Anda di halaman 1dari 7

Tersedia secara online Jurnal Pendidikan:

http://journal.um.ac.id/index.php/jptpp/ Teori, Penelitian, dan Pengembangan


EISSN: 2502-471X Volume: Nomor: Bulan-Tahun
DOAJ-SHERPA/RoMEO-Google Scholar-IPI Halaman:…..-…..

Pengelolaan Kawasan Cagar Budaya Trowulan Berbasis


Analisis SWOT
Arina Zakiyah*
* Pendidikan Geografi, Universitas Negeri Malang

INFO ARTIKEL ABSTRAK


Riwayat Artikel: Abstract: Trowulan has great potential to be developed into a mainstay tourist
attraction in Mojokerto Regency. There are many actors who play a role in driving the
Diterima: Tgl-Bln-Thn tourism system. The implementation of the tourism system can run perfectly if these
Disetujui: Tgl-Bln-Thn components support each other. This research uses a qualitative descriptive approach
that involves literature review, with the data collection method used is analysis of the
content of the problem, by examining articles and other book sources. From various
Kata kunci: cases in Trowulan, two major problems can be identified, namely related to the concept
of land ownership and priority use.
Pariwisata
Analisis SWOT
Abstrak: Trowulan mempunyai potensi yang besar untuk dikembangkan
Kawasan Cagar Budaya Trowulan
menjadi obyek wisata andalan Kabupaten Mojokerto. Ada banyak aktor yang
berperan dalam menggerakkan sistem pariwisata. Penyelenggaraan sistem
pariwisata dapat berjalan dengan sempurna bila komponen-komponen tersebut
saling mendukung. Penelitian ini menggunakan pendekatan deskriptif kualitatif
yang melibatkan kajian kepustakaan, dengan metode pengumpulan data yang
digunakan adalah analisis kandungan permasalahan, dengan menelaah artikel,
dan sumber buku lainnya. Dari berbagai kasus di Trowulan, bisa diidentifikasi
adanya dua persoalan besar, yaitu terkait konsep kepemilikan lahan dan
prioritas pemanfaatan.
Alamat Korespondensi:
Arina Zakiyah,
Pendidikan Geografi
Universitas Negeri Malang
Jl. Semarang 5 Malang 65145 Jawa Timur Indonesia
E-mail: arina.zakiyah.1807216@students.um.ac.id

Pengembangan adalah suatu hal yang sangat penting bagi keberadaan suatu obyek wisata. Dengan adanya
pengembangan pariwisata maka potensi yang ada di suatu obyek wisata akan dapat dimanfaatkan secara maksimal.
Pengembangan merupakan suatu proses/usaha untuk menggali atau memanfaatkan, memperluas atau meningkatkan
potensi suatu daerah untuk menjadi lebih baik, maju dan sempurna baik yang sekarang maupun yang akan datang.
Dalam sistem pariwisata, ada banyak aktor yang berperan dalam menggerakkan sistem. Aktor tersebut adalah insan-
insan pariwisata yang ada pada berbagai sektor. Secara umum, insan pariwisata dikelompokkan dalam tiga pilar utama, yaitu (1)
masyarakat, (2) swasta, (3) pemerintah. Penyelenggaraan sistem pariwisata dapat berjalan dengan sempurna bila komponen-
komponen tersebut melebur menjadi satu dan saling mendukung satu dengan lainnya. Seperti kewajiban pemerintah daerah
adalah bersama-sama merencanakan, pembangunan, pengorganisasian, pemeliharaan dan pengawasan dengan pemerintah
daerah lainnya dalam segala sektor yang mendukung kegiatan pariwisata (Suwantoro, 2002).
Pemerintah daerah berserta instansi-instansinya, industri jasa dan masyarakat mempunyai kewajiban untuk duduk
bareng bekerjasama dengan pemerintah daerah lainnya dalam mengemas paket-paket wisata. Tindakan itu patut dilakukan
karena aktivitas pariwisata tidak dapat dilakukan hanya pada satu area saja dan tersekat-sekat. Aktivitas pariwisata memerlukan
ruang gerak dan waktu yang fleksibel. Adanya kerjasama dan komitmen akan terbentuk kemitraan yang saling mengisi, maka
aktivitas berwisata yang memiliki mobilitas tanpa batas itu tidak akan mengalami kendala karena jalur-jalur yang
menghubungkan antar atraksi wisata yang satu dengan yang lainnya sudah tertata, terhubung dengan baik dan dari segi
keamanan dapat dikoordinasikan bersama. Kegiatan promosi dapat dilakukan bersama-sama antara pemerintah daerah dan
swasta.
Selain itu jika terdapat kekurangan-kekurangan baik sarana dan sumber daya manusia yang kurang terampil
pemerintah dapat membantu dalam bentuk fasilitator, bantuan dana maupun pelatihan-pelatihan dan lain-lain. Sedangkan

1
2 Jurnal Pendidikan, Vol..., No..., Bln Thn, Hal....-....

industri jasa harus memberikan pelayanan yang unggul dalam diferensiasi dan inovasi produk. Sebab dengan memberikan
pelayanan yang terbaik dibarengi dengan diferensiasi dan inovasi produk, wisatawan tidak akan pernah bosan untuk datang
kembali. Mereka akan selalu menemukan hal baru di Daerah Tujuan Wisata.
Demikian pula masyarakat di sekitar obyek dan atraksi wisata harus ikut berpatisipasi yang diwujudkan ke dalam
tindakan memberikan perasaan aman yang berupa keramahan dan perasaan yang tulus ketika menerima kedatangan wisatawan.
Di samping itu, masyarakat harus ikut terlibat dalam mengambil keputusan pembangunan pariwisata, berpartisipasi bersama-
sama pemerintah daerah dan jasa-jasa kepariwisataan memelihara sarana-sarana yang terdapat di obyek dan atraksi wisata dan
ikut andil mendukung kegiatan pariwisata dalam bentuk berjualan produk khas daerah tersebut dengan tidak lupa
memperhatikan faktor higienis dan sanitasinya serta pelayanannya.
Profil wisatawan merupakan karakteristik spesifik dari jenis-jenis wisatawan yang berbeda yang berhubungan erat
dengan kebiasaan, permintaan, dan kebutuhan mereka dalam melakukan perjalanan. Memahami profil wisatawan merupakan
suatu hal yang penting dengan tujuan untuk menyediakan kebutuhan perjalanan mereka dan untuk menyusun program promosi
yang efektif. Berdasarkan karakteristiknya, bicara mengenai wisatawan akan didapatkan suatu cerita yang panjang tentang
mereka; siapa, darimana, mau kemana, dengan apa, dengan siapa, kenapa ke sana dan masih banyak lagi. Wisatawan memang
sangat beragam; tua muda, miskin kaya, asing domestik, berpengalaman maupun tidak, semua ingin berwisata dengan
keinginan dan harapan yang berbeda-beda. Gambaran mengenai wisatawan biasanya dibedakan berdasarkan karakteristik
perjalanannya (trip descriptor) dan karakteristik wisatawannya (tourist descriptor)
Bagi Indonesia, industri pariwisata merupakan suatu komoditi prospektif yang di pandang mempunyai peranan penting
dalam pembangunan nasional, sehingga tidak mengherankan apabila Indonesia menaruh perhatian khusus kepada industri
pariwisata. salah satunya pariwisata cagar budaya yang ada di Trowulan yang sudah bertaraf nasional.

METODE
Penelitian ini menggunakan pendekatan deskriptif kualitatif yang berarti mengungkap, menemukan, dan
menggambarkan suatu fenomena dengan kata-kata dan bahasa berdasarkan data yang ditemukan. Pendekatan kualitatif dapat
menghasilkan uraian yang mendalam mengenai ucapan, tulisan, dan atau perilaku yang dapat diamati dari suatu individu,
kelompok, masyarakat, dan atau organisasi tertentu yang dikaji dari sudut pandang yang utuh, komprehensif, dan holistik.
Kajian ini melibatkan kajian kepustakaan, dengan metode pengumpulan data yang digunakan adalah analisis kandungan
permasalahan, dengan menelaah artikel, dan sumber buku lainya. Metode deskriptif dipilih karena penelitian yang dilakukan
adalah berkaitan dengan peristiwa-peristiwa yang sedang berlangsung dan berkenaan dengan kondisi masa sekarang.

HASIL
Sifat dari analisis SWOT sangat situasional, artinya hasil analisis tahun sekarang, belum tentu akan sama dengan hasil
analisis pada tahun yang akan datang. Biasanya basil analisis akan banyak ditentukan oleh faktor-faktor situasi dan kondisi
ekonomi, politik dan stabilitas keamanan, dan keadaaan social yang melatarbelakanginya.
Berikut ini merupakan hasil analisis SWOT obyek wisata Kawasan Cagar Budaya Trowulan:
1. Kekuatan (Strenght)
a. Aspek Fisik
1) Lokasi yang strategis, dimana sarana transportasi yang mudah didapat dan kondisi jalan yang cukup baik, serta
jaraknya yang hanya ± 12 km dari kota mojokerto membuat berbagai obyek wisata yang ada di Trowulan
mudah untuk dicapai.
2) Berbagai situs peninggalan bersejarah yang ada sudah banyak yang mengalami pemugaran, sehingga para
wisatawan yang berkunjung ke Trowulan dapat menyaksikan bangunan bersejarah tinggalan Majapahit tersebut
dengan bentuk yang lebih baik tanpa merubah bentuk aslinya.
3) Situs Trowulan memiliki banyak peninggalan bersejarah yaitu berupa candi, petirtaan, gapura (pintu gerbang),
prasasti, arca, artefak, senjata tradisional, relief, alat kesenian tradisional dan lain sebagainya.
4) Lahan yang ada masih cukup luas sehingga masih memungkinkan untuk di kembangkan menjadi obyek wisata
yang lebih menarik dengan penambahan berbagai fasilitas yang dibutuhkan oleh para wisatawan.
b. Aspek Non fisik
1) Nama Majapahit yang sudah melegenda, yaitu kerajaan di pulau Jawa yang berhasil menyatukan nusantara pada
masa kepemimpinan raja Hayam Wuruk dan maha patihnya Gajah Mada.
2) Budaya masyarakat Mojokerto yang khas, diantaranya kesenian daerah, kerajinan tangan dan makanan khas
yang merupakan faktor penting dalam industri pariwisata khususnya di Trowulan.
3) Penelitian yang sampai sekarang masih terus dilakukan, sehingga ada kemungkinan ditemukannya bangunan-
bangunan monumental baru yang dapat menambah koleksi obyek wisata budaya yang ada di Trowulan.
Nama Belakang Penulis, Judul dalam 3 Kata... 3

4) Biaya masuk obyek yang ditetapkan tergolong murah, sehingga terjangkau oleh wisatawan dari semua kalangan
yang ingin berkunjung ke Trowulan.
2. Kelemahan (Weakness)
a. Terbatasnya sarana dan prasarana serta fasilitas yang ada di obyek wisata Trowulan yang mengakibatkan
kurangnya daya tarik obyek wisata Trowulan tersebut.
b. Kurangnya promosi yang dilakukan oleh pihak pengelola sehingga situs Trowulan belum dikenal masyarakat
secara luas terutama masyarakat di luar Mojokerto dan Surabaya.
c. Penyebaran bangunan monumental (situs candi) di area yang cukup luas ditambah lagi minimnya informasi
mengenai cara menuju bangunan tersebut ataupun mengenai sejarah bangunan itu sendiri.
d. Ada beberapa situs yang belum mengalami pemugaran karena kurangnya dana, sehingga bentuknya kurang
menarik.
e. Kurangnya kesadaran masyarakat Trowulan terhadap peninggalan sejarah dan purbakala, khususnya di Trowulan.
3. Kesempatan atau Peluang (Opportunity)
a. Masih sedikitnya tempat wisata terutama di daerah mojokerto dan sekitarnya yang memiliki latar belakang sejarah
dan arkeologi seperti di Trowulan.
b. Masih kurangnya obyek wisata di kabupaten mojokerto sehingga obyek wisata Trowulan dapat menjadi alternative
kunjungan bagi wisatawan yang datang ke kabupaten Mojokerto.
c. Letaknya yang dekat dengan jalan raya Surabaya-Jogja, sehingga sangat mudah dijangkau oleh para wisatawan
yang akan berkunjung ke obyek wisata Trowulan.
d. Lokasi Trowulan yang berada di jalur wisata Bali-Jogja sangat berpeluang mencegat rombongan wisatawan dari
Bali yang akan menuju Jogja atau sebaliknya.
e. Peningkatan standar pendidikan yang berpengaruh terhadap kesadaran masyarakat untuk mengenal lebih jauh
tentang sejarah bangsanya.
f. Keseriusan pihak mengelola untuk terus meneliti lebih jauh dan berupaya melestarikan peninggalan Majapahit di
Trowulan.
4. Ancaman ( Threats )
a. Kurangnya partisipasi dari masyarakat dalam melestarikan kesesenian dan budaya terutama peninggalan sejarah
kerajaan Majapahit yang ada di Trowulan.
b. Kepedulian terhadap situs-situs sejarah masih rendah, sehingga akan mengancam keberadaan peninggalan sejarah
kerajaan Majapahit. Terbukti masih banyak penduduk di sekitar Trowulan yang membuat batu bata merah dengan
terus melakukan penggalian tanah dan kurang memperhatikan kelestarian situs.
c. Semua bangunan percandian kendalanya adalah faktor cuaca, termasuk situs percandian yang ada di Trowulan
sehingga perlu adanya perawatan dan pemeliharaan yang serius dari pihak pengelola.
d. Kurangnya kesadaran beberapa wisatawan untuk menjaga kelestarian benda peninggalan purbakala yang benilai
historis, seperti mencorat-coret papan keterangan dan bangunan candi, sehingga mengurangi estetika dari bangunan
bangunan candi yang ada di Trowulan.

PEMBAHASAN
Situs Trowulan merupakan situs kota (town site, city site atau urban site) yang pernah ditemukan di Indonesia. Situs
yang diduga bekas pusat kerajaan Majapahit ini memiliki luas 11 x 9 Km. Di kawasan tersebut terdapat tinggalan-tinggalan
arkeologi yang ditemukan dalam jumlah yang cukup besar dan jenis temuan yang beraneka ragam. Dari bangunan yang bersifat
monumental, seperti candi, petirtaan, pintu gerbang, fondasi bangunan sampai yang berupa artefak, seperti arca, relief, benda
alat upacara, alat rumah tangga, dan sebagainya.
Objek wisata Trowulan memiliki berbagai daya tarik wisata budaya antara lain : Candi Brahu, Candi Wringin Lawang,
Pusat Informasi Majapahit (Museum Trowulan), Kolam Segaran, Candi Bajang Ratu, Candi Tikus, Kompleks Makam Troloyo,
Industri Kecil Kerajinan Logam Cor Desa Bejijong, Candi Kedaton, Candi Gentong, Makam Putri Cempa, Pendopo Agung,
Situs Lantai Segi Enam Sentonorejo, Makam Panjang, Siti Inggil, Candi Minak Jinggo dan Situs Umpak Sentonorejo. Akses
untuk menuju obyek wisata Trowulan juga mudah dijangkau karena berada di dekat jalan raya dan hanya berjarak sekitar 12
kilometer dari pusat kota Mojokerto. Untuk menuju lokasi ini dapat ditempuh dengan naik bus menuju terminal Mojokerto atau
langsung turun di Trowulan. Kemudian dari terminal Mojokerto naik angkutan kota menuju Trowulan. Berbagai sarana
pendukung seperti hotel, rumah makan (restaurant), pusat perbelanjaan dan bank telah tersedia. Aktivitas wisata yang dapat
dilakukan oleh para wisatawan adalah mengunjungi situs-situs peninggalan Kerajaan Majapahit, mengunjungi museum
Trowulan serta menyaksikan proses pembuatan kerajinan logam cor di Desa Bejijong (Anwar, 2009).
Trowulan mempunyai potensi yang sangat besar untuk dikembangkan menjadi obyek wisata budaya andalan
Kabupaten Mojokerto, karena sedikit sekali tempat wisata terutama di daerah Mojokerto yang memiliki latar belakang sejarah
4 Jurnal Pendidikan, Vol..., No..., Bln Thn, Hal....-....

dan arkeologi seperti di Trowulan. Kawasan Trowulan memiliki banyak situs sejarah peninggalan kerajaan Majapahit yang
merupakan modal bagi pengembangan wisata budaya. Lokasi Trowulan yang strategis serta tersedianya lahan yang masih
cukup luas juga merupakan kekuatan bagi pengembangan Trowulan. Kendala yang dihadapi pihak pengelola dalam
mengembangkan obyek wisata Trowulan adalah minimnya alokasi dana yang tersedia, persebaran situs sejarah yang lokasinya
terpencar-pencar serta kurangnya respon dan partisipasi dari masyarakat untuk ikut berperan aktif dalam upaya pengembangan
industri pariwisata di Mojokerto khususnya di Trowulan.
Kekayaan warisan budaya yang luar biasa tersebut belum memperoleh penghargaan yang semestinya dari
penduduknya. Hal ini antara lain tampak dari perusakan situs yang diakibatkan oleh kegiatan sehari-hari penduduk. Pembuatan
bata merah dengan bahan baku tanah liat sawah telah menimbulkan kerusakan situs secara luar biasa. Sekurangnya 300-an
industri bata merah yang kini tersebar di kawasan situs Trowulan. Disamping itu kebiasaan penduduk yang mencari emas
dengan cara menggali lubang kemudian menyaring pasir masih cukup ramai dilakukan. Penggalian untuk mencari bata merah
kuno untuk dijadikan semen merah juga masih berlangsung karena permintaan masih cukup tinggi. Semua itu menjadi ancaman
serius bagi situs ini.
Upaya pencegahan terhadap perusakan situs yang masih berlangsung hingga saat ini harus segera dilakukan. Kegiatan
masyarakat yang dinilai dapat mengancam keamanan situs perlu segera dipikirkan penggantinya. Keamanan situs menjadi
prioritas utama, namun masyarakat tidak harus kehilangan akses ke situs. Untuk itu, kawasan yang banyak mengandung deposit
barang berharga tersebut harus dapat dimunculkan sebagai sumber daya yang dapat memberikan manfaat secara berkelanjutan
bagi masyarakat.
Pihak pengelola harus melakukan promosi secara gencar. Kegiatan Promosi baik melalui leaflet, booklet, brosur serta
melalui berbagai media baik media cetak maupun elektronik terutama internet merupakan langkah yang cukup efektif untuk
memasarkan obyek wisata Trowulan kepada publik dan masyarakat luas baik dari dalam maupun luar negeri. Upaya promosi
yang gencar diharapkan mampu meningkatkan jumlah kunjungan wisatawan sehingga dapat mendongkrak pendapatan daerah.
Dengan meningkatnya pendapatan daerah maka minimnya dana untuk pengembangan kawasan Trowulan dengan sendirinya
dapat teratasi.
Upaya pengembangan yang dilakukan pihak pengelola juga harus mampu melibatkan masyarakat serta memberikan
dampak bagi peningkatan ekonomi penduduk setempat. Sehingga kegiatan penduduk yang dapat mengancam keutuhan dan
kelestarian situs cagar budaya dapat diatasi apabila terdapat pilihan lain yang juga nyata manfaatnya. Penduduk setempat tidak
memiliki banyak pilihan dalam hal mencari nafkah. Dimana sebagian besar warga Trowulan mempunyai mata pencaharian
sebagai pembuat batu bata merah dengan terus melakukan penggalian tanah tanpa memperhatikan kelestarian situs sejarah yang
ada di kawasan tersebut.
Kurangnya partisipasi dari masyarakat disekitar Trowulan untuk ikut berperan aktif dalan kegiatan industri pariwisata
harus mendapat tanggapan serius oleh pihak pengelola dan pemerintah daerah. Berbagai penyuluhan perlu dilakukan untuk
menanamkan pemahaman bahwasannya industri pariwisata yang dikelola secara baik akan mampu memberikan manfaat bagi
peningkatan kesejateraan mereka. Industri pariwisata dengan unsur-unsur yang ada di dalamnya seperti hotel, restoran,
transportasi, cinderamata dan sebagainya selalu terkait dan memiliki ketergantungan pada produk dan jasa ekonomi masyarakat.
Dengan peran dan partisipasi masyarakat untuk mengelola secara baik berbagai unsur tersebut akan dapat memacu pertumbuhan
pariwisata di kawasan trowulan sekaligus memberikan manfaat finansial berupa peningkatan pendapatan masyarakat.
Terkait dengan unsur-unsur pariwisata yang melibatkan peran serta dari masyarakat pihak pengelola juga harus
memperhatikan keberlangsungan industri kecil kerajinan logam dan patung yang ada di sekitar Trowulan. Berbagai hasil
industri kecil tersebut seharusnya mampu menjadi cinderamata yang khas bagi obyek wisata Trowulan. Kesan kenangan bagi
para wisatawan ketika mengunjungi suatu obyek wisata akan mereka bawa pulang melalui cinderamata yang mereka beli di
obyek tersebut. Upaya pengelolaan dan pemanfaatan berbagai hasil industri kecil tersebut dapat dilakukan dengan pembuatan
sentra penjualan kerajinan tangan disekitar obyek wisata trowulan. Dengan adanya sentra penjualan kerajinan tangan tersebut
selain para pengrajin dapat dengan mudah untuk memasarkan hasil karya mereka juga dapat mendukung perkembangan
pariwisata di kawasan Trowulan.
Berbagai kegiatan ilmiah yang sering dilakukan di kawasan situs Trowulan merupakan event yang seharusnya dapat
dikemas menjadi suatu paket wisata yang menarik dan dapat ditawarkan oleh pihak pengelola sebagai daya tarik khusus obyek
wisata Trowulan. Melalui suatu sistem pemasaran yang khusus, event ini dapat ditawarkan kepada kalangan terbatas dengan
harga yang khusus pula. Penyeleksian calon pembeli perlu dilakukan mengingat spesifikasi kegiatan ini yang sangat khusus.
Melalui kegiatan ini, dua manfaat sekaligus akan diperoleh, yaitu manfaat memperoleh data informasi tentang tinggalan
arkeologi yang merupakan tujuan utama sekaligus manfaat finansial dari hasil penjualan paket event penelitian tersebut.
Dalam posisinya sebagai kawasan cagar budaya, Trowulan adalah warisan masa lalu yang penting untuk dilindungi
dari pengrusakan, karena Trowulan adalah bukti Indonesia pernah memiliki peradaban besar bernama Majapahit yang dapat
menjadi kebanggaan nasional. Namun, bagi masyarakat sekitar, Trowulan bukan hanya warisan Majapahit, namun juga tempat
di mana mereka mencari nafkah bagi kehidupan mereka. Trowulan adalah sumber daya, yang memiliki banyak potensi ekonomi
Nama Belakang Penulis, Judul dalam 3 Kata... 5

untuk dimanfaatkan. Penglihatan seperti ini nampaknya tidak hanya dipunyai oleh masyarakat setempat, melainkan juga oleh
pihak-pihak swasta dan pemerintah daerah, yang menempatkan Trowulan sebagai sumber pendapatan. Dengan penglihatan
seperti itu, praktik-praktik pemanfaatan Trowulan oleh mereka itu sering tidak sesuai dengan kaidah pelestarian. Bahkan karena
banyak pihak mempunyai kepentingan yang berbeda, di Trowulan ini sering terjadi konflik, seperti terjadi dalam hal
pemanfaatan lahan dan kepemilikan. Sementara itu, aturan hukum yang mengatur keberadaan warisan budaya, juga masih
belum menunjukkan kekuatannya karena mengandung banyak kelemahan.
Selain aspek ekonominya, yang juga cukup penting berkaitan dengan Trowulan adalah aspek ideologisnya, mengingat
di Trowulan pernah berdiri sebuah kerajaan besar yang berpengaruh terhadap kehidupan bangsa Indonesia sekarang. Seperti
menjadi pengetahuan umum, Kerajaan Majapahit yang pernah berdiri di Trowulan telah meninggalkan warisan budaya yang
sangat berharga. Lahirnya kesadaran untuk menyelamatkan warisan budaya ini yang kemudian menjadi isu nasional telah
memunculkan semacam sindrom, di mana muncul pihak-pihak yang mengidentifikasi diri sebagai bagian dari Majapahit.
Mereka bukan hanya merasa bangga sebagai bagian dari Majapahit atau yang diwariskan oleh Majapahit tetapi pada sisi lainnya
juga menuduh pihak lain sebagai bukan pewaris Majapahit. Dalam tataran sosial sindrom ini memunculkan konflik karena
pihak-pihak tertentu ingin mengembalikan kehidupan masyarakat Majapahit ke dalam kehidupan masyarakat Trowulan
sekarang.
Masalah yang berkaitan dengan pelestarian kawasan Trowulan, sampai sekarang ini masih terus berlangsung, bahkan
semakin meluas. Keterlibatan pihak-pihak baru semakin menambah kerumitan dalam memecahkannya. Berdasarkan hasil
penelitian, penulis melihat persoalan di Kawasan Trowulan tidak hanya menyangkut „bagaimana melindungi‟, namun juga
„bagaimana mengembangkan‟ terutama bagi kemanfaatan semua pihak, bukan hanya segelintir kelompok.
Kehadiran berbagai stakeholder di Trowulan memang tak terhindarkan dengan berbagai motifnya. Meskipun tidak
selalu bermotif mengejar keuntungan ekonomi, kehadiran beragam kelompok di sana telah melahirkan gesekan-gesekan yang
terus mengeras dari waktu ke waktu. Aparatur pemerintah yang membawa misi melakukan pengelolaan juga sering dituding
mempunyai kepentingan melalui program-program yang dicanangkannya. Alhasil, tidak ada pihak yang bekerja ikhlas dengan
tujuan pengelolaan dalam melestarikan warisan budaya peninggalan Majapahit itu, termasuk masyarakat sendiri, yang ternyata
terbagi ke dalam beragam kelompok kepentingan.
Kerjasama dan konflik yang kerap terjadi di antara para pemangku kepentingan telah menciptakan cagar budaya
sebagai medan kontestasi, yang mempengaruhi tingkat keberhasilan berbagai program pelestarian yang ada. Pemerintah sendiri
biasanya dibantu oleh tim ahli atau akademisi, yang bisa juga mempunyai pandangan atau kecenderungan ideologis yang
beragam. Beberapa diantaranya, misalnya, mempunyai pandangan yang sejalan dengan kepentingan pemerintah, sehingga
mereka dianggap sudah tidak bebas nilai, dan sebagian lainnya menempatkan diri sebagai kelompok kritis, dengan tetap
mengedepankan profesionalisme mereka. Dengan demikian, biasa terjadi bahwa muatan politis yang diusung oleh kelompok
tertentu di pemerintahan dengan mudah dapat melekat di dalam program-program pelestarian. Dengan klaim ideologis, dan
dengan kekuasaan besar, kelompok tadi bisa saja dengan mudah merancang sebuah program pelestarian yang bermuatan politis
atau ekonomi, meskipun tujuan tersebut tidak nampak di permukaan. Akan tetapi karena perhatian kelompok lain juga cukup
besar, maka program-program yang ada bisa juga memunculkan kecurigaan yang kemudian memicu pertentangan. Sejalan
dengan itu, kurang efektifnya program pelestarian pemerintah, dapat saja terjadi ketika mereka terlalu menyederhanakan
persoalan di lapangan.
Di luar pihak pemerintah, masyarakat pada umumnya cukup memahami arti cagar budaya, yang berada dalam
lingkungan sosial mereka. Cagar budaya itu tidak dilihat semata-mata sebagai produk kebudayaan melainkan juga sebagai
sumber yang mendatangkan keuntungan ekonomi. Lebih dari itu, sebagian masyarakat lainnya menempatkan cagar budaya
sebagai kebanggaan yang berdimensi ideologis. Karena itulah, dalam masyarakat sendiri terjadi perebutan klaim atau bahkan
hak kepemilikan warisan budaya. Akan tetapi, meskipun masyarakat sendiri, pada umumnya, tidak “tunggal” dalam
menghadapi masalah cagar budaya, mereka pada sisi lain tidak lemah ketika berhadapan dengan pemerintah. Mereka biasanya
mempunyai sistem atau cara dalam menentukan kepemilikan cagar budaya, yang bisa sejalan atau bahkan berbeda dengan yang
ditentukan pemerintah.
Dengan kekuasaan (otoritas) yang ada, masyarakat bisa juga merespon program-program pemerintah, lebih-lebih
ketika pemerintah berniat untuk mengambil alih pengaturan cagar budaya, karena sebagian dari cagar budaya tersebut berada
dalam lahan yang dikuasai masyarakat. Meskipun demikian, dominasi pemerintah dalam pengelolaan cagar budaya ini sering
tak bisa dibendung, sehingga kerap memunculkan keresahan karena terdapatnya program pelestarian yang dirumuskan tanpa
sepengetahuan masyarakat. Pemerintah dalam beberapa kesempatan juga telah melakukan pembatasan-pembatasan yang
menghalangi masyarakat dalam memanfaatkan lahan mereka di sekitar cagar budaya. Dominasi pemerintah melalui pembuatan
regulasi dan aturan-aturan, telah mendorong sekelompok masyarakat yang peduli atas kondisi tersebut meminta atau menerima
bantuan LSM untuk menentang rencana pemerintah.
Konflik kepentingan adalah bagian yang inheren dalam pengelolaan cagar budaya, karena semua pihak merasa berhak
memperoleh keuntungan dari pengelolaan cagar budaya. Namun dari sejumlah pihak yang berkepentingan terhadap cagar
6 Jurnal Pendidikan, Vol..., No..., Bln Thn, Hal....-....

budaya, dalam kenyataannya hanya segelintir saja yang memperoleh keuntungan, yaitu mereka yang dekat dengan lingkaran
kekuasaan. Karena upaya pelestarian harus berakhir dengan ketidakadilan, masyarakat yang sebenarnya punya perhatian
menjadi tak acuh pada cagar budaya di sekeliling mereka. Ketidak acuhan ini memang berdampak pada gagalnya program-
program yang dicanangkan, meskipun apa yang cukup penting adalah bahwa realisasi program lebih didasarkan pada upaya
penyerapan anggaran rutin pemerintah, yang dalam hal ini bukan hanya kurang dievaluasi dampaknya tetapi juga program-
program yang ada lebih diarahkan untuk mengangkat citra di mata masyarakat sebagai pihak yang peduli terhadap cagar budaya.
Dengan melihat kasus-kasus yang berlangsung selama ini di Trowulan dalam kaitannya dengan pemeliharaan dan
pengelolaan situs Majapahit, di sana terlihat terdapatnya enam kolompok besar (stakeholder) yang terlibat langsung atau tidak
langsung dan saling mempengaruhi, sehingga keadaan ini menciptakan kompleksitas persoalan di Trowulan. Keenamnya adalah
pemerintah, baik pusat maupun daerah, pelaku bisnis (swasta) dan investor, masyarakat di sekitar Trowulan, organisasi-
organisasi sosial yang memiliki kepedulian terhadap warisan budaya, dan akademisi serta media. Mereka semua mempunyai
kepentingan yang berbeda, sehingga menciptakan kontestasi dan bahkan menimbulkan konflik.
Konflik atau kontestasi warisan budaya di Trowulan dapat digambarkan sebagai bentuk hubungan yang tidak harmonis
antara para stakeholder. Hubungan yang tidak harmonis itu, diawali ketika pemerintah melakukan monopoli dan manipulasi
proses pelestarian warisan budaya, sehingga menyebabkan keterbatasan akses, terutama masyarakat yang menghuni lingkungan
Trowulan, padahal masyarakat adalah pemilik lahan di mana warisan budaya terpendam. Konflik itu dipicu oleh perbedaan
kepentingan antara berbagai stakeholder, tetapi potensi yang menimbulkannya tidak hanya terletak pada adanya perbedaan
kepentingan untuk mendapatkan keuntungan tetapi juga karena tidak tepatnya konsep kepemilikan yang dipergunakan sebagai
dasar untuk membangun sistem pengelolaan sumber daya alam. Sistem ini dikembangkan berdasarakan konsep yang memilah
sumber daya alam menjadi tiga kategori kepemilikan, yatiu: milik negara, milik komunal, dan milik pribadi.
Dari berbagai kasus di Trowulan, bisa diidentifikasi terdapatnya dua persoalan besar yang melandasi setiap kontestasi
yang terjadi. Pertama adalah menyangkut konsep kepemilikan lahan, di mana situs-situs berada di lahan masyarakat, dan
masalah kompensasi serta pembebasan lahan. Persoalan kedua sangat berkaitan dengan prioritas pemanfaatan, yaitu adanya
perubahan paradigma tentang warisan budaya dari culture capital ke economy capital dan kurang terinformasikannya aturan-
aturan pengelolaan di Trowulan dan persoalan keterlibatan pengusaha (swasta).
Akar dari persoalan dimaksud terletak pada masalah struktural institusional yang menghambat hubungan antara
stakeholder. Oleh karenanya resolusi bagi pemecahan masalah Trowulan adalah dengan memulihkan hubungan-hubungan antar
berbagai stakeholder melalui pembenahan institusional. Dalam hal ini, kebijakan pelestarian juga harus didasarkan pada konsep
milik bersama, yang menghendaki adanya regulasi yang jelas dalam memanfaatkan warisan budaya di Trowulan. Selain itu
perlu dibentuknya suatu forum pertemuan sebagai wadah mereka para pemangku kepentingan di Trowulan untuk menggalang
kolaborasi dan sinergi dalam melestarikan tinggalan-tinggalan budaya Majapahit.
Secara keseluruhan dapat disimpulkan bahwa semakin intensif upaya manusia untuk mengolah lingkungan semakin
besar eksplorasi dan inovasi manusia terhadap sumber daya lingkungan. Hal ini disertai dengan degradasi lingkungan baik itu
pencemaran dan munculnya wabah penyakit. Antara pengolahan sumber daya lingkungan dan degradasi (baik itu degradasi
lingkungan, pencemaran dan munculnya wabah penyakit) tidak dapat dipisahkan karena pengolahan sumber daya lingkungan
oleh manusia secara tidak langsung mengakibatkan degradasi pada lingkungan itu sendiri. Juga dalam sebuah lingkungan,
pengaruh kebudayaan maupun sebaliknya bisa mengakibatkan apa yang disebut hubungan atau keterkaitan diantara keduanya.
Perubahan lingkungan setidaknya bisa mengakibatkan perubahan pada budaya, sebaliknya perkembangan budaya bisa
berdampak pada lingkungan sekitarnya berkaitan dengan modifikasi lingkungan.

SIMPULAN DAN SARAN


Simpulan
Trowulan mempunyai potensi yang besar untuk dikembangkan menjadi obyek wisata budaya andalan Kabupaten
Mojokerto. Trowulan banyak memiliki berbagai situs sejarah peninggalan kerajaan Majapahit yang merupakan aset berharga
bagi pengembangan wisata budaya. Diantara berbagai situs sejarah tersebut banyak situs di Trowulan yang telah dipugar untuk
menjaga keindahannya, sehingga mampu menarik wisatawan untuk berkunjung ketempat tersebut. Bagi para wisatawan yang
ingin memahami lebih jauh tentang Kerajaan Majapahit yang merupakan kerajaan terbesar yang pernah ada di Indonesia
Trowulan juga memeliki sebuah museum tempat menyimpan berbagai prasasti, arca, artefak, senjata tradisional, dan alat
kesenian tradisional peninggalan Kerajaan Majapahit tersebut. Di kawasan Trowulan selain tinggalan arkeologi juga suasana
pedesaan yang masih cukup terasa, keindahan alam pedesaan serta keramahan penduduk sekitar juga merupakan daya tarik
wisata tersendiri bagi Trowulan.
Dari hasil analisis SWOT yang dilakukan obyek wisata Trowulan memIliki kekuatan diantaranya Trowulan memiliki
berbagai situs bersejarah peninggalan kerajaan Majapahit yang namanya cukup melegenda. Lokasi obyek wisata Trowulan juga
mudah dijangkau karena letaknya yang strategis, hanya berjarak ± 12 km dari kota mojokerto. Tersedianya lahan yang masih
cukup luas juga menjadi salah satu kekuatan dalam pengembangan obyek wisata trowulan. Minimnya sarana prasarana dan
Nama Belakang Penulis, Judul dalam 3 Kata... 7

fasilitas, promosi yang masih terbatas serta kondisi situs yang tersebar dan belum semuanya mengalami pemugaran menjadi
suatu kelemahan dari obyek wisata Trowulan. Kurangnya kesadaran masyarakat untuk ikut berpartisipasi dalam melestarikan
peninggalan sejarah dan purbakala khususnya di Trowulan juga menjadi salah satu kelemahan dari Obyek wisata tersebut.
Dalam upaya pengembangan obyek wisata Trowulan mengalami berbagai kendala diantaranya minimnya dana yang
tersedia. Kendala lain dari upaya pengembangan Trowulan adalah persebaran situs sejarah yang berpotensi besar sebagai obyek
wisata budaya tersebut lokasinya terpencar-pencar serta berada di area yang cukup luas, sehingga upaya pengembangan yang
akan dilakukan tidak dapat terfokus. Kurangnya respon serta partisipasi dari masyarakat untuk ikut berperan aktif dalam upaya
pengembangan industri pariwisata di Mojokerto khususnya di Trowulan juga merupakan suatu kendala yang cukup serius.
Tingkat kesadaran masyarakat yang masih rendah terhadap peninggalan sejarah dan purbakala, khususnya masyarakat di sekitar
Trowulan juga menjadi kendala sekaligus ancaman bagi pengembangan obyek wisata budaya di Trowulan.
Saran
Pihak pengelola harus melakukan promosi secara gencar. Kegiatan Promosi baik melalui leaflet, booklet, brosur serta
melalui berbagai media baik media cetak maupun elektronik terutama internet merupakan langkah yang cukup efektif untuk
memasarkan obyek wisata Trowulan kepada publik dan masyarakat luas baik dari dalam maupun luar negeri. Upaya promosi
yang gencar diharapkan mampu meningkatkan jumlah kunjungan wisatawan sehingga dapat mendongkrak pendapatan daerah.
Dengan menigkatnya pendapatan daerah maka minimnya dana untuk pengembangan kawasan Trowulan dengan sendirinya
dapat teratasi.
Upaya pengembangan yang dilakukan pihak pengelola juga harus mampu melibatkan masyarakat serta memberikan
dampak bagi peningkatan ekonomi penduduk setempat. Sehingga kegiatan penduduk yang dapat mengancam keutuhan dan
kelestarian situs cagar budaya dapat diatasi apabila terdapat pilihan lain yang juga nyata manfaatnya. Penduduk setempat tidak
memiliki banyak pilihan dalam hal mencari nafkah. Dimana sebagian besar warga Trowulan mempunyai mata pencaharian
sebagai pembuat batu bata merah dengan terus melakukan penggalian tanah tanpa memperhatikan kelestarian situs sejarah yang
ada di kawasan tersebut.
Kurangnya partisipasi dari masyarakat disekitar Trowulan untuk ikut berperan aktif dalan kegiatan industri pariwisata
harus mendapat tanggapan serius oleh pihak pengelola dan pemerintah daerah. Berbagai penyuluhan perlu dilakukan untuk
menanamkan pemahaman bahwasannya industri pariwisata yang dikelola secara baik akan mampu memberikan manfaat bagi
peninggkatan kesejateraan mereka. Industri pariwisata dengan unsur-unsur yang ada di dalamnya seperti hotel, restoran,
transportasi, cinderamata dan sebagainya selalu terkait dan memiliki ketergantungan pada produk dan jasa ekonomi masyarakat.
Dengan peran dan partisipasi masyarakat untuk mengelola secara baik berbagai unsur tersebut akan dapat memacu pertumbuhan
pariwisata di kawasan trowulan sekaligus memberikan manfaat finansial berupa peningkatan pendapatan masyarakat.
Dari berbagai kasus di Trowulan, bisa diidentifikasi terdapatnya dua persoalan besar yang melandasi setiap kontestasi
yang terjadi. Pertama adalah menyangkut konsep kepemilikan lahan, di mana situs-situs berada di lahan masyarakat, dan
masalah kompensasi serta pembebasan lahan. Persoalan kedua sangat berkaitan dengan prioritas pemanfaatan, yaitu adanya
perubahan paradigma tentang warisan budaya dari culture capital ke economy capital dan kurang terinformasikannya aturan-
aturan pengelolaan di Trowulan dan persoalan keterlibatan pengusaha (swasta).
Akar dari persoalan dimaksud terletak pada masalah struktural institusional yang menghambat hubungan antara
stakeholder. Oleh karenanya resolusi bagi pemecahan masalah Trowulan adalah dengan memulihkan hubungan-hubungan antar
berbagai stakeholder melalui pembenahan institusional. Dalam hal ini, kebijakan pelestarian juga harus didasarkan pada konsep
milik bersama, yang menghendaki adanya regulasi yang jelas dalam memanfaatkan warisan budaya di Trowulan. Selain itu
perlu dibentuknya suatu forum pertemuan sebagai wadah mereka para pemangku kepentingan di Trowulan untuk menggalang
kolaborasi dan sinergi dalam melestarikan tinggalan-tinggalan budaya Majapahit.

DAFTAR RUJUKAN
Anwar, Khoiril. 2009. Potensi wisata budaya situs sejarah peninggalan kerajaan majapahit di trowulan mojokerto.
Damardjati. R.S. 1995. Istilah-istilah Dunia Pariwisata. Jakarta: Pradnya Paramita
Dirjen Pariwisata. 1998. Pariwisata Tanah air Indonesia.
I Made. Kusumajaya (dkk). 2007. Mengenal Kepurbakalaan Majapahit Di Daerah Trowulan. Mojokerto: Balai Pelestarian
Peninggalan Purbakala (BP3) Jawa Timur.
I.G. Bagus L. Arnawa. 2004. Mengenal Peninggalan Majapahit Di Daerah Trowulan. Mojokerto: Koperasi Pegawai Republik
Indonesia (KPRI) Purbakala.
Marpaung, H. 2002. Pengetahuan Kepariwisataan. Bandung: Alfabeta.
Nasiruddin, Cholil. 2004. Panjer walisongo. Jombang: Penerbit Semma.
Suwantoro, G. 2002. Dasar-Dasar Pariwisata. Yogyakarta: Andi

Anda mungkin juga menyukai