Anda di halaman 1dari 131

TRADISI KAHFIAN DI MASJID NURUL IMAN

GEDONGKUNING (STUDI LIVING HADIS


PERLAWANAN SEORANG TOKOH)

SKRIPSI

Oleh:

Khobirul Halim
NIM. 1500027008

Diajukan Untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh


Gelar Sarjana Strata Satu Dalam Bidang Ilmu Hadis

FAKULTAS AGAMA ISLAM


UNIVERSITAS AHMAD DAHLAN
YOGYAKARTA

i
KAHFIAN TRADITION IN MASJID NURUL IMAN
GEDONGKUNING (A LIVING HADITH STUDY OF
THE LEADER RESISTANCE)

UNDERGRADUATE THESIS

By:
Khobirul Halim
NIM. 1500027008

Submitted to Fulfilment the Partial Requirment of Bachelor


Degree In Hadith Studies

FACULTY OF ISLAMIC STUDIES


AHMAD DAHLAN UNIVERSITY
YOGYAKARTA

ii
MOTTO

ِ ِ
ْ ‫َم ْن يُِرد اللَّهُ بِه َخْي ًرا يُ َفق‬
‫ِّههُ ِِف الدِّي ِن‬
“Barang siapa yang Allah hendaki baginya suatu kebaikan,
niscaya Allah akan menjadikanya orang yang paham dalam
masalah agama”

(HR. al-Bukhari)

xi
HALAMAN PERSEMBAHAN

Skripsi ini kupersembahkan kepada:

Almamaterku Program Studi Ilmu Hadis Fakultas Agama Islam

Universitas Ahmad Dahlan Yogyakarta.

Kedua orang tua yang selalu memberikan support, guru-guru,

serta para sahabat yang banyak membantu peneliti dalam

menyelesaikan skripsi ini.

xii
PEDOMAN TRANSLITERASI ARAB-LATIN

Transliterasi kata-kata Arab yang dipakai dalam

penyusunan skripsi ini berpedoman pada Surat Keputusan

Bersama Menteri Agama dan Menteri Pendidikan dan

Kebudayaan Republik Indonesia Nomor: 158/1987 dan

0543b/U/1987.

A. Konsonan Tunggal

Huruf Nama Huruf Latin Keterangan

Arab

‫ا‬ Alif - Tidak dilambangkan

‫ب‬ Bā‟ b be

‫ت‬ Tā‟ t te

‫ث‬ Ṡā‟ ṡ es (dengan titik di atas)

‫ج‬ Jīm j je

‫ح‬ Ḥā‟ ḥ ha (dengan titik di bawah)

‫خ‬ Khā‟ kh ka dan ha

‫د‬ Dāl d de

xiii
‫ذ‬ Żāl ż zet (dengan titik di atas)

‫ر‬ Rā‟ r er

‫ز‬ zai z zet

‫س‬ sīn s es

‫ش‬ syīn sy es dan ye

‫ص‬ ṣād ṣ es (dengan titik di bawah)

‫ض‬ ḍād ḍ de (dengan titik di bawah)

‫ط‬ ṭā‟ ṭ te (dengan titik di bawah)

‫ظ‬ ẓȧ‟ ẓ zet (dengan titik di bawah)

‫ع‬ „ain „ koma terbalik di atas

‫غ‬ gain g ge

‫ف‬ fā‟ f ef

‫ق‬ qāf q qi

‫ك‬ kāf k ka

‫ل‬ lām l el

‫م‬ mīm m em

‫ن‬ nūn n en

‫و‬ wāw w w

‫هـ‬ hā‟ h ha

‫ء‬ hamzah ` apostrof

xiv
‫ي‬ yā‟ Y Ye

B. Konsonan Rangkap karena Syaddah Ditulis Rangkap

‫مـتعدّدة‬ ditulis Muta„addidah

‫عدّ ة‬ ditulis „iddah

C. Tā’ marbūṭah

Semua tā‟ marbūtah ditulis dengan h, baik berada pada akhir

kata tunggal ataupun berada di tengah penggabungan kata (kata

yang diikuti oleh kata sandang “al”) Ketentuan ini tidak

diperlukan bagi kata-kata Arab yang sudah terserap dalam bahasa

indonesia, seperti shalat, zakat, dan sebagainya kecuali

dikehendaki kata aslinya.

‫حكمة‬ ditulis ḥikmah

‫علّـة‬ ditulis „illah

‫كرامةاألولياء‬ ditulis karāmah al-

auliyā‟

D. Vokal Pendek dan Penerapannya

----َ--- Fatḥah ditulis A

Kasrah ditulis i

xv
----َ--- Ḍammah ditulis u

----َ---

‫ف َعل‬ Fatḥah ditulis fa„ala

‫ُذكر‬ Kasrah ditulis żukira

‫َيذهب‬ Ḍammah ditulis yażhabu

E. Vokal Panjang

1. fathah + alif ditulis ā

‫جاهلـ ّية‬ ditulis jāhiliyyah

fathah + ya‟ mati ditulis ā

‫َتـنسى‬ ditulis tansā

Kasrah + ya‟ mati ditulis ī

‫كريـم‬ ditulis karīm

4. Dammah + wawu ditulis ū

mati ditulis furūḍ

‫فروض‬

F. Vokal Rangkap

fathah + ya‟ mati ditulis ai

xvi
‫بـينكم‬ ditulis bainakum

2. fathah + wawu mati ditulis au

‫قول‬ ditulis qaul

G. Vokal Pendek yang Berurutan dalam Satu Kata

Dipisahkan dengan Apostrof

‫أأنـتم‬ ditulis A‟antum

‫اُع ّدت‬ ditulis U„iddat

‫لئنشكرتـم‬ ditulis La‟in syakartum

H. Kata Sandang Alif + Lam

Bila diikuti huruf Qamariyyah maka ditulis dengan

menggunakan huruf awal “al”

‫القرأن‬ ditulis Al-Qur‟ān

‫القياس‬ ditulis Al-Qiyās

Bila diikuti huruf Syamsiyyah ditulis sesuai dengan huruf

pertama Syamsiyyah tersebut

‫السماء‬
ّ ditulis As-Samā‟

ّ ‫ال‬
‫شمس‬ ditulis Asy-Syams

xvii
I. Penelitian Kata-kata dalam Rangkaian Kalimat

Ditulis menurut penelitiannya

‫ذوىالفروض‬ ditulis Żawi al-furūḍ

‫سـ ّنة‬
ّ ‫أهل ال‬ ditulis Ahl as-sunnah

xviii
KATA PENGANTAR

َّ ‫ب ْسم اللَّه‬
َّ ‫الر ْح َٰمن‬
‫الرحيم‬

Alḥamdulillāh atas segala nikmat, karunia Allah, hidayah

dan rahmat-nya, hingga akhirnya skripsi ini dapat diselesaikan

dengan lancar. Ṣalawat dan salam selalu tercurah kepada uswah

hasanah, Rasulullah saw, keluarga, sahabat, tabi‟in, tabi‟at, dan

ummatnya yang senantiasa setia dan istiqamah dengan syariat dan

dakwah Islam. Ide dasar penelitian ini merupakan penelitian

bersama yang peneliti lakukan atas dasar inisiasi dari ustad

Dr.Waharjani, M.Ag.

Teriring doa dan rasa terima kasih kepada semua pihak,

khususnya dalam menyelesaikan skripsi ini. peneliti

mengucapkan terima kasih kepada:

Bapak Dr. Kasiyarno, M.Hum. Selaku Rektor Universitas

Ahmad Dahlan Yogyakarta.

Bapak Dr. Nur Kholis, M.Ag. Selaku dekan Fakultas Agama

Islam Universitas Ahmad Dahlan.

Bapak Jannatul Husna, Ph.D. Selaku kaprodi Ilmu Hadis

Universitas Ahmad Dahlan.

xix
Bapak Dr. Waharjani, M.Ag. Selaku inisiator penelitian serta

dosen pembimbing skripsi.

Peneliti hanya bisa mendoakan, semoga apa yang mereka

lakukan akan dibalas oleh Allah swt. dengan sesuatu yang lebih

baik. Peneliti menyadari dalam skripsi ini masih banyak terdapat

kekurangan dan jauh dari kata sempurna, karena terbatasnya ilmu

yang peneliti miliki. Oleh karena itu peneliti sangat memerlukan

kritik serta saran yang membangun dari semua pihak.

Yogyakarta, Oktober
Peneliti

Khobirul Halim
NIM. 1500027008

xx
ABSTRAK

Tradisi kahfian merupakan tradisi yang lazim


dilaksanakan di masjid-masjid maupun di pesantren-pesantren.
Berbagai ragam dalam pola pengamalan kahfian, mendorong
peneliti melakukan penelitian mengenai pola pengamalan dan
makna filosofis yang terkandung. Peneliti melakukan penelitian
mengenai tradisi kahfian di Masjid Nurul Iman Gedogkuning,
Yogyakarta. Penelitian ini bertujuan untuk meneliti pola
pengamalan kahfian yang dilaksanakan di Masjid Nurul Iman,
serta mencari apa makna filosofis yang terkandung dari tradisi
tersebut. Penelitian ini merupakan penelitian lapangan dengan
bidang kajian living hadis. Metode penelitian menggunakan
penelitian kualitatif dengan menggunakan pendekatan etnografi.
Objek penelitian ini adalah jamaah Masjid Nurul Iman. Teknik
pengembilan data dalam penelitian ini adalah dengan
menggunakan wawancara dan observasi. Peneliti menganalisis
data dengan mensintesis data lapangan dengan kerangka teori dan
menarik kesimpulan dengan menambahkan perspektif peneliti.
Adapun kesimpulan dari penelitian ini sebagai berikut ) Pola
pengamalan kahfian diawali dengan membaca ta‟awuz dan surat
al-Fātiḥah. Kemudian membaca ta‟auz dan basmalah. Kemudian
dilanjutkan dengan membaca surat al-Kahfi secara bersama-
sama. Pola tersebut merupakan pola yang sesuai dengan tuntunan
Islam. 2) Dengan adanya tradisi kahfian di Masjid Nurul Iman,
semakin meningkatnya masyarakat yang ṣalat berjamaah
dimasjid, semakin meningkatnya minat membaca al-Qur‟an dan
belajar al-Qur‟an, terbukanya peluang masyarakat untuk
berṣadaqah, terjalinya interaksi serta hubungan sosial masyarakat
yang harmonis, terciptanya ukhwah islamiah dan masyarakat
yang islami.

Kata Kunci: Tradisi Kahfian, Pola Pengamalan, Makna Filosofis,


Nurul Iman.

xxi
ABSTRACT

The kahfian tradition is a tradition commonly practiced in


mosques and in Islamic boarding schools. Various variations in
the pattern of kahfian practice, encourage researchers to conduct
research on the practice patterns and philosophical meanings
contained. Researchers conducted research on the kahfian
tradition at Nurul Iman Gedogkuning Mosque, Yogyakarta. This
study aimed to examine the pattern of kahfian practices at the
Nurul Iman Mosque, and to explore the philosophical meanings
contain in the tradition. This research is classified as a field
research focuses on the study of living hadith. This research
belongs to qualitative research using an ethnographic approach.
The object of this study was Nurul Iman Mosque worshipers. The
data collecting technique in this research was interview and
observation. The researcher analyzed the data by synthesizing the
field data with a theoretical framework and drawing conclusions
by adding the researcher's perspective. The conclusions of this
study are as follows; 1) The practice of kahfian practice begins
with reading ta'awuz and surah al-Fātiḥah. Then read ta'auz and
basmalah. Then proceed to read the Surah al-Kahf together. The
pattern is a pattern that is in accordance with Islamic guidance. 2)
With the kahfian tradition in the Nurul Iman Mosque, the number
of people who congregate in mosque is increasing, the interest of
people of reading and learning the Holy Quran are increasing, the
number of people do ṣadaqah is increasing. Beside that the
connection and interaction among people in harmonious social
relations among the community, ukhuwwah islamiyah and
Islamic society are built.

Keywords: Kahfian Tradition, Practicing Pattern, Philosophical


Meaning, Nurul Iman.

xxii
DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL.......................................................................i
NOTA DINAS ............................................................................. iii
SURAT PERSETUJUAN SKRIPSI .............................................iv
SURAT PERNYATAAN KEASLIAN.......................................... v
PERNYATAN TIDAK PLAGIAT ...............................................vi
PERNYATAAN PERSETUJUAN AKSES .............................. viii
PERSETUJUAN TIM PENGUJI..................................................ix
PENGESAHAN TUGAS AKHIR ................................................. x
MOTTO ........................................................................................xi
HALAMAN PERSEMBAHAN ................................................. xii
PEDOMAN TRANSLITERASI ARAB-LATIN....................... xiii
KATA PENGANTAR ................................................................xix
ABSTRAK ..................................................................................xxi
ABSTRACT .............................................................................. xxii
DAFTAR ISI ............................................................................ xxiii
DAFTAR GAMBAR ................................................................xxvi
BAB I : PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah ......................................
B. Rumusan Masalah ................................................
C. Tujuan Penelitian .................................................
D. Manfaat Penelitian ...............................................
E. Tinjauan Pustaka ..................................................
F. Metodologi Peneltian ..........................................
G. Sistematika Pembahasan ....................................

xxiii
BAB II : LANDASAN TEORI
A. Tradisi Islam ......................................................
Definisi Tradisi...................................................
Relasi Antara Islam dan Tradisi .......................
B. Perlawanan Budaya dan Tradisi .........................
Definisi Perlawanan Budaya ............................
Faktor Penyebab Perlawanan Budaya .............
Bentuk dan Karakteristik ..................................
C. Kajian Living Hadis ...........................................
Definisi Living Hadis ........................................
Model-Model Living Hadis ..............................
Metode Pendekatan Living Hadis ....................
D. Metode Etnografi ...............................................
Definisi dan Sejarah Perkembangan................
Ciri Utama Metode Etnografi ...........................
Tipe Etnografi.....................................................
Prosedur Pelaksanaan Metode Etnografi ........
Analisis dan Penyajian Etnografi .....................
BAB III : PEMBAHASAN
A. Deskripsi Tradisi Kahfian ................................
Deskripsi Wilayah .............................................
Struktur Kepengurusan Masjid Nurul Iman ...
Tradisi Kahfian di Masjid Nurul Iman ............
B. Analisis Data ......................................................
Landasan Tradisi Kahfian .................................
Pola Pengamalan Tradisi Kahfian ...................

xxiv
Makna Filosofis ..................................................
BAB IV : PENUTUP
A. Kesimpulan ........................................................
B. Saran ...................................................................
DAFTAR PUSTAKA .................................................................
LAMPIRAN-LAMPIRAN ........................................................
BIODATA PENELITI .............................................................

xxv
DAFTAR GAMBAR

Gambar 1. Peta Masjid Nurul Iman dari Kampus 4 UAD ..........

Gambar 2. Masjid Nurul Iman ..................................................

Gambar 3. Masjid Nurul Iman ..................................................

Gambar 4. Masjid Nurul Iman ..................................................

Gambar 5. Masjid Nurul Iman ..................................................

Gambar 6. Wawancara Dengan Bapak Suwardi .......................

Gambar 7. Wawancara Dengan Ustad M. Zaid Adnan .............

Gambar 8. Prosesi Kahfian .......................................................

Gambar . Prosesi Kahfian .......................................................

Gambar 10. Prosesi Kahfian .....................................................

Gambar 11. Prosesi Kahfian .....................................................

Gambar 12. Prosesi Kahfian .....................................................

xxvi
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Hadis merupakan apa saja yang dinisbatkan kepada

Nabi Muhammad saw. baik berupa perkataan, perbuatan,

taqrīr, dan sifatnya.1 Hadis merupakan sumber hukum kedua

setelah al-Qur‟an, yang dijadikan pedoman bagi umat Islam

dalam menjalankan bingkai kehidupan. Sebagai sumber

pokok ajaran Islam, hadis tentu sangat berbeda dengan al-

Qur‟an, kedudukan hadis terhadap al-Qur‟an adalah sebagai

bayān (penjelas); bayān tafsīr, bayān taqrīr, dan bayān

taḍliḥ.2 Hadis tidaklah bersifat qat‟i wurūd sebagaimana al-

Qur‟an yang diriwayatkan secara mutawātir, akan tetapi

hadis merupakan sumber ajaran Islam yang bersifat zanni

wurūd, meskipun terdapat sebagian hadis yang bersifat

1
Mahmud Ath-Thahhan, Musthalah al-Hadis, Diterjemahkan: oleh
Bahak Asadullah dengan judul Dasar-Dasar Ilmu Hadis, (Jakarta: Ummul
Qura, 2016), hlm. 23
2
Inu Kencana Syafi‟i, Pengantar Filsafat, (Bandung: Refika Aditama,
4), cet. 4, hlm. 1
mutawātir. 3 Maka, penelitian terhadap hadis masih terus

berlanjut hingga sekarang.

Penelitian hadis konvensional pada awal

perkembangan cenderung lebih berfokus kepada persoalan

otentisitas hadis (sanad dan matan) atau lebih mengutamakan

relasi antara teks dan author4. Sementara dalam kajian hadis

kontemporer lebih memfokuskan relasi antara teks dan

reader, meskipun tetap memperhatikan otentisitas hadis.5

Perkembangan penelitian hadis di era kontemporer,

semakin menambah variasi dalam kajian Ilmu Hadis, yaitu

dengan menawarkan Studi Hadis di Nusantara, Ingkar

Sunnah, Hadis Orientalis, Hermeneutika Hadis, Living Hadis,

dan Digitalisasi hadis, serta menawarkan metodologi-

metodologi dan pendekatan yang modern dan sistematis.6

Selain itu, kebutuhan kaum muslimin untuk mengikuti

sunnah Nabi Muhamamd saw. yang sesuai dengan tuntunan

3
Liliek Channa, Memahami Makna Hadis Secara Tekstual dan
Kontekstual, dalam jurnal ulumuna: jurnal studi keislaman, vol. 15, no. 2, 2011
M, hlm. 392
4
Ramli Abdul Wahid dan Dedi Masri, Perkembangan Terkini Studi
Hadis di Indonesia, dalam Jurnal Miqot, vol. 13, no. 2, 2018, hlm. 10
5
Saifudin Zuhri Qudsy dan Ali Imron, Model-Model Penelitian Hadis
Kontemporer, (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2013), hlm. 17-
6
Ramli Abdul Wahid dan Dedi Masri, Perkembangan Terkini Studi
Hadis di Indonesia, Dalam Jurnal Miqot, vol. 13, no , , hlm. 10
Islam, semakin menambah khazanah perkembangan Ilmu

Hadis. Kecintaan kaum muslimin terhadap Nabi Muhammad

saw. sebagai uswatun ḥasanah, mendorong kaum muslimin

untuk meneladani sifat-sifat Nabi saw. melalui sunnah-

sunnahnya, yang dimanifestasikan dalam kehidupan sehari-

hari dan dilakukan secara kontinyu. Sehingga sunnah-sunnah

Nabi saw. hidup mendarah daging menjadi tradisi dalam

masyarakat muslim, terutama di Indonesia.

Indonesia merupakan negara dengan mayoritas

penduduk muslim terbesar di dunia, perbedaan geografis

antara Indonesia dan ḥaramain (Mekah dan Madinah) tentu

berimplikasi pada perbedaan kultur dan budaya masyarakat,

yang selanjutnya akan mempengaruhi pemahaman

masyarakat terhadap teks-teks keagamaan. Walaupun pada

dasarnya berpedoman pada teks yang sama, akan tetapi

pemahaman serta praktek yang berkembang di masyarakat

sangatlah berbeda.

Ada banyak praktek-praktek keagamaan yang

berkembang di Indonesia yang tentunya tidak di prektekkan

di Mekah maupun Madinah, seperti tahlilan, yasinan,


shalawatan, rasulan, serta kahfian, sebagaimana yang akan

peneliti bahas dalam penelitian ini.

Surat al-Kahfi merupakan surat yang mempunyai

makna yang sangat dalam dan mempunyai banyak

keutamaan bagi orang yang membacanya, sebagaimana

hadis-hadis berikut:

‫أم ع ث َ ْن بَِل ِ ٍْلَ ع ث‬ ِ ‫أَ ث ح دَََّاَأ َ ي ث ح دَََّاَأ بَب ن‬


َ ُ َ َْ ُ َ
ِ ِ‫ح دَََّاَأ بَب ن الاَا‬
َْ ُ َ
َ‫ ْنَر‬،ُ َ‫س ث َْ أ َ َم ْن َْ َرب‬ ْ ‫ اِْي عد‬،َ ‫ع بْ ِن َُ عأد ث َ ْن بَِل‬
ِّ ‫انُ ْد ِر‬ ‫َ ْن َْ ْي ع‬
ِ ‫اْلِا ِة ث بَضأء لَه ِمن الاَنِر فِيِأ ب ي اَه وب ْي الْ ي‬
" *‫ت الْ َاتِْي ِق‬ ِ
َ ُ ُْ َ‫الْ َك ْهف لَْي لَة‬
7
ْ َ َ ْ َ َ ُ َْ َ ْ ْ َ ُ َ َ
Artinya: Telah menceritakan kepada kami Abū al-Nu‟mān,
telah menceritakan kepada kami Husyaim, telah
menceritakan kepada kami Abū Hāsyim, dari Abū Mijlaz,
dari Qais bin „Ubād dari Abū Sa‟d al-Khudrī ia berkata:
Barang siapa membaca surat al- Kahfi pada malam jum‟at,
niscaya cahaya akan meneranginya antara dirinya hingga ke
Baitul Atīq (Ka‟bah). (HR. al-Darimi no. 3450).

