Anda di halaman 1dari 5

Judul : Keamanan dan Tolerabilitas Penggunaan Moxifloxacin Pada TB-RO

Nama :
Departemen :
Tuberkulosis (TB) adalah jenis penyakit menular yang dapat diobati, namun proses
dan kualitas pengobatan yang buruk dapat memicu munculnya TB resisten obat (TB-RO).
Prevalensi global TB-RO meningkat karena kurangnya kepatuhan pengobatan, pasokan obat
yang buruk dan penularan langsung dari pasien TB-RO. Tuberkulosis resisten obat dikaitkan
dengan angka morbiditas dan mortalitas yang tinggi, merupakan ancaman bagi petugas
kesehatan, sangat mahal untuk diobati, dan oleh karena itu menjadi masalah kesehatan
masyarakat yang serius. Dengan berbagai tantangan yang ada pada pengobatan TB-RO,
angka keberhasilan pengobatan hingga saat ini belum mencapai 70%.
Disamping itu, terjadi juga peningkatan insidensi TB-RO pada pasien pediatri.
Diperkirakan setiap tahunnya terjadi sekitar 25.000 hingga 32.000 kasus baru TB-RO pada
anak anak. Memahami farmakokinetik, keamanan serta efek samping obat anti-tuberkulosis
pada pasien peduat sangat penting untuk menyediakan akses ke pengobatan MDR-TB yang
aman dan efektif. Selain itu, terdapat juga konsensus yang menyatakan bahwa pemahaman
yang baik terhadap mekanisme kerja obat TB-RO dapat berdampak langsung pada durasi
waktu pemberian regimen obat pada pasien pediatri.
Antibiotik golongan fluorokuinolon menghambat pertumbuhan bakteri dengan cara
menghambat supercoiling DNA dan mengganggu replikasi DNA Mycobacterium
tuberculosis melalui jalur DNA girase adalah pilihan obat penting untuk tatalaksana TB-RO.
Pedoman saat ini merekomendasikan bahwa antibiotik golongan fluorokuinolon generasi
terbaru dapat digunakan untuk semua pasien dengan MDR-TB. Di antaranya, levofloxacin
dan moxifloxacin adalah dua antibiotik yang paling sering digunakan untuk mengobati pasien
dengan MDR-TB. Dibandingkan dengan antibiotik fluorokuinolon generasi terbaru,
levofloxacin dan moxifloxacin dinilai memiliki efektivitas yang lebih tinggi terhadap bakteri
TB-RO.
Moksifloksasin adalah antibiotik fluorokuinolon generasi keempat yang dapat
digunakan untuk pengobatan organisme bakteri gram positif, gram negatif dan bakteri
anaerobik. Moksifloksasin adalah 8-metoksi fluorokuinolon dengan aktivitas bakterisida
terhadap Mtb ekstraseluler yang berkonsentrasi hingga 32 kali di dalam makrofag. Kedua,
rasio yang dilaporkan dari area moksifloksasin di bawah kurva konsentrasi-waktu (AUC)
untuk cairan serebrospinal (CSF) ke plasma adalah 0,71-0,82, untuk cairan peritoneal ke
plasma 1,91, dan untuk tulang ke plasma sekitar 0,50. Dengan demikian, moksifloksasin
memasuki situs paling umum yang terlibat dalam tuberkulosis diseminata secara memadai.
Selain itu, moksifloksasin merupakan landasan pengobatan TB MDR pada orang dewasa.
Selain itu, linezolid dan moksifloksasin tersedia dalam suspensi oral dan formulasi sirup dan,
mengingat keduanya didorong oleh AUC / konsentrasi penghambatan minimum (MIC), dapat
diberikan sekali sehari. Hal inilah yang menjadikan moksifloksasin sebagai antibiotik lini
pertama pada tatalaksana TB-RO anak. Pada pedoman WHO mengenai tatalaksana TB RO,
dikatakan bahwa levofloxacin atau moksifloksasin harus dimasukkan dalam pengobatan
pasien TB-MDR/RR. Di Amerika Serikat sendiri, penggunaan Moksifloksasin telah disetujui
oleh FDA sejak tahun 1999.
Levofloxacin diusulkan sebagai fluoroquinolone pilihan pertama dalam regimen
pengobatan TB-RO karena beberapa alasan. Pertama, obat ini memiliki tingkat keamanan
yang lebih baik dibandingkan dengan golongan fluorokuinolon lainnya dan merupakan yang
antibiotik yang paling sering digunakan dalam studi untuk panduan penyusunan panduan
WHO. Kedua, levofloxacin memiliki interaksi obat yang lebih sedikit dibandingkan dengan
moksifloksasin. Misalnya, konsentrasi puncak plasma dan paparan moksifloksasin menurun
secara signifikan bila dikombinasikan dengan rifampisin, efek yang sama tidak ditemukan
pada penggunaan levofloksasin. Hal ini berkaitan dengan sifat levofloksasin untuk menjalani
metabolisme terbatas pada manusia dan diekskresikan langsung dalam urin.
Dari suatu penelitian yang membandingkan hasil pengobatan pasien TB-RO
menggunakan regimen obat levofloxacin dan moxifloxacin, ditemukan bahwa Hasil
pengobatan tidak berbeda antara kedua kelompok obat tersebut. Berdasarkan definisi sembuh
dari Organisasi Kesehatan Dunia tahun 2008 serta definisi tahun 2013. Dengan definisi 2008,
kesembuhan dicapai pada 54 pasien (70,1%) pada kelompok levofloxacin dan 54 (73,0%)
pada kelompok moksifloksasin (P = 0,72). Tingkat keberhasilan pengobatan tidak terlalu
berbeda antara kedua kelompok (87,0 vs 81,1%, P = 0,38). Pada definisi 2013, tingkat
kesembuhan (83,1 vs 78,4%, P = 0,54) dan tingkat keberhasilan pengobatan (84,4 vs 79,7%,
P = 0,53) juga serupa antara kelompok levofloxacin dan moksifloksasin. Waktu konversi
kultur juga tidak berbeda antara kedua kelompok (27,0 vs 45,0 hari, P = 0,11 pada media cair;
17,0 vs 42,0 hari, P = 0,14 pada media padat). Namun, pasien dalam kelompok levofloxacin
memiliki efek samping yang lebih banyak dibandingkan dengan kelompok moksifloksasin
(79,2 vs 63,5%, P = 0,03), terutama efek samping muskuloskeletal (37,7 vs 14,9%, P =
0,001).
WHO merevisi definisi hasil pengobatan untuk MDR-TB pada tahun 2013. Dalam
definisi ini, kesembuhan didefinisikan untuk pasien yang telah menyelesaikan pengobatan
tanpa adanya bukti kegagalan dan tiga atau lebih kultur negatif berturut-turut yang diambil
setidaknya 30 hari setelah perawatan fase intensif. Definisi sembuh ini lebih mudah dicapai
dan lebih praktis daripada definisi yang ada pada pedoman tahun 2008, yang mewajibkan
setidaknya lima kultur negatif berturut-turut dari sampel yang dikumpulkan setidaknya 30
hari terpisah dalam 12 bulan terakhir pengobatan.
Hasil penelitian lain yang dilakukan pada hewan juga mendukung penggunaan
moksifloksasin daripada levofloksasin untuk pengobatan tuberkulosis. Hal ini berdasarkan
pada aktivitas bakterisida yang lebih baik ditemukan pada pemberian antibiotik moxifloxacin.
Berdasarkan penelitian ini, uji klinis yang dilakukan kedepannya bertujuan memperpendek
durasi pengobatan di antara pasien dengan TB-RO dengan menggunakan antibiotik
moxifloxacin.
Adapun efek samping yang mungkin ditemukan pada pemberian moxifloxacin
terjadinya gangguan dermatologis, gangguan gastrointestinal, hepatotoksisitas, abnormalitas
hematologi, ototoksisitas, neuropati perifer, gangguan muskuloskeletal, toksisitas mata, serta
masalah psikotik.
Hasil penelitian pada tahun 2018, melibatkan 221 pasien pediatri yang menerima
terapi antibiotik moksifloksasin. Usia rata-rata saat inisiasi moksifloksasin adalah 10,4 tahun.
Satu atau lebih efek samping terjadi pada 195 (65%) kasus. Efek samping yang dikaitkan
dengan moksifloksasin termasuk terjadinya perpanjangan interval QT (QTc) yang (18 [6%]
kasus), peningkatan level transaminase (7 [2,3%] kasus), dan peningkatan kadar bilirubin (3
[1%] kasus). Efek samping yang terjadi selama terapi moksifloksasin pediatrik relatif umum
tetapi jarang cukup serius untuk memerlukan penghentian dini.
Gambar 1. Efek samping penggunaan Moxifloxacin
Referensi

1. Kang YA, Shim TS, Koh WJ, Lee SH, Lee CH, Choi JC, Lee JH, Jang SH, Yoo KH,
Jung KH, Kim KU, Choi SB, Ryu YJ, Kim KC, Um S, Kwon YS, Kim YH, Choi WI,
Jeon K, Hwang YI, Kim SJ, Lee HK, Heo E, Yim JJ. Choice between Levofloxacin
and Moxifloxacin and Multidrug-Resistant Tuberculosis Treatment Outcomes. Ann
Am Thorac Soc. 2016 Mar;13(3):364-70. doi: 10.1513/AnnalsATS.201510-690BC.
PMID: 26871879.
2. Avika Dixit, Manjiree V Karandikar, Sarah Jones, Mari M Nakamura, Safety and
Tolerability of Moxifloxacin in Children, Journal of the Pediatric Infectious Diseases
Society, Volume 7, Issue 3, September 2018, Pages e92–e101,
https://doi.org/10.1093/jpids/piy056
3. Dheda, K., Gumbo, T., Maartens, G., Dooley, K. E., McNerney, R., Murray, M., ... &
Warren, R. M. (2017). The epidemiology, pathogenesis, transmission, diagnosis, and
management of multidrug-resistant, extensively drug-resistant, and incurable
tuberculosis. The Lancet Respiratory medicine, 5(4), 291-360.
4. World Health Organization. (2019). WHO consolidated guidelines on drug-resistant
tuberculosis treatment (No. WHO/CDS/TB/2019.7). World Health Organization.
5. Garcia-Prats AJ, Svensson EM, Weld ED, Schaaf HS, Hesseling AC. Current status
of pharmacokinetic and safety studies of multidrug-resistant tuberculosis treatment in
children. Int J Tuberc Lung Dis. 2018 May 1;22(5):15-23. doi: 10.5588/ijtld.17.0355.
PMID: 29665949.
6. Deshpande, D., Srivastava, S., Nuermberger, E., Pasipanodya, J. G., Swaminathan, S.,
& Gumbo, T. (2016). Concentration-dependent synergy and antagonism of linezolid
and moxifloxacin in the treatment of childhood tuberculosis: the dynamic duo.
Clinical Infectious Diseases, 63(suppl_3), S88-S94.

Anda mungkin juga menyukai