Anda di halaman 1dari 13

LAPORAN PENDAHULUAN POST PARTUM SPONTAN

PADA PASIEN NY. S DENGAN INDIKASI ANEMIA

DI RUANG FLAMBOYAN

RSUD dr. GONDO SUWARNO UNGARAN

Di Susun Guna Memenuhi Tugas Program Profesi Ners


Stase Keperawatan Maternitas

Di Susun Oleh :

Ahmad Alvian

72020040007

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN PROFESI NERS

FAKULTAS KESEHATAN

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH KUDUS


LAPORAN PENDAHULUAN POST PARTUM SPONTAN
DENGAN INDIKASI ANEMIA

A. PENGERTIAN
Pengertian Masa nifas (puerpurium) adalah masa yang dimulai setelah
plasenta keluar dan berakhir ketika alat –alat kandungan kembali seperti
keadaansemula (sebelum hamil) karena masa nifas berlangsung selama kurang
lebih dalam waktu 6 minggu atau selama 42 minggu (Dewi & Sunarsih, 2011)
Menurut WHO (2014) postpartum normal adalah : postpartum atau persalinan
yang dimulai secara spontan, beresiko rendah pada awal persalinan dan tetap
demikian selama proses persalinan. Dari seluruh persalinan didapatkan lebihdari
80% proses persalinan berjalan normal dan sekitar 15-20% terjadi komplikasi
persalinan
Anemia adalah penurunan kadar hemoglobin (Hb), hematokrit atau
menghitung eritrosit (red cell account) yang akan berakibatkan pada penurunan
kapasitas pengangkutan oksigen oleh darah. (Sudoyo aru, dalam Nurarif & Kusuma,
2015).
anemia pada ibu post partum didefinisikan sebagai suatu komplikasi yang
dapat terjadi setelah melahirkan karna kadar hemoglobin yang kurang dari normal
yang dapat menyebabkan kehilangan zat besi dan berpengaruh dalam proses
laktasi. (Kusniandani & Adila. 2015)