‫َّاَرِاِنَ ث َ اَأ‬ ‫ع‬ َّ ُِ ْ‫َحدَََّاَأ بَبُ ْن بَ ْك عر ُُمَ َِّ ُد بْ ُن ال‬


ْ ‫ض ُل بْ ُن ُُمَ َِّد ال‬ ْ ‫ؤم ِل ث َ اَأ الْ َف‬
‫ع بْ ِن‬ ِ ‫أم ع ث َ ْن بَِل ِ ٍْلَ ع ث َ ْن َْ ْي‬ ِ ‫نُاِي بن ََحَّ عأد ث َ اَأ َ ي ث بَنْ أَ بَب ن‬
َ ُْ َ َ ْ ُ ُْ ُْ
‫صلَّى اهللُ َلَْي ِه‬َ ‫َِّب‬ َّ ‫س َر ِضي اهللُ َْاهُ ث ب‬
ِّ ِ‫ََ الا‬ ِ ْ ‫اِْي عد‬،َ ‫ََّ عأد ث َ ْن بَِل‬
َ ِّ ‫انُ ْدر‬
‫ضأءَ لَهُ ِم َن الا َْنِر َمأ‬ ِ ْ ‫ف ي نم‬
َ َ‫اْلُ ِْ َاة ب‬ ِ
ُ ْ َ ‫ ْنَرَ الْ َك ْه‬،ُ َ‫إِ ََّ َم ْن َْ َرب‬ َ ‫لَّ َ َْأ‬،َ ‫َو‬
8
‫اأد ومل خيرجأه‬،‫ذا حديث صحيح اإل‬ ِ ْ َ‫اْلُ ِْ َات‬
‫ْي‬ ْ ‫ْي‬ َ ْ َ‫ب‬

7
Abū Muhammad Abdullāh al-Darimi, Sunan al-Darimi, Ditaḥqīq oleh
Husain Salim Asad al-Darani, (Riyad Dār al-Mugni, 2000), hlm. 2143
8
Abū „Abdulāh al-Hakim, Mustadrak „Ala ṣahihain, Ditaḥqīq oleh
Mustafa „Abdul Qadir „Ata, (Bairut dār al-kutub al-„alamiah, ), hlm
Artinya: Telah menceritakan kepada kami Abū Bakar bin
Muhammad bin al-Mu‟mmal, telah menceritakan kepada
kami al-Faḍl bin Muhammad al-Sya‟rāni, telah
menceritakan kepada kami Nu‟īm bin Hammad, telah
menceritakan kepada kami Husyaim, telah mengabarkan
Abū Hāsyim, dari Abū Mijlaz, dari Qois bin „Abbād, dari
Abū Sa‟īd al-Khudrī ra., bahwa Nabi saw. bersabda:
Sesungguhnya barang siapa membaca surat al-Kahfi pada
hari jumat, niscaya cahaya akan meneranginya diantara dua
jum‟at.(HR. al-Hakim no. 3 ).

‫س ث َْأ َ َح دَََّاَأ ََْي ََي بْ ُن َْيٍِ ْعَ بَبُ ْن‬ َ ‫ص ِر‬ َّ ‫َخَ َرنَأ ََْي ََي بْ ُن ُُمَ َِّ عد بْ ِن‬
ْ َْ‫الس َك ِن ال‬ ْ‫ب‬
‫أم ع ث َ ْن بَِل ِ ٍْلَ ع ث‬ ِ ‫َغ َّس أ ََ ث َْ أ َ ح دَََّاَأ ُم ا ةُ ث ْ أَ َ ح دَََّاَأ بَب ن‬
َ ُْ َ َْ َ
‫ص لَّى اهللُ َلَْي ِه‬ ِ َِّ‫ََ ن‬
َ ‫ِب اهلل‬ َّ َّ ‫س ث ب‬ ْ ‫ اِْي عد‬،َ ‫ع بْ ِن َُ عأد ث َ ْن بَِل‬
ِّ ‫انُ ْد ِر‬ ِ ‫َ ْن َْ ْي‬
‫ت لَهُ نُ ْنًرا ِم ْن َم َق ِأم ِه‬ ْ َ‫ت َْيأن‬ ْ َ‫ف َْي َِ أ بُنْ ِل‬ِ ‫ نرَ الْ َك ْه‬، َ‫ لَّ َْأ َ م ن َْ رب‬،‫و‬
َْ ُ َ ْ َ َ ََ
‫َّجأ ُ َملْ يُ َس لَّ ْ َلَْي ِه‬ َّ ‫ِخ ِرَ أ فَ َل َر َ ال د‬ ِ ‫أِ ِم ن‬ ‫إِ ََل م َّك ِة ث وم ن َْ ربَ بِا ْ ِر ِي ع‬
ْ َ َ َ ْ ََ َ
9

Artinya: Telah mengabarkan kepada kami Yaḥya bin


Muhammad bin al-Sakani al-Baṣri berkata, telah
menceritakan kepada kami Yaḥya bin Kaṡīr bin Abū Gassān
berkata, telah menceritakan kepada kami Syu‟bah berkata,
telah menceritakan kepada kami Abu Hāsyim, dari Abū
Mijlaz, dari Qois bin „Ubād, dari Abū Sa‟īd al-Khudrī
bahwa Nabi saw. bersabda: Barangsiapa yang membaca
surat al-Kahfi sebagaimana ia diturunkan, maka baginya
cahaya dari tempat tinggalnya hingga ke Mekah dan
barangsiapa membaca sepuluh ayat terakhir dari surat al-
Kahfi kemudian dajjal keluar, niscaya ia tidak akan bisa
dikuasai oleh dajjal. (HR. al-Nasai no. ).

9
Abu „Abdurrahman al-Nasa‟i, Sunan Kubra Linnasa‟i, Ditaḥqīq Oleh
Hasan „Abdul Man‟am Syalbi, (Bairut Muassasah al-Risalah, 2001) , hlm.
Melihat keutamaan yang sangat agung dari membaca

surah al-Kahfi, dan praktek yang berkembang di masyarakat,

salah satunya di Masjid Nurul Iman, Gedongkuning,

Yogyakarta. Maka, penulis bermaksud membahas lebih

dalam mengenai tradisi kahfian di Masjid Nurul Iman

tersebut.

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan uraian dari latar belakang diatas, maka

dalam penelitian ini, peneliti merumuskan masalah sebagai

berikut:

Bagaimanakah pola pengamalan tradisi kahfian di Masjid

Nurul Iman, Gedongkuning?

Apa makna filosofis yang terkandung dari tradisi kahfian

di Masjid Nurul Iman?

C. Tujuan Penelitian

Berdasarkan masalah yang telah peneliti rumuskan,

adapun tujuan dari penelitian ini adalah sebagai beikut:

Mengetahui pola pengamalan tradisi kahfian di Masjid

Nurul Iman, Gedongkuning.


Mengetahui makna filosofis yang terkandung dari tradisi

kahfian di Masjid Nurul Iman.

D. Manfaat Penelitian

Manfaat Teoritis

Penelitian ini diharapkan dapat memberikan

konstribusi bagi perkembangan karya ilmiah yang cukup

signifikan dalam menambah literatur-literatur ilmiah,

sehingga membantu mahasiswa yang ingin melakukan

penelitian dalam mencari referensi, terutama dalam

bidang living hadis. Menambah variasi perkembangan

dalam studi living hadis dan diharapkan dari penelitian ini

dapat memberikan edukasi kepada masyarakat luas untuk

mengamalkan sunnah-sunnnah Nabi Muhammad saw,

salah satunya dengan membaca surat al-Kahfi.

Manfaat Praktis

Peneliti berharap, penelitian ini dapat dijadikan

panduan masyarakat dalam melaksanakan tuntunan Islam

yang sesuai dengan al-Qur‟an dan hadis, terutama dalam

amalan membaca surat al-Kahfi. Meningkatkan kesadaran


masyarakat dalam mengamalkan al-Qur‟an dan

menghidupkan sunnah-sunnah Nabi Muhammad saw.

Manfaat Pragmatis

Peneliti berharap, penelitian ini dapat menjadikan

studi Islam menjadi kajian yang komprehensif. Menjadi

syarat dalam menempuh studi Strata 1, untuk

mendapatkan gelar Sarjana Agama dalam bidang Ilmu

Hadis.

E. Tinjauan Pustaka

Secara spesifik, belum ada tulisan-tulisan karya ilmiah

yang membahas mengenai tradisi kahfian di Masjid Nurul

Iman, akan tetapi, karya-karya berikut merupakan karya

ilmiah yang berkaitan dengan judul dalam penelitian ini,

yaitu:

Hadis-Hadis Tentang Keutamaan Membaca Surat al-

Kahfi Dalam Musnad Ahmad bin Hanbal ( Studi Kritik

Sanad dan Matan), skripsi karya Sudirman tahun 2004.

Skripsi ini membahas mengenai kualitas hadis dalam kitab

Musnad Ahmad bin Hanbal, yaitu faḍīlah membaca surat al-

Kahfi. Skripsi ini menggunakan jenis penelitian kepustakaan


(library researh). Dalam skripsi ini, hadis yang

terjemahanya “barang siapa yang membaca awal serta

akhir surah al-Kahfi, akan diliputi cahaya dari kaki hingga

kepala” adalah daif sanadnya, serta matanya yang

bertentangan dengan akal manusia, sehingga tidak bisa

dijadikan ḥujjah meskipun untuk faḍāilul „amāl.10 Skripsi ini

hanya membahas mengenai otentisitas hadis, akan tetapi,

tidak secara khusus membahas mengenai tradisi membaca

surat al-Kahfi yang hidup di masyarakat, sebagaimana yang

akan peneliti bahas.

Tradisi Pembacaan al-Qur‟an Surat-Surat Pilihan

(Kajian Living Qur‟an di PP. Manba‟ul Hikam, Sidoarjo),

skripsi karya Ahmad Zainal Musthofah tahun 20 Skripsi

ini berfokus pada kajian Living Qur‟an dengan membahas

mengenai pembacaan surat al-Wāqiah, surat Yāsīn, dan surat

al-Kahfi yang dilaksanakan rutin di PP. Manba‟ul Hikam,

Sidoarjo. Skripsi ini menggunakan metode penelitian

kualitatif dengan jenis penelitian lapangan (fild research)

10
Sudirman, Hadis-Hadis Tentang Keutamaan Membaca Surat al-Kahfi
dalam Musnad Ahmad bin Hanbal ( Studi Kritik Sanad dan Matan), Skripsi
Universitas Islam Negeri Sunan Kalijaga Yogyakarta, 2004, hlm. 6
serta pendekatan etnografi. Berdasarkan hasil penelitian

tersebut, tradisi pembacaan surat al-Wāqiah dilaksanakan

pada hari rabu ba‟da magrib, pembacaan surah Yāsīn

dilaksanakan pada hari kamis ba‟da isya‟, dan pembacaan

surah al-Kahfi dilaksanakan pada hari jum‟at ba‟da shalat

subuh. Pembacaan surat-surat ini diawali dengan membaca

surat al-Fātihah sebagai tawasul.11 Skripsi ini menggunakan

metode, jenis penelitian dan pendekatan yang sama dengan

peneliti. Adapun yang membedakan dengan skripsi tersebut

adalah objek penelitian, serta fokus kajian dengan

menggunakan kajian living hadis.

Tradisi Membaca Yāsīn di Makam Annangguru

Maddappungan Santri Pondok Pesantren Salafiyah Parappe

Kec. Camplagian Kab. Polewalimandar, skripsi karya Idham

Hamid tahun 2017. Skripsi ini berfokus pada kajian Living

Qur‟an dengan membahas mengenai tradisi membaca surat

Yāsīn di Makam Annangguru Maddappungan. Skripsi ini

menggunakan metode penelitian kualitatif dengan jenis

11
Ahmad Zainal Musthofah, Tradisi Pembacaan al-Qur‟an Surat-Surat
Pilihan, (Kajian Living Qur‟ān di PP. Manba‟ul Hikam, Sidoajo), Skripsi
Universitas Islam Negeri Sunan Kalijaga Yogyakarta, 2015, hlm. 16
penelitian lapangan (fild research) serta pendekatan

etnografi. Berdasarkan penelitian tersebut pembacaan surat

Yāsīn dilaksanakan setiap jum‟at pagi Dalam skripsi ini,

pembacaan Yāsīn dalam kondisi apapun termasuk di makam

Annangguru Maddappungan sangat dianjurkan dan tidak

kontradiktif dalam pandangan al-Qur‟an. Adapun dampak

psikologis yang dirasakan santri adalah semakin ingatnya

akan kematian, serta berimplikasi pada kepribadian santri

dalam membentuk santri yang berlandaskan nilai-nilai

Qur‟ani dan senantiasa dekat dengan ulama walaupun ulama

tersebut sudah wafat.12 Skripsi ini menggunakan metode,

jenis penelitian dan pendekatan yang sama dengan peneliti.

Adapun yang membedakan dengan skripsi tersebut adalah

objek penelitian, serta fokus kajian dengan menggunakan

kajian living hadis.

Tradisi Munjiyatan Sebagai Amalan Malam Jum‟at

(Studi Living Qur‟an Di PP. Nurul Jadid Paiton), skripsi

karya Elok Faiqoh tahun 2017. Skripsi ini berfokus pada

12
Idham Hamid, Tradisi Membaca Yāsīn di Makam Annangguru
Maddappungan Santri Pondok Pesantren Salafiyah Parappe Kec. Camplagian
Kab. Polewalimandar, Skripsi Universitas Islam Negeri Alauddin Makassar,
2017. hlm. 103
kajian Living Qur‟an dengan membahas mengenai tradisi

Munjiyat (penyelamat) yang dilaksanakan di PP. Nurul Jadid,

Madura. Skripsi ini menggunakan metode penelitian

kualitatif dengan jenis penelitian lapangan (fild research)

serta pendekatan etnografi. Berdasarkan hasil penelitian

penulis tersebut, tradisi munjiyat dilaksanakan pada malam

jum‟at, ba‟da ṣalat magrib. Prosesi pembacaan munjiyat

dibuka dengan tawasul kepada Nabi saw. dan para ulama

pendahulu di PP.Nurul Jadid. Setelah itu dilanjutkan dengan

membaca tujuh surat al-Qur‟an yaitu; surat Yāsīn, al-

Dukhan, al-Mulk, al-Sajdah, al-Burūj, al-Wāqi‟ah, dan al-

Dahr. Dipilihnya ketujuh surat tersebut sebagai perwakilan

atas ayat-ayat al-Qur‟an yang lain, dan dipercaya banyak

mempunyai fadīlah serta keutamaan apabila

mengamalkanya.13 Skripsi ini menggunakan metode, jenis

penelitian serta pendekatan yang sama dengan peneliti.

Adapun yang membedakan dengan skripsi tersebut adalah

13
Elok Faiqoh, Tradisi Munjiyatan Sebagai Amalan Malam Jum‟at
(Studi Living Qur'an di PP. Nurul Jadid Paiton), Skripsi Universitas Islam
Negeri Sunan Kalijaga Yogyakarta, 2017, hlm. 69-
objek penelitian, serta fokus kajian dengan menggunakan

kajian living hadis

Metodologi Penelitian Living Qur‟an dan Hadis, buku

terbitan Th Press merupakan buku yang memuat kumpulan

artikel yang ditulis oleh dosen-dosen UIN Sunan Kalijaga

Yogyakarta, yang membahas menganai metodologi living

Qur‟an dan hadis. Seperti tulisan Suryadi berjudul dari living

sunnah ke living hadis, tulisan M.Alfatih Suryadilaga model-

model livinng hadis, dan tulisan Nurun Najwah tawaran

metode dalam studi living sunnah.14 Perbedaan karya ini

dengan skripsi yang akan peneliti tulis adalah, dalam buku

ini dijelaskan secara rinci metode-metode yang akan dipakai

dalam penelitian living hadis, akan tetapi tidak menuliskan

contoh kasus living hadis, terutama tradisi kahfian. Maka,

peneliti akan meneliti mengenai tradisi kahfian di Masjid

Nurul Iman dengan mengadopsi metode-metode yang

dijelaskan dalam buku tersebut.

Model-Model Penelitian Hadis Kontemporer, buku

terbitan Pustaka Pelajar, yang ditulis oleh Saifudin Zuhri dan

14
M.Mansyur dan dkk, Metodologi Penelitian Living Qur‟an dan
Hadis , (Yogyakarta: Th Press, 2007).
Ali Imron. Buku ini memuat berbagai macam contoh-contoh

penelitian hadis kontemporer, salah satunya penelitian Living

hadis yang berjudul ”Spirit Hadis di Keluarga Rahmad”,

dalam tulisan tersebut beliau membahas mengenai kebiasaan

di keluarga Rahmad yang mengamalkan sunnah dalam

kehidupan sehari-harinya seperti; memanjangkan jenggot,

celana cingkrang, berdoa ketika hendak masuk ke kamar

mandi. Dalam kajian ini beliau memfokuskan kajian dengan

menghubungkan relasi ruang dan praktik sosial atau

menghubungkan teks dan konteks dimana perintah itu turun

dengan praktik sosial. Jenis penelitian ini sama dengan jenis

penelitian yang akan peneliti pakai, yang membedakan

hanyalah objek penelitian serta fokus kajian yang lebih

berfokus pada genealogi dari tradisi kahfian.15

F. Metodologi Peneltian

Jenis Penelitian

Penelitian ini menggunakan penelitian lapangan

(field Research), yaitu penelitian dengan peneliti secara

langsung menuju ke lapangan atau objek penelitian.

15
Saifudin Zuhri Qudsy dan Ali Imron, Model-Model Penelitian Hadis
Kontemporer, (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2013), hlm. 137
Penelitian ini bersifat kualitatif, yaitu penelitian yang

dilakukan pada objek yang natural, yaitu objek yang hidup

dan berkembang secara alamiah, terbebas dari pengaruh

peneliti. Dalam penelitian yang bersifat kualitatif,

instrumen penting yang mendukung jalanya penelitian

tersebut adalah peneliti itu sendiri (human instrumen). 16

Penelitian ini menggunakan pendekatan etnografi

berdasarkan teori-teori John W. Creswell dengan tipe

realis. Etnografi merupakan sebuah desain kualitatif

dimana sang peneliti mendeskripsikan dan

menginterprestasikan pola-pola mengenai nilai-nilai,

prilaku, bahasa, dan keyakinan dari sebuah segmentasi

kebudayaan.17

Lokasi Penelitian dan Waktu Penelitian

Penelitian ini berlokasi di Masjid Nurul Iman,

Gedongkuning, Yogyakarta. Alasan memilih lokasi

tersebut adalah karena penelitian ini merupakan penelitian

16
Sugiyono, Metode Penelitian: Kualitatif, Kuantitatif, dan R&D,
(Bandung: Alfabeta, 2011), hlm. 8
17
John W. Creswell, Qualitative Inquiry and Research Design:
Choosing Among Five Appoaches, diterjemahkan oleh: Ahmad Lintang
Lazuardi dengan judul Penelitian Kualitatif dan Desain Riset Memilih
Diantara Lima Pendekatan, (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2015), hlm. 125
bersama yang di inisiasi oleh Dr. Waharjani, M.Ag. yang

aktif berceramah di berbagai masjid dan ahli dalam

penelitian Ilmu Sosial. Masjid Nurul Iman merupakan

masjid yang dibimbing Dr. Nur Kholis, M.Ag. yang

merupakan Dekan Fakultas Agama Islam UAD. Waktu

yang peneliti gunakan dalam penelitian ini yaitu bulan juli

hingga agustus 2019.

Subjek dan Objek Penelitian

Subjek atau Responden dalam penelitian ini adalah

Ustad Dr. Nur Kholis, M.Ag., selaku inisiator, Ustad

Muhammad Zaid Adnan, S.Ag., dan jamaah Masjid Nurul

Iman. Sumber data yang diambil dalam penelitian ini,

yaitu sumber data primer dan sekunder. Data primer

didapatkan melalui wawancara dan data sekunder

didapatkan melalui observasi. Objek material dalam

penelitian ini yaitu, tradisi kahfian yang meliputi; asal-

usul dan pola pengamalan dari tradisi tersebut. Sedangkan

objek formalnya adalah makna filosofis serta dampak

yang dirasakan bagi para jama‟ah.


Teknik Pengumpulan Data

Teknik pengumpulan data dalam penelitian ini

adalah sebagai berikut:

a. Metode Wawancara

Wawancara merupakan teknik pengumpulan data

yang dilakukan melalui interaksi dan komunikasi

secara intensif untuk menggali informasi sebanyak-

banyaknya mengenai objek penelitian.18

Dalam hal ini, Metode ini digunakan untuk

mengungkap alasan-alasan atau argumentasi responden

dalam menjelaskan secara mendalam mengenai tradisi

kahfian di Masjid Nurul Iman, Gedongkuning,

Yogyakarta. Adapun responden yang akan peneliti

wawancarai adalah ustad Dr. Nur Kholis, M.Ag. selaku

ketua takmir Masjid Nurul Iman, ustad Muhammad

Zaid Adnan, S.Ag. selaku anggota takmir Masjid Nurul

Iman dan jamaah Masjid Nurul Iman.

