Anda di halaman 1dari 8

Penggunaan Bahasa Indonesia yang Baik, Benar, serta Baik dan

Benar
Fani Putri Safrina
Fakultas Ekonomi Bisnis, UPN “veteran” Yogyakarta
faniputri1505@gmail.com

Abstrak
Salah satu hambatan dalam proses komunikasi adalah kurangnya kemampuan bertutur
bahasa. Bentuk kurang sempurnanya aktivitas berkomunikasi ditandai dengan kesalahan-
kesalahan dalam berbahasa. Kalau negeri ini kian tenggelam dalam pudarnya bahasa Indonesia
yang lebih dalam, mungkin bahasa Indonesia akan semakin sempoyongan dalam memanggul
bebannya sebagai bahasa nasional dan identitas bangsa. Dalam kondisi demikian, diperlukan
pembinaan dan pemupukan aktivitas berbahasa baik secara lisan maupun tulisan yang baik,
benar, serta baik dan benar. Saat ini jelas di masyarakat sudah banyak penggunaan bahasa
Indonesia yang tidak pada tempatnya, bahasa Indonesia hanya diambil sedikit lalu dikolaborasi
dengan bahasa asing dan bahasa gaul. Penggunaan bahasa di lingkungan formal yang salah, atau
penggunaan bahasa formal di lingkungan yang salah. Fenomena lainnya adalah bahasa alay yang
kerap digunakan dalam media sosial maupun percakapan sehari-hari. Pergeseran struktur kata
yang terjadi di masa sekarang dan dilakukan oleh banyak kalangan membentuk munculnya
kosakata baru yang meminggirkan keformalan dalam berbahasa.
Kata Kunci : Bahasa Indonesia yang baik, bahasa Indonesia yang benar, bahasa Indonesia yang
baik dan benar.

PENDAHULUAN

Kemampuan berbahasa mencerminkan pribadi seseorang, sebab orang terpelajar mampu


menempatkan kapan dan di mana harus berbicara menggunakan bahasa Indonesia yang baik
maupun benar. Namun fenomena tentang semakin majemuknya kebudayaan di Indonesia,
ditambah dengan masuknya budaya-budaya asing, semakin eksisnya bahasa gaul, dan sifat
etnosentrisme yang tak bisa hilang dari wajah pribumi menjadi penyebab kurang akrabnya bahasa
Indonesia di kalangan masyarakat Indonesia. Terutama masyarakat pedalaman yang sama sekali
awam dengan penggunaan bahasa Indonesia, padahal informasi-informasi yang bersifat nasional
disebarkan menggunakan bahasa Indonesia. Munculnya minat yang berlebihan terhadap bahasa

1
asing, gengsi menggunakan bahasa ibu yang baik dan benar karena menganggapnya terlalu
monoton dan tidak gaul.

Sebagai pengguna bahasa Indonesia seharusnya memiliki rasa bangga menggunakan bahasa
Indonesia sebagai alat komunikasi. Setiap warga negara Indonesia juga sepatutnya
memiliki sikap positif terhadap bahasa Indonesia dan berusaha agar selalu cermat, teratur,
dan efektif menggunakannya dalam kehidupan dan kegiatan sehari-hari . setidaknya
menanamkan budaya malu jika tidak mampu menggunakan bahasa Indonesia secara baik dan
benar. Oleh karena itu, sudah sepantasnyalah bahasa Indonesia dicintai, dijaga, dan
dilestarikan (Mansyur, 2018).

Bahasa menjadi lambang toleransi terhadap kemajemukan di Indonesia, senjata yang dapat
menghancurkan benteng-benteng kesukuan di Indonesia yang intoleran terhadap penggunaan
bahasa Indonesia yang baik dan benar. Dalam artian, bahasa Indonesia yang dituturkan tanpa
dicampur aduk dengan bahasa daerah maupun bahasa asing. Bukan suatu ketidakmungkinan,
bahasa juga bisa menjadi senjata ampuh untuk menjajah bangsa Indonesia dengan perlahan-lahan
melunturkan eksistensi bahasa Indonesia itu sendiri, sebab komunikasi merupakan hal yang
paling krusial dalam kehidupan kita. Sejak zaman sebelum kemerdekaan, berbagai kegiatan yang
berkaitan dengan bahasa persatuan Indonesia telah dilakukan. Mulai dari perubahan ejaan,
pengembangan peristilahan, penyusunan Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), hingga
perumusan tata bahasa agar dicapai suatu bahasa yang standar yang dapat menjadi patokan
seluruh jajaran masyarakat. Idealnya, bangsa Indonesia dari segala generasi harus mampu
menggunakan bahasa Indonesia yang baik dan benar, baik secara lisan maupun tulisan. Hal ini
sangat penting, mengingat bahasa Indonesia merupakan bahasa nasional yang memersatukan
negeri ini. Otomatis, bahasa nasional ini harus dipakai dalam segala kegiatan yang bersifat formal
dan kelembagaan, termasuk segala kegiatan di bidang pendidikan. Namun kenyataan yang terjadi
adalah bahasa asing, bahasa gaul dan bahasa daerah yang seharusnya hanya menjadi bahasa
pergaulan telah masuk ke ruang praktis kegiatan formal.

2
Kesalahan penggunaan pilihan kata terletak pada bagian ketidaklaziman pilihan kata,
ketidaksesuaian pilihan kata, ketidakcermatan pilihan kata, dan ketidakserasian pilihan kata
berdasarkan analisis data yang telah dilakukan. Mahasiswa banyak mengalami kesalahan
ketika memilih kata yang tepat untuk menyusun maksud yang ingin disampaikan. Beberapa
kata digunakan sesuai dengan apa yang mereka pikirkan tanpa melihat kata atau frasa
yang digunakan tersebut sedap didengar (eufonik) atau tidak (Nisa, ,2017).

Untuk itu penting bagi kita untuk mengangkat judul di atas sebagai persoalan yang perlu ditelaah
akar masalahnya dan dikaji secara lebih mendalam. Karena bertutur bahasa saja tidak cukup jika
tidak kita lakukan dengan baik dan benar, sebab dengan berbahasa Indonesia yang baik dan benar
dapat memperkokoh semangat nasionalisme untuk mempertahankan ciri khas bangsa kita dan
menjunjung tinggi nilai sumpah pemuda.

BAHASA INDONESIA YANG BAIK


Bahasa Indonesia yang baik sama hakikatnya dengan kaidah-kaidah komunikasi yang baik pada
umumnya. Bahasa Indonesia yang baik tidak perlu mengacu pada Pedoman Umum Ejaan Bahasa
Indonesia (PUEBI) maupun kebakuan bahasa namun cukup hanya dengan mengacu pada Kamus
Besar Bahasa Indonesia (KBBI) dan harus memenuhi beberapa persyaratan sebagai berikut :

a) Tidak menyeleweng dari kaidah berbahasa


Kalimat yang tidak menyeleweng dari kaidah bahasa maksudnya adalah kalimat yang
baik dari segi pemilihan kata maupun susunan kalimatnya memenuhi aturan yang benar.
Contoh:

Pada agenda khutbah di atas menunjukkan Ustad Fahmi akan tampil lima hari lagi.

Kalimat di atas menunjukkan adanya kesalahan sintaksis, yaitu tidak terdapatnya subjek,
karena seharusnya kalimat yang baik adalah kalimat yang terdiri dari subjek dan predikat.
Maka kalimat di atas dapat diperbaiki dengan menghilangkan kata “pada” sebab kata
“pada” menunjukkan keterangan tempat. Seharusnya adalah :

3
Agenda khutbah di atas menunjukkan Ustad Fahmi akan tampil lima hari lagi.

b) Jelas dan logis


Dalam artian dapat menyampaikan maksud dengan benar, tepat dan masuk akal. Kalimat
juga harus jelas dan logis (dapat diterima dan dinalar oleh akal). Walaupun secara
gramatikal sesuai dengan kaidah namun jika tidak logis, kalimat tersebut tak akan dapat
dipahami dengan baik bila disampaikan kepada orang lain.
Contoh: Ini adalah daerah bebas parkir.

Secara struktur kalimat di atas sudah memenuhi kaidah yang benar karena ada subjek,
predikat, dan objek,, namun secara logis kalimat tersebut tidak masuk akal. Sebab
pengertian bebas parkir harusnya sama dengan bebas narkoba, bebas rokok, dan bebas
pengamen yang artinya daerah tersebut tidak ada lagi narkoba, rokok, maupun
pengamen. Tapi dalam kalimat di atas arti ‘bebas parkir’ adalah boleh parkir tanpa bayar.

Perbaikan kalimat-kalimat di atas, yaitu:


Ini adalah daerah parkir gratis

BAHASA INDONESIA YANG BENAR

Kesalahan berbahasa adalah bagian dari sebuah teks tulisan/lisan yang menyimpang dari
beberapa norma atau aturan penggunaan bahasa yang dipilih (Andayani, 2018). Bahasa yang
benar adalah bahasa yang sesuai dengan kaidah bahasa baku, baik kaidah untuk bahasa baku
tertulis maupun bahasa baku lisan. Berbahasa yang benar mengacu pada aktivitas formal yang
menuntut kebakuan bahasa di dalamnya. Berdasarkan sudut pandang kebakuan bahasa, bahasa
baku adalah bahasa yang baik tata tulis, kosakata, maupun tata bahasanya sesuai dengan hasil
pembakuan bahasa. Dari sudut pandang informasi, bahasa baku adalah ragam bahasa yang
digunakan dalam berkomunikasi tentang ilmu pengetahuan. Lalu berdasarkan sudut pandang
pengguna bahasa, ragam bahasa baku dapat dibatasi dengan ragam bahasa yang lazim digunakan
oleh penutur yang paling berpengaruh, seperti ilmuan, pemerintah, tokoh masyarakat, dan kaum
jurnalis atau wartawan. Bahasa merekalah yang dianggap ragam bahasa baku (Setiawati,2016).

4
Berdasarkan definisi-definisi di atas dapat disimpulkan bahwa kata baku adalah kata-kata yang
lazim digunakan dalam situasi formal atau resmi yang penulisannya sesuai dengan kaidah-kaidah
yang dibakukan. Menurut Setiawati (2016) baku tidaknya sebuah kata dapat dilihat dari segi lafal,
ejaan, gramatika, dan kenasionalan-nya dapat disimpulkan bahwa lafal baku bahasa Indonesia
adalah lafal yang tidak menampakkan lagi ciri-ciri bahasa daerah atau bahasa asing, seperti
contoh berikut:

Tidak Baku Baku


Rapet Rapat
Cuman Cuma

Lalu baku dari sudut pandang ejaan berarti semua kata yang tidak ditulis menurut kaidah yang
diatur dalam EYD adalah kata yang tidak baku. Sementara yang ditulis sesuai dengan aturan
EYD adalah kata yang baku. Contoh:

TidakBaku Baku

Ekpres Ekspres
Komplek Kompleks
Sistim Sistem
Do’a Doa
Jum’at Jumat

BAHASA INDONESIA YANG BAIK DAN BENAR

Sedangkan bahasa Indonesia yang baik dan benar merupakan gabungan dari dua kaidah
berbahasa di atas atau secara garis besar berbahasa dengan tuntunan Pedoman Umum Ejaan
Bahasa Indonesia dan sesuai pula dengan Kamus Besar Bahasa Indonesia. Berbahasa Indonesia
dengan baik dan benar dapat diartikan sebagai pemakaian kata-kata dalam ragam bahasa yang
serasi dan selaras dengan sasaran atau tujuannya dan yang terlebih penting lagi adalah mengikuti

