Ragam bahasa adalah variasi bahasa menurut pemakaian, yang berbeda-beda menurut topik
yang dibicarakan, menurut hubungan pembicara, kawan bicara, orang yang dibicarakan, serta
menurut medium pembicara.
Menurut Bachman (1990), “ragam Bahasa adalah variasi bahasa menurut pemakaian, yang
berbeda-beda menurut topik yang dibicarakan, menurut hubungan pembicara, kawan bicara,
orang yang dibicarakan, serta menurut medium pembicara.”
Menurut Dendy Sugono (1999), “bahwa sehubungan dengan pemakaian bahasa Indonesia,
timbul dua masalah pokok, yaitu masalah penggunaan bahasa baku dan tak baku. Dalam situasi
remi, seperti di sekolah, di kantor, atau di dalam pertemuan resmi digunakan bahasa baku.
Sebaliknya dalam situasi tak resmi, seperti di rumah, di taman, di pasar, kita tidak dituntut
menggunakan bahasa baku.”
Menurut Fishman ed (1968), suatu ragam bahasa, terutama ragam bahasa jurnalistik dan
hukum, tidak tertutup kemungkinan untuk menggunakan bentuk kosakata ragam bahasa baku
agar dapat menjadi panutan bagi masyarakat pengguna bahasa Indonesia. Dalam pada itu perlu
yang perlu diperhatikan ialah kaidah tentang norma yang berlaku yang berkaitan dengan latar
belakang pembicaraan (situasi pembicaraan), pelaku bicara, dan topik pembicaraan
Yaitu bisa dibagi 3 berdasarkan media,cara pandang penutur, dan topik pembicaraan.
1. Ragam bahasa Indonesia berdasarkan media
Bahasa yang di hasilkan menggunakan alat ucap (organ of speech) dengan fonem sebagai unsur
dasar dinamakan ragam bahasa lisan. Dalam ragam lisan kita berurusan dengan tata bahasa,
kosakata dan lafal. Dalam ragam bahasa lisan ini, pembicara dapat memanfaatkan tinggi
rendah suara atau tekanan, air muka, gerak tangan atau isyarat untuk mengungkapkan ide.
Tidak harus memperhatikan gramatikal, hanya perlu intonasi serta bahasa tubuh.
Berlangsung cepat
c. Faktor kejelasan karena pembicara menambahkan unsure lain berupa tekan dan
gerak anggota badan agah pendengar mengerti apa yang dikatakan seperti situasi,
yang dibicarakannya.
a. Bahasa lisan berisi beberapa kalimat yang tidak lengkap, bahkan terdapat frase-
frase sederhana.
b. Ragam Tulis
Ragam bahasa tulis adalah bahasa yang dihasilkan dengan memanfaatkan tulisan
dengan huruf sebagai unsur dasarnya. Dalam ragam tulis, kita berurusan dengan
tata cara penulisan dan kosakata. Dengan kata lain dengan ragam bahasa tulis, kita
tuntut adanya kelengkapan unsur kata seperti bentuk kata ataupun susunan kalimat,
ketepatan pilihan kata, kebenaran penggunaan ejaan dan penggunaan tanda baca dalam
mengungkapkan ide.
4. Berlangsung lambat
5. Selalu memakai alat bantu
7. Tidak dapat dibantu dengan gerak tubuh dan mimik muka, hanya terbantu dengan tanda
baca.
a. Informasi yang disajikan bisa dipilih untuk dikemas sebagai media atau materi
pembaca.
a. Alat atau sarana yang memperjelas pengertian seperti bahasa lisan itu tidak ada
b. Tidak mampu menyajikan berita secara lugas, jernih dan jujur, jika harusmengikuti kaidah-
kaidah bahasa.
c. Yang tidak ada dalam bahasa tulisan tidak dapat diperjelas/ditolong, oleh karena
Perbedaan antara ragam lisan dan tulisan (berdasarkan tata bahasa dan kosa kata ):
A. Tata Bahasa :
B. Kosa kata :
Bahasa Indonesia yang digunakan oleh kelompok penutur yang berpendidikan berbeda dengan
yang tidak berpendidikan, terutama dalam pelafalan kata yang berasal dari bahasa asing,
misalnya fitnah, kompleks,vitamin, video, film, fakultas. Penutur yang tidak berpendidikan
mungkin akan mengucapkan pitnah, komplek, pitamin, pideo, pilm, pakultas. Perbedaan ini juga
terjadi dalam bidang tata bahasa, misalnya mbawa seharusnya membawa, nyari seharusnya
mencari. Selain itu bentuk kata dalam kalimat pun sering menanggalkan awalan yang seharusnya
dipakai.contoh:
2) Saya akan ceritakan tentang Kancil = Saya akan menceritakan tentang Kancil.
Ragam bahasa dipengaruhi juga oleh setiap penutur terhadap kawan bicara (jika lisan) atau sikap
penulis terhadap pembawa (jika dituliskan) sikap itu antara lain resmi, akrab, dan santai.
Kedudukan kawan bicara atau pembaca terhadap penutur atau penulis juga mempengaruhi sikap
tersebut. Misalnya, kita dapat mengamati bahasa seorang bawahan atau petugas ketika melapor
kepada atasannya. Jika terdapat jarak antara penutur dan kawan bicara atau penulis dan pembaca,
akan digunakan ragam bahasa resmi atau bahasa baku. Makin formal jarak penutur dan kawan
bicara akan makin resmi dan makin tinggi tingkat kebakuan bahasa yang digunakan. Sebaliknya,
makin rendah tingkat keformalannya, makin rendah pula tingkat kebakuan bahasa yang
digunakan.Contoh:
Ragam bisnis : Setiap pembelian diatas nilai tertentu akan diberikan diskon.
Ada lima laras bahasa yang dapat digunakan sesuai situasi. Berturut-turut sesuai derajat
keformalannya, ragam tersebut dibagi sebagai berikut.
