Anda di halaman 1dari 126

ANALISIS PERILAKU MENYIMPANG DI MASYARAKAT TERHADAP

KASUS PEREDARAN MINUMAN KERAS TRADISIONAL (BALLO’)


(STUDI KASUS DESA MAJANNANG KECAMATAN BAJENG
KABUPATEN GOWA)

SKRIPSI

Diajukan Untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Guna Memperoleh Gelar Sarjana
Pendidikan Pada Program Studi Jurusan Pendidikan Sosiologi
Fakultas Keguruan Dan Ilmu Pendidikan
Universitas Muhammadiyah Makassar

OLEH :

REZKY YANI S.
10538311714

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN SOSIOLOGI


FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH MAKASSAR
MEI 2018
MOTTO DAN PERSEMBAHAN

Jika Kegagalan Bagai Hujan, Dan Keberhasilan Bagai Matahari

Maka Kita Butuh Keduanya Untuk Melihat Pelangi.

Kupersembahkan Karya ini buat:

Sultan Ayahku dan Nurhayati Ibuku, Saudaraku,

Keluarga Besarku, Sahabatku serta Kawan-Kawanku.

Atas keikhlasan dan Doanya dalam mendukung Penulis

Mewujudkan harapan menjadi kenyataan.

vii
ABSTRAK
Rezky Yani S. 2014. Analisis Perilaku Menyimpang Di Masyarakat Terhadap
Kasus Peredaran Minuman Keras Tradisional ( Ballo’) (Studi Kasus Desa
Majannang Kecamatan Bajeng Kabupaten Gowa). SKRIPSI. Jurusan Pendidikan
Sosiologi Fakultas Keguruan Dan Ilmu Pendidikan Universitas Muhammadiyah
Makassar. Pembimbing 1 Muhlis Madani dan Pembimbing ll Muhammad Akhir.
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui bagaimana perilaku
menyimpang di masyarakat terhadap kasus peredaran minuman keras tradisional
(Ballo’) serta bagaimana upaya yang di lakukan pihak kepolisian dalam
menanggulangi peredaran minuman keras tradisional (Ballo’) Desa Majannang
Kecamatan Bajeng Kabupaten Gowa.
Penelitian ini di laksanakan di Desa Majannang, dan penentuan informan
berjumlah 16 0rang yang terdiri dari 9 informan utama dan 6 informan
pendukung. Jenis penelitian ini adalah penelitian yang bersifat deskriptif
kualitatif. Teknik pengumpulan data yang di gunakan dengan cara observasi,
wawancara dan dokumentasi. Untuk mengecek data, menggunakan teknik
triagulasi sumber, triagulasi data, dan triagulasi metode. Penentuan informan
dalam penelitian ini di tentukan dengan cara purposive sampling atau di tetapkan
secara sengaja oleh peneliti dan di sesuaikan dengan kebutuhan data.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa angka kriminalitas yang semakin
meningkat, kerusakan moral yang terjadi di dalam masyarakat akibat adanya
peredaran minuman keras tradisional (Ballo’). Berbagai upaya yang telah di
lakukan oleh aparat keamanan tetapi hal ini masih belum bisa teratasi dengan
baik.
Adapun berbagai hambatan dalam mengatasi perilaku menyimpang akibat
peredaran minuman keras tradisional (Ballo’) yaitu kurangnya kesadaran dari
masyarakat itu sendiri yang tidak mampu menempatkan sesuatu pada tempatnya.

Kata Kunci : Perilaku menyimpang, Minuman keras tradisional (Ballo’)

viii
KATA PENGANTAR

Puji syukur kita panjatkan kehadirat Allah swt karena atas berkat, rahmat

dan hidayahnyalah sehingga penyusunan Skripsi ini selesai sesuai dengan waktu

yang diperlukan. Salam dan shalawat kepada baginda Rosulullah SAW, Sang

intelektual sejati ummat manusia yang menyampaikan pengetahuan dengan

cahaya Ilahi, dia juga manusia yang mencapai akal Mustofaq, manusia cerdas

manusia paripurna.

Skripsi ini sebagai salah satu syarat dalam rangka untuk memperoleh

gelar sarjana pendidikan pada Program Studi Pendidikan Sosiologi Fakultas

Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Muhammadiyah Makassar. Disadari

sepenuhnya bahwa penulisan Skripsi ini tidak mungkin terwujud tampa ada

bantuan dan dorongan dari berbagai pihak. Oleh karena itu sudah sepantasnya

pada kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih dan penghargaan kepada

kedua orang tua yang telah memberikan motifasi sejak lahir hingga hari ini

merekalah manusia luar biasa yang pernah memberikan kasih sayang lansung

pada saya tanpa perantara dan tanpa pamri. Terimah kasih juga penulis ucapkan

kepada semua kaka-kaka saya yang berada di Jurusan Sosiologi dan Jurusan lain

yang tidak sempat disebutkan, teman-teman dan adik-adik yang sudah banyak

membantu penulis dalam berbagai masalah hingga akhirnya penulis dapat

menyelesaikan Skripsi ini.

Tidak lupa juga penulis mengucapkan terima kasih kepada: Dr.H. Abd.

Rahman Rahim, S.E., MM. Rektor Universitas Muhammadiyah Makassar, Erwin

ix
Akib,M.Pd, Ph.D. Sebagai Dekan Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan

Universitas Muhammadiyah Makassar, Drs. H. Nurdin, M.Pd Ketua Program

Studi Pendidikan Sosiologi, Terima Kasih juga kepada Bapak Ibu Dosen yang

telah memberikan kesempatan serta fasilitas hingga penulis dapat menikmati dan

memperoleh pengetahuan dengan nyaman dan tidak ada paksaan dalam

memperolah pengetahuan dari semua kalangan baik dari kalangan para dosen

dewan senior maupun sesama teman-teman mahasiswa.

Terima kasih yang tidak terhingga penulis ucapkan kepada Dr. H. Muhlis

Madani, M.Si. selaku pembimbing I dan Bapak Dr. Muhammad Akhir, M.Pd.

selaku pembimbing II.

Penulis merasa Skripsi ini tentu masih jauh dari sempurna, oleh karena itu

kritik dan saran yang membangun sangat penulis butuhkan dalam

menyempurnakan Skripsi ini. Karena bagi penulis, kritikan itu suatu keniscayaan

dari impelementasi kasih saying. Akhirnya, hanya kepada Allah SWT kita

bermohon semoga berkat rahmat serta limpahan pahala dan semoga niat baik

dan suci serta usaha mendapat ridho disisinya, Amin.

Makassar, Mei 2018

Penulis

x
DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL ........................................................................................................ i

PERSETUJUAN PEMBIMBING.................................................................................. ii

KARTU KONTROL BIMBINGAN 1 ......................................................................... iii

KARTU KONTROL BIMBINGAN II ........................................................................ iv

SURAT PERNYATAAN................................................................................................ v

SURAT PERJANJIAN ................................................................................................... vi

MOTTO DAN PERSEMBAHAN ............................................................................... vii

ABSTRAK ..................................................................................................................... viii

KATA PENGANTAR .................................................................................................... ix

DAFTAR ISI..................................................................................................................... x

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang .......................................................................................................... 1

B. Rumusan Masalah .................................................................................................... 9

C. Tujuan Penelitian ...................................................................................................... 9

D. Manfaat Penelitian .................................................................................................... 9

E. Defenisi Operasional .............................................................................................. 10

BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN KERANGKA KONSEP

A. Kajian Pustaka ........................................................................................................ 12

1. Devenisi Perilaku Menyimpang ...................................................................... 12

2. Kejahatan ............................................................................................................ 17

3. Minuman Keras Beralkohol ............................................................................. 21

4. Peredaran Minuman Keras Tradisional (Ballo’) .......................................... 24

xi
5. Teori Sebagai Unit Analisis ............................................................................. 29

B. Kerangka konsep .................................................................................................... 43

BAB III METODE PENELITIAN

A. Jenis Penelitian........................................................................................................ 45

B. Lokus Penelitian ..................................................................................................... 45

C. Informan Penelitian ................................................................................................ 45

D. Fokus Penelitian ..................................................................................................... 46

E. Instrumen Penelitian............................................................................................... 46

F. Sumber Data ............................................................................................................ 46

G. Teknik Pengumpulan Data ................................................................................... 47

H. Teknik AnalisiS Data ............................................................................................. 47

I. Keabsahan Data ...................................................................................................... 47

BAB IV HISTORI LOKASI PENELITIAN

A. Sejarah Singkat Kecamatan Bajeng ..................................................................... 49

B. Keadaan Pemerintahan .......................................................................................... 52

BAB V HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

A. HASIL PENELITIAN ........................................................................................... 54

1. Perilaku Menyimpang ............................................................................................ 54

a. Bentuk Perilaku Menyimpang ..................................................................... 54

b. Faktor Perilaku Menyimpang ..................................................................... 58

c. Karakteristik Perilaku Menyimpang ................................................... 70