18
Atwar Bajari, Metode Penelitian Komunikasi, (Bandung: Simbiosa
Rekatama Media, 2017), cet. 2, hlm. 101
b. Metode Observasi

Secara harfiah, observasi adalah pengamatan,

yaitu peneliti merekam kejadian-kejadian yang ditemui

ke dalam catatan lapangan, atau media pencatatan

lainya.19 Penelitian ini menggunakan metode observasi

berperan serta (participant observation), yaitu sang

peneliti wajib terlibat langsung dalam praktek atau

tradisi kahfian di Masjid Nurul Iman.20

Metode Analisis

Penelitian ini bersifat induktif, yaitu menganalisis

sebuah data berdasarkan apa yang diperoleh di lapangan.

Data yang didapat pada penelitian awal dikembangkan

menjadi hipotesis. Selanjutnya hipotesis tersebut diuji dan

dicarikan data secara kontinyu sehingga dapat

disimpulkan apakah hipotesis diterima atau tidak

berdasarkan data yang terkumpul. Apabila hipotesis

tersebut diterima, maka hipotesis tersebut berubah

19
Atwar Bajari, Metode Penelitian Komunikasi, (Bandung: Simbiosa
Rekatama Media, 2017), cet. 2, hlm., hlm.
20
Sugiyono, Metode Penelitian: Kualitatif, Kuantitatif, dan R&D,
(Bandung: Alfabeta, 2011), hlm. 145
21
menjadi teori. Dalam penelitian etnografi, proses

analisis data bersandar pada pandangan partisipan atau

persfektif emis insider dan melaporkanya dalam bentuk

deskriptif, kemudian menyintesis data lapangan dengan

teori, menarik kesimpulan dengan menambahkan

persfektif peneliti atau etis untuk mendapatkan makna

filosofis dari sebuah kebudayaan.22

G. Sistematika Pembahasan

Bab 1 berisi pendahuluan yang menjelaskan apa dan

kemana penelitian ini akan dibuat. Didalamnya terkumpul

gambaran dan ide pokok penelitian antara lain seperti; latar

belakang permasalahan, perumusan masalah, tujuan

penelitian, manfaat dari penelitian tersebut, tinjauan karya

terdahulu, metodologi yang dipakai, dan sistematika

pembahasan.

Bab 2 merupakan landasan teori. Membahas konsep

tradisi secara umum, hubungan antara Islam dan tradisi,

21
Sugiyono, Metode Penelitian: Kualitatif, Kuantitatif, dan R&D,
(Bandung: Alfabeta, 2011), hlm.
22
John W. Creswell, Qualitative Inquiry and Research Design:
Choosing Among Five Appoaches, diterjemahkan oleh: Ahmad Lintang
Lazuardi dengan judul Penelitian Kualitatif dan Desain Riset Memilih
Diantara Lima Pendekatan, (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2015), hlm. 128
kajian yang dipakai dalam penelitian serta membahas

menganai pendekatan penelitian yang dipakai.

Bab 3 pembahasan, yaitu Membahas mengenai

deskripsi secara menyeluruh mengenai tradisi kahfian di

masjid Nurul Iman dan menjawab rumusan masalah serta

menganalisis data yang diperoleh.

Bab 4 berisi kesimpulan dan saran. Menjelaskan

mengenai hasil penelitian yang menjadi jawaban atas

rumusan masalah dan hipotesis yang telah di rancang

sebelumnya. Serta memaparkan saran-saran sebagai tindak

lanjut untuk penelitian selanjutnya.


BAB II

LANDASAN TEORI

A. Tradisi Islam

Definisi Tradisi

Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia tradisi

adalah adat kebiasaan yang dilaksanakan oleh masyarakat

secara turun-temurun, atau sebuah penilaian bahwa

berbagai macam praktek yang telah ada sejak lama dalam

masyarakat merupakan hal yang paling benar. 1 Tradisi

dalam bahasa Belanda berarti traditie yang berarti

keotentikan, kesinambungan dan kekunoan, atau dalam

bahasa Inggris yaitu tradition yang berarti pewarisan,

pemikiran, kepercayaan, pelatihan-pelatihan adat, dan

sebagainya yang berlaku dari masa lalu hingga masa

sekarang, yang di implementasikan dalam bentuk

praktis.2

Dalam persfektif fiqih atau hukum Islam, tradisi

diartikan sebagai „urf. „Urf secara etimologi dapat

1
Pusat Bahasa Departemen Pendidikan Nasional, Kamus Bahasa
Indonesia, (Jakarta: Pusat Bahasa, 2008), hlm. 1543
2
I Made Purna Dkk, Tradisi Barzanji Pada Masyarakat Loloan
Kabupaten Jembrana, Bali, (Yogyakarta: Ombak, 2013), hlm. 5
diartikan sebagai sesuatu yang dianggap baik. 3 Secara

terminologi menurut Abdul Wahhab Khallaf, „urf adalah

sesuatu yang telah dikenal manusia baik bersifat qauli

(perkataan) ataupun fi‟li (perbuatan) atau dalam kaitanya

dengan meninggalkan perbuatan tertentu. Lebih lanjut lagi

„urf dikelompokkan menjadi dua macam yaitu „urf yang

ṣahīh dan „urf yang fasīd. „urf yang ṣahīh merupakan

tradisi yang tidak bertentangan dengan dalil syar‟i (al-

Qur‟an dan hadis) sedangkan „urf yang fasīd merupakan

tradisi yang bertentangan dengan dalil syar‟i.4

Menurut Muhammad Arkoun 5 , beliau membagi

tradisi menjadi tiga macam; pertama, beliau mengartikan

tradisi sebagai sunnah. Kedua, tradisi bermakna semua

kebiasaan dan peniruan (taqlid) masa lalu yang terus

berkembang dari masa sebelum datangnya Islam sampai

3
Agus Hermanto, Tradisi Sebagai Sember Penalaran Hukum Islam (
Studi Paradigma Ahli Sunnah Wal Jama‟ah), Dalam Jurnal Mahkamah, Vol.
2, No. 1, 2017, hlm. 3
4
Abdul Wahhab Khallaf, Ilmu Ushul Fiqh, (Semarang: Dina Utama,
2014), hlm. 148
5
Pemikir Islam Modern asal Aljazair
datangnya Islam. ketiga, tradisi diartikan sebagai tradisi

Islam yang bermakna secara menyeluruh.6

Dari berbagai persfektif diatas, jelaslah tradisi

merupakan sebuah adat atau kebiasaan yang telah

dilaksanakan masyarakat secara turun-temurun dan

kontinyu baik yang bersifat lisan, tulisan, maupun sebuah

praktek yang tidak bertentangan dengan nilai-nilai

masyarakat, serta nilai-nilai Islam.

Relasi Antara Islam dan Tradisi

Tradisi tidak akan muncul ke permukaan apabila

tidak dimulai dari manusia itu sendiri, manusia

mempunyai sebuah jiwa dan akal pikiran, yang dari jiwa

dan akal pikiran itulah nantinya akan membentuk sebuah


7
tatanan kebudayaan. Kebudayaan merupakan sebuah

sistem pengetahuan secara menyeluruh, meliputi ide dan

gagasan yang terdapat dalam pikiran manusia, akan tetapi

ide dan gagasan tersebut masih bersifat abstrak.

Hubungan agama dan kebudayaan merupakan sebuah

6
Zailani, Rekontruksi Tradisi Islam (Studi Pemikiran Muhammad
Arkoun Tentang Sunnah), Dalam Jurnal Ushuluddin Vol. 18. No. 2, 2012. hlm.
7
Khandiq, Islam dan Budaya Lokal Belajar Memahami Realitas
Agama Dalam Massyarakat, (Yogyakarta: Teras, 2009), hlm. 35
realitas dan fakta sosial, sekaligus sebagai sumber nilai

dalam melakukan tindakan-tidakan sosial, budaya,

maupun agama. 8 Untuk memanifestasikan budaya yang

bersifat abstrak dan menghubungkan agama dan budaya,

maka diduplah sebuah tradisi yang berkembang dalam

masyarakat, terutama dalam masyarakat yang beragama

Islam.

Agama dan budaya merupakan suatu hal yang

melekat pada setiap insan yang beragama, didalamnya

terdapat keterlibatan akal pikiran mereka. Dari berbagai

sisi, praktek keagamaan akan selalu berjalan bersamaan

dan berdampingan dengan budaya, yang kemudian dari

sebuah kebudayaan itulah yang berperan penting dalam

terbentuknya sebuah praktek keagamaan pada setiap

masing-masing individu ataupun kelompok.

Keinginan setiap individu untuk menjalankan ajaran

agama di dalam kehidupanya, masing-masing individu

akan menginterprestasikan teks-teks keagamaan yang

kemudian dipraktekkanya dalam kehidupan sehari-hari.

8
Wahyuni, Agama dan Pembentukan Struktur Sosial Pertautan Agama,
Budaya, dan Tradisi Sosial, (Jakarta: Kencana, 2018), hlm. 116
Ketika hal tersebut di praktekkan dalam keseharianya dan

dijalankan secara kontinyu, sehingga terbentuklah tradisi

beragama. Dari tradisi beragama secara individu, karena

adanya interaksi sosial maka lahirlah sebuah tradisi

masyarakat. Dari tradisi masyarakat itulah kemudian

terbentuk sebuah masyarakat yang religius.9

Tradisi yang muncul dan berkembang dalam

masyarakat, terutama dalam bidang keagamaan,

mempunyai fungsi sosial. Dalam persfektif sosiologi,

tradisi keagamaan dalam masyarakat berfungsi untuk

menumbuhkan dan memelihara sikap solidaritas diantara

sesama masyarakat. Sebagaimana yang diungkapkan oleh

Emile Durkheim10 bahwa, fungsi sosial keagamaan adalah

sebagai pendukung dan pemberdayakan terhadap

masyarakat. Karena itu, masyarakat memerlukan agama,

yakni agama Islam dan tradisi untuk menopang persatuan

dan solidaritasnya.11

9
Khandiq, Islam dan Budaya Lokal Belajar Memahami Realitas
Agama Dalam Massyarakat, (Yogyakarta: Teras, 2009), hlm.43
10
Seorang sosiolog asal Prancis
11
Wahyuni, Agama dan Pembentukan Struktur Sosial Pertautan
Agama, Budaya, dan Tradisi Sosial, (Jakarta: Kencana, 2018), hlm.
Tradisi Islam apabila ditarik lebih jauh ke belakang,

merupakan suatu cakupan yang sangat luas, karena tradisi

Islam hidup dan berjalan beriringan sesuai dengan

persebaran kemana agama Islam didakwahkan, sehingga

terjadi akulturasi dan asimilasi. Semangat umat Islam

dalam menjalankan perintah Allah swt, serta kecintaan

umat Islam terhadap junjungan agung Nabi Muhammad

saw, mendorong umat Islam untuk menjalan perintah

agama sesuai dengan nash yang berlaku, sehingga

muncullah Penafsiran yang berbeda-beda terhadap teks-

teks keagamaan yang semangkin menambah keberagaman

dalam tradisi Islam.

Mekah dan Madinah sebagai tempat dimana agama

Islam muncul yang dibawa Nabi Muhammad saw, tidak

semata-mata menghapus tradisi dan budaya lokal

setempat. Seperti tradisi haji dan umrah, jauh sebelum

Islam. datang, orang-orang Arab sudah melaksanakan

ibadah haji pada bulan żulhijjah. Ibadah haji dan umrah

sudah menjadi tradisi orang-orang Arab pra-Islam, yang

dilaksanakan sebagai rasa hormat dan patuh kepada


moyang mereka, Nabi Ibrahim as. dan Nabi Ismail as.

Setelah datangnya Islam yang dibawa Nabi Muhammad

saw, tradisi tersebut tetap dipertahankan dengan

menghilangkan hal-hal yang berbau syirik dalam tradisi

tersebut, bahkan sampai menjadi suatu hal yang


12
disyari‟atkan dalam Islam Sepeninggalnya Nabi

Muhammad saw, tradisi Islam tetap dilanjutkan oleh para

sahabat Nabi saw, tabi‟in, dan generasi setelahnya,

dengan berpegang teguh pada al-Qur‟an dan sunnah-

sunnah Nabi saw.

Dalam konteks keindonesiaan, tradisi Islam hidup

dan berkembang di kalangan masyarakat, hal itu

disebabkan karena terjadinya akulturasi budaya antara

Islam dan tradisi setempat. Sehingga muncullah berbagai

macam tradisi seperti tradisi dulkadiran, mitoni,

munjiyatan, slasahan, kahfian, yasinan, tahlilan dan

sebagainya. Ditambah lagi dengan munculnya organisasi-

12
Siti Mahmudah, Rekontruksi Syari‟at Islam (Pemikiran Khalil Abdul
Karim Tentang Hubungan Syari‟at Islam dan Tradisi Lokal), Dalam Jurnal
Ilmu Syari‟ah dan Hukum Vol , No , , hlm
organisasi Islam di Indonesia yang semakin menambah

keberagaman dalam tradisi Islam.

B. Perlawanan Budaya dan Tradisi

Definisi Perlawanan Budaya

Perlawanan (resistensi) secara umum merupakan

sebuah sikap dan respon untuk bertahan, menentang, dan

melawan, atau berupaya untuk menjadi oposisi pada

segmentasi sosial yang sedang berkuasa di masyarakat.13

Bagi peneliti Ilmu Sosial, perlawanan dianggap berciri

kultural, karena perlawanan merupakan sesuatu yang

muncul melalui ekspresi serta tindakan masyarakat. James

C. Scott 14 mendefinisikan perlawanan merupakan segala

tindakan yang dilakukan karena mendapat perlakuan

subordinasi, perlawanan tersebut dilakukan sebagai

penolakan terhadap klaim yang dibuat oleh kelompok

yang mensubordinasi.15

13
Kamila adnani, Resistensi Perempuan Terhadap Tradisi-Tradisi di
Pesantren Analisis wacana Kritis Terhadap Novel Perempuan Berkalung
Sorban, Dalam Jurnal Kawistara vol. 7, no. 2, hlm. 145
14
Ilmuan politik dan antropolog asal Amerika Serikat
15
Enik Zuni Susilowati, Resistensi Perempuan Dalam Kumpulan
Cerita Tandak Karya Royyan Julian (Teori Resistensi James C. Scott), JBSI
FBS, Universitas Negeri Surabaya, hlm. 5
Budaya menurut KBBI berarti pikiran, akal budi.

Kebudayaan merupakan hasil cipta manusia seperti

kesenian, adat istiadat dan keyakinan.16 Kebudayaan bisa

juga dikatakan sebuah perkembangan intelektual dan

moral masyarakat. 17 Sebagaimana yang telah peneliti

jelaskan sebelumnya, kebudayan tidak akan bisa bertahan

dan terus eksis tanpa adanya sebuah tradisi sebagai

penopang, karena tradisi merupakan bentuk manifestasi

dari sebuah kebudayaan, satu kesatuan dan tidak bisa

dipisahkan.

Berdasarkan beberapa definisi diatas, apabila sebuah

resistensi (perlawanan) dikaitkan dengan sebuah

kebudayaan dan tradisi, bukan berarti sebuah perlawanan

yang dilakukan dengan menggunakan fisik melawan fisik,

akan tetapi sebuah perlawanan karya intelektual manusia

terhadap karya intelektual itu sendiri. Perlawanan budaya

merupakan sebuah perlawanan karya intelektual manusia

(ide dan gagasan) terhadap karya intelektual yang telah

16
Pusat Bahasa Departemen Pendidikan Nasional, Kamus Bahasa
Indonesia, (Jakarta: Pusat Bahasa, 2008), hlm. 226
17
Chris Jenks, Culture, Diterjemahkan: Oleh Erika Setyawati Dengan
Judul Culture Studi Kebudayaan, (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2017), hlm. 10
ada sebelumnya, atau secara sederhana dapat diartikan

sebagai sebuah perlawanan budaya terhadap budaya itu

sendiri.

Faktor Penyebab Perlawanan Budaya

Faktor penyebab terjadinya suatu tindakan

perlawanan adalah adanya faktor yang berasal dari dalam

(internal) dan berasal dari luar (eksternal), sebagaimana

akan peneliti dijelaskan di bawah ini.

a. Faktor Internal

Faktor internal merupakan faktor yang berasal

dari dalam jiwa setiap individu. Dalam hal ini, faktor

internal berasal dari dalam diri manusia atau individu

yang kapasitasnya mempunyai kedudukanya atau

mempunyai pengaruh dalam suatu masyarakat yang

menuntut adanya perubahan.

b. Faktor Eksternal

Faktor eksternal merupakan faktor yang berasal

dari luar diri manusia dan mempengaruhi segala

macam tindak dan prilaku masyarakat. Dalam hal ini,

faktor eksternal berarti faktor yang muncul dari luar


setiap individu yang tergabung dalam suatu kelompok

masyarakat.18

Bentuk dan Karakteristik Perlawanan Budaya

James C. Scott mengklasifikasikan perlawanan ke

dalam dua bentuk, yaitu perlawanan yang bersifat terbuka

(public transcript) dan perlawanan yang bersifat

sembunyi-sembunyi atau tertutup (hidden transcript,

sebagaimana yang akan dijelaskan di bawah ini.

a. Perlawanan Terbuka

Perlawanan terbuka merupakan perlawanan yang

dilakukan secara terbuka, yaitu dapat diamati dan

bersifat konkret. Perlawanan tersebut biasanya

dilakukan dengan cara protes sosial, melakukan aksi

atau tindakan-tindakan lainya. Adapun karakteristiknya

adalah sebagai berikut:

) Bentuk perlawanan yang berwujud, kooperatif dan

terorganisir sesuai dengan sistem yang berlaku.

18
Rini Idayatiningsih, Perlawanan Terhadap Dominasi Kekuasaan
Dalam Novel Pasung Jiwa Karya Okky Madasari (Analisis Wacana Kritis),
Dalam Jural Lingue Franca: Jurnal Bahasa, Sastra, Dan Pengajaranya, Vol. 5,
No. 2, 2017, hlm. 46
) Terdapat dampak perubahan (konsekuensi

revolusioner) pada sistem masyarakat.

) Bersifat rasional dan berfokus kepada kepentingan

banyak orang.

) Bertujuan menghapus tindakan dominasi dan

penindasan dari kaum penguasa (apabila terjadi

dominasi dan penindasan).

b. Perlawanan Tertutup

Perlawanan tertutup merupakan bentuk

perlawanan yang dilakukan secara tertutup, yaitu

bersifat simbolis dan ideologis. Simbolis tersebut

biasanya berupa sindiran dan sebagainya. Adapun

karakteristiknya adalah sebagai berikut:

) Terjadi secara tidak teratur.

) Tidak teroganisir.

) Bersifat individual (tidak mementingkan

kepentingan orang banyak).

) Tidak mengandung dampak perubahan.19

19
Enik Zuni Susilowati, Resistensi Perempuan Dalam Kumpulan
Cerita Tandak Karya Royyan Julian (Teori Resistensi James C. Scott), JBSI
FBS, Universitas Negeri Surabaya, hlm. 5-
C. Kajian Living Hadis

Definisi Living Hadis

Ulama hadis berbeda pendapat mengenai istilah

yang dipakai dalam kajian living, khususnya ulama

mutaqaddimīn dan muta‟akhirīn. Menurut ulama

mutaqaddimīn hadis merupakan segala sesuatu yang

dinisbatkan kepada Nabi Saw. baik berupa perkataan,

perbuatan, taqrīr pasca kenabian, sementara sunnah

merupakan sesuatu yang diadopsi dari Nabi saw. tanpa

dibatasi oleh waktu. Sedangkan menurut ulama

muta‟akhirīn hadis dan sunnah merupakan sebuah definisi

yang sama, yaitu sebuah perkataaan, perbuatan dan taqrīr

.20

Menurut Muhammad Hasbi Ash-Shiddieqy 21 hadis

dan sunnah adalah suatu istilah yang berbeda walaupun

secara garis besar memiliki subtansi yang sama. Menurut

beliau, hadis adalah segala yang diceritakan (diberitakan)

dari Nabi saw. Sedangkan sunnah adalah amrun

20
M.Mansyur dan Dkk, Metodologi Penelitian Living Qur‟an dan
Hadis , (Yogyakarta: Th Press, 2007). hlm. 89
21
Ahli Hadis dan Tafsir Indonesia
amaliyyun ( amaliah yang sudah berlaku di masyarakat)

walaupun untuk mengetahuinya memerlukan riwayat. 22

Menurut Fazlur Rahman23 hadis adalah suatu tradisi yang

verbal (verbal tradition), sedangkan sunnah adalah tradisi

yang praktis dan mudah dilaksanakan (practical

tradition). Menurut beliau, Relasi antara keduanya adalah

apabila sunnah di verbalisasikan maka itulah yang

dinamakan hadis. Hal tersebut sejalan dengan pendapat

Imam Malik,24 menurut beliau sunnah lebih dekat kepada

makna tradisi tertentu, sementara hadis merupakan bentuk

dokumentasi tertulis dari sunnah. Sunnah tidaklah mesti

setiap apa yang terdokumentasikan dalam hadis, akan

tetapi sunnah juga suatu tradisi yang di praktekkan oleh

penduduk Madinah secara kontinyu.25 Menurut M. Alfatih

Suryadilaga26 tradisi hadis dan sunnah sebenarnya terjadi

22
Tengku Muhammad Hasbi Ash-Shiddieqy, Sejarah dan Pengantar
Ilmu Hadis, (Semarang: Pustaka Rizki Putra, 2009), hlm. 15
23
Pemikir Islam Kontemporer asal Pakistan
24
Nama lengkapnya adalah Abu Abdullah Malik bin Annas, beliau
merupakan seorang pakar hadis dan fiqih yang menulis kitab al-muwatta‟ dan
termasuk ke dalam imam mahzab fiqih yang empat ( Imam Abu Hanifah,
Imam Malik, Imam Syafi‟I, dan Imam Ahmad)
25
Salamah Noorhidayati, Posisi Kitab Al-Muwatta‟ Dalam Sejarah
Hukum Islam: Analisis atas Pandangan Yasin Dutton, alam Jurnal Wacana
Hukum Islam dan Kemanusiaan, Vol. 14, No. 1, 2014, hlm. 8
26
Ketua Asosiasi Ilmu Hadis Indonesia (ASILHA) Indonesia
secara bersamaan, setelah Nabi saw. wafat, kedua tradisi

tersebut masih dijaga oleh para sahabat dan gerasi

setelahnya.