1. Ragam baku (frozen); digunakan pada situasi hikmat dan sangat sedikit memungkinkan
keleluasaan seperti pada kitab suci, putusan pengadilan, dan upacara pernikahan.
2. Ragam resmi (formal); digunakan dalam komunikasi resmi seperti pada pidato, rapat resmi,
dan jurnal ilmiah.
3. Ragam konsultatif (consultative); digunakan dalam pembicaraan yang terpusat pada transaksi
atau pertukaran informasi seperti dalam percakapan di sekolah dan di pasar.
4. Ragam santai (casual); digunakan dalam suasana tidak resmi dan dapat digunakan oleh orang
yang belum tentu saling kenal dengan akrab.
5. Ragam akrab (intimate). digunakan di antara orang yang memiliki hubungan yang sangat
akrab dan intim.Contoh Bahasa Indonesia yang Baik dan Benar :
B.EYD
Ejaan yang disempurnakan adalah ejaan bahasa indonesia yang berlaku sejak tahun 1972. Ejaan
ini menggantikan ejaan sebelumnya, Ejaan Republik atau Ejaan Soewandi.Ejaan adalah
seperangkat aturan tentang cara menuliskan bahasa dengan menggunakan huruf, Kata, dan tanda
baca sebagai sarananya. Batasan tersebut menunjukan pengertian kata ejaan berbeda dengan kata
mengeja.
Mengeja adalah kegiatan melafalkan huruf, suku kata, atau kata; sedangkan ejaan
adalah suatu sistem aturan yang jauh lebih luasdari sekedar masalah pelafalan. Ejaan mengatur
keseluruhan caramenuliskan bahasa.
Ejaan merupakan kaidah yang harus dipatuhi oleh pemakai bahasademi keteraturan dan
keseragaman bentuk, terutama dalam bahasa tulis.Keteraturan bentuk akan berimplikasi pada
ketepatan dan kejelasanmakna. Ibarat sedang mengemudi kendaraan, ejaan adalah rambu
lalulintas yang harus dipatuhi oleh setiap pengemudi. Jika para pengemudimematuhi rambu-
rambu yang ada, terciptalah lalu lintas yang tertib danteratur. Seperti itulah kira-kira bentuk
hubungan antara pemakai bahasa dengan ejaan.
Bahasa Indonesia sebagai bahasa nasional lahir pada awal tahun dua puluhan. Namun dari segi
ejaan, bahasa indonesia sudah lama memiliki ejaan tersendiri. Berdasarkan sejarah
perkembangan ejaan, sudah mengalami perubahan sistem ejaan, yaitu :
1. Ejaan Van Ophuysen
Ejaan ini mulai berlaku sejak bahasa Indonesia lahir dalam awal tahun dua puluhan. Ejaan ini
merupakan warisan dari bahasa Melayu yang menjadi dasari bahasa Indonesia.
2. Ejaan Suwandi
Setelah ejaan Van Ophuysen diberlakukan, maka muncul ejaan yang menggantikan, yaitu ejaan
Suwandi. Ejaan ini berlaku mulai tahun 1947 sampai tahun 1972.
Ejaan imi mulai berlaku sejak tahun 1972 sampai sekarang. Ejaan ini merupakan penyempurnaan
yang pernah berlaku di Indonesia.
Ejaan Bahasa Indonesia yang Disempurnakan (EYD) diterapkan secara resmi mulai tanggal 17
Agustus 1972 dengan Surat Keputusan Presiden Republik Indonesia Nomor : 57/1972 tentang
peresmian berlakunya “Ejaan Bahasa Indonesia yang Disempurnakan”. Dengan berlakunya
EYD, maka ketertiban dan keseragaman dalam penulisan bahasa Indonesia diharapkan dapat
terwujud dengan baik.
b. Huruf Vokal
Huruf yang melambangkan vokal dalam bahasa Indonesia terdiri atas huruf a, e, i, o, dan
u.Huruf Vokal Contoh pemakaian dalam kata Di awal Di tengah Di akhir:
api, enak, itu, oleh ,ulang ,padi ,petak
c. Huruf Konsonan
Huruf yang melambangkan konsonan dalam bahasa Indonesia terdiri atas huruf-huruf b, c, d, f,
g, h, j, k, l, m, n, p, q, r, s, t, v, w, x, y, dan z. Huruf konsonan Contoh pemakaian dalam kata Di
awal Di tengah Di akhir:
bahasa,cakap,dua, guna,harI,jalan
d. Huruf Diftong
Di dalam bahasa Indonesia terdapat diftong yang dilambangkan dengan ai, au, dan
oi.Huruf Diftong Contoh pemakaian dalam kata Di awal Di tengah Di akhir
syaitan,saudara,boikot,pandai,harimau,amboi
2) Penulisan Huruf
Dua hal yang harus diperhatikan dalam penulisan huruf berdasarkan EYD, yaitu (1)
penulisan huruf besar, dan (2) penulisan huruf miring. Lebih jelasnya dapat dilihat pada
pembahasan berikut :
3) Digunakan sebagai huruf pertama dalam ungkapan yang berhubungan dengan nama Tuhan,
kata ganti Tuhan, dan nama kitab suci.Misalnya :
Allah Yang Maha kuasa lagi Maha penyayang.
4) Digunakan sebagai huruf pertama nama gelar kehormatan , keturunan, keagamaan yang
diikuti nama orang.Misalnya :
Raja Gowa adalah Sultan Hasanuddin.
5) Digunakan sebagai huruf pertama unsur nama jabatan dan pangkat yang diikuti nama orang,
pengganti nama orang tertentu, nama instansi, dan nama tempat.Misalnya :
Wakil Presiden Yusuf Kalla memberi bantuan mobil.