2. Upaya Penanggulangan Perilaku Menyimpang ..................................................... 71

a. Pelaksanaan Peraturan Yang Konsisten ..................................................... 71

xii
b. Penanaman Nilai Dan Norma Yang Kuat............................................ 75

c. Penyuluhan-Penyuluhan ............................................................................... 81

B. PEMBAHASAN .................................................................................................... 86

1. Pengetahuan Masyarakat Mengenai

Minuman Keras Tradisional............................................................................. 89

2. Sikap Masyarakat Mengenai

Minuman Keras Tradisional............................................................................. 90

3. Tindakan Masyarakat Mengenai

Minuman Keras Tradisional............................................................................. 92

BAB VI PENUTUP ...................................................................................................... 97

A. KESIMPULAN ................................................................................................. 97

B. SARAN ............................................................................................................... 98

DAFTAR PUSTAKA ............................................................................................... 100

xiii
1

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Minuman keras, atau biasa disingkat miras, adalah minuman beralkohol

yang mengandung etanol. Etanol adalah bahan psikoaktif dan konsumsinya

menyebabkan penurunan kesadaran. Alkohol merupakan zat aktif dalam minuman

keras, yang dapat menekan syaraf pusat. Alkohol digolongkan kedalam Napza

(narkotika, psikotropika dan zat adiktif lainnya) karena mempunyai sifat

menenangkan sistem saraf pusat, mempengaruhi fungsi tubuh maupun perilaku

seseorang, mengubah suasana hati dan perasaan orang yang mengonsumsinya, bila

dikonsumsi secara berlebihan.

Minuman beralkohol dapat menimbulkan efek samping gangguan mental

organik (GMO), yaitu gangguan dalam fungsi berpikir, merasakan, dan berperilaku.

Timbulnya GMO tersebut disebabkan reaksi langsung alkohol pada sel-sel saraf

pusat. Karena sifat adiktif alkohol tersebut, orang yang meminumnya lama-

kelamaan tanpa sadar akan menambah takaran/dosis sampai pada dosis keracunan

atau mabuk (Anonim,2013). Alkohol, seperti obat-obat terlarang lainnya

menimbulkan banyak dampak negatif pada tubuh, mental dan kehidupan sosial

manusia. Yunani dan negara Eropa lainnya saat ini menerapkan sanksi dan

hukuman yang keras terhadap para peminum alkohol. Perpecahan dalam rumah

tangga pun sering ditimbulkan akibat kebiasaan meminum alkohol. Seorang

pecandu akan nekat melakukan tindakan kriminal di saat dia tidak punya uang

untuk membeli minuman beralkohol (Nurwijaya &Ikawati., 2009).

1
2

Minum minuman keras berhubungan dengan kecelakaan lalu lintas yang dapat

menimbulkan korban jiwa, perilaku seksual berisiko, perilaku bunuh diri, prestasi

sekolah yang buruk, dan risiko yang lebih besar untuk menimbulkan kecanduan

dikemudian hari (Benjet et al.,2014). Penggunaan alkohol yang berlebihan dapat

menciptakan masalah kesehatan masyarakat yang signifikan serta dapat

menciptakan masalah keamanan di seluruh dunia. Hampir 4% dari semua kematian

di seluruh dunia dikaitkan dengan konsumsi alkohol, yang juga terkait dengan

banyak masalah sosial yang serius, seperti penyakit dan cedera.

Setiap negara memiliki batasan usia yang diperbolehkan untuk membeli,

menjual dan mengonsumsi minuman beralkohol. Di hampir semua negara dibenua

Eropa, batasan minimum seseorang dapat membeli, menjual maupun mengonsumsi

minuman beralkohol adalah usia 18 tahun. Beberapa negara lainnya seperti

Amerika Serikat, Mesir, Indonesia, Samoa dan Negara lainya. tidak mengizinkan

membeli, menjual maupun mengonsumsi alkohol sebelum usia 21 tahun. Negara-

negara yang memiliki batasan usia dalam mengomsumsi alkohol biasanya akan

lebih rendah dalam memproduksi jenis minuman beralkohol seperti wine dan bir

dibandingkan dengan minuman dari hasil penyulingan atau destilasi (Ahlstrom &

Osterberg, 2005). Di Indonesia, peraturan tentang minuman keras belum

mendapatkan perhatian khusus dari pemerintah, walaupun dampak minuman keras

sangat serius di kalangan remaja. Dampak yang ditimbulkan akibat peredaran bebas

dari minuman keras tersebut, misalnya rusaknya tatanan sosial bangsa Indonesia,

bahkan tidak sedikit kasus kriminal hingga menelan korban jiwa akibat minuman

keras di Indonesia. Data BPS tahun 2012 menunjukkan angka yang sangat

memprihatinkan, yaitu 83,1% remaja Indonesia pernah minum minuman


3

beralkohol. Di Indonesia sendiri, setiap tahunnya diperkirakan jumlah korban

meninggal akibat miras mencapai 19.000 orang.

Pada saat ini masyarakat semakin cepat berkembang, dimana perkembangan

itu tidak selalu diikuti dengan proses penyesuaian diri tidak seimbang. Dengan kata

lain, pelanggaran terhadap norma-norma tersebut semakin sering terjadi dan

kejahatan semakin bertambah, baik jenis maupun bentuk polanya semakin

kompleks. Perkembangan masyarakat itu disebabkan karena ilmu pengetahuan dan

pola pikir masyarakat yang semakin maju. Masyarakat berusaha mengadakan

pembaharuan-pembaharuan di segala bidang. Namun kemajuan pola pikir

masyarakat tidak selalu berdampak positif, bahkan ada kalanya berdampak negatif.

Kemajuan teknologi kerap kali digunakan masalah sebagai modus operandi

kejahatan. Hal tersebut merupakan tantangan bagi aparat penegak hukum yang

terkait untuk dapat mencari cara untuk menanggulanginya sehingga mampu

menciptakan rasa aman dan tentram di dalam masyarakat .

Penegakan hukum harus sesuai dengan ketentuan yang berlaku, juga

berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia

Tahun 1945. Hukum tersebut harus ditegakkan demi terciptanya tujuan dan cita-cita

bangsa Indonesia sebagaimana yang dirumuskan pada Pembukaan Undang-Undang

Dasar Negara Republik. Indonesia Tahun 1945 alinea ke-4 yaitu membentuk suatu

Pemerintahan Negara Indonesia yang melindungi segenap Bangsa Indonesia dan

seluruh tumpah darah Indonesia dan untuk memajukan kesejahteraan umum,

mencerdaskan kehidupan bangsa dan ikut melaksanakan ketertiban dunia yang

berdasarkan kemerdekaan perdamaian abadi dan keadilan sosial. Tidak dipungkiri

Indonesia sebagai negara yang masih berkembang tentunya tidak terlepas dari
4

pengaruh zaman yang mengglobalisasi atau perkembangan zaman yang mendunia.

Perkembangan yang terjadi sudah mulai merambah banyak aspek kehidupan.

Perkembangan zaman yang mendunia ini tidak hanya membawa pengaruh besar

pada Negara Indonesia yang sedang berkembang ini, melainkan juga berdampak

pada perkembangan masyarakat, perilaku masyarakat, pergeseran budaya dalam

masyarakat, serta gaya hidup masyarakatnya yang meniru gaya hidup di negara-

negara yang telah maju.

Permasalahan sosial di tengah-tengah masyarakat selalu mengalami

perubahan dan terus berkembang mengikuti dinamika perkembangan

masyarakatnya. Masyarakat Kabupaten Gowa yang merupakan salah satu

Kabupaten di Provinsi Sulawesi Selatan. Salah satu hal negatif yang berkembang di

Kabupaten Gowa pada saat ini adalah banyak bermunculan kejahatan berupa

peredaran minuman keras tradisional. Minuman keras sekarang ini memang sangat

hangat diberitakan di beberapa daerah di Indonesia. Karena minuman keras ini

merupakan awal atau berpotensi dapat menyebabkan seseorang melakukan tindak

kejahatan di dalam masyarakat. Minuman keras yang secara hukum maupun agama

dianggap hal yang tidak baik menjadi sesuatu yang dianggap wajar untuk

dilakukan. Akibat kebiasaan minuman tersebut maka timbulah dampak-dampak

terutama yang bersifat negatif dalam hal sosial, ekonomi dan terutama kesehatan

masyarakat. Dampak yang dapat ditimbulkan dari minuman keras mulai dari

perkelahian remaja, timbulnya kesenjangan antara kaum peminum tua dan

peminum remaja atau peminum daerah yang satu dengan peminum daerah

yang lainnya, serta kemiskinan yang semakin bertambah. Kebiasaan minum

tersebut juga tentunya berdampak terhadap kesehatan masyarakat.


