Anda di halaman 1dari 7

Pengertian Teks Editorial, Ciri, Struktur & Contoh

Pengertian Teks Editorial

Teks editorial adalah teks yang berisi pendapat pribadi dari redaksi terhadap suatu
isu/masalah aktual. Isu bisa meliputi masalah politik, masalah sosial, juga masalah ekonomi.
Perlu kamu ingat ya, bahwa teks editorial itu berbeda dengan opini karena di dalam teks editorial
berisi pendapat pribadi redaksi, bukan pendapat si penulis teks tersebut ya.

Fungsi teks editorial adalah untuk memengaruhi dan meyakinkan pembaca. Oleh karena
itu, teks editorial bermanfaat untuk merangsang pemikiran pembaca terkait suatu isu atau
masalah yang terjadi di kehidupan. Bahkan, terkadang teks editorial mampu untuk
menggerakkan pembaca untuk bertindak.

Ciri-Ciri Teks Editorial 

Teks editorial memiliki beberapa ciri-ciri, antara lain:

1. Aktual dan faktual

Teks harus mengangkat informasi yang tengah hangat diperbincangkan di masyarakat. Jangan
lupa juga, informasinya tetap harus mengedepankan fakta yang terjadi ya. 

2. Sistematis dan logis

Penyusunan teks editorial harus tersistematis yang berarti harus memenuhi struktur dan kaidah
kebahasaannya ya teman-teman. Teks juga harus logis, artinya masuk akal dan tidak imajinatif.

3. Argumentatif

Seperti yang sudah dijelaskan di awal artikel ini, bahwa teks ini berisi pendapat pribadi dari
redaksi. Artinya teks ini mengutarakan argumen-argumen yang ada dalam sudut pandang
redaksi.

Struktur Teks Editorial

Struktur teks editorial terdiri dari 3 bagian, yaitu pernyataan pendapat (tesis), argumentasi, dan
penegasan ulang. Berikut uraian lengkapnya:
1. Pernyataan pendapat (tesis)

Berisi sudut pandang penulis terhadap permasalahan yang diangkat. Berupa pernyataan atau teori
yang akan diperkuat oleh argumen.

2. Argumentasi

Bentuk alasan atau bukti yang digunakan untuk memperkuat pernyataan tesis. Bisa berupa
pernyataan umum, data hasil penelitan, pernyataan para ahli atau fakta-fakta yang dapat
dipercaya.

3. Penegasan Ulang Pendapat (Reiteration)

Berisi penguatan kembali atas pendapat yang telah ditunjang oleh fakta-fakta dalam bagian
argumentasi.

Kaidah Kebahasaan Teks Editorial

Selanjutnya, kaidah kebahasaan teks editorial terdiri dari adverbia, konjungsi, dan verba. Nah,
verba pada teks editorial dibagi lagi menjadi verba material, verba relasional, dan verba mental. 

1. Adverbia

Merupakan kata keterangan yang ada dalam teks editorial. Biasanya yang sering muncul dalam
teks editorial adalah adverbia frekuentatif. Adverbia frekuentatif yang menggambarkan makna
berhubungan dengan tingkat kekerapan terjadinya sesuatu yang diterangkan adverbia itu.
Contohnya seperti kata-kata selalu, biasanya, sering, kadang-kadang, jarang, sebagian besar
waktu.

2. Konjungsi

Merupakan kata penghubung. Biasanya banyak ditemukan konjungsi antarkalimat, seperti


bahkan, malahan, dan sesungguhnya.

3. Verba material
Merupakan kata kerja yang menunjukkan perbuatan fisik atau peristiwa. Contohnya membaca,
menulis, dan memukul.

4. Verba relasional

Merupakan kata kerja yang menunjukkan hubungan intensitas (pengertian A adalah B), dan
milik (mengandung pengertian A mempunyai B).

5. Verba mental

Merupakan kata kerja yang menerapkan persepsi (melihat, merasa), afeksi (suka, khawatir) dan
kognisi (berpikir, mengerti).

Cara Membuat Teks Editorial

Nah, setelah tahu struktur dan kaidah kebahasaan, sekarang kalian juga harus belajar cara
membuat teks editorial. Langkah-langkahnya, yaitu:

1. Memilih topik terkini dan terhangat yang menarik pembaca

Topik yang menarik akan diminati para pembaca karena pembaca selalu ingin topik yang
terbaru.

2. Mengumpulkan data untuk mendukung pendapat

Data berupa fakta-fakta yang berhubungan dengan topik akan sangat mendukung pendapat yang
sudah dibuat.

3. Menyesuaikan topik dengan pembaca

Penulis teks editorial harus memperhatikan bahasa, fakta-fakta dan pendapat yang dikemukakan
apakah sudah tepat atau belum bagi pembaca.

4. Menyunting teks editorial

Periksa kembali teks yang sudah dibuat agar kaidah kebahasaan, tanda baca, dan kalimatnya
sudah padu dan siap untuk dibaca para pembaca.
 

Contoh Teks Editorial

Berikut ini beberapa contoh teks editorial yang bisa kamu jadikan referensi untuk belajar. Check
it out!

1. Contoh Teks Editorial tentang Bank Sentral

Menjunjung Independensi Bank Sentral

Independensi Bank Indonesia (BI) ialah salah satu buah reformasi yang relatif paling terpelihara
sampai hari ini. Meskipun dalam perjalanan waktunya ada beberapa skandal korupsi yang
melibatkan pejabatnya, praktis BI mampu keluar dari stigma dan tabiat masa lalu yang memang
jauh dari sifat independen.

Reformasi mengubah posisi bank sentral menjadi lembaga yang sangat independen dengan
dilahirkannya Undang-Undang Nomor 23 Tahun 1999 tentang Bank Indonesia.

Independensi BI selama ini dibuktikan dengan kemampuannya menjaga jarak dengan


kepentingan politik. Di era kini, bank sentral tidak lagi banyak dicampuri kepentingan politik
praktis.

Namun, kini mulai muncul lagi kekhawatiran tentang masa depan independensi BI. Pemicunya
ialah isi draf Rancangan Undang-Undang tentang Pengembangan dan Penguatan Sektor
Keuangan (P2SK) yang beredar belakangan ini.

RUU P2SK ialah semacam omnibus law di sektor keuangan yang menghimpun regulasi-regulasi
yang mengatur tata kelola sektor keuangan dalam satu gerbong UU yang komprehensif.

Dari draf yang beredar, pada Bagian Kelima (Bank Indonesia) Pasal 47 poin 1 RUU P2SK hanya
menyebutkan anggota Dewan Gubernur BI dilarang memiliki kepentingan baik langsung
maupun tidak langsung kepada perusahaan mana pun, juga dilarang merangkap jabatan di
lembaga lain, kecuali karena kedudukannya mewajibkan menjabat. Tidak terdapat ketentuan
larangan anggota Dewan Gubernur BI menjadi pengurus atau anggota partai politik.

Artinya, RUU yang merupakan inisiatif DPR dan disahkan dalam rapat paripurna pada Selasa
(20/9) itu secara tidak langsung membuka pintu bagi politikus atau anggota partai politik untuk
menjabat Dewan Gubernur BI.

Padahal, pada poin itulah sejatinya salah satu letak kekuatan independensi bank sentral. Ketika
poin itu justru menciptakan celah, taruhannya ialah lunturnya independensi.

Sesungguhnya, celah itu sudah terbuka di Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2004 tentang Bank
Indonesia yang merupakan perubahan dari undang-undang sebelumnya, yakni UU Nomor
23/1999.

Di beleid itu sudah tidak terdapat larangan anggota Dewan Gubernur BI menjadi pengurus atau
anggota parpol. Beruntung, selama 18 tahun terakhir ini tidak ada parpol yang memanfaatkan
celah tersebut dengan memasukkan kader-kader mereka ke jajaran Dewan Gubernur BI.

Akan tetapi, kalau aturannya tetap dibiarkan seperti itu, siapa yang bisa menjamin di masa
datang bank sentral akan tetap steril dari tangan-tangan parpol?

Siapa dapat menggaransi BI tidak akan seperti Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) yang saat ini
layaknya ‘dikuasai’ parpol karena mayoritas pemimpinnya ialah politikus?

Sungguh mencemaskan sekaligus mengerikan jika membayangkan hal itu terjadi. Kita tahu,
Bank Indonesia tidak hanya sebuah lembaga penjaga stabilitas moneter, tetapi juga pengawal
stabilitas sistem keuangan.

Kepentingan yang dijunjung ialah kepentingan negara. Kebijakan moneter yang ditelurkan
sangat sentral berpengaruh pada hidup matinya perekonomian suatu negara.

Karena itu, tak terbayangkan jika kemudian BI dipimpin jajaran dewan gubernur dari kalangan
politikus yang tentu saja sarat kepentingan politik golongan.

Intervensi mungkin akan datang silih berganti. Objektivitas kebijakan moneternya juga patut
dipertanyakan bila pengambil kebijakannya ialah orang-orang yang boleh jadi tak punya
kompetensi, tak punya rekam jejak jelas di sektor keuangan, dan tak melewati seleksi yang
superketat.
Karena itu, demi menjaga wibawa dan independensi BI, juga demi menjaga kepercayaan
masyarakat terhadap lembaga otoritas moneter itu, publik amat berharap RUU P2SK bisa
mengembalikan spirit independensi bank sentral.

Konkretnya, masukkan lagi pasal tentang larangan anggota Dewan Gubernur BI menjadi
pengurus atau anggota parpol. Tutup celah kemungkinan BI dimanfaatkan secara politis dengan
semena-mena.

2. Contoh Teks Editorial tentang Kasus Sambo

Pembuktian Kejaksaan di Kasus Sambo

Tongkat estafet keadilan untuk kasus penembakan Brigadir Yosua (J) kini telah berada di tangan
Kejaksaan Agung (Kejagung). Kemarin, Kejagung Republik Indonesia menyatakan bahwa
berkas perkara para tersangka kasus pembunuhan berencana Brigadir J telah lengkap atau P-21.

Lima tersangka dalam kasus itu ialah mantan Kadiv Propam Polri Irjen Ferdy Sambo dan
istrinya, Putri Candrawathi, Bharada Richard Eliezer (E), Bripka Ricky Rizal (RR), dan Kuat
Ma’ruf. Mereka dijerat Pasal 340 KUHP tentang Pembunuhan Berencana juncto Pasal 338
juncto 55 dan 56 KUHP dengan hukuman mati atau penjara seumur hidup atau penjara
sementara selama-lamanya dua puluh tahun.

Tidak hanya soal pembunuhan berencana, Kejagung menyatakan berkas perkara obstruction of


justice atau perintangan penyidikan juga dinyatakan telah lengkap. Kejagung berencana
menuntut dua perkara itu dalam satu surat dakwaan.

Penuntutan dua perkara dalam satu dakwaan memang dapat membuat proses peradilan
diharapkan lebih efektif dan cepat. Di sisi lain, ini jelas membuat kerja tim jaksa penuntut umum
(JPU) semakin berat.

Kejagung berkomitmen menuntaskan surat dakwaan dalam sepekan. Mereka pun telah
menyiapkan sedikitnya 30 orang JPU untuk kasus ini. Demi mencegah ‘masuk angin’, dikatakan
pula, sarana komunikasi para jaksa akan disadap dan dimonitor.

Tentunya, rencana itu pantas diapresiasi. Sebagaimana pula, kita juga patut mengapresiasi kerja
Polri dalam penyidikan kasus ini yang berjalan hampir dua bulan.
Memang, sejumlah proses dalam penyidikan itu menjadi tanda tanya besar, termasuk soal
penggunaan poligraf atau alat pendeteksi kebohongan.

Bukan saja keefektifannya dipertanyakan, karena tidak dipergunakan dalam proses peradilan
negara-negara adidaya, melainkan pula soal pengungkapan hasil tes yang hanya dilakukan untuk
beberapa tersangka.

Kesangsian sejumlah pihak akan kecermatan dakwaan berikut tuntutan pidana nantinya juga
dikaitkan dengan ‘jasa’ Sambo di kasus kebakaran gedung Kejagung dua tahun lalu.

Kasus yang dianggap janggal dan menyebabkan kerugian hingga Rp1,2 triliun itu hanya
membuahkan tersangka yang kebanyakan kuli bangunan.

Segala pertanyaan harus dijawab kejaksaan dalam kasus kali ini. Terlebih korps Adyaksa ini
tengah berupaya keras memulihkan nama baik untuk menyelesaikan sejumlah kasus kakap
korupsi yang mendapat sorotan publik.

Dalam kasus Sambo, kejaksaan harus berupaya maksimal dalam membuat dakwaan secara
sempurna agar tidak ada celah untuk meloloskan terdakwa tewasnya Brigadir J. Seperti Polri,
Kejagung pun sesungguhnya sama-sama dalam ujian kepercayaan di mata publik.

Anda mungkin juga menyukai