Perkembangan sejarah, serta tradisi Islam dalam

menjaga hadis dan sunnah Nabi saw, mengantarkan

formulasi baru yaitu dari tradisi verbal dan praktek

menuju ke tradisi tulisan, yaitu dengan membukukan

hadis dan sunnah Nabi saw. Dalam skripsi ini, peneliti

menggunakan kata living hadis dalam menyebut istilah

model kajian dengan meminjam istilah Imam Malik,

karena menurut peneliti, istilah hadis lebih dekat kepada

kajian teks dari pada istilah sunnah, dan yang menjadi inti

bahasan dalam penelitian ini adalah, apa hadis yang

menjadi dalil dalam sebuah tradisi yang di praktekan,

yang tentunya akan merujuk pada kitab-kitab hadis

primer, walaupun objek yang dituju berupa tuntunan atau

praktek.
Kata Living berasal dari bahasa Inggris yaitu dari

kata live yang berarti hidup. 27 Hadis secara etimologi

memiliki tiga arti yang pertama, jadīd yang berarti yang

baru, qarīb berarti yang dekat atau yang belum lama

terjadi, khabar yang berarti warta atau berita. 28 Secara

terminologi menurut ulama hadis, hadis adalah segala

sesuatu yang dinisbatkan kepada Nabi Muhammad saw.

baik berupa perkataan, perbuatan, taqrīr, dan sifat. 29

Apabila dikorelasikan antara kata living dan hadis, berarti

dalam arti sederhana adalah hadis yang hidup.

Model-Model Living Hadis

Sebagaimana yang telah peneliti jelaskan

sebelumnya, semangat umat Islam yang ingin

menjalankan ajaran agamanya yang sesuai dengan

tuntunan Nabi Muhammad saw. mendorong umat Islam,

khususnya umat Islam Indonesia dalam

menginterpetasikan al-Qur‟an dan hadis, sehingga

27
Yan Peterson, Kamus Lengkap Inggris-Indonesia Indonesia-Arab, (
Surabaya: Karya Agung, 2005), hlm. 220
28
Tengku Muhammad Hasbi Ash-Shiddieqy, Sejarah dan Pengantar
Ilmu Hadis, (Semarang: Pustaka Rizki Putra, 2009), hlm. 3
29
Mahmud Ath-Thahhan, Musthalah Al-Hadis, Diterjemahkan: oleh
Bahak Asadullah dengan judul Dasar-Dasar Ilmu Hadis, (Jakarta: Ummul
Qura, 20 ), hlm. 23
muncullah beragam penafsiran, dan hal tersebut

dimanifestasikan dalam kehidupan sehari-hari ,sehingga

muncullah sebuah tradisi.

Berbagai latar belakang individu masyarakat

Indonesia, ikut mewarnai kecenderungan dalam

menginterpretasikan teks-teks keagamaan. Diantara

mereka ada yang lebih menekankan kepada kapasitas

intelektualnya, maka mereka lebih condong untuk

mencari-cari dalil yang ada dalam al-Qur‟an dan hadis

untuk diamalkan dalam kehidupan sehari-hari. Bahkan

ada yang lebih condong kepada dimensi mistik, sosial dan

ritual, yang baru kemudian mencari-cari dalil untuk


30
mencari sebuah pembenaran. Berdasarkan ragam

penafsiran yang dilakukan oleh masing-masing individu

atau kelompok, sehingga munncullah berbagai variasi

dalam living hadis, sebagaimana akan dijelaskan dibawah

ini.

30
M.Mansyur dan Dkk, Metodologi Penelitian Living Qur‟an dan
Hadis , (Yogyakarta: Th Press, 2007). hlm.
a. Tradisi Tulis

Tradisi tulis dalam perkembanganya merupakan

sesuatu yang sangat penting dalam perkembangan ilmu

hadis, termasuk dalam hal pengkodifikasian sunnah

Nabi Muhammad saw. Akan tetapi, dalam konteks

keindonesiaan, selain membuat karya-karya dalam

bidang hadis, banyak masyarakat Indonesia yang

menempelkan tulisan-tulisan hadis ke tempat-tempat

ibadah, tempat pendidikan dan tempat umum, seperti

masjid, pesantren dan sebagainya, dan menyandarkan

hal tersebut kepada hadis, padahal hal tersebut

bukanlah hadis seperti kalimat kebersihan itu adalah

sebagian dari iman (َ‫اإلميأ‬ ‫)انظأفة من‬ yang berguna

untuk menciptakan kebersihan lingkungan, mencintai

negara sebagian dari iman (َ‫ )حب النطن من اإلميأ‬yang

bertujuan untuk membangkitkan semangat

nasionalisme. Dan masih banyak tulisan-tulisan lainya

yang tersebar di berbagai tempat-tempat di Indonesia.


Dua kalimat tersebut merupakan kalimat yang populer

di berbagai kalangan masyarakat Indonesia.31

b. Tradisi Lisan

Tradisi lisan dalam living hadis, pada

perkembanganya muncul dan berkembang seiring

dengan tradisi praktek yang dijalankan oleh umat

Islam. Seperti bacaan dalam sholat subuh pada hari

jum‟at dengan membaca surat hāmīim, al-Sajādah, dan

al-Insān. Adapun dalam pelaksanaan shalat jum‟at

biasanya imam membaca surat al-a‟la dan al-Gasyiyah

atau al-Jumu‟ah dan al-Munāfiqūn. Adapula tradisi

zikir sesudah sholat baik itu secara keras ataupun

secara pelan, baik dibaca bersama-sama maupun

sendiri-sendiri dan sebagainya. Semua tradisi tersebut

merupakan sebuah tradisi yang di praktekkan dengan

berlandaskan pada hadis Nabi saw.32

31
M.Mansyur dan Dkk, Metodologi Penelitian Living Qur‟an dan
Hadis , (Yogyakarta: Th Press, 2007), hlm. 116
32
Ibid., hlm. 121
c. Tradisi Praktek

Tradisi praktek dalam living hadis, cenderung

lebih banyak di praktekkan oleh umat muslim di

Indonesia. Sebagai contoh penelitian Saifudin Suhri,

tradisi puasa senin kamis di Yogyakarta, atau sholat

wetu telu dan wetu lima di Lombok, Nusa Tenggara

Barat (NTB), ada juga tradisi ziarah kubur, tradisi

ruqyah dan tradisi lainya.33

Metode Pendekatan Living Hadis

Living hadis merupakan sebuah model kajian

kontemporer yang termasuk dalam cabang disiplin Ilmu

Hadis. Sama seperti cabang-cabang dalam disiplin ilmu

lainya, living hadis tentu memerlukan seperangkat

metode-metode dalam menunjang kajianya. Karena objek

kajianya adalah sebuah praktek-praktek yang berkembang

di masyarakat, maka metode-metode pendekatan yang di

pakai dalam living hadis sangat erat kaitanya dengan teori-

teori dan pendekatan dalam penelitian Sosiologi dan

33
M.Mansyur dan Dkk, Metodologi Penelitian Living Qur‟an dan
Hadis , (Yogyakarta: Th Press, 2007), hlm
Antropologi. Menurut Saifudin Zuhri,34 ada empat metode

pendekatan yang bisa dipakai dalam penelitian living

hadis yaitu, metode fenomenologi, studi naratif, etnografi,

dan sosiologi pengetahuan sebagaimana yang akan

dijelaskan di bawah ini.

a. Fenomenologi

Fenomenologi merupakan studi yang

menjelaskan mengenai makna, yaitu dengan

mendeskripsikan makna secara umum yang dialami

oleh masing-masing partisipan ketika mereka

mengalami sebuah fenomena yang terjadi dan

berkembang di dalam masyarakat.

b. Studi Naratif

Studi naratif merupakan sebuah bentuk studi

narasi (deskripsi atau paparan) apa yang diceritakan,

dibicarakan dan dituliskan oleh masing-masing

responden atau partisipan. Narasi tersebut berisi

mengenai sebuah rangkaian peristiwa yang saling

34
Dosen Ilmu Hadis UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta
berhubungan dan dijelaskan secara berurutan sesuai

dengan kronologi peristiwa.

c. Etnografi

Etnografi merupakan sebuah bentuk studi

mengenai kebudayan suatu komunitas masyarakat.

yaitu dengan mendeskripsikan dan meginterpretasikan

pola-pola kebudayaan yang mencerminkan nilai-nilai,

prilaku, bahasa dan keyakinan, dalam sebuah

kelompok masyarakat.

d. Sosiologi Pengetahuan

Sosiologi pengetahuan merupakan suatu proses

relasi antara individu dan realitas masyarakat yang

dijadikan sebagai media untuk melihat bagaimana

seorang individu dalam keseharianya membentuk dan

dibentuk oleh al-Qur‟an dan hadis.35

35
Saifudin Zuhri Qudsy, Living Hadis: Genealogi, Teori, dan Aplikasi,
Dalam Jurnal Living Hadis, Vol. 1, No. 1, 2016, hlm. 189-
D. Metode Etnografi

Definisi dan Sejarah Perkembangan

Etnografi merupakan sebuah desain kualitatif

dimana sang peneliti mendeskripsikan dan

menginterprekasikan pola-pola mengenai nilai-nilai,

prilaku, bahasa, dan keyakinan dari sebuah segmentasi

kebudayaan. Bisa juga dikatakan, suatu cara untuk

mempelajari sebuah segmentasi kebudayaan yang hasil

akhirnya tertulis dalam sebuah hasil riset atau penelitian.36

Etnografi merupakan sebuah tulisan yang membahas

mengenai etnis tertentu yang ditulis oleh seorang

etnografer 37 , atau merupakan sebuah pendekatan dalam

metode kualitatif yang berusaha mengeksplor kultur atau

budaya masyarakat.38

Etnografi merupakan sebuah cabang ilmu yang

lahir dari ilmu Antropologi. Pada awalnya, metode ini

36
John W. Creswell, Qualitative Inquiry and Research Design:
Choosing Among Five Appoaches, diterjemahkan oleh: Ahmad Lintang
Lazuardi dengan judul Penelitian Kualitatif dan Desain Riset Memilih
Diantara Lima Pendekatan, (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2015), hlm. 125
37
Koeswinarto, Memahami Etnografi Ala Spradley, Dalam Jurnal
Smart Vol. 1, No. 2, 2015, hlm. 259
38
Windiani dan Farida Nurul R, Menggunakan Metode Etnogrfi Dalam
Penelitian Sosial, Dalam Jurnal Sosiologi, Vol. 9, No. 2, 2016, hlm. 88
banyak digunakan oleh bangsa Eropa dan Amerika, yang

pada masa kolonial menjalankan ekspedisi ke negara-

negara Asia dan Afrika. Metode ini mereka gunakan

untuk mengamati kebudayaan masyarakat-masyarakat

yang terjajah, dan hasil penelitianya ternyata masyarakat

yang terjajah masih kurang maju dan tradisional.39

Namun pada perkembangan selanjutnya, pada

tahun 1915-1925 Racliffe-Brown 40 dan Malinowski 41

mengembangkan penelitian etnografi dengan berfokus

kepada kehidupan modern dalam sebuah masyarakat.

penelitian ini berusaha mendeskripsikan dan membangun

struktul sosial budaya pada masyarakat dalam rangka


42
mendapatkan kaidah-kaidah kemasyarakatan. Pada

tahun 1920-1930, para sosiolog seperti Park43, Dewey44,

dan Mead45 juga ikut mengadopsi metode etnografi untuk

39
Koeswinarto, Memahami Etnografi Ala Spradley, Dalam Jurnal
Smart Vol. 1, No. 2, 2015, hlm.
40
Seorang antropolog sosial Inggris
41
Seorang antropolog asal Polandia
42
Koeswinarto, Memahami Etnografi Ala Spradley,…, hlm
43
Nama lengkapnya adalah Robert Park, seorang sosiolog asal Amerika
Serikat
44
Nama lengkapnya dalah John Dewey, seorang filsuf, kritikus sosial,
dan pemikir dalam bidang pendidikan asal Amerika Serikat
45
Nama lengkapnya dalah George Herberd Mead, seorang filsuf,
sosiolog dan psikolog asal Amerika Serikat
mempelajari segmentasi kebudayaan di Amerika Serikat.

Etnografi kemudian terus berkembang dan mempunyai

tipe cakupan yang cukup luas dan beragam sesuai dengan

tujuan dan orientasinya seperti, antropologi budaya, teori

kritis, etnometodologi, studi kebudayaan, dan lain-lain.46

Ciri Utama Metode Etnografi

a. Etnografi secara kompleks dan komprehensif berfokus

pada pengembangan kebudayaan dari sebuah

kelompok. Penggunaan etnografi dalam penelitianya

bisa saja membahas menganai sebagian kelompok

masyarakat bisa juga keseluruhan kelompok

masyarakat.

b. Dalam etnografi, peneliti atau etnograf mencari

berbagai pola dan mendeskripsikan pola-pola tersebut

sebagai ritual, prilaku sosial adat atau kebiasaan

sebagaimana yang mereka ekspresikan dalam

kehidupanya. Misalnya ide dan keyakinan, mereka

ekspresikan lewat bahasa atau aktifitas material,

46
John W. Creswell, Qualitative Inquiry and Research Design:
Choosing Among Five Appoaches, diterjemahkan oleh: Ahmad Lintang
Lazuardi dengan judul Penelitian Kualitatif dan Desain Riset Memilih
Diantara Lima Pendekatan, (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2015), hlm. 126
misalnya tentang bagaimana mereka berprilaku,

diekspresikan melalui tindakan mereka. Sehingga

nantinya hal tersebut akan menunjukkan bahwa

segmentasi kebudayaan tersebut telah berinteraksi

dalam waktu yang lama, sehingga bisa membangun

pola yang jelas.

c. Penggunaan teori dalam etnografi juga tidak kalah

penting daripada mendeskripsikan pola-pola tersebut,

karena teori akan memfokuskan peneliti dalam

penelitian etnografi, yaitu membantu menjelaskan

segala bentuk tindakan dan ekspresi yang dilakukan

oleh suatu segmentasi kebudayaan lewat ilmu

pengetahuan.

d. Seorang peneliti harus terlibat dalam kerja lapangan

untuk menemukan pola dari segmentasi kebudayaan

dan mengumpulkan data, baik melalui wawancara,

observasi dan sebagainya.

e. Dalam mengalisis data, peneliti bersandar pada

pandangan partisipan dan melaporkanya dalam bentuk

deskripsi. Kemudian mensintesis data lapangan dengan


teori, menarik kesimpulan dengan menambahkan

pendapat peneliti. Kemudian menghasilkan

pemahaman tentang bagaimana segmentasi

kebudayaan tersebut berjalan, hidup dan berfungsi

dalam kehidupanya.47

Tipe Etnografi

Menurut John W. Creswell, ada banyak tipe

etnografi seperti etnografi pengakuan, auto-etnografi,

etnografi feminis, riwayat hidup, novel etnografis dan

sebagainya. Akan tetapi, John menekankan pada dua tipe

yang sangat populer, sebagaimana yang akan dijelaskan di

bawah ini.

a. Etnografi Realis

Etnografi realis adalah suatu laporan yang

objektif menganai situasi. Dalam pendekatan etnografi

ini, para peneliti menuturkan studinya sebagai pihak

ketiga yang netral dan melaporkan secara apa adanya

47
John W. Creswell, Qualitative Inquiry and Research Design:
Choosing Among Five Appoaches, diterjemahkan oleh: Ahmad Lintang
Lazuardi dengan judul Penelitian Kualitatif dan Desain Riset Memilih
Diantara Lima Pendekatan, (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2015), hlm.127-
tentang apa yang diamati, didengar dan dituturkan oleh

partisipan.

b. Etnografi Kritis

Etnografi kritis adalah sebuah studi yang

bertujuan untuk memperjuangkan emansipasi bagi

suatu kelompok masyarakat yang terpinggirkan dan

menentang ketidaksetaraan. Seorang peneliti, dituntut

untuk kritis dalam mempelajari sebuah problem

tentang kekuasaan, ketidakadilan, penindasan dan

sebagainya.48

Prosedur Pelaksanaan Metode Etnografi

a. Menentukan terlebih dahulu apakah metode etnografi

merupakan metode yang paling tepat dengan problem

yang akan diteliti. Metode ini sangat tepat digunakan

apabila kebutuhanya adalah untuk mendeskripsikan

bagaimana sebuah segmentasi kebudayaan hidup dan

berkembang, serta mengeksplorasi lebih dalam

48
ohn W. Creswell, Qualitative Inquiry and Research Design: Choosing
Among Five Appoaches, diterjemahkan oleh: Ahmad Lintang Lazuardi dengan
judul Penelitian Kualitatif dan Desain Riset Memilih Diantara Lima
Pendekatan, (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2015), hlm. 129-
mengenai, bahasa, prilaku, keyakinan dan problem

yang mereka hadapi.

b. Mengidentifikasi dan menentukan segmentasi

kebudayaan mana yang akan diteliti. Biasanya

segmentasi kebudayaan yang akan diteliti merupakan

segmentasi yang telah hidup bersama dalam dalam satu

wilayah dan dalam waktu yang lama. Sehingga prilaku,

bahasa, dan sikap mereka telah terbentuk menjadi pola

yang dapat untuk dilihat.

c. Menyeleksi berbagai tema, pemasalahan, atau teori

kebudayaan mana yang hendak dipelajari dari

kelompok tersebut.

d. Menentukan tipe etnografi mana yang akan digunakan.

e. Melakukan penelitian awal yang berupa observasi.

Menentukan siapa yang menjadi pemegang kunci atau

inisiator yang paling mengetahui terhadap tema atau

permasalahan yang akan di teliti.

f. Melakukan penelitian mendalam untuk mengumpulkan

data. Setalah data terkumpul, peneliti selanjutnya


menganalisis data tersebut untuk menyusun sebuah

deskripsi tentang segmentasi kebudayaan tersebut.

g. Menyusun rangkaian teori tentang bagaimana

kebudayaan tersebut berjalan dan masih tetap eksis.

Hasil akhir dari potret kebudayaan tersebut adalah

rangkuman pandangan dari partisipan (emis) dan

peneliti (etis).49

Analisis dan Penyajian Etnografi

Dalam analisis data dan penyajian etnografi, John

merekomendasikan tiga aspek analisis data yaitu

deskripsi, analisis, dan interpretasi terhadap kelompok

kebudayaan, sebagaimana yang akan dijelaskan di bawah

ini.

a. Deskripsi

Deskripsi merupakan sebuah pondasi dalam

penelitian kualitatif, seorang peneliti dalam etnografi

hanya sebagai penutur cerita, yaitu dengan mengajak

pembaca untuk seolah-oleh melihat seperti apa yang

49
John W. Creswell, Qualitative Inquiry and Research Design:
Choosing Among Five Appoaches, diterjemahkan oleh: Ahmad Lintang
Lazuardi dengan judul Penelitian Kualitatif dan Desain Riset Memilih
Diantara Lima Pendekatan, (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2015), hlm.131-
peneliti saksikan di lapangan. Tidak ada catatan kaki,

yang ada hanyalah peneliti memaparkan sebuah fakta

apa adanya yang terdapat di lapangan.

b. Analisis

Menganalisis dengan membandingkan kelompok

kebudayaan tersebut dengan kelompok kebudayaan

lainya. Mensintesis data lapangan dengan teori-teori

kebudayaan.

c. Interpretasi

Dalam hal ini peneliti bisa membuat interpretasi

yang berupa spekulasi serta interpretasi yang

komparatif. Peneliti menarik kesimpulan berdasarkan

teori yang berasal dari sintesis data lapangan degan

landasan teoritis. Terakhir, dalam penginterpretasianya

peneliti bisa membuat interpretasi melalui ekspresi

seperti puisi, fiksi, atau cerita pertunjukan.50

50
John W. Creswell, Qualitative Inquiry and Research Design:
Choosing Among Five Appoaches, diterjemahkan oleh: Ahmad Lintang
Lazuardi dengan judul Penelitian Kualitatif dan Desain Riset Memilih
Diantara Lima Pendekatan, (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2015), hlm. 275-
BAB III

PEMBAHASAN

A. Deskripsi Wilayah dan Tradisi Kahfian di Masjid

Nurul Iman

Deskripsi Wilayah

Secara geografis Masjid Nurul Iman terletak di

antara - °18'16.11" dan 0°31'8.27", Jl. Plumbon, RT 31,

RW 18, Perum Gedongkuning, Banguntapan, Bantul,

Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY). Masjid Nurul Iman

mulai dibangun pada tahun 1989 dan mulai diresmikan

pada tahun 1995. Masjid Nurul Iman merupakan masjid

yang tidak samasekali berafiliasi dengan organisasi

masyarakat manapun. Masjid Nurul Iman pada awal

mulanya adalah sebuah mushola kecil yang terletak di

wilayah perumahan TNI AD yang kemudian diserahkan

kepemilikanya kepada warga sipil.