5

Perkembangan penyebaran minuman keras tradisional di Kabupaten

Gowa sudah sangat memperihatinkan Karena dalam masyarakat, bukan hanya

orang dewasa yang mengonsumsi minuman keras tetapi kebanyakan

pengonsumsinya adalah anak-anak usia remaja. Dan kita ketahui bersama bahwa

generasi muda adalah penerus Bangsa ini, bagaimana nasib Bangsa ini jika anak

remajanya yang akan tumbuh tidak sesuai yang kita cita-citakan bersama.

Penyebaran minuman keras membawa dampak pada tingkat kriminalitas yang

meresahkan di dalam masyarakat, kita sebagai warga negara yang baik harus

berperan aktif untuk mengatasi persoalan-persoalan yang timbul di dalam

masyarakat. Tujuan kita adalah untuk mengingatkan kepada mereka bahwa apa

yang dilakukan itu adalah perbuatan yang tidak baik yang dapat merugikan diri

sendiri maupun orang yang berada di sekelilingnya. Baik masyarakat sebagai

korban maupun masyarakat sebagai pelaku itu sendiri. Tanpa rasa kepedulian dan

persaudaraan kita terhadap mereka, berarti sama halnya dengan membiarkan

kehancuran moral masyarakat serta cikal bakal kehancuran Bangsa ini. Dengan

adanya minuman keras ini dapat menimbulkan efek negatif, Kenapa demikian

karena semakin banyaknya edaran minuman keras tradisional dapat menggangu

pola pikir seorang bahkan bisa terjadi melakukan hal- hal yang bertentangan etika

serta perilaku yang ada.

Sebagai salah satu contoh yang sangat signifikan adalah para remaja serta

orang tua. Bahkan anak-anak yang setara SMA atau SMP selalu melakukan

perbuatan yang bertentangan sebagai berikut :

Pertama pada orang tua khususnya pada bapak atau ayah, dimana peran

orang tua yang pada dasarnya mendidik anak dengan cara menujukan teladan yang
6

beretika malahan sebaliknya memberikan pemahaman dengan cara menunjukan

teladan yang tidak baik. Seperti minum minuman keras tradisional sehari non stop

padahal minuman dapat juga mengganggu kesehatan serta menimbulkan kejahatan

seperti, Pembunuhan (pertingkaian), pemerkosaan, pencurian serta membunuh

pikiran yang pada dasarnya memiliki rasa kebersamaan atau kesolidaritasan.

Kedua Remaja, masa remaja adalah masa ketika terjadi perubahan-

perubahan yang dramatis, baik secara fisik maupun kognitif. Perubahan-perubahan

secara fisik dan kognitif tersebut, berpengaruh terhadap perubahan dalam

perkembangan psikososial mereka. Karakteristik psikologis yang khas pada remaja

merupakan faktor yang memudahkan terjadinya tindakan penyalahgunaan alkohol.

Namun, untuk terjadinya hal tersebut masih ada faktor lain yang memainkan

peranan penting, yaitu faktor lingkungan. Faktor lingkungan tersebut memberikan

pengaruh pada remaja dan mencetuskan timbulnya motivasi untuk mengonsumsi

alkohol. Dengan kata lain, timbulnya masalah penyalahgunaan zat dicetuskan oleh

adanya interaksi antara pengaruh lingkungan dan kondisi psikologis remaja.Hasil

penelititan Tsaniyah (2012) menunjukkan bahwa perilaku remaja minum Ballo’

(minuman keras tradisional) di Kecamatan Bajeng dimulai sejak SMP dan yang

dirasakan ketika pertama kali minum Ballo adalah pahit, pusing, mual, tetapi lama

kelamaan menjadi enak. Minum Ballo dilakukan bersama teman-teman dengan

frekuensi 3-4 kali seminggu. Jumlah Ballo yang diminum bervariasi berkisar antara

3-10 gelas sekali minum. Faktor-faktor yang melatar belakangi remaja minum Ballo

adalah karena ajakan teman-teman, untuk bersenang-senang dan menghilangkan

stres, serta menambah kepercayaan diri agar berani melawan guru. Perilaku tidak

sehat seperti merokok, minum minuman keras, dan penggunaan narkoba sering
7

dimulai pada masa remaja. Ketika mengonsumsi alkohol, kesehatan seseorang akan

semakin terganggu atau menimbulkan resiko tambahan jika seseorang minum

minuman keras sambil merokok dan mengunakan obat-obatan terlarang. Minum

minuman keras merupakan kegiatan kelompok, hanya sedikit remaja yang mau

minum minuman keras sendiri. Rasa nikmat pada minuman keras terus berkembang

selama masa remaja dan akan menimbulkan kecenderungan untuk menganggap

minuman sebagai simbol yang penting bagi keanggotaan kelompok. Dalam kondisi

seperti itu, bibit untuk menjadi pecandu mulai berkembang.

Orang-orang yang sudah mengalami ketergantungan pada alkohol mungkin

butuh minum alkohol setiap hari. Mereka tidak mampu menghentikan atau

mengurangi konsumsinya meskipun berulang kali berupaya untuk berhenti

sepenuhnya atau membatasi minum alkohol hanya pada waktu tertentu setiap hari.

Mereka dapat minum berlebihan meskipun tidak sering. Penyalahgunaan dan

ketergantungan alkohol sering merupakan bagian dari penyalahgunaan banyak zat,

yaitu menggunakan atau menyalahgunakan lebih dari satu zat pada satu waktu.

Diperkirakan, 80 hingga 85% penyalahgunaan alkohol dilakukan oleh perokok.

Selain itu, alkohol berfungsi sebagai isyarat merokok. Berdasarkan hasil

pengamatan di Kabupaten Gowa, khususnya di Kecamatan Bajeng diketahui

banyak remaja yang sudah mulai mencoba-coba untuk mengonsumsi minuman

keras, khususnya minuman Ballo dari usia 12 tahun. Masa remaja dalam kehidupan

sehari –hari sangat berkaitan erat dengan aspek psikologi yang menjadikan remaja

sering mancoba sesuatu untuk alasan mencari jati diri. Kadang remaja salah

mengartikan jati diri sehingga terjebak dalam pergaulan bebas terutama terjebak

dalam hal penggunaan minuman keras, selain faktor rasa ingin mencoba, faktor
8

lingkungan atau pergaulan juga dapat mempengaruhi keingintahuan remaja tentang

minuman keras, jadi pengaruh perubahan psikologi dapak berdampak pada

penggunaan minuman Dilihat dari segi pergaulan para remaja yang ada di

kecamatan Bajeng bahwasanya kebebasan serta keberanian selalu didasari dengan

minuman keras tradisional. mereka memandang bahwa minuman keras tradisional

ini merupakan hal yang paling pokok dalam kehidupannya. Kenapa demikian

karena tanpa adanya minuman keras tradisional tersebut seola- olah rasa ingin tahu

serta kepedulian akan kurang juga. Pada saat sekarang banyak remaja yang

mengatakan bahwa dengan minum minuman keras kepercayaan diri mereka

bertambah dari yang pemalu menjadi pemberani, mereka beranggapan bahwa

semua masalah dapat teratasi dengan minum minuman keras, minuman keras dapat

memperbanyak teman. Tapi sesuai kenyataan minuman keras dapat merusak proses

berfikir dan menjadikan seorang tidak sadarkan diri atau bertindak tidak sesuai

kehendak.

Ketiga pada Anak- anak pelajar (SMA) minuman keras ini dapat membawa

pengaruh yang sangat besar terhadap anak pelajar. dilihat dari segi pergaulan anak

pelajar khususnya di kecamatan Bajeng bahwa selalu berfokus pada minuman keras

tradisional. hal inilah yang akan mengakibatkan pola perilaku anak tersebut akan

terganggu denga hal- hal seperti ini yakni minuman keras tradisional. kadang kalah

juga orang tuanya menjadi sasaran utama, contohnya bila anak tersebut meminta

uang kepada orang tuanya demi kepentingan minuman tersebut sehinggga anak

tersebut tergiur akan minuman keras tradisional mengakibatkan putus sekolah.


9

B. Rumusan Masalah

Dari latar belakang masalah di atas, maka penulis merumuskan masalah

sebagai berikut ;

1. Bagaimana perilaku menyimpang di masyarakat terhadap kasus peredaran

minuman keras tradisional (ballo’) di Kecamatan Bajeng Kabupaten Gowa?

