-
nya umur tanaman maka pada wna 2,5 4,5 m dari pangkal batang di horizon ke
2, 3 dan 4, tumbuh akar sekunder clan tersier yang menuju ke lapisan bawah clan
tas agregat tanah, persentase air terse& tanah, tetapi menurunkan kerapatan lin-
positif dalam meningkatkan kapasitas tukar kation (KTK), kadar nitrogen, kadar
Fe, dan Mn. Pemupukan baku, aktivitas aka tanaman kelapa sawit, clan aktivitas
mikroba tanah berdampak positii dalam peningkatan pH, kadar nitrogen, kadar ka-
KTK tanah.
Tanaman kelapa sawit &pat digunakan sebagai saIah satu tanaman alternatif
Oleh
.
PROGRAM PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
Judul : Perkembangan Aka Tanaman Kelapa Sawit pada Tanah Terde-
gradasi di Sosa Tapanuli Selatan Sumatera Utara
Ketua
Dr. Ir. Didiek Hadjar Goenadi, MSc. APU. Dr. Ir. Zulkamain Poeloengan, MSc
Anggota Anggota
Ketua
Program Studi Ilmu Tanah
(Sumatera Utara), bapak bernarna H. Lutan Harahap (almarhum) dan ibu bernama Hj.
Tiolimas Batubara, dan penulis rnerupakan anak keempat dari delapan orang bersaudara.
Menikah pada tanggal 27 Maret 1982, istri bemama Hj. Marni Zuliana, bapak mertua ber-
nama Drs. H. Anas Machmud (ahmuhum) dan ibu mertua bernama Hj. Zulhidjdjah Zen.
Dikaruniai anak empat orang yaitu Emirza Henderlan Harahap (laki-laki), Citra Marwina
Harahap (laki-laki).
Yogyakarta tamat tahun 1969, melanjutkan ke SMA Negeri I di Medan tamat tahun 1972,
melanjutkan ke Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara tamat tahun 1980 pada ju-
dan memperoleh gelar Magister Sains pada tahun 1991 pada Program Studi Ilmu Tanah,
dan sejak September 1993 memasuki Program Sj pada Program Pascasajana Institut
Pertanian Bogor pada Program Studi Ilmu Tanah, dengan sumber pembiayaan beasiswa
Sejak tahun 1980 sampai saat ini penulis aktii bekeja sebagai staf pengajar di
Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara pada Jurusan nmu Tanah. Di samping itu
aktiif juga mengajar di Falcllltas Pertanian Universitas Panca Budi (UNPAB) Medan,
Fakultas Pertanian Universitas Amir Hamzah (UNHAM) Medan dan Fakultas Pertanian
Universitas A1 Ahzar Medan. Pada tahun 1982 sarnpai dengan 1988 menjadi Plant Man-
ager dan Agronomis PT. Rolimex Corporation Medan, memimpin pabrik pencampuran
pupuk di Medan.
Penulis.
UCAPAN TERIMA KASIH
Puji syukur penulis persembahkan ke hadirat Allah SWT yang telah menganugerahkan
~ k m t rahrnat,
, taufiq dan hidayahNya sehingga penulis dapat menyelesaikan kegiatan
adanya arahan dan biibingan dari Tim Komisi Penasehat yang terdiri atas Bapak Prof. Dr.
Ir. Naik Sinukaban, MSc sebagai ketua, Bapak Prof. Dr. Ir. Sitanala Arsyad, MSc, Bapak
Dr. Ir. Siswadi MSc, Bapak Dr. Ir. Didiek Hadjar Goenadi, MSc, APU ,dan Bapak Dr. Ir.
Zulkamain Poloengan, MSc, mas ing-masing sebagai anggota. Oleh karenanya penulis
Ucapan terima kasih dan penghargaan juga penulis sampaikan kepada Direksi PT.
Perkebunan Nusantara IV, dan Ir. Razali Ishak (Kepala Bagian Tanaman), Ir B. N. Naing-
golan (Administratur Kebun Sosa), Ir. Mumis Nasution (Asisten Kepala), Ir. May
Machmud Siregar (Asisten Tanaman), dm seluruh staf dan karyawan di PT. Perkebunan
Nusantara IV, kebun Sosa yang telah memberi izin, membantu dengan ikhlas dan mem-
sito, Yudi Edmanto, Swarsono, Mambar Sitepu, dan Supriono masing-masing mahasiswa
program S1 Universitas Panca Budi, Medan atas bantuan mereka di lapangan maupun di
laboratorium. Bapak Direksi PT. Perkebunan Nusantara 11, dan Bapak Ir. H. Erwin Nyak
Akub, MS (Kepala Bagian Penelitian) yang telah memberi izin penggunaan fasilitas Labo-
ratorium Tanah Balai Penelitian Tembakau Deli Sampali. Bapak Direktur Pusat Penelitian
Karet Sei Putih, dan Ir. Sugiyanto, MS (Kepala Urusan Tanah dan Pemupukan) yang telah
memberi izin penggunaan fasilitas Laboratorium Tanah PPK Sei Putih. Bapak Direktur
Pusat Penelitian Kelapa Sawit (PPKS), Dr. 11. Zulkarnain Poeloengan, MSc (Direktur
Muda), dan Ir. Tri Utomo, MSc (Kepala Urusan Pelayanan) yang telah memberi izin
Penulis juga menyadari bahwa program pendidikan ini dapat terlaksana atas dukungan
berbagai pihak antara lain (1) Bapak Prof. dr. Yusuf Handah (Mantan Rektor Universitas
Sumatera Utara) yang telah memberi izin untuk mengikuti program pendidikan ini, (2) Ba-
pak Prof. Dr. Chaimddin P. Lubis (Rektor Universitas Sumatera Utara) yang telah mem-
berikan dukungan materid dan m o d dalam menyelesaikan pendidikan ini, (3) Bapak Dr
Ir. Sumono, MS (Diuektur Program Pascasarjana USU) dan Bapak Ir. M. Djamil Ritonga,
MSc (Asisten Diektur 111 Program Pasca sarjana USU), yang telah mendukung penulis
dalam menyelesaikan pendidikan ini.(4) Direktur Program Pascasarjana IPB yang telah
menerima penulis sebagai mahasiswa dan merealisasi bantuan dari TMPD sehingga pro-
gram pendidikan ini dapat dilaksanakan, dan uituk ini penulis ucapkan terima kasih dan
penghargaan. Khususnya kepada rekan seangkatan Dr. Ir. Basyaruddin, MS dan Dr. Ir.
Amir Coneng, MS saya sampaikan penghargaan dan terima kasih atas dorongan dan ban-
Ucapan terima kasih kepada papa H. Lutan Harahap (almarhum) dan bapak mertua
Drs. H. Anas Machmud (almarhum) yang semasa hidup mereka bersama dengan mama Hj.
Tiolimas Batubara dan ibu Mertua Hj. Zulhidjdjah Zen telah membimbing, memotivasi dan
mendorong anaknya dengan kesabaran yang luar biasa untuk menuntut ilmu pengetahuan
setinggi-tinginya. Kepada papa H. Lutan Harahap (dm) dan bapak mertua Drs. H. Anas
Machmud (dm) yang tidak sempat menyaksikan hasil akhir perjuangan ini penulis iringi
dengan doa semoga perjuangan mereka menjadi amal shaleh dan mendapat tempat yang
terbaik di sisi Allah SWT. Terima kasih juga kepada istri tercinta Marni Zuliana dan anak-
anakku tersayang, Emirza Henderlan Harahap, Citra Marwina Harahap, Erniyanti Mar-
wina Harahap, dan Lutfi Henderlan Harahap atas segala pengorbanan, ketabahan dalarn
melewati masa-masa perjuangan ini sehingga kurang memperoleh perhatian. Terima kasih
juga kepada adik Drs. Dinvan Masrul Harahap MBA dan istrinya Dra. Med Armita Dewi
Nasution atas segala bantuannya selama penuIis menyelesaikan tulisan ini menginap di ru-
mahnya. Terakhir kepada semua anggota keluarga dan pihak-pihak yang tidak dapat dise-
but satu persatu dalam kesempatan ini juga penulis ucapkan terima kasih.
Semoga semua amal shaleh dan bantuan-bantuan yang telah mereka berikan mendapat
Penulis
UCAPAN TERIMA KASM ............................................................ iii
DAFTAR IS1.............................................................................. vi
DAFTAR GAMBAR..................................................................... xi
TINJAUAN PUSTAKA................................................................ 8
DAFTAR PUSTAKA.............................................................
viii
DAFTAR TABEL
I Luas Areal Kelapa Sawit dan Produksi Indonesia Sebelum Perang Dunia 11. 9
3 Produksi Tandan Buah Segar Rata-rata Selma Satu Siklus (25 Tahun) 19
4 -
Rataan Curah Hujan Pasar Sibuhuan (1908 1941), Balangka Sitongkon 33
(1978 - 1986), PT. Perkebunan Nusantara 4 (I(1984
) - 1985). dan PT. Perke-
bunan Nusantara 4 (11) (1986 - 1997).
6 Pengaruh Mulsa Kompos dan Kerapatan Lindak terhadap Luas Daun, Per- 44
sentase C-organik dan Berat Kering Akar Bibit Kelapa Sawit
8 Pengaruh Mulsa Kompos dan Kerapatan Lindak terhadap Jumlah Daun Bibit 46
Kelapa Sawit Selarna 20 Minggu
13 Berat Kering akar Tersier (kg) dan Persentasenya untuk setiap Tanarnan 57
Kelapa Sawit Umur 4, 7, 10, dan 13 Tahun pada setiap Horizon (Ketebalan)
Tanah
Pengaruh Umur Kelapa Sawit terhadap Indeks Stabilitas Agregat setiap Hori-
zon Tanah Tempat Tumbuh Kelapa Sawit Umur 4,7,10 dan 13 Tahun
Pengaruh Umur Kelapa Sawit terhadap Persentase Air Tersedia setiap Hori-
zon Tempat Tumbuh Kelapa Sawit Umur 4,7, 10 dan 13 Tahun
Pengaruh Kelapa Sawit terhadap Persentase Ruang Pori setiap Horizon Tanah
Tempat Tumbuh Kelapa Sawit Umur 4,7,10 dan 13 Tahun
30 Pengaruh Umur Kelapa Sawit terhadap Kadar Kalium (me/100 g) setiap Hori-
zon Tanah Tempat Tumbuh Kelapa Sawit Umur 4,7, 10 dan 13 Tahun
34 Pengaruh Umur Kelapa Sawit terhadap Kejenuhan Basa setiap Horizon Tanah
Tempat Tumbuh Kelapa Sawit Umur 4,7,10 dan 13 Tahun
35 Pengaruh Kelapa Sawit terhadap Kejenuhqn Basa setiap Horizon Tanah Tem-
pat Tumbuh Kelapa Sawit Umur 4,7,10 dan 13 Tahun
36 Pengaruh Umur Kelapa Sawit terhadap Kadar Fe (ppm) setiap Horizon Tanah
Tempat Tumbuh Kelapa Sawit Umur 4,7,10 d m 13 Tahun
37 Pengaruh Kelapa Sawit terhadap Kadar Fe (ppm) setiap Horizon Tanah Tem-
pat Tumbuh Kelapa Sawit Umur 4,7,10 dan 13 Tahun
3 Arsitektur Akar Kelapa Sawit Umur 4 Tahun (A), Arsitektur Akar Kelapa 48
Sawit Umur 7 Tahun (B), Arsitektur Akar Kelapa Sawit Umur 10 Tahun (C),
Arsitektur Akar Kelapa Sawit Umur 13 Tahun (D).
4 Berat Kering Akar Tersier (kglpohon) pada Ketebalan Tanah dan Umur
Tanaman Kelapa Sawit.
6 Persentase Air Tersedia Horizon Tanah Tidak Ditanami dan Ditanami Kelapa
Sawit Umur 4 dan 7 Tahun
7 Persentase Air Tersedia Horizon Tanah Tidak Ditanami dan Ditanami Kelapa
Sawit Umur 10 dan 13 Tahun
10 Persentase Nitrogen Horizon Tanah Ditanami Kelapa Sawit Umur dan Tanah
Tidak Ditanami.
11 Kadar Kalium (me/100 g) Horizon Tanah Ditanami Kelapa Sawit dan Tanah
Tidak Ditanami
14 Kadar Fe (ppm) Horizon Tanah Ditanami Kelapa Sawit dan Tanah Tidak Di-
tan-.
15 Kadar Mn (ppm) Horizon Tanah Ditanami Kelapa Sawit
DAFTAR LAMPIRAN
1 HasiI Analisis Ragam Luas Daun (cm2) Pengaruh Perlakuan Kompos d m 102
Kerapatan Lindak.