B. ETIOLOGI
Anemia defisiensi besi merupakan penyebab paling sering dari anemia
postpartum yang disebabkan oleh intake zat besi yang tidak cukup serta kehilangan
darah selama kehamilan dan persalinan. Anemia postpartum berhubungan dengan
lamanya perawatan di rumah sakit, depresi, kecemasan, dan pertumbuhan janin
terhambat.Kehilangan darah adalah penyebab yang lain dari anemia.
Kehilangan darah yang signifikan setelah melahirkan dapat meningkatkan
risiko terjadinya anemia postpartum. Banyaknya cadangan hemoglobin dan besi
selama persalinan dapat menurunkan risiko terjadinya anemia berat dan
mempercepat pemulihan.
C. MANIFESTASI KLINIS
Tergantung dari derajat berat atau tidaknya anemia, hal ini dapat berdampak
negative bagi ibu selama masa nifas, kemampuan untuk menyusui, masa perawatan
di rumah sakit bertambah, dan perasaan sehat dari ibu. Masalah yang muncul
kemudian seperti pusing, lemas, tidak mampu merawat dan menjaga bayinya selama
masa nifas umumnya terjadi. Penelitianmenunjukkan bahwa wanita dengan anemia
postpartum memiliki gejala yang dapat mengganggu kondisi kesehatan ibu dan
meningkatkan risiko terjadinya depresi postpartum jika dibandingkan dengan ibu
yang tidak anemia. Dampak buruk dari perubahan emosi dan perilaku ibu sangat
mengkhawatirkan karena interaksi ibu dan bayi akan terganggu selama periode ini
dan akhirnya berdampak negatif terhadap perkembangan bayinya.Kebanyakan
penelitian untuk mengetahui hubungan antara defisiensi besi dan kognitif yang
difokuskan pada bayi dan anak-anak, dimana ditemukan fakta yang kuat bahwa
defisiensi besi berisiko terjadinya gangguan perkembangan kognitif sekarang dan
yang akan datang. Namun, data terbaru menunujukkan defisiensi besi juaga
berdampak buruk pada otak orang dewasa. Berbeda dengan penurunan hemoglobin,
defisiensi besi berpengaruh pada kognitif melalui penurunan
6aktivitas enzim yang mengandung besi di otak. Hal ini kemudian
mempengaruhi fungsi neurotransmitter,sel, dan proses oksidatif, juga metabolisme
hormon tiroid.Para ibu yang masih menderita kekurangan zat besi sepuluh minggu
setelah melahirkan kurang responsif dalam mengasuh bayinya sehingga berdampak
pada keterlambatanperkembangan bayi yang dapat bersifat ireversibel. Untungnya,
anemia postpartum bersifat dapat diobati dan dapat dicegah. Defisiensi besi dapat
menurunkan jumlah limfosit, netrofil, dan fungsi makrofag. Hal ini kemudian akan
meningkatkan kemungkinan terjadinya infeksi yang merupakan akibat fungsional
defisiensi besi. Memperbaiki status besi tubuh dengan adekuat akan memperbaiki
sistem imun. Meskipun demikian, keseimbangan besi tubuh penting. Meskipun besi
yang dibutuhkan untuk respon imun yang efektif, jika suplai besi terlalu banyak
daripada yang dibutuhkan , invasi mikroba dapat terjadi karena mikroba dapat
menggunakan besi untuk tumbuh dan menyebabkan eksaserbasi infeksi.
D. PATHOFISIOLOGI
Dampak persalinan dan kelahiran dapat menyebabkan wanita terlihat pucat dan letih
selama satu atau beberapa hari setelah melahirkan (Fraser, 2009). Anemia dalam
nifas dapat terjadi sebagai akibat perubahan sistem hematologi dalam masa
kehamilan, haltersebut dapat dijelaskan melalui bagan sebagai berikut: Hamil 6
minggu -7 hari postpartum terjadi hipervolemia saat Plasenta lahir saat persalinan
menyebabkan Perdarahan juga Zat besi hilang ± 900 mg menyebabkan Pasokan
zat besi menurun menyebabkan Deplesi massa sel darah merah Konsentrasi Hb <
normal menyebabkan Kapasitas darah untuk mengangkut O2 < normal menyebakan
Anemia Defisiensi Besi.

E. PATHWAY
F. PEMERIKSAAN PENUNJANG
 TES LABORATORIUM
Hitung sel darah lengkap dan Apusan darah: untuk tujuan praktis, maka anemia
selama kehamilan dapat didefinisikan sabagai hemoglobin kurang dari pada 10 atau
11 gr/100 ml dan hematokrit kurang dari pada 30% sampai 33% . Apusan darah tepi
memberikan evaluasi morfologo eritrosit, hitung jenis leukosit dan  perkiraan
keadekutan trombosit

G. PENATALAKSANAAN KEPERAWATAN
Pengobatan terhadap anemia postpartum tergantung dari derajat anemia dan
faktor risiko maternal atau faktor komorbiditas. Wanita muda yang sehat dapat
mengkompensasi kehilangan darah yang banyak lebih baik dibandingkan
wanitanifasdengan gangguan jantung meskipun dengan kehilangan darah yang tidak
terlalu banyak.Sebagai tambahan, kehilangan darah perlu dilihat dalam
hubungannya dengan IMT dan estimasi total blood volume (TBV). Pertimbangan
yang lain yaitu kesalahan yang dilakukan ketika melakukan estimasijumlah
kehilangan darah. Kehilangan darah selalu sulit untuk diprediksi, yang mana bisa
dibuktikan dengan membandingkan Hb pre-partum dan Hb postpartum.
Pengobatan terhadap anemia meliputi pemberian preparat besi secara oral,
besi parenteral, transfusi darah, dan pilihan lain yaitu rHuEPO (rekombinan human
erythropoietin).
Prinsip penatalaksanaan anemia adalah jika di dapatkan hemoglobin kurang
dari 10 pertimbangkan adanya defisiensi zat pembentuk hemoglobin, periksa
sepintas apakah ada hemoglobinopati sebelum disingkirkan. Pemberian preparat
besi oral sebagai pengobatan lini pertama untuk anemia akibat defisiensi besi. Besi
parenteral diindikasikan jika preparat besi oral tidak dapat ditolerransi, gangguan
absorbsi, dan kebutuhan besi pasien tidak dapat terpenuhi dengan preparat besi
oral.
Penggunaan terapi parenteral biasanya lebih cepat mendapatkan respon
dibandingkan dengan terapi oral. Namun, bagaimanapun hal ini bersifat lebih
invasive dan lebih mahal. Rekombinan Human Eritropoietin (rHuEPO) paling banyak
digunakan untuk anemia dengan penyakit gagal ginjal kronis. Namun rHuEPO tetap
dapat diberikan pada anemia dalam kehamilan maupun postpartum tanpa adanya
penyakit gagal ginjal kronis tanpa ada efek samping pada maternal, fetal ataupun
neonatus
Anemia yang terjadi bukan karena defisiensi (misalnya akibat
hemoglobinopati dan sindrom kegagalan sum-sum tulang) harus diatasi dengan