2. Bagaimana upaya yang di lakukan pihak kepolisian dalam menanggulangi

peredaran minuman keras tradisional (ballo’) Desa Majannang Kecamatan

Bajeng Kabupaten Gowa?

C. Tujuan Penelitian

Adapun tujuan dari penelitian ini yaitu:

1. Untuk mengetahui bagaimana perilaku menyimpang terhadap kasus

peredaran minuman keras tradisional (Ballo’) Desa Majannang Kecamatan

Bajeng Kabupaten Gowa.

2. Untuk mengetahui Bagaimana upaya pihak kepolisian dalam menanggulangi

peredaran minum keras tradisional (Ballo’) Desa Majannangi Kecamatan

Bajeng Kabupaten Gowa.

D. Manfaat Penelitian

1. Dari segi teoritis,

Hasil penelitian ini diharapkan menjadi sumbangan yang berguna bagi

pengembangan ilmu pengetahuan hukum, khususnya terkait dengan pengembangan

kajian hukum pidana. Di samping itu menjadi acuan atau perbandingan bagi para

peneliti yang ingin mengadakan penelitian yang sejenis.


10

2. Dari segi praktis,

Memberikan informasi sebagai pertimbangan ataupun saran yang berfungsi

sebagai masukan baik bagi masyarakat luas maupun bagi instansi atau lembaga

yang terkait dalam proses menanggulangi peredaran minuman keras tradisional di

Kecamatan Bajeng Kabupaten Gowa.

E. Defenisi Oprasionan

Untuk memberi suatu pemahaman agar memudahkan peneliti maka perlu

beberapa batasan penelitian dan focus penelitian ini yang dioperasionalkan melalui

indicator sebagai berikut :

1. Perilaku Menyimpang

Perilaku menyimpang adalah suatu tindakan atau tingkah laku seseorang

yang bertentangan dengan norma-norma dan hukum yang ada di dalam

masyarakat.

2. Kejahatan

Kejahatan adalah perbuatan atau perilaku yang melanggar ketentuan hukum

pidana. Dimana kejahatan itu sangat berpengaruh terhadap diri sendiri dan orang

lain yang ada di sekitar kita.

3. Peredaran

Peredaran adalah setiap kegiatan atau serangkaian kegiatan dalam rangka

pembelian dan atau penjualan termasuk penawaran untuk menjual serta kegiatan

lain yang berkenaan dengan pemindahtanganan dengan memperoleh imbalan.


11

4. Minuman keras

Minuman keras tradisional adalah minuman beralkohol yang mengandung

etanol dan ketika seseorang mengomsumsinya secara berlebihan maka akan

menyebabkan penurunan kesadaran.

Di sini dapat kita pahami bahwa segala tindakan yang terjadi dalam

masyarakat timbul dari kemauan diri sendiri namun dibalik itu juga karena timbul

dari pengaruh orang lain.


12

BAB II

KAJIAN PUSTAKA DAN KERANGKA KONSEP

A. Kajian Pustaka

1. Definisi Perilaku menyimpang

Perilaku menyimpang adalah setiap perilaku seseorang yang tidak sesuai

dengan norma-norma dalam masyarakat. Dan merupakan tingkah laku tercela,

yang dilakukan oleh individu yang timbul akibat adannya faktor-faktor internal

dan eksternal pada remaja. Tingkah laku menyimpang juga diartikan sebagai

segala tindakan negatif yang dapat mempengaruhi individu dengan lingkungannya

serta hubungan sosialnya. Hal ini diperkuat dengan teori behavior (dalam Boeree,

2009) yang menyatakan bahwa perilaku menyimpang itu dapat di katakan sebagai

behavior disorder yang artinya perilaku menyimpang itu terbentuk karena adanya

stimulus negatif yang mempengaruhi individu sehingga menimbulkan suatu

respon dalam dirinya untuk melakukan hal tersebut dan mewujudkanya dalam

bentuk perilaku yang menyimpang.Stimulus yang terbentuk bukan karena

kemauan individu itu sendiri melainkan adanya pengaruh dari luar diri individu

yang menyebabkan individu tersebut meresponya dengan cara yang salah, yang

akhirnya menimbulkan suatu penyimpangan.

Selain itu, dibawah ini terdapat pendapat tentang pengertian tingkah laku

menyimpang lainnya yang dijabarkan oleh para ahli yaitu:

Menurut Sparinah Saldi (dalam Willis, 2008) yang mengemukakan bahwa:

Tingkah Laku menyimpang adalah bentuk tindakan yang melanggar dari Norma-

norma sosial, dan nilai-nilai kehidupan. Menurut Dwikurnia (dalam Zanden,

12
13

2004) yang menjelaskan bahwa penyimpangan perilaku itu adalah perilaku yang

dilakukan oleh sejumlah besar orang dianggap sebagai hal yang tercela.

Nawa Cita Pemeritah Indonesia 2014-2015 mencanangkan revolusi

karakter bangsa sebagai salah satu program strategis yang perlu dicermati

bersama sebagai salah satu tanggung jawab perguruan tinggi. Bagaimana

perguruan tinggi dapat berpartisipasi dalam pengarusutamaan pembangunan

karakter bangsa atau nation and character building dalam konstelasi kehidupan

nasional dan global merupaka suatu keharusan, sebagaimana tercermin dalam

Rencana Pembangunan Jangka Panjang Nasional Tahun 2005-2025 yang

menempatkan pendidikan karakter sebagai misi pertama dari delapan misi guna

mewujudkan visi pembangunan nasional. Selain itu, bagaimana perguruan tinggi

dapat menerapkan strategi berbagai strategi inovatif dan kolaboratif dalam rangka

pembangunan karakter bangsa. Sejauh ini, pembangunan karakter bangsa di

perguruan tinggi secara formal termuat-melekat (embedded) dalam pembelajaran

pendidikan agama, pacasila, kewarganegaraan, dan Bahasa Indonesia sebagai

mata kuliah wajib (umum) menurut pasal 36 Undang-Undang Nomor 12 tahun

2012 Tentang Pendidikan Tinggi. (Akhir, M. (2016, December).

PENGEMBANGAN MATERI AJAR BAHASA INDONESIA BERBASIS

KARAKTER PADA MAHASISWA UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH

MAKASSAR. In ISQAE 20165 INTERNATIONAL SEMINAR ON QUALITY

& AFFORDABLE (p. 663).

a. Bentuk-bentuk perilaku menyimpang

Seperti yang telah dijelaskan sebelumnya, perilaku menyimpang itu terjadi

karena adanya stimulus negatif yang menghasilkan suatu respon dalam dirinya
14

untuk melakukan suatu penyimpangan tersebut. Adapun bentuk-bentuk perilaku

menyimpang menurut Hurlock (1998) antara lain:

1) Pembangkangan (Negativisme)

2) Tingkah Laku Agresi (Aggression)

3) Persaingan Tingkah Laku (Rivalvy)

4) Tingkah Laku Berkuasa (Ascendant behavior)

5) Egois

b. Faktor-Faktor Perilaku Menyimpang

Menurut Santrock (2007) perilaku menyimpang yang dilakukan oleh siswa

terjadi karena adanya pengaruh dari faktor-faktor yaitu:

1. Faktor dari lingkungan yang meliputi:

a) Adannya pengaruh orangtua

b) Pengaruh teman sebaya

c) Kualitas lingkungan serta kondisi tempat tinggal

d) Faktor sekolah (kurangnya harapan terhadap pendidikan sekolah)

2. Faktor pribadi yang meliputi:

a) Pemahaman diri yang salah

b) Pemikiran, serta pandangan yang salah

c) Ketidakmampuan dalam menyesuaikan diri

d) Kurangnya pengendalian diri

Berdasarkan paparan di atas dapat disimpulkan bahwa dua faktor yang

meyebabkan adannya penyimpangan perilaku pada siswa dikarenakan oleh faktor

pribadi. Faktor ini terjadi karena individu kurang memiliki kemampuan dalam

menyeleksi, mengolah, menganalisis terlebih dahulu adanya pengaruh yang


15

datang dari luar individu sehingga individu mudah terpengaruh dan akhirnya

melakukan penyimpangan. Adannya faktor dari lingkungan juga merupakan

penyebab perilaku individu tersebut.

c. Karakteristik dari Perilaku Menyimpang

Adapun karakteristik dari perilaku menyimpang itu dapat mudah dilihat,

diamati dan nampak secara langsung oleh orang lain. perilaku menyimpang pada

individu juga memiliki karakteristik yang khas dan berbeda-beda antara individu

yang satu dengan lainnya.