2 Hasil Analisis Ragam Berat Kering Akar Tanah Padat Pengaruh Perlakuan 103
Kompos dan Kerapatan Lindak
3 Hasid Analisis Ragam Tinggi Tanaman Kelapa Sawit Umur 4 Minggu Pen- 104
garuh Perlakuan Kompos dan Kerapatan Lidak
4 Hasil Analisis Ragam Tinggi Tanaman Kelapa Sawit Umur 8 Mjnggu Pen- 105
garuh Perlakuan Kompos dan Kerapatan Lidak
5 Hasil Analisis Ragam Tinggi Tanaman Kelapa Sawit Umur 12 Minggu Pen- 106
garuh Perlakuan Kompos dan Kerapatan Lindak
6 Hasil Analisis Ragam Tinggi Tanaman Kelapa Sawit Umur 16 Mnggu Pen- 107
garuh Perlakuan Kompos dan Kerapatan Lidak
7 Hasii Analisis Ragam Tinggi Tanaman Kelapa Sawit Umur 20 Minggu Pen- 108
garuh Perlakuan Kompos dan Kerapatan Lindak
8 Hasil Analisis Ragam Jumlah Daun Kelapa Sawit Umur 4 Mjnggu Pengaruh 109
Perlakuan Kompos dan Kerapatan Lindak.
9 Hasil Analisis Ragam Jumlah Daun Kelapa Sawit Umur 8 Minggu Pengaruh 110
Perlakuan Kompos dan Kerapatan Lindak.
10 Hasil Analisis Ragam Jumlah Daun Kelapa Sawit Umur 12 Minggu Pengaruh 11 1
Perlakuan Kompos dan Kerapatan Lidak.
11 Hasil Analisis Ragam Jumlah Daun Kelapa Sawit Umur 16 Minggu Pengaruh 112
Perlakuan Kompos dan Kerapatan Lindak.
12 Hasil Analisis Ragam Jumlah Daun Kelapa Sawit Umur 20 Minggu Pengaruh 113
Perlakuan Kompos dan Kerapatan Lindak.
13 Hasil Analisis Ragam Pengaruh Jarak Horizontal dan Vertikal (Kerapatan 114
Lindak) dengan Berat Kering Total Akar Kelapa Sawit Umur 4 Tahun.
Hasil Analisis Ragam Pengaruh Jarak Horizontal dan Vertikal (Kerapatan
Lindak) dengan Berat Kering Akar Primer Kelapa Sawit Umur 4 Tahun
30 Rataan Berat Kering Akar Total, Primer, Sekunder dan Tertier Kelapa Sawit
(g/1000cc tanah) ~ m i 7r Tahun
31 Rataan Berat Kering Akar Total, Primer, Sekunder dan Tertier Kelapa Sawit
(g/1000 cc tanah) Umur 10 Tahun
32 Rataan Berat Kering Akar Total, Primer, Sekunder dan Tertier Kelapa Sawit
(g/1000 cc tanah) Umur 13 Tahun
34 Panjang akar Primer, Sekunder dan ~ & i e r setiap Horizon untuk Kelapa
Sawit Umur 4 Tahun
35 Panjang akar Primer, Sekunder dan Tertier setiap Horizon untuk Kelapa
Sawit Umur 7 Tahun
45 Hasii Analisis Ragam Pengaruh Umur 4, 7, 10 dan 13 Tahun Kelapa Sawit 138
terhadap Persentase Air Tersedia Tanah di Horizon 4
46 Hasil Analisis Ragam Pengaruh Umur 4, 7, 10 dan 13 Tahun Kelapa Sawit 138
terhadap pH Tanah di Horizon 1.
47 Hasil Analisis Ragam Pengaruh Umur 4, 7, 10 dan 13 Tahun Kelapa Sawit 139
terhadap pH Tanah di Horizon 2
48 Hasil Analisis Ragam Pengaruh Umur 4, 7, 10 dan 13 Tahun Kelapa Sawit 139
terhadap pH Tanah di Horizon 3
49 Hasil Analisis Ragam Pengaruh Umur 4, 7, 10 dan 13 Tahun Kelapa Sawit 140
terhadap pH Tanah di Horizon 4.
50 Hasil Analisis Ragam Pengaruh Umur 4, 7, 10 dan 13 Tahun Kelapa Sawit 140
terhadap Persentase C-organik Tanah di Horizon 1
51 Hasil Analisis Ragam Pengaruh Umur 4,7, 10 dan 13 Tahun Kelapa Sawit 141
terhadap Persentase C-organik Tanah di Horizon 2.
52 Hasil Analisis Ragam Pengaruh Umur 4, 7, 10 dan 13 Tahun Kelapa Sawit 141
terhadap Persentase C-organik Tanah di Horizon 3
53 Hasil Analisis Ragam Pengaruh Umur 4, 7, 10 dan 13 Tahun Kelapa Sawit 142
terhadap Persentase C-organik Tanah di Horizon 4
54 Hasil Analisis Ragam Pengaruh Umur 4, 7, 10 dan 13 Tahun Kelapa Sawit 142
terhadap Kadar Fe Tanah di Horizon 1.
55 Hasii Analisis Ragam Pengaruh Umur 4, 7, 10 dan 13 Tahun Kelapa Sawit 143
terhadap Kadar Fe Tanah di Horizon 2.
56 Hasil Analisis Ragam Pengaruh Umur 4, 7, 10 dan 13 Tahun Kelapa Sawit 143
terhadap Kadar Fe Tanah di Horizon 3.
57 Hasil Analisis Ragam Pengaruh Umur 4, 7, 10 dan 13 Tahun Kelapa Sawit 144
terhadap Kadar Fe Tanah di Horizon 4.
58 Hasii Analisis Ragam Pengaruh Umur 4, 7, 10 dan 13 Tahun Kelapa Sawit 144
terhadap Kadar Mn Tanah di Horizon 1
59 Hasil Analisis Ragam Pengaruh Umur 4, 7, 10 dan 13 Tahun Kelapa Sawit 145
terhadap Kadar Mn Tanah di Horizon 2.
60 Hasil Analisis Ragam Pengaruh Umur 4, 7, 10 dan 13 Tahun Kelapa Sawit 145
terhadap Kadar Mn Tanah di Horizon 3.
61 Hasil Analisis Ragam Pengamh Umur 4, 7, 10 dan 13 Tahun Kelapa Sawit 146
terhadap Kadar Mn Tanah di Horizon 4.
62 Hasid Analisis Ragam Pengaruh Umur 4, 7, 10 dan 13 Tahun Kelapa Sawit 146
terhadap Persentase Nitrogen Tanah di Horizon 1
63 Hasil Analisis Ragam Pengaruh Umur 4, 7, 10 dan 13 Tahun Kelapa Sawit 147
terhadap Persentase Nitrogen Tanah di Horizon 2.
64 Hasii Analisis Ragam Pengaruh Umur 4,7, 10 dan 13 Tahun Kelapa Sawit 147
terhadap Persentase Nitrogen Tanah di Horizon 3.
65 Hasil Analisis Ragam Pengaruh Umur 4, 7, 10 dan 13 Tahun Kelapa Sawit 148
terhadap Persentase Nitrogen Tanah di Horizon 4
66 Hasil Analisis Ragarn Pengaruh Umur 4, 7, 10 dan 13 Tahun Kelapa Sawit 148
terhadap Kadar Kalium Tanah di Horizon
68 Hasil Analisis Ragam Pengaruh Umur 4, 7, 10 dan 13 Tahun Kelapa Sawit 149
terhadap Kadar Kalium Tanah di Horizon 3
69 Hasil Analisis Ragam Pengamh Umur 4, 7, 10 dan 13 Tahun Kelapa Sawit 150
terhadap Kadar Kalium Tanah di Horizon 4.
70 Hasil Analisis Ragam Pengaruh Umur 4, 7, 10 dan 13 Tahun Kelapa Sawit 150
terhadap Kapasitas Tukar Kation Tanah di Horizon 1
71 Has2 Analisis Ragam Pengaruh Umur 4, 7, 10 dan 13 Tahun Kelapa Sawit 151
terhadap Kapasitas Tukar Kation Tanah di Horizon 2
72 Hasil Analisis Ragam Pengaruh Umur 4, 7, 10 dan 13 Tahun Kelapa Sawit 151
terhadap Kapasitas Tukar Kation Tanah di Horizon 3
73 W
i Analisis Ragam Pengaruh Umw 4, 7, 10 dan 13 Tahun Kelapa Sawit 152
terhadap Kapasitas Tukar Kation Tanah di Horizon 4
74 Hasil Analisis Ragam Pengaruh Umur 4, 7, 10 dan 13 Tahun Kelapa Sawit 152
terhadap Kejenuhan Basa Tanah di Horizon 1
75 Hasil Analisis Ragam Pengaruh Umur 4,7, 10 dan 13 Tahun Kelapa Sawit 153
terhadap Kejenuhan Basa Tanah di Horizon 2
76 Hasil Analisis Ragam Pengaruh Umur 4, 7, 10 dan 13 Tahun Kelapa Sawit 153
terhadap Kejenuhan Basa Tanah di Horizon 3
77 Hasil Analisis Ragam Pengaruh Umur 4, 7, I0 dan 13 Tahun Kelapa Sawit 154
terhadap Kejenuhan Basa Tanah di Horizon 4
78 Hasil Analisis Perbedaan Sifat Fisik Tanah yang Ditanami Kelapa Sawit 154
Umur 4 Tahun dengan Tidak Ditanami Menggunakan Uji-t
79 Hasil Analisis Perbedaan Sifat Fisik Tanah yang Ditanami Kelapa Sawit 155
Umur 7 Tahun dengan Tidak Ditanami Menggunakan Uji-t
80 Hasil Analisis Perbedaan Sifat Fisik Tanah yang Ditanami Kelapa Sawit 155
Umur 10 Tahun dengan Tidak Ditanami Menggunakan Uji-t
81 Hasid Analisis Perbedaan Sifat Fisik Tanah yang Ditanami Kelapa Sawit 156
Umur 13 Tahun dengan Tidak Ditanami wenggunakan Uji-t
82 Hasil Analisis Perbedaan Sifat Kimia Tanah yang Ditanami Kelapa Sawit 156
Umur 4 Tahun dengan Tidak Ditanami Menggunakan Uji-t
83 Hasil Analisis Perbedaan Sifat Kimia Tanah yang Ditanami Kelapa Sawit 157
Umur 7 Tahun dengan Tidak Ditanami Menggunakan Uji-t
84 Hasil Analisis Perbedaan Sifat Kimia Tanah yang Ditanami Kelapa Sawit 157
Umur 10 Tahun dengan Tidak Ditanami Menggunakan Uji-t
85 Hasil Analisis Perbedaan Sifat Kimia Tanah yang Ditanami Kelapa Sawit 158
Umur 13 Tahun dengan Tidak Ditanami Menggunakan Uji-t
86 Hasid Analisis Fisika dan Kimia Tanah PT. Perkebunan Nusantara IV Kebun 159
Sosa Tapanuli Selatan Sumatera Utara
Latar Belakang
Kelapa sawit merupakan komoditas yang sangat penting artinya bagi Indonesia,
khususnya dalam kurun waktu 20 tahun terakhir ini, sebagai salah satu sumber anda-
Ian untuk ekspor, sumber minyak nabati, dan sarana peningkatan pendapatan petani
pekebua Di samping itu, usaha kebun kelapa sawit juga merupakan gantung-an hidup
jutaan tenaga keja perkebunan. Perkembangan luas areal perkebunan kelapa sawit di
Indonesia sangat pesat dan diperkirakan akan mencapai tiga juta hektar pada tahun
2000. Pesatnya perkembangan luas areal ini pada gilirannya mengarah kepada peng-
gunaan tanah-tanahyang selama ini tergolong marginaL Tanah-tanah ini oleh Goenadi
(1984) dilaporkan sebagai tanah liat beraktivitas rendah GAR),karena kadar bahan
organik sangat rendah dan didominasi oleh liat tipe 1 : 1 dan seskuioksida.
yang umumnya terdiri dari tanah-tanah Ultisol (Podsolik Merah Kuning) dan Oksiiol
masam, h a n g subur, terdapat di wilayah berlereng cukup curam clan sebagian sudah
tergolong sebagai lahan kritis. Curah hujan yang cukup tinggi dan lereng yang curam
menyebabkan erosi yang cukup intensif. Anas dkk (1997) menyatakan bahwa proses
degradasi tanah merupakan penurunan kualitas sifat-siht tanah secara fisik, kimia dan
biologi Intensitas pelapukan yang tmggi memicu dekomposisi bahan organik berlang-
sung cukup cepat. Tanpa adanya pengembalian baban organik ke tanah dalam jumlah
yang memadai, kadar bahan organik tanah makin lama makin menurun. Rendahnya
bahan organik tanah ini diyakini sebagai faktor utama yang mengakibatkan terjadinya
yang telah terdegradasi. Kebakaran yang terjadi setiap tahun di daerah ini menyebab-
kan permukaan tanah terbuka terhadap sinar matahari dan curah hujan. Sinar matahari
yang langsung ke permukaan tanah akan meningkatkan suhu tanah sehingga intensitas
bahan organik diperkirakan dapat menurunkan jumlah agregat yang stab& sehingga
agregat tanah mudah terdiipersi oleh butir-buti. hujan. Proses inilah yang diduga
fiaksi liat dan unsw hara dari lapisan ini. Migrasi fiaksi liat dari lapisan atas ke lapisan
bawah menyebabkan lapisan yang terakhir ini bertekstur liat dan berkonsistensi teguh
sehingga terbentuk lapisan yang padat. Lapisan ini mengakibatkan pergerakan air ke
bawah berlangsung lambat. Akibatnya perkolasi air ke dalam tanah juga rendah clan
dampaknya persediaan air tanah juga rendah Hal ini terbukti dengan cepatnya permu-
kaan tanah di daerah ini menjadi kering pada musirn kemarau sehingga alang-
melewati daerah ini selalu menimbulkm banji akibat tingginya aliran permukaan.