Masjid Nurul Iman merupakan masjid yang dibina

oleh ustad Dr. Nur Kholis, M.Ag. dimulai sejak tahun

1994-sampai sekarang. Masjid tersebut mempunyai

banyak kegiatan rutin yang dilaksanakan setiap hari


maupun setiap minggunya, adapun Kegiatan yang

dilaksanakan di Masjid Nurul Iman yaitu, kegiatan

kahfian yang dilaksanakan setiap malam jum‟at, kajian

ahad pagi, kajian ibu-ibu yang dilaksanakan selasa sore,

dan selain hari tersebut, diadakan kegiatan tadarusan

ba‟da magrib setiap harinya.

Gambar . Peta Masjid Nurul Iman dari Kampus 4 UAD


Struktur Kepengurusan Masjid Nurul Iman

Ketua

Nur Kholis

Sekretaris Bendahara

M. Aris Sarinah

Kabid Kabid Sosial Kabid


Pembangunan Pendidikan

Edi Sofyan Suwardi Suroyo

Tradisi Kahfian di Masjid Nurul Iman

a. Makna Sekilas Surat al-Kahfi

Surat al-Kahfi merupakan surat dari al-Qur‟an

yang turun ke 68, sebelum surat asy-Syura‟ dan

sesudah surat al-Ghasyiyah. Ayat-ayat surat tersebut

terdiri dari 110 surat dan merupakan surat yang turun

di Mekah atau (Makiyah). Surat ini dinamai al-Kahfi

karena merujuk kepada kisah tujuh orang pemuda dan

satu anjing yang bersembunyi ke dalam gua. Tujuh


orang pemuda tersebut merupakan orang-orang yang

beriman kepada Allah swt. Kisah ini berlangsung pada

masa Tarajan (98-117), dimana pada masa

pemerintahanya bahwa setiap orang kristen yang

menolak untuk menyembah dewa-dewa dinilai sebagai

penghianat dan dikenakan hukuman mati. Segala upaya

dan cara yang mereka lakukan dalam menjaga

akidahnya, hingga tidak tersisa lagi kemampuan

kecuali dengan bersembunyi ke dalam gua. Kemudian

mereka ditidurkan oleh Allah swt. selama tiga ratus

sembilan tahun. Kemudian mereka dibangunkan oleh

Allah swt. pada masa pemerintahan Theodosius (408-

450), yang merupakan seorang raja yang adil, dimana

zaman telah berubah dan tidak adanya lagi penindasan

terhadap agama. 1

Surat al-Kahfi mempunyai makna yang sangat

dalam dan didalamnya banyak menceritakan mengenai

kisah-kisah umat terdahulu, dan terdapat empat kisah

populer didalamnya, yaitu kisah ashab al-kahfi

1
Kisah ini terdokumentasikan dalam al-Qur‟an ayat -
sebagaimana yang peneliti ceritakan secara singkat,

kisah żulkarnain, kisah Nabi Musa as. dan Nabi Khidr

as. dan kisah seseorang yang memiliki dua kebun.

Akan tetapi, benang merah dari tema-tema yang

diceritakan dalam surat ini adalah mengenai pelurusan

tentang aqidah yang benar.2

Surat al-Kahfi diawali dengan kata ( ‫ )احلِدهلل‬yaitu

segala puji bagi Allah swt. Huruf AL yang mengiringi

kata ḥamd, menurut pakar bahasa dinamai dengan (alif-

lām) atau al-istighrāq yang berarti tercakupnya segala

sesuatu, dalam konteks ayat ini segala pujian hanyalah

milik Allah swt. semata. Kata Ḥamd (pujian)

merupakan bentuk ucapan yang ditujukan kepada yang

dipuji (Allah swt) terhadap sikap atau perbuatanya

yang baik, walaupun yang memuji tidak dibalas

apapun. Disinilah letak perbedaan dengan kata (‫)مكر‬

yaitu syukur. Kata tersebut digunakan untuk mengakui

2
M. Quraih Shihab, Tafsir Al-Misbah, Pesan, Kesan dan Keserasian
Al-Qur‟an, (Jakarta: Lentera Hati, 2012), cet. 5, vol. 7, hlm. 223-
dengan sebaik-baiknya pemberian terhadap yang

disyukuri yaitu Allah swt.3

Pada kata (‫ )احلِدهلل‬atau sebaga puji bagi Allah,

huruf ( ) lam atau bagi, yang menyertai kata (‫ )هلل‬Allah

mengandung makna pengkhususan baginya. Berarti

segala pujian hanya dipersembahkan kepada Allah

swt. Allah swt. dipuji antara lain, karena telah

menurunkan al-Kitab (al-Qur‟an) yang sangat

sempurna dan tidak ada kekurangan sedikitpun.

Dalam al-Qur‟an, terdapat empat surat yang

ayatnya diawali dengan kata al-ḥamdulillāh selain

surat al-Fātihah. 1) Awalan surat al-Kahfi

sebagaimana yang telah peneliti sebutkan sebelumnya.

) QS. al-An‟ām ( ) , mengisyaratkan wujud nikmat

yang didapatkan manusia di dunia dan segala yang

dianugerahkan oleh Allah swt. di langit dan dibumi,

serta apa yang diperoleh melalui gelap dan terang. 3)

3
M. Quraih Shihab, Tafsir Al-Misbah, Pesan, Kesan dan Keserasian
Al-Qur‟an, (Jakarta: Lentera Hati, 2012), cet. 5, vol. 7, hlm. -
QS. Saba‟ ( ) , mengisyaratkan nikmat-nikmat

Allah swt. yang akan didapatkan manusia di akhirat

kelak, yaitu kehidupan yang baru, dimana manusia

yang taat kepada Allah swt. akan mendapatkan

kenikmatan yang abadi. 4) QS. Fāthir (35): 1, ayat ini

merupakan isyarat mengenai nikmat-nikmat abadi yang

akan dianugerahkan oleh Allah swt. kepada manusia

ketika mengawali hidup di akhirat. Nikmat yang

dicakup oleh ayat-ayat diatas merupakan rincian dari

keseluruhan nikmat yang diberi oleh Allah swt.

Keempat nikmat tersebut kemudian dirangkum

semuanya dalam surat al-Fātihah.

Pada ayat ke sembilan belas surat al-Kahfi

terdapat kata (‫)وليتلطف‬, huruf tā pada kata tersebut

menurut pakar qirā‟at atau bacaan al-Quran merupakan

huruf pertengahan dari huruf-huruf al-Qur‟an.4Surat al-

Kahfi ditutup dengan kesimpulan pokok tentang

prinsip-prinsip ajaran Islam. Ia mengandung prinsip

4
M. Quraih Shihab, Tafsir Al-Misbah, Pesan, Kesan dan Keserasian
Al-Qur‟an, (Jakarta: Lentera Hati, 2012), cet. 5, vol. 7, hlm.
ketuhanan yang maha esa yaitu dengan firmanya :

Sesungguhnya tuhan kamu adalah tuhan yang maha

esa, mengenai kenabian Muhammad saw. yaitu dengan

firmanya: Katakanlah, sesungguhnya aku hanya

seorang manusia seperti kamu yang diwahyukan

kepadaku, dan keniscayaan hari kemudian sebagaimana

firmanya: Maka, barang siapa yang mengharap

perjumpaan dengan tuhanya, maka hendaklah ia

mengerjakan amal shaleh.5

b. Deskripsi Tradisi Kahfian

Tradisi kahfian merupakan sebuah tradisi

pembacaan surat al-Kahfi yang dilaksanakan rutin pada

setiap malam jum‟at di Masjid Nurul Iman. Tradisi

tersebut merupakan sebuah tradisi yang diinisiasi oleh

ustad Dr. Nur Kholis, M.Ag. dan tradisi tersebut dalam

pelaksanaanya sudah berjalan selama dua tahun,

dimulai sejak tahun 2017 hingga sekarang.

Dilaksanakan setelah selesai ṣalat magrib hingga

menjelang ṣalat isya‟ dan dipimpin langsung oleh ustad

5
M. Quraih Shihab, Tafsir Al-Misbah, Pesan, Kesan dan Keserasian
Al-Qur‟an, (Jakarta: Lentera Hati, 2012), cet. 5, vol. 7, hlm.
Dr. Nur Kholis, M.Ag. atau dipimpin oleh ustad

Muhammad Zaid Adnan, S.Ag. selaku anggota takmir

Masjid Nurul Iman.

Tradisi kahfian merupakan sebuah tradisi

pengganti dari tradisi yang dilaksanakan sebelumnya,

yaitu tradisi yasinan. Tradisi yasinan merupakan tradisi

pembacaan surat Yāsīn yang dilaksanakan pada setiap

malam jum‟at dan dilaksanakan setelah selesai ṣalat

magrib hingga menjelang ṣalat isya‟ Tradisi yasinan

merupakan sebuah tradisi yang di inisisasi oleh bapak

Suwardi, beliau merupakan seorang tokoh masyarakat

yang sudah tinggal di daerah Gedongkuning sejak

tahun 1987. Tradisi yasinan yang beliau inisiasi

tersebut sudah berjalan cukup lama sebelum diganti

dengan tradisi kahfian. Adapun alasan mengapa tradisi

tersebut diganti, menurut Dr. Nur Kholis, M.Ag.

karena ingin menyesuaikan tradisi dengan hadis Nabi

saw., atau menjalankan sunnah yang sesuai dengan

perintah Nabi Muhammad saw.


Dr. Nur Kholis, M.Ag, merupakan seorang

akademisi yang berlatarbelakang keilmuan dalam

bidang Ilmu Hadis. Selain sebagai ketua takmir Masjid

Nurul Iman, beliau merupakan Dekan Fakultas Agama

Islam Universitas Ahmad Dahlan. Latar belakang

pendidikan beliau dari Strata 1 sampai dengan Strata 3

ditempuh beliau di UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta

dalam bidang Ilmu Hadis.

Transformasi tradisi, dari tradisi yasinan ke

tradisi kahfian sama sekali tidak perdapat problem

samasekali, karena inisiator merupakan seorang tokoh

masyarakat yang sangat dipercaya masyarakat,

sehingga masyarakat lainya akan mengikuti apa yang

menjadi ide dan gagasan dari inisiator tersebut. Adapun

jumlah jamaah yang mengikuti kahfian bisa dikatakan

cukup banyak, terutama jamaah perempuan yang

berjumlah sekitar 30 orang lebih, dan jamaah laki-laki

berjumlah 15 orang lebih.


c. Pola Pengamalan

Tradisi kahfian dilaksanakan pada setiap malam

jum‟at dan dilaksanakan setelah ṣalat magrib. Adapun

pola pengamalanya yaitu diawali dengan membaca

ta‟auz, kemudian membaca surat al-Fātihah sebagai

Pembukaan. Kemudian membaca ta‟auz dan basmalah,

dan kemudian dilanjutkan dengan pembacaan surat al-

Kahfi secara bersama-sama dari awal sampai dengan

akhir, dan prosesi pelaksanaan kahfian paling lama

dilaksanakan selama 40 menit atau menjelang ṣalat

isya‟

d. Makna Filosofis

Tradisi kahfian di Masjid Nurul Iman diadakan

atas dasar inisiatif Dr. Nur Kholis, M.Ag, adapun

alasan mengapa diadakanya tradisi tersebut, karena

ingin menjalankan perintah Nabi saw. yang sesuai

dengan sunnahnya, akan tetapi untuk menjalankan

perintah yang sesuai dengan sunnah Nabi Muhammad

saw. tidaklah mudah, karena masih terdapatnya tradisi

lama yang mendarah daging di kalangan masyarakat


jama‟ah Masjid Nurul Iman, yaitu yasinan. Maka,

inisiator dalam hal ini harus menunjukkan

kreatifitasnya dalam berdakwah.

Ustad Dr. Nur Kholis, M.Ag. merupakan ketua

takmir Masjid Nurul Iman yang sudah tinggal sekitar

dua puluh lima tahun di daerah Gedongkuning, Beliau

merupakan seorang tokoh masyarakat yang aktif

berdakwah dan terjun langsung ke masyarakat. Ketika

masyarakat yang menjadi jamaah Masjid Nurul Iman

masih tetap menjalankan tradisi lamanya yaitu tradisi

yasinan pada malam jum‟at dan tradisi tahlilan pasca

kematian, beliau tidak semerta-merta menjustifikasi

tradisi tersebut sesuatu yang bid‟ah dan tidak sesuai

dengan tuntunan Islam. Akan tetapi, beliau tetap

berdakwah secara bertahap yaitu dengan mengajarkan

taḥsin al-Qur‟an dan aktif memberikan kajian ceramah

kepada masyarakat, bahkan beliau langsung yang

memimpin pembacaan yasinan dan memimpin tahlilan

yang biasa dilaksanakan di daerah Gedongkuning.

Maka, ketika beliau mempunyai gagasan dan ingin


meluruskan ajaran Islam yang sesuai dengan sunnah,

beliau tidak semerta-merta menghapus tradisi lama

yang sudah mendarah daging di kalangan masyarakat,

akan tetapi beliau menciptakan tradisi tandingan

terhadap tradisi lama tersebut dengan pola yang sama.

Perubahan tradisi yang terjadi di Masjid Nurul

Iman tidaklah mendatangkan konflik sama sekali, akan

tetapi menciptakan sebuah amalan baru atau tradisi

baru yang disukai masyarakat. Perubahan yang terjadi

ketika terciptanya tradisi baru tersebut yaitu, semakin

banyaknya masyarakat yang ṣalat berjamaah lima

waktu di masjid dan sebagai ladang jamaah untuk

berṣadaqah, karena setelah selesai pembacaan surat al-

Kahfi, biasanya jamaah dihadirkan hidangan. Baik itu

berupa makanan ringan maupun makanan berat, dan itu

semua berasal dari sumbangan jamaah Masjid Nurul

Iman. Adapun manfaat yang dirasakan masing-masing

jamaah berbeda-beda, antara lain untuk meningkatkan

keimanan, semakin tertantang untuk belajar membaca

al-Qur‟an, mendatangkan ketenangan hati dan


mendatangkan keberkahan, mempererat hubungan

sosial antar warga, dan lain-lain.

B. Analisis Data

Landasan Tradisi Kahfian

‫أم ع ث َ ْن بَِل ِ ٍْلَ ع ث‬


ِ ‫أَث حدَََّاَأ َ ي ث حدَََّاَأ بَبن‬
َ ُ َ َْ ُ
ِ
َ َِ ‫َحدَََّاَأ بَبُن الا َْا‬
ِّ ‫انُ ْد ِر‬ ‫اِ ع‬، ‫ع ب ِن عأدث ن بَِل‬
َ ،ُ َ‫سث َْأ َ « َم ْن َْ َرب‬
َ‫نر‬ ْ ‫يد‬ َ ْ َ َُ ْ ِ ‫َ ْن َْ ْي‬
6 ِ ِ
»‫ت الْ َاتيق‬ ِ ‫اْلِا ِةث بَضأء لَه ِمن الاَنِر فِيِأ ب ي اَه وب ْي الْ ي‬ ِ
ْ َ َ ْ َ َ ُ َْ َ َ ُ َ َ َ ُ ُْ َ‫الْ َك ْهف لَْي لَة‬
Artinya: Telah menceritakan kepada kami Abū al-
Nu‟mān, telah menceritakan kepada kami Husyaim, telah
menceritakan kepada kami Abū Hāsyim, dari Abū Mijlaz,
dari Qais bin „Ubād dari Abū Sa‟d al-Khudrī ia berkata:
Barang siapa membaca surat al- Kahfi pada malam
jum‟at, niscaya cahaya akan meneranginya antara
dirinya hingga ke Baitul Atīq (Ka‟bah). (HR. al-Darimi
no. 3450).

Hadis diatas, menurut para ulama ahli hadis

merupakan hadis mauquf.7 Termasuk di dalamnya Ḥusain

Salim Asad yang merupakan pentaḥqīq kitab al-Darimi

menilainya mauquf. Menurut al-Ḥakim dalam kitab

mustadraknya, hadis tersebut sanadnya ṣahih, walaupun

hadis tersebut tidak diriwayatkan oleh Iman al-Bukhari

6
Abū Muhammad Abdullāh al-Darimi, Sunan al-Darimi, Ditaḥqīq oleh
Husain Salim Asad al-Darani, (Riyad Dār al-Mugni, 2000), hlm. 2143
7
Hadis yang dinisbatkan kepada sahabat, baik berupa perkataan,
perbuatan dan taqrir
dan Iman Muslim dalam kitabnya.8 Menurut Mahmud

Thahan apabila suatu hadis jika dilihat dari lafal dan

bentuk sanadnya adalah mauquf, akan tetapi apabila ada

seseorang yang mampu mencermati hakikat dari hadis

tersebut dan mampu menemukan indikator bahwa hadis

tersebut memiliki arti marfu. Maka, menurut para ulama

ahli hadis bisa jadi hadis tersebut marfu‟ secara hukum

dan mauquf secara sanadnya.9

Apabila ternyata hadis tersebut adalah ḍaif, hal itu

pun tidak akan menggugurkan pengamalan tradisi kahfian

di Masjid Nurul Iman. Karena menurut Mayoritas ulama

hadis, hadis ḍaif boleh diamalkan selama hadis tersebut

menyangkut masalah faḍāilul „amal. Dengan catatan,

selama keḍaifan hadis tersebut tidak sangat dan tidak

meyakini benarnya hadis tersebut ketika diamalkan

sebelum adanya penelitian.10 Peneliti dalam hal ini tidak

akan sampai kepada pembahasan tersebut, dan peneliti

8
Lihat Nabil Hasyim „Abdullah al-Gumari, dalam kitab Fathul
Mannan, (Mekah: Maktabah al-Mulk, 1999), no. 3672, hlm. 514-
9
Mahmud Ath-Thahhan, Musthalah al-Hadis, Diterjemahkan: oleh
Bahak Asadullah dengan judul Dasar-Dasar Ilmu Hadis, (Jakarta: Ummul
Qura, 2016), hlm. 155
10
Ibid., hlm.
hanya berfokus pada rumusan masalah yang peneliti buat

pada Bab I.

‫َّاَرِاِنَث َاأ‬ ‫ع‬


ْ ‫ض ُل بْ ُن ُُمَ َِّد ال‬ ْ ‫َحدَََّاَأ بَبُن بَ ْك عر ُُمَ َِّ ُد بْ ُن الْ ُِ َؤَّم ِلث َاأ الْ َف‬
ِ ‫أم ع ث َ ْن بَِل ِ ٍْلَ ع ث َ ْن َْ ْي‬
‫ع بْ ِن‬ ِ ‫نُاي بن ََحَّ عأدث َاأ َ ي ث بَنْ أَ بَبن‬
َ ُ َ َْ ُ ُ ْ ُ َْ
ِ‫ََ الاَِِّب صلَّى اهلل لَيه‬ ِ ِّ ‫انُ ْد ِر‬ ‫ع‬
ْ ‫ايد‬،َ ‫ََّ عأدث َ ْن بَِل‬
ِ
َْ ُ َ َّ َّ ‫س َرض َي اللَّهُ َْاهُث ب‬
‫َضأءَ لَهُ ِم َن الاَنِر َمأ‬ ِ ْ ‫ف ي نم‬
َ ‫اْلُ ُِ َاة ب‬ ِ
َ ْ َ ‫نرَ الْ َك ْه‬ ِ
َ ،ُ َ‫لَّ َ َْأ َ «إ ََّ َم ْن َْ َرب‬،َ ‫َو‬
ِ ِْ ‫يث ص ِحيح‬ ِ ِ ْ ‫ْي‬
ُ‫اَأد َوَملْ ُخيْ ِر َجأه‬،ْ ‫اإل‬ ُ َ َ ‫اْلُ ُِ َاتَ ْْي» َ َذا َحد‬ َ ْ َ‫ب‬
11

Artinya: Telah menceritakan kepada kami Abū Bakar bin


Muhammad bin al-Mu‟mmal, telah menceritakan kepada
kami al-Faḍl bin Muhammad al-Sya‟rāni, telah
menceritakan kepada kami Nu‟īm bin Hammad, telah
menceritakan kepada kami Husyaim, telah mengabarkan
Abū Hasyim, dari Abū Mijlaz, dari Qois bin „Abbād, dari
Abū Sa‟īd al-Khudrī ra., bahwa Nabi saw. bersabda:
Sesungguhnya barang siapa membaca surat al-Kahfi
pada hari jumat, niscaya cahaya akan meneranginya
diantara dua jum‟at.(HR. al-Ḥakim no. 3 . Menurut al-
Ḥakim, dengan mengutip pendapat al-Żahabi, hadis ini
ṣahih sanadnya. walaupun hadis tersebut tidak
dikeluarkan oleh al-Bukhari dan Muslim dalam kitabnya).