Menurut Ahli behavior yaitu Skinner (dalam Corey, 2009) yang membagi

karakteristik perilaku menyimpang itu menjadi beberapa macam yaitu:

1. Perilaku menyimpang itu dapat diamati, diukur dan diramalkan

2. Perilaku menyimpang itu merupakan hasil dari pembelajaran yang negatif

3. Perilaku menyimpang itu merupakan bentuk dari sebab-akibat

4. Perilaku menyimpang itu terjadi karena adanya S-R (Stimulus-Respon)

Adapun tingkah laku siswa yang dapat dikatakan perilaku menyimpang

apabila tingkah laku dari individu tersebut berkarakteristik seperti penjelasan di

atas, dan terjadi dalam proses kehidupannya.

d. Upaya penanggulangan perilaku menyimpang

1. Penanaman Nilai dan Norma yang Kuat

Penanaman nilai dan norma dilakukan melalui sosialisasi. Dalam hal ini,

yang paling berperan adalah media-media sosialisasi yang ada. Adapun tujuan

penanaman nilai dan norma pada diri individu yaitu pembentukan konsep diri,

pengembangan keterampilan, pengendalian diri, pelatihan komunikasi, dan

pembiasaan aturan. Tercapainya semua tujuan-tujuan tersebut menjadikan proses


16

sosialisasi menjadi ideal, yang pada akhirnya seseorang tahu betul yang baik dan

mana yang buruk, mana yang sesuai dengan norma dan mana yang melanggar

norma. Dengan demikian, penanaman nilai dan norma yang kuat pada diri

individu menjadikannya berperilaku sesuai dengan harapan masyarakat.

2. Pelaksanaan Peraturan yang Konsisten

Keadaan yang nyaman dan aman dapat pula terbentuk melalui peraturan

yang tegas. Segala bentuk peraturan yang dikeluarkan pada hakikatnya adalah

usaha mencegah adanya tindak penyimpangan, sekaligus juga sebagai sarana/alat

penindak laku penyimpangan. Namun, apa yang akan terjadi jika peraturan yang

dikeluarkan tidak konsisten? Jelas, akan menimbulkan tindak penyimpangan.

Suatu kekonsistenan diperlukan oleh setiap peraturan jika ingin berfungsi dalam

masyarakat. Selain itu, diperlukan pula sanksi-sanksi yang tegas dalam peraturan

tersebut. Sehingga bagi pelanggar peraturan dikenai sanksi tegas berupa hukuman

sesuai dengan peraturan yang berlaku demi pemulihan kedudukan masyarakat

yang tertib dan teratur. Dalam hal ini, adanya sanksi diperlukan untuk menjamin

tercapainya tujuan dan dipatuhinya norma yang ada.

3. Penyuluhan-Penyuluhan

Pemerintah berperan besar dalam upaya penanggulangan perilaku

menyimpang. Melalui jalur penyuluhan, penataran ataupun diskusi-diskusi dapat

disampaikan kepada masyarakat tentang penyadaran kembali akan pelaksanaan

nilai, norma, dan peraturan yang berlaku. Dengan upaya ini, diharapkan setiap

masyarakat me- mahami nilai, norma, dan peraturan yang berlaku. Dimana

kesemuanya mempunyai tujuan yang baik yaitu menciptakan suatu kondisi yang

aman, serta nyaman. Kondisi ini mendukung perkembangan pribadi individu ke


17

arah yang lebih baik. Bagi para pelaku penyimpangan sosial, penyuluhan akan

nilai, norma, serta peraturan yang berlaku perlu dilakukan secara terus menerus

dan berkesinambungan. Terlebih-lebih pada pelaku tindak kejahatan/ kriminal.

Peran lembaga-lembaga agama, kepolisian, pengadilan, lembaga masyarakat (LP)

sangat diharapkan untuk mengadakan penyuluhan-penyuluhan tersebut.

2. Kejahatan

Kejahatan merupakan masalah sosial yang tidak hanya dihadapi oleh

Indonesia atau masyarakat dan negara tertentu, tetapi merupakan masalah yang

dihadapi oleh seluruh masyarakat di dunia. Kejahatan sebagaimana dikatakan oleh

Saiichiro Ono, merupakan suatu universal fenomena, tidak hanya jumlahnya saja

yang meningkat tetapi juga kualitasnya dipandang serius dibanding masa-masa lalu.

Kejahatan dalam Bahasa Inggris “crime” dan kejahatan dalam Bahasa Belanda

“Misdaad” yang berarti kelakuan atau prilaku kejahatan, atau perbuatan kejahatan.

Secara etimologi kejahatan adalah bentuk tingkah laku yang bertentangan dengan

moral kemanusiaan, merugikan masyarakat sehinggah ditentang oleh masyarakat

dan paling tidak disukai oleh rakyat karena sifatnya melanggar hukum serta

undang-undang pidana.

Menurut Van Bemmelen menyatakan bahwa Kejahatan adalah tiap kelakuan

yang tidak bersifat susila dan merugikan, yang menimbulkan begitu banyak

ketidaktenangan dalam suatu masyarakat tertentu, sehinggah masyarakat itu berhak

untuk mencelahnya dan menyatakan penolakannya atas kelakuan itu dalam bentuk

nestapa dengan sengaja diberikan karena kelakuan tersebut. Dan Edwin Sutherland

menekankan bahwa Kejahatan memiliki ciri pokok yaitu dari kejahatan itu ada
18

perilaku yang dilarang oleh negara terhadap perbuatan itu negara bereaksi dengan

hukuman sebagai upaya pamungkas.

Kejahatan sudah dikenal sejak adanya peradaban manusia, Makin tinggi

peradaban, makin banyak aturan, dan makin banyak pula pelanggaran. Sering

disebut bahwa kejahatan merupakan bayangan peradaban (crime is a shadow of

civilization).Kejahatan sangat relatif (selalu berubah), baik ditinjau dari sudut

pandang hukum (lega defenition of crime), maupun ditinjau dari sudut pandang

masyarakat (sociological definition of crime).

Secara etimologi, kejahatan merupakan suatu perbuatan manusia yang

mempunyai sifat jahat sebagaimana bila orang membunuh, mencuri, merampok,

menipu, korupsi dan lain-lain. Dalam pengertian yuridis membatasi kejahatan

sebagai perbuatan yang telah ditetapkan oleh Negara. Adapun dalam Kitab Undang-

Undang Hukum Pidana (KUHP) tidak dijelaskan pengertian kejahatan secara

mendetail, akan tetapikejahatan itu diatur dalam buku dua KUHP yaitu Pasal 104

sampai dengan Pasal 488 KUHP.

Menurut R. Soesilo dalam bukunya menyebutkan bahwa Kejahatan secara

yuridis adalah kejahatan untuk semua perbuatan manusia yang memenuhi

perumusan ketentuan-ketentuan yang disebutkan dalam KUHP. Misalnya

pembunuhan adalah perbuatan yang memenuhi perumusan Pasal 338 KUHP yang

mengatur barang siapa dengan sengaja merampas nyawa orang lain, diancam

karena pembunuhan dengan pidana penjara paling lama lima belas tahun (15 tahun).

A.S. Alam memberikan dua sudut pandang tentang kejahatan, yaitu sebagai

berikut:
19

a. Dari sudut pandang hukum (a crime from the legal point of view). Batasan

sdari sudut pandang ini adalah setiap tingkah laku yang melanggar hukum

pidana. Bagaimanapun jeleknya suatu perbuatan sepanjang perbuatan itu

tidak dilarang di dalam perundang-undangan pidana, perbuatan itu tetap

sebagai perbuatan yang bukan kejahatan. Contoh konkrit dalam hal ini

adalah perbuatan.

b. Dari sudut pandang masyarakat (a crime from the sociological point of

view). Batasan kejahatan dari sudut pandang ini adalah setiap perbuatan

yang melanggar norma-norma yang masih hidup di dalam masyarakat.

Gerson W. Bawengan membagi tiga pengertian kejahatan menurut

penggunaannya masing-masing, yaitu:

1) Pengertian secara praktis

Kejahatan dalam pengertian ini adalah suatu pengertian yang merupakan

pelanggaran atas norma-norma keagamaan, kebiasaan, kesusilaan dan norma yang

berasal dari adat istiadat yang mendapat reaksi baik berupa hukuman maupun

pengecualian.

2) Pengertian secara religius

Kejahatan dalam arti religius ini mengidentifikasikan arti kejahatan dengan

dosa, dan setiap dosa terancam dengan hukuman api neraka terhadap jiwa yang

berdosa.

