Anda di halaman 1dari 77

Perkembangan akar tanaman kelapa sawit produktii muda pada lapisan per-

mukaan sudah mencapai jarak 4,5 m, sedangkan perkembangannya ke bawah baru

mencapai sekitar 2,5 m di sekeliling pangkal batang. Kemudian dengan bertambah-

-
nya umur tanaman maka pada wna 2,5 4,5 m dari pangkal batang di horizon ke

2, 3 dan 4, tumbuh akar sekunder clan tersier yang menuju ke lapisan bawah clan

akar ini merupakan cabang akar primer dari lapisan perrnukaan.


Tanaman kelapa sawit mampu meningkatkan ruang pori tanah, indeks stabili-

tas agregat tanah, persentase air terse& tanah, tetapi menurunkan kerapatan lin-

dak tanah terutama pada lapisan permukaan.

Tanaman kelapa sawit mampu me+tkan C-organik, yang berdampak

positif dalam meningkatkan kapasitas tukar kation (KTK), kadar nitrogen, kadar

Fe, dan Mn. Pemupukan baku, aktivitas aka tanaman kelapa sawit, clan aktivitas

mikroba tanah berdampak positii dalam peningkatan pH, kadar nitrogen, kadar ka-

lium dan kejenuhan basa tanah. Peningkatan pH ikut mendorong peningkatan

KTK tanah.

Tanaman kelapa sawit &pat digunakan sebagai saIah satu tanaman alternatif

dalam merehabilitasi tanah-tanah terdegraclasii asallcan iklimmikro mendukung.


4 PERKEMBANGAN AKAR TANAMAN
KELAPA SAWIT PADA TANAH
TERDEGRADASI DI SOSA
TAPANULI SELATAN
SUMATERA UTARA

Oleh

ERWIN MASRUL HARAHAP

Disertasi sebagai salah satu syarat


untuk memperoleh gelar
DOKTOR
pada
Program Pascasarjana Institut Pertanian Bogor

.
PROGRAM PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
Judul : Perkembangan Aka Tanaman Kelapa Sawit pada Tanah Terde-
gradasi di Sosa Tapanuli Selatan Sumatera Utara

Nama Mahasiswa : Erwin Masrul Harahap

Nomor Pokok : 93506/TNH

Ketua

Dr. Ir. Siswadi, MSc


Anggota

Dr. Ir. Didiek Hadjar Goenadi, MSc. APU. Dr. Ir. Zulkamain Poeloengan, MSc
Anggota Anggota

Ketua
Program Studi Ilmu Tanah

Dr. Ir. Sudarsono, MSc

Tanggal Lulus :14 Agustus 1999


RIWAYAT HIDUP

Erwin Masrul Harahap dilahirkan pada tanggal 28 September 1954 di Medan

(Sumatera Utara), bapak bernarna H. Lutan Harahap (almarhum) dan ibu bernama Hj.

Tiolimas Batubara, dan penulis rnerupakan anak keempat dari delapan orang bersaudara.

Menikah pada tanggal 27 Maret 1982, istri bemama Hj. Marni Zuliana, bapak mertua ber-

nama Drs. H. Anas Machmud (ahmuhum) dan ibu mertua bernama Hj. Zulhidjdjah Zen.

Dikaruniai anak empat orang yaitu Emirza Henderlan Harahap (laki-laki), Citra Marwina

Harahap (perempuan), Erniyanti Marwina &ahap (perempuan), dan Lutfi Henderlan

Harahap (laki-laki).

Tamat Sekolah Dasar di Medan tahun 1966, melanjutkan ke Sh@ Negeri IV di

Yogyakarta tamat tahun 1969, melanjutkan ke SMA Negeri I di Medan tamat tahun 1972,

melanjutkan ke Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara tamat tahun 1980 pada ju-

msan Kesuburan Tanah, melanjutkan ke KPK IPB-USU Program Pascasajana SZ tamat

dan memperoleh gelar Magister Sains pada tahun 1991 pada Program Studi Ilmu Tanah,

dan sejak September 1993 memasuki Program Sj pada Program Pascasajana Institut

Pertanian Bogor pada Program Studi Ilmu Tanah, dengan sumber pembiayaan beasiswa

TMPD Departemen Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia.

Sejak tahun 1980 sampai saat ini penulis aktii bekeja sebagai staf pengajar di

Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara pada Jurusan nmu Tanah. Di samping itu

aktiif juga mengajar di Falcllltas Pertanian Universitas Panca Budi (UNPAB) Medan,

Fakultas Pertanian Universitas Amir Hamzah (UNHAM) Medan dan Fakultas Pertanian

Universitas A1 Ahzar Medan. Pada tahun 1982 sarnpai dengan 1988 menjadi Plant Man-
ager dan Agronomis PT. Rolimex Corporation Medan, memimpin pabrik pencampuran

pupuk di Medan.

Penulis.
UCAPAN TERIMA KASIH

Puji syukur penulis persembahkan ke hadirat Allah SWT yang telah menganugerahkan

~ k m t rahrnat,
, taufiq dan hidayahNya sehingga penulis dapat menyelesaikan kegiatan

penelitian ini sejak perencanaan, pelaksanaan hingga penulisan disertasi iN.

Penulis menyadari bahwa rangkaian kegiatan tersebut dapat diselesaikan karena

adanya arahan dan biibingan dari Tim Komisi Penasehat yang terdiri atas Bapak Prof. Dr.

Ir. Naik Sinukaban, MSc sebagai ketua, Bapak Prof. Dr. Ir. Sitanala Arsyad, MSc, Bapak

Dr. Ir. Siswadi MSc, Bapak Dr. Ir. Didiek Hadjar Goenadi, MSc, APU ,dan Bapak Dr. Ir.

Zulkamain Poloengan, MSc, mas ing-masing sebagai anggota. Oleh karenanya penulis

ucapkan terima kasih dan penghargm.

Ucapan terima kasih dan penghargaan juga penulis sampaikan kepada Direksi PT.

Perkebunan Nusantara IV, dan Ir. Razali Ishak (Kepala Bagian Tanaman), Ir B. N. Naing-

golan (Administratur Kebun Sosa), Ir. Mumis Nasution (Asisten Kepala), Ir. May

Machmud Siregar (Asisten Tanaman), dm seluruh staf dan karyawan di PT. Perkebunan

Nusantara IV, kebun Sosa yang telah memberi izin, membantu dengan ikhlas dan mem-

berikan fasilitas akomodasi selama pelaksanaan penelitian di lapangan. Kepada M. War-

sito, Yudi Edmanto, Swarsono, Mambar Sitepu, dan Supriono masing-masing mahasiswa

program S1 Universitas Panca Budi, Medan atas bantuan mereka di lapangan maupun di

laboratorium. Bapak Direksi PT. Perkebunan Nusantara 11, dan Bapak Ir. H. Erwin Nyak

Akub, MS (Kepala Bagian Penelitian) yang telah memberi izin penggunaan fasilitas Labo-

ratorium Tanah Balai Penelitian Tembakau Deli Sampali. Bapak Direktur Pusat Penelitian

Karet Sei Putih, dan Ir. Sugiyanto, MS (Kepala Urusan Tanah dan Pemupukan) yang telah

memberi izin penggunaan fasilitas Laboratorium Tanah PPK Sei Putih. Bapak Direktur
Pusat Penelitian Kelapa Sawit (PPKS), Dr. 11. Zulkarnain Poeloengan, MSc (Direktur

Muda), dan Ir. Tri Utomo, MSc (Kepala Urusan Pelayanan) yang telah memberi izin

penggunaan fasilitas Laboratorium Tanah PPKS.

Penulis juga menyadari bahwa program pendidikan ini dapat terlaksana atas dukungan

berbagai pihak antara lain (1) Bapak Prof. dr. Yusuf Handah (Mantan Rektor Universitas

Sumatera Utara) yang telah memberi izin untuk mengikuti program pendidikan ini, (2) Ba-

pak Prof. Dr. Chaimddin P. Lubis (Rektor Universitas Sumatera Utara) yang telah mem-

berikan dukungan materid dan m o d dalam menyelesaikan pendidikan ini, (3) Bapak Dr

Ir. Sumono, MS (Diuektur Program Pascasarjana USU) dan Bapak Ir. M. Djamil Ritonga,

MSc (Asisten Diektur 111 Program Pasca sarjana USU), yang telah mendukung penulis

dalam menyelesaikan pendidikan ini.(4) Direktur Program Pascasarjana IPB yang telah

menerima penulis sebagai mahasiswa dan merealisasi bantuan dari TMPD sehingga pro-

gram pendidikan ini dapat dilaksanakan, dan uituk ini penulis ucapkan terima kasih dan

penghargaan. Khususnya kepada rekan seangkatan Dr. Ir. Basyaruddin, MS dan Dr. Ir.

Amir Coneng, MS saya sampaikan penghargaan dan terima kasih atas dorongan dan ban-

tuan selama penulis mengikuti program Sa ini.

Ucapan terima kasih kepada papa H. Lutan Harahap (almarhum) dan bapak mertua

Drs. H. Anas Machmud (almarhum) yang semasa hidup mereka bersama dengan mama Hj.

Tiolimas Batubara dan ibu Mertua Hj. Zulhidjdjah Zen telah membimbing, memotivasi dan

mendorong anaknya dengan kesabaran yang luar biasa untuk menuntut ilmu pengetahuan

setinggi-tinginya. Kepada papa H. Lutan Harahap (dm) dan bapak mertua Drs. H. Anas

Machmud (dm) yang tidak sempat menyaksikan hasil akhir perjuangan ini penulis iringi

dengan doa semoga perjuangan mereka menjadi amal shaleh dan mendapat tempat yang
terbaik di sisi Allah SWT. Terima kasih juga kepada istri tercinta Marni Zuliana dan anak-

anakku tersayang, Emirza Henderlan Harahap, Citra Marwina Harahap, Erniyanti Mar-

wina Harahap, dan Lutfi Henderlan Harahap atas segala pengorbanan, ketabahan dalarn

melewati masa-masa perjuangan ini sehingga kurang memperoleh perhatian. Terima kasih

juga kepada adik Drs. Dinvan Masrul Harahap MBA dan istrinya Dra. Med Armita Dewi

Nasution atas segala bantuannya selama penuIis menyelesaikan tulisan ini menginap di ru-

mahnya. Terakhir kepada semua anggota keluarga dan pihak-pihak yang tidak dapat dise-

but satu persatu dalam kesempatan ini juga penulis ucapkan terima kasih.

Semoga semua amal shaleh dan bantuan-bantuan yang telah mereka berikan mendapat

balasan yang setimpal dari Allah SWT, Amin.

Bogor, April 1999

Penulis
UCAPAN TERIMA KASM ............................................................ iii

DAFTAR IS1.............................................................................. vi

DAFTAR TABEL ........................................................................ ix

DAFTAR GAMBAR..................................................................... xi

DAFTAR LAMPIRAN.................................................................. xiii

Latar Belakang .................................................................... 1


..
Tujuan Penelltlan................................................................. 6
Hipotesis .......................................................................... 6

TINJAUAN PUSTAKA................................................................ 8

Sejarah Kelapa Sawit di Indonesia............................................ 8


Morfologi Kelapa Sawit ....................................................... 11
Syarat Tumbuh Kelapa Sawit ................................................. 14
Kondisi yang Mempengaruhi Perkembangan Akar ......................... 19
Pengaruh Ballan Organik pada Tanah........................................ 22
Proses Pembentukan Agregat Tanah........................................ 26

KEADAAN UMUM LOKASI PENELITIAN...................................... 30

Geografi dan Batas Administrasi Daerah ..................................... 30


Geologi......................................................................... 30
Vegetasi........................................................................ 31
U d i .......................................................................... 32
Peta Lokasi Areal Penelitian ................................................ 35
*
BAHAN DAN METODE ........................................................

Tempat dan Waktu .......................................................


..
Metode Peneltttan.........................................................
Pelaksanaan Penelitian.....................................................
Pengamatan Lapang.............................................
Analisis Laboratorium..........................................
Analisis Kualitatif dan Kuantitatif.............................

HASIL DAN PEMBAHASAN ..................................................

Pengaruh Kompos dan Kerapatan Lindak terhadap Pertumbuhan


dan Perakaran Bibit Kelapa Sawit .......:...................................
Perkembangan Akar Tanaman Kelapa Sawit Secara Horizontal
dan Vertikal di Lapangan......................................................
..
Sifat Flsik Tanah.............................................................
. .
Sifat Ktrma Tanah..............................................................
Pembahasan Umum ............................................................

KESIMPULAN DAN SARAN.................... .'. ...............................


Kesimpdan ...................................................................
Saran...........................................................................

DAFTAR PUSTAKA.............................................................
viii

DAFTAR TABEL

Nomor Teks Halarnan

I Luas Areal Kelapa Sawit dan Produksi Indonesia Sebelum Perang Dunia 11. 9

2 Luas Areal Kelapa Sawit Tahun 1967-1993 Menurut Pola Kepemilikan 10

3 Produksi Tandan Buah Segar Rata-rata Selma Satu Siklus (25 Tahun) 19

4 -
Rataan Curah Hujan Pasar Sibuhuan (1908 1941), Balangka Sitongkon 33
(1978 - 1986), PT. Perkebunan Nusantara 4 (I(1984
) - 1985). dan PT. Perke-
bunan Nusantara 4 (11) (1986 - 1997).

5 Luas Areal Setiap Afdelig PT. Perkebunan Nusantara 4 Sosa 36

6 Pengaruh Mulsa Kompos dan Kerapatan Lindak terhadap Luas Daun, Per- 44
sentase C-organik dan Berat Kering Akar Bibit Kelapa Sawit

7 Pengaruh Mulsa Kompos dan Kerapatan Lindak terhadap Perkembangan 45


Tinggi Tanaman Bibit Kelapa Sawit Selma 20 'Minggu

8 Pengaruh Mulsa Kompos dan Kerapatan Lindak terhadap Jumlah Daun Bibit 46
Kelapa Sawit Selarna 20 Minggu

9 Pengaruh Jarak dari Pangkal Batang dan Kerapatan Lindak Masing-masing 50


Horizon terhadap Berat Kering Total Akar (g/dm3) Kelapa Sawit Umur 4, 7,
10 dan 13 Tahun

10 Pengaruh Jarak dari Pangkal Batang dan Kerapatan Lindak Masing-masing 52


Horizon terhadap Berat Kering Akar Primer (g/dm3) Kelapa Sawit Umur 4, 7,
10 dan 13 Tahun

11 Pengaruh Jarak dari PangkaI Batang dan Kerapatan Lindak Masing-masiig 53


Horizon terhadap Berat Kering Akar Sekunder (g/dm3) Kelapa Sawit Umur 4,
7, 10 dan 13 Tahun

12 Pengaruh Jarak dari Pangkal Batang dan Kerapatan Lindak Masing-masing 55


Horizon terhadap Berat Kering Akar Tersier @/dm3)Kelapa Sawit Umur 4, 7,
10 dan 13 Tahun

13 Berat Kering akar Tersier (kg) dan Persentasenya untuk setiap Tanarnan 57
Kelapa Sawit Umur 4, 7, 10, dan 13 Tahun pada setiap Horizon (Ketebalan)
Tanah
Pengaruh Umur Kelapa Sawit terhadap Indeks Stabilitas Agregat setiap Hori-
zon Tanah Tempat Tumbuh Kelapa Sawit Umur 4,7,10 dan 13 Tahun

Pengamh Kelapa Sawit terhadap Indeks Stabiitas Agregat setiap Horizon


Tanah Tempat Tumbuh Kelapa Sawit Umur 4,7, 10 dan 13 Tahun

Hasil Analisis Regresi Bertatar Hubungan Indeks Stabilitas Agregat dengan


Persentase Air Tersedia, C-organik, Persentase Ruang Pori, Total Akar, Akar
Sekunder dan Akar Tersier.

Pengaruh Umur Kelapa Sawit terhadap Persentase Air Tersedia setiap Hori-
zon Tempat Tumbuh Kelapa Sawit Umur 4,7, 10 dan 13 Tahun

Pengaruh Kelapa Sawit terhadap Persentase Air Tersedia Horizon Tanah


Tempat Tumbuh Kelapa Sawit Umur 4,7,10 dan 13 Tahun

Hasil Analisis Regresi Bertatar Hubungan Persentase Air Tersedia dengan


Indeks Stabilitas Agregat, Persentase Liat, Akar Tersier dan Akar Sekunder.

Pengaruh Kelapa Sawit terhadap Kerapatan Lmdak setiap Horizon Tanah


Tempat Tumbuh Kelapa Sawit Umur 4,7,10 dan 13 Tahun

Hasil Analisis Regresi Bertatar Hubungan Kerapatan Lindak dengan Indeks


Stabiiitas Agregat, C-organik, Total Akar, Akar Promer dan Akar Tersier.

Pengaruh Kelapa Sawit terhadap Persentase Ruang Pori setiap Horizon Tanah
Tempat Tumbuh Kelapa Sawit Umur 4,7,10 dan 13 Tahun

Hasil Analisis Regresi Bertatar Hubungan Persentase Ruang Pori dengan


Indeks Stabilitas Agregat, C-organik, Total Akar, Akar Promer dan Akar Ter-
sier.