-
penetrasi 250 - 300 ~lcm';dan kadar liat 36 44 %. Kondisi sifat fisii tanah seperti
ini secara teoritis akan menghambat perkembangan akar tanaman, tennasuk kelapa
sawit. Menurut Russel (1982) titik laitis bagi akar untuk mampu tumbuh dan berkem-
bang secara optimal adalah pada kerapatan lindak 1,49 g/cm3untuk tanah bertekstur
liat dan 1,75 g/cm3 untuk tanah bertekstur pasir. Untuk ukuran ketahanan peoetrasi
pada tekanan sekitar 15 bar, akar yang mampu berkembang menurun hngga tinggal
20 %. Menurut Unger dan Kaspar (1994) pada tingkat ketahanan penetrasi pada 200
300 ~ / c m akar
' sudah tidak mampu lagi melakukan penetrasi. Proses perkembangan
akar di lapisan berkerapatan lindak tinggi ini diduga melibatkan reaksi fisik, kimia dan
biologi, yang dampaknya merubah sifat-sifat fisik, kimia dan biologi tanah yang ber-
*tan.
-
Sifat kimia tanah di Sosa dicirikan oleh pH 4,4 4,6 (masam); C-organik 0,3 -
1,9 % (rendah); N-total 0,01 - 0,05 % (sangat rendah); kapasitas tukar kation 3,6 -
9,8 me/lOO g (rendah); kejenuhan basa 12,32 - 34,38 % (rendah); kalium 0,11 - 0,30
me1100 g (sangat rendah); clan kalsium 0,52 - 1,48 me/100 g (sangat rendah) (Tabel
Lampiran 86). Fenomena ini merupakan indikasi bahwa tanah pada lahan padang
Pada tahun 1985 PT. Perkebunan VII yang sekarang dikenal dengan PT. Perke-
Utara. Areal seluas 80.000 Ha di wilayah ini merupakan lahan yang h a n g subur.
Hasil evaluasi lahan menunjuMcan bahwa lahan tersebut tergolong ke dalam kelas I11
bagi tanaman kelapa sawit (Pusat Penelitian Marihat, 1983). Faktor pembatas utama-
. nya adalah curah hujan yang tidak merata, tekstur halus, kerapatan lindak tinggi dan
kesuburan tanah rendah. Namun dalam kenyataannya tanaman kelapa sawit yang
kiembangkan di areal tersebut mampu turnbuh dan berproduksi sebaik pada layaknya
produksi di lahan kelas I. Fenornena ini menarik untuk dikaji, karena kelapa sawit
yang dikelola secara tepat terbukti dapat berproduksi baik, walaupun kondisi tanah
marginal.
tanaman kelapa sawit yang mencapai rata-rata 26 ton TBS/Ha/tahun, walaupun kon-
lain apabila ditanam pada lahan yang rawan kebakaraa Tanaman ini jika terbakar di
lapangan tidak akan mati selama titik tumbuhnya tidak ikut hangus, sedangkan tam-
man lainnya secara umum akan mati apabila terbakar. Hal ini tampak pada tanaman
kelapa sawit yang telah berkali-kali terbakar di daerah ini clan temyata tetap dapat
Pada umumnya areal kebun rawan terhadap kebakaran pada saat kelapa sawit be-
-
rumur 0 6 tahun. Apabila periode ini &pat dikdui, maka areal tersebut akan selarnat
dari dampak negatif akibat kebakaran l a b Keadaan ini terjadi karena pada musim
bahwa kelembaban tanah di kgkungan ini cukup optimal. Hal ini diduga sebagai
&bat dari perubahan porositas tanah yang ditirnbulkan oleh terbentuknya sistem
perakaran kelapa sawit. Akar kelapa sawit yang tumbuh normal akan mencapai keda-
-
laman 2 5 m, tergantung pada berat ringannya tekstur tanah ( T i e r , 1976; Hartley,
1977; Fatmawaty dan Ginting, 1987) dan secara horizontal dapat mencapai lebih dari
4,s m dari batang pada lapisan tanah bagian atas (Jourdan dan Rey, 1997).
/ Dalarn perturnbuhannya, akar tanaman akan rnengeluarkan senyawa-senyawa or-
ganik yang terdm dari mucigel sel-sel akar yang mati, clan eksudat. Komposisi bahan
organik ini menurut Russel (1982) adalah karbohidrat, protein (asam-asam amino),
asam organik, enzim, dan bahan-bahan lainnya yang dapat menjadi penghambat mau-
pun perangsang bagi pertumbuhan fungii bakteri dan nematoda. Senyawa organik ini
biianya langsung dimadaatkan oleh mikroba pelapuk tanah sebagai sumber energi.
lceadaan inilah yang menyebabkan populasi mikroba rhizosfer lebii besar jumlahnya
dibardmgkan dengan tanah yang jauh jaraknya dari akar tanaman (Rao, 1994). Ak-
tivitas mikroba dan hasil akhir dekomposisi bahan organik yang berupa asam-asarn
organik inilah yaag diyakini aktif dalam mengubah sifat-sifat baik kimia maupun fisik
tanah. Perubahan ini diduga akan menciptakan suatu lingkungan yang sesuai bagi akar
Berdasarkan uraian di atas timbul satu dugaan bahwa pada dasamya tanaman
kelapa sawit me* kemampuan tumbuh yang tinggi pada tanah-tanah berkesu-
buran rendah dan memiliki kerapatan lindak yang tinggi. Masalah rendahnya kesu-
buran tanah dapat diatasi melalui penerapan sistem pemupukan baku. Hambatan
mekanis terhadap pertumbuhan akar akibat kondisi kerapatan lindak tanah yang tinggi
diperkecil dengan penerapan sistem penanaman dengan lubang tanam yang cukup
besar. Dengan pembuatan lubang tanam ini kerapatan lindak di dalam lubang ditu-
'iunkan dan diseragamkan sehingga lebii optimal guna menyediakan media pertumbu-
han akar tanaman dalam periode awal sebelum menghasilkan. Bagaimanapun juga,
tingkat kemampuan akar kelapa sawit untuk tumbuh dan berkembang tanpa hambatan
pada zona lapisan tanah berkerapatan lindak tinggi belum banyak diketahui khusus-
nya dalam ha1 perkembangan akar setelah akar mulai tumbuh di luar lubang tanam. Di
samping itu, sebagai salah satu jenis tanaman palrna, sistem perakarannya sangat ek-
sqensif. Luasnya zona perakaran tanaman ini diduga memberikan sumbangan terhadap
pembahan sifat-sifat tanah, terutama yang terkait de-ngan dinarnika bahan organik
tanah yang berasal dari sisa-sisa jaringan akar yang melapuk dan atau pengaruh fisik-
Tujuan Penelitian
tanaman kelapa sawit pada tanah terdegradasilmginal, dan (2) mengkaji pengaruh
pengwxbmnya terhadap perubahan sifat-sifat fkik dan kimia tanah Tujuan ini
lahan terdegradasi/margid sebagai kebun kebpa sawit dalam kaitannya dengan pe-
Hipotesis
1. Akar kelapa sawit mampu berkembang tanpa mengalami hambatan pada tanah
akar kelapa sawit untuk berkembang di bawah kondisi tanah ini sampai tingkat ter-
2. Pertumbuhan akar tanaman kelapa sawit yang ekstensif mampu meningkatkan mutu
beberapa sifat fisik tanah seperti indeks stabilitas agregat, persentase ruang pori clan
memperbaiki beberapa sifat kimia tanah seperti kernasaman, kadar hara, kapasitas
Kelapa sawit masuk di Indonesia pada tahun 1848 yang ditanam di Kebun Raya
Bogor. Kebun kelapa sawit pertama dibuka pada tahun 1911 di Tanah Itam Ulu oleh
Maskapai Oliepalmen Cultuur clan di Pulau Raja oleh Maskapai Huilleries de Su-
matera-RCMA kemudian oleh Seumadam Cultuur Mij, Sungai Liput Cultuur Mij,
Mapoli, Tanjung Genteng oleh Palmbomen eultuur Mij, Medang Ara Cultuur Mij,
Deli Muda Oleh Hulleries de Deli dan lain-lain. Sampai tahun 1915 baru mencakup
areal seluas 2.715 ha, ditanam bersama dengan Mtura lain seperti kopi, kelapa, karet
dan tembakau. Pada tahun 1916 ada 16 perusahaan di Sumatera Utara dan 3 di pulau
Jawa. Pada tahun 1920 sudah ada 25 perusahaan yang menanam kelapa sawit di Su-
matera T i ,8 di Aceh dan 1 di Surnatera Selatan yaitu Taba Pigin dekat Lubuk
Linggau. Sampai tahun 1939 telah tercatat ada 66 perkebunan dengan luas areal
Pada Tabel 1 dapat dilihat perkembangan luas areal kelapa sawit, dan produksi
dari tahun 1916 sampai dengan 1940 yaitu masa sebelum perang dunia ke 11. Masa ini
merupakan awal industri komoditas ini yaitu sejalan dengan pengembangan perkebu-
nan di Indonesia khususnya di Sumatera Timur dan Aceh. Diawali pada tahun 1911
maka pada tahun 1940 telah ada 66 perkebunan dengan luas 109.000 ha. Masa Jepang
me~pakanyang paling sulit dan haI ini berlanjut sampai masa amb'i alih (1942 -
1957).
Tabel 1 : Luas Areal dan Produksi Kelapa Sawit Indonesia Sebelum Perang Dunia I1
(Lubis, 1992)
seperti sebelum perang. Walaupun luas areal sudah dapat dikembalikan tetapi pro-
duksi per ha sangat rendah. Jika sebelum perang lebii 3 t o d m maka sampai 1957
belum mencapai 2 ton minyak per ha. Masa ambil alih yang tejadi pada Desember
1957 - 1968 dan sampai sekarang merupakan era baru bagi Indonesia untuk mandiri
(Tabel 2).
'Tabel 2 : Luas Areal Kelapa Sawit Indonesia Tahun 1967 - 1993 Menurut Pola
Kepemilikan
asi dalam tiga bagian pokok yaitu akar (radix), batang (caulis), dan dam (folium).
Bagian-bqii lain dari tanaman ini dapat dipandang sebagai suatu perubahan dari
sahh satu atau mungkin dari dua bagian pokok tadi, artinya setiap b a g i i lainnya dari
tanaman ini dapat dianggap berasal dari bagian pokok yang telah mengalami meta-
morfosa (berganti bentuk, sifat dan mungkin juga fungsinya bagi tanaman). Seperti
kuncup (gemma) dianggap sebagai perubahan dari batang dan daun, bunga (flos)
sebagai p e ~ b a h a ndari batang dan daun, duri (spina) merupakan perubahan dari
Daun (Folium)
dam terdiri dari : (1) upih dam atau pelepah dam (vagina), (2) tangkai daun
(petiolus), dan (3) helaian daun (lamina). Upih dam berfUngsi sebagai pelindung dari
kuncup serta memberi kekuatan pada batang. Tangkai daun merupakan bagian daun
Helaian daun berbentuk bangun pita (ligulatus) yang pada penampang melintang pipih
dan helaian daun mernanjang (Fatmawaty dan Ginting, 1989; Corley dan Gray, 1976).
Helaian daun terdiri dari ujung daun, pangkal daun, tepi daun, daging daun, per-
mukaan daun dan susunan tulang daun. Ujung dam (apex folii) runcing (acutus), jika
kedua tepi daun di kanan km ibu tulang sedikit demi sedikit menuju ke atas dan pada
pertemuannya pada puncak daun membentuk suatu sudut yang tajam (<go0). Pangkal
dam (basis folii) tumpul (obtusus), seperti yang telah diuraikan mengenai ujung dam,
pada umumnya dapat pula dikatakan berlaku untuk pangkal dam. Tepi dam (margo
folii) termasuk golongan tanaman yang bertepi rata (integar). Daging daun adalah
bagian dari daun yang terdapat dalam tulang-tulang dan urat-urat daun, warnanya
hijau dan tebal tipisnya helai daun tergantung dari daging dam ini. Daging daun
umumnya tipis seperti perkamen (perkamentus) tetapi cukup kuat. Permukaan daun
pada sisi atas berbeda dengan bagian bawah, sisi atas berwarna hijau, licin atau meng-
kilap, sedangkan pada sisi bawah dam agak kasar juga terdapat banyak stomata.