3) Pengertian secara yuridis

Kejahatan dalam arti yuridis disini, maka kita dapat melihat misalnya dalam

KUHP hanyalah setiap perbuatan yang bertentangan dengan pasal-pasal dari buku

kedua, itulah yang disebut kejahatan. Selain KUHP, kita dapat menjumpai hukum
20

pidana khusus, hukum pidana militer, fiscal, ekonomi, atau pada ketentuan lain

yang menyebut suatu perbuatan sebagai kejahatan.Hal itu sejalan dengan A.Qirom

Syamsuddin dan E. Sumaryono yang memberikan penjelasan mengenai kejahatan

sebagai berikut:

a) Segi sosiologi

Kejahatan yang ditekankan pada ciri-ciri khas yang dapat dirasakan dan

diketahui oleh masyarakat tertentu. Masalahnya terletak pada perbuatan amoral

yang dipandang secara objektif, yaitu jika dari sudut masyarakat dimana masyarakat

dirugikan.

b) Segi psikologi

Kejahatan merupakan manifestasi kejiwaan yang terungkap pada tingkah

laku manusia yang bertentangan dengan norma- norma yang berlaku di masyarakat.

c) Segi yuridis

Kejahatan yang dinyatakan secara formil dalam hukum pidana. hukum

pidana, sedangkan kejahatan dari pandangan masyarakat (a crime from the social

point of view) adalah setiap perbuatan-perbuatan yang melanggar norma-norma

yang masih hidup dan berlaku di dalam masyarakat.

3. Peredaran

Peredaran adalah setiap kegiatan atau serangkaian kegiatan dalam rangka

pembelian dan atau penjualan termasuk penawaran untuk menjual serta kegiatan

lain yang berkenaan dengan pemindahtanganan dengan memperoleh imbalan.

Produksi adalah setiap kegiatan menanam atau proses menyiapkan, melakukan

permentasi, menghasilkan, membuat, mengemas atau mengubah bentuk, merakit

sehingga mencapai bentuk hasil yang diinginkan. Mengkomsumsi adalah kebiasaan


21

karena ketergantungan minuman jenis minuman jenis minuman beralkohol serta

menghisap, menyedot, memasukkan ke dalam tubuh dengan alat suntik jenis

Narkotika dan Obat Psikotropika.

Menurut kamus Tata Hukum Indonesia peredaran Adalah suatu proses,

siklus, kegiatan atau serangkaian kegiatan yang menyalurkan/memindahkan sesuatu

(barang, jasa, informasi, dan lain-lain). Peredaran dapat juga diartikan sebagai

impor, ekspor, jual beli di dalam negeri serta penyimpanan dan pengangkutan.

Pengertian peredaran adalah setiap kegiatan yang menyangkut penjualan serta

pengangkutan, penyerahan, penyimpanan dengan maksud untuk dijual.

4. Minuman Keras / Beralkohol

Minuman keras adalah salah satu minuman yang mengandung zat adiktif

(alkohol). Penyalahgunaan minuman keras akan membawa dampak yang tidak baik

buat kesehatan fisik dan psikis seseorang. Menurut Anang Syah (2000: 8-9) akibat

atau dampak dari penyalahgunaan zat adiktif bagi pemakai adalah:

a. Kepribadian rusak

b. Tingkah laku (bohong, manipulasi)

c. Pola pikir khas (serba mau cepat)

d. Pelanggaran norma

e. Fisik (gemetaran, siang tidur malam begadang)

Sedangkan tanda-tanda yang ditimbulkan akibat pemakaian minuman keras

beralkohol dan obat-obatan sejenis, umumya akan menyebabkan timbulnya

keberanian mengarah pada perilaku kasar, pemarah, mudah tersinggung dan

bertindak brutal. Dampak lain dari mengkonsumsi zat adiktif adalah pada

kehidupan sosial seseorang seperti: ketidakmampuan bersosialisasi dengan bukan


22

pemakai, sering bersengketa dengan orang lain, ketidakmampuan fungsi sosial

(bekerja atau sekolah) pekerjaan berantakan, drop out sekolah dan nilai raport jelek.

Jika di lihat dari segi kesehatan, minuman keras juga sangat berdampak pada

kesehatan diri seseorang. Wasis dan Irianto (2008: 125) menjelaskan bahwa alkohol

yang masuk ke dalam tubuh dapat menyebabkan iritasi saluran pencernaan seperti

lambung dan usus sehingga dapat menimbulkan pendarahan. Lambung yang terluka

dapat menimbulkan penyakit mag sedangkan usus yang berlubang akan

menyebabkan terganggunya penyerapan makanan sehingga bada menjadi kurus.

Dalam sebuah jurnal kesehatan, minuman beralkohol juga banyak

mengandung gula dan itu sangat berbahaya bagi kesehatan.Sebuah hasil penelitian

telah dipublikasikan di Journal Nature oleh tiga peneliti obesitas terkemuka

dari University of California, San Fransisco School of Medicine. Disebutkan bahwa

tambahan gula sukrosa dan fruktosa pada minuman kemasan cukup tinggi. Pemanis

yang digunakan sangat berbahaya bagi kesehatan, apalagi jika gula tersebut

dicampurkan dalam alkohol.Sebuah penelitian di Amerika juga telah menunjukkan

tentang dampak dari minuman keras. Dalam sebuah scientific yang berjudul Deaths

Due to Alcohol (dalam Abidin, 2007) melaporkan bahwa angka kematian di

Amerika mencapai 100.000 orang tiap tahun pada tahun 1996. Sedangkan pada

tahun 1998 yang di muat dalam brosur American Academi of Pediatrics,

menegaskan bahwa remaja yang meminum-minuman keras mengandung resiko

terlibat dalam penyalahgunaan obat-obatan 7,5 kali lebih tinggi.

Seseorang yang mengkonsumsi minuman keras tidak semuanya dikatakan

sebagai pecandu alkohol.Karena peminum sendiri memiliki berbagai

tingkatan.Kalau hanya sekali dua kali minum, maka belum bisa di katakan sebagai
23

pecandu. Umumnya kalau di kalangan pelajar, mengkonsumsi minuman keras

cenderung karena pergaulan dan sekedar ikut-ikutan teman, jadi kebanyakan dari

mereka masih dalam tahap coba-coba, belum sepenunya menjadi pecandu alkohol.

Pada hakekatnya, minuman keras dan minuman beralkohol tidak sama. Pada

Lembaran Daerah Kota makassar tahun 2003 Nomor 16 mengenai Peraturan

Daerah Kecamatan Bajeng Kabupaten Gowa Nomor 11 Tahun 2003 tentang

Larangan Terhadap Minuman Beralkohol yang ditetapkan di Kota Makassar pada

tanggal 1 mei 2015 yang menyatakan bahwa Minuman keras adalah semua jenis

minuman beralkohol tetapi bukan obat, meliputi minuman keras golongan A,

minuman keras golongan B dan minuman keras golongan C.

Pada Pasal 2 ayat (1) Peraturan Daerah Kota Makassar Nomor 11 Tahun

2003 tentang larangan terhadap Minuman Beralkohol yang menyatakan bahwa

ruang lingkup pengaturan mengenai minuman beralkohol dalam Peraturan Daerah

ini adalah segala kegiatan yang berhubungan dengan produksi, peredaran, penjualan

dan peminum minuman beralkohol yang memiliki kadar alkohol 1% keatas

termasuk tuak pahit dan sejenisnya. ketentuan Pidana yang tercantum dalam

Peraturan Daerah Nomor 11 Tahun 2003 Kota Makassar tentang Larangan

Terhadap Minuman Beralkohol tersebut adalah diatur dalam Pasal 9 ayat (1) yaitu :

Barang siapa melanggar ketentuan Pasal 4 ayat (1) dan (2), Peraturan Daerah ini

diancam pidana kurungan selama-lamanya 6 (enam) bulan atau di denda setinggi-

tingginya Rp. 5.000.000,- (lima juta rupiah).

Pasal 3 Peraturan Daerah ini, menyatakan tujuan pengaturan minuman

beralkohol dalam Peraturan Daerah adalah untuk:


24

1. Meningkatkan usaha-usaha antisipasi terhadap bahaya yang dapat ditimbulkan

dari pengaruh minuman beralkohol.

2. Mewujudkan ketentraman dan ketertiban umum masyarakat.

3. Menjaga dan memelihara kualitas dan kesehatan masyarakat.

Adapun pengertian minuman beralkohol sebagaimana diatur dalam Keputusan

Presiden Republik Indonesia Nomor 3 Tahun 1997 tentang Pengawasan dan

Pengendalian Minuman Beralkohol, pada Pasal 1 dijelaskan bahwa dengan

minuman beralkohol dalam keputusan Presiden ini adalah minuman yang

mengandung ethanol yang diproses dari bahan hasil pertanian yang mengandung

karbohidrat dengan cara fermentasi dengan destilasi atau fermentasi tanpa destilasi,

baik dengan cara memberikan perlakuan perlakuan terlebih dahulu atau konsentrat

dengan ethanol atau dengan cara pengenceran minuman mengandung ethanol.

