Anda di halaman 1dari 203

KEBERHASILAN KONSELING DITINJAU DARI MOTIVASI

KONSELI DAN KOMUNIKASI DALAM KELUARGA

SKRIPSI

Disusun Oleh:
Nina Febri Lestari
NIM : 11411015

UNIVERSITAS KATOLIK WIDYA MANDALA MADIUN


FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
PROGRAM STUDI BIMBINGAN DAN KONSELING
2015

i
ii
iii
iv
MOTTO

“Jika Anda tidak pernah ketakutan, malu atau terluka, itu artinya Anda tidak

pernah mengambil resiko.”

(Julia Soul)

“Mengatasi kesulitan adalah pengalaman paling menyenangkan dalam hidup.”

(Arthur Schopenhauer (1788-1860), filsuf Jerman)

“Tidak penting kesalahan apa yang pernah kita perbuat di hari kemarin, namun

yang terpenting adalah bagaimana kita memperbaiki semua kesalahan itu di hari

esok.”

v
HALAMAN PERSEMBAHAN

Skipsi ini kupersembahkan kepada :

1. Tuhan Yesus Kristus yang selalu melindungi dan menyertai dalam setiap

langkah hidupku.

2. Putraku tersayang, Johanes Deo Sasikirana yang menjadi penyemangat

hidupku dan hiburan di sepanjang hari. Senyummu adalah kebahagiaan yang

luar biasa dalam hidupku.

3. Untuk kedua orang tuaku di surga, meski tak pernah kutahu seperti apa

engkau, namun aku yakin semua hasil jerih payahku ini tak lepas dari doamu.

4. Untuk Ibuku tercinta, terima kasih atas doa, semangat, perhatian dan

didikannya selama ini.

5. Untuk Romo Yoventius Fusi Nusantoro yang dengan sabar membimbing,

memberi motivasi dan dukungan serta pengajaran dan pencerahan yang sangat

berharga dalam hidupku.

6. Untuk Bapak Yohanes Soetomo K. yang banyak mengajariku arti kehidupan.

7. Untuk Ibu Titik Hariningrum yang dengan sabar, perhatian dan penuh kasih

sayang membantuku merawat dan menjaga putraku selama ini.

8. Untuk keluargaku tercinta di Salatiga, Solo, Madiun, Bekasi, Bogor, dan

Jember terima kasih atas semua hal yang telah kalian beri dan lakukan

untukku, maaf jika aku tak seperti yang kalian harapkan.

9. Untuk Bruder Alex, Bruder Neri, Ibu asrama, serta semua teman-temanku di

STKIP Widya Yuana Madiun saya ucapkan terima kasih banyak.

10. Serta almamaterku, Universitas Katolik Widya Mandala Madiun.

vi
KATA PENGANTAR

Puji Tuhan penulis panjatkan kepada Tuhan Yesus Kristus atas berkat,

rahmat dan bimbingan yang telah diberikan, sehingga penulis dapat

menyelesaikan skripsi yang berjudul “Keberhasilan Konseling Ditinjau Dari

Motivasi Konseli dan Komunikasi Dalam Keluarga” ini dengan baik. Penyusunan

skripsi ini sebagai salah satu syarat dalam menempuh gelar Sarjana Starta 1

Jurusan Bimbingan Konseling di Universitas Katolik Widya Mandala Madiun.

Keberhasilan penulisan skripsi ini tidak lepas dari berbagai pihak yang

telah memberi doa, motivasi, bimbingan dan kerja sama yang baik sehingga

penulisan skripsi ini dapat selesai dengan baik. Untuk itu, penulis mengucapkan

terima kasih kepada :

1. Ibu Dra. Fransisca Mudjijanti, M.M. Selaku Rektor Universitas Katolik

Widya Mandala Madiun sekaligus dosen penguji I, yang telah memberi

pengarahan kepada penulis.

2. Bapak Bernardus Widodo, S.Pd., M.Pd. Selaku dosen pembimbing yang

telah meluangkan waktu, memberikan semangat, serta pengarahan kepada

penulis.

3. Bapak Drs. Anton Sudarmanta, M.S. Selaku penguji II yang telah memberi

pengarahan kepada penulis.

4. Ibu Sherly Meilany Muskita, M.Pd. dan Ibu Dwi Sri Rahayu, S.Pd., terima

kasih atas dukungan, motivasi, semangat dan bantuan yang diberikan

selama penulis kuliah di Universitas Katolik Widya Mandala Madiun.

vii
5. Bapak Ibu dosen yang lain khususnya Jurusan Bimbingan Konseling yang

telah membekali penulis dengan berbagai Ilmu Pengetahuan yang sangat

berarti bagi penulis pada masa mendatang.

6. Bapak dan Ibu staf karyawan di Universitas Katolik Widya Mandala

Madiun yang telah membantu penulis dalam menyelesaikan penulisan

skripsi ini.

7. Bapak Drs. Antonius Hery Purwito selaku kepala sekolah SMK Gamaliel

1 Madiun beserta para guru BK khususnya Ibu Lidya Novi Kristiani,

S.Pd., Bapak Didik Setiadi, S.Pd., Ibu Suparmi S.Pd., serta Ibu Silfia

Rahayu Nugroho Ningsih, S.Pd. yang juga ikut serta membantu penulis

dalam pelaksanaan penelitian di SMK Gamaliel 1 Madiun.

8. Kepada Agus Kurniawan yang selalu memberikan semangat serta doa.

9. Yang sangat saya sayangi sahabat-sahabatku : Rizky, Nanang, dan Winda.

10. Kepada semua pihak yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu,

terima kasih yang tak terhingga atas doa dan dukunganya.

Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih jauh dari kesempurnaan, semua

ini karena keterbatasan kemampuan yang dimiliki penulis. Oleh karena itu penulis

mengharapkan kritikan dan saran yang dapat mendukung penyempurnaan skripsi

ini. Penulis mengharapkan agar skripsi ini dapat bermanfaat bagi pembaca

sekalian, terima kasih.

Penulis

viii
Lestari, Nina Febri. 2015. Keberhasilan Konseling Ditinjau Dari Motivasi Konseli
dan Komunikasi Dalam Keluarga. Skripsi. Program Studi Bimbingan dan
Konseling Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Katolik
Widya Mandala Madiun. Dosen Pembimbing Bernardus Widodo, S.Pd.,
M.Pd.

ABSTRAKSI
Tujuan dari penelitian ini adalah sebagai berikut : (1) Menganalisis ada
tidaknya pengaruh yang signifikan motivasi konseli terhadap keberhasilan
konseling, (2) Menganalisis ada tidaknya pengaruh komunikasi dalam keluarga
terhadap keberhasilan konseling, (3) Menganalisis ada tidaknya pengaruh
motivasi konseli dan komunikasi dalam keluarga terhadap keberhasilan konseling.
Populasi yang digunakan untuk penelitian ini adalah seluruh siswa kelas X
dan XI SMK Gamaliel 1 Madiun, tahun ajaran 2014/2015 yang telah mendapat
layanan konseling individual dalam bulan Oktober 2014 – Mei 2015 sebanyak 71
siswa (berdasarkan data konselor sekolah). Sampel yang digunakan yakni sesuai
dengan jumlah populasi yang ada, yakni sebesar 71 siswa. Teknik sampling yang
digunakan penulis adalah teknik Sampling Jenuh.
Metode pengumpulan data dalam penelitian ini dilakukan dengan angket
dalam bentuk skala, yaitu : (1) skala motivasi konseli (2) skala komunikasi dalam
keluarga, dan (3) skala keberhasilan konseling.
Dalam penelitian ini penulis mengajukan 3 hipotesis yaitu : (1) Hipotesis
minor pertama yang berbunyi : terdapat pengaruh yang signifikan antara motivasi
konseli terhadap keberhasilan konseling., (2) Hipotesis minor kedua yang
berbunyi : terdapat pengaruh yang signifikan antara komunikasi dalam keluarga
terhadap keberhasilan konseling., (3) Hipotesis mayor berbunyi : terdapat
pengaruh yang signifikan antara motivasi konseli dan komunikasi dalam keluarga
terhadap keberhasilan konseling.
Data dianalisis dengan menggunakan teknik regresi linear berganda.
Model persamaan garis regresi Y = 3,917 + 0,214 + 0,542 hasil analisis
selanjutnya menunjukkan bahwa : (1) ada pengaruh yang positif motivasi konseli
terhadap keberhasilan konseling yang terbukti t hitung > t tabel (3,213 > 2,650),
(2) ada pengaruh yang positif komunikasi dalam keluarga terhadap keberhasilan
konseling yang terbukti t hitung > t tabel (7,743 > 2,650), (3) ada pengaruh yang
positif motivasi konseli dan komunikasi dalam keluarga terhadap keberhasilan
konseling, yang terbukti F hitung > F tabel (71,045 > 3,132).
Berdasarkan hasil tersebut dapat disimpulkan sebagai berikut : (1) karena t
hitung > t tabel = 2,650 maka hipotesis minor pertama diterima, (2) karena t
hitung>t tabel = 2,650 maka hipotesis minor kedua diterima (3) karena F hitung>F
tabel = 3,132 maka hipotesis mayor diterima.

Kata kunci: Motivasi Konseli, Komunikasi Dalam Keluarga, Keberhasilan


Konseling.

ix
DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL................................................................................. i

LEMBAR PERSETUJUAN ..................................................................... ii

LEMBAR PENGESAHAN ...................................................................... iii

LEMBAR PERNYATAAN KEASLIAN KARYA.................................. iv

MOTTO .................................................................................................... v

LEMBAR PERSEMBAHAN ................................................................... vi

KATA PENGANTAR .............................................................................. vii

ABSTRAKSI ............................................................................................... ix

DAFTAR ISI............................................................................................... x

DAFTAR LAMPIRAN............................................................................. xiii

DAFTAR TABEL...................................................................................... xiv

DAFTAR GAMBAR .................................................................................. xv

BAB I. PENDAHULUAN ......................................................................... 1

A. Latar Belakang Masalah .............................................................. 1

B. Identifikasi Masalah.................................................................... 10

C. Batasan Masalah ......................................................................... 15

D. Rumusan Masalah....................................................................... 16

E. Batasan Istilah ............................................................................. 16

F. Alasan Pemilihan Judul................................................................ 18

x
G. Tujuan Penelitian ........................................................................ 20

H. Manfaat Penelitian ...................................................................... 21

BAB II. LANDASAN TEORI .................................................................. 23

A. Keberhasilan Konseling.............................................................. 23

B. Motivasi Konseli ......................................................................... 46

C. Komunikasi Dalam Keluarga...................................................... 62

D. Hubungan Motivasi Konseli dan Komunikasi Dalam Keluarga

Dengan Keberhasilan Konseling................................................. 82

E. Paradigma Penelitian................................................................... 92

F. Hipotesis Penelitian..................................................................... 92

BAB III. METODE PENELITIAN .......................................................... 94

A.Pengertian Metode Penelitian ...................................................... 94

B.Materi Penelitian.......................................................................... 94

C. Jenis Data dan Teknik Pengumpulan Data ................................. 102

D. Uji Asumsi Klasik....................................................................... 111

E. Analisis Data ............................................................................... 112

F. Uji Hipotesis................................................................................ 116

BAB IV. LAPORAN EMPIRIS................................................................ 118

A. Persiapan Penelitian.................................................................... 118

B. Pelaksanaan Penelitian................................................................ 119

C. Pengolahan Data ......................................................................... 119

xi
D. Penyajian Data ............................................................................ 120

BAB V. ANALISIS DATA ...................................................................... 126

A. Analisis Deskriptif ..................................................................... 126

B. Uji Asumsi Klasik....................................................................... 130

C. Hasil Pengolahan Data ................................................................ 133

D. Pembahasan Hasil Pengolahan Data........................................... 135

E. Pengujian Hipotesis..................................................................... 136

F. Keterbatasan Penelitian ............................................................... 138

BAB VI. PENUTUP ................................................................................. 139

A. Tinjauan Kembali ....................................................................... 139

B. Kesimpulan ................................................................................. 140

C. Saran ........................................................................................... 140

DAFTAR PUSTAKA ............................................................................... 142

LAMPIRAN - LAMPIRAN

xii
DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1 : Matrik, Indikator Variabel.

Lampiran 2 : Angket Penelitian.

Lampiran 3 : Lembar Jawab Angket.

Lampiran 4 : Data Untuk Persiapan Uji Validitas Dan Reliabilitas.

Lampiran 5 : Hasil Uji Validitas.

Lampiran 6 : Hasil Uji Regresi.

Lampiran 7 : Gambar Diagram Pencar (Scatterplot) dan Grafik.

Lampiran 8 : Verbatim Dengan Konselor.

Lampiran 9 : Surat Keterangan Penelitian Dari Sekolah.

xiii
DAFTAR TABEL

1. Tabel 4.1 : Hasil uji validitas variabel motivasi konseli .......................... 120

2. Tabel 4.2 : Ringkasan try out motivasi konseli........................................ 121

3. Tabel 4.3 : Hasil uji validitas variabel komunikasi dalam keluarga ........ 122

4. Tabel 4.4 : Ringkasan hasil try out komunikasi dalam keluarga ............. 123

5. Tabel 4.5 : Hasil uji validitas keberhasilan konseling.............................. 124

6. Tabel 4.6 : Ringkasan hasil try out keberhasilan konseling..................... 125

7. Tabel 4.7 : Hasil uji reliabilitas alat ukur................................................. 125

8. Tabel 5.1 : Statistik deskriptif .................................................................. 127

9. Tabel 5.2 : Uji normalitas one sample Kolmogorov Smirnov test........... 131

10. Tabel 5.3 : Koefisien regresi .................................................................... 134

11. Tabel 5.4 : Anova..................................................................................... 134

12. Tabel 5.5 : Model summary ..................................................................... 134

xiv
DAFTAR GAMBAR

1. Gambar 2.1 Paradigma Penelitian.............................................................. 92

2. Gambar 5.1 : Motivasi Konseli .................................................................. 128

3. Gambar 5.2 : Komunikasi Dalam Keluarga............................................... 129

4. Gambar 5.3 : Keberhasilan Konseling ....................................................... 130

5. Gambar 5.4 : Uji Linieritas ........................................................................ 133

xv
 
 

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Masalah siswa menjadi persoalan yang hampir selalu ada dan

ditemukan oleh para guru dan orang tua, baik dalam keluarga, sekolah

maupun masyarakat. Menurut Rahayu (2011:1) masalah tersebut dapat

dikatagorikan ke dalam 3 (tiga) penyebab, yakni: (1) faktor norma atau

moral, misalnya banyak anak melanggar tata tertib sekolah, kurang

menghargai orang tua dan guru, membolos dengan alasan yangdibuat-buat,

menyalahgunakan uang SPP; (2) masalah belajar, misalnya anakkurang

memanfaatkan waktu belajar dengan baik, banyak waktu dipergunakanjustru

untuk bermain game, play-station, kurang memperhatikan kegiatan belajar di

kelas; (3) faktor sosial, banyak anak tidak naik kelas, karena masalah anak di

sekolah tidak diketahui oleh orang tua, atau sebaliknya, anak terlalu bebas

dalam bergaul, baik di rumah ataupun di sekolah.

Fenomena masalah-masalah di atas menjadi hal yang sangat penting

untuk segera ditangani. Sebab jika tidak ditangani secara tepat, maka akan

sangat mengganggu jalannya proses belajar, yang dapat berdampak pada

kegagalan belajar. Juga akan berdampak pada kerugian besar terhadap

kepentingan perkembangan pada diri siswa sendiri maupun bagi kepentingan

kehidupan orang lain / masyarakat. Oleh karena itu, siswa membutuhkan

tempat atau media yang dapat membantunya mengatasi permasalahan yang


 
 
 

mengganggu kehidupannya baik masalah belajar, keluarga, sosial, dan

masalah lain. Disamping kegiatan pengajaran di sinilah dirasakan perlunya

pelayanan konseling (Prayitno, 2004:29).

Konseling merupakan suatu proses pemberian bantuan yang

menyangkut perubahan pada diri konseli, baik dalam bentuk pandangan,

sikap, sifat maupun keterampilan agar konseli dapat menerima dirinya sendiri

dan dapat mengembangkan segala potensi yang dimilikinya. Williamson

(dalam Latipun 2001:35) mengatakan bahwa tujuan konseling secara umum

adalah untuk membantu konseli mencapai perkembangan secara optimal

dalam batas-batas potensinya. Krumboltz (dalam Latipun 2001:37)

mengklasifikasikan tujuan konseling menjadi tiga, yaitu mengubah perilaku

yang salah suai, belajar membuat keputusan, dan mencegah timbulnya

masalah. Selain itu, tercapainya tujuan konseling dapat menjadi tolak ukur

keberhasilan konseling.

Dalam konseling, konseli merupakan individu yang perlu mendapat

perhatian sehubungan dengan masalah yang dihadapinya. Keberhasilan konseling

selain karena faktor kondisi yang diciptakan oleh konselor, cara penanganan, dan

aspek konselor sendiri, ditentukan pula oleh faktor konseli. Latipun (2001:51)

mengatakan bahwa konseli adalah individu yang hadir ke konselor dalam

keadaan cemas atau tidak kongruen. Dalam konteks konseling, konseli adalah

subjek yang memiliki kekuatan, motivasi, kemauan untuk berubah, dan pelaku

bagi perubahan dirinya.

Melalui layanan konseling, konseli mengharapkan agar masalah yang

dialaminya dapat dipecahkan. Keefektifan pemecahan masalah melalui


 
 
 

konseling dapat dideteksi sejak awal konseli mengalami masalah, yaitu ketika

konseli menyadari bahwa dirinya mengalami masalah. Individu-individu yang

menyadari bahwa dirinya bermasalah agaknya memiliki kemungkinan yang

lebih baik dalam hal pemecahan masalahnya. Persoalannya ialah apabila diri

sendiri tidak mampu mengatasi masalah itu. Ada dua kemungkinan, berhenti

dan membiarkan masalah itu sebagaimana adanya dengan kemungkinan

akibat akan menimbulkan kesulitan atau kerugian tertentu. Kemungkinan

yang lain ialah individu menyadari bahwa dirinya tidak mampu memecahkan

masalah dan menyadari pula bahwa ia memerlukan bantuan orang lain.

Kesadaran bahwa individu memerlukan bantuan orang lain akan

menumbuhkan motivasi pada konseli untuk datang pada konselor (Mudjijanti,

2012:177).

Motivasi konseli datang atau berpartisipasi dalam konseling sangat

berpengaruh terhadap hasil konseling (Latipun, 2001:234). Motivasi dapat

diartikan sebagai suatu dorongan untuk mewujudkan perilaku tertentu yang

terarah kepada tujuan tertentu (Surya, 2003:106). Motivasi konseli untuk

datang pada konselor yang didasari atas kesadaran bahwa ia punya masalah

dan membutuhkan orang lain menjadi syarat keberhasilan konseling.

Permasalahan yang terjadi tidak semua konseli yang datang pada konselor

atas inisiatif sendiri melainkan karena dipanggil atau atas perintah wali kelas.

Konseli yang hadir di ruang konseling atas kesadaran sendiri dan memiliki

maksud serta tujuan tertentu disebut konseli sukarela (Willis, 2007:116).

Secara umum konseli datang kepada konselor karena satu atau beberapa


 
 
 

alasan di antaranya atas kemauannya sendiri, kemauan atau anjuran keluarga

dan sahabat-sahabatnya, atau atas rujukan dari profesioanl lain (Latipun,

2001:47).

Berdasarkan hasil wawancara yang penulis lakukan dengan seorang

guru BK di SMK Gamaliel 1 Madiun pada 11 Mei 2015, beberapa siswa yang

bermasalah datang ke ruang BK atas panggilan dari konselor, wali kelas,

maupun guru mata pelajaran. Sedangkan mereka yang mau datang pada

konselor secara sukarela dapat dikatakan tidak pernah/ jarang terjadi. Secara

garis besar dapat dikatakan bahwa para siswa masih banyak yang belum

memiliki kesadaran pribadi untuk datang secara sukarela pada konselor.

Keadaan demikian dapat terjadi dikarenakan pihak sekolah melibatkan

konselor dalam penegakan disiplin di sekolah. Sehingga para siswa merasa

enggan untuk datang pada konselor secara sukarela.

Hal senada penulis temukan pada penelitian sebelumnya yang

dilakukan pada tahun 2013 oleh Novia Dewi Pinasthi di SMA Negeri 1

Saradan dengan judul “Pengaruh Motivasi Konseli dan Sikap Respek

Konselor Terhadap Keberhasilan Konseling”. Penelitian tersebut

mengungkap bahwa motivasi konseli dan sikap respek konselor mampu

memberi sumbangan terhadap keberhasilan konseling sebesar 0,427 atau

42,7%. Dalam penelitian tersebut, hipotesis yang berbunyi “Terdapat

pengaruh yang signifikan motivasi konseli terhadap keberhasilan konseling”

diterima, dengan perhitungan sebagai berikut : t hitung > t tabel (4,515 >

1,990). Selain itu, penelitian lain juga penulis temukan yang terkait dengan


 
 
 

pengaruh motivasi konseli terhadap keberhasilan konseling yakni penelitian

yang berjudul “Pengaruh Motivasi Konseli dan Sikap Empati Konselor

Terhadap Keberhasilan Proses Konseling” pada tahun 2012 oleh Dra.

Fransisca Mudjijanti, M.M. di SMK PGRI Wonoasri Caruban. Penelitian

tersebut mengungkap bahwa motivasi konseli dan sikap empati konselor

memberi sumbangan terhadap keberhasilan proses konseling sebesar 0,23

atau 23%. Dalam penelitian tersebut, hipotesis yang berbunyi “Motivasi

konseli berpengaruh signifikan terhadap keberhasilan proses konseling”

diterima, dengan perhitungan sebegai berikut : t hitung > t tabel (1,910 >

1,699). Artinya secara parsial motivasi konseli mempunyai pengaruh yang

signifikan terhadap keberhasilan proses konseling.

Selain motivasi konseli, faktor lain yang diprediksi ikut

mempengaruhi keberhasilan konseling adalah komunikasi dalam keluarga.

Menurut Gunarsa (2004:34), komunikasi dalam keluarga dapat di ukur dari

apa-apa dan siapa yang saling di bicarakan, pikiran, perasaan, objek tertentu,

orang lain atau dirinya sendiri. Ditambahkannya lagi, bahwa intensitas

komunikasi keluarga yang mendalam ditandai oleh keterbukaan, empati,

dukungan, perasaan positif, dan perilaku sportif sehingga menimbulkan

respon dalam bentuk perilaku atau tindakan.

Menurut Widjaya (1995:32), yang dimaksud dengan komunikasi

dalam keluarga yaitu hubungan timbal balik antara anggota keluarga untuk

berbagi berbagai hal dan makna dalam keluarga. Tujuan dari komunikasi

dalam keluarga yaitu untuk mengetahui dunia luar, untuk mengubah sikap


 
 
 

dan perilaku. Selain itu, Cangara (2002:24) menambahkan bahwa komunikasi

diperlukan untuk mengatur tata krama pergaulan antar manusia, sebab dengan

melakukan komunikasi dengan baik akan memberikan pengaruh langsung

pada struktur seseorang dalam kehidupannya. Komunikasi dalam keluarga

sangat penting karena dengan adanya komunikasi antar sesama anggota

keluarga maka akan tercipta hubungan yang harmonis dan dapat diketahui

apa yang diinginkan dan yang tidak diinginkan oleh salah satu anggota

keluarga.

Seiring berkembangnya zaman, begitu banyak persoalan keluarga

yang semakin kompleks terlebih dalam hal komunikasi, sebagai contoh

adanya komunikasi di dalam keluarga yang sering menyalahkan antara suami-

isteri atau ayah-ibu bahwa masing-masing tidak bisa mengerti tentang

dirinya, tidak mau berbicara lagi atau merasa sulit berbicara dengan anaknya

yang meningkat dewasa/remaja, anak gadisnya yang sudah tidak

mempercayai ayahnya, dan isteri yang selalu marah-marah, mengomel dan

merengek-rengek. Sebaliknya putranya mengeluh selalu menganggap bahwa

orang tuanya atau ayah-ibunya selalu memarahinya dan berkotbah bagi

dirinya, dan sebagainya.

Dari contoh di atas, dapat diketahui bahwa komunikasi antar anggota

keluarga tersebut mengalami hambatan sehingga menyebabkan keluhan yang

mengakibatkan pula komunikasi antara orang tua dengan anak menjadi buruk.

Sehingga anggota keluarga tersebut juga tidak benar-benar mengenal satu

sama lain, juga keakraban dan persatuan yang berasal dari komunikasi yang


 
 
 

terbuka dan jujur tidak terpenuhi sehingga menyakitkan hati serta tidak

adanya kegembiraan dan kepuasan dalam hidup berkeluarga.

Perhatian keluarga terhadap segala permasalahan yang dihadapi anak

juga sangat diperlukan, karena melalui keterlibatan orang tua dalam

permasalahan yang dihadapi anak, menjadikan anak lebih ringan dalam

mencari pemecahan atas permasalahan-permasalahan yang sedang

dihadapinya. Dengan diberikannya perhatian dan pembinaan komunikasi

yang baik pada anak, akan sangat membantu anak dalam menghadapi

persoalan yang sedang dialaminya. Sehingga jika anak mendapatkan layanan

konseling dari pihak sekolah, pihak keluarga dapat ikut terlibat dalam

pemecahan permasalahan anak.

Pernyataan di atas sesuai dengan pendapat Latipun (2001:173), bahwa

keluarga tidak hanya dilihat sebagai faktor yang menimbulkan masalah bagi

klien, tetapi menjadi bagian yang perlu dilibatkan dalam penytelesaian

masalah anak. Hal ini berangkat dari pandangan bahwa keluarga dan anggota

keluarga merupakan sistem yang mempengaruhi kehidupan anak atau anggota

keluarga lain. Jika hendak mengubah “maslaah” yang dialami anggota

keluarganya, di antaranya harus mengubah “sistem” dalam keluarganya.

Keterlibatan anggota keluarga dalam penyelesaian masalah klien diharapkan

dapat membentu mempercepat mengatasi masalah klien, Artinya, jika

konselor dapat melibatkan anggota keluarga dalam penyelesaian

permasalahan klien, mska dapat membentu mempercepat mengatasi masalah

klien dan keberhasilan konseling pun dapat segera tercapai.


 
 
 

Menurut Sobur (1986:7), “Meluangkan waktu bersama merupakan

syarat utama untuk menciptakan komunikasi antara orang tua dan anak. Jika

orang tua membiasakan diri meluangkan waktu bersama, maka rasa asing

tentu akan hilang. Apabila suasana akrab telah terbina dan orang tua dapat

melakukan pendekatan pribadi pada anak, maka masalah-masalah anak tentu

mudah diketahui”. Jelaslah bahwa tujuan dari komunikasi keluarga yakni

komunikasi antara orang tua dengan anak dalam menciptakan suasana

persahabatan yang hangat, sehingga anak-anak merasa aman bersama orang

tuanya dan anak dapat dihindarkan dari masalah yang ada.

Thomas Gordon (dalam Sobur 1986:10) menambahkan bahwa salah

satu hal efektif dan konstruktif dalam menghadapi ungkapan perasaan atau

ungkapan persoalan anak-anak adalah membuka pintu atau mengundang

untuk berbicara lebih banyak. Dengan membuka pintu atau menyilahkan

berbicara dapat memudahkan komunikasi dan hal ini mendorong anak untuk

mulai atau meneruskan berbicara. Dengan cara ini juga membuat masalah

tetap pada tempatnya. Juga tidak mengakibatkan pengambilalihan masalah

sebagaimana halnya bila orang tua mengajukan pertanyaan-pertanyaan,

memberi nasehat, mengajari, memberi khotbah, dan lain-lain. Mendengar

secara aktif paling baik digunakan bila anak menyatakan bahwa dia

mempunyai masalah. Dengan demikian orang tua mudah untuk mengetahui

masalah anak sejak dini, sehingga bimbingan dan arahan orang tua dapat

mempermudah konselor mengatasi permasalahan anak di sekolah dalam

layanan konseling.


 
 
 

Komunikasi dalam keluarga tidak hanya terjalin antara orang tua dan

anak namun dapat juga terjalin dengan anggota keluarga yang lain seperti

kakak/adik, kakek/nenek, paman/bibi, serta sanak saudaranya yang lain.

Banyak diantara anak-anak zaman sekarang yang tidak hidup/ tinggal

bersama orang tua melainkan tinggal bersama sanak saudaranya yang lain.

Hal ini dikarenakan tuntutan zaman yang mendorong para orang tua untuk

bekerja lebih keras dengan mengadu nasib di kota-kota besar maupun

mencari nafkah di negeri orang, menjadi TKW misalnya. Selain itu, para

Pegawai Negeri Sipil yang kerap kali dipindah tugaskan di berbagai daerah di

negeri ini menuntutnya untuk meninggalkan anak-anak mereka sementara

waktu dengan keluarganya yang lain.

Keadaan di atas jelas berpengaruh langsung terhadap komunikasi

yang terjalin antara anak dan orang-orang didalam tempat tinggalnya.

Pasalnya, tidak akan pernah seorang individu hidup tanpa konflik/ ketegangan

dalam kelangsungan hidupnya. Terlebih mereka yang masih berada di bangku

sekolah rata-rata belum memiliki kestabilan emosi yang baik. Sehingga

permasalahan-permasalahan para siswa umumnya dibawa ke sekolah hingga

mendapatkan pelayanan dari pihak Guru Pembimbing disekolahnya.

Dalam pemberian layanan konseling inilah Guru Pembimbing kerap

kali menggali latar belakang keluarga siswa bermasalah. Pasalnya,

keberhasilan konseling salah satunya dipengaruhi oleh faktor lingkungan,

yakni komunikasi dalam keluarga. Hal ini diperkuat oleh pendapat Latipun

(2001:196) bahwa Hubungan keluarga sebagai salah satu dunia kehidupan


 
 
 

individu pada dasarnya juga mempengaruhi keberhasilan konseling. Artinya,

dengan siapapun konseli tinggal didalam rumah yang didiaminya, jika

komunikasi/ interaksi hubungannya baik dengan orang-orang dirumahnya

maka keberhasilan konseling dapat dicapainya karena adanya motivasi/

dorongan dan umpan balik yang positif yang diberikan para anggota keluarga

terhadap konseli. Sebaliknya, jika komunikasi/ interaksi hubungan yang

dibina dengan orang-orang dirumahnya kurang baik maka keberhasilan

konseling tidak dapat dicapainya karena konseli kurang mendapatkan

motivasi/ dorongan dan umpan balik yang positif dari para anggota keluarga.

Dari latar belakang di atas peneliti mencoba mengangkat dalam

sebuah peneliatian dengan judul “Keberhasilan Konseling Ditinjau Dari

Motivasi Konseli dan Komunikasi Dalam Keluarga”.

B. Identifikasi Masalah

Untuk mencapai sasaran yang diharapkan dalam penelitian ini, maka

penulis membuat identifikasi masalah dalam pembahasannya. Banyak faktor

yang mempengaruhi keberhasilan proses konseling. Latipun (2001:196)

mengemukakan faktor-faktor yang mempengaruhi keberhasilan konseling

adalah sebagai berikut :

1. Faktor-faktor yang berhubungan dengan gangguan

a. Jenis kesakitan, gangguan atau masalah

Jenis kesakitan, gangguan, atau masalah merupakan faktor yang

sangat berpengaruh terhadap hasil konseling. Dalam konseling

10 
 
 
 

kelompok kesamaan kesakitan, gangguan atau masalah yang dihadapi

konseli berpengaruh terhadap proses dan hasil konseling.

b. Berat ringan suatu kesakitan, gangguan atau masalah

Masalah yang berat membutuhkan waktu konseling yang lebih

banyak dibandingkan dengan masalah yang ringan. Suatu strategi

konseling hanya cocok untuk tingkatan gangguan tertentu. Demikian

juga kompleksitas masalah yang dihadapi konseli juga akan

mempengaruhi hasilnya. Sebagian dari klien memiliki satu macam

gangguan dan yang lainnya kemungkinan memiliki lebih dari satu

macam gangguan.

c. Terapi sebelumnya

Klien yang sudah mendapatkan terapi (konseling) mempengaruhi

keberhasilan konseling berikutnya. Jika konseli sudah mendapatkan

terapi kemungkinan permasalahannya menjadi lebih ringan. Persepsi

negatif terhadap terapi sebelumnya dapat menimbulkan sikap negatif

terhadap penyelenggaraan konseling berikutnya.

2. Faktor-faktor yang berhubungan dengan karakteristik subjek

a. Usia klien

Usia dapat mempengaruhi hasil konseling. Klien yang berusia dewasa

dimungkinkan lebih sulit dilakukan modifikasi persepsi dan tingkah

lakunya dibandingkan dengan klien yang berusia belasan tahun,

karena berhubungan dengan fleksibelitas kepribadiannya. Artinya

11 
 
 
 

remaja lebih fleksibel dalam mengubah sikap dan tingkah lakunya

dibandingkan dengan orang yang sudah dewasa.

b. Jenis kelamin

Jenis kelamin, terutama berkaitan dengan perilaku model, bahwa

individu melakukan modeling sesuai dengan jenis seksnya. Dalam

proses konseling, faktor modeling ini sangat penting dalam upaya

pembentukan tingkah laku baru.

c. Tingkat pendidikan

Pendidikan seseorang mempengaruhi cara pandangnya terhadap diri

dan lingkungannya. Karena itu akan berbeda sikap klien yang

berpendidikan tinggi dibandingkan yang berpendidikan rendah dalam

menyikapi proses dan berinteraksi salama proses konseling

berlangsung.

d. Inteligensi

Inteligensi pada prinsipnya mempengaruhi kemampuan penyesuaian

diri dan cara-cara pengambilan keputusan. Konseli yang

berinteligensi tinggi akan banyak berpartisipasi dan proses konseling,

lebih cepat dan tepat dalam pembuatan keputusan.

e. Status sosial ekonomi

Status sosial ekonomi berpengaruh terhadap tingkah lakunya.