Tanda Seru ( ! )
Tanda seru dugunakan sesudah ungkapan atau pertanyaan yang berupa seruan atau perintah yang
menggambarkan kseungguhan, ketidakpercayaan, dan rasa emosi yang kuat.
Singkatnya:
Definisi Bunyi Huruf Vokal
Bunyi Huruf Vokal adalah Bunyi yang tidak disertai hambatan pada alat bicara , Hambatan
hanya terdapat pada pita suara , Tidak terdapat artikulasi , Semua vokal dihasilkan dengan
bergetarnya pita suara , Dengan demikian semua vokal adalah bunyi suara.
Bunyi vokal dibedakan berdasarkan posisi tinggi rendahnya lidah, bagian lidah yang bergerak,
struktur, dan bentuk bibir. Dengan demikian, bunyi vokal tidak dibedakan berdasarkan posisi
artikulatornya karena pada bunyi vokal tidak terdapat artikulasi. Artikulator adalah bagian alat
ucap yang dapat bergerak. Klasifikasi vokal sebagai berikut :
Vokal Tinggi = [ i ], [ I ], [ u ], [ U ]
Vokal Madya = [ e ], [ �� ], [ e ], [ o ], [ c ]
Vokal Rendah = [ a ]
2. Vokal berdasarkan bagian lidah (depan, tengah, belakang) yang bergerak (gerak naik turunnya
lidah).
Vokal Depan = [ i ], [ I ], [ e ], [ �� ], [ a ]
Vokal Tengah = [ a ]
Vokal Belakang = [ o ], [ c ], [ u ], [ U ]
Struktur adalah keadaan hubungan posisional artikulator aktif dan artikulator pasif. Artikulator
aktif adalah alat ucap yang bergerak menuju alat ucap yang lain saat membentuk bunyi bahasa.
Artikulator pasif adalah alat ucap yang dituju oleh artikulator aktif saat membentuk bunyi
bahasa.
Dalam bunyi vokal tidak terdapat artikulasi, maka struktur untuk vokal ditentukan oleh jarak
lidah dengan langit-langit. Menurut strukturnya, vokal dapat dibedakan seperti uraian berikut.
a. Vokal tertutup (close vowels) yaitu vokal yang dibentuk dengan lidah diangkat setinggi
mungkin mendekati langit-langit. Vokal tertutup antara lain [ i ], [ u ].
b. Vokal semitertutup (half-close) yaitu vokal yang dibentuk dengan lidah diangkat dalam
ketinggian sepertiga di bawah tertutup atau dua per tiga di atas vokal terbuka. Vokal semitertutup
antara lain [ e ], [ o ], [ I ], [ U ].
c. Vokal semiterbuka (half-open) yaitu vokal yang dibentuk dengan lidah diangkat dalam
ketinggian sepertiga di atas terbuka atau dua per tiga di bawah vokal tertutup. Vokal semiterbuka
antara lain [ a ], [ �� ], [ c ].
d. Vokal terbuka (open vowels) yaitu vokal yang dibentuk dengan lidah dalam posisi serendah
mungkin. Vokal terbuka adalah [ a ].
Vokal tidak bulat/unrounded vowels (bibir tidak bulat dan terbentang lebar) = [ i ], [ I ], [ e ], [
�� ], [ e ]
Vokal netral/neutral vowels (bibir tidak bulat dan tidak terbentang lebar) = [ a ]
Vokal bulat/rounded vowels (bibir bulat) Terbuka bulat = [ c ]
Vokal bulat/rounded vowels (bibir bulat) Tertutup bulat = [ o ], [ u ], [ U ]
Bunyi vokal dapat diucapkan dengan memanjangkan atau memendekkan vokal tersebut.
Pemanjangan dan pemendekan pengucapan vokal dapat mengubah maksud pembicaraan.
Pemanjangan vokal diberi tanda [ . . . ] di atas bunyi yang dipanjangkan atau tanda [ . . . : ] di
samping kanan bunyi yang dipanjangkan.
Contoh:
Frasa tatap muka [ t a t a p ] [ m u k a ] bila vokal [ u ] dilafalkan pendek maka akan bermakna
bertemu . Namun, jika vokal [ u ] dilafalkan memanjang [ t a t a p ] [ m u : ] [ k a ] maka akan
menimbulkan makna menatapmu dan bunyi [ k a ] seakan-akan menghilang.
Dalam kehidupan sehari-hari pemanjangan dan pemendekan vokal jarang ditemui. Pemanjangan
dan pemendekan vokal biasa ditemui dalam dunia hiburan, seperti pada dagelan atau acara
humor dan komedi.
A. Pemenggalan Kata
Pemenggalan yang dikenal juga dengan istilah hyphenation adalah tanda horizontal kecil yang
memisahkan dua atau lebih elemen dari sebuah kata yang terpecah atau tanda pemisah di akhir
baris dari sebuah hasil cetak. Dengan adanya pemenggalan kata, maka kualitas dari sebuah hasil
cetakan secara estetis
Dari berbagai penilitan yang dilakukan oleh berbagai pihak (contohnya seperti
HYPHENOLOGIST-Sebuah organisasi yang mengembangkan algoritma pemenggalan kata
untuk lebih dari 50 bahasa menggunakan Bahasa C. tahun 1985). Saat ini kemampuan system
pemenggalan kata berkembang dengan cepatnya. Berbagai algoritma dikembangkan untuk dapat
membuat posisi pemenggalan yang baik. Prinsipnya adalah mengenali semua daftar karakter
yang mungkin terdapat di dalam sebuah kata, dan mencocokkannya dengan criteria penempatan
pemenggalannya (tergantung dari aturan bahasa yang digunakan). Terdapat banyak sekali
kombinasi kemungkinan karakter pada suatu bahasa tertentu.