transfusi darah secara tepat dan bekerja sama dengan seorang ahli hematologi.

a) Preparat besi oral


Zat besi merupakan komponen penting dari hemoglobin, mioglobin dan
banyak enzim untuk metabolisme energi. Besi berperan terhadap transportasi
dan penyimpanan oksigen dan metabolisme oksidatif, juga pertumbuhan dan
proliferasi sel. Kebanyakan besi dalam plasma diperuntukkan untuk proses
eritropoiesis dalam sum-sum tulang. Absorsi besi dalam duodenum
mengalami proses yang kompleks yang dikontrol beberapa protein,
dipengaruhi kebutuhan zat besi tubuh, konsentrasi zat besi dalam usus, dan
integritas dinding sel.
Pemberian preparat besisecara oral harus dilanjutkan sampai
beberapa bulan, sehingga tidak hanya menormalkan kadar Hb tetapi juga
menormalkan kadar besi dalam darah. Pada salah satu penelitian, kita dapat
melihat wanita postpartum dengan defisiensi besi namun tanpa anemia yang
kadar besinya dapat dikembalikan hanya dengan suplemen besi.
Wanita postpartum yang mengalami defisiensi besi dan anemia
memerlukan suplemen zat besi. Zat besi biasanya diberikan sampai 6 bulan.
Pada kebanyakan kasus, pemberian preparat besi secara oral tidak cukup
untuk mengobatai anemia berat, jika cadangan besi endogen juga habis dan
tidak cukup besi tersedia untuk menjamin proses eritropoiesis. Penjelasan
pertama untuk hal ini adalah kurangnya absorbsi, tidak terpenuhi pada dosis
tinggi akibat efek yang merugikan, dan kurangnya konsentrasi transferin
plasma, yang memastikan terjadinya defisiensi besi secara fungsional.
Sebagai tambahan, reaksi dapat terjadi, terutama pada operasi persalinan
dan secsio caesaria, terjadi penumpukan besi dalam makropage dan
penurunan absorbsi usus, sehingga besi tidak dapat digunakan untuk proses
hemopoiesis.6.1.2Transfusi DarahPada dekade sebelumnya, terjadi
perubahan metode terapiterhadap transfusi darah, kecuali pada kondisi kritis,
karena pasien kurang dapat menerima. Transfusi jarang diberikan dan
indikasi transfusi sangat dibatasi.Jika Hb kurang dari 7-8 g/dl pada periode
postpartum, dimana sudah tidak ada lagi perdarahan, keputusan untuk
melakukan transfusi harus diambil tergantung keadaan individu tersebut.
Pada wanita yang sehat, dan tidak ada gejala, pemberian transfusi darah
kurang bermanfaat
b) Tranfusi Darah
Pada dekade sebelumnya, terjadi perubahan metode terapiterhadap
transfusi darah, kecuali pada kondisi kritis, karena pasien kurang dapat
menerima. Transfusi jarang diberikan dan indikasi transfusi sangat
dibatasi.Jika Hb kurang dari 7-8 g/dl pada periode postpartum, dimana sudah
tidak ada lagi perdarahan, keputusan untuk melakukan transfusi harus
diambil tergantung keadaan individu tersebut. Pada wanita yang sehat, dan
tidak ada gejala, pemberian transfusi darah kurang bermanfaat.