Susunan tulang-tulang daun ad& bagian dari daun yang berguna untuk memberikan
kekuatan pada daun seperti pula dinamakan rangka daun, dan sebagai jalan pengang-
kutan zat-zat hara dari akar maupun hasil asimilasi. Berdasarkan besar kecilnya tulang
daun dibedakan atas (1) ibu tulang (costa) yaitv tulang yang b i i y a terbesar, meru-
pakan terusan dari tangkai daun dan terdapat di tengah-tengah membujur daun. Oleh
tulang ini helaian daun dibagi menjadi dua bagian setangkup atau simetris. (2) Tulang-
tulaug cabang ( n e w lateralis), yaitu tulang-tulang daun yang lebih kecil dari ibu
tulang dan berpangkal dari sini atau cabang-cabang dari tulang-tulang ini. (3) Urat-
urat dam (vena) sesmgguhnya adalah cabang-cabang pula, tetapi lebih kecil dan
lembut, dan satu sama lain berserta tulang-tulang yang lebih besar membentuk susu-
nan seperti rangkaian jala. Berdasarkan susunan tulangnya, kelapa sawit termasuk
Batang (Caulis)
Batang merupakan bagian tubuh tanaman yang amat penting, mengingat tempat
serta kedudukan batang dapat dipandang sebagai sumbu bagi tubuh tanaman. Batang
berbentuk silinderis, bersifat actinomorf, artinya &pat dengan bermacam-macam
bidang menjadi dua bagian yang setangkup. Tumbuhnya keatas menuju cahaya atau
Dengan demikian sering dikatakan bahwa batang mempunyai pertumbuhan yang tidak
terbatas (Fatmawati dan Giting, 1989). Tugas batang adalah : (1) mendukung
bagian-bagian tubuh yang berada di atas tanah (daun, bunga dan buah), (2) sebagai
jalan pengangkutan air dan unsur hara dari bawah sampai ke atas dan jalan pengang-
kutan hasid asimilasi dari atas ke bagian-bag&& yang membutuhkan, dan (3) menjadi
tempat penimbunan zat-zat makanan cadangaa Bentuk batang dari pangkal sampai
~ijungboleh dikatakan tidak ada perbeciaan besarnya, hanya pada bagian pangkalnya
peleprth daun yang mudah gugur. Arah tumb& batang tegak lurus (erectus), yaitu
arahnya lurus ke atas (Fatmawaty dan Ginting, 1989; Corley dan Gray, 1976).
Akar (Radix)
Akar merupakan salah satu bagian pokok yang amat penting d i i p i n g daun dan
dalam tanah, dengan arah tumbuhnya ke pusat bumi (geotropisme), (2) tidak berbuku-
buku tidak mendukung dam atau sisii-sisik, (3) warna keputihan atau kekuning-
kuningan, (4) tumbuh terus pack ujungnya, tetapi umurrmya pertumbuhamya mash
mudah menembus tanah. Kelapa sawit termasuk tanaman berakar serabut dengan
susunan akar sebagai berikut : (1) akar serabut primer, (2) Akar serabut s e w , (3)
akar serabut tersier, (4) akar serabut kwarter, (5) tudung akar (calyptra), yaitu bagian
paling ujung letaknya dari akar, terdiri dari jaringan yang berguna untuk melindungi
ujung akar yang masih muda dan lemah (Fatmawaty dan Ginting, 1989).
Penyebaran akar kelapa sawit digambarkan sebagai berikut, akar primer tumbuh
dari psngkal batang dalam tanah ke arah samping (horizontal) dan ke bawah
(vertikal), dan berfUngsi sebagai jangkar bagi tanaman. Akar sekunder tumbuh dari
akar primer, juga kearah horizontal dan vertikal. Akar tersier keluar dari akar sekun-
tier terutama dari akar sekunder yang horizontal dekat permukaan tanah, dan dari
akar tersier keluar akar kwarter. Selanjutnya dijelaskan bahwa yang aktiifmenyerap air
dan hara (feeder root) adalah akar tersier dan akar kwarter. Bergantung pada tipe
bahan tanaman danjenis tanah,maka akar kelapa sawit dapat tumbuh horizontal sam-
pai lebii dari 6 m dan vertikal sekitar 1,5 - 5 m. Akar primer yang mati akan segera
digantikan dengan yang baru. Dihitung dalarq berat kering memang pada piringan
akan dijumpai lebii banyak akar primer. Diameter akar primer, sekunder, tersier dan
kwarter adalah masing-masing 6 - 10 mm, 2 - 4 mm, 0,7 - 2 mm, clan 0,1 - 0,3 mm
( T i e r , 1976; Hartley, 1977; Fatmawaty dan Giting, 1987; Siahaan dkk, 1990;
Kelapa sawit dapat tumbuh dengan baik pada daerah tropika basah di sekitar lin-
-
Jumlah curah hujan yang baik adalah 2.000 2.500 mm/tahun, tidak memiliki defisit
air, dan hujan agak merata sepanjang tahua Hal ini bukan berarti h a n g dari 2.000
-
mm tidak baik, karena kebutuhan efektii hanya 1.300 1.500 ma Terpenting adalah
tidak terdapat dejisit air 250 mm. Lebih dari 2.500 mm juga bukan tidak baik asal saja
jumlah hari hujan setahun tidak terlalu banyak misalnya lebii dari 180 hari (Lubii,
1992;Marioyo, 1992).
Debit air yang tinggi menyebabkan produksi turun drastis dan baru normal pada
lahun ketiga dan keempat karena merusak bunga sebelum athesis dan pada bunga
yang telah athesis kegagalan matang tandan. Delisit air tahunan diklasifikasikan atas
Ixberapa kelas pada budidaya kelapa sawit. IRHO menyusun klasiiasi sebagai
- - -
berikut : 0 150 mm optimum, 150 250 mm favourable, 250 350 mm intermedi-
- -
ate, 350 400 mm limit, 400 500 mm marginal, >500 mm unfavourable (Lubii,
1992;Marioyo, 1992).
tinggian yang lebii pertumbuhan akan terhambat dan produksi lebii rendah. Kece-
patan angm 5 - 6 krnljam untuk membantu proses penyerbukan, angin yang terlalu
kencang akan menyebabkan tanaman baru doyong atau miring (Lubis, 1992;Martoyo,
1992).
Kelapa sawit dapat tumbuh pada berbagai jenis tanah seperti podsolik, latosol,
hidromofik kelabu, regosol andosol organosol dan alluvial. Sifat tisik tanah yang
baik untuk kelapa sawit adalah solurn tebal80 cm. Solum tebal akan merupakan me-
dia yang baik bagi perkembangan akar sehingga ebiensi penyerapan hara tanaman
teguh dan penneabilitas sedang. Sifat kimia tanah pH 4,O - 6,O namun yang terbaik
dalah 5 - 5,5. Kandungan unsur bara tinggi, CiN mendekati 10 dengan C 1%, Mg-dd
0,4 - 1,O me/100g, clan perbandingan Mg-dd dan K-dd berada pada batas normal
(Lubis, 1992). Selanjutnya Purba, Lubis dan Tobing (1989) dalam surveynya seluas
100.975 ha menemukan kelapa sawit yang tumbuh pada tanah podsolik 73,29%;
hidromofik kelabu 9,74%; alluvial 7,86%; regosol 7,60%, gley humuk, 0,93%; dan
organosolO,58%.
Rachim dMc (1995) menyatakan podsolik termasuk golongan tanah merah, yang
terdiri dari bermuatan bersih negatif clan positif, dengan ciri KTK tanah rendah, basa-
basa rendah dan C-organik rendah. Tanah bermuatan negatif memiliki KB yang ren-
dah, Al-dd dan kejenuhan A1 cenderung tinggi, sedangkan tanah bermuatan positif
memiliki KB dan besi oksida tinggi, Al-dd clan kejenuhan A1 tidak terukur. Menurut
talcsonomi tanah, tanah merah terlapuk lanjut tergolong A&ol Ultisol, dan Oxisol.
yang kesemuanya rnemiliki sifat oksik. Kreteria penentu sifat humik, eutrik dan penciri
Oxisol bermuatan positip perlu ditelaah. Pengelolaan tanah merah memerlukan pen-
ingkatan KTK dan unsur hara tanah, p e n e h unsw racun (Al, Mn, dan besi ok-
sida), peningkatan bahan organik tanah, penggunaan varietas tanaman yang toleran
dan produksi kelapa sawit adalah berbeda-beda pada setiap jenis tanah Klasifikasi
tanah pada tingkat ordo, sub ordo sampai great group, ternyata belum menggambar-
kan karakteristik specifik di areal perkebunan kelapa sawit. Pada tingkat sub group
adalah batas tertinggi dari pengklmiiian tanah yang sat-sifat pada taksa ini telah
dapat memberikan data yang lebih konkrit dalam rangka pengelolaan kebun kelapa
sawit secma umum.Kebun akan dikelola dengan rasional jika kelas kesesuaian lahan-
nya secara tepat dapat diketahui dan rekomendator pemupukan telah memberikan
rekomendasi yang tepat. Dalam kaitan ini maka informasi &sub group akan sangat
berguna.
buran tanah di meal kelapa sawit didasarkan kepada data survei dan penelitian tanah
sampai tahun 1995. Kesuburan Tmggi (T) terdapat pada tanah Euiric Tropopuvent
Podsolik Coklat Kekuningan, dan Podsolik Coklat). Kesuburan Sedang (S) terdapat
pada tanah Aeric Tropaqept (Gley Humus Rendah) dan Typic Hapludult (Podsolik
Merah Kekunhgan). Kesuburan Agak Rendah (AR) terdapat pada tanah Typic
kelapa sawit pada tanah Typic Paleudult temyata menunjukkan perkembangan vege-
tatif dan produksi yang lebih tinggi dibandingkan dengan tanah Psammentic Paleudult
dan Tropohumol. Ketiga jenis tanah ini tergolong merniliki tingkat kesuburan poten-
sial yang rendah Hasil pengamatan produksi Tandan Buah Segm (TBS)selama satu
tahun pada tanaman kelapa sawit berumur 9 tahun, pada tanah Tropohumods hanya
rnencapai 5,4 ton TBS/ha,tanah Psammentic Paleudult mencapai 16,4 ton TBSh,
duksi secara agronomis masih dalam kisaran normal, narnun lebih rendah dari pada
tanah mineral. Kendalanya adalah tingginya kasus tanaman miring atau tumbang
jeleknya drainase atau reaksi tanah gambut selama drainase berlangsung seperti pe-
ngerutan, penurunan atau pengeringan talc balik pada tanah. Gejala kahat K meru-
pakan gejala umum terlihat dalam rendahnya kandungan K dalam daun, berkaitan
dengan rendahnya cadangan K tanah, dan tingginya ratio MgK tukar. Purba dan
Lubis (1 989) menya- kondisi lahan dan tanah suatu lokasi pengembangan sangat
menentukan tingkat produksi yang akan dicapai. Variasi lahan yang terlalu besar
dan panen. Data iklirn merupakan pendukung dalam berbagai pekejaan di lapangan
dan apabii disuaikan dengan tindakan kultur teknis di lapangan, maka tingkat pro-
cluksi dari lahan yang b e ~ & i tersebut dapat diperkecil perbedaannya. Purba dkk,
(1989) sehjutnya melaporkan keadaan yang cukup banyak diamati adalah curah
liujan, sedangkan data lainnya seperti temperatur, penyinaran matahari dan lain-lain
sangat s e d i t sekali.
Lubis (1992) adapun potensi produksi dari masing-masing kelas lahan tersebut
ditentukan oleh keunggulan dari bahan tanaman yang digunakan dan tindakan kultur
teknis yang diterapkan. Pusat Penelitii Perkebunau Marihat membagi potensi pro-
Tabel 3 : Produksi Tandan Buah Segar Rata-rata Selama Satu Siklus (25 Tahun)
suatu tanaman cara terbaik adalah membangun rhizotron, yaitu bangunan permanen
yang me* permukaan yang transparan untuk dipakai meIihat secara langsung
dapat diketahui secara semi kuantitatif perkembangan akar. Dengan demikian dapat
dilakukan penelitian tentang pergerakan air, unsw hara dan lain-lainnya. Kelemahan-
nya membangm rhizotron membutuhkan b i investasi yang besar. Chan (1977) cara
yang lebih mudah dan murah adalah dengan memakai bor atau pembuatan pro6l
tekanan fisi tanah, semakin besar tekanan 6sik tersebut berarti semakim padat tanah
itu dan peltumbuhan akar semakin terhambat atau sebaliknya semakin kecil tekanan
h i k tanah berarti semakii longgar tanah itu dan penumbuhan akar semakin baii.