Selain itu, setiap bahasa bersifat dinamis. Secara konstan suatu bahasa membentuk suatu bentuk
kata yang baru. Di dalam dunia modern hal ini terutama karena adanya penyerapan dan adaptasi
kata yang berasal dari bahasa lain atau bahasa asing.
penyukuan dan pemenggalan kata dapat menghasilkan sesuatu yang lain (seperti caplok, April,
dia, dua) dan juga dapat menghasilkan sesuatu yang sama (seperti saya, dagang,). Oleh sebab itu,
masalah penyukuan dan pemenggalan kata mempunyai kaidah sendiri-sendiri. Kaidah
penyukuan berdasarkan bunyi, kaidah pemenggalan berdasarkan tulisan. Selanjutnya kaidah
pemenggalan dapat dibaca pada uraian berikut.Pemenggalan kata dasar baik kata Indonesia
maupun kata serapan, dilakukan dengan prinsip otografis.Pemenggalan kata yang mengandung
sebuah huruf konsonan dilakukan sebelum huruf konsonan tersebut.
Suku kata yang mengandung gugus vokal au, ai, oi, ae, ei, eu, dan ui, baik dalam kata-kata
Indonesia maupun dalam kata-kata serapan, dierlukan sebagai satu suku.
Pemenggalan kata yang mengandung dua huruf konsonan berurutan yang tidak mewakili satu
fonem dilakukan di antara kedua huruf konsonan itu.
Pemenggalan kata yang di tengahnya terdapat gabungan huruf konsonan yang mewakili fonem
tunggal (digraf) dilakukan dengan tepat mempertahankan kesatuan digraph itu.
Pemenggalan kata yang mengandung tiga atau empat huruf konsonan berurutan di tengahnya
dilakukan di antara huruf konsonan pertama dan huruf konsonana kedua.
1. Jika trans diikuti bentuk bebas, pemenggalan dilakukan dengan memisahkantrans sebagai
bentuk utuh.
2. Jika trans diikuti bentuk terikat, pemenggalan seluruh kata dilakukan dengan mengikuti pola
pemenggalan kata dasar.
1. Jika unsur eks ada dalam kata yang mempunyai bentuk sepadan dengan kata yang
mengandung unsur –in dan –im, pemenggalan dilakukan di antara unsur eksdan unsur
berikutnya.
Contoh: ekstra > eks-tra
2. Bentuk lain yang mengandung unsur eks, dipenggal sebagai kata utuh.
Pemenggalan kata yang terdiri atas lebih dari satu unsur dan salah satu unsur itu dapat bergabung
dengan unsur lain, pemenggalan dilakukan di antara unsur-unsurnya.
Dalam penulisan ilmiah ataupun dalam penerjemahan teks formal, pengetahuan akan ejaan yang
disempurnakan dan penulisan yang benar sesuai dengan EYD sangat diperlukan.
Dalam penulisan kata depan (di, ke dan dari), kata ganti (ku-, kau-, -ku, -mu, dan -nya) dan
partikel, acapkali kita dibingungkan dengan mana yang harus ditulis serangkai dengan kata yang
mengikuti atau yang mendahuluinya dan mana yang harus ditulis terpisah.
Berikut adalah sekilas tentang tata cara penulisan kata depan (di, ke dan dari), kata ganti (ku-,
kau-, -ku, -mu, dan -nya) dan partikel yang dikutip dari Pedoman Umum EYD Permen RI
Nomor 46 Tahun 2009.
Kata depan di, ke, dan dari ditulis terpisah dari kata yang mengikutinya, kecuali di dalam
gabungan kata yang sudah lazim dianggap sebagai satu kata,
seperti kepada dan daripada.Misalnya:
Kata-kata yang dicetak miring di dalam kalimat seperti di bawah ini ditulis serangkai.Misalnya:
Catatan:
Kata di- yang bertindak sebagai imbuhan, ditulis serangkai dengan kata dasarnya. Contoh: dijual
Imbuhan di- dirangkaikan dengan tanda hubung jika ditambahkan pada bentuk singkatan atau
kata dasar yang bukan bahasa Indonesia.
Misalnya:
di–PHK
di-upgrade
Kata ganti ku- dan kau- ditulis serangkai dengan kata yang mengikutinya; -ku, -mu, dan –
nya ditulis serangkai dengan kata yang mendahuluinya.Misalnya:
KTP-mu
SIM-nya
STNK-ku
3. Penulisan Partikel
a. Partikel -lah, -kah, dan -tah ditulis serangkai dengan kata yang mendahuluinya.Misalnya:
Jangankan dua kali, satu kali pun engkau belum pernah datang ke rumahku.
Catatan:
Partikel pun pada gabungan yang lazim dianggap padu ditulis serangkai dengan kata yang
mendahuluinya.Misalnya:
c. Partikel per yang berarti ‘demi’, ‘tiap’, atau ‘mulai’ ditulis terpisah dari kata yang
mengikutinya.Misalnya:
E.kalimat paragraf
STRUKTUR PARAGRAF
Paragraf terdiri atas kalimat topik atau kalimat pokok dan kalimat penjelas atau kalimat
pendukung. Kalimat topik merupakan kalimat terpenting yang berisi ide pokok alinea.
Sedangkan kalimat penjelas atau kalimat pendukung berfungsi untuk menjelaskan atau
mendukung ide utama. Untuk mendapatkan paragraf yang baik perlu diperhatikan hal-hal
berikut :
1.Posisi Paragraf
Sebuah karangan dibangun oleh beberapa bab. Bab-bab suatu karangan yang mengandung
kebulatan ide dibangun oleh beberapa anak bab. Anak bab dibangun oleh beberapa paragraf.
Jadi, kedudukan paragraf dalam karangan adalah sebagai unsur pembangun anak bab, atau secara
tidak langsung sebagai pembangun karangan itu sendiri. Dapat dikatakan bahwa paragraf
merupakan satuan terkecil karangan, sebab di bawah paragraf tidak lagi satuan yang lebih kecil
yang mampu mengungkapkan gagasan secura utuh dan lengkap.