c) Rekombinan Human Erythropoietin (rHuEPO)


Suatu terapi alternative baru yang menjanjikan yaitu dengan
peningkatan proses eritropoiesis melalui penggunaan human erythropoietin
(rHuEPO). Eritropietin, sebuah hormon glikoprotein, yang merupakan salah
satu regulator humoral utama dari proses eritropoiesis. Pada orang dewasa,
hormon ini terutama diproduksi di sel intersisiel peritubular dari parenkim
ginjal. Setelah penyaringan dan identifikasi dari asam amino pembentuk
eritropoietin, gen manusia di klon dan diisolasi, agar dapat memproduksi
rHuEPO dalam jumlah besar dengan teknik mesin genetik. Laporan pertama
kali tentang aplikasi terapi ini pada tahun 1986. Sejak saat itu terjadi
peningkatan percobaan klinis dengan rHuEPO untuk koreksi anemia. Pada
banyak kasus, terapi ini memiliki efek samping yang minimal
Pada pasien tanpa defisiensi produksi eritropoietin, eritropoiesis yang
normal, atau anemia akibat penyebab lainnya tetapdapat diobati dengan
rHuEPO. Sebelumnya telah dilaporkan dengan hasil yang positif lima wanita
postpartum yang diobati dengan rHuEPO jangka pendek
Karena kontradiksi hasil yang telah dilaporkan terhadap transfer
plasenta pada hewan percobaan dan belum ada penelitian sistematis pada
manusia, penggunaan rHuEPO masih terbatas untuk anemia postpartum.

d) Besi Intravena
Saat ini secara internasional telah terjadi pergeseran modeterapi
untuk anemia dari transfusi darah kepada besi intravena. Transfusi darah
secara logis akan segera mengatasi kekurangan darah terutama akibat
perdarahan yang sifatnya akut, namun efek samping transfusi yang dahulu
tidak terlalu diperhitungkan kini makin menjadi perhatian penting seiring
dengan perkembangan konsep baru di dunia kedokteran yakni patient safety.
Risiko transfusi darah yang tinggi diantaranya reaksi transfusi, berupa: reaksi
alergi; urtikaria; demam; dan lain sebagainya, penularan berbagai jenis
penyakit infeksius, semisal: hepatitis B; hepatitis C; HIV; CMV; toxoplasma;
malaria; dan lain sebagainya, ketidakcocokan darah (ABO-Rh mismatch),
hemolisis baik tipe cepat maupun lambat, alloimunisasi, hingga transfusion
related acute lung injury (TRALI) yang dapat berakibat pada kematian.
Dengan meningkatnya kekhawatiran ini maka beralihlah mode terapi transfusi
darah menjadi terapi besi intravena
Kegagalan terapi sering terjadi dengan penggunaan preparat besi
oral. Kondisi ini terjadi ketika intake besi sudah adekuat tetapi bermasalah
pada proses absorbsi, dan distribusi besi ke sumsum tulang untuk
pembentukan hemoglobin. Untuk pasien seperti ini pemberian besi intravena
merupakan terapi yang lebih disukai
selain besi sukrosa, besi intravena lain yaitu besi carboxymaltose.
Besi carboximaltose merupakan preparat besi intravena non-dextran yang
dibuat untuk pemberian besi intravena dosis tinggi. Pemberian besi
carboxymaltose IV dosis tinggi terbuktiefektif untuk mengatasi anemia
postpartum. Jika dibandingkan dengan SF, besi carboximaltose IV lebih
dapat ditoleransi, respon peningkatan Hb lebih cepat, korekasiterhadap
anemia lebih dapat diandalkan
A.PENGKAJIAN

Menurut NANDA (2018), fase pengkajian merupakan sebuah komponen utama untuk
mengumpulkan informasi, data, menvalidasi data, mengorganisasikan data, dan
mendokumentasikan data. Pengumpulan data antara lain meliputi:

1. Biodata
a. Identitas pasien (nama, umur, jenis kelamin, agama, pendidikan, pekerjaan,
agama, suku, alamat, status, tanggal masuk, tanggal pengkajian, diagnosa
medis)
b. Identitas penanggung jawab (nama, umur, pekerjaan, alamat, hubungan dengan
pasien)
2. Riwayat kesehatan
a. Keluhan utama
Biasanya keluhan utama yang dirasakan pasien saat dilakukan pengkajian.
b. Riwayat kesehatan sekarang
Data diambil saat pengkajian, berisi tentang perjalanan penyakit pasien dari
sebelum dibawa ke IGD sampai dengan mendapatkan perawatan di bangsal.
c. Riwayat kesehatan dahulu
Adakah riwayat penyakit terdahulu yang pernah diderita oleh pasien tersebut,
seperti pernah menjalani operasi berapa kali, dan dirawat di RS berapa kali.
d. Riwayat kesehatan keluarga
Adakah anggota keluarga dari pasien yang menderita penyakit Diabetes Mellitus
karena DM ini termasuk penyakit yang menurun.
3. Pola Fungsional Gordon
a. Pola persepsi kesehatan
Adakah riwayat infeksi sebelumnya, persepsi pasien dan keluarga mengenai
pentingnya kesehatan bagi anggota keluarganya.
b. Pola nutrisi dan cairan
Pola makan dan minum sehari-hari, jumlah makanan dan minuman yang
dikonsumsi, jenis makanan dan minuman, waktu berapa kali sehari, nafsu makan
menurun / tidak, jenis makanan yang disukai, penurunan berat badan.
c. Pola eliminasi
Mengkaji pola BAB dan BAK sebelum dan selama sakit, mencatat konsistensi,
warna, bau, dan berapa frekuensi dalam sehari, konstipasi ataupun beser.
d. Pola aktivitas dan latihan
Reaksi setelah beraktivitas (muncul keringat dingin, kelelahat/ keletihan),
perubahan pola nafas setelah aktifitas, kemampuan pasien dalam aktivitas
secara mandiri.
e. Pola tidur dan istirahat
Berapa jam sehari, terbiasa tidur siang, gangguan selama tidur (sering
terbangun), nyenyak, nyaman.
f. Pola persepsi kognitif
Konsentrasi, daya ingat, dan kemampuan mengetahui tentang penyakitnya.
g. Pola persepsi dan konsep diri
Adakah perasaan terisolasi diri atau perasaan tidak percaya diri karena sakitnya.
h. Pola reproduksi dan seksual
i. Pola mekanisme dan koping
Emosi, ketakutan terhadap penyakitnya, kecemasan yang muncul tanpa alasan
yang jelas.
j. Pola hubungan
Hubungan antara keluarga, interaksi , komunikasi, serta cara berkomunikasi
k. Pola keyakinan dan spiritual
Agama pasien, gangguan beribadah selama sakit, ketaatan dalam berdo’a dan
beribadah.
4. Pemeriksaan Fisik ibu nifas
Pemeriksaanfisik Pemeriksaan fisik yang dilakukan pada ibu nifas :
a. Mata Konjungtiva pada ibu nifas dengan anemia terlihat pucat
b. Mulut Pada beberapa ibu nifas yang mengalami anemia defisiensi besi terjadi
peradangan pada sudut mulut
c. Payudara Bentuk simetris atau tidak, putting susu menonjol atau tidak,
melihat pengeluaran kolostrum (Sofian, 2011)
d. Kandug kemih Untuk mengetahui apakah kandung kemih kosong atau tidak,
apabila teraba penuh sarankan ibu untuk buang air kecil (Marmi,2012)
e. Extremitas atas dan bawah Untuk memeriksa kondisi reflek patella pada lutut
kanan dan lutut kiri, serta tanda hofman.
f. Abdomen Untuk mengetahui bagaimana Tinggi Fundus Uteri (TFU),
bagaimana kontraksi uterus, konsistensi uterus, posisi uterus.
g. Pengeluaran locheaUntuk mengetahui warna, jumlah, bau, konsistensi lochea
pada umumnya ada kelainan atau tidak. Rata –rata jumlah total secret lochea
adalah sekitar 8 –9 ons (240 –270 mL), apabila melebihi jumlah normal perlu
dilakukan pemeriksaan lebih lanjut untuk mengetahui apakah Ibu mengalami
anemia atau tidak.
h. Perineum Untuk mengetahui apakah pada perineum ada bekas jahitan atau
bersih atau tidak bersih

B. DIAGNOSA KEPERAWATAN
1. Defisit pengetahuan tentang nutrisi b.d intake yang kurang, anoreksia.
2. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan kelemahan umum.

C. INTERVENSI KEPERAWATAN

No DIAGNOSA NOC NIC


1. Defisit Pengetahuan tentang Kriteria Hasil : Teaching Disease
Nutrisi  Pasien dan Process :
Definisi: Ketiadaan atau keluarga  Identifikasi
defisiensi informasi kognitif menyatakan kemungkinan
yang berkaitan tentang pemahaman penyebab anemia
nutrisi tentang anemia, pada ibu post
 Batasan karakteristik: kondisi, prognosis partum
a. Kurangnya dan program  Jelaskan
pengetahuan pengobatan, serta patofisiologi dari
tentang nutrisi pengetahuan nya penyakit dan
pada anemia tentang nutrisi bagaimana hal ini
b. Asupan nutrisi pada ibu post berhubungan
belum memenuhi partum dengan dengan anatomi
diit anemia anemia dan fisiologi
c. HB kurang dari  Pasien dan dengan cara yang
normal keluarga mampu tepat

 Faktor yang melaksanakan.  Gambarkan tanda


berhubungan : Prosedur dan gejala yang
a. Kurang informasi pemenuhan nutrisi biasa muncul
nutrisi pada yang dijelaskan pada penyakit
anemia secara benar anemia dengan
 Pasien dan cara yang tepat
keluarga mampu  Anjurkan klien
menjelaskan untuk melaporkan
kembali apa yang tanda dan gejala
dijelaskan perawat yang muncul pada
atau tim kesehatan petugas
kesehatan
yang lainya.
2. Intoleransi aktivitas 00092 Toleransi terhadap Managemen energi
aktifitas (0005) (0180)
Domain 4: Aktivitas/ istirahat
 Kemampuan  Monitor intake/
kelas 4: Respon aktivitas secara asupan nutrisi
kardiovaskuler/pulmonal bertahap untuk mengetahui
 Tidak ada keluhan sumber energi
selama aktivitas yang adekuat
 Kalien mampu  Anjurkan pasien
beraktivitas untuk memilih
sehari-hari aktivitas-aktivitas
yang mampu
membangun
ketahanan
 Kaji status
fisiologis pasien
yang
menyebabkan
kelelahan sesuai
dengan konteks
usia dan
perkembangan
 Pilih intervensi
untuk mengurangi
kelelahan baik
secara
farmakologi
maupun non
farmakologi
dengan tepat
REFERENSI

Dewi, Vivian Nanny Lia; Sunarsih, Tri. 2011. Asuhan Kebidanan Ibu Nifas. Jakarta :
Salemba Medika

Nurarif .A.H. dan Kusuma. H. (2015). APLIKASI Asuhan Keperawatan Berdasarkan Diagnosa Medis &
NANDA NIC-NOC. Jogjakarta: MediAction.

Herdman, T. Heather., dkk. 2018. NANDA-I Diagnosis Keperawatan: Definisi dan Klasifikasi
2018-2020. Jakarta: EGC. Diterjemahkan oleh Budi Anna Keliat, dkk

Butcher, Howard., dkk. 2018. Nursing Interventions Classification (NIC): Edisi Ketujuh,
Bahasa Indonesia. Yogyakarta: mocomedia. Diterjemahkan oleh Intansari Nurjanah

Moorehead, Sue., dkk. 2018. Nursing Outcome Classification (NOC): Edisi Keenam, Bahasa
yakarta: mocomedia. Diterjemahkan oleh Intansari Nurjanah

Anda mungkin juga menyukai