Torbert dan Wood (1992) melaporkan bahwa pemadatan tanah akan menumkan
tanaman yaitu semakin baik s&t &ik tanah semakin baik pula pertumbuhaa dar?
mm akan lebih mudah ditembus akar tanaman dari pada tanah yang sama tetapi tidak
perakaran kelapa sawit memperoleh hubungan yang positif antara ma-nagemen pemu-
pukan dan tipe tanah dengan distribusi perakaran. Veprashas, Miner dan Peedm
(1986) melaporkan bahwa pengolahan tanah dalam dengan memecah lapisan subsoil
yang padat, akan meningkat perkembangan akar tanaman. Tindakan ini hanya men-
gubah fisik tanah, sementara siht kimia tanah hampii tidak berubah.
erat dengan kerapatan lindak, ruang pori total, permeabilitas, persentase agregasi,
-
persentase debu dan kemantapan agregat. Pada kedalaman 50 75 cm kerapatan akar
berhubungan erat dengan kerapatan lindak, ruang pori total dan rerata berat d i e t e r
agregat kering. Sedangkan pada kedalaman 75 - 100 cm kerapatan akar hanya ber-
hubungan erat dengan permeabiitas tanah.
Unger dan Kaspar (1994) melaporkan pada tanah yang padat baik diakibatkan
oleh mesin pertanian maupun terbentuk secara a l e distribusi akar terhambat. Kon-
d a l In1 akihat dan gultrnya alar mengambtl au dan unsur ham. y m g &hlrn)a &an
-
Soil Strength NlcnP
Garnbar 1: Pengaruh Tekanan Fiik Tanah Pada Berbagai Kerapatan Lindak Terhadap
Kemampuan Penetrasi Akar Tanaman (Taylor dan Gardner, 1963 dalam
Unger clan Kaspar, 1994).
Taylor, Nelson dan Williams (1993) berkesimpulan bahwa perkolasi air ke bawah
sangat dipengaruhi oleh lapisan subsoil, semakin gembur lapisan subsoil semakin ce-
pat perkolasi air ke bawah atau sebaliknya. Oussible et af. (1993) melaporkan bahwa
perkembangan akar gandum akan berhenti pada lapisan tanah yang padat, demikii
juga dengan pengambii nitrogen oleh akar terhambat. Selanjutnya Ran e! al. (1994)
melaporkan bahwa penyerapan nitrogen oleh akar tergantung dari volume akar terse-
but, semakii kecil volume akar semakin kecil tanaman tersebut menyerap nitrogen.
Durieux e! al. (1994) melaporkan bahwa pemupukan nitrogen pada tanaman jagung
Radcliffe et al. (1986) memperoleh hasil bahwa apliasi gypsum pada permukaan
tanah, ternyata dapat tercuci kelapisan subsoil. Sifat kimia tanah p d a lapisan ini hc-
mbah dan kepadatan lapisan ini ikut berubah. Perkembangan akar pada lapisan ini
bertambah baik setelah itu. Arya e! al. (1992) melaporkan kerapatan dan kedalaman
perakaran untuk jagung menunjukkan perbaikan yang menonjol dengan peningkatan
-
kedalamdn pembenanam kapur. Kedalaman perakaran pada tanah yang ti& diicapnr
hanya pada lapisan permukaan, sedangkan pada tanah yang dikapur mencapai lapisan
subsoil. Ekstrasi air dari subsoil, seperti yang ditunjukkan oleh tekanan air tanah yang
melaporkan bahwa pemberian bahan organik, kapur, dan pupuk NPK pada tanah
terbentuk stabil atau tidak, dapat dilihat dengan mengetehui (1) jenis clan jumlah ba-
han orgsnik yang ada dalam tanah, (2) kondiii tanaman yang tumbuh pada tanah ter-
sebut, (3) sekresi akar yang merupakan sumber energi bagi mikroba tanah, (4) ada
tidaknya hipa h i dan akar tanaman yang berukuran mikroskopis, (5) adanya pe-
ngeringan dan pembasahan tanah, (6) adanya pembekuan dan penmiran terutama pada
daerah temperet, (7) kation yang dapat dipertukarkan, dan (8) aktivitas makroorgan-
dan perkembangan perakaran. Secara garis besar peranan bahan Organik adalah (1)
menjaga kelembaban tanah, (2) menawarkan sifat racun dari A1 dan Fe, (3) pe-
nyangga hara tanaman, (4) membantu dalam meningkatkan penyediaan hara, (5) men-
erosi (Suhardjo, Soepartini, dan Kurnia, 1993). Purwanto dan Sutanto (1995)
23
melaporkan Wwa jenis bahan organik mempunyai gugus fimgsional yang berbeda
- dim ~~ rnemberikan gambaran kemampuan dalam menekan k e W m - A i dan -
tersebut.
ganik kualitas rendah yaitu yang mempunyai kandungan N rendah tetapi mempu-nyai
kandungan lignin dan polifenol tinggi, berjalan lambat sehingga hanya sedikit N yang
dapat digunakan tanaman Sedangkan dekomposisi bahan organik kualitas tinggi yaitu
yang mempunyai kandungan N tinggi, kandungan lignin dan polifem1 rendah, akan
=pat tetapi tidak banyak memberikan sumbangan pada bahan organik tanah Apabila
jumlah N yang dilepaskan melebihi kebutuhan tanarnan, maka kelebiban itu akan hi-
lang karena karena pencucian dan penguapan Hasil penelitkin menunjukan bahwa
sapi, jerami, Flemingia sp.) dapat meningkatkan C-organik, KT& dan NO3 - tanah ;
dan meningkatkan serapan hara P dan Mg tanaman. Hasil residunya juga meningkat-
bahwa pemberian bahan organik dan kapur mampu meningkatkan dan memperta-
hankan sitat kirnii tanah seperti pli. kandungan hahan organik. KTK. P-tersedia. dan
Bruce et al. (1992) menyatakan bahwa jumlah, jenis dan metode aplikasi bahan
meningkatkan aktivitas mikroba dan jumlah agregat yang stabiL Dampak selanjutnya
dengan mengubah agregat lebih setabil akan meningkatkan laju infiltrasi air ke dalam
tanah (Dinel et al., 1992). Niedalina dan Busyra (1995) melaporkan bahwa sifd
%&a tanah yang sangat mempengaruhi tlngkat erosi dalah indeks stabiditas agrerat.
Hakim dan Yunus (1 995) melaporkan bahwa pada tahap awal rehabilitasi tanah kritis
dibutuhkan bahan organik berupa pupuk kandang atau pupuk hijau sebanyak 40
tonh.
dalarn tiga cam. Pertama sebagai bahan yang terletak antara dua partikel liat yang
berbentuk gelatin dapat membalut partikel-partikel tanah dan apab'i terjadi penge-
ringan akan terbentuk sementasi dan terbentuklah mikro-agrerat. Ketiga bahm or-
ganik menjadi surnber energi bagi fungi, dalam pertumbuhan hipe h i menyatukan
mikro-agrerat tanah menjadi agregat yang lebih besar. Kondisi ini juga dapat dipe-
Chan, Watson dan Lim (1980) menyatakan di sunping akar yang menjadi sumber
h?han organih tanah yang ditanami kelapa sawit, juga pelepah daun menyumbang
kira-kina 10 tonltahun berat kering, tandan kosong sawit menyumbang 1,5 tonltahun
berat keriug, dan pohon kelapa sawit yang b u r 25-30 tahun yang akan diremaja-
Basuki dkk (1995) mengatakan bahwa penambahan hara nitrogen dan fosfor,
ngomposan tandan kosong kelapa sawit dari 12 minggu menjadi sekitar 8 minggu.
nilai C M turun dari 109,s menjadi sekitar 49,5 sampai 21,5; penurunan ini diirtai
juga dengan penyusutan volume, bobot, kandungan serat, laju respirasi, dan N-
ammonium. Sedangkan kandungan N-nitrat clan UIISUT hara lainnya meningkat. Kand-
ungan selldose dan hemisellulosa masing-masing mermrun dari 53,O % dan 21,9 %
menurun, dan terjadi peningkatan C-organik, jumlah kation &ma, P-tersedia sedang-
kan nitrogen hanya me-t sedikit. Edward et al. (1992) memban- antara
tanah yang tidak diolah dan ditanami tanrunan asli dengan tanah yang diolah dan di-
rotasi dengan palawija selama 10 tahun. Pada tanah yang dioIah pH menurun, C-
tinggi dengan tanaman jagung memberi dampak negatip pada P, Ca, dan Mg tersedii
Sirait dan Siahaan (1991) melaporkan bahwa perkebunan kelapa sawit yang telah
rnemhuat [eras dan pclepah daun sebagai mulsa, temyata laju kehhgan tanah akibat
erosi lebih besar dibandingkan dibandiing laju pembentuk tanah. Chan, Purba dan
Lubi (1 995) menemukan bahwa dalam kurun waktu 20 tahun telah terjadi pembahan
Mg i K- tukar. Selain itu juga diketahui admp p & - ikadar K - t m b (tstz! &.
tukar) di semua jenis tanah.
agregat tersebut terbentuk serta bahan organik dan anorganik yang terlibat. Untuk
keperluan pertumbuhan tanaman, maka dibutuhkan agregat yang stabil dari ke-
mungkinan hancur akibat adanya air. Agregat yang hancur akan menyebabkan pori-
pori tanah menurun jumlahnya dan akan mengganggu areasi tanah tersebut
a. Ikatan antara liat bemuatan negatif yang dikoordiii dengan kation polivalen,
Liat- -hl"'- Z i t
b. Ikatan liat bermuatan negatif dengan liat bermuatan positip, digambarkan sebagai
berikut :
L i t Al-OH*+- Z i t
pinggi Al-OH2f--00C-R-C00'-
-&atan hidrogen antara pinggir hidroksil clan polimer karboksidal atau amida.
-
Pinggir- 0' hf'' - -0OC-R-COO--
- Gaya Van der Waals antara pinggir dengan polimer.
b. Ikatan daerah permukaan liat - polimer organik -
- Ikatan hidrogen antara polimer hidroksil dengan hi-kisi mineral yang dapat
Pennulaan Si - 0 - HO-R-OH -
- Jembatan kation antara daerah permukaan dalam dengan polimer karboksil atau
group polarisasi lainnya
a. Ikatan kirnia yang terbentuk antara permukaan pasir dengan gel alumanium silikat
b. Butiran pasir yang diselubungi oleh campuran debu liat terutama distabiian de-
ngan :
liat, adalah (1) adsorpsi %ik atau ikatan Van der Waals, terjadi pada semua moleM
yang bersatu akibat bersatunya muatan positip dan negatip pada masing-masing par-
tikel. Adsorpsi ini disebut juga interaksi muatan listrik dipole-dipole. (2) Gaya elek-
trostatik atau adsorpsi kimia, yaitu bersatunya mineral liat bermuatan negatifp de-ngan
kolloid organik bermuatan positip atau sebaliknya seperti pada peristiwa pertukaran
kation (3) Ikatan hidrogen, yaitu adanya k e l e b i i muatan akibat dari dua atom
hanya diisi oleh kolloid liat atau organik. (4) Komplek koordinat, yaitu ikatan koor-
dinasi oleh kation polivalen yang menyatukan dua atau lebih kolloid liat clan organik
(Stevensons, 1982).
antara bahan organik dengan liat adalah sebagii besar C-organik tanah (84 %)
bat, maka semakin stabid agregat tersebut dibandingkan dengan hanya satu ikatan saja
yang berfimgsi. Collado dan Karlen (1992) menyatakan bahwa proses agregasi dan
sifat dari agregat dapat dipakai sebagai indikator dalam evaluasi efek dari sistem ber-
cocok tanam.
Konsep pembentuican agregat dapat dijchskan sebagai berikut. Pasir halus, debu,
kolloid organik dan anorganik bersatu membentuk agregat dengan bantuan kation
polivalen, OM adalah humus, C-P-OM adalah satu buti agregat, sedangkan x dan y
dengan merusaknya, seperti bahan organik dibakar dan kedudukan kation polivalen
(opaq). Dengan adanya proses penekanan oieh gaya endogen bumi terhdap permu-
kaan, terjadilah lipatan-lipatan yang terdiri dari punggung dan rendahan (cekungan).
Pada bagian punggung terlihat beberapa tempat mengalami erosi berat oleh karena
arealnya sudah gundul (tanpa vegetasi penutup) sehingga batuan induknya tersingkap
tanaman kelapa sawit, seperti daerah-daerah lainnya di Kabupaten Labuhan Batu yang
mempunyai formasi yang sama dan sudah merupakan daerah perkebunan kelapa sawit
berpotensi tinggi ( Van Bemelang, 1928; BPPM, 1977; dan Konperin, 1987)
Vegetasi
Vegetasi asli daerah penelitian menurut BPPM (1977) clan Koperindo (1987)
adalah diduga semula merupakan hutan tropika lebat, seperti yang masih terlihat dan
diketemukan di sepanjang Batang Kumu dan daerah ke arah perbatasan propinsi Riau
(daerah Rimbo Sibadak). Pembukaan hutan asli untuk usaba pertanian dan peternakan
yang selalu dibarengi dengan pembakaran, tidak rnemberikan kesernpatan bagi berba-
gai jenis pepohonan untuk mengalami regenemi, sebingga pada akhirnya daerah
tersebut menjadi padang rumput yang didominasi oleh galuman (Sporobulus, Andro-
(Tehamerista glahra). Pembakaran rumput. terutama pa& muslm kemarau yang di-
lakukan tanpa adanya tujuan tertentu sudah menjadi keadaan yang rutin setiap tahun-
nya.