Individu yang berasal dari keluarga yang status sosial ekonominya

baik dimungkinkan lebih memiliki sikap positif memandang diri dan

12 
 
 
 

masa depannya dibandingkan dengan mereka yang berasal dari

keluarga dengan status sosial ekonomi rendah.

f. Sosial budaya

Sosial budaya termasuk di dalamnya pandangan keagamaan,

kelompok etnis dapat mempengaruhi proses konseling, khususnya

dalam penyerapan nilai-nilai sosial keagamaan untuk memperkuat

superegonya. Ketidakcocokan sosial budaya dapat berakibat

resistensi pada seseorang, menghambat proses dan hasil konseling.

3. Faktor-faktor yang berhubungan dengan kepribadian konseli

a. Motivasi konseli

Motivasi konseli datang atau berpartisipasi dalam konseling sangat

berpengaruh terhadap hasil konseling. Konseli yang datang karena

hasil rujukan akan berbeda hasilnya dibandingkan dengan yang

datang atas kehendaknya sendiri.

b. Harapan

Harapan terhadap proses konseling sangat mempengaruhi hasil

konseling. Klien yang berpartisipasi dan memiliki harapan bahwa

konseling yang diikuti dapat menyelesaikan masalahnya akan lebih

berhasil dibandingkan dengan klien yang tidak memiliki harapan

terhadap proses konseling.

c. Kekuatan ego dan kepribadian

Kekuatan ego, menyangkut cara penanganan terhadap masalah

kecemasan menghadapi resiko, kemampuan mengatasi masalah

13 
 
 
 

merupakan faktor kepribadian yang mendukung keberhasilan

konseling. Karena konseling tidak dapat memaksakan suatu

keputusan, maka kemampuan konseli (ego strength) sangat

berpengaruh terhadap keberhasilan konseling.

4. Faktor-faktor yang berhubungan dengan kehidupan terakhir

a. Komunikasi Dalam Keluarga

Komunikasi dalam keluarga sebagai salah satu dunia kehidupan

individu pada dasarnya juga mempengaruhi keberhasilan konseling.

b. Kehidupan sosial

Kehidupan sosial, termasuk hubungan sosial menyangkut interaksi

dengan sebayanya, luas tidaknya kelompok sebayanya, siapa saja

yang menjadi sumber pergaulan individu juga mempengaruhi

konseling. Konseli yang hidup di lingkungan sosial yang memberikan

dorongan akan berbeda dengan klien yang hidup di lingkungan sosial

yang tidak memberikan dorongan (social support). Hasil konseling

banyak dibantu oleh interaksi sosial konseli di luar proses konseling.

5. Faktor-faktor yang berhubungan dengan konselor dan proses konseling

a. Kemampuan konselor

Kemampuan konselor sangat berpengaruh terhadap cara membantu

konselinya dalam mengatasi masalah. Konselor yang memiliki

kemampuan akan dapat menghasilkan konseling yang lebih baik

dibandingkan dengan konselor yang kemampuannya kurang baik.

14 
 
 
 

b. Hubungan konselor dan konseli

Hubungan konselor dan konseli sangat berpengaruh terhadap hasil

konseling. Hubungan konselor-klien dipandang oleh kebanyakan ahli

sebagai syarat mutlak keberhasilan konseling. Jika konselor berhasil

menciptakan hubungan dengan konselinya diharapkan hasilnya akan

lebih baik jika yang terjadi sebaliknya. Hubungan konselor dan

konseli ini termasuk di dalamnya adalah cara komunikasi yang tepat

dan pemberian perhatian kepada konseli.

c. Jenis terapi yang digunakan

Penerapan terapi misalnya kelompok atau individu, atau kombinasi

keduanya. Konseling tersebut menggunakan pendekatan behavioral

atau humanistik, frekuensi pertemuan, jangka waktu yang digunakan,

dan hal-hal lain yang berhubungan dengan teknik konseling akan

mempengaruhi hasilnya.

C. Batasan Masalah

Mengingat banyaknya faktor yang berpengaruh terhadap keberhasilan

konseling, maka dalam penelitian ini peneliti memfokuskan pada faktor yang

berhubungan dengan kepribadian konseli yakni motivasi konseli dan faktor

yang berhubungan dengan kehidupan terakhir yakni komunikasi dalam

keluarga. Kedua variabel tersebut akan dihubungkan dengan keberhasilan

konseling.

15 
 
 
 

D. Rumusan Masalah

Sesuai dengan latar belakang masalah dan pembatasannya, penulis

merumuskan masalah sebagai berikut :

1. Apakah terdapat pengaruh yang signifikan motivasi konseli terhadap

keberhasilan konseling ?

2. Apakah terdapat pengaruh yang signifikan komunikasi dalam keluarga

terhadap keberhasilan konseling ?

3. Apakah terdapat pengaruh yang signifikan motivasi konseli dan

komunikasi dalam keluarga terhadap keberhasilan konseling ?

E. Batasan Istilah

1. Secara Konseptual

Di bawah ini penulis akan mengemukakan batasan-batasan istilah

yang ada hubungannya dengan judul skripsi ini yaitu “Keberhasilan

Konseling Ditinjau dari Motivasi Konseli dan Komunikasi Dalam

Keluarga”.

a. Keberhasilan adalah mendapatkan hasil yang efektif (Depdikbud,

1988:300).

b. Konseling adalah hubungan tatap muka yang bersifat rahasia, penuh

dengan sikap penerimaan dan pemberian kesempatan dari konselor

kepada konseli, konselor mempergunakan pengetahuan dan

keterampilannya untuk membantu kliennya mengatasi masalah-

masalahnya (Yusuf, 2009:8).

16 
 
 
 

c. Ditinjau adalah melihat, menyelidiki, memeriksa (untuk

mempelajari, dsb.) ; menduga (hati, perasaan, pikiran, dsb.)

(Poerwadarminta, 1988:1078).

d. Motivasi adalah suatu energi di dalam pribadi seseorang yang

ditandai dengan timbulnya afeksi dan reaksi untuk mencapai tujuan

(Donald dalam Hamalik, 1992:173).

e. Konseli adalah orang yang hadir ke konselor dan kondisinya dalam

keadaan cemasatau tidak kongruensi (Latipun, 2001:30).

f. Komunikasi adalah proses penyampaian suatu pesan oleh seseorang

kepada orang lain untuk memberitahu atau untuk mengubah sikap,

pendapat atau perilaku, baik secara lisan, maupun tak langsung

melalui media (Djamarah, 2004:13).

g. Keluarga adalah kelompok sosial yang terdiri dari ayah, ibu dan

anak. Hubungan sosial diantara anggota keluarga relatif tetap dan

didasarkan atas ikatan perkawinan, darah atau adopsi. Hubungan

antara anggota keluarga dijiwai oleh suasana kasih sayang dan rasa

tanggung jawab (Suparlan, 1993:76).

2. Secara Operasional

a. Keberhasilan Konseling adalah pencapaian hasil konseling yang

maksimal yang ditandai dengan konseli mampu menerima diri

sendiri, mampu menyesuaikan diri, mampu memecahkan

masalahnya sendiri, dan terjadinya sikap perubahan positif.

17 
 
 
 

b. Motivasi Konseli adalah suatu dorongan yang muncul dalam diri

konseli untuk melakukan proses konseling yang meliputi

kesukarelaan, kesadaran akan adanya masalah, dan kesadaran

membutuhkan bantuan orang lain untuk menyelesaikan masalah

yang dihadapi.

c. Komunikasi Dalam Keluarga adalah penyampaian maksud,

kehendak, ataupun keinginan antara dua orang yakni orang tua dan

anak sehingga masing-masing dapat memahami apa yang

dimaksudkan dan untuk mencapai tujuan dalam membina hubungan

yang harmonis antar anggota, yaitu mencapai kebahagiaan dan

ketenangan dalam keluarga serta intensitas komunikasi yang

mendalam ditandai oleh keterbukaan, empati, dukungan, perasaan

positif, dan perilaku sportif sehingga menimbulkan respon dalam

bentuk perilaku atau tindakan.

F. Alasan Pemilihan Judul

Yang mendasari penulis untuk memilih topik masalah tersebut adalah

sebagai berikut:

1. Alasan Objektif

a. Motivasi konseli merupakan salah satu faktor penting dalam

menentukan keberhasilan konseling tetapi kebanyakan dari mereka

yang datang ke ruang BK untuk menjalani konseling adalah para

siswa yang datang karena anjuran dari pihak lain.

18 
 
 
 

b. Motivasi konseli yang masih kurang dalam menyadari bahwa dia

punya masalah dan membutuhkan bantuan orang lain untuk

menyelesaikannya.

c. Banyak fakta yang mengungkapkan bahwa komunikasi keluarga

yang tidak harmonis/kurang baik dapat berakibat pada perilaku

negatif anak dan hal ini dapat menjadi faktor penentu dari

keberhasilan konseling.

2. Alasan Subyektif

a. Penulis sangat tertarik ingin mengetahui bagaimana pengaruh

motivasi konseli dan komunikasi dalam keluarga terhadap

keberhasilan konseling yang dilatarbelakangi dari pengalaman PPL

peneliti di SMK Gamaliel 1 kota Madiun karena begitu banyak

persoalan siswa yang terjadi di sekolah tersebut terutama yang

berkaitan dengan kurangnya motivasi para siswa dalam mengikuti

proses konseling dan hubungan keluarga yang tercipta antara

konseli dengan wali muridnya masing-masing.

b. Selain itu, penulis tertarik untuk mengangkat masalah ini karena

variabel X2 yakni “Komunikasi Dalam Keluarga” belum ada yang

mengangkat masalah ini dalam penelitian sehingga penulis merasa

tertarik untuk membahasnya.

c. Masalah ini sesuai dengan bidang ilmu yang penulis pelajari selama

ini yaitu Bimbingan dan Konseling.

19 
 
 
 

G. Tujuan Penelitian

Dalam pembahasan tujuan ini penulis kemukakan menjadi dua jenis

tujuan yaitu: tujuan pembahasan dan tujuan penulisan. Tujuan pembahasan

dibagi menjadi tujuan primer dan tujuan sekunder.

1. Tujuan Pembahasan

a. Tujuan Primer

1) Menganalisis ada tidaknya pengaruh yang signifikan motivasi

konseli terhadap keberhasilan konseling.

2) Menganalisis ada tidaknya pengaruh komunikasi dalam keluarga

terhadap keberhasilan konseling.

3) Menganalisis ada tidaknya pengaruh motivasi konseli dan

komunikasi dalam keluarga terhadap keberhasilan konseling.

b. Tujuan Sekunder

1) Untuk mendapatkan gambaran yang lebih jelas tentang

keberhasilan konseling ditinjau dari motivasi konseli dan

komunikasi dalam keluarga. Bila ada pengaruhnya, maka

penelitian ini dapat dijadikan pertimbangan oleh konselor bahwa

motivasi konseli dan komunikasi dalam keluarga ternyata

berpengaruh terhadap keberhasilan konseling serta untuk

memberikan sumbangan positif bagi dunia pendidikan.

2) Hasil penelitian ini diharapkan dapat membantu memberikan

informasi khususnya kepada konselor dalam upaya perbaikan

perilaku yang sekiranya belum sesuai terkait dengan sikap yang

20 
 
 
 

ditampilkan pada konseli yang dapat berdampak pada persepsi,

minat, serta motivasi siswa dalam memanfaatkan layanan

konseling. Selain itu, penelitian ini juga dapat dijadikan

masukan bagi para wali murid atau orang tua siswa terutama

dalam membina komunikasi keluarga dengan para putra dan

putrinya sehingga harapannya kedepan nanti keberhasilan proses

konseling dapat diwujudkan dalam setiap proses konseling.

2. Tujuan Penulisan

Penulisan skripsi ini disusun untuk memenuhi salah satu

persyaratan yang harus ditempuh dan dipenuhi oleh mahasiswa untuk

mencapai gelar Sarjana Strata Satu (S1) Kependidikan Program Studi

Bimbingan dan Konseling, Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan,

Universitas Katolik Widya Mandala Madiun.

H. Manfaat Penelitian

1. Manfaat Secara Teoritis

Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan sumbangan bagi

pengembangan ilmu pendidikan, khususnya masalah yang berkaitan

dengan keberhasilan proses konseling.

2. Manfaat Secara Praktis

a. Bagi Orang Tua dan Keluarga Konseli

Hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi sumber informasi dan

masukan bagi pihak orang tua dan keluarga konseli terutama dalam hal

21 
 
 
 

membina komunikasi keluarga yang baik antar anggota keluarga

terlebih konseli.

b. Bagi Konseli

Hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi sumber informasi dan

masukan bagi konseli tentang pentingnya memiliki motivasi dalam

melakukan konseling.

c. Bagi Peneliti Lain

Hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi masukan atau sumber

referensi untuk mengadakan penelitian yang lebih lanjut.

d. Bagi Penulis

Hasil penelitian ini diharapkan dapat menambah pengetahuan,

pengalaman dan masukan bagi penulis sehingga dapat melaksanakan

kegiatan konseling secara lebih baik lagi.

22 
 
 
 

BAB II

LANDASAN TEORI

A. Keberhasilan Konseling

1. Konseling

a. Pengertian Konseling

Dalam serangkaian kegiatan bimbingan dan konseling, layanan

konseling memegang peranan yang amat penting dalam pengentasan

permasalahan peserta didik. Maka tak heran jika beberapa ahli

menyebut layanan ini sebagai jantung hatinya bimbingan dan

konseling, bahkan menyebutnya teknik inti atau teknik kunci. Hal ini

dikarenakan, konseling dapat memberikan perubahan sikap bagi

konseli (peserta didik yang memiliki masalah). Untuk itu banyak ahli

berusaha mendefinisikan pengertian konseling.

Menurut Jones (dalam Sukardi, 1972:12) konseling adalah

suatu proses membantu individu untuk memecahkan masalah-

masalahnya dengan cara interview. Sedangkan Winkel (2005:34),

berpendapat bahwa konseling merupakan serangkaian kegiatan paling

pokok dari bimbingan dalam usaha membantu konseli / klien secara

tatap muka langsung dengan tujuan agar klien dapat mengambil

tanggung jawab sendiri terhadap bebagai persoalan atau masalah

khusus maka masalah yang dihadapi oleh klien dapat teratasi

semuanya. Hal senada diungkapkan oleh Prayitno (2004:105)

23 
 
 
 

konseling sebagai proses pemberian bantuan yang dilakukan melalui

wawancara konseling oleh seorang ahli (disebut konselor) kepada

individu yang sedang mengalami sesuatu masalah (disebut konseli)

yang bermuara pada teratasinya masalah yang dihadapi konseli.

Sedangkan menurut Tolbert (dalam Prayitno, 2004:101)

konseling adalah hubungan pribadi yang dilakukan secara tatap muka

antara dua orang dalam mana konselor melalui hubungan itu dengan

kemampuan-kemampuan khusus yang dimilikinya, menyediakan

situasi belajar. Dalam hal ini konseli dibantu untuk memahami diri

sendiri, keadaannya sekarang, dan kemungkinan keadaannya masa

depan yang dapat ia ciptakan dengan menggunakan potensi yang

dimilikinya, demi untuk kesejahteraan pribadi maupun masyarakat.

Lebih lanjut konseli dapat belajar bagaimana memecahkan masalah-

masalah dan menemukan kebutuhan-kebutuhan yang akan datang.

Dari beberapa pengertian di atas dapat disimpilkan bahwa

konseling merupakan serangkaian kegiatan yang dilakukan secara

tatap muka antara konselor dan konseli dengan melakukan interview/

wawancara guna membicarakan masalah yang sedang dialami konseli

serta secara bersama-sama mencari jalan keluar atas masalah yang

sedang dibicarakannya.

b. Tujuan Konseling

Mappiare (1992:46) merumuskan tujuan pemberian layanan

konseling sebagai berikut:

24 
 
 
 

1) Kesehatan Mental Positif

Jika mental sehat dicapai maka individu memiliki

integrasi, penyesuaian, dan identifikasi positif terhadap orang

lain. Di sini individu belajar menerima tanggung jawab, menjadi

mandiri, dan mencapai integrasi tingkah laku.

2) Keefektifan Pribadi

Keefektifan pribadi lebih cenderung menunjuk pada

kemampuan pribadi untuk menyelaraskan diri dengan cita-cita,

memanfaatkan waktu dan tenaga dan bersedia mengambil

tanggung jawab ekonomi, psikologi, dan fisik.

3) Pembuatan Keputusan

Konselor tidaklah menetapkan keputusan-keputusan yang

akan dibuat konseli, ataupun memilihkan cara alternatif bagi

tindakan konseli. Konseli harus tahu mengapa dan bagaimana ia

membuat keputusan, ia belajar memperkirakan konsekuensi-

konsekuensi yang mungkin timbul berkenaan dengan

pengorbanan pribadi, waktu, tenaga, uang, dan resiko-resiko

lainnya.

4) Perubahan Tingkah Laku

Para pakar konseling ada yang memadukan antara tujuan-

tujuan berkenaan dengan perubahan struktur pribadi sampai pada

perubahan perilaku yang tampak.

25 
 
 
 

Menurut Surya (2003:9) konseling dikatakan berhasil jika

tujuan konseling tercapai yaitu mampu membantu konseli:

1) Memperoleh pemahaman yang lebih baik terhadap dirinya.

2) Mengarahkan dirinya sesuai dengan potensi yang dimilikinya ke

arah tingkat perkembangan yang optimal.

3) Mampu memecahkan sendiri masalah yang dihadapinya.

4) Mempunyai wawasan yang realistis serta penerimaan yang

objektif tentang dirinya.

5) Memperoleh kebahagiaan dalam hidupnya dan dapat

menyesuaikan diri secara lebih efektif baik terhadap dirinya

sendiri maupun terhadap lingkungan.

6) Mencapai taraf aktualisasi diri sesuai dengan potensi yang

dimilikinya.

7) Terhindar dari gejala-gejala kecemasan dan salah suai

(maladjusment)

c. Keefektifan Konseling

Menurut Surya (2003:12) keefektifan konseling dipengaruhi

oleh beberapa faktor yang saling berkaitan satu sama lainnya.

Beberapa faktor tersebut antara lain:

1) Durasi (rentang waktu), hakekat, dan kualitas gangguan psikologis.

2) Motivasi orang dan kualitas dukungan lingkungan.

3) Derajat kesehatan yang dimiliki seseorang sebelum menyampaikan

masalah.

26 
 
 
 

4) Derajat kesehatan mental seseorang pada saat dimulainya

konseling.

5) Keterampilan umum konselor, dan keterampilan khusus konselor

berkenaan dengan masalah tertentu.

6) Motivasi konselor dan suasana yang mampu dikreasikan oleh

konselor.

d. Kondisi Hubungan Konseling

1) Ciri Khas Hubungan Konseling

Menurut Winkel (2005:85) hubungan konseling dapat terjadi jika

adanya komunikasi antara konselor dengan konseli yang ditandai

dengan ciri-ciri sebagai berikut:

a) Ada suatu masalah yang menjadi pusat pembicaraan, oleh

karena itu hubungan antara konselor dan konseli tidak

bersifat rekreatif, tetapi bersifat profesional.

b) Konseli merasa membutuhkan bantuan dalam menghadapi/

mengatasi masalahnya, maka ia menganggap konselor yang

diharapkan akan dapat memberikan bantuan itu. Justru pada

saat konseli remaja merasa bingung, merasa tidak berdaya,

merasa belum dapat mengambil keputusan, merasa

terombang-ambing, dan lain sebagainya. Sehingga konseli

tersebut akan menyadari bahwa ia membutuhkan bantuan

orang lain.

27 
 
 
 

c) Terdapat hubungan pribadi antara konselor dengan konseli,

hubungan pribadi itu harus dibangun/diciptakan dan dibina

baik selama wawancara. Konseli menaruh kepercayaan pada

konselor sehingga rela membuka diri, konselor menghargai

kepribadian konseli.

d) Konselor tidak mengambil oper pertanggungjawaban dan

tidak mengambil suatu keputusan bagi siswa-siswi, murid

sendirilah yang memikul tanggung jawab atas sikap yang

diambilnya atau tindakan yang direncanakannya. Namun jika

ternyata konseli belum dapat atau belum berani memutuskan

sendiri boleh saja konselor mengambil oper tanggungjawab

dengan memberi nasihat yang disertai dorongan untuk

melaksanakannya, malahan kadang-kadang suatu perintah

dapat dibenarkan. Tetapi perlu diingat dalam hal ini konselor

hanya bertindak sementara sampai konseli lebih mampu

“berdiri di atas kaki sendiri”.

2) Syarat-Syarat Pada Pihak Konselor

Menurut Winkel (2005:86) ada beberapa syarat yang

harus dimiliki konselor untuk menciptakan kondisi hubungan

konseling yang efektif, yaitu :

a) Tiga sikap pokok, yaitu sikap menerima (acceptance), sikap

ingin memahami (understanding), sikap bertindak dan

berkata secara jujur (sincerity).

28 
 
 
 

b) Kepekaan terhadap apa yang terdapat “di belakang” kata-kata

konseli terhadap macam-macam perasaan yang dialami oleh

konseli, tetapi sering kali tidak dapat diungkapkan dalam

kata-kata.

c) Kemampuan dalam cara berkomunikasi yang tepat (rapport).

d) Meskipun seorang konselor di sekolah juga berfungsi sebagai

pendidik, tetapi janganlah konselor itu bertindak/berlagak

“dominan” atau main peranan sebagai seorang ayah/ibu yang

membuat murid-muridnya terlalu menggantungkan diri

padanya.

e) Memiliki kesehatan jasmani dan mental yang layak.

f) Menaati Kode Etika Jabatan yang meliputi hal-hal seperti

sikap, ketrampilan, syarat pendidikan, penggunaan informasi

yang diperoleh dari konseli, penggunaan testing, hak

kewajiban anggota profesi BK.

3) Syarat-Syarat Pada Pihak Konseli

Menurut Winkel (2005:87), selain dari pihak konselor,

konseli juga dituntut untuk memiliki beberapa syarat dalam

mengikuti proses konseling, yaitu :

a) Motivasi yang mengandung keinsyafan akan adanya suatu

masalah, kesediaan untuk membicarakan masalah itu dengan

konselor, dan keinginan untuk mencari penyelesaian dari

masalah itu. Bilamana konseli datang ke ruang BK atas

29 
 
 
 

kehendaknya sendiri, boleh diandaikan bahwa siswa tersebut

sudah memiliki motif yang cukup kuat. Bilaman siswa

dipanggil oleh konselor, maka konselor terlebih dahulu harus

menjelaskan alasan mengapa dipanggil dan menerangkan apa

yang menjadi masalahnya. Wawancara baru dilanjutkan,

kalau siswa menunjukkan kesediaannya dan ingin

mendapatkan bantuan dari konselor. Kalau siswa tidak

bersedia untuk bicara lebih lanjut, maka “memaksakan”

konseling kepadanya tidak akan membawa hasil.

b) Keberanian untuk mengekspresikan diri, kemampuan untuk

membahasakan persoalan, untuk mengungkapkan perasaan,

dan untuk memberikan informasi/data yang diperlukan.

Dalam hal-hal ini terdapat perbedaan-perbedaan yang agak

menyolok, sehingga wawancara kadang-kadang menjadi

sukar dan konselor harus menunjukkan kesabaran yang besar.

c) Keinsyafan akan tanggung jawab yang dipikul sendiri dan

akan keharusan untuk berusaha sendiri. siswa yang

menganggap konselor sebagai dukun atau sebagai ahli nujum

itu belum mempunyai sikap yang tepat. Namun, mengingat

masyarakat kita masih suka berpegang pada macam-macam

“kepercayaan”, konselor harus menunjukkan kesabaran yang

besar dan menuntun siswa ke arah sikap yang tepat.

30 
 
 
 

Rogers (dalam Latipun, 2001:41) menyebutkan tiga

kondisi konseling agar konseli dapat berkembang selama

hubungan konseling, yaitu:

a) Kongruensi

Kongruensi (congruence) dalam hubungan konseling dapat

dimaknakan sebagai “menunjukkan diri sendiri” dan memiliki

kesamaan istilah dengan kejujuran, keterbukaan, kejelasan.

Kongruensi konselor ini dapat menimbulkan kepercayaan

konseli kepadanya. Konselor dalam kondisi kongruensi

selama hubungan konseling diharapkan dapat menimbulkan

kongruensi pada konseli, artinya konseli tidak lagi

menunjukkan sikap yang bersembunyi, bersandiwara, basa-

basi dan pemalsuan. Sikap-sikap ini bukannya hanya

menghambat hubungan konseling tetapi dapat menggagalkan

tujuan konseling.

b) Penghargaan Positif Tanpa Syarat

Penghargaan positif (positif regard) merupakan pengalaman

konselor yang hangat, positif menerima konseli, konselor

menyukai konseli sebagai pribadi dan respek kepada konseli

sebagai individu tanpa harus mengharapkan memperoleh

pujian dari konselinya. Penghargaan yang diberikan konselor

hanya semata-mata memandang konseli sebagai manusia

dengan segenap kelebihan dan kekurangannya sebagaimana

31 
 
 
 

orang lain. Prinsipnya, konselor dapat menerima konseli apa

adanya.

c) Memahami secara empati

Memahami secara empati (empathetic understanding)

merupakan kemampuan seseorang untuk memahami cara

pandang perasaan orang lain. Memahami secara empati bukan

memahami orang lain secara obyektif, tetapi sebaliknya

berusaha memahami pikiran dan perasaan orang lain tersebut,

berpikir dan merasakan atau melihat dirinya sendiri.

memahami konseli berdasarkan kerangka persepsi dan

perasaan konseli sendiri oleh Rogers disebut internal frame of

reference, artinya menggunakan kerangka pemikiran internal.

e) Kesiapan Untuk Konseling

Menurut Surya (2003:138), kesiapan atau motivasi merupakan

suatu kondisi yang harus dipenuhi sebelum konseli membuat

hubungan konseling. Kesiapan konseli untuk konseling ini ditentukan

oleh berbagai faktor yaitu:

1) Motivasi untuk memperoleh bantuan

2) Pengetahuan konseli tentang konseling

3) Kecakapan intelektual

4) Tingkat tilikan terhadap masalah dan dirinya sendiri

5) Harapan-harapan terhadap peranan konselor

6) Sistem pertahanan dirinya.

32 
 
 
 

Beberapa hambatan yang sering dijumpai dalam mencapai

kesiapan konseling adalah:

1) Penolakan secara kultural terhadap hal-hal di atas

2) Situasi fisik dalam konseling

3) Pengalaman pertama dalam konseling yang tidak menyengkan

4) Kurangnya pengertian terhadap konseling

5) Kurang dapat melakukan pendekatan

6) Dalam lembaga, kurang terdapat iklim penerimaan terhadap

konseling.

2. Keberhasilan Konseling

a. Pengertian Keberhasilan Konseling

Keberhasilan konseling merupakan dambaan konselor dan

konseli ketika melaksanakan proses konseling. Meski terkadang

harapan tersebut jauh berbeda dengan kenyataan yang ada. Menurut

Partowisastro (1982:97), keberhasilan layanan bimbingan dan

konseling kepada siswa dapat dilihat dari perubahan tingkah laku atau

sikap siswa yang telah mendapatkan pelayanan. Menurut Prayitno

(2004:112), keberhasilan konseling dapat dilihat bahwa konseli

mampu mengatasi permasalahan yang dihadapi. Dan menurut Latipun

(2001:35), bahwa pelayanan bimbingan dan konseling telah berhasil

dapat dilihat dari dalam diri konseli mengalami perubahan tingkah

laku yang positif dan dapat mengaktualisasikan potensi-potensi yang

ada pada dirinya.

33 
 
 
 

Berdasarkan uraian di atas, dapat disimpulkan bahwa kriteria

keberhasilan konseling dapat dilihat dari perubahan konseli setelah

mengikuti proses konseling tersebut. Hal ini dikarenakan adanya kerja

sama antara konselor dan konseli. kerja sama ini dapat dibangun

ketika adanya kesukarelaan konseli datang pada konselor dan

keterbukaan konseli dalam mengungkapkan permasalahan yang

dialaminya, sehingga secara otomatis konselor dapat memberikan

bimbingan dan arahan terhadap masalah yang dialami konseli.

b. Faktor-Faktor Keberhasilan Konseling

Untuk memperoleh hasil yang maksimal, proses konseling

memerlukan kondisi atau iklim yang memungkinkan konseli dapat

berkembang dan harus diciptakan konselor sepanjang proses

konseling. Konseng (1996:49) mengatakan bahwa keberhasilan

konseling sekurang-kurangnya ditentukan oleh hal-hal berikut:

1) Penelitian Diri

Proses konseling hendaknya berisi tanggapan-tanggapan yang

mampu meningkatkan proses belajar konseli memahami diri dan

lingkungan, mengembangkan potensi-potensi dan mengubah

perilaku. Dengan demikian, proses konseling mencakup usaha-

usaha penelitian diri seperti kebutuhan, cita-cita dan tujuan hidup,

pandangan-pandangan, sikap, perilaku dan potensi, serta

tindakan-tindakan konkrit untuk perubahan perilaku.

34 
 
 
 

2) Kemampuan Konselor

Beberapa kemampuan yang wajib dimiliki konselor ialah empati,

respek, otentik, konkret, terbuka, konfrontasi, dan imediasi.

Sedangkan keterampilan yang dituntut adalah keterampilan dalam

hal menempatkan dan menampilakan diri secara penuh ketika

menerima dan berhadapan dengan konseli, keterampilan

mendengarkan dan menangkap arti dari bahasa yang

dikemukakan konseli baik secara verbal maupun non verbal, peka

dalam menangkap dan mengartikan perasaan-perasaan, serta

terampil dalam cara-cara memberikan tanggapan terhadap reaksi

konseli.

3) Kerjasama Konselor-Konseli

Kerja sama antara konselor-konseli sangat dibutuhkan, karena

kerja sama itulah yang memungkinkan keduanya bisa menyusun

cara-cara yang tepat bagi perbaikan perilaku konseli agar ia bisa

keluar dari masalah yang diderita, bahkan bagi perkembangan

seluruh kepribadiannya. Kerjasama dari pihak konseli terwujud

dalam keterlibatannya secara penuh dalam seluruh proses

konseling yang nampak dalam memberikan umpan balik atas

pertanyaan-pertanyaan konselor, keterlibatannya dalam proses

belajar dan kemauannya melaksanakan tindakan-tindakan

perbaikan perilaku yang telah ditetapkan.

35 
 
 
 

Latipun (2001:196) mengungkapkan bahwa faktor-faktor yang

berpengaruh terhadap keberhasilan konseling diklasifikasikan menjadi

lima faktor, yakni:

1) Faktor-faktor yang berhubungan dengan gangguan

a) Jenis kesakitan, gangguan atau masalah

Jenis kesakitan, gangguan, atau masalah merupakan faktor

yang sangat berpengaruh terhadap hasil konseling. Dalam

konseling kelompok kesamaan kesakitan, gangguan atau

masalah yang dihadapi klien berpengaruh terhadap proses

dan hasil konseling.

b) Berat ringan suatu kesakitan, gangguan atau masalah

Masalah yang berat membutuhkan waktu konseling yang

lebih banyak dibandingkan dengan masalah yang ringan.

Suatu strategi konseling hanya cocok untuk tingkatan

gangguan tertentu. Demikian juga kompleksitas masalah

yang dihadapi klien juga akan mempengaruhi hasilnya.

Sebagian dari klien memiliki satu macam gangguan dan yang

lainnya kemungkinan memiliki lebih dari satu macam

gangguan.

c) Terapi sebelumnya

Klien yang sudah mendapatkan terapi (konseling)

mempengaruhi keberhasilan konseling berikutnya. Jika klien

sudah mendapatkan terapi kemungkinan permasalahannya

36 
 
 
 

menjadi lebih ringan. Persepsi negatif terhadap terapi

sebelumnya dapat menimbulkan sikap negatif terhadap

penyelenggaraan konseling berikutnya.

2) Faktor-Faktor Yang Berhubungan Dengan Karakteristik Subjek

a) Usia Konseli

Usia dapat mempengaruhi hasil konseling. Konseli yang

berusia dewasa dimungkinkan lebih sulit dilakukan

modifikasi persepsi dan tingkah lakunya dibandingkan

dengan konseli yang berusia belasan tahun, karena

berhubungan dengan fleksibelitas kepribadiannya. Artinya

remaja lebih fleksibel dalam mengubah sikap dan tingkah

lakunya dibandingkan dengan orang yang sudah dewasa.

b) Jenis Kelamin

Jenis kelamin, terutama berkaitan dengan perilaku model,

bahwa individu melakukan modeling sesuai dengan jenis

seksnya. Dalam proses konseling, faktor modeling ini sangat

penting dalam upaya pembentukan tingkah laku baru.

c) Tingkat Pendidikan

Pendidikan seseorang mempengaruhi cara pandangnya

terhadap diri dan lingkungannya. Karena itu akan berbeda

sikap konseli yang berpendidikan tinggi dibandingkan yang

berpendidikan rendah dalam menyikapi proses dan

berinteraksi salama proses konseling berlangsung.

