Anda di halaman 1dari 16

LATAR BELAKANG

Penggunaan bahasa Indonesia yang baik dan benar sangat di perlukan dalam
kehidupan sosial di negri kita. Bahasa Indonesia dengan Fungsinya sebagai alat penghubung
atau komunikasi begitu bermanfaat bagi kelancaran hubungan sosial yang dampak positifnya
merembet ke dunia ekonomi, pendidikan, sosial hingga akhirnya dapat memberikan
kemudahan dalam berbagi informasi keseluruh penduduk nusantara yang sarat ras dan
budaya yang berbeda-beda. Dengan menggunakan bahasa Indonesia yang baik dan benar,
maksud dari kata yang kita sampaikan dapat di terima dengan baik dan di respon dengan
benar dan akurat. Dapat kita bayangkan apabila dalam menggunakan bahasa, kita
menggunakan istilah-istilah baru ? menggunakan istilah-istilah yang tercipta dari pergaulan
antar usia dan mungkin tercipta dari satu lingkungan saja yang saat ini familiar di sebut
sebagai bahasa gaul. Mungkin di kalangan tertentu saja yang bisa memahami dengan baik
maksud dari bahasa-bahasa baru tersebut. Maka dari itu demi menghubungkan antar manusia
di negri Indonesia ini dahulu para pelopor negri ini telah sepakat merancang suatu susunan
bahasa Indonesia yang baku, yang baik dan terorganisir. Para ahli bahasa pada awal
terbentuknya negri ini telah konsensus untuk menetapkan aturan-aturan berbahasa,
menampung kosa kata resmi bahasa Indonesia dalam sebuah kamus besar bahasa Indonesia.
Dan saat ini kita telah memiliki bahasa resmi kebanggan kita semua, identitas kita sebagai
rakyat Indonesia. Akan tetapi seiring berkembangnya zaman perpindahan penduduk menjadi
salah satunya menjadi factor berubahnya atau bertambahnya kosa kata baru dalam pergaulan
sehari-hari. Sangat banyak jumlahnya kosa kata baru tersebut yang kadang menyebabkan
penduduk negri di pulau lain tak dapat memahami dengan baik bahasa yang kita gunakan.
Maka dari itu kesadaran untuk berbahasa Indonesia yang baik dan benar harus mulai di
lakukan demi terciptanya komunikasi yang baik dan lancar bagi seluruh penduduk Indonesia
dan dunia yang menggunakan bahasa kita.

1
I. Menggunakan Bahasa Indonesia secara baik dan benar

Bahasa yang benar adalah bahasa yang sesuai dengan kaidah bahasa baku, baik kaidah untuk
bahasa baku tertulis maupun bahasa baku lisan.

Ciri – ciri ragam bahasa baku adalah sebagai berikut :

1. Penggunaan kaidah tata bahasa normatif. Misalnya dengan penerapan pola


kalimat  yang baku: acara itu sedang kami ikuti dan bukan acara itu kami sedang ikuti.
2. Penggunaan kata-kata baku. Misalnya cantik sekali dan bukan cantik banget; uang
dan bukan duit; serta tidak mudah dan bukan nggak gampang.
3. Penggunaan ejaan resmi dalam ragam tulis. Ejaan yang kini berlaku dalam bahasa
Indonesia adalah ejaan yang disempurnakan (EYD). Bahasa baku harus mengikuti
aturan ini.
4. Penggunaan lafal baku dalam ragam lisan. Meskipun hingga saat ini belum ada lafal
baku yang sudah ditetapkan, secara umum dapat dikatakan bahwa lafal baku adalah
lafal yang bebas dari ciri-ciri lafal dialek setempat atau bahasa daerah. Misalnya:
/atap/ dan bukan /atep/; /habis/ dan bukan /abis/; serta /kalaw/ dan bukan /kalo/.
5. Penggunaan kalimat secara efektif. Di luar pendapat umum yang mengatakan bahwa
bahasa Indonesia itu bertele-tele, bahasa baku sebenarnya mengharuskan komunikasi
efektif: pesan pembicara atau penulis harus diterima oleh pendengar atau pembaca
persis sesuai maksud aslinya.

II. Bagaimana menggunakan Bahasa Indonesia dengan baik dan benar

Untuk memahami bagaimana menggunakan bahasa indomesia dengan baik dan benar,
terlebih dahulu saya akan memberikan sedikit penjelasan. “Berbahasa Indonesia dengan baik
dan benar” dapat diartikan sebagai pemakaian kata-kata dalam ragam bahasa yang serasi dan
selaras dengan sasaran atau tujuannya dan yang terlebih penting lagi adalah mengikuti kaidah
bahasa yang baik dan benar. Pernyataan “bahasa Indonesia yang baik dan benar” mengacu
pada ragam bahasa yang dimana memenuhi persyaratan kebaikan dan kebenaran. Bahasa
yang diucapkan biasanya adalah dalam bentuk bahasa yang baku.

Menggunakan bahasa Indonesia dengan baik dan benar mempunyai beberapa konsekuensi
logis terkait dengan pemakaiannya yang sesuai dengan situasi dan kondisi. Pada suatu
kondisi tertentu, yaitu pada situasi formal, penggunaan bahasa Indonesia yang benar menjadi
pilihan atau prioritas utama dalam berbahasa.

Kriteria yang digunakan untuk melihat penggunaan bahasa yang benar adalah kaidah bahasa
dan kaidah itu sendiri meliputi 6 aspek .

1. Tata Bunyi (Fonologi)


2. Tata bahasa (Kata dan Kalimat)
3. Kosakata
4. Ejaan
5. Makna
6. kelogisan.

2
Pada aspek tata bunyi kita mungkin sudah mengenal bunyi |f|,|v| dan |z|

Contoh Kata – kata yang benar adalah fajar, fakir (miskin), motif, aktif, variable, vitamin,
devaluasi, zakat, zebra dan izin . dan bukan pajar, pakir (miskin), motip, aktip, pariable,
pitamin, depaluasi, jakat, jebra dan ijin .

Pada aspek pelafalan termasuk juga aspek tata bunyi

Contoh pelafan yang benar adalah kompleks, korps, transmigrasi, ekspor bukan komplek,
korp, tranmigrasi dan ekspot .

Pada aspek tata bahasa

Contoh bentuk tata bahasa yang benar adalah ubah, mencari, terdesak, mengebut, tegakan dan
pertanggung jawaban . bukan obah/robah/rubah, nyari, kedesak, ngebut, tegakan dan
pertangungan jawab .

Dalam segi kalimat dalam kalimat mandiri , pada kalimat mandiri harus mempunyai subjek,
predikat dan objek/keterangan .

contoh kalimat : pada tabel di atas memperlihatkan bahwa wanita lebih banyak daripada pria .

jika kata “pada” di tiadakan, kata tabel di atas menjadi subjek atau kata “memperlihatkan”
diubah “terlihat” agar kata bahwa dan seterusnya menjadi subjek .  dengan demikian kata itu
menjadi benar.

Pada aspek kosakata  kata – kata seperti bilang, kasih, entar dan udah . lebih baik diubah
dengan berkata/mengatakan, memberi, sebentar dan sudah . agar menjadi bahasa indonesia
yang benar . dalam hubungannya dengan peristilahan, istilah dampak (impact), Bandar
udara , keluaran (output) dan pajak tanah (land tax) sebagai istilah yang benar daripada istilah
pengaruh, pelabuhan udara, hasil  dan pajak bumi .dalam segi ejaan , penulisan yang benar
adalah analisis, hakikat, objek, jadwal, kualitas dan hiraki . Dalam segi makna ,  penggunaan
bahasa yang benar berikatan dengan ketepatan menggunakan kata yang sesuai dengan
makna . seperti dalam bahasa ilmu tidak tepat jika digunakan kata yang bermakna konotatif
(kiasan) . jadi penggunaan bahasa yang benar harus sesuai dengan kaidah bahasa . Kriteria
penggunaan bahasa yang baik adalah ketepatan memilih ragam bahas yang sesuai dengan
kebutuhan komunikasi . pemelihan itu berikatan dengan topik yang di bicarakan , tujuan
pembicaraan, orang yang di ajak berbicara ( kalau lisan ) atau pembaca (jika tulis) , dan
tempat pembicaraan . selain itu, bahasa yang baik itu bernalar , dalam arti bahwa bahasa yang
kita gunakan logis dan sesuai dengan tata nilai masyarakat kita .

III.Tujuan Penggunaan bahasa sebagai alat komunikasi

Penggunaan bahasa sebagai alat komunikasi, memiliki tujuan tertentu yaitu agar kita
dipahami oleh orang lain. Jadi dalam hal ini respons pendengar atau lawan komunikan yang
menjadi perhatian utama kita.

3
 Bahasa sebagai alat komunikasi, bahasa merupakan alat untuk merumuskan maksud
kita.
 Dengan komunikasi, kita dapat menyampaikan semua yang kita rasakan, pikirkan,
dan ketahui  kepada orang lain.
 Dengan komunikasi, kita dapat mempelajari dan mewarisi semua yang pernah dicapai
oleh nenek moyang kita dan apa yang telah dicapai oleh orang-orang sejaman kita.
 Bahasa adalah alat untuk berkomunikasi melalui lisan (bahsa primer) dan tulisan
(bahasa sekunder). Berkomunikasi melalui lisan (dihasilkan oleh alat ucap manusia),
yaitu dalam bentuk symbol bunyi, dimana setiap simbol bunyi memiliki cirri khas
tersendiri. Suatu simbol bisa terdengar sama di telinga kita tapi memiliki makna yang
sangat jauh berbeda. Misalnya kata ’sarang’ dalam bahasa Korea artinya cinta,
sedangkan dalam bahasa Indonesia artinya kandang atau tempat.

Kalimat Komunikasi yang baik harus memenuhi persyaratan sebagai berikut.

1. Tidak menyimpang dari kaidah bahasa


2. Logis atau dapat diterima nalar
3. Jelas dan dapat menyampaikan maksud atau pesan dengan tepat

Kalimat yang tidak menyimpang dari kaidah bahasa maksudnya adalah kalimat yang cermat
baik dari segi pemilihan kata dan bentukan kata maupun susunan kalimatnya memenuhi
aturan sintaksis yang benar. Sebaliknya, kalimat yang menyimpang dari kaidah bahasa,
susunan kalimatnya tidak sesuai dengan aturan sintaksis yang benar.

Contoh:

1. Pada jadwal di atas menunjukkan kereta eksekutif Argo Bromo berangkat pada pukul
15.00 dari Gambir.
2. Bagi yang menitip sepeda motor harus dikunci.
3. Yang punya HP harus dimatikan.

Kalimat di atas meskipun dapat dipahami tapi terasa janggal didengar. Pada kalimat pertama
terasa ada yang kurang secara sintaksis. Jabatan subjeknya tidak ada karena penggunaan kata
tugas “pada”. Jika kata “pada” dihilangkan, akan terasa lebih tepat. Penggunaan kata tugas
“bagi” pada kalimat kedua juga tidak pada tempatnya dan tidak perlu sebab yang dimaksud
sesungguhnya adalah sepeda motor yang dititipkan bukan orangnya. Kalimat kedua
mengandung pengertian bahwa yang dititipkan adalah pemilik sepeda motor atau orangnya.
Demikian pula pada kalimat ketiga, yang dimatikan adalah HP bukan pemilik HP. Perbaikan
kalimat di atas ialah:

1. Jadwal di atas menunjukkan kereta api eksekutif Argo Bromo berangkat pada pukul
15.00 dari Gambir .
2. Sepeda motor yang dititipkan harus dikunci.
3. Yang memiliki HP agar mematikan HP-nya.

Kalimat juga harus logis atau dapat dinalar oleh akal. Meskipun secara gramatikal sesuai
dengan kaidah namun jika tidak logis, kalimat tersebut tak akan dapat dipahami dengan baik
bila disampaikan kepada orang lain.

4
Contoh:

 Anak-anak itu sedang asyik makan pohonan.


 Ini adalah daerah bebas parkir.
 Di sini tempat pendaftaran buta huruf.

Ketiga kalimat di atas salah nalar. Kalimat pertama jelas tidak masuk akal. Secara akal sehat,
tidak ada manusia yang memakan pohonan sebab pengertian pohonan adalah keseluruhan
pohon dari akar dan batang hingga daun. Kata pohonan juga dapat dimaknai banyak pohon.
Meskipun secara struktur kalimatnya benar karena ada subjek, predikat, dan objek, tapi
secara nalar tidak masuk akal. Kalimat kedua dan ketiga juga tidak tepat. Pengertian bebas
parkir harusnya sama dengan bebas narkoba, bebas becak, dan bebas bea yang artinya daerah
tersebut tidak ada lagi narkoba, becak, atau pungutan. Tapi arti bebas parkir mengapa jadi
boleh parkir tanpa bayar. Kalimat ketiga maksudnya bagi yang buta huruf agar mendaftar di
tempat ini untuk mendapatkan pengajaran. Pengertian pada kalimat di atas adalah orang
mendaftarkan diri agar jadi buta huruf.

Perbaikan kalimat-kalimat di atas, yaitu:

1. Anak-anak itu sedang asyik mengumpulkan pohonan.


2. Ini adalah daerah boleh parkir bebas atau parkir gratis.
3. Di sini tempat pendaftaran kursus paket A bagi yang buta huruf.

IV. Fungsi bahasa sebagai alat komunikasi

– bahasa merupakan akibat yang lebih jauh dari ekspresi diri.


– Komunikasi tidak akan sempurna bila ekspresi diri kita tidak diterima atau dipahami.
– Penggunaan bahasa sebagai alat komunikasi, memiliki tujuan tertentu yaitu agar kita
dipahami oleh orang lain. Jadi dalam hal ini respons pendengar atau lawan komunikan yang
menjadi perhatian utama kita.
• Bahasa sebagai alat komunikasi, bahasa merupakan alat untuk merumuskan maksud kita.
• Dengan komunikasi, kita dapat menyampaikan semua yang kita rasakan, pikirkan, dan
ketahui kepada orang lain.
• Dengan komunikasi, kita dapat mempelajari dan mewarisi semua yang pernah dicapai oleh
nenek moyang kita dan apa yang telah dicapai oleh orang-orang sejaman kita.
• Bahasa adalah alat untuk berkomunikasi melalui lisan (bahsa primer) dan tulisan (bahasa
sekunder). Berkomunikasi melalui lisan (dihasilkan oleh alat ucap manusia), yaitu dalam
bentuk symbol bunyi, dimana setiap simbol bunyi memiliki cirri khas tersendiri. Suatu simbol
bisa terdengar sama di telinga kita tapi memiliki makna yang sangat jauh berbeda. Misalnya
kata ’sarang’ dalam bahasa Korea artinya cinta, sedangkan dalam bahasa Indonesia artinya
kandang atau tempat.
• Tulisan adalah susunan dari simbol (huruf) yang dirangkai menjadi kata bermakna dan
dituliskan. Bahasa lisan lebih ekspresif di mana mimik, intonasi, dan gerakan tubuh dapat
bercampur menjadi satu untuk mendukung komunikasi yang dilakukan. Lidah setajam pisau /
silet oleh karena itu sebaiknya dalam berkata-kata sebaiknya tidak sembarangan dan
menghargai serta menghormati lawan bicara / target komunikasi.
• Bahasa sebagai sarana komunikasi mempunyaii fungsi utama bahasa adalah bahwa
komunikasi ialah penyampaian pesan atau makna oleh seseorang kepada orang lain.

5
Keterikatan dan keterkaitan bahasa dengan manusia menyebabkan bahasa tidak tetap dan
selalu berubah seiring perubahan kegaiatan manusia dalam kehidupannya di masyarakat

V. Bahasa Indonesia Baku Pemakaiannya Menurut beberapa pakar bahasa

makna kata itu tentu saja belum cukup untuk memahami konsep yang sesungguhnya. Oleh
karena itu, istilah bahasa baku itu akan dijelaskan lagi secara luas di bawah ini.

Istilah bahasa baku dalam bahasa Indonesia atau standard language dalam bahasa Inggris
dalam dunia ilmu bahasa atau linguistik pertama sekali diperkenalkan oleh Vilem Mathesius
pada 1926. Ia termasuk pencetus Aliran Praha atau The Prague School. Pada 1930, B.
Havranek dan Vilem Mathesius merumuskan pengertian bahasa baku itu. Mereka
berpengertian bahwa bahasa baku sebagai bentuk bahasa yang telah dikodifikasi, diterima
dan difungsikan sebagai model atau acuan oleh masyarakat secara luas (A Standard language
can tentatively be definite as a codified form of language accepted by and serving as a model
for a large speech community) (Garvin, 1967 dalam Purba, 1996 : 52).

Pengertian bahasa baku di atas diikuti dan diacu oleh pakar bahasa dan pengajaran bahasa
baik di barat maupun di Indonesia. Di dalam

Dictionary Language and Linguistics, Hartman dan Strok berpengertian bahasa baku adalah
ragam bahasa yang secara sosial lebih digandrungi dan yang sering didasarkan bahasa orang-
orang yang berpendidikan di dalam atau di sekitar pusat kebudayaan atau suatu masyarakat
bahasa (Standard language is the socially favourite variaty of a langauage, often based on the
speech of educated population in and a round the cultural and or political cntre of the speech
community) (1972 : 218).

Di dalam Sociolinguistics A Critical Survey of Theory and Application, Dittmar


berpengertian bahwa bahasa baku adalah ragam bahasa dari suatu masyarakat bahasa yang
disahkan sebagai norma keharusan bagi pergaulan sosial atas dasar kepentingan dari pihak-
pihak dominan di dalam masyarakat itu. Tindakan pengesahan itu dilakukan melalui
pertimbangan-pertimbangan nilai yang bermotivasi sosial politik (The standard is that speech
variety of a language community which is legitimized as a the obligatory norm form social
intercourse on the strength of the interest of dominant forces in that social. The act of
legitimized a norm is effected by means of value judgement which have sociopolitical
motivation) (1976 : 8).

Di dalam Logman Dictionary of Applied Linguistics, Richard, Jhon dan Heidi berpengertian
bahwa bahasa baku adalah ragam bahasa yang berstatus tinggi di dalam suatu masyarakat
atau bangsa dan biasa didasarkan penutur asli yang berpendidikan di dalam berbicara dan
menulis (Standard variaty; standard variaty; standard dialect; standard language is the variaty
of a language which has on the speech and writing of educated native speakers of the
language) (1985 : 271).

Di dalam Bahasa dan Sastra dalam Gamitan Pendidikan, Yus Rusyana berpengertian bahwa
bahasa baku atau bahasa standar adalah suatu bahasa yang dikodifikasikan, diterima, dan
dijadikan model oleh masyarakat bahasa yang lebih luas (1984 : 104). Di dalam Tatabahasa
Rujukan Bahasa Indonesia untuk Tingkat Pendidikan Menengah, Gorys Keraf berpengertian
bahwa bahasa baku adalah bahasa yang dianggap dan diterima sebagai patokan umum untuk
seluruh penutur bahasa itu (1991 : 8).

6
Berdasarkan beberapa pengertian di atas, jelas bahwa bahasa baku itu adalah bentuk bahasa
yang telah dikodifikasi atau ditetapkan, diterima dan difungsikan sebagai model oleh
masyarakat secara luas. Di dalam pengertian bahasa baku itu terdapat 3 aspek yang saling
menyatu, yaitu kodifikasi, keberterimaan, difungsikan sebagai model. Ketiganya dibahas di
bawah ini.

Istilah kodifikasi adalah terjemahan dari “codification” bahasa Inggris. Kodifikasi diartikan
sebagai hal memberlakukan suatu kode atau aturan kebahasaan untuk dijadikan norma di
dalam berbahasa (Alwasilah, 1985 : 121).

Masalah kodifikasi berkait dengan masalah ketentuan atau ketetapan norma kebahasaan.
Norma-norma kebahasaan itu berupa pedoman tata bahasa, ejaan, kamus, lafal, dan istilah.

Kode kebahasaan sebagai norma itu dikaitkan juga dengan praanggapan bahwa bahasa baku
itu berkeseragaman. Keseragaman kode kebahasaan diperlukan bahasa baku agar efisien,
karena kaidah atau norma jangan berubah setiap saat. Kodifikasi yang demikian diistilahkan
oleh Moeliono sebagai kodifikasi bahasa menurut struktur bahasa sebagai sebuah sistem
komunikasi (1975 : 2).

Kodifikasi kebahasaan juga dikaitkan dengan masalah bahasa menurut situasi pemakai dan
pemakaian bahasa. Kodifikasi ini akan menghasilkan ragam bahasa. Perbedaan ragam bahasa
itu akan tampak dalam pemakaian bahasa lisan dan tulis. Dengan demikian kodifikasi
kebahasaan bahasa baku akan tampak dalam pemakaian bahasa baku.

Bahasa baku atau bahasa standar itu harus diterima atau berterima bagi masyarakat bahasa.
Penerimaan ini sebagai kelanjutan kodifikasi bahasa baku. Dengan penerimaan ini bahasa
baku mempunyai kekuatan untuk mempersatukan dan menyimbolkan masyarakat bahasa
baku.

Bahasa baku itu difungsikan atau dipakai sebagai model atau acuan oleh masyarakat secara
luas. Acuan itu dijadikan ukuran yang disepakati secara umum tentang kode bahasa dan kode
pemakaian bahasa di dalam situasi tertentu atau pemakaian bahasa tertentu.

Ketiga aspek yang terdapat di dalam konsep bahasa baku itu kodifikasi, keberterimaan,
difungsikan atau dipakai sebagai model, berkesatuan utuh dan saling berkait, baik dalam
menentukan kode bahasa maupun kode pemakaian bahasa baku. Hal ini akan dirinci pada
pembahasan ciri-ciri dan fungsi bahasa baku dan pemakaian bahasa baku.

2. Pengertian Bahasa Nonbaku

Istilah bahasa nonbaku ini terjemahan dari “nonstandard language”. Istilah bahasa nonstandar
ini sering disinonimkan dengan istilah “ragam subbaku”, “bahasa nonstandar”, “ragam
takbaku”, bahasa tidak baku”, “ragam nonstandar”.

Richards, Jhon, dan Heidi berpengertian bahwa bahasa nonstandar adalah bahasa yang
digunakan dalam berbicara dan menulis yang berbeda pelafalan, tatabahasa, dan kosakata
dari bahasa baku dari suatu bahasa (nonstandard, used of speech or writing which differs in
pronunciation, grammar, or vocabulary from the standard variety of the language) (1985 :
193).

7
Crystal berpengertian bahwa bahasa nonbaku adalah bentuk-bentuk bahasa yang tidak

memenuhi norma baku, yang dikelompokkan sebagai

subbaku atau nonbaku (linguistic forms or dialects which do not conform to this norm are
then refered to as sub-standard or nonstandard) (1985 : 286).

Suharianto berpengertian bahwa bahasa nonstandar atau bahasa tidak baku adalah salah satu
variasi bahasa yang tetap hidup dan berkembang sesuai dengan fungsinya, yaitu dalam
pemakaian bahasa tidak resmi (1981 : 23).

Alwasilah berpengertian bahwa bahasa tidak baku adalah bentuk bahasa yang biasa memakai
kata-kata atau ungkapan, struktur kalimat, ejaan dan pengucapan yang tidak biasa dipakai
oleh mereka yang berpendidikan (1985 : 116).

Berdasarkan beberapa pengertian di atas, jelas bahwa bahasa nonstandar adalah ragam yang
berkode bahasa yang berbeda dengan kode bahasa baku, dan dipergunakan di lingkungan
tidak resmi.

3. Pengertian Bahasa Indonesia Baku dan Nonbaku

Pengertian bahasa baku dan bahasa nonbaku telah diuraikan pada bahagian terdahulu.
Berdasarkan pengertian itu akan dikaitkan dengan bahasa Indonesia.

Bahasa Indonesia baku adalah salah satu ragam bahasa Indonesia yang bentuk bahasanya
telah dikodifikasi, diterima, dan difungsikan atau dipakai sebagai model oleh masyarakat
Indonesia secara luas.

Bahasa Indonesia nonbaku adalah salah satu ragam bahasa Indonesia yang tidak dikodifikasi,
tidak diterima dan tidak difungsikan sebagai model masyarakat Indonesia secara luas, tetapi
dipakai oleh masyarakat secara khusus.

4. Tumbuhnya Bahasa Indonesia Baku

Ketika bahasa Indonesia diterima dan diresmikan sebagai bahasa persatuan dan bahasa
negara Republik Indonesia tidak ada yang meramalkan bahwa akan tumbuh keanekaragaman
dalam bahasa itu.

Demikian juga, tidak ada yang memikirkan bahwa bahasa Indonesia itu akan mempunyai
dialek dan ragam bahasa. Tidak ada yang menyangka kecuali beberapa pakar yang memiliki
wawasan sosiolinguistik bahwa “bahasa Indonesia seragam” hanyalah merupakan semboyan
kosong. Suatu kenyataan yang wajar bahwa dalam pertumbuhan bahasa Indonesia
mempunyai variasi-variasi bahasa seperti halnya bahasa manusia lainnya di dunia ini.
Variasi-variasi bahasa yang ada dalam bahasa Indonesia terjadi karena kehidupan
pemaikanya semakin lama semakin kompleks.

Jika semula bahasa Indonesia mempunyai bahasa tulis seperti yang dipakai dalam buku,
majalah, dan surat kabar, maka kemudian bahasa Indonesia juga mempunyai ragam lisan,
yang dipakai orang Indonesia untuk berkomunikasi secara langsung. Bila semua bahasa
Indonesia hanya dipakai untuk keperluan resmi seperti dalam perundang-undangan, dunia

8
pendidikan, upacara resmi, maka kemudian bahasa Indonesia juga dipakai untuk keperluan
tidak resmi seperti yang dipakai dalam surat menyurat antara orang yang akrab, sapa-
menyapa antara orang tua dan anak-anaknya, tawar-menawar di toko, dan di pasar. Bila pada
mulanya bahasa Indonesia hanya dipergunakan sebagai bahasa pertama, khususnya oleh
generasi muda yang tidak lagi fasih berbahasa daerah.

Memang agak aneh kedengarannya bahasa Indonesia mempunyai dialek atau variasi bahasa.
Tetapi memang demikian adanya. Maklumlah bahasa Indonesia adalah bahasa manusia yang
wajar.

Keanekaragaman bahasa Indonesia itu tumbuh secara wajar sebab telah terjadi diversifikasi
fungsi. Bila semula bahasa Indonesia hanya berfungsi terbatas, maka kemudian fungsi itu
semakin banyak dan semakin ruwet. Tetapi, karena bahasa Indonesia harus tetap menjadi alat
komunikasi yang efisien, timbullah proses lain yang disebut proses sentripetal berupa
penataan secara alamiah pelbagai dialek atau ragam bahasa itu sesuai dengan fungsinya yang
baru. Pembagian tugas di antara semua dialek bahasa Indonesia. Dengan adanya pembagian
tugas itu diversifikasi fungsi bukanlah menyebabkan kekacauan, melainkan menumbuhkan
patokan atau standar yang jelas bagi pemakai bahasa. Tumbuhnya standar ini disebut
standardisasi bahasa atau pembakuan bahasa.

Dalam standardisasi ini ragam-ragam bahasa tertentu menjadi bahasa standar atau bahasa
baku, ragam bahasa lainnya menjadi bahasa

nonstandar atau bahasa tidak baku. Adanya bahasa standar atau bahasa baku dan bahasa
nonstandar atau bahasa tidak baku tidak berarti bahwa bahasa baku lebih baik lebih benar
atau lebih betul dari pada bahasa nonstandar atau bahasa tidak baku. Bukan di situ
persoalannya. Kita memakai bahasa secara baik bila kita menggunakan bahasa standar sesuai
dengan fungsinya. Demikian juga, kita menggunakan bahasa secara salah bila kita
menggunakan bahasa nonstandar untuk fungsi bahasa standar. Oleh sebab itu, memakai
bahasa baku tidak dengan sendirinya berarti memakai bahasa yang baik dan benar karena
bahasa baku tidak sama dengan bahasa yang baik dan benar. Materi ini akan dibahas secara
luas dalam bahagian pemakaian bahasa baku dan bahasa nonbaku dengan baik dan benar.

5. Fungsi Bahasa Indonesia Baku

Bahasa Indonesia baku mempunyai empat fungsi, yaitu pertama, pemersatu; kedua, penanda
kepribadian; ketiga, penambah wibawa; dan keempat, kerangka acuan.

Pertama, bahasa Indonesia baku berfungsi pemersatu. Bahasa Indonesia baku mempersatukan
atau memperhubungkan penutur berbagai dialek bahasa itu. Bahasa Indonesia baku
mempersatukan mereka menjadi satu masyarakat bahasa Indonesia baku. Bahasa Indonesia
baku mengikat kebhinekaan rumpun dan bahasa yang ada di Indonesia dengan mangatasi
batas-batas kedaerahan. Bahasa Indonesia baku merupakan wahana atau alat dan pengungkap
kebudayaan nasional yang utama. Fungsi pemersatu ini ditingkatkan melalui usaha
memberlakukannya sebagai salah satu syarat atau ciri manusia Indonesia modern.

Kedua, bahasa Indonesia baku berfungsi sebagai penanda kepribadian. Bahasa Indonesia
baku merupakan ciri khas yang membedakannya dengan bahasa-bahasa lainnya. Bahasa
Indonesia baku memperkuat perasaan kepribadian nasional masyarakat bahasa Indonesia
baku. Dengan bahasa Indonesia baku kita menyatakan identitas kita. Bahasa Indonesia baku

9
berbeda dengan bahasa Malaysia atau bahasa Melayu di Singapura dan Brunai Darussalam.
Bahasa Indonesia baku dianggap sudah berbeda dengan bahasa Melayu Riau yang menjadi
induknya.

Ketiga, bahasa Indonesia baku berfungsi penambah wibawa. Pemilikan bahasa Indonesia
baku akan membawa serta wibawa atau prestise. Fungsi pembawa wibawa berkaitan dengan
usaha mencapai kesederajatan dengan peradaban lain yang dikagumi melalui pemerolehan
bahasa baku. Di samping itu, pemakai bahasa yang mahir berbahasa Indonesia baku “dengan
baik dan benar” memperoleh wibawa di mata orang lain. Fungsi yang meyangkut
kewibawaan itu juga terlaksana jika bahasa Indonesia baku dapat dipautkan dengan hasil
teknologi baru dan unsur kebudayaan baru. Warga masyarakat secara psikologis akan
mengidentifikasikan bahasa Indonesia baku dengan masyarakat dan kebudayaan modern dan
maju sebagai pengganti pranata, lembaga, bangunan indah, jalan raya yang besar. Gengsi
juga melekat pada bahasa Indonesia karena ia dipergunakan oleh masyarakat yang
berpengaruh yang menambah wibawa pada setiap orang yang mampu menggunakan bahasa
Indonesia baku.

Keempat, bahasa Indonesia baku berfungsi sebagai kerangka acuan. Bahasa Indonesia baku
berfungsi sebagai kerangka acuan bagi pemakainya dengan adanya norma atau kaidah yang
dikodifikasi secara jelas. Norma atau kaidah bahasa Indonesia baku itu menjadi tolok ukur
pemakaian bahasa Indonesia baku secara benar. Oleh karena itu, penilaian pemakaian bahasa
Indonesia baku dapat dilakukan. Norma atau kaidah bahasa Indonesia baku juga menjadi
acuan umum bagi segala jenis pemakaian bahasa yang menarik perhatian karena bentuknya
yang khas, seperti bahasa ekonomi, bahasa hukum, bahasa sastra, bahasa iklan, bahasa media
massa, surat-menyurat resmi, bentuk surat keputusan, undangan, pengumuman, kata-kata
sambutan, ceramah, dan pidato.

6. Konteks Pemakaian Bahasa Indonesia Baku

Bahasa Indonesia baku dipakai di dalam beberapa konteks.

Pertama, dalam komunikasi resmi, yaitu dalam surat-menyurat resmi atau dinas,
pengumuman-pengumuman yang dikeluarkan oleh instansi resmi, perundang-undangan,
penamaan dan peristilahan resmi.

Kedua, dalam wacana teknis, yaitu dalam laporan resmi dan karangan ilmiah berupa
makalah, skripsi, tesis, disertasi, dan laporan hasil penelitian.

Ketiga, pembicaraan di depan umum, yaitu ceramah, kuliah, khotbah.

Keempat, pembicaraan dengan orang yang dihormati, yaitu atasan dengan bawahan di dalam
kantor, siswa dan guru di kelas atau di sekolah, guru dan kepala sekolah di pertemuan-
pertemuan resmi, mahasiswa dan dosen di ruang perkuliahan.

Di dalam konteks pertama dan kedua didukung oleh bahasa Indonesia baku tulis. Konteks
kedua dan ketiga didukung oleh bahasa Indonesia baku lisan. Di luar konteks itu
dipergunakan bahasa Indonesia nonbaku atau bahasa Indonesia nonstandar.

10
7. Ciri-Ciri Bahasa Indonesia Baku

Di samping kesepakatan tentang fungsi-fungsi dan konteks pemakaian bahasa Indonesia baku
ternyata ada konsekuensi yang cukup luas di antara pemakaian bahasa Indonesia baku tentang
ciri-ciri bahasa Indonesia baku yang mencakup kegramatikal dan keleksikalannya.

Ciri-ciri bahasa Indonesia baku dan bahasa Indonesia nonbaku telah dibuat oleh para pakar
bahasa dan pengajaran bahasa Indonesia. Mereka itu antara lain Harimurti Kridalaksana,
Anton M. Moeliono, dan Suwito. Ciri-ciri bahasa Indonesia dan bahasa Indonesia nonbaku
itu dibeberkan di bawah ini setelah merangkum ciri-ciri yang ditentukan atau yang telah
dibuat oleh para pakar tersebut.

Ciri-ciri Bahasa Indonesia Baku sebagai berikut:

(1)Pelafalan sebagai bahagian fonologi bahasa Indonesia baku adalah pelafalan yang relatif
bebas dari atau sedikit diwarnai bahasa daerah atau dialek.

Misalnya, kata / keterampilan / diucapkan / ketrampilan / bukan / ketrampilan

(2)Bentuk kata yang berawalan me- dan ber- dan lain-lain sebagai bahagian morfologi bahasa
Indonesia baku ditulis atau diucapkan secara jelas dan tetap di dalam kata.

Misalnya:

Banjir menyerang kampung yang banyak penduduknya itu. Kuliah sudah berjalan dengan
baik.

(3)Konjungsi sebagai bahagian morfologi bahasa Indonesia baku ditulis secara jelas dan
tetap di dalam kalimat.

Misalnya:

Sampai dengan hari ini ia tidak percaya kepada siapa pun, karena semua diangapnya penipu.

(4)Partikel -kah, -lah dan -pun sebagai bahagian morfologi bahasa Indonesia baku ditulis
secara jelas dan tetap di dalam kalimat. Misalnya:

Bacalah buku itu sampai selesai!

Bagaimanakah cara kita memperbaiki kesalahan diri? Bagaimanapun kita harus menerima
perubahan ini dengan lapang dada.

(5)Preposisi atau kata dengan sebagai bahagian morfologi bahasa Indonesia baku dituliskan
secara jelas dan tetap dalam kalimat. Misalnya:

Saya bertemu dengan adiknya kemarin. Ia benci sekali kepada orang itu.

(6)Bentuk kata ulang atau reduplikasi sebagai bahagian morfologi bahasa Indonesia baku
ditulis secara jelas dan tetap sesuai dengan fungsi dan tempatnya di dalam kalimat.

11
Mereka-mereka itu harus diawasi setiap saat.

Semua negara-negara melaksanakan pembangunan ekonomi.

Suatu titik-titik pertemuan harus dapat dihasilkan dalam musyawarah itu.

(7)Kata ganti atau polaritas tutur sapa sebagai bahagian morfologi bahasa Indonesia baku
ditulis secara jelas dan tetap dalam kalimat. Misalnya:

Saya – anda bisa bekerja sama di dalam pekerjaan ini.

Aku – engkau sama-sama berkepentingan tentang problem itu. Saya – Saudara memang harus
bisa berpengertian yang sama.

(8)Pola kelompok kata kerja aspek + agen + kata kerja sebagai bahagian kalimat bahasa
Indonesia baku ditulis dan diucapkan secara jelas dan tetap di dalam kalimat.

Misalnya:

Surat Anda sudah saya baca. Kiriman buku sudah dia terima.

(9)Konstruksi atau bentuk sintesis sebagai bahagian kalimat bahasa Indonesia baku ditulis
atau diucapkan secara jelas dan tetap di dalam kalimat.

Misalnya: saudaranya dikomentari mengotori harganya

(10)Fungsi gramatikal (subyek, predikat, obyek sebagai bahagian kalimat bahasa Indonesia
baku ditulis atau diucapkan secara jelas dan tetap dalam kalimat.

Misalnya:

Kepala Kantor pergi keluar negeri. Rumah orang itu bagus.

(11)Struktur kalimat baik tunggal maupun majemuk ditulis atau diucapkan secara jelas dan
tetap sebagai bahagian kalimat bahasa Indonesia baku di dalam kalimat.

Misalnya:

Mereka sedang mengikuti perkuliahan dasar-dasar Akuntansi I. Sebelum analisis data


dilakukannya, dia mengumpulkan data secara sungguh-sungguh.

(12)Kosakata sebagai bahagian semantik bahasa Indonesia baku ditulis atau diucapkan secara
jelas dan tetap dalam kalimat.

Misalnya:

Mengapa, tetapi, bagaimana, memberitahukan, hari ini, bertemu, tertawa, mengatakan, pergi,
tidak begini, begitu, silakan.

12
(13)Ejaan resmi sebagai bahagian bahasa Indonesia baku ditulis secara jelas dan tetap baik
kata, kalimat maupun tanda-tanda baca sesuai dengan Ejaan Bahasa Indonesia yang
Disempurnakan.

(14)Peristilahan baku sebagai bahagian bahasa Indonesia baku dipakai sesuai dengan
Pedoman Peristilahan Penulisan Istilah yang dikeluarkan oleh Pemerintah melalui Pusat
Pembinaan dan Pengembangan Bahasa (Purba, 1996 : 63 – 64).

Ciri-ciri bahasa Indonesia baku secara umum sama antara lisan dan tulis. Badudu dengan
jelas mengemukakan bahwa “berbahasa lisan ………..

baku dalam kegiatan resmi seperti bentuk dan susunan bahasa tulis” (1992 : 42).

Di dalam buku mereka, Speaking Naturally Communication Skills in American English,


Bruce Tillit dan Maru Newton Bruder mengungkapkan bahwa “tuturan formal
berkarakteristik informasinya

tersurat dalam kalimat-kalimat juga cenderung komplit yang dipertentangkan dengan kalimat
potongan” (1936 : vii).

Gleason juga mengemukakan bahwa “Struktur bahasa lisan menunjukkan kesamaan di dalam
berbagai hal dengan struktur bahasa tulis” (Syafi’I, 1984 : 42).

8.Pemakaian Bahasa Indonesia Baku dan Nonbaku dengan Baik dan Benar

Kita sering mendengar dan membaca semboyan “Pergunakanlah Bahasa Indonesia dengan
Baik dan Benar”. Makna semboyan itu sering pula diartikan bahwa kita harus berbahasa baku
atau kita harus menghindarkan pemakaian bahasa nonbaku. Bahasa baku sama maknanya
dengan bahasa yang baik dan benar. Hal ini terjadi karena konsep di dalam semboyan itu
sangat kabur. Konsep yang benar atau semboyan yang benar adalah “Pergunakanlah Bahasa
Indonesia Baku dengan Baik dan Benar”, “Pergunakanlah Bahasa Nonbaku dengan Baik dan
Benar”. “Pergunakanlah Bahasa Indonesia Baku dan Nonbaku dengan Baik dan Benar”.

Bahasa Indonesia Baku dan Nonbaku mempunyai kode atau ciri bahasa dan fungsi
pemakaian yang berbeda. Kode atau ciri dan fungsi setiap ragam bahasa itu saling berkait.
Bahasa Indonesia baku berciri seragam, sedangkan ciri bahasa Indonesia nonbaku beragam.

Pemakaian bahasa yang mengikuti kaidah bahasa yang dibakukan atau yang dianggap baku
adalah pemakaian bahasa Indonesia baku dengan benar adalah pemakaian bahasa yang
mengikuti kaidah bahasa atau gramatikal bahasa baku.

Sebaliknya pemakaian bahasa Indonesia nonbaku dengan benar adalah pemakaian bahasa
yang tidak mengikuti kaidah bahasa atau gramatikal baku, melainkan kaidah gramatikal
nonbaku.

Pemakaian bahasa Indonesia baku dengan baik adalah pemakaian bahasa Indonesia yang
mengikuti atau sesuai dengan fungsi pemakaian bahasa baku. Pemakaian bahasa Indonesia
nonbaku dengan baik adalah

13
pemakaian bahasa yang tidak mengikuti atau sesuai dengan fungsi pemakaian bahasa
Indonesia nonbaku.

Pemakaian bahasa Indonesia baku dengan baik dan benar adalah pemakaian bahasa yang
sesuai dengan fungsi dan ciri kode bahasa Indonesia baku. Pemakaian bahasa Indonesia
nonbaku dengan baik dan benar adalah pemakaian bahasa yang sesuai dengan fungsi
pemakaian dan ciri bahasa Indonesia nonbaku.

Konsep baik dan benar dalam pemakaian bahasa Indonesia baik baku maupun nonbaku saling
mendukung saling berkait. Tidaklah logis ada pemakaian bahasa Indonesia yang baik, tetapi
tidak benar. Atau tidaklah logis ada pemakaian bahasa yang benar tetapi tidak baik. Oleh
karena itu, konsep yang benar adalah pemakaian bahasa yang baik harus juga merupakan
pemakaian bahasa yang benar. Atau sebaliknya.

Harimurti Kridalaksana memperjelas bahwa adanya bahasa baku atau bahasa standar dan
bahasa nonbaku atau bahasa nonstandar bukan berarti bahwa bahasa baku atau bahasa standar
lebih baik, lebih benar atau lebih betul daripada bahasa non baku atau bahasa nonstandar.
Bukan disitu permasalahannya. Kita memakai bahasa secara betul atau baik bila kita
menggunakan bahasa baku sesuai dengan fungsinya. Demikian juga, kita mempergunakan
bahasa secara betul atau baik bila kita mempergunakan bahasa nonbaku atau bahasa
nonstandar sesuai dengan fungsinya. Kita menggunakan bahasa secara salah atau tidak benar
bila kita menggunakan bahasa standar untuk fungsi bahasa nonstandar. Oleh karena itu,
memakai bahasa baku tidak dengan sendirinya berarti memakai bahasa yang baik dan benar.
Bahasa baku tidak sama dengan bahasa yang baik dan benar (1981 : 19).

14
VI. Kesimpulan

Penggunaan bahasa Indonesia yang baik dan benar sangat di perlukan dalam kehidupan sosial
di negri kita. Bahasa Indonesia dengan Fungsinya sebagai alat penghubung atau komunikasi
begitu bermanfaat bagi kelancaran hubungan sosial yang dampak positifnya merembet ke
dunia ekonomi, pendidikan, sosial hingga akhirnya dapat memberikan kemudahan dalam
berbagi informasi keseluruh penduduk nusantara yang sarat ras dan budaya yang berbeda-
beda. Maka dari itu kesadaran untuk berbahasa Indonesia yang baik dan benar harus mulai di
lakukan demi terciptanya komunikasi yang baik dan lancar bagi seluruh penduduk Indonesia
dan dunia yang menggunakan bahasa kita.

15
Referensi

www.wikipedia.com

16

Anda mungkin juga menyukai