Berhasiya penanaman kelapa sawit oleh pihak perkebunan temyata diikuti oleh
perkebunan swasta nasional dan kemudian oleh rakyat perkotaan dan penduduk seki-
tarnya. Akibatnya pada saat ini seluruh daerah padang rumput tersebut sudah ditanami
dengan kelapa sawit, sedangkan pada beberapa lokasi yang arealnya masih belum
begitu luas telah ditanami oleh rakyat dengan karet. Didekat Sibuhuan juga telah di-
tanam dengan tanarnan palawija terutarna pada areal padi tadah hujan dan hortikultura
seperti rambutan, mangga dan durian. Pada areal kelapa sawit vegetasi asli sudah
tidak dijumpai lagi dan rumputnya juga berubah menjadi rumput yang b i i tumbuh di
bawah tanaman kelapa sawit, pada beberapa lokasi tahun tanam 1985 sudah mulai di
dominasi oleh jenis pakis-pakisan. Pembakaran rumput pada musim kemarau oleh
rakyat sekitar yang biasanya berlangsung temyata sudah mulai bericurang dibandhg-
Iklim
Data iklim yang mendapat perhatian di daerah penelitian adalah data curah hujan,
dimana diperoleh dari tiga stasiun pencatat yang lokasinya paling dekat dengan tempat
penelitian. Data pertama diperoleh dari stasiun pencatat Pasir Panguraian yang terle-
tak sekitar 60 km dari tempat penelitian Data kedua diperoleh dari stasiun pencatat
Pasar Sibuhuan yang terletak sekitar 30 km dari tempat penelitian, kedua data ini
merupakan data curah hujan yang dicatat sebelum Perang Dunia I1 (1908 - 1941).
Data ketiga diperoleh dari stasiun pencatat Balangka Sitongkon yang berjarak sekitar
25 km dari tempat pene11tm-t.krupa data curah hujan setelah Perang Dunia 11 (1978 -
1986). Data keempat yang terbani diperoleh dari stasiun pencatat PT. Perkebunan
Nusantara 4 Kebun Sosa, data ini diperoleh dari pencatatan 12 stasiun yang terdapat
pada setiap Afdeling (1985 - 1997) dan d i i i atas dua bagian yaitu sebelum penana-
man kelapa sawit (1984 - i965j oian setelah penmaman keiapa sawit (1986 - 1997).
Dengan demikian daerah penelitii berada antara stasiun pencatat Pasar Sibuhuan dan
-
Tabel 4 :Rataan Curah Hujan Pasar Sebuhuan ( 1908 1941), Balangka Sitongkon
-
(1978 -1986) PT. Perkebunan Nusantara 4 (I) (1984 1985), clan PT.
-
PerkebunanNusantara 4 (11) (1986 1997).
Bulan Psr Pangu- Pasar Sibu- Balangka Stk PT. PN 4 (I) PT. PN 4 (II)
raian huan
J H H H J H H H J H H H J H H H J H H H
kmari 292 15,9 335 16,5 194 13 287 13 294 26
254 12,8 235 11,4 280 15 169 11 224 22
306 14,9 248 13,9 256 16 273 17 268 26
.+xi1 282 14,5 255 13,4 244 12 108 8 215 26
'.Mei 217 11,7' 153 9,7 169 9 184 16 212 21
-uni 159 8,8 115 6,O 80 6 51 12 83 15
, -uli 113 7,6 82 5,4 109 8 78 13 99 16
177 11,O 148 8,s 113 6 76 9 155 18
September 238 13,l 162 9,O 173 10 107 14 238 23
3ktober 300 16,l 255 13,3 154 13 131 I1 213 24
'Vopember 341 16,4 243 13,8 270 15 329 23 325 23
sember 349 16,9 328 14,7 303 18 225 14 324 28
3022 159,7 2559 135,l 2345 141 2015 160 2650 269
JH = Jumlah Hujan dalam mm
HH = Jumlah Hari Hujan.
Sumber : Berlege, 1949 dalam Balai Penelitian Perkebunan Medan, 1977
PT. Perkebunan Nusantara 4, 1997.
Pada Tabel 4 dapat d i i t bahwa data curah hujan yang tercatat di stasiun Pasar
Sibuhuan dan Balangka Sitongkon menunjukkan pola hujan yang sama, dirnana jum-
lah hari hujan yang hampir sama (135,l dan 141) dan curah hujan masing-masing
2559 mm dan 2345 mm. Sedangkan pencatatan stasiun Pasir Panguraian menunjuk-
kan pola curah hujan yang berbeda, d i i jumlah curah hujan leb'h banyak 3022 dan
jumlah hari hujan 159,7. Pada Stasiun pencatat data curah hujan PT. Perkebunan
-
Nusantara 4 Kebun Sosa pada tahun 1984 1985 menunjukkan pola yang mendekati
curah hujan stasiun pencattit Pasar Sibuhuan dan Balangka Sitongkon. Sementara itu
curah hujan yang dicatat dari tahun 1986 - 1997 di PT. Perkebunan Nusantara 4 su-
dah mulai mendekati pola curah hujan stasiun pencatat Pasir Panguraian. Pada tahun
-
1984 1985 jumlah hari hujan sudah mendekati Pasir Panguraian (160 hari) sementara
jumlah curah hujan mendekati Pasar Sibuhuan dan Balangka Sitongkon (2015 mm).
Setelah penanaman kelapa sawit terlihat perubahan pola curah hujan terutama hari
hujan meningkat sampai 68 % yaitu dari sekitar 160 hari hujdtahun menjadi sekitar
269 hari hujanltahun, clan diikuti meningkatnya curah hujan sekitar 31 % yaitu 2015
mrnltahun menjadi sekitar 2650 mm/tahuu Jumlah curah hujan kelihatan telah
mendekati pola curah hujan Pasir Panguraian, sedangkan jumlah hari hujan meningkat
jauh dari pola Pasir Panguraian. Dengan demikian kelihatan pola hujan di lokasi
penetitian adalah pola hujan antara Pasar Sibuhuan dan Balangka Sitongkon dengan
iklirn dari Schmidt dan Ferguson (1951) daerah penelitian tennasuk dalam daerah
dengan tipe curah hujan A, ialah daerah dengan curah hujan diatas 2500 mmltahun
AREAL PENELlTlAN
BAHAN DAN METODE PENELITIAN
ditanami dengan kelapa sawit sejak tahun 1985. Jenis tanah di daerah yang diteliti
didominasi oleh Typic Paleudult (Adiwiganda, 1991). Komposisi areal PT. Perkebu-
nan Nusantara 4 Sosa dicantumkan pada Tabel 5. Setiap lokasi dibedakan be~dasar-
kan perbedaan tahun tanam kelapa sawit yaitu 1993,1990,1987, dan 1985.
Pada setiap lokasi dipdh tiga pohon sample tempat pengambilan contoh tanah
dan akar kelapa sawit. Berdekatan dengan pohon sample digali satu pros pada areal
yang tidak ditanami kelapa sawit (kondisi a y a masih seperti sebelum ditanami)
Kelapa Sawit, Balai Penelitian Tembakau Deli Sampali, Pusat Penelitian Karet, Labo-
ratorium Kesuburan Tanah, dan Laboratorium Fish Tanah Fakultas Pertanian Uni-
Penelitian dimulai pada bulan Januari 1997 sampai dengan Desember 1997.
Metode Penelitian
yang padat di lapangan, maka di areal tanaman benunur 4,7, 10, dan 13 tahun pada
-
ke tiga pohon sampel diiali profl tanah dengan jar& 0 4.5 m dari pangkal batang
0,5 - 1,5 m; 1,5 - 2,5 m; 2,5 - 3,5 m; dan 3,5 - 4,5 m Kemudian diukur kedalaman
perakaran yang telah berkembang di lapisan subsoil yang padat tersebut pada masing-
masing umur tanaman. Untuk melihat ketebalan awal dari lapisan subsoil yang padat
tersebut, dibuat profil tanah pada tanah yang t~dal,drtanami helapa sawit dekat den-
lapisan tanah pada berbagai kepadatan dibuat juga perwbaan di rumah liasa untuk - -
lindaknya terdiri dari 1,64; 1,5 1; 1,42; 1,31; 1,23; dan 1,13 ( W o r pertama). Pada
permukaan tanah pot pipa PVC ditambahkan tanah topsoil setebal 5 cm Kemudian
ditanam bibit kelapa sawit yang telah berurnur 2 - 3 bulan Pada perm- tanah
diberi kompos akar (800 grlpot) dan tanpa kompos akar sebagai mulsa (faktor
kedua). Setelah kelapa sawit berumur 5 bulan dilakukan pengamatan berat kering
akar, tinggi tanaman, jumlah clam dan luas dauu Digunakan rancangan acak lengkap
dengan 3 ulangan.
yang bermakna :
Y,, = nilai pengamatan pada kerapatan lindak ke-i dan kompos ke-j.
Untuk melibat kemampuan akar kelapa sawu meningkah mutu indeks stabii-
tas agregat, persentase agregasi, persentase air tersedia dan nmng pori; men&
kerapatan lindak, maka setiap horison untuk masing-masing bidang pengarnatan pada
setiap umur tanaman d i b i l contoh tanahya. Contoh tanah tersebut dianalisi kera-
patan lindak, ruang pori, indeks stabilitas agregat, persentase agregasi clan persentase
Untuk rnenguji pengaruh umw kelapa sawit terhadap kerapatan lindak, mang
pri, indeks stabilitas agregat, persentase agregasi dan persentase air tersedia, dianal-
isis ragamnya clan dilanjutkan dengan uji jarak ganda Duncan (Gomez dan Gomez,
Untuk rnelihat dampak positif kelapa sawit terhadap pH, C-organik, N-total,
K-dd, kapasitas tukar kation (KTK), kejenuhan basa (KB), Fe dan Mn, rnaka setiap
horison untuk masing-masing bidang pewamatan pada setiap umur tanaman di areal
yang ditanami kelapa sawit diambii contoh tanahnya. Contoh tanah ini diadkis pH,
Untuk menguji pengaruh umur kelapa sawit terhadap pH, C-organik, N-total, K-
dd. KTK. RR. Fe, dan M n dranal~sisragamnya dan dilanjutkan dcngan uji jar& ganda
Duncan (Gornez dan Gomez, 1995). Untuk m e b t perubahan yang terjadi antara
sifat kimia tanah yang ditanami kelapa sawit dengan yang tidak &it& kelapa sawit,
Pelaksanaan Penelitian
Penelitian mencakup tiga tahapan kegiatan, yaitu : (1) pengamatan dan pe-
ngambii contoh tanah dan akar di lapangan, (2) analisis laboratorium, clan (3) anal-
isii kuantitatif dan kualitatif. Uraian dari setiap tahap kegiatan disajii sebgai
berikut :
Pengamatan Lapangan
Pada tahap ini tercakup kegiatan pemiliban lokasi untuk pengambilan contoh
tanah, pembuatan pro@ pengukuran, dan pengambilan akar kelapa sawit. Di sam-
ping itu dihkukan juga pengumpulan data lingkungan setiap lokasi yang terdiri dari
Puslittanak (1993 dan 1994), Soil Survey Staff(1994). Untuk ini digunakan peta
satuan lahan dan tanah berskala 1: 250.000 LREP (Subardja dkk, 1990), peta to-
pografi berskala 1 : 100.000 (USARF'AC, 1957) dan peta lok&i kebun berskala 1 :
10.000.
Pengamatan berat kering akar dilakukan terhadap pohon contoh terpilih. Akar
digali dari 118 bagii piringan dengan kedalaman sesuai dengan horison tanah. Con-
toh akar dan contoh tanah yang diambil pada jarak 0 - 0,5 m; 0,5 - 1,5 m; 1,5 - 2,5 m;
2,5 - 3,5 m; dan 3,5 - 4,5 m dari pangkal batang untuk masing-masing horison tanah
(Gambar 2). Kemudian akar dan tanah dipisahkan, akar dicuci bersih baru dimasukkan
ke dalam kantong kemudian di keringkan dalam oven clan ditimbang berat keringnya.
Tanah dikering udarakan pada ruang pengering tanah, k e m u d i ditumbuk dan &ayak
iEi h - k i n r i a tan&
dengan ayakan 10 mesh untuk sarnpel d
harken 1
-----
horizon 2
- - - - -3-
-hmlbon
harken 4
--
Untuk pengamatan sifat lisii dan kimia tanah, maka diambil tiga jenis contoh
tanah yaitu (1) Contoh tanah tak terganggu (undisturbed soil sample), d i i b i i pada
setiap horison bidang pengamatan dengan menggunakan ring sampler, yang akan
digunakan untuk menetapkan kerapatan lindak dan air tersedia. (2) Contoh tanah
agregat utuh (disturbed soil aggregate), diambii pada setiap horison bidang penga-
matan sekitar 1 kg, yang akan digunakan untuk menetapkan persentase agregasi clan
indek stabiitas agregat. (3) Contoh tanah b i i (disturbed soil sample), diambii pada
setiap bidang pengamatan sekitar bersama dengan akarnya, yang akan digunakan
untuk analisis pH, C-organik, N-total, K-dd, KTK, KB (NH40AcpH 7). Mn, dan Fe.
