan semua
tunjangan gaji, bahan/fasilitas yang dapat dikonsumsi, ini
termasuk kepada biaya operasional secara langsung dan
biaya operasional pendidikan yang tidak langsung meliputi:
listrik, air, komunikasi, perbaikan peralatan dan
perlengkapan, upah lembur, transportasi, konsumsi, pajak,

124 Manajemen Pembiayaan Pendidikan


dan asuransi, baik itu operasional langsung maupun tidak
langsung adalah contoh biaya operasional unit atau satuan
pendidikan. Biaya pribadi termasuk biaya pendidikan yang
harus dibayarkan oleh siswa/orang tua agar dapat
menempuh kegiatan pembelajaran dengan baik.
Pendanaan pendidikan meliputi pengeluaran investasi,
biaya operasional, serta biaya pribadi. Penyediaan peralatan
pendidikan, serta pertumbuhan SDM dan modal kerja tetap
termasuk kepada contoh biaya investasi. Pengeluaran pribadi
termasuk biaya pendidikan yang harus ditanggung siswa
masing-masing.
Rancangan biaya kegiatan program kerja tahunan,
termasuk biaya investasi, administrasi, dan personil, menjadi
dasar pembiayaan sekolah. Orang tua, masyarakat,
pemerintah, dan donatur dapat berkontribusi untuk
pendanaan sekolah. Dalam menggunakan biaya wajib
dipertanggung jawabkan serta pengelolaannya bersifat
transparansi dan akuntabilitas.

B. Konsep Pembiayaan Pendidikan


Mekanisme pembiayaan pendidikan ialah cara merumuskan
dan mengoperasionalkan sekolah berdasarkan pendapatan
dan modal yang tersedia. Struktur pembiayaan pendidikan
sangat bervariasi tergantung pada keadaan wilayah, jenjang
pendidikan, keadaan politik, undang-undang pendidikan,
ekonomi pendidikan, program pembiayaan pemerintah,

BAB IX Standar Pembiayaan Pendidikan 125


serta administrasi sekolah di setiap daerah. Berbagai cara
harus dipertimbangkan guna menentukan apakah sistem
tersebut memadai untuk kondisi keadaan saat ini. Untuk
menilai apakah metodenya baik, dilakukan melalui:
1. Menilai proporsi yang berbeda dari kelompok umur,
gender, dan tingkat buta huruf.
2. Mendistribusikan sumber daya dengan efisien sebagai
tugas pemerintahan untuk membantu biaya di sektor
pendidikan dalam kaitannya dengan sektor lain.

Dalam mengambil suatu keputusan tentang pendanaan


sekolah akan berdampak pada bagaimana sumber daya
didapatkan dan didistribusikan. Maka, penting untuk
mempertimbangkan siapa yang akan dididik dan banyaknya
layanan yang akan diberikan, serta bagaimana mereka akan
dididik dan siapa yang akan membiayainya. Jenis struktur
pemerintah apa yang terbaik guna mendukung sistem
pendanaan pendidikan.
Pendidikan kejuruan dan bantuan siswa merupakan
salah satu tanggung jawab pemerintah untuk pendanaan
pendidikan. Hal ini harus dipahami mengingat faktor-faktor
seperti keperluan dan ketersediaan pendidikan, peran orang
tua dalam menyekolahkan anaknya dengan manfaat sosial
yang besar, dan pengaruh politis dan ekonomis pada sektor
pendidikan.

126 Manajemen Pembiayaan Pendidikan


Pembiayaan sekolah merupakan metode merumuskan
sekolah di berbagai wilayah geografis dan di setiap jenjang
pendidikan dengan menggunakan pendapatan dan modal
yang tersedia. Keuangan sekolah ini terkait dengan politik
pendidikan, kebijakan pendanaan pemerintahan, dan
administrasi sekolah (Levin, 1987).
School revenues, school expenditures, capital and current
cost adalah kata-kata yang sering digunakan dalam keuangan
sekolah. Tidak ada satu solusi terbaik untuk mendanai semua
sekolah dalam pembiayaan sekolah karena keadaan setiap
sekolah berbeda-beda.
Setiap keputusan pendanaan sekolah akan berdampak
pada bagaimana sumber daya diperoleh dan didistribusikan.
Implikasinya bagi pembiayaan pendidikan dapat kita lihat
dengan melihat berbagai peraturan perundang-undangan di
bidang pendidikan.
1. Putusan mengenai siapa yang akan dididik dan berapa
banyaknya program yang akan diberikan
2. Putusan mengenai cara bagaimana mereka akan dididik
3. Putusan mengenai siapa yang akan membayar biaya
sekolah
4. Menentukan jenis struktur pemerintahan yang paling
cocok untuk mendukung pendanaan sekolah