5
kaidah bahasa yang baik dan benar. Kriteria yang digunakan untuk melihat penggunaan bahasa
yang benar adalah kaidah bahasa dan kaidah itu sendiri penulis rangkum menjadi 5 aspek :

a) Tata Bunyi (Fonologi)


Pada aspek tata bunyi kita mungkin sudah sering menjumpai kesalahan dalam mengenal
bunyi huruf |f|,|v| dan |z|.
Contoh :

Salah Benar
Ijin Izin
Aktiv Aktif
Pajar Fajar

b) Tata bahasa (Kata dan Kalimat)


Pada aspek tata bahasa

Salah Benar
Rubah Ubah
Nyari Mencari
Kedesak Terdesak

c) Kosakata
Pada aspek kosakata kata – kata seperti

Salah Benar
Entar Sebentar
Bilang Mengatakan
Udah Sudah

6
d) Ejaan

Salah Benar
Hierarki Hirarki
Analisa Analisis

e) Makna
Tidak tepat menggunakan bahasa yang bermakna kiasan atau konotatif dalam bidang
keilmuan seperti, menulis karya ilmiah. Jadi penggunaan bahasa yang benar juga harus
sesuai dalam penempatan dan kaidahnya.

KESIMPULAN

Dalam berkomunikasi menggunakan bahasa Indonesia tidak cukup jika asal comot sembarang
kata saja, sebab bahasa Indonesia memiliki kaidah dan aspek-aspek yang harus dipenuhi dalam
penggunaannya. Kita perlu meletakkan kapan kita harus menggunakan bahasa Indonesia yang
baik, bahasa Indonesia yang benar, serta bahasa Indonesia yang baik dan benar hingga bahasa
Indonesia itu sendiri dapat lestari dengan pemahaman dan pemakaian yang tepat dan sempurna.

Sampai sekarang ini patut diakui bahasa perencanaan garis kebijakan bahasa yang menempatkan
bahasa Indonesia sebagai bahasa nasional dipandang cukup berhasil. Bahasa Indonesia yang
semula merupakan bahasa Melayu berhasil diangkat sebagai bahasa nasional dan bahasa resmi
mengatasi bahasa- bahasa lain yang penuturnya jauh lebih besar, seperti bahasa Jawa,
bahasaSunda, dan sebagainya serta beratus-ratus bahasa daerah lain yang tersebar di seluruh
Nusantara. Hal ini tentu saja merupakan prestasi bangsa Indonesia dalam mengatasi keragaman
bahasa, yang hal seperti itu belum tentu dapat dilakukan oleh negara lain (Wijana, 2018).

7
DAFTAR RUJUKAN

Andayani, Mokh. Yahya & Sadhono, Khundaru. (2018). Studi Kesalahan Pengunaan Kalimat
dalam Karangan Pelajar Bahasa Indonesia untuk Penutur Asing(BIPA). Jurnal Bahasa,
Sastra, dan Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia 1(5): 1-20.

Mansyur, Umar. (2018). Sikap Bahasa dan Pembelajaran Bahasa Indonesia di Perguruan Tinggi.

Nisa, Khoirun & Suyitno, Imam. (2017). Kesalahan Penggunaan Bahasa Indonesia dalam Teks
Terjemahan Mahasiswa. Jurnal Kajian Bahasa, Sastra Indonesia, dan
Pembelajarannya 1(1): 1-13.

Setiawati, Sulis. (2016). Penggunaan Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) dalam
Pembelajaran Kosakata Baku dan Tidak Baku pada Siswa Kelas IV SD. Jurnal
Penelitian Bahasa dan Sastra Indonesia (2): 44-51.

Wijana, I Dewa Putu. (2018). Pemertahanan dan Pengembangan Bahasa Indonesia. Jurnal Ilmiah
Kebahasaan dan Kesastraan Widyaparwa 46(1): 91-98.

Anda mungkin juga menyukai