2.Batasan Paragraf
1. Kamus Besar Bahasa Indonesia : paragraf adalah bagian bab dalam suatu karangan (biasanya
mengandung satu ide pokok dan penulisannya dimulai dengan garis baru)
2.The Jiang Gie dan A. Didyamartaya : paragraf ialah satuan pembagian lebih kecil di bawah
sesuatu bab dalam buku. Paragraf biasanya diberi angka Arab.
3.Kegunaan Paragraf
Paragraf bukan berkaitan dengan segi keindahan karangan itu, tetapi pembagian per paragraf ini
memiliki beberapa kegunaan, sebagai berikut:
1. Sebagai penampung fragmen ide pokok atau gagasan pokok keseluruhan paragraph
5. Dalam rangka keseluruhan karangan, paragraf dapat berguna bagi pengantar, transisi, dan
penutup.
4. Unsur-Unsur Paragraf
Ialah beberapa unsur yang pembangun paragraf, sehingga paragraf tersebut tersusun secara logis
dan sistematis. Unsur-unsur paragraf itu ada empat macam, yaitu :
(1) transisi,
Keempat unsur ini tampil secara bersama-sama atau sebagian, oleh karena itu, suatu paragraf
atau topik paragraf mengandung dua unsur wajib (katimat topik dan kalimat pengembang), tiga
unsur, dan mungkin empat unsur.
5.Struktur Paragraf
Mendapatkan banyaknya unsur dan urutan unsur yang pembangun paragraf, struktur paragraf
dapat dikelompokkan menjadi delapan kemungkinan, yaitu :
1. Paragraf terdiri atas transisi kalimat, kalimat topik, kalimat pengembang, dan kalimat
penegas.
2. Paragraf terdiri atas transisi berupa kata, kalimat topik, kalimat pengembang, dan kalimat
penegas.
3. Parazraf terdiri atas kalimat topik, kalimat pengembang, dan kalimat peneges.
4. Paragraf terdiri atas transisi berupa kata, kalimat topik, dan kalimat pengembang.
5. Paragraf terdiri atas transisi berupa kalimat, kalimat topik, kalimat pengembang.
G.kalimat efektif
Unsur kalimat adalah fungsi sintaksis yang dalam buku-buku tata bahasa Indonesia lama
lazim disebut jabatan kata dan kini disebut peran kata dalam kalimat, yaitu subjek (S), predikat
(P), objek (O), pelengkap (Pel), dan keterangan (Ket). Kalimat bahasa Indonesia baku sekurang-
kurangnya terdiri atas dua unsur, yakni subjek dan predikat. Unsur yang lain (objek, pelengkap,
dan keterangan) dalam suatu kalimat dapat wajib hadir, tidak wajib hadir, atau wajib tidak hadir.
1. Subjek (S)
Subjek (S) adalah bagian kalimat menunjukkan pelaku, tokoh, sosok (benda), sesuatu hal,
suatu masalah yang menjadi pangkal/pokok pembicaraan. Subjek biasanya diisi oleh jenis
kata/frasa benda (nominal), klausa, atau frasa verbal. Untuk lebih jelasnya perhatikan contoh
sebagai berikut ini:
Kata-kata yang dicetak tebal pada kalimat di atas adalah S. Contoh S yang diisi oleh kata
dan frasa benda terdapat pada kalimat (a) dan (b), contoh S yang diisi oleh klausa terdapat pada
kalimat (c), dan contoh S yang diisi oleh frasa verbal terdapat pada kalimat (d) dan (e).
Dalam bahasa Indonesia, setiap kata, frasa, klausa pembentuk S selalu merujuk pada benda
(konkret atau abstrak). Pada contoh di atas, kendatipun jenis kata yang mengisi S pada kalimat
(c), (d) dan (e) bukan kata benda, namun hakikat fisiknya tetap merujuk pada benda. Bila kita
menunjuk pelaku pada kalimat (c) dan (d), yang berbaju batik dan berjalan kaki tentulah orang
(benda). Demikian juga membangun jalan layang yang menjadi S pada kalimat (e), secara
implisit juga merujuk pada “hasil membangun” yang tidak lain adalah benda juga. Di samping
itu, kalau diselami lebih dalam, sebenarnya ada nomina yang lesap, pada awal kalimat (c) sampai
(e), yaituorang pada awal kalimat (c) dan kegiatan pada awal kalimat (d) dan (e).
Selain ciri di atas, S dapat juga dikenali dengan cara bertanya dengan memakai kata
tanya siapa (yang)… atau apa (yang)… kepada P. Kalau ada jawaban yang logis atas pertanyaan
yang diajukan, itulah S. Jika ternyata jawabannya tidak ada dan atau tidak logis berarti kalimat
itu tidak mempunyai S. Inilah contoh “kalimat” yang tidak mempunyai S karena tidak ada/tidak
jelas pelaku atau bendanya.
Contoh (a) sampai (c) belum memenuhi syarat sebagai kalimat karena tidak mempunyai S. Kalau
ditanya kepada P, siapa yang dilarang masuk pada contoh (a) siapa yang melayani resep pada
contoh (b) dan siapa yang memandikan adik pada contoh (c), tidak ada jawabannya. Kalaupun
ada, jawaban itu terasa tidak logis.
2.Predikat (P)
Predikat (P) adalah bagian kalimat yang memberitahu melakukan (tindakan) apa atau dalam
keadaan bagaimana subjek (pelaku/tokoh atau benda di dalam suatu kalimat). Selain
memberitahu tindakan atau perbuatan subjek (S), P dapat pula menyatakan sifat, situasi, status,
ciri, atau jatidiri S. termasuk juga sebagai P dalam kalimat adalah pernyataan tentang jumlah
sesuatu yang dimiliki oleh S. predikat dapat juga berupa kata atau frasa, sebagian besar berkelas
verba atau adjektiva, tetapi dapat juga numeralia, nomina, atau frasa nominal. Perhatikan contoh
berikut:
a. Kuda meringkik.