Pengaruh Umur Kelapa Sawit terhadap pH setiap Horizon Tanah Tempat


Tumbuh Kelapa Sawit Umur 4,7, 10 dan 13 Tahun

Pengaruh Kelapa Sawit terhadap pH setiap Horizon Tanah Tempat Tumbuh


Kelapa Sawit Umur 4,7, 10 dan 13 Tahun

Pengaruh Umur Kelapa Sawit terhadap Persentase C-organik setiap ~ o r i z o n


Tanah Tempat Tumbuh Kelapa Sawit Umur 4,7,10 dan 13 Tahun

Pengaruh Kelapa Sawit terhadap Persentase C-organik setiap Horizon Tanah


Tempat Tumbuh Kelapa Sawit Umur 4,7, 10 dan 13 Tahun
28 Pengaruh Umur Kelapa Sawit terhadap Persentase Nitrogen setiap Horizon
Tanah Tempat Tumbuh Kelapa Sawit Umur 4,7, 10 d m 13 Tahun

29 Pengaruh Kelapa Sawit terhadap Persentase Nitrogen setiap Horizon Tanah


Tempat Tumbuh Kelapa Sawit Umur 4,7,10 dan 13 Tahun

30 Pengaruh Umur Kelapa Sawit terhadap Kadar Kalium (me/100 g) setiap Hori-
zon Tanah Tempat Tumbuh Kelapa Sawit Umur 4,7, 10 dan 13 Tahun

31 Pengaruh Kelapa Sawit terhadap Kadar Kalium (me/100 g) setiap Horizon


Tanah Tempat Tumbuh Kelapa Sawit Umur 4,7,10 d m 13 Tahun

32 Pengaruh Umur Kelapa Sawit terhadap Kapasitas Tukar Kation (me1100 g)


setiap Horizon Tanah Tempat Tumbuh Kelapa Sawit Umur 4, 7, 10 dan 13
Tahun

33 Pengaruh Kelapa Sawit terhadap Kapasitas Tukar Kation (md100 g) setiap


Horizon Tanah Tempat Tumbuh Kelapa Sawit Umur 4,7, 10 d m 13 Tahun

34 Pengaruh Umur Kelapa Sawit terhadap Kejenuhan Basa setiap Horizon Tanah
Tempat Tumbuh Kelapa Sawit Umur 4,7,10 dan 13 Tahun

35 Pengaruh Kelapa Sawit terhadap Kejenuhqn Basa setiap Horizon Tanah Tem-
pat Tumbuh Kelapa Sawit Umur 4,7,10 dan 13 Tahun

36 Pengaruh Umur Kelapa Sawit terhadap Kadar Fe (ppm) setiap Horizon Tanah
Tempat Tumbuh Kelapa Sawit Umur 4,7,10 d m 13 Tahun

37 Pengaruh Kelapa Sawit terhadap Kadar Fe (ppm) setiap Horizon Tanah Tem-
pat Tumbuh Kelapa Sawit Umur 4,7,10 dan 13 Tahun

38 Pengaruh Umur Kelapa Sawit terhadap Kadar M n (ppm) setiap Horizon


Tanah Tempat Tumbuh Kelapa Sawit Umur 4,7,10 dan 13 Tahun

39 Pengaruh Kelapa Sawit terhadap Kadar M n (ppm) setiap Horizon Tanah


Tempat Tumbuh Kelapa Sawit Umur 4,7, 10 dan 13 Tahun
DAFTAR GAMBAR

Nomor Teks Halaman

1 Pengaruh Tekanan Fisik Tanah Pada Berbagai Kerapatan lindak Terhadap 21


Kemampuan Penetrasi Akar Tanaman (Taylor dan Gardner, 1963 dalam
Unger dan Kaspar, 1994)

2 Tempat Pembongkaran akar pada piringan 41

3 Arsitektur Akar Kelapa Sawit Umur 4 Tahun (A), Arsitektur Akar Kelapa 48
Sawit Umur 7 Tahun (B), Arsitektur Akar Kelapa Sawit Umur 10 Tahun (C),
Arsitektur Akar Kelapa Sawit Umur 13 Tahun (D).

4 Berat Kering Akar Tersier (kglpohon) pada Ketebalan Tanah dan Umur
Tanaman Kelapa Sawit.

5 Indeks Stabilitas Agregat Horizon Tanah Tidak Ditanami dan Ditanami


Kelapa Sawit

6 Persentase Air Tersedia Horizon Tanah Tidak Ditanami dan Ditanami Kelapa
Sawit Umur 4 dan 7 Tahun

7 Persentase Air Tersedia Horizon Tanah Tidak Ditanami dan Ditanami Kelapa
Sawit Umur 10 dan 13 Tahun

8 pH Horizon Tanah Ditanami Kelapa Sawit dan Tidak Ditanami

9 Persentase C-organik Horizon Tanah Ditanami Kelapa Sawit

10 Persentase Nitrogen Horizon Tanah Ditanami Kelapa Sawit Umur dan Tanah
Tidak Ditanami.

11 Kadar Kalium (me/100 g) Horizon Tanah Ditanami Kelapa Sawit dan Tanah
Tidak Ditanami

12 Kapasitas Tukar Kation (me/100 g) Horizon Tanah Ditanami Kelapa Sawit


dan Tanah Tidak Ditanami

13 Kejenuhan Basa Horizon Tanah Ditanami Kelapa Sawit

14 Kadar Fe (ppm) Horizon Tanah Ditanami Kelapa Sawit dan Tanah Tidak Di-
tan-.
15 Kadar Mn (ppm) Horizon Tanah Ditanami Kelapa Sawit
DAFTAR LAMPIRAN

Nomor Teks Halaman

1 HasiI Analisis Ragam Luas Daun (cm2) Pengaruh Perlakuan Kompos d m 102
Kerapatan Lindak.

2 Hasil Analisis Ragam Berat Kering Akar Tanah Padat Pengaruh Perlakuan 103
Kompos dan Kerapatan Lindak

3 Hasid Analisis Ragam Tinggi Tanaman Kelapa Sawit Umur 4 Minggu Pen- 104
garuh Perlakuan Kompos dan Kerapatan Lidak

4 Hasil Analisis Ragam Tinggi Tanaman Kelapa Sawit Umur 8 Mjnggu Pen- 105
garuh Perlakuan Kompos dan Kerapatan Lidak

5 Hasil Analisis Ragam Tinggi Tanaman Kelapa Sawit Umur 12 Minggu Pen- 106
garuh Perlakuan Kompos dan Kerapatan Lindak

6 Hasil Analisis Ragam Tinggi Tanaman Kelapa Sawit Umur 16 Mnggu Pen- 107
garuh Perlakuan Kompos dan Kerapatan Lidak

7 Hasii Analisis Ragam Tinggi Tanaman Kelapa Sawit Umur 20 Minggu Pen- 108
garuh Perlakuan Kompos dan Kerapatan Lindak

8 Hasil Analisis Ragam Jumlah Daun Kelapa Sawit Umur 4 Mjnggu Pengaruh 109
Perlakuan Kompos dan Kerapatan Lindak.

9 Hasil Analisis Ragam Jumlah Daun Kelapa Sawit Umur 8 Minggu Pengaruh 110
Perlakuan Kompos dan Kerapatan Lindak.

10 Hasil Analisis Ragam Jumlah Daun Kelapa Sawit Umur 12 Minggu Pengaruh 11 1
Perlakuan Kompos dan Kerapatan Lidak.

11 Hasil Analisis Ragam Jumlah Daun Kelapa Sawit Umur 16 Minggu Pengaruh 112
Perlakuan Kompos dan Kerapatan Lindak.

12 Hasil Analisis Ragam Jumlah Daun Kelapa Sawit Umur 20 Minggu Pengaruh 113
Perlakuan Kompos dan Kerapatan Lindak.

13 Hasil Analisis Ragam Pengaruh Jarak Horizontal dan Vertikal (Kerapatan 114
Lindak) dengan Berat Kering Total Akar Kelapa Sawit Umur 4 Tahun.
Hasil Analisis Ragam Pengaruh Jarak Horizontal dan Vertikal (Kerapatan
Lindak) dengan Berat Kering Akar Primer Kelapa Sawit Umur 4 Tahun

Hasil Analisis Ragam Pengaruh Jarak Horizontal dan Vertikal (Kerapatan


Lindak) dengan Berat Kering Akar Sekunder Kelapa Sawit Umur 4 Tahun

Hasil Analisis Ragam Pengaruh Jarak Horizontal dm Vertikal (Kerapatan


Lindak) dengan Berat Kering Akar Tersier Kelapa Sawit Umur 4 Tahun

Hasil Analisis Ragam Pengaruh Jarak Horizontal dan Vertikal (Kerapatan


Lindak) dengan Berat Kering Total Akar Kelapa Sawit Umur 7 Tahun.

Hasil Analisis Ragam Pengaruh Jarak Horizontal dan Vertikal (Kerapatan


Lidak) dengan Berat Kering Akar Primer Kelapa Sawit Umur 7 Tahun

Hasil Analisis Ragam Pengaruh Jarak Horizontal dan Vertikal (Kerapatan


Lindak) dengan Berat Kering Akar Sekunder Kelapa Sawit Umur 7 Tahun

Hasil Analisis Ragam Pengaruh Jarak Horizontal dm Vertikal (Kerapatan


Lindak) dengan Berat Kering Akar Tersier Kelapa Sawit Umur 7 Tahun

Hasil Analisis Ragam Pengaruh Jarak Horizontal dan Vertikal (Kerapatan


Lindak) dengan Berat Kering Total Akar Kelapa Sawit Umur 10 Tahun.

Hasil Analisis Ragam Pengaruh Jarak Horizontal dan Vertikal (Kerapatan


Lidak) dengan Berat Kering Akar Primer Kelapa Sawit Umur 10 Tahun

Hasil Analisis Ragam Pengaruh Jarak Horizontal dan Vertikal (Kerapatan


Lidak) dengan Berat Kering Akar Sekunder Kelapa Sawit Umur 10 Tahun

Hasil Analisis Ragam Pengaruh Jarak Horizontal dan Vertikal (Kerapatan


Lindak) dengan Berat Kering Akar Tersier Kelapa Sawit Umur 10 Tahun

Hasil Analisis Ragam Pengaruh Jarak Horizontal dan Vertikal (Kerapatan


Lindak) dengan Berat Kering Total Akar Kelapa Sawit Umur 13 Tahun.

Hasil Analisis Ragam Pengaruh Jarak Horizontal dan Vertikal (Kerapatan


Lindak) dengan Berat Kering Akar Primer Kelapa Sawit Umur 13 Tahun

Hasil Analisis Ragam Pengaruh Jarak Horizontal dan Vertikal (Kerapatan


Lindak) dengan Berat Kering Akar Sekunder Kelapa Sawit Umur 13 Tahun

Hasil Analisis Ragam Pengaruh Jarak Horizontal dan Vertikal (Kerapatan


Lidak) dengan Berat Kering Akar Tersier Kelapa Sawit Umur 13 Tahun
29 Rataan Berat Kering Akar Total, Primer, Sekunder dan Tertier Kelapa Sawit
(g/1000 cc tanah) Umur 4 Tahun..

30 Rataan Berat Kering Akar Total, Primer, Sekunder dan Tertier Kelapa Sawit
(g/1000cc tanah) ~ m i 7r Tahun

31 Rataan Berat Kering Akar Total, Primer, Sekunder dan Tertier Kelapa Sawit
(g/1000 cc tanah) Umur 10 Tahun

32 Rataan Berat Kering Akar Total, Primer, Sekunder dan Tertier Kelapa Sawit
(g/1000 cc tanah) Umur 13 Tahun

33 Distribusi Kerapatan Lindak Tanah Tempat Tumbuh Kelapa Sawit Umur 4,


7, 10, 13 Tahun pada Masing-masing Titik Pengamatan

34 Panjang akar Primer, Sekunder dan ~ & i e r setiap Horizon untuk Kelapa
Sawit Umur 4 Tahun

35 Panjang akar Primer, Sekunder dan Tertier setiap Horizon untuk Kelapa
Sawit Umur 7 Tahun

36 Panjang akar Primer, Sekunder d m Tertier setiap Horizon untuk Kelapa


Sawit Umur 10 Tahun

37 Panjang ak& Primer, Sekunder dm Tertier setiap Horizon untuk Kelapa


Sawit Umur 13 Tahun

38 Hasil Analisis Ragam Pengaruh Umur 4, 7, 10 d m 13 Tahun Kelapa Sawit


terhadap Indeks Stabilitas Agregat Tanah Horizon 1.

39 Hasil Analisis Ragam Pengaruh Umur 4, 7, 10 dan 13 Tahun Kelapa Sawit


terhadap Indeks Stabilitas Agregat Tanah Horizon 2

40 Hasil Analisis Ragam Pengaruh Umur 4, 7, 10 dan 13 Tahun Kelapa Sawit


terhadap Indeks Stabilitas Agregat Tanah Horizon 3.

41 Hasii Analisis Ragam Pengaruh Umur 4, 7, 10 d m 13 Tahun Kelapa Sawit


terhadap Indeks Stabilitas Agregat Tanah Horizon 4.

42 Hasil Andisis Ragam Pengaruh Umur 4, 7, 10 d m 13 Tahun Kelapa Sawit


terhadap Persentase Air Tersedia Tanah di Horizon 1

43 Hasid Analisis Ragam Pengaruh Umur 4, 7, 10 d m 13 Tahun Kelapa Sawit


terhadap Persentase Air Tersedia Tanah di Horizon 2
44 Hasil Analisis Ragam Pengaruh Umur 4, 7, 10 dan 13 Tahun Kelapa Sawit 137
terhadap Persentase Air Tersedia Tanah di Horizon 3

45 Hasii Analisis Ragam Pengaruh Umur 4, 7, 10 dan 13 Tahun Kelapa Sawit 138
terhadap Persentase Air Tersedia Tanah di Horizon 4

46 Hasil Analisis Ragam Pengaruh Umur 4, 7, 10 dan 13 Tahun Kelapa Sawit 138
terhadap pH Tanah di Horizon 1.

47 Hasil Analisis Ragam Pengaruh Umur 4, 7, 10 dan 13 Tahun Kelapa Sawit 139
terhadap pH Tanah di Horizon 2

48 Hasil Analisis Ragam Pengaruh Umur 4, 7, 10 dan 13 Tahun Kelapa Sawit 139
terhadap pH Tanah di Horizon 3

49 Hasil Analisis Ragam Pengaruh Umur 4, 7, 10 dan 13 Tahun Kelapa Sawit 140
terhadap pH Tanah di Horizon 4.

50 Hasil Analisis Ragam Pengaruh Umur 4, 7, 10 dan 13 Tahun Kelapa Sawit 140
terhadap Persentase C-organik Tanah di Horizon 1

51 Hasil Analisis Ragam Pengaruh Umur 4,7, 10 dan 13 Tahun Kelapa Sawit 141
terhadap Persentase C-organik Tanah di Horizon 2.

52 Hasil Analisis Ragam Pengaruh Umur 4, 7, 10 dan 13 Tahun Kelapa Sawit 141
terhadap Persentase C-organik Tanah di Horizon 3

53 Hasil Analisis Ragam Pengaruh Umur 4, 7, 10 dan 13 Tahun Kelapa Sawit 142
terhadap Persentase C-organik Tanah di Horizon 4

54 Hasil Analisis Ragam Pengaruh Umur 4, 7, 10 dan 13 Tahun Kelapa Sawit 142
terhadap Kadar Fe Tanah di Horizon 1.

55 Hasii Analisis Ragam Pengaruh Umur 4, 7, 10 dan 13 Tahun Kelapa Sawit 143
terhadap Kadar Fe Tanah di Horizon 2.

56 Hasil Analisis Ragam Pengaruh Umur 4, 7, 10 dan 13 Tahun Kelapa Sawit 143
terhadap Kadar Fe Tanah di Horizon 3.

57 Hasil Analisis Ragam Pengaruh Umur 4, 7, 10 dan 13 Tahun Kelapa Sawit 144
terhadap Kadar Fe Tanah di Horizon 4.

58 Hasii Analisis Ragam Pengaruh Umur 4, 7, 10 dan 13 Tahun Kelapa Sawit 144
terhadap Kadar Mn Tanah di Horizon 1
59 Hasil Analisis Ragam Pengaruh Umur 4, 7, 10 dan 13 Tahun Kelapa Sawit 145
terhadap Kadar Mn Tanah di Horizon 2.

60 Hasil Analisis Ragam Pengaruh Umur 4, 7, 10 dan 13 Tahun Kelapa Sawit 145
terhadap Kadar Mn Tanah di Horizon 3.

61 Hasil Analisis Ragam Pengamh Umur 4, 7, 10 dan 13 Tahun Kelapa Sawit 146
terhadap Kadar Mn Tanah di Horizon 4.

62 Hasid Analisis Ragam Pengaruh Umur 4, 7, 10 dan 13 Tahun Kelapa Sawit 146
terhadap Persentase Nitrogen Tanah di Horizon 1

63 Hasil Analisis Ragam Pengaruh Umur 4, 7, 10 dan 13 Tahun Kelapa Sawit 147
terhadap Persentase Nitrogen Tanah di Horizon 2.

64 Hasii Analisis Ragam Pengaruh Umur 4,7, 10 dan 13 Tahun Kelapa Sawit 147
terhadap Persentase Nitrogen Tanah di Horizon 3.