Ada dua poin kunci yang harus dibahas untuk


menjawab pertanyaan di atas: i) bagaimana sumber daya

BAB IX Standar Pembiayaan Pendidikan 127


diperoleh?) Bagaimana sumber daya akan didistribusikan ke
berbagai bentuk dan jenjang pendidikan/jenis
sekolah/kondisi daerah? Masing-masing masalah ini dikaji
dengan dua kriteria: 1) efisiensi yang mengacu pada layanan
yang dapat mengoptimalkan kesejahteraan masyarakat, 2)
pemerataan, mengacu pada keseimbangan manfaat dan
biaya.
Menurut J. Wiseman (1987), ada 3 pertimbangan yang
harus dikaji ketika memutuskan apakah pemerintah harus
ikut serta dalam pendanaan:
1. Tuntutan dan ketersediaan pendidikan di sektor
pendidikan dapat dipandang sebagai alat tukar dan
kebutuhan untuk investasi SDM atau modal manusia di
masa akan datang.
2. Pendanaan pendidikan terkait dengan hak orang tua dan
siswa untuk menentukan apakah akan menyekolahkan
anak mereka atau tidak, yang berdampak pada manfaat
sosial secara menyeluruh.
3. Faktor politik dan ekonomi yang berpengaruh pada bidang
pendidikan.

Perihal pendidikan teknik dan industri, M. Woodhall


(1987) menyatakan perusahaan mempunyai tanggung jawab
mendanai bentuk pendidikan ini. Subsidi diberikan kepada
karyawan perusahaan itu sendiri. Posisi pemerintah dalam
pembiayaan ini sekarang menjadi lebih besar. Ini karena

128 Manajemen Pembiayaan Pendidikan


pertimbangan finansial. Hal ini menunjukkan bahwa
kebijakan ketenagakerjaan cenderung menarik minat orang
guna membagi biaya serta manfaat pendidikan secara setara.
Faktor-faktor yang harus diperhatikan dalam
pendidikan kejuruan yakni
1. Peranan pemerintah dalam mendanai bentuk pendidikan
ini
2. Variasi antara bentuk pelatihan umum dan khusus
3. Pilihan persiapan di tempat kerja dan di luar pekerjaan
4. Dalam pendidikan ini, ada keseimbangan antara dukungan
pemerintah dan swasta.
5. Pentingnya kerja praktik sebagai keberlanjutan dari
bentuk pendidikan kejuruan
6. Pembayaran untuk ikut jenis pendidikan kejuruan
7. Sumber daya yang dialokasikan untuk jenis pendidikan ini.

Dalam mengukur pembiayaan pendidikan berfokus


pada keadaan anggaran, dengan mengabaikan adanya
kebutuhan dasar untuk menyelenggarakan layanan
pendidikan. Metode kecukupan ini penting karena
mengintegrasikan sejumlah kriteria kualitas ke dalam
pengukuran pendanaan pendidikan.
Dengan demikian, tergantung dari perbedaan tingkatan
mutu layanan pendidikan, dapat dilihat dari perbedaan biaya
pendidikan yang sesuai guna memenuhi persyaratan kualitas
tersebut. Studi tentang ketersediaan biaya sekolah ini telah

BAB IX Standar Pembiayaan Pendidikan 129


dipergunakan untuk mendistribusikan dana pendidikan di
banyak negara bagian di Amerika Serikat. Di Indonesia,
berbagai penelitian telah mencoba menerapkan metode
pendekatan kecukupan ini.
Anggaran pembiayaan menurut pendekatan kecukupan
berdasarkan berbagai faktor, yaitu
1. Ukuran suatu lembaga pendidikan,
2. Banyak peserta didik
3. Tingkat kompensasi (gaji) guru,
4. Rasio siswa terhadap guru
5. Peningkatan pertumbuhan populasi (terutama di negara
berkembang)
6. Kualifikasi atau kriteria seorang guru
7. Fluktuasi penjualan (Perubahan dari pendapatan).