37 
 
 
 

d) Inteligensi

Inteligensi pada prinsipnya mempengaruhi kemampuan

penyesuaian diri dan cara-cara pengambilan keputusan. Klien

yang berinteligensi tinggi akan banyak berpartisipasi, proses

konseling lebih cepat dan tepat dalam pembuatan keputusan.

e) Status Sosial Ekonomi

Status sosial ekonomi berpengaruh terhadap tingkah lakunya.

Individu yang berasal dari keluarga yang status sosial

ekonominya baik dimungkinkan lebih memiliki sikap positif

memandang diri dan masa depannya dibandingkan dengan

mereka yang berasal dari keluarga dengan status sosial

ekonomi rendah.

f) Sosial Budaya

Sosial budaya termasuk di dalamnya pandangan keagamaan,

kelompok etnis dapat mempengaruhi proses konseling,

khususnya dalam penyerapan nilai-nilai sosial keagamaan

untuk memperkuat superegonya. Ketidakcocokan sosial

budaya dapat berakibat resistensi pada seseorang dan

menghambat proses dan hasil konseling.

3) Faktor-Faktor Yang Berhubungan Dengan Kepribadian Konseli

a) Motivasi Konseli

Motivasi konseli datang atau berpartisipasi dalam konseling

sangat berpengaruh terhadap hasil konseling. Konseli yang

38 
 
 
 

datang karena hasil rujukan akan berbeda hasilnya

dibandingkan dengan yang datang atas kehendaknya sendiri.

b) Harapan

Harapan terhadap proses konseling sangat mempengaruhi

hasil konseling. Konseli yang berpartisipasi dan memiliki

harapan bahwa konseling yang diikuti dapat menyelesaikan

masalahnya akan lebih berhasil dibandingkan dengan konseli

yang tidak memiliki harapan terhadap proses konseling.

c) Kekuatan Ego dan Kepribadian

Kekuatan ego, menyangkut cara penanganan terhadap

masalah kecemasan menghadapi resiko, kemampuan

mengatasi masalah merupakan faktor kepribadian yang

mendukung keberhasilan konseling. Karena konseling tidak

dapat memaksakan suatu keputusan, maka kemampuan

konseli sangat berpengaruh terhadap keberhasilan konseling.

4) Faktor-Faktor Yang Berhubungan Dengan Kehidupan Terakhir

a) Komunikasi Dalam Keluarga

Komunikasi dalam keluarga sebagai salah satu dunia

kehidupan individu pada dasarnya juga mempengaruhi

keberhasilan konseling.

b) Kehidupan Sosial

Kehidupan sosial, termasuk hubungan sosial menyangkut

interaksi dengan sebayanya, luas tidaknya kelompok

39 
 
 
 

sebayanya, siapa saja yang menjadi sumber pergaulan

individu juga mempengaruhi konseling. Konseli yang hidup

di lingkungan sosial yang memberikan dorongan akan

berbeda dengan konseli yang hidup di lingkungan sosial yang

tidak memberikan dorongan (social support). Hasil konseling

banyak dibantu oleh interaksi sosial konseli di luar proses

konseling.

5) Faktor-Faktor Yang Berhubungan Dengan Konselor Dan Proses

Konseling

a) Kemampuan Konselor

Kemampuan konselor sangat berpengaruh terhadap cara

membantu konselinya dalam mengatasi masalah. Konselor

yang memiliki kemampuan akan dapat menghasilkan

konseling yang lebih baik dibandingkan dengan konselor

yang kemampuannya kurang baik.

b) Hubungan Konselor dan Konseli

Hubungan konselor dan konseli sangat berpengaruh terhadap

hasil konseling. Hubungan konselor dan konseli dipandang

oleh kebanyakan ahli sebagai syarat mutlak keberhasilan

konseling. Jika konselor berhasil menciptakan hubungan

dengan konselinya diharapkan hasilnya akan lebih baik jika

yang terjadi sebaliknya. Hubungan konselor dan konseli ini

40 
 
 
 

termasuk di dalamnya adalah cara komunikasi yang tepat dan

pemberian perhatian kepada konseli.

c) Jenis Terapi Yang Digunakan

Penerapan terapi misalnya kelompok atau individu, atau

kombinasi keduanya. Konseling tersebut menggunakan

pendekatan behavioral atau humanistik, frekuensi pertemuan,

jangka waktu yang digunakan, dan hal-hal lain yang

berhubungan dengan teknik konseling akan mempengaruhi

hasilnya.

c. Kriteria Keberhasilan Konseling

Menurut Partowisastro (1982:97), diharapkan setelah

menerima konseling maka siswa dapat :

1) Menerima Diri Sendiri

Individu mampu menerima kekurangan dan kelebihan pada

dirinya sehingga mampu mengembangkan potensinya dengan

baik. Selain itu individu tersebut memiliki kepercayaan diri yang

baik karena sudah mengenal kemampuan yang ada pada dirinya.

2) Menyesuaikan Diri

Individu tersebut dapat beradaptasi secara baik dengan

lingkungan di mana individu tersebut bertempat tinggal. Mampu

bergaul dan menunjukkan sikap simpati dengan orang yang baru

dia kenal.

41 
 
 
 

3) Memahami dan Memecahkan Masalahnya Sendiri

Individu mampu menemukan jalan keluar yang terbaik bagi

pemecahan masalahnya dengan segera.

4) Mengambil Keputusan

Individu mampu mengambil keputusan dengan pikiran jernih

tanpa ada paksaan serta merasa yakin akan keputusannya tersebut.

Selain itu individu mampu menerima resiko dari keputusan yang

telah diambilnya.

Hal senada diungkapkan oleh Hanadi (dalam Denny, 2013:28)

bahwa kriteria keberhasilan konseling dapat dilihat dari proses dan

kegiatan layanan yang diberikan kepada klien oleh konseor yang inti

permasalahannya itu telah terungkap. Dan dari permasalahan tersebut

klien sudah memiliki alternatif untuk memecahkan masalah yang

dialaminya, selain itu konselor juga telah memberikan beberapa

alternatif agar klien dapat memilih untuk mengambil keputusan pada

saat proses konseling berlangsung, setelah klien bisa memutuskan

keputusan secara mandiri dengan baik seperti dalam asas kemandirian

yakni klien harus secara mandiri dalam mengambil keputusan terkait

dengan masalah yang dialaminya dan tidak harus tergantung pada

konselor. Ciri-ciri dari kemandirian seorang konseli Hanadi (dalam

Denny, 2013:29) :

1) Mampu mengenal diri sendiri (kelemahan dan kelebihan)

2) Memahami diri sendiri

42 
 
 
 

3) Mampu menerima diri sendiri

4) Menggunakan atau memanfaatkan/mendayagunakan

Keberhasilan konseling tidak lepas dari adanya kegiatan

pendukung dan layanan yang diberikan oleh konselor sekolah, selain

itu adanya kerja sama antar personil (konselor dan konseli) yang

saling mendukung dalam proses pelaksanaan kegiatan layanan

konseling tersebut. Dalam proses pemberian bimbingan, tugas pokok

dan fungsi layanan konseling sangat menunjang dalam pengentasan

masalah yang dihadapi klien dari konselor.

Selain itu, Bramer (dalam Willis, 2004:53) mengemukakan

beberapa indikator keberhasilan proses konseling yakni sebagai

berikut :

1) Menurunnya kecemasan konseli.

2) Adanya perubahan perilaku ke arah yang lebih positif, sehat, dan

dinamik.

3) Adanya rencana hidup masa yang akan datang dengan program

yang jelas.

4) Terjadinya perubahan sikap positif.

5) Harus ada perjanjian kepada rencana yang akan dilaksanakan.

Dari keseluruhan indikator yang telah penulis paparkan di atas,

penulis berusaha membatasi penelitian pada empat indikator yang

dikemukakan oleh Partowisastro (1982:97) yakni : memerima diri

43 
 
 
 

sendiri, menyesuaikan diri, memahami dan memecahkan masalahnya

sendiri, serta mengambil keputusan.

d. Unsur-Unsur Pokok Yang Menunjang Kelancaran Konseling

Menurut Surya (2003:127), kelancaran konseling ditunjang

oleh beberapa unsur tertentu yang dibedakan kondisi eksternal dan

kondisi internal. Kedua kondisi ini hendaknya diperhatikan agar

tercapai keberhasilan konseling :

1) Kondisi-Kondisi Ekstenal

a) Penataan Fisik

Ruangan atau kantor konselor diusahakan mengenakkan dan

menarik. Bila ruang atau kantor konseling bisa mengesankan

dan mendatangkan rasa indah, ekspresi dan pengungkapan isi

hati akan menjadi lancar. Sarana-sarana penunjang konseling

direncanakan dan diatur untuk mendatangkan rasa senang dan

santai.

b) Privacy

Suatu hal yang penting dan berkaitan dengan pengaturan fisik

adalah keleluasaan pribadi. Individu-individu menginginkan

dan mempunyai hak yang bersifat pribadi, seperti rahasia

dirinya untuk tidak didengar atau dilihat oleh teman atau

kelompok sebayanya, para guru dan orang lain sewaktu

mereka memasuki hubungan konseling.

2) Kondisi-kondisi internal

44 
 
 
 

a) Rapport

Rapport dilukiskan sebagai keadaan hubungan yang

menenangkan antara konselor dan konseli. Rapport itu dapat

dicapai dan ditimbulkan melalui minat dan kepekaan serta

keterlibatan emosional.

b) Empati (emphaty)

Jika seorang konselor memasuki internal frame of reference

konseli, menerima “dunia” konseli dan bagaimana konseli

“menerima dirinya”, dikatakan bahwa konselor itu telah

mengadakan emphaty kepada konseli.

c) Kesungguhan (Genuineness)

Pengalaman dan hasil penelitian menunjukkan pentingnya

genuineness dalam hubungan konseling. Rogers melukiskan

kondisi ini sebagai: genuineness berarti bahwa konselor

menjadi dirinya sendiri, tidak menyatakan ingkar terhadap

kenyataan dirinya.

d) Perhatian (Attentiveness)

Perhatian membutuhkan keterampilan mengamati dan

mendengarkan, dengan itu konselor mengetahui dan mengerti

inti, isi, dan apa yang dirasakan oleh konseli. informasi-

informasi yang terkumpul dapat digunakan dalam hubungan

yang membantu, sewaktu konseli menyadari bahwa dia

diterima dalam hubungan konseling.

45 
 
 
 

B. Motivasi Konseli

1. Motivasi

a. Pengertian Motivasi

Setiap individu pada dasarnya didorong oleh suatu kekuatan,

baik yang timbul dari dalam diri individu maupun dari luar.

Pengertian motivasi lebih cenderung menunjuk pada proses secara

keseluruhan termasuk situasi yang mendorong seseorang dalam

bertindak atau dapat diartikan sebagai dorongan dasar yang

menggerakkan seseorang untuk bertingkah laku. Dorongan ini muncul

pada diri seseorang yang akhirnya mampu bergerak untuk melakukan

sesuatu yang sesuai dengan dorongan dalam dirinya. Oleh karena itu

perbuatan seseorang yang berdasarkan atas motivasi tertentu

mengandung makna sesuai dengan motivasi yang mendasarinya.

Menurut Gray (dalam Winardi, 2002) motivasi merupakan

sejumlah proses yang bersifat internal atau eksternal bagi seseorang

individu yang menyebabkan timbulnya sikap antusiasme dan

persisitensi, dalam hal ini melaksanakan kegiatan-kegiatan tertentu.

Definisi yang lain dikemukakan oleh Wotittaker (dalam Winkel,

1984:193), ia mengatakan bahwa motivasi adalah kondisi-kondisi atau

keadaan yang mengaktifkan atau memberikan dorongan kepada

mahluk-mahluk untuk bertingkah laku mencapai tujuan yang

ditimbulkan oleh motif tersebut. Motivasi merupakan proses untuk

mencoba mempengaruhi seseorang agar melakukan sesuatu yang kita

46 
 
 
 

inginkan sesuai juga dengan pandangan bahwa motivasi adalah

keadaan yang mendorong keinginan individu untuk melakukan

kegiatan-kegiatan tertentu guna mencapai tujuan (Widjaja, 1995:20).

Menurut Surya (2003:106) motivasi dapat diartikan sebagai

suatu dorongan untuk mewujudkan perilaku tertentu yang terarah

kepada suatu tujuan tertentu. Menurut Good dan Braphy (dalam

Winataputra, 1996:102) dikatakan bahwa motivasi merupakan suatu

energi penggerak, pengarah dan memperkuat tingkah laku. Menurut

Hamalik (1992:173) bahwa motivasi adalah semua gejala yang

terkandung dalam stimulasi tindakan kearah tujuan tertentu dimana

sebelumnya tidak ada gerakan menuju ke arah tujuan tersebut.

Menurut Donald (dalam Hamalik, 1992:173) Dikatakan bahwa

motivasi adalah suatu energi di dalam pribadi seseorang yang ditandai

dengan timbulnya afeksi dan reaksi untuk mencapai tujuan. Lebih

lanjut Donal menjelaskan bahwa motivasi ini mengandung 3 unsur

yang saling berkaitan, yaitu :

1) Motivasi ini yang mengawali terjadinya perubahan energi di

dalam setiap diri manusia. Perkembangan motivasi akan

membawa beberapa perubahan energi yang ada pada organisme

manusia (walaupun motivasi itu muncul dari dalam diri manusia)

penampakannya akan menyangkut kegiatan fisik manusia.

2) Motivasi ditandai dengan munculnya rasa atau feeling afeksi

seseorang. Dalam hal ini motivasi relevan dengan persoalan-

47 
 
 
 

persoalan kejiwaan, afeksi dan emosi yang dapat menentukan

tingkah laku seseorang.

3) Motivasi akan dapat merangsang karena adanya tujuan. Jadi

motivasi dalam hal ini sebenarnya merupakan respon dari suatu

aksi, yakni tujuan. Motivasi memang muncul dari diri seseorang,

tetapi kemunculannya karena terangsang oleh adanya unsur lain,

dalam hal ini akan menyangkut soal kebutuhan.

Berdasarkan pendapat para ahli di atas dapat disimpulakan

bahwa motivasi adalah suatu keadaan dalam diri individu yang

berupa daya penggerak yang menyebabkan perubahan energi atau

suatu dorongan untuk melakukan perbuatan atau untuk mencapai

tujuan. Motivasi dapat menimbulkan perubahan energi dalam diri

seseorang meliputi persoalan kejiwaan, perasaan, dan emosi karena

terdorong adanya kebutuhan untuk mencapai suatau tujuan inilah yang

menimbulkan motivasi seseorang.

b. Teori Motivasi

Menurut Surya (2003:109) teori motivasi dapat dikategorikan

menjadi 3 kelompok, yaitu teori pendekatan isi, proses dan penguatan.

Teori dengan pendekatan isi lebih menekankan pada faktor apa yang

membuat individu melakukan suatu tindakan dengan cara yang

tertentu. Teori pendekatan proses tidak hanya menekankan pada faktor

apa yang membuat individu bertindak dengan cara tertentu, tetapi juga

bagaimana individu termotivasi. Teori pendekatan penguatan lebih

48 
 
 
 

menekankan pada faktor-faktor yang dapat meningkatkan suatu

tindakan yang dilakukan atau yang dapat mengurangi suatu tindakan.

1) Teori Motivasi Abraham Maslow

Teori pendekatan isi lebih banyak menekankan pada

faktor apa yang membuat individu melakukan suatu tindakan

dengan cara tertentu. Yang tergolong kedalam kelompok teori ini

misalnya teori jenjang kebutuhan milik Abraham Maslow.

Maslow mengemukakan “kebutuhan manusia

berdasarkan suatu hirarki kebutuhan dari kebutuhan yang paling

rendah hingga kebutuhan yang paling tinggi.” Kebutuhan pokok

manusia yang diidentifikasi Maslow dalam urutan kadar

pentingnya adalah sebagai berikut :

a) Kebutuhan fisiologis (rasa lapar, rasa haus, dan sebagainya)

b) Kebutuhan rasa aman (merasa aman dan terlindung, jauh

dari bahaya)

c) Kebutuhan akan rasa cinta dan rasa memiliki (berafiliasi

dengan orang lain, diterima, dan memiliki)

d) Kebutuhan akan penghargaan (berprestasi, berkompetensi,

dan mendapatkan dukungan serta pengakuan)

e) Kebutuhan aktualisasi diri (kebutuhan kognitif: mengetahui,

memahami, dan menjelajahi; kebutuhan estetik: keserasian,

keteraturan, dan keindahan; kebutuhan aktualisasi diri:

mendapatkan kepuasan diri dan menyadari potensinya).

49 
 
 
 

2) Teori Motif Berprestasi

Teori pendekatan proses, tidak hanya menekankan pada

faktor apa yang membuat individu bertindak dengan cara tertentu,

tetapi juga bagaimana individu termotivasi. Contoh kelompok dari

teori ini yaitu motif berprestasi (achievement motive) dari David

Mc Clelland.

Konsep dasar teori motif berprestasi menurut Clelland

mengemukakan bahwa, manusia pada hakikatnya mempunyai

kemampuan untuk berprestasi diatas kemampuan orang lain. Teori

ini memiliki sebuah pandangan (asumsi) bahwa kebutuhan untuk

berprestasi itu adalah suatu yang berbeda dan dapat dibedakan dari

kebutuhan-kebutuhan yang lainnya. Ada 3 jenis kebutuhan

manusia menurut Clelland, yaitu kebutuhan untuk berprestasi,

kebutuhan untuk kekuasaan, dan kebutuhan untuk berafiliasi/

bersahabat.

Pada dasarnya pada diri setiap individu terdapat kebutuhan

untuk melakukan perbuatan dalam memperoleh hasil yang sebaik-

baiknya. Menurut teori ini perbuatan yang dilakukan oleh

seseorang itu didorong oleh adanya kebutuhan untuk berprestasi

dengan sebaik-baiknya dalam mencapai tujuan.

Karakteristik dan sikap motif berprestasi menurut Clelland

antara lain: a). Pencapaian adalah lebih penting daripada materi. b).

Mencapai tujuan atau tugas memberikan kepuasan pribadi yang

50 
 
 
 

lebih besar daripada menerima pujian atau pengakuan. c). Umpan

balik sangat penting, karena merupakan ukuran sukses (umpan

balik yang diandalkan, kuantitatif dan faktual).

Berdasarkan teori motif berprestasi, konselor diharapkan

mampu menumbuhkan kebutuhan berprestasi konseli perlu

dikembangkan suasana konseling yang kondusif sehingga dapat

menumbuhkan kebutuhan dan motif berprestasi konseli. Konseli

perlu didorong untuk melakukan berbagai tindakan yang

berorientasi kualitas dan nilai tambah sehingga dapat menghasilkan

sesuatu secara efektif dan produktif.

3) Teori Penguatan

Teori pendekatan penguatan, lebih menekankan pada

faktor-faktor yang dapat meningkatkan suatu tindakan dilakukan

atau yng dapat mengurangi suatu tindakan. Yang tergolong teori ini

misalnya teori Operant Conditioning dari Skinner.

Teori penguatan lebih menekankan pada aspek-aspek yang

berkaitan dengan faktor-faktor yang dapat memperkuat atau

memperlemah seseorang dalam melakukan suatu tindakan.

Menurut Skinner setiap respon yang terjadi dari suatu stimulus,

akan menjadi stimulus baru yang mendorong untuk berperilaku.

Skinner membagi bentuk penguatan menjadi dua yaitu,

penguatan positif dan penguatan negatif. Penguatan positif dapat

dilakukan konselor dengan memberikan hadiah berupa pujian

51 
 
 
 

dengan kata “bagus, saya bangga dengan kamu” ketika konseli

dapat mengambil keputusan atas masalah yang dihadapinya. Hal ini

dapat membuat konseli menjadi lebih yakin atas keputusan yang

telah diambilnya. Sedangkan penguatan negatif dapat dilakukan

konselor dengan memberikan pandangan-pandangan mengenai

konsekuensi atau kemungkinan terburuk dari keputusan yang

diambil oleh konseli yang belum memiliki keyakinan sepenuhnya

atas keputusan yang akan dilakukan.

Dalam konseling, konseli hendaknya diberikan stimulus

atau rangsangan yang dapat memberikan kepuasan, dan selanjutnya

diberikan penguatan terhadap respon-respon yang dinilai baik.

c. Karakteristik Motivasi

Untuk lebih memahami konsep motivasi harus mengetahui

karakteristik dari motivasi. Karakteristik umum motivasi menurut

Thornburg (dalam Prayitno, 1989) ada lima yaitu :

1) Tingkah laku yang bermotivasi adalah digerakkan, pendorongnya

mungkin kebetulan dasar dan mungkin kebetulan yang dipelajari.

2) Tingkah laku yang bermotivasi memberi arah. Apabila seseorang

memiliki sumber yang dapat menimbulkan motivasi, maka berarti

sedang mencapai tujuan yang diharapkan memuaskan.

3) Motivasi menimbulkan intensitas bertindak. Apabila seseorang

hebat di bidang akademik, maka akan termotivasi untuk

membuktikanya.

52 
 
 
 

4) Motivasi itu efektif. Karena tingkah laku mempunyai arti yang

terarah kepada tujuan, maka seseorang memilih tingkah laku yang

tepat untuk mencapai tujuan atau memuaskan kebutuhanya.

5) Motivasi merupakan kunci untuk pemuasan kebutuhan dengan

merasa adanya kekurangan pada diri seseorang, dengan hal itu

maka seseorang akan termotivasi untuk memenuhi kebutuhan itu.

2. Konseli

a. Pengertian Konseli

Pada dasarnya, konseli merupakan salah satu komponen

terpenting dalam terlaksananya proses pemberian layanan konseling.

Menurut Mappiare (1992:6) konseli adalah individu atau orang yang

sedang mendapatkan bantuan atau menjalani proses bantuan.

Menurut Willis (2011:111) konseli adalah “semua individu yang

diberi bantuan profesional oleh seorang konselor atas permintaan dia

sendiri atau atas permintaan orang lain”, sedangkan menurut Latipun

(2001:51) konseli merupakan “orang yang perlu memperoleh

perhatian sehubungan dengan masalah yang dihadapinya”. Dalam

konteks konseling, konseli adalah subjek yang memiliki kekuatan,

motivasi, memiliki kemauan untuk berubah, dan pelaku bagi

perubahan dirinya. Kemudian Latipun (2001:46) menyatakan bahwa

konseli itu “orang yang hadir ke konselor dan kondisinya dalam

keadaan cemas atau tidak kongruensi”.

53 
 
 
 

Dari uraian diatas maka dapat ditarik kesimpulan bahwa

konseli adalah orang yang datang pada konselor atas kemauannya

sendiri atau atas permintaan orang lain untuk meminta bantuan

kepada konselor guna membantu memecahkan masalahnya.

b. Harapan-Harapan Konseli Dalam Konseling

Dasar dari adanya motivasi adalah karena setiap konseli yang

datang pada konselor mempunyai harapan-harapan tersendiri untuk

dapat menyelesaikan masalah yang dihadapinya, terkadang harapan

konseli sesuai dengan masalah yang dihadapi, dapat pula berlebihan

atau juga sangat sederhana. Harapan itulah yang mendasari timbulnya

motivasi konseli dalam konseling.

Menurut Surya (2003:108), motivasi dalam diri konseli akan

membantu konseli untuk menyesuaikan antara harapan-harapan yang

ingin dicapai dengan realita yang ada, dan membantu menghadapi

kegagalan yang mungkin terjadi dengan realistis. Peran motivasi

konseli untuk membantu konseli mendapatkan apa yang diharapkan

tetapi yang sesuai dengan realita.

Menurut Saccazzo (dalam Latipun, 2001:48) ada beberapa

harapan konseli dalam konseling adalah sebagai berikut:

1) Untuk memperoleh kesempatan membebaskan diri dari

kesulitan.

2) Untuk mengetahui lebih jauh model terapi yang sesuai dengan

masalahnya.

54 
 
 
 

3) Mengetahui lebih jauh kesulitan/masalah yang dialami

sebenarnya.

4) Memperoleh ketenangan dan kepercayaan diri dari rasa

ketegangan dan rasa yang tidak menyenangkan.

5) Mengetahui atau memahami alasan yang ada di balik perasaan

dan perilakunya.

6) Mendapat dukungan tentang yang harus dilakukan.

7) Untuk memperoleh kepercayaan dalam melakukan sesuatu atau

perilaku baru yang berbeda dengan orang lain.

8) Mengetahui perasaan-perasaan apa yang sebenarnya sedang

dialami dan bagaimana seharusnya melakukan.

9) Untuk mendapatkan saran atau nasihat, agar hidupnya dapat

bermakna dan berguna bagi dirinya sendiri maupun orang lain.

10) Agar orang lain menanggapi sebagaimana layaknya.

11) Agar dirinya lebih baik dalam melakukan kontrol diri.

12) Agar memperoleh sesuatu secara langsung seperti yang

terpikirkan dan yang dirasakan.

13) Melepaskan diri dari masalah-masalah khusus.

Saccazzo (dalam Latipun, 2001:48) dalam penelitiannya

mengatakan bahwa dijumpai bermacam-macam harapan sebagai

alasan konseli datang kepada konselor adalah untuk mengetahui

kesulitan dan masalah yang sebenarnya sedang dialaminya

(mencapai 95%), dan harapan agar orang lain menanggapinya

55 
 
 
 

sebagaimana layaknya (mencapai 91%). Karena konseli membawa

masalah dan memiliki keinginan tertentu untuk dapat diselesaikan

melaui hubungan konseling, konselor tentunya tidak dapat

menghindar. Justru sebaliknya, dia dapat memanfaatkan keinginan

konseli itu sebagai motivasi untuk mengubah dirinya atas masalah

yang dirasakan.

3. Motivasi Konseli

a. Pengertian Motivasi Konseli

Latipun (2001:46) menyatakan bahwa konseli adalah semua

individu yang diberi bantuan profesional oleh seorang konselor atas

permintaan sendiri atau atas permintaan orang lain. Ada konseli yang

datang atas kemauan sendiri, karena dia membutuhkan bantuan. Akan

tetapi ada pula individu yang tidak sadar akan masalah yang

dialaminya, karena kurangnya kesadaran diri. Dia mungkin dikirim

kepada konselor oleh orang tua atau gurunya.

Secara umum kalau konseli sudah sadar akan diri dan

masalahnya maka dia mempunyai harapan terhadap konselor dan

proses konseling yaitu supaya dia tumbuh, berkembang, produktif,

kreatif, dan mandiri. Harapan, kebutuhan, dan latar belakang konseli

akan menentukan terhadap keberhasilan proses konseling (Willis,

2007:111).

Dalam konteks konseling, konseli adalah subjek yang memiliki

kekuatan, motivasi, memiliki kemauan untuk berubah, dan pelaku

56 
 
 
 

bagi perubahan dirinya. Shertzer dan Stone (dalam Willis, 2007:111)

mengemukakan bahwa keberhasilan dan kegagalan proses konseling

ditentukan oleh tiga hal, yaitu kepribadian konseli, harapan konseli,

dan pengalaman/pendidikan konseli.

“Motivasi konseli datang atau berpartisipasi dalam konseling

sangat berpengaruh terhadap hasil konseling” (Latipun, 2001:234).

Motivasi dapat diartikan sebagai suatu dorongan untuk mewujudkan

perilaku tertentu yang terarah kepada tujuan tertentu (Surya,

2003:106). Motivasi konseli untuk datang pada konselor yang didasari

atas kesadaran bahwa ia punya masalah dan membutuhkan orang lain

menjadi syarat keberhasilan konseling. Permasalahan yang terjadi

tidak semua konseli yang datang pada konselor atas inisiatif sendiri

melainkan karena dipanggil atau atas perintah wali kelas. Konseli

yang hadir di ruang konseling atas kesadaran sendiri dan memiliki

maksud serta tujuan tertentu disebut konseli sukarela (Willis,

2007:116). Secara umum konseli datang kepada konselor karena satu

atau beberapa alasan di antaranya atas kemauannya sendiri, kemauan

atau anjuran keluarga dan sahabat-sahabatnya, atau atas rujukan dari

profesioanl lain (Latipun, 2001:47).

Menurut Surya (2003:108) motivasi dalam diri konseli akan

membantu konseli untuk menyesuaikan antara harapan-harapan yang

ingin dicapai dengan realita yang ada, dan membantu menghadapi

kegagalan yang mungkin terjadi dengan realistis.

57 
 
 
 

b. Peran Motivasi Konseli Dalam Konseling

Semua individu yang diberi bantuan profesional oleh seorang

konselor atas permintaan sendiri atau atas permintaan orang lain,

dinamakan konseli. Ada konseli yang datang atas kemauan sendiri,

karena dia membutuhkan bantuan. Dia sadar bahwa dalam dirinya ada

suatu kekurangan atau masalah yang memerlukan bantuan seorang

ahli. Akan tetapi ada pula individu yang tidak sadar akan masalah

yang dialaminya, karena kurangnya kesadaran diri. Dia mungkin

dikirim kepada konselor oleh orang tua atau gurunya. Motivasi konseli

datang atau berpartisipasi dalam konseling sangat berpengaruh

terhadap hasil konseling (Latipun 2001:234), karena konseli yang

memiliki motivasi untuk datang pada konselor cenderung akan lebih

kooperatif (terbuka, mau terlibat dalam proses konseling, jujur,

sukarela) selama proses konseling berlangsung sehingga keberhasilan

konseling akan tercapai. Selain itu, konseli yang sadar akan diri dan

masalahnya maka dia mempunyai harapan terhadap konselor dan

proses konseling yaitu supaya dia tumbuh, berkembang, produktif,

kreatif dan mandiri. Harapan, kebutuhan dan latar belakang konseli

akan menentukan terhadap keberhasilan proses konseling (Willis,

2011:111).

Dalam proses konseling, konselor memegang peranan yang

sangat penting dan strategis. Kelancaran proses konseling berada

dalam tanggung jawab konselor. Konselor harus mampu menciptakan

58 
 
 
 

situasi agar konseli termotivasi untuk memanfaatkan konseling

sebagai suatu upaya dalam menghadapi masalahnya. Salah satu aspek

dalam konseling adalah motivasi konseli, yaitu kesukarelaan konseli

untuk datang pada konselor karena menyadari bahwa dia punya

masalah dan membutuhkan bantuan orang lain untuk memecahkan

masalah yang dihadapinya. Motivasi konseli memiliki karakteristik

(Surya, 2003:106) :

1) Kesukarelaan

Konseli secara sukarela tanpa ada suatu paksaan untuk datang

kepada konselor karena dia merasa sedang memiliki masalah dan

yakin bahwa konselor dapat membantunya menyelesaikan

masalah yang dihadapi. Hikmawati (2012:41) menambahkan

bahwa kesukarelaan artinya, konseli yang hadir di ruang

konseling atas kesadaran sendiri. Ciri-ciri konseli sukarela, yaitu :

a) Mudah terbuka

b) Hadir atas kehendak sendiri

c) Dapat menyesuaikan diri dengan konselor

d) Bersedia mengungkapkan rahasia

e) Bersikap hangat

f) Mengikuti proses konseling

2) Kesadaran akan adanya masalah

Konseli secara sadar merasa bahwa dirinya telah mengalami suatu

masalah dan masalah itu harus segera diselesaikan.

59 
 
 
 

3) Kejujuran

Konseli secara jujur menyadari bahwa dirinya memiliki masalah

dan mengungkapkan masalah sesuai dengan yang dihadapinya

kepada konselor.

4) Kesadaran membutuhkan bantuan orang lain untuk

menyelesaikan masalah yang dihadapi

Konseli menyadari bahwa dia tidak mampu menyelesaikan

masalahnya sendiri dan membutuhkan bantuan orang lain untuk

memecahkan masalahnya sehingga konseli datang kepada

konselor.

Motivasi dapat dijadikan sebagai dasar penafsiran, penjelasan,

dan penaksiran perilaku. Motivasi adalah proses yang kompleks,

sesuai dengan kompleksnya kondisi perilaku manusia dengan segala

aspek-aspek yang terkait, baik eksternal maupun internal. Menurut

Surya (2003:107) ada lima hal yang menjadi alasan bahwa motivasi

itu merupakan proses yang kompleks, yaitu:

1) Motif yang menjadi sebab dari tindakan seseorang itu, tidak dapat

diamati akan tetapi hanya diperkirakan.

2) Individu mempunyai kebutuhan atau harapan yang senantiasa

berubah dan berkelanjutan.

3) Manusia memuaskan kebutuhannya dengan berbagai cara.

4) Kepuasan dalam suatu kebutuhan tertentu dapat mengarah pada

intensitas kebutuhan.

60 
 
 
 

5) Perilaku yang mengarah pada tujuan, tidak selamanya dapat

menghasilkan kepuasan.

Berdasarkan kelima alasan diatas dapat disimpulkan bahwa setiap

proses motivasi dan prilaku akan menghasilkan berbagai peristiwa yang

bervariasi antara individu yang satu dengan individu yang lainnya.

Shertzer dan Stone (dalam Hikmawati, 2012:39) mengemukakan bahwa

keberhasilan dan kegagalan dalam proses konseling ditentukan oleh tiga

hal yaitu:

1) Kepribadian konseli (sikap, emosi, intelektual, dan motivasi)

2) Harapan konseli

3) Pengalaman/pendidikan konseli

Semua individu yang diberi bantuan profesional oleh seorang

konselor atas permintaan dia sendiri atau orang lain disebut konseli.

Dalam konteks konseling, konseli adalah subjek yang memiliki kekuatan,

motivasi, memiliki kemauan untuk berubah, dan pelaku bagi perubahan

dirinya. Secara umum apabila konseli sudah sadar akan diri dan

masalahnya, maka dia mempunyai harapan terhadap konselor dan proses

konseling, yaitu supaya dia tumbuh, berkembang, produktif, kreatif, dan

mandiri, sehingga dapat menentukan keberhasilan proses konseling,

Hikmawati (2012:39).

61 
 
 
 

C. Komunikasi Dalam Keluarga

1. Komunikasi

a. Pengertian Komunikasi

Menurut Djamarah (2004:13) komunikasi adalah proses

penyampaian suatu pesan oleh seseorang kepada orang lain untuk

memberitahu atau untuk mengubah sikap, pendapat atau perilaku, baik

secara lisan, maupun tak langsung melalui media. Sedangkan Johnson

(dalam Supratiknya, 1995:31), mengemukakan bahwa komunikasi

adalah setiap bentuk tingkah laku seseorang baik verbal maupun

nonverbal yang ditanggapi oleh orang lain. Komunikasi mencakup

pengertian yang lebih luas dari pada sekedar wawancara. Setiap

bentuk tingkah laku mengungkapkan pesan tertentu, sehingga juga

merupakan bentuk komunikasi. Dalam setiap bentuk komunikasi

tersebut, setidaknya terdapat dua orang yang sering memberikan

lambang-lambang yang memiliki suatu makna. Lambang tersebut

bersifat verbal yang berupa suatu ungkapan tertentu dan gerakan

tubuh.

Lewin (dalam Rakhmat, 1985:4) berpendapat bahwa

komunikasi merupakan “pengaruh suatu wilayah persona pada

wilayah persona yang lain sehingga perubahan dalam suatu wilayah

menimbulkan perubahan yang berkaitan pada wilayah lainnya”.

Apabila dalam komunikasi, individu yang akan mengirim suatu pesan

tertentu kepada individu lain (penerima pesan) mempunyai pengaruh

62 
 
 
 

yang cukup tinggi, maka akan terjadi umpan balik dalam komunikasi

tersebut; sehingga kedua belah pihak yaitu pengirim dan penerima

pesan akan saling mengalami perubahan, yaitu saling mempengaruhi.

Selain itu, Menurut Effendy (2000:13) komunikasi adalah proses

penyampaian pikiran atau perasaan oleh seseorang kepada orang lain

dengan menggunakan lambang-lambang yang bermakna bagi kedua

belah pihak, dalam situasi yang tertentu komunikasi menggunakan

media tertentu untuk merubah sikap atau tingkah laku seorang atau

sejumlah orang sehingga ada efek tertentu yang diharapkan.

Dari beberapa pengertian di atas dapat disimpulkan bahwa

komunikasi merupakan proses penyampaian pesan, pikiran, maupun

perasaan oleh seseorang kepada orang lain yang dinyatakan melalui

lambang-lambang atau pertukaran informasi baik secara verbal (kata-

kata) maupun non verbal (gerakan tubuh) sehingga ada efek

perubahan tingkah laku tertentu yang diharapkan.

b. Pentingnya Komunikasi

Komunikasi merupakan hal yang sangat penting diperlukan

dalam hidup kitadengan orang lain. Dengan komunikasi manusia akan

senantiasa berusaha membuka serta menjalin komunikasi atau

hubungan dengan sesama terutama remaja, kebutuhan komunikasi

merupakan kebutuhan yang utama dalam hubungan remaja dengan

keluarga. Komunikasi yang baik antara remaja dengan keluarga dapat

menyebabkan keakraban serta kehangatan. Berikut ini penulis akan

63 
 
 
 

menampilkan pendapat Supratiknya (1995:9) yang mengungkap

betapa pentingnya komunikasi bagi kebahagiaan hidup seseorang,

yaitu :

1) Membantu perkembangan intelektual dan sosial kita.

2) Membentuk jati diri berdasarkan tanggapan orang lain terhadap

kita.

3) Dapat memahami realitas di sekeliling kita serta menguji

kebenaran kesan-kesan dan pengertian yang kita miliki.

4) Memperoleh kesehatan mental yang baik.

c. Komunikasi Yang Efektif

Sumber kesalahan utama dalam komunikasi adalah cara

penerima menangkap makna dari suatu pesan berbeda dari yang

dimaksud oleh pengirim, hal ini terjadi karena pengirim gagal

mengkomunikasikan maksudnya dengan tepat. Demikian pula dengan

komunikasi antara orang tua dengan remaja, jika keluarga kurang

dapat berkomunikasi dengan remajanya, maka pesan atau isi

komunikasi yang disampaikan tidak mempengaruhi sikap remaja dan

tidak menimbullkan pengertian yang baik pada diri remaja.

Hardjana (2003:40) menyebutkan tanda-tanda komunikasi

efektif adalah sebagai berikut :

1) Jika pesan dapat diterima dan dimengerti sebagaimana yang

dimaksud oleh pengirimnya.

64 
 
 
 

2) Pesan disetujui oleh penerima dan ditindak lanjuti dengan

perbuatan yang diminta oleh pengirim.

3) Tidak ada hambatan untuk melakukan apa yang seharusnya

dilakukan untuk menindaklanjuti pesan yang dikirim.

Supratiknya (1995:34) juga menyebutkan bahwa komunikasi

dapat disebut efektif bila penerima menginterpretasikan pesan yang

diterimanya sebagaimana yang dimaksudkan oleh pengirim.

Supratiknya (1995:35) menyebutkan tanda-tanda komunikasi efektif

adalah sebagai berikut:

1) Bila pesan-pesan yang disampaikan dapat dan mudah dipahami.

2) Si pemberi pesan dapat dipercaya sebagai sumber informasi.

3) Pesan yang telah disampaikan dapat memberikan umpan balik

kepada penerima pesan.

d. Keberhasilan Komunikasi

Komunikasi dikatakan berhasil jika kedua belah pihak yang

melakukan komunikasi dapat saling memahami dan tidak terjadi

kesalahpahaman dalam proses pertukaran pesan. Djamarah (2004:14)

menyebutkan bahwa ketercapaian tujuan komunikasi merupakan

keberhasilan komunikasi dan tergantung dari berbagai faktor, yaitu :

1) Komunikator

Keterampilan komunikator dalam melakukan komunikasi serta

kepercayaan penerima pesan pada komunikator menentukan

keberhasilan komunikasi.

65 
 
 
 

2) Pesan yang disampaikan

Keberhasilan komunikasi bergantung dari :

a) Daya tarik pesan

b) Kesesuaian pesan dengan kebutuhan penerima pesan

c) Lingkup pengalaman yang sama antara pengirim dan penerima

pesan tentang pesan tersebut.

d) Peran pesan dalam memenuhi kebutuhan penerima pesan.

3) Komunikan

Keberhasilan komunikasi tergantung dari :

a) Kemampuan komunikan mengartikan pesan

b) Komunikan sadar bahwa pesan yang diterima memenuhi

kebutuhannya

c) Perhatian komunikan terhadap pesan yang diterima

4) Konteks

Komunikasi berlangsung dalam lingkungan yang kondusif

(nyaman, menyenangkan, aman)

5) Sistem penyampaian

Sistem penyampaian pesan berkaitan dengan metode dan media

yang sesuai dengan berbagai jenis indera penerima pesan.

e. Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Komunikasi

Menurut Lunadi (1987:34), ada beberapa faktor yang

mempengaruhi komunikasi, yaitu :

66 
 
 
 

a. Citra Diri, yaitu bagaimana manusia melihat dirinya sendiri dalam

hubungan dengan manusia lain dalam situasi tertentu.

b. Citra Pihak lain, yaitu bagaimnana manusia melihat pihak yang

diajaknya berkomunikasi.

c. Lingkungan fisik, yaitu tempat dimana manusia berada ketika

berkomunikasi dengan pihak lain.

d. Lingkungan sosial, yaitu keberadaan manusia-manusia lain

sebagai penerima komunikasi maupun hanya hadir dilingkungan

tersebut, lingkungan sosial dan manusia saling mempengaruhi.

e. Kondisi, yaitu keadaan fisik, mental, emosi dan kecerdasan.

f. Bahasa tubuh, yaitu gerakan-gerakan tubuh yang berbicara tanpa

kata-kata.

2. Keluarga

Keluarga merupakan sistem sosialisasi dan pendidikan pertama

bagi anak, dimana anak mengalami pembelajaran tingkah laku dan

kedisiplinan. Dalam hal ini, peran orang tua, saudara kandung maupun

anggota keluarga lain sangat dibutuhkan, terutama karena bertanggung

jawab menciptakan sistem sosialisasi dan pendidikan yang baik dan sehat

bagi perkembangan serta pertumbuhan anak.

Iver dan Page (dalam Silalahi, 2009:1) mendefinisikan keluarga

sebagai berikut:

a. Keluarga merupakan kelompok sosial yang terkecil yang umumnya

terdiri dari ayah, ibu dan anak.

67 
 
 
 

b. Hubungan sosial di antara anggota keluarga relatif tetap dan

didasarkan atas ikatan darah, perkawinan dan atau adopsi.

c. Hubungan antar anggota keluarga dijiwai oleh suasana kasih sayang

dan rasa tanggung jawab.

d. Fungsi keluarga ialah merawat, memelihara dan melindungi anak

dalam rangka sosialisasinya agar mereka mampu mengendalikan diri

dan berjiwa sosial.

Pada hakekatnya keluarga merupakan hubungan seketurunan

maupun tambahan (adopsi) yang diatur melalui kehidupan perkawinan

bersama, searah dengan keturunannya yang merupakan suatu satuan yang

khusus.

Menurut Geldard (2011:77) mendefinisikan keluarga sebagai

berikut:

a. Secara umum, keluarga terdiri dari anak-anak, remaja, orang tua dan

kekek-nenek.

b. Keluarga juga dapat mencakup bibi, paman, sepupu, keponakan laki-

laki dan perempuan.

c. Kebanyakan keluarga juga multigenerasional.

d. Sejumlah keluarga meliputi para anggota yang bukan saudara

sedarah, tetapi orang yang memiliki hubungan erat dengan para

anggota keluarga.

68 
 
 
 

Geldard (2011:79) menambahkan bahwa akan lebih efektif bila

keluarga didefinisikan berdasarkan fungsi-fungsi primer, seperti berikut

ini:

a. Sebuah sistem sosial untuk memenuhi kebutuhan para anggotanya.

b. Suatu lingkungan yang cocok untuk reproduksi dan pengasuhan

anak.

c. Suatu media interaksi dengan komunitas yang lebih luas, menuju

perwujudan kesejahteraan sosial secara umum.

Selain itu, Soerjono (2004: 23) mendefinisikan keluarga sebagai

sekumpulan orang yang tinggal dalam satu rumah yang masih mempunyai

hubungan kekerabatan/hubungan darah karena perkawinan, kelahiran,

adopsi dan lain sebagainya. Keluarga pada dasarnya merupakan suatu

kelompok yang terbentuk dari suatu hubungan seks yang tetap, untuk

menyelenggarakan hal-hal yang berkenaan dengan keorangtuaan dan

pemeliharaan anak. Menurut Ahmadi (2009:221), keluarga merupakan

kelompok primer yang paling penting di dalam masyarakat. Keluarga

merupakan sebuah group yang terbentuk dari perhubungan laki-laki dan

wanita, perhubungan mana sedikit banyak berlangsung lama untuk

menciptakan dan membesarkan anak-anak.

Masri (1982:43) mendefinisikan keluarga sebagai suatu ikatan

persekutuan hidup yang dijalin atas dasar perkawinan antara seorang pria

dengan seorang wanita, dimana mereka hidup bersama dengan anak-

69 
 
 
 

anaknya dalam suatu rumah tangga. Sedangkan menurut Gerungan

(1980:235) keluarga adalah kelompok sosial yang pertama-tama dalam

kehidupan manusia dimana ia belajar dan menyatakan diri sebagai

manusia sosial di dalam hubungan interaksi dengan kelompoknya.

Dari beberapa pengertian di atas dapat disimpulkan bahwa keluarga

adalah kelompok masyarakat terkecil yang terdiri dari ayah, ibu, dan anak

maupun anggota keluarga lain yang masih memiliki ikatan darah,

perkawinan dan atau adopsi yang merupakan lembaga pertama yang

dipergunakan anak untuk belajar dan menyatakan diri.

3. Komunikasi Dalam Keluarga

a. Pengertian Komunikasi Dalam Keluarga

Menurut Chaplin (2010:34) komunikasi dalam keluarga adalah

penyampaian maksud, kehendak, ataupun keinginan antara dua orang

yakni orang tua dan anak sehingga masing-masing dapat memahami

apa yang dimaksudkan dan untuk mencapai tujuan dalam membina

hubungan yang harmonis antar anggota, yaitu mencapai kebahagiaan

dan ketenangan dalam keluarga. Sedangkan menurut Gunarsa

(2010:34), bahwa hubungan dalam keluarga dapat di ukur dari apa-apa

dan siapa yang saling di bicarakan, pikiran, perasaan, objek tertentu,

orang lain atau dirinya sendiri. Ditambahkannya lagi, bahwa intensitas

komunikasi yang mendalam ditandai oleh keterbukaan, empati,

dukungan, perasaan positif, dan perilaku sportif sehingga

menimbulkan respon dalam bentuk perilaku atau tindakan.

70 
 
 
 

Menurut Wahlroos (1988:14) mengatakan bahwa “Kunci dari

perbaikan hubungan keluarga (dan juga kesehatan emosional pada

umumnya) terletak dalam komunikasi”.

Komunikasi keluarga yang dimaksudkan dalam penelitian ini

adalah komunikasi antara orang tua dan anaknya serta antara anak

dengan anggota keluarga yang lain seperti kakek, nenek, paman, bibi,

tante, om, serta adik dan kakak.

Menurut Willis (2011:87) iklim keluarga yang baik merupakan

kondisi yang kondusif bagi terbentuknya prilaku positif anak,

sehingga tercapai pertumbuhan anak secara optimal dan dapat

meningkatkan hubungan positif anak dengan para anggota keluarga.

Iklim tersebut mempunyai ciri-ciri sebagai berikut:

1) Demokratis

2) Bersahabat

3) Penuh perhatian dan kasih sayang di antara anggota keluarga.

b. Komunikasi Keluarga Yang Efektif

Komunikasi dapat disebut efektif apabila penerima dapat

menginterpretasikan pesan yang diterimanya sebagaimana yang

dimaksudkan oleh pengirim. Menurut Johnson (dalam Supratiknya,

1995:34), ada tiga syarat yang harus dipenuhi dalam mengirim pesan

secara efektif, yaitu:

1) Mengusahakan agar pesan-pesan yang dikirimkan mudah

dipahami.

71 
 
 
 

2) Pengirim harus memiliki kredibilitas dimata penerima.

3) Berusaha mendapatkan umpan balik secara optimal tentang

pengaruh pesan dalam diri penerima. Dengan kata lain harus

memiliki kredibilitas dan terampil mengirimkan pesan.

Menurut Yusuf (2009:43), karakteristik komunikasi keluarga

yang efektif ditandai dengan:

1) Saling memperhatikan dan mencintai.

2) Bersikap terbuka dan jujur.

3) Orang tua mau mendengarkan anak, menerima perasaannya dan

menghargai pendapatnya.

4) Ada sharing masalah atau pendapat diantara keluarga.

5) Mampu berjuang mengatasi masalah hidupnya.

6) Mampu menyesuaikan diri dan mengakomodasi.

7) Orang tua mengayomi (melindungi) anak.

8) Komunikasi antar anggota berlangsung dengan baik.

Sedangkan menurut Hawari (dalam Yusuf, 2009:44),

minimnya komunikasi dalam keluarga akan mengakibatkan :

1) Kedua orang tua berpisah atau bercerai (divorce).

2) Hubungan kedua orang tua tidak baik (poor maarriage).

3) Hubungan orang tua dengan anak tidak baik (poor parent-child

relationship).

4) Suasana rumah tangga yang tegang tanpa kehangatan (high tension

and low warmht).

72 
 
 
 

5) Orang tua sibuk dan jarang berada di rumah (parent’s absence).

c. Fungsi Komunikasi Dalam Keluarga

Menurut Umar (2002:7), fungsi komunikasi dalam keluarga

ada empat, yaitu :

1) Menyampaikan informasi (to inform).

2) Mendidik (to educate).

3) Menghibur (to entertain).

4) Mempengaruhi (to influence).

d. Indikator / Dimensi Dari Intensitas Komunikasi Keluarga

Menurut Gunarsa (2004:34) intensitas hubungan keluarga

adalah tingkat kedalaman dalam penyampaian pesan dari orang tua

kepada anak, atau dari anak kepada orang tua yang ditandai dengan

beberapa indikator, yakni:

1) Keterbukaan

Adalah kemampuan untuk membuka atau mengungkapkan

pikiran, perasaan, dan reaksi kita kepada orang lain. Kita harus

melihat bahwa diri kita dan pembukaan diri yang akan kita

lakukan tersebut diterima orang lain, kalau kita sendiri menolak

diri kita (self rejectimg), maka pembukaan diri kita akan kita

rasakan terlalau riskan. Selain itu, demi penerimaan diri kita

maka kita harus bersikap tulus, jujur, dan authentic dalam

membuka diri.

73 
 
 
 

2) Empati

Empati merupakan kemudahan dalam melakukan komunikasi

yang baik. Komunikasi yang baik antara orang tua dengan anak

akan menjadikan anak merasa dihargai sehingga anak akan

merasa bebas mengungkapkan perasaan serta keinginannya. Hal

ini dapat dijalankan dengan membuat komunikasi dalam

keluarga sportif dan penuh kejujuran, setiap pernyataan yang di

utarakan realistis, masuk akal dan tidak dibuat-buat, selain itu

komunikasi di dalam keluarga harus diusahakn jelas dan spesifik,

setiap anggota keluarga benar-benar mengenal perilaku masing-

masing, dan semua elemen keluarga harus dapat belajar cara

tidak menyetujui tanpa ada perdebatan yang destruktif.

3) Dukungan

Untuk membangun dan melestarikan hubungan dengan sesama

anggota keluarga, kita harus menerima diri dan menerima orang

lain. Semakin besar penerimaan diri kita dan semakin besar

penerimaan kita terhadap orang lain, maka semakin mudah pula

kita melestarikan dan memperdalam hubungan kita dengan orang

lain tersebut.

Ada beberapa prinsip yang dapat digunakan dalam mendukung

komunikasi keluarga, sehubungan komunikasi antar orang tua

dengan anak-anak.

74 
 
 
 

a) Bersedia memberikan kesempatan kepada anggota keluarga

yang lain sehingga pihak lain berbicara.

b) Mendengarkan secara aktif apa yang dibicarakan pasangan

bicara.

c) Mengajari anak-anak untuk mendengarkan.

d) Menyelesaikan konflik secara dini sehingga terjalin

komunikasi yang baik.

4) Perasaan positif

Bila kita berpikir positif tentang diri kita, maka kita pun akan

berpikir positif tentang orang lain, sebaliknya bila kita menolak

diri kita, maka kitapun akan menolak orang lain. Hal-hal yang

kita sembunyikan tentang diri kita, seringkali adalah juga hal-hal

yang tidak kita sukai pada orang lain. Bila kita memahami dan

menerima perasaan-perasaaan kita, maka biasanya kitapun akan

lebih mudah menerima perasaan-perasaan sama yang

ditunjukkan orang lain.

5) Perilaku Sportif

Komunikasi dalam keluarga akan lebih efektif bila dalam

diri masing-masing anggota keluarga ada perilaku sportif, artinya

seseorang dalam menghadapi suatu masalah tidak bersikap

bertahan (defensif). Selain itu, menurut Gunarsa (2004:34),

keterbukaan dan empati tidak dapat berlangsung dalam suasana

yang tidak sportif.

75 
 
 
 

e. Unsur-Unsur Komunikasi Dalam Keluarga

Beberapa ahli menyebutkan unsur-unsur komunikasi dalam

keluarga sama dengan unsur-unsur komunikasi pada umumnya.

Cangara (2002:24) merangkum pendapat para ahli, beberapa unsur

komunikasi yang dapat diterapkan untuk komunikasi dalam keluarga,

yang pertama adalah sumber komunikasi, maksudnya adalah pembuat

atau pengirim informasi dalam komunikasi keluarga. Dalam

komunikasi keluarga sumber bisa berasal dari ayah, ibu, adik, bahkan

lebih luas lagi kakek, nenek, bibi, paman, dan sebagainya. Kedua

adalah pesan. Pesan yang disampaikan dalm proses komunikasi dalam

keluaraga dapat disampaikan dengan cara tatap muka di dalam rumah

atau melalui media komunikasi bila tidak bertemu di rumah. Isi pesan

bisa berupa ilmu pengetahuan (misalnya ketika anak menanyakan isi

PR), hiburan (misalnya orang tua menyanyikan lagu untuk si kecil),

informasi (misalnya tentang berbagai berita lokal maupun nasional),

atau nasehat yang berguna (misalnya dalam memilih teman bergaul).

Ketiga, adalah media. Media yang di maksud ialah alat yang

digunakan umtuk memindahkan pesan dari sumber kepada penerima.

Terdapat beberapa saluran atau media komunikasi. Media komunikasi

utama untuk komunikasi dalam keluarga adalah pancaindra manusia,

pada saat anggota keluarga dapat bertemu langsung. Selain indera

manusia, ada juga saluran komunikasi yang dapat digunakan pada saat

anggota keluarga tidak dapat bertemu muka, yaitu melalaui surat,

76 
 
 
 

telepon, telegram, ponsel, hingga internet. Keempat adalah penerima.

Penerima adalah pihak yang menjadi sasaran pesan. Di dalam

keluarga, penerima pesan adalah semua anggota keluarga. Unsur lain

adalah pengaruh atau efek pesan baik dari pengetahuan, sikap atau

tingkah laku seseorang.

d) Ruang Lingkup Komunikasi Keluarga

Liliweri (1997:6) menjelaskan ruang lingkup komunikasi

keluarga terdiri atas unsur-unsur : (a) bentuk, (b) sifat (c) metode, ( d)

fungsi, (e) tujuan. Unsur-unsur tersebut dalam kaitannya dengan

komunikasi keluarga diuraikan sebagai berikut:

Bentuk komunikasi dalam keluarga adalah personal

communication yaitu komunikasi antar pribadi. Sifat komunikasi

dalam keluarga dapat verbal maupun non verbal. Secara verbal yaitu

dengan ucapan dan tulisan, adapun secara non verbal yaitu dengan

tindakan atau gerak mimik. Metode komunikasi dalam keluarga

adalah informasi, persuasif, dan instruktif. Fungsinya adalah untuk

memberikan informasi, edukasi, persuasi, dan hiburan. Tujuan

komunkasi dalam keluarga adalah perubahan sosial, partisirasi sosial,

perubahan sikap, perubahan opini dan juga perubahan tingkah laku.

e) Krisis Keluarga

Krisis keluarga artinya kehidupan keluarga dalam keadaan

kacau, tak teratur dan terarah, orang tua kehilangan kewibawaan untuk

mengendalikan kehidupan anak-anaknya terutama remaja, mereka

77 
 
 
 

melawan orang tua, dan terjadi pertengkaran terus menerus antara ibu

dengan bapak terutama mengenai soal mendidik anak-anak. Bahkan

keluarga krisis bisa membawa kepada perceraian suami-isteri. Dengan

kata lain krisis keluarga adalah suatu kondisi yang sangat labil di

keluarga, di mana komunikasi dua arah dalam kondisi demokratis

sudah tidak ada. Willis (2011:13)

Berikut ini adalah faktor-faktor penyebab terjadinya krisis

keluarga, yaitu:

1) Kurang atau putus komunikasi diantara anggota keluarga

terutama ayah dan ibu

Sering dituding faktor kesibukan sebagai biang keladi. Dalam

keluarga sibuk, di mana ayah dan ibu keduanya bekerja dari pagi

hingga sore hari. Mereka tidak punya waktu untuk makan siang/

makan malam bersama, padahal sebenarnya di meja makan

banyak hal yang bisa ditanyakan ayah atau ibu kepada anak-anak.

Namun yang sering terjadi adalah, kedua orang tua pulang hampir

malam. Badan capek, sampai di rumah mata sudah mengantuk

dan tertidur. Tentu orang tua tidak punya kesempatan untuk

berdiskusi dengan anak-anaknya.

2) Sikap egosentrisme

Sikap egosentrisme masing-masing suami isteri merupakan

penyebab pula terjadinya konflik rumah tangga yang berujung

pada pertengkaran yang terus menerus. Egoisme adalah suatu

78 
 
 
 

sifat buruk manusia yang mementingkan dirinya sendiri. Egoisme

orang tua akan berdampak terhadap anak, yaitu timbulnya sikap

membandel, sulit disuruh, dan suka bertengkar dengan

saudaranya. Ada pun sikap membandel adalah aplikasi dari rasa

marah terhadap orang tua yang egosentrisme. Seharusnya orang

tua memberi contoh sikap yang baik seperti suka bekerja sama,

saling membantu, bersahabat, dan ramah. Sifat-sifat ini adalah

lawan dari egoisme atau egosentrisme.

3) Masalah ekonomi

Dalam hal ini ada dua jenis penyebab krisis keluarga, yaitu: a.

kemiskinan, dan b. gaya hidup.

Kemiskinan jelas berdampak terhadap kehidupan keluarga. Jika

kehidupan emosional suami isteri tidak dewasa, maka akan timbul

pertengkaran. Sebab, isteri banyak menuntut hal-hal di luar

makan dan minum. Suami yang egois dan tidak dapat menahan

emosinya lalu menceraikan isterinya. Akibatnya terjadilah

kehancuran sebuah keluarga sebagai dampak kekurangan

ekonomi.

Berbeda dengan keluarga miskin, maka keluarga kaya

mengembangkan gaya hidup internasional yang serba mewah.

Jika isteri yang mengikuti gaya hidup dunia, sedangkan suami

ingin biasa saja, maka pertengkaran akan terjadi dan dapat

berujung pada perceraian, dan yang menderita yakni anak mereka.

79 
 
 
 

4) Masalah Kesibukan

Kesibukan merupakan satu kata yang telah melekat pada

masyarakat modern di kota-kota. Kesibukannya terfokus pada

pencarian materi yaitu harta dan uang. Mengapa demikian?

Karena filsafat hidup mereka mengatakan uang adalah harga diri,

dan waktu adalah uang. Jika telah kaya berarti suatu keberhasilan,

suatu kesuksesan.

5) Masalah Pendidikan

Masalah pendidikan sering merupakan penyebab terjadinya krisis

di dalam keluarga. Jika pendidikan agak lumayan pada suami

isteri, maka wawasan tentang kehidupan keluarga dapat dipahami

oleh mereka. Sebaliknya pada suami isteri yang pendidikannya

rendah sering tidak dapat memahami liku-liku keluarga. Karena

itu sering saling menyalahkan bila terjadi persoalan di keluarga.

Akibatnya terjadi selalu pertengkaran yang mungkin terjadi

perceraian.

6) Masalah Perselingkuhan

Ada beberapa faktor penyebab terjadinya perselingkuhan.

Pertama, hubungan suami isteri yang sudah hilang kemesraan dan

cinta kasih. Hal ini berhubungan dengan ketidakpuasan seks,

isteri kurang berdandan di rumah kecuali jika pergi ke undangan

atau pesta, cemburu baik secara pribadi maupun atas hasutan

pihak ketiga; kedua, tekanan pihak ketiga seperti mertua dan lain-

80 
 
 
 

lain (anggota keluarga lain) dalam hal ekonomi; dan terakhir,

adanya kesibukan masing-masing sehingga kehidupan kantor

lebih nyaman dari pada kehidupan keluarga.

7) Jauh dari Agama

Jika keluarga jauh dari agama dan mengutamakan materi dan

dunia semata, maka tunggulah kehancuran keluarga tersebut.

Mengapa demikian? Karena dari keluarga tersebut akan lahir

anak-anak yang tidak taat kepada Tuhan dan kedua orang tuanya.

Bisa mereka menjadi orang yang berbuat kejidan murka yang

dapat melawan orang tua bahkan pernah terjadi seorang anak

yang sudah dewasa membunuh ayahnya karena ayahnya tidak

mau menyerahkan surat-surat rumah dan sawah.

f) Komunikasi Keluarga Mempengaruhi Proses Keberhasilan Konseling

Banyak siswa sekolah yang kurang mampu mengembangkan

potensinya (misalnya prestasi belajar dan bekerja kurang memadai)

hingga pada akhirnya membutuhkan bantuan konselor dalam

menanganinya namun terkadang beberapa masalah siswa terhambat

penyelesaiannya karena adanya hambatan dan gangguan pada sistem

keluarga misalnya macetnya komunikasi antara anggota keluarga,

kurang penghargaan, kurang mendorong satu sama lain dan

sebagainya. Selain itu, banyak siswa dan remaja yang masih sekolah

menderita gangguan emosional yang tak kuncung dapat diredakan

oleh pihak sekolah karena menghadapi gangguan emosional di dalam

81 
 
 
 

sistem keluarga, misalnya adanya pertengkaran antara kedua orang

tua, adanya semangat materialistis yang tinggi yang dipaksakan

akhirnya mengganggu perhatian dan kasih sayang orang tua terhadap

anak-anaknya. Berdasarkan pengalaman, banyak terjadi siswa yang

mempunyai kemampuan dasar tinggi namun hasil belajarnya amat

rendah (underachiever). Demikian pula dengan bakat-bakat

terpendam siswa dalam berbagai aspek seperti jurnalistik, seni, sastra,

teater, organisasi dan sebagainya tidak dapat berkembang karena

meskipun telah mendapatkan pengarahan dan bimbingan dari pihak

sekolah namun terkadang siswa yang demikian kurang mendapat

penghargaan pada sistem keluarga, Willis (2011:83). Selain itu,

Geldard (2011:100) menambahkan bahwa ketika seorang konselor

mampu mengkaji proses dan pola interaksi antara anak dan anggota

keluarganya yang bisa diamati pada umumnya, akan sangat membantu

keberhasilan konseling.

D. Hubungan Motivasi Konseli Dan Komunikasi Dalam Keluarga Dengan

Keberhasilan Konseling

1. Hubungan Motivasi Konseli Dengan Keberhasilan Konseling

Dalam aktivitas pelayanan bimbingan dan konseling, keberhasilan

konseling merupakan hal pokok yang selalu ingin dicapai oleh seorang

konselor. Keberhasilan konseling itu sendiri dapat dilihat dari proses dan

kegiatan layanan yang diberikan konselor kepada konseli, apakah inti

82 
 
 
 

dari permasalahannya sudah terungkap atau belum. Selain itu, dari

permasalahan tersebut apakah konseli sudah memiliki alternatif untuk

memecahkan masalah yang di alaminya.

Sebenarnya, dapat dikatakan bahwa inti dari keberhasilan

konseling adalah memberikan kemandirian pada siswa baik dalam hal

pengambilan keputusan, pemberian tanggung jawab, maupun

pendewasaan diri. Menurut (Prayitno, 2004:117) Kemandirian sebagai

hasil konseling menjadi arah dari keseluruhan proses konseling dan ini

harus disadari baik oleh konselor maupun konseli. Kemandirian tersebut

dapat terjadi jika konselor mampu memberikan kepercayaan kepada

konseli untuk melakukan apa yang dapat dilakukan konseli dalam

menyelesaikan semua masalah yang dihadapinya. Sehingga keberhasilan

sebuah proses konseling juga ditentukan ketika konselor mampu

melibatkan konseli secara penuh dalam proses konseling, agar konseli

dapat dengan senang hati dan sukarela untuk terlibat dalam proses

konseling.

Secara umum kalau konseli sudah sadar akan diri dan masalahnya

maka dia mempunyai harapan terhadap konselor dan proses konseling

yaitu supaya dia tumbuh, berkembang, produktif, kreatif, dan mandiri.

Harapan, kebutuhan, dan latar belakang konseli akan menentukan

terhadap keberhasilan proses konseling (Willis, 2004:111). Namun,

permasalahannya adalah tidak semua konseli yang datang pada konselor

83 
 
 
 

atas inisiatif sendiri melainkan karena dipanggil konselor atau atas

perintah wali kelas maupun guru mata pelajaran.

Konseli yang hadir di ruang konseling atas kesadaran sendiri dan

memiliki maksud serta tujuan tertentu disebut konseli sukarela (Willis,

2004:116). Menurut Willis (2004:116) ciri-ciri konseli sukarela adalah:

(1) hadir atas kehendak sendiri, (2) segera dapat menyesuaikan diri

dengan konselor, (3) mudah terbuka, (4) bersungguh-sungguh mengikuti

proses konseling, (5) berusaha mengemukakan sesuatu dengan jelas, (6)

sikap bersahabat, (7) bersedia mengungkap rahasia.

Kenyataan ini pernah penulis temukan di beberapa sekolah yang

menjadi tempat Praktik Pengalaman Lapangan. Pada tahun 2012 di

sebuah SMP Negeri di Maospati, secara spontan konselor

mengungkapkan bahwa siswa yang datang ke ruang BK hanyalah mereka

yang di panggil atau dikirim oleh para guru karena memiliki berbagai

persoalan. Pada tahun 2014 ketika penulis berkesempatan menjalankan

PPL di sebuah SMP Swasta di kota Madiun, saat berbincang-bincang

dengan konselor pamong, beliau mengungkapkan bahwa hanya sedikit

siswa yang mau datang keruang BK untuk mencari jalan keluar atas

masalah yang dialaminya. Sama seperti pada sekolah lain bahwa siswa

yang banyak datng ke ruang BK karena masalahnya adalah mereka yang

dipanggil atau atas perintah para guru. Tak hanya itu, saat ini ketika

penulis melaksanakan PPL SMA di SMK Gamaliel 1 Madiun (tahun

2015), penulis mendapati mereka yang bermasalah tidak ada yang mau

84 
 
 
 

datang ke ruang BK atas inisiatif sendiri, melainkan dipanggil atau

diperintah oleh wali kelasnya. Bahkan di sekolah tersebut sering

melakukan home visit karena beberapa siswa bermasalah justru

menjauhkan diri dari lingkungan sekolah. Hal ini sungguh sangat

disayangkan mengingat peran guru BK yang salah satunya yakni

membantu mencari jalan keluar atas permasalahan konseli.

Secara garis besar dapat dikatakan bahwa para siswa masih

banyak yang belum memiliki kesadaran pribadi untuk datang secara

sukarela pada konselor. Keadaan demikian dapat terjadi dikarenakan

pihak sekolah melibatkan konselor dalam penegakan disiplin di sekolah.

Seperti yang penulis temui di SMP Negeri 3 Maospati. Dengan jelas

seorang guru BK yang saat itu menjadi pembimbing kami

mengungkapkan bahwa di sekolah tersebut beliau juga bertugas sebagai

Guru Tatib. Beliau juga sempat mengakui bahwa antara tugas pokoknya

sebagai guru BK dan menjadi petugas Tatib yang dibebankan sekolah

memang sangat bertolak belakang. Karena Guru Tatib bertugas

memberikan punishment pada siswa yang melanggar peraturan

sedangkan guru BK lebih pada pemberian bimbingan dan memberi

arahan bagi para siswa di sekolah, baik yang bermasalah maupun tidak.

Oleh karena itu, para siswa merasa enggan untuk datang pada konselor

secara sukarela.

Dalam proses konseling, konselor memegang peranan yang

sangat penting. Kelancaran proses konseling menjadi tanggung jawab

85 
 
 
 

konselor. Konselor harus mampu menciptakan situasi agar konseli

termotivasi untuk memanfaatkan konseling sebagai suatu upaya dalam

menghadapi masalahnya. Salah satu faktor penetu keberhasilan konseling

yakni faktor yang berhubungan dengan kepribadian klien yang salah

satunya mengarah pada motivasi konseli. motivasi konseli dapat diartikan

sebagai rasa sukarela konseli untuk datang pada konselor karena adanya

kesadaran dalam dirinya bahwa dia memiliki masalah dan membutuhkan

bantuan orang lain untuk memecahkan masalah yang sedang

dihadapinya.

Menurut Surya (2003:108) motivasi dalam diri konseli akan

membantu konseli untuk menyesuaikan antara harapan-harapan yang

ingin dicapai dengan realita yang ada, dan membantu menghadapi

kegagalan yang mungkin terjadi dengan realistis.

Motivasi klien datang atau berpartisipasi dalam konseling sangat

berpengaruh terhadap hasil konseling. Klien yang datang karena hasil

rujukan akan berbeda hasilnya dibandingkan dengan yang datang atas

kehendaknya sendiri.

2. Hubungan Komunikasi Dalam Keluarga Dengan Keberhasilan

Konseling

Keberhasilan konseling selain dipengaruhi oleh faktor jenis

masalah dan cara penanganannya, kondisi yang diciptakan oleh konselor

dalam proses konseling, karakteristik dan kepribadian konseli, ditentukan

pula oleh faktor lingkungan yang salah satunya mengarah pada

86 
 
 
 

komunikasi dalam keluarga. Komunikasi dalam keluarga dapat diartikan

sebagai proses interaksi yang terjadi antara ayah, ibu, anak, maupun

dengan anggota keluarganya yang lain. Menurut Chaplin (dalam

Kurniadi 2010:34) komunikasi dalam keluarga adalah penyampaian

maksud, kehendak, ataupun keinginan antara dua orang yakni orang tua

dan anak sehingga masing-masing dapat memahami apa yang

dimaksudkan dan untuk mencapai tujuan dalam membina hubungan yang

harmonis antar anggota, yaitu mencapai kebahagiaan dan ketenangan

dalam keluarga.

Keluarga merupakan tempat pertama dan utama bagi anak untuk

mendapatkan pengalaman dan pembelajaran yang didapatkannya sejak

dini. Di tempat itu pula anak mendapatkan tempat perlindungan dan

suasana nyaman bagi keberlangsungan hidupnya. Maka sudah

sepantasnya jika hubungan antara anggota keluarga harus dijiwai oleh

suasana kasih sayang dan rasa tanggung jawab. Selain itu, dalam

membina hubungan keluarga yang baik perlu adanya komunikasi/

interaksi yang intensif antar anggota keluarga. Hubungan keluarga yang

baik tidak terletak pada siapa yang tinggal dan hidup bersama anak saat

itu namun lebih pada cara anggota keluarga dalam membina hubungan

interaksi dengan anak. Menurut Geldard (2011:100) jika konselor mau

mengkaji proses dan pola interaksi antara anak dan anggota keluarganya

yang bisa diamati pada umumnya, maka akan sangat membantu

keberhasilan konseling. Artinya bahwa hubungan interaksi dan

87 
 
 
 

komunikasi dalam keluarga berpengaruh pada keberhasilan proses

konseling.

Keluarga memegang peranan yang sangat penting terutama dalam

hal pendidikan karakter dan pembentukan perilaku anak. Maka tak heran

jika anak sering terlibat dalam masalah terutama masalah yang

berhubungan dengan masyarakat luas maupun orang di sekitarnya,

masyarakat cenderung menyoroti latar belakang keluarga sang anak

sebelum menetapkan anak sebagai dalang dari permasalahn yang ia

perbuat. Baik buruknya perilaku anak tergantung dari perilaku yang

diperlihatkan keluarga dalam bermasyarakat. Meskipun pernyataan

tersebut belum tentu benar adanya.

Begitu banyak persoalan anak yang dilatarbelakangi karena

adanya masalah keluarga sehingga membuat anak menjadi introvet,

mengalami kesulitan belajar, salah pergaulan, dan mencari perhatian di

luar rumah dengan melakukan perilaku-perilaku nakal. Namun harus

disadari bahwa apaun persoalan anak, keluarga tidak hanya menjadi

faktor yang menimbulkan masalah bagi anak, seperti yang diungkapkan

Latipun (2001:173) yakni : “Pada mulanya konseli dipandang sebagai

pribadi otonom dalam menyelesaikan masalah-masalahnya.

Penyelesaiaan terhadap masalahanya bergantung pada klien sendiri tanpa

perlu melibatkan anggota keluarga lain termasuk orang tuanya. Keluarga

dalaqm konseling individual (yang konvensional) tersebut lebih

88 
 
 
 

dipandang sebagai faktor pendorong timbulnya masalah atau gangguan

pada klien.”

Sudah sepantasnya jika pelaksanaan konseling dapat melibatkan

anggota keluarga yang lain, terutama yang memiiki kaitan langsung

dengan masalah anak. Keluarga tidak hanya dilihat sebagai faktor yang

menimbulkan masalah bagi klien, tetapi menjadi bagian yang perlu

dilibatkan dalam penytelesaian masalah anak. Hal ini berangkat dari

pandangan bahwa keluarga dan anggota keluarga merupakan sistem yang

mempengaruhi kehidupan anak atau anggota keluarga lain. Jika hendak

mengubah “maslaah” yang dialami anggota keluarganya, di antaranya

harus mengubah “sistem” dalam keluarganya. Keterlibatan anggota

keluarga dalam penyelesaian masalah klien diharapkan dapat membentu

mempercepat mengatasi masalah klien, Latipun (2001:173). Artinya, jika

konselor dapat melibatkan anggota keluarga dalam penyelesaian

permasalahan klien, maka dapat membentu mempercepat mengatasi

masalah klien dan keberhasilan konseling pun dapat segera tercapai.

Dalam penyelesaian masalah konseli, keterlibatan anggota

keluarga lebih menekankan pada komunikasi yang dijalin antara antara

anggota keluarga dengan konseli. Dengan melakukan komunikasi yang

baik akan menghasilkan umpan balik yang baik pula. Komunikasi

diperlukan untuk mengatur tata krama pergaulan antar manusia, sebab

dengan melakukan komunikasi dengan baik akan memberikan pengaruh

langsung pada struktur seseorang dalam kehidupannya (Cangara, 2006).

89 
 
 
 

Komunikasi dalam keluarga sangat penting karena dengan adanya

komunikasi antar sesama anggota keluarga maka akan tercipta hubungan

yang harmonis dan dapat diketahui apa yang diinginkan dan yang tidak

diinginkan oleh salah satu anggota keluarga. Sehingga, apabila anak

memiliki persoalan yang berujung pada pemberian layanan konseling di

sekolah, pihak keluarga dapat membantu membimbing dan memberi

dorongan positif di rumah. Dengan demikian, permasalahan anak akan

segera terpecahkan dan keberhasilan konseling dapat segera tercapai.

Namun sayangnya, akhir-akhir ini banyak keluarga yang

terganggu oleh berbagai permasalahan seperti masalah ekonomi,

perselingkuhan, perilaku orang tua berjudi dan mabuk-mabukan.

Beberapa kasus tersebut yang banyak melatarbelakangi adanya

perceraian di dalam keluarga. Menurut Willis (2011:13) hal demikian

dapat disebut krisis keluarga, yang artinya kehidupan keluarga dalam

keadaan kacau, tak teratur dan terarah, orang tua kehilangan kewibawaan

untuk mengendalikan kehidupan anak-anaknya terutama remaja, mereka

melawan orang tua, dan terjadi pertengkaran terus menerus antara ibu

dengan bapak terutama mengenai soal mendidik anak-anak. Dengan kata

lain, krisis keluarga adalah suatu kondisi yang sangat labil di keluarga, di

mana komunikasi dua arah dalam kondisi demokratis sudah tidak ada.

Willis (2011:14) menambahkan ada beberapa penyebab terjadinya krisis

keluarga, yaitu kurang atau putus komunikasi diantara anggota keluarga

90 
 
 
 

terutama ayah dan ibu, sikap egosentrisme, masalah ekonomi, maslah

kesibukan, masalah pendidikan, perselingkuhan, dan jauh dari agama.

Hal senada juga diungkapkan oleh guru pembimbing SMK

Gamaliel 1 bahwa hampir semua siswa yang memiliki masalah di

sekolah adalah mereka yang tidak tinggal bersama kedua orang tua

seperti jauh dari orang tua (orang tua yang bekerja di luar kota/ TKW),

tinggal dengan anggota keluarga yang lain seperti nenek/kakek,

paman/bibi, tante/om, maupun dengan PRT (Pembantu Rumah Tangga)

sehingga siswa merasa kurang intensif dalam membina komunikasi dan

interaksi di dalam keluarga ditambah lagi sikap keluarga yang kadang

kurang memperhatikan sang anak lantaran sibuk dengan pekerjaannya

masing-masing hingga akhirnya siswa-siswa yang demikian tidak naik

kelas, sering membolos, dan bermasalah dengan nilai akademik baru

diketahui ketika ada panggilan sekolah terhadap wali murid.

Beberapa hal di atas, menurut guru pembimbing di SMK

Gamaliel 1 Madiun dapat menjadi penyebab terhambatnya pelaksanaan

konseling karena adanya rasa kurang perhatian dan dukungan dari pihak

keluarga sehingga keberhasilan konseling sulit untuk dicapai. Keluarga

sejatinya memiliki peranan yang penting terutama dalam hal mendidik

anak. Hal ini karena pendidikan merupakan sarana untuk menghasilkan

warga masyarakat yang baik. Jika kehidupan keluarga kurang serasi,

kemungkinan besar salah satu dari anggota keluarga tersebut tidak bisa

menjalankan fungsinya dengan baik (Yustinasusi, 2010).

91 
 
 
 

Guru pembimbing di sekolah atau yang biasa disebut guru BK

kerap kali menangani permasalahan siswa yang berhubungan dengan

keluarga. Menurut Willis (2011:28), salah satu indikator perkembangan

BK bahwa guru pembimbing tidak secara khusus menangani masalah

keluarga, akan tetapi disambilkan dalam penanganan masalah kesulitan

belajar, penyesuaian sosial, dan pribadi siswa. Guru-guru pembimbing

sekolah menemukan masalah-masalah kesulitan belajar dan masalah

lainnya seperti sosial dan pribadi siswa, berkaitan dengan keadaan sosial-

psikologis keluarga. Misalnya, kesulitan belajar siswa diduga bersumber

dari ketidakharmonisan komunikasi antar anggota keluarga atau adanya

kepincangan dalam sistem keluarga.

E. Paradigma Penelitian

Motivasi Konseli

(X1)
Keberhasilan Konseling

(Y)
Komunikasi
Dalam Keluarga

(X2)

Gambar 2.1 Paradigma Penelitian

F. Hipotesis Penelitian

1. Hipotesis Minor

a. Terdapat pengaruh yang signifikan antara motivasi konseli terhadap

keberhasilan konseling.

92 
 
 
 

b. Terdapat pengaruh yang signifikan antara komunikasi dalam keluarga

terhadap keberhasilan konseling.

2. Hipotesis Mayor

Terdapat pengaruh yang signifikan antara motivasi konseli dan

komunikasi dalam keluarga terhadap keberhasilan konseling.

93 
 
BAB III

METODE PENELITIAN

Bagian terpenting dalam mengadakan suatu penelitian adalah metode dan

kebenaran. Metode penelitian yang tepat dan benar merupakan syarat suatu

penelitian. Memang tidaklah mudah dalam menentukan metode penelitian yang

tepat, karena setiap metode penelitian pasti memiliki kelemahan dan kelebihanya

masing-masing. Maka dari itu penulis merasa perlu membahas terlebih dahulu apa

yang dimaksud dengan metode penelitian.

A. Pengertian Metode Penelitian

Metode penelitian adalah suatu ilmu yang mempelajari atau

membicarakan tentang cara-cara ilmiah untuk memecahkan masalah,

menemukan, mengembangkan serta menguji suatu kebenaran suatu

pengetahuan tertentu. Metode ini sangat penting, sebab keberhasilan suatu

penelitian didukung dengan metode yang tepat, artinya sesuai dengan

masalah yang diselidiki (Hadi, 1998 : 219).

B. Materi Penelitian

1. Pola Penelitian

Pola adalah cara kerja atau sistem, sedangkan penelitian adalah

pemeriksaan yang diteliti (Poerwadarminta, 2003:325). Jadi pola

penelitian adalah cara kerja atau sistem yang dipergunakan oleh

peneliti untuk melakukan pemeriksaan yang diteliti.

94
Dalam penelitian ini penulis menggunakan pola penelitian

deskriptif. Menurut Isaac dan Michael (dalam Azwar 1998:7)

penelitian deskriptif adalah penelitian yang bertujuan menggambarkan

secara sistematik dan fakta yang akurat serta karakteristik mengenai

populasi atau mengenai bidang tertentu, penelitian ini berusaha

menggambarkan situasi atau kejadian, dan data yang di kumpulkan

bersifat deskriptif .

Ciri-ciri pola penelitian diskriptif menurut Winarno (1980:140)

adalah sebagai berikut:

a) Memusatkan diri pada pemecahan masalah-masalah actual

b) Data yang dikumpulkan disusun, dijelaskan kemudian dianalisa

atau menafsirkan data yang ada, karena itulah maka terjadi sesuatu

penelitian deskriptif membandingkan persamaan atau perbedaan

fenomena tertentu lalu mengambil studi komparatif, atau

menyatakan suatu dimensi seperti dalam berbagai bentuk studi

kualitatif.

2. Variabel Penelitian

Menurut Sugiyono (2003:12), “variabel merupakan gejala yang

menjadi fokus penelitian yang diamati”. Ada beberapa jenis variabel

penelitian, yaitu :

a. Variabel bebas (independent variable)

Variabel independent atau variabel bebas adalah variabel

yang menjadi sebab timbulnya atau berubahnya variabel dependent

95
(variabel terikat). Variabel ini sering disebut variabel stimulus,

input, prediktor dan antencedent.

b. Variabel terikat (dependent variable)

Variabel dependent atau variabel terikat merupakan

variabel yang dipengaruhi atau yang terjadi akibat adanya variabel

bebas. Variabel ini sering disebut variabel respon, output,

konsekuen.

c. Variabel moderator

Variabel moderator adalah variabel yang mempengaruhi

(memperkuat dan memperlemah) hubungan antara variabel

independent dan dependent. Variabel ini sering disebut sebagai

variabel independent kedua.

d. Variabel intervening

Variabel intervening adalah variabel yang secara teoritis

mempengaruhi (memperkuat dan memperlemah) hubungan

variabel independent dan dependent, tetapi tidak terukur.

e. Variabel kontrol (control variable)

Variabel kontrol (control variabel) merupakan variabel yang

dikendalikan atau dibuat konstan, sehingga tidak akan

mempengaruhi variabel utama yang diteliti.

Pada penelitian ini penulis mengunakan dua jenis variabel yaitu

variabel bebas dan variabel terikat sebagai berikut :

a. Variabel bebas 1 (X 1 ) : Motivasi Konseli

96
b. Variabel bebas 2 (X 2 ) : Komunikasi Dalam Keluarga

c. Variabel terikat (Y) : Keberhasilan Konseling

3. Populasi, Sampel dan Teknik Sampling

a. Populasi

Populasi maknanya berkaitan dengan elemen, yakni unit

tempat diperolehnya informasi (Sudjana, 1989:84). Elemen bisa

berupa individu, keluarga, rumah tangga, kelompok sosial, sekolah,

kelas, organisasi. Dengan kata lain populasi adalah kumpulan dari

sejumlah elemen. Menurut Hadi (2002:220), populasi adalah

“sejumlah penduduk atau individu yang paling sedikit mempunyai

satu sifat yang sama”. Populasi juga didefinisikan sebagai

“keseluruhan anggota subjek penelitian yang memiliki kesamaan

karakteristik” (Nurgiyantoro, 2004:20)

Jadi dapat disimpulkan bahwa populasi adalah sejumlah

elemen yang digunakan dalam penelitian berupa individu,

keluarga, rumah tangga, kelompok sosial, sekolah, kelas,

organisasi yang mempunyai sifat sama.

Atas dasar pengertian di atas, maka penulis menentukan

populasi dalam penelitian ini adalah seluruh siswa kelas X dan XI

SMK Gamaliel 1 Madiun, tahun ajaran 2014/2015 yang telah

mendapat layanan konseling individual dalam bulan Oktober 2014

– Mei 2015 sebanyak 71 siswa (berdasarkan data konselor

sekolah).

97
b. Sampel

Sampel adalah sebagian dari populasi (Azwar, 1998:79).

Menurut Sugiyono (2003:56) Sampel adalah sebagian dari jumlah

dan karekteristik yang dimiliki oleh populasi. Menurut Arikunto

(2010:109), sampel adalah sebagian atau wakil dari populasi yang

diteliti. Selain itu, Sumanto (1990:28) menambahkan bahwa

pertimbangan dalam menentukan besar kecilnya sampel adalah :

derajat keseragaman populasi, ketelitian hasil penelitian yang

dikehendaki dan pertimbangan waktu, tenaga dan biaya.

Dari pengertian-pengertian diatas dapat disimpulkan bahwa

sampel adalah sebagaian dari subyek populasi yang dianggap dapat

mewakili populasi yang akan diteliti. Dalam penelitian ini peneliti

menggunakan sampel jenuh yang diambil dengan memperhatikan

kaidah ukuran sampel milik Arikunto (2010:112) yang

menyebutkan bahwa :

“Apabila subyek kurang dari 100 lebih baik diambil semua

sehingga penelitiannya merupakan penelitian populasi. Selanjutnya

jika jumlah subyeknya besar dapat diambil antara 10 – 15% atau

20 – 25% atau lebih.”

Dengan memperhatikan kaidah tersebut, maka penulis

mengambil sampel sesuai dengan jumlah populasi yang ada, yakni

sebesar 71 siswa.

98
c. Teknik Sampling

Teknik sampling adalah cara yang digunakan untuk

mengambil sampel (Hadi, 1986:75). Sedangkan menurut Nasir

(1998 : 324) teknik sampling adalah cara yang digunakan untuk

mengambil sampel dengan cara ini dimaksud supaya sampel ini

benar-benar sejauh mungkin mewakili ciri-ciri populasi.

Menurut Sugiyono (2003:57) untuk menentukan sampel

dalam penelitian, terdapat berbagai teknik sampling yang

digunakan yaitu:

1) Probability sampling

Probability sampling adalah teknik pengambilan sampel yang

memberikan peluang yang sama bagi setiap unsur (anggota)

populasi untuk dipilih menjadi anggota sampel. Teknik ini

meliputi :

a) Simple Random Sampling

Dikatakan simple (sederhana) karena pengambilan sampel

anggota populasi dilakukan secara acak tanpa

memperhatikan strata yang ada dalam populasi itu. Cara

demikian dilakukan bila anggota populasi dianggap

homogen.

b) Proportionate Stratified Random Sampling

Teknik ini digunakan bila populasi mempunyai anggota

atau unsur yang tidak homogen dan berstrata secara

99
proporsional. Misalnya, suatu organisasi yang mempunyai

pegawai dari latar belakang pendidikan, maka populasi

pegawai itu berstrata.

c) Disproportionate Stratified Random Sampling

Teknik ini digunakan untuk menentukan jumlah sampel,

bila populasi berstrata tetapi kurang proporsional.

d) Cluster Sampling (Area Sampling)

Teknik sampling daerah digunakan untuk

menentukan sampel bila obyek yang akan diteliti atau

sumber data sangat luas, misal menentukan penduduk dari

suatu negara, propinsi atau kabupaten. Untuk mementukan

penduduk mana yang akan dijadikan sumber data, maka

pengambilan sampelnya berdasarkan daerah populasi yang

ditetapkan. Teknik sampling daerah ini sering digunakan

melalui dua tahap, yaitu tahap pertama menentukan sampel

daerah, dan tahap berikutnya menentukan orang-orang yang

ada pada daerah itu secara sampling juga.

2) Nonprobability Sampling

Nonprobability Sampling adalah teknik pengambilan sampel

yang tidak memberi peluang atau kesempatan sama bagi setiap

unsur atau anggota populasi untuk dipilih menjadi sampel.

Teknik ini meliputi :

100
a) Sampling Sistematis

Adalah teknik pengambilan sampel berdasarkan urutan dari

anggota populasi yang telah diberi nomor urut.

b) Sampling Kuota

Adalah teknik untuk menentukan sampel dari populasi yang

mempunyai ciri-ciri tertentu sampai jumlah (kuota) yang

diinginkan.

c) Sampling Insidental

Adalah teknik penentuan sampel berdasarkan kebetulan,

yaitu siapa saja yang secara kebetulan atau insidental

bertemu dengan peneliti dapat digunakan sebagai sampel,

bila dipandang orang yang kebetulan ditemui itu cocok

dengan sumber data.

d) Sampling Purposive

Adalah teknik penentuan sampel dengan pertimbangan

tertentu. Sampel ini lebih cocok digunakan untuk penelitian

kualitatif atau penelitian-penelitian yang tidak melakukan

generalisasi.

e) Sampling Jenuh

Adalah teknik penentuan sampel bila semua anggota

populasi digunakan sebagai sampel. Hal ini sering

dilakukan bila jumlah populasi relatif kecil.

101
f) Snowball Sampling

Adalah teknik penentuan sampel yang mula-mula

jumlahnya kecil, kemudian sampel ini disuruh memilih

teman-temannya untuk dijadikan sampel.

Berdasarkan uraian macam-macam teknik sampling di atas

maka dalam penelitian ini, peneliti menggunakan teknik sampling

jenuh (Saturation Sampling), karena semua anggota populasi

digunakan sebagai sampel, yang berjumlah 71 siswa yang telah

mendapatkan layanan konseling individual.

Sebagaimana yang dikemukakan oleh Sudjana (2012:42)

bahwa teknik sampling jenuh (Saturation Sampling) yakni teknik

pengambilan sampel bila semua anggota populasi digunakan

sebagai sampel, dengan syarat populasi tidak banyak, atau peneliti

ingin membuat generalisasi dengan kesalahan sangat kecil.

Keuntungan dari sampling jenuh ini adalah memerlukan

sedikit waktu untuk pengumpulan data sampel. Sedangkan

kelemahannya yaitu tidak cocok untuk populasi dengan anggota

yang besar karena biaya dan waktu yang banyak, misalnya untuk

melakukan wawancara dan pengolahannya (Azwar, 2013:88).

C. Jenis Data dan Teknik Pengumpulan Data

1. Jenis Data

Data penelitian dikumpulkan baik lewat instrumen

pengumpulan data, observasi, maupun lewat data dokumentasi. Data

102
yang harus dikumpulkan mungkin berupa data primer, sekunder, atau

keduanya. Data primer diperoleh dari sumber pertama melalui

prosedur dan teknik pengambilan data yang dapat berupa interview,

observasi, maupun menggunakan instrumen pengukuran yang khusus

dirancang sesuai dengan tujuannya. Sedangkan data sekunder

diperoleh dari sumber tidak langsung yang biasanya berupa data

dokumentasi dan arsip-arsip resmi. Ketepatan dan kecermatan

informasi mengenai subjek dan variabel penelitian tergantung pada

strategi dan alat pengambilan data yang dipergunakan (Azwar,

2013:36).

Menurut Nurgiyantoro (2004:28), jenis data dibagi menjadi

dua, yaitu:

a. Data kuantitatif, yaitu data yang berwujud angka-angka yang

didapat dari hasil pengukuran atau penjumlahan. Data kuantitatif

ini dapat dibedakan menjadi empat macam, yaitu :

1) Data Interval adalah data yang mempunyai ciri-ciri skala

ordinal, namun jarak antara tiap bilangan itu diketahui. Angka-

angka pada skala interval bersifat linier dengan jarak yang pasti

dan perbedaan-perbedaan dalam skala itu berbeda dalam

hubungan yang sepadan (isomorfis). Data interval tidak

mempunyai angka nol absolute (mutlak). Misalnya nol derajat

Celcius, ternyata masih ada nilainya. Semua penghitungan

dengan statistik parametrik dapat dikenakan pada data ini.

103
Misalnya penghitungan kecenderungan sentral skor yang

bersifat deskriptif, seperti mean, simpangan baku, tingkat

persentil, sampai pengujian berbagai hipotesis seperti uji

perbedaan tes (anova), uji hubungan (korelasi), dan

pemrediksian (regresi).

2) Data Nominal atau disebut juga data ketegori yaitu data yang

diperolah melalui pengelompokan obyek berdasarkan kategori

tertentu. Perbedaan kategori obyek hanya menunjukkan

perbedaan kualitatif. Walaupun nominal dapat dinyatakan dalam

bentuk angka, namun angka tersebut tidak memiliki urutan atau

makna matematis sehingga tidak dapat dibandingkan.

3) Data Ordinal adalah angka yang selain berfungsi sebagai

pengganti nama atau sebutan suatu gejala juga menunjukkan

bahwa masing-masing gejala mempunyai perbedaan intensitas

dan atau tinggi rendah, tidak dapat dijelaskan, tidak dapat

ditandai, tidak diperhatikan atau diabaikan.

4) Data Rasio adalah data yang menghimpun semua sifat yang

dimiliki oleh data nominal, data ordinal serta data interval. Data

rasio adalah data yang berbentuk angka dalam arti yang

sesungguhnya karena dilengkapi dengan titik Nol absolut

(mutlak) sehingga dapat diterapkannya semua bentuk operasi

matematik.

104
b. Data kualitatif, yaitu data yang tidak berwujud angka, biasanya

berbentuk verbal yang diperolh dari hasil pengamatan, wawancara

atau bahan tertulis.

Selanjutnya jenis data yang digunakan dalam penelitian ini

adalah data kuantitatif, yang berarti menekankan analisisnya pada data-

data numerikal (angka) yang diolah dengan metoda statistika, yang

kemudian akan digunakan sebagai kesimpulan (Azwar, 2013:5).

Adapun jenis data yang penulis gunakan dalam penelitian ini meliputi :

a. Data tentang keberhasilan konseling (Y), dibedakan menjadi

konseling berhasil, bila skor keberhasilan konseling skor

median dan konseling tidak berhasil, bila skor keberhasilan

konseling < skor median. Merupakan data interval karena

diperoleh dari penjumlahan skor angket.

b. Data tentang motivasi konseli (X1), dibedakan menjadi konseli

yang memiliki motivasi tinggi, bila skor motivasi konseli skor

median dan konseli yang memiliki motivasi rendah, bila skor

motivasi konseli < skor median. Merupakan data interval karena

diperoleh dari penjumlahan skor angket.

c. Data tentang komunikasi dalam keluarga (X2) dibedakan menjadi

komunikasi keluarga yang efektif, bila skor komunikasi keluarga

yang efektif skor median dan komunikasi keluarga yang tidak

efektif, bila skor komunikasi keluarga yang efektif < skor

105
median. Merupakan data interval karena diperoleh dari

penjumlahan skor angket.

2. Teknik Pengumpulan Data

Metode pengumpulan data adalah cara yang digunakan oleh

peneliti dalam mengumpulkan data penelitian (Arikunto, 2010:151).

Di dalam penelitian ilmiah, ada beberapa teknik pengumpulan data.

Teknik yang digunakan untuk mengumpulkan data penelitian ini

adalah kuesioner atau angket yang berbentuk skala untuk mendapatkan

data tentang keberhasilan konseling, motivasi konseli, dan komunikasi

dalam keluarga di SMK Gamaliel 1 Madiun.

Angket merupakan sejumlah pertanyaan tertulis yang

digunakan untuk memperoleh informasi dari responden yang

dibutuhkan oleh peneliti (Arikunto, 2010:140). Jenis angket yang

penulis gunakan adalah angket yang bersifat tertutup dan langsung.

Menurut Arikunto (2010:137), angket tertutup adalah angket

yang disajikan dalam bentuk sedemikian rupa sehingga responden

tinggal memberikan tanda centang () pada kolom atau tempat yang

sesuai. Sedangkan menurut Sukardi (1983:105) angket tertutup adalah

angket yang jawabannya telah disesuaikan dimana responden hanya

tinggal memilih saja untuk menjawab. Angket langsung menurut

Sukardi (1983:106) adalah angket yang diberikan langsung kepada

responden yang mau dimintai informasi atau pendapat.

106
Adapun alasan penulis menggunakan angket sebagai alat untuk

mengumpulkan data dengan pertimbangan kelebihan dan kelemahan

yang dijabarkan oleh Djumhur (1985:55) sebagai berikut :

a. Kelebihan angket

1) Merupakan metode yang praktis, karena dapat dipergunakan

untuk mengumpulkan data dari sejumlah responden dalam

jumlah yang besar dan dalam waktu yang singkat.

2) Merupakan metode yang ekonomis.

3) Setiap responden menerima pernyataan yang sama.

4) Responden memiliki kebebasan dalam menjawab pertanyaan.

5) Dapat menghindari pengaruh yang subyektif.

b. Kelemahan angket

1) Angket tidak menjamin responden akan memberikan jawaban

yang tepat.

2) Terbatas hanya pada responden yang bisa membaca dan

menulis saja.

3) Karena tidak berhadapan langsung jadi ada pertanyaan yang

kurang jelas, dan responden tidak mendapatkan keterangan

yang lebih lanjut.

4) Bersifat kaku karena pertanyaan telah ditentukan jadi tidak

dapat disesuaikan denga keadaan sekitar.

5) Sulit dipastikan semua responden akan mengembalikan angket

yang telah diberikan.

107
Dalam penelitian ini penulis menggunakan tiga buah angket

yang berbentuk skala yaitu 1) skala motivasi konseli (X1), 2) skala

komunikasi dalam keluarga (X2), dan keberhasilan konseling (Y).

Ketiga angket tersebut dikembangkan berdasarkan model skala Likert

dengan pertimbangan pembuatan dan pengintrepretasiannya relatif

mudah, bentuk pengukurannya sangat lazim digunakan dan bersifat

fleksibel (Azwar, 2013).

Setiap skala penelitian terdiri dari pertanyaan positif

(favorable), mengikuti skala Likert yang terdiri dari lima kemungkinan

jawaban, yaitu Sangat Setuju (SS)= 5, Setuju (S)= 4, Ragu-ragu (R)

=3, Tidak Setuju (TS) = 2, Sangat Tidak Setuju (STS)= 1. Dalam

penelitian ini, peneliti menggunakan alat pengumpul data dengan

angket yang berbentuk skala, yaitu :

a. Skala Keberhasilan Konseling

Skala keberhasilan konseling disusun oleh peneliti

berdasarkan aspek-aspek keberhasilan konseling yang

dikemukakan oleh Partowisastro (1982:97), meliputi aspek :

mampu menerima diri sendiri, mampu menyesuaikan diri,

mampu memecahkan masalahnya sendiri, dan mampu

mengambil keputusan.

b. Skala Motivasi Konseli

Skala motivasi konseli disusun oleh peneliti

berdasarkan aspek-aspek motivasi konseli yang dikemukakan

108
oleh Surya, (2003:106) yang meliputi aspek : kesukarelaan,

kesadaran akan adanya masalah, kejujuran, dan kesadaran

membutuhkan bantuan orang lain untuk menyelesaikan

masalah yang dihadapi.

c. Skala Komunikasi Dalam Keluarga

Skala komunikasi dalam keluarga disusun oleh peneliti

berdasarkan aspek-aspek hubungan dalam keluarga yang

dikemukakan oleh Gunarsa (2004:20) yang meliputi aspek :

keterbukaan, sikap empati, dukungan, perasaan positif, dan

perilaku sportif.

3. Uji Coba Alat Ukur

Alat pengumpulan data dalam penelitian ini harus lulus uji

validitas dan realiabilitas agar dapat dipertanggung jawabkan secara

ilmiah. Oleh karena itu, pada skala motivasi konseli, komunikasi

dalam keluarga dan keberhasilan konseling dilakukan uji validitas dan

realibilitas sebelum digunakan sebagai alat pengumpul data penelitian.

Alat ukur penelitian yang sudah disusun dilakukan dua pengujian

terlebih dahulu yaitu pengujian validitas dan reliabilitas.

a. Uji Validitas

Validitas merupakan alat penelitian yang mempersoalkan

apakah alat itu dapat mengukur apa yang akan diukur. Validitas

berkaitan dengan permasalahan apakah instrumen yang

dimaksuduntuk mengukur sesuatu itu memang dapat mengukur

109
secara tepat sesuatu yang akan diukur tersebut (Nurgiyanto,

2004:316).

Uji validitas dalam penelitian ini menggunakan teknik

Product Moment dengan rumus sebagai berikut :

rxy =

Keterangan:

r : koefisien korelasi

: jumlah skor butir

: jumlah skor total

: jumlah responden

Instrumen ini dikatakan valid jika r hitung r tabel pada

taraf signifikansi 5% atau 1%. Pada penelitian ini taraf signifikasi

ditetapkan sebesar 5%, (Nurgiyanto, 2004:318).

b. Uji Reliabilitas

Menurut Nurgiyantoro (2004:339), Reliabilitas

(kepercayaan) menunjuk pada pengertian apakah sebuah instrumen

dapat mengukur sesuatu yang diukur secara konsisten dari waktu

ke waktu. Reliabilitas tes penelitian ini menggunakan pendekatan

konsistensi internal menggunakan formula koefisiensi alpha

cronbach

110
Koefisiensi alphaini digunakan untuk instrumen yang

jawabannya berskala maupun jika dikehendaki, yang bersifat

dikhotomis (Nurgiyantoro, 2004:349).

Menurut Nurgiyantoro (2004:350), rumus formula alpha

sebagai berikut:

r=

Keterangan :

r = koefisiensi reliabilitas yang dicari

k = jumlah butir pertanyaan

σi²= varians butir pertanyaan

σ²= varians skor tes.

Kriteria reliabilitas menggunakan nilai r alpha dengan

taraf signifikasi 5%. Dengan ketentuan harga r yang diperoleh

paling tidak mencapai 0,60 (Nurgiyantoro, 2004:352).

D. Uji Asumsi Klasik

1. Uji Normalitas

Untuk menguji normalitas data dari variabel X1, X2 dan Y,

dapat digunakan uji Kolmogorov-Smirnov, dengan ketentuan jika

probabilitas >0,05 maka Ho diterima dan data data dinyatakan

berdistribusi normal. Sedangkan jika probabilitas <0,05 maka Ho

111
ditolak dan data dinyatakan tidak berdistribusi normal

(Nurgiyantoro,2004:118).

2. Uji Linearitas

Menurut Sulaiman (2004:88) bahwa untuk melihat linearitas

garis regresi dapat dilakukan dengan membuat diagram pencar atau

scatter plot. Secara visual, dari gambar tersebut dapat dilihat apakah

titik-titik data membentuk pola linear atau tidak. Untuk meyakinkan

bahwa model berbentuk memenuhi kriteria kelinearan,, maka perlu

diuji dengan melihat hasil plot residual terhadap harga-harga prediksi.

Jika grafik antara harga-harga prediksi dan harga-harga residual tidak

membentuk pola tertentu (parabola, kubik, dan sebagainya), maka

asumsi linearitas terpenuhi. Dengan begitu maka residual-residual dan

distribusi random akan terkumpul di sekitar garis lurus yang melalui

titik 0.

E. Analisis Data

Berdasarkan data yang diperoleh, peneliti menganalisis data

dengan menggunakan metode statistik Parametrik, sehingga dapat

membuktikan apakah hipotesis diterima atau ditolak dan untuk mengambil

kesimpulan sebagai hasil dari penelitian yang telah dilakukan peneliti.

1. Analisis Regresi Linear Berganda

Menurut Sulaiman (2004:74) analisis regresi berganda adalah

suatu metode statistik umum yang digunakan untuk meneliti hubungan

antara sebuah variabel dependent dengan variabel independent.

112
Perhitungan regresi berganda dengan menggunakan rumus

persamaan garis regresi pada dua variabel prediktor adalah sebagai

berikut (Sulaiman, 2004:79) :

Ỳ = a + b₁X₁ + b₂X₂

Keterangan :

Ỳ : variabel kriterium (variabel independent yang diselidiki)

a : harga bila X = 0 (bilangan constant)

b₁ : koefisien prediktor 1

b₂ : koefisien prediktor 2

113
X₁ : variabel prediktor 1

X₂ : variabel prediktor 2

2. Analisis Korelasi

Analisis korelasi adalah studi yang membahas tentang derajat

hubungan antara variabel-variabel. Ukuran yang dipakai untuk

mengetahui derajat hubungan dinamakan koefisien korelasi (Sudjana,

1988:367).

Analisis korelasional digunakan untuk melihat ada tidaknya,

serta kuat lemah hubungan anatar variabel bebas X1 dan X2 dengan Y.

Rumus yang dipergunakan untuk menghitung korelasi (Nurgiantoro,

2004:275).

rxy =

Keterangan :

114
rxy : perhitungan korelasi antar variabel x dan y.

N : jumlah subjek.

x : jumlah skor variabel x.

y : jumlah skor variabel y.

xy : jumlah hasil kali skor variabel x dan y.

x2 : jumlah skor yang dikuadratkan dalam sebaran x.

y 2 : jumlah skor yang dikuadratkan dalam sebaran y.

Koefisien korelasi memiliki nilai antara -1 hingga +1, sifat

nilai koefisien korelasi adalah plus (+) atau (-). Hal ini menunjukan

arah korelasi. Makna sifat korelasi adalah sebagai berikut :

a. Korelasi positif (+) berarti jika variabel X1 mengalami kenaikan

maka variabel X2 juga akan mengalami kenaikan, atau jika

variabel X2 mengalami kenaikan maka variabel X1 juga akan

mengalami kenaikan.

b. Korelasi negatif (-) berarti jika variabel X1 mengalami kenaikan

maka variabel X2 akan mengalami penurunan, atau jika variabel

X2 mengalami kenaikan maka variabel X1 akan mengalami

penurunan.

Sifat korelasi akan menentukan arah dari korelasi. Menurut

Nugroho (2005:36) keeratan korelasi dapat dikelompokkan sebagai

berikut :

a. 0,00 sampai dengan 0,20 berarti korelasi memiliki keeratan

sangat lemah.

115
b. 0,21 sampai dengan 0,40 berarti korelasi memiliki keeratan

lemah.

c. 0,41 sampai dengan 0,70 berarti korelasi memiliki keeratan kuat.

d. 0,71 sampai dengan 0,90 berarti korelasi memiliki keeratan

sangat kuat.

e. 0,91 sampai dengan 0,99 berarti korelasi memiliki keeratan

sangat kuat sekali.

f. 1 berarti korelasi sempurna.

3. Analisis Koefisien Determinasi

Menururt Sudjana (1989:369), koefisien determinasi disebut

juga koefisien penentu. Dinamakan demikian karena 100 r² % dari

pada variasi yang terjadi dalam variabel terikat Y dijelaskan oleh

variabel bebas X dengan regresi linier Y atas X. Sumbangan efektif

prediktor dapat dihitung dari koefisien korelasi ganda yang disebut

sebagai koefisien determinasi (R²), dengan rumus sebagai berikut:

SE% X = SR% X x R²

Keterangan :

SE% : sumbangan efektif

X : prediktor

SR% : sumbangan relatif

R² : koefisien determinasi

Semakin besar SE% sebuah prediktor berarti semakin besar

sumbangannya untuk keperluan pembuatan prediksi. Sebaliknya, SE%

116
prediktor yang terlalu kecil, misalnya mendekati nol (0), menunjukkan

bahwa prediktor tersebut tidak memberikan arti untuk keperluan

prediksi.Maka, prediktor itu dapat diabaikan (Nurgiyantoro,

2004:323).

F. Uji Hipotesis

Untuk menguji hipotesis minor dan mayor beserta prosedur

pengujianya dapat diterangkan sebagai berikut :

1. Uji Hipotesis Minor

Pengujian hipotesis minor digunakan uji t. Uji t digunakan

untuk melihat pengaruh variabel independent secara parsial terhadap

variabel dependent (Sulaiman, 2004:87). Sehingga dapat diketahui

apakah motivasi konseli (X1) dan komunikasi dalam keluarga (X2)

berpengaruh secara parsial terhadap keberhasilan konseling (Y).

Dengan rumus sebagai berikut :

t=

Keterangan :

N : jumlah subjek.

D : jumlah perbedaan antara setiap pasangan x 1 – x 2.

117
Dengan kriteria Ho diterima bila t hitung ≤ t tabel dan H0

ditolak bila t hitung > t tabel dengan menggunakan derajat kebebasan

atau db= N-1 pada taraf signifikan 5% (Sulaiman, 2004:87).

2. Uji Hipotesis Mayor

Pengujian hipotesis mayor digunakan uji F. Uji F digunakan

untuk melihat pengaruh variable-variabel independent secara simultan

terhadap variabel dependent (Sulaiman, 2004:198).Sehingga dapat

diketahui apakah motivasi konseli (X1) dan komunikasi dalam

keluarga (X2) berpengaruh secara parsial terhadap keberhasilan

konseling (Y). Dengan rumus sebagai berikut :

R Kreg
F reg 
R Kres

Keterangan :

K reg : bilangan F garis regresi.

R kreg : rata – rata hitung kuadrat garis regresi.

R kres : rata – rata hitung kuadrat residu.

Dengan kriteria, Ho diterima bila F hitung ≤ F tabel dan Hipotesis

ditolak bila F hitung > F tabel dengan menggunakan derajat kebebasan dbt

= N-1 dba = K-1 pada taraf signifikansi 5% (Arikunto, 2002:291).

118
BAB IV

LAPORAN EMPIRIS

Agar diperoleh gambaran yang jelas dan data yang akurat tentang kegiatan

yang akan dilaksanakan maka dalam bab ini penulis akan mengemukakan

langkah-langkah yang ditempuh dalam mempersiapkan dan melaksanakan

penelitian. Adapun langkah-langkah yang telah ditempuh adalah sebagai berikut :

A. Persiapan Penelitian

Langkah persiapan yang dilakukan oleh penulis dalam melaksanakan

penelitian ini adalah sebagai berikut :

1. Menentukan topik atau judul yang kemudian dikonsultasikan kepada

dosen pembimbing.

2. Menyusun proposal yang kemudian dikonsultasikan kepada dosen

pembimbing sampai disetujui.

3. Menyusun bab yang terdiri dari, Bab I berisi Pendahuluan, Bab II berisi

Kajian Pustaka dan Bab III berisi Metode Penelitian.

4. Menyusun instrumen penelitian atau alat ukur, yaitu berupa angket.

5. Tanggal 18 Mei 2015 penulis mengurus surat ijin penelitian di prodi

bimbingan dan konseling.

6. Tanggal 20 Mei 2015 mengurus ijin penelitian ke SMK Gamaliel 1

Madiun.

118
B. Pelaksanaan Penelitian

Langkah pelaksanaan penelitian yang telah dilakukan penulis adalah sebagai

berikut :

1. Tanggal 26 s.d 28 Mei 2015 penulis mengumpulkan data dengan

menggunakan angket kepada 71 responden.

2. Pemberian skor pada jawaban responden dan menganalisis.

C. Pengolahan Data

Setelah dilakukan pengumpulan data dan pemberian skor pada 158

responden. Selanjutnya adalah melakukan pengolahan data. Pengolahan data

dilakukan dengan menggunakan bantuan program SPSS17. Adapun uraian

pengolahan data yang telah penulis lakukan adalah sebagai berikut :

1. Melakukan uji validitas instrument dengan menggunakan teknik Product

Moment.

2. Melakukan uji reliabilitas instrument pengumpulan data dengan

menggunakan Alpha Cronbach.

3. Melakukan uji normalitas data dengan menggunakan Kolmogorov

Smirnov.

4. Uji Linieritas garis regresi dengan membuat diagram pencar atau Scatter

Plot.

119
D. Penyajian Data

1. Hasil Uji Validitas.

a. Hasil uji validitas Motivasi Konseli (X1) dapat dilihat pada tabel 4.1

dibawah ini :

Tabel 4.1

Hasil Uji Validitas Skala Motivasi Konseli (X1)

Koefisien korelasi r dari N = 71 Db = 0,05


No Keterangan
Product moment = r hitung R tabel = 0,233
1 0,495 r hitung > r tabel Valid
2 0,202 r hitung < r tabel Tidak Valid
3 0,334 r hitung > r tabel Valid
4 0,359 r hitung > r tabel Valid
5 0,041 r hitung < r tabel Tidak Valid
6 0,052 r hitung < r tabel Tidak Valid
7 0,774 r hitung > r tabel Valid
8 0,365 r hitung > r tabel Valid
9 0,775 r hitung > r tabel Valid
10 0,836 r hitung > r tabel Valid
11 0,752 r hitung > r tabel Valid
12 0,692 r hitung > r tabel Valid
13 0,805 r hitung > r tabel Valid
14 0,850 r hitung > r tabel Valid
15 0,276 r hitung > r tabel Valid
16 0,780 r hitung > r tabel Valid
17 0,330 r hitung > r tabel Valid
18 0,294 r hitung > r tabel Valid
19 0,362 r hitung > r tabel Valid
20 0,590 r hitung > r tabel Valid
21 0,865 r hitung > r tabel Valid

120
Batas nilai r table dari product moment dengan taraf signifikasi 5 %

untuk N = 71 adalah 0,233. Jika nilai r hitung ≥ 0,233 maka item

tersebut dinyatakan valid, sedangkan jika hasil r hitung < 0,233 maka

item tersebut dinyatakan tidak valid. Dari hasil pengolahan dapat

disimpulkan bahwa 18 item variabel X1 adalah valid dan 3 item tidak

valid. Selanjutnya ringkasan hasil uji validitas variabel X1 dapat dilihat

pada tabel 4.2 dibawah ini.

Tabel 4.2

Ringkasan Hasil Uji Validitas Skala Motivasi Konseli (X1)

Item Positif
Aspek – Aspek
Valid Tidak Valid
1. Kesukarelaan 1,3,4 2,5
2. Kesadaran akan adanya masalah 7,8,9,10 6
3. Kejujuran 11,12,13,14,15 -
4. Kesadaran membutuhkan bantuan orang 16,17,18,19,20 -
,21
lain untuk menyelesaikan masalah yang
dihadapi
Total 18 3

121
b. Hasil Uji Validitas Komunikasi Dalam Keluarga (X2) dapat dilihat

pada tabel 4.3 dibawah ini.

Tabel 4.3

Hasil Uji Validitas Skala Komunikasi Dalam Keluarga (X2)

Koefisien korelasi r dari N = 71 Db = 0,05


No Keterangan
Product moment = r hitung R tabel = 0,233

1 0,443 r hitung > r tabel Valid


2 0,360 r hitung > r tabel Valid
3 0,485 r hitung > r tabel Valid
4 0,574 r hitung > r tabel Valid
5 0,181 r hitung < r tabel Tidak Valid
6 0,252 r hitung > r tabel Valid
7 0,244 r hitung > r tabel Valid
8 0,336 r hitung > r tabel Valid
9 0,585 r hitung > r tabel Valid
10 0,427 r hitung > r tabel Valid
11 0,208 r hitung < r tabel Tidak Valid
12 0,466 r hitung > r tabel Valid
13 0,661 r hitung > r tabel Valid
14 0,639 r hitung > r tabel Valid
15 0,406 r hitung > r tabel Valid
16 0,302 r hitung > r tabel Valid
17 0,343 r hitung > r tabel Valid
18 0,481 r hitung > r tabel Valid
19 0,136 r hitung < r tabel Tidak Valid
20 0,259 r hitung > r tabel Valid
21 0,060 r hitung < r tabel Tidak Valid
22 0,130 r hitung < r tabel Tidak Valid
23 0,386 r hitung > r tabel Valid
24 0,305 r hitung > r tabel Valid
25 0,499 r hitung > r tabel Valid
26 0,594 r hitung > r tabel Valid
27 0,496 r hitung > r tabel Valid
28 0,424 r hitung > r tabel Valid
29 0,241 r hitung > r tabel Valid

122
Batas nilai r table dari product moment dengan taraf signifikasi 5 %

untu N = 71 adalah 0,233. Jika nilai r hitung ≥ 0,233 maka item tersebut

dinyatakan valid, sedangkan jika hasil r hitung < 0,233 maka item

tersebut dinyatakan tidak valid. Dari hasil pengolahan dapat

disimpulkan bahwa 24 item variabel X2 adalah valid dan 5 item tidak

valid. Selanjutnya ringkasan hasil uji validitas variabel X2 dapat dilihat

pada tabel 4.4 dibawah ini.

Tabel 4.4

Ringkasan Hasil Uji Validitas Skala Komunikasi Dalam Keluarga (X2)

Item Positif
Aspek – Aspek
Valid Tidak Valid
1. Keterbukaan 1,2,3,4,6 5
2. Empati 7,8,9,10 11
3. Dukungan 12,13,14,15,16 -
4. Perasaan positif 17,18,20 19,21,22
5. Perilaku Sportif 23,24,25,26,27 -
,28,29
Total 24 5

123
c. Hasil Validitas Keberhasilan Konseling (Y) dapat dilihat pada tabel

4.5 dibawah ini.

Tabel 4.5

Hasil Uji Validitas Skala Keberhasilan Konseling (Y)

Koefisien korelasi r dari N = 71 Db = 0,05


No Keterangan
Product moment = r hitung R tabel = 0,233

1 0,304 r hitung > r tabel Valid


2 0,377 r hitung > r tabel Valid
3 0,339 r hitung > r tabel Valid
4 0,379 r hitung > r tabel Valid
5 0,578 r hitung > r tabel Valid
6 0,323 r hitung > r tabel Valid
7 0,409 r hitung > r tabel Valid
8 0,162 r hitung < r tabel Tidak Valid
9 0,516 r hitung > r tabel Valid
10 0,288 r hitung > r tabel Valid
11 0,316 r hitung > r tabel Valid
12 0,385 r hitung > r tabel Valid
13 0,512 r hitung > r tabel Valid
14 0,102 r hitung < r tabel Tidak Valid
15 0,365 r hitung > r tabel Valid
16 0,371 r hitung > r tabel Valid
17 0,271 r hitung > r tabel Valid
18 0,411 r hitung > r tabel Valid
19 0,459 r hitung > r tabel Valid
20 0,379 r hitung > r tabel Valid
21 0,519 r hitung > r tabel Valid
Batas nilai r table dari product moment dengan taraf signifikasi 5 %

untuk N = 71 adalah 0,233. Jika nilai r hitung > 0,233 maka item

tersebut dinyatakan valid, sedangkan jika hasil r hitung < 0,233 maka

item tersebut dinyatakan tidak valid. Dari hasil pengolahan dapat

disimpulkan bahwa 19 item variabel Y adalah valid dan 2 item tidak

124
valid. Selanjutnya ringkasan hasil uji validitas variabel Y dapat dilihat

pada tabel 4.6 dibawah ini.

Tabel 4.6

Ringkasan Hasil Uji Validitas Skala Keberhasilan Konseling (Y)

Item Positif
Aspek – Aspek
Valid Tidak Valid
1. Menerima Diri Sendiri 1,2,3,4,5,6 -
2. Menyesuaikan Diri 7,9,10,11 8
3. Memahami dan Memecahkan 12,13,15,16,17 14
Masalahnya Sendiri
4. Mengambil Keputusan 18,19,20,21 -
Total 19 2

2. Uji Reliabilitas Alat Ukur

Tabel 4.7

Hasil Uji Reliabilitas

Motivasi Konseli (X1), Komunikasi Dalam Keluarga (X2), dan

Keberhasilan Konseling (Y)

Cronbach’s Alpha Nilai Kritis


Variabel Based on Alpha Keterangan
Standardixed item Cronbach
X1: Motivasi Konseli 0,894 0,60 Reliabel
X2: Komunikasi Dalam Keluarga 0,841 0,60 Reliabel
Y : Keberhasilan Konseling 0,805 0,60 Reliabel

Batas nilai r alpha dengan taraf signifikasi 5% adalah 0,60. Jika r hitung ≥

0,60 maka alat ukur dinyatakan reliabel. Sedangkan jika hasil r hitung <

0,60 maka alat ukur dinyatakan reliabel.

125
BAB V

ANALISIS DATA

Pada bab ini, penulis akan menganalisis data untuk menguji hipotesis.

Adapun hipotesis yang penulis ajukan sebagai berikut:

1. Hipotesis Minor

a. Terdapat hubungan yang signifikan antara motivasi konseli terhadap

keberhasilan konseling.

b. Terdapat hubungan yang signifikan antara komunikasi dalam keluarga

terhadap keberhasilan konseling.

2. Hipotesis Mayor

Terdapat hubungan yang signifikan antara motivasi konseli dan

komunikasi dalam keluarga terhadap keberhasilan konseling.

A. Analisis Deskriptif

Pada bab V ini penulis akan melakukan pengolahan data, data diolah dengan

menggunakan bantuan komputer yaitu dengan program SPSS17. Adapun

hasil analisis deskriptif untuk tiga variabel yang diteliti penulis dijelaskan

sebagai berikut :

126
127

Tabel 5.1

Hasil Data Deskriptif Frekuensi Variabel Motivasi Konseli (X1),

Komunikasi Dalam Keluarga (X2), dan Keberhasilan Konseling (Y)

Statistics
X1 X2 Y
N Valid 71 71 71
Missing 0 0 0
Mean 84.34 118.75 86.28
Median 84.00 118.00 87.00
Mode 74 118 91
Std. Deviation 8.770 8.359 7.037
Minimum 63 102 71
Maximum 103 138 100
Sum 5988 8431 6126

1. Variabel Motivasi Konseli (X1)

Berdasarkan pada data tabel 5.1 di atas, dapat dijelaskan sebagai berikut:

Dari 71 responden diketahui nilai rata-rata hitung (mean) 84,34 dengan

skor minimum 63 dan skor maksimum 103 dengan standar deviasi 8,770

dan median menunjukkan skor 84,00 serta mode 74. Dengan demikian skor

motivasi konseli ≥ median dikategorikan sebagai motivasi konseli yang

tinggi dan skor motivasi konseli < median dikategorikan sebagai motivasi

konseli yang rendah. Dalam sebuah grafik digambarkan sebagai berikut:

127
128

Gmbar 5.1 Motivasi Konseli (X1)

2. Variabel Komunikasi Dalam Keluarga (X2)

Berdasarkan pada data tabel 5.1 di atas, dapat dapat dijelaskan sebagai

berikut:

Dari 71 responden diketahui nilai rata-rata hitung (mean) 118,75 dengan

skor minimum 102 dan skor maksimum 138, dengan standar deviasi 8,359

dan median menunjukkan skor 118,00 serta mode 118. Dengan demikian

skor hubungan dalam keluarga ≥ median dikategorikan sebagai komunikasi

keluarga yang positif dan skor komunikasi keluarga < median

dikategorikan sebagai hubungan dengan keluarga yang negatif. Dalam

sebuah grafik digambarkan sebagai berikut :

128
129

Gambar 5.2 Komunikasi Dalam Keluarga (X2)

3. Variabel Keberhasilan Konseling (Y)

Berdasarkan pada data tabel 5.1 di atas, dapat dapat dijelaskan sebagai

berikut:

Dari 71 responden diketahui nilai rata-rata hitung (mean) 86,28 dengan

skor minimum 71 dan skor maksimum 100, dengan standar deviasi 7,037

dan median menunjukkan skor 87,00 serta mode 91. Dengan demikian skor

keberhasilan konseling ≥ median dikategorikan sebagai keberhasilan

konseling tinggi dan skor keberhasilan konseling < median dikategorikan

sebagai keberhasilan konseling rendah. Dalam sebuah grafik digambarkan

sebagai berikut :

129
130

Gambar 5.3 Keberhasilan Konseling (Y)

B. Uji Asumsi Klasik

1. Uji Normalitas

Untuk menguji normalitas data dari minat konseli (X1), komunikasi

dalam keluarga (X2), dan keberhasilan konseling (Y) digunakan uji

Kolmogorov-Smirnov. Untuk memperjelas keterangan ini dapat dilihat

dalam tabel 5.2 sebagai berikut:

130
131

Tabel 5.2

Uji Normalitas

One-Sample Kolmogorov-Smirnov Test


X1 X2 Y
N 71 71 71
Normal Parametersa,,b Mean 84.34 118.75 86.28
Std. Deviation 8.770 8.359 7.037
Most Extreme Absolute .089 .079 .087
Differences Positive .089 .079 .063
Negative -.064 -.047 -.087
Kolmogorov-Smirnov Z .750 .669 .733
Asymp. Sig. (2-tailed) .627 .761 .656
a. Test distribution is Normal.
b. Calculated from data.

a. One-Sample Kolmogorov-Smirnov Test variabel Motivasi Konseli (X1)

Dari komputasi hasil analisis One-Sample Kolmogorov-Smirnov Test

diatas diperoleh nilai probabilitas sebesar 0,627 dengan N = 71 dan taraf

signifikan 5%. Karena nilai probabilitas 0,627 > 0,05 maka Ho diterima

dan data variabel minat konseli (X1) dinyatakan berdistribusi normal

b. One-Sample Kolmogorov-Smirnov Test variabel Komunikasi Dalam

Keluarga (X2)

Dari komputasi hasil analisis One-Sample Kolmogorov-Smirnov Test

diatas diperoleh nilai probabilitas sebesar 0,761 dengan N = 71 dan taraf

signifikan 5%. Karena nilai probabilitas 0,761 > 0,05 maka Ho diterima

dan data variabel komunikasi dalam keluarga (X2) dinyatakan

berdistribusi normal.

131
132

c. One-Sample Kolmogorov-Smirnov Test variabel Keberhasilan Konseling

(Y)

Dari komputasi hasil analisis One-Sample Kolmogorov-Smirnov Test

diatas diperoleh nilai probabilitas sebesar 0,656 dengan N = 71 dan taraf

signifikan 5%. Karena nilai probabilitas 0,656 > 0,05 maka Ho diterima

dan data variabel keberhasilan konseling (Y) dinyatakan berdistribusi

normal.

2. Uji Linieritas

Untuk melihat linieritas garis regresi, dilakukan dengan membuat diagram

pencar (scatter plot). Jika grafik antara harga-harga prediksi dan harga-

harga residual tidak membentuk pola tertentu (parabola, kubik, dan

sebagainya) maka asumsi linieritas terpenuhi. Jika asumsi linieritas

terpenuhi, maka residual-residual akan berdistribusi secara random dan

akan terkumpul disekitar garis lurus yang melalui titik 0 seperti yang

dikemukakan oleh Sulaiman (2004:88). Dengan demikian berarti uji

linieritas terpenuhi. Untuk memperjelas keterangan ini dapat dilihat dalam

gambar 5.4 sebagai berikut :

132
133

Gambar 5.4

Uji Linieritas Variebel Motivasi Konseli (X1), dan Komunikasi Dalam

Keluarga (X2) terhadap Keberhasilan Konseling (Y)

C. Hasil Pengolahan Data

Pengolahan data dengan teknik regresi berganda untuk melihat besarnya

pengaruh motivasi konseli (X1), komunikasi dalam keluarga (X2), dan

keberhasilan konseling (Y) maka diperoleh hasil seperti pada tabel 5.3

berikut:

133
134

Tabel 5.3

Coefficients Regresi

Coefficientsa
Unstandardized Standardized
Coefficients Coefficients
Model B Std. Error Beta t Sig.

1 (Constant) 3.917 6.985 .561 .577


X1 .214 .067 .267 3.213 .002
X2 .542 .070 .643 7.743 .000
a. Dependent Variable: Y

Tabel 5.4

Hasil Uji F (Pengaruh Simultan)

ANOVAb
Sum of
Model Squares Df Mean Square F Sig.
1 Regression 2344.404 2 1172.202 71.045 .000a
Residual 1121.962 68 16.499
Total 3466.366 70
a. Predictors: (Constant), X2, X1
b. Dependent Variable: Y
Tabel 5.5

Koefisien Determinasi

Model Summaryb
Adjusted R Std. Error of
Model R R Square Square the Estimate
1 .822a .676 .667 4.062
a. Predictors: (Constant), X2, X1
b. Dependent Variable: Y

134
135

D. Pembahasan Hasil Pengolahan Data

1. Analisis Regresi Berganda

Berdasarkan tabel 5.3 persamaan regresi yang terbentuk dari pengaruh

variabel Motivasi Konseli (X1) dan Komunikasi Dalam Keluarga (X2)

terhadap Keberhasilan Konseling (Y) adalah sebagai berikut:

Persamaan garis regresi adalah :

Ŷ= a+

Y = 3,917 + 0,214 (X1) + 0,542 (X2)

Keterangan :

Ŷ= variabel kriterium (variabel yang diselidiki)

a= harga Y bila X =0 (bilangan konstan)

koefisien prediktor 1

variabel prediktor 1

variabel prediktor 2

Persamaan tersebut dapat disimpulkan sebagai berikut :

a. Konstata sebesar 3,917 berarti bahwa jika tidak ada motivasi konseli

dan komunikasi dalam keluarga, maka keberhasilan konseling sebesar

3,917.

b. Koefisien regresi X1 adalah sebesar 0,214 menyatakan bahwa setiap

penambahan satu satuan motivasi konseli (X1), dengan anggapan

komunikasi dalam keluarga (X2) konstan, maka keberhasilan

konseling akan bertambah sebesar 0,214 satuan.

135
136

c. Koefisien regresi X2 adalah sebesar 0,542 menyatakan bahwa setiap

penambahan satu satuan komunikasi dalam keluarga (X2), dengan

anggapan motivasi konseli (X1) konstan, maka keberhasilan konseling

akan bertambah sebesar 0,542 satuan.

2. Analisis Korelasi

Berdasarkan pada tabel 5.5 model summary diperoleh nilai R sebesar

0,822 yang menunjukkan bahwa korelasi antara variabel X1 (motivasi

konseli) dan variabel X2 (komunikasi dalam keluarga) dengan variabel Y

(keberhasilan konseling) memiliki keeratan sangat kuat, karena

berdasarkan pendapat Nugroho (2005:36) pengelompokan 0,71 sampai

dengan 0,90 berarti korelasi memiliki keeratan sangat kuat.

3. Analisis Koefisien Determinasi

Berdasarkan data tabel 5.5 diperoleh angka (R Square) adalah 0,676.

Hal ini berarti, motivasi konseli dan komunikasi dalam keluarga memberi

sumbangan sebesar 67,6 % terhadap keberhasilan konseling pada siswa

sedangkan sisanya (100 % - 67,6 % = 32,4%) dipengaruhi oleh faktor-

faktor lain selain motivasi konseli dan komunikasi dalam keluarga.

E. Uji Hipotesis

1. Hipotesis Minor

Untuk menguji hipotesis minor digunakan uji t.

a. Hipotesis Minor Pertama

Dari hasil pengolahan data pada tabel 5.3 diperoleh nilai t hitung

sebesar 3,213. Dengan menggunakan derajat kebebasan db = n-k-l =

136
137

71-2-1 = 68 pada taraf signifikan 5% diperoleh nilai kritis dari table t

= 2,650. Karena t hitung > t tabel (3,213 > 2,650) maka hipotesis

yang menyatakan bahwa motivasi konseli berpengaruh terhadap

keberhasilan konseli pada siswa SMK Gamaliel 1 Madiun yang telah

mendapat layanan konseling individual dalam bulan Oktober 2014 –

Mei 2015, diterima.

b. Hipotesis Minor Kedua

Dari hasil pengolahan data pada tabel 5.3 diperoleh nilai t hitung

sebesar 7,743. Dengan menggunakan derajat kebebasan db = n-k-l =

71-2-1 = 68 pada taraf signifikan 5% diperoleh nilai kritis dari table t

= 2,650. Karena t hitung > t tabel (7,743 > 2,650) maka hipotesis

yang menyatakan bahwa komunikasi dalam keluarga berpengaruh

terhadap keberhasilan konseling pada siswa SMK Gamaliel 1 Madiun

yang telah mendapat layanan konseling individual dalam bulan

Oktober 2014 – Mei 2015, diterima.

2. Hipotesis Mayor

Beradasarkan hasil pengolahan data pada tabel 5.4 diperoleh nilai F

hitung sebesar 71,045. Dengan menggunakan derajat kebesaran db = n-k-l

= 71-2-1 = 68 pada taraf signifikan 5% diperoleh nilai kritis dari F tabel =

3,132. Karena F hitung > F tabel (71,045 > 3,132) maka hipotesis yang

menyatakan bahwa secara simultan motivasi konseli dan komunikasi

dalam keluarga berpengaruh terhadap keberhasilan konseling pada siswa

137
138

SMK Gamaliel 1 Madiun yang telah mendapat layanan konseling

individual dalam bulan Oktober 2014 – Mei 2015, diterima.

F. KETERBATASAN PENELITIAN

Ada beberapa kekurangan yang penulis temukan di dalam penelitian ini.

Kekurangan tersebut dikarenakan adanya beberapa keterbatasan yang ada,

yaitu :

1. Hampir semua siswa kelas X dan XI yang pernah mendapatkan layanan

konseling dijadikan responden dengan mengabaikan apakah mereka

datang secara sukarela atau tidak.

2. Keterbatasan yang mungkin terdapat pada alat ukur yakni pembuatan

angket dengan item pertanyaan positif semua sehingga responden dengan

mudah menentukan jawaban bahkan tanpa membaca sekalipun responden

dapat memperoleh nilai yang rata-rata cukup baik.

3. Waktu yang tersedia untuk mengisi angket sangat terbatas sehingga

responden tergesa-gesa dalam memberikan jawaban sehingga berdampak

pada pengisian yang kurang cermat.

4. Peneliti kurang mampu memberikan instruksi kepada responden tentang

pentingnya masalah yang diteliti.

138
BAB VI

TINJAUAN KEMBALI, KESIMPULAN DAN SARAN

Dalam bab ini, penulis mengemukakan tinjauan kembali hasil penelitian

yang telah dilaksanakan, baik secara teoritis maupun empiris. Melalui tinjauan

kembali penulis berharap dapat member gambaran secara singkat dan menyeluruh

materi dalam penelitian ini. Selanjutnya juga dikemukakan kesimpulan hasil

penelitian dan saran yang penulis sampaikan sebagai masukan dalam pemecahan

masalah pada obyek penelitian.

A. Tinjauan Kembali

Sebelum penulis mengambil kesimpulan, terlebih dahulu penulis akan

mengadakan tinjauan kembali tentang pokok–pokok masalah yang telah

dibahas pada bab-bab terdahulu. Permasalahan tersebut adalah`apakah

terdapat pengaruh yang signifikan motivasi konseli dan komunikasi dalam

keluarga terhadap keberhasilan konseling. Adapun hipotesis yang penulis

ajukan untuk menjawab semua permasalahan tersebut yaitu:

1. Hipotesis Minor

a. Terdapat pengaruh motivasi konseli (X1) terhadap keberhasilan

konseling (Y).

b. Terdapat pengaruh komunikasi dalam keluarga (X2) terhadap

keberhasilan konseling (Y).

139
2. Hipotesis Mayor

Terdapat pengaruh motivasi konseli (X1) dan komunikasi dalam keluarga

(X2) terhadap keberhasilan konseling.

B. Kesimpulan

Berdasarkan data yang diperoleh dari penelitian dan pengolahan data dapat

disimpulkan sebagai berikut :

1. Hipotesis minor pertama

Ada pengaruh yang signifikan antara motivasi konseli (X1) terhadap

keberhasilan konseling (Y), diterima.

2. Hipotesis minor kedua

Ada pengaruh yang signifikan antara komunikasi dalam keluarga (X2)

terhadap keberhasilan konseling (Y), diterima.

3. Hipotesis mayor

Ada pengaruh yang signifikan antara motivasi konseli (X1) dan

komunikasi dalam keluarga (X2) terhadap keberhasilan konseling (Y),

diterima.

C. Saran

1. Bagi Orang Tua

Keluarga diharapkan dapat mengajarkan bagaimana cara membina

komunikasi yang baik bagi anak, seperti memberi dukungan, perhatian,

sikap empati, memberikan pengasuhan dan pendidikan yang tepat,

menerapkan keterbukaan dan kejujuran, perasaan positif, serta

140
menanamkan perilaku sportif pada anak sejak dini. Sehingga menjadikan

anak sebagai pribadi yang baik.

2. Bagi Siswa

Siswa hendaknya lebih meningkatkan motivasi diri dalam menyelesaikan

permasalahan yang sedang dialaminya tentunya melalui layanan konseling

yang diberikan oleh konselor disekolahnya.

3. Bagi Sekolah

a. Sekolah diharapkan dapat terus meningkatkan upaya penyelenggaraan

layanan konseling yang profesional menuju perkembangan siswa yang

memandirikan sehingga citra konselor akan tetap positif di mata siswa.

Jika hal ini terjadi maka dimungkinkan siswa memiliki motivasi yang

kuat untuk mengikuti proses konseling dan secara sukarela datang

kepada konselor dalam upaya memecahkan masalahnya.

b. Sekolah diharapkan tidak melibatkan konselor sebagai anggota

penegak disiplin (tatib), karena akan mengakibatkan citra konselor

menjadi negatif sehingga konseli tidak mempercayai konselor untuk

membantu memecahkan masalahnya. Hal ini dapat menjadikan konseli

tidak mau datang kepada konselor secara sukarela.

4. Bagi Peneliti Lain

Penelitian ini memiliki beberapa keterbatasan disarankan untuk penelitian

selanjutnya sebaiknya mempertimbangkan variabel-variabel lain yang

dapat mempengaruhi keberhasilan konseling namun belum diteliti dalam

penelitian ini.

141
DAFTAR PUSTAKA

Ahmadi, Abu. 2009. Psikologi Sosial. Jakarta : Rineka Cipta

Arikunto, Suharsimi. 2010. Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktis Edisi


Revisi. Jakarta : Rineka Cipta.

Azwar, Saifuddin. 2013. Metode Penelitian. Yogyakarta : Pustaka Pelajar Offset.

Chaplin, C. P. 2000. Kamus Lengkap Psikologi. Alih Bahasa : Kartini Kartono.


Jakarta : PT. Raja Grafindo Persada.

Cangara, Hafied. 2002. Pengantar Ilmu Komunikasi. Jakarta : Raja Grafindo


Persada.

Denny Endra Hartawan. 2013. Pengaruh Sikap Empati Konselor dan Motivasi
Konseli Terhadap Keberhasilan Proses Konseling. Skripsi Bimbingan dan
Konseling Universitas Katolik Widya Mandala Madiun.

Depdikbud. 1998. Kamus Bahasa Indonesia. Jakarta : PP dan PB

Djamarah, S. 2004. Pola Komunikasi Orang Tuadan Anak Dalam Keluarga.


Jakarta: Rineka Cipta.

Djumhur. 1985. Bimbingan dan Penyuluhan di Sekolah. Bandung : ilmu

Effendy, Mohammad. 2000. Pengantar Komunikasi. Jakarta : PT. Gramedia.

Geldard, Kathryn. 2011. Konseling Keluarga. Yogyakarta : Pustaka Pelajar.

Gerungan, WA. 1980. Psikologi Sosial. Bandung : PT. Eresco

Gunarsa S.D. dan Gunarsa, Y.S.D 2004. Psikologi Praktis Anak, Remaja dan
Keluarga, Cet. 7 Jakarta : PT. BPK Gunung Mulia.

142
Hadi, Sutrisno. 1998. Metodologi Penelitian. Yogyakarta : Andi Offset.

Hamalik, Oemar. 1992. Psikologi Belajar dan Mengajar. Bandung : Sinar Baru.

Hardjana, Agus M. 2003. Komunikasi Intrapersonal dan Interpersonal.


Yogyakarta : Kanisius.

Hikmawati, Fenti. 2012. Bimbingan Konseling. Jakarta : Raja Grafindo Persada.

Konseng, A. 1996. Konseling Pribadi dengan Model Konseling Carkhuff. Jakarta


: Obor.

Kurniadi, Ardhi. 2010. Intensitas Komunikasi Keluarga Dan Prestasi Belajar


Anak (Studi Korelasi Antara Intensitas Komunikasi Keluarga Dengan
Prestasi Belajar Pelajar Kelas 5 Sekolah Dasar Djama’atul Ichwan Kota
Surakarta Tahun Ajaran 2009-2010). Skripsi Ilmu Komunikasi Fakultas
Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Jurusan Komunikasi Universitas Sebelas Maret

Latipun. 2001. Psikologi Konseling (Edisi Ketiga). Malang : Universitas


Muhammadiyah Malang.

Liliweri, Alo. 1997. Komunikasi Antar Pribadi. Yogyakarta: Kanisius

Lunadi, A.G. 1987. Pendidikan Orang Dewasa. Jakarta : Gramedia.

Mudjijanti, Fransisca. 2012. Pengaruh Motivasi Konseli dan Sikap Empati


Konselor Terhadap Keberhasilan Proses Konseling. Jurnal Bimbingan dan
Konseling Universitas Katolik Widya Mandala Madiun.

Mappiare, Andi. 1992. Pengantar Konseling dan Psikoterapi. Jakarta : Rajawali


Press.

Masri, A.W. 1982. Fragmenta Psikologi Sosial. Yogyakarta : FKP-IKIP

Nugroho. 2005. Strategi Jitu Memilih Medtode Statistik Penelitian dengan SPSS.
Yogyakarta : Andi Offset.

143
Nurgiantoro, Burhan. 2004. Statistik Terapan Untuk Penelitian Ilmu-Ilmu Sosial.
Yogyakarta : Gadjah Mada Universty Press.

Partowisastro, Koestoer. 1982. Bimbingan dan Penyuluhan di Sekolah-Sekolah.


Jakarta : Erlangga.

Pinasthi, Novia Dewi. 2013. Pengaruh Motivasi Konseli dan Sikap Respek
Konselor Terhadap Keberhasilan Konseling. Skripsi Bimbingan dan
Konseling Universitas Katolik Widya Mandala Madiun.

Prayitno, dan Erman Amti. 2004. Dasar-Dasar Bimbingan dan Konseling.


Jakarta: Rineka Cipta

Priyatno, Duwi. 2014. SPSS 22 Pengolah Data Terpraktis. Yogyakarta: Andi


Offset.

Poerwadarminta, W.J.S. 1988. Kamus Umum Bahasa Indonesia. Jakarta : Balai


Pustaka.

Rahayu, Cucu. 2011. Pengaruh Bimbingan Konseling dan Kualitas Hubungan


Orang-Tua Anak Terhadap Penyesuaian Diri Siswa. Tesis Psikologi
Pendidikan Institut Agama Islam Negeri (IAIN) Syekh Nurjati Cirebon.

Rakhmat, Jalaludin. 1985. Psikologi Komunikasi. Bandung : Remaja Rosdakarya.

Riduwan, M.B.A., 2011. Belajar Mudah Penelitian : untuk Guru-Karyawan dan


Peneliti Pemula, Bandung: Alfabeta

Sudjana, Nana. 1989. Penelitian dan Penilaian Pendidikan. Bandung : Sinar Baru
Algensindo.

Sugiyono. 2003. Metode Peneltian Pendidikan. Bandung : CV Alfabeta.

Sukardi, Dewa Ketut. 1984. Pengantar Teori Konseling (Suatu Uraian Ringkas).
Jakarta : Ghalia Indonesia.

Sumanto. 1990. Metodologi Penelitian Sosial dan Pendidikan. Yogyakarta : Andi


Offset

Suparlan. 1993. Manusia, Kebudayaan dan Lingkungannya. Jakarta : Rajawali.

144
Supratiknya, A. 1995. Komunikasi Antar Pribadi : Tinjauan Psikologis.
Yogyakarta : Kanisius.

Surya, Mohammad H. 2003. Dasar-Dasar Konseling Pendidikan (Teori dan


Konsep). Yogyakarta : Kota Kembang.

Sulaiman. 2004. Analisis Regresi Menggunakan SPSS. Yogyakarta : Andi.

Sobur, Alex. 1986. Komunikasi Orang Tua-Anak. Bandung : Angkasa

Soerjono. 2004. Remaja dan Masalah-Masalahnya. Yogyakarta : Kanisius.

Umar, Ramon. 2002. Sosiologi dan Antropologi. Surabaya : Sinar Wijaya.

Wahlroos, Sven. 1988. Komunikasi Keluarga Panduan Menuju Kesehatan.


Jakarta: Gunung Mulia.

Wandana, Etya. 2013. Pengaruh Ragam Konseli Sukarela dan Perilaku


Nonverbal Konselor Terhadap Keberhasilan Proses Konseling. Jurnal
Bimbingan dan Konseling Universitas Katolik Widya Mandala Madiun.

Willis, Sofyan. S. 2011. Konseling Keluarga. Bandung :Alfabeta

Willis, Sofyan. S. 2004. Konseling Individual Teori dan Praktek. Bandung :


Alfabeta.

Winardi, R. 2002. Self Empowerment, Persepsi, Paradigma dan Motivasi. Jakarta


: PT. Gramedia Wediasasana.

Winataputra, Udin S dan Didin Saripudin. 2010. Interpretasi Sosiologis Dalam


Pendidikan. Bandung : Karya Putra Darwati.

Winkel, W.S. 2005. Bimbingan dan Konseling di Sekolah Menengah. Jakarta : PT


Gramedia.

Widjaja, A.W. 1995. Ilmu Sosial Dasar. Jakarta : Akademi Presindo.

Yusuf, Syamsu. 2009. Program Bimbingan dan Konseling di Sekolah. Bandung :


Rizqi Press.

145
146

LAMPIRAN 1
MATRIK INDIKATOR DAN ITEM

Variabel Indikator Item

Motivasi 1. Kesukarelaan 1. Saya datang kepada konselor atas kemauan sendiri.


Konseli (X1) 2. Saya bersedia mengungkapkan persoalan pribadi kepada konselor.
3. Saya mudah menceritakan / mengungkapkan permasalahan saya kepada konselor.
4. Saya dapat menyesuaikan diri dengan konselor.
5. Saya mengikuti proses konseling dari awal hingga akhir.
2. Kesadaran akan adanya 1. Saya datang kepada konselor karena masalah yang sedang saya alami.
masalah 2. Saya mengerti dengan masalah yang sedang saya alami saat ini.
3. Saya menyadari akan adanya masalah yang menggaggu hidup saya.
4. Saya merasa kehidupan menjadi tidak nyaman ketika saya mempunyai masalah.
5. Saya menyadari bahwa saya harus menyelesaikan masalah yang saya hadapi.
3. Kejujuran 1. Saya percaya bahwa konselor tidak akan menceritakan masalah saya kepada orang lain.
2. Saya berbicara apa adanya tentang masalah saya kepada konselor.
3. Saya dapat berbicara jujur tentang masalah saya tanpa paksaan konselor.
4. Saya dapat mengakui jika saya sedang memiliki masalah.
5. Saya mengutarakan masalah sesuai dengan realita / kenyataan yang ada.
147

4. Kesadaran membutuhkan 1. Saya tidak yakin ketika harus menyelesaikan/memecahkan masalah seorang diri
bantuan orang lain untuk 2. Saya tidak kunjung menemukan jalan keluar atas persoalan yang sedang saya alami
menyelesaikan masalah 3. Saya membutuhkan bantuan orang lain untuk menyelesaikan masalah yang sedang saya alami
yang dihadapi 4. Saya membutuhkan bantuan orang lain untuk dapat mendengarkan masalah yang sedang saya
alami
5. Saya yakin konselor dapat mendengarkan masalah yang sedang saya alami
6. Saya yakin konselor dapat membantu menyelesaikan masalah yang sedang saya alami
Komunikasi 1. Keterbukaan 1. Saya dapat mengungkapkan pendapat/ide saya kepada orang tua.
Dalam 2. Saya selalu menceritakan pada orang tua sesuai dengan kenyataan yang ada.
Keluarga 3. Saya dapat mengungkapkan perasaan yang sedang saya alami kepada orang tua.
(X2) 4. Sulit bagi saya untuk membohongi orang tua.
5. Bila sedang mengalami kesulitan dalam keluarga, orang tua saya mengajak saya
membicarakannya secara bersama-sama.
6. Jika mengalami masalah pribadi yang rumit, saya akan menceritakannya pada orang tua.
2. Empati 1. Orang tua dapat memahami ketika saya melakukan kesalahan.
2. Orang tua dapat menerima berbagai usul dan gagasan dari saya, tanpa ada rasa curiga.
3. Orang tua dapat memahami ketika saya sedang marah, sedih, takut, maupun bingung.
4. Orang tua dapat memahami perasaan kecewa saya ketika guru di sekolah memarahi saya.
5. Orang tua memahami nilai ulangan saya yang jelek pada mata pelajaran yang saya anggap sulit.
3. Dukungan 1. Orang tua selalu memberikan pujian / hadiah ketika saya berhasil dalam suatu hal.
148

2. Orang tua berusaha memfasilitasi saya dalam berbagai kegiatan yang saya lakukan.
3. Orang tua memahami kelemahan dan kelebihan saya.
4. Orang tua mengajari saya untuk mendengarkan.
5. Orang tua selalu menguatkan saya untuk rencana kelanjutan studi saya.
4. Perasaan positif 1. Saya dan orang tua saling menaruh kepercayaan antara satu dengan yang lainnya.
2. Tidak ada rasa curiga antara saya dengan orang tua.
3. Saya bangga pada orang tua saya.
4. Orang tua menaruh kebanggaan pada diri saya.
5. Saya tak pernah malu dengan kekurangan yang saya miliki.
6. Orang tua saya dapat menerima kritikan bila disertai dengan alasan yang tepat.
5. Perilaku Sportif 1. Saya akan meminta maaf pada orang tua jika melakukan kesalahan.
2. Saya selalu mengakui kesalahan yang telah saya lakukan.
3. Saya dapat menyelesaikan setiap tugas yang diberikan orang tua kepada saya.
4. Orang tua saya akan meminta maaf jika melakukan kesalahan.
5. Orang tua saya selalu memberikan contoh ketika akan meyuruh saya melakukan sesuatu.
6. Orang tua dapat bersikap adil pada saya maupun anggota keluarga yang lain.
7. Orang tua saya tidak pernah melanggar aturan yang sudah ditetapkannya dirumah.
Keberhasilan 1. Menerima Diri Sendiri 1. Melalui proses konseling saya mampu menerima semua kelebihan dan kekurangan yang saya
Konseling miliki
(Y) 2. Proses konseling membantu saya menerima semua potensi yang ada pada diri saya
149

3. Proses konseling membantu saya lebih percaya diri dengan kemampuan yang saya miliki
4. Proses konseling membantu saya memahami bakat dan minat yang ada dalam diri saya
5. Saya tidak malu / minder dengan kekurangan yang saya miliki
6. Saya merasa puas dengan keadaan diri saya sekarang
2. Menyesuaikan Diri 1. Proses konseling membantu saya dalam beradaptasi dengan lingkungan baru
2. Proses konseling menjadikan saya lebih mampu bergaul dengan orang yang baru saya kenal
3. Proses konseling manjadikan saya mudah bergaul dengan siapa saja
4. Setelah menjalani proses konseling, saya merasa nyaman dimanapun saya berada
5. Melalui proses konseling saya dapat belajar menempatkan diri pada setiap situasi yang sedang
saya hadapi
3. Memahami dan 1. Proses konseling membantu saya untuk memahami secara lebih dalam masalah yang sedang
Memecahkan Masalahnya saya alami
Sendiri 2. Proses konseling membantu saya dalam mencari jalan keluar atas masalah yang sedang saya
alami
3. Melalui proses konseling, saya mampu memecahkan masalah yang sedang saya alami, tanpa
harus selalu bergantung pada orang lain
4. Melalui proses konseling, saya dapat belajar mengatasi/ memecahkan masalah
5. Proses konseling membantu saya dalam mencari penyebab persoalan yang sedang saya alami
6. Proses konseling mengajarkan saya agar cepat tanggap dalam menangani permasalahan
selanjutnya
150

4. Mengambil Keputusan 1. Melalui proses konseling saya mampu mengambil keputusan dengan pikiran jernih
2. Melalui proses konseling saya merasa yakin dengan keputusan yang saya ambil
3. Proses konseling membantu saya berani menerima resiko dari keputusan yang saya ambil
4. Melalui proses konseling saya belajar mengambil keputusan sendiri, tanpa adanya pengaruh dan
paksaan dari orang lain
151 
 

LAMPIRAN 2

ANGKET PENELITIAN

Angket ini disusun dalam rangka penulisan skripsi untuk mengakhiri


perkuliahan penulis (Nina Febri Lestari) di Universitas Widya Mandala Madiun,
Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan, Program studi Bimbingan dan
Konseling. Anda diminta bantuannya untuk mengisi angket dengan jujur dan apa
adanya sesuai dengan keadaan masing-masing. Jawaban ini hanya akan digunakan
untuk kepentingan penelitian dan tidak berpengaruh terhadap nilai belajar anda
disekolah. Disamping itu pula penulis akan menjaga kerahasiaan dari jawaban
yang telah diberikan.

Madiun, Mei 2015

Ttd

Nina Febri Lestari

 
 
 
 
 
 
 
152 
 

PETUNJUK PENGISIAN

1. Bacalah dengan teliti setiap pernyataan dibawah ini


2. Sebelum menulis jawaban isilah identitas anda pada lembar jawab yang
disediakan
3. Berilah tanda silang (X) pada lembar jawab anda, dengan 5 alternatif
jawab:
SS : Sangat Setuju
S : Setuju
KS : Kurang setuju
TS : Tidak Setuju
STS : Sangat Tidak Setuju
153 
 

Nama :
Kelas :
No. absen :
Motivasi Konseli (X1)
Jawaban
No. Pernyataan
SS S KS TS STS
1. Saya datang kepada konselor atas kemauan sendiri

2. Saya bersedia mengungkapkan persoalan pribadi


kepada konselor.

3. Saya mudah menceritakan/ mengungkapkan


permasalahan saya kepada konselor.

4. Saya dapat menyesuaikan diri dengan konselor.

5. Saya mengikuti proses konseling dari awal hingga


akhir.

6 Saya datang kepada konselor karena masalah yang


sedang saya alami.

7 Saya mengerti dengan masalah yang sedang saya


alami saat ini.
8 Saya menyadari akan adanya masalah yang
menggaggu hidup saya.

9 Saya merasa kehidupan menjadi tidak nyaman


ketika saya mempunyai masalah.

10 Saya menyadari bahwa saya harus menyelesaikan


masalah yang saya hadapi.

11 Saya percaya bahwa konselor tidak akan


menceritakan masalah saya kepada orang lain.

12 Saya berbicara apa adabya tentang masalah saya


kepada konselor.
154 
 

13 Saya dapat berbicara jujur tentang masalah saya


tanpa paksaan konselor.

14 Saya dapat mengakui jika saya sedang memiliki


masalah

15 Saya mengutarakan masalah sesuai dengan


realita/kenyataan yang ada
16 Saya tidak yakin ketika harus
menyelesaikan/memecahkan masalah seorang diri

17 Saya tidak kunjung menemukan jalan keluar atas


persoalan yang sedang saya alami

18 Saya membutuhkan bantuan orang lain untuk


menyelesaikan masalah yang sedang saya alami
19 Saya membutuhkan bantuan orang lain untuk
dapat mendengarkan masalah yang sedang saya
alami

20 Saya yakin konselor dapat mendengarkan masalah


yang sedang saya alami

21 Saya yakin konselor dapat membantu


menyelesaikan masalah yang sedang saya alami

Komunikasi Dalam Keluarga (X2)


Jawaban
No. Pernyataan
SS S KS TS STS
1. Saya dapat mengungkapkan pendapat/ide saya
kepada orang tua
2. Saya selalu menceritakan pada orang tua sesuai
dengan kenyataan yang sebenarnya
3. Saya dapat mengungkapkan perasaan yang
sedang saya alami kepada orang tua
155 
 

4. Sulit bagi saya untuk membohongi orang tua


5. Bila sedang mengalami kesulitan dalam
keluarga, orang tua saya mengajak saya
membicarakannya secara bersama-sama
6. Jika mengalami masalah pribadi yang rumit,
saya akan menceritakannya pada orang tua
7. Orang tua dapat memahami ketika saya
melakukan kesalahan
8. Orang tua dapat menerima berbagai usul dan
gagasan dari saya, tanpa ada rasa curiga
9. Orang tua dapat memahami ketika saya sedang
marah, sedih, takut, maupun bingung
10. Orang tua dapat memahami perasaan kecewa
saya ketika guru di sekolah memarahi saya
11. Orang tua memahami nilai ulangan saya yang
jelek pada mata pelajaran yang saya anggap sulit
12. Orang tua selalu memberikan pujian/ hadiah
ketika saya berhasil dalam suatu hal
13. Orang tua berusaha memfasilitasi saya dalam
berbagai kegiatan
14. Orang tua memahami kelemahan dan kelebihan
saya
15. Orang tua mengajari saya untuk mendengarkan
16. Orang tua selalu menguatkan saya untuk rencana
kelanjutan studi saya
17. Saya dan orang tua saling menaruh kepercayaan
antara satu dengan yang lainnya
18. Tidak ada rasa curiga antara saya dengan orang
tua
19. Saya bangga pada orang tua saya
156 
 

20. Orang tua menaruh kebanggaan pada diri saya


21. Saya tak pernah malu dengan kekurangan yang
saya miliki
22. Orang tua saya dapat menerima kritikan bila
disertai dengan alasan yang tepat
23 Saya akan meminta maaf pada orang tua jika
melakukan kesalahan
24. Saya selalu mengakui kesalahan yang telah saya
lakukan
25. Saya dapat menyelesaikan setiap tugas yang
diberikan orang tua kepada saya
26. Orang tua saya akan meminta maaf jika
melakukan kesalahan.
27. Orang tua saya selalu memberikan contoh ketika
akan meyuruh saya melakukan sesuatu.
28. Orang tua dapat bersikap adil pada saya maupun
anggota keluarga yang lain.
29. Orang tua saya tidak pernah melanggar aturan
yang sudah ditetapkannya dirumah.

Keberhasilan Konseling (Y)


Jawaban
No. Pernyataan
SS S KS TS STS

1. Melalui proses konseling saya mampu menerima


semua kelebihan dan kekurangan yang saya miliki
2. Proses konseling membantu saya menerima
semua potensi yang ada pada diri saya
3. Proses konseling membantu saya lebih percaya
diri dengan kemampuan yang saya miliki
157 
 

4. Proses konseling membantu saya memahami


bakat dan minat yang ada dalam diri saya
5. Saya tidak malu/ minder dengan kekurangan yang
saya miliki
6. Saya merasa puas dengan keadaan diri saya
sekarang
2.7. Proses konseling membantu saya dalam
beradaptasi dengan lingkungan baru
8. Proses konseling menjadikan saya lebih mampu
bergaul dengan orang yang baru saya kenal
9. Proses konseling manjadikan saya mudah bergaul
dengan siapa saja
10. Setelah menjalani proses konseling, saya merasa
nyaman dimanapun saya berada
11. Melalui proses konseling saya dapat belajar
menempatkan diri pada setiap situasi yang sedang
saya hadapi
12. Proses konseling membantu saya untuk
memahami secara lebih dalam masalah yang
sedang saya alami
13. Proses konseling membantu saya dalam mencari
jalan keluar atas masalah yang sedang saya alami
14. Melalui proses konseling, saya mampu
memecahkan masalah yang sedang saya alami,
tanpa harus selalu bergantung pada orang lain
15. Melalui proses konseling, saya dapat belajar
mengatasi/ memecahkan masalah
16. Proses konseling membantu saya dalam mencari
penyebab persoalan yang sedang saya alami
17. Proses konseling mengajarkan saya agar cepat
158 
 

tanggap dalam menangani permasalahan


selanjutnya
18. Melalui proses konseling saya mampu mengambil
keputusan dengan pikiran jernih
19. Melalui proses konseling saya merasa yakin
dengan keputusan yang saya ambil
20. Proses konseling membantu saya berani
menerima resiko dari keputusan yang saya ambil
21. Melalui proses konseling saya belajar mengambil
keputusan sendiri, tanpa adanya pengaruh dan
paksaan dari orang lain
159 
 

LAMPIRAN 3
DATA

Motivasi Konseli
X1
Item
Responden 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 Total
1 3 4 3 5 4 5 5 5 5 5 5 5 5 4 5 4 4 5 81
2 4 4 3 3 3 5 3 3 3 3 3 5 4 4 3 3 4 3 63
3 4 4 3 3 3 5 3 3 3 3 3 4 4 3 3 4 3 3 61
4 4 4 3 4 4 4 4 4 4 4 4 5 4 5 4 4 5 4 74
5 4 4 3 3 3 3 4 3 3 3 3 4 4 4 4 5 4 3 64
6 4 5 4 3 3 3 4 3 3 3 3 4 4 3 3 3 3 3 61
7 4 5 4 5 3 5 5 5 5 5 5 4 5 3 3 3 3 5 77
8 5 4 4 5 4 5 5 5 5 5 5 3 5 4 5 5 4 5 83
9 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 3 4 4 3 4 4 4 70
10 3 3 4 4 3 4 4 4 4 4 4 3 4 3 4 4 3 4 66
11 5 4 5 4 3 4 4 4 4 4 4 5 4 4 5 5 4 4 76
12 3 3 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 3 3 5 3 4 68
13 4 4 3 5 4 5 5 5 5 5 5 3 5 3 4 4 3 5 77
14 5 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 5 4 5 5 5 5 4 78
15 4 5 4 4 5 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 74
160 
 

16 3 5 3 4 3 4 4 4 4 4 4 3 4 4 3 3 4 4 67
17 5 5 3 3 5 3 3 5 3 3 3 5 4 4 3 5 4 3 69
18 4 4 4 3 4 3 3 3 3 3 3 4 4 3 3 4 3 3 61
19 4 5 4 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 4 4 5 5 86
20 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 72
21 4 5 3 3 3 3 3 3 3 3 3 4 3 3 4 4 3 3 60
22 5 5 4 5 4 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 88
23 4 5 3 3 5 3 3 3 3 3 3 5 3 3 5 5 3 3 65
24 4 4 4 3 3 3 3 3 3 3 3 4 3 4 5 3 4 3 62
25 4 5 4 4 5 4 4 4 4 4 4 5 4 4 5 5 4 4 77
26 5 5 5 3 4 3 3 3 3 3 3 4 4 3 3 5 3 3 65
27 4 4 3 3 4 3 3 3 3 3 3 4 4 4 3 4 4 3 62
28 4 5 4 3 3 3 3 3 3 3 3 3 4 3 3 4 3 3 60
29 5 5 3 5 4 5 5 5 5 5 5 5 5 4 5 5 4 5 85
30 4 3 3 3 4 3 3 3 3 3 3 4 4 4 5 3 4 3 62
31 5 5 3 4 3 4 4 4 4 4 4 5 4 3 5 4 3 4 72
32 3 5 3 4 4 4 4 4 4 4 4 3 4 4 3 3 4 4 68
33 4 5 4 3 4 3 3 3 5 3 3 4 3 4 3 4 4 3 65
34 4 5 4 4 3 4 4 4 4 4 4 4 4 5 4 4 5 4 74
35 5 4 4 5 4 5 5 5 5 5 5 4 5 4 4 4 4 5 82
36 5 5 5 3 5 3 3 4 5 3 3 5 4 4 4 5 4 3 73
37 4 4 3 3 4 3 3 4 5 3 3 4 4 4 3 3 4 3 64
38 5 5 4 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 4 5 4 5 5 87
39 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 3 4 4 5 5 86
40 4 4 4 4 3 4 4 4 4 4 4 5 4 4 4 3 4 4 71
161 
 

41 4 3 3 3 3 3 3 5 5 5 3 4 3 4 4 4 4 3 66
42 3 3 3 3 3 3 3 5 5 3 3 4 3 3 4 4 3 3 61
43 5 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 5 4 74
44 5 5 4 5 3 5 5 5 5 5 5 5 5 4 3 4 5 5 83
45 5 5 5 5 3 5 5 5 5 5 5 5 5 3 3 3 5 5 82
46 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 2 4 5 5 5 86
47 5 5 4 5 5 5 5 5 5 5 5 4 5 4 4 4 5 5 85
48 4 5 4 5 5 5 5 5 5 5 5 4 5 4 4 4 4 5 83
49 2 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 5 3 3 3 3 2 3 54
50 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 72
51 4 5 4 4 5 4 4 4 4 3 4 4 4 4 3 4 4 4 72
52 4 4 3 4 4 4 4 4 4 3 4 3 4 3 5 5 3 4 69
53 4 4 3 3 4 3 3 3 3 3 3 4 3 4 4 3 4 3 61
54 5 4 3 4 3 4 4 4 4 4 4 3 4 4 5 4 4 4 71
55 5 5 5 4 5 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 5 4 4 77
56 5 4 3 5 5 5 5 5 5 5 5 4 5 4 3 5 4 5 82
57 4 5 5 4 4 4 4 4 4 4 4 5 4 4 3 5 4 4 75
58 4 5 4 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 4 4 4 4 5 84
59 4 4 4 4 4 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 4 3 3 60
60 4 3 3 4 4 4 4 4 4 4 4 5 4 4 5 5 4 4 73
61 5 5 4 4 5 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 5 4 4 76
62 5 4 4 5 3 5 5 5 5 5 5 4 5 4 5 5 4 5 83
63 4 4 4 5 4 5 5 5 5 5 5 4 5 5 4 5 5 5 84
64 4 4 3 4 3 3 3 3 3 3 3 4 3 3 5 5 3 3 62
65 4 4 4 4 3 4 4 4 4 4 4 4 4 5 4 4 5 4 73
162 
 

66 5 5 4 4 5 4 4 4 4 4 4 4 4 3 5 5 3 4 75
67 3 5 3 5 5 3 3 3 3 3 5 3 3 4 5 4 4 3 67
68 4 4 3 5 4 3 3 3 3 3 3 5 3 3 3 4 3 3 62
69 4 5 3 4 5 4 4 4 4 4 4 4 4 3 3 4 3 4 70
70 4 5 3 4 5 4 4 4 4 4 4 4 4 3 4 4 3 4 71
71 4 5 5 4 4 4 4 4 4 4 4 5 4 5 5 5 5 4 79
163 
 

Komunikasi Dalam Keluarga


X2
Item
Responden 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28 29 Total
1 5 5 4 4 4 4 4 4 4 3 4 3 4 4 5 3 4 3 4 4 4 4 5 5 97
2 4 4 4 5 3 4 3 4 4 4 4 4 3 3 3 4 4 4 3 3 4 4 4 3 89
3 4 4 4 4 5 4 4 4 3 4 4 4 4 3 3 4 4 4 4 3 4 4 4 3 92
4 5 4 3 4 5 3 4 5 4 5 3 4 5 4 3 4 4 5 4 4 4 3 4 4 97
5 5 3 3 5 4 3 4 3 5 4 4 4 5 3 3 4 4 4 4 3 4 4 3 3 91
6 4 4 4 3 3 4 3 4 4 4 4 4 3 5 3 4 5 4 3 3 4 4 4 3 90
7 4 3 3 3 4 4 3 4 4 4 4 4 3 4 3 4 5 4 3 3 4 4 3 5 89
8 5 3 4 4 4 4 4 4 5 4 5 5 5 3 3 5 4 4 4 4 5 5 3 5 101
9 4 3 4 4 3 3 3 4 4 4 4 4 3 3 3 4 4 4 3 4 4 4 3 4 87
10 3 4 3 4 4 3 5 4 4 4 4 3 5 5 4 3 3 4 5 3 4 4 4 4 93
11 4 4 5 5 4 4 5 5 5 4 5 5 4 5 4 5 4 4 5 3 5 5 4 4 107
12 4 3 4 3 3 3 5 3 5 4 3 3 5 5 3 3 3 4 5 4 4 3 3 4 89
13 4 4 4 4 4 3 4 4 4 4 4 4 5 5 4 4 4 4 4 4 4 4 4 5 98
14 4 4 5 5 4 4 4 5 5 5 5 5 4 5 4 5 4 5 4 4 5 5 4 4 108
15 4 4 4 4 4 4 4 5 4 5 4 4 5 5 3 4 5 5 4 5 4 4 4 4 102
16 3 3 4 3 3 3 4 3 5 4 3 3 3 5 4 3 5 4 4 3 3 3 3 4 85
17 5 5 5 5 4 5 3 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 3 5 5 5 5 3 113
18 4 4 4 4 3 4 4 3 4 4 4 4 3 3 4 4 4 4 4 4 4 4 4 3 91
19 4 4 4 4 4 3 4 4 5 4 4 4 5 3 3 4 5 4 4 5 4 4 4 5 98
20 4 4 3 4 4 4 4 4 5 4 4 4 5 5 3 4 4 4 4 4 4 4 4 4 97
21 3 3 4 3 3 3 3 4 4 5 4 4 4 3 3 4 5 5 3 3 4 4 3 3 87
164 
 

22 5 4 5 5 5 4 5 5 5 5 5 5 5 5 3 5 5 5 5 4 5 5 4 5 114
23 5 5 5 5 5 3 3 4 4 5 5 4 5 5 3 4 5 5 3 5 5 5 5 3 106
24 4 4 4 5 3 4 4 4 5 3 4 4 5 3 3 4 4 3 4 3 4 4 4 3 92
25 4 4 5 5 5 4 4 4 5 4 4 4 5 5 4 4 5 4 4 5 4 4 4 4 104
26 4 4 4 5 4 4 4 4 4 4 4 5 3 3 4 5 5 4 4 4 4 4 4 3 97
27 4 3 4 4 3 4 4 4 4 4 4 4 3 3 3 4 4 4 4 4 4 4 3 3 89
28 4 4 3 4 3 3 4 4 3 4 4 4 3 5 3 4 5 4 4 3 4 4 4 3 90
29 5 5 5 5 4 5 5 5 4 5 5 5 4 5 5 5 5 5 5 4 5 5 5 5 116
30 5 3 3 5 4 5 4 4 4 3 4 4 5 5 3 4 3 3 4 4 4 4 3 3 93
31 4 4 4 4 4 3 4 4 5 5 5 5 5 5 4 5 5 5 4 3 5 5 4 4 105
32 4 4 4 3 4 3 3 4 3 3 3 3 3 5 4 3 5 3 3 4 5 3 4 4 87
33 4 4 4 4 4 4 3 4 4 5 5 4 3 5 4 4 5 5 3 4 5 5 4 3 99
34 4 4 4 5 4 4 4 4 5 4 4 4 5 5 3 4 5 4 4 3 4 4 4 4 99
35 4 4 5 5 4 4 4 5 4 4 5 5 5 5 4 5 4 4 4 4 5 5 4 5 107
36 5 4 4 5 4 4 5 5 5 4 5 5 5 5 3 5 5 4 5 5 5 5 4 3 109
37 3 3 4 3 4 4 4 4 3 4 4 4 3 4 4 4 4 4 4 4 4 4 3 3 89
38 5 4 4 5 5 4 5 5 5 5 5 5 4 5 5 5 5 5 5 5 5 4 4 5 114
39 4 3 4 5 5 4 4 4 4 3 4 4 4 5 4 2 4 5 5 4 4 4 3 5 97
40 5 5 4 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 4 3 4 115
41 4 5 4 4 5 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 3 4 4 4 5 4 3 97
42 4 2 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 5 4 3 94
43 4 4 4 4 4 2 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 94
44 5 3 4 4 5 5 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 2 4 4 4 4 4 5 97
45 5 3 4 4 5 5 4 4 5 5 5 5 5 4 4 2 4 4 4 4 5 4 4 5 103
46 5 4 5 4 5 5 4 4 5 5 5 5 5 4 4 5 4 4 4 4 5 4 5 5 109
165 
 

47 5 2 4 5 5 1 4 4 4 4 4 4 5 5 4 4 4 5 5 4 4 4 4 5 99
48 5 5 5 4 5 4 3 3 4 3 4 4 5 4 3 5 3 5 4 3 4 4 4 5 98
49 5 5 5 4 5 3 4 4 5 5 4 5 5 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 3 102
50 4 3 4 5 2 4 5 5 4 4 5 4 5 5 5 4 5 5 5 5 5 5 5 4 107
51 3 4 4 4 3 4 4 4 5 4 5 4 4 5 4 4 5 4 4 5 5 5 4 4 101
52 4 4 4 4 4 4 3 4 5 4 4 4 5 5 3 4 4 4 3 4 4 4 4 4 96
53 3 3 3 4 3 4 4 4 4 3 3 4 5 5 4 4 4 3 4 4 3 3 3 3 87
54 4 4 4 4 4 4 3 5 4 5 5 5 5 5 4 5 4 5 3 3 5 5 4 4 103
55 4 4 5 5 4 4 5 5 5 4 4 5 5 5 5 5 5 4 5 5 4 4 4 4 109
56 4 4 4 4 4 4 4 4 5 5 5 5 5 5 5 5 4 5 4 5 5 5 4 5 109
57 4 4 4 5 4 3 4 3 4 4 4 4 4 5 4 4 5 4 4 4 4 4 4 4 97
58 4 4 4 5 3 4 4 4 4 5 4 4 5 5 5 4 5 5 4 5 4 4 4 5 104
59 4 4 4 4 3 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 3 94
60 3 3 4 5 4 4 4 4 4 4 4 4 5 5 5 4 3 4 4 4 4 4 3 4 96
61 4 4 5 5 3 3 4 5 5 3 4 5 5 4 4 5 5 3 4 5 4 4 4 4 101
62 4 3 5 4 3 4 4 4 4 4 4 5 5 5 3 5 4 4 4 3 4 4 3 5 97
63 4 4 4 4 3 4 4 4 5 4 4 4 5 5 5 4 4 4 4 4 4 4 4 5 100
64 4 4 5 4 4 4 4 4 4 4 4 4 5 5 3 4 4 4 4 3 4 4 4 3 96
65 4 4 4 4 4 4 3 4 4 4 4 4 5 5 5 4 4 4 3 3 4 4 4 4 96
66 5 5 5 5 3 4 3 4 4 4 5 5 4 5 5 5 5 4 3 5 5 5 5 4 107
67 5 5 5 4 3 3 4 4 4 5 4 3 5 5 3 3 5 5 4 5 4 4 5 3 100
68 4 5 5 4 4 4 5 5 4 5 4 4 5 5 3 4 4 5 5 4 4 4 5 3 104
69 5 3 4 5 4 4 4 5 5 4 4 4 5 5 4 4 5 4 4 5 4 4 3 4 102
70 4 3 4 5 4 3 5 5 5 4 3 4 5 5 4 4 5 4 5 5 3 3 3 4 99
71 4 4 4 4 4 4 3 4 4 4 4 4 4 5 5 4 5 4 3 4 4 4 4 4 97
166 
 

Keberhasilan Konseling
Y
Item
Responden 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 Total
1 4 4 4 3 5 3 3 4 4 3 5 4 4 5 5 4 5 5 4 78
2 5 5 5 4 3 3 3 3 4 3 3 3 4 3 3 3 4 4 4 69
3 4 4 4 4 3 3 5 4 3 3 3 4 4 3 3 5 4 4 4 71
4 5 4 4 4 4 3 4 4 5 5 4 5 4 4 3 5 5 4 3 79
5 3 3 4 4 4 4 4 5 4 5 3 5 3 4 3 4 5 3 3 73
6 4 3 3 4 3 3 4 3 3 3 3 3 4 4 3 3 4 4 4 65
7 3 3 3 4 3 4 3 3 3 3 5 3 4 3 3 4 4 3 3 64
8 5 5 5 5 5 3 4 5 4 3 5 5 4 4 3 4 5 3 4 81
9 4 4 3 4 3 3 4 4 4 3 4 3 4 3 3 3 4 3 4 67
10 3 4 3 3 4 3 4 4 3 3 4 5 4 4 4 4 3 4 3 69
11 3 4 4 5 5 3 5 5 4 4 4 4 4 5 4 4 4 4 5 80
12 3 3 5 3 3 4 4 5 3 5 4 5 4 4 3 3 4 3 4 72
13 3 4 4 4 4 3 4 4 3 3 5 5 3 4 4 4 4 4 4 73
14 5 5 4 5 5 4 5 5 5 5 4 4 4 4 4 4 4 4 5 85
15 5 5 5 4 4 4 4 4 4 4 4 5 4 4 3 4 4 4 4 79
16 3 4 4 3 3 4 3 3 4 4 4 3 3 3 4 3 3 3 4 65
17 5 5 5 5 3 3 5 5 4 3 3 5 5 5 5 4 5 5 5 85
18 5 5 4 4 3 4 3 4 3 3 3 3 4 3 4 3 4 4 4 70
19 5 5 5 4 4 4 5 4 5 4 5 5 3 3 3 4 4 4 4 80
20 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 5 3 4 3 4 4 4 3 74
167 
 

21 4 4 5 4 4 4 4 4 3 4 3 4 3 4 3 3 3 3 4 70
22 5 5 5 5 5 5 5 5 5 3 5 5 5 5 3 5 5 4 5 90
23 5 5 5 4 5 4 5 5 3 4 3 5 5 3 3 5 5 5 5 84
24 5 5 5 4 5 3 4 3 4 3 3 5 3 4 3 3 4 4 4 74
25 4 4 4 4 5 3 4 5 4 4 4 5 5 5 4 5 4 4 5 82
26 5 5 5 5 3 5 5 5 3 3 3 3 3 4 4 4 4 4 4 77
27 5 5 4 4 3 4 4 4 4 3 3 3 4 3 3 3 4 3 4 70
28 4 4 4 4 3 3 3 4 3 3 3 3 5 4 3 3 4 4 3 67
29 4 5 5 5 5 5 4 5 4 3 5 4 5 4 5 4 5 5 5 87
30 5 5 5 4 5 3 3 3 4 3 3 5 5 4 3 4 5 3 3 75
31 4 4 4 5 5 3 4 4 3 3 4 5 3 3 4 4 4 4 4 74
32 3 4 4 3 3 4 5 3 4 4 4 3 3 4 4 4 4 4 4 71
33 5 5 4 4 3 3 4 4 4 3 3 3 4 4 4 4 4 4 4 73
34 3 4 4 4 4 4 3 4 5 4 4 5 4 3 3 4 4 4 4 74
35 5 5 4 5 4 3 5 4 4 3 5 5 3 5 4 4 4 4 5 81
36 5 5 5 5 4 4 5 5 4 3 3 5 5 4 3 4 5 4 4 82
37 5 4 5 4 3 4 3 3 4 3 3 3 3 3 4 4 3 3 4 68
38 5 5 5 3 5 5 5 4 4 5 5 5 5 5 3 4 5 5 5 88
39 5 3 3 3 4 5 5 4 4 4 4 5 5 5 5 5 4 5 5 83
40 5 5 5 5 5 5 4 4 4 5 5 4 5 5 5 5 5 5 5 91
41 4 5 4 5 3 5 1 4 4 4 4 4 5 5 4 5 5 4 5 80
42 4 4 4 3 4 5 4 4 5 4 5 4 5 5 5 5 5 5 5 85
43 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 5 5 5 5 4 5 4 5 82
44 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 4 5 5 5 4 5 93
168 
 

45 5 4 4 4 4 5 4 3 3 3 3 4 3 5 5 5 5 5 4 78
46 5 5 5 5 5 4 4 4 2 4 5 5 5 5 5 4 4 4 5 85
47 5 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 3 5 4 4 4 4 77
48 4 4 3 3 5 5 5 3 4 4 4 4 5 5 5 5 5 5 5 83
49 3 3 3 3 3 5 4 4 4 4 4 4 5 5 5 3 3 4 3 72
50 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 3 5 5 4 3 90
51 5 5 5 4 3 3 3 4 4 3 4 4 4 3 4 3 3 4 4 72
52 5 5 5 4 5 4 4 5 3 4 4 5 4 4 3 4 4 4 4 80
53 4 5 5 4 4 3 4 3 4 4 3 5 4 4 4 3 3 3 3 72
54 4 5 4 5 5 4 5 4 4 4 4 5 3 4 4 4 4 4 4 80
55 4 5 5 5 4 5 5 5 4 4 4 5 5 5 5 4 4 4 5 87
56 4 5 5 5 3 5 3 5 4 5 5 5 5 2 5 4 4 4 4 82
57 4 3 3 4 3 4 5 5 4 4 4 4 3 5 4 4 4 4 4 75
58 5 5 5 4 4 5 5 4 4 4 5 5 4 5 5 3 4 4 4 84
59 4 5 5 4 3 4 3 4 3 3 3 4 4 4 4 3 4 4 4 72
60 5 4 5 4 5 4 5 5 4 4 4 5 5 4 5 4 3 3 4 82
61 5 5 5 5 4 3 5 5 4 4 4 5 4 3 4 3 4 4 5 81
62 4 5 5 5 5 5 5 5 4 4 5 5 3 4 3 3 4 3 5 82
63 4 5 5 4 4 5 4 5 5 4 5 5 4 4 5 3 4 4 4 83
64 5 4 5 4 5 3 5 5 3 3 3 5 4 4 3 4 4 4 5 78
65 5 4 5 4 4 3 5 4 5 3 4 5 4 4 5 4 4 4 4 80
66 4 4 4 5 5 4 5 5 3 5 4 4 3 4 5 3 5 5 5 82
67 4 4 5 3 5 5 5 4 4 4 3 5 4 3 3 3 5 5 5 79
68 5 5 5 4 3 3 4 4 3 3 3 5 4 3 3 4 4 5 5 75
169 
 

69 5 4 4 4 3 4 4 4 3 4 4 5 3 4 4 4 5 3 4 75
70 5 5 5 4 4 3 5 4 3 4 4 5 5 4 4 4 4 3 4 79
71 4 5 5 4 5 4 4 5 5 3 4 4 4 3 5 4 4 4 4 80
170 
 

LAMPIRAN 4

HASIL UJI VALIDITAS


MOTIVASI KONSELI (X1)

Item-Total Statistics

Scale Corrected Cronbach's


Scale Mean if Variance if Item-Total Alpha if Item
Item Deleted Item Deleted Correlation Deleted
Item1 80.14 70.894 .495 .890
Item2 79.87 73.827 .202 .898
Item3 79.94 72.682 .334 .894
Item4 80.62 72.296 .359 .893
Item5 80.66 76.884 -.041 .904
Item6 80.37 77.064 -.052 .904
Item7 80.32 66.651 .774 .882
Item8 80.38 71.468 .365 .894
Item9 80.35 66.403 .775 .882
Item10 80.38 65.953 .836 .880
Item11 80.30 66.926 .752 .883
Item12 80.27 67.427 .692 .884
Item13 80.41 65.845 .805 .881
Item14 80.38 65.525 .850 .879
Item15 80.14 73.180 .276 .896
Item16 80.24 68.013 .780 .883
Item17 80.58 72.733 .330 .894
Item18 80.39 72.328 .294 .896
Item19 80.17 72.142 .362 .893
Item20 80.44 69.107 .590 .887
Item21 80.41 65.388 .865 .879
171 
 

Item-Total Statistics

Scale Corrected Cronbach's


Scale Mean if Variance if Item-Total Alpha if Item
Item Deleted Item Deleted Correlation Deleted
Item1 80.14 70.894 .495 .890
Item2 79.87 73.827 .202 .898
Item3 79.94 72.682 .334 .894
Item4 80.62 72.296 .359 .893
Item5 80.66 76.884 -.041 .904
Item6 80.37 77.064 -.052 .904
Item7 80.32 66.651 .774 .882
Item8 80.38 71.468 .365 .894
Item9 80.35 66.403 .775 .882
Item10 80.38 65.953 .836 .880
Item11 80.30 66.926 .752 .883
Item12 80.27 67.427 .692 .884
Item13 80.41 65.845 .805 .881
Item14 80.38 65.525 .850 .879
Item15 80.14 73.180 .276 .896
Item16 80.24 68.013 .780 .883
Item17 80.58 72.733 .330 .894
Item18 80.39 72.328 .294 .896
Item19 80.17 72.142 .362 .893
Item20 80.44 69.107 .590 .887

Case Processing Summary


N %
Cases Valid 71 100.0
Excludeda 0 .0
Total 71 100.0
a. Listwise deletion based on all
variables in the procedure.
172 
 

Reliability Statistics
Cronbach's
Alpha N of Items
.894 21
173 
 

KOMUNIKASI DALAM KELUARGA (X2)

Item-Total Statistics

Scale Corrected Cronbach's


Scale Mean if Variance if Item-Total Alpha if Item
Item Deleted Item Deleted Correlation Deleted
Item1 114.55 65.223 .443 .833
Item2 114.92 65.193 .360 .836
Item3 114.61 64.899 .485 .832
Item4 114.45 63.594 .574 .829
Item5 114.48 66.825 .181 .843
Item6 114.83 66.342 .252 .840
Item7 114.97 66.599 .244 .840
Item8 114.79 66.112 .336 .837
Item9 114.58 64.305 .585 .830
Item10 114.41 65.502 .427 .834
Item11 114.97 66.456 .208 .842
Item12 114.58 64.933 .466 .833
Item13 114.55 63.480 .661 .827
Item14 114.54 63.595 .639 .828
Item15 114.32 64.279 .406 .834
Item16 114.25 65.621 .302 .838
Item17 114.93 65.209 .343 .836
Item18 114.61 64.157 .481 .832
Item19 114.20 68.075 .136 .842
Item20 114.38 66.896 .259 .839
Item21 115.15 68.619 .060 .846
Item22 115.03 67.342 .130 .845
Item23 114.58 65.362 .386 .835
Item24 114.75 66.335 .305 .837
Item25 114.75 63.649 .499 .831
Item26 114.49 64.568 .594 .830
Item27 114.58 65.076 .496 .832
174 
 

Item28 114.86 65.408 .424 .834


Item29 114.82 66.209 .241 .840

Case Processing Summary


N %
Cases Valid 71 100.0
Excludeda 0 .0
Total 71 100.0
a. Listwise deletion based on all
variables in the procedure.

Reliability Statistics
Cronbach's
Alpha N of Items
.841 29
175 
 

KEBERHASILAN KONSELING (Y)


Item-Total Statistics
Scale Corrected Cronbach's
Scale Mean if Variance if Item-Total Alpha if Item
Item Deleted Item Deleted Correlation Deleted
Item1 81.92 46.021 .304 .800
Item2 81.86 45.666 .377 .797
Item3 81.87 45.884 .339 .798
Item4 82.14 45.694 .379 .797
Item5 82.25 42.592 .578 .784
Item6 82.37 45.464 .323 .800
Item7 82.10 44.404 .409 .795
Item8 82.21 46.655 .162 .811
Item9 82.08 44.307 .516 .789
Item10 82.44 46.335 .288 .801
Item11 82.56 46.021 .316 .800
Item12 82.34 45.056 .385 .796
Item13 81.87 43.741 .512 .789
Item14 81.89 47.644 .102 .813
Item15 82.21 45.198 .365 .797
Item16 82.28 45.062 .371 .797
Item17 82.38 45.782 .271 .803
Item18 82.38 45.296 .411 .795
Item19 82.08 45.278 .459 .793
Item20 82.31 45.874 .379 .797
Item21 82.08 44.450 .519 .790
Case Processing Summary
N %
Cases Valid 71 100.0
Excludeda 0 .0
Total 71 100.0
a. Listwise deletion based on all
variables in the procedure.
176 
 

Item-Total Statistics
Scale Corrected Cronbach's
Scale Mean if Variance if Item-Total Alpha if Item
Item Deleted Item Deleted Correlation Deleted
Item1 81.92 46.021 .304 .800
Item2 81.86 45.666 .377 .797
Item3 81.87 45.884 .339 .798
Item4 82.14 45.694 .379 .797
Item5 82.25 42.592 .578 .784
Item6 82.37 45.464 .323 .800
Item7 82.10 44.404 .409 .795
Item8 82.21 46.655 .162 .811
Item9 82.08 44.307 .516 .789
Item10 82.44 46.335 .288 .801
Item11 82.56 46.021 .316 .800
Item12 82.34 45.056 .385 .796
Item13 81.87 43.741 .512 .789
Item14 81.89 47.644 .102 .813
Item15 82.21 45.198 .365 .797
Item16 82.28 45.062 .371 .797
Item17 82.38 45.782 .271 .803
Item18 82.38 45.296 .411 .795
Item19 82.08 45.278 .459 .793
Item20 82.31 45.874 .379 .797
Reliability Statistics
Cronbach's
Alpha N of Items
.805 21
177 
 

LAMPIRAN 5

HASIL UJI NORMALITAS

One-Sample Kolmogorov-Smirnov Test

X1 X2 Y

N 71 71 71

Normal Parametersa,,b Mean 84.34 118.75 86.28

Std. Deviation 8.770 8.359 7.037

Most Extreme Absolute .089 .079 .087


Differences
Positive .089 .079 .063

Negative -.064 -.047 -.087

Kolmogorov-Smirnov Z .750 .669 .733

Asymp. Sig. (2-tailed) .627 .761 .656

a. Test distribution is Normal.

b. Calculated from data.


178 
 

LAMPIRAN 6

HASIL UJI REGRESI BERGANDA

Statistics
X1 X2 Y
N Valid 71 71 71
Missing 0 0 0
Mean 84.34 118.75 86.28
Median 84.00 118.00 87.00
a
Mode 74 118 91
Std. Deviation 8.770 8.359 7.037
Minimum 63 102 71
Maximum 103 138 100
Sum 5988 8431 6126
a. Multiple modes exist. The smallest value is shown

Coefficientsa

Unstandardized Standardized
Coefficients Coefficients

Model B Std. Error Beta t Sig.

1 (Constant) 3.917 6.985 .561 .577

X1 .214 .067 .267 3.213 .002

X2 .542 .070 .643 7.743 .000

a. Dependent Variable: Y
179 
 

ANOVAb

Sum of
Model Squares df Mean Square F Sig.

1 Regression 2344.404 2 1172.202 71.045 .000a

Residual 1121.962 68 16.499

Total 3466.366 70

a. Predictors: (Constant), X2, X1

b. Dependent Variable: Y

Model Summaryb

Adjusted R Std. Error of


Model R R Square Square the Estimate

1 .822a .676 .667 4.062

a. Predictors: (Constant), X2, X1

b. Dependent Variable: Y
180 
 

LAMPIRAN 7
CHART

 
181 
 

 
181 
 

LAMPIRAN 8

VERBATIM

WAWANCARA DENGAN KONSELOR PAMONG SMK GAMALIEL 1

MADIUN

Wawancara Ke–1 (Pada tanggal 11 Mei 2015)

Mahasiswa : Permisi Bu . . . (sambil duduk mendekati konselor pamong)


Guru BK : Ya, ada apa Bu?
Mahasiswa : Begini Bu . . . . rencana saya mau penelitian di sisni, kira-kira
boleh nggak ya Bu?
Guru BK : Pasti diijinkan Bu, yang penting ada suratnya dari kampus.
Mahasiswa : Iya Bu.
Guru BK : Nanti kalau sudah selesai matriknya, segera minta surat penelitian
dari kampus. Mumpung belum UAS.
Mahasiswa : Iya Bu. Terima kasih Bu.
Guru BK : Ya. (sambil tersenyum)
Mahasiswa : Saya ke dalam dulu Bu. (sambil beranjak dan memasuki ruang
konseling)
Guru BK : Ya silahkan.

Wawancara Ke–2 (Pada tanggal 14 Mei 2015)

Guru BK : (menghampiri saya, bersalaman dan duduk di ruang tamu BK)


Sendirian Bu?
Mahasiswa : Itu, teman-teman di dalam Bu. (sambil menunjuk ke arah ruang
konseling)
Guru BK : Ow . . . ya . . . (sambil menganggukkan kepala)
Mahasiswa : Habis dari mana Bu?
Guru BK : Home visit . . .
Mahasiswa : Siswa kelas berapa Bu?
Guru BK : X, mbolos terus Bu . . .
Mahasiswa : Sini banyak ya Bu yang masalahnya seperti itu?
Guru BK : Iya, banyak . . . kebanyakan yang mbolosan itu akhirnya
mengundurkan diri dari sekolah.
Mahasiswa : Ow . . . kebanyakan masalahnya apa Bu kok pada mbolos begitu?
Guru BK : Biasanya anak-anak yang bermasalah itu hampir semuanya
karena jauh dari orang tua. Mereka kebanyakan tinggal dengan
nenek/kakek maupun dengan saudara yang lain sedangkan
orantuanya banyak yang jadi TKW atau kerja di luar kota. Jadi
182 
 

jarang ketemu dengan orang tua, komunikasi juga jarang,


mungkin arahan dan bimbingan dari orang tua juga kurang
sehingga keluarga yang tinggal bersama mereka kadang kurang
dekat dengan anak.
Mahasiswa : (menganggukkan kepala)
Guru BK : Apalagi alau tinggal dengan kakek/nenek, mungkin karena
mereka sudah tua jadi kurang memperhatikan dan mudah
dibohongi.
Mahasiswa : Iya Bu. Waktu itu saya juga pernah lihat anak kelas X OA. Saya
lupa namanya siapa, kakeknya kan datang kesekolah naik sepeda
ontel, rumahnya kalau nggak salah Demangan Bu. Lalu dapat
surat panggilan orang tua, beliau bingung kenapa. Padahal setiap
pagi cucunya itu berangkat ke sekolah, pakai seragam dan minta
uang saku. Tapi kog tahu-tahu ada panggilan katanya cucunya 1
minggu nggak masuk. Kasihan Bu, kakeknya itu sudah tua Bu.
Jauh-jauh naik sepeda.
Guru BK : Ya seperti itu lah, pada pandai berbohong semua. Nggak usah
kaget Bu. (sambil tersenyum)
Mahasiswa : (tersenyum) Lha di sisni jumlah siswa keseluruhannya berapa
Bu?
Guru BK : Total semua itu . . . . (sambil berfikir sejenak) 893 siswa kalau per
kelasnya ini . . . (sambil berjalan menuju rak buku untuk
mengambil folder data siswa). Silahkan dilihat sendiri. . . .
Mahasiswa : Iya Bu. Oh ya Bu . . . . judul skripsi saya kan Keberhasilan
Konseling Ditinjau Dari Motivasi Konseli dan Komunikasi
Dalam Keluarga Bu. Saya kan pakai sampel jenuh, boleh Bu saya
minta data siswa yang pernah menerima layanan konseling
individual Bu?
Guru BK : Iya, sebentar. (berjalan dan mengambil buku laporan pelaksanaan
konseling di rak). Ini Bu . . . (sambil menunjukkan nama-nama
siswa yang pernah melakukan layanan konseling individual) tapi
kalau kelas 3 nya tidak disebari angket tidak apa-apa ya Bu.
Soalnya sibuk persiapan ujian anak-anak juga sulit kalau diajak
kumpul setelah pulang sekolah.
Mahasiswa : Oh iya Bu, tidak apa-apa. Nanti saya sampaikan ke Pak Wid.
Guru BK : (menganggukkan kepala)
Mahasiswa : Saya catat ya Bu, nama anak-anak yang pernah melaksanakan
konseling individual.
Guru BK : Ya, silahkan . . .
Mahasiswa : (sambil mencatat nama-nama siswa yang pernah melaksanakan
layanan konseling) Nanti sistemnya seperti apa ya Bu?
Maksudnya angketnya dititipkan di wali kelas atau guru mapel
atau dikumpulkan jadi satu Bu?
Guru BK : Mending dipanggili anaknya dan dikumpulkan jadi satu saja di
satu ruangan. Takutnya kalau nanti waktu ngisi di kelas dilihat
teman-temannya yang nggak ngisi nanti malah diganggu dan
183 
 

kadang jawabannya dibuat asal-asalan.


Mahasiswa : Ow, iya Bu. . . . kapan Bu kira-kira saya bisa menyebar angket?
Guru BK : Kalau minggu ini sudah siap, minggu ini saja. Karna minggu
depan anak-anak sudah UAS.
Mahasiswa : Oh . . . iya Bu. Nanti kalau kira-kira satu hari nggak selesai,
dilanjutkan besuknya nggak apa-apa ya Bu?
Guru BK : Iya, nggak apa-apa Bu. Yang penting masih dalam 1 minggu ini.
Mahasiswa : (menganggukkan kepala) Oh ya Bu . . .. , ini siswa yang pernah
mendapatkan layanan konseling individu selama bulan apa
sampai apa Bu?
Guru BK : Sebentar. (sambil melihat buku laporan konseling individu).
Mulai bulan Oktober 2014 sampai dengan Mei 2015 Bu.
Mahasiswa : Ow . . . (sambil menganggukkan kepala) (diam sejenak)
Oh ya Bu . . . kalau untuk konseling individu rata-rata mereka
yang datang itu dipanggil atau datang sendiri Bu?
Guru BK : Hampir semuanya siswa yang memiliki masalah di sekolah ini
datang keruang BK karena panggilan guru BK, perintah wali
kelas atau guru mata pelajaran biasannya.
Mahasiswa : Ow . . . (mengaggukkan kepala) kalau yang kemauan sendiri Bu?
Misalnya punya masalah terus tiba-tiba datang ke ruang BK dan
bercerita pada Guru BK?
Guru BK : (menggelengkan kepala) Nggak ada Bu . . . jarang nsekali terjadi.
Seandainya datang paling ya yang kelas 3 tanya informasi karir
gitu aja.
Mahasiswa : (menganggukkan kepala) (diam sejenak sambil mengamati hasil
laporan konseling milik Guru BK)
Guru BK : Aapa lagi Bu yang mau ditanyakan?
Mahasiswa : Cukup dulu Bu untuk hari ini (sambil tersenyum)
Guru BK : Nanti kalau masih ada yang kurang, silahkan tanyakan pada saya
Bu.
Mahasiswa : Iya Bu. Terima kasih banyak. (sambil tersenyum)

Madiun, 10 Agustus 2015


Konselor Pamong,

Lidya Novi Kristiani, S.Pd


184 
 

WAWANCARA DENGAN KONSELOR PAMONG SMP SANTO YUSUF


MADIUN
Perbincangan singkat saat praktikan menemui bu there di ruang bk untuk meminta
surat panggilan konseling (Pada tanggal 05 November 2015).
Mahasiswa : Permsi Bu . . . (sambil mengetuk pintu)
Guru BK : Ya, ada apa mbak?
Mahasiswa : Saya mau minta surat pangilan Bu untuk konseling individu.
Guru BK : Ya, silahkan duduk dulu. Siapa yang mau diberi konseling?
Mahasiswa : Ibi Bu, kelas 9A.
Guru BK : Ow Ibi. Iya, itu dulu termasuk orang yang kaya raya. Tapi
sekarang karena bangkrut ekonominya jadi sangat sulit sekali.
Mahasiswa : Apa mungkin karena itu ya Bu, Ibi jadi sangat pendiam di kelas.
Guru BK : Mungkin saja. . . ya coba digali. (sambil tersenyum dan
mengambil kertas panggilan konseling)
Mahasiswa : (ketika melihat Bu Tere menulis surat panggilan konseling untuk
siswa yang bermasalah) harus dengan surat panggilan ya Bu?
Maksudnya mereka yang memiliki masalah tidak langsung
inisiatif datang pada Guru BK Bu?
Guru BK : Ada yang datang tapi sangat sedikit sekali. Mereka dipanggil baru
mau datang, kalau ndag begitu ya orang tuanya yang datang
menemui saya.
Mahasiswa : Ow . . . (menganggukkan kepala)
Guru BK : Nanti mau konseling di mana?
Mahasiswa : Di ruang rapat saja Bu.
Guru BK : Ow . . . ya sudah . . . (sambil menganggukkan kepala dan
menyerahkan kertas panggilan konseling)
Jangan lupa dokumentasinya ya . . . kalau bisa di video nggak
apa-apa, malah lebih baik. (sambil tersenyum)
Mahasiswa : Iya Bu . . . (menganggukkan kepala sambil menerima kelrtas
panggilan konseling).
Terima kasih Bu. Saya permisi dulu (sambil tersenyum dan
beranjak pergi meninggalkan ruangan)
Guru BK : Ya. Silahkan. (sambil tersenyum)

Madiun, 10 Agustus 2015


Konselor Pamong,
185 
 

Dra. Theresia S.

Anda mungkin juga menyukai