5. Peredaran Minuman Keras Tradisional (Ballo’)

Peredaran minuman keras di Kabupaten Gowa makin merajalela, peraturan

Daerah Rerda tentang Miras belum juga kelar di DPRD Makassar, bahkan terkesan

digantung, meski pembahasannya telah memasuki tahun ke empat namun

Ramperda Retribusi Perizinan tertentu kota belum juga di sahkan. Padahal untuk

pembahasan Ramperda tersebut telah di buatkan Pansus di DPRD Gowa. Ketua

Baleg DPRD mendesak pansus segerahkan mensahkan perda miras. Dirinya

mengatakan perda tersebut sudah di bahas dan sudah menghabiskan anggaran Rp

350 juta. Namun, hingga saat ini peraturan tersebut masih terkatung-katung belum

ada kejelasan tentang kapan peraturan menjadi inisiatif DPRD akan di sahkan.

karena itu kami mendesak agar tahun ini keempatnya bisa di sahkan, tegasnya.
25

Untuk itu Badan Legislasi juga akan menggelar rapat bersama dengan

anggota Baleg untuk mempertajam rencana pengesahan Perda tersebut. Lebih lanjut

anggota komisi B bidang ekonomi dan keuangan ini menjelaskan Perda yang

mengatur batasan peredaran minuman keras juga belum di studi bandingkan.

rencananya akan di lakukan studi banding kota Palu, Kalimantan Selatan,” kita

memilih kota tersebut sebab di sana pelaksaan larangan peredaran minuman keras

sudah berhasil bahkan minuman keras hanya boleh di hotel atau di bar,”katanya”.

Maraknya peredaran miras mengundang keprihatinan Front Pembela Islam

(FPI) SUL-SEL. Dewan Syuro FPI Sul-Sel, Abu Thariq mengatakan kelompoknya

serius melihat persoalan miras adalah persoalan yang mesti di tanggulangi dengan

baik walau dalam kacamata agama miras ini mesti di larang sebab hukumnya haram

dalam hukum islam. Banyak umat islam geram menyaksikan maraknya perdangan

miras. Miras bagaimanapun itu haram, jika di jual sebenarnya hal ini juga

menampar etika sosial. Miras merupakan barang haram janganlah di perjual

belikan, tapi Negara kita bukan Negara islam jadi dapat di perjual belikan.

Kalaupun di perjual belikan harus ada regulasi yang jelas. Dirinya mengharapkan

aparat bertindak tegas dan memberantas peredaran miras terutama “Ballo” yang

saat ini marak. Sebab menurut pengamatannya bisa memicu tingkat kriminalitas itu

adalah miras. Lebih lanjut dia meminta aparat penegak hukum dan pihak terkait

lainnya harus bertindak profesional dan fenomena maksiat ini sebab maraknya

peredaran miras ini membuat warga setempat resah. Akan terjadi gangguan

ketertiban dan keamanan di tengah masyarakat karena efek dari miras. Baginya

pintu dari segala kejahatan adalah mabuk, sebab mabuk induk dari segala maksiat

minuman keras itu kunci dari segala perilaku maksiat, dengan mudah melakukan
26

tindakan yang di konotasikan sebagai dosa besar misalnya membunuh,maksiat zina,

tandasnya.

Kasugbag Humas Polrestabes Kampol Mantasiah menjelaskan pihak

kepolisian selama ini terus meningkatkan penjagaan dan pengawasan terkait

penertiban miras. terbukti dari operasi cipta kondisi yang di lakukan pihgak

kepolisian tidak hanya merazia senjata tajam dan senjata api tapi juga tempat tempat

pesta minuman keras. Baru baru ini Polsek Bajeng berhasil menangkap penyalur

minuman keras jenis Ballo’ dari Kabupaten Jeneponto dan ada sekitar 3000 liter

lebih yang berhasil di sita “ kata Mantasiah”. Mantasiah menambahkan sudah ada

beberapa pengusaha Miras yang di amankan petugas Kepolisian dan sudah

mendapat sanksi hukum dia menghimbau kepada warga Kecamatan Bajeng agar

melaporkan jika menemukan tempat penjualan minuman keras illegal di

diwilayahnya.” Jangan takut untuk melaporkan hal ini karena jika di biarkan akan

meracuni warga yang mengomsumsi dan dapat meresahkan warga

sekitar,”ungkapnya” (RS4-RS11/D). Selain itu tokoh masyarakat juga berperan

dalam upaya pencegahan peredaran minuman keras ini, contohnya seperti kepala

desa atau pun kelurahan dan tokoh tokoh masyarakat lainnya.sebab mereka

mempunyai visi dan misi yang sama yaitu menjadiakan wilayah setempat yang

kondusif dan aman.

Responsib masyarakat terkait dengan peredaran minuman keras tradisional

(Ballo’) dimana masyarakat kecamatan bajeng sangat menginginkan adanya hukum

yang tegas untuk menanggulangi hal tersebut. kejadian-kejadian tindakan kriminal

dalam masyarakat sudah sangat sering terjadi akibat dari minuman keras tradisional
27

Dan sudah sangat meresahkan masyarakat pada saat ini karena kurangnya rasa

aman yang mereka rasakan. pihak yang berwenang perlu lebih memperhatikan

keamanan rakyatnya dan terlebih harus mampu memberantas peredaran minuman

keras tradisional tersebut “kata Dg Minne”

a. Ketentuan Hukum Tentang Minuman Beralkohol

Ketentuan hukum yang mengatur tentang penjualan minuman

keras/Minuman Beralkohol dapat dikemukakan sebagai berikut :

1. Keputusan Presiden RI No. 3 Tahun 1997 Tanggal 31 Januari 1997 tentang

Pengawasan dan Pengendalian Minuman Beralkohol.

2. Peraturan Menteri Kesehatan RI Nomor 86 / MEN.KES / PER / IV / 77

tentang Minuman Keras. Peraturan ini khusus mengatur tentang izin

minuman keras.

3. Peraturan Menteri Perdagangan RI Nomor 20 / M-DAG / PER / 4 / 2014

tentang Pengendalian dan Pengawasan Terhadap Pengadaan, Peredaran, dan

Penjualan Minuman Beralkohol.

Penggolongan minuman keras dalam Keputusan Presiden Republik

Indonesia Nomor 3 Tahun 1997 tanggal 31 Januari 1997 tentang Pengawasan dan

Pengendalian Minuman Beralkohol adalah sama dengan peraturan Menteri

Kesehatan Republik Indonesia Nomor 86/Men-Kes/Per/IV/77 tentang Minuman

Keras dan sama dengan Peraturan Daerah Kata Makassar 11 Tahun 2003 tentang

Larangan Terhadap Minuman Beralkohol. Perbedaannya terletak pada penamaan

dimana dalam keputusan Presiden dan Peraturan Daerah Kota Makassar

memberikan nama minuman keras. Menurut penulis, Keputusan presiden


28

cakupannya lebih luas karena semua minuman yang mengandung alkohol perlu

pengawasan dan pengendalian di lapangan.

Dalam peraturan Menteri Perdagangan Nomor : 20 / M-DAG / PER / 4 /

2014 tentang Pengendalian dan Pengawasan Terhadap Pengadaan, Peredaran, dan

Penjualan Minuman Beralkohol Pasal 31 ayat (2) mengemukakan bahwa Badan

usaha dilarang mendistribusikan dan atau memperdagangkan minuman beralkohol

yang tidak dilengkapi dengan perizinan sebagaimana diatur dalam peraturan

menteri ini. Dalam peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor

86/Men-Kes/Per/IV/77 tentang Minuman Keras Pasal 2 huruf F dijelaskan bahwa

untuk menjual minuman keras harus memiliki izin dari menteri kesehatan dan izin

usaha dari pemerintah setempat. Kemudian dalam Keputusan Presiden Nomor 3

tahun 1997 tentang Pengawasan dan Pengendalian Minuman Beralkohol, Pasal 2

ayat (2) dijelaskan bahwa Pengawasan usaha pembuatan minuman beralkohol

secara tradisional dilakukan oleh Gubernur/Kepala Daerah Tingkat 1 berdasarkan

pedoman yang ditetapkan Menteri Perindustrian dan Perdagangan. Pada Pasal 6

ayat (2) Peraturan Daerah Kota makassar Nomor 11 Tahun 2003 tentang Larangan

Terhadap Minuman Beralkohol, menjelaskan tentang tugas dan tanggung jawab

pengawasan minuman beralkohol dilakukan oleh beberapa aparat pemerintahan

Daerah yaitu, Dalam melakukan pengawasan dan penertiban, Bupati membentuk

suatu tim pengawasan dan penertiban yang keanggotaannya secara terpadu dari

berbagai instansi terkait, Kepolisian dan Kodim di Daerah yang bertugas untuk

melakukan pengawasan dan penertiban terhadap minuman beralkohol yang

melanggar ketentuan Pasal 4 ayat (1) dan (2) Peraturan Daerah ini.
29

Menjual minuman keras/minuman beralkohol tentunya dapat menimbulkan

berbagai dampak negatif dalam masyarakat. Misalnya dapat menimbulkan atau

meningakatkan angka kriminalitas, merusak kesehatan masyarakat dan lain-lain

sebagainya. Peraturan Daerah Kota Makassar Nomor 11 Tahun 2003 tentang

Larangan Terhadap Minuman Beralkohol merupakan salah satu instrument hukum

tentang larangan terhadap minuman keras diatara sekian banyak dasar hukum

tentang larangan terhadap minuman keras. Menurut pendapat penulis bahwa Polsek

Bajeng lebih menekankan pada larangan untuk mengonsumsi minuman beralkohol

sehinggah dapat memanimalisir angka kejahatan akibat dari meminum-minuman

keras/beralkohol.