‫ض ُل‬ْ ‫ظث بنأ بَبُن بَ ْك عر ُُمَ َِّ ُد بْ ُن الْ ُِ َؤَّم ِلث نأ الْ َف‬ُ ِ‫احلَأف‬
ْ ‫َخَ َرنَأ بَبُن َْ ِد اللَّ ِه‬
ْ‫ب‬
‫أم ع ث َ ْن بَِل‬ ِ ‫بن ُُم َِّ عد ال َّارِاِنَث نأ نُاي بن ََحَّ عأدث نأ َ ي ث نأ بَبن‬
َ ُ َْ ُ ُ ْ ُ َْ َْ َ ُْ
ِّ ‫انُ ْد ِر‬ ‫اِ ع‬، ‫ع ب ِن َّ عأدث ن بَِل‬ ِ
ُ‫صلَّى اهلل‬ َّ ِ‫ََ الا‬
َ ‫َِّب‬ َّ ‫سث ب‬ ْ ‫يد‬ َ ْ َ َ ْ ِ ‫ٍْلَ ع ث َ ْن َْ ْي‬

11
Abū „Abdulāh al-Hakim, Mustadrak „Ala ṣahihain, Ditaḥqīq oleh
Mustafa „Abdul Qadir „Ata, (Bairut dār al-kutub al-„alamiah, ), hlm.
‫َضأءَ لَهُ ِم َن‬ ِ ْ ‫ف ِِف ي نِم‬ِ ‫نرَ الْ َك ْه‬، َ‫لَّ َْأ َ «من َْرب‬،‫َلَْي ِه و‬
َ ‫اْلُ ُِ َاة ب‬ َْ َ ُ َ َْ َ ََ
12 ِ
»‫اْلُ ُِ َاتَ ْْي‬
ْ ‫ْي‬َ ْ َ‫الاَنِر َمأ ب‬
Artinya: Telah mengabarkan kepada kami Abū „Abdillah
al-Hāfiẓ, telah mengabarkan kepada kami Abū Bakar
Muhammad bin Muammal, telah menceritakan kepada
kami al-Fadl bin Muhammad al-Sya‟rānī, telah
menceritakan kepada kami Nu‟aim bin Hammād, telah
menceritakan kepada kami Husyaim, telah menceritakan
kepada kami Abū Hāsyim, dari Abī Mijlaz, dari Qais bin
„Abbād, dari Abū Sa‟īd al-Khudrī, bahwasanya Nabi saw.
bersabda: Barang siapa membaca surat al-Kahfi pada
hari jumat, niscaya cahaya akan meneranginya diantara
dua jum‟at. (HR. al-Baihaqi no. 606. Hadis diatas menurut
al-Albani dalam ṣahih al-Targib wa al-Tarhib merupakan
hadis ṣahih yang diriwayatkan secara marfu‟).13
َ‫سث َْأ َ َحدَََّاَأ ََْي ََي بْ ُن َْيٍِ ع‬ َ ‫ص ِر‬ َّ ‫َخَ َرنَأ ََْي ََي بْ ُن ُُمَ َِّ ِد بْ ِن‬
ْ َْ‫الس َك ِن ال‬ ْ‫ب‬
‫أم ع ث َ ْن بَِل ِ ٍْلَ ع ث‬ ِ ‫بَبن َغ َّسأ ََث َْأ َ حدَََّاَأ ُما ةُث َْأ َ حدَََّاَأ بَبن‬
َ ُ َ َْ َ ُ
ِ‫ََ نَِِب اهللِ صلَّى اهلل لَيه‬ ِّ ‫انُ ْد ِر‬ ‫ع‬ ِ ‫ع‬
ْ ‫ايد‬،َ ‫ع بْ ِن َُأدث َ ْن بَِل‬ ِ ‫َ ْن َْ ْي‬
َْ ُ َ َّ َّ ‫سث ب‬
‫نرا ِم ْن َم َق ِأم ِه‬
ً ُ‫ت لَهُ ن‬ ْ َ‫ف َْي َِأ بُنْ ِل‬
ْ َ‫ت َْيأن‬ ِ ‫نرَ الْ َك ْه‬، َ‫لَّ َْأ َ «من َْرب‬،‫و‬
َ ُ َ َْ َ ََ
ْ َّ‫َّجأ ُ َملْ يُ َسل‬ ِ ِ ‫ع‬
َّ ‫إِ ََل َم َّكةَث َوَم ْن َْ َربَ بِ َا ْ ِر ِيَأِ م ْن ِخ ِرَ أ فَ َلَر َ الد‬
14 ِ
‫َلَْيه»ث‬
Artinya: Telah mengabarkan kepada kami Yaḥya bin
Muhammad bin al-Sakani al-Baṣri berkata, telah
menceritakan kepada kami Yaḥya bin Kaṡīr bin Abū
Gassān berkata, telah menceritakan kepada kami Syu‟bah
berkata, telah menceritakan kepada kami Abū Hāsyim,

12
Aḥmad bin Ḥusain al-Baihaqi, Sunan Shagir al-Baihaqi, Ditaḥqīq
oleh Abdul Mu‟ti amin Qal‟maji, (Pakistan: Jāmi‟at al-Dirāsāti al-Islamiah,
1989), hlm. 233
13
Muhammad Nasiruddīn al-Albani, Ṣahih al-Targīb wa al-Tarhīb, (
Riyad: maktabah al -ma‟arif) , Juz , hlm , hlm
14
Abu „Abdurrahman al-Nasa‟i, Sunan Kubra Linnasa‟i, Ditaḥqīq Oleh
Hasan „Abdul Man‟am Syalbi, (Bairut Muassasah al-Risalah, 2001) , hlm.
dari Abū Mijlaz, dari Qois bin „Ubād, dari Abū Sa‟īd al-
Khudrī bahwa Nabi saw. bersabda: Barangsiapa yang
membaca surat al-Kahfi sebagaimana ia diturunkan,
maka surat ini akan menjadi cahaya dari tempat
tinggalnya hingga ke Mekah dan barangsiapa membaca
sepuluh ayat terakhir dari surat al-Kahfi kemudian dajjal
keluar, niscaya ia tidak akan bisa dikuasai oleh dajjal.
(HR. al-Nasai no. . Hadis diatas menurut al-Albani
dalam al-Targib wa al-Tarhib merupakan hadis ṣahih
ligairihi).15

Maksud dari kata (‫له‬ ‫)بضأء‬ sebagaimana hadis-hadis

diatas, berarti menerangi hatinya, kuburnya, atau ketika

nanti manusia dibangkitkan untuk dikumpulkan. Adapun

maksud dari kata ( ‫ ) الانر‬bermakna cahaya dari surat al-

Kahfi atau berupa pahala bagi orang yang membacanya.

(‫اْلِاتْي‬ ‫)مأ بْي‬ dari jum‟at ke jum‟at berikutnya 16 ( ‫فيِأ‬

‫)بياه و بْي ال يت الاتيق‬ bermakna cahaya yang besar, cahaya

15
Muhammad Nasiruddīn al-Albani, Ṣahih al-Targīb wa al-Tarhīb, (
Riyad: maktabah al -ma‟arif) , Juz , hlm
16
Abū Ḥasan „Abdullah al-Mubarakfuri, Mara‟at al-Mafātih Syarh
Masyakah al-Maṣābih, (India: Idarat al-Buhuṡi al-„Alamiyah wa al-Da‟awat
al-Iftā‟, ), hlm
yang menerangi perjalananya bagi orang yang

membacanya di hari kiamat.17

Imam al-Gazali menyebutkan dalam al-ihya‟

mengenai keutamaan membaca surat al-Kahfi yaitu

diberikan cahaya dari mana dia membacanya hingga ke

mekah, diampuni dosanya dari hari jum‟at ke jum‟at

berikutnya, doa atasnya akan diberikan oleh tujuh puluh

ribu malaikat sampai terkabulkan, terbebas dari penyakit,

akan diberikan kedudukan di dunia, dan terhindar dari

fitnah dajjal.18

Hikmah dibacanya surat al-Kahfi pada hari jum‟at

atau malam jum‟at adalah karna Allah menyebutkan di

dalam surat al-Kahfi mengenai mengerikanya peristiwa

hari kiamat. Hari jum‟at menyerupai hari itu, dimana

manusia nantinya akan dikumpulkan dan dibangkitkan


19
pada hari jum‟at Berdasarkan penjelasan hadis diatas,

jelaslah bahwasanya ganjaran bagi setiap orang yang

17
Lihat Aḥmad Haṭiba, Syuruh al-Targib wa al-Tarḥib li al-Munżiri,
Diakses Oleh Maktabah Syamilah Dari www.islamweb.net
18
Abū Bakar Muhammad al-Dimyati, Ḥasyiatun „Ala Fath al-Ma‟ain
bi Syarh Qurrat al-Ain bi Mahammat al-Dīn, (Dār Fikr li al-Taba‟at wa al-
Nasyir wa al-Tauzi‟, 1997), hlm. 103
19
Sulaiman bin Muhammad al-Masri, Hāsyiatu al-Bajirmi „Ala al-
Khatib, (Dār Fikr, ), Juz , hlm. 210
membaca surat al-Kahfi tidak hanya akan dibalas oleh

Allah swt. nanti diakhirat, akan tetapi juga mendapat

ganjaran selama manusia itu hidup di dunia.

Pola Pengamalan Tradisi Kahfian

Membaca surat al-Kahfi memiliki keutaman apabila

dibaca pada malam jum‟at atau hari jum‟at sebagaimana

hadis diatas, dan tanpa dibatasi dengan waktu tertentu.

Menurut al-„Ażraī, selain malam jum‟at, surat al-Kahfi

bisa dibaca setelah ṣalat subuh atau terbit matahari, siang

hari dan setelah ṣalat „ashar pada hari jum‟at. 20 Adapun

tradisi kahfian di Masjid Nurul Iman dilaksanakan pada

setiap malam jum‟at sebagaimana hadis dari al-Darimi

diatas. Tradisi kahfian dilaksanakan setelah selesai ṣalat

magrib atau ba‟da magrib. Adapun alasan mengapa ba‟da

magrib yang di pakai dalam prosesi tersebut, karena ba‟da

magrib merupakan waktu luang yang sangat efektif.

Apabila di siang hari jamaah bekerja, dan malam hari

dipakai untuk waktu istirahat. Maka, satu-satunya waktu

20
Syamsudin Muhammad bin Ahmad al-Ḥatib, Magni al-Muḥtaj 'Ila
Ma‟rifat Maani 'Alfaz al-Munhaj, (Dār Al-Kitab Al‟alamiyah, ), hlm.
luang yang bisa dimanfaatkan untuk melaksanakan prosesi

kahfian yaitu ba‟da ṣalat magrib, yang biasa dipakai

jamaah untuk menunggu ṣalat isya‟ Apabila prosesi

tersebut dilaksanakan selain ba‟da magrib. Maka, bisa di

prediksi tidak akan banyak jamaah yang hadir dalam

prosesi tersebut, karena setiap jamaah memiliki kesibukan

masing masing.

Pola pengamalan tradisi kahfian diawali dengan

membaca ta‟auz , yaitu bacaan “„aūżubillāhi-minasy

syaiṭā nir ra jīm”, sebagaimana al-Qur‟an surat al-Nahl

ayat 98 yang berbunyi:

.21 ِ ‫الرِجي‬ ِ َ‫تَاِ ْذ بِأللَّ ِه ِمن ال َّيط‬،‫فَِإ َذا َْربِْ الْ ُقرِ ََ فَأ‬
َّ َ‫أ‬ ْ َ ْ ْ َ َ
Artinya: Apabila kamu akan membaca al-Qur‟an
hendaklah kamu memohon perlindungan kepada Allah
dari syetan yang terkutuk. 22

Sebagaimana al-Tirmidzi dan Iman Ahmad meriwayatkan

hadis dari Ibnu Munzir dalam kitab Nailul Authar sebagai

berikut:

21
Lihat Muhammad bin Ṣalah, Syuruh al-„Aqidah al-Wasatiyah,
Ditaḥqīq Oleh Sa‟ad Fawaz al-Sumail, (Riyad: Dār Ibnu al-Jauzi, 1998), hlm.
22
Terjemah al-Qur‟an dari Kitab Himpunan Putusan Tarjih
Muhammadiyah
‫صلَّى اللَّهُ َلَْي ِه‬ ِ َ ‫ََحَ ُد َوالت ِّْرِم ِذ‬
ِّ ِ‫سث َوَْأ َ ابْ ُن الْ ُِْاذ ِر َجأءَ َ ْن الا‬
َ - ‫َِّب‬ ْ ‫َرَواهُ ب‬
23 ِ ِ ِ َ‫ «بَنَّه َْيأ ََ ي ُقن ُ َْ ل الْ ِقراء ِ بَ نذُ بِأَللَّ ِه ِمن ال َّيط‬- َّ‫ل‬،‫و‬
» ‫الرجي‬ َّ َ‫أ‬ ْ ْ ُ ََ َْ َ ُ َ ََ
Artinya: Diriwayatkan oleh Ahmad dan at-Tirmidzi, dan
berkata Ibnu Munzir, telah sampai kepada Nabi saw.
bahwasanya sebelum membaca al-Qur‟an beliau berdoa:
„aūżubillāhi-minasy syaiṭā nir ra jīm.
Kemudian membaca surat al-Fātihah sebagai pembuka.

Adapun alasan mengapa al-Fātihah dibaca sebagai

pembuka, karena surat al-Fātihah merupakan surat

pembuka dari al-Qur‟an, sebagaimana arti dari al-Fātihah

itu sendiri yaitu pembuka atau awalan al-Qur‟an. Surat al-

Fātihah mempunyai banyak nama, sebagaimana yang

disebutkan dalam banyak tafsir antara lain, yaitu; al-Sab‟

al-maṡāni yang berarti tujuh ayat yang diulang-ulang,

ummul Qur‟ān yaitu induk dari al-Qur‟an Dikatakan

induk dari al-Qur‟an karena surat tersebut terdapat pada

awalan al-Qur‟an, sehingga surat tersebut bagaikan

sumber atau asal. Apabila dianalogikan seperti seorang


24
ibu yang melahirkan anaknya. Surat al-Fātihah

merupakan ringkasan mengenai seluruh tema-tema yang

23
Lihat Muhammad bin Ali bin Muhammad al-Syaukani, Nailul Authar
Syarah Muntaqa Akhbar, (Mesir Dār al-Ḥadis, ), hlm. 228
24
M. Quraih Shihab, Tafsir Al-Misbah, Pesan, Kesan dan Keserasian
Al-Qur‟an, (Jakarta: Lentera Hati, 2012), cet. 5, vol. 1, hlm. 3-
terkandung dalam al-Qur‟an Maka, wajar apabila ada

orang-orang tertentu yang menjadikan surat al-Fātihah

sebagai pembuka dalam suatu amalan, sebagaimana

seseorang yang ingin membaca sebuah buku, sebelum dia

membaca buku tersebut lebih jauh, untuk mengetahui isi

dari buku tersebut. Maka, seseorang tersebut, akan

membaca abstraknya.

Kemudian, prosesi dilanjutkan dengan membaca

ta‟auz, sebagaimana maknanya telah peneliti jelaskan

diatas, dan membaca basmalah, sebagaimana Abdul Kadir

al-Ruhawi meriwayatkan hadis dari Abu Hurairah di

bawah ini:

‫بَْطَ ُع‬ ِ ‫الرِحْي‬ َّ ِ‫ُْي َل ب َْم عر ِذ ْس بَأ ع ََل يُْ َدبُ فِْي ِه بِِ ْس ِ اهلل‬
َّ ‫الر َْح ِن‬
Artinya: Segala perkara yang berguna, yang tidak dimulai
dengan bismillāhhirrahmānirrahīm itu tidak sempurna.25
Hadis diatas menurut Ibnu Ṣalah merupakan hadis
26
ḥasan. Kemudian membaca surat al-Kahfi secara

25
Lihat Pimpinan Pusat Muhammadiyah Majelis Tarjih, Himpunan
Putusan Tarjih Muhammadiyah, (Yogyakarta: Suara Muhammadiyah, 2016),
hlm. 52
26
Lihat „Abdurrahman bin Hasan al-Tamimi, Fath al-Maj d Syarh
Kitab al-Tauhid, (Mesir Maṭba‟ah al-Sunnah al-Muhammadiyah, 1957), hlm.
bersamaan dari awal sampai dengan akhir. Adapun alasan

mengapa hal tersebut dibaca secara bersama-sama,

menurut Dr. Nur Kholis, M.Ag. hal tersebut merupakan

sebuah ijtihad beliau, dan hal tersebut tidak pernah

dipraktekkan di zaman Nabi saw. karena menurut beliau,

segala sesuatu yang mengarahkan kepada suatu sunnah,

maka, bisa jadi hal tersebut juga bisa dikatakan sebagai

sunnah. Menurut Imam al-Nawawi dalam al-Majmu

Syarah al-Muhażab, membaca al-Qur‟an secara bersama-

sama bukanlah sesuatu yang makruh, bahkan merupakan

sesuatu yang dianjurkan.27

Berdasarkan keputusan Komisi Fatwa Jaringan

Islam (Lajnah al-Fatawā bi al-Syabakati al-Islamiyah),

membaca surat al-Kahfi pada hari jum‟at merupakan

bagian dari sunnah, baik itu dibaca secara berjamaah

ataupun dibaca secara sendiri-sendiri. 28 Dibacanya surat

al-Kahfi secara bersama-sama, juga memiliki manfaat

bagi para jamaah, antara lain; apabila dibaca secara

27
Abū Zakaria al-Nawawi, al-Majmu Syarah al-Muhażab,(Jeddah:
Maktabah al-Irsyad), hlm. 192
28
Lajnah al-Fatawā bi al-Syabakati al-Islamiyah, Fatawā Syabakati al-
Islamiyah, diakses oleh maktabah syamilah dari www. islamweb.net, 18
November 2009
bersama-sama, jamaah akan lebih bersemangat, walaupun

surat yang dibaca lebih panjang, yaitu 110 ayat. Sebagai

alat untuk memperlancar bacaan al-Qur‟an, dan lebih

memperkuat hubungan sosial masyarakat. Kemudian,

prosesi pelaksanaan kahfian paling lama dilaksanakan

selama 40 menit atau menjelang ṣalat isya‟

Makna Filosofis

Relasi antara agama dan kebudayaan kedua-duanya

merupakan sesuatu yang melekat pada diri manusia.

Agama adalah sebuah sistem kepercayaan, dan budaya

merupakan pengetahuan yang meliputi sistem ide dan

gagasan. Agama secara radikal bersih dari kebudayaan,

akan tetapi setelah agama itu dianut oleh manusia,

disinilah peran akal manusia yang berkebudayaan

berperan dalam menafsirkan agamanya. Keinginan

manusia untuk menjalankan agamanya dalam kehidupan

sehari-hari, mendorong manusia tersebut untuk

menafsirkan teks-teks keagamaan, sehingga muncullah

sebuah tradisi individu. Dari tradisi individu tersebut,

karena manusia merupakan makhluk sosial sehingga


adanya interaksi dengan manusia lain, muncullah sebuah

tradisi masyarakat. Kemudian, karena suatu lingkup

masyarakat menganut satu agama tertentu, misalnya

Islam, maka tradisi tersebut menjadi tradisi Islam.29

Tradisi kahfian merupakan tradisi membaca surat

al-Kahfi yang dilaksanakan setiap malam jumat di Masjid

Nurul Iman. Tradisi tersebut diadakan atas dasar inisiatif

Dr. Nur Kholis, M.Ag, sebagai pengganti tradisi dari

sebelumnya yaitu tradisi yasinan yang dilaksanakan setiap

malam jum‟at Adapun alasan mengapa tradisi tersebut

diganti, karena beliau ingin menjalankan tradisi yang

sesuai dengan sunnah Nabi Saw.

Perubahan tradisi dari tradisi yasinan ke tradisi

kahfian tidaklah menimbulkan konflik sama sekali, karena

Dr. Nur Kholis, M.Ag. merupakan seorang tokoh yang

sangat di percaya masyarakat dan ahli dalam berdakwah.