(4) Untuk percobaan kemampuan akar berkembang di 1api.m padat diamhil contoh
tanah lak terganggu dengan me~gIIII?tkanpipa PVC: yang btrrdian~tcr20 crn dan
tingginya 30 cm. Tebal tanah yang diambii adalah 20 cm dengan kerapatan lindaknya
Analisis Laboratorium
Sifat-sifat tanah yang dianabis mencakup sifat h i k yaitu kerapatan Ijndak, air
tersedia (pF2.5 dan pF 4.2), indek stabifitas agregat, persentase agregasi, kerapatan
lindak diukur dengan menggunakan ring sample (Blake dan Hartge,1986 a; Blake dan
Hartge, 1986 b) setelah diperoleh datanya, maka dapat dihitung ruang pori totalnya
dengan rumus : ruang pori total = (1- Kerapatan iindaMPartike1 Density) 100%
(Danielson dan Sutherlaud, 1986). Pressure plaie apparatus digunakan untuk men-
gukur pF (Casse1 dan Nielsen, 1986). Pengukwan kernantapan agregat dan diameter
agregat (Kemper dan Rosenau, 1986) dilaksanakan dengan pengayakan ksring dan
basah. Dari pengayakm kering diperoleh rerata berat diameter agregat ke-ring
(RBDK), dan pengayakan basah diperoleh rerata berat diameter basah (RBDB). Ke-
Sitkt kimia tanah yang d i i i adalah pH Hz0 (Mc Lean, 1982); C-organik
m o d i i i Walkley dan Black (Nelson dan Sommers, 1982) N-total metode KjeldahI;
Na-dd dan K-dd flame fotorneter; Ca-dd dan Mg-dd AAS; Fe (Olson dan Ellis, 1982)
Data yang berkaitan dengan sifat (karakterristii) pembahan antara tanah yang
ditanami kelapa sawit dengan yang tidak ditanarni &analisis secara kualitatif dan uji-t.
Dalam ha1 ini penelaahan dan interpretasi data bersifat deskript~fSementara 1111 p n -
garuh atau hubungan berbagai faktor atau hubungan antara sesarna faktor d i - & i s
dengan a d k i i ragam dan uji jarak ganda Duncan. Hubungan kerapatan lindak den-
gan sifat hik, kimia dan berat kering akar dianalisii dengan regresi bertatar. Data
yang diperoieh dari rancangan percobaan ciianalisis dengan d i s ragam dan uji jarak
ganda Duncan.
HASIL DAN PEMBAHASAN
mempengaruhi luas daun dan berat kering akar bibit kelapa sawit (Tabel 6 dan Ta-
be1 Lampiran 1 dan 2). Hal ini menunjukkan bahwa penambahan bahan organik
belum mencapai sasaran yang diharapkan terhadap tanah tempat tumbuh bibit
kelapa sawit tersebut. Peningkatan aktivitas mikroba, mikroflora dan fauna tanah
tidak terjadi, dan mengakibatkan tidak ada perubahan sifat fisik dan kirnia tanah
Tabel 6: Pengaruh Mulsa Kompos dan Kerapatan Lindak terhadap Luas Daun dan
Berat Kering Akar Bibit Kelapa Sawit
Perlalcuan Luas Daun (an)20 Berat Kering Akar
Minggu (9)
Perkembangan akar bibit kelapa sawit menurun dengan makin tinkuinya kera-
patan lindak tanah. Hal ini tampaknya disebabkan oleh ketersediaan oksigen yang
berkurang dan menurunnya persentase ruang pori tanah sehingga tempat akar
berkembangan berkurang. Walaupun demikian tampak bahwa akar bibit kelapa
sawit masih dapat berkembang di tanah berkerapatan lindak tinggi. Luas daun
bibit kelapa sawit 20 minggu, tidak tampak. Hal ini menunjukkan bahwa belum ada
patan lidak terhadap tinggi tanaman sampai umur bibit kelapa sawit 12 minggu
juga tidak ada, ini berarti bahwa sampai dengan umur tersebut perkembangan akar
masih normal. Pada umur 16 dan 20 minggu, tinggi tanaman nyata dipengamhi
kerapatan lindak tanah (Tabel 7 dan Tabel Lampiran 3, 4, 5, 6, dan 7). Hal ini
menunjukkan bahwa mulai umur 4 bulan perkembangan akar bibit kelapa sawit
mulai tertekan. Penurunan tersebut berarti luas permukaan akar tempat masuknya
hara rnak~nherlurany sehinga suplai unsur hara dari akar ke daun berkurang dan
berat kering akar dengan tinggi tanaman menghasilkan koefisien korelasi r 0.99**,
- -.
hal ini berarti makin menurun berat kering akar akan diikuti juga dengan makin
Tabel 8: Pengaruh Mula Kompos dan Kerapatan Lindak terhadap Jumlah Daun
Bibit Kelapa Sawit Selama 20 Minggu.
Pengaruh pemberian mulsa kompos terhadap jumlah daun bibit kelapa sawit
sampai umur bibit 20 minggu tidak ada, hal ini makin mempertegas bahwa bahan
organik belum bereaksi positif terhadap tanah tempat tumbuh bibit kelapa sawit.
Pengaruh kerapatan lindak terhadap jumlah daun sampai umur bibit 16 minggu ti-
dak ada, dan setelah berumur 20 minggu tampak jumlah daun juga dipengaruhi
kerapatan lindak tanah (Tabel 8 dan Tabel Lampiran 8, 9, 10, 11, dan 12). Hal ini
menunjukkan bahwa gangguan yang terjadi bukan hanya pada tinggi tanaman yang
tertekan, tetapi jumlah daun juga menurun. Analisis korelasi antara berat kering
akar dengan jumlah daun menghasilkan koefisien korelasi r = 0.95**, ha1 ini berarti
makin tertekan perkembangan akar maka makin menurun jumlah daun. Dengan
arah horizontal dan vertikal Secara horizontal akar terkonsentrasi di lapisan per-
hara. Hal ini didukung oleh lapisan permukaan tanah yang umumnya me-gandung
unsur hara lebih tinggi dan aerasi yang lebih baik dibandiigkan dengan lapisan
bawah. Secara vertikal akar tumbuh menuju pusat bumi yang bertujuan untuk
jangkar, agar batang dapat tumbuh ke atas dengan kokoh dan untuk mencari air
(Gambar 3). Pada awalnya perkembangan akar dimulai pada lapisan permukaan,
Perkembangan akar ke bawah baik yang bertujuan untuk jangkar maupun un-
tuk mencari unsur hara dan air, terus berlangsung sejalan dengan bertambahnya
umur. Walaupun kerapatan lindak tanah ke bawah makh meningkat, temyata akar
capai jarak 4,5 m dari pangkal batang, sedangkan ke bawah pada bidang 0 - 2,5 m
-
dan pangkal batang mencapai kedalaman 2,00 m Pada zona 2,5 4,s m dari pang-
kal batang di horizon ke 2, 3 dan 4 masih belum ada akar yang berkembang baik
Akar Prher
Akar Sek&r
Akar Telrier
- AkarPrinar
- Akar Sekunder
- Akar Tersier
JarakIhriPanglulBa~
o m 0 5 15 25 33 45m
e
d 0.16 - Akar Pzinsr
4,s m sedangkan di horizon ke 2 telah mencapai jar& 3,5 m dari pm&d batag.
Akar sekunder dan tersier telah berkembang pada seluruh horizon termasuk pada
zona 2,5 - 4,s m dari pangkal batang di horizon ke 2, 3 dan 4 yang masih kosong
pada tanaman berurnur 4 tahun (Gambar 3 B). Perkembangan akar sekunder dan
tersier pada zona tersebut tampak merupakan cabang dari akar primer yang tum-
buh di horizon ke I dan 2, dan tumbuh menuju ke bawah menernbus tanah yang
kerapatan lindak tinggi. Pada umur 10 dan 13 tahun perkembangan akar primer di
horizon ke 1 dan 2 telah mencapai jarak 4,5 m dari pangkal batang. Perkembangan
akar sekunder dan tersier di horizon ke 2, 3 d m 4 zona 2,5 - 4,5 m tampak makin
Perkembangan awal akar tanaman kelapa sawit secara horizontal dimulai pada
lapisan permukaan sampai dengan jarak 4,5 m dari pangkal batang, sedangkan
perkembangannya secara vertikal hanya radius sekitar 2,s m dari pangkal batang.
Kemudian dengan bertambahnya umur tanaman maka pada zona 2,5 - 4,5 m dari
pangkal batang di horizon ke 2, 3 dan 4, tumbuh akar sekunder dan tersier yang
merupakan cabang akar primer dari lapisan permukaan menuju ke lapisan bawah
Hasil pengujian statistik menunjukkan bahwa makin jauh dari pangkal batang
secara horizontal dan vertikal makin menurun berat kering akar total kelapa sawit
umur 4, 7. 10 dan li tahun (Tabel 9 dan Tabel Lampiran 13. 17. 2 1 . dan 25) Be-
rat kering akar total meningkat dengan bertambahnya umur pada setiap bidang
pengamatan, dan tampaknya ini merupakan sifat genetik dari kelapa sawit. Diduga
apabila perkembangan akar yang dibutuhkan terhambat, maka pertumbuhan tana-
tidak terhambat, hal ini menunjukkan bahwa perkembangan akar yang berfimgsi
Tabel 9 : Pengaruh Jarak dari Pangkal Batang dan Kerapatan Lmdak Masing-
masing Horizon terhadap Berat Kering Total Akar (g/dm3) Kelapa
Sawit Umur 4,7,10 daan 13 Tahun
Kerapatan Lindak
Horizon 1 - 4
Umur 4 Tahun
1.58
lj76
I 0.32 cd
0s42
0,30 d
0,28 d
0.22 de
0,02 g
0,06 fg
0.03 fg
0;05 fg
0,W
0,Oo
0,00 0,Oo 0,08
Rataan 0,73 0,27 0,16 0,03 0,04
1.28 1.23 c 1.69a 1.38 b 1.40 b 0.77de 1,29
Kerapatan Lindak 1160. 0187 d 0168 e 0;29 gh 0,18 i 0,3 1 g 0,47
Horizon 1 - 4 1,62 0,75e 0,54f 0,16 i 0,06j 0,20 hi 0,34
Umur 7 Tahun 1,69 0,67 e 0,46 f 0,04 j 0,05 j 0,03 j 0,25
Rataan 0.88 0,84 0,47 0,42 0,33
1,12 2,18b 2,87a 1,45 b 0,97c 0,58bc 1,61
KerapatanLindak 1,31 3,02 a 1.54 b 1,34bc 1.43 b 1,17bc 1,70
Horizon 1 - 4 1.57 1.54b 0,88c 0.32 d 0,12d 0,16d 0,60
Umur 10Tahun 1,84 0,27d 0,ll d 0,09 d 0,OSd 0,05d 0,12
Rataan 1.75 1,35 0.80 0,65 0.61
1,53 3,78 235 3,39 2.97 2.65 3,13 a
Kerapatan Lindak 1,523 2,69 1,53 1,73 0,32 0,35 1,32 b
Horizon 1 - 4 1,66 0,79 0,89 0,53 0,32 0,60 c
Umur 13 Tahun 1,67 0,27 0,21 0,16 0,05 0,24 0,19 d
Rataan 1,88 a 1,37 b 1,45 b 0,95 c 039 c
Keterangan : Angka yang diikuti dengan huruf yang sama tidak berbeda nyata pada
taraf 5 % dengan uji jarak ganda Duncan.
lebih tinggi dibandingkan dengan penjumlahan efek utama. Hal ini merupakan efek
pada saat bertanam, dimana pembuatan lubang tanam telah mengubah kerapatan
lindak tanah, sehingga perkembangan akar pada zona tersebut tidak terhambat
Pada tanaman berumur 7 dan 10 tahun terjadi interaksi negatif perkembangan akar
51
total antara jarak horizontal dengan vertikal, ha1 ini menunjukkan adanya tekanan
terhadap perkembangan akar oleh kerapatan iindak yang tinggi di iapisan bawah.