65 Hasil Analisis Ragam Pengaruh Umur 4, 7, 10 dan 13 Tahun Kelapa Sawit 148
terhadap Persentase Nitrogen Tanah di Horizon 4

66 Hasil Analisis Ragarn Pengaruh Umur 4, 7, 10 dan 13 Tahun Kelapa Sawit 148
terhadap Kadar Kalium Tanah di Horizon

67 Analisis Ragarn Pengaruh Umur 4, 7, 10 dan 13 Tahun Kelapa Sawit 149


terhadap Kadar Kalium Tanah di Horizon 2

68 Hasil Analisis Ragam Pengaruh Umur 4, 7, 10 dan 13 Tahun Kelapa Sawit 149
terhadap Kadar Kalium Tanah di Horizon 3

69 Hasil Analisis Ragam Pengamh Umur 4, 7, 10 dan 13 Tahun Kelapa Sawit 150
terhadap Kadar Kalium Tanah di Horizon 4.

70 Hasil Analisis Ragam Pengaruh Umur 4, 7, 10 dan 13 Tahun Kelapa Sawit 150
terhadap Kapasitas Tukar Kation Tanah di Horizon 1

71 Has2 Analisis Ragam Pengaruh Umur 4, 7, 10 dan 13 Tahun Kelapa Sawit 151
terhadap Kapasitas Tukar Kation Tanah di Horizon 2

72 Hasil Analisis Ragam Pengaruh Umur 4, 7, 10 dan 13 Tahun Kelapa Sawit 151
terhadap Kapasitas Tukar Kation Tanah di Horizon 3

73 W
i Analisis Ragam Pengaruh Umw 4, 7, 10 dan 13 Tahun Kelapa Sawit 152
terhadap Kapasitas Tukar Kation Tanah di Horizon 4
74 Hasil Analisis Ragam Pengaruh Umur 4, 7, 10 dan 13 Tahun Kelapa Sawit 152
terhadap Kejenuhan Basa Tanah di Horizon 1

75 Hasil Analisis Ragam Pengaruh Umur 4,7, 10 dan 13 Tahun Kelapa Sawit 153
terhadap Kejenuhan Basa Tanah di Horizon 2

76 Hasil Analisis Ragam Pengaruh Umur 4, 7, 10 dan 13 Tahun Kelapa Sawit 153
terhadap Kejenuhan Basa Tanah di Horizon 3

77 Hasil Analisis Ragam Pengaruh Umur 4, 7, I0 dan 13 Tahun Kelapa Sawit 154
terhadap Kejenuhan Basa Tanah di Horizon 4

78 Hasil Analisis Perbedaan Sifat Fisik Tanah yang Ditanami Kelapa Sawit 154
Umur 4 Tahun dengan Tidak Ditanami Menggunakan Uji-t

79 Hasil Analisis Perbedaan Sifat Fisik Tanah yang Ditanami Kelapa Sawit 155
Umur 7 Tahun dengan Tidak Ditanami Menggunakan Uji-t

80 Hasil Analisis Perbedaan Sifat Fisik Tanah yang Ditanami Kelapa Sawit 155
Umur 10 Tahun dengan Tidak Ditanami Menggunakan Uji-t

81 Hasid Analisis Perbedaan Sifat Fisik Tanah yang Ditanami Kelapa Sawit 156
Umur 13 Tahun dengan Tidak Ditanami wenggunakan Uji-t

82 Hasil Analisis Perbedaan Sifat Kimia Tanah yang Ditanami Kelapa Sawit 156
Umur 4 Tahun dengan Tidak Ditanami Menggunakan Uji-t

83 Hasil Analisis Perbedaan Sifat Kimia Tanah yang Ditanami Kelapa Sawit 157
Umur 7 Tahun dengan Tidak Ditanami Menggunakan Uji-t

84 Hasil Analisis Perbedaan Sifat Kimia Tanah yang Ditanami Kelapa Sawit 157
Umur 10 Tahun dengan Tidak Ditanami Menggunakan Uji-t

85 Hasil Analisis Perbedaan Sifat Kimia Tanah yang Ditanami Kelapa Sawit 158
Umur 13 Tahun dengan Tidak Ditanami Menggunakan Uji-t

86 Hasid Analisis Fisika dan Kimia Tanah PT. Perkebunan Nusantara IV Kebun 159
Sosa Tapanuli Selatan Sumatera Utara
Latar Belakang

Kelapa sawit merupakan komoditas yang sangat penting artinya bagi Indonesia,

khususnya dalam kurun waktu 20 tahun terakhir ini, sebagai salah satu sumber anda-

Ian untuk ekspor, sumber minyak nabati, dan sarana peningkatan pendapatan petani

pekebua Di samping itu, usaha kebun kelapa sawit juga merupakan gantung-an hidup

jutaan tenaga keja perkebunan. Perkembangan luas areal perkebunan kelapa sawit di

Indonesia sangat pesat dan diperkirakan akan mencapai tiga juta hektar pada tahun

2000. Pesatnya perkembangan luas areal ini pada gilirannya mengarah kepada peng-

gunaan tanah-tanahyang selama ini tergolong marginaL Tanah-tanah ini oleh Goenadi

(1984) dilaporkan sebagai tanah liat beraktivitas rendah GAR),karena kadar bahan
organik sangat rendah dan didominasi oleh liat tipe 1 : 1 dan seskuioksida.

Tanah-tauah marginal di Indonesia potensi luasnya mencapai 115.965.000 ha,

yang umumnya terdiri dari tanah-tanah Ultisol (Podsolik Merah Kuning) dan Oksiiol

(Nasoetion, 1991). Sinukaban (1995) menyatakan bahwa tanah-tanah itu bereaksi

masam, h a n g subur, terdapat di wilayah berlereng cukup curam clan sebagian sudah

tergolong sebagai lahan kritis. Curah hujan yang cukup tinggi dan lereng yang curam

menyebabkan erosi yang cukup intensif. Anas dkk (1997) menyatakan bahwa proses

degradasi tanah merupakan penurunan kualitas sifat-siht tanah secara fisik, kimia dan

biologi Intensitas pelapukan yang tmggi memicu dekomposisi bahan organik berlang-

sung cukup cepat. Tanpa adanya pengembalian baban organik ke tanah dalam jumlah

yang memadai, kadar bahan organik tanah makin lama makin menurun. Rendahnya
bahan organik tanah ini diyakini sebagai faktor utama yang mengakibatkan terjadinya

degradasi sat-sifat tanah.

Lahan padang alang-alang/rumput di Sosa &pat dikelompokkan sebagai lahan

yang telah terdegradasi. Kebakaran yang terjadi setiap tahun di daerah ini menyebab-

kan permukaan tanah terbuka terhadap sinar matahari dan curah hujan. Sinar matahari

yang langsung ke permukaan tanah akan meningkatkan suhu tanah sehingga intensitas

proses dekomposisi bahan organik meningkat. Meningkatnya proses dekomposisi

bahan organik diperkirakan dapat menurunkan jumlah agregat yang stab& sehingga

agregat tanah mudah terdiipersi oleh butir-buti. hujan. Proses inilah yang diduga

meningkatkan erosi pada lapisan atas terutama yang mengakibatkan pemindahau

fiaksi liat dan unsw hara dari lapisan ini. Migrasi fiaksi liat dari lapisan atas ke lapisan

bawah menyebabkan lapisan yang terakhir ini bertekstur liat dan berkonsistensi teguh

sehingga terbentuk lapisan yang padat. Lapisan ini mengakibatkan pergerakan air ke

bawah berlangsung lambat. Akibatnya perkolasi air ke dalam tanah juga rendah clan

dampaknya persediaan air tanah juga rendah Hal ini terbukti dengan cepatnya permu-

kaan tanah di daerah ini menjadi kering pada musirn kemarau sehingga alang-

alang/rumput mudah terbakar. Kebalikannya pada musim hujan sungai-sungai yang

melewati daerah ini selalu menimbulkm banji akibat tingginya aliran permukaan.

Hasil pengukuran awal pada areal yang tidak d i W menunjukkan bahwa

tanah-tanahdi daerah tersebut me* -


kerapatan lindak 1,53 1,65 g/cm3; ketahanan

-
penetrasi 250 - 300 ~lcm';dan kadar liat 36 44 %. Kondisi sifat fisii tanah seperti

ini secara teoritis akan menghambat perkembangan akar tanaman, tennasuk kelapa

sawit. Menurut Russel (1982) titik laitis bagi akar untuk mampu tumbuh dan berkem-
bang secara optimal adalah pada kerapatan lindak 1,49 g/cm3untuk tanah bertekstur

liat dan 1,75 g/cm3 untuk tanah bertekstur pasir. Untuk ukuran ketahanan peoetrasi

pada tekanan sekitar 15 bar, akar yang mampu berkembang menurun hngga tinggal

20 %. Menurut Unger dan Kaspar (1994) pada tingkat ketahanan penetrasi pada 200

~ / c m 'kemampuan penetrasi akar hanya sekitar 20 % dan pada ketahanan penetrasi

300 ~ / c m akar
' sudah tidak mampu lagi melakukan penetrasi. Proses perkembangan

akar di lapisan berkerapatan lindak tinggi ini diduga melibatkan reaksi fisik, kimia dan

biologi, yang dampaknya merubah sifat-sifat fisik, kimia dan biologi tanah yang ber-

*tan.

-
Sifat kimia tanah di Sosa dicirikan oleh pH 4,4 4,6 (masam); C-organik 0,3 -
1,9 % (rendah); N-total 0,01 - 0,05 % (sangat rendah); kapasitas tukar kation 3,6 -
9,8 me/lOO g (rendah); kejenuhan basa 12,32 - 34,38 % (rendah); kalium 0,11 - 0,30

d l 0 0 g (rendah); natrium 0,06 - 0,12 d l 0 0 g (rendah); magnesium 0,15 - 0,45

me1100 g (sangat rendah); clan kalsium 0,52 - 1,48 me/100 g (sangat rendah) (Tabel

Lampiran 86). Fenomena ini merupakan indikasi bahwa tanah pada lahan padang

alang-alang/rumput di Sosa telah mengalami tingkat pelapukan yang cukup lanjut.

Pada tahun 1985 PT. Perkebunan VII yang sekarang dikenal dengan PT. Perke-

bunan Nusantara 4, memperluas areal kelapa sawitnya ke daerah padang alang-

alang/rumput di Kecamatan Sosa, Kabupaten Tapanuli Selatan, Propinsi Sumatera

Utara. Areal seluas 80.000 Ha di wilayah ini merupakan lahan yang h a n g subur.

Hasil evaluasi lahan menunjuMcan bahwa lahan tersebut tergolong ke dalam kelas I11

bagi tanaman kelapa sawit (Pusat Penelitian Marihat, 1983). Faktor pembatas utama-

. nya adalah curah hujan yang tidak merata, tekstur halus, kerapatan lindak tinggi dan
kesuburan tanah rendah. Namun dalam kenyataannya tanaman kelapa sawit yang

kiembangkan di areal tersebut mampu turnbuh dan berproduksi sebaik pada layaknya

produksi di lahan kelas I. Fenornena ini menarik untuk dikaji, karena kelapa sawit

yang dikelola secara tepat terbukti dapat berproduksi baik, walaupun kondisi tanah

marginal.

Keberhasilan penanaman kelapa sawit di Sosa ditunjukkan oleh produktivitas

tanaman kelapa sawit yang mencapai rata-rata 26 ton TBS/Ha/tahun, walaupun kon-

disi tanahnya tergolong buruk. D


i samping itu kelapa sawit mempunyai keunggulan

lain apabila ditanam pada lahan yang rawan kebakaraa Tanaman ini jika terbakar di

lapangan tidak akan mati selama titik tumbuhnya tidak ikut hangus, sedangkan tam-

man lainnya secara umum akan mati apabila terbakar. Hal ini tampak pada tanaman

kelapa sawit yang telah berkali-kali terbakar di daerah ini clan temyata tetap dapat

tumbuh kembali danberproduksi dengan baik.

Pada umumnya areal kebun rawan terhadap kebakaran pada saat kelapa sawit be-

-
rumur 0 6 tahun. Apabila periode ini &pat dikdui, maka areal tersebut akan selarnat

dari dampak negatif akibat kebakaran l a b Keadaan ini terjadi karena pada musim

kemarau rerumputan di bawah pohon kelapa sawit tidak cepat k e ~ g yang


, berarti

bahwa kelembaban tanah di kgkungan ini cukup optimal. Hal ini diduga sebagai

&bat dari perubahan porositas tanah yang ditirnbulkan oleh terbentuknya sistem

perakaran kelapa sawit. Akar kelapa sawit yang tumbuh normal akan mencapai keda-

-
laman 2 5 m, tergantung pada berat ringannya tekstur tanah ( T i e r , 1976; Hartley,

1977; Fatmawaty dan Ginting, 1987) dan secara horizontal dapat mencapai lebih dari

4,s m dari batang pada lapisan tanah bagian atas (Jourdan dan Rey, 1997).
/ Dalarn perturnbuhannya, akar tanaman akan rnengeluarkan senyawa-senyawa or-
ganik yang terdm dari mucigel sel-sel akar yang mati, clan eksudat. Komposisi bahan

organik ini menurut Russel (1982) adalah karbohidrat, protein (asam-asam amino),

asam organik, enzim, dan bahan-bahan lainnya yang dapat menjadi penghambat mau-

pun perangsang bagi pertumbuhan fungii bakteri dan nematoda. Senyawa organik ini

biianya langsung dimadaatkan oleh mikroba pelapuk tanah sebagai sumber energi.

lceadaan inilah yang menyebabkan populasi mikroba rhizosfer lebii besar jumlahnya

dibardmgkan dengan tanah yang jauh jaraknya dari akar tanaman (Rao, 1994). Ak-

tivitas mikroba dan hasil akhir dekomposisi bahan organik yang berupa asam-asarn

organik inilah yaag diyakini aktif dalam mengubah sifat-sifat baik kimia maupun fisik

tanah. Perubahan ini diduga akan menciptakan suatu lingkungan yang sesuai bagi akar

untuk tumbuh dan berkembang secara optimal.

Berdasarkan uraian di atas timbul satu dugaan bahwa pada dasamya tanaman

kelapa sawit me* kemampuan tumbuh yang tinggi pada tanah-tanah berkesu-

buran rendah dan memiliki kerapatan lindak yang tinggi. Masalah rendahnya kesu-

buran tanah dapat diatasi melalui penerapan sistem pemupukan baku. Hambatan

mekanis terhadap pertumbuhan akar akibat kondisi kerapatan lindak tanah yang tinggi

diperkecil dengan penerapan sistem penanaman dengan lubang tanam yang cukup

besar. Dengan pembuatan lubang tanam ini kerapatan lindak di dalam lubang ditu-

'iunkan dan diseragamkan sehingga lebii optimal guna menyediakan media pertumbu-

han akar tanaman dalam periode awal sebelum menghasilkan. Bagaimanapun juga,

tingkat kemampuan akar kelapa sawit untuk tumbuh dan berkembang tanpa hambatan

pada zona lapisan tanah berkerapatan lindak tinggi belum banyak diketahui khusus-
nya dalam ha1 perkembangan akar setelah akar mulai tumbuh di luar lubang tanam. Di

samping itu, sebagai salah satu jenis tanaman palrna, sistem perakarannya sangat ek-

sqensif. Luasnya zona perakaran tanaman ini diduga memberikan sumbangan terhadap

pembahan sifat-sifat tanah, terutama yang terkait de-ngan dinarnika bahan organik

tanah yang berasal dari sisa-sisa jaringan akar yang melapuk dan atau pengaruh fisik-

mekanik selama proses pertumbuhan akar berlangsung.

Tujuan Penelitian

Penelitian ini dhksamkan dengan tujuan (1) mempelajari perkembangan akar

tanaman kelapa sawit pada tanah terdegradasilmginal, dan (2) mengkaji pengaruh

pengwxbmnya terhadap perubahan sifat-sifat fkik dan kimia tanah Tujuan ini

ditetapkan guna mencapai sasaran berupa informasi tentang dampak pemanfaatan

lahan terdegradasi/margid sebagai kebun kebpa sawit dalam kaitannya dengan pe-

rubahan-perubahan sifat-sifat tanahnya.

Hipotesis

Dalam penelitian inibeberapa hipotesis yang diajukan adalah sebagai berikut :

1. Akar kelapa sawit mampu berkembang tanpa mengalami hambatan pada tanah

terdegradasi dan memiliki sub-horizon dengan kerapatan lindak tinggi. Kernampuan

akar kelapa sawit untuk berkembang di bawah kondisi tanah ini sampai tingkat ter-

tentu diduga berkaitan erat dengan umur tanaman.

2. Pertumbuhan akar tanaman kelapa sawit yang ekstensif mampu meningkatkan mutu

beberapa sifat fisik tanah seperti indeks stabilitas agregat, persentase ruang pori clan

persentase air tersedii dan atau kerapatan lindak tanah.


3. Sistem baku yang diterapkan dalam budidaya kelapa sawit berdampak positif dalarn

memperbaiki beberapa sifat kimia tanah seperti kernasaman, kadar hara, kapasitas

tukar kation, clan atau kejenuhan basa tanah.


TINJAUAN PUSTAKA

Sejarah Kelapa Sawit di Indonesia

Kelapa sawit masuk di Indonesia pada tahun 1848 yang ditanam di Kebun Raya

Bogor. Kebun kelapa sawit pertama dibuka pada tahun 1911 di Tanah Itam Ulu oleh

Maskapai Oliepalmen Cultuur clan di Pulau Raja oleh Maskapai Huilleries de Su-

matera-RCMA kemudian oleh Seumadam Cultuur Mij, Sungai Liput Cultuur Mij,

Mapoli, Tanjung Genteng oleh Palmbomen eultuur Mij, Medang Ara Cultuur Mij,

Deli Muda Oleh Hulleries de Deli dan lain-lain. Sampai tahun 1915 baru mencakup

areal seluas 2.715 ha, ditanam bersama dengan Mtura lain seperti kopi, kelapa, karet

dan tembakau. Pada tahun 1916 ada 16 perusahaan di Sumatera Utara dan 3 di pulau

Jawa. Pada tahun 1920 sudah ada 25 perusahaan yang menanam kelapa sawit di Su-

matera T i ,8 di Aceh dan 1 di Surnatera Selatan yaitu Taba Pigin dekat Lubuk

Linggau. Sampai tahun 1939 telah tercatat ada 66 perkebunan dengan luas areal

100.000 ha (Lubis, 1992).

Pada Tabel 1 dapat dilihat perkembangan luas areal kelapa sawit, dan produksi

dari tahun 1916 sampai dengan 1940 yaitu masa sebelum perang dunia ke 11. Masa ini

merupakan awal industri komoditas ini yaitu sejalan dengan pengembangan perkebu-

nan di Indonesia khususnya di Sumatera Timur dan Aceh. Diawali pada tahun 1911

maka pada tahun 1940 telah ada 66 perkebunan dengan luas 109.000 ha. Masa Jepang

me~pakanyang paling sulit dan haI ini berlanjut sampai masa amb'i alih (1942 -
1957).
Tabel 1 : Luas Areal dan Produksi Kelapa Sawit Indonesia Sebelum Perang Dunia I1
(Lubis, 1992)

Tahun Luas (ha) Produksi (ton)


Total I Menghasiilkan I Minyak I Inti
1916 1.172 - -
1917 2.500
1918 5.745
1919 7.396
1920 9.602
1921 12.945
1922 16.706
1923 19.041
1924 24.193
1925 31.645
1926 26.523
1927 43.267
1928 50.324
1929 57.711
1930 61.229
1931 68.430
1932 70.075
1933 72.081
1934 73.829
1935 74.919
1936 79.318
1937 83.273
1938 92.307
1939 105.100
1940 109.600
Sumber : Lubis (1992).

Rehabilitasi yang dilakukan pemiliknya tidak banyak dapat mengembalikan situasi

seperti sebelum perang. Walaupun luas areal sudah dapat dikembalikan tetapi pro-

duksi per ha sangat rendah. Jika sebelum perang lebii 3 t o d m maka sampai 1957

belum mencapai 2 ton minyak per ha. Masa ambil alih yang tejadi pada Desember

1957 - 1968 dan sampai sekarang merupakan era baru bagi Indonesia untuk mandiri

(Tabel 2).
'Tabel 2 : Luas Areal Kelapa Sawit Indonesia Tahun 1967 - 1993 Menurut Pola
Kepemilikan

Tahun Luas Areal (ha)


Rakyat PTP I Swasta I Jumlah
1967 65.573 40.235 105.808
1968 79.209 40.451 1 19.660
1969 84.640 34.880 119.520
1970 86.640 46.658 133.298
1971 91.153 47.950 139.103
1972 96.562 55.497 152.059
1973 98.033 59.747 157.780
1974 117.513 64.223 181.736
1975 120.940 67.885 188.825
1976 141,133 69.772 211.105
1977 148.775 71.626 220.401
1978 163.465 86.651 250.1 16
1979 3.125 176.408 81.406 260.939
1980 6.175 199.538 88.847 294.560
1981 5.695 213.264 100.008 318.967
1982 8.537 224.440 96.924 329.901
1983 37.403 261.339 107.264 405.646
1984 40.552 340.51 1 130.958 512.021
1985 118.564 335J95 143.603 597.362
1986 129.904 332.694 144.182 606.782
1987 203.047 365.575 160.040 728.662
1988 258.459 406.369 225.095 889.924
1989 227.200 366.000 383.700 976.900
1990 291.300 372.200 463.200 1.126.700
1991 361.400 384.100 547.800 1.293.300
1992 438.100 392.400 640.000 1.470.500
1993 510.400 395.700 697.600 1603.700
1994 - - 1.700.000
1995 - - 1.800.000
1996 - - 1.900.000
1997 - - 2.000.000
1998 - - 2.100.000
1999 - - 2.144.000
2000 - - 2.354.000
2001 - - 2.558.000
2002 - - 2.786.000
2003 - - 3.005.000
2004 - - 3.254.000
2005 - - 3.304.000
Surnber : Lubis, 1992;Simanjuntak, 1992; Dirjenbun, 1992.
Catatan : Angka tahun 1994 - 2005 adalah angka perkiraan.
Morfologi Kelapa Sawit

Kelapa sawit merupakan tumbuhan yang dengan nyata memperlihatkan deferensi-

asi dalam tiga bagian pokok yaitu akar (radix), batang (caulis), dan dam (folium).

Bagian-bqii lain dari tanaman ini dapat dipandang sebagai suatu perubahan dari

sahh satu atau mungkin dari dua bagian pokok tadi, artinya setiap b a g i i lainnya dari

tanaman ini dapat dianggap berasal dari bagian pokok yang telah mengalami meta-

morfosa (berganti bentuk, sifat dan mungkin juga fungsinya bagi tanaman). Seperti

kuncup (gemma) dianggap sebagai perubahan dari batang dan daun, bunga (flos)

sebagai p e ~ b a h a ndari batang dan daun, duri (spina) merupakan perubahan dari

bat- dan dam dan lain-lainnya (Fatmawaty dan Ginting, 1989).

Daun (Folium)

Kelapa sawit termasuk golongan tanaman yang berdaun lengkap. Bagian-bagian

dam terdiri dari : (1) upih dam atau pelepah dam (vagina), (2) tangkai daun

(petiolus), dan (3) helaian daun (lamina). Upih dam berfUngsi sebagai pelindung dari

kuncup serta memberi kekuatan pada batang. Tangkai daun merupakan bagian daun

yang mendukung h e h y a dan bertugas untuk menempatkan helaian tadi

sedemikian rupa sehingga dapat memperoleh cahaya matabari sebanyak-banyaknya.

Helaian daun berbentuk bangun pita (ligulatus) yang pada penampang melintang pipih

dan helaian daun mernanjang (Fatmawaty dan Ginting, 1989; Corley dan Gray, 1976).

Helaian daun terdiri dari ujung daun, pangkal daun, tepi daun, daging daun, per-

mukaan daun dan susunan tulang daun. Ujung dam (apex folii) runcing (acutus), jika

kedua tepi daun di kanan km ibu tulang sedikit demi sedikit menuju ke atas dan pada

pertemuannya pada puncak daun membentuk suatu sudut yang tajam (<go0). Pangkal
dam (basis folii) tumpul (obtusus), seperti yang telah diuraikan mengenai ujung dam,

pada umumnya dapat pula dikatakan berlaku untuk pangkal dam. Tepi dam (margo

folii) termasuk golongan tanaman yang bertepi rata (integar). Daging daun adalah

bagian dari daun yang terdapat dalam tulang-tulang dan urat-urat daun, warnanya

hijau dan tebal tipisnya helai daun tergantung dari daging dam ini. Daging daun

umumnya tipis seperti perkamen (perkamentus) tetapi cukup kuat. Permukaan daun

pada sisi atas berbeda dengan bagian bawah, sisi atas berwarna hijau, licin atau meng-

kilap, sedangkan pada sisi bawah dam agak kasar juga terdapat banyak stomata.

Susunan tulang-tulang daun ad& bagian dari daun yang berguna untuk memberikan

kekuatan pada daun seperti pula dinamakan rangka daun, dan sebagai jalan pengang-

kutan zat-zat hara dari akar maupun hasil asimilasi. Berdasarkan besar kecilnya tulang

daun dibedakan atas (1) ibu tulang (costa) yaitv tulang yang b i i y a terbesar, meru-

pakan terusan dari tangkai daun dan terdapat di tengah-tengah membujur daun. Oleh

tulang ini helaian daun dibagi menjadi dua bagian setangkup atau simetris. (2) Tulang-

tulaug cabang ( n e w lateralis), yaitu tulang-tulang daun yang lebih kecil dari ibu

tulang dan berpangkal dari sini atau cabang-cabang dari tulang-tulang ini. (3) Urat-

urat dam (vena) sesmgguhnya adalah cabang-cabang pula, tetapi lebih kecil dan

lembut, dan satu sama lain berserta tulang-tulang yang lebih besar membentuk susu-

nan seperti rangkaian jala. Berdasarkan susunan tulangnya, kelapa sawit termasuk

daun-daun yang bertulang sejajar (rectirnervis) (Fatmawaty dan Gintmg, 1989).

Batang (Caulis)

Batang merupakan bagian tubuh tanaman yang amat penting, mengingat tempat

serta kedudukan batang dapat dipandang sebagai sumbu bagi tubuh tanaman. Batang
berbentuk silinderis, bersifat actinomorf, artinya &pat dengan bermacam-macam

bidang menjadi dua bagian yang setangkup. Tumbuhnya keatas menuju cahaya atau

matahari (bersifat phototrof atau heliotrof), selalu bertambah panjang di ujungnya.

Dengan demikian sering dikatakan bahwa batang mempunyai pertumbuhan yang tidak

terbatas (Fatmawati dan Giting, 1989). Tugas batang adalah : (1) mendukung

bagian-bagian tubuh yang berada di atas tanah (daun, bunga dan buah), (2) sebagai

jalan pengangkutan air dan unsur hara dari bawah sampai ke atas dan jalan pengang-

kutan hasid asimilasi dari atas ke bagian-bag&& yang membutuhkan, dan (3) menjadi

tempat penimbunan zat-zat makanan cadangaa Bentuk batang dari pangkal sampai

~ijungboleh dikatakan tidak ada perbeciaan besarnya, hanya pada bagian pangkalnya

nampak agak membesar. Pada permukaan batang memperlihatkan buku-buku bekas

peleprth daun yang mudah gugur. Arah tumb& batang tegak lurus (erectus), yaitu

arahnya lurus ke atas (Fatmawaty dan Ginting, 1989; Corley dan Gray, 1976).

Akar (Radix)

Akar merupakan salah satu bagian pokok yang amat penting d i i p i n g daun dan

batang. S&t-sifat akar adalah (1) merupakan bagian tanaman, b i i y a terdapat di

dalam tanah, dengan arah tumbuhnya ke pusat bumi (geotropisme), (2) tidak berbuku-

buku tidak mendukung dam atau sisii-sisik, (3) warna keputihan atau kekuning-

kuningan, (4) tumbuh terus pack ujungnya, tetapi umurrmya pertumbuhamya mash

kalahjika dibandingkan dengan batang, (5) bentuk ujungnya meruncing sehingga l e b i

mudah menembus tanah. Kelapa sawit termasuk tanaman berakar serabut dengan

susunan akar sebagai berikut : (1) akar serabut primer, (2) Akar serabut s e w , (3)

akar serabut tersier, (4) akar serabut kwarter, (5) tudung akar (calyptra), yaitu bagian
paling ujung letaknya dari akar, terdiri dari jaringan yang berguna untuk melindungi

ujung akar yang masih muda dan lemah (Fatmawaty dan Ginting, 1989).

Penyebaran akar kelapa sawit digambarkan sebagai berikut, akar primer tumbuh

dari psngkal batang dalam tanah ke arah samping (horizontal) dan ke bawah

(vertikal), dan berfUngsi sebagai jangkar bagi tanaman. Akar sekunder tumbuh dari

akar primer, juga kearah horizontal dan vertikal. Akar tersier keluar dari akar sekun-
tier terutama dari akar sekunder yang horizontal dekat permukaan tanah, dan dari

akar tersier keluar akar kwarter. Selanjutnya dijelaskan bahwa yang aktiifmenyerap air

dan hara (feeder root) adalah akar tersier dan akar kwarter. Bergantung pada tipe

bahan tanaman danjenis tanah,maka akar kelapa sawit dapat tumbuh horizontal sam-

pai lebii dari 6 m dan vertikal sekitar 1,5 - 5 m. Akar primer yang mati akan segera

digantikan dengan yang baru. Dihitung dalarq berat kering memang pada piringan

akan dijumpai lebii banyak akar primer. Diameter akar primer, sekunder, tersier dan

kwarter adalah masing-masing 6 - 10 mm, 2 - 4 mm, 0,7 - 2 mm, clan 0,1 - 0,3 mm
( T i e r , 1976; Hartley, 1977; Fatmawaty dan Giting, 1987; Siahaan dkk, 1990;

Martoyo, 1992; dan Lubis, 1992).

Syarat Tumbuh Kelapa Sawit

Kelapa sawit dapat tumbuh dengan baik pada daerah tropika basah di sekitar lin-

tang Utara-Selatan 12 derajat pada ketinggian 0 - 500 m di atas p e r m h hut.

-
Jumlah curah hujan yang baik adalah 2.000 2.500 mm/tahun, tidak memiliki defisit

air, dan hujan agak merata sepanjang tahua Hal ini bukan berarti h a n g dari 2.000

-
mm tidak baik, karena kebutuhan efektii hanya 1.300 1.500 ma Terpenting adalah

tidak terdapat dejisit air 250 mm. Lebih dari 2.500 mm juga bukan tidak baik asal saja
jumlah hari hujan setahun tidak terlalu banyak misalnya lebii dari 180 hari (Lubii,

1992;Marioyo, 1992).

Debit air yang tinggi menyebabkan produksi turun drastis dan baru normal pada

lahun ketiga dan keempat karena merusak bunga sebelum athesis dan pada bunga

yang telah athesis kegagalan matang tandan. Delisit air tahunan diklasifikasikan atas

Ixberapa kelas pada budidaya kelapa sawit. IRHO menyusun klasiiasi sebagai

- - -
berikut : 0 150 mm optimum, 150 250 mm favourable, 250 350 mm intermedi-

- -
ate, 350 400 mm limit, 400 500 mm marginal, >500 mm unfavourable (Lubii,

1992;Marioyo, 1992).

Temperatur yang optimal 24 - 28 "C dan tertinggi 32 "C. Kelembaban 80 % clan

penyinaran rnatahari 5 - 7 jammari Kelembaban rata-rats yang tinggi akan merang-

sang perkembangan penyakit. Ketinggian y a optimal


~ adalah 0 - 400 m, pada ke-

tinggian yang lebii pertumbuhan akan terhambat dan produksi lebii rendah. Kece-

patan angm 5 - 6 krnljam untuk membantu proses penyerbukan, angin yang terlalu
kencang akan menyebabkan tanaman baru doyong atau miring (Lubis, 1992;Martoyo,

1992).

Kelapa sawit dapat tumbuh pada berbagai jenis tanah seperti podsolik, latosol,

hidromofik kelabu, regosol andosol organosol dan alluvial. Sifat tisik tanah yang

baik untuk kelapa sawit adalah solurn tebal80 cm. Solum tebal akan merupakan me-

dia yang baik bagi perkembangan akar sehingga ebiensi penyerapan hara tanaman

akan lebih baik. Tekstur rmgan, dikehendaki memiliki pasir 20 - 60 % debu 10 - 40 %

dan liat 20 - 50 %. Perkembangan struktur baik, konsistensi gembur sampai agak

teguh dan penneabilitas sedang. Sifat kimia tanah pH 4,O - 6,O namun yang terbaik
dalah 5 - 5,5. Kandungan unsur bara tinggi, CiN mendekati 10 dengan C 1%, Mg-dd

0,4 - 1,O me/100g, clan perbandingan Mg-dd dan K-dd berada pada batas normal
(Lubis, 1992). Selanjutnya Purba, Lubis dan Tobing (1989) dalam surveynya seluas

100.975 ha menemukan kelapa sawit yang tumbuh pada tanah podsolik 73,29%;

hidromofik kelabu 9,74%; alluvial 7,86%; regosol 7,60%, gley humuk, 0,93%; dan

organosolO,58%.

Rachim dMc (1995) menyatakan podsolik termasuk golongan tanah merah, yang

terdiri dari bermuatan bersih negatif clan positif, dengan ciri KTK tanah rendah, basa-

basa rendah dan C-organik rendah. Tanah bermuatan negatif memiliki KB yang ren-

dah, Al-dd dan kejenuhan A1 cenderung tinggi, sedangkan tanah bermuatan positif

memiliki KB dan besi oksida tinggi, Al-dd clan kejenuhan A1 tidak terukur. Menurut

talcsonomi tanah, tanah merah terlapuk lanjut tergolong A&ol Ultisol, dan Oxisol.

yang kesemuanya rnemiliki sifat oksik. Kreteria penentu sifat humik, eutrik dan penciri

Oxisol bermuatan positip perlu ditelaah. Pengelolaan tanah merah memerlukan pen-

ingkatan KTK dan unsur hara tanah, p e n e h unsw racun (Al, Mn, dan besi ok-

sida), peningkatan bahan organik tanah, penggunaan varietas tanaman yang toleran

terhadap kondisi masam, serta sistem pengelolaan yang tepat.

Adiwiganda, Lubis dan Purba (1994) menunjukkan bahwa keragaan pertumbuhan

dan produksi kelapa sawit adalah berbeda-beda pada setiap jenis tanah Klasifikasi

tanah pada tingkat ordo, sub ordo sampai great group, ternyata belum menggambar-

kan karakteristik specifik di areal perkebunan kelapa sawit. Pada tingkat sub group

adalah batas tertinggi dari pengklmiiian tanah yang sat-sifat pada taksa ini telah

dapat memberikan data yang lebih konkrit dalam rangka pengelolaan kebun kelapa
sawit secma umum.Kebun akan dikelola dengan rasional jika kelas kesesuaian lahan-

nya secara tepat dapat diketahui dan rekomendator pemupukan telah memberikan

rekomendasi yang tepat. Dalam kaitan ini maka informasi &sub group akan sangat

berguna.

Adiwiganda, Chan, dan Siahaan (1995) membuat pengelompokan status kesu-

buran tanah di meal kelapa sawit didasarkan kepada data survei dan penelitian tanah

sampai tahun 1995. Kesuburan Tmggi (T) terdapat pada tanah Euiric Tropopuvent

(Aluvial Coklat). Kesubwan Agak T i g i (AT)terdapat pada tanah Aquic Hapludand

(Andosol Coklat Kekelabuan) dan Typic Dyshopept (Podsolik Coklat Kemerahan,

Podsolik Coklat Kekuningan, dan Podsolik Coklat). Kesuburan Sedang (S) terdapat

pada tanah Aeric Tropaqept (Gley Humus Rendah) dan Typic Hapludult (Podsolik

Merah Kekunhgan). Kesuburan Agak Rendah (AR) terdapat pada tanah Typic

Ochraquult (Hidromoriik Kelabu), Aeric Tropaquent (Aluvial Kelabu) dan Typic

Troposamment (Regosol CoMat Kekelabuan). Kesuburan Rendah ( R) terdapat pada

tanah Typic Paleudult, Typic Paleaquult, Psammentic Paleudult, Typic Pliny-

hudult/Plinthic Paleudult (Podsolik Kuning), dan tanah-tanah gambut (Fluvaquentic

Troposaprist, Typic Troposaprist, dan Hemic Troposaprist).

Koedadiri, Adiwiganda, dan Poeloengan (1995) melaporkan bahwa tanaman

kelapa sawit pada tanah Typic Paleudult temyata menunjukkan perkembangan vege-

tatif dan produksi yang lebih tinggi dibandingkan dengan tanah Psammentic Paleudult

dan Tropohumol. Ketiga jenis tanah ini tergolong merniliki tingkat kesuburan poten-
sial yang rendah Hasil pengamatan produksi Tandan Buah Segm (TBS)selama satu

tahun pada tanaman kelapa sawit berumur 9 tahun, pada tanah Tropohumods hanya
rnencapai 5,4 ton TBS/ha,tanah Psammentic Paleudult mencapai 16,4 ton TBSh,

dan tanah Typic Paleudult mencapai 21,lO ton TBSh.


I
Chan dan Purba (1989) melaporkan lahan gambut (organosol) cukup potensil

ilntuk pengembangan perkebunan kelapa sawit di Indonesia Pertumbuhan clan pro-

duksi secara agronomis masih dalam kisaran normal, narnun lebih rendah dari pada

tanah mineral. Kendalanya adalah tingginya kasus tanaman miring atau tumbang

berkaitan dengan kurang berkembangnya sistem perakaran yang dipengaruhi oleh

jeleknya drainase atau reaksi tanah gambut selama drainase berlangsung seperti pe-

ngerutan, penurunan atau pengeringan talc balik pada tanah. Gejala kahat K meru-

pakan gejala umum terlihat dalam rendahnya kandungan K dalam daun, berkaitan

dengan rendahnya cadangan K tanah, dan tingginya ratio MgK tukar. Purba dan

Lubis (1 989) menya- kondisi lahan dan tanah suatu lokasi pengembangan sangat

menentukan tingkat produksi yang akan dicapai. Variasi lahan yang terlalu besar

terutama keadaan topogrd akan mengalami kesulitan di dalam pemeliharaan tanaman

dan panen. Data iklirn merupakan pendukung dalam berbagai pekejaan di lapangan

dan apabii disuaikan dengan tindakan kultur teknis di lapangan, maka tingkat pro-

cluksi dari lahan yang b e ~ & i tersebut dapat diperkecil perbedaannya. Purba dkk,

(1989) sehjutnya melaporkan keadaan yang cukup banyak diamati adalah curah

liujan, sedangkan data lainnya seperti temperatur, penyinaran matahari dan lain-lain

sangat s e d i t sekali.

Lubis (1992) adapun potensi produksi dari masing-masing kelas lahan tersebut

ditentukan oleh keunggulan dari bahan tanaman yang digunakan dan tindakan kultur
teknis yang diterapkan. Pusat Penelitii Perkebunau Marihat membagi potensi pro-

Tabel 3 : Produksi Tandan Buah Segar Rata-rata Selama Satu Siklus (25 Tahun)

Kelas Produksi Rata-ratalsiklus (ton) Produksi Tertinggi (ton)


Lahan Tandan Minyak Inti I Tandan Minyak Inti
I 26 5,95 1,51 32 7,86 1,92
I1 24 5,47 1,39 30 7,20 1,80
111 22 5,Ol 1,27 27 6,48 1,62
IV 20 4,80 1,16 25 6,OO 1,50
Keterangan : Produksi tertinggi ini terjadi pada umur 7 - 15 tahun.

Kondisi Yang Mempengaruhi Perkembangan Akar

Klepper dan Kaspar (1994) menyatahn dalam mempelajari sistem perakaran

suatu tanaman cara terbaik adalah membangun rhizotron, yaitu bangunan permanen

yang me* permukaan yang transparan untuk dipakai meIihat secara langsung

perkembangan akar tanaman. Di sini seluruh W o r hgkungan dapat diatur sehingga

dapat diketahui secara semi kuantitatif perkembangan akar. Dengan demikian dapat

dilakukan penelitian tentang pergerakan air, unsw hara dan lain-lainnya. Kelemahan-

nya membangm rhizotron membutuhkan b i investasi yang besar. Chan (1977) cara

yang lebih mudah dan murah adalah dengan memakai bor atau pembuatan pro6l

tanah. Kelemahannya cara ini akan m e 4 pertumbuhan akar tanaman tersebut.

Barber (1984) melaporkan pertumbuhan akar tanaman sangat bergantung pada

tekanan fisi tanah, semakin besar tekanan 6sik tersebut berarti semakim padat tanah

itu dan peltumbuhan akar semakin terhambat atau sebaliknya semakin kecil tekanan

h i k tanah berarti semakii longgar tanah itu dan penumbuhan akar semakin baii.

Torbert dan Wood (1992) melaporkan bahwa pemadatan tanah akan menumkan

aktivitas mikroba tanah.


Terdapat hubungan yang positif antara sifat fisik tanah dengan perkembangan

tanaman yaitu semakin baik s&t &ik tanah semakin baik pula pertumbuhaa dar?

perkembangan tanaman Tanah yang mempunyai agregat stabil dengan diameter 2 - 6

mm akan lebih mudah ditembus akar tanaman dari pada tanah yang sama tetapi tidak

teragregasi ( Martoyo, 1992). Selanjutnya Chan (1977) dalam penelitiannya terhadap

perakaran kelapa sawit memperoleh hubungan yang positif antara ma-nagemen pemu-

pukan dan tipe tanah dengan distribusi perakaran. Veprashas, Miner dan Peedm

(1986) melaporkan bahwa pengolahan tanah dalam dengan memecah lapisan subsoil

yang padat, akan meningkat perkembangan akar tanaman. Tindakan ini hanya men-

gubah fisik tanah, sementara siht kimia tanah hampii tidak berubah.

Martoyo (1992) melaporkan bahwa analisis regresi berganda pada kedalaman 0 -


25 cm kerapatan akar berhubungan erat dengan kerapatan hdak, pori drainase, ruang

pori total, dan permeabiitas. Pa& kedalaman 25 - 50 cm kerapatan akar berhubungan

erat dengan kerapatan lindak, ruang pori total, permeabilitas, persentase agregasi,

-
persentase debu dan kemantapan agregat. Pada kedalaman 50 75 cm kerapatan akar

berhubungan erat dengan kerapatan lindak, ruang pori total dan rerata berat d i e t e r

agregat kering. Sedangkan pada kedalaman 75 - 100 cm kerapatan akar hanya ber-
hubungan erat dengan permeabiitas tanah.

Unger dan Kaspar (1994) melaporkan pada tanah yang padat baik diakibatkan

oleh mesin pertanian maupun terbentuk secara a l e distribusi akar terhambat. Kon-

d a l In1 akihat dan gultrnya alar mengambtl au dan unsur ham. y m g &hlrn)a &an

menghambat pertumbuhan dan produksi tanaman. Pada gambar 1 dapat d i i t pada


ketahanan penetrasi 200 ~ l c m perkembangan
' akar tmggal20 %, dan pada ketahanan

penetrasi 300 hilcm2 akar sudah lidak ada.

-
Soil Strength NlcnP

Garnbar 1: Pengaruh Tekanan Fiik Tanah Pada Berbagai Kerapatan Lindak Terhadap
Kemampuan Penetrasi Akar Tanaman (Taylor dan Gardner, 1963 dalam
Unger clan Kaspar, 1994).

Taylor, Nelson dan Williams (1993) berkesimpulan bahwa perkolasi air ke bawah

sangat dipengaruhi oleh lapisan subsoil, semakin gembur lapisan subsoil semakin ce-

pat perkolasi air ke bawah atau sebaliknya. Oussible et af. (1993) melaporkan bahwa

perkembangan akar gandum akan berhenti pada lapisan tanah yang padat, demikii

juga dengan pengambii nitrogen oleh akar terhambat. Selanjutnya Ran e! al. (1994)

melaporkan bahwa penyerapan nitrogen oleh akar tergantung dari volume akar terse-

but, semakii kecil volume akar semakin kecil tanaman tersebut menyerap nitrogen.

Durieux e! al. (1994) melaporkan bahwa pemupukan nitrogen pada tanaman jagung

merangsang pertumbuhan akar.

Radcliffe et al. (1986) memperoleh hasil bahwa apliasi gypsum pada permukaan

tanah, ternyata dapat tercuci kelapisan subsoil. Sifat kimia tanah p d a lapisan ini hc-

mbah dan kepadatan lapisan ini ikut berubah. Perkembangan akar pada lapisan ini

bertambah baik setelah itu. Arya e! al. (1992) melaporkan kerapatan dan kedalaman
perakaran untuk jagung menunjukkan perbaikan yang menonjol dengan peningkatan
-
kedalamdn pembenanam kapur. Kedalaman perakaran pada tanah yang ti& diicapnr

hanya pada lapisan permukaan, sedangkan pada tanah yang dikapur mencapai lapisan

subsoil. Ekstrasi air dari subsoil, seperti yang ditunjukkan oleh tekanan air tanah yang

meningkat sejalan dengan bertambahnya kapur. Sdaistiyonobowo dkk (1993)

melaporkan bahwa pemberian bahan organik, kapur, dan pupuk NPK pada tanah

podsolik merah kuning meningkatkan hasid biji kering kacang tanah

Stevenson (1982) menyatakan secara mum dalam aenentukan apakah agregat

terbentuk stabil atau tidak, dapat dilihat dengan mengetehui (1) jenis clan jumlah ba-

han orgsnik yang ada dalam tanah, (2) kondiii tanaman yang tumbuh pada tanah ter-

sebut, (3) sekresi akar yang merupakan sumber energi bagi mikroba tanah, (4) ada

tidaknya hipa h i dan akar tanaman yang berukuran mikroskopis, (5) adanya pe-

ngeringan dan pembasahan tanah, (6) adanya pembekuan dan penmiran terutama pada

daerah temperet, (7) kation yang dapat dipertukarkan, dan (8) aktivitas makroorgan-

isme tanah seperti cacing (Nacimento, Alrnendros, dan Fernandes, 1992).

Pengaruh Bahan Organik Pada Tanah

Bahan Organik sangat besar peranannya dalam m e n y e d i i medii pertumbuhan

dan perkembangan perakaran. Secara garis besar peranan bahan Organik adalah (1)

menjaga kelembaban tanah, (2) menawarkan sifat racun dari A1 dan Fe, (3) pe-

nyangga hara tanaman, (4) membantu dalam meningkatkan penyediaan hara, (5) men-

stah~lkantempratur tanah. (6) mempcrtstrk~ akt~wtaq mikroba, (7) memperbaiki

struktw tanah, (8) meningkatkan elisiensi pemupukan, (9) mengurangi terjadiiya

erosi (Suhardjo, Soepartini, dan Kurnia, 1993). Purwanto dan Sutanto (1995)
23

melaporkan Wwa jenis bahan organik mempunyai gugus fimgsional yang berbeda
- dim ~~ rnemberikan gambaran kemampuan dalam menekan k e W m - A i dan -

mempengaruhi ketersediaan fosfat. Roechan, Nasution, dan Makarim (1995) telah

melakukan analisis berbagai jenis bahan organik dan p e n g h y a terhadap tanah

tersebut.

Handayanto, Nuraini, dan Ismunandar (1995) melaporkan dekomposisi bahan or-

ganik kualitas rendah yaitu yang mempunyai kandungan N rendah tetapi mempu-nyai

kandungan lignin dan polifenol tinggi, berjalan lambat sehingga hanya sedikit N yang

dapat digunakan tanaman Sedangkan dekomposisi bahan organik kualitas tinggi yaitu

yang mempunyai kandungan N tinggi, kandungan lignin dan polifem1 rendah, akan

=pat tetapi tidak banyak memberikan sumbangan pada bahan organik tanah Apabila

jumlah N yang dilepaskan melebihi kebutuhan tanarnan, maka kelebiban itu akan hi-

lang karena karena pencucian dan penguapan Hasil penelitkin menunjukan bahwa

pelepasan N dapat dikendalikan dengan cua mencampurlcan bahan organik yang

berbeda kualitas tersebut.

Nursyamsi dkk (1995) melaporkan bahwa pemberian bahan organik (kotoran

sapi, jerami, Flemingia sp.) dapat meningkatkan C-organik, KT& dan NO3 - tanah ;

dan meningkatkan serapan hara P dan Mg tanaman. Hasil residunya juga meningkat-

kan perturnbuhan dan produksi jagung. Sukristiyonubowo dkk (1993) melaporkan

bahwa pemberian bahan organik dan kapur mampu meningkatkan dan memperta-

hankan sitat kirnii tanah seperti pli. kandungan hahan organik. KTK. P-tersedia. dan

menurunkan kandungan Al-dd. Wahyuningsih, Setiawati, dan Natalie (1995)

melaporkan bahwa pemberian bahan organik dikombiikan dengan inokulan bakteri


pelarut fosfat berhasii meningkat kelarutan fosfat dalam tanah (Nurbaity, Hegarning-

sih, dan Sipumata, 1995).

Bruce et al. (1992) menyatakan bahwa jumlah, jenis dan metode aplikasi bahan

organik ke tanah telah d i a h u i memberikan pengaruh yang besar. Bahan organik

meningkatkan aktivitas mikroba dan jumlah agregat yang stabiL Dampak selanjutnya

dengan mengubah agregat lebih setabil akan meningkatkan laju infiltrasi air ke dalam

tanah (Dinel et al., 1992). Niedalina dan Busyra (1995) melaporkan bahwa sifd

%&a tanah yang sangat mempengaruhi tlngkat erosi dalah indeks stabiditas agrerat.

Hakim dan Yunus (1 995) melaporkan bahwa pada tahap awal rehabilitasi tanah kritis

dibutuhkan bahan organik berupa pupuk kandang atau pupuk hijau sebanyak 40

tonh.

Stevenson (1982) menyatakan bahan organik dalam proses agregasi berperan

dalarn tiga cam. Pertama sebagai bahan yang terletak antara dua partikel liat yang

bemuatan negatip sehingga kt tersebut terflokkulasi. Kedua bahan organik yang

berbentuk gelatin dapat membalut partikel-partikel tanah dan apab'i terjadi penge-

ringan akan terbentuk sementasi dan terbentuklah mikro-agrerat. Ketiga bahm or-

ganik menjadi surnber energi bagi fungi, dalam pertumbuhan hipe h i menyatukan

mikro-agrerat tanah menjadi agregat yang lebih besar. Kondisi ini juga dapat dipe-

rankan oleh akar tanaman yang berukuran mikroskopis.

Chan, Watson dan Lim (1980) menyatakan di sunping akar yang menjadi sumber

h?han organih tanah yang ditanami kelapa sawit, juga pelepah daun menyumbang

kira-kina 10 tonltahun berat kering, tandan kosong sawit menyumbang 1,5 tonltahun
berat keriug, dan pohon kelapa sawit yang b u r 25-30 tahun yang akan diremaja-

kan menyumbang kira-kira 74,5 t o h berat keriug.

Basuki dkk (1995) mengatakan bahwa penambahan hara nitrogen dan fosfor,

penggunaan inokulum tlmgi selIulotik dan kombiiinya mempercepat proses pe-

ngomposan tandan kosong kelapa sawit dari 12 minggu menjadi sekitar 8 minggu.

nilai C M turun dari 109,s menjadi sekitar 49,5 sampai 21,5; penurunan ini diirtai

juga dengan penyusutan volume, bobot, kandungan serat, laju respirasi, dan N-

ammonium. Sedangkan kandungan N-nitrat clan UIISUT hara lainnya meningkat. Kand-

ungan selldose dan hemisellulosa masing-masing mermrun dari 53,O % dan 21,9 %

menjadi 2 1,2 % dan 9,5 %.

Fisher (1995) dalam m e r e h a b ' i i tanah yang sudah terdegradasi menanaumya


kembali dengan tanaman asahya Temyata setelah 4 tahun terjadi perubahan yaitu BD

menurun, dan terjadi peningkatan C-organik, jumlah kation &ma, P-tersedia sedang-

kan nitrogen hanya me-t sedikit. Edward et al. (1992) memban- antara

tanah yang tidak diolah dan ditanami tanrunan asli dengan tanah yang diolah dan di-
rotasi dengan palawija selama 10 tahun. Pada tanah yang dioIah pH menurun, C-

organik menurun, BD meningkat, P - t e w i menurun. Rotasi dengan fiekuensi yang

tinggi dengan tanaman jagung memberi dampak negatip pada P, Ca, dan Mg tersedii

akibat turunnya pH tanah tersebut.

Sirait dan Siahaan (1991) melaporkan bahwa perkebunan kelapa sawit yang telah

rnemhuat [eras dan pclepah daun sebagai mulsa, temyata laju kehhgan tanah akibat

erosi lebih besar dibandingkan dibandiing laju pembentuk tanah. Chan, Purba dan

Lubi (1 995) menemukan bahwa dalam kurun waktu 20 tahun telah terjadi pembahan
Mg i K- tukar. Selain itu juga diketahui admp p & - ikadar K - t m b (tstz! &.
tukar) di semua jenis tanah.

Proses Pembentukan Agregrrt Tanah

Pembentukan Agregat sangat bergantung pada faktor-faktor hgkmgan dimana

agregat tersebut terbentuk serta bahan organik dan anorganik yang terlibat. Untuk

keperluan pertumbuhan tanaman, maka dibutuhkan agregat yang stabil dari ke-

mungkinan hancur akibat adanya air. Agregat yang hancur akan menyebabkan pori-

pori tanah menurun jumlahnya dan akan mengganggu areasi tanah tersebut

(Stevensons, 1982) Selanjutnya dijelaskan ikatan-ikatan yang terlibat dalam pemben-

tukan agregat sebagai berikut :

1. Ikatan liat dengan liat.

a. Ikatan antara liat bemuatan negatif yang dikoordiii dengan kation polivalen,

digambarkan sebagai berikut :

Liat- -hl"'- Z i t

b. Ikatan liat bermuatan negatif dengan liat bermuatan positip, digambarkan sebagai

berikut :

L i t Al-OH*+- Z i t

2. Ikatan liat-bahan organik-liat.

a. Ikatan daerah pinggir liat-polimer organik-pertukaran Anion : Sisi pinggir positif

dengan polimer karboksil

pinggi Al-OH2f--00C-R-C00'-
-&atan hidrogen antara pinggir hidroksil clan polimer karboksidal atau amida.

Jembatan kation antara pinggir sisi negatif dan polimer karboksil.

-
Pinggir- 0' hf'' - -0OC-R-COO--
- Gaya Van der Waals antara pinggir dengan polimer.
b. Ikatan daerah permukaan liat - polimer organik -

- Ikatan hidrogen antara polimer hidroksil dengan hi-kisi mineral yang dapat

mengembang (didalam atau diluar) permukaan silikat oksigen.

Pennulaan Si - 0 - HO-R-OH -
- Jembatan kation antara daerah permukaan dalam dengan polimer karboksil atau
group polarisasi lainnya

Permukaan dalam - - M!'+ - -0OC-R-COO- -


- Gaya Van der Waals antara permukaan dengan polimer.
-
3. Ikatan pasi - (debu, anorganik dan organik kolloid) pasir.

a. Ikatan kirnia yang terbentuk antara permukaan pasir dengan gel alumanium silikat

hidrat dru;grup-grup yang aktiflainnya dalam pembentukan agregat.

b. Butiran pasir yang diselubungi oleh campuran debu liat terutama distabiian de-

ngan :

- Partikel liat yang banyak


- Irreversibel silikat dehidrasi, seiskioksida atau komplek seiskioksida hwnik.
- Irreversibel bahan humik dehidrasi
- Mikroagregat ukuran debu distabilkan dengan besi humat.
- Ikatan kolloid organik dengan permukaan liat.
Mekanisme ikatan yang terlibat dalam adsorpsi bahan organik dengan mineral

liat, adalah (1) adsorpsi %ik atau ikatan Van der Waals, terjadi pada semua moleM

yang bersatu akibat bersatunya muatan positip dan negatip pada masing-masing par-

tikel. Adsorpsi ini disebut juga interaksi muatan listrik dipole-dipole. (2) Gaya elek-

trostatik atau adsorpsi kimia, yaitu bersatunya mineral liat bermuatan negatifp de-ngan

kolloid organik bermuatan positip atau sebaliknya seperti pada peristiwa pertukaran

kation (3) Ikatan hidrogen, yaitu adanya k e l e b i i muatan akibat dari dua atom

hanya diisi oleh kolloid liat atau organik. (4) Komplek koordinat, yaitu ikatan koor-

dinasi oleh kation polivalen yang menyatukan dua atau lebih kolloid liat clan organik

(Stevensons, 1982).

Sudarsono (1991) melaporkan bahwa sebagai bukti adanya ikatan komplek

antara bahan organik dengan liat adalah sebagii besar C-organik tanah (84 %)

menumpuk pada h k s i terhalus tanah (0 - 50pm). Proses pembentukan agregat yang


terjadi akiiat dari kerjasama ikatan-ikatan tersebut. Semakin banyak ikatan yang terli-

bat, maka semakin stabid agregat tersebut dibandingkan dengan hanya satu ikatan saja

yang berfimgsi. Collado dan Karlen (1992) menyatakan bahwa proses agregasi dan

sifat dari agregat dapat dipakai sebagai indikator dalam evaluasi efek dari sistem ber-

cocok tanam.

Penentuan kestabii agregat dibutuhkan pengetahuan tentang ikatan-ikatan yang

bekerja dalam pembentdcannya. Keadaan ini dapat diietahui dengan memisah-


misahkan partikel penyusun agregat (Edward dan Bremer, 1967; Stevensons, 1982).

Konsep pembentuican agregat dapat dijchskan sebagai berikut. Pasir halus, debu,

kolloid organik dan anorganik bersatu membentuk agregat dengan bantuan kation

polivalen, digambarkan {[C-P-OM],),. Dimana C adalah kolloid liat, P adalah kation

polivalen, OM adalah humus, C-P-OM adalah satu buti agregat, sedangkan x dan y

menunjukkan banyaknya agregat yang bersatu. Ikatan-ikatan ini dapat dihancurkan

dengan merusaknya, seperti bahan organik dibakar dan kedudukan kation polivalen

ditukar dengan kation Na'.


adalah Kuarsit yang telah mengalami pelapukan lanjut sehingga wamanya kabur

(opaq). Dengan adanya proses penekanan oieh gaya endogen bumi terhdap permu-

kaan, terjadilah lipatan-lipatan yang terdiri dari punggung dan rendahan (cekungan).

Pada bagian punggung terlihat beberapa tempat mengalami erosi berat oleh karena

arealnya sudah gundul (tanpa vegetasi penutup) sehingga batuan induknya tersingkap

di permukaan. Secara geologi d m tisiografi daerah ini masih merupakan ekologi

tanaman kelapa sawit, seperti daerah-daerah lainnya di Kabupaten Labuhan Batu yang

mempunyai formasi yang sama dan sudah merupakan daerah perkebunan kelapa sawit

berpotensi tinggi ( Van Bemelang, 1928; BPPM, 1977; dan Konperin, 1987)

Vegetasi

Vegetasi asli daerah penelitian menurut BPPM (1977) clan Koperindo (1987)

adalah diduga semula merupakan hutan tropika lebat, seperti yang masih terlihat dan

diketemukan di sepanjang Batang Kumu dan daerah ke arah perbatasan propinsi Riau

(daerah Rimbo Sibadak). Pembukaan hutan asli untuk usaba pertanian dan peternakan

yang selalu dibarengi dengan pembakaran, tidak rnemberikan kesernpatan bagi berba-

gai jenis pepohonan untuk mengalami regenemi, sebingga pada akhirnya daerah

tersebut menjadi padang rumput yang didominasi oleh galuman (Sporobulus, Andro-

pogon, dan Eleusitna indica), Lalang (Imperata cylindrica) dan padang-padang

(Sporobulus sp), secara sekelompop-sekelompok terdapat tanaman beiukar rendah

haramunting (RhodumurfUs tomentosa) diikuti dengan tanaman pohon balaka

(Tehamerista glahra). Pembakaran rumput. terutama pa& muslm kemarau yang di-

lakukan tanpa adanya tujuan tertentu sudah menjadi keadaan yang rutin setiap tahun-

nya.
Berhasiya penanaman kelapa sawit oleh pihak perkebunan temyata diikuti oleh

perkebunan swasta nasional dan kemudian oleh rakyat perkotaan dan penduduk seki-

tarnya. Akibatnya pada saat ini seluruh daerah padang rumput tersebut sudah ditanami

dengan kelapa sawit, sedangkan pada beberapa lokasi yang arealnya masih belum

begitu luas telah ditanami oleh rakyat dengan karet. Didekat Sibuhuan juga telah di-

tanam dengan tanarnan palawija terutarna pada areal padi tadah hujan dan hortikultura

seperti rambutan, mangga dan durian. Pada areal kelapa sawit vegetasi asli sudah

tidak dijumpai lagi dan rumputnya juga berubah menjadi rumput yang b i i tumbuh di

bawah tanaman kelapa sawit, pada beberapa lokasi tahun tanam 1985 sudah mulai di

dominasi oleh jenis pakis-pakisan. Pembakaran rumput pada musim kemarau oleh

rakyat sekitar yang biasanya berlangsung temyata sudah mulai bericurang dibandhg-

kan dengan yang berlangsung selama ini.

Iklim

Data iklim yang mendapat perhatian di daerah penelitian adalah data curah hujan,

dimana diperoleh dari tiga stasiun pencatat yang lokasinya paling dekat dengan tempat

penelitian. Data pertama diperoleh dari stasiun pencatat Pasir Panguraian yang terle-

tak sekitar 60 km dari tempat penelitian Data kedua diperoleh dari stasiun pencatat

Pasar Sibuhuan yang terletak sekitar 30 km dari tempat penelitian, kedua data ini

merupakan data curah hujan yang dicatat sebelum Perang Dunia I1 (1908 - 1941).

Data ketiga diperoleh dari stasiun pencatat Balangka Sitongkon yang berjarak sekitar

25 km dari tempat pene11tm-t.krupa data curah hujan setelah Perang Dunia 11 (1978 -

1986). Data keempat yang terbani diperoleh dari stasiun pencatat PT. Perkebunan

Nusantara 4 Kebun Sosa, data ini diperoleh dari pencatatan 12 stasiun yang terdapat
pada setiap Afdeling (1985 - 1997) dan d i i i atas dua bagian yaitu sebelum penana-

man kelapa sawit (1984 - i965j oian setelah penmaman keiapa sawit (1986 - 1997).
Dengan demikian daerah penelitii berada antara stasiun pencatat Pasar Sibuhuan dan

Balangka Sitongkon dengan stasiun pencatat Pasir P a n g u a k

-
Tabel 4 :Rataan Curah Hujan Pasar Sebuhuan ( 1908 1941), Balangka Sitongkon
-
(1978 -1986) PT. Perkebunan Nusantara 4 (I) (1984 1985), clan PT.
-
PerkebunanNusantara 4 (11) (1986 1997).

Bulan Psr Pangu- Pasar Sibu- Balangka Stk PT. PN 4 (I) PT. PN 4 (II)
raian huan
J H H H J H H H J H H H J H H H J H H H
kmari 292 15,9 335 16,5 194 13 287 13 294 26
254 12,8 235 11,4 280 15 169 11 224 22
306 14,9 248 13,9 256 16 273 17 268 26
.+xi1 282 14,5 255 13,4 244 12 108 8 215 26
'.Mei 217 11,7' 153 9,7 169 9 184 16 212 21
-uni 159 8,8 115 6,O 80 6 51 12 83 15
, -uli 113 7,6 82 5,4 109 8 78 13 99 16
177 11,O 148 8,s 113 6 76 9 155 18
September 238 13,l 162 9,O 173 10 107 14 238 23
3ktober 300 16,l 255 13,3 154 13 131 I1 213 24
'Vopember 341 16,4 243 13,8 270 15 329 23 325 23
sember 349 16,9 328 14,7 303 18 225 14 324 28
3022 159,7 2559 135,l 2345 141 2015 160 2650 269
JH = Jumlah Hujan dalam mm
HH = Jumlah Hari Hujan.
Sumber : Berlege, 1949 dalam Balai Penelitian Perkebunan Medan, 1977
PT. Perkebunan Nusantara 4, 1997.

Pada Tabel 4 dapat d i i t bahwa data curah hujan yang tercatat di stasiun Pasar

Sibuhuan dan Balangka Sitongkon menunjukkan pola hujan yang sama, dirnana jum-

lah hari hujan yang hampir sama (135,l dan 141) dan curah hujan masing-masing

2559 mm dan 2345 mm. Sedangkan pencatatan stasiun Pasir Panguraian menunjuk-

kan pola curah hujan yang berbeda, d i i jumlah curah hujan leb'h banyak 3022 dan

jumlah hari hujan 159,7. Pada Stasiun pencatat data curah hujan PT. Perkebunan
-
Nusantara 4 Kebun Sosa pada tahun 1984 1985 menunjukkan pola yang mendekati

curah hujan stasiun pencattit Pasar Sibuhuan dan Balangka Sitongkon. Sementara itu

curah hujan yang dicatat dari tahun 1986 - 1997 di PT. Perkebunan Nusantara 4 su-

dah mulai mendekati pola curah hujan stasiun pencatat Pasir Panguraian. Pada tahun

-
1984 1985 jumlah hari hujan sudah mendekati Pasir Panguraian (160 hari) sementara

jumlah curah hujan mendekati Pasar Sibuhuan dan Balangka Sitongkon (2015 mm).

Setelah penanaman kelapa sawit terlihat perubahan pola curah hujan terutama hari

hujan meningkat sampai 68 % yaitu dari sekitar 160 hari hujdtahun menjadi sekitar

269 hari hujanltahun, clan diikuti meningkatnya curah hujan sekitar 31 % yaitu 2015

mrnltahun menjadi sekitar 2650 mm/tahuu Jumlah curah hujan kelihatan telah

mendekati pola curah hujan Pasir Panguraian, sedangkan jumlah hari hujan meningkat

jauh dari pola Pasir Panguraian. Dengan demikian kelihatan pola hujan di lokasi

penetitian adalah pola hujan antara Pasar Sibuhuan dan Balangka Sitongkon dengan

Pasir Panguaian, Berdasarkan data-data curah hujan diatas, maka menurut k l a s i i i

iklirn dari Schmidt dan Ferguson (1951) daerah penelitian tennasuk dalam daerah

dengan tipe curah hujan A, ialah daerah dengan curah hujan diatas 2500 mmltahun

tanpa ada bulan kering yang nyata.


PETA LOKASI AREAL PENELITIAN
SKALA 1 3.756.000'

AREAL PENELlTlAN
BAHAN DAN METODE PENELITIAN

Tempat dan Waktu

Penelitian dhksamkan di areal PT. Perkebunan Nusantara 4 Sosa yang telah

ditanami dengan kelapa sawit sejak tahun 1985. Jenis tanah di daerah yang diteliti

didominasi oleh Typic Paleudult (Adiwiganda, 1991). Komposisi areal PT. Perkebu-

nan Nusantara 4 Sosa dicantumkan pada Tabel 5. Setiap lokasi dibedakan be~dasar-

kan perbedaan tahun tanam kelapa sawit yaitu 1993,1990,1987, dan 1985.

Tabel 5 :Luas Areal Setiap Afdeling PT. Perkebunan Nusantara 4 Sosa

Sumber : Pusat Penelitian Kelapa Sawit (1995)

Pada setiap lokasi dipdh tiga pohon sample tempat pengambilan contoh tanah

dan akar kelapa sawit. Berdekatan dengan pohon sample digali satu pros pada areal
yang tidak ditanami kelapa sawit (kondisi a y a masih seperti sebelum ditanami)

sebagai tempat pengambilan contoh tanah

Secara gwgrafis lokasi penelitian terletak pada 1'4-1°18'~intang utara clan

99'40'-99"58' Bujur Timur.

Analisis contoh tanah dilaksanakan di laboraturium tanah pusat penelitian

Kelapa Sawit, Balai Penelitian Tembakau Deli Sampali, Pusat Penelitian Karet, Labo-

ratorium Kesuburan Tanah, dan Laboratorium Fish Tanah Fakultas Pertanian Uni-

versitas Sumatera Utara.

Penelitian dimulai pada bulan Januari 1997 sampai dengan Desember 1997.

Metode Penelitian

Metode penelitian yang digunakan dalam penelitii ini disesuaikan dengan

hipotesis yang ingii diuji yaitu :

1. Untuk menguji hipotesis 1.

Untuk melihat kemampuan akar kelapa sawit berkembang di lapisan subsoil

yang padat di lapangan, maka di areal tanaman benunur 4,7, 10, dan 13 tahun pada

-
ke tiga pohon sampel diiali profl tanah dengan jar& 0 4.5 m dari pangkal batang

kelapa sawit. Pengamatan d i i pada 5 bidang pengarnatan yaitu 0 - 0,5 m;

0,5 - 1,5 m; 1,5 - 2,5 m; 2,5 - 3,5 m; dan 3,5 - 4,5 m Kemudian diukur kedalaman

perakaran yang telah berkembang di lapisan subsoil yang padat tersebut pada masing-

masing umur tanaman. Untuk melihat ketebalan awal dari lapisan subsoil yang padat

tersebut, dibuat profil tanah pada tanah yang t~dal,drtanami helapa sawit dekat den-

gan lokasi pengamatan dan ditetapkan tebal masing-masing horizon tanah.


Di samping itu untuk melihat kemampuan akar kelapa sawit berkembang di

lapisan tanah pada berbagai kepadatan dibuat juga perwbaan di rumah liasa untuk - -

melihat pengaruh kerapatan lindak terhadap perkembangan akar dan pertumbuhan

bibit kelapa sawit. Contoh tanah tidak terganggu 1- setebal 25 cm di lapangan

dengan menggunakan pipa PVC yang berdiameter 20 cm setinggi 30 cm. Kerapatan

lindaknya terdiri dari 1,64; 1,5 1; 1,42; 1,31; 1,23; dan 1,13 ( W o r pertama). Pada

permukaan tanah pot pipa PVC ditambahkan tanah topsoil setebal 5 cm Kemudian

ditanam bibit kelapa sawit yang telah berurnur 2 - 3 bulan Pada perm- tanah

diberi kompos akar (800 grlpot) dan tanpa kompos akar sebagai mulsa (faktor

kedua). Setelah kelapa sawit berumur 5 bulan dilakukan pengamatan berat kering

akar, tinggi tanaman, jumlah clam dan luas dauu Digunakan rancangan acak lengkap

dengan 3 ulangan.

Model aditif linear rancangan percobaan adalah :

Ylj =P + a, + P, + (aBe + E,,

yang bermakna :

Y,, = nilai pengamatan pada kerapatan lindak ke-i dan kompos ke-j.

p = nilai tengah umum

a, = pengaruh kerapatan lindak ke-i.

p, = pengaruh kompos ke-j.

(ap)ij= pengaruh interaksi kerapatan lindak ke-i dan kompos ke-j.

I:,, = pngaruh act& kwdptan lindak ke-i dan kompos ke-j.


2. Untuk menguji hipotesis 2.

Untuk melibat kemampuan akar kelapa sawu meningkah mutu indeks stabii-

tas agregat, persentase agregasi, persentase air tersedia dan nmng pori; men&

kerapatan lindak, maka setiap horison untuk masing-masing bidang pengarnatan pada

setiap umur tanaman d i b i l contoh tanahya. Contoh tanah tersebut dianalisi kera-

patan lindak, ruang pori, indeks stabilitas agregat, persentase agregasi clan persentase

air tersedia di laboratorium.

Untuk rnenguji pengaruh umw kelapa sawit terhadap kerapatan lindak, mang

pri, indeks stabilitas agregat, persentase agregasi dan persentase air tersedia, dianal-

isis ragamnya clan dilanjutkan dengan uji jarak ganda Duncan (Gomez dan Gomez,

1995). Untuk melihat perubahan yang terjadi antara sifat W


ik tanah yang ditanami
kelapa sawit dengan yang tidak ditanami kelapa sawit, diamhis dengan uji-t (Steel

dan Torrie, 1993).

3. Untuk menguji hipotesis 3.

Untuk rnelihat dampak positif kelapa sawit terhadap pH, C-organik, N-total,

K-dd, kapasitas tukar kation (KTK), kejenuhan basa (KB), Fe dan Mn, rnaka setiap

horison untuk masing-masing bidang pewamatan pada setiap umur tanaman di areal

yang ditanami kelapa sawit diambii contoh tanahnya. Contoh tanah ini diadkis pH,

C-organik, N-total, K-dd, KTK, KB,Fe, dan M n di laboraturium

Untuk menguji pengaruh umur kelapa sawit terhadap pH, C-organik, N-total, K-

dd. KTK. RR. Fe, dan M n dranal~sisragamnya dan dilanjutkan dcngan uji jar& ganda

Duncan (Gornez dan Gomez, 1995). Untuk m e b t perubahan yang terjadi antara
sifat kimia tanah yang ditanami kelapa sawit dengan yang tidak &it& kelapa sawit,

d i i s dengan uji-t (Steel dan Tome, i993j.

Pelaksanaan Penelitian

Penelitian mencakup tiga tahapan kegiatan, yaitu : (1) pengamatan dan pe-

ngambii contoh tanah dan akar di lapangan, (2) analisis laboratorium, clan (3) anal-

isii kuantitatif dan kualitatif. Uraian dari setiap tahap kegiatan disajii sebgai

berikut :

Pengamatan Lapangan

Pada tahap ini tercakup kegiatan pemiliban lokasi untuk pengambilan contoh

tanah, pembuatan pro@ pengukuran, dan pengambilan akar kelapa sawit. Di sam-

ping itu dihkukan juga pengumpulan data lingkungan setiap lokasi yang terdiri dari

data geologi dan i k h Pengamatan lapangan menggunakan metode pengamatan

Puslittanak (1993 dan 1994), Soil Survey Staff(1994). Untuk ini digunakan peta

satuan lahan dan tanah berskala 1: 250.000 LREP (Subardja dkk, 1990), peta to-

pografi berskala 1 : 100.000 (USARF'AC, 1957) dan peta lok&i kebun berskala 1 :

10.000.

Pengamatan berat kering akar dilakukan terhadap pohon contoh terpilih. Akar

digali dari 118 bagii piringan dengan kedalaman sesuai dengan horison tanah. Con-

toh akar dan contoh tanah yang diambil pada jarak 0 - 0,5 m; 0,5 - 1,5 m; 1,5 - 2,5 m;

2,5 - 3,5 m; dan 3,5 - 4,5 m dari pangkal batang untuk masing-masing horison tanah

(Gambar 2). Kemudian akar dan tanah dipisahkan, akar dicuci bersih baru dimasukkan

ke dalam kantong kemudian di keringkan dalam oven clan ditimbang berat keringnya.
Tanah dikering udarakan pada ruang pengering tanah, k e m u d i ditumbuk dan &ayak

iEi h - k i n r i a tan&
dengan ayakan 10 mesh untuk sarnpel d

harken 1
-----
horizon 2

- - - - -3-
-hmlbon
harken 4
--

Garnbar 2 :Tempat pembongkar4 akar pada piringan.

Untuk pengamatan sifat lisii dan kimia tanah, maka diambil tiga jenis contoh

tanah yaitu (1) Contoh tanah tak terganggu (undisturbed soil sample), d i i b i i pada

setiap horison bidang pengamatan dengan menggunakan ring sampler, yang akan

digunakan untuk menetapkan kerapatan lindak dan air tersedia. (2) Contoh tanah

agregat utuh (disturbed soil aggregate), diambii pada setiap horison bidang penga-

matan sekitar 1 kg, yang akan digunakan untuk menetapkan persentase agregasi clan

indek stabiitas agregat. (3) Contoh tanah b i i (disturbed soil sample), diambii pada

setiap bidang pengamatan sekitar bersama dengan akarnya, yang akan digunakan

untuk analisis pH, C-organik, N-total, K-dd, KTK, KB (NH40AcpH 7). Mn, dan Fe.

(4) Untuk percobaan kemampuan akar berkembang di 1api.m padat diamhil contoh

tanah lak terganggu dengan me~gIIII?tkanpipa PVC: yang btrrdian~tcr20 crn dan
tingginya 30 cm. Tebal tanah yang diambii adalah 20 cm dengan kerapatan lindaknya

adalah 1,64; 1,5i; 1,42; i,31; 1,23; dan 1,13.

Analisis Laboratorium

Sifat-sifat tanah yang dianabis mencakup sifat h i k yaitu kerapatan Ijndak, air

tersedia (pF2.5 dan pF 4.2), indek stabifitas agregat, persentase agregasi, kerapatan

lindak diukur dengan menggunakan ring sample (Blake dan Hartge,1986 a; Blake dan

Hartge, 1986 b) setelah diperoleh datanya, maka dapat dihitung ruang pori totalnya

dengan rumus : ruang pori total = (1- Kerapatan iindaMPartike1 Density) 100%

(Danielson dan Sutherlaud, 1986). Pressure plaie apparatus digunakan untuk men-

gukur pF (Casse1 dan Nielsen, 1986). Pengukwan kernantapan agregat dan diameter

agregat (Kemper dan Rosenau, 1986) dilaksanakan dengan pengayakan ksring dan

basah. Dari pengayakm kering diperoleh rerata berat diameter agregat ke-ring

(RBDK), dan pengayakan basah diperoleh rerata berat diameter basah (RBDB). Ke-

mantapan agregat dapat diitung dengan rumus :KA ={ l/(RBDK-RBDB)} 100%.

Sitkt kimia tanah yang d i i i adalah pH Hz0 (Mc Lean, 1982); C-organik

m o d i i i Walkley dan Black (Nelson dan Sommers, 1982) N-total metode KjeldahI;

Na-dd dan K-dd flame fotorneter; Ca-dd dan Mg-dd AAS; Fe (Olson dan Ellis, 1982)

Analisis Kualitatif dan Kuantitatif

Data yang berkaitan dengan sifat (karakterristii) pembahan antara tanah yang

ditanami kelapa sawit dengan yang tidak ditanarni &analisis secara kualitatif dan uji-t.

Dalam ha1 ini penelaahan dan interpretasi data bersifat deskript~fSementara 1111 p n -

garuh atau hubungan berbagai faktor atau hubungan antara sesarna faktor d i - & i s

dengan a d k i i ragam dan uji jarak ganda Duncan. Hubungan kerapatan lindak den-
gan sifat hik, kimia dan berat kering akar dianalisii dengan regresi bertatar. Data

yang diperoieh dari rancangan percobaan ciianalisis dengan d i s ragam dan uji jarak

ganda Duncan.
HASIL DAN PEMBAHASAN

Pengamh Kompos dan Kerapatan Lindak Terhadap Pertumbuhan dan

Perakaran Bibit Kelapa Sawit

Hasil analisis statistik menunjukkan bahwa pemberian mulsa kompos tidak

mempengaruhi luas daun dan berat kering akar bibit kelapa sawit (Tabel 6 dan Ta-

be1 Lampiran 1 dan 2). Hal ini menunjukkan bahwa penambahan bahan organik

belum mencapai sasaran yang diharapkan terhadap tanah tempat tumbuh bibit

kelapa sawit tersebut. Peningkatan aktivitas mikroba, mikroflora dan fauna tanah

tidak terjadi, dan mengakibatkan tidak ada perubahan sifat fisik dan kirnia tanah

yang diharapkan, terutama untuk meningkatkan kesuburan tanah tersebut (Tan,

Tabel 6: Pengaruh Mulsa Kompos dan Kerapatan Lindak terhadap Luas Daun dan
Berat Kering Akar Bibit Kelapa Sawit
Perlalcuan Luas Daun (an)20 Berat Kering Akar
Minggu (9)

Mulsa 0 203,28 a 12.84 a


Kompos 800 236,59 a 13,22 a
1,1 215,07a 13,20 b
1,2 307,20 a 15,77 a
Kerapatan 1,3 220.83 a 12.57 b
Lindak 1,4 192,41 a 12,43 b
1.5 196.06 a 12.27 b
1,6 188,03 a 11,94 b
Keterangan : Angka yang diikuti dengan huruf yang sama pada kolom yang sama
tidak berbeda nyata pada taraf 5 % dengan uji jarak ganda Duncan.

Perkembangan akar bibit kelapa sawit menurun dengan makin tinkuinya kera-

patan lindak tanah. Hal ini tampaknya disebabkan oleh ketersediaan oksigen yang

berkurang dan menurunnya persentase ruang pori tanah sehingga tempat akar
berkembangan berkurang. Walaupun demikian tampak bahwa akar bibit kelapa

sawit masih dapat berkembang di tanah berkerapatan lindak tinggi. Luas daun

kelapa sawit cenderung menurun dengan makin meningkatnya kerapatan lindak,

namun secara statistik belum ada pengaruhnya (Tabel 6).

Tabel 7: Pengamh Mulsa Kompos dan Kerapatan Lindak terhadap Perkembangan


Tinggi Tanaman Kelapa Sawit Selama 20 Minggu.

Perlakuan Tinepi Tanaman (cm)Minggu


4 8 12 16 20
Mulsa 0 28,75 a 33,06 a 38,97 a 42,24 a 52,94 a
Kompos 800 g 28,89 a 33,25 a 39,62 a 46,90 a 55,77 a
1,13 28,97a 34,08 a 40,95 a 45,70 ab 54,20 b
1,23 28,92 a 33,77 a 39,93 a 52.91 a 66,OO a
Keraptan 1,31 28,78 a 32,90 a 39,60 a 42,27 ab 52,98 b
Lindak 1,42 28,83 a 32,88 a 38,65 a 42,OO ab 5 1,40 b
1.51 28.75 a 32.75 a 38.52 a 43.45 ab 50.57 b
I 1;64 1 28:67 a 1 32:57a 1 37;93 a 1 40,67 b 1 50197 b I
Keterangan : Angka yang diikuti dengan huruf yang sama pada kolom yang sama
tidak berbeda nyata pada taraf 5 % dengan uji jarak g h d a Duncan.

Pengaruh pemberian mulsa kompos terhadap tinggi tanaman sampai umur

bibit kelapa sawit 20 minggu, tidak tampak. Hal ini menunjukkan bahwa belum ada

peranan bahan organik dalam mendorong pertumbuhan tanaman. Pengaruh kera-

patan lidak terhadap tinggi tanaman sampai umur bibit kelapa sawit 12 minggu

juga tidak ada, ini berarti bahwa sampai dengan umur tersebut perkembangan akar

masih normal. Pada umur 16 dan 20 minggu, tinggi tanaman nyata dipengamhi

kerapatan lindak tanah (Tabel 7 dan Tabel Lampiran 3, 4, 5, 6, dan 7). Hal ini

menunjukkan bahwa mulai umur 4 bulan perkembangan akar bibit kelapa sawit

mulai tertekan. Penurunan tersebut berarti luas permukaan akar tempat masuknya

hara rnak~nherlurany sehinga suplai unsur hara dari akar ke daun berkurang dan

berdampak pertumbuhan tanaman terhambat. Analisis korelasi hubungan antara

berat kering akar dengan tinggi tanaman menghasilkan koefisien korelasi r 0.99**,
- -.

hal ini berarti makin menurun berat kering akar akan diikuti juga dengan makin

Tabel 8: Pengaruh Mula Kompos dan Kerapatan Lindak terhadap Jumlah Daun
Bibit Kelapa Sawit Selama 20 Minggu.

Perhkuan Jumlah Daun (helai)M i n ~ e u


4 8 12 16 20
Mulsa 0 5a 7a 9a 11 a 13 a
Kompos 800g 5a 7a 9a 11 a 14 a
1,13 5.a 7a 9a 12 a 15 b
1,23 5a 7a 9a I1 a 17 a
Kerapatan 1,3 1 5a 7a 9a 11 a 13 c
Lindak 1,42 5a 7a 9a I1 a 13 c
1,51 5a 6a 8a I1 a 12 c
1,64 5a 6a 8a 10 a 12 c
Keterangan : Angka yang diikuti dengan huruf yang sama pada kolom yang sama
tidak berbeda nyata pada taraf 5 % dengan uji jar& ganda Duncan

Pengaruh pemberian mulsa kompos terhadap jumlah daun bibit kelapa sawit

sampai umur bibit 20 minggu tidak ada, hal ini makin mempertegas bahwa bahan

organik belum bereaksi positif terhadap tanah tempat tumbuh bibit kelapa sawit.

Pengaruh kerapatan lindak terhadap jumlah daun sampai umur bibit 16 minggu ti-

dak ada, dan setelah berumur 20 minggu tampak jumlah daun juga dipengaruhi

kerapatan lindak tanah (Tabel 8 dan Tabel Lampiran 8, 9, 10, 11, dan 12). Hal ini

menunjukkan bahwa gangguan yang terjadi bukan hanya pada tinggi tanaman yang

tertekan, tetapi jumlah daun juga menurun. Analisis korelasi antara berat kering

akar dengan jumlah daun menghasilkan koefisien korelasi r = 0.95**, ha1 ini berarti

makin tertekan perkembangan akar maka makin menurun jumlah daun. Dengan

demikian membuktikan bahwa bila perkembangan akar tanaman terganggu, maka

penumbuhan batang dan daunnya juga ikut rerganuu


Perkembangan Akar Tanaman Kelapa Sawit Secara

Horizontal dan Vertikal di Lapangan

Akar Total Kelapa Sawit

Perkembangan akar kelapa sawit di lapangan tampak secara genetis tumbuh ke

arah horizontal dan vertikal Secara horizontal akar terkonsentrasi di lapisan per-

mukaan tanah sampai kedalaman 30 cm untuk memenuhi kebutuhannya akan unsur

hara. Hal ini didukung oleh lapisan permukaan tanah yang umumnya me-gandung

unsur hara lebih tinggi dan aerasi yang lebih baik dibandiigkan dengan lapisan

bawah. Secara vertikal akar tumbuh menuju pusat bumi yang bertujuan untuk

jangkar, agar batang dapat tumbuh ke atas dengan kokoh dan untuk mencari air

(Gambar 3). Pada awalnya perkembangan akar dimulai pada lapisan permukaan,

dan dengan bertambahnya umur mulai menurun ke lapisan bawah

Perkembangan akar ke bawah baik yang bertujuan untuk jangkar maupun un-

tuk mencari unsur hara dan air, terus berlangsung sejalan dengan bertambahnya

umur. Walaupun kerapatan lindak tanah ke bawah makh meningkat, temyata akar

kelapa sawit dapat tumbuh dan berkembang untuk memenuhi kebutuhannya

Perkembangan akar pada tanaman berumur 4 tahun di horizon ke 1 telah men-

capai jarak 4,5 m dari pangkal batang, sedangkan ke bawah pada bidang 0 - 2,5 m

-
dan pangkal batang mencapai kedalaman 2,00 m Pada zona 2,5 4,s m dari pang-

kal batang di horizon ke 2, 3 dan 4 masih belum ada akar yang berkembang baik
Akar Prher
Akar Sek&r
Akar Telrier

- AkarPrinar
- Akar Sekunder
- Akar Tersier

JarakIhriPanglulBa~
o m 0 5 15 25 33 45m
e
d 0.16 - Akar Pzinsr

Gambar 3. Arsitektur Akar Kelapa Sawit Umur 4 Tahun (A), ArsiteMur A k a


Kelapa Sawit Umur 7 Tafiun (B), Arsitektur Akar Kelapa Sawit Umur
10 Tahun (C), dm Arsitektur Akar Kelapa Sawit Umur 13 Tahun @).
Pada umur 7 tahun perkembangan akar primer di horizon ke 1 mencapai jarak

4,s m sedangkan di horizon ke 2 telah mencapai jar& 3,5 m dari pm&d batag.

Akar sekunder dan tersier telah berkembang pada seluruh horizon termasuk pada

zona 2,5 - 4,s m dari pangkal batang di horizon ke 2, 3 dan 4 yang masih kosong
pada tanaman berurnur 4 tahun (Gambar 3 B). Perkembangan akar sekunder dan

tersier pada zona tersebut tampak merupakan cabang dari akar primer yang tum-

buh di horizon ke I dan 2, dan tumbuh menuju ke bawah menernbus tanah yang

kerapatan lindak tinggi. Pada umur 10 dan 13 tahun perkembangan akar primer di

horizon ke 1 dan 2 telah mencapai jarak 4,5 m dari pangkal batang. Perkembangan

akar sekunder dan tersier di horizon ke 2, 3 d m 4 zona 2,5 - 4,5 m tampak makin

meningkat jumlahnya (Gambar 3 C dan 3 D).

Perkembangan awal akar tanaman kelapa sawit secara horizontal dimulai pada

lapisan permukaan sampai dengan jarak 4,5 m dari pangkal batang, sedangkan

perkembangannya secara vertikal hanya radius sekitar 2,s m dari pangkal batang.

Kemudian dengan bertambahnya umur tanaman maka pada zona 2,5 - 4,5 m dari

pangkal batang di horizon ke 2, 3 dan 4, tumbuh akar sekunder dan tersier yang

merupakan cabang akar primer dari lapisan permukaan menuju ke lapisan bawah

mencapai kedalaman 2 m..

Hasil pengujian statistik menunjukkan bahwa makin jauh dari pangkal batang

secara horizontal dan vertikal makin menurun berat kering akar total kelapa sawit

umur 4, 7. 10 dan li tahun (Tabel 9 dan Tabel Lampiran 13. 17. 2 1 . dan 25) Be-

rat kering akar total meningkat dengan bertambahnya umur pada setiap bidang

pengamatan, dan tampaknya ini merupakan sifat genetik dari kelapa sawit. Diduga
apabila perkembangan akar yang dibutuhkan terhambat, maka pertumbuhan tana-

man juga akan terhambat. Pada kenyataannya di lapangan p e ~ ~ b u h ia n m- -

tidak terhambat, hal ini menunjukkan bahwa perkembangan akar yang berfimgsi

mengabsorpsi unsur hara dapat memenuhi kebutuhan tanaman.

Tabel 9 : Pengaruh Jarak dari Pangkal Batang dan Kerapatan Lmdak Masing-
masing Horizon terhadap Berat Kering Total Akar (g/dm3) Kelapa
Sawit Umur 4,7,10 daan 13 Tahun

Jarak Dari Batang 1 0-0.5 0,5-1.5 1,5-2,5 2.5-3,5 3,5-4,5 1 Rataan

Kerapatan Lindak
Horizon 1 - 4
Umur 4 Tahun
1.58
lj76
I 0.32 cd
0s42
0,30 d
0,28 d
0.22 de
0,02 g
0,06 fg
0.03 fg
0;05 fg
0,W
0,Oo
0,00 0,Oo 0,08
Rataan 0,73 0,27 0,16 0,03 0,04
1.28 1.23 c 1.69a 1.38 b 1.40 b 0.77de 1,29
Kerapatan Lindak 1160. 0187 d 0168 e 0;29 gh 0,18 i 0,3 1 g 0,47
Horizon 1 - 4 1,62 0,75e 0,54f 0,16 i 0,06j 0,20 hi 0,34
Umur 7 Tahun 1,69 0,67 e 0,46 f 0,04 j 0,05 j 0,03 j 0,25
Rataan 0.88 0,84 0,47 0,42 0,33
1,12 2,18b 2,87a 1,45 b 0,97c 0,58bc 1,61
KerapatanLindak 1,31 3,02 a 1.54 b 1,34bc 1.43 b 1,17bc 1,70
Horizon 1 - 4 1.57 1.54b 0,88c 0.32 d 0,12d 0,16d 0,60
Umur 10Tahun 1,84 0,27d 0,ll d 0,09 d 0,OSd 0,05d 0,12
Rataan 1.75 1,35 0.80 0,65 0.61
1,53 3,78 235 3,39 2.97 2.65 3,13 a
Kerapatan Lindak 1,523 2,69 1,53 1,73 0,32 0,35 1,32 b
Horizon 1 - 4 1,66 0,79 0,89 0,53 0,32 0,60 c
Umur 13 Tahun 1,67 0,27 0,21 0,16 0,05 0,24 0,19 d
Rataan 1,88 a 1,37 b 1,45 b 0,95 c 039 c
Keterangan : Angka yang diikuti dengan huruf yang sama tidak berbeda nyata pada
taraf 5 % dengan uji jarak ganda Duncan.

Pada tanaman berumur 4 tahun terjadi interaksi positif perkembangan akar

total pada bidang pengamatan 0 - 0,s m di horizon ke 1, dimana berat keringnya

lebih tinggi dibandingkan dengan penjumlahan efek utama. Hal ini merupakan efek

pada saat bertanam, dimana pembuatan lubang tanam telah mengubah kerapatan

lindak tanah, sehingga perkembangan akar pada zona tersebut tidak terhambat

Pada tanaman berumur 7 dan 10 tahun terjadi interaksi negatif perkembangan akar
51

total antara jarak horizontal dengan vertikal, ha1 ini menunjukkan adanya tekanan

terhadap perkembangan akar oleh kerapatan iindak yang tinggi di iapisan bawah.

Pada tanaman berumur 13 tahun tidak tejadi interaksi tersebut, hal ini menunjuk-

kan bahwa perkembangan akar total ke lapisan bawah sudah tidak terhambat,

walaupun kerapatan lindak tanah meningkat. Kondisi ini menunjukkan bahwa

jumlah akar yang dibutuhkan tanaman kelapa sawit untuk tumbuh dan berproduksi

secara normal telah cukup.

Akar Primer Kelapa Sawit

Hasil pengujian statistik menunjukkan bahwa makin jauh dari pangkal batang

secara horizontal dan vertikal makin menurun berat kering akar primer kelapa

sawit umur 4, 7, 10 dan 13 tahun (Tabel 10 dan Tabel Lampiran 14, 18, 22 dan

26). Perkembangan akar primer tampak l e b i baik secara horizontal dibandiigkan

dengan vertikal, ha1 ini menunjukkan bahwa perkembangan akar ini ke bawah su-

dah terhambat karena tingginya kerapatan lindak tanah. Namun tampak per-

kembangannya ke bawah meningkat dengan bertambahnya umur tanaman, hanya

pada kerapatan lindak 1.84 akar primer tidak dapat menembusnya. Secara hori-

zontal tampak perkembangan akar primer tanaman kelapa sawit 4, 7, 10 dan 13

tahun hanya mencapai horizon ke 2, dan secara vertikal hanya mencapai jarak 2,5

m dari pangkal batang.

Pada tanaman berumur 4 tahun tejadi interaksi positif antara jarak horizontal

dengan venikal pada h~dangpngamatan 0 - 0.5 rn di horizon permukaan untuk

akar primer. Hal ini menunjukkan bahwa pembuatan lubang tanam pada saat akan

bertanam menyebabkan akar primer lebih mudah berkembang. Pada tanaman ber-
umur 7 tahun tidak terjadi interaksi tersebut, walaupun tampak perkembangan aka

primer telah keluar dari zona lubang ranam. Hal ini menunjuickan bahwa perkem-

bangannya belum terhambat sehingga pengaruh lubang tanam tidak tampak. Pada

tanaman berumur 10 dan 13 tahun terjadi interaksi negatif, hal ini menunjukkan

bahwa perkembangan akar primer ke bawah telah terharnbat oleh kerapatan Iindak

tanah yang tinggi

Tabel 10 : Pengaruh Jarak dari Pangkal Batang dan Kerapatan Lindak Masing-
masing Horizon terhadap Berat Kering Akar Primer (g/dm3) Kelapa
Sawit Umur 4,7, 10 dan 13 Tahun.
I Jarak Dari Batang 1 04,5 0,5-1.5 1,5-2,5 2,5-3,5 33-4,s 1 Rataan
m m m m m
1,52 1,06 a 0,10 bc 0,15 b O m 0,00 0.26
Kerapatan Lindak 1,58 0,04 cd 0,01 d 0,03 d 0,m 0,m 0,02
-
Horizon 1 4 1,58 0,02 d o,@J 0,W o,@J 0,OO 0,004
Umur 4 Tahun 1,76 0,00 0.00 0.00 0,00 0,00 0,00
Rataan 0,28 0,03 0,05 0,00 0,oO
1,28 0.26 0,22 0,13 0,lO 0,16 0,17a
Kerapttan L i 1,60 0,26 0,15 0,11 0.04 0,10 0,13 a
Horizon 1 - 4 1,62 0,24 0,14 0.11 0,OO 0,00 0,lOa
Umur 7 Tahun 1,69 0,23 0,08 0,OO 0,OO 0,00 0,06 a
Rataan 0,25 a 0,15 b 0,09 c 0,04 d 0,07 d
1,12 0,43 de 0,00 0,62 bc 0,24f 0,07 g 0,27
Kcrapatan Lindak 1,31 1.49 a 0.71 b 0,53 cd 0,51 cd 0.42 de 0,73
Horizon 1 - 4 1,57 0,56 bcd 0,31 ef 0,04 g 0,OO 0,m 0,lS
UmurlOTahun 1,84 O,OO 0,00 O,OO 0,m O,OO O,M)
Rataan 0,62 0,26 0,30 0,19 0,13
1,53 1,67 a 0,48 c 1,22 b 1,29b 1,16 b 1,20
Kerapatan Lindak 1,58 1,15 b 0,43 cd 0,17 e 0,01 e 0,04 e 0.36
Horizon 1 - 4 1,66 0.17 e 0.23 de 0.06 e 0,OO 0.00 0,09
Umur 13 Tahun 1,67 0,08 e 0,01 e 0,01 e 0,00 0,OO 0,02
Rataan 0,77 0,29 0,37 0,33 0,35
Keterangan : Angka yang diikuti dengan huruf yang sama tidak berbeda nyata pada
taraf 5 % dengan uji jarak ganda Duncan.

Akar Sekunder Kelapa Sawit

Hasil penyujian statisrik menunjukkan bahwa makin jauh dari pangkal batang

secara horizontal dan vertikal makin menurun berat kering akar sekunder kelapa

sawit umur 4, 7, 10 dan 13 tahun (Tabel 11 dan Tabel Lampiran 15, 19, 23, dan
27). Berbeda dengan perkembangan akar primer, akar sekunder cenderung ber-

kembang ke bawah (vertikal) dbandingkan dengan ke samping @orizontal) walau-

pun kerapatan lindak ke bawah makin tinggi.

Tabel 11 : Pengaruh Jarak dari Pangkal Batang dan Kerapatan Lindak Masing-
masing Horizon terhadap Berat Kering Akar Sekunder @/dm3) Kelapa
Sawit Umur 4,7, 10 dan 13 Tahun
I Jarak Dari Batang 1 0-0,5 0,5-1,5 1,s-2,5 2,5-3,5 3,5-4.5 1 Rataan 1

Keterangan : Angka yang d i i t i dengan huruf yang sama pada kolom atau baris
yang sama tidak berbeda nyata pada taraf 5 % dengan uji jarak
ganda Duncan.

Akar sekunder tampak telah berkembang pada semua lapisan tanah, bahkan

pada kerapatan lindak tanah yang sangat tinggi (1,84). Pada semua umur tanaman

kelapa sawit tidak tejadi interaksi antara jarak horizontal dan vertikal, ha1 ini

menambah menunjukkan bahwa perkembangan akar sekunder ke bawah tidak

dipngaruhi oleh kerapatan lindak tanah yang makin tinggi. Pada kondisi tanah

yang memiliki kerapatan lindak sangat tinggi, tarnpaknya akar sekunder tanaman
kelapa sawit dapat menggantikan h g s i akar primer sebagai jangkar dan memper-

oleh air di lapisan bawah. Diameter akar sekunder yang-lebih kecil dari akar primer

memudahkannya berkembang pada tanah yang sangat tinggi kerapatan lindaknya,

terutama pada saat akar primer tidak dapat berkembang pada tanah tersebut.

Akar Tersier Kelapa Sawit

Hasil pengujian statistik menunjukkan bahwa makin jauh dari pangkal batang

secara horizontal dan vertikal makin menurun berat kering akar tersier kelapa sawit

umur 4, 7, 10 dan 13 tahun (Tabel 12 dan Tabel Lampiran 16, 20, 24, dan 28).

Perkembangan akar tersier tampak sudah mulai menjauhi pangkal batang dan tidak

terpengamh oleh tingginya kerapatan lindak tanah. Secara proporsional akar

berkembang ke seluruh penjuru dan selalu lebii jauh biia dibandiigkan dengan akar

sekunder. Hal ini menunjukkan bahwa akar tersier merupakan akar pioner dalam

menembus tanah. Di samping itu tampak hngsi akar tersier sebagai akar yang

mengabsorpsi unsur hara, dimana konsentrasi perkembangannya lebih besar ke

lapisan pmukaan. Dengan demikian selama akar tersier dapat berkembang den-

gan baik, maka kelapa sawit akan tumbuh dan berkembang dengan normal.

Dari gambaran di atas tampaknya mekanisme perkembangan akar di lapisan

tanah berkerapatan lindak tinggi selalu dimulai dengan terlebih dahulu dimasuki

oleh akar tersier. Kemudian baru diikuti oleh akar sekunder dan akhirnya akar

primer mampu masuk dan berkembang di lapisan padat tersebut. Kemungkinan

denpan masuknya akar tersier dan sekunder pada lapisan tanah berkerapatan lindah

tinggi tersebut, menyebabkan tejadinya proses fisik dan kimia yang menyebabkan

akar primer dapat dengan mudah masuk ke tanah tersebut. Menurut Russel (1982)
bila pertumbuhan akar primer terhambat, maka akan membentuk cabang berupa

akar sekunder. Biia aicar sekunder ini juga ternwbat pertumbuhannya maka akan

terbentuk cabang akar tersier yang diameternya sesuai dengan besarnya ruang pori

tanah tersebut

Tabel 12 : Pengaruh Jarak dari Pangkal Batang dan Kerapatan Lindak Masing-
masing Horizon terhadap Berat Kering Akar Tersier @/dm3) Kelapa
Sawit Umur 4,7, 10 dan 13 Tahun.
Jarak Dari Batang 1 0-0,5 0,5-1,5 1,5-2,5 2,5-3,5 33-43 1 Rataan 1
m m m m m
1,52 0,61 0,34 0,27 0,09 0,12 0,29 a
Kerapatan Lindak 1,523 0,23 0,22 0,02 0,Oo 0,OO 0,09 b
-
Horizon 1 4 1.58 0.18 0.17 0.01 0.00 0.00 0.07 bc
Umur 4 Tahun 1,76 0,17 0102 0103 0.00 0;00 0,04 c
Rataan 0,30 a 0,19 b 0,08 c 0,02 d 0,03 d
1,28 0,71 c 1,20 a 1,04 b 1.16 ab 0,41 de 0,90
KerapatanLindak 1,60 0,46 d 0,40 def 0,10 h 0,06 hi 0,03 i 0,21
-
Horizon 1 4 1,62 0,39 e 0.35 efg 0,04 i 0,05 hi 0,05 hi 0,18
Umur 7 Tahun 1,69 0,31 g 0,34 fg 0,02 i 0,02 i 0,OO 0,14
Rataan 0,47 0,57 0,30 0,32 0,12

Kerapatan Lindak
-
Horizon 1 4
1.12 1,39b 2,64 a
0,33 gh
0.28 hi
0,59d
0,41 fg
0.17 ii
0,53 de
0,46 ef
0.09 ik
0,50c
434 gh
0.10 ik
1 1,13
443
0.22
1
Umur lOTahun 1184 0.03 k 0,03 k 0102 k 0,01-k 0,01-k 0;02
Rataan 0.62 0,82 0,30 0,27 0,34
1.53 1.64 1.86 1.67 1.29 0.91 1.47 a
Keraptan Lindak 1158 1,15 0;s 1 0,38 0,15 0,17 0.53 b
-
Horizon 1 4 1,66 0,38 0,50 0,30 0.23 0,14 0,31 c
Umur13Tahun 1,67 0.11 0,11 0,08 0.03 0,13 0,09 d
Rataan 0,82 a 0,82 a 0,61 ab 0,42 bc 0,34 c
Keterangan : Angka yang diikuti dengan huruf yang sama pada kolom atau baris
yang sama tidak berbeda nyata pada taraf 5 % dengan uji jarak
ganda Duncan.

Akar dalam proses pertumbuhannya menyumbangkan bahan-bahan organik ke

tanah seperti mucigel, sel-sel akar yang mati, sekresi akar rambut dan eksudat. Ba-

han-bahan organik tersebut langsung diserang oleh mikroorganisme dekomposer

tanah yang hasil akhimya berupa humus dan asam-asam organik (Russel, 1982,

Fogel, 1985). Asam organik dengan kapasitas pengkelatan kuat tampak lebih efek-
tif dalam pelapukan mineral (Tan, 1997). Asam fhlvat senyawa paling efektif dalam

pengkompleksan iogam (Stevenson cian Fitch, 19971, benvarna gelap, aromatik

sebagian, hidrofilik dan fleksibel secara molekul (Schnitzer, 1977).

Kompleks koordinat, yaitu ikatan koordinasi oleh kation polivalen yang me-

nyatukan dua atau lebih kolloid liat dan organik (Stevensons, 1982). Dengan ter-

kelatnya kation polivalen yang berfungsi sebagai koordinat pada ikatan tersebut

mengakibatnya kolloid liat terflokkulasi, yang akhimya membentuk rongga baru

yang mempermudah pertumbuhan akar. Makin halus diameter akar maka makin

mudah pula akar tersebut mati dan digantikan dengan akar baru, proses ini juga

mempunyai andil dalam pembentukan rongga-rongga tersebut. Pelapukan mineral

dengan adanya aktivitas asam-asam organik yang mengubah bentuk agregasi tanah

juga mempunyai andil dalam mempermudah pertumbuhan akar pada tanah terse-

but.

Kemampuan akar berkembang di tanah berkerapatan lindak tinggi ini tam-

paknya sangat dipengaruhi oleh umur tanaman, karena dengan makin bertambah

umur perkembangan akar juga makin meluas. Di samping itu tergantung juga den-

gan subur tidaknya tanaman kelapa sawit, tanaman yang tumbuh subur maka ke-

mampuan akarnya tumbuh dan berkembang makin baik.

Hal ini menunjukkan bahwa untuk menanam kelapa sawit pada tanah yang

karakteristiknya demikian, dibutuhkan lubang tanam yang cukup besar. Pembu-

aran luhang tanam ini akan merubah kerapa~anI~ndahtanah lebih rendah sehingga

akar dapat berkembangan degan baik. Perkembangan akar yang baik akan men-

dorong pertumbuhan tanaman kelapa sawit yang subur. Dengan dernikian keiapa
sawit memiliki kekuatan yang besar untuk mengembangkan akarnya di tanah berk-

eiap&tm liildak tinggi, yang berada diluar lubang tanam tersebut.

Akar tersier kelapa sawit merupakan akar yang behngsi mengabsorpsi unsur

hara untuk kebutuhan tanaman. Bila perkembangan akar ini terhambat berarti ab-

sorpsi unsur hara juga akan rnenurun dan mengakibatkan pertumbuhan tanaman

terhambat. Hasil pengamatan di lapangan pada areal penelitian, ternyata tanaman

kelapa sawit dapat tumbuh dan berproduksi dengan normal. Hal ini rnenunjukkan

bahwa kebutuhan unsur hara bagi tanaman dapat terpenuhi dan dapat diartikan

bahwa perkembangan akar tersier tidak terganggu. Perkembangan akar tersier

kelapa sawit pada ketebalan tanah 0 - 100 cm tampak sekitar 75 - 80 % dan de-
ngan makin meningkatnya umur tanaman berat kering akar tersier makin mening-

kat (Tabel 13). Hal inilah yang m e m b u k t i i bahwa tanaman kelapa sawit di Sosa

dapat tumbuh dan berproduksi dengan normal, karena perkernbangan akar tersier

tidak terhambat

Tabel 13 : Berat Kering akar Tersier (kg) dan Persentasenya untuk setiap Tanaman
Kelapa Sawit Umur 4, 7, 10, dan 13 Tahun pada setiap Horizon
(Ketebalan) Tanah.
Umur 4 Tahun Umur 7 Tahun Umur 10 Tahun Umur 13 Tahun
Ketebal BKA % Ketetal BKA % Kecebal B K A % Ketebal BKA %
an (cm) an (cm) an (an) an (an)
16 2,75 33.51 30 17,18 65,69 32 24.64 50.64 16 14.97 28.73
75 2.86 34,91 70 4.01 15.33 58 15.87 32.61 75 25,30 4 8 3
10 1,27 15,52 45 2,86 10,95 53 7,12 15.25 40 7,89 15,lJ
69 1,32 16,06 55 2,lO 8,03 57 0.73 1,SO 69 3,95 7,58
8,20 26,15 48.66 52,11
BKA = Berat Kering Akar Tersier(kg/pohon)

Ketebalan tanah 0 - I rn rnerupakan lapisan tanah yang rnenganduny kadar un-

sur hara tertinggi dibandingkan dengan lapisan tanah yang lebih dalam lagi. Pada

Anda mungkin juga menyukai