S.F Marbun mengemukakan bahwa Fungsi pajak merupakan sumber untuk

memasukkan uang sebanyak-banyaknya pada kas Negara yang kemudian

dipergunakan untuk mebiayai pengeluaran-pengeluaran Negara yang (di Indonesia)

pada umumnya dipergunakan untuk pengeluaran rutin. Sedangkan fungsi

regulerend suatu alat untuk mencapai tujuan-tujuan tertentu. Dasar hukum

penjualan minuman keras jika dihubungkan dengan Peraturan Daerah Kota

makassar Nomor 11 Tahun 2003 bertujuan untuk melarang adanya penjualan

minuman keras seperti yang dikatakan E. Ultrecht bahwa tindakan-tindakan

pemerintah yang bersifat mengatur, menerbitkan dan membimbing kehidupan

ekonomis bertujuan untuk meningkatkan kesadaran masyarakat yang merupakan

jalinan hubungan antara pemerintah dan rakyat yang berdasarkan atas kerukunan.

6. Teori sebagai unit analisis

Brata (2008:3) agar suatu karya atau suatu kajian dapat dikatakan sebagai

karya ilmiah maka didalam menganalisis data hasil penelitian harus menerapkan
30

teori tertentu. Maka dalam menganalisis data yang diperoleh selama penelitian

penulis memanfaatkan teori

1. Teori-Teori Penyebab Terjadinya Kejahatan

Romli menjelaskan perspektif teori kriminologi untuk masalah kejahatan

dikelompokkan dalam 3 bagian:

a. Titik pandang secara makro (macrotheories). Titik pandang makro ini,

menjelaskan kejahatan dipandang dari segi struktur sosial dan dampaknya,

yang menitik beratkan kejahatan pada pelaku kejahatan. misalnya teori

anomi dan teori konflik.

b. Titik pandang secara mikro (microtheories) Titik pandang secara mikro ini

menjelaskan mengapa seseorang atau kelompok dalam masyarakat

melakukan kejahatan atau mengapa didalam masyarakat terdapat individu-

individu yang melakukan kejahatan dan terdapat pula individu atau

sekelompok individu yang tidak melakukan suatu kejahatan.

c. Bridging teori yaitu teori-teori yang tidak atau sulit dikategorikan ke dalam,

baik macrotheories maupun microtheories. Teori-teori yang termasuk ke

dalam kategori ini menjelaskan bagaimana seseorang atau sekelompok

orang menjai penjahat. Sebagai contoh, teori subkultural dari teori

differential opportunity.

A.S Alam menjelaskan teori tentang sebab kejahatan dipandangan dari sudut

sosiologis. Teori-teori ini dikelompokkan dalam 3 bagian:

1) Teori Anomie (Ketiadaan Norma)

Adapun tokoh-tokoh yang berpengaruh besar pada perkembangan teori ini

yaitu :
31

a. Emile Durkheim

Emile Durkheim merupakan ahli sosiologi Prancis, memberikan

penjelasan bahwa kemerosotan moral yang terjadi sebagai akibat berkurangnya

pengawasan dan pengendalian sosial, sehingga menyebabkan individu sulit

untuk menyesuaikan diri dalam perubahan norma, bahkan seringkali terjadi

konflik norma dalam pergaulan. Menurut Durkheim perilaku individu tidak

hanya dipengaruhi oleh diri individu itu sendiri, tetapi juga dipengaruhi oleh

kelompok ataupun organisasi sosial lainnya. Teori anomie Durkheim ini

dipandang sebagai kondisi yang mendorong sifat individualistis yang cenderung

melepaskan pengendalian sosial. Keadaan ini juga akan diikuti dengan perilaku

menyimpang dari individu dalam pergaulan di masyarakat. Durkheim

memandang bahwa suatu masyarakat yang sederhana berkembang menuju suatu

masyarakat modern, maka kedekatan (intimacy) yang diperlukan untuk

melanjutkan seperangkat norma-norma umum (a common set of rules) juga

akanmerosot. Dalam sebuah ketentuan dalam masyarakat, tindakan serta

harapan individu akan bertentangan dengan harapan dan tindakan individu

lainnnya. Hal ini jika terjadi secara berkelanjutan maka tidak mungkin sistem

yang dibangun dalam masyarakat akan rusak, sehingga masyarakat tersebut

berada pada kondisi anomi.

b. Robert Merton

Berbeda dengan teori Emile Durkheim sebelumnya, teori Robert Merton

melihat bahwa kejahatan timbul oleh karena adanya perbedaan struktur dalam

masyarakat (social structure). Pada dasarnya semua individu memiki kesadaran

hukum dan taat pada hukum yang berlaku, namun pada kondisi tertentu (adanya
32

tekanan besar), maka memungkinkan individu untuk melakukan suatu

kejahatan. Keinginan yang cukup besar untuk meningkat secara sosial (social

mobility) membawa pada penyimpangan, karena struktur sosial yang membatasi

untuk mencapai tujuan tersebut.

c. Cloward dan Ohlin

Teorinya lebih menekankan adanya Differential Opportunity, dalam

kehidupan dan struktur masyarakat. Mereka mengatakan bahwa para kaum

muda kelas bawah akan cenderung memilih satu tipe subkultural lainnya (gang

yang sesuai dengan situasi anomie mereka dan tergantung pada adanya struktur

peluang melawan hukum dalam lingkungan mereka).

d. Cohen

Teori Anomie Cohen disebut Lower Class Reaction Theory. Inti teori ini

adalah delinkuensi timbul dari reaksi kelas bawah terhadap nilai-nilai kelas

menengah yang dirasakan oleh remaja kelas bawah sebagai tidak adil dan harus

dilawan.

2) Teori Penyimpangan Budaya (Culture Deviance Theories)

Teori asosiasi deferensial : Situasi tergantung pada budaya di mana kita

telah dipelihara. Sosialisasi memainkan peran signifikan tidak bisa di cara kita

berpikir dan bertindak. Dengan kata lain, untuk sangat sebagian besar, pengaruh

sosial yang orang menghadapi menentukan perilaku mereka. Apakah orang menjadi

taat hukum atau kriminal, maka, tergantung pada kontak dengan nilai-nilai kriminal,

sikap, definisi, dan pola perilaku.Tumbuhdi lingkungan sangat dipengaruhi oleh

banyak orang dewasa adalah anggota kelompok, berpotensi mempengaruhi anak


33

tumbuh di lingkungan itu.proposisi ini mendasari salah satu teori yang paling

penting sebab-akibat kejahatan kriminologi-diferensial asosiasi.

Teori Sutherland Pada tahun 1939, Edwin Sutherland memperkenalkan teori

asosiasi diferensial dalam Prinsip buku tentang Kriminologi.Sejak kemudian, para

sarjana telah membaca, diuji, kembali diperiksa, dan kadang diejek teori ini, yang

diklaim menjelaskan perkembangan semua perilaku kriminal.

Teori ini menyatakan bahwa kejahatan dipelajari melalui interaksi sosial. Orang-

orang datang ke dalam kontak konstan dengan “definisi yang menguntungkan untuk

pelanggaran definisi hukum “dan” tidak menguntungkan bagi pelanggaran hukum.

“Rasio definisi ini kriminal untuk menentukan non-kriminal apakah seseorang akan

terlibat dalam perilaku kriminal. 2 Dalam merumuskan ini teori, Sutherland

bergantung pada temuan dari penelitian lain menunjukkan bahwa nilai-nilai

tunggakan ditransmisikan dalam suatu komunitas atau kelompok dari satu generasi

ke generasi berikutnya. transmisi budaya mengacu pada proses dimana nilai-nilai,

keyakinan, dan perilaku yang diwariskan dari generasi ke generasimelalