Anda di halaman 1dari 250

PERKEMBANGAN PSIKOSOSIAL ANAK USIA DINI

YANG MENGALAMI SPEECH DELAY


DI RUMAH PSIKOLOGI MATA AIR AMBARAWA
SKRIPSI
Diajukan untuk Memenuhi Kewajiban dan Syarat Guna
Memperoleh Gelar Sarjana Psikologi (S.Psi.)

Oleh:
Pangesti Mulyasari
NIM. 43040180038

PROGRAM STUDI PSIKOLOGI ISLAM


FAKULTAS DAKWAH
INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI SALATIGA
2022
ii
PERKEMBANGAN PSIKOSOSIAL ANAK USIA DINI
YANG MENGALAMI SPEECH DELAY
DI RUMAH PSIKOLOGI MATA AIR AMBARAWA
SKRIPSI
Diajukan untuk Memenuhi Kewajiban dan Syarat Guna
Memperoleh Gelar Sarjana Psikologi (S.Psi.)

Oleh:
Pangesti Mulyasari
NIM. 43040180038

PROGRAM STUDI PSIKOLOGI ISLAM


FAKULTAS DAKWAH
INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI SALATIGA
2022

iii
iv
v
vi
MOTTO

ْ‫س ىْ أَن‬َ َ‫س ىْ أَنْ تَك َر ُه واْ َش ي ئًاْ َو ُه َوْ َخ يرْ لَ ُك مْْْ َوع‬ َ َ‫َوع‬
َ ‫ُُتِ بُّواْ َش ي ئًاْ َو ُه َوْ َش رْ لَ ُك مْْْ َو‬
ْ‫اّللُْ يَ ع لَمُْ َوأَن تُمْ َل‬
ْ‫تَ ع لَ ُم و َن‬
“Boleh jadi kamu membenci sesuatu, padahal ia amat baik
bagimu, dan boleh jadi (pula) kamu menyukai sesuatu, padahal ia
amat buruk bagimu; Allah mengetahui, sedang kamu tidak
mengetahui.”

(Q.S Al Baqarah: 216)

vii
PERSEMBAHAN

Puji syukur atas kehadirat Allah SWT yang senantiasa


memberikan rahmat, hidayah, serta inayah-Nya sehingga penulis
dapat menyelesaikan skripsi ini dengan baik. Skripsi ini penulis
persembahkan untuk:
1. Ibu Suyatni dan Bapak Mulyono, yang selalu mendukung saya
secara moril maupun materiel. Terima kasih karena telah
melahirkan saya ke dunia ini. Jika ada kata yang lebih
bermakna daripada kata terima kasih, maka akan saya gunakan
untuk kedua orang tua saya.
2. Kedua kakakku, Adi Priyantoko dan Bela Dwi Hatmoko yang
selalu membuat saya tertawa dan melupakan kesedihan saya.
Terima kasih untuk segala usaha kalian dalam mendukung saya
selama ini.
3. Bunda Aries, yang telah banyak membantu saya selama
penelitian. Terima kasih telah menerima saya dan membantu
mempermudah segala proses penelitian saya.
4. Teman-temanku, Candu, Hanan, Ifada, Puput, Sania, dan
Yayuk yang selalu ada ketika saya sedang kesepian dan
menjadi penyemangat untuk segera menyelesaikan skripsi ini.
Terima kasih untuk canda tawa ketika sedang bersama.
5. Semua pihak yang terlibat dalam penyelesaian skripsi ini, yang
tidak dapat penulis sebutkan satu per satu. Terima kasih telah
memberi semangat serta doa untuk penulis bisa menyelesaikan
skripsi ini.

viii
ABSTRAK

Mulyasari, Pangesti. 2022. Perkembangan Psikososial Anak Usia


Dini yang Mengalami Speech Delay di Rumah Psikologi Mata Air
Ambarawa. Skripsi, Salatiga: Program Studi Psikologi Islam
Fakultas Dakwah Institut Agama Islam Negeri Salatiga.
Pembimbing: Qurrotu Ayun, M.Psi.
Kata Kunci: Perkembangan Psikososial; Anak Usia Dini; Speech
Delay.
Tujuan penelitian ini yaitu untuk menggambarkan kondisi
psikososial, upaya yang dilakukan terapis, dan faktor-faktor yang
memengaruhi perkembangan psikososial anak usia dini yang
mengalami speech delay di Rumah Psikologi Mata Air Ambarawa.
Jenis penelitian ini ialah kualitatif dengan metode studi
kasus. Subjek merupakan tiga orang anak usia dini yang
mengalami speech delay. Sumber data primer yaitu orang tua, guru
sekolah, dan terapis. Sumber data sekunder yaitu hasil diagnosis
subjek dan laporan hasil PPL. Teknik pengumpulan data
menggunakan observasi, wawancara, dan dokumentasi. Teknik
analisis data dengan model Miles and Huberman. Uji keabsahan
data dilakukan dengan triangulasi dan peningkatan ketekunan.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa perkembangan
psikososial anak usia dini yang mengalami speech delay di Rumah
Psikologi Mata Air Ambarawa kurang, ditandai dengan kurangnya
kemampuan bersosialisasi, pengetahuan norma dan aturan, pasif,
belum dapat merangkai kata, belum mengerti tentang perbedaan
gender, tidak percaya diri, dan pesimis. Upaya terapis Rumah
Psikologi Mata Air Ambarawa dalam meningkatkan
perkembangan anak usia dini yang mengalami speech delay yaitu
1) melakukan deteksi, diagnosis, dan intervensi; 2) terapi wicara;
3) terapi okupasi; 4) stimulus; 5) edukasi dan konseling kepada
orang tua; dan 6) memberikan berbagai program untuk anak di
rumah. Faktor yang memengaruhi perkembangan psikososial anak
usia dini yang mengalami speech delay di Rumah Psikologi Mata
Air Ambarawa yaitu: 1) pola asuh; 2) lingkungan; 3) media massa
atau gadget; 4) sosialisasi; 5) menyendiri; dan 6) ejekan atau
pembullyan.

ix
PEDOMAN TRANSLITERASI ARAB – LATIN

Berdasarkan Surat Keputusan Bersama Menteri Agama dan


Menteri Pendidikan dan Kebudayaan RI Nomor 158/1987 dan
0543.b/U/1987, tanggal 22 Januari 1988.
A. Kosongan Tunggal
Huruf
Nama Huruf Latin Keterangan
Arab
‫ا‬ Alif Tidak dilambangkan Tidak dilambangkan
‫ب‬ Bā‘ b be
‫ث‬ Tā‘ t te
‫ث‬ Ṡā‘ ṡ es (dengan titik atas)
‫ج‬ Jīm j je
‫ح‬ Ḥā‘ ḥ ha (dengan titik bawah)
‫خ‬ Khā‘ kh ka dan ha
‫د‬ Dāl d De
‫ذ‬ Żāl ż zet (dengan titik atas)
‫ر‬ Rā‘ r er
‫ز‬ Zā‘ z zet
‫س‬ Sīn s es
‫ش‬ Syīn sy es dan ye
‫ص‬ Ṣād ṣ es (dengan titik bawah)
‫ض‬ Ḍād ḍ de (dengan titik bawah)
‫ط‬ Ṭā‘ ṭ te (dengan titik bawah)
‫ظ‬ Ẓa‘ ẓ zet (dengan titik bawah)
‫ع‬ ‘Ain ‗ Apostrof terbalik
‫غ‬ Ghain gh Ge
‫ف‬ Fā‘ f Ef
‫ق‬ Qāf q Qi
‫ك‬ Kāf k Ka
‫ل‬ Lām l El
‫م‬ Mīm m Em
‫ن‬ Nūn n En
‫و‬ Wāw w We

x
‫ه‬ Hā‘ h Ha
‫ء‬ Hamzah ‘ Apostrof
‫ي‬ Yā‘ y Ye

B. Kosongan Rangkap karena Syaddah Ditulis Rangkap


Kata Arab Ditulis
‫م دة ﻣﺘﻊ ددة‬ muddah ‟muta ddidah
‫رﺟﻞ ﻣﺘﻔﻨﻦ ﻣﺘﻌﻲ‬ rajul mutafanninmuta‟ayyin

C. Vokal Pendek
Ḥarakah Ditulis Kata Arab Ditulis
Fatḥah a ‫ﻣﻦ ﻧﺼﺮ وﻗﺘﻞ‬ man naṣar wa qatal
Kasrah i ‫ﻛﻢ ﻣﻦ ﻓﺌﺔ‬ kamm min fi„ah
Ḍammah u ‫ ﺳﺪس وﺧﻤﺲ وﺛﻠﺚ‬sudus wa khumus wa
ṡuluṡ

D. Vokal Panjang
Ḥarakah Ditulis Kata Arab Ditulis
Fatḥah ā ‫ﻓﺘﺎح رزاق ﻣﻨﺎن‬ fattāḥ razzāq
mannān
Kasrah ī ‫ﻣﺴﻜﻲ وﻓﻘﻲ‬ miskīn wa faqīr
Ḍammah ū ‫دﺧﻮل وﺧﺮوج‬ dukhūl wa khurūj

E. Huruf Diftong
Kasus Ditulis Kata Arab Ditulis
Fatḥah bertemu wāw mati aw ‫ﻣﻮﻟﻮد‬ maulūd
Fatḥah bertemu yā‘ mati ai ‫ﻣﮭﯿﻤﻦ‬ muhaimin

xi
F. Vokal Pendek yang Berurutan dalam Satu Kata
Kata Arab Ditulis
‫أأﻧﺘﻢ‬ a‟antum
‫أﻋﺪت ﻟﻠﻜﺎﻓﺮﯾﻦ‬ u‟iddat li al-kāfirīn
‫ﻟﺌﻦ ﺷﻜﺮﺗﻢ‬ la‟in syakartum
‫إﻋﺎﻧﺔ اﻟﻄﺎﻟﺒﻲ‬ I‟ānah at-ṭālibīn

G. Huruf Ta’Marbūṭah
1. Bila dimatikan, ditulis dengan huruf “h”
Kata Arab Ditulis
‫زوﺟﺖﺟﮭﺴﺖ‬ zaujah jazīlah
‫ﺟﺴﺖﯾﺦددة‬ jizyah muḥaddadah

Keterangan:
Ketentuan ini tidak berlaku terhadap kata-kata Arab
yang sudah diserap dalam Bahasa Indonesia, seperti salat,
zakat, dan sebagainya, kecuali jika dikehendaki lafal
aslinya.
Bila diikuti oleh kata sangdang “al-“ serta bacaan kedua
itu terpisah, maka ditulis dengan “h”.
Kata Arab Ditulis
‫ﺗﻜﻤﻠﺔ اﻟﻤﺠﻤﻮع‬ takmilah al-majmū‟
‫ﺣﻼوة اﻟﻤﺤﺒﺔ‬ ḥalāwah al-maḥabbah

xii
2. Bila ta’ marbūṭah hidup atau dengan ḥarakah (fatḥah,
kasrah, atau ḍammah), maka ditulis dengan “t” berikut
huruf vokal yang relevan.
Kata Arab Ditulis
‫زﻛﺎة اﻟﻔﻄﺮ‬ zakātu al-fiṭri
‫إل ﺣﻀﺮة اﻟﻤﺼﻄﻔﻰ‬ ilā ḥaḍratial-muṣṭafā
‫ﺟﻼﻟﺔ اﻟﻌﻠﻤﺎء‬ jalālata al-„ulamā‟

H. Kata Sandang alif dan lam atau“al-“


1. Bila diikuti huruf qamariyyah:
Kata Arab Ditulis
‫ﺑﺤﺚ اﻟﻤﺴﺎﺋﻞ‬ baḥs al-masā‟il
‫اﻟﻤﺤﺼﻮل ﻟﻠﻐﺰال‬ Al-maḥṣūl li al-Ghazālī
2. Bila diikuti huruf syamsiyyah, ditulis dengan
menggandakan huruf syamsiyyah yang mengikutinya
serta menghilangkan huruf “l” (el)-nya.
Kata Arab Ditulis
‫إﻋﺎﻧﺔ اﻟﻄﺎﻟﺒﻲ‬ i‟ānah aṭ-ṭālibīn
‫اﻟﺮﺳﺎﻟﺔ ﻟﻠﺸﺎﻓﻌﻲ‬ ar-rislah li asy- Syāfi‟ī
‫ﺷﺬرات اﻟﺬھﺐ‬ Syażarāt aż-żahab

xiii
KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan


rahmat serta hidayah-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan
skripsi yang berjudul Perkembangan Psikososial Anak Usia Dini
yang Mengalami Speech Delay di Rumah Psikologi Mata Air
Ambarawa dengan baik. Penulis berharap penelitian ini dapat
mendatangkan manfaat bagi semua pihak.
Penulis menyadari bahwa dalam penyusunan skripsi ini
tidak luput dari doa, motivasi, bimbingan dan bantuan, baik yang
bersifat moril maupun materiel dari berbagai pihak. Maka dari itu,
pada kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih banyak
kepada:
1. Rektor IAIN Salatiga, Bapak Prof. Dr. Zakiyuddin Baidhawy,
M.Ag.
2. Dekan Fakultas Dakwah, Bapak Dr. Mukti Ali, S.Ag., M.Hum.
3. Ibu Qurrotu Ayun, M.Psi., selaku Ketua Program Studi
Psikologi Islam, Dosen Pembimbing Akademik, dan Dosen
Pembimbing Skripsi, yang telah dengan sabar dan ikhlas
membimbing serta memberikan bantuan kepada penulis,
memberikan banyak masukan dan arahan dalam penyusunan
skripsi ini.
4. Bapak/Ibu dosen Psikologi Islam Fakultas Dakwah yang telah
mendidik serta mengajarkan berbagai ilmu kepada penulis
yang tentunya sangat bermanfaat.

xiv
5. Seluruh jajaran akademik Fakultas Dakwah IAIN Salatiga
yang telah membantu dan melayani dalam bidang administrasi.
6. Ibu Aries Eko Retnowati, S.Psi. CH.t., selaku Pimpinan Rumah
Psikologi Mata Air Ambarawa sekaligus Kepala Sekolah Alam
Matahari Ambarawa.
7. Ibu Ribut Krisfida, M.Psi. Psikolog., Ibu Mistien Sayyidah,
A.Md.T.W., dan Ibu Laras, S.Psi., beserta seluruh staf di
Rumah Psikologi Mata Air Ambarawa.
8. Ibu Navita Sari, A.Md. dan Bapak Amin Samsuri, S.Pd.,
beserta seluruh guru Sekolah Alam Matahari Ambarawa.
9. Ibu Yuliana, S.P. selaku kepala sekolah, dan Ibu Debby Adhe,
S.Pd., beserta seluruh guru TK IT Baitussalam Ambarawa.

xv
DAFTAR ISI
HALAMAN BERLOGO .............................................................. ii
HALAMAN SAMPUL ................................................................ iii
NOTA PERSETUJUAN PEMBIMBING ................................... iv
HALAMAN PENGESAHAN ....................................................... v
PERNYATAAN KEASLIAN TULISAN DAN KESEDIAAN
PUBLIKASI ................................................................................. vi
MOTTO ...................................................................................... vii
PERSEMBAHAN ...................................................................... viii
ABSTRAK ................................................................................... ix
PEDOMAN TRANSLITERASI ARAB – LATIN ....................... x
KATA PENGANTAR ............................................................... xiv
DAFTAR ISI .............................................................................. xiv
DAFTAR TABEL ..................................................................... xvii
DAFTAR GAMBAR ............................................................... xviii
DAFTAR LAMPIRAN .............................................................. xix
BAB I PENDAHULUAN .......................................................... 1
A. Latar Belakang Masalah ................................................. 1
B. Rumusan Masalah .......................................................... 8
C. Tujuan Penelitian ............................................................ 9
D. Manfaat Penelitian .......................................................... 9
E. Penegasan Istilah .......................................................... 10
F. Sistematika Penulisan .................................................. 11
BAB II LANDASAN TEORI ................................................... 13
A. Kajian Teori .................................................................. 13

xiv
1. Perkembangan Psikososial ........................................... 13
a. Pengertian Perkembangan Psikososial Anak Usia Dini
.................................................................................. 13
b. Tahapan Perkembangan Psikososial Anak Usia Dini
.................................................................................. 17
c. Faktor-Faktor yang Memengaruhi Perkembangan
Psikososial Anak Usia Dini .............................................. 25
d. Peran Psikososial bagi Anak Usia Dini .................... 33
e. Upaya Mengembangkan Kematangan Psikososial ... 36
2. Speech Delay ................................................................ 41
a. Pengertian Speech Delay .......................................... 41
b. Kriteria Diagnosis Gangguan Bicara ........................ 43
c. Jenis-Jenis Speech Delay .......................................... 46
d. Kategori Kelainan Bicara.......................................... 47
e. Faktor-Faktor Penyebab Speech Delay ..................... 50
f. Dampak Speech Delay bagi Anak Usia Dini ............ 54
g. Intervensi pada Gangguan Speech Delay.................. 55
B. Tinjauan Pustaka .......................................................... 69
BAB III METODE PENELITIAN............................................. 74
A. Jenis Penelitian ............................................................. 74
B. Lokasi dan Waktu Penelitian ........................................ 74
C. Data dan Sumber Data .................................................. 75
D. Prosedur Pengumpulan Data ........................................ 76
E. Analisis Data ................................................................ 80
F. Pengecekan Keabsahan Data........................................ 82

xv
BAB IV DESKRIPSI DAN ANALISIS DATA ......................... 83
A. Deskripsi Data .............................................................. 83
1. Profil Subjek Penelitian ................................................ 83
2. Gambaran Kondisi Psikososial Subjek......................... 86
3. Upaya Meningkatkan Perkembangan Subjek di Rumah
Psikologi Mata Air Ambarawa .......................................... 101
4. Faktor yang Memengaruhi Perkembangan Psikososial
Anak Speech Delay ............................................................ 115
B. Analisis Data .............................................................. 130
1. Analisis Kondisi Psikososial Subjek .......................... 131
2. Analisis Upaya Terapis dalam Meningkatkan
Perkembangan Subjek........................................................ 136
3. Analisis Faktor yang Memengaruhi Perkembangan
Psikososial Subjek ............................................................. 142
BAB V PENUTUP................................................................... 148
A. Kesimpulan ................................................................. 148
B. Saran ........................................................................... 150
DAFTAR PUSTAKA ............................................................... 151
LAMPIRAN .............................................................................. 157

xvi
DAFTAR TABEL

Tabel 3.1 Kisi-Kisi Pedoman Observasi ..................................... 78


Tabel 3.2 Kisi-Kisi Pedoman Wawancara .................................. 79

xvii
DAFTAR GAMBAR

Gambar 2.1 Diagram Venn (Sumber: Wooles dkk., 2018). ........ 51

xviii
DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1 Surat Permohonan Izin Penelitian ......................... 158


Lampiran 2 Surat Permohonan Izin Observasi (1) .................... 159
Lampiran 3 Surat Permohonan Izin Observasi (2) .................... 160
Lampiran 4 Hasil Diagnosis GA ............................................... 161
Lampiran 5 Lembar Informed Consent GA .............................. 163
Lampiran 6 Lembar Informed Consent FR ............................... 164
Lampiran 7 Lembar Informed Consent KS ............................... 165
Lampiran 8 Tanda Bukti Penelitian (1) ..................................... 166
Lampiran 9 Tanda Bukti Penelitian (2) ..................................... 167
Lampiran 10 Tanda Bukti Penelitian (3) ................................... 168
Lampiran 11 Transkrip Wawancara .......................................... 169
Lampiran 12 Catatan Observasi ................................................ 215
Lampiran 13 Rekap Data Observasi 3 Subjek .......................... 225
Lampiran 14 Dokumentasi Gambar .......................................... 226
Lampiran 15 Daftar Riwayat Hidup .......................................... 228

xix
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Inisiatif versus rasa bersalah merupakan salah satu isu
psikososial dalam tahapan perkembangan psikososial manusia.
Perkembangan psikososial sendiri merupakan teori yang
diperkenalkan oleh Erik Homburger Erikson dan menjadi
sumbangan terbesarnya dalam bidang psikologi
perkembangan. Erikson berpendapat bahwa perkembangan
psikososial dihasilkan dari hubungan antara proses-proses
kematangan individu dengan berbagai tuntutan sosial dalam
kehidupan (Salkind, 2015). Dalam teorinya, Erikson membagi
perkembangan manusia menjadi delapan tahap perkembangan
sesuai dengan kualitas ego. Perkembangan psikososial
dikatakan normal apabila anak memiliki kepribadian yang
baik, seperti memiliki sikap kooperatif, keberanian, mampu
menerima pendapat orang lain dan percaya pada diri sendiri
maupun orang lain. Perkembangan psikososial dikatakan
kurang baik apabila anak memiliki sifat negatif, seperti tidak
percaya diri, merasa rendah diri, dan menarik diri dari
lingkungan (Khasanah dkk., 2019).
Perkembangan psikososial sendiri memiliki peran
penting dalam pertumbuhan dan perkembangan anak. Menurut
Wong (dalam Khasanah dkk., 2019) perkembangan psikososial
didefinisikan sebagai perubahan pada kepribadian, emosi, dan

1
hubungan sosial seorang individu. Perkembangan psikososial
menjadi dasar dalam bersosialisasi dan berinteraksi dengan
lingkungan sekitar. Salah satu hal yang dapat menghubungkan
anak dengan orang lain yaitu dengan mengungkapkan apa yang
dilihat, didengar, atau dirasakannya melalui kata-kata atau
disebut dengan berbicara. Berbicara membantu anak untuk
mengungkapkan keinginan, perasaan, dan pemikirannya secara
lisan kepada orang lain.
Kemampuan setiap anak berbeda-beda, tidak terkecuali
dalam hal kemampuan berbicara. Terdapat anak yang memiliki
perkembangan berbicara lebih cepat dari anak seusianya dan
ada pula yang perkembangan berbicaranya terlambat. Hasil
penelitian Istiqlal (2021) mengungkapkan bahwa seorang anak
yang dapat memproduksi suara atau bunyi sesuai dengan
tingkat usianya, maka ia memiliki kemampuan berbicara yang
baik. Namun jika seorang anak memiliki kesulitan dalam
memproduksi suara atau bunyi dalam berbicara, anak mungkin
mengalami gangguan dalam kualitas suara atau artikulasi.
Gangguan keterlambatan bicara (speech delay)
merupakan gangguan perkembangan yang umum terjadi saat
masa kanak-kanak. Menurut Hurlock, seorang anak dikatakan
mengalami keterlambatan bicara (speech delay) apabila
kemampuan bicara yang dimiliki anak tersebut berada di
bawah rata-rata kemampuan anak yang seusia dengannya.
Speech delay ditandai dengan penghilangan dan penggantian

2
suara yang tidak sesuai dengan usia anak dan biasanya hal ini
berpengaruh pada jelas atau tidaknya bicara anak. Beberapa
orang tua beranggapan bahwa speech delay yang dialami anak
merupakan hal yang normal terjadi pada proses pertumbuhan
dan perkembangan anak. Namun, apabila speech delay tidak
segera ditangani sesuai dengan rujukan ahli, hal ini dapat
mengakibatkan gangguan perilaku dan kecerdasan yang serius
pada anak (Fauzia dkk., 2020). Dikutip dari BP PAUD dan
DIKMAS D.I.Y., mengatakan bahwa orang tua yang kurang
edukasi tentang kondisi keterlambatan bicara (speech delay)
pada anak dapat mengganggu tumbuh kembang anak pada
tahap berikutnya (Zeuny, 2020).
Dikutip dari Soetjiningsih (2018), bayi berusia 1-2
bulan sudah cooing (mendekut) ketika berinteraksi dengan
pengasuhnya menggunakan suara seperti "goo…", "oo…",
atau "coo…". Bayi berusia sekitar 3-9 bulan mulai mengoceh
dan menggabungkan kombinasi konsonan vokal seperti
“ma…ma...ma…” atau “pa…pa…pa…”. Saat berusia 10
bulan, bayi mampu menirukan ucapan (echolalia). Anak
mengucapkan kata-kata pertamanya antara usia 10-15 bulan.
Biasanya bayi berusia 13 bulan telah memahami 50 kosakata.
Saat berusia 18 bulan, bayi dapat mengucapkan 50 kata dan
menggabungkan dua kata, seperti “minum susu”, “mama
Kiki”, dan “sepeda Ita”. Saat berusia dua tahun, bayi mampu
mengucapkan 200 kata. Anak usia tiga tahun memiliki sekitar

3
1.000 kosakata, di mana sekitar 80% diucapkan dengan jelas
termasuk dengan istilah yang tidak dikenal. Ketika anak
berusia 4-5 tahun, kalimat yang diucapkan sudah tersusun dari
4-5 kata, dan anak itu dapat menggunakan kata depan. Anak
usia 5-6 tahun sudah menggunakan 6-8 kata dalam kalimat
mereka. Papalia mengungkapkan bahwa anak-anak pada usia
ini biasanya memiliki kosakata lisan sekitar 2.600 kata dan
mengerti lebih dari 20.000 kata. Anak-anak juga dapat
menggunakan kata penghubung, kata sandang, kata depan, dan
menjelaskan arti kata dasar. Mereka juga memahami
kebalikannya.
Realita yang terjadi, beberapa anak mengalami
gangguan bicara di mana kemampuan bicara yang dimilikinya
tidak sesuai atau berada di bawah kemampuan anak yang
seusia dengannya. Terdapat anak yang berusia 5 tahun namun
hanya bisa berbicara menggunakan 2 kata, itu pun masih tidak
jelas. Selain itu, terdapat juga anak berusia 5 tahun yang sama
sekali belum dapat mengucapkan kata dengan jelas, masih
menirukan suara yang didengarnya, dan ada juga yang masih
babbling. Hal ini menyebabkan anak speech delay merasa
rendah diri, lebih senang bermain sendiri dan jarang
berinteraksi dengan orang lain, karena gangguan pola
komunikasi yang dideritanya. Hasil penelitian Widyawaty dan
Jannah (2021) mengungkapkan bahwa gangguan
perkembangan keterlambatan bicara dan bahasa ini sering

4
ditemui pada anak yang berusia 3-16 tahun. Jika anak pada usia
16 bulan belum bisa mengeluarkan 1 kata pun, maka anak perlu
diperiksakan ke dokter.
Anak speech delay di Rumah Psikologi Mata Air
Ambarawa cenderung menghabiskan waktunya untuk bermain
sendiri, tidak bisa melakukan kontak mata dengan waktu yang
lama, langsung mengambil sesuatu yang diinginkannya atau
menunjuknya dengan maksud agar diambilkan oleh orang lain,
dan masih kesulitan dalam mengucapkan suatu kata.
Berdasarkan hasil wawancara dengan salah satu terapis,
beberapa anak yang mengalami speech delay disebabkan
karena pola asuh yang belum sesuai dengan seharusnya, orang
tua yang sibuk, dan orang tua yang pendiam serta jarang
mengajak anak berbicara. Hasil penelitian Lisyanti (2019)
menemukan bahwa orang tua yang menetapkan batasan
penggunaan gadget, menerapkan diet makan, mengawasi anak
saat beraktivitas, memberikan persyaratan saat anak
menginginkan sesuatu, menjadwalkan kegiatan anak, terlibat
dalam kegiatan bersama anak, memberikan hadiah (reward),
dan memberi ruang saat anak tantrum dapat membuat anak
berkonsentrasi, berperilaku lebih terarah, menirukan kata-kata,
mengatakan apa yang diinginkannya, bercerita, rutin
beraktivitas, menaati aturan, memiliki pemahaman yang baik,
dan menjadi dekat dengan orang tuanya.

5
Beberapa anak speech delay yang peneliti temui saat
kegiatan Praktik Pengalaman Lapangan di Rumah Psikologi
Mata Air Ambarawa, speech delay yang dialami anak-anak
tersebut karena penerapan pola asuh yang belum sesuai dengan
seharusnya, memiliki keluarga yang juga mengalami speech
delay, serta memiliki penyakit penyerta lain seperti ADHD dan
retardasi mental. Hal ini sejalan dengan penelitian yang
dilakukan oleh Rohmah dkk. (2018) yang menyatakan bahwa
terdapat hubungan antara pola asuh yang diterapkan oleh orang
tua dengan keterlambatan bicara yang dialami anak. Secara
umum, terdapat berbagai faktor yang dapat menyebabkan
keterlambatan bicara (speech delay), mulai dari faktor
keturunan, lingkungan, hingga gangguan pada pendengaran,
mulut, dan otak. Anak dengan gangguan autisme juga beresiko
mengalami keterlambatan bicara (speech delay).
Speech delay pada anak dapat menyebabkan berbagai
gangguan pada tahap perkembangan selanjutnya. Shetty
(dalam Retnosari & Pujiastuti, 2021) menyatakan bahwa salah
satu gangguan akibat perkembangan bicara yang terlambat
yaitu deprivasi psikososial. Muslimat dkk. (2020) menyatakan
bahwa gangguan tersebut dapat berbentuk anak yang sulit
dalam bersosialisasi karena anak cenderung menyendiri, sulit
mengikuti pembelajaran di sekolah sehingga memiliki prestasi
akademik yang buruk, dan anak yang menjadi pasif karena sulit
mengutarakan apa yang mereka rasakan. Anak speech delay

6
juga beresiko memiliki hubungan interpersonal dan konsep diri
yang buruk. Hal ini dikarenakan adanya ketidaksepahaman
komunikasi anak dengan orang lain yang akan menyebabkan
anak merasa rendah diri.
Soetjiningsih (2018) menyebutkan bahwa anak usia
prasekolah yang mengalami kesulitan bicara atau bahasa yaitu
sebanyak tiga persen, yang kebanyakan didominasi oleh anak
laki-laki. Perkembangan bahasa dan bicara yang tertunda dapat
berdampak pada perkembangan kognitif, sosial, dan emosional
anak secara keseluruhan, karena faktanya orang lebih suka
memandang anak dengan keterlambatan bicara secara negatif.
Selain itu, perkembangan psikososial memiliki pengaruh
dalam membentuk sikap anak, membentuk keputusan masa
depan mereka, dan berdampak pada pertumbuhan mereka
selanjutnya (Agustia dkk., 2020). Hasil penelitian Latifah dkk.
(2018) pada siswa kelas IV MIN Kota Cirebon, menemukan
bahwa perkembangan psikososial berpengaruh terhadap hasil
belajar PPKn yaitu sebesar 87,1%. Penelitian dari Hanggraini
(2013) menghasilkan temuan bahwa stimulasi psikososial
berhubungan erat dengan perkembangan sosial anak usia dini.
Berdasarkan hasil observasi pada tiga anak speech
delay, ditemukan bahwa anak speech delay cenderung
menghabiskan waktunya untuk bermain sendiri, kesulitan
dalam bersosialisasi, belum dapat mengikuti aturan, tidak
percaya diri, pesimis, dan cenderung menjadi pasif serta

7
kemampuan sosial yang kurang. Walaupun telah ada penelitian
sebelumnya yang menyinggung keterlambatan bicara dan
deprivasi psikososial, namun penelitian yang secara khusus
mengkaji tentang perkembangan psikososial anak usia dini
yang mengalami speech delay belum peneliti temui
sebelumnya. Berdasarkan uraian tersebut, peneliti tertarik
untuk meneliti lebih lanjut tentang “Perkembangan Psikososial
Anak Usia Dini yang Mengalami Speech Delay di Rumah
Psikologi Mata Air Ambarawa”.
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang yang telah dipaparkan,
maka masalah yang dirumuskan yaitu:
1. Bagaimana gambaran perkembangan psikososial anak usia
dini yang mengalami speech delay di Rumah Psikologi
Mata Air Ambarawa?
2. Bagaimana upaya terapis Rumah Psikologi Mata Air
Ambarawa dalam meningkatkan perkembangan anak usia
dini yang mengalami speech delay?
3. Apa saja faktor yang memengaruhi perkembangan
psikososial anak usia dini yang mengalami speech delay di
Rumah Psikologi Mata Air Ambarawa?

8
C. Tujuan Penelitian
Berdasarkan rumusan masalah yang telah diuraikan di
atas, maka penelitian ini bertujuan untuk:
1. Untuk mengetahui gambaran perkembangan psikososial
pada anak usia dini yang mengalami speech delay di
Rumah Psikologi Mata Air Ambarawa.
2. Untuk mengetahui upaya terapis Rumah Psikologi Mata
Air Ambarawa dalam meningkatkan perkembangan anak
usia dini yang mengalami speech delay.
3. Untuk mengetahui faktor-faktor yang memengaruhi
perkembangan psikososial anak usia dini yang mengalami
speech delay di Rumah Psikologi Mata Air Ambarawa.
D. Manfaat Penelitian
Melalui penelitian ini diharapkan dapat memberikan
berbagai manfaat, antara lain:
a. Manfaat teoretis
Hasil penelitian ini diharapkan dapat memperkaya
referensi dalam bidang ilmu psikologi khususnya pada
perkembangan psikososial anak usia dini yang mengalami
keterlambatan bicara (speech delay).
b. Manfaat praktis
Hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi acuan
dalam upaya mengoptimalkan perkembangan psikososial
pada anak usia dini yang mengalami speech delay (speech
delay).

9
E. Penegasan Istilah
Penegasan istilah digunakan agar tidak terjadi
perbedaan pengertian antara peneliti dan pembaca dalam
memahami istilah yang digunakan, sehingga peneliti memberi
batasan istilah sebagai berikut:
1. Perkembangan psikososial memiliki arti bahwa sejak lahir
hingga mati, elemen sosial yang terkait dengan organisme
yang berkembang secara fisik dan psikologis memengaruhi
setiap tahap keberadaan individu. (Hall & Lindzey, dalam
Desmita, 2015). Perkembangan psikososial yang menjadi
fokus penelitian adalah inisiatif dan rasa bersalah. Inisiatif
muncul apabila anak diberi dukungan untuk menjelajahi
batas-batas kemampuannya. Rasa bersalah muncul apabila
anak kurang memiliki kesempatan menjelajahi batas-batas
kemampuannya (Hurlock, dalam Riendravi, 2018).
2. Speech delay merupakan suatu keadaan di mana anak
kesulitan mengekspresikan perasaan maupun keinginannya
kepada orang lain. Keadaan ini ditandai dengan kesulitan
berbicara dengan jelas, terganggunya pola komunikasi
dengan orang lain, tidak seperti anak sebayanya, dan
kurangnya kosakata yang dikuasai anak (Muslimat dkk.,
2020).
3. Rumah Psikologi Mata Air ialah biro psikologi yang
terletak di Jl. Jendral Sudirman No. 96, Kupang Kidul,
Kelurahan Kupang, Kecamatan Ambarawa, Kabupaten

10
Semarang, Jawa Tengah. Biro ini memiliki berbagai
layanan psikologi, seperti asesmen psikologi, konseling
tumbuh kembang anak, konseling remaja dan dewasa,
psikoterapi, dan parenting class atau seminar.
F. Sistematika Penulisan
Secara singkat, penjabaran sistematika penulisan dalam
penelitian ini sebagai berikut:
BAB I : Bab ini berisi Pendahuluan yang meliputi latar
belakang penelitian, rumusan masalah, tujuan
penelitian, manfaat penelitian, penegasan istilah,
dan sistematika penulisan.

BAB II : Bab ini berisi Landasan Teori yang berisi kajian


teori dan tinjauan pustaka. Kajian teori berisi
tentang teori perkembangan psikososial dan
teori speech delay. Sub judul perkembangan
psikososial meliputi pengertian, tahapan, faktor,
peran, dan upaya mengembangkan kematangan
psikososial. Sub judul speech delay meliputi
pengertian, kriteria diagnosis, jenis-jenis,
kategori kelainan bicara, faktor penyebab,
dampak, dan intervensi speech delay. Tinjauan
pustaka ini berisi 5 penelitian terdahulu yang
hampir sama dengan topik bahasan penelitian
ini.

11
BAB III : Bab ini berisi Metode Penelitian yang
menjelaskan tentang jenis penelitian, lokasi dan
waktu penelitian, data dan sumber data, prosedur
pengumpulan data, analisis data, serta
pengecekan keabsahan data.

BAB IV : Bab ini membahas tentang deskripsi dan analisis


data.

BAB V : Bab ini berisi Penutup yang menggambarkan


kesimpulan dan saran.

12
BAB II
LANDASAN TEORI
A. Kajian Teori
1. Perkembangan Psikososial
a. Pengertian Perkembangan Psikososial Anak Usia
Dini
Perkembangan merupakan serangkaian proses
perubahan yang terus bergerak maju dalam pola yang
dapat diukur sebagai akibat dari interaksi kompleks
antara faktor biologis dan lingkungan. Faktor biologi
atau genetik dan faktor lingkungan ini berinteraksi
secara timbal balik. Adapun trend umum dalam
perkembangan manusia, yaitu dari sistem tanggapan
global (cakupan umum) menuju sistem tanggapan
diskrit (berciri khusus), meningkatnya kompleksitas,
meningkatnya penyatuan (integrasi) dan keragaman
(diferensiasi), menurunnya egosentrisme, dan
berkembangnya otonomi sosial (Salkind, 2015).
Perkembangan menghasilkan bentuk dan
kualitas baru yang beralih dari tindakan tingkat dasar
ke tahap yang lebih lanjut. Dari pembuahan hingga
kematian, perkembangan berkembang perlahan tapi
pasti melalui setiap tahap hingga mencapai tujuan
akhirnya. Perubahan terus terjadi sepanjang
perkembangan, dan mereka meningkat dan terus
berlanjut (Desmita, 2015).

13
Adapun ayat Al-Quran yang berhubungan
dengan perkembangan manusia, yaitu QS. Al-Hajj ayat
5:

‫ث فِٰإ َّّن ٰخلٰق ٓنٰكم‬ ِ ‫ٓأَيٰيُّها ٱلنَّاس إِن كنتم ِف ريب ِمن ٱلب ع‬
ٰ ٰ ٰ ٰ ٰ
‫ِمن ت ٰراب ثَّ ِمن نُّط ٰفة ثَّ ِمن ٰعلٰ ٰقة ثَّ ِمن ُّمضغٰة ُُّّمٰلَّ ٰقة‬
‫ي لٰكم ۚ ٰون ِقُّر ِف ٱْلٰر ٰح ِام ٰما نٰ ٰشاأء إِ ٰ ٓلأ‬ ِ
ٰ ِٰ‫ٰو ٰغ ِي ُّمٰلَّ ٰقة لن ب‬
‫ٰجل ُّم ٰس ًّمى ثَّ ُن ِرجكم ِطف ًل ثَّ لِتٰ ب لغأوا أٰش َّدكم‬ ٰ‫أ‬
‫ٰوِمنكم َّمن ي تٰ ٰو َّٓف ٰوِمنكم َّمن ي ٰرُّد إِ ٰ ٓلأ أٰرذٰ ِل‬
‫ٱلعم ِر لِ ٰكي ٰل يٰعلٰ ٰم ِمن بٰع ِد ِعلم ٰشيًا‬
Artinya: Hai manusia, jika kamu dalam keraguan
tentang kebangkitan (dari kubur), maka
(ketahuilah) sesungguhnya Kami telah
menjadikan kamu dari tanah, kemudian dari
setetes mani, kemudian dari segumpal darah,
kemudian dari segumpal daging yang
sempurna kejadiannya dan yang tidak
sempurna, agar Kami jelaskan kepada kamu
dan Kami tetapkan dalam rahim, apa yang
Kami kehendaki sampai waktu yang sudah
ditentukan, kemudian Kami keluarkan kamu
sebagai bayi, kemudian (dengan berangsur-
angsur) kamu sampailah kepada kedewasaan,
dan di antara kamu ada yang diwafatkan dan
(adapula) di antara kamu yang dipanjangkan
umurnya sampai pikun, supaya dia tidak
mengetahui lagi sesuatupun yang dahulunya
telah diketahuinya.

14
Ayat tersebut menjelaskan tentang proses
perkembangan manusia, mulai dari setetes mani hingga
menjadi manusia dewasa dan berakhir dengan
kematian. Perkembangan manusia bergerak sedikit
demi sedikit, mulai dari pembuahan dan berakhir
dengan kematian. Hal ini sesuai dengan teori
perkembangan yang dipaparkan oleh Desmita (2015).
Berdasarkan paparan teori di atas, dapat
disimpulkan bahwa perkembangan merupakan suatu
proses perubahan yang terus bergerak maju sepanjang
rentang hidup. Perkembangan dimulai dari masa
pembuahan dan berakhir pada kematian. Setiap tahapan
perkembangan menghasilkan ciri-ciri dan bentuk yang
baru.
Teori psikososial yang dikembangkan oleh
Erikson (dalam Salkind, 2015) memiliki pengaruh
penting terhadap perkembangan, di mana
perkembangan dipelajari sebagai hal yang berlangsung
sepanjang hidup manusia. Erikson berpendapat bahwa
perkembangan psikososial dihasilkan dari hubungan
antara proses-proses kematangan individu dengan
berbagai tuntutan sosial dalam kehidupan. Teori
psikososial Erikson juga menegaskan pentingnya
kedudukan ego dan perannya sebagai penengah antara

15
id (dorongan biologis) dan superego (tuntutan
masyarakat).
Jahja (2015) berpendapat bahwa perkembangan
psikososial ialah suatu kecakapan untuk menyesuaikan
diri dengan orang lain. Kata "psikososial" mengacu
pada bagaimana variabel sosial yang terkait dengan
organisme yang berkembang secara fisik dan
psikologis berdampak pada setiap tahap keberadaan
individu, dari lahir hingga mati. (Hall & Lindzey,
dalam Desmita, 2015). Perkembangan psikososial
menurut Wong (dalam Khasanah, 2019) didefinisikan
sebagai perubahan yang terjadi pada kepribadian,
emosi, dan hubungan sosial seorang individu.
Perkembangan psikososial memiliki pengaruh yang
kuat atas bagaimana usaha anak untuk melakukan
sosialisasi dengan lingkungan sekelilingnya.
Perkembangan psikososial dapat didefinisikan
sebagai perkembangan sosial yang berlangsung
sepanjang hidup manusia yang dilihat dari sudut
pandang psikologis. Tuntutan-tuntutan sosial yang
dihadapi individu berperan penting dalam proses
kematangan individu yang mana merupakan proses
perkembangan psikososial. Perkembangan psikososial
anak menjadi dasar pada bagaimana anak mampu
bersosialisasi dan berinteraksi dengan lingkungan

16
sekitarnya. Perkembangan anak usia dini akan
berdampak pada era berikutnya, yaitu tercapainya
kematangan sosial (Musyarofah, 2017).
Anak usia dini menurut Montessori (dalam Uce,
2017) yaitu anak dalam rentang usia dari lahir hingga
usia 6 tahun, di mana anak mulai menyadari berbagai
rangsangan yang ada di sekitarnya. Masa ini disebut
juga dengan the golden age atau masa keemasan, di
mana apa yang dimilikinya saat ini tidak akan terulang
kembali (Uce, 2017).
Berdasarkan paparan tersebut, dapat
disimpulkan bahwa perkembangan psikososial anak
usia dini yaitu perkembangan sosial yang berlangsung
mulai dari lahir hingga anak berusia enam tahun, yang
dilihat dari sudut pandang psikologis.
b. Tahapan Perkembangan Psikososial Anak Usia
Dini
Erikson mengelompokkan proses-proses
perkembangan dalam satu rangkaian tahap yang mana
diatur oleh kekuatan pematangan (maturasional) serta
ditandai dengan adanya konflik. Masing-masing
tahapan ini harus diselesaikan oleh individu agar dapat
menuju tahapan selanjutnya. Adapun tiga tahap
perkembangan psikososial anak usia dini menurut
Erikson (dalam Desmita, 2015), yaitu:

17
1) Tahapan 1: Trust versus Mistrust (0-1 tahun)
Pada tahap ini, anak memiliki konflik rasa
percaya versus rasa tidak percaya. Dalam
membantu mengatur perilaku-perilaku dasarnya,
anak membutuhkan rangsangan-rangsangan dari
luar. Melalui rangsangan-rangsangan dari luar
itulah peran ibu sangat penting. Rasa percaya
dibutuhkan untuk membentuk anak yang sehat
secara psikologis dan mampu berhubungan secara
sosial, sedangkan rasa tidak percaya dibutuhkan
untuk menghadapi hal-hal yang berbahaya
(Desmita, 2015).
2) Tahapan 2: Autonomy versus Shame and Doubt (1-
3 tahun)
Pada tahapan kedua ini, anak memiliki
konflik otonomi versus rasa malu dan ragu.
Tahapan ini berkaitan dengan kemandirian dan
pengendalian anak terhadap fungsi-fungsi
tubuhnya. Selama tahap ini, anak harus dapat
menemukan cara mengendalikan diri terhadap
perilaku mereka. Mereka akan mengembangkan
rasa otonomi yang baik jika diberi kesempatan
menjelajahi dunia sekitarnya dan didorong untuk
mandiri. Sebaliknya, rasa malu dan ragu akan
terbentuk pada anak apabila tidak diberi

18
kesempatan untuk menguji batas kemampuan diri
mereka sendiri (Desmita, 2015).
3) Tahapan 3: Initiative versus Guilt (3-6 tahun):
Inisiatif dan rasa bersalah adalah tahapan
perkembangan psikososial pada anak-anak
prasekolah. Kemajuan ini dimungkinkan oleh
kemampuan untuk mengevaluasi lingkungan
melalui eksplorasi. Anak mengembangkan kontrol
diri dan kemampuan untuk mengatur
lingkungannya. Anak-anak mengambil inisiatif
untuk tumbuh dan berkembang bersama teman
sebayanya. Kemampuan verbal anak meningkat,
dan dia mulai menuntut agar tugas-tugas
diselesaikan dan dapat menghasilkan suatu
pencapaian (Livana dkk., 2018).
Anak akan mengembangkan perasaan
inisiatif (prakarsa) yang kuat apabila anak diberi
dukungan dan dorongan untuk menjelajahi batas-
batas kemampuannya. Sebaliknya, dalam diri anak
akan berkembang rasa bersalah apabila anak kurang
memiliki kesempatan menjelajahi batas-batas
kemampuannya atau mengalami perasaan negatif
akibat hukuman yang diterimanya (Hurlock, dalam
Riendravi, 2018).

19
Jika individu berhasil melalui setiap tahap
perkembangan psikososial tersebut dengan baik, maka
individu tersebut akan memiliki kepribadian yang baik
juga. Setiap tahapan menghasilkan karakteristik isu
yang berbeda dan hal ini berpengaruh pada tahap
perkembangan selanjutnya.
Pendapat Kozier, Keliat, dan Papalia, dikutip
dari Yuniartiningsih (2012) memaparkan beberapa
karakteristik perilaku perkembangan psikososial pada
tahap lokomotor-genital (usia 3-6 tahun) yaitu sebagai
berikut:
1) Inisiatif
a) Mengkhayal dan kreatif
Anak berusia 3-6 tahun memiliki daya
imajinasi dan kreativitas yang tinggi. Hal ini
didapatkannya saat mereka sedang bermain.
Contohnya, sebuah kursi yang diduduki oleh
raja atau ratu akan terlihat indah.
b) Memiliki inisiatif bermain dengan benda
sekelilingnya
Anak yang sudah bosan dengan
mainannya akan berusaha mendapatkan
mainan yang baru. Dalam usaha mendapatkan
mainan baru ini, anak akan melihat
sekelilingnya dan menemukan hal yang dapat

20
digunakannya sebagai mainan. Contohnya,
anak melihat sendok dan gelas yang
selanjutnya ia memiliki inisiatif untuk
memukul gelas menggunakan sendok hingga
berbunyi.
c) Mempelajari keterampilan fisik baru
Anak berusia 3-6 tahun merupakan
masa keaktifan anak. Melalui keaktifan anak
ini, anak dapat dengan mudah belajar berbagai
keterampilan, khususnya keterampilan fisik.
Contoh keterampilan fisik yaitu melempar,
melompat, dan berdiri dengan satu kaki.
d) Menikmati bermain dengan anak sebayanya
Anak-anak saling berinteraksi dengan
anak lain dengan bertukar mainan yang
dimilikinya atau dengan saling menanggapi
perilaku satu sama lain.
e) Mudah berpisah dengan orang tua
Anak berusia 3-6 tahun mulai bisa
mengendalikan emosinya berdasarkan
masukan sensori yang diperoleh anak.
Contohnya, ketika ibu berkata akan
meninggalkannya sebentar dan akan
menjemputnya kembali, anak akan tenang,

21
mengontrol emosinya dan meyakini bahwa
ibunya akan menjemputnya kembali.
f) Mengetahui hal yang benar dan salah, serta
mengikuti aturan
Anak usia prasekolah sudah mulai
mengikuti perintah, nasihat, dan aturan yang
diberikan pada mereka. Apabila anak mengerti
bahwa hal yang dilakukannya salah, anak tidak
akan mengulanginya lagi. Anak juga mulai
mematuhi aturan yang berlaku. Contohnya,
anak dapat mengikuti permainan ular tangga
yang memiliki aturan bermain.
g) Mengenal minimal 4 warna
Anak prasekolah dapat dikenalkan
dengan berbagai warna untuk membantu
perkembangan otak anak.
h) Merangkai kata-kata dalam bentuk kalimat
Anak prasekolah mulai mencoba
kosakata baru dan menerapkannya untuk
berkomunikasi sehari-hari. Dengan dukungan
dari lingkungan, anak dapat menggunakan
kalimat dengan baik.

22
i) Mampu mengerjakan pekerjaan yang
sederhana
Anak mulai dapat dibimbing untuk
mengerjakan pekerjaan yang sederhana, seperti
mengemas kembali mainan usai
menggunakannya.
j) Mengenal jenis kelamin anak
Anak pada tahap ini perlu diberi
bimbingan dalam mengetahui perbedaan antara
laki-laki dan perempuan agar tidak terjadi
kebimbangan jenis kelamin.
Perkembangan psikososial dikatakan baik,
jika memenuhi 8 dari 10 karakteristik.
Perkembangan psikososial dikatakan cukup jika
memenuhi 6-7 dari 10 karakteristik. Sementara
perkembangan psikososial dikatakan kurang jika
karakteristik yang terpenuhi kurang dari 5
karakteristik.
2) Rasa Bersalah
a) Tidak percaya diri, malu tampil di depan umum
Anak cenderung menjadi pemalu serta
tertutup apabila tidak dibiasakan tampil di
depan banyak orang. Sejak dini, orang tua atau
pengasuh harus dapat menanamkan rasa
percaya diri pada anak.

23
b) Pesimis, tidak mempunyai cita-cita
Anak yang pesimis ditandai dengan
merasa tidak mampu mengerjakan hal yang
sama dengan anak lain, kebingungan saat diberi
suatu pertanyaan, sering menangis saat
berhadapan dengan masalah kecil, mudah
menyerah, kurang tekun dalam menyelesaikan
permainan, dan akan diam serta terlihat
bingung ketika diberi pertanyaan tentang cita-
cita.
c) Takut salah dalam mengerjakan suatu hal
Ketika anak tidak mendapatkan
persetujuan untuk melakukan sesuatu, anak
akan merasa bersalah dan diliputi rasa takut.
d) Sangat membatasi aktivitasnya, sehingga
terkesan malas dan tidak memiliki inisiatif
Ketika anak diliputi rasa bersalah dan
rasa takut karena keinginannya ditolak, maka
anak akan membatasi aktivitasnya karena anak
tidak ingin lagi meminta persetujuan untuk
tujuan yang ingin dicapai selanjutnya.
e) Perilaku agresif
Perilaku agresif didefinisikan sebagai
perilaku dengan tujuan menyakiti atau
menghancurkan. Perilaku ini dapat dilakukan

24
secara verbal maupun nonverbal dan dapat
ditujukan pada manusia, hewan, maupun benda
di sekelilingnya.
Berdasarkan uraian di atas, isu psikososial anak
usia 3-6 tahun yaitu inisiatif versus rasa bersalah.
Karakteristik inisiatif muncul jika anak mendapatkan
dukungan dan dorongan untuk mengeksplorasi
berbagai kemampuannya. Sebaliknya, karakteristik
rasa bersalah muncul jika anak tidak mendapat
dukungan dan dorongan untuk mengeksplorasi
kemampuannya serta cenderung dibatasi kegiatannya.
c. Faktor-Faktor yang Memengaruhi Perkembangan
Psikososial Anak Usia Dini
Yuniartiningsih (2012) menyatakan bahwa
terdapat beberapa faktor yang dapat memengaruhi
perkembangan psikososial anak usia dini (3-6 tahun)
menurut Santrock dan Papalia. Faktor-faktor tersebut
yaitu:
1) Perkembangan Moral
Menurut Santrock, perkembangan moral
berkaitan erat dengan norma dan adat istiadat yang
mengatur bagaimana manusia harus berperilaku
saat berinteraksi satu sama lain secara langsung.
Ketika seseorang lahir, mereka belum
mengembangkan potensi moral. Orang tua, saudara
kandung, teman sebaya, dan guru membantu

25
individu memahami apa yang merupakan perilaku
pantas dan tidak pantas (Wahdah, 2017).
2) Gender
Menurut Papalia, identifikasi gender adalah
pemahaman awal bahwa seseorang itu laki-laki atau
perempuan. Identifikasi gender mengacu pada
kesadaran seseorang akan gendernya, yang
mencakup penerimaan identitas gendernya sebagai
laki-laki atau perempuan. Mengetahui apakah
dirinya laki-laki atau perempuan adalah salah satu
bagian dari identifikasi gender (Yuniartiningsih,
2012).
Permainan dan aktivitas anak usia dini dapat
digunakan untuk menguji perkembangan gender.
Anak-anak mengasosiasikan gender dengan
permainan, pakaian, dan peralatan. Permainan
mobil-mobilan, celana, dan gergaji diasosiasikan
dengan anak laki-laki. Permainan seperti boneka,
rok, dan peralatan memasak diasosiasikan dengan
anak perempuan. Saat anak berusia sekitar 5 tahun,
mereka mulai melabeli laki-laki dengan sifat keras
dan kuat, sedangkan perempuan dengan sifat
lembut dan lemah (Desmita, 2015).

26
3) Permainan
Permainan merupakan kegiatan sosial yang
menonjol pada awal masa anak-anak dibandingkan
dengan kegiatan sosial lain. Hetherington dan Parke
(dalam Desmita, 2015) mengemukakan 3 fungsi
pokok permainan, yaitu fungsi kognitif, fungsi
sosial, dan fungsi emosi. Fungsi kognitif permainan
yaitu anak-anak dapat mengembangkan berbagai
kemampuan dan berbagai kecakapan yang
dibutuhkannya dengan cara yang mengasyikkan.
Fungsi sosial permainan yaitu dapat meningkatkan
kemampuan sosial anak, terutama dengan bermain
peran yang mana dapat membuat anak belajar
memahami orang lain dan perannya saat dewasa
nanti. Fungsi emosi permainan yaitu dapat
membuat anak bisa menyelesaikan sebagian
masalah emosionalnya sendiri dan belajar
mengatasi kecemasan serta berbagai konflik di
dalam dirinya.
Parten (dalam Jahja, 2015) menemukan
enam kelompok permainan ramah anak, antara lain:
1) Permainan rekapitulasi. Anak-anak
memperhatikan, mengambil segala sesuatu
yang menarik perhatian mereka, dan kemudian

27
berperilaku bebas dengan bertindak dengan
cara yang tidak terkendali.
2) Permainan solitary. Anak-anak dalam
kelompok tidak berinteraksi satu sama lain dan
tidak peduli dengan apa yang terjadi karena
mereka terlalu sibuk bermain secara terpisah
dengan mainan yang berbeda.
3) Permainan penonton. Anak-anak mengamati
dan menikmati permainan anak-anak lain. Anak
itu terlibat dalam percakapan dan pertanyaan,
tetapi dia tetap berada di luar kegiatan bermain.
4) Permainan parallel. Anak-anak menggunakan
alat mainan yang sama saat bermain, tetapi
tidak ada interaksi sosial atau pertukaran alat.
5) Permainan dengan asosiasi. Anak-anak terlibat
dalam permainan bersama dan berbagi mainan.
6) Permainan kooperatif. Anak-anak terlibat
dalam permainan terstruktur dengan kegiatan
yang bertujuan, di mana setiap anak memiliki
peran tertentu. Satu atau dua anak berperan
sebagai pemimpin kelompok dan bertanggung
jawab atas kelompok ini.
4) Pola Asuh
Keluarga, khususnya orang tua, memberikan
wadah bagi pertumbuhan pribadi setiap anggota

28
keluarga, terutama anak-anak dan remaja yang
mengalami perubahan fisik dan psikis. Oleh karena
itu, peran orang tua sangat penting dalam tumbuh
kembang anak (Musthofa, 2020). Baumrind (dalam
Desmita, 2015) mengemukakan bahwa terdapat 3
jenis pola pengasuhan, yaitu:
1) Pengasuhan otoritatif adalah gaya pengasuhan
di mana orang tua mempertahankan tingkat
kontrol yang tinggi atas perilaku anak-anak
mereka sambil secara bersamaan bersikap
responsif, menghargai dan menghormati
pandangan dan perasaan anak-anak mereka,
dan melibatkan mereka dalam pengambilan
keputusan. Anak-anak dengan gaya pengasuhan
ini lebih percaya diri, memantau diri sendiri,
dan mampu bergaul dengan teman sekelasnya.
Selain itu, anak akan memiliki harga diri yang
kuat, standar moral, kematangan psikososial,
kemandirian, keberhasilan akademik, dan
tanggung jawab sosial.
2) Pola asuh otoriter adalah pola asuh dimana anak
dibatasi dan harus menuruti perintah orang
tuanya. Orang tua menetapkan batasan yang
jelas untuk anak-anak mereka dan tidak
memberi mereka banyak kesempatan untuk

29
mengekspresikan diri. Orang tua juga memiliki
kecenderungan untuk membuat keputusan
dengan cara yang sewenang-wenang dan tidak
demokratis, dengan sedikit memperhatikan
pandangan dan perasaan anak-anak mereka.
Anak akan curiga terhadap orang lain dan tidak
bahagia dengan dirinya sendiri, akan merasa
canggung berbicara dengan orang lain, akan
sulit menyesuaikan diri, dan akan berprestasi
buruk di sekolah.
3) Pengasuhan permisif, yang dibagi menjadi dua:
a) Gaya pengasuhan permisif memanjakan
adalah bentuk pengasuhan permisif di mana
orang tua tertarik pada kehidupan anak-
anak mereka tetapi memiliki sedikit kendali
nyata atas mereka. Gaya pengasuhan ini
terkait dengan kurangnya kontrol diri
seorang anak karena orang tua sering
membiarkan anak-anak mereka melakukan
apa pun yang mereka inginkan, dan anak-
anak mengharapkan segalanya dilakukan.
b) Pola asuh acuh tak acuh yang permisif
adalah pola asuh di mana orang tua bersikap
permisif namun acuh tak acuh. Anak-anak
sering bergumul dengan harga diri yang

30
rendah, kurangnya kontrol diri, dan
kepercayaan diri.
5) Hubungan dengan Teman Sebaya
Yuniartiningsih (2012) menyebutkan bahwa
dalam setiap aktivitas, anak melibatkan dirinya
dengan orang lain. Ketika anak-anak bertambah
usianya, mereka akan memiliki banyak waktu luang
untuk bersama dengan orang lain, terutama dengan
teman sebaya. Beberapa hubungan yang dapat
terjalin antara anak dengan orang lain, diantaranya:
a) Hubungan dengan saudara kandung
Santrock (dalam Yuniartiningsih, 2012)
menyatakan bahwa dengan membantu, berbagi,
mengajar, berkelahi, dan bermain semuanya
bisa digunakan untuk membangun hubungan
antar saudara kandung. Saudara kandung,
seperti saudara laki-laki atau perempuan, dapat
berfungsi sebagai dukungan emosional, musuh,
atau mitra komunikasi.
b) Hubungan dengan teman sebaya
Perluasan kontak sosial, terutama
dengan teman sebaya merupakan salah satu
indikator perkembangan psikososial yang
terjadi pada awal masa kanak-kanak. Teman
sebaya dicirikan memiliki perilaku yang

31
sebanding, keadaan psikologis, dan sifat-sifat
serupa (seperti usia dan pencapaian
pendidikan). Perkembangan kepribadian anak-
anak secara signifikan dipengaruhi oleh
interaksi sosial mereka dengan teman sebaya,
karena mereka bertukar informasi dan membuat
perbandingan dengan orang-orang dari luar
keluarga dekat mereka. Rasa harga diri dan citra
diri anak-anak dikembangkan atas dasar
membandingkan diri sendiri dengan orang lain
(Desmita, 2015).
6) Televisi
Santrock mengungkapkan bahwa salah satu
media yang paling berdampak dalam memengaruhi
tingkah laku anak yaitu televisi. Tidak sedikit anak
yang menghabiskan sebagian besar waktunya
berada di depan televisi dibandingkan berbincang
bersama orang tuanya. Banyak penelitian telah
menemukan bahwa otak anak-anak rusak sebagai
akibat dari paparan televisi terus menerus.
Peningkatan agresi verbal dan fisik, kurangnya
kemampuan memecahkan masalah, stereotip peran
seksual yang lebih kuat, dan kurangnya daya cipta
semuanya telah banyak dikeluhkan. Di sisi
positifnya, anak-anak mungkin dapat menghadapi

32
berbagai masalah sosial, termasuk perceraian,
saudara baru, diskriminasi, kejujuran, dan saling
membantu. Anak-anak yang menonton program
instruksional dalam jangka waktu yang lama
menjadi lebih disukai, sopan, kooperatif, dan
bersedia membantu teman sebayanya
(Yuniartiningsih, 2012).
Perkembangan psikososial pada masa anak-
anak awal berkembang dengan cukup cepat. Hal ini
dikarenakan pada masa ini anak-anak lebih banyak
menghabiskan waktunya untuk bermain bersama
teman-temannya dan mulai membangun hubungan
sosial dengan teman sebayanya. Hubungan antara
orang tua dan anak juga berpengaruh pada
perkembangan sosial dan emosional anak. Pada masa
ini, anak juga mulai belajar tentang gender serta
mempelajari aturan dan norma sosial yang berlaku.
d. Peran Psikososial bagi Anak Usia Dini
Perkembangan psikososial berkaitan dengan
perubahan perasaan atau emosi, kepribadian, dan
hubungan interpersonal. Pengalaman bayi tumbuh
seiring bertambahnya usia, dan ia secara aktif
mengambil bagian dalam perkembangan
psikososialnya sendiri dengan berinteraksi dan melihat
orang lain di dekatnya. Desmita (2015) mengemukakan

33
beberapa hal yang berhubungan dengan perkembangan
psikososial, yaitu emosi, temperamen, dan keterikatan.
1) Perkembangan emosi
Emosi memiliki peranan yang pokok dalam
tumbuh kembang anak, yaitu untuk penyesuaian
diri dan kelangsungan hidup, pengaturan (regulasi),
dan komunikasi. Adaptasi dan kelangsungan hidup
seperti ketakutan akan kegelapan atau perubahan
yang terjadi dalam kehidupan bersifat adaptif,
karena terdapat korelasi langsung antara
pergolakan emosional dan potensi bahaya.
Pengaturan (regulasi) adalah studi tentang
bagaimana emosi membentuk persepsi dan
tindakan yang dipilih untuk ditunjukkan kepada
orang lain. Sementara komunikasi berkaitan
dengan hubungan penggunaan emosi untuk
menyampaikan keinginan dan perasaan anak
kepada orang lain.
2) Perkembangan temperamen
Temperamen merupakan variasi dalam
kualitas dan intensitas reaksi emosional dan
pengaturan diri yang memunculkan perilaku
individu yang terlihat sejak lahir, yang relatif stabil
dan permanen sepanjang waktu dan dalam semua

34
konteks, yang dipengaruhi oleh interaksi antara
pembawaan, kedewasaan, dan pengalaman.
3) Perkembangan keterikatan (attachment)
Menurut Herry Harlow, keterikatan bayi
dengan ibunya memiliki tujuan penting lainnya,
yaitu memberi anak rasa aman yang ia butuhkan
untuk menjelajahi dunianya. Keterikatan ini juga
berfungsi sebagai dasar untuk interaksi
interpersonal di kemudian hari. Hal ini sesuai
dengan temuan penelitian Klaus dkk., yang
menemukan bahwa kontak fisik dini antara bayi
baru lahir dengan orang tua atau pengasuhnya
memiliki dampak yang signifikan terhadap
perkembangan pola hubungan selanjutnya.
4) Perkembangan rasa percaya
Ikatan antara bayi dan ibunya memunculkan
kepercayaan, yang memberikan gagasan bahwa
lingkungan dapat menyambutnya dengan ramah.
Bayi yang percaya diri lebih mungkin untuk merasa
aman dan bersedia untuk mengeksplorasi situasi
asing.
5) Perkembangan otonomi
Munculnya otonomi pada masa balita akan
menjadi dorongan pada masa remaja untuk

35
berkembang menjadi orang yang mandiri yang
dapat mengontrol dan memiliki masa depan sendiri.
Hasil penelitian Sukmawati dan Rowa (2020)
menemukan bahwa stimulasi psikososial yang
diberikan pada anak usia 2-3 tahun berpengaruh pada
perkembangan motorik kasar dan motorik halus.
Penelitian yang dilakukan oleh Hastuti dkk., (dalam
Sukmawati & Rowa, 2020) juga menemukan bahwa
semakin tinggi stimulasi psikososial yang diberikan
kepada anak, maka perkembangan kognitifnya juga
akan semakin meningkat. Hasil penelitian lain yang
dilakukan oleh Hidayati (2014) menemukan bahwa
anak-anak akan lebih mudah berpikir secara matematis
dalam lingkungan psikososial yang sehat dan ramah
anak. Penelitian dari Hanggraini (2013) menghasilkan
temuan bahwa dengan taraf signifikansi 0,000 ≤ 0,05,
terdapat hubungan antara stimulasi psikososial dengan
perkembangan sosial anak usia prasekolah di TK Desa
Sidomulyo Kecamatan Godean Kabupaten Sleman.
e. Upaya Mengembangkan Kematangan Psikososial
Olczak & Goldman (dalam Wimana, 2019)
menggambarkan kematangan psikososial sebagai
sejauh mana individu berhasil menangani krisis pada
berbagai tahap perkembangan psikososial mereka.
Semakin banyak krisis yang dapat diatasi individu

36
secara efektif, maka semakin matang mereka secara
psikososial. Ini dicirikan dengan individu yang
memiliki pandangan hidup yang optimis, kemampuan
untuk mengatur emosi, inisiatif, dan kemampuan untuk
menyelesaikan sesuatu dengan sukses. Sebaliknya,
semakin sedikit krisis yang dilewati oleh individu
dengan baik, maka individu tersebut dianggap tidak
matang. Ini dicirikan dengan individu yang cenderung
pesimis, introvert, memiliki banyak rasa bersalah,
rendah diri, dan bingung tentang siapa mereka
(Wimana, 2019). Terdapat beberapa pihak yang
berperan dalam mengembangkan kematangan
psikososial pada anak, mulai dari orang tua, pengasuh,
konselor, hingga guru sekolah.
Hasil penelitian Agustia dkk. (2020)
menemukan upaya menurunkan prevalensi masalah
perkembangan psikososial pada anak-anak yang
berusia 3-4 tahun di tempat penitipan anak, yaitu
dengan memberikan stimulasi kepada anak-anak di
sana. Stimulasi tersebut diantaranya, yaitu:
1) Stimulasi visual, seperti mengenalkan kegiatan
mencoret-coret atau membuat sketsa.
2) Stimulasi verbal, seperti interaksi tatap muka
dengan anak atau bercerita.

37
3) Stimulasi auditif atau pendengaran, seperti
mengajarkan bahasa yang tepat kepada anak-anak.
4) Stimulasi taktil dapat membantu anak berkembang
secara maksimal, seperti dengan memberi mereka
cinta dan perhatian yang mereka butuhkan.
Hasil penelitian Anggraini (2014) menyebutkan
bahwa konselor memiliki peran dalam meningkatkan
kepercayaan diri pada anak usia dini, diantaranya yaitu:
1) Menawarkan layanan konsultasi dengan tujuan
membantu orang tua dan guru mengidentifikasi
perilaku bermasalah pada anak dan menemukan
solusi yang efektif.
2) Menilai tumbuh kembang anak, yaitu dengan
pemberian tes IQ, tes kecerdasan emosional, dan tes
grafik.
3) Dorong anak dengan memberikan hadiah berupa
pujian, seperti “luar biasa”, “hebat”, dan “pintar”.
Sementara peran guru dalam meningkatkan
kepercayaan diri pada anak usia dini menurut
Anggraini (2014), yaitu:
1) Pembiasaan, yang menuntut tindakan berulang dari
waktu ke waktu.
2) Memberikan rangsangan berupa hal-hal yang
menarik, seperti makanan, minuman, atau pujian.

38
3) Persuasif atau bujukan secara halus, yaitu
pemberian nasehat secara terus menerus tanpa
terlihat menggunakan tekanan, seperti menegur
anak dengan lembut.
4) Role modeling, menjadikan anak-anak yang
percaya diri sebagai contoh bagi anak-anak lain.
5) Dengan teknik mendongeng, anak didorong untuk
berfantasi dan menjadi percaya diri.
6) Kegiatan menarik, yang mendorong anak-anak
untuk mengambil bagian dalam rencana instruktur.
Dikutip dari Sekolah Prestasi Global, terdapat 7
tindakan yang dapat dilakukan orang tua untuk
mengembangkan kematangan psikososial anak, yaitu:
1) Menunjukkan cinta. Baik dalam ucapan maupun
tindakan, jangan takut untuk memeluk, berbicara,
atau melakukan aktivitas dengan anak.
2) Mendorong anak untuk mengeksplorasi hal-hal
baru. Ini memiliki efek yang besar dalam
meningkatkan keberanian anak-anak dan
membantu mereka melihat keterampilan mereka
sendiri.
3) Mengungkapkan kebanggaan atas prestasi anak.
Menunjukkan kegembiraan atas pencapaian anak
(seperti memberikan hadiah kecil), baik besar atau
kecil dapat membantu anak merasa bangga pada

39
diri sendiri. Selain itu, perilaku ini dapat menjadi
panduan bagi anak-anak untuk belajar
membedakan antara yang benar dan salah.
4) Perkenalkan anak dengan teman sebayanya.
Kemampuan anak untuk merencanakan kegiatan,
berbicara satu sama lain, dan berinteraksi dengan
orang lain semua dapat ditingkatkan dengan
bermain dengan teman sebaya atau anak yang
usianya tidak jauh berbeda. Biarkan anak-anak
menjelajahi lingkungan mereka sambil
menanamkan dalam diri mereka pentingnya
bersikap baik kepada orang lain.
5) Ekspresikan perasaan secara efektif. Dengan
mengekspresikan emosi mereka sendiri, anak-anak
dapat mengembangkan kemampuan empati
mereka. Anak-anak yang melakukan hal ini akan
belajar bagaimana mengkomunikasikan emosi
mereka secara efektif.
6) Tetapkan rutinitas dan kebiasaan dengan anak.
Rutinitas dan kebiasaan anak-anak dengan orang
tua mereka dapat membantu mereka merasa aman
dan percaya diri. Jika proses ini diikuti secara
teratur, ini dapat membantu mendidik anak-anak
bagaimana mengatur waktu mereka.

40
7) Luangkan waktu untuk mendengarkan cerita dan
perasaan anak-anak, sehingga mereka dapat
mengekspresikan dan memproses emosi mereka
dengan cara yang benar.
Berdasarkan paparan di atas, dapat disimpulkan
bahwa terdapat beberapa pihak yang berperan dalam
upaya mengembangkan kematangan psikososial
khususnya pada anak usia dini, yaitu orang tua,
pengasuh, konselor, dan guru sekolah. Orang tua
berperan saat anak berada di rumah. Pengasuh berperan
menggantikan orangtua saat di rumah maupun di
tempat penitipan anak. Sementara konselor dan guru
sekolah berperan saat anak berada di sekolah.
2. Speech Delay
a. Pengertian Speech Delay
Hurlock (dalam Fauzia dkk., 2020) menyatakan
bahwa belajar berbicara merupakan upaya paling utama
untuk bersosialisasi. Hal ini dikarenakan anak-anak
tidak memerlukan tenaga lebih untuk melakukan
kontak sosial dan lebih mudah diterima dalam suatu
grup ketimbang anak-anak yang kemampuan
komunikasinya memiliki hambatan. Jika anak tidak
mengerti apa yang dibicarakan oleh orang lain maka hal
ini akan merusak kontak sosialnya dan anak beresiko
dikucilkan oleh lingkungan sosialnya.

41
Menurut Muslimat dkk. (2020) speech delay
(keterlambatan bicara) adalah gangguan di mana anak-
anak berjuang untuk mengkomunikasikan emosi dan
keinginan mereka kepada orang lain. Keadaan ini
ditandai dengan kesulitan berbicara secara runtut, pola
komunikasi yang terganggu dengan orang lain, dan
kurangnya penguasaan kosakata anak dibandingkan
dengan teman sebayanya.
Widyawaty dan Jannah (2021) mendefinisikan
gangguan keterlambatan bicara atau speech delay
sebagai gangguan perkembangan yang umum terjadi
saat masa kanak-kanak. Biasanya gangguan ini terjadi
pada anak yang berusia 3-16 tahun. Speech delay
merupakan salah satu gangguan perkembangan di mana
kemampuan bicara yang dimiliki individu berada di
bawah kemampuan yang sesuai dengan tahap
perkembangannya atau berada di bawah kemampuan
individu yang seusia dengannya. Pada gangguan ini,
anak mengalami kesulitan membuat suara atau bunyi
dalam berbicara, dan anak mungkin mengalami
gangguan bicara atau artikulasi (Istiqlal, 2021).
Berdasarkan pemaparan di atas, dapat
disimpulkan bahwa speech delay ialah suatu gangguan
perkembangan di mana anak sulit mengekspresikan
perasaan, pemikiran, ataupun keinginannya kepada

42
orang lain melalui kata-kata atau disebut dengan
berbicara. Anak speech delay memiliki kesulitan dalam
memproduksi suara atau bunyi. Anak juga mungkin
memiliki gangguan dalam artikulasi yang kurang jelas.
b. Kriteria Diagnosis Gangguan Bicara
Dalam DSM-V (Diagnostic and Statistical
Manual) dijelaskan bahwa terdapat empat kriteria
diagnosis gangguan suara bicara, sebagai berikut:
1) Terus-menerus mengalami kesulitan
mengartikulasikan bunyi-bunyi ujaran, yang
menghambat pemahaman bicara atau menghalangi
penyampaian pesan secara verbal.
2) Penyakit tersebut mengganggu kemampuan untuk
berkomunikasi secara efektif, yang mengganggu
keterlibatan sosial, keberhasilan akademis, atau
kinerja mereka sendiri atau dalam kombinasi apa
pun.
3) Pada awal tahap perkembangan, gejala mulai
muncul dengan sendirinya.
4) Kesulitan tidak disebabkan oleh masalah bawaan
atau didapat, seperti cerebral palsy, langit-langit
mulut sumbing, tuli atau gangguan pendengaran,
cedera otak traumatis, atau masalah medis atau
neurologis lainnya.
Keterlambatan bicara tercakup dalam kode
diagnostik Gangguan Perkembangan Psikologis (F80),

43
Gangguan Perkembangan Khas Bicara dan Bahasa,
dalam PPDGJ (Pedoman Klasifikasi dan Diagnosis
Gangguan Jiwa). PPDGJ mencantumkan hal-hal
berikut sebagai ciri-ciri gangguan perkembangan
bicara dan bahasa yaitu:
1) Gangguan perkembangan yang khas ditandai
dengan pola normal penguasaan bahasa terganggu
semenjak fase awal perkembangan.
2) Kondisi ini tidak secara langsung berhubungan
dengan kelainan neurologis atau mekanisme
berbicara, gangguan sensorik, retardasi mental,
maupun faktor lingkungan.
3) Tidak terdapat garis pembatas yang jelas dengan
perbedaan-perbedaan dari variasi normal, namun
terdapat empat kriteria utama yang berperan dalam
memberi kesan terbentuknya suatu gangguan klinis
yang nyata yaitu beratnya, perjalanannya, polanya,
dan masalah yang mengiringinya.
4) Bila suatu kelambatan berbahasa hanya berupa
bagian dari retardasi mental yang lebih pervasif
atau perkembangan umum yang lambat, maka
harus memakai kode diagnostik retardasi mental
(F70-F79). Namun, biasanya retardasi mental
diikuti dengan pola prestasi intelektual yang tidak
sama rata dan khususnya dengan tingkat gangguan

44
berbahasa yang lebih berat daripada retardasi
keterampilan non-verbal. Jika tingkat perbedaan ini
tampak jelas dalam kegunaannya sehari-hari, maka
harus diberikan kode diagnosis gangguan
perkembangan khas berbicara dan berbahasa
berbarengan dengan kode diagnosis retardasi
mental.
5) Tidak meliputi: kelambatan dan gangguan
perkembangan berbahasa yang terjadi karena
ketulian yang berat (hendaya pendengaran),
kelainan artikulasi yang terjadi karena langit-langit
mulut yang terbelah, atau disartri yang disebabkan
oleh cerebral palsy.
Adapun 3 pedoman diagnostik dalam kode
diagnostik Gangguan Artikulasi Berbicara Khas
(F80.0), yaitu:
1) Gangguan perkembangan khas di mana
penggunaan suara berbicara anak berada di bawah
tingkat perkembangan yang sesuai dengan usia
mentalnya, padahal tingkat kemampuan bahasanya
normal.
2) Usia pemahaman suara untuk berbicara serta
tahapan di mana suara ini berkembang
memperlihatkan variasi individual yang lumayan
besar.

45
3) Diagnosis ditegakkan hanya bila beratnya
gangguan artikulasi melebihi batas variasi normal
bagi usia mental anak; kecerdasan (intelegensi)
non-verbal berada dalam batas normal; kelainan
artikulasi tidak secara langsung disebabkan oleh
kelainan sensorik, struktural atau neurologis; serta
kesalahan ucapan jelas tidak normal dalam situasi
digunakannya bahasa percakapan sehari-hari anak.
Untuk menegakkan diagnosis keterlambatan
bicara pada anak, seorang dokter atau psikolog dapat
berpedoman pada DSM dan PPDGJ. Dalam DSM-V
terdapat empat kriteria untuk mendiagnosis gangguan
bicara. PPDGJ memuat lima ciri gangguan
perkembangan khas berbicara dan berbahasa, serta
terdapat tiga pedoman diagnostik untuk mendiagnosis
gangguan artikulasi berbicara khas.
c. Jenis-Jenis Speech Delay
Menurut Fauzia dkk. (2020) keterlambatan
bicara atau speech delay dibagi menjadi dua, yaitu:
1) Speech Delay Primer
Speech delay primer didefinisikan sebagai
keterlambatan bicara yang penyebabnya tidak
diketahui. Diperlukan beberapa tes untuk
menegakkan diagnosa dan melakukan intervensi
lebih lanjut.

46
2) Speech Delay Sekunder
Speech delay sekunder ialah keterlambatan
bicara yang disebabkan oleh suatu kondisi tertentu,
misalnya autisme, permasalahan perkembangan
secara umum, kecacatan pada pendengaran dan
sistem saraf. Berhubung speech delay jenis ini
sudah diketahui penyebabnya, maka akan lebih
mudah untuk ditangani atau diintervensi.
d. Kategori Kelainan Bicara
Terdapat tiga kategori kelainan bicara menurut
American Speech-Language Hearing Association
(dalam Mangunsong, 2014), yaitu:
1) Kelainan Suara
Salah satu bagian ungkapan verbal dari
seorang pembicara ialah kualitas suaranya. Jika
orang normal memiliki variasi dalam nada (tone),
alunan, dan volume suara yang pas, beberapa orang
memiliki pola kontrol serta variasi yang terganggu
yang menyebabkan kualitas suaranya menjadi
terlalu keras atau terlalu lembut, nadanya menjadi
terlalu rendah atau terlalu tinggi dan mungkin
tampak biasa (Mangunsong, 2014).
Sunanik (2013) menyatakan bahwa
gangguan pada volume, nada, atau kualitas suara
dapat digunakan untuk mengidentifikasi gangguan
dalam proses pembentukan suara. Dua gangguan

47
suara disfonia dan afonia secara kasar dapat
dikategorikan sebagai berikut:
a) Disfonia adalah istilah untuk sekelompok
gangguan komunikasi yang ditandai dengan
ketidakteraturan atau kekurangan dalam
produksi suara karena alasan biologis atau
fungsional. Yang pertama adalah gangguan
nada, disusul dengan gangguan, dan gangguan
kualitas.
b) Afonia adalah gangguan komunikasi yang
disebabkan oleh hilangnya sumber suara atau
ketidakmampuan total untuk menghasilkan
suara.
2) Kelainan Artikulasi
Cartwright dkk. (dalam Mangunsong, 2014)
menjelaskan bahwa kelainan artikulasi mencakup
kekeliruan-kekeliruan di mana anak
mendistorsikan bunyi kata (seperti shup untuk sup),
mengganti bunyi suatu kata dengan kata lainnya
(seperti cenang untuk senang), menambahkan
bunyi yang tidak saling terkait terhadap suatu kata
(seperti ider untuk ide), atau menghilangkan suatu
bunyi pada sebuah kata (seperti sait untuk sakit).
Terdapat beberapa kelainan artikulasi. Pertama
yaitu lipsing, yang merupakan suatu kelainan

48
artikulasi di mana suatu bunyi digantikan dengan
bunyi lain. Contohnya, huruf s yang diucapkan c,
sehingga jika mengucapkan sakit menjadi cakit.
Masalah artikulasi yang lain yaitu lalling, di mana
bunyi huruf r dan l didistorsikan. Contohnya, ketika
mengucapkan merah menjadi melah (Mangunsong,
2014).
Menurut Handoyo (dalam Sunanik, 2013),
kegagalan melafalkan satu huruf menjadi beberapa
huruf, seringnya tidak adanya atau penggantian
bunyi huruf, dan munculnya aksen kekanak-
kanakan merupakan contoh gangguan artikulasi.
Selain itu, ini bisa menjadi masalah dengan nada,
kenyaringan, atau kualitas suara.
3) Gangguan Kelancaran Bicara
Masalah yang populer dalam gangguan
kelancaran bicara ialah inkonsistensi dalam
pemilihan waktu bicara. Pada umumnya, hal ini
disebabkan karena ketidakmampuan mengatur
pernapasan pada saat berbicara. Contohnya, yaitu
gagap (shuttering), di mana ditandai dengan adanya
gangguan kelancaran (fluency), alunan (flow), atau
ritme suara. Gangguannya dapat berbentuk
tersendat-sendat, terdapat beberapa pengulangan,
terlihat tegang bunyi/suara panjang, dan suku kata

49
yang terbata-bata. Gangguan ini dapat muncul pada
anak umur 2 sampai 6 tahun, atau pada anak yang
sedang belajar bicara. Situasi ini umumnya
diketahui sebelum anak masuk masa sekolah. Anak
dengan gangguan gagap ini terlihat sensitif,
sesekali tegang, menarik diri dari lingkungan,
acapkali memperlihatkan kecemasan dan rasa malu
(Mangunsong, 2014). Namun saat menginjak masa
remaja, setengah dari kasus gangguan gagap ini
menghilang. Apabila anak mengalami gangguan
gagap lebih dari satu tahun, lebih baik untuk dibawa
ke terapis wicara guna diintervensi sesegera
mungkin.
Banyaknya bentuk gangguan bicara menjadikan
kelainan bicara dikategorikan menjadi tiga, yaitu
berdasarkan suara, artikulasi, dan kelancaran bicara.
Kelainan suara dapat berbentuk pengucapan yang keras
atau lemah dan terjadi pada fase anak-anak menuju
remaja. Kelainan artikulasi dapat berbentuk
pendistorsian, penggantian, penambahan, atau
penghilangan bunyi suatu kata. Gangguan kelancaran
bicara dapat berbentuk gagap dan chutfering.
e. Faktor-Faktor Penyebab Speech Delay
Keterbelakangan mental, gangguan
pendengaran, keterlambatan pematangan, masalah
bahasa ekspresif, bilingualisme, deprivasi psikososial,

50
autisme, mutisme selektif, afasia reseptif, dan cerebral
palsy merupakan gejala dari perkembangan bicara yang
terlambat (Shetty, dalam Retnosari & Pujiastuti, 2021)
Figure 2.1 Diagram Venn menunjukkan perbedaan
penyebab keterlambatan bicara dan bahasa
diadaptasi dari Oxford Handbook of Pediatrics
(Sumber: Wooles dkk., 2018).

Wooles dkk. (2018) menyatakan bahwa


penyebab keterlambatan bicara (speech delay) dapat
dilihat dari psikologis (psychological), neurologis
(neurological), dan otologis (otological). Penyebab
psikologis yaitu kematangan yang terlambat
(maturation delay), lingkungan (environment),
deprivasi dan pengabaian (deprivation and neglect),
dan bisu selektif (selective mutism). Penyebab
neurologis yaitu cerebral palsy, meningitis. Penyebab
otologis yaitu kondisi predisposisi untuk OME atau

51
otitis media dengan efusi (kelainan kraniofasial,
misalnya Down’s Syndrome, langit-langit mulut
sumbing), sensorineural (obat ototoksik), dan
konduktif/sensorineural (trauma kepala). Penyebab
psikologis dan neurologis yaitu gangguan spektrum
autisme. Penyebab secara psikologis, neurologis dan
otologis yaitu keterlambatan perkembangan global,
seperti sindrom genetik, infeksi TORCH
(toksoplasmosis, rubella, sitomegalovirus, dan herpes
simpleks), prematuritas/hipoksia, ikterus neonatus, dan
hipotiroidisme ibu.
Terdapat beberapa faktor yang memengaruhi
speech delay atau keterlambatan bicara pada anak
menurut Fauzia et al (2020), yaitu:
1) Gen
Gen memiliki pengaruh kuat pada berbagai
gangguan kesehatan. Kebanyakan anak yang
mengalami speech delay memiliki riwayat keluarga
yang juga mengalami speech delay.
2) Jenis Kelamin
Penelitian menemukan bahwa kebanyakan
anak yang mengalami speech delay merupakan
anak laki-laki.

52
3) Multilingual
Multilingual yaitu penggunaan lebih dari
dua bahasa. Penggunaan lebih dari satu bahasa akan
membuat anak menjadi bingung dan malas untuk
mempraktikkan bahasa-bahasa tersebut.
Kebingungan ini akan menyebabkan kekacauan
pemahaman makna bahasa anak sehingga
penempatan kosa kata bahasa anak menjadi
berantakan.
4) Kurangnya kesempatan untuk praktik berbicara
Orang tua atau pengasuh yang tidak
memberi rangsangan kepada anak untuk berbicara
seperti selalu mengajak ngobrol anak, dapat
menyebabkan anak tidak mendapat cukup
kesempatan untuk praktik berbicara.
5) Kurangnya motivasi untuk berbicara
Anak yang tidak mempunyai motivasi untuk
berbicara umumnya ialah anak yang kebutuhannya
selalu terpenuhi sehingga anak tidak perlu meminta
secara lisan.
6) Bimbingan
Bimbingan yang dimaksud di sini yaitu anak
tidak mendapat model yang baik untuk ditiru atau
model yang terlalu mendominasi dalam
berinteraksi dengan anak, anak tidak mengerti

53
pembicaraan yang dilakukan oleh pengasuhnya,
serta anak tidak mendapat penguatan baik secara
positif maupun negatif dari pengasuhnya.
Berdasarkan uraian di atas, faktor yang
memengaruhi speech delay pada anak yaitu faktor gen,
lingkungan, disartria, keterlambatan pematangan,
bilingualisme, dan berbagai gangguan pada
pendengaran, mulut serta otak. Genetik berpengaruh
terhadap sebagian besar masalah kesehatan.
Lingkungan memiliki pengaruh yang kuat, karena
lingkungan merupakan tempat di mana anak belajar
untuk meniru. Disartria atau kelainan pada sistem saraf
yang berpengaruh terhadap kemampuan bicara
individu.
f. Dampak Speech Delay bagi Anak Usia Dini
Muslimat dkk. (2020) memaparkan beberapa
dampak speech delay, sebagai berikut:
1) Memiliki prestasi akademik yang buruk
Hal ini dikarenakan anak kesulitan
mengikuti kegiatan pembelajaran, seperti bertanya
atau menjawab pertanyaan, mengemukakan
pendapat ataupun ide, serta sulit memahami
pembicaraan guru maupun teman-temannya.
2) Sulit bersosialisasi
Hal ini dikarenakan anak akan sukar
menangkap informasi dan menimpali berbagai

54
candaan dari teman-temannya, sehingga anak akan
cenderung menarik diri dari lingkungan sosial dan
hanya menyendiri di rumahnya.
3) Menjadi pasif
Anak yang mengalami keterlambatan bicara
akan berperilaku monoton dan tidak menunjukkan
perilaku yang bervariasi. Anak juga akan kesulitan
mengutarakan perasaan mereka, sehingga
dikhawatirkan akan menjadi anak yang tertutup
yang mana dapat mengganggu keadaan psikologis
anak.
Speech delay memiliki berbagai dampak pada
kehidupan sehari-hari individu. Individu speech delay
mungkin akan merasa kurang percaya diri dengan
kemampuannya, sehingga ia akan kesulitan dalam
bersosialisasi dan cenderung menyendiri. Individu juga
akan kesulitan mengungkapkan perasaan atau
pemikiran mereka sehingga hal ini akan berdampak
pada prestasi akademik yang buruk.
g. Intervensi pada Gangguan Speech Delay
Dalam menangani anak speech delay, Tiel
(2015) menjelaskan bahwa terdapat beberapa hal yang
bisa dilakukan sebagai langkah intervensi terkait
perkembangan anak speech delay. Intervensi tersebut
diantaranya yaitu: 1) Menggunakan Pendekatan
Multidisiplin, 2) Penanganan Dua Arah, 3) Stimulasi.

55
Zengin-Akkuş dkk. (2018) menyatakan bahwa orang
tua juga berperan penting dalam intervensi anak speech
delay, khususnya dalam intervensi perkembangan
psikososialnya.
1) Menggunakan Pendekatan Multidisiplin
Pendekatan multidisiplin mencakup deteksi,
diagnosis, intervensi dan pendidikan (Tiel, 2015).
Dalam hal ini, orang tua membutuhkan bantuan dari
berbagai bidang profesi. Berbagai profesi yang
terlibat dalam menangani anak speech delay yaitu:
a) Ortopedagog
Ortopedagog merupakan profesi setara
master, seperti dokter dan psikolog.
Ortopedagog memiliki tugas dalam melakukan
deteksi, diagnosis, memberikan nasihat, dan
melakukan intervensi (penanganan) kepada
anak-anak, remaja, orang dewasa, hingga orang
tua (Tiel, 2015). Dikutip dari Psychologen
Nederland (2022), ortopedagogi merupakan
spesialisasi dalam pedagogi yang berfokus pada
masalah perkembangan, pengasuhan, atau
perilaku. Seorang ahli ortopedagog juga
memeriksa orang-orang dengan disabilitas
intelektual. Bidang ortopedagog lebih
mendalam pada masalah pengasuhan.

56
b) Psikolog
Dalam kaitannya dengan anak speech
delay, psikolog memiliki peran dalam melihat
sejauh mana perkembangan inteligensi anak.
Pemeriksaan perkembangan inteligensi anak ini
bertujuan untuk mengetahui prognosis anak.
Selain itu, psikolog juga dapat membantu
melihat faktor-faktor psikologi non-kognitif
lain, seperti persoalan motivasi, emosi, rasa
percaya diri, konsep diri, kemampuan
beradaptasi, dan kemampuan regulasi (Tiel,
2015).
c) Dokter
Keterlambatan dalam berbicara dan
bahasa tidak diragukan lagi merupakan masalah
umum bagi dokter. Masih banyak yang bisa
dipelajari tentang penyakit ini, karena penyakit
ini mempengaruhi begitu banyak bidang
perkembangan yang berbeda, dari kognitif
hingga sosial. Dokter harus mampu mengenali
kelainan bicara dan bahasa, membedakan antara
keterlambatan dan gangguan tertentu,
menegakkan diagnosis, dan mengetahui
perawatan apa yang perlu diberikan
(Pusponegoro, 2014). Yuniari dan Juliari

57
(2020) menyatakan bahwa bergantung pada
saran dan temuan tes dari Dokter Tumbuh
Kembang Anak, anak-anak dapat memulai
terapi sejak usia 2 tahun atau bahkan lebih muda
(16 bulan). Untuk menentukan masalah yang
dialami pasien dan bentuk terapi terbaik yang
digunakan, sangat penting untuk konsultasi
dengan dokter.
Jika kemampuan kinerja anak dalam
skala yang baik, hal ini menunjukkan bahwa
pendengarannya sehat, mereka memiliki
kemampuan penerimaan yang baik, dan
kesulitan utama mereka adalah dalam
memproses informasi. Dalam situasi ini, ahli
saraf terlibat dalam menentukan apakah ada
penyakit penyerta lagi. Penyakit penyerta
lainnya, seperti penyakit neurologis, gangguan
motorik halus, gangguan motorik kasar yang
tertinggal, dan fokus yang buruk, juga dapat
muncul. Ketidakmatangan sosial pada anak-
anak dapat mempengaruhi bagaimana mereka
mengembangkan konsep diri mereka, tingkat
kepercayaan diri mereka, dan kapasitas mereka
untuk kontrol sosial (Tiel, 2015).

58
d) Speech Language Patologist dan Terapis
Wicara
Speech language patologist (ahli
gangguan bicara dan bahasa) merupakan
profesi yang keilmuannya lebih mendalam atau
orang yang berada di bidang ilmu pengetahuan
dan penelitian. Dalam mendeteksi,
mendiagnosis, mengintervensi, seorang speech
language patologist harus sudah melalui
pendidikan setara program master dan memiliki
lisensi. Selain itu, speech language patologist
juga membantu mencegah gangguan
komunikasi, membantu kelancaran bicara,
pembentukan suara dan ucapan, melatih otot-
otot pernapasan, otot-otot untuk menelan, dan
otot-otot di sekitar mulut (Tiel, 2015).
Sunanik (2013) mengungkapkan bahwa
terapi wicara adalah ilmu yang bertujuan untuk
mempelajari gangguan bicara dan
menggunakannya sebagai dasar untuk
diagnosis dan pengobatan. Terapi wicara
digunakan untuk mengobati anak-anak dengan
gangguan komunikasi dan sering ditemukan
keterlambatan bicara (speech delay). Untuk itu,
terapi wicara diperlukan untuk melatih anak-

59
anak dalam berbicara sehingga dapat
berkomunikasi dengan masyarakat. Menurut
Nirvana (2017), perawatan ini digunakan untuk
mengobati gangguan bicara, gangguan makan,
masalah audiologis, serta gangguan bahasa
reseptif dan ekspresif.
Yuniari dan Juliari (2020)
mengungkapkan bahwa seorang terapis juga
dapat memberikan strategi yang dapat
dilakukan orang tua kepada anak agar dapat
meningkatkan perkembangannya. Strategi
tersebut diantaranya yaitu:
(1) Latih anak untuk berbicara dengan benar,
perlahan, dan berulang kali.
(2) Selalu perhatikan tata bahasa yang
diucapkan saat berbicara.
(3) Selalu libatkan anak untuk berbicara dalam
segala situasi dengan mengoreksi
pengucapan anak yang masih salah.
(4) Penggunaan media teknis untuk membantu
anak-anak mempertahankan bahasa dan
kosakata mereka.
(5) Konsultasikan dengan dokter atau psikolog
anak secara teratur dan ikuti perkembangan
anak.

60
e) Terapi Gerak (Physiotherapy) dan Terapi
Okupasi (Occupational Therapy)
Terapis okupasi dan fisioterapis sama-
sama berhubungan dengan masalah gerak dan
motorik, namun berbeda garapan dan visinya.
Terapi gerak (physiotherapy) merupakan terapi
yang membantu supaya tubuh menjadi lebih
sehat, lebih baik, dan lebih normal. Sementara
terapi okupasi merupakan terapi yang
membantu pasiennya menjadi mampu dalam
menjalani hidup sehari-hari, mampu mengatasi
emosi, dan dapat menjalankan aktivitasnya
dengan usaha-usaha yang baru dengan
persoalan yang dimilikinya (Tiel, 2015).
Kusnanto (dalam Desiningrum, 2016)
menyatakan bahwa dengan memberikan anak-
anak dengan penyakit mental dan fisik tugas
pekerjaan untuk diselesaikan, terapi okupasi
bertujuan untuk merehabilitasi mereka dan
mengurangi penderitaan mereka. Tujuan terapi
okupasi adalah untuk mengalihkan fokus untuk
mencegah neurosis, yang ditandai dengan
ketidakmampuan seseorang untuk mengatasi
tantangan atau harapan masyarakat yang
mengganggu pemeliharaan dan penyesuaian

61
diri. Materi latihan dipilih dan diputuskan
dengan mempertimbangkan karakteristik anak.
Metode ini tergantung pada apakah kegiatan
tersebut dimaksudkan untuk mengembangkan
kemampuan bersosialisasi atau kemampuan
komunikasi anak. Terapi okupasi mencakup
pertumbuhan intelektual, sosial, emosional, dan
artistik, bukan hanya aktivitas fisik saja
(Desiningrum, 2016).
2) Penanganan Dua Arah
Penanganan dua arah memang bukan hal
yang baru, namun masih ditemui laporan masalah
yang dipersoalkan hanya faktor lemahnya saja. Hal
ini membuat anak stres, karena anak tiada hentinya
dicereweti perihal kelemahannya saja. Anak selalu
sibuk dengan rancangan pelatihan yang dapat
meningkatkan kemampuannya, meskipun
kelemahan yang dimilikinya banyak. Apabila
dalam evaluasi anak belum mencapai apa yang
diinginkannya, maka orang tua juga akan ikut
merasa kecewa. Hal ini mengakibatkan orang tua
lebih agresif dalam berusaha mendapatkan
pertolongan dan menjadi lebih memaksa anak (Tiel,
2015).

62
Taqiyah dan Mumpuniarti (2022)
menyatakan bahwa jika taktik yang digunakan
sesuai dengan kondisi anak, memanfaatkan media
sesuai dengan preferensi anak, dan ada kerjasama
antara orang tua, tim profesional, dan lingkungan
sekitar, intervensi awal bahasa dan bicara dapat
meningkat. Salah satu hal yang membuat
keterampilan anak meningkat dengan cepat dan
pelaksanaan terapi bahasa dan wicara sejak dini
berjalan lancar adalah adanya kolaborasi orang tua
yang sangat baik.
3) Stimulasi bagi Anak Speech Delay
a) Konsentrasi
Kapasitas seorang anak untuk perhatian
berkelanjutan dan untuk fokus pada satu objek
dikenal sebagai konsentrasi. Sistem kontrol
sadar di tengah otak terhubung dengan
kapasitas konsentrasi. Dalam hal
menghubungkan manusia ke dunia luar, sistem
ini memainkan fungsi penting.Apabila anak
memiliki perilaku yang terlalu aktif dan kurang
bisa mempertahankan serta mengarahkan
perhatiannya ke satu titik, maka perkembangan
bicara dan bahasanya akan memiliki hambatan.
Goorhuis dan Schaerlaekens menyatakan

63
bahwa penyebab anak dengan gangguan bicara
dan bahasa mengalami keterlambatan bicara
yaitu karena anak tersebut memiliki konsentrasi
pada hal lain. Xavier Tan memberikan solusi
atas permasalahan tersebut yaitu dengan
memanfaatkan hal yang sudah berkembang
dengan cepat tersebut untuk membantu proses
belajar berbicara. Ketika anak berkonsentrasi
pada gerakan dan memiliki perkembangan
emosi serta seni yang bagus, maka belajar
bicara sambil bernyanyi, sambil menari, atau
sambil menggambar dapat dimanfaatkan untuk
perkembangan konsentrasi (Tiel, 2015).
b) Pemrosesan Informasi Auditory
Menerima informasi, merasakan dan
membedakan suara, mengumpulkan dan
menafsirkan suara, mengingat kembali apa
yang didengar, mengintegrasikan suara yang
didengar dan mengungkapkannya sebagai
tanggapan, dan mengidentifikasi sumber suara
merupakan tugas yang dilakukan oleh
pemrosesan auditory. Berikut merupakan
tanda-tanda gangguan auditori, yaitu kesulitan
membentuk kata ganti, masalah dengan
preposisi, salah dengar, susah fokus

64
mendengarkan suara yang diarahkan padanya
ketika ada suara lain yang tidak ada
hubungannya sama sekali, hipo atau hiper pada
suara yang didengar, mudah kebingungan,
kesusahan memilah bahasa, memerlukan
banyak perhatian agar bisa berkonsentrasi dan
mengerjakan tugas, perhatian yang lemah dan
mudah lupa (Sunanik, 2013). Tiel (2015)
menyebutkan bahwa informasi auditory dapat
berupa kemampuan membedakan ritme dan
melodi, kemampuan pemahaman bahasa
(contohnya membacakan cerita lalu anak
diminta mengulanginya), dan kemampuan
memori verbal (contohnya menyebutkan
beberapa kata acak tanpa makna lalu anak
diminta mengulanginya).
c) Oral Motor
Otot-otot yang mengelilingi mulut, yang
dikenal sebagai oral motor, membantu produksi
suara atau kata-kata yang diucapkan. Kelainan
sistem motorik halus, yang mengontrol bicara
dan jari, sering terlihat pada anak-anak dengan
gangguan perkembangan. Terdapat berbagai
cara yang bisa dilakukan untuk memperkuat
otot-otot di sekitar mulut, seperti bermain

65
meniup balon, meniup balon air sabun, meniup
terompet, memberikan anak camilan keras,
bermain suling, dan lainnya (Tiel, 2015).
Nirvana (2017) mengemukakan bahwa terapi
oral dapat dilakukan dengan gerakan lidah,
bibir, dan rahang, seperti makan dan
mengunyah.
d) Kemampuan Bicara
Pengulangan bunyi atau frasa, serta
ucapan yang berlarut-larut atau menjelaskan
satu kata dengan penjelasan yang panjang dan
obstruksi atau terdapat blokade ketika
berbicara, merupakan gejala salah satu bentuk
masalah perilaku komunikasi. Penderita tidak
dapat berbicara dengan lancar karena
pengulangan, ekstensi, dan obstruksi saat
berbicara. Biasanya, hal ini terjadi bersamaan
dengan kondisi psikososial atau sebagai akibat
dari faktor lain yang mengganggu atau
mengubah fungsi neuromotor organ bicara.
Terdapat tiga jenis kelainan ritme/kefasihan,
yaitu gagap, cluttering, dan latah (Sunanik,
2013).

66
4) Orang Tua
Dalam memberi intervensi psikososial anak
speech delay, Lisyanti (2019) mengemukakan
beberapa gaya pengasuhan yang dapat diterapkan
orang tua kepada anak speech delay, diantaranya
yaitu:
a) Menetapkan batasan dalam penggunaan gadget
Menetapkan batasan dalam penggunaan
gadget pada anak speech delay dapat membuat
anak menjadi fokus dan merespons panggilan.
b) Menerapkan diet makan
Menerapkan diet makan pada anak dapat
membuat anak berperilaku lebih terarah dan
anak menjadi fokus.
c) Mengawasi dan terlibat saat anak beraktivitas
Manfaat mengawasi dan terlibat saat
anak beraktivitas yaitu menjadikan anak
berperilaku lebih terarah dan menjadikan anak
lebih dekat dengan orang tua atau pengasuh.
d) Memberikan persyaratan saat anak
menginginkan sesuatu
Manfaat yang didapat dengan
memberikan persyaratan saat anak
menginginkan sesuatu yaitu anak mulai dapat
mengeluarkan suara, menirukan kata-kata,

67
mengatakan apa yang diinginkannya, dan
bercerita.
e) Menjadwalkan kegiatan anak
Menjadwalkan kegiatan anak bertujuan
untuk melatih disiplin dan mengajarkan konsep
waktu.
f) Memberikan hadiah (reward)
Memberikan hadiah (reward) kepada
anak membuatnya memiliki pemahaman yang
baik, menjadi dekat dengan orang tuanya, dan
menjadikan anak merasa senang.
g) Memberi ruang saat anak tantrum
Memberi ruang saat anak tantrum dapat
membuat anak memiliki pemahaman yang baik.
Sejalan dengan pendapat tersebut, Zengin-
Akkuş dkk. (2018) menyatakan bahwa orang tua
dan anggota keluarga lainnya direkomendasikan
untuk mengunjungi terapi wicara, membaca buku
bersama anak setiap hari, dan menetapkan batasan
dalam penggunaan media digital sesuai dengan
rekomendasi AAP (American Academy of
Pediatrics). Anak-anak yang berusia 2-5 tahun
dibatasi waktu penggunaan media digitalnya
hingga tidak lebih dari satu jam per hari untuk
memberikan waktu yang cukup bagi anak-anak

68
untuk terlibat dalam kegiatan lain yang penting bagi
kesehatan dan perkembangan mereka serta untuk
membangun kebiasaan menonton media di
kemudian hari (Hill dkk., 2016).
Terdapat banyak intervensi yang dapat
dilakukan dalam meningkatkan perkembangan
psikososial anak speech delay, diantaranya yaitu
dengan menggunakan pendekatan multidisiplin
(ortopedagoog, psikolog, dokter, speech language
patologist serta terapis wicara, dan terapi gerak serta
terapi okupasi), penanganan dua arah, dan stimulasi
(konsentrasi, pemrosesan informasi auditory, oral
motor, dan kemampuan bicara), serta melalui orang tua
(membatasi penggunaan media digital atau gadget,
menerapkan diet makan, mengawasi dan terlibat saat
anak beraktivitas, memberikan persyaratan saat anak
menginginkan sesuatu, menjadwalkan kegiatan anak,
memberikan reward, memberi ruang saat anak tantrum,
dan membaca buku bersama anak).
B. Tinjauan Pustaka
Telah banyak penelitian-penelitian terdahulu yang
berkaitan dengan keterlambatan bicara (speech delay). Setiap
penelitian-penelitian tersebut pastinya menghasilkan suatu
informasi yang baru. Pada penelitian ini, peneliti

69
mencantumkan beberapa penelitian yang berkaitan dengan
tujuan yang ingin dicapai oleh peneliti.
Pertama, penelitian yang dilakukan oleh Fitriyani,
Sumantri, dan Supena (2018) yang berjudul “Gambaran
Perkembangan Berbahasa Pada Anak dengan Keterlambatan
Bicara (Speech Delay): Studi Kasus pada Anak Usia 9 Tahun
Kelas 3 SD di SDS Bangun Mandiri”. Penelitian ini
menggunakan pendekatan kualitatif dengan metode studi
kasus, pengumpulan data dengan observasi, wawancara, dan
studi dokumen. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui
gambaran perkembangan anak dengan gangguan
keterlambatan bicara dan bahasa yang dilihat dari aspek
kognitif, afektif, psikomotorik, dan perilaku sosio-
emosionalnya.
Kedua, penelitian yang dilakukan oleh Rohmah,
Astikasari, dan Weto (2018) yang berjudul “Analisis Pola Asuh
Orang Tua dengan Keterlambatan Bicara pada Anak Usia 3-5
Tahun”. Penelitian ini merupakan penelitian kuantitatif dengan
desain penelitian analitik observasional dengan pendekatan
cross sectional. Teknik pengumpulan data menggunakan
simple random sampling dan data dianalisis menggunakan uji
Chi Square. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis
hubungan pola asuh orang tua dengan keterlambatan bicara
pada anak usia 3-5 tahun. Hasil penelitian menunjukkan bahwa
sebesar 46,9% responden memiliki pola asuh kategori

70
permisif, dan sebesar 62,5% responden mengalami
keterlambatan bicara. Hal ini berarti terdapat hubungan pola
asuh orang tua terhadap keterlambatan bicara pada anak usia 3-
5 tahun.
Ketiga, penelitian yang dilakukan oleh Agustia,
Setyaningsih, dan Suharno (2020) yang berjudul
“Perkembangan Psikososial Anak Usia 3-4 Tahun di
Daycare”. Pada penelitian ini, peneliti menggunakan metode
penelitian deskriptif kuantitatif dengan survei dan proportional
random sampling untuk mengumpulkan data. Penelitian ini
bertujuan untuk mengukur dan menggambarkan
perkembangan psikososial anak usia 3-4 tahun yang berada di
tempat penitipan anak Kota Malang. Hasil dari penelitian ini
menunjukkan bahwa anak dengan perkembangan psikososial
menyimpang sebanyak 43,6% dan anak dengan perkembangan
psikososial kurang sebanyak 15,4%. Hal ini dikarenakan orang
tua dan pengasuh anak tidak memberikan stimulasi yang
cukup.
Keempat, penelitian yang dilakukan oleh Fauzia,
Meiliawati, dan Ramanda (2020) yang berjudul “Mengenali
dan Menangani Speech Delay pada Anak”. Pada penelitian ini,
peneliti menggunakan metode penelitian studi kepustakaan.
Penelitian ini memiliki tujuan untuk mengenali dan dan
menangani speech delay pada anak. Hasil dari penelitian ini
berupa penjelasan tentang perkembangan dan permasalahan

71
bicara yang terjadi pada anak, definisi, tanda-tanda, penyebab,
serta cara menangani anak yang mengalami speech delay.
Kelima, penelitian yang dilakukan oleh Alfani Nurul
Istiqlal (2021) yang berjudul “Gangguan Keterlambatan
Berbicara (Speech Delay) pada Anak Usia 6 Tahun”. Pada
penelitian ini, peneliti menggunakan pendekatan kualitatif
dengan model analisis data Miles and Huberman Models.
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui gambaran speech
delay, faktor-faktor penyebab speech delay, dan upaya
penanganan yang dilakukan oleh guru dan orang tua dalam
meningkatkan kemampuan anak speech delay. Hasil dari
penelitian ini menunjukkan bahwa anak speech delay memiliki
pengucapan yang kurang sempurna dan cenderung
memberikan respon non-verbal saat diberikan stimulus.
Beberapa faktor yang menjadi penyebabnya yaitu anak tidak
mendapat model yang baik untuk ditiru dalam berbicara, tidak
memiliki motivasi untuk berbicara, dan kurangnya kesempatan
untuk berbicara. Cara penanganan yang dilakukan oleh guru
ialah dengan memberikan stimulus untuk berbicara lebih
banyak dari teman yang lain.
Kelima penelitian yang telah peneliti cantumkan
tersebut memiliki persamaan dan perbedaan dengan penelitian
yang peneliti lakukan. Persamaan kelima penelitian yang
peneliti cantumkan dengan penelitian ini ialah sama-sama
meneliti tentang keterlambatan bicara (speech delay).

72
Perbedaannya ialah pada penelitian terdahulu mengkaji tentang
keterlambatan bicara secara umum dan keterkaitannya dengan
perkembangan bahasa serta pola asuh, sedangkan pada
penelitian ini mengkaji secara lebih mendalam pada aspek
perkembangan psikososial anak usia dini yang mengalami
speech delay.

73
BAB III
METODE PENELITIAN
A. Jenis Penelitian
Penelitian ini menggunakan metode penelitian
kualitatif. Sugiyono (2018) mendefinisikan metode penelitian
kualitatif yaitu di mana peneliti sebagai human instrument
dengan menggunakan triangulasi sebagai teknik pengumpulan
data dan menganalisis data dengan cara induktif, sehingga hasil
penelitian lebih mengacu pada makna daripada generalisasi.
Pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini ialah
pendekatan studi kasus. Pendekatan studi kasus dilakukan
secara mendalam pada perkembangan psikososial anak yang
mengalami keterlambatan bicara (speech delay). Rahardjo
(2017) mendefinisikan studi kasus sebagai rangkaian kegiatan
ilmiah yang dilakukan secara intensif, rinci dan mendalam
dalam suatu program, peristiwa atau kegiatan pada tingkat
individu, sekelompok orang, lembaga atau organisasi untuk
mendapatkan pengetahuan yang mendalam mengenai
peristiwa tersebut.
B. Lokasi dan Waktu Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan di sekolah dan di biro
psikologi tempat subjek melakukan terapi. Adapun biro
psikologi yang dimaksud yaitu Rumah Psikologi Mata Air
Ambarawa, yang terletak di Jl. Jendral Sudirman No. 96,
Kupang Kidul, Kelurahan Kupang, Kec. Ambarawa, Kab.

74
Semarang, Jawa Tengah. Sekolah yang dijadikan tempat
penelitian yaitu Sekolah Alam Matahari dan juga TK IT
Baitussalam di Ambarawa. Sekolah Alam Matahari bertempat
di Jl. Baru KM 1 Kupang Sari, Kec. Ambarawa, Kab.
Semarang, Jawa Tengah. TK IT Baitussalam terletak di Jl.
Pemuda No. 36, Panjang Kidul, Panjang, Kec. Ambarawa,
Kab. Semarang, Jawa Tengah.
Penelitian ini dilaksanakan dari bulan April sampai
dengan bulan Mei tahun 2022. Perpanjangan waktu penelitian
dilakukan untuk memperoleh dan memastikan data yang
diperoleh benar apa adanya.

C. Data dan Sumber Data


Subjek pada penelitian ini yaitu tiga orang anak yang
mengalami speech delay di Rumah Psikologi Mata Air
Ambarawa. Berdasarkan jenis penelitian, maka sumber data
pada penelitian ini yaitu dengan sumber data primer dan
sumber data sekunder.
1. Sumber Data Primer
Sumber data primer merupakan data yang diperoleh
secara langsung oleh peneliti dari narasumber. Sugiyono
(2018) menjelaskan bahwa sumber data primer yaitu di
mana pengumpul data diberikan atau memperoleh data
secara langsung dari sumbernya. Adapun pihak yang
menjadi sumber data primer dalam penelitian ini yaitu
orang tua, terapis, dan guru sekolah subjek.

75
2. Sumber Data Sekunder
Sumber data sekunder merujuk pada perolehan data
yang berasal dari berbagai sumber yang sudah ada
sebelumnya. Sugiyono (2018) menyatakan bahwa sumber
data sekunder yaitu di mana pengumpul data memperoleh
data secara tidak langsung dari sumbernya, melainkan
dapat melalui orang lain maupun melalui dokumen.
Sumber data sekunder dalam penelitian ini diperoleh dari
buku, jurnal, maupun dokumen-dokumen terkait diri
subjek.
D. Prosedur Pengumpulan Data
Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif,
sehingga peneliti berperan sebagai instrumen penelitian
(human instrument). Sugiyono (2018) mengemukakan bahwa
peneliti sebagai human instrument memiliki fungsi
menentukan fokus penelitian, memutuskan narasumber
sebagai sumber data, melaksanakan pengumpulan data,
menganalisis dan menafsirkan data, serta menyimpulkan hasil
temuannya.
Pengumpulan data merupakan langkah paling penting
dalam penelitian yang bertujuan untuk mendapatkan data.
Dalam penelitian ini, peneliti terjun ke lapangan sendiri guna
mengumpulkan data. Prosedur pengumpulan data dalam
penelitian ini yaitu dengan observasi, wawancara, dan
dokumentasi.

76
1. Observasi
Hadi (dalam Sugiyono, 2018) berpendapat bahwa
observasi yaitu suatu proses yang rumit, tersusun dari
berbagai proses biologis dan psikologis, di mana yang
paling penting ialah proses pengamatan dan ingatan. Dalam
penelitian ini, peneliti melakukan observasi secara berkala
menyesuaikan dengan jadwal terapi subjek di biro dan
jadwal belajar subjek di sekolah. Selain pengamatan
terhadap subjek, peneliti juga melakukan pengamatan
terhadap beberapa pihak yang terlibat secara langsung
dengan subjek yang diamati. Hal ini dilakukan agar tidak
terjadi bias pada data penelitian.
Instrumen observasi yang digunakan dalam
penelitian ini berupa pedoman observasi. Pedoman
observasi dibuat oleh peneliti dengan mengadaptasi
karakteristik perkembangan psikososial dari Keliat,
Kozier, dan Papalia dalam Yuniartiningsih (2012) menjadi
kisi-kisi dalam pedoman observasi. Adapun kisi-kisi
pedoman observasi yang digunakan dalam penelitian ini
yaitu sebagai berikut:

77
Tabel 3.1 Kisi-Kisi Pedoman Observasi

1. Mengkhayal dan kreatif: Membuat atau


melakukan suatu hal yang berbeda dari
anak lain.
2. Berinisiatif bermain dengan benda-benda
di sekitarnya.
3. Mempelajari keterampilan fisik baru.
4. Menikmati bermain dengan anak
sebayanya.
Inisiatif 5. Mudah berpisah dengan orang tua.
6. Mengetahui hal yang benar dan salah, serta
mengikuti aturan.
7. Mengenal minimal 4 warna.
8. Merangkai kata-kata dalam bentuk
kalimat.
9. Mampu mengerjakan pekerjaan yang
sederhana.
10. Mengenal jenis kelamin anak.

2. Wawancara
Esterberg (dalam Sugiyono, 2018) menyatakan
bahwa wawancara ialah pertemuan antara dua orang yang
bertujuan bertukar informasi dan ide melalui pertanyaan
dan tanggapan, sehingga dapat menghasilkan komunikasi
dan konstruksi makna atas topik tertentu. Wawancara
dilakukan oleh dua orang, yaitu pewawancara atau orang
yang mengajukan pertanyaan dan diwawancarai atau orang
yang menjawab pertanyaan yang diajukan. Wawancara
digunakan untuk mengetahui beberapa hal dari responden
secara lebih mendalam.

78
Penelitian ini menggunakan wawancara semi-
struktur. Sugiyono (2018) berpendapat bahwa tujuan
wawancara semi-struktur ini ialah untuk mendeteksi
permasalahan dengan lebih terbuka, di mana orang yang
diwawancarai dimintai tanggapan serta ide-idenya.
Adapun kisi-kisi pedoman wawancara yang digunakan
dalam penelitian ini yaitu sebagai berikut:
Tabel 3.2 Kisi-Kisi Pedoman Wawancara

1. Apakah anak suka bereksperimen atau


melakukan hal yang baru?
2. Apakah anak sering bermain dengan
benda-benda di sekitarnya tanpa dorongan
dari orang lain?
3. Hal apa yang baru-baru ini dipelajari oleh
anak dan sudah berapa lama?
4. Apakah anak senang dan menikmati
bermain dengan teman sebayanya?
5. Apakah anak mudah berpisah (tidak
menangis) dengan orang tuanya?
Inisiatif 6. Apakah anak sudah mengerti sesuatu yang
benar dan sesuatu yang salah? Bagaimana
dengan peraturan?
7. Berapa warna yang dikenali oleh anak?
8. Apa kalimat terpanjang yang telah anak
ucapkan?
9. Apakah anak sudah bisa mengerjakan
pekerjaan yang sederhana
(mengembalikan mainan yang telah selesai
digunakan?
10. Apakah anak sudah mengetahui antara
anak laki-laki dan anak perempuan?

79
3. Dokumentasi
Dokumentasi digunakan untuk menunjang data
dalam penelitian. Sugiyono (2018) menyatakan bahwa
studi dokumen digunakan untuk melengkapi teknik
observasi dan wawancara dalam penelitian kualitatif.
Dokumen yang digunakan dalam penelitian yaitu
berbentuk tulisan (seperti hasil diagnosis atau psikogram),
dan berbentuk gambar (seperti foto, video, sketsa).
E. Analisis Data
Setelah data terkumpul, maka langkah selanjutnya yaitu
dengan menganalisis data. Bogdan (dalam Sugiyono, 2018)
memaparkan bahwa analisis data ialah proses menggali dan
menyusun data yang diperoleh melalui berbagai teknik
pengumpulan data menjadi sistematis sehingga data temuan
menjadi lebih mudah dimengerti serta dapat dibagikan kepada
khalayak umum. Proses analisis data dimulai dengan
menyusun data, menguraikan data ke dalam bagian-bagian,
menggabungkan data, menyusun ke dalam pola, menyaring
data yang penting dan akan dipelajari, hingga menyimpulkan
temuan.
Pada penelitian ini teknik analisis data yang digunakan
yaitu analisis data model Miles dan Huberman. Miles dan
Huberman (dalam Sugiyono, 2018) menyatakan bahwa
analisis data dalam penelitian kualitatif dilakukan dengan
interaktif dan dilakukan secara terus menerus hingga datanya

80
jenuh. Terdapat 3 tahapan dalam teknik analisis data dalam
Sugiyono (2018), yaitu sebagai berikut:
1) Reduksi Data
Sugiyono (2018) menyatakan bahwa mereduksi
data berarti data diringkas, dipilih data yang pokok, fokus
pada data yang penting, dan mencari tema serta polanya.
Dalam mereduksi data, peneliti melakukannya secara terus
menerus selama penelitian berlangsung sehingga
didapatkannya catatan-catatan inti dari hasil pengumpulan
data. Tujuan reduksi data ialah untuk menyederhanakan
data yang didapat selama pengumpulan data di lapangan.
2) Penyajian Data
Hasil data yang telah direduksi kemudian disajikan
agar dapat dengan mudah dipahami. Melalui penyajian
data, dapat diketahui konteks yang belum ada dalam data
penelitian, sehingga dapat dijadikan kesempatan untuk
merencanakan lebih dalam lagi. Sugiyono (2018)
menyatakan bahwa penyajian data dilakukan dalam bentuk
uraian singkat, bagan, flowchart, dan sebagainya.
3) Kesimpulan/Verifikasi
Kesimpulan dibutuhkan untuk melihat sejauh mana
rumusan masalah terjawab dalam penelitian. Sugiyono
(2018) menyatakan bahwa kesimpulan yang dibuat
mungkin dapat menjawab rumusan masalah dan mungkin
tidak dapat menjawab rumusan masalah. Hal ini

81
dikarenakan rumusan masalah dalam penelitian kualitatif
bersifat sementara dan dapat berkembang saat penelitian
berlangsung.
F. Pengecekan Keabsahan Data
Dalam penelitian kualitatif, data yang telah diperoleh
akan diuji validitas dan reliabilitasnya. Susan Stainback (dalam
Sugiyono, 2018) menyatakan bahwa dalam penelitian
kualitatif aspek validitas lebih ditekankan daripada aspek
reliabilitas. Data dinyatakan valid jika yang dinyatakan oleh
peneliti dengan yang sebenarnya terjadi pada objek penelitian
tidak terdapat perbedaan.
Dalam penelitian ini, peneliti menggunakan teknik
peningkatan ketekunan dan triangulasi. Menurut Sugiyono
(2018), meningkatkan ketekunan berarti melakukan
pengamatan dengan lebih teliti dan berkelanjutan. Triangulasi
berarti pengecekan data berdasarkan berbagai sumber melalui
berbagai cara dan waktu.

82
BAB IV
DESKRIPSI DAN ANALISIS DATA
A. Deskripsi Data
1. Profil Subjek Penelitian
a. Subjek 1
GA merupakan anak tunggal laki-laki yang
berumur 5 tahun 8 bulan. Dia tinggal bersama kedua
orang tua beserta kakek neneknya. Ayah GA bekerja
wiraswasta, sedangkan Ibu GA bekerja sebagai
perawat. GA diasuh oleh orang tuanya secara
bergantian dengan tidak menyewa baby sitter. GA
merupakan anak dengan gangguan keterlambatan
berbicara yang saat ini telah memasuki sekolah TK A
di Sekolah Alam Matahari Ambarawa.
GA mengalami keterlambatan berbicara sejak
usia 1,5 tahun. Saat itu, orang tua GA menyadari bahwa
kosakata yang pernah diucapkan seperti “bapak” dan
“mam” menghilang. Kemudian GA dibawa ke dokter
spesialis anak dan didiagnosa mengalami
keterlambatan berbicara. Dalam hasil pemeriksaan
medis di dokter spesialis anak dinyatakan bahwa
keterlambatan berbicara yang dialami GA disebabkan
oleh gangguan pemusatan perhatian dan hiperaktivitas
(ADHD) yang dimilikinya. Tidak ada masalah dalam
indra pendengaran.

83
Dalam hal perkembangan sejak di dalam
kandungan hingga lahir terdapat masalah ketika proses
kelahiran. GA lahir secara caesar dikarenakan terlalu
lama di dalam kandungan dan air ketuban yang keruh.
Selain itu, terdapat riwayat keturunan dari kakek GA
yang juga mengalami keterlambatan berbicara.
Lingkungan tempat tinggal GA merupakan
pedesaan dan tidak ada anak sebaya yang tinggal di
dekat rumahnya. GA sehari-hari berinteraksi hanya
dengan orang tua dan kakek neneknya jika di rumah.
Saat di sekolah, GA bertemu dengan guru dan teman-
temannya, namun belum mampu untuk bermain dengan
teman sebayanya.
b. Subjek 2
FR merupakan anak tunggal laki-laki berusia 5
tahun. Dia tinggal bersama kedua orang tuanya di
lingkungan perumahan. Ayah FR merupakan seorang
PNS, sedangkan Ibu FR merupakan ibu rumah tangga.
Sehari-hari, FR diasuh oleh orang tuanya. FR
merupakan anak dengan gangguan keterlambatan
bicara (speech delay) dan saat ini berada di kelas TK A
di TK IT Baitussalam Ambarawa.
FR mengalami keterlambatan bicara sejak usia
2 tahun. Orang tua menyadari bahwa anak mengalami
keterlambatan bicara dengan membandingkan anak

84
tetangganya yang lebih muda dari FR namun telah
memiliki kosakata yang banyak dibandingkan FR.
Menurut orang tuanya, hasil konsultasi dengan dokter
anak dinyatakan bahwa keterlambatan bicara yang
dialami FR kemungkinan karena terdapat riwayat lahir
biru yang tidak bagus. Dari keluarga sendiri tidak
memiliki riwayat keterlambatan bicara (speech delay).
Menurut terapis sendiri, keterlambatan bicara yang
dialami FR disebabkan oleh gadget. Di mana FR diberi
tantangan berbahasa Inggris, namun dalam kehidupan
sehari-hari FR menggunakan Bahasa Indonesia.
Lingkungan tempat tinggal FR merupakan
komplek perumahan. Tidak ada anak yang sebaya
dengan FR, namun terdapat anak yang lebih tua dan
lebih muda dari FR. Sehari-hari, FR lebih sering
bermain sendiri di dalam rumah daripada bermain di
luar rumah bersama dengan anak-anak lain.
c. Subjek 3
KS merupakan anak ketiga dari 5 bersaudara.
KS memiliki saudara kembar tidak identik dengan jenis
kelamin sama, yaitu perempuan. Berusia 6 tahun,
saudara kembar KS juga mengalami keterlambatan
bicara (speech delay) sejak usia 2 tahun. KS tinggal
bersama ibu dan saudara-saudaranya, sedangkan ayah
KS bekerja di luar pulau.

85
Saat hamil, ibu KS mengalami tekanan
psikologis karena berbagai hal. Masalah-masalah
tersebut diantaranya yaitu ibu KS harus mengurus
bisnis keluarga dan juga orang tuanya yang sudah tua,
anak kedua yang juga masih kecil, serta suami yang
tidak tinggal bersamanya membuatnya tidak siap untuk
hamil lagi, apalagi hamil kembar. Ibu KS pernah
berupaya untuk menggugurkan kandungannya, namun
upaya tersebut tidak berhasil.
Saat di rumah, KS hanya bermain bersama
saudara-saudara kandungnya saja di lingkungan rumah.
KS jarang berinteraksi dan bermain bersama
tetangganya. Saat di sekolah, KS dapat berbaur dan
bermain bersama teman-teman sekolahnya.
2. Gambaran Kondisi Psikososial Subjek
Anak dengan gangguan speech delay memiliki
resiko yang lebih tinggi dalam keterlambatan
perkembangan psikososialnya. Untuk mengetahui
perkembangan psikososial subjek, diperlukan beberapa
indikator dalam menjelaskannya. Subjek dalam penelitian
ini merupakan anak yang berusia 5-6 tahun, sehingga
indikator dalam menggambarkan kondisi psikososial
subjek disesuaikan dengan tahapan perkembangan
psikososial Erikson, yaitu inisiatif. Berikut penjabaran
kondisi psikososial subjek dilihat dari setiap indikator:

86
1) Subjek 1
Dalam hal inisiatif, GA memiliki daya imajinasi
dan kreativitas tinggi. GA suka bermain dengan
barang-barang yang tidak sesuai dengan fungsinya,
seperti sprei yang dijadikan sebagai rumah-rumahan.
Hasil wawancara dengan Ibu GA sebagai berikut:
“Kalau di rumah itu dia suka ambil sprei
di kamar terus dibawa ke ruang tv lalu dia
kibaskan sprei itu terus dia nanti duduk
dibawah sprei yang mau jatuh itu. Selain
itu, spreinya juga suka dibuat kayak
rumah-rumahan gitu terus dia nanti
berlindung di dalam spreinya.”
GA juga memiliki inisiatif bermain dengan
benda-benda di sekitarnya tanpa dorongan dari orang
lain. Saat GA sampai di sekolah, dia langsung bermain
kursi putar yang digunakan untuk duduk oleh guru.
Selain itu, GA juga bermain berbagai permainan yang
ada di sekolahnya tanpa dorongan orang lain. Hasil
wawancara dengan Ayah Amin selaku guru sekolah
GA sebagai berikut:
“Akhir-akhir ini dia kepo sama kursi
putar, jadi setiap hari kalau baru datang
itu selalu mainan kursi putar, dilihat,
dipegang, diduduki, ditarik ya pokoknya
bener-bener mainan kursi putar terus
sampai dia bosan. Kalau mau main puzzle
ya langsung ambil di tempatnya terus
mainan sendiri. Dia juga sering ke luar
kelas entah mainan ayunan atau perosotan
padahal teman-temannya yang lain di

87
dalam kelas belajar. Ya sesukanya dia
aja.”

GA saat ini sedang berada di tahap ‘mencoba’,


sehingga apa saja yang baru dilihatnya dia akan
mencoba belajar karena penasaran. Hasil wawancara
dengan guru sekolahnya sebagai berikut:
“Apa yang dia lihat, misalnya sekarang
lagi senang-senangnya ke kursi putar. Dia
mungkin lagi mengamati itu. Setiap
berangkat ke situ, mainan itu atau nggak
buka pintu dan lainnya. Itu adakalanya
sudah tidak melakukan itu lagi. Seperti
kemarin, sebelum mainan kursi itu dia
penasaran dengan tangga, ya 2 mingguan
dia berangkat lalu masuk kelas terus ke
sana, nanti dipanggil "Mas GA, 1, 2, 3",
nanti ke sini lagi. harus selalu diingatkan
dan didampingi. kemarin waktu belajar,
GA ini penasaran dengan hal-hal yang
baru seperti memanjat pohon jambu.
pertamanya dia tidak bisa, lalu saya kasih
tau cara-caranya dia sudah tahu lalu turun
lagi. nah itu dia mencoba lagi, jadi
tahapnya Mas GA itu sedang di tahap
mencoba hal baru.”

Keterampilan bersosialisasi GA belum


berkembang. GA lebih sering bermain sendiri. Di
sekitar rumah, GA tidak memiliki teman yang sebaya
dengannya. Kalau di sekolah, meskipun bertemu
dengan teman-teman sebayanya, GA masih senang dan
menikmati bermain sendirian. Saat diajak temannya

88
untuk mencari daun bersama pun, GA acuh tak acuh.
hasil wawancara dengan guru sekolahnya sebagai
berikut:
“Mas GA ini kalau main sama temennya
ya sekedar ikut-ikutan saja, jadi belum
bisa menikmatilah istilahnya kalau main
sama teman-temannya. Misalnya main
petak umpet, ya dia ikutan sembunyi tapi
ya cuma sekedar ngikut aja.”

GA sudah mampu berpisah dengan orang tuanya


dengan mudah. Saat berangkat sekolah, orang tuanya
hanya mengantar sampai gerbang sekolah saja dan GA
langsung lari ke dalam ruang kelas. Saat terapi pun, GA
langsung masuk ke ruang terapi tanpa memerdulikan
apakah orang tuanya ikut masuk atau tidak. Hasil
wawancara dengan orang tuanya sebagai berikut:
“Awalnya itu dia susah banget kalau mau
saya tinggal kerja, tapi sekarang ya sudah
mendingan. Kalau terapi ya dia semangat,
langsung masuk ruang terapi gitu aja
nggak peduli orang tuanya ngikutin atau
nggak.”

Dalam hal mengetahui sesuatu yang benar atau


salah, GA belum mengerti. Saat ditegur agar tidak
membuang sampah di wastafel, GA tetap
melakukannya berkali-kali. GA sudah menuruti
perintah yang diberikan, meskipun harus selalu

89
didampingi dan diingatkan. Hasil wawancara dengan
guru sekolah GA sebagai berikut:
“Iya (dia sudah mengerti), namun masih
harus didampingi dan diingatkan terus,
karena dia saat ini sedang di tahap
mencoba.”

GA masih belum mengenal warna. Ketika dia


ditanya suatu warna, dia tidak menjawabnya. Ketika
dia diberitahu jika itu warna merah, dia menirukannya
“iyyah” walaupun belum jelas. Hasil wawancara
dengan guru sekolahnya sebagai berikut:
“Belum bisa menyebutkan sendiri, tetapi
bisa menirukan walaupun belum jelas.”

GA masih belum bisa merangkai kata-kata


dalam bentuk kalimat. GA hanya menirukan per kata,
seperti pada kata “merah” menjadi “iyyah”,
“bissmillah” menjadi “iyiyah”, “menang” menjadi
“nang”. Hasil wawancara dengan orang tuanya sebagai
berikut:
“Akhir-akhir ini selama saya terapikan di
bunda Aries (Rumah Psikologi Mata Air)
seandainya bismilah dia ngucapinnya
masih “iyiyah”, terus kalau sholat kita
ajak berdoa dulu Ya Allah dia
ngucapinnya “ya yiwoh”, terus kalau kata
“mam”, “mama”, “papa”. Nah terus kalau
kata “mam-mam” gitu, saat melihat
makanan dia bilang “mam-mam” tapi
kalau bilang “ma mam” belum mau.
Pokoknya kalau diajarin seandainya kita

90
ngegame bareng menang dia bilang
“nang”, kata-kata yang baru dia ucapkan
baru itu seperti masih tahap belajar bicara
gitu.”

GA sudah bisa mengerjakan pekerjaan yang


sederhana seperti mengembalikan permainan yang
telah digunakan, walaupun harus diberi perintah
terlebih dahulu. Berikut hasil wawancara dengan Ibu
GA:
“Kalau saya suruh beresin, dia mau
beresin dan mau mengikuti perintah
misalnya mau ditaruh mana mainannya
itu.”

GA belum mengenal jenis kelamin antara laki-


laki dengan perempuan. Hasil wawancara dengan
orang tua, guru sekolah, dan terapis menyatakan bahwa
GA belum mengerti antara laki-laki dan perempuan.
Dalam hal inisiatif GA belum berkembang
dengan baik. Karakteristik inisiatif yang telah
berkembang dengan baik yaitu melakukan hal yang
berbeda dengan anak lain, memiliki inisiatif bermain
dengan benda di sekitarnya, mempelajari keterampilan
fisik baru seperti memanjat pohon, mudah berpisah
dengan orang tua, dan mampu mengerjakan pekerjaan
yang sederhana walaupun harus diberi perintah terlebih
dulu. Karakteristik inisiatif yang belum berkembang
pada GA yaitu belum bisa bermain dengan teman

91
sebaya, belum mengerti hal yang benar ataupun salah,
belum mengenal warna dengan baik, belum dapat
merangkai kata-kata, dan belum mengenal jenis
kelamin anak.
2) Subjek 2
Dalam hal inisiatif, khususnya mengkhayal dan
kreatif, FR memiliki daya imajinasi atau mengkhayal
dan kreativitas tinggi. Saat peneliti mengobservasi di
tempat terapi, FR bermain masak-masakan
menggunakan alat-alat mainan seperti sendok, panci,
botol dan pasir. Ketika peneliti bertanya “Mas FR
sedang apa?”, FR menjawab “masak”. Hasil
wawancara dengan Ibu Debby selaku guru sekolah FR,
sebagai berikut:
“Dia itu suka melakukan hal yang baru.
Jadi kemarin waktu di luar kelas, yang
lain mainan semuanya, dia itu kayak
menemukan sendok atau apa itu terus dia
mainan pasir sampai dia tidak mau
pulang. Kita kan juga punya pasir kinetik
atau apa itu berbagai warna, dia
mencampur semua pasir itu.”

FR memiliki inisiatif bermain dengan benda-


benda di sekitarnya, namun kadang masih harus diberi
dorongan untuk melakukannya. Saat di sekolah, ketika
teman-temannya duduk di tempat duduknya masing-
masing, FR hanya berkeliling ruangan saja dan ketika
ditawari oleh gurunya untuk bermain puzzle, dia baru

92
duduk dan bermain puzzle sendiri. Berikut hasil
wawancara dengan guru sekolahnya:
“Iya dia itu ketika teman-temannya duduk
belajar sama saya, dia main sendiri entah
main balok, puzzle atau apapun tapi
sebelum itu saya tawari dulu dia mau
main apa. Kalau di luar dia ambil sesuatu
untuk mengorek-orek tanah sampai dalam
terus dia pindahkan ke tempat yang
lainnya.”

FR belum mampu mempelajari keterampilan


fisik baru. Saat di sekolah, FR hanya melakukan apa
yang sehari-hari dia lakukan, seperti bermain balok,
puzzle, perosotan. Akhir-akhir ini, FR ikut bernyanyi
lagu yang telah didengarnya selama hampir 2 semester
ini, walaupun hanya di akhir bait lagu saja. Berikut
hasil wawancara dengan guru sekolah FR:
“Kalau keterampilan fisik belum. Kalau
ada keterampilan fisik masih dikerjakan
di rumah bersama orang tuanya. Kalau hal
yang baru itu, walaupun sudah dari
semester satu, saya baru dengar dia
menyanyikan lagu doa walaupun hanya
belakangnya saja seperti "…a ...a" gitu.”

Selain itu, meskipun bukan keterampilan fisik,


FR juga sedang belajar huruf hijaiyah. Sesuai dengan
pernyataan orang tua FR:
“Dia baru senang huruf hijaiyah, kalau
huruf alfabet belum mau.”

93
FR belum bergabung bermain bersama anak
sebayanya, dia lebih senang bermain sendiri. Walaupun
begitu, dia sering memegang atau mengelus kepala
temannya seakan-akan ingin mengajak mereka
bermain. Di lihat saat bersekolah, ketika teman-
temannya bermain bersama, dia lebih asik bermain
puzzle atau balok sendiri. Pernyataan dari gurunya
sebagai berikut:
“Dia belum bermain dengan teman
sebayanya, dia lebih senang bermain
sendiri. Kalau mas FR ngajak main
teman-temannya itu dengan cara
memegang atau mengelus kepala
temannya. Kalau sudah
memegang/mengelus kepala temannya,
ya sudah dia mainan sendiri lagi.”

Dalam hal kemudahan berpisah dengan


orangtuanya, FR sudah bisa melakukannya. Saat
bersekolah, dia diantar oleh ibunya dan langsung
masuk ke ruang kelas sambil menutup pintunya. Saat di
tempat terapi pun, FR langsung masuk ke ruang terapi
tanpa menunggu diperintahkan. Sesuai dengan
pernyataan Ibu Gurunya:
“Iya (dia mudah berpisah dengan orang
tuanya), dia itu kalau ditinggal ibunya
sampai sini, pintunya ditutup sendiri.”

FR belum mengetahui hal yang benar dan salah.


Ketika teman-temannya duduk dengan tenang untuk

94
belajar di sekolah, FR sibuk berkeliling dari ruangan
satu ke ruangan yang lain. Selain itu, FR juga masih
mengulangi perbuatan yang salah walaupun sudah
ditegur. Hasil wawancara dengan guru sekolahnya
sebagai berikut:
“Kalau menurut saya belum, karena
kadang dia ambil jajanan temannya terus
diambil. Kalau dia melakukan hal yang
salah, dia akan mengulangi lagi sekali dua
kali walaupun sudah diberitahu. Tapi ada
beberapa hal yang tidak dia ulangi lagi,
karena dia sudah paham.”

Dalam hal warna, FR sudah mengetahui warna-


warna dasar. Warna-warna dasar yang dimaksud
seperti merah, kuning, biru, putih. Hasil wawancara
dengan guru di sekolahnya sebagai berikut:
“Warna dasar saja yang dia kenali, seperti
kuning, merah, putih, biru. Kalau seperti
biru tua atau biru muda belum tahu.”

Dalam hal merangkai kata-kata dalam bentuk


kalimat, FR baru bisa merangkai 2 kata dalam satu
kalimat. Contoh kalimat yang diucapkan walaupun
belum jelas yaitu “minta tolong”, “tidak mau”, dan
“mau pulang”.
FR sudah mampu mengerjakan pekerjaan yang
sederhana seperti mengembalikan permainan yang
telah selesai digunakan walaupun harus diberi perintah

95
terlebih dahulu. Berikut hasil wawancara dengan orang
tuanya:
“Kalau diperintah ya bisa misalnya
membereskan mainan. Kalau tidak
diperintah ya tidak mau.”

FR belum bisa membedakan antara laki-laki


dan perempuan. Hal ini diperjelas dengan pernyataan
guru dan orang tuanya yang sama-sama mengatakan
bahwa FR belum mengerti antara laki-laki dan
perempuan.
Dalam hal inisiatif FR belum berkembang
dengan baik. Karakteristik inisiatif yang telah
berkembang dengan baik yaitu melakukan hal yang
berbeda dengan anak lain, memiliki inisiatif bermain
dengan benda di sekitarnya, mudah berpisah dengan
orang tua, sudah mengenal warna dasar, dan mampu
mengerjakan pekerjaan yang sederhana walaupun
harus diberi perintah terlebih dulu. Karakteristik
inisiatif yang belum berkembang pada FR yaitu belum
mempelajari keterampilan fisik baru, belum bisa
bermain dengan teman sebaya, belum mengerti hal
yang benar ataupun salah, belum dapat merangkai kata-
kata, dan belum mengenal jenis kelamin anak.
3) Subjek 3
Daya imajinasi dan kreativitas KS berkembang
dengan cukup. KS kurang tertarik untuk mencoba hal

96
yang baru. Ketika KS tidak menyukai suatu kegiatan,
dia tidak akan melakukan kegiatan tersebut. Berikut
petikan wawancara dari guru sekolahnya:
“Dalam hal suka mencoba hal yang baru
dan tantangan, KS lebih ke mundur
daripada saudara kembarnya. Ketika KS
tidak suka dengan kegiatannya, dia sudah
benar-benar tidak mau. Jadi effort-nya
untuk mencoba hal yang baru itu kurang.”

KS memiliki inisiatif untuk bermain dengan


benda-benda di sekitarnya tanpa dorongan dari orang
lain. Saat berada di sekolah, KS tanpa ragu mengambil
sandal yang alasnya telah dimodifikasi dan langsung
memakainya. Hal tersebut membuat teman-temannya
yang melihatnya ingin mencoba sandal itu juga. Guru
sekolah dan terapis pun menyatakan bahwa KS
memiliki inisiatif untuk bermain dengan benda-benda
di sekitarnya tanpa dorongan dari orang lain.
KS tidak terlalu tertarik mempelajari
keterampilan yang baru. Walaupun begitu, orang
tuanya KS memberikannya les piano. Berikut
pernyataan dari terapis KS:
“Kalau KS bernyanyi. Sekarang dileskan
piano sama mamanya. Dulu stimulasi
pakai lagu, semenjak itu KS sering nyanyi
walaupun belum jelas tetapi sudah
membentuk nadanya.”

97
KS telah bergabung bermain bersama teman-
temannya. Walaupun begitu, KS lebih menikmati
bermain sendiri. Berikut petikan wawancara dengan
guru sekolah KS:
“K tidak pilih-pilih teman. Kalau mainan
ya enjoy aja. KS lebih senang bermain
sendiri seperti permainan membangun.”

KS sudah dapat dengan mudah berpisah dengan


orang tuanya. Saat menjalani terapi di Rumah Psikologi
Mata Air, KS tidak ditunggui oleh ibunya. Ibunya
hanya mengantar dan menjemput saja. Saat diantar pun,
KS langsung masuk ke dalam biro dan sudah menjadi
kebiasaan, ibunya langsung meninggalkannya di biro
dan akan menjemputnya kembali setelah 60 menit
terapi. Berikut petikan wawancara bersama terapis:
“Saat awalan datang, mereka yang terapi
itu menangis, kecuali KS dan
kembarannya itu tidak nangis.”

KS telah mengetahui dengan baik sesuatu yang


benar dan salah, serta mengikuti aturan yang berlaku.
Saat bersekolah, KS dengan taat datang tepat waktu dan
duduk mengikuti pembelajaran dengan tenang. Saat
pelajaran bermain angklung pun, KS sudah bisa
menempatkan diri dan bermain dengan baik. Selain itu,
dalam bersalaman ataupun makan, KS menggunakan

98
tangan kanan. Berikut petikan wawancara peneliti
dengan terapis:
“Sudah tahu (sesuatu yang benar dan
salah). Sudah diberikan pendidikan
karakter di sekolah jadi mereka sudah
mengerti.”

Pengetahuan warna KS sudah banyak. KS


sudah mengerti dengan benar warna-warna dasar dan
dapat menyebutkannya satu-persatu dengan tepat,
walaupun masih kurang jelas dalam hal artikulasi.
Beberapa warna yang diketahuinya yaitu warna hijau,
merah, biru, kuning, cokelat. Berikut petikan
wawancara dengan terapis:
“K sudah banyak mengetahui tentang warna.”

KS sudah dapat merangkai kata-kata dalam


bentuk kalimat dengan baik. Kosakata KS sudah
banyak dan dapat merangkainya dalam bentuk kalimat.
KS sudah dapat bercerita dengan baik, walaupun KS
lebih sedikit berbicara daripada saudara kembarnya.
Beberapa kalimat yang diucapkan KS yaitu “aku masih
mau main” dan “sengat itu madu, dan mencari madu”.
Hasil wawancara dengan guru sekolah KS sebagai
berikut:
“Dia itu sudah bisa bercerita, tapi
memang artikulasinya masih ada yang
belum jelas, seperti "r" dan "l".”

99
Sesuai dengan usianya, KS sudah mampu
mengerjakan pekerjaan sederhana seperti
mengembalikan permainan yang telah selesai
digunakan. Saat istirahat sekolah, KS biasanya bermain
permainan yang ada di ruang kelasnya dan ketika waktu
istirahat hampir selesai, dia akan langsung
membereskan permainan yang diambilnya dan
menaruh di tempatnya. Saat pelajaran bermain
angklung pun, KS juga ikut membantu guru sekolah
mengembalikan angklung ke tempat semula. Orang tua,
guru sekolah, dan terapis juga menyatakan hal yang
sama, bahwa KS sudah mampu mengerjakan pekerjaan
yang sederhana.
KS sudah mengenal jenis kelamin antara anak
laki-laki dan perempuan. KS juga sudah mengerti
bagian tubuh yang tidak boleh terlihat oleh lawan jenis.
Berikut pernyataan dari guru sekolah KS:
“Sudah (mengenal jenis kelamin anak),
karena ada kegiatan outbond itu ada ganti
baju mereka sudah malu jika auratnya
dilihat oleh teman laki-lakinya.”

Dalam hal inisiatif, KS sudah berkembang


dengan baik. Beberapa karakteristik inisiatif yang telah
berkembang dengan baik yaitu berinisiatif bermain
dengan benda-benda di sekitarnya, mudah berpisah
dengan orang tuanya, mengetahui hal yang benar dan

100
salah, mengenal lebih dari 4 warna, dapat merangkai
kata-kata menjadi bentuk kalimat, mampu mengerjakan
pekerjaan yang sederhana, dan telah mengenal jenis
kelamin anak. Karakteristik inisiatif seperti
mengkhayal dan kreatif, mempelajari keterampilan
fisik baru, dan menikmati bermain dengan teman
sebaya pada KS belum berkembang dengan baik.
3. Upaya Meningkatkan Perkembangan Subjek di
Rumah Psikologi Mata Air Ambarawa
a. Pendekatan Multidisiplin
1) Subjek 1
Hasil pemeriksaan menunjukkan bahwa GA
mengalami gangguan keterlambatan bicara (speech
delay) dan Gangguan Pemusatan Perhatian dan
Hiperaktivitas (ADHD). Pemeriksaan dilakukan
oleh dokter spesialis anak dan juga seorang guru
bergelar S.Psi. yang saat pemeriksaan berlangsung
sedang menempuh pendidikan S2 Psikologi.
Berikut petikan wawancara dengan ibu GA:
“Setelah kita konsultasi ke dokter
spesialis anak, nah ternyata GA
speech delay terus dirujuk ke
fisioterapi wicara sama okupasi. Yang
saya lakukan ya menuruti saran
dokter, yaitu mengikuti terapi wicara
sama okupasi.”

101
Pemeriksaan lain dilakukan saat subjek
akan masuk sekolah TK oleh seorang sarjana
psikologi yang saat pemeriksaan sedang menempuh
pendidikan S2 Psikologi. Pemeriksaan tersebut
menggunakan Kuesioner Masalah Mental
Emosional (KMME), Gangguan Pemusatan
Perhatian dan Hiperaktivitas (GPPH), dan
Kuesioner Pra Skrining Perkembangan (KPSP).
Hasil pemeriksaan menunjukkan bahwa terdapat
kecurigaan pada Gangguan Mental Emosional dan
beresiko tinggi mengalami Gangguan Pemusatan
Perhatian dan Hiperaktivitas.
Di Rumah Psikologi Mata Air, GA
diperiksa oleh psikolog dan diberikan intervensi
oleh terapis wicara serta terapis okupasi. Terapi
wicara dan terapi okupasi masing-masing
dilakukan satu kali dalam satu minggu. Namun saat
ini, GA hanya melakukan terapi okupasi saja di
Rumah Psikologi Mata Air Ambarawa.
2) Subjek 2
Hasil pemeriksaan yang dilakukan oleh
psikolog Rumah Psikologi Mata Air menunjukkan
bahwa FR mengalami keterlambatan bicara (speech
delay). Speech delay yang dialami oleh FR
disebabkan oleh penggunaan gadget. Anak diberi

102
tantangan Bahasa Inggris melalui Youtube, namun
dalam kehidupan sehari-hari FR menggunakan
Bahasa Indonesia.
“R awal datang tantrum, melas gitu
modelnya. Telatnya banyak banget
dia. Penyebab awalnya yaitu karena
gadget, karena dikasih tantangannya
itu seperti tontonan Bahasa Inggris,
sedangkan jika di rumah bicara
memakai Bahasa Indonesia.”

Sebelumnya, FR telah diperiksakan ke


dokter spesialis anak dan dinyatakan bahwa FR
mengalami speech delay. FR juga sempat menjalani
terapi di Rumah Sakit, namun sudah berhenti.
Berikut petikan wawancara dengan orang tua FR:
“Saya konsultasi dengan dokter anak
dan disuruh tes pendengaran, karena
riwayat lahirnya itu biru (nggak
bagus). Kata dokternya ya
kemungkinan karena kelahirannya
itu.”

Berikut petikan wawancara dengan terapis:


“Awalnya dia terapi di Rumah Sakit
X dan masih saya suruh okupasi tetapi
tidak lanjut, sedangkan untuk terapi
wicara masih butuh pendampingan
okupasi.”

Setelah dibawa ke Rumah Psikologi Mata


Air, FR diberikan intervensi berupa terapi wicara.
Terapi okupasi tidak diberikan di Rumah Psikologi

103
Mata Air, karena saat itu FR telah mengikuti terapi
okupasi di Rumah Sakit. Namun saat ini subjek
telah berhenti terapi okupasi di Rumah Sakit dan
hanya mengikuti terapi wicara di Rumah Psikologi
Mata Air.
3) Subjek 3
KS diketahui mengalami speech delay
ketika akan memasuki sekolah TK. KS lalu dibawa
ke Rumah Psikologi Mata Air guna mengetahui
penyebabnya. Di Rumah Psikologi Mata Air, KS
diperiksa oleh psikolog. Hasil diagnosisnya yaitu
KS mengalami speech delay, sedangkan
perkembangan yang lain normal. Keterlambatan
bicara (speech delay) yang dialami oleh KS
disebabkan karena riwayat kehamilan sang ibu
yang psikologisnya tertekan. Selanjutnya, KS
diberi intervensi oleh terapis okupasi dan terapis
wicara di Rumah Psikologi Mata Air. Saat ini, KS
hanya menjalani terapi wicara guna memperbaiki
artikulasinya saja. Berikut wawancara dengan
terapis KS:
“KS itu punya saudara kembar,
namun perkembangannya cepat yang
KS. Dia hanya tinggal pembetulan
artikulasi seperti 'r' yang belum jelas,
namun 'r' itu bisa sampai umur 7-8
tahun. Awalan datang sudah bagus,

104
okupasi juga namun lebih banyak
yang wicaranya.”

b. Penanganan Dua Arah


1) Subjek 1
Penanganan dua arah yang diberikan
terhadap GA yaitu dengan menghentikan sementara
terapi wicara dan tetap melakukan terapi okupasi.
Hal ini dilakukan karena GA masih membutuhkan
bantuan dalam menjalani kehidupannya sehari-hari.
Berikut petikan wawancara dengan terapis GA:
“GA saat ini hanya mengikuti
terapi okupasi saja, karena untuk
menjalani hari-harinya itu dia masih
belum bisa. Dulu sudah barengan
terapi okupasi sama wicara, namun
orang tuanya minta buat GA fokus
terapi okupasi dulu saja. Jadi kita juga
memfokuskan pada okupasi dahulu,
baru nanti bisa lanjut yang wicara.”

Selain itu, semenjak orang tua diberi


edukasi atau konseling mengenai cara menangani
GA, mereka semakin lebih berhati-hati dalam
bertindak. Orang tua juga lebih sering menyikapi
GA dengan santai dan sabar saat dia menangis.
Berikut petikan wawancara dengan ibu GA:
“Ya nanti kita kasih pilihan mau
nangis dulu atau mau diam. Kalau
diam ya berarti dia nangis dulu. Kalau
sudah mau diam, minum sambil

105
sesenggukan dia. Biasanya kita tahu
dia nangisnya karena apa ya saya
nanti bilang “maaf ya ibu marahin
kamu, karena kamu salah. Kalau
seperti ini itu nggak boleh, bahaya.”
Nanti dia tambah marah nangis, ya
sudah saya biarkan dia nangis sampai
selesai.”

2) Subjek 2
Setelah FR dibawa ke Rumah Psikologi
Mata Air, orang tua diberi edukasi dan konseling
mengenai apa yang sebaiknya dilakukan terhadap
FR oleh psikolog dan terapis. Contohnya ketika FR
ingin bermain HP, orang tua harus
menyembunyikan HP-nya agar subjek tidak
kecanduan untuk bermain HP. Berikut petikan
wawancara dengan terapis FR:
“Saya bilang ke mamanya untuk
disembunyikan saja HP-nya, nangis
nggak apa-apa. Soalnya kalau tidak
seperti itu, nanti nangis menjadi
senjata andalan dia untuk meminta.”

Saat FR berhenti melakukan terapi okupasi,


terapis sudah meminta orang tuanya untuk
melanjutkan terapi okupasi, namun tetap tidak
lanjut. Berikut petikan wawancara dengan terapis
FR:
“Awalnya dia terapi di Rumah Sakit
X dan masih saya suruh okupasi tetapi

106
tidak lanjut, sedangkan untuk terapi
wicara masih butuh pendampingan
okupasi.
3) Subjek 3
Terapis memberikan edukasi kepada orang
tua KS terkait hal-hal yang harus dilakukan KS di
rumah agar perkembangannya meningkat. Sebagai
contoh, terapis memberi nasihat kepada orang tua
untuk lebih memperhatikan anaknya, tidak
membanding-bandingkan anaknya dengan anak
lain, tidak membatasi aktivitas anak, dan berusaha
mengajak anak untuk berdiskusi. Orang tua KS juga
berusaha meleskan piano KS, karena KS senang
bernyanyi. Berikut wawancara dengan terapis KS:
“Sekarang dileskan piano sama
mamanya. Dulu stimulasi pakai lagu,
semenjak itu dia sering nyanyi
walaupun belum jelas tetapi sudah
membentuk nadanya.”

c. Stimulasi bagi Anak Speech Delay


1) Subjek 1
Setelah dilakukan pemeriksaan di sekolah,
GA diberikan intervensi berupa pemberian
konseling dengan orang tua, pemberian stimulasi
perkembangan pada aspek bahasa dan sosial
mandiri, serta dirujuk ke biro psikologi. Di biro

107
Rumah Psikologi Mata Air, GA diberikan
intervensi berupa terapi okupasi dan terapi wicara.
Terapi okupasi di Rumah Psikologi Mata
Air dilakukan dengan menggunakan berbagai
macam permainan, seperti permainan balancing
ring, menendang bola, dan menyusun puzzle.
Terapi wicara dilakukan menggunakan flashcard.
Selain itu, GA juga diberikan stimulasi melalui
permainan meniup gelembung serta pemberian
reaksi dengan suara “yeay” dan tepuk tangan ketika
berhasil melakukan sesuatu sehingga akan diulangi
oleh subjek sendiri. Hasil wawancara dengan
terapis sebagai berikut:
“Kalau untuk GA itu kita kasih terapi
okupasi dan wicara, namun sejak
beberapa bulan lalu GA berhenti
melakukan terapi wicara dan hanya
melakukan terapi okupasi saja kalau
di sini. Terapi okupasi yang kita
berikan ke GA itu dengan permainan.
Permainannya itu bermacam-macam,
seperti melemparkan ring ke dalam
cone-nya, lalu menendang bola,
menyusun puzzle, dan kemarin itu
saya kasih permainan meniup
gelembung juga.”

Terapi wicara dilakukan untuk


meningkatkan komunikasi anak dengan
merangsang bahasa verbal. Terapi wicara akan

108
lebih efektif apabila dibantu dengan terapi okupasi.
Jika tidak dibantu terapi okupasi, kemampuan anak
masih kurang. Berikut petikan wawancara dengan
terapis:
“Kalau kelebihan terapi wicara itu
merangsang bahasa verbal. Untuk
kekurangannya, jika tidak dibantu
okupasi maka kemampuan anak
masih kurang.”

2) Subjek 2
Upaya yang dilakukan oleh terapis Rumah
Psikologi Mata Air untuk meningkatkan
perkembangan FR yaitu dengan terapi wicara.
Sebelum menjalani terapi wicara di Rumah
Psikologi Mata Air, FR telah menjalani terapi
okupasi di sebuah rumah sakit di daerahnya. Saat
ini, FR hanya menjalani terapi wicara saja di
Rumah Psikologi Mata Air dengan durasi terapi 60
menit per minggu. Berikut wawancara dengan
terapis wicara:
“(FR) sudah berusia 5 tahunan,
sehingga masa emasnya sudah mulai
menghilang dan telat untuk ditangani
dengan terapi. Awalnya dia terapi di
Rumah Sakit X dan masih saya suruh
okupasi tetapi tidak lanjut, sedangkan
untuk terapi wicara masih butuh
pendampingan okupasi.”

109
Sama seperti GA, FR juga terapi wicara
menggunakan media flashcard. Terapis
menunjukkan 1 kartu bergambar kepada FR
kemudian terapis menyebutkan nama gambar
tersebut berkali-kali agar FR menirukan suaranya.
Saat FR teralihkan perhatiannya dari kartu-kartu
bergambar tersebut, terapis langsung menarik
perhatiannya kembali dengan berkata “Mas FR ayo
lihat sini” dan terapis pun melanjutkan sesi terapi.
Selain itu, terapis juga memberikan stimulasi
pengulangan kata atau kalimat ketika FR sedang
bermain atau berkegiatan lain seperti menggambar,
mewarnai, dan menyanyi.
Selain meningkatkan perkembangan FR
dengan terapis wicara, orang tua FR juga berupaya
meningkatkan perkembangan FR. Beberapa upaya
tersebut antara lain mulai membatasi akses gadget
kepada FR, terus mengajak anak untuk berbicara,
dan mencoba menyuruh anak untuk bermain di luar
bersama teman-temannya. Orang tua juga
mengikuti arahan terapis untuk memberi perhatian
lebih kepada FR, berusaha tidak bermain
handphone saat bersama FR, dan memberi
stimulasi-stimulasi guna meningkatkan
perkembangan anak.

110
3) Subjek 3
Upaya yang dilakukan oleh terapis Rumah
Psikologi Mata Air dalam meningkatkan
perkembangan KS yaitu dengan terapi okupasi dan
terapi wicara. Daripada terapi okupasi, KS lebih
berfokus dan lebih banyak melakukan terapi
wicara. Berikut petikan wawancara dengan terapis
KS:
“Terapi okupasi dan terapi wicara.
(KS) Awalan datang sudah bagus,
okupasi juga namun lebih banyak yang
wicaranya.”

KS saat ini sudah tidak melakukan terapi


okupasi, dan hanya melakukan terapi wicara.
Terapi wicara memiliki banyak manfaat, salah
satunya yaitu dapat merangsang bahasa verbal
anak. Jika terapi wicara tidak dilakukan bersamaan
dengan terapi okupasi, maka kemampuan anak
masih kurang, karena terapi okupasi berperan
dalam membantu terapi wicara. Berikut petikan
wawancara dengan terapis KS:
“Kelebihan terapi wicara itu dapat
merangsang bahasa verbal.
Kekurangannya jika tidak dibantu
okupasi, kemampuan anak masih
kurang.”

111
Terapi wicara yang dilakukan oleh KS sama
seperti yang dilakukan oleh FR, di mana terapis
menggunakan media flashcard. Flashcard ini
memiliki bermacam-macam jenis, ada yang
bergambar hewan, buah-buahan, sayur, dan benda
yang ditemui sehari-sehari. Selain menggunakan
media flashcard, terapis juga menggunakan media
buku cerita bergambar. Melalui buku cerita
bergambar ini, subjek disuruh untuk membaca
disertai gambar sebagai penjelasnya. Selain itu,
subjek juga diberi stimulasi menggunakan lagu.
Berikut petikan wawancara dengan terapis KS:
“Sekarang dileskan piano sama
mamanya. Dulu stimulasi pakai lagu,
semenjak itu dia sering nyanyi
walaupun belum jelas tetapi sudah
membentuk nadanya.”

Selain intervensi melalui terapi okupasi dan


terapi wicara, terapis juga memberikan stimulasi
kepada KS saat di rumah. Stimulasi tersebut dapat
melalui berbagai program, seperti memberikan
perintah untuk berinteraksi dengan banyak orang,
FR diminta untuk bercerita, bernyanyi, dan
melakukan kegiatan yang mendukung lainnya.
Berikut petikan wawancara dengan terapis KS:
“Memberikan stimulasi di rumah
dengan banyak program, karena di

112
tempat terapi hanya 60 menit per
minggu. Terapi wicara dan okupasi
juga bisa menjadi strategi. Sosialisasi
dengan anak juga untuk melihat
apakah anak sudah bisa bergabung
dengan temannya atau belum dan
kebanyakan sudah bisa.”
d. Orang Tua
1) Subjek 1
Orang tua GA membatasi pemakaian
gadget, namun tidak dengan waktu pemakaiannya.
Orang tua GA membiarkan GA menonton di
youtube secara offline, yaitu dengan
mengunduhnya terlebih dahulu. Berikut kutipan
wawancara dengan orang tua GA:
“Kalau di rumah ya nonton TV atau
lihat video youtube. Kalau nonton tv,
yang sering ditonton itu Rtv dan kalau
diganti salurannya dia tahu, saat
ditonton itu berita paling dimatikan tv-
nya dan saat kartun yang dia tidak
sukai juga dia matikan tv-nya. Kalau
video di Youtube itu kami yang men-
download-kan terus dia nanti tinggal
nonton aja.”
Orang tua GA menerapkan diet makan
kepada GA, yaitu dengan membatasi jumlah gula
yang dimakan oleh GA. Saat bermain, orang tua
GA hanya mengawasi GA saja dan tidak ikut
terlibat. Orang tua GA juga memberikan
persyaratan saat GA menginginkan sesuatu dan

113
menjadwalkan waktu untuk membeli mainan, yaitu
dua kali sebulan. Saat GA tantrum, orang tuanya
memberikan ruang kepada GA untuk menangis
sepuasnya dahulu. Setelah GA lebih tenang, orang
tuanya akan menghampiri GA.
Kedua orang tua GA sama-sama bekerja,
sehingga mereka secara bergantian mengasuh GA.
Kedua orang tua GA cenderung membiarkan GA
untuk bermain sesuka hatinya, dengan syarat tidak
bertentangan dengan norma. Orang tua juga
cenderung menuruti suasana hati anak ketika akan
mengajarkan pelajaran sekolah, termasuk membaca
buku.
2) Subjek 2
Sebelumnya, orang tua FR cenderung
memberi akses FR gadget sepuasnya, namun
setelah menjalani terapi orang tua FR menjadi
membatasi aktivitas FR dalam bermain gadget. Saat
di rumah, orang tua FR belajar dan membantu FR
mengerjakan tugas sekolahnya. Walaupun begitu,
orang tua FR jarang mengajak anak untuk membaca
bersama.
Orang tua FR menerapkan diet makan
seperti pada GA, yaitu diet makanan yang
mengandung gula. Orang tua FR juga mengawasi

114
FR saat beraktivitas, namun tidak terlibat dengan
aktivitas anak. Ayah FR cenderung memanjakan
FR dengan membelikan apapun yang diinginkan
FR.
3) Subjek 3
KS cenderung diberi kebebasan dalam
penggunaan gadget atau media digital lainnya,
karena orang tuanya yang sibuk bekerja dan masih
mengurus adiknya yang masih kecil. KS juga jarang
memiliki waktu bersama dengan kedua orang
tuanya saja karena selain ayahnya yang merantau,
KS memiliki 4 saudara lain sehingga lebih banyak
menghabiskan waktunya bersama dengan
saudaranya yang lain. Ketika KS menginginkan
sesuatu, orang tuanya cenderung menuruti
keinginan KS. Orang tua KS juga menjadwalkan
kegiatan anak, seperti bersekolah, les piano, dan
terapi wicara.

4. Faktor yang Memengaruhi Perkembangan Psikososial


Anak Speech Delay
a. Moral
1) Subjek 1
Perkembangan moral GA belum
berkembang dengan baik. GA masih melakukan
hal-hal yang dia inginkan, entah itu bertentangan

115
dengan norma atau tidak. Seperti duduk di kursi
putar yang digunakan gurunya untuk duduk,
berkeliling ruangan ketika gurunya menjelaskan
materi, dan mengambil barang milik temannya
tanpa izin.
GA juga belum mengerti aturan-aturan yang
berlaku. Seperti harus duduk ketika gurunya
menjelaskan, aturan saat bermain permainan
kelompok, aturan meletakkan sepatu di rak sepatu
dan aturan bahwa tidak boleh membuang sampah
sembarangan. Saat GA ditegur karena tidak
menaati peraturan yang berlaku, seperti membuang
sampah pada tempatnya, GA baru akan
melaksanakannya.
GA juga masih mengulangi perbuatan yang
salah. Contohnya, ketika tidak boleh membuang
daun ke wastafel, GA masih melakukannya
walaupun sudah ditegur beberapa kali. GA juga
harus diingatkan berkali-kali agar dia tidak
mengulangi perbuatan yang salah. berikut petikan
wawancara dengan guru sekolahnya:
“Iya (sudah mengetahui perbuatan
yang benar dan salah), namun masih
harus didampingi dan diingatkan
terus.”

116
2) Subjek 2
Perkembangan moral FR masih belum
berkembang dengan baik. FR masih meludahi guru
sekolah dan terapis, jika FR tidak menyukai hal
yang diperintahkan. Selain itu, FR juga masih
mengambil jajanan temannya tanpa izin. Berikut
petikan wawancara peneliti dengan guru sekolah
FR:
“Dia itu kalau tidak setuju dengan apa
yang dia kehendaki, dia ngeludahin
saya. Kalau menurut saya, dia belum
(mengerti hal yang salah dan benar),
karena kadang dia ambil jajanan
temannya terus dimakan.”

FR sudah sedikit mengerti aturan, namun


belum dapat menaatinya. Seperti aturan untuk
duduk saat guru menjelaskan, FR masih belum
mengerti dan malah berkeliling ruangan. Berikut
petikan wawancara peneliti dengan terapis:
“R masih minim mengerti perintah,
namun sudah mulai mengerti.”

FR juga masih mengulangi perbuatan yang


salah, walaupun sudah diingatkan berkali-kali.
Seperti saat diajak duduk karena dia berkeliling saat
guru mengajar, dia tetap berkeliling dan tidak
duduk di kursinya. Berikut petikan wawancara
dengan guru sekolahnya:

117
“Kalau dia melakukan hal yang salah,
dia akan mengulangi lagi sekali dua
kali walaupun sudah diberitahu. Tapi
ada beberapa hal yang tidak dia ulangi
lagi, karena dia sudah paham.”
3) Subjek 3
Perkembangan moral KS sudah
berkembang dengan baik. KS sudah mengerti hal-
hal yang berkaitan dengan norma dan tidak
melanggarnya. Seperti contoh, KS menghormati
guru sekolah dengan tidak bermain sendiri ketika
jam pelajaran sedang berlangsung, mengucapkan
terima kasih ketika mendapat bantuan, memberi
bantuan kepada temannya, dan berbagi permainan
dengan temannya.
KS juga sudah mengetahui dan menaati
peraturan yang ada. Saat di sekolah, KS tidak
pernah datang terlambat, selalu meletakkan sepatu
di rak sepatu, dan selalu meminta izin ketika akan
pergi ke toilet.
Selain itu, KS juga tidak mengulangi
perbuatan yang salah. Ketika KS ditegur saat
melanggar aturan, KS langsung memperbaiki
sikapnya. Secara umum, KS sudah mengerti
perbuatan yang benar ataupun salah dan tidak
mencoba mengulangi perbuatan yang salah.

118
b. Gender
1) Subjek 1
Perkembangan gender GA masih belum
berkembang dengan baik. GA masih belum
mengerti antara laki-laki dan perempuan. Selain itu,
permainan GA juga belum sesuai dengan asosiasi
gendernya. GA menyukai pelajaran memasak saat
di sekolah, yang mana memasak diasosiasikan
dengan permainan anak perempuan. Saat berada di
tempat terapi pun, GA juga bermain masak-
memasak menggunakan alat-alat yang tersedia.
Hasil wawancara dengan guru sekolahnya sebagai
berikut:
“Misalnya cooking, outbond itu
antusiasmenya tinggi sekali,
sedangkan mewarnai, menggunting
itu dia kurang tertarik tetapi ketika dia
didampingi, dia mau melakukannya.
Kalau cooking kan ada kompor,
panci, wajan gitu dia tertarik sekali,
ingin maju duluan, ingin selalu di
depan, ingin mencoba duluan.”

Walaupun demikian, GA juga menyukai


berbagai permainan yang diasosiasikan dengan
anak laki-laki. Permainan yang disukainya antara
lain mobil-mobilan, kereta, puzzle, dan robot. Jadi,
GA masih bermain segala permainan yang dia

119
sukai, entah itu diasosiasikan dengan anak laki-laki
ataupun dengan anak perempuan.
2) Subjek 2
Perkembangan gender FR masih belum
berkembang dengan baik. FR masih belum
mengerti antara laki-laki dan perempuan. Saat
mengajak bermain, FR memegang atau mengelus
kepala temannya tanpa memerdulikan apakah
teman yang diajak itu laki-laki atau perempuan.
Selain itu, permainan FR juga belum sesuai dengan
asosiasi gendernya. Saat berada di tempat terapi,
FR lebih sering bermain masak-memasak
menggunakan pasir sebagai nasi atau sayurnya.
Hasil wawancara dengan orang tua, guru sekolah,
dan terapis sama-sama mengatakan bahwa FR
belum mengerti perbedaan gender. Berikut hasil
wawancara dengan orang tua subjek:
“Dia belum mengerti (antara laki-laki
dengan perempuan).”
3) Subjek 3
Perkembangan gender KS sudah
berkembang dengan baik. KS lebih menyukai
permainan yang diasosiasikan dengan anak
perempuan, seperti masak-memasak, boneka, dan
permainan feminim lainnya. Selain itu, KS juga
sudah mengerti antara anak laki-laki dan anak

120
perempuan. Saat di sekolah, KS sudah tidak ingin
auratnya dilihat oleh teman laki-lakinya. Berikut
petikan wawancara dengan guru sekolah KS:
“Sudah (mengerti antara anak laki-
laki dan perempuan), karena ada
kegiatan outbond itu ada ganti baju
mereka sudah malu jika auratnya
dilihat oleh teman laki-lakinya.”
c. Permainan
1) Subjek 1
GA lebih banyak menghabiskan waktunya
untuk bermain sendiri. Permainan yang disukai
oleh GA seperti mobil-mobilan, kereta api, robot,
dan puzzle. Saat bermain, GA cenderung tidak
menyelesaikan permainannya sampai selesai dan
berlalu mencari permainan yang lain. Berbeda jika
GA diberi dorongan dan pendampingan, GA dapat
menyelesaikannya dengan baik. Berikut hasil
wawancara dengan Ibu GA:
“Di sukanya mobil, kereta, robot.
Kalau beli kereta itu sampai beberapa
pasang. Soalnya dia penasaran di
dalamnya. Tapi kebanyakan kereta.”
GA belum dapat bermain permainan yang
membutuhkan kerja sama tim. Saat bermain petak
umpet dengan teman-temannya, GA belum
mengerti aturan dan hanya ikut bersembunyi saja.
Daripada bermain bersama teman-temannya, GA

121
lebih menikmati bermain sendiri. Hasil wawancara
dengan Ayah Amin selaku guru sekolahnya:

“Mas GA ini kalau main sama


temennya ya sekedar ikut-ikutan saja,
jadi belum bisa menikmati lah
istilahnya kalau main sama teman-
temannya. Misalnya main petak
umpet, ya dia ikutan sembunyi tapi ya
cuma sekedar ngikut aja.”
2) Subjek 2
FR cenderung menghabiskan waktunya
untuk bermain sendiri daripada bermain permainan
kelompok. Permainan yang dilakukan oleh FR juga
masih sederhana dan tidak menggunakan peraturan.
Saat di rumah, permainan yang sering dimainkan
yaitu truk. Saat berada di tempat terapi, FR lebih
sering bermain masak-memasak menggunakan alat
mainan tiruan. Selain itu, FR juga suka bermain
menggunakan plastisin. Jika di sekolah, FR lebih
sering bermain balok, puzzle, dan permainan
merangkai benda. Berikut petikan wawancara
dengan guru sekolah FR:
“Yang disukai itu balok, puzzle gitu.”
3) Subjek 3
KS lebih menikmati permainan individu
yang tidak membutuhkan kerja sama tim. KS
menyukai permainan yang bersifat membangun.
Permainan yang menyebabkan baju kotor seperti

122
outbond kurang diminati oleh KS. Dalam bermain,
KS tidak membutuhkan dorongan dari orang lain,
jika dia ingin bermain, maka dia akan langsung
bermain. Berikut pernyataan dari guru sekolah KS:
“Kalau KS menikmati bermain
sendiri seperti membangun. KS tidak
suka permainan yang kotor-kotor
seperti outbond.”
d. Pola Asuh
1) Subjek 1
Pada awalnya, orang tua GA membatasi
segala aktivitas anaknya. Selain itu, GA juga sering
dimarahi ketika melakukan kesalahan. Sejak GA
dibawa ke Rumah Psikologi Mata Air, perlakuan
orang tua kepada GA sudah berubah menjadi lebih
baik. Orang tua mulai memberi perhatian lebih
kepada GA, mulai bersabar menghadapi tingkah
laku GA, tidak lagi memarahi GA ketika dia
membuat kesalahan, dan mencoba mengikuti saran-
saran yang diberikan terapis untuk perkembangan
GA. Orang tua juga memberi jadwal membeli
mainan kepada GA dan mencoba memberi
pengertian bahwa tidak setiap mereka berbelanja
maka mereka akan membeli mainan.
Orang tua memberi kebebasan kepada GA
mengenai apa yang ingin dia lakukan, tetapi orang
tua tetap mengawasinya. Orang tua juga selalu

123
mendorong anak untuk mencoba hal-hal baru dan
mencoba menuntun anak jika anak belum bisa
melakukannya sendiri.
2) Subjek 2
FR memiliki hubungan yang baik dengan
orang tuanya. Sehari-hari, subjek diasuh oleh orang
tuanya, terutama oleh ibunya. Ibu FR membatasi
aktivitas subjek hanya di dalam rumah, namun
sesekali ibunya menyuruh untuk keluar rumah. Saat
bermain di luar rumah, ibu FR tetap mengawasi FR
dengan mengikuti FR bermain.
Ibu FR cenderung sedikit bicara dan hanya
berbicara yang penting saja. Saat ibu FR
diwawancarai oleh peneliti, ibu FR lebih sering
hanya menjawab pertanyaan yang diajukan saja dan
harus dipancing agar bercerita lebih banyak. Ayah
FR juga ikut menimbrung dalam wawancara,
namun hanya sesekali dan hanya menambahi
jawaban yang diberikan istrinya.
Ibu FR berperan penting dalam
perkembangan FR. Dalam hal mengerjakan
pekerjaan sekolah FR, ibunya selalu membimbing
subjek dalam mengerjakannya. Ibunya juga selalu
mengantar dan menjemput subjek sekolah.

124
3) Subjek 3
Hubungan antara KS dengan orang tuanya
cukup baik. Sehari-hari, KS tinggal bersama ibunya
dan juga 4 saudara kandungnya. Untuk jalinan
hubungan dengan ayahnya kurang, dikarenakan
ayahnya yang tinggal di luar pulau dan hanya
pulang beberapa kali dalam setahun. Ibu KS
memperlakukannya dengan cukup baik, di mana
selalu mengantar dan menjemput KS saat sekolah,
terapi, maupun les. Jika ibunya tidak bisa
mengantar atau menjemputnya, beliau akan
meminta bantuan kepada ojek kepercayaan
keluarganya untuk mengantar atau menjemput
anak-anaknya. Ibu KS berusaha secara adil dalam
memperlakukan anak-anaknya. Seperti contohnya,
jika minggu lalu saudara kembar KS diajak jalan-
jalan ke toserba setelah terapi, maka minggu ini
ganti KS yang diajak jalan-jalan ke toserba.
Walaupun begitu, pernah suatu saat ketika saudara-
saudara yang lain dibelikan mainan dan hanya KS
saja yang tidak dibelikan mainan, KS secara besar
hati menerima itu dan tidak merengek meminta
mainan seperti saudara yang lain.
Dalam hal kebebasan kepada anak, orang
tua membatasi tingkah laku KS. KS hanya

125
diperbolehkan bermain di dalam rumah dan di
pekarangan rumah saja. Hal ini membuat KS hanya
berinteraksi dengan anggota keluarga saja dan
kurang berinteraksi dengan tetangganya.

e. Teman Sebaya
1) Subjek 1
Di lingkungan rumah, subjek tidak
memiliki teman sebaya yang bermain bersamanya.
Hanya seorang adik sepupunya saja yang menjadi
teman sebayanya, namun mereka juga jarang
bertemu. Berikut hasil wawancara dengan orang tua
GA:
“Kalau teman yang dekat rumah itu ya
adiknya tapi jarang ketemu. Sama
teman-teman sekolahnya. Kalau ada
teman pun, GA lebih sering berlari-
lari dan jarang ikut berkumpul
bersama teman yang lain.”
Di lingkungan sekolah, teman subjek
hanyalah teman-teman di kelasnya. Subjek belum
dapat berbaur dengan mudah bersama dengan
teman-temannya, namun akhir-akhir ini dia mulai
bergabung walaupun hanya sekedar ikut-ikutan
saja. Subjek jarang mengajak bermain teman-
temannya dan teman-temannya pun juga jarang
mengajaknya bermain. Hal ini dikarenakan GA
selalu mencari kesenangannya sendiri dan

126
menikmati bermain sendiri. Berikut hasil
wawancara dengan guru sekolah GA:
“Akhir-akhir ini dia ikut menimbrung
teman-temannya saat bermain petak
umpet, polisi-polisian meskipun di
situ dia hanya ikut-ikutan saja tetapi
sudah bergabung dengan teman-
temannya.”
2) Subjek 2
Perkembangan hubungan dengan teman
sebaya FR kurang. FR tidak memiliki banyak teman
sebaya. Di lingkungan rumahnya, FR tidak
memiliki teman yang sebaya dengannya. Dia hanya
memiliki teman sebaya di sekolahnya. Saat di
sekolah, FR belum membaur dengan teman-
temannya. FR lebih sering menyendiri, dalam artian
bermain sendiri dan tidak bergabung dengan teman-
temannya.
FR jarang mengajak bermain teman-
temannya. Saat mengajak bermain temannya, FR
memegang atau mengelus kepala temannya.
Setelah mengelus kepala temannya, FR
melanjutkan bermain sendiri tanpa memerdulikan
reaksi temannya. berikut petikan wawancara
peneliti dengan guru sekolahnya:
“Kalau mas FR ngajak main teman-
temannya itu dengan cara memegang
atau mengelus kepala temannya.

127
Kalau sudah memegang/mengelus
kepala temannya, ya sudah dia
mainan sendiri lagi.”
3) Subjek 3
Hubungan antara KS dengan teman
sebayanya terjalin dengan baik. Walaupun di rumah
KS tidak berinteraksi dengan teman sebayanya
kecuali saudara kembarnya, saat di sekolah KS
dapat berbaur dengan teman-teman sekelasnya. KS
juga dapat memainkan permainan yang
membutuhkan kerja sama tim, meskipun dia lebih
senang bermain permainan individu. KS jarang
mengajak teman-temannya bermain bersama,
namun ketika dia diajak teman-temannya untuk
bermain bersama, dia akan bermain bersama. KS
memiliki sikap kooperatif, suka membantu teman,
dan suka berbagi permainan dengan teman-
temannya. Berikut petikan wawancara dengan guru
sekolah KS:
“K tidak pilih-pilih teman, namun
lebih senang bermain sendiri. KS itu
kooperatif dengan teman, suka
membantu teman juga. Selain itu, KS
suka berbagi permainan dengan
temannya dan tidak suka rebutan.”

128
f. Televisi
1) Subjek 1
Saat di rumah, GA banyak menghabiskan
waktunya untuk menonton televisi. Channel yang
sering ditontonnya adalah RTV. Channel tersebut
menayangkan banyak kartun dan animasi, seperti
Adit dan Sopo Jarwo, Monster Buster Club, Barbie
Dream House, dan lain sebagainya. Berikut petikan
wawancara dengan orang tua GA:
“Kalau di rumah ya nonton TV atau
lihat video youtube. Kalau nonton tv,
yang sering ditonton itu Rtv dan kalau
diganti salurannya dia tahu, saat
ditonton itu berita paling dimatikan
tv-nya dan saat kartun yang dia tidak
sukai juga dia matikan tv-nya. Kalau
video di Youtube itu kami yang men-
download-kan terus dia nanti tinggal
nonton aja.
2) Subjek 2
Tontonan FR yaitu video-video di youtube,
terutama yang berbahasa inggris. Sedari kecil, FR
oleh orang tuanya diberikan akses ke gadget,
sehingga FR telah akrab dengan Youtube dan
aplikasi-aplikasi menonton lainnya. Berikut petikan
wawancara dengan terapis FR:
“Penyebab awalnya yaitu karena
gadget, karena dikasih tantangannya
itu seperti tontonan Bahasa Inggris,

129
sedangkan jika di rumah bicara
memakai Bahasa Indonesia.”
3) Subjek 3
KS memiliki ketertarikan yang wajar
terhadap tayangan televisi. Dia tidak terlalu sering
menonton televisi, karena memiliki lebih banyak
kegiatan untuk mengembangkan kemampuannya,
seperti mengikuti terapi wicara dan juga les piano.
Berikut petikan wawancara dengan terapis KS:
“Sekarang dileskan piano sama
mamanya. Dulu stimulasi pakai lagu,
semenjak itu mereka sering nyanyi
walaupun belum jelas tetapi sudah
membentuk nadanya.”
B. Analisis Data
Berdasarkan uraian pada bagian deskripsi penelitian,
telah dipaparkan data beserta temuan yang diperoleh melalui
observasi, wawancara, dan dokumentasi-dokumentasi.
Berbagai temuan tersebut berkaitan dengan fokus penelitian
dan menjawab rumusan masalah dalam penelitian ini. Adapun
temuan-temuan tersebut mengungkap mengenai gambaran
perkembangan psikososial pada anak speech delay, upaya yang
dilakukan oleh terapis dalam meningkatkan perkembangan
anak speech delay, dan mengungkap faktor-faktor yang
memengaruhi perkembangan psikososial anak speech delay di
Rumah Psikologi Mata Air Ambarawa.

130
1. Analisis Kondisi Psikososial Subjek
Peneliti menganalisis kondisi psikososial ketiga
subjek menggunakan teori psikososial dari Erik Erikson.
Erikson berpendapat bahwa perkembangan psikososial
dihasilkan dari hubungan antara proses-proses kematangan
individu dengan berbagai tuntutan sosial dalam kehidupan.
Dalam teorinya, Erikson membagi perkembangan
psikososial manusia menjadi 8 tahap perkembangan.
Ketiga subjek dalam penelitian ini merupakan anak
dengan rentang usia 5-6 tahun, sehingga ketiga subjek
tersebut masuk ke dalam tahap psikososial Lokomotor-
Genital. Tahapan Lokomotor-Genital ini merupakan
tahapan perkembangan psikososial untuk anak usia 3
hingga 6 tahun. Pada tahapan ini, isu psikososial yang
muncul yaitu inisiatif versus rasa bersalah (Salkind, 2015).
Dalam penelitian ini, peneliti mengambil 3 anak
yang mengalami speech delay sebagai subjek penelitian.
GA merupakan anak laki-laki berusia 5 tahun 8 bulan dan
sudah menjalani terapi selama hampir satu tahun. FR
merupakan anak laki-laki berusia 5 tahun dan telah
menjalani terapi kurang lebih dua tahun. KS merupakan
anak perempuan berusia 6 tahun dan telah menjalani terapi
selama kurang lebih dua tahun. Saat ini, GA dan FR duduk
di bangku TK A, sedangkan KS duduk di bangku TK B.

131
Kondisi psikososial ketiga subjek menunjukkan
bahwa perkembangannya tidak berbeda jauh dengan teman
sebayanya. Dalam hal inisiatif, ketiga subjek menunjukkan
perkembangan yang belum sempurna. 2 subjek
menunjukkan perkembangan psikososial yang belum
berkembang dengan baik, sedangkan 1 subjek
menunjukkan perkembangan psikososial yang hampir
mendekati perkembangan psikososial seperti anak normal
pada umumnya. 2 subjek menunjukkan interaksi yang
kurang dengan orang lain, sedangkan 1 subjek
menunjukkan bahwa dia menarik diri dari lingkungan.
Inisiatif merupakan perkembangan yang muncul di
masa anak-anak awal. Inisiatif ini didorong oleh hati nurani
dalam menghadapi tantangan baru yang memaksanya
untuk mengembangkan tindakan yang aktif dan terarah
(Santrock, 2015). Berdasarkan hasil penelitian, kedua
subjek memiliki perkembangan psikososial yang cukup
dan satu subjek lain memiliki perkembangan psikososial
yang baik. 5 dari 10 karakteristik inisiatif GA dan FR telah
berkembang dengan baik. Sementara subjek KS memiliki
7 dari 10 karakteristik inisiatif yang telah berkembang
dengan baik. Perkembangan psikososial dikatakan baik,
jika memenuhi 8 dari 10 karakteristik. Perkembangan
psikososial dikatakan cukup jika memenuhi 6-7 dari 10
karakteristik. Sementara perkembangan psikososial

132
dikatakan kurang jika karakteristik yang terpenuhi kurang
dari 5 karakteristik.
Ketiga subjek sama sekali belum menikmati
bermain dengan teman sebaya salah satu subjek terlihat
menarik diri dari lingkungan. Hal ini berarti kemampuan
sosial ketiga subjek belum berkembang dengan baik.
Kemampuan ini dipengaruhi oleh lingkungan tempat
tinggal subjek yang tidak ada teman sebaya di sekitarnya.
Riendravi (2018) menyebutkan dalam tulisannya yang
berjudul Perkembangan Psikososial Anak, bahwa seorang
teman adalah seseorang yang memiliki mainan yang
menarik, dekat dengan tempat tinggal mereka, dan
memiliki minat yang sama. Subjek yang menarik diri ini
sejalan dengan penelitian dari Muslimat et al (2020:8),
bahwa anak yang terlambat bicara akan menarik diri dari
masyarakat dan menghabiskan waktunya sendiri di rumah,
sehingga sulit untuk berinteraksi dengan orang lain.
Subjek GA dan FR suka mencoba hal yang baru dan
berbeda dengan anak lain. Ini berarti kemampuan imajinasi
dan kreativitas mereka telah berkembang dengan baik. Hal
ini sesuai dengan pernyataan Kozier (dalam
Yuniartiningsih, 2012) bahwa anak-anak yang berusia
antara 3 sampai 6 tahun mempunyai daya imajinasi aktif
dan kreatif yang terjadi saat anak bermain.

133
Perkembangan moral GA dan FR belum
berkembang dengan baik. GA dan FR belum mengetahui
hal yang benar dan salah, serta belum menaati peraturan
yang berlaku. Hal ini dapat dipengaruhi oleh lingkungan
dan orang tuanya. Subjek jarang berinteraksi dengan
lingkungan sekitar dan lebih banyak menghabiskan
waktunya di rumah bermain sendiri. hal ini sesuai dengan
pernyataan dari Riendravi (2018) bahwa dengan
berinteraksi dengan orang lain, anak-anak belajar untuk
memahami perilaku buruk yang seharusnya tidak
dilakukan.
Sama seperti perkembangan moral, perkembangan
gender GA dan FR juga belum berkembang dengan baik.
Subjek GA dan FR belum mengenal jenis kelamin antara
laki-laki dengan perempuan. Papalia (dalam
Yuniartiningsih, 2012) menyatakan bahwa anak-anak
berusia 3 hingga 6 tahun mulai diberikan petunjuk untuk
mengidentifikasi perbedaan gender antara anak laki-laki
dengan anak perempuan.
Kedua subjek FR dan KS telah mengenal warna
dengan cukup baik, khususnya warna dasar. Sementara
subjek GA belum mengenal warna dengan baik. Nugroho
(dalam Yuniartiningsih, 2012) menyatakan bahwa anak
usia 3-6 tahun dapat dikenalkan warna-warna untuk

134
membantu perkembangan otak dan meningkatkan daya
ingat anak.
Kemampuan bicara dan bahasa subjek GA dan FR
masih belum berkembang dengan baik. Perbendaharaan
kata yang dimiliki kedua subjek juga masih sedikit. Hal ini
menyebabkan kedua subjek belum mampu merangkai kata-
kata menjadi sebuah kalimat. Sementara kemampuan
bicara dan bahasa subjek KS telah berkembang dengan
cukup baik. Kondisi ini sejalan dengan pernyataan dari
National Institute of Child Health and Human
Development (dalam Istiqlal, 2021) bahwa anak dengan
keterlambatan bicara menunjukkan sikap enggan untuk
berbicara dan memilih untuk tidak berbicara.
Berdasarkan paparan mengenai karakteristik
inisiatif, dapat disimpulkan bahwa anak speech delay di
Rumah Psikologi Mata Air Ambarawa memiliki
perkembangan psikososial yang kurang. Hal ini
dikarenakan anak belum mampu bersosialisasi, belum
mengetahui norma dan aturan, tidak memiliki keterampilan
fisik baru, belum dapat merangkai kata dalam bentuk
kalimat dengan baik, belum mengerti tentang perbedaan
gender, tidak percaya diri, dan pesimis. Anak dikatakan
memiliki perkembangan psikososial yang baik jika anak
memiliki inisiatif, mampu berimajinasi, memiliki banyak
aktivitas, mampu mengatasi rintangan, tidak mudah

135
menyerah, mudah bersosialisasi, percaya diri, dan tidak
ragu-ragu atau takut salah.
2. Analisis Upaya Terapis dalam Meningkatkan
Perkembangan Subjek
Dalam menganalisis upaya meningkatkan
perkembangan anak speech delay, peneliti berpedoman
pada langkah intervensi yang dikemukakan oleh Tiel
(2015). Langkah tersebut diantaranya yaitu dengan
menggunakan pendekatan multidisiplin (termasuk dalam
mendeteksi, mendiagnosis, mengintervensi, dan dalam
pendidikannya), penanganan dua arah, laporan detail, dan
stimulasi.
Ketiga subjek sama-sama diberikan pemeriksaan
oleh Psikolog di Rumah Psikologi Mata Air, dan sama-
sama didiagnosis speech delay. Dalam memberikan
intervensi, ketiga subjek diberikan intervensi melalui terapi
okupasi dan terapi wicara. Selain itu, orang tua ketiga
subjek juga diberi edukasi dan konseling mengenai
gangguan yang dialami subjek. Hal ini sejalan dengan teori
intervensi yang diungkapkan oleh Tiel (2015), bahwa
dalam pendekatan multidisiplin memerlukan ortopedagog,
psikolog, dokter, ahli gangguan bicara dan bahasa, terapis
wicara, fisioterapis, terapis okupasi, hingga membutuhkan
dukungan dari orang tua.

136
Terapi wicara di Rumah Psikologi Mata Air
dilakukan oleh seorang terapis wicara yang telah
menempuh pendidikan D3 Terapi Wicara dan telah
berpengalaman selama 6 tahun. Terapi wicara adalah ilmu
yang bertujuan untuk mempelajari gangguan bicara dan
menggunakannya sebagai dasar untuk diagnosis dan
pengobatan. Terapi wicara digunakan untuk mengobati
anak-anak dengan gangguan komunikasi dan sering
ditemukan speech delay (Sunanik, 2013).
Terapis wicara menggunakan metode flashcard
dalam penanganannya. Subjek diperlihatkan kartu-kartu
bergambar lalu terapis mulai menyebutkan nama-nama dari
masing-masing kartu bergambar. Terapis akan terus
memperlihatkan kartu dan menyebutkan nama kartu
sampai subjek menirunya. Jika subjek teralihkan
perhatiannya dari kartu-kartu bergambar tersebut, terapis
akan memanggil nama subjek. Jika subjek masih belum
fokus kembali pada kartu bergambar, terapis akan mencoba
memegang wajah subjek agar subjek kembali
memperhatikan. Hal ini biasanya dilakukan pada GA dan
FR. Menurut Mirantisa dkk. (2021), gambar pada flashcard
dipercaya dapat meningkatkan memori nama tertentu dan
karakteristik berbagai objek, membantu pasien memiliki
lebih banyak kosakata untuk berbicara.

137
Terapi okupasi bertujuan untuk mengalihkan fokus
untuk mencegah neurosis, yang ditandai dengan
ketidakmampuan seseorang untuk mengatasi tantangan
atau harapan masyarakat yang mengganggu pemeliharaan
dan penyesuaian diri. Terapi okupasi mencakup
pertumbuhan intelektual, sosial, emosional, dan artistik,
bukan hanya aktivitas fisik saja (Desiningrum, 2016).
Subjek diberikan berbagai macam permainan dan
intervensi yang dapat menstimulasi perkembangannya.
Permainan seperti balancing ring, menendang bola,
menyusun puzzle, belajar sambil bernyanyi dapat
menstimulasi konsentrasinya. Permainan seperti meniup
gelembung/balon, latihan menyendok pasir, latihan
menggunting dan meremas kertas dapat menstimulasi oral
motor. Melalui latihan pengulangan kata atau kalimat dapat
memberi stimulasi pemrosesan informasi auditory pada
anak. Selain itu, bernyanyi dapat menstimulasi kelancaran
bicara anak. Tiel (2015) menyebutkan berbagai stimulasi
yang bisa dilakukan yaitu stimulasi pada konsentrasi,
pemrosesan informasi auditory, oral motor, dan
kemampuan bicara.
Stimulasi pada konsentrasi seperti belajar berbicara
sambil bergerak juga berkaitan dengan perkembangan
emosi dan seni. Sesuai dengan yang dipaparkan oleh
Xavier Tan (dalam Tiel, 2015), bahwa ketika anak speech

138
delay fokus pada gerakan, tetapi perkembangan emosional
dan artistik mereka juga baik, mereka dapat memanfaatkan
perkembangan konsentrasi ke arah ini.
Orang tua juga diberikan edukasi dan konseling
mengenai gangguan yang dialami anaknya. Biasanya
terapis memberikan stimulasi dengan berbagai program
kepada orang tua untuk dikerjakan anak saat di rumah.
Beberapa program atau kegiatan sederhana yang diberikan
terapis yaitu kegiatan meniup, menyedot, bermain dengan
teman sebaya, dan bermain di luar rumah. Hal ini sejalan
dengan penelitian yang dilakukan oleh Yuniari dan Juliari
(2020) bahwa terdapat berbagai kegiatan yang bisa
dilakukan oleh anak saat di rumah, antara lain kegiatan
meniup, bermusik, menyedot, menyikat gigi, bermain
puzzle, bermain dengan teman sebaya, bermain di luar
rumah, memberi atau meminta, dan latihan menyendok.
Berbagai kegiatan yang diberikan oleh terapis ini dapat
meningkatkan perkembangan anak, termasuk
perkembangan psikososial.
Selain itu, orang tua juga diberikan saran untuk
membatasi penggunaan media digital. Menurut Hill dkk.
(2016), anak-anak yang berusia 2-5 tahun dibatasi waktu
penggunaan media digitalnya hingga tidak lebih dari satu
jam per hari untuk memberikan waktu yang cukup bagi
anak-anak untuk terlibat dalam kegiatan lain yang penting

139
bagi kesehatan dan perkembangan mereka Selain itu,
terdapat orang tua yang sibuk bekerja, sehingga tidak
banyak menghabiskan waktunya untuk bermain bersama
anak. Hal ini mengakibatkan kurangnya kelekatan yang ada
antara anak dan orang tua. Orang tua juga disarankan untuk
melakukan diet makan pada anak yang bertujuan untuk
mengarahkan perilaku anak dan membuat anak menjadi
fokus. Hal ini sesuai dengan penelitian Lisyanti (2019),
bahwa dengan menerapkan diet makan pada anak dapat
membuat anak berperilaku lebih terarah dan menjadi fokus.
Seperti saat pertama kali datang, GA dan FR hanya
berlarian dan tidak bisa diam serta memiliki perilaku
agresif seperti membanting barang atau meludahi orang.
Semenjak subjek menjalani terapi, aktivitas seperti
berlarian tersebut sudah berkurang walaupun belum bisa
duduk dengan tenang. Perilaku membanting barang dan
meludahi orang lain yang ditampilkan FR juga sudah
berkurang intensitasnya. Hal ini menunjukkan peningkatan
perkembangan psikososial.
Terapis juga memberikan pijatan massage pada
subjek GA dan FR. Pijatan ini dapat dilakukan di sekitar
mulut dan dapat membuat anak lebih relax. Sesuai dengan
penelitian dari Mirantisa dkk. (2021) bahwa anak speech
delay diberikan pijatan massage yang dapat mendatangkan
ketenangan pada anak.

140
Berhasil tidaknya upaya yang dilakukan terapis ini
juga bergantung pada usaha orang tua dalam mendukung
anak. Terdapat orang tua yang tidak melakukan program
sesuai arahan yang diberikan terapis, yang berdampak pada
peningkatan perkembangan anak. Namun jika orang tua
melakukan sesuai arahan terapis, anak dapat memiliki
peningkatan perkembangan yang cukup baik. Hal ini
dikarenakan sebagian besar waktu anak dihabiskan di
rumah bersama orang tuanya, sedangkan di tempat terapi
anak hanya memiliki waktu 60 menit per minggu. Kondisi
ini sejalan dengan pernyatan dari Yuniari dan Juliari
(2020), bahwa orang tua memiliki peran yang sangat
penting dalam proses perkembangan anak, karena jika
hanya mengandalkan terapi yang dilakukan satu minggu
sekali tidak akan cukup.
Berdasarkan paparan di atas, dapat ditarik
kesimpulan bahwa sebagian besar program intervensi
untuk anak speech delay telah dilakukan oleh terapis
Rumah Psikologi Mata Air Ambarawa dalam
meningkatkan perkembangan anak speech delay yaitu:
a. Melakukan deteksi, diagnosis, dan intervensi.
b. Memberikan intervensi berupa terapi wicara melalui
metode flashcard dan bercerita.
c. Memberikan intervensi berupa terapi okupasi dengan
berbagai permainan.

141
d. Memberikan stimulus pada aspek konsentrasi,
pemrosesan informasi auditory, oral motor, dan
kemampuan bicara.
e. Memberikan edukasi dan konseling kepada orang tua
mengenai gangguan yang dialami anak, serta saran
untuk perkembangan anak.
f. Memberikan berbagai program/kegiatan untuk
dikerjakan anak ketika di rumah.
Beberapa upaya yang belum dilakukan dalam
meningkatkan perkembangan anak speech delay
khususnya oleh orang tua yaitu:
a. Melaksanakan tugas dari terapis untuk memberikan
stimulus selama anak berada di rumah.
b. Membatasi penggunaan media digital atau gadget.
c. Terlibat dengan anak saat beraktivitas.
d. Memberikan persyaratan saat anak menginginkan
sesuatu.
e. Menjadwalkan kegiatan anak.
f. Membaca buku bersama anak.
3. Analisis Faktor yang Memengaruhi Perkembangan
Psikososial Subjek
Dalam melakukan analisis faktor yang
memengaruhi perkembangan psikososial, peneliti
mengambil teori dari Santrock. Santrock (2015)
mengemukakan bahwa terdapat 6 faktor yang dapat

142
memengaruhi perkembangan psikososial anak, diantaranya
yaitu perkembangan moral, gender, permainan, pola asuh,
hubungan dengan teman sebaya, dan televisi.
Faktor yang paling berpengaruh terhadap
perkembangan psikososial ketiga subjek yaitu
perkembangan permainan. Ketiga subjek sama-sama lebih
sering bermain sendiri daripada bermain bersama teman-
temannya. Ketiga subjek juga sama-sama menyukai
permainan individu daripada menyukai permainan
kelompok.
Faktor lain yang cukup berpengaruh pada
perkembangan psikososial ketiga subjek ialah hubungan
dengan teman sebaya. Ketiga subjek sama-sama jarang
keluar rumah dan jarang berinteraksi dengan orang lain
kecuali dengan anggota keluarga yang tinggal serumah.
Hal ini juga dipengaruhi karena tidak ada teman sebaya
yang tinggal di lingkungan dekat rumah subjek. Ketiga
subjek juga jarang mengajak bermain teman-temannya.
GA dan FR sama-sama belum dapat berbaur dengan teman
sebaya dan tidak memiliki begitu banyak teman. Sementara
KS dapat berbaur dengan mudah bersama teman sebaya
dan memiliki banyak teman, namun jarang mengajak
temannya bermain bersama. Hal ini sejalan dengan
penelitian yang dilakukan oleh Muslimat (2020) bahwa

143
anak speech delay cenderung akan menarik diri dari
lingkungan sosial dan hanya menyendiri di rumahnya.
Gaya pengasuhan orang tua GA yaitu otoritatif,
membuat GA memiliki sifat yang pesimis, namun tidak
ragu-ragu dan aktif. Desmita (2015) menjelaskan bahwa
pola pengasuhan otoritatif adalah gaya pengasuhan di mana
orang tua mempertahankan tingkat kontrol yang tinggi atas
perilaku anak-anak mereka sambil secara bersamaan
bersikap responsif, menghargai dan menghormati
pandangan dan perasaan anak-anak mereka, dan
melibatkan mereka dalam pengambilan keputusan.
Pola pengasuhan yang dipakai oleh orang tua FR
membuatnya merasa tidak percaya diri, pesimis, kontrol
diri yang buruk, memiliki rasa rendah diri, dan memiliki
perilaku agresif. FR memiliki orang tua dengan gaya
pengasuhan permisif memanjakan. Desmita (2015)
mengungkapkan bahwa gaya pengasuhan ini di mana orang
tua secara aktif terlibat dalam kehidupan anak-anak mereka
tetapi memiliki sedikit kendali atas mereka. Gaya
pengasuhan ini membuat pengendalian diri anak kurang.
Sementara gaya pengasuhan orang tua KS yaitu
otoriter, sehingga KS memiliki sifat menarik diri dari
lingkungan. Desmita (2015) menjelaskan bahwa anak
dengan pola asuh ini akan menyebabkan anak curiga
terhadap orang lain dan tidak bahagia dengan dirinya

144
sendiri, akan merasa canggung berbicara dengan orang
lain, akan sulit menyesuaikan diri, dan akan berprestasi
buruk di sekolah.
Perkembangan gender pada GA dan FR belum
berkembang dengan baik. GA dan FR sama-sama belum
mengerti jenis kelamin dan asosiasi permainan berdasarkan
gender. Sementara perkembangan gender KS telah
berkembang dengan baik.
Sama seperti perkembangan gender, perkembangan
moral GA dan FR juga belum berkembang dengan baik.
GA dan FR sama-sama masih melakukan hal yang
bertentangan dengan norma, belum mengetahui dan
menaati aturan-aturan, dan masih mengulangi perbuatan
yang salah.
Faktor lain yang berpengaruh yaitu televisi atau
tayangan media massa. GA sehari-hari menghabiskan
waktunya di depan televisi dan sangat jarang keluar rumah.
Sementara FR awalnya kecanduan gadget karena setiap
hari bermain gadget dan menonton berbagai tayangan di
Youtube. Televisi atau tayangan di media massa ini
berperan dalam perkembangan psikososial anak, karena
anak akan lebih senang menonton tayangan di televisi atau
gadget daripada bermain di luar rumah bersama anak-anak
lain. Hal ini menyebabkan anak tidak bisa mengembangkan
perkembangan psikososialnya, karena anak jarang bertemu

145
dan bermain dengan anak sebayanya dan jarang
berkomunikasi dengan teman sebaya. Santrock (dalam
Yuniartiningsih, 2012) menyatakan bahwa kontak sosial
anak-anak dengan teman sebaya, di mana mereka berbagi
pengetahuan dan membuat perbandingan tentang dunia di
luar keluarga, memainkan peran penting dalam
pengembangan kepribadian mereka.
Faktor lain yang peneliti temui terkait dengan
perkembangan psikososial anak speech delay yaitu rasa
rendah diri. FR jarang bermain dengan teman sebaya di
lingkungan rumahnya, karena FR pernah dibully oleh
tetangganya yang berusia lebih tua darinya. FR dibully
karena FR belum dapat berbicara dengan jelas atau
mengalami speech delay. Sesuai dengan penelitian yang
dilakukan oleh Yuniari dan Juliari (2020) bahwa speech
delay pada anak dapat membuatnya merasa rendah diri,
tidak percaya pada diri sendiri, dan sukar bersosialisasi
dengan teman seusianya.
Secara keseluruhan, faktor yang memengaruhi
perkembangan psikososial anak speech delay di Rumah
Psikologi Mata Air yaitu:
a) Pola asuh yang membatasi tingkah laku anak, orang
tua pemaksa, tidak memberi kesempatan anak untuk
menyampaikan pendapatnya.

146
b) Lingkungan tempat tinggal yang tidak ada teman
sebaya.
c) Lebih sering menghabiskan waktunya untuk menonton
tayangan di media massa atau bermain gadget.
d) Jarang berinteraksi dengan anak-anak lain, terutama
teman sebaya.
e) Anak yang lebih senang bermain sendiri.
f) Mendapatkan ejekan atau pembullyan.

147
BAB V
PENUTUP
A. KESIMPULAN
Berdasarkan deskripsi dan analisis data mengenai
perkembangan psikososial anak usia dini yang mengalami
speech delay di Rumah Psikologi Mata Air Ambarawa yang
telah dipaparkan, peneliti mengambil kesimpulan sebagai
berikut:
1. Gambaran perkembangan psikososial anak usia dini yang
mengalami speech delay di Rumah Psikologi Mata Air
Ambarawa menunjukkan bahwa subjek memiliki
perkembangan psikososial yang kurang. Hal ini ditandai
dengan subjek yang belum mampu bersosialisasi, belum
mengetahui norma dan aturan, tidak memiliki keterampilan
fisik baru, belum dapat merangkai kata dalam bentuk
kalimat dengan baik, belum mengerti tentang perbedaan
gender, tidak percaya diri, dan pesimis.
2. Upaya terapis Rumah Psikologi Mata Air Ambarawa
dalam meningkatkan perkembangan anak usia dini yang
mengalami speech delay yaitu:
a) Melakukan deteksi, diagnosis, dan intervensi.
b) Memberikan intervensi berupa terapi wicara melalui
metode flashcard dan bercerita.
c) Memberikan intervensi berupa terapi okupasi dengan
berbagai permainan.

148
d) Memberikan stimulus pada aspek konsentrasi,
pemrosesan informasi auditory, oral motor, dan
kemampuan bicara.
e) Memberikan edukasi dan konseling kepada orang tua
mengenai gangguan yang dialami anak, serta saran
untuk perkembangan anak.
f) Memberikan berbagai program/kegiatan untuk
dikerjakan anak ketika di rumah.
3. Faktor yang memengaruhi perkembangan psikososial anak
usia dini yang mengalami speech delay di Rumah Psikologi
Mata Air yaitu:
a) Pola asuh yang membatasi tingkah laku anak, orang tua
pemaksa, tidak memberi kesempatan anak untuk
menyampaikan pendapatnya.
b) Lingkungan tempat tinggal yang tidak ada teman
sebaya.
c) Lebih sering menghabiskan waktunya untuk menonton
tayangan di media massa atau bermain gadget.
d) Jarang berinteraksi dengan anak-anak lain, terutama
teman sebaya.
e) Anak yang lebih senang bermain sendiri.
f) Mendapatkan ejekan atau pembullyan.

149
B. SARAN
Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan,
peneliti memberikan beberapa saran sebagai berikut:
1. Bagi orang tua, diharapkan lebih sadar akan kondisi anak,
tidak memberikan akses penuh ke gadget, tidak terlalu
membatasi atau menekan anak, lebih sering mengajak anak
untuk berbicara dan berdiskusi bersama.
2. Bagi terapis, diharapkan dapat menambah sesi terapi dalam
satu minggu menjadi 2-3 kali, sehingga lebih cepat terjadi
peningkatan pada diri anak.
3. Bagi peneliti selanjutnya, diharapkan dapat memperluas
objek penelitian. Sebaiknya menggunakan variabel lain,
seperti inferiority complex.

150
DAFTAR PUSTAKA

American Psychiatric Association. (2013). Diagnostic and


Statistical Manual of Mental Disorder DSM-5. American
Psychiatric Publishing.
Agustia, D. R., Setyaningsih, W., & Suharno, B. (2020).
Perkembangan Psikososial Anak Usia 3-4 Tahun di
Daycare. Aulad : Journal on Early Childhood, 3(3), 149-
154. doi:10.31004/aulad.v3i3.75
Anggraini, A., & Christiana, E. (2014). Peran Konselor Untuk
Meningkatkan Perilaku Percaya Diri Pada Anak Usia Dini
Kelompok A Berdasarkan Perspektif Perkembangan
Psikososial di TK Aisyiyah Busthanul Athfal (ABA) 31
Wiyung. Jurnal BK, 4(3), 1-6.
Desiningrum, D. R. (2016). Psikologi Anak Berkebutuhan Khusus.
Yogyakarta: Psikosain.
Desmita. (2015). Psikologi Perkembangan. Bandung: PT Remaja
Rosdakarya.
Fauzia, W., Meiliawati, F., & Ramanda, P. (2020). Mengenali dan
Menangani Speech Delay Pada Anak. Jurnal al-Shifa, 1(2),
102-110. doi:http://dx.doi.org/10.32678/alshifa.v1i2
Fitriyani, Sumantri, M. S., & Supena, A. (2018). Gambaran
Perkembangan Berbahasa pada Anak dengan
Keterlambatan Bicara (Speech Delay): Studi Kasus pada
Anak Usia 9 Tahun Kelas 3 SD di SDS Bangun Mandiri.
Prosiding Seminar dan Diskusi Nasional Pendidikan
Dasar (pp. 59-64). Jakarta: Universitas Negeri Jakarta.
Hidayati, Y. M. (2017). Berpikir Matematis di Lingkungan
Psikososial yang Ramah Anak. Seminar Nasional
Pendidikan Berkemajuan dan Menggembirakan (pp. 433-
437). Surakarta: Universitas Muhammadiyah Surakarta.

151
Hill, D., Ameenuddin, N., Chassiakos, Y. R., Cross, C.,
Hutchinson, J., Levine, A., . . . Swanson, W. S. (2016).
Media and Young Minds. Pediatrics, 138(5).
doi:https://doi.org/10.1542/peds.2016-2591
Istiqlal, A. N. (2021). Gangguan Keterlambatan Berbicara (Speech
Delay) Pada Anak Usia 6 Tahun. Preschool, 2(2), 206-216.
doi:https://doi.org/10.18860/pres.v2i2.12026
Isturdiyana, R. (2019). Gambaran Kemampuan Perkembangan
Psikososial Anak Prasekolah di Taman Kanak-Kanak
Among Siwi Sleman. Yogyakarta: Politeknik Kesehatan
Jogja.
Jahja, Y. (2015). Psikologi Perkembangan. Jakarta: Kencana.
Khasanah, U. A., PH, L., & Indrayati, N. (2019). Hubungan
Perkembangan Psikososial dengan Prestasi Belajar Anak
Usia Sekolah. Jurnal Ilmu Keperawatan Jiwa, 2(3), 157-
162. doi:https://doi.org/10.32584/jikj.v2i3.426
Latifah, Alfiani, D. A., & Andini. (2018). Pengaruh Perkembangan
Psikososial Terhadap Hasil Belajar PPKn Siswa Kelas IV
MIN Kota Cirebon. Al Ibtida: Jurnal Pendidikan Guru MI,
5(2), 249-260. doi:http://dx.doi.org/
10.24235/al.ibtida.snj.v5i2.3342
Lisyanti, R. P. (2019). Pola Asuh Orangtua yang Memiliki Anak
Speech Delay. Surakarta: Universitas Muhammadiyah
Surakarta.
Livana, P. H., Armitasari, D., & Susanti, Y. (2018). Pengaruh
Stimulasi Motorik Halus Terhadap Tahap Perkembangan
Psikososial Anak Usia Pra Sekolah. Jurnal Pendidikan
Keperawatan Indonesia, 4(1), 30-41.
doi:10.17509/jpki.v4i1.12340
Mangunsong, F. (2014). Psikologi dan Pendidikan Anak
Berkebutuhan Khusus. Depok: LPSP3 UI.

152
Mirantisa, F. A., Wirman, W., Firdaus, M., & Lestari, S. S. (2021).
Komunikasi Terapeutik Berbasis Kartu (Flash Card) Pada
Anak Dengan Gangguan Bicara (Speech Delay) di Eka
Hospital Pekanbaru. Jurnal Keperawatan Abdurrab,
05(01), 53-62. doi: https://doi.org/10.36341/jka.v5i1.1691
Muslimat, A. F., Lukman, & Hadrawi, M. (2020). Faktor dan
Dampak Keterlambatan Berbicara (Speech Delay)
terhadap Perilaku Anak Studi Kasus Anak Usia 3-5 Tahun:
Kajian Psikolinguistik. Jurnal Al-Qiyam, 1(2), 1-10. doi:
https://doi.org/10.33648/alqiyam.v1i1.122
Musthofa, M. E. (2020). Perilaku Over Protective Orang Tua
dengan Penyesuaian Diri Remaja di SMA Negeri 1
Wiradesa. Indonesian Journal of Islamic Psychology, 2(2),
242-266. doi: 10.18326/ijip.v2i2.242-266
Musyarofah. (2017). Pengembangan Aspek Sosial Anak Usia Dini
di Taman Kanak-Kanak ABA IV Mangli Jember Tahun
2016. Interdisciplinary Journal of Communication, 2(1),
99-122. doi:https://doi.org/10.18326/inject.v2i1.99-122
Nirvana, E. S. (2017). Studi Kasus Pengembangan Program
Intervensi pada Anak dengan Gangguan Bicara dan Bahasa
(Speech Delay). Psycho Idea, 15(2), 66-77.
doi:http://dx.doi.org/10.30595/psychoidea.v15i2.2446
Pusponegoro, H. D. (2014). What to Do When You find a Child
with Speech and Language Delay. In H. D. Pusponegoro,
A. Soebadi, D. P. Widodo, S. Handryastuti, Erny, & I.
Mangunatmadja, What Why How in Child Neurology (pp.
70-79). Jakarta: Ikatan Dokter Anak Indonesia Cabang
DKI Jakarta.
Rahardjo, M. (2017). Studi Kasus dalam Penelitian Kualitatif:
Konsep dan Prosedurnya. Malang: UIN Maulana Malik
Ibrahim.

153
Retnosari, I. E., & Pujiastuti, R. (2021). Maksim Kuantitas dan
Maksim Kualitas dalam Tuturan Bahasa Indonesia pada
Anak Disabilitas Intelektual. Ranah: Jurnal Kajian
Bahasa, 10(2), 270-282.
doi:https://doi.org/10.26499/rnh/v9i2.4053
Riendravi, S. (2018). Perkembangan Psikososial Anak. Denpasar:
Universitas Udayana.
Rohmah, M., Astikasari, N. D., & Weto, I. (2018). Analisis Pola
Asuh Orang Tua dengan Keterlambatan Bicara pada Anak
Usia 3-5 Tahun. Oksitosin, V(1), 32-42.
doi:10.35316/oksitosin.v5i1.358
Salkind, N. J. (2015). Teori-Teori Perkembangan Manusia:
Sejarah Kemunculan, Konsepsi Dasar, dan Contoh
Aplikasi. Terjemahan: M. Khozim. Bandung: Nusa Media.
Siyoto, S., & Sodik, M. A. (2015). Dasar Metodologi Penelitian.
Yogyakarta: Literasi Media Publishing.
Soebadi, A. (2013, Juni 21). Keterlambatan Bicara. Retrieved
from IDAI: https://www.idai.or.id/artikel/klinik/keluhan-
anak/keterlambatan-bicara
Soetjiningsih, C. H. (2018). Perkembangan Anak Sejak
Pembuahan Sampai dengan Kanak-Kanak Akhir. Jakarta:
Kencana.
Sugiyono. (2018). Metode Penelitian Kuantitatif, Kualitatif, dan
R&D. Bandung: Alfabeta.
Sukmawati, & Rowa, S. S. (2020). Pengaruh Stimulasi Psikososial
Anak Terhadap Perkembangan Motorik Kasar dan Motorik
Halus serta Peningkatan Berat Badan Anak Balita Stunting
Usia 2-3 Tahun. Media Gizi Pangan, 27, 68-80.
doi:https://doi.org/10.32382/mgp.v27i2.2028

154
Sunanik. (2013). Pelaksanaan Terapi Wicara dan Terapi Sensori
Integrasi. Jurnal Pendidikan Islam Nadwa, 7(1), 19-44.
doi:10.21580/nw.2013.7.1.542
Taqiyah, D. B., & Mumpuniarti. (2022). Intervensi Dini Bahasa
dan Bicara Anak Speech Delay. Jurnal Obsesi, 6(5), 3992-
4002. doi:https://doi.org/10.31004/obsesi.v6i5.2494
Tiel, J. M. (2015). Pendidikan Anakku Terlambat Bicara. Jakarta:
Prenadamedia Group.
Uce, L. (2017). The Golden Age: Masa Efektif Merancang
Kualitas Anak. Bunayya: Jurnal Pendidikan Anak, 1(2).
Wahdah, U. (2017). Konsep Golden Years Anak Usia Dini dan
Implikasi Kependidikannya. In R. Amalia, Filsafat
Pendidikan Anak Usia Dini (pp. 209-229). Yogyakarta:
Media Akademi.
Widyawaty, E. D., & Jannah, M. (2021). Faktor-Faktor yang
Mempengaruhi Kejadian Keterlambatan Bicara di House
of Fatima Child Center Kota Malang. Health Care Media,
5(1), 29-32.
Wooles, N., Swann, J., & Hoskison, E. (2018). Speech and
Language Delay in Children: A Case to Learn From.
British Journal of General Practice, 47-48.
doi:https://doi.org/10.3399/bjgp17X694373
Yuniari, N. M., & Juliari, I. G. (2020). Strategi Terapis Wicara
Yang Dapat Diterapkan Oleh Orang Tua Penderita
Keterlambatan Berbicara (Speech Delay). Jurnal Ilmiah
Pendidikan dan Pembelajaran, 4(3), 546-570. doi:
https://doi.org/10.23887/jipp.v4i3.29190
Yuniartiningsih, S. (2012). Gambaran Perkembangan Psikososial
Anak Usia 3-6 Tahun di Panti Sosial Asuhan Anak Balita
Tunas Bangsa Cipayung. Jakarta: UIN Syarif
Hidayatullah.

155
Zengin-Akkuş, P., Çelen-Yoldaş, T., Kurtipek, G., & Özmert, E.
N. (2018). Speech Delay in Toddlers: Are They Only “Late
Talkers”? The Turkish Journal of Pediatrics, 60, 165-172.
doi:10.24953/turkjped.2018.02.008
Zeuny, F. (2020, Januari 8). Penyebab Speech Delay atau
Keterlambatan Bicara pada Anak. Retrieved from BP
PAUD DAN DIKMAS D.I.Y.:
https://pauddikmasdiy.kemdikbud.go.id/artikel/penyebab-
speech-delay-atau-keterlambatan-bicara-pada-anak/
https://www.prestasiglobal.id/bagaimana-cara-orang-tua-
mengembangkan-psikososial-pada-anak/: Bagaimana Cara Orang
Tua Mengembangkan Psikososial Pada Anak.
https://www.psyned.nl/orthopedagoog/: Wat is een orthopedagoog?

156
LAMPIRAN

157
Lampiran 1 Surat Permohonan Izin Penelitian

158
Lampiran 2 Surat Permohonan Izin Observasi (1)

159
Lampiran 3 Surat Permohonan Izin Observasi (2)

160
Lampiran 4 Hasil Diagnosis GA

161
162
Lampiran 5 Lembar Informed Consent GA

163
Lampiran 6 Lembar Informed Consent FR

164
Lampiran 7 Lembar Informed Consent KS

165
Lampiran 8 Tanda Bukti Penelitian (1)

166
Lampiran 9 Tanda Bukti Penelitian (2)

167
Lampiran 10 Tanda Bukti Penelitian (3)

168
Lampiran 11 Transkrip Wawancara
VERBATIM WAWANCARA I
Narasumber : Mistien Sayyidah, A.Md.T.W. (Terapis)
Hari, tanggal : Rabu, 13 April 2022
Waktu : 16.00 – 17.27 WIB
Lokasi : Rumah Psikologi Mata Air Ambarawa

No. Interviewee Interviewer


1 Bagaimana kesan pertama saat Kalau GA, waktu datang kontak matanya masih kurang banget,
bertemu anak? ngomongnya juga masih telat banget. Waktu datang tidak tahu
instruksi, kosa-kata, artikulasi juga terbatas, lalu kontak mata dan
atensinya terbatas banget, jadi saat diajak ngomong dia tidak lihat
harus dipegang tubuh atau mukanya baru dia lihat, menirunya masih
sedikit, jadi kalau mainan itu masih seenaknya sendiri dan masih
acak. Jadi semua mainan diambil lalu diacak-acak, saat disuruh
dibereskan masih harus dipaksa dan masih harus diarahin. Awalan
disuruh duduk juga tidak mau seperti FR hanya keliling. GA dan FR
yang memiliki energi yang banyak itu saya suruh untuk diet, seperti
yang manis-manis itu membuat energinya berlebihan. Setelah diet,

169
itu sangat berpengaruh pada energinya dan pola hidupnya. Saat
terapi diberi stimulasi dengan lagu dan juga di sekolah juga diberi
instruksi lagu. Kosa kata sekarang sudah lumayan bertambah.
FR awal datang tantrum, melas gitu modelnya. Telatnya banyak
banget dia. Penyebab awalnya yaitu karena gadget, karena dikasih
tantangannya itu seperti tontonan Bahasa Inggris, sedangkan jika di
rumah bicara memakai Bahasa Indonesia. Yang mengasuh saat di
rumah hanya mamanya, sedangkan bapaknya jarang mengasuh
karena tugas negara, jadi lebih sering diasuh sama mamanya. Kalau
sama bapaknya, ketika dia minta sesuatu langsung dituruti. Sudah
berusia 5 tahunan sehingga masa emasnya sudah mulai menghilang
dan telat untuk ditangani dengan terapi. Awalnya dia terapi di
Rumah Sakit X dan masih saya suruh okupasi tetapi tidak lanjut,
sedangkan untuk terapi wicara masih butuh pendampingan okupasi.
Awal datang ke biro mengamuk, guling-guling, soalnya langsung
meminta HP di situ. Lalu saya bilang ke mamanya untuk
disembunyikan saja HP-nya, nangis nggak apa-apa. Soalnya kalau
tidak seperti itu, nanti nangis menjadi senjata andalan dia untuk
meminta. Kosa kata pertama saat datang masih bubbling dan di usia
dia saat itu termasuk terlambat. Setelah terapi beberapa lama, banyak
peningkatan yang terjadi. Saat pertemuan kedua atau ketiga, saya
menyuruh mamanya untuk meninggalkannya, di dalam masih

170
mengamuk, hanya saja lama-lama mengerti instruksi, disuruh duduk
mau. Kalau dulu disuruh duduk tidak mau, inginnya keliling. Terus
dialihkan perhatiannya mau walaupun awal-awal menangis.
Sekarang sudah banyak kosa katanya, namun untuk instruksi dia
masih meniru. Misalnya "FR mau ini?", dia masih meniru "FR mau
ini."
KS itu punya saudara kembar, namun perkembangannya cepat yang
KS. Dia hanya tinggal pembetulan artikulasi seperti 'r' yang belum
jelas, namun 'r' itu bisa sampai umur 7-8 tahun. Awalah datang sudah
bagus, okupasi juga namun lebih banyak yang wicaranya.
Progresnya cepat. Sekarang dileskan piano sama mamanya. Dulu
stimulasi pakai lagu, semenjak itu dia sering nyanyi walaupun belum
jelas tetapi sudah membentuk nadanya.
2 Bagaimana kondisi psikososial GA dulu tidak mau bergabung dengan teman-temannya dan memilih
anak sebelum menjalani terapi? bermain sendiri. Memerlukan shadow teacher, namun dilakukan
oleh orang tuanya sehingga tidak terlalu efektif. Saat awal masih
ditunggui oleh orang tuanya, namun pelan-pelan dilepas oleh orang
tuanya. Saat sekolah tidak mau masuk ruangan, lebih sering keliling-
keliling di sekolah. Tidak mau duduk, asik main sendiri.
Raza jarang main, hanya di rumah bersama ibunya. Saat awal
sekolah masih didampingi oleh ibunya, belum mau memegang

171
pensil, belum tahu aturan seperti waktu makan saat istirahat, belum
mengerti antri.
KS tidak memiliki kendala apapun kecuali telat bicaranya saja.
3 Bagaimana kondisi psikososial GA sekarang sudah mau duduk, tidak keliling di sekolah dan sudah
anak saat ini? tidak memakai shadow teacher. Selain itu, sudah mau bergabung
dengan teman-temannya, duduk bareng. Walaupun dia diam, dia
sudah tidak berkeliling lagi.
FR sudah mengerti dan bisa antri, namun masih jahil seperti
mendorong temannya saat bermain perosotan.
KS hanya tinggal pembetulan artikulasi seperti 'r' yang belum jelas.
4 Apakah anak antusias saat akan Keantusiasan anak tergantung mood anak. GA masih cuek dengan
terapi? lingkungan, jadi kalau masuk ya masuk saja. FR awalan tidak mau
masuk, mengamuk dan selalu melihat ke pintu ingin keluar. Kalau
sekarang sudah tidak. KS tidak memiliki gangguan emosi, atensi
bagus jadi mood-nya bagus.
5 Bagaimana anda GA masih mengacak-acak barang, namun sudah paham instruksi dan
menggambarkan kondisi anak mau membereskan barang mainan. FR masih ngotot untuk bermain
saat menjalani terapi? sesuai keinginannya dan itu tergantung moodnya juga. KS sudah
mengerti aturan sehingga saat terapi menuruti perintah terapis.
6 Apakah anak suka GA masih belum mau bereksperimen melakukan hal yang baru,
bereksperimen atau melakukan masih seperti mengacak-acak barang aja. Kalau yang lain sudah.
hal yang baru?

172
7 Apakah anak sering bermain Kalau sama saya masih saya dorong untuk bermain, biasanya saya
dengan benda-benda di bilang "sekarang bunda mau menulis dulu, sana main" seperti itu.
sekitarnya tanpa dorongan dari
orang lain?
8 Hal apa yang baru-baru ini Ya paling stimulasi verbal semua, lalu instruksi. GA suka
dipelajari oleh anak dan sudah menyamakan/menyusun sayur-sayuran lalu dilempar bola. FR
berapa lama? membuat plastisin-plastisin. Kalau KS bernyanyi.
9 Apakah anak mudah berpisah Saat awalan banyak yang nangis, kalau sekarang sudah tidak.
(tidak menangis) dengan orang Kecuali KS itu tidak nangis saat awalan datang.
tuanya?
10 Apakah anak sudah mengerti Sudah mengerti peraturan. GA & FR masih minim mengerti perintah
sesuatu yang benar dan sesuatu
namun sudah mulai mengerti. Contohnya saat terapi, mereka itu
yang salah? Bagaimana dengan
bukannya menuruti saya untuk duduk di kursi khusus, tapi malah
peraturan? tetap melanjutkan bermain di tempat bermain.
K sudah mengerti peraturan. Kalau saya suruh dia untuk ini itu, dia
menurut.
11 Berapa warna yang dikenali GA masih meniru. FR masih mengerti warna dasar. KS sudah
oleh anak? banyak mengetahui tentang warna.

12 Apa kalimat terpanjang yang GA belum. FR "tidak mau", sudah tapi masih minim dan masih
telah anak ucapkan? belum paham subjeknya. KS sudah.

173
13 Apakah anak sudah bisa Sudah semua
mengerjakan pekerjaan yang
sederhana (mengembalikan
mainan yang telah selesai
digunakan?
14 Apakah anak sudah mengetahui FR dan GA belum mengerti. KS sudah mengerti.
antara anak laki-laki dan anak
perempuan?
15 Apakah anak berani mencoba Sudah berani mencoba. KS masih harus dicontohin dulu. GA dulu
melakukan sesuatu atau malah takut trampolin namun sekarang sudah tidak.
anak merasa takut salah?
16 Apakah anak memiliki banyak Banyak aktifitasnya, kreatif.
aktivitas atau anak terlihat
malas dalam melakukan
sesuatu?
17 Apakah anak sering Hanya FR, yang lain tidak.
membanting barang atau
menunjukkan perilaku agresif
lain?
18 Apa saja strategi yang telah Memberikan stimulasi di rumah dengan banyak program, karena di
dilakukan untuk meningkatkan tempat terapi hanya 60 menit per minggu. Namun orang tua ada yang
perkembangan psikososial melakukan dan juga ada yang tidak. Terapi wicara dan okupasi juga

174
anak speech delay dalam proses bisa menjadi strategi. Sosialisasi dengan anak juga untuk melihat
terapi? apakah anak sudah bisa bergabung dengan temannya atau belum dan
kebanyakan sudah bisa.
19 Terapi apa yang diberikan Terapi okupasi dan terapi wicara. GA saat ini hanya mengikuti terapi
untuk meningkatkan okupasi saja, karena untuk menjalani hari-harinya itu dia masih
perkembangan psikososial belum bisa. Dulu sudah barengan terapi okupasi sama wicara, namun
anak speech delay? orang tuanya minta buat GA fokus terapi okupasi dulu saja. Jadi kita
juga memfokuskan pada okupasi dahulu, baru nanti bisa lanjut yang
wicara.
20 Apa saja kelebihan dan Kelebihan terapi wicara itu dapat merangsang bahasa verbal.
kekurangan menggunakan Kekurangannya jika tidak dibantu okupasi, kemampuan anak masih
teknik terapi tersebut? kurang.
21 Siapa saja yang dapat Keluarga, lingkungan sekolah, orang-orang yang sehari-hari ditemui
membantu meningkatkan oleh anak.
perkembangan psikososial
anak speech delay?
22 Di mana upaya tersebut efektif Di rumah, karena sebagian besar waktunya itu kan di rumah. Kalau
dilakukan? terapi itu hanya 60 menit seminggu, jadi kalau di tempat terapi
waktunya kurang.
23 Apakah saja kendala yang Kendalanya tergantung mood-nya si anak, karena moodnya tidak
dihadapi dalam proses terapi? tentu. Kadang lelah, ngantuk, marah, nangis, dari rumah moodnya
sudah tidak bagus juga.

175
24 Apa saja faktor yang Kemandirian, pola asuh karena di rumah dan di tempat terapi
berpengaruh terhadap penanganannya berbeda.
perkembangan psikososial
anak?

176
VERBATIM WAWANCARA II
Narasumber : ID (Ibu GA)
Hari, tanggal : Jumat, 22 April 2022
Waktu : 14.00 – 15.00 WIB
Lokasi : Rumah Narasumber

No. Interviewer Interviewee


1 Berapa saudara kandung yang Dia anak tunggal, belum punya adik.
dimiliki oleh anak?
2 Bagaimana hubungan anak Baik, kadang nurut kadang juga bandel. Kalau saya suruh beresin
dengan orang tuanya? mainan ya diberesin sama dia.
3 Bagaimana interaksi anak Kalau dengan keluarga besar itu ya paling sama kakek dan utinya
dengan keluarga besar? yang serumah ya. Jadi biasanya main sama kakek dan utinya.
Kadang main ke rumah adik sepupunya juga, rumahnya di dekat
bengkel bapaknya.
4 Bagaimana interaksi anak Kalau teman yang dekat rumah itu ya adiknya tapi jarang ketemu.
dengan teman sebayanya? Sama teman-teman sekolahnya. Kalau ada teman pun, GA lebih
sering berlari-lari dan jarang ikut berkumpul bersama teman yang
lain.

177
5 Siapa saja yang setiap hariYang setiap hari bertemu itu ya orang serumah (kakek, nenek, ayah,
bertemu dengan anak? ibu) sama teman-temannya di sekolah.
6 Apakah anak tinggal serumahTinggalnya sama orang tua dan kakek sama utinya. Kalau pagi
dengan orang tua dan saudara
seperti ini Utinya ke pasar, Kakungnya ke sawah. Kalau saya masuk
kandung saja atau dengan pagi dia sama bapaknya. Kalau masuk siang, bapaknya kerja dulu
keluarga besar lainnya? baru nanti gantian nungguin. Kalau diasuh orang itu sepertinya
pengasuhnya nanti nggak mampu, kasian.
7 Bagaimana keseharian anak? Sehari-hari ya bangun tidur, mandi terus sekolah mba. Kalau di
rumah ya nonton TV atau lihat video youtube. Kalau nonton tv, yang
sering ditonton itu Rtv dan kalau diganti salurannya dia tahu, saat
ditonton itu berita paling dimatikan tv-nya dan saat kartun yang dia
tidak sukai juga dia matikan tv-nya. Kalau video di Youtube itu kami
yang men-download-kan terus dia nanti tinggal nonton aja.
8 Apa hal yang disukai anak? Di sukanya mobil, kereta, robot. Kalau beli kereta itu sampai
beberapa pasang. Soalnya dia penasaran di dalamnya. Tapi
kebanyakan kereta.
9 Apa hal yang tidak disukai Kalau ketidaksukaannya itu paling kalau makan nggak suka ya
anak? dicicipi satu sendok udah, kalau mainan yang nggak suka ya
dimainin sebentar terus udah. Dia kalau nggak suka ya dia tetap
mencoba dulu baru nanti dia berhenti makan atau berhenti main.

178
10 Bagaimana pola asuh yang Ya saya memberikan kebebasan kepada anak tetapi ya tetap saya
anda terapkan untuk anak awasi.
anda?
11 Apakah anda memberi Iya, kalau dia mau main keluar rumah ya saya bolehkan, tapi tetap
kebebasan pada anak untuk saya ikuti dan pantau.
menjelajahi dunia sekitarnya?
12 Apakah anak sudah cukup Kalau makan kadang sendiri meskipun agak tumpah-tumpah tapi
mandiri? lebih seringnya disuapin. Untuk makan sendiri itu sudah bisa. Kalau
baju dia belum bisa, kalau celana dia bisa tapi kadang dia ngeyel satu
lubang 2 kaki.
13 Sejak umur berapa anak Sejak umur 2 tahun.
didiagnosis speech delay?
14 Bagaimana anda mengetahui Awalnya umur 1,5 tahun itu dia sudah bilang “bapak” terus “mam”
bahwa anak mengalami speech gitu. Dan awalnya kita mengira dia speech delay terus menginjak 2
delay? tahun kata-kata yang kemarin itu kayak hilang. Kita juga punya adik
1,5 kata-katanya juga sudah banyak walaupun satu kata gitu tetapi
sudah banyak, terus kita curiga seperti kata-kata yang kemarin
“mam”, “mimik”, “bapak” gitu kok hilang. Setelah kita konsultasi
ke dokter spesialis anak, nah ternyata GA speech delay terus dirujuk
ke fisioterapi wicara sama okupasi tetapi setelah pandemi ini sama
sekali tidak terapi.

179
Awalnya saya curiganya takutnya kalau dia juga sama pendengaran
tapi kok seandainya saat bapaknya pergi menyalakan motor dia lari
ke arah bapaknya, tapi kita juga was-was langsung ke konsultasikan
ke dokter anak, karena mas GA dipangku oleh ibunya dokter anak
bilang gini “coba dilepaskan aja buk” dan dokter bilang “tidak apa-
apa ini karena anaknya tidak mau fokus jadi dia diajak bicaranya
susah ini harus terapi ini hanya terlambat bicara. Gitu awalnya, kita
sudah terapi berapa bulan dan belum ada kata-kata muncul dari GA
cuma agak anteng aja, saya meminta surat rujuk ke Karyadi di
tumbuh kembang tapi dokternya malah kayak tidak setuju dan bilang
"kenapa sampai ke Karyadi anaknya cuma terlambat bicara dan
kurang fokus makanya ditelateni terapinya aja tidak usah sampai ke
Karyadi dan kalau sudah waktunya sekolah ya disekolahkan saja cari
yang ada psikolognya" makanya dari situ saya mencari sekolah yang
ada psikolognya yaitu Sekolah Alam Matahari itu.
15 Apa hal yang anda lakukan Yang saya lakukan ya menuruti saran dokter, yaitu mengikuti terapi
pertama kali saat anak anda wicara sama okupasi.
didiagnosis speech delay?

180
16 Apakah terdapat riwayat Orang jaman dulu tidak tahu ya speech delay atau bukan, tapi
speech delay di keluarga? kakungnya itu bisa berbicara umur 4 tahun katanya juga, tapi begitu
umur 4 tahun merangkai kata itu bisa maksudnya berbicara seperti
biasa itu sudah bisa, tapi GA ini mau masuk 5 tahun baru bisa satu
kata dan satu kata aja ini alhamdulillah.
17 Kalau bicara dengan GA ini Pakai Bahasa Indonesia. Soalnya kalau pakai jawa mau diajarin
pakai bahasa hari-harinya apa Bahasa Jawa kasar nanti dia terbiasa kasar, sedangkan Bahasa Jawa
bunda? halus kayaknya susah dan yang gampang dicerna cuma Bahasa
Indonesia seperti "makan dulu", "mandi", "duduk", ya masih bahasa-
bahasa ringan.
18 Bagaimana anak merespon Dia itu lebih senang bermain sendiri, jadi kalau diajak bermain
ajakan bermain teman- teman-temannya ya dia tetap lanjut dengan kegiatan mainannya dia
temannya? sendiri.
19 Apakah anak suka Iya, dia itu suka mencoba permainan atau melakukan hal yang baru.
bereksperimen atau melakukan Kalau di rumah itu dia suka ambil sprei di kamar terus dibawa ke
hal yang baru? ruang tv lalu dia kibaskan sprei itu terus dia nanti duduk dibawah
sprei yang mau jatuh itu. Selain itu, spreinya juga suka dibuat kayak
rumah-rumahan gitu terus dia nanti berlindung di dalam spreinya.
20 Apakah anak sering bermain Iya, dia itu kalau bangun tidur langsung mainan atau nggak ya pas
dengan benda-benda di saya lagi masak dia mainan sendiri tanpa saya suruh.
sekitarnya tanpa dorongan dari
orang lain?

181
21 Hal apa yang baru-baru ini Kalau baru-baru ini katanya di sekolah itu dia main kursi putar itu.
dipelajari oleh anak dan sudah
berapa lama?
22 Apakah anak senang dan Dia itu lebih senang main sendiri, jadi jarang banget dia main sama
menikmati bermain dengan teman-temannya.
teman sebayanya?
23 Apakah anak mudah berpisah Awalnya itu dia susah banget kalau mau saya tinggal kerja, tapi
(tidak menangis) dengan orang sekarang ya sudah mendingan. Kalau terapi ya dia semangat,
tuanya? langsung masuk ruang terapi gitu aja nggak peduli orang tuanya
ngikutin atau nggak.
24 Apakah anak sudah mengerti Kalau jalan raya dia tahu ada motor itu ya dia minggir. Tapi kalau
sesuatu yang benar dan sesuatu dia lagi bengong ya dia diam saja ada motor. Kalau diteriakin ada
yang salah? Bagaimana dengan motor, dia baru minggir.
peraturan?
25 Berapa warna yang dikenali Kalau warna dia belum tau ya, tapi kalau disuruh menirukan dia bisa.
oleh anak?
26 Apa kalimat terpanjang yang Akhir-akhir ini selama saya terapikan di bunda Aris (Rumah
telah anak ucapkan? Psikologi Mata Air) seandainya bismilah dia ngucapinnya masih
“iyiyah”, terus kalau sholat kita ajak berdoa dulu Ya Allah dia
ngucapinnya “ya yiwoh”, terus kalau kata “mam”, “mama”, “papa”.
Nah terus kalau kata “mam-mam” gitu, saat melihat makanan dia

182
bilang “mam-mam” tapi kalau bilang “ma mam” belum mau.
Pokoknya kalau diajarin seandainya kita ngegame bareng menang
dia bilang “nang”. Kata-kata yang baru dia ucapkan baru itu seperti
masih tahap belajar bicara gitu, tapi juga tidak apa-apa, kita sudah
senang.
27 Apakah anak sudah bisa Kalau saya suruh beresin, dia mau beresin dan mau mengikuti
mengerjakan pekerjaan yang perintah, misalnya mau ditaruh mana mainannya itu.
sederhana (mengembalikan
mainan yang telah selesai
digunakan?
28 Apakah anak sudah mengetahui Belum.
antara anak laki-laki dan anak
perempuan?
29 Bagaimana keadaan anak saat Kalau tampil di depan keluarga besar gitu dia cuma lari-larian aja sih
disuruh untuk tampil di depan mba, jadi belum bisa.
umum?
30 Apakah anak mampu Ya kalau mengikuti bisa tapi ya masih harus diawasi.
mengikuti permainan dengan
anak sebayanya?

183
31 Apakah anak berani mencoba Dia itu spontan, jadi sesuka hati dia aja anaknya. Kalau mau main di
melakukan sesuatu atau malah luar ya biasanya ngajak saya dulu, tapi kadang ya langsung aja keluar
anak merasa takut salah? sendiri.
32 Apakah anak memiliki banyak Banyak mba aktivitasnya, kayak nggak pernah istirahat gitu loh
aktivitas atau anak terlihat anaknya. Belum selesai mainan yang satu sudah pindah mainan yang
malas dalam melakukan lain, gitu aja terus.
sesuatu?
33 Apakah anak sering
Kalau dulu iya, sering membanting barang. Tapi sekarang sudah
membanting barang atau
nggak terlalu sih mba. Dulu itu kalau ada tamu kan kita nyedian
menunjukkan perilaku agresif minum pakai gelas, nah itu sama GA ini dibanting gelasnya ke lantai.
lain? Kalau sekarang ya membanting barang selayaknya anak-anak kalau
lagi marah aja.
34 Upaya apa yang anda lakukan Kalau upayanya ya itu mba, saya terapikan dia dan saya sekolahkan
untuk meningkatkan di sekolah yang ada psikolognya itu mba. Kalau ada psikolognya kan
perkembangan psikososial lebih mengerti apa yang harus dilakukan agar perkembangannya
anak? sesuai dengan anak-anak lainnya. Kalau di rumah ya saya bebaskan
mau mainan apa atau mau main di mana, terus saya ajak jalan-jalan
juga. Sering saya antar ke rumah saudaranya, biar bisa main sama
saudaranya juga.
Selain itu, ketika dia nangis ya nanti kita kasih pilihan mau nangis
dulu atau mau diam. Kalau diam ya berarti dia nangis dulu. Kalau
sudah mau diam, minum sambil sesenggukan dia. Biasanya kita tahu

184
dia nangisnya karena apa ya saya nanti bilang “maaf ya ibu marahin
kamu, karena kamu salah. Kalau seperti ini itu nggak boleh, bahaya.”
Nanti dia tambah marah nangis, ya sudah saya biarkan dia nangis
sampai selesai.
35 Apakah terdapat peningkatan Peningkatannya ya sekarang dia sudah lebih bisa mengontrol
perkembangan psikososial dirinya, sudah berkurang lari-lariannya, sudah bisa diajak ngobrol
anak sejak dilakukannya upaya walaupun belum bisa menjawab dengan jelas.
tersebut?

185
VERBATIM WAWANCARA III
Narasumber : Amin Samsuri, S.Pd. (Guru Sekolah GA)
Hari, tanggal : Jumat, 22 April 2022
Waktu : 08.00 – 08.30 WIB
Lokasi : Ruang Kelas TK A Sekolah Alam Matahari

No. Interviewee Interviewer


Sejak kapan anda mengajar di
1 Sejak 2017 bulan Juli.
sini?
Sejak kapan anak bersekolah di
2 Sejak 2021.
sini?
3 Saat ini anak kelas berapa? Saat ini Mas GA kelas TK A.
Awalnya membutuhkan pendampingan, tetapi sekarang sudah mulai
dilepas. GA belum bisa berbicara dengan lancar, tetapi akhir-akhir
Apakah ada keluhan khusus
4 ini sudah bisa mengucap beberapa kata seperti meniru dari guru-
terhadap diri anak?
gurunya, sudah bisa mengikuti dan paham apa yang disampaikan
oleh gurunya.

186
Suka main sendiri, aktif dengan gayanya sendiri. Tapi ketika kita
memberi perintah, dia bisa melaksanakannya. Ketika diperintah
Bagaimana keseharian anak
5 "Mas GA silahkan duduk", "Mas GA silahkan buang sampahnya",
saat di sekolah?
"Mas GA silahkan ambil ini", dia bisa melaksanakannya dengan
baik.
Bagaimana hubungan anak Kalau dengan saya hubungannya baik. Dia sudah bisa menempatkan
6
dengan guru-guru? diri sesuai perintah.

Apakah anak selalu menuruti


7 Iya, selalu menuruti perintah yang diberikan.
perintah gurunya?
Apa yang dilakukan oleh guru
8 jika anak menuruti Ya kalau menuruti biasanya saya kasih pujian.
perintahnya?
Apa yang dilakukan oleh guru Dia selalu menuruti perintah yang diberikan sih, walaupun kadang
9 jika anak tidak menuruti seenaknya sendiri. Jadi kalau nggak nurut ya sudah, dia mau main
perintahnya? apa ya saya bebaskan.
Akhir-akhir ini dia ikut menimbrung teman-temannya saat bermain
Bagaimana hubungan anak
10 petak umpet, polisi-polisian, meskipun di situ dia hanya ikut-ikutan
dengan teman-temannya?
saja tetapi sudah bergabung dengan teman-temannya.

187
Apakah anak sering bermain Awalnya dia senang bermain sendiri, tetapi akhir-akhir ini dia
11
dengan teman-temannya? senang bermain dengan teman-temannya.
Dia sedang suka mengeksplorasi alam seperti itu. Dia kan lagi di
tahap mencoba ya, jadi kalau sekarang ya kursi putar itu. Nanti kalau
12 Apa hal yang disukai anak?
misalnya ada hal yang baru dan belum pernah dilihat ya dia bakal
suka itu.
Apa hal yang tidak disukai Tidak ada sih. Kalau pembelajaran targetnya mas GA berbeda
13
anak? dengan yang lain.
Misalnya cooking, outbond itu antusiasmenya tinggi sekali,
sedangkan mewarnai, menggunting, itu dia kurang tertarik. Tetapi
Bagaimana antusiasme anak
14 ketika dia didampingi, dia mau melakukannya. Kalau cooking kan
dalam belajar?
ada kompor, panci, wajan gitu dia tertarik sekali, ingin maju duluan,
ingin selalu di depan, ingin mencoba duluan.
Iya, dia itu kalau sudah kepo dengan sesuatu dia bakal mendekati
Apakah anak suka atau nggak ya dia mencoba sesuatu itu. Akhir-akhir ini dia kepo sama
15 bereksperimen atau melakukan kursi putar, jadi setiap hari kalau baru datang itu selalu mainan kursi
hal yang baru? putar, dilihat, dipegang, diduduki, ditarik ya pokoknya bener-bener
mainan kursi putar terus sampai dia bosan.
Apakah anak sering bermain Iya, dia itu sesukanya dia aja. Mau main puzzle ya langsung ambil
dengan benda-benda di di tempatnya terus mainan sendiri. Dia juga sering ke luar kelas entah
16
sekitarnya tanpa dorongan dari mainan ayunan atau perosotan padahal teman-temannya yang lain di
orang lain? dalam kelas belajar. Ya sesukanya dia aja.

188
Apa yang dia lihat, misalnya sekarang lagi senang-senangnya ke
kursi putar. Dia mungkin lagi mengamati itu. Setiap berangkat ke
situ, mainan itu atau nggak buka pintu dan lainnya. Itu adakalanya
sudah tidak melakukan itu lagi. Seperti kemarin, sebelum mainan
kursi itu dia penasaran dengan tangga, ya 2 mingguan dia berangkat,
Hal apa yang baru-baru ini
lalu masuk kelas terus ke sana, nanti dipanggil "Mas G, 1, 2, 3", nanti
17 dipelajari oleh anak dan sudah
ke sini lagi. Harus selalu diingatkan dan didampingi. Kemarin waktu
berapa lama?
belajar, GA ini penasaran dengan hal-hal yang baru seperti memanjat
pohon jambu. Pertamanya dia tidak bisa, lalu saya kasih tau cara-
caranya dia sudah tahu lalu turun lagi. Nah itu dia mencoba lagi, jadi
tahapnya Mas GA itu sedang di tahap mencoba hal baru. Kita selalu
mendampingi dia, kalau sekiranya berbahaya ya kita tegur dia.
Mas GA ini kalau main sama temennya ya sekedar ikut-ikutan saja,
Apakah anak senang dan
jadi belum bisa menikmatilah istilahnya kalau main sama teman-
18 menikmati bermain dengan
temannya. Misalnya main petak umpet, ya dia ikutan sembunyi tapi
teman sebayanya?
ya cuma sekedar ngikut aja.
Apakah anak mudah berpisah
Dia sudah mandiri, dianter sampai gerbang lalu masuknya sudah bisa
19 (tidak menangis) dengan orang
sendiri.
tuanya?

189
Apakah anak sudah mengerti
sesuatu yang benar dan sesuatu Iya, namun masih harus didampingi dan diingatkan terus, karena dia
20
yang salah? Bagaimana dengan saat ini sedang di tahap mencoba.
peraturan?
Berapa warna yang dikenali Belum bisa menyebutkan sendiri, tetapi bisa menirukan walaupun
21
oleh anak? belum jelas.
Bisanya menirukan nyanyian seperti "good morning good morning"
Apa kalimat terpanjang yang
22 meskipun tidak jelas. Tetapi kalau kalimat itu belum pernah
telah anak ucapkan?
mendengar saya.
Apakah anak sudah bisa
mengerjakan pekerjaan yang
Untuk saat ini harus dikasih tahu dulu untuk membereskan mainan,
23 sederhana (mengembalikan
tetapi dia sudah bisa mengerjakannya.
mainan yang telah selesai
digunakan)?
Apakah anak sudah mengetahui
24 antara anak laki-laki dan anak Kalau itu belum sih mba.
perempuan?
Kalau GA spontan, seperti kemarin ketika teman-teman yang lain
Bagaimana keadaan anak saat
menunggu dipanggil untuk foto, dia maju sendiri walaupun belum
25 disuruh untuk tampil di depan
dipanggil. Tapi kalau komunikasi di depan teman-temannya belum
umum?
bisa.

190
Apakah anak mampu Bisa, tetapi masih memerlukan pengawasan dan pendampingan.
26 mengikuti permainan dengan Kalau outbond gitu dia bisa mengikuti permainan dan mengikuti
anak sebayanya? peraturan, tetapi kalau sudah selesai itu ya dia lari-lari sendiri.
Apakah anak berani mencoba
27 melakukan sesuatu atau malah Dia berani mencoba.
anak merasa takut salah?
Apakah anak memiliki banyak
aktivitas atau anak terlihat
28 Banyak aktifitas.
malas dalam melakukan
sesuatu?
Apakah anak sering
membanting barang atau Kalau membanting gitu nggak sih, tapi kalau dia penasaran ya dia
29
menunjukkan perilaku agresif mencoba sampai membanting barang.
lain?
Bagaimana interaksi anak Interaksinya bagus, suka berkegiatan di alam dia.
30
dengan lingkungannya?
Karena Mas GA ini berbeda dari teman-temannya yang lain ya target
Apakah terdapat strategi yang
pembelajarannya juga berbeda. Saya kasih kebebasan Mas GA mau
dilakukan oleh guru dalam
31 main apa, tapi sebelum itu saya ajarkan dulu pelajaran seperti teman-
meningkatkan perkembangan
temannya. Kalau Mas GA terlihat tidak tertarik dengan pelajarannya,
psikososial anak?
saya bebasin dia mau ngapain, tapi tetap saya awasi dan dampingi.

191
VERBATIM WAWANCARA IV
Narasumber : AS (Ibu FR)
Hari, tanggal : Rabu, 20 April 2022
Waktu : 11.30 – 12.30 WIB
Lokasi : Rumah Psikologi Mata Air

No. Interviewer Interviewee


1 Berapa saudara kandung yang Baru satu, anak pertama.
dimiliki oleh anak?
2 Bagaimana hubungan anak Masih satu kata satu kata. Misalnya dia jajan terus minta dibukakan
dengan orang tuanya? jajanannya, dia cuma bilang "bu-ka" gitu aja. Belum bisa membuat
kalimat. Kalau ada yang tidak dia suka itu dia mengamuk.
3 Bagaimana interaksi anak Biasa saja.
dengan keluarga besar?
4 Bagaimana interaksi anak Sebenarnya sudah saya suruh main keluar gitu, tetapi dianya yang
dengan teman sebayanya? tidak mau. Dia lebih memilih main sendiri. Misalnya teman-
temannya main kejar-kejaran gitu, dia lebih memilih main tanah,
main truk gitu.

192
5 Siapa saja yang setiap hari Orang tua, teman-teman di sekolah dan guru-guru.
bertemu dengan anak?
6 Apakah anak tinggal serumah Sama orang tuanya aja.
dengan orang tua dan saudara
kandung saja atau dengan
keluarga besar lainnya?
7 Bagaimana keseharian anak? Bangun tidak terlalu teratur, tidak ada jadwal tertentu. Jadwal
tertentu paling ya makan, minum, sekolah itu bangun pagi.
8 Apa hal yang disukai anak? Kalau mainan sukanya truk, kalau makanan tidak suka sayur, bakso,
sate.
9 Apa hal yang tidak disukai
anak?
10 Bagaimana pola asuh yang Biasanya saya awasi tapi ketika saya sedang repot saya biarkan saja
anda terapkan untuk anak yang penting masih di dalam rumah.
anda?
11 Apakah anda memberi Ya saya beri kebebasan dia mau main apa saja yang penting masih
kebebasan pada anak untuk di dalam rumah. Kalau dia ingin ke luar rumah ya saya ikut ke luar
menjelajahi dunia sekitarnya? mengawasi dia.
12 Apakah anak sudah cukup Kalau makanan yang disukai, dia mau makan sendiri, kalau tidak
mandiri? disukai ya saya suapi. Kalau buang air kecil dan besar di kamar
mandi sudah bisa sendiri. Cuma dia itu tidak mau bilang, tau-tau dia

193
sudah nggak pakai celana. Kalau tidur masih saya tiduri nggak tidur
sendiri. Pakai baju kaos dan celana sudah bisa, tetapi kalau baju
kancing belum bisa mengancingkan.
13 Sejak umur berapa anak Sejak umur 2 tahun.
didiagnosis speech delay?
14 Bagaimana anda mengetahui Ada tetangga yang umurnya lebih muda sudah banyak omong,
bahwa anak mengalami speech berbeda dengan FR yang belum mau ngomong. Lalu saya konsultasi
delay? dengan dokter anak dan disuruh tes pendengaran, karena riwayat
lahirnya itu biru (nggak bagus). Kata dokternya ya kemungkinan
karena kelahirannya itu.
15 Apa hal yang anda lakukan Konsultasi ke dokter anak, lalu direkomendasikan tes dan setelah itu
pertama kali saat anak anda ikut terapi.
didiagnosis speech delay?
16 Apakah terdapat riwayat Tidak ada.
speech delay di keluarga?
17 Bagaimana anak merespon Teman-temannya di sana itu lebih tua dari R, sehingga teman-
ajakan bermain teman- temannya itu seperti mengejek, jadi FR marah. Kalau teman yang
temannya? lebih muda, dia mau. Walaupun yang satu main truk, yang satu main
truk, dan tidak bergabung.

194
18 Apakah anak suka Dia itu modelnya monoton, kalau sudah bosan baru ganti.
bereksperimen atau melakukan
hal yang baru?
19 Apakah anak sering bermain Masih saya suruh-suruh untuk main. Kalau di sekolahan dia mau
dengan benda-benda di gabung dengan teman-temannya. Dia juga mau antri ketika ingin
sekitarnya tanpa dorongan dari bermain perosotan, tidak yang desak-desakan begitu.
orang lain?
20 Hal apa yang baru-baru ini Dia baru senang huruf hijaiyah, kalau huruf alfabet belum mau.
dipelajari oleh anak dan sudah
berapa lama?
21 Apakah anak senang dan Kalau di sekolahan itu tidak apa-apa, mau bergabung dengan teman-
menikmati bermain dengan temannya. Kalau pembelajaran kurang tau.
teman sebayanya?
22 Apakah anak mudah berpisah Kalau sama bapaknya gampang, kalau sama saya susah berpisah.
(tidak menangis) dengan orang
tuanya?
23 Apakah anak sudah mengerti Kadang masih diingatkan untuk yang benar dan salah. Dia belum
sesuatu yang benar dan sesuatu paham tentang mencuri atau sebagainya.
yang salah? Bagaimana dengan
peraturan?

195
24 Berapa warna yang dikenali Sebagian sudah bisa.
oleh anak?
25 Apa kalimat terpanjang yang "minta tolong" tetapi masih belum terlalu jelas.
telah anak ucapkan?
26 Apakah anak sudah bisa Kalau diperintah ya bisa, misalnya membereskan mainan. Kalau
mengerjakan pekerjaan yang tidak diperintah, ya tidak mau.
sederhana (mengembalikan
mainan yang telah selesai
digunakan?
27 Apakah anak sudah mengetahui Belum.
antara anak laki-laki dan anak
perempuan?
28 Bagaimana keadaan anak saat Belum pernah.
disuruh untuk tampil di depan
umum?
29 Apakah anak mampu Kalau permainan yang ada peraturan seperti petak umpet, dia belum
mengikuti permainan dengan paham. Tapi kalau permainan seperti perosotan itu dia paham untuk
anak sebayanya? antri.

196
30 Apakah anak berani mencoba Permainan seperti memanjat itu dia masih takut.
melakukan sesuatu atau malah
anak merasa takut salah?
31 Apakah anak memiliki banyak Aktif
aktivitas atau anak terlihat
malas dalam melakukan
sesuatu?
32 Apakah anak sering Dulu waktu sebelum terapi iya menunjukkan perilaku agresif seperti
membanting barang atau kalau marah banting barang. Kalau sekarang tidak, paling cuma
menunjukkan perilaku agresif nangis.
lain?

197
VERBATIM WAWANCARA V
Narasumber : Debby Adhe, S.Pd. (Ibu Guru FR)
Hari, tanggal : Jumat, 18 Mei 2022
Waktu : 08.15 – 09.00 WIB
Lokasi : Ruang Kelas TK A, TK IT Baitussalam

No. Interviewee Interviewer


1 Sejak kapan anda mengajar di Saya di sini sudah dari tahun 2017.
sini?
2 Sejak kapan anak bersekolah di Sejak KB, tahun 2020.
sini?
3 Saat ini anak kelas berapa? TK A.
4 Apakah ada keluhan khusus Kalau mas FR itu keluhannya tidak fokus, dia masih susah diajak
terhadap diri anak? komunikasi. Yang pertama, dia memang belum tahu peraturan di
dalam kelas, tapi lama-lama ada satu dua yang dia sudah paham. Dia
belum bisa menulis seperti teman-temannya yang lain, tapi kalau
membuat coretan-coretan itu dia sudah bisa.

198
5 Bagaimana keseharian anak Ya kesehariannya bermain aja, kadang kalau dia mau seperti ini
saat di sekolah? (bermain puzzle) saya kasih juga. Tapi kalau dia tidak mau, dia
langsung pergi. Jadi kalau dia sudah tidak mau, ya saya tidak paksa.
Dia entah ambil permainan lalu lintas lalu dijejer-jejer gitu atau
mainan balok atau mainan di kelas sebelah.
6 Bagaimana hubungan anak Kalau mas FR itu ya baik aja ke guru-guru yang lain, sama seperti
dengan guru-guru? ke saya. Dekatnya kan mungkin sama saya, awalnya dia tidak mau
saya sentuh. Dia itu kalau tidak setuju dengan apa yang dia
kehendaki, dia ngeludahin saya. Kalau sekarang ya masih
ngeludahin, tapi intensitasnya sudah berkurang.
7 Apakah anak selalu menuruti Ya kadang nurut kadang juga nggak.
perintah gurunya?
8 Apa yang dilakukan oleh guru Ya saya kasih pujian seperti "Mas FR hebat ya", atau seperti tadi
jika anak menuruti ketika ngasih tasnya ke saya, saya bilang "wah mas FR hebat ya, ayo
perintahnya? teman-temannya ngikutin mas R". Ya sekedar saya ngasih pujian
saja.
9 Apa yang dilakukan oleh guru Ya mungkin dia paham sama apa yang saya perintahkan, tapi karena
jika anak tidak menuruti dia tidak tertarik ya saya biarkan saja. Karena kalau saya paksakan
perintahnya? perintah saya, saya takut dia nanti marah dan nangis.
10 Bagaimana hubungan anak Kalau mas FR ngajak main teman-temannya itu dengan cara
dengan teman-temannya? memegang atau mengelus kepala temannya. Kalau sudah

199
memegang/mengelus kepala temannya, ya sudah dia mainan sendiri
lagi. Jadi komunikasi dengan temannya itu belum bisa.

11 Apakah anak sering bermain Kalau main bersama itu belum pernah. Dia kalau didekati kadang
dengan teman-temannya? tidak mau. Jadi kalau untuk main bersama temannya itu belum bisa.
12 Apa hal yang disukai anak? Yang disukai itu balok, puzzle gitu.
13 Apa hal yang tidak disukai Kalau yang tidak disukai itu kayaknya saya belum pernah
anak? menemukan ya. Jadi kalau ada hal baru itu dia tertarik. Kalau bosan
seperti bermain balok ya dia tidak mau, nanti dia bilang "emoh" gitu.
14 Bagaimana antusiasme anak Ya tidak selalu. Dia itu badmood cuma di awal-awal aja, karena
dalam belajar? mungkin bosan di kelas. Tapi kalau sekarang jarang menangis.
15 Apakah anak suka Dia itu suka melakukan hal yang baru. Jadi kemarin waktu di luar
bereksperimen atau melakukan kelas, yang lain mainan semuanya, dia itu kayak menemukan sendok
hal yang baru? atau apa itu terus dia mainan pasir sampai dia tidak mau pulang. Kita
kan juga punya pasir kinetik atau apa itu berbagai warna, dia
mencampur semua pasir itu.
16 Apakah anak sering bermain Iya dia itu ketika teman-temannya duduk belajar sama saya, dia main
dengan benda-benda di sendiri entah main balok, puzzle atau apapun. Kadang juga main ke
sekitarnya tanpa dorongan dari ruangan sebelah, ya main sendiri aja. Kalau di luar dia ambil sesuatu
orang lain? untuk mengorek-orek tanah sampai dalam terus dia pindahkan ke
tempat yang lainnya.

200
17 Hal apa yang baru-baru ini Kalau keterampilan fisik belum. Kalau ada keterampilan fisik masih
dipelajari oleh anak dan sudah dikerjakan di rumah bersama orang tuanya. Kalau hal yang baru itu,
berapa lama? walaupun sudah dari semester satu, saya baru dengar dia
menyanyikan lagu doa walaupun hanya belakangnya saja seperti
"…a ...a" gitu.
18 Apakah anak senang dan Dia belum bermain dengan teman sebayanya, dia lebih senang
menikmati bermain dengan bermain sendiri.
teman sebayanya?
19 Apakah anak mudah berpisah Iya, dia itu kalau ditinggal ibunya sampe sini, pintunya ditutup
(tidak menangis) dengan orang sendiri.
tuanya?
20 Apakah anak sudah mengerti Kalau menurut saya belum, karena kadang dia ambil jajanan
sesuatu yang benar dan sesuatu temannya terus diambil. Kalau dia melakukan hal yang salah, dia
yang salah? Bagaimana dengan akan mengulangi lagi sekali dua kali walaupun sudah diberitahu.
peraturan? Tapi ada beberapa hal yang tidak dia ulangi lagi, karena dia sudah
paham.
21 Berapa warna yang dikenali Warna dasar aja.
oleh anak?
22 Apa kalimat terpanjang yang Kalimat panjang itu paling cuma dua kata, seperti "mau pulang",
telah anak ucapkan? "tidak mau" gitu.

201
23 Apakah anak sudah bisa Iya, kalau dia suruh mengembalikan permainannya itu dia mau.
mengerjakan pekerjaan yang
sederhana (mengembalikan
mainan yang telah selesai
digunakan?
24 Apakah anak sudah mengetahui Dia belum mengerti.
antara anak laki-laki dan anak
perempuan?
25 Bagaimana keadaan anak saat Dia belum bisa.
disuruh untuk tampil di depan
umum?
26 Apakah anak mampu Belum mampu, lebih sering bermain sendiri.
mengikuti permainan dengan
anak sebayanya?
27 Apakah anak berani mencoba Sebenarnya dia itu kalau spontan langsung melakukan, jadi dia tidak
melakukan sesuatu atau malah ragu-ragu dan langsung melakukan yang dia mau.
anak merasa takut salah?
28 Apakah anak memiliki banyak Dia selalu beraktivitas, saya lihatnya dia aktif lari ke sana ke sini, ke
aktivitas atau anak terlihat kelas sebelah.
malas dalam melakukan
sesuatu?

202
29 Apakah anak sering Agresifnya itu kalau dia marah menendang saya, mendorong,
membanting barang atau meludahi. Cuma itu saja sih. Kalau membanting barang tidak, Cuma
menunjukkan perilaku agresif kalau suasana hatinya jelek itu tas tentengan itu dibuang semua ke
lain? lantai.
30 Bagaimana interaksi anak Dia senang mengeksplor berbagai tempat di sekolah, entah di luar
dengan lingkungannya? ataupun dalam ruangan.
31 Apakah terdapat strategi yang Kalau saya itu saya sudah berusaha karena saya basic-nya tidak di
dilakukan oleh guru dalam situ. Saya mendekatkan teman-temannya dengan mas FR itu dengan
meningkatkan perkembangan memberitahu teman-temannya untuk mengajak mas FR main, kalau
psikososial anak? mau apa dianterin gitu. Saya berusaha memberi pengertian ke teman-
temannya tentang kondisi mas R. Kalau mas FR mengelus,
memegang, mendorong itu teman-temannya tidak ada yang protes
atau membalas.

203
VERBATIM WAWANCARA VI
Narasumber : NN (Ibu KS)
Hari, tanggal : Kamis, 28 April 2022
Waktu : 14.00 – 15.00 WIB
Lokasi : Rumah Psikologi Mata Air

No. Interviewer Interviewee


Berapa saudara kandung yang Empat. Dia anak ketiga, punya kembaran 1 tapi kembarnya itu tidak
1
dimiliki oleh anak? identik gitu lho mbak.
Bagaimana hubungan anak
2
dengan saudara kandungnya? Hubungannya ya baik, kalau main ya sama saudara-saudaranya.
Baik mbak. Dia itu sehari-hari ya sama saya dan kakak adiknya.
Bagaimana hubungan anak
3 Soalnya suami saya kan kerja di Sumatera, kalau pulang setahun
dengan orang tuanya?
sekali. Jadi kalau hubungan dengan bapaknya ya kurang mbak.
Bagaimana interaksi anak Dia itu lebih suka pendiam, jadi kalau ada saudara yang lain ya
4
dengan keluarga besar? nggak banyak tingkah gitu mbak.
Dia kalau di rumah ya main sama saudara-saudara aja di pekarangan
Bagaimana interaksi anak
5 rumah. Kalau keluar pekarangan rumah itu jarang mbak, paling ya
dengan teman sebayanya?
sama teman-teman di sekolah.

204
Siapa saja yang setiap hari Saya sendiri, kakak sama adiknya, sama guru dan teman-teman
6
bertemu dengan anak? sekolahnya kalau sekolah.
Apakah anak tinggal serumah
dengan orang tua dan saudara
7
kandung saja atau dengan
keluarga besar lainnya? Iya, sama orang tua dan kakak adiknya.
Kesehariannya ya sekolah, kalau ada jadwal terapi ya terapi, sama
8 Bagaimana keseharian anak? les piano mbak. Kalau nggak ada jadwal terapi atau les ya main atau
nggak tidur.
Mainannya itu ya pasaran, masak-masakan itu lho mbak, terus suka
9 Apa hal yang disukai anak?
nyanyi makanya saya leskan piano.
Apa hal yang tidak disukai
10
anak? Dia nggak suka yang kotor-kotoran mbak.
Ya kalau main ya saya suruh di pekarangan rumah saja, soalnya saya
masih bisa mengawasi. Kan dia punya adik yang masih kecil jadi ya
saya lebih ngurusin yang kecil. Dia kan punya saudara kembar ya
Bagaimana pola asuh yang
mba, dan kalau terapi itu gantian sesinya. Kalau pulang terapi itu
11 anda terapkan untuk anak
saudara kembarnya suka mampir jajan di indomaret, jadi akhirnya
anda?
saya kasih gantian juga jadwalnya. Misalnya minggu ini saudara
kembarnya beli jajan di indomaret, minggu depan berarti jadwalnya
KS beli jajan juga di indomaret gitu.

205
Kalau makanan yang disukai mau makan sendiri, kalau tidak disukai
ya saya suapi. Kalau buang air kecil dan besar di kamar mandi sudah
Apakah anda memberi
bisa sendiri. Cuma dia itu tidak mau bilang, tau-tau dia sudah nggak
12 kebebasan pada anak untuk
pakai celana. Kalau tidur masih saya tiduri nggak tidur sendiri. Pakai
menjelajahi dunia sekitarnya?
baju kaos dan celana sudah bisa, tetapi kalau baju kancing belum
bisa mengancingkan.
Apakah anak sudah cukup
13
mandiri? Dia sudah mandiri, sudah bisa makan sendiri, mandi sendiri.
Sejak umur berapa anak
14
didiagnosis speech delay? Sejak umur dua tahunan jalan tiga tahun kalau nggak salah mbak.
Ya karena dia sama kembarannya itu belum bisa ngomong lancar
Bagaimana anda mengetahui gitu mbak, sedangkan kakak-kakaknya waktu umur segitu sudah bisa
15 bahwa anak mengalami speech bicara. Jadi saya periksakan mereka terus katanya mereka itu
delay? terlambat bicara. Lalu ya saya terapikan di biro itu to mbak sampai
sekarang.
Apa hal yang anda lakukan
16 pertama kali saat anak anda Saya konsultasikan terus pas sudah tau kalau terlambat bicara ya
didiagnosis speech delay? saya ikutin saran untuk terapi itu di biro.
Apakah terdapat riwayat
17
speech delay di keluarga? Tidak ada

206
Bagaimana anak merespon
18 ajakan bermain teman- Ya kalau di rumah kan sama saudaranya, jadi kalau main ya main
temannya? aja.
Apakah anak suka
19 bereksperimen atau melakukan Nggak juga sih mbak, yang suka bereksperimen itu malah saudara
hal yang baru? kembarnya.
Apakah anak sering bermain
dengan benda-benda di
20
sekitarnya tanpa dorongan dari Ya kalau KS ingin main ya main saja nggak usah nunggu di suruh
orang lain? mbak.
Hal apa yang baru-baru ini
21 dipelajari oleh anak dan sudah
berapa lama? Dia baru saya leskan piano sama kembarannya sih mbak.
Apakah anak senang dan
22 menikmati bermain dengan Kalau itu kurang tau ya mbak, soalnya kalau di rumah ya main sama
teman sebayanya? saudara kembarnya aja.
Apakah anak mudah berpisah
23 (tidak menangis) dengan orang
tuanya? Mudah mbak.
Apakah anak sudah mengerti Dia sudah mengerti. Kalau saya bilang nggak boleh ya berarti dia
24
sesuatu yang benar dan sesuatu nggak akan melakukannya.

207
yang salah? Bagaimana dengan
peraturan?
Berapa warna yang dikenali
25
oleh anak? Dia sudah tau berbagai warna.
Apa kalimat terpanjang yang
26
telah anak ucapkan? Dia sudah lancar ngomongnya mba, tapi masih cadel.
Apakah anak sudah bisa
mengerjakan pekerjaan yang
27 sederhana (mengembalikan
mainan yang telah selesai
digunakan? Dia sudah bisa, kadang bantu nyapu juga.
Apakah anak sudah mengetahui
28 antara anak laki-laki dan anak
perempuan? Dia sudah tau.
Bagaimana keadaan anak saat
29 disuruh untuk tampil di depan
umum? Dia malu mbak kalau disuruh tampil di depan orang-orang.
Apakah anak mampu
30 mengikuti permainan dengan Dia mampu, cuma ya dia lebih senang main sendiri daripada
anak sebayanya? kembarannya.

208
Apakah anak berani mencoba
31 melakukan sesuatu atau malah Berani mencoba dia. Tapi kalau sudah mencoba terus dia nggak
anak merasa takut salah? minat ya dia nggak mau mencoba.
Apakah anak memiliki banyak
aktivitas atau anak terlihat
32
malas dalam melakukan Ya biasa aja mbak, lebih senang main yang nggak membutuhkan
sesuatu? banyak energi gitu.
Apakah anak sering
membanting barang atau
33
menunjukkan perilaku agresif
lain? Nggak mbak.

209
VERBATIM WAWANCARA VII
Narasumber : Navita Sari, A.Md. (Guru Sekolah KS)
Hari, tanggal : Jumat, 21 April 2022
Waktu : 07.00 – 07.35 WIB
Lokasi : Ruang Kelas TK B Sekolah Alam Matahari Ambarawa
No. Interviewee Interviewer
1 Sejak kapan anda mengajar di 10 tahun.
sini?
2 Sejak kapan anak bersekolah di Sejak 2019.
sini?
3 Saat ini anak kelas berapa?
TK B
4 Apakah ada keluhan khusus R & KS so far so good. Kembar tapi tidak identik. FR lebih rapi dan
terhadap diri anak? suka dengan hal-hal baru, KS lebih KS introvert, suka main sendiri,
kalau ada pertanyaan lebih aktif R.
5 Bagaimana keseharian anak K lebih menarik diri. Kalau FR datang bisa langsung peluk bunda
saat di sekolah? dengan physical touch. Kalau KS itu tidak. Jadi untuk pelukan atau
bahasa tubuh itu lebih ekspresif R.

210
6 Bagaimana hubungan anak Dua-duanya bagus
dengan guru-guru?
7 Apakah anak selalu menuruti Kalau anak itu lebih mengungkapkan setuju atau tidak setuju. Kalau
perintah gurunya? FR tidak suka dengan kegiatan ini dia bilang "aku nggak suka dengan
ini, aku mau yang lain". Kalau KS lebih nurut.
8 Apa yang dilakukan oleh guru Kita memberikan kalimat pujian tetap kita beri untuk motivasi.
jika anak menuruti
perintahnya?
9 Apa yang dilakukan oleh guru Kita memberikan kebebasan kepada anak. Jika anak tidak mau
jika anak tidak menuruti dengan kegiatan kita, kita menawarkan kegiatan yang diinginkan
perintahnya? anak. Jadi kita tidak memaksa.
10 Bagaimana hubungan anak Mereka tidak pilih-pilih teman. Kalau mainan ya enjoy aja.
dengan teman-temannya?
11 Apakah anak sering bermain Kalau FR senang bermain dengan teman-temannya, sedangkan KS
dengan teman-temannya? lebih senang bermain sendiri.
12 Apa hal yang disukai anak? Kalau FR bermain bergerombol dengan teman-temannya. Kalau KS
menikmati bermain sendiri seperti membangun, sedangkan FR lebih
suka permainan yang membutuhkan kerja sama tim.
13 Apa hal yang tidak disukai Mereka tidak suka permainan yang kotor-kotor seperti outbond.
anak?

211
14 Bagaimana antusiasme anak Dua-duanya bagus, karena pencapaian akademisnya di atas rata-rata.
dalam belajar?
15 Apakah anak suka Dalam hal suka mencoba hal yang baru dan tantangan, KS lebih ke
bereksperimen atau melakukan mundur daripada saudara kembarnya. Ketika KS tidak suka dengan
hal yang baru? kegiatannya, dia sudah benar-benar tidak mau. Jadi effort-nya untuk
mencoba hal yang baru itu kurang.
16 Apakah anak sering bermain Ya
dengan benda-benda di
sekitarnya tanpa dorongan dari
orang lain?
17 Hal apa yang baru-baru ini Hal yang baru dipelajari itu bermain angklung.
dipelajari oleh anak dan sudah
berapa lama?
18 Apakah anak senang dan Kalau KS lebih menikmati bermain sendiri.
menikmati bermain dengan
teman sebayanya?
19 Apakah anak mudah berpisah Iya, kalau sekolah itu cuma diantar aja, nggak nangis.
(tidak menangis) dengan orang
tuanya?

212
20 Apakah anak sudah mengerti Sudah tahu. Sudah diberikan pendidikan karakter di sekolah jadi
sesuatu yang benar dan sesuatu mereka sudah mengerti.
yang salah? Bagaimana dengan
peraturan?
21 Apa kalimat terpanjang yang Dia itu sudah bisa bercerita, tapi memang artikulasinya masih ada
telah anak ucapkan? yang belum jelas, seperti "r" dan "l".
22 Apakah anak sudah bisa Iya
mengerjakan pekerjaan yang
sederhana (mengembalikan
mainan yang telah selesai
digunakan?
23 Apakah anak sudah mengetahui Sudah, karena ada kegiatan outbond itu ada ganti baju mereka sudah
antara anak laki-laki dan anak malu jika auratnya dilihat oleh teman laki-lakinya.
perempuan?
24 Bagaimana keadaan anak saat R yang lebih bagus. Karena KS memang pemalu. Ada sesi cerita
disuruh untuk tampil di depan seminggu sekali. Kalau FR bisa cerita dari A sampai Z. Kalau KS
umum? harus dimotivasi atau dipancing dulu.
25 Apakah anak mampu Sesuai usianya sudah.
mengikuti permainan dengan
anak sebayanya?

213
26 Apakah anak berani mencoba Biasanya mereka akan exited. Untuk mencoba, itu lebih bagus ke R-
melakukan sesuatu atau malah nya.
anak merasa takut salah?
27 Apakah anak memiliki banyak Banyak aktivitas.
aktivitas atau anak terlihat
malas dalam melakukan
sesuatu?
28 Apakah anak sering Tidak
membanting barang atau
menunjukkan perilaku agresif
lain?
29 Bagaimana interaksi anak Bagus. KS itu kooperatif dengan teman, suka membantu teman juga.
dengan lingkungannya?
30 Bagaimana perkembangan Empatinya bagus, suka berbagi permainan dengan temannya dan
psikososial anak? tidak suka rebutan.
31 Apakah terdapat strategi yang Kita tidak terlalu berat, mereka sudah tahu apa yang harus dan tidak
dilakukan oleh guru dalam harus dilakukan. Stimulasi dengan membacakan cerita, lalu
meningkatkan perkembangan mengambil kesimpulan yang baik dan buruk dan boleh ditiru dan
psikososial anak? tidak boleh ditiru.

214
Lampiran 12 Catatan Observasi
DATA OBSERVASI I
Nama : GA Waktu : 22 April & 25 April 2022
Usia : 5 tahun Tempat : Rumah Psikologi Mata Air &
Jenis Kelamin : Laki-Laki Sekolah Alam Matahari Ambarawa

Indikator Observasi Ya Tidak Keterangan

Mengkhayal dan kreatif: Ketika teman-temannya duduk belajar,


Membuat atau melakukan suatu √ GA bermain kursi putar.
hal yang berbeda dari anak lain. Bermain menggunakan tisu toilet.
Berinisiatif bermain dengan Saat datang ke sekolah langsung bermain

benda-benda di sekitarnya kursi putar.
Inisiatif Mempelajari keterampilan fisik
√ Belajar memanjat pohon.
baru
Tidak terlihat bermain dengan teman
Menikmati bermain dengan anak
√ sebaya, sepanjang berada di sekolah
sebayanya
bermain sendiri.
Mudah berpisah dengan orang Saat diantar berangkat sekolah, GA

tua langsung masuk ke dalam kelas.

215
Bermain sendiri saat guru sedang
mengajar.
Mengetahui hal yang benar dan Masih meletakkan sepatunya

salah, serta mengikuti aturan sembarangan, padahal harus diletakkan di
rak sepatu.
Berkeliling ketika yang lain duduk.
Mengenal minimal 4 warna √
GA jarang berbicara dan lebih banyak
Merangkai kata-kata dalam menggunakan isyarat tubuh. Sering

bentuk kalimat mengeluarkan suara tidak jelas saat yang
lain ditanya.
Mampu mengerjakan pekerjaan Dapat mengembalikan permainannya

yang sederhana kembali setelah diperintah oleh guru.
Mengenal jenis kelamin anak √
Saat disuruh untuk pindah tempat duduk,
dia mengikutinya.
Anak mengikuti perintah terapis √
Strategi yang Saat disuruh mengembalikan media terapi
dilakukan seperti flashcard, dia mau.
Anak mengikuti perintah/saran
orang tua

216
Mau disuruh duduk oleh guru.
Anak mengikuti perintah guru √ Mengambil tasnya lalu diletakkan di
tempat penyimpanan tas.
GA terlihat selalu bermain sendiri, seperti
Anak sering bermain sendiri √
kursi putar, puzzle, ayunan.
Perkembangan Anak sering bermain dengan GA tidak terlihat bergabung bermain

permainan teman-temannya dengan teman-temannya.
Anak menyukai permainan FR sering bermain puzzle atau permainan

kelompok yang bisa dimainkannya sendiri.
Tidak pernah terlihat berbaur dengan
Anak dapat berbaur dengan
√ teman sebayanya dan lebih sering
mudah bersama teman sebaya
Hubungan bermain sendiri.
dengan teman Anak sering mengajak bermain

sebaya teman-temannya
Tidak pernah bermain bersama teman
Anak memiliki banyak teman √
sebayanya.
GA bermain masak-masakan
Anak bermain sesuai asosiasi
√ menggunakan pasir dan alat dapur
Perkembangan gendernya
mainan.
gender
Mengetahui jenis kelamin teman-

temannya

217
Anak melakukan hal yang tidak
√ Mengambil barang temannya.
bertentangan dengan norma
Anak mengetahui aturan-aturan √
Perkembangan Masih meletakkan tas dan sepatu bukan di
moral Anak menaati peraturan yang
√ tempatnya.
berlaku
Membuang daun di wastafel.
Tidak mengulangi perbuatan Ketika ditegur agar tidak membuang daun

yang salah di wastafel, GA masih mengulanginya.

218
Data Observasi II
Nama : FR Waktu : 13 April & 18 Mei 2022
Usia : 5 tahun Tempat : Rumah Psikologi Mata Air &
Jenis Kelamin : Laki-Laki TK IT Baitussalam Ambarawa

Indikator Observasi Ya Tidak Keterangan


Mengkhayal dan kreatif: Menggunakan pasir sebagai media
Membuat atau melakukan suatu √ pengganti nasi atau sayur untuk bermain
hal yang berbeda dari anak lain. masak-masakan.
Berinisiatif bermain dengan Bermain balok, puzzle, pasir tanpa

benda-benda di sekitarnya dorongan dari guru.
Inisiatif Mempelajari keterampilan fisik

baru
Tidak terlihat bermain dengan teman
Menikmati bermain dengan anak
√ sebaya, sepanjang berada di sekolah
sebayanya
bermain sendiri.
Mudah berpisah dengan orang FR langsung masuk ke dalam kelas saat

tua diantar ibunya.

219
Mengetahui hal yang benar dan Berkeliling ruang kelas saat guru sedang

salah, serta mengikuti aturan mengajar.
Mengetahui warna kuning, merah, putih,
Mengenal minimal 4 warna √
biru.
Merangkai kata-kata dalam
√ Berbicara “emoh” dan “mau pulang”.
bentuk kalimat
Mampu mengerjakan pekerjaan Dapat mengembalikan permainannya

yang sederhana kembali setelah disuruh oleh guru.
Mengenal jenis kelamin anak √
Tidak menuruti perintah terapis untuk
Anak mengikuti perintah terapis √
duduk dan menyelesaikan permainannya.
Strategi yang Anak mengikuti perintah/saran

dilakukan orang tua
Anak mengikuti perintah guru √ Hanya saat FR menyukai perintahnya.
Anak sering bermain sendiri √ FR terlihat selalu bermain sendiri.
Tidak terlihat FR bermain dengan teman-
Perkembangan Anak sering bermain dengan √ temannya dan menjauh dari teman-
teman-temannya
permainan temannya.
Anak menyukai permainan FR sering bermain balok atau puzzle

kelompok sendiri.

220
Anak dapat berbaur dengan
√ Selalu bermain sendiri.
mudah bersama teman sebaya
Hubungan FR terlihat sesekali mengelus kepala
dengan teman Anak sering mengajak bermain √
teman perempuannya untuk mengajak
sebaya teman-temannya bermain, namun setelah itu FR kembali
bermain sendiri.
Tidak pernah bermain bersama teman
Anak memiliki banyak teman √
sebayanya.
Anak bermain sesuai asosiasi FR bermain masak-masakan

Perkembangan gendernya menggunakan pasir.
gender Mengetahui jenis kelamin teman-

temannya
Anak melakukan hal yang tidak
√ Meludahi guru dan terapis.
bertentangan dengan norma
FR membuang sampah di tempatnya
Anak mengetahui aturan-aturan √
ketika disuruh.
Perkembangan Saat belajar di dalam kelas, FR terus
Anak menaati peraturan yang
moral √ berkeliling dan tidak duduk di tempat
berlaku
duduknya.
Ketika ditegur untuk tidak keluar kelas
Tidak mengulangi perbuatan
√ saat jam pelajaran, FR terus berkeliling
yang salah
dan ke luar kelas.

221
Data Observasi III
Nama : KS Waktu : 14 April & 21 April 2022
Usia : 6 tahun Tempat : Rumah Psikologi Mata Air &
Jenis Kelamin : Perempuan Sekolah Alam Matahari Ambarawa

Indikator Observasi Ya Tidak Keterangan


Mengkhayal dan kreatif:
Membuat atau melakukan suatu √
hal yang berbeda.
Berinisiatif bermain dengan Bermain puzzle, membaca buku,

benda-benda di sekitarnya memakai sandal modifikasi.
Mempelajari keterampilan fisik

Inisiatif baru
Menikmati bermain dengan anak KS lebih banyak menikmati bermain

sebayanya sendiri.
Mudah berpisah dengan orang KS langsung masuk ke dalam kelas saat

tua diantar ibunya.
Mengetahui hal yang benar dan Saat makan memakai tangan kanan.

salah, serta mengikuti aturan Meletakkan sepatu & tas di tempatnya.

222
Mengenal minimal 4 warna √ Biru, merah, kuning, cokelat.
Merangkai kata-kata dalam
√ “aku tidak mau”, “mencari madu”
bentuk kalimat
Mampu mengerjakan pekerjaan Dapat mengembalikan permainannya

yang sederhana kembali setelah selesai digunakan.
Mengenal jenis kelamin anak √
Menuruti perintah untuk menyaring pasir
Anak mengikuti perintah terapis √
dan memegang dengan tangan kanan.
Strategi yang Anak mengikuti perintah/saran
dilakukan orang tua
Saat disuruh untuk membereskan
Anak mengikuti perintah guru √ permainannya, KS segera membereskan
permainannya.
Anak sering bermain sendiri √ Bermain sandal modifikasi, puzzle.
Anak sering bermain dengan
Perkembangan √
teman-temannya
permainan
Anak menyukai permainan Sering bermain permainan puzzle

kelompok sendirian.
Anak dapat berbaur dengan Mengikuti baris berbaris dengan teman-

mudah bersama teman sebaya temannya.

223
Anak sering mengajak bermain
Hubungan √ Menunggu diajak bermain temannya.
teman-temannya
dengan teman
Saling menyapa dengan teman di
sebaya Anak memiliki banyak teman √
kelasnya.
Anak bermain sesuai asosiasi
√ KS bermain masak-masakan.
Perkembangan gendernya
gender Mengetahui jenis kelamin teman-

temannya
Anak melakukan hal yang tidak Makan dengan tangan kanan, salim

bertentangan dengan norma dengan guru.
Saat bermain angklung, KS sudah
Anak mengetahui aturan-aturan √ mengerti peraturan di lagu Kartini.
Perkembangan Membantu mengembalikan angklung.
moral Anak menaati peraturan yang
√ Meletakkan tas & sepatu di tempatnya.
berlaku
Saat ada temannya yang ditegur agar
Tidak mengulangi perbuatan
√ tidak melempar angklung, KS dengan
yang salah
hati-hati mengembalikannya.

224
Lampiran 13 Rekap Data Observasi 3 Subjek

Indikator Karakteristik GA FR KS
Mengkhayal dan kreatif: Membuat
atau melakukan suatu hal yang √ √
berbeda dari anak lain.
Berinisiatif bermain dengan
√ √ √
benda-benda di sekitarnya
Mempelajari keterampilan fisik

baru
Menikmati bermain dengan anak
sebayanya

Mudah berpisah dengan orang tua √ √ √


Inisiatif
Mengetahui hal yang benar dan

salah, serta mengikuti aturan

Mengenal minimal 4 warna √ √

Merangkai kata-kata dalam bentuk



kalimat
Mampu mengerjakan pekerjaan
√ √ √
yang sederhana

Mengenal jenis kelamin anak √

225
Lampiran 14 Dokumentasi Gambar

TK IT Baitussalam Bersama guru sekolah GA


Ambarawa dan KS.

Rumah Psikologi Mata Air Bersama guru sekolah FR.


Ambarawa.

GA sedang terapi meniup GA sedang bermain puzzle,


gelembung. ketika teman-temannya
membuat keterampilan.

226
FR dibantu oleh guru FR berada di loker, ketika
sekolah untuk makan. teman-temannya belajar
bersama.

KS memakai sendal yang KS menikmati bermain


telah dimodifikasi. sendiri.

227
Lampiran 15 Daftar Riwayat Hidup

A. Biodata Pribadi
1. Nama Lengkap : Pangesti Mulyasari
2. Jenis Kelamin : Perempuan
3. Tempat, Tanggal Lahir : Karanganyar, 19 Agustus 2000
4. Kebangsaan : Indonesia
5. Agama : Islam
6. Alamat : Matesih, Karanganyar, Jawa Tengah
7. Email : mspangesti@gmail.com
B. Riwayat Pendidikan
1. SDN 3 Gantiwarno (2006-2012)
2. SMPN 1 Matesih (2012-2015)
3. SMAN Karangpandan (2015-2018)
4. IAIN Salatiga (2018-2022)
C. Pengalaman Organisasi
1. Forum Mahasiswa Karanganyar (2019-2021) Staf PSDM
2. Forum Mahasiswa Karanganyar (2021-2022) Sekretaris
Umum

228
1

Anda mungkin juga menyukai