130 Manajemen Pembiayaan Pendidikan


DAFTAR PUSTAKA

Dedi, Supriadi. Satuan Biaya Pendidikan. 2004 Bandung: PT.


Remaja Rosdakarya.

Dimock, ME, Dimock GO. Administrasi Negara. 1992. Jakarta:


Rineka Cipta.

Domai, Tjahjanulin. 2010. Manajemen Keuangan Publik.


Malang: Universitas Barawijaya Press (UB Press).

E. Mulyasa. Manajemen berbasis sekolah. 2004. Bandung: PT


Remaja Rosdakarya.

Fatah Syukur. Manajemen Pendidikan. 2011. Semarang: PT.


Pustaka Rizki Putra.

Jamal Ma’mur Asmani. Tips Aplikasi Manajemen Sekolah.


2010. Yogyakarta: Diva Press.

Kementerian dan Pendidikan Nasional. 2011. Buku Panduan


BOS

Muchdarsyah Sinungan. Dasar-dasar Management Kredit.


1993. Jakarta: Bumi Aksara.

Mulyasa, Manajemen Berbasis Sekolah. 2007. Bandung.


Remaja Rosda Karya.

Nanang Fattah. Ekonomi Dan Pembiayaan Pendidikan. 2004.


Rosdakarya. Bandung.

Nanang Fattah. Landasan Manajemen Pendidikan. 1996.


Bandung: PT Remaja Rosdakarya.

131
Sulthon, M. Khusnuridlo, M. Manajemen Pondok Pesantren
Dalam Perspektif Global. 2006. Yogyakarta: LaksBang
PRESSindo.

Suryobroto. Manajemen Pendidikan di Sekolah. 2004. Jakarta:


Rineka Cipta.

Udin Syaifudin Sa’ud dan Abin Syamsuddin Makmun.


Perencanaan Pendidikan Suatu Pendekatan Komprensif,
2007. Bandung: PT Remaja Rosdakarya.

UU No. 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional.

Vincent P Costa. Panduan Pelatihan untuk Mengembangkan


Sekolah, 2000, Jakarta: Depdiknas.

Wasty Soemanto. Pendidikan dan Wiraswasta. 1984. Malang:


Bina Aksar

132 Manajemen Pembiayaan Pendidikan


TENTANG PENULIS

Nama : Titiek Ambarwati, Dra., M.M.


NIP/NIDN : 107 8909 0107
Tempat dan Tanggal Lahir : Tulungagung, 2 September 1960
Jenis Kelamin : Perempuan
Status Perkawinan : □ Kawin □ Belum Kawin
□ Duda/Janda
Agama : Islam
Golongan/Pangkat : IV-A/ Pembina
Jabatan Fungsional Akademik: Lektor Kepala
Perguruan Tinggi : Universitas Muhammadiyah
Malang
Alamat : Jl. Raya Tlogomas 246 Malang
65144, Jawa Timur
Telp. /Faks. : 0341-464318/0341-465435
Alamat Rumah : Perum. Muara Sarana Indah
Blok C5, Jetis-Dau, Malang

133
Telp. /HP : 081334626470
Alamat e-mail : ambarwati.titiek@gmail.com

134 Manajemen Pembiayaan Pendidikan


RIWAYAT PENDIDIKAN PERGURUAN TINGGI
Tahun Jurusan/ Bidang
Jenjang Perguruan Tinggi
Lulus Studi
Universitas
1985 S1 Manajemen
Brawijaya Malang
Universitas
Magister
1996 S2 Muhammadiyah
Manajemen
Malang
S3

PELATIHAN PROFESIONAL (2016-2020)


Tahun Pelatihan Penyelenggara
Pelatihan Implementasi
Sistem Manajemen Mutu
2016 KPPA-UMM
Laboratorium Terpadu
UMM
Penerapan Dokumen
2016 Lembaga Sertifikasi BNSP
Profesi APTIKOM
Pelatihan Penyusunan
Dokumen Skema
2017 Sertifikasi Kompetensi LSP-UMM
Lembaga Sertifikasi
Profesi Tahap
2017 Pelatihan Peranan UMM