Ketika masyarakat yang menjadi jama‟ah masjid Nurul

Iman masih tetap menjalankan tradisi lamanya yaitu

yasinan dan tahlilan, beliau tidak semerta-merta

29
Khandiq, Islam dan Budaya Lokal Belajar Memahami Realitas
Agama Dalam Massyarakat, (Yogyakarta: Teras, 2009), hlm. 42-
menjustifikasi tradisi tersebut sesuatu yang bid‟ah dan

tidak sesuai dengan tuntunan Islam. Akan tetapi, beliau

tetap melanjutkan misi dakwahnya kepada masyarakat.

Tidakan beliau merupakan sebuah tindakan yang bijak.

Karena, apabila tradisi lama yang sudah mendarah daging

di kalangan masyarakat dihapuskan secara paksa, maka

yang terjadi, masyarakat akan kehilangan alat pemersatu,

karena fungsi sebuah tradisi menurut Emile Dukheim,

merupakan sebuah alat untuk menopang persatuan dan

solidaritas suatu masyarakat.30

Secara undercover perubahan sebuah tradisi di

Masjid Nurul Iman juga merupakan sebuah perlawanan

budaya yang dilakukan oleh Dr. Nur Kholis, M.Ag.,

karena adanya ketidak sesuaian antara perintah agama dan

tradisi. Perlawanan yang dilakukan beliau merupakan

perlawanan yang bersifat terbuka (public transcript), yaitu

perlawanan yang dilakukan secara terbuka, dapat diamati

dan bersifat konkret. 31 Sebagaimana yang telah peneliti

jelaskan sebelumnya, perlawanan secara terminologi

30
Penjelasan lebih lanjut bisa di baca pada halaman 25
31
Penjelasan lebih lanjut bisa di baca pada halaman 32
bukan berarti sebuah perlawanan yang dilakukan dengan

menggunakan fisik melawan fisik, akan tetapi sebuah

perlawanan karya intelektual manusia terhadap karya

intelektual itu sendiri, atau perlawanan sebuah tradisi

dengan tradisi.32 Terminologi tersebut dibuktikan dengan

tindakan Dr. Nur Kholis, M.Ag. yang tidak menjustifikasi

tradisi sebelumnnya sesuatu yang salah, akan tetapi

berusaha memperbaiki dengan menciptakan sebuah tradisi

tanding, yaitu tradisi kahfian.

Tradisi kahfian di Masjid Nurul Iman merupakan

tradisi yang berperan penting dalam pembentukan

masyarakat yang religius, hal ini dibuktikan dengan hasil

wawancara peneliti dengan sejumlah narasumber yang

menyebutkan bahwa setelah adanya tradisi kahfian banyak

terjadi perubahan yang signifikan bagi para jamaah,

seperti meningkatnya jamaah yang ṣalat fardu di masjid,

semakin meningkatnya minat membaca al-Qur‟an dan

belajar al-Qur‟an, terjalinya hubungan sosial yang

harmonis sehingga terciptanya ukhuwah islamiah diatara

32
Penjelasan lebih lanjut bisa di baca pada halaman 29
para jamaah, terbukanya peluang untuk berṣadaqah yang

dibuktikan dengan partisipasi para jamah yang rutin

menyumbangkan uang atau makanan ketika

terselenggaranya setiap kegiata di Masjid Nurul Iman.

Membaca surat al-Kahfi secara rutin pada setiap

malam jum‟at ternyata banyak mendatangkan manfaat

bagi para pembacanya. Tidak hanya manfaat yang

didapatkan nanti di akhirat, sebagaimana disebutkan

dalam matan hadis. Akan tetapi, membaca surat al-Kahfi

juga mendatangkan manfaat yang dirasakan pembacanya

selama masih di dunia. Manfaat yang dirasakan setiap

jamaah berbeda-beda, antara lain; dimudahkan segala

urusanya selama di dunia, makbulnya setiap doa yang

dipajatkan, diberikan ketenangan jiwanya, diberikan

kesehatan oleh Allah swt dan lain-lain. Semua manfaat itu

merupakan berkah yang diberikan oleh Allah swt bagi

hambanya yang menjalankan sunnah Nabinya, dan masih

banyak lagi berkah yang dirasakan jamaah, beberapa

manfaat tersebut merupakan manfaat yang peneliti

paparkan berdasarkan keterangan narasumber.


BAB IV

PENUTUP

A. Kesimpulan

Berdasarkan Analisis dari Bab III diatas. Maka,

penelitian mengenai tradisi kahfian di Masjid Nurul Iman,

Gedongkuning, Yogyakarta, dapat disimpulkan sebagai

berikut:

Tradisi kahfian di Masjid Nurul Iman tidak akan muncul

ke permukaan, apabila tidak terdapatnya seorang tokoh,

yaitu Dr. Nur Kholis, M.Ag., yang mahir dalam

berdakwah dan mempunyai peran penting dalam

masyarakat. Tradisi kahfian di Masjid Nurul Iman,

muncul karena adanya seorang tokoh yang merupakan

ahli dalam bidang Ilmu Hadis. Maka, wajar apabila dalam

hal ini, beliau menggunakan kapasitas intelektualnya

dalam berdakwah dengan menciptakan sebuah tradisi

yang sesuai dengan hadis Nabi saw. Tradisi kahfian

dilaksanakan ba‟da magrib pada setiap malam jum‟at

Pola pengamalan kahfian di Masjid Nurul Iman diawali

dengan membaca ta‟auz dan surat al-Fātihah, kemudian


membaca ta‟auz dan basmalah. Kemudian membaca surat

al-Kahfi secara bersama-sama dari awal sampai dengan

akhir.

Islam dan tradisi merupakan sesuatu yang tidak bisa

dipisahkan, karena kedua istilah tersebut merupakan

sesuatu yang melekat pada diri manusia dan memiliki

hubungan timbal balik. Islam merupakan agama yang

murni, kemudian agama yang murni tersebut dianut oleh

manusia. Keinginan manusia tersebut untuk menjalankan

ajaran Islam dengan sebaik mungkin, dan sesuai dengan

sumbernya Islam (al-Qur‟an dan hadis) Maka disinilah

peran manusia yang berkebudayaan dengan kapasitas

intelektual yang dimilikinya dalam memahami Islam,

yaitu dengan menginterpretasikan al-Qur‟an dan hadis

Dari hasil penafsiran tersebut, maka muncullah sebuah ide

dan gagasan, kemudian dari ide dan gagasan tersebut,

dimanifestasikanya dalam kehidupan sehari-hari, maka

jadilah sebuah tradisi. Dari sebuah tradisi individu,

kemudian karena adanya interaksi dan sosialisasi dengan

manusia lainya, maka jadilah sebuah tradisi masyarakat,


dari tradisi masyarakat, karena sumber awalnya adalah

Islam maka jadilah tradisi Islam, dari tradisi Islam

muncullah sebuah masyarakat yang Islami atau religius.

Pola-pola tersebut merupakan pola-pola yang sama, yang

peneliti alami ketika melakukan penelitian terhadap tradisi

kahfian di Masjid Nurul Iman. Tradisi kahfian di Masjid

Nurul Iman merupakan tradisi yang sesuai dengan

tuntunan Islam. Kualitas hadis-hadis yang menjadi

landasan dalam tradisi tersebut sangat beragam, ada hadis

yang ṣahih yang diriwayatkan secara marfu‟, ṣahih

ligairihi, dan ada hadis yang sanadnya ṣahih akan tetapi

diriwayatkan secara mauquf. Tradisi kahfian di Masjid

Nurul Iman merupakan sebuah tradisi yang sangat

berperan penting dalam pembentukan masyarakat yang

religius. Hal tersebut dibuktikan dengan semakin

meningkatnya keimanan serta kualitas ibadah yang

dirasakan masyarakat. Dengan adanya tradisi kahfian di

Masjid Nurul Iman, semakin meningkatnya masyarakat

yang ṣalat berjamaah di masjid, semakin meningkatnya

minat membaca al-Qur‟an dan belajar al-Qur‟an,


terbukanya peluang masyarakat untuk berṣadaqah,

terjalinya interaksi serta hubungan sosial masyarakat yang

harmonis sehingga terciptanya ukhwah islamiah. Maka,

apabila tradisi kahfian tersebut dirusak atau ditiadakan

dengan alasan apapun, yang akan terjadi adalah

masyarakat akan kehilangan tempat atau wadah untuk

belajar, beramal, dan bersosialisasi. Serta tidak akan

terwujudnya ukhuwah islamiyah, sehingga tidak akan

terciptanya masyarakat yang religius atau masyarakat

yang islami.

B. Saran

Demikian hasil akhir dari penelitian ini, peneliti

menginstrospeksi, dalam penelitian ini masih banyak

terdapat kekurangan dan sangat jauh dari kesempurnaan.

Maka, peneliti sangat membutuhkan kritik serta saran yang

membangun mengenai penelitian ini. Tradisi pembacaan

surat al-Qur‟an tidak terbatas pada tradisi kahfian saja, akan

tetapi masih banyak tradisi pembacaan ayat al-Qur‟an lainya

yang bisa diamalkan dalam kehidupan sehari-hari, akan

tetapi berdasarkan petunjuk hadis Nabi saw. Pembahasan


mengenai tradisi kahfian di Masjid Nurul Iman secara

keseluruhan belum selesai, peneliti hanya menyelesaikan

variabel-variabel yang peneliti tulis dalam rumusan masalah.

Oleh karena itu, penelitian mengenai tradisi kahfian di

Masjid Nurul Iman masih bisa dilanjutkan oleh peneliti living

hadis selanjutnya secara komprehensif. Pola-pola tradisi di

atas merupakan pola-pola yang peneliti temukan di Masjid

Nurul Iman, tidak menutup kemungkinan juga, masih banyak

tradisi-tradisi kahfian yang berkembang di tempat lainya

yang mungkin mempunyai pola-pola pengamalan yang

berbeda. Semoga tradisi kahfian bisa hidup di setiap

kalangan masyarakat muslim, demi terwujudnya masyarakat

yang islami, yaitu masyarakat yang mengamalkan sunnnah-

sunnah Nabi Muhammad saw. Sehingga sunnah-sunnah Nabi

saw. tetap hidup, tanpa di telan zaman.


DAFTAR PUSTAKA

Adnani, Kamila, Resistensi Perempuan Terhadap Tradisi-Tradisi


di Pesantren Analisis wacana Kritis Terhadap Novel
Perempuan Berkalung Sorban, Dalam Jurnal Kawistara
vol. 7, no. 2
al-Albani, Muhammad Nasiruddīn, Ṣahih al-Targīb wa al-Tarhīb,
( Riyad: maktabah al -ma‟arif)
Al-Baihaqi, Aḥmad bin Ḥusain, Sunan Shagir al-Baihaqi, Ditaḥqīq
oleh Abdul Mu‟ti amin Qal‟maji, (Pakistan: Jāmi‟at al-Dirāsāti
al-Islamiah, )
Bajari, Atwar, Metode Penelitian Komunikasi, (Bandung:
Simbiosa Rekatama Media, 2017)
Channa, Liliek, Memahami Makna Hadis Secara Tekstual dan
Kontekstual, dalam jurnal ulumuna: jurnal studi
keislaman, vol. 15, no. 2,
Creswell, John W., Qualitative Inquiry and Research Design:
Choosing Among Five Appoaches, diterjemahkan oleh:
Ahmad Lintang Lazuardi dengan judul Penelitian
Kualitatif dan Desain Riset Memilih Diantara Lima
Pendekatan, (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, )
Chris Jenks, Culture, Diterjemahkan: Oleh Erika Setyawati
Dengan Judul Culture Studi Kebudayaan, (Yogyakarta:
Pustaka Pelajar, 2017)
Al-Darimi, Abū Muhammad Abdullāh, Sunan al-Darimi, Ditaḥqīq oleh
Husain Salim Asad al-Darani, (Riyad Dār al-Mugni, )
Al-Dimyati, Abū Bakar Muhammad, Ḥasyiatun „Ala Fath al-
Ma‟ain bi Syarh Qurrat al-Ain bi Mahammat al-Dīn, (Dār
Fikr li al-Taba‟at wa al-Nasyir wa al-Tauzi‟, )
Faiqoh, Elok, Tradisi Munjiyatan Sebagai Amalan Malam Jum‟at
(Studi Living Qur‟an di PP. Nurul Jadid Paiton), Skripsi
Universitas Islam Negeri Sunan Kalijaga Yogyakarta,

Al-Gumari, Nabil Hasyim „Abdullah, dalam kitab Fathul


Mannan, (Mekah: Maktabah al-Mulk, 1999)
Al-Hakim, Abū „Abdulāh, Mustadrak „Ala ṣahihain, Ditaḥqīq oleh
Mustafa „Abdul Qadir „Ata, (Bairut dār al-kutub al-„alamiah,
)
Hamid, Idham, Tradisi Membaca Yasin di Makam Annangguru
Maddappungan Santri Pondok Pesantren Salafiyah
Parappe Kec. Camplagian Kab. Polewalimandar, Skripsi
Universitas Islam Negeri Alauddin Makassar, 2017
Hermanto, Agus, Tradisi Sebagai Sember Penalaran Hukum
Islam ( Studi Paradigma Ahli Sunnah Wal Jama‟ah),
Dalam Jurnal Mahkamah, Vol. 2, No. 1, 2017
Al-Ḥatib, Syamsudin MuhammadbBin Ahmad, Magni al-Muḥtaj
'Ila Ma‟rifat Maani 'Alfaz al-Munhaj, (Dār Al-Kitab
Al‟alamiyah, ),
Idayatiningsih, Rini, Perlawanan Terhadap Dominasi Kekuasaan
Dalam Novel Pasung Jiwa Karya Okky Madasari
(Analisis Wacana Kritis), Dalam Jural Lingue Franca:
Jurnal Bahasa, Sastra, Dan Pengajaranya, Vol. 5, No. 2,
Al-Islamiyah, Lajnah al-Fatawā bi al-Syabakati, Fatawā
Syabakati al-Islamiyah, diakses oleh Maktabah Syamilah
dari www. islamweb.net, 18 November 2009
Imam al-Nawawi, al-Majmu Syarah al-Muhażab,(Jeddah:
Maktabah al-Irsyad)
Koeswinarto, Memahami Etnografi Ala Spradley, Dalam Jurnal
Smart Vol. 1, No. 2, 2015
Khallaf, Abdul Wahhab, Ilmu Ushul Fiqh, (Semarang: Dina
Utama, 2014)
Khandiq, Islam dan Budaya Lokal Belajar Memahami Realitas
Agama Dalam Massyarakat, (Yogyakarta: Teras, 2009)
Mahmudah, Siti, Rekontruksi Syari‟at Islam (Pemikiran Khalil
Abdul Karim Tentang Hubungan Syari‟at Islam dan
Tradisi Lokal), Dalam Jurnal Ilmu Syari‟ah dan Hukum
Vol. 45, No. 2, 2011
Mansyur, M dan dkk, Metodologi Penelitian Living Qur‟an dan
Hadis , (Yogyakarta: Th Press, 2007)
Al-Masri, Sulaiman bin Muhammad, Hāsyiatu al-Bajirmi „Ala al-
Khatib, (Dār Fikr, )
Al-Mubarakfuri, Abū Ḥasan „Abdullah Mara‟at al-Mafātih Syarh
Masyakah al-Maṣābih, (India: Idarat al-Buhuṡi al-
„Alamiyah wa al-Da‟awat al-Iftā‟, )
Musthofah, Ahmad Zainal, Tradisi Pembacaan al-Qur‟an Surat-
Surat Pilihan, (Kajian Living Qur‟an di PP. Manba‟ul
Hikam, Sidoajo), Skripsi Universitas Islam Negeri Sunan
Kalijaga Yogyakarta, 2015
Al-Nasa‟I, Abu „Abdurrahman, Sunan Kubra Linnasa‟i, Ditaḥqīq Oleh
Hasan „Abdul Man‟am Syalbi, (Bairut Muassasah al-Risalah,
)
Al-Nawawi, Abū Zakaria, al-Majmu Syarah al-Muhażab,(Jeddah:
Maktabah al-Irsyad)
Noorhidayati, Salamah, Posisi Kitab Al-Muwatta‟ Dalam Sejarah
Hukum Islam: Analisis atas Pandangan Yasin Dutton,
alam Jurnal Wacana Hukum Islam dan Kemanusiaan, Vol.
14, No. 1, 2014
Peterson, Yan, Kamus Lengkap Inggris-Indonesia Indonesia-
Arab, ( Surabaya: Karya Agung, 2005)
Pimpinan Pusat Muhammadiyah Majelis Tarjih, Himpunan
Putusan Tarjih Muhammadiyah, (Yogyakarta: Suara
Muhammadiyah, 2016)
Purna, I Made Dkk, Tradisi Barzanji Pada Masyarakat Loloan
Kabupaten Jembrana, Bali, (Yogyakarta: Ombak, 2013)
Pusat Bahasa Departemen Pendidikan Nasional, Kamus Bahasa
Indonesia, (Jakarta: Pusat Bahasa, 2008)
Qudsy, Saifudin Zuhri dan Ali Imron, Model-Model Penelitian
Hadis Kontemporer, (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2013)
Qudsy, Saifudin Zuhri, Living Hadis: Genealogi, Teori, dan
Aplikasi, Dalam Jurnal Living Hadis, Vol. 1, No. 1, 2016
Ash-Shiddieqy, Tengku Muhammad Hasbi, Sejarah dan
Pengantar Ilmu Hadis, (Semarang: Pustaka Rizki Putra,
)
Shihab, M. Quraih, Tafsir Al-Misbah, Pesan, Kesan dan
Keserasian Al-Qur‟an, (Jakarta: Lentera Hati, 2012)
Software Maktabah Syamilah Versi 3.6
Sudirman, Hadis-Hadis Tentang Keutamaan Membaca Surat al-
Kahfi dalam Musnad Ahmad bin Hanbal ( Studi Kritik
Sanad dan Matan), Skripsi Universitas Islam Negeri
Sunan Kalijaga Yogyakarta, 2004
Sugiyono, Metode Penelitian: Kualitatif, Kuantitatif, dan R&D,
(Bandung: Alfabeta, 2011)
Susilowati, Enik Zuni, Resistensi Perempuan Dalam Kumpulan
Cerita Tandak Karya Royyan Julian (Teori Resistensi
James C. Scott), JBSI FBS, Universitas Negeri Surabaya
Syafi‟I, Inu Kencana, Pengantar Filsafat, (Bandung: Refika
Aditama, 2014)
Al-Syaukani, Muhammad bin Ali bin Muhammad, Nailul Authar
Syarah Muntaqa Akhbar, (Mesir Dār al-Ḥadis, )
Al-Tamimi, „Abdurrahman bin Hasan, Fath al-Majīd Syarh
Kitab al-Tauhid, (Mesir: Maṭba‟ah al-Sunnah al-
Muhammadiyah, 1957)
Ath-Thahhan, Mahmud, Musthalah al-Hadis, Diterjemahkan:
oleh Bahak Asadullah dengan judul Dasar-Dasar Ilmu
Hadis, (Jakarta: Ummul Qura, 2016)
Wahid, Ramli Abdul dan Dedi masri, Perkembangan Terkini
Studi Hadis di Indonesia, dalam Jurnal Miqot, vol. xlii,
no. 2, 2018
Wahyuni, Agama dan Pembentukan Struktur Sosial Pertautan
Agama, Budaya, dan Tradisi Sosial, (Jakarta: Kencana,
)
Windiani dan Farida Nurul R, Menggunakan Metode Etnogrfi
Dalam Penelitian Sosial, Dalam Jurnal Sosiologi, Vol. 9,
No. 2, 2016
Zailani, Rekontruksi Tradisi Islam (Studi Pemikiran Muhammad
Arkoun Tentang Sunnah), Dalam Jurnal Ushuluddin Vol.
18. No. 2, 2012
LAMPIRAN 1: PEDOMAN WAWANCARA

PEDOMAN WAWANCARA TRADISI KAHFIAN DI


MASJID NURUL IMAN GEDONGKUNING
Tujuan : Mengetahui Makna Filosofis Dari Tradisi
Kahfian
Responden Jama‟ah Masjid Nurul Iman
Hari/tanggal :
Lokasi wawancara :
Nama responden :
Pertanyaan penelitian :
Bagaimana asal-usul dimulainya tradisi kahfian di Masjid
Nurul Iman?
Mengapa harus surat al-Kahfi yang dibaca setiap malam
jum‟at?
Apa tujuan dibacakannya surat al-Kahfi?
Apa manfaat yang dirasakan setelah membaca surat al-
Kahfi?
Bagaimana keadaan lingkungan sekitar Masjid Nurul Iman
sebelum diadakanya kahfian?
Apa program kajian Masjid Nurul Iman selain Kahfian setiap
malam jum‟at?
Apakah ada tradisi lain yang berkembang di masyarakat di
sekitar Masjid Nurul Iman?
Apa yang mendorong untuk membaca kahfian bersama-sama
di masjid?
Apakah ada proses pendanaan dalam kelangsungan kahfian?
Apakah dengan adanya kahfian memudahkan hubungan
sosial dengan masyarakat lainya?
DIALOG WAWANCARA

Tujuan : Mengetahui Makna Filosofis Dari Tradisi


Kahfian
Narasumber Jama‟ah Masjid Nurul Iman
Hari/Tanggal : Selasa, 6 Agustus 2019
Lokasi Wawancara : Masjid Nurul Iman
Nama Narasumber : Agustejo Gusmono
Peneliti : Bagaimana asal usul tradisi kahfian di Masjid
Nurul iman?
Narasumber : Kalo dulu kan disini sebenarnya yasinan,
kemudian dari takmirnya ngusulin, gimana
yasinanya diganti dengan al-Kahfi.
Peneliti : Sudah berjalan berapa lama pak?
Narasumber : Sudah hampir tiga tahunan ini, karena bacaan
untuk malam jumat itu al-kahfi yang lebih sahih.
Peneliti : Tapi, bagaimana dengan yasinan apakah masih
di amalkan?
Narasumber : Masih
Peneliti : Selain di Masjid Nurul iman, apakah masih ada
tradisi kahfian di masjid lain?
Narasumber : Kayaknya di setiap masjid ada kahfian, di masjid
babadan ada dan masjid di jalan gedongkuning
juga ada.
Peneliti : Apa manfaat yang dirasakan setelah membaca
surat al-Kahfi?
Narasumber : Semangkin menambah keimanan. Selama ini
yang kebanyakan Cuma membaca qur‟anya aja,
tetapi untuk dipahami dicari penjelasanya di
rumah masing-masing. Kan banyak juga dari
penduduk sini yang belum bisa bahasa arab, jadi
belum bisa mengerti artinya.
Peneliti : Apakah bapak sering membaca surat al-Kahfi
sendiri di rumah?
Narasumber : Sering, kadang selesai tahajud kadang baca al-
Kahfi kadang juga yasinan dan juga surat-surat
yang lain.
Peneliti : Lebih nyaman membaca al-Qur‟an di masjid apa
di rumah?
Narasumber : Lebih nyaman di masjid dan membaca bareng-
bareng.
Peneliti : Apakah dengan adanya kahfian semakin
mempermudah hubungan sosial?
Narasumber : Ya, masjid kan disamping sebagai tempat ibadah
juga sebagai tempat bersosialisasi.
DIALOG WAWANCARA

Tujuan : Mengetahui Makna Filosofis Dari Tradisi


Kahfian
Narasumber Jama‟ah Masjid Nurul Iman
Hari/Tanggal : Selasa, 6 Agustus 2019
Lokasi Wawancara : Masjid Nurul Iman
Nama Responden : Waluyo Adi Siswanto
Peneliti : Bagaimana asal usul tradisi kahfian di masjid
Nurul Iman?
Narasumber : Saya pulang ke sini dua tahun yang lalu sudah
ada kahfian, sebelumnya tidak ada, dan setelah
pulang sudah rutin kahfian disini.
Peneliti : Apakah bapak rutin ikut kahfian?
Narasumber : Sering, kecuali saya pergi ke luar kota.
Peneliti : Dimasjid ini mempunyai kegiatan apa saja selain
kahfian?
Narasumber : Kalo hari ahad ada kajian ahad pagi yaitu tafsir
al-Qur‟an, kalo selain itu gak ada.
Peneliti : Apa manfaat yang dirasakan dari membaca surat
al-Kahfi?
Narasumber : Ya kahfian kan sunnah, dan selain itu juga untuk
melancarkan bacaan al-Qur‟an dan dibimbing
langsung dari ustadnya, jadi sangat bermanfaat
dan jamaah yang ikut juga banyak. Tapi yang
lebih banyak jamaah ibu-ibu.
Peneliti : Apakah bapak sering membaca surat al-kahfi di
rumah?
Narasumber : Tidak, karena paling enak baca di masjid. Kalo
baca sendiri gak tahan panjang soalnya. Kalo
disini kan bareng-bareng enak. Kalo sendiri saya
bacaal-kahfi dari awal sampe akhir belum pernah.
DIALOG WAWANCARA

Tujuan : Mengetahui Makna Filosofis Dari Tradisi


Kahfian
Narasumber Jama‟ah Masjid Nurul Iman
Hari/Tanggal : Minggu, 4 Agustus 2019
Lokasi Wawancara : Masjid Nurul Iman
Nama Responden : Edi Sofyan
Peneliti : Bagaimana asal usul tradisi kahfian?
Narasumber : Dulunya sih, ketika masuyarakat disini masih
belajar ya mula-mula kan belajar al-Qur‟an bagi
yang pemula kan pake iqra dulu, kemudian naik
dan ketika sudah mulai lancar itu sering yasinan
kemudian yasinan tidak berkembang, trus
sekarang inisiatif yah mungkin dari pak nur ketua
takmir memprakarsai untuk baca kahfi dari
magrib sampai isya‟.
Peneliti : Berarti dulu disini yasinan pak?
Narasumber : Iya, tapi ya begitulah kalo masyarakat jawa kan
rata-rata yasinan, jadi biar meningkat lah enggak
cuma yasin yah, kalo kahfian kan selektif cuma
orang-orang yang bisa baca qur‟an, yang
bacaanya sudah lancar.
Peneliti : Kahfian tersebut sudah berjalan berapa lama?
Narasumber : Saya tepatnya kurang ingat, dari semenjak mas
Adnan disini kurang lebih dua tahun, jadi mas
Adnan yang kadang-kadang kalo ustad Nur gak
bisa sering memberi mandat ke mas Adnan,
kemudian mas Adnan yang pimpin.
Peneliti : Apakah bapak rutin mengikuti kahfian?
Narasumber : Ya insyaallah kalo pas gak ada keperluan yang
mendadak yang harus meninggalkan tempat.
Peneliti : Apakah tradisi kahfian juga di amalkan di masjid
lainya sekitar gedongkuning?
Narasumber : Disini yang deket rel itu Kinggowok ada juga
kahfian, yang yasinan juga ada. Kalo kahfian itu
kan netral tapi kalo yasinan itu biasanya kalo
muhammadiyah itu gak mengamalkan karena
gandenganya dengan tahlil.
Peneliti : Apakah di daerah sini masih ada tahlilan?
Narasumber : Yah sebagian, orang jawa lah terutama yang
pegang tradisi biasanya orang meninggal dia
ngadain tahlil, ada yang 3 hari,ada yang 40 hari
dan ada yang 100 hari.
Peneliti : Apakah bapak sering ikut tahlilan?
Narasumber : Yah kadang-kadang ikut, dan ustad nur kholis
juga yang pimpin.
Peneliti : Apa tujuan dibacanya surat al-Kahfi pada malam
jum‟at?
Narasumber : ya sunnahnya kan malam jum‟at, disunnahkan
baca surat al-Kahfi, memang ada sunnahnya.
Ditradisikanlah bagi orang-orang yang sudah
lancar baca quranya.
Peneliti : Apa manfaat dari membaca surat al-Kahfi?
Narasumber : Yah itu masing-masing, bagi orang yang
pendalamanya lebih ya itu masyaallah itu macam-
macam kandunganya kan dalam sekali. Tentang
kekuasaan Allah, tentang cerita ashabul kahfi, dan
juga cerita-cerita yang lain itu luar biasa. Jamaah
juga semakin banyak yah sekitar enam puluhan
lah, kadang kalo rame bisa tujuh puluhan, kadang
kalo lagi sepi-sepi yah empat puluh lah.
Peneliti : Apakah bapak sering membaca al-kahfi selain di
masjid?
Narasumber : Ya kalo pas di rumah gak ada acara ya di masjid
lah sambil kita silaturrahim kumpul-kumpul, kalo
ndak ya di rumah.
DIALOG WAWANCARA

Tujuan : Mengetahui Sejarah Masjid dan Makna


Filosofis Dari Tradisi Kahfian
Narasumber Jama‟ah Masjid Nurul Iman
Hari/Tanggal : Rabu, 7 Agustus 2019
Lokasi Wawancara : Masjid Nurul Iman
Nama Responden : Suwardi
Peneliti : Kapan Masjid Nurul Iman dibangun?
Narasumber : Tahun 1989, itu dulunya mushola biasa yang di
resikkan oleh pak AR. Fakhrudin tahun 1988.
Peneliti : Bagaimana asal usul tradisi kahfian?
Narasumber : Itu awalnya yasinan, itu dulu saya yang usulkan
waktu takmirnya mas Yasin dia guru di Piri. Yah
dulu saya dedikit-sedikit mendirikan itu lah. Jadi
dulu itu saya usul ke mas Yasin setiap malam
jum‟at itu di baca surat yasin.
Peneliti : Sejak kapak dimulai yasinan itu pak?
Narasumber : Wah sudah lama, pokoknya sudah lama. Setelah
yasinan pak nur ngomong sama saya kalo diganti
kahfian gimana, yah saya jawab gak papa. dan
terjadinya habis magrib.
Peneliti : Dulu yang pimpin yasinan siapa pak?
Narasumber : Yah pak Nur, sampai kahfian pak Nur. Tapi kita
yah kita diajak ngomong dulu.
Peneliti : Apakah ada masalah yang terjadi ketika diubah
dari yasinan ke kahfian?
Narasumber : Gak ada masalah, malah lebih seneng, jama‟ah
tambah banyak.
Peneliti : Lebih banyak jama‟ah yasinan apa kahfian?
Narasumber : Yasinan yah banyak, tapi lebih banyak kahfian,
terutama ibu-ibu lebih banyak, dulu bapak-bapak
juga banyak, tapi kebanyakana sudah meninggal.
Peneliti : Apa yang mendorong untuk membaca al-Kahfi
bersama-sama di masjid?
Narasumber : Kalo di masjid kan sama-sama gak terasa, kalo
di rumah kan terasa wong 110 ayat, minimal kan
setengah jam itu, kalo yang sudah pinter lo
bacanya.
Peneliti : Apakah ada dana khusus dalam menunjang
berjalanya kahfian setiap malam jum‟at?
Narasumber : Itu dana mesjid untuk membeli snack biasanya.
DIALOG WAWANCARA

Tujuan : Mengetahui Makna Filosofis Dari Tradisi


Kahfian
Narasumber Jama‟ah Masjid Nurul Iman
Hari/Tanggal : Senin, 15 Juli 2019
Lokasi Wawancara : Rumah Pak Sukadi
Nama Responden : Sukadi
Peneliti : Sudah berapa lama anda mengikuti kahfian?
Narasumber : Ya hampir dua tahun kurang. Kalo dulu sebelum
itu kan pada malam jumat baca yasin itu.
Peneliti : Sudah berapa lama yasinan itu diubah ke
kahfian?
Narasumber : Kurang lebih sekitar dua tahunan, tapi tepatnya
saya kurang tau. Tapi kayaknya ada
perkembangan jamaah antara yasinan sama
kahfian, warga lebih srek sama yang ini (kahfian).
Peneliti : Dulu yang pimpin yasinan siapa pak?
Narasumber : Yah kebanyakan pak nur, tapi yah gantian kalo
yangg gak ada kesibukan lain yah minta tolong
kesitu.
Peneliti : Apa yang dirasakan dari memaca surat al-Kahfi?
Narasumber : Kalo itu sih setiap orang kan lain-lain ya, kalo
saya dari semenjak al-kahfian sama yasinan itu
banyak barokahnya kahfian. Kalo saya yg jalanin
lo, kalo orang lain kurang tau. Jadinya apa-apa
itu dimudahkan. Segala urusan itu kayak mudah.
Karena yang saya rasakan itu yang saya jalankan
juga itu.
DIALOG WAWANCARA

Tujuan : Mengetahui Manfaat Membaca Surat al-


Kahfi
Narasumber Jama‟ah Masjid Nurul Iman
Hari/Tanggal : Senin, 15 Juli 2019
Lokasi Wawancara : Masjid Nurul Iman
Nama Responden : Supiyo
Peneliti : Sejak kapan adanya tradisi kahfian di Masjid
Nurul Iman?
Narasumber : Dulu kajiannya malam jumat itu bacanyya bukan
baca Kahfi, sekarang baca kahfi.
Peneliti : Dulunya baca apa pak?
Narasumber : Dulunya bacanya surat yasin, trus sama pak nur
diganti semuanya ngaji kahfi.
Peneliti : Apa yang dirasakan setelah membaca surat al-
Kahfi?
Narasumber : Yah kita tuh seperti dekat dengan Allah, kita
ngaji sampe gak ingat apa-apa, apa lagi yang
ngajari bagus ngajinya.
DIALOG WAWANCARA

Tujuan : Mengetahui Manfaat dari Membaca Surat


al-Kahfi
Narasumber Jama‟ah Masjid Nurul Iman
Hari/Tanggal : Rabu, 7 Agustus 2019
Lokasi Wawancara : Masjid Nurul Iman
Nama Responden : Sri Sunarti
Peneliti : Bagaimana asal usul tradisi kahfian?
Narasumber : Dulunya yasinan trus gak tau kenapa diganti
kahfian.
Peneliti : Sejak kapan mulai ikut kahfian?
Narasumber : Kahfian kapan yah, mungkin sudah dua tahunan,
baru sih saya ikut kahfian.
Peneliti : Makanan yang dihidangkan dari kahfian itu
dananya dari mana?
Narasumber : Kalo kahfian itu inisisatif, misalnya kalo saya
ada rejeki bisa nitip uang, trus yang belanjakan
takmir.
Peneliti : Apakah ibu sering membaca kahfian selain
dimasjid?
Narasumber : Endak, gak tau apa yah, kalo di rumah nanti kan
kepikiran apa.
Peneliti : Apa yang dirasakan setelah membaca surat al-
Kahfi?
Narasumber : Tenang, cepet selesai kalo baca rame-rame dari
pada baca di rumah.
Peneliti : Apakah dengan membaca surat al-kahfi setiap
malam jum‟at semakin mendorong untuk belajar
membaca al-qur‟an.
Narasumber : Iya, walaupun terus terang saya bacanya belum
lancar.
DIALOG WAWANCARA

Tujuan : Mengetahui Manfaat Dari Membaca


Surat al-Kahfi
Narasumber : Jama‟ah Masjid Nurul Iman
Hari/Tanggal : Rabu, 7 Agustus 2019
Lokasi Wawancara : Rumah Ibu Ayu
Nama Responden : Ayu
Peneliti : Apa manfaat yang dirasakan dari membaca surat
al-Kahfi?
Narasumber : Yo enak sih, jadi pikiran kita kan gak melulu soal
duniawi, hati kita juga tenang, setiap orang kan
punya masalah, jadi kan kalo kita udah di masjid
kan nanti ketemu tetangga ketemu itukan ilmu kita
juga bertambah, gak cuma kahfian, ahad pagi
juga.
Peneliti : Mengapa tidak baca surat al-Kahfi dirumah?
Narasumber : Kalo baca di rumah itu kayaknya lama banget,
kalo di pimpin kayak gitu kan palingan satu jam.
cobalah kalo kita baca dirumah, belum tentu
bener. Kalo dirumah kan nanti ada tamu lah nanti
kan gak jadi, kalo di mesjid kan gak mungkin, ada
tamu kan ya biarin aja.
Peneliti : Mengapa jama‟ah ibu-ibu lebih banyak daripada
jamaah bapak-bapak saat kahfian?
Narasumber : Soalnya kan kalo bapak-bapak kan sibuk, kalo
ibu-ibu kan kalo abis magrib bisa langsung Kahfi.
DIALOG WAWANCARA

Tujuan : Mengetahui Program Kajian di Masjid


Nurul Iman
Narasumber : Takmir Masjid Nurul Iman
Hari/Tanggal : Sabtu, 28 Agustus 2019
Lokasi Wawancara : Masjid Nurul Iman
Nama Responden : Muhammad Zaid Adnan, S.Ag.
Peneliti : Bagaimana asal usul tradisi kahfian di Masjid
Nurul Iman?
Narasumber : Asal usulnya dimulai tradisi kahfian di Masjid
Nurul Iman ini, jujur saja saya baru masuk satu
tahun yang lalu, ketika sudah mulai tinggal disini
saya sudah menjumpai warga masyarakat sini
sudah merutinkan bacaan surat al-Kahfi, setiap
malam jum‟at abis sholat magrib. Dan saya hanya
meneruskan.
Peneliti : Siapa yang bertugas memimpin jalanya kahfian?
Narasumber : Yang memimpin kahfian itu biasanya ustad Nur
yang mimpin, namun jika mungkin sewaktu-waktu
beliau itu berhalangan hadir, maka saya yang
gantikan.
Peneliti : Apa tujan dibacanya surat al-Kahfi pada malam
jum‟at?
Narasumber : Tujuanya, harapanya adalah agar semua jamah
itu bisa terhindar dari pada fitnahnya dajjal,
sebagaimana hadis yang begitu populer “barang
siapa yang ingin selamat dari fitnahnya dajjal,
maka hendaklah dia membaca sepuluh ayat
pertama surat al-Kahfi”.
Peneliti : Apa manfaat yang dirasakan dari membaca surat
al-Kahfi?
Narasumber : Manfaatnya itu adalah, salah satunya kalo dari
pribadi itu sangat seneng apalagi membacanya
ramai-ramai. Sama seperti kalo di kampung yang
lain mungkin yasinan, nah kalo di sini dia baca
surat al-Kahfi.
Peneliti : Apa program kajian di Masjid Nurul Iman selain
kahfian?
Narasumber : Kalo selain dari pada kamis malam, setiap
malam sehabis sholat magrib itu ada tadarus
bersama sehabis sholat magrib. Itu bacanya dari
Qur‟an juz 1 sampai juz 30. Terus selain itu ada
juga, apa namanya, ada juga tahsin itu cuman ibu-
ibu tapi setiap selasa sore. Habis itu setiap hari
ahad pagi yaitu ada kajian ahad, kajian tafsir.
Peneliti : Apakah ada tradisi lain yang berkembang di
wilayah sekitar Masjid Nurul Iman?
Narasumber : Ada, tradisi tahlilan yasinan kalo ada orang
meninggal, trus ada juga syukuran kelahiran baca
surat Maryam, aqiqah namanya.
Penelliti : Dari kesemua tradisi tersebut siapa yang
memimpin?
Narasumber : Ustad Nur biasanya.
Peneliti : Kalo anda sering?
Narasumber : Kalo yang aqiqah itu belum pernah, tapi kalo
tahlilan sering.
Peneliti : Apa yang mendorong untuk membaca kahfian di
masjid bersama-sama?
Narasumber : Sepertinya kahfian bersama-sama di masjid itu
lebih bersemangat gitu, dari pada baca kahfi di
rumah sendiri gitu. Lebih bersemangat, biar lebih
semangat. Terus juga, ada jamaah yang belum
lancar baca Qur‟an , jadi dia ikut disini baca
surat al-Kahfi dengan haraapan bisa lancar
ngajinya dan juga mungkin bisa selesai magrib
sampai isya‟, kalo dia baca sendiri barangkali gak
selesai.
Peneliti : Apakah ada pendanaan dalam tradisi kahfian?
Narasumber : Ada, itu setiap kahfian itu mesti disediakan oleh
takmir itu snack dan teh.
Peneliti : Dari mana sumber dana berasal?
Narasumber : Dananya itu ya dari warga.
Peneliti : Apakah ada dari uang masjid?
Narasumber : Gak, gak pake uang masjid. Biasanya saya
disuruh ngambil aja, ambil ke rumah ini gitu.
Peneliti : Apakah dengan adanya kahfian hubungan sosial
masyarakat menjadi lebih mudah?
Narasumber : Jadi dengan adanya kahfian tiap malam jum‟at
ini bisa mempertemukan warga yang susah
bertemu gitu, soalnya di masjid mereka bertemu
dan bisa ngobrol, nanya kabar gimana, seharian
mereka kan keluar pergi kerja gitu, kan jarang
ketemu, tapi di masjid mereka ketemu, ngobrol
sambil minum teh. Jadi paling tidak hubungan
sosial bisa baik lah.
LAMPIRAN 2: DOKUMENTASI

DOKUMENTASI TRADISI KAHFIAN

Gambar . Masjid Nurul Iman

Gambar . Masjid Nurul Iman


Gambar . Masjid Nurul Iman

Gambar . Masjid Nurul Iman


Gambar . Wawancara Dengan Bapak Suwardi Selaku Tokoh Masyarakat

Gambar . Wawancara Dengan Ustad M. Zaid Adnan Selaku Takmir Masjid


Nurul Iman
Gambar . Prosesi Kahfian

Gambar . Prosesi Kahfian


Gambar . Prosesi Kahfian

Gambar . Prosesi Kahfian


Gambar . Prosesi Kahfian
BIODATA PENELITI

A. Identitas Diri
Nama Lengkap : Khobirul Halim
NIM
Tempat dan Tanggal lahir : Badau, 31 Juli 1997
Email : khobirulhalim31@gmail.com
Nomor Hp
Alamat Asal : Jl. Karya Bakti IV, RT. 2, RW.
1, Desa Badau, Kec. Badau, Kab.
Belitung, Prov. Bangka Belitung
Alamat Sekarang : Jl. Bimosari, RT. 11, RW. 3,
Tahunan, Kec. Umbulharjo, Kota
Yogyakarta, Prov. Daerah
Istimewa Yogyakarta

B. Riwayat Pendidikan
SD Negeri 1 Badau : Tahun 2003-
SMP Negeri 1 Badau : Tahun 2009-
SMK Negeri 1 Badau : Tahun 2012-
Universitas Ahmad Dahlan : Tahun 2015-

Yogyakarta, 8 Oktober
Peneliti

Khobirul Halim
NIM. 1500027008

Anda mungkin juga menyukai