Kata-kata yang dicetak tebal dalam kalimat di atas adalah P. katameringkik pada kalimat
(a) memberitahukan perbuatan kuda. Kelompok katasedang tidur siang pada kalimat (b)
memberitahukan melakukan apa ibu,cantik jelita pada kalimat (c) memberitahukan bagaimana
putrinya, dalamkeadaan aman pada kalimat (d) memberitahukan situasi kota Jakarta, belang
tiga pada kalimat (e) memberitahukan ciri kucingku, mahasiswa baru pada kalimat (f)
memberitahukan status Robby, dan lima pada kalimat (g) memberitahukan jumlah rumah Pak
Hartawan.
Berikut ini contoh kalimat yang tidak memiliki P karena tidak ada kata-kata menunjuk
pada perbuatan, sifat, keadaan, ciri, atau status pelaku atau bendanya.
Walaupun contoh (a), (b), (c) ditulis persis seperti lazimnya kalimat normal, yaitu diawali
dengan huruf kapital dan diakhiri dengan tanda titik, namun di dalamnya tidak ada satu kata pun
yang berfungsi sebagai P. Tidak ada jawaban atas pertanyaan melakukan apa adik yang gendut
lagi lucu (pelaku) pada contoh (a), tidak ada jawaban atas pertanyaan kenapa atau ada apa
dengan kantor di Jalan Gatot Subroto dan Bandung terkenal sebagai kota kembang itu pada
contoh (b) dan (c). karena tidak ada informasi tentang tindakan, sifat, atau hal lain yang dituntut
oleh P, maka contoh (a), (b), (c) tidak mengandung P. Karena itu, rangkaian kata-kata yang
cukup panjang pada contoh (a), (b), (c) itu belum merupakan kalimat, melainkan baru merupakan
kelompok kata atau frasa.
3. Objek (O)
Objek (O) adalah bagian kalimat yang melengkapi P. objek pada umumnya diisi oleh nomina,
frasa nominal, atau klausa. Letak O selalu di belakang P yang berupa verba transitif, yaitu verba
yang menuntut wajib hadirnya O, seperi pad contoh di bawah ini.
Verba transitif menimang, merancang, dan menggoreng pada contoh tersebut adalah P yang
menuntut untuk dilengkapi. Unsur yang akan melengkapi P pada ketiga kalimat itulah yang
dinamakan objek.
Jika P diisi oleh verba intransitif, O tidak diperlukan. Itulah sebabnya sifat O dalam kalimat
dikatakan tidak wajib hadir. Verba intransitive mandi, rusak, pulang yang menjadi P dalam
contoh berikut tidak menuntut untuk dilengkapi.
a. Nenek mandi.
b. Komputerku rusak.
c. Tamunya pulang.
Objek dalam kalimat aktif dapat berubah menjadi S jika kalimatnya dipasifkan. Perhatikan
contoh kalimat berikut yang letak O-nya di belakang dan ubahan posisinya bila kalimatnya
dipasifkan.
4. Pelengkap (pel)
Pelengkap (P) atau komplemen adalah bagian kalimat yang melengkapi P. letak Pelengkap
umumnya di belakang P yang berupa verba. Posisi seperti itu juga ditempati oleh O, dan jenis
kata yang mengisi Pel dan O juga sama, yaitu dapat berupa nomina, frasa nominal, atau klausa.
Namun, antara Pel dan O terdapat perbedaan. Perhatikan cnntoh di bawah ini:
S P O
b. Banyak orpospol berlandaskan Pancasila.
S P Pel
Kedua kalimat aktif (a) dan (b) yang Pel dan O-nya sama-sama diisi oleh nomina Pancasila, jika
hendak dipasifkan ternyata yang bisa hanya kalimat (a) yang menempatkan Pancasila sebagai O.
Ubahan kalimat (a) menjadi kalimat pasif adalah sebagai berikut:
S P O
Posisi Pancasila sebagai Pel pada kalimat (b) tidak bisa dipindah ke depan menjadi S dalam
kalimat pasif. Contoh berikut adalah kalimat yang tidak gramatikal.
Hal lain yang membedakan Pel dan O adalah jenis pengisinya. Selain diisi oleh nomina dan
frasa nominal, Pelengkap dapat juga diisi oleh frasa adjectival dan frasa preposisional.
Di samping itu, letak Pelengkap tidak selalu persis di belakang P. Apabila dalam kalimatnya
terdapat O, letak pel adalah di belakang O sehingga urutan penulisan bagian kalimat menjadi S-
P-O-Pel. Berikut adalah beberapa contoh pelengkap dalam kalimat.
5. Keterangan (ket)
Keterangan (Ket) adalah bagian kalimat yang menerangkan berbagai hal mengenai bagian
kalimat yang lainnya. Unsur Ket dapat berfungsi menerangkan S, P, O, dan Pel. Posisinya
bersifat bebas, dapat di awal, di tengah, atau di akhir kalimat. Pengisi Ket adalah frasa nominal,
frasa preporsisional, adverbia, atau klausa.
Berdasarkan maknanya, terdapat bermacam-macam Ket dalam kalimat. Para ahli membagi
keterangan atas Sembilan macam (Hasan Alwi dkk, 1998:366) yaitu seperti yang tertera pada
tabel di bawah ini.
Ke Ke Surabaya, ke rumahnya
Karya Ilmiah adalah karya tulis yang disusun oleh seorang penulis berdasarkan hasil-
hasil penelitian ilmiah yang telah dilakukannya. Karya ilmiah juga biasa disebut karangan
ilmiah. Menurut Brotowidjoyo karangan ilmiah adalah karangan ilmu pengetahuan yang
menyajikan fakta dan ditulis menurut metodolog penulisan yang baik dan benar.Karya tulis
adalah karya ilmiah berisi ringkasan atau resume dari suatu mata kuliah tertentu atau ringkasan
dari suatu ceramah yang diberikan oleh dosen kepada mahasiswanya. Tujuan pembuatan karya
tulis adalah melatih mahasiswa.
Dalam karya ilmiah ada 4 aspek yang menjadi karakteristik utamanya, yaitu :
1. Struktur sajian
Struktur sajian karya ilmiah sangat ketat, biasanya terdiri dari bagian awal (pendahuluan),
bagian inti (pokok pembahasan), dan bagian penutup. Bagian awal merupakan pengantar ke
bagian inti, sedangkan inti merupakan sajian gagasan pokok yang ingin disampaikan yang dapat
terdiri dari beberapa bab atau subtopik. Bagian penutup merupakan simpulan pokok pembahasan
serta rekomendasi penulis tentang tindak lanjut gagasan tersebut.
Komponen karya ilmiah bervariasi sesuai dengan jenisnya, namun semua karya ilmiah
mengandung pendahuluan, bagian inti, penutup, dan daftar pustaka. Artikel ilmiah yang dimuat
dalam jurnal mempersyaratkan adanya abstrak.
3. Sikap penulis
Sikap penulis dalam karya ilmiah adalah objektif, yang disampaikan dengan
menggunakan gaya bahasa impersPonal, dengan banyak menggunakan bentuk pasif, tanpa
menggunakan kata ganti orang pertama atau kedua.
4. Penggunaan bahasa
Bahasa yang digunakan dalam karya ilmiah adalah bahasa baku yang tercermin dari
pilihan kata/istilah, dan kalimat-kalimat yang efektif dengan struktur yang baku.
1) MAKALAH
Menurut bahasa, makalah berasal dari bahasa Arab yang berarti karangan. Makalah
adalah karya tulis (ilmiah) paling sederhana.
Makalah, adalah karya ilmiah yang membahas suatu pokok persoalan atau menyajikan suatu
masalah, sebagai hasil penelitian data di lapangan yang bersifat empiris-objektif atau sebagai
hasil kajian yang disampaikan dalam suatu pertemuan ilmiah (seminar) atau yang berkenaan
dengan tugas-tugas perkuliahan yang diberikan oleh dosen yang harus diselesaikan secara tertulis
oleh mahasiswa dan aturannya tidak seketad makalah para ahli karena bisa jadi dibuat
berdasarkan hasil bacaan dan kemudian dengan tarikan teoritis; menggabungkan cara pikir
deduktif-induktif atau sebaliknya.
2) KERTAS KERJA
Kertas kerja adalah makalah yang memiliki tingkat analisis lebih serius, biasanya
disajikan dalam lokakarya. Kertas kerja pada prinsipnya sama dengan makalah. Kertas kerja
dibuat dengan analisis lebih dalam dan tajam. Kertas kerja ditulis untuk dipresentasikan pada
seminar atau lokakarya, yang biasanya dihadiri oleh ilmuwan. Pada ‘perhelatan ilmiah’ tersebut,
kertas kerja dijadikan acuan untuk tujuan tertentu. Bisa jadi, kertas kerja ‘dimentahkan’ karena
lemah, baik dari susut analisis rasional, empiris, ketepatan masalah, analisis, kesimpulan, atau
kemanfaatannya.
3) SKRIPSI
Skripsi adalah karya tulis ilmiah yang mengemukakan pendapat penulis berdasar
pendapat orang lain dimana karya ilmiah yang ditulis berdasarkan hasil penelitian
lapangan, didukung data dan fakta empiris-objektif, baik berdasarkan penelitian langsung;
observasi lapangan atau penelitian di laboratorium, atau studi kepustakaan dan dipertahankan di
depan sidang ujian (munaqasyah) dalam rangka penyelesaian studi tingkat Strata Satu (S1) untuk
memperoleh gelar Sarjana. Bobotnya 6 satuan kredit semster (SKS) dan dalam pengerjakannya
dibantu dosen pembimbing. Dosen pembimbing berperan ‘mengawal’ dari awal sampai akhir
hingga mahasiswa mampu mengerjakan dan mempertahankannya pada ujian skripsi. Skripsi
menuntut kecermatan metodologis hingga menggaransi ke arah sumbangan material berupa
penemuan baru.
4) TESIS
Tesis, adalah karya ilmiah yang ditulis dalam rangka penyelesaian studi pada tingkat
program Strata Dua (S2), yang diajukan untuk dinilai oleh tim penguji guna memperoleh gelar
Magister. Pembahasan dalam tesis mencoba mengungkapkan persoalan ilmiah tertentu dan
memecahkannya secara analisis kristis. Karya tulis ilmiah ini sifatnya lebih mendalam daripada
skripsi. Mahasiswa melakukan penelitian mandiri, menguji satu atau lebih hipotesis dalam
mengungkapkan ‘pengetahuan baru’.
Tesis atau Master Thesis ditulis bersandar pada metodologi; metodologi penelitian dan
metodologi penulisan. Standarnya digantungkan pada institusi, terutama pembimbing. Dengan
bantuan pembimbing, mahasiswa merencanakan (masalah), melaksanakan; menggunakan
instrumen, mengumpulkan dan menjajikan data, menganalisis, sampai mengambil kesimpulan
dan rekomendasi.Dalam penulisannya dituntut kemampuan dalam menggunakan istilah tehnis;
dari istilah sampai tabel, dari abstrak sampai bibliografi. Artinya, kemampuan mandiri —
sekalipun dipandu dosen pembimbing— menjadi hal sangat mendasar. Sekalipun pada dasarnya
sama dengan skripsi, tesis lebih dalam, tajam, dan dilakukan mandiri.
5) DISERTASI
Pencapaian gelar akademik tertinggi adalah predikat Doktor. Gelar Doktor (Ph.D)
dimungkinkan manakala mahasiswa (S3) telah mempertahankan disertasi dihadapan Dewan
Penguji Disertasi yang terdiri dari profesor atau Doktor dibidang masing-masing. Disertasi
adalah karya ilmiah yang ditulis dalam rangka penyelesaian studi pada tingkat Strata Tiga (S3)
yang dipertahankan di depan sidang ujian promosi untuk memperoleh gelar Doktor (Dr.).
Pembahasan dalam disertasi harus analitis kritis, dan merupakan upaya pendalaman dan
pengembangan ilmu pengetahuan yang ditekuni oleh mahasiswa yang bersangkutan, dengan
menggunakan pendekatan multidisipliner yang dapat memberikan suatu kesimpulan yang
berimplikasi filosofis dan mencakup beberapa bidang ilmiah. Disertasi ditulis berdasarkan
penemuan (keilmuan) orisinil dimana penulis mengemukan dalil yang dibuktikan berdasarkan
data dan fakta valid dengan analisis terinci. Mahahisiswa (S3) harus mampu (tanpa bimbingan)
menentukan masalah, berkemampuan berpikikir abstrak serta menyelesaikan masalah praktis.
Disertasi memuat penemuan-penemuan baru, pandangan baru yang filosofis, tehnik atau metode
baru tentang sesuatu sebagai cerminan pengembangan ilmu yang dikaji dalam taraf yang tinggi.
6) ARTIKEL
Artikel, merupakan karya tulis lengkap, seperti laporan berita atau esai di majalah, surat
kabar, dan sebagainya. Artikel adalah sebuah karangan prosa yang dimuat dalam media massa,
yang membahas isu tertentu, persoalan, atau kasus yang berkembang dalam masyarakat secara
lugas.
Artikel merupakan: karya tulis atau karangan; karangan nonfiksi; karangan yang tak tentu
panjangnya; karangan yang bertujuan untuk meyakinkan, mendidik, atau menghibur; sarana
penyampaiannya adalah surat kabar, majalah, dan sebagainya; wujud karangan berupa berita.
Artikel mempunyai dua arti:
(1) barang, benda, pasal dalam undang- undang dasar atau anggaran dasar;
(2) karangan, tulisan yang ada dalam surat kabar, majalah, dan sebagainya. Tetapi, kita akan
lebih jelas lagi dengan penguraian Webster`s Dictionary yang mengartikan bahwa artikel adalah
a literary compositon in a journal (suatu komposisi atau susunan tulisan dalam sebuah jurnal atau
penerbitan atau media massa). Sejak tahun 1980 para jurnalis Amerika sepakat untuk memakai
istilah artikel bagi tulisan yang berisi pendapat, sikap, atau pendirian subjektif mengenai masalah
yang sedang dibahas disertai dengan alasan dan bukti yang mendukung pendapatnya.
7) ESAI
Esai, adalah ekspresi tertulis dari opini penulisnya. Sebuah esai akan makin baik jika
penulisnya dapat menggabungkan fakta dengan imajinasi, pengetahuan dengan perasaan, tanpa
mengedepankan salah satunya. Tujuannya selalu sama, yaitu mengekspresikan opini, dengan
kata lain semuanya akan menunjukkan sebuah opini pribadi (opini penulis) sebagai analisa akhir.
Perbedaannya dengan tulisan yang lain, sebuah esai tidak hanya sekadar menunjukkan fakta atau
menceritakan sebuah pengalaman; ia menyelipkan opini penulis di antara fakta-fakta dan
pengalaman tersebut. Jadi intinya kita harus memiliki sebuah opini sebelum menulis esai.
8) OPINI
Opini, adalah sebuah kepercayaan yang bukan berdasarkan pada keyakinan yang mutlak
atau pengetahuan sahih, namun pada sesuatu yang nampaknya benar, valid atau mungkin yang
ada dalam pikiran seseorang; apa yang dipikirkan seseorang; penilaian
9) FIKSI
Fiksi, satu ciri yang pasti ada dalam tulisan fiksi adalah isinya yang berupa kisah rekaan.
Kisah rekaan itu dalam praktik penulisannya juga tidak boleh dibuat sembarangan, unsur-unsur
seperti penokohan, plot, konflik, klimaks, setting dan sebagainya adalah hal-hal penting yang
memerlukan perhatian tersendiri. Meski demikian, dengan kisah (bisa juga data) yang asalnya
dari imajinasi pengarang tersebut, tulisan fiksi memungkinkan kebebasan bagi seorang
pengarang untuk membangun sebuah ‘kebenaran’ yang bisa digunakan untuk menyampaikan
pesan yang ingin ia sampaikan kepada pembacanya. Sementara itu, kebebasan yang dimiliki
pengarang fiksi tadi di lain pihak juga memungkinkan adanya kebebasan bagi pembaca untuk
menginterpretasikan makna yang terkandung dalam tulisan tersebut. Artinya, fiksi sangat
memungkinkan adanya multi interpretasi makna. Para pendukung tulisan fiksi meliputi: novelis,
cerpenis, dramawan dan kadang penyair pun sering dimasukkan ke dalam golongan ini.
PENUTUP
KESIMPULAN
Dari Paparan atau penjelasan di atas, maka penulis dapat menyimpulkan bahwa sesuai
dengan makalah “Penggunaan Bahasa Baku dalam junalistik ” penulis menyimpulkan bahwa
bahasa dalam junalistik tidak di haruskan menggunakan satu bahasa namun bisa juga dengan
mamadukan dengan bahsa lain namun dengan penggunaan yang tepat. Bahasa Indonesia dapat di
kembangkan dengan di padukan dengan bahasa melayu maupun bahasa asing yang lain dalam
penerapannya di dunia jurnalistik