Tentang Penulis 135


Perbankan dan Lembaga
Pelatihan Kerja dalam
Menumbuh Kembangkan
Perekonomian
The American
Certified Human
2017 Academy of Project
Resource Analyst (CHRA)
Management
Pelatihan Asesor BNSP dan
2017
Kompetensi MENBISKA
Sertifikat Kompetensi:
2019 BNSP
Marketing
Sertifikasi Kompetensi:
2019 BNSP
CRA
Sertifikasi Kompetensi:
2020 BNSP
HRM

136 Manajemen Pembiayaan Pendidikan


PENGALAMAN JABATAN (Jika ada)
Jabatan Institusi Tahun ... s.d. ...
Kepala Lab. Manajemen UMM 2014-2018
Kepala Lab. Manajemen UMM 2018- Sekarang

PENELITIAN (2016-2020)
Jabatan
Tahun Judul Penelitian (Ketua/ Sumber Dana
Anggota)
Pendampingan
Penyusunan
Proposal
Mahasiswa
Dalam Skim
Program
2016 Kreativitas Ketua DPPM
Mahasiswa
Kewirausahaan
(PMKM) Pada
Mahasiswa
Jurusan
Manajemen

Tentang Penulis 137


Jabatan
Tahun Judul Penelitian (Ketua/ Sumber Dana
Anggota)
Angkatan 2015
dan2016
Penerapan Model
Pembelajaran
Berbasis Project
Based Learning
Pada Mata Kuliah
2016 Kewirausahaan Ketua FEB-UMM
Dalam Upaya
Membangun
Mahasiswa
Wirausaha Pada
Prodi Manajemen

KARYA TULIS ILMIAH


A. Buku/Bab/Jurnal
Tahun Judul Penerbit/Jurnal
Praktikum Manajemen
2017 Salemba Empat
Operasional
Peningkatan Motivasi Dan
2019 Jurnal Inovasi Akademik
Hasil Belajar Mata Kuliah

138 Manajemen Pembiayaan Pendidikan


Tahun Judul Penerbit/Jurnal
Pengantar Manajemen
Melalui Metode Project
Based Learning
The Impact of corporate in
forming a strong supply International Joournal of
2020
chain Evidence from Supply Chain Mnagement
Indonesia

B. Makalah/Poster/Proceeding
Tahun Judul Penyelenggara
Seminar Nasional Diseminasi
Pengabdian Kepada Masyarakat
2019 UNIBRAW
"Berkarya Membangun Menuju
Revolusi Industri 4.0"

Tentang Penulis 139


KEGIATAN
KONFERENSI/SEMINAR/LOKAKARYA/SIMPOSIUM
(2016-2020)

Judul Sebagai:
Tahun Penyelenggara
Kegiatan Penyaji Peserta
Lokakarya
2016 Pengembangan √ UMM
FEB UMM
Workshop
Learning
Outcomes Forum
2016 Manajemen S1 √ Manajemen
dalam “Bedah Indonesia
Kurikulum
KKNI”
Seminar
2016 Nasional dan √ UM
Call for Papers
Workshop
“Establishing
and USAID dan
2016 √
Strengthening RISTEKDIKTI
the Role of
Carrer

140 Manajemen Pembiayaan Pendidikan


Judul Sebagai:
Tahun Penyelenggara
Kegiatan Penyaji Peserta
Development
Center”
Seminar
2016 Nasional dan √ UM
Call for Papers
Seminar
Nasional dan
2016 √ UMM
Gelar Produk
2017
International
Conference on
Future
2016 √ UMM
Business
Environment
and Inovation
Seminar
Nasional dan
2017 √ UMM
Gelar Produk
2017
Webminar:
Kolaborasi
2020 √ FMI
Perusahaan
dan Organisasi

Tentang Penulis 141


Judul Sebagai:
Tahun Penyelenggara
Kegiatan Penyaji Peserta
Sosial dalam
Menyiapkan
Merdeka
Belajar
Kampus
Merdeka
(MBKM)
Kegiatan
Magang dan
Proyek
Kemanusiaan
Strategi APRINDO NEW
Pemulihan RETAIL HUB
Bisnis Ritel dan
2020 √
Pasca LEARN
Pandemi BUSINESS
Korona ANYWHERE

142 Manajemen Pembiayaan Pendidikan


KEGIATAN PROFESIONAL/PENGABDIAN KEPADA
MASYARAKAT (2016-2020)
Sumber
Tahun Kegiatan
Dana
Pemberdayaan Berbasis
budaya Entrepreneur Pada
2016 FEB-UMM
UKM Produk Kreatif di
Malang (Titiek Ambarwati)
Pengembangan Usaha
Lembaga Kesejahteraan
2018 FEB-UMM
Sosial Anak Putri Aisyiyah
PCA Dau Kab. Malang

KEANGGOTAAN ORGANISASI PROFESI/ILMIAH


Tahun Organisasi Jabatan
2010-2018 AMA Anggota
2017-Sekarang PMSM Divisi Pelatihan dan
Pengembangan

HAKI
Tahun Judul
2016 Lukisan Tiga Dimensi Berbahan Kayu dengan
Tema “Rumah Asri”
2017 Modul Manajemen Operasional

Tentang Penulis 143


PELATIHAN
Tahun Kegiatan Penyelenggara
2018 Pelatihan Penyusunan LSP UMM
Dokumen Skema Sertifikasi
Kompetensi
2018 Pelatihan Explorasi 42 Grand Lab Sains
Theory and Middle Range Pemasaran FEB
Theory Dalam Riset Ilmu UNDIP
Manajemen
2018 Training of trainer dan Bedah Universitas
BUKU “ Metode Pembelajaran Dian
Entrepreneur di Era VUCA” Nuswantoro
2020 Pelatihan Human Resource P4S
Manager

144 Manajemen Pembiayaan Pendidikan


Saya menyatakan bahwa semua keterangan dalam
Curriculum Vitae ini adalah benar dan apabila terdapat
kesalahan, saya bersedia mempertanggungjawabkannya.

Malang, 21 Januari 2021

Dra. Titiek Ambarwati, M.M


NIP: 107 8909 0107

Tentang Penulis 145


Dr. Muhammad Jihadi, S.E., M.Si.,
lahir di Lumajang pada tanggal 19
Oktober 1965. Sebagai Dosen di
Universitas Muhammadiyah Malang
Jawa Timur sejak tahun 1990. Pada
tahun 2002 penulis menginjak studi
Magister Ilmu Manajemen di
Universitas Airlangga Surabaya dan pada tahun 2018
mendapatkan Doktor di universitas yang sama.
Penulis aktif membuat artikel yang diterbitkan di jurnal
internasional bereputasi (terindeks Scopus), serta menulis
beberapa buku ajar, antara lain:
Anggaran Perusahaan 2006, Studi Kelayakan Bisnis
2006, Matematika Bisnis 2007, Matematika Ekonomi 2018.
Artikel yang diterbitkan antara lain:
1. The effect of supply chain dynamism and supply chain
disruption orientation on supply chain resilience in
indonesian manufacturing industry
2. The Impact of Corporate Governance in Forming a Strong
Supply Chain: Evidence from Indonesia
3. Financial Ratio, Macro Economy, and Investment Risk on
Sharia Stock Return Do Servant Leadership Influence
Market Performance? Evidence from Indonesian
Pharmacy Industries

146 Manajemen Pembiayaan Pendidikan


4. Did Servant, Digital and Green Leadership Influence
Market Performance? Evidence from Indonesian
Pharmaceutical Industry
5. The Effects of Profitability and Solvability on Stock Prices:
Empirical Evidence from Indonesia
6. The Effect of Liquidity, Leverage, and Profitability on Firm
Value: Empirical Evidence from Indonesia

Tentang Penulis 147


Hendrian Yonata, lahir di
Tangerang bertempat tinggal di
Suryadharma RT 001/07 No.205
Ds/Kec Neglasari Tangerang-
Banten 15129. Lulus dari STIE
Buddhi Tahun 2006 mulai bekerja
di kantor Akuntan Publik, kemudian Tahun 2008 Kuliah di
STAB Dharma Widya Jurusan Ilmu Pendidikan dan Keguruan
Agama, Tahun 2009 Kuliah Universitas Kejuangan 45 Jakarta
FKIP Jurusan Bahasa Indonesia, Kemudian melanjutkan
Master Pendidikan Guru Agama diselesaikannya Tahun 2014,
di tahun 2014 mengambil kuliah di bidang Sumber Daya
Manusia (MSDM) di Universitas Pamulang diselesaikannya
Tahun 2016 dan 2018 lulus Magister Akuntansi Konsentrasi
Akuntansi Manajemen Universitas Budi Luhur. Saat ini kuliah
S2 Magister Hukum selesai Maret 2020 di Universitas
Pamulang dan Kuliah S1 Hukum Di Universitas Terbuka
Negeri, serta mengambil kuliah S3 (Doktor) Konsentrasi
Agama dan Budaya di Universitas Hindu Indonesia. Kegiatan
sehari-harinya dilalui dengan mengabdikan ilmunya di dunia
pendidikan. Aktif sebagai tenaga pengajar sejak tahun 2009
sampai saat ini. Karier dalam bidang dunia pendidikan sudah
dilaluinya sebagai Guru Honorer, Guru tetap, Hingga
dipercaya sebagai Kepala Sekolah. Di waktu sore hari hingga

148 Manajemen Pembiayaan Pendidikan


malam keilmuannya di dedikasikan ke universitas atau
Sekolah Tinggi, di salah satu Sekolah Tinggi dipercaya
memang jabatan Staff hingga Puket. Kecintaannya dalam
Dunia pendidikan membuatnya ingin terus mendedikasikan
ilmunya baik sebagai Tenaga Pengajar di DASMEN atau Di
Perguruan Tinggi (PERTI) dan dituntut untuk terus Belajar.

Tentang Penulis 149


150 Manajemen Pembiayaan Pendidikan
TENTANG EDITOR

Nama Hadion Wijoyo, S.E., S.H., S.Sos., S.Pd.,


M.H., M.M., Ak., CA., QWP®., CPHCM®
Tempat Selat Baru,
Tanggal 8 Maret 1976
Lahir
Jenis Laki-laki
Kelamin
Mobile/Faks. 085271273675/0761-571387
Alamat e- hadion.wijoyo@lecturer.stmikdharmapal
mail ariau.ac.id

Pekerjaan Dosen Tetap STMIK Dharmapala Riau


Jabatan Jabatan: Lektor Kepala
Fungsional

151
RIWAYAT PENDIDIKAN PERGURUAN TINGGI

Tahun Jenjang Perguruan Tinggi Jurusan/


Lulus Bidang Studi

1998 S1 Universitas Riau Akuntansi

2001 S1 Universitas Lancang Ilmu Hukum


Kuning

2005 S1 Universitas Terbuka Administrasi


Niaga

2019 S1 Sekolah Tinggi Agama Dharma


Buddha Dharma Acarya
Widya, (Pendidikan
Tangerang Banten Keagamaan
Buddha)

2003 S2 Universitas Islam Ilmu Hukum


Indonesia (U) Konsentrasi
Yogyakarta Hukum Bisnis

2008 S2 Universitas DR. Ilmu


Soetomo Manajemen
(Unitomo) Surabaya Konsentrasi
Manajemen
Pemasaran

152 Manajemen Pembiayaan Pendidikan


2019 S2 Sekolah Tinggi Ilmu Pendidikan
Agama Buddha Keagamaan
Smaratungga, Ampel, Buddha
Boyolali, Jawa Tengah
(On Going)

KARYA BUKU:

1. Hukum Bisnis. Cipta Media. Yogyakarta: 2007


2. Sejarah Hukum Pajak Di Indonesia. Cipta Media.
Yogyakarta: 2020
3. Manajemen Lembaga PAUD dan PNF. Pena Persada.
Purwokerto Selatan: 2020
4. Media Pembelajaran Berbasis Multimedia. Pena Persada.
Purwokerto Selatan: 2020
5. Manajemen Pendidikan Karakter. Pena Persada.
Purwokerto Selatan: 2020
6. Pendidikan Anak Pra Sekolah. Pena Persada. Purwokerto
Selatan: 2020
7. Pendidikan Luar Sekolah. Pena Persada. Purwokerto
Selatan: 2020
8. Pendidikan Kewirausahaan dan Etika Bisnis. Pena
Persada. Purwokerto Selatan: 2020
9. Self Accreditation (Perbaikan Mutu PAUD dan PNF Pasca
Akreditasi). Pena Persada. Purwokerto Selatan: 2020

Tentang Editor 153


10. Pengelolaan PAUD dan PNF Berbasis Mutu. Pena Persada.
Purwokerto Selatan: 2020
11. Implementasi ISO 9001:2015 di Institusi Pendidikan. Pena
Persada. Purwokerto Selatan: 2020
12. Pengantar Pendidikan Budi Pekerti Anak Pra Sekolah.
Pena Persada. Purwokerto Selatan: 2020
13. Manajemen Pendidikan Vokasi. Pena Persada. Purwokerto
Selatan: 2020
14. Pendidikan Leadership di Era Millenial. Pena Persada.
Purwokerto Selatan: 2020
15. Kewirausahaan Berbasis Teknologi (Teknopreneurship).
Pena Persada. Purwokerto Selatan: 2020
16. Pengantar Psikologi Pendidikan. Qiara Media. Pasuruan:
2020
17. Pengantar Sosiologi Pendidikan. Qiara Media. Pasuruan:
2020 18. Manajemen Personalia dan Kearsipan Sekolah.
Lakeisha. Boyolali: 2020
19. Digipreneurship (Kewirausahaan Digital). Pena Persada.
Purwokerto Selatan: 2020
20. Filsafat Pendidikan Multikultural. Pena Persada.
Purwokerto Selatan: 2020
21. Manajemen Pemasaran di Era Globalisasi. Pena Persada.
Purwokerto Selatan: 2020
22. Manajemen Pendidikan Vokasi. Pena Persada. Purwokerto
Selatan: 2020

154 Manajemen Pembiayaan Pendidikan


23. Generasi Z & Revolusi Industri 4.0. Pena Persada.
Purwokerto Selatan: 2020
24. Manajemen Sumber Daya Manusia Prinsip Dasar dan
Aplikasi. Gcaindo: 2020
25. Pembelajaran Di Era New Normal, Pena Persada.
Purwokerto Selatan: 2020
26. Merdeka Kreatif Di Era Pandemi Covid-19 Suatu
Pengantar. Green Press. Medan: 2020

Tentang Editor 155


Musnaini is a lecturter in
Management Departement of Faculty
of Economics and Business, and
Master of Management of Universitas
Jambi, Indonesia. Mrs. Musnaini holds
a Bachelor of Economic Science
degree in Financial Management
from Sekolah Tinggi Ilmu Ekonomi Malangkucecwara
Malang, Masters in Marketing Strategic from Brawijaya
University, Malang, Indonesia and Doctoral in Marketing of
Economic Science from Airlangga University Surabaya,
Indonesia. Musnaini is the managing member of The Small
Business Strategy Group, Indonesia Marketing Associate
Member, and member of Ikatan Sarjana Ekonomi Indonesia.
She has been recognized as a professional management
consultant with over 3 years of experience in working with
closely-Palm Plantation Industry. she has taught courses in
entrepreneurship, management and corporate
entrepreneurship and innovation for small business enterprise.
Mrs. Musnaini served as member of the Expertise Team in
Economic and Finance Comittee of DPRD Jambi Province,
Indonesia. Musnaini’s publications appeared in Int. J. Business
and Globalisation; Scientific Journal of Ppi-UKM; Journal of
Social Sciences and Humanities; Jurnal Manajemen Teori dan
Terapan | Tahun 4, No. 2, Agustus 2011. Email:

156 Manajemen Pembiayaan Pendidikan


musnaini@unja.ac.id; Mobile Phone+6281366526750;
Adress Kampus Pinang Masak, Fakultas Ekonomi dan bisnis Jl.
Jambi - Muara Bulian No.Km. 15, Mendalo Darat, Kec. Jambi
Luar Kota, Kabupaten Muaro Jambi, Jambi 36122, Indonesia;
Id Scopus https://orcid.org/0000-0002-6481-1502.

Tentang Editor 157

Anda mungkin juga menyukai