Pada tanaman berumur 13 tahun tidak tejadi interaksi tersebut, hal ini menunjuk-
kan bahwa perkembangan akar total ke lapisan bawah sudah tidak terhambat,
jumlah akar yang dibutuhkan tanaman kelapa sawit untuk tumbuh dan berproduksi
Hasil pengujian statistik menunjukkan bahwa makin jauh dari pangkal batang
secara horizontal dan vertikal makin menurun berat kering akar primer kelapa
sawit umur 4, 7, 10 dan 13 tahun (Tabel 10 dan Tabel Lampiran 14, 18, 22 dan
dengan vertikal, ha1 ini menunjukkan bahwa perkembangan akar ini ke bawah su-
dah terhambat karena tingginya kerapatan lindak tanah. Namun tampak per-
pada kerapatan lindak 1.84 akar primer tidak dapat menembusnya. Secara hori-
tahun hanya mencapai horizon ke 2, dan secara vertikal hanya mencapai jarak 2,5
Pada tanaman berumur 4 tahun tejadi interaksi positif antara jarak horizontal
akar primer. Hal ini menunjukkan bahwa pembuatan lubang tanam pada saat akan
bertanam menyebabkan akar primer lebih mudah berkembang. Pada tanaman ber-
umur 7 tahun tidak terjadi interaksi tersebut, walaupun tampak perkembangan aka
primer telah keluar dari zona lubang ranam. Hal ini menunjuickan bahwa perkem-
bangannya belum terhambat sehingga pengaruh lubang tanam tidak tampak. Pada
tanaman berumur 10 dan 13 tahun terjadi interaksi negatif, hal ini menunjukkan
bahwa perkembangan akar primer ke bawah telah terharnbat oleh kerapatan Iindak
Tabel 10 : Pengaruh Jarak dari Pangkal Batang dan Kerapatan Lindak Masing-
masing Horizon terhadap Berat Kering Akar Primer (g/dm3) Kelapa
Sawit Umur 4,7, 10 dan 13 Tahun.
I Jarak Dari Batang 1 04,5 0,5-1.5 1,5-2,5 2,5-3,5 33-4,s 1 Rataan
m m m m m
1,52 1,06 a 0,10 bc 0,15 b O m 0,00 0.26
Kerapatan Lindak 1,58 0,04 cd 0,01 d 0,03 d 0,m 0,m 0,02
-
Horizon 1 4 1,58 0,02 d o,@J 0,W o,@J 0,OO 0,004
Umur 4 Tahun 1,76 0,00 0.00 0.00 0,00 0,00 0,00
Rataan 0,28 0,03 0,05 0,00 0,oO
1,28 0.26 0,22 0,13 0,lO 0,16 0,17a
Kerapttan L i 1,60 0,26 0,15 0,11 0.04 0,10 0,13 a
Horizon 1 - 4 1,62 0,24 0,14 0.11 0,OO 0,00 0,lOa
Umur 7 Tahun 1,69 0,23 0,08 0,OO 0,OO 0,00 0,06 a
Rataan 0,25 a 0,15 b 0,09 c 0,04 d 0,07 d
1,12 0,43 de 0,00 0,62 bc 0,24f 0,07 g 0,27
Kcrapatan Lindak 1,31 1.49 a 0.71 b 0,53 cd 0,51 cd 0.42 de 0,73
Horizon 1 - 4 1,57 0,56 bcd 0,31 ef 0,04 g 0,OO 0,m 0,lS
UmurlOTahun 1,84 O,OO 0,00 O,OO 0,m O,OO O,M)
Rataan 0,62 0,26 0,30 0,19 0,13
1,53 1,67 a 0,48 c 1,22 b 1,29b 1,16 b 1,20
Kerapatan Lindak 1,58 1,15 b 0,43 cd 0,17 e 0,01 e 0,04 e 0.36
Horizon 1 - 4 1,66 0.17 e 0.23 de 0.06 e 0,OO 0.00 0,09
Umur 13 Tahun 1,67 0,08 e 0,01 e 0,01 e 0,00 0,OO 0,02
Rataan 0,77 0,29 0,37 0,33 0,35
Keterangan : Angka yang diikuti dengan huruf yang sama tidak berbeda nyata pada
taraf 5 % dengan uji jarak ganda Duncan.
Hasil penyujian statisrik menunjukkan bahwa makin jauh dari pangkal batang
secara horizontal dan vertikal makin menurun berat kering akar sekunder kelapa
sawit umur 4, 7, 10 dan 13 tahun (Tabel 11 dan Tabel Lampiran 15, 19, 23, dan
27). Berbeda dengan perkembangan akar primer, akar sekunder cenderung ber-
Tabel 11 : Pengaruh Jarak dari Pangkal Batang dan Kerapatan Lindak Masing-
masing Horizon terhadap Berat Kering Akar Sekunder @/dm3) Kelapa
Sawit Umur 4,7, 10 dan 13 Tahun
I Jarak Dari Batang 1 0-0,5 0,5-1,5 1,s-2,5 2,5-3,5 3,5-4.5 1 Rataan 1
Keterangan : Angka yang d i i t i dengan huruf yang sama pada kolom atau baris
yang sama tidak berbeda nyata pada taraf 5 % dengan uji jarak
ganda Duncan.
Akar sekunder tampak telah berkembang pada semua lapisan tanah, bahkan
pada kerapatan lindak tanah yang sangat tinggi (1,84). Pada semua umur tanaman
kelapa sawit tidak tejadi interaksi antara jarak horizontal dan vertikal, ha1 ini
dipngaruhi oleh kerapatan lindak tanah yang makin tinggi. Pada kondisi tanah
yang memiliki kerapatan lindak sangat tinggi, tarnpaknya akar sekunder tanaman
kelapa sawit dapat menggantikan h g s i akar primer sebagai jangkar dan memper-
oleh air di lapisan bawah. Diameter akar sekunder yang-lebih kecil dari akar primer
terutama pada saat akar primer tidak dapat berkembang pada tanah tersebut.
Hasil pengujian statistik menunjukkan bahwa makin jauh dari pangkal batang
secara horizontal dan vertikal makin menurun berat kering akar tersier kelapa sawit
umur 4, 7, 10 dan 13 tahun (Tabel 12 dan Tabel Lampiran 16, 20, 24, dan 28).
Perkembangan akar tersier tampak sudah mulai menjauhi pangkal batang dan tidak
berkembang ke seluruh penjuru dan selalu lebii jauh biia dibandiigkan dengan akar
sekunder. Hal ini menunjukkan bahwa akar tersier merupakan akar pioner dalam
menembus tanah. Di samping itu tampak hngsi akar tersier sebagai akar yang
lapisan pmukaan. Dengan demikian selama akar tersier dapat berkembang den-
gan baik, maka kelapa sawit akan tumbuh dan berkembang dengan normal.
tanah berkerapatan lindak tinggi selalu dimulai dengan terlebih dahulu dimasuki
oleh akar tersier. Kemudian baru diikuti oleh akar sekunder dan akhirnya akar
denpan masuknya akar tersier dan sekunder pada lapisan tanah berkerapatan lindah
tinggi tersebut, menyebabkan tejadinya proses fisik dan kimia yang menyebabkan
akar primer dapat dengan mudah masuk ke tanah tersebut. Menurut Russel (1982)
bila pertumbuhan akar primer terhambat, maka akan membentuk cabang berupa
akar sekunder. Biia aicar sekunder ini juga ternwbat pertumbuhannya maka akan
terbentuk cabang akar tersier yang diameternya sesuai dengan besarnya ruang pori
tanah tersebut
Tabel 12 : Pengaruh Jarak dari Pangkal Batang dan Kerapatan Lindak Masing-
masing Horizon terhadap Berat Kering Akar Tersier @/dm3) Kelapa
Sawit Umur 4,7, 10 dan 13 Tahun.
Jarak Dari Batang 1 0-0,5 0,5-1,5 1,5-2,5 2,5-3,5 33-43 1 Rataan 1
m m m m m
1,52 0,61 0,34 0,27 0,09 0,12 0,29 a
Kerapatan Lindak 1,523 0,23 0,22 0,02 0,Oo 0,OO 0,09 b
-
Horizon 1 4 1.58 0.18 0.17 0.01 0.00 0.00 0.07 bc
Umur 4 Tahun 1,76 0,17 0102 0103 0.00 0;00 0,04 c
Rataan 0,30 a 0,19 b 0,08 c 0,02 d 0,03 d
1,28 0,71 c 1,20 a 1,04 b 1.16 ab 0,41 de 0,90
KerapatanLindak 1,60 0,46 d 0,40 def 0,10 h 0,06 hi 0,03 i 0,21
-
Horizon 1 4 1,62 0,39 e 0.35 efg 0,04 i 0,05 hi 0,05 hi 0,18
Umur 7 Tahun 1,69 0,31 g 0,34 fg 0,02 i 0,02 i 0,OO 0,14
Rataan 0,47 0,57 0,30 0,32 0,12
Kerapatan Lindak
-
Horizon 1 4
1.12 1,39b 2,64 a
0,33 gh
0.28 hi
0,59d
0,41 fg
0.17 ii
0,53 de
0,46 ef
0.09 ik
0,50c
434 gh
0.10 ik
1 1,13
443
0.22
1
Umur lOTahun 1184 0.03 k 0,03 k 0102 k 0,01-k 0,01-k 0;02
Rataan 0.62 0,82 0,30 0,27 0,34
1.53 1.64 1.86 1.67 1.29 0.91 1.47 a
Keraptan Lindak 1158 1,15 0;s 1 0,38 0,15 0,17 0.53 b
-
Horizon 1 4 1,66 0,38 0,50 0,30 0.23 0,14 0,31 c
Umur13Tahun 1,67 0.11 0,11 0,08 0.03 0,13 0,09 d
Rataan 0,82 a 0,82 a 0,61 ab 0,42 bc 0,34 c
Keterangan : Angka yang diikuti dengan huruf yang sama pada kolom atau baris
yang sama tidak berbeda nyata pada taraf 5 % dengan uji jarak
ganda Duncan.
tanah seperti mucigel, sel-sel akar yang mati, sekresi akar rambut dan eksudat. Ba-
tanah yang hasil akhimya berupa humus dan asam-asam organik (Russel, 1982,
Fogel, 1985). Asam organik dengan kapasitas pengkelatan kuat tampak lebih efek-
tif dalam pelapukan mineral (Tan, 1997). Asam fhlvat senyawa paling efektif dalam
Kompleks koordinat, yaitu ikatan koordinasi oleh kation polivalen yang me-
nyatukan dua atau lebih kolloid liat dan organik (Stevensons, 1982). Dengan ter-
kelatnya kation polivalen yang berfungsi sebagai koordinat pada ikatan tersebut
yang mempermudah pertumbuhan akar. Makin halus diameter akar maka makin
mudah pula akar tersebut mati dan digantikan dengan akar baru, proses ini juga
dengan adanya aktivitas asam-asam organik yang mengubah bentuk agregasi tanah
juga mempunyai andil dalam mempermudah pertumbuhan akar pada tanah terse-
but.
paknya sangat dipengaruhi oleh umur tanaman, karena dengan makin bertambah
umur perkembangan akar juga makin meluas. Di samping itu tergantung juga den-
gan subur tidaknya tanaman kelapa sawit, tanaman yang tumbuh subur maka ke-
Hal ini menunjukkan bahwa untuk menanam kelapa sawit pada tanah yang
aran luhang tanam ini akan merubah kerapa~anI~ndahtanah lebih rendah sehingga
akar dapat berkembangan degan baik. Perkembangan akar yang baik akan men-
dorong pertumbuhan tanaman kelapa sawit yang subur. Dengan dernikian keiapa
sawit memiliki kekuatan yang besar untuk mengembangkan akarnya di tanah berk-
Akar tersier kelapa sawit merupakan akar yang behngsi mengabsorpsi unsur
hara untuk kebutuhan tanaman. Bila perkembangan akar ini terhambat berarti ab-
sorpsi unsur hara juga akan rnenurun dan mengakibatkan pertumbuhan tanaman
kelapa sawit dapat tumbuh dan berproduksi dengan normal. Hal ini rnenunjukkan
bahwa kebutuhan unsur hara bagi tanaman dapat terpenuhi dan dapat diartikan
kelapa sawit pada ketebalan tanah 0 - 100 cm tampak sekitar 75 - 80 % dan de-
ngan makin meningkatnya umur tanaman berat kering akar tersier makin mening-
kat (Tabel 13). Hal inilah yang m e m b u k t i i bahwa tanaman kelapa sawit di Sosa
dapat tumbuh dan berproduksi dengan normal, karena perkernbangan akar tersier
tidak terhambat
Tabel 13 : Berat Kering akar Tersier (kg) dan Persentasenya untuk setiap Tanaman
Kelapa Sawit Umur 4, 7, 10, dan 13 Tahun pada setiap Horizon
(Ketebalan) Tanah.
Umur 4 Tahun Umur 7 Tahun Umur 10 Tahun Umur 13 Tahun
Ketebal BKA % Ketetal BKA % Kecebal B K A % Ketebal BKA %
an (cm) an (cm) an (an) an (an)
16 2,75 33.51 30 17,18 65,69 32 24.64 50.64 16 14.97 28.73
75 2.86 34,91 70 4.01 15.33 58 15.87 32.61 75 25,30 4 8 3
10 1,27 15,52 45 2,86 10,95 53 7,12 15.25 40 7,89 15,lJ
69 1,32 16,06 55 2,lO 8,03 57 0.73 1,SO 69 3,95 7,58
8,20 26,15 48.66 52,11
BKA = Berat Kering Akar Tersier(kg/pohon)
sur hara tertinggi dibandingkan dengan lapisan tanah yang lebih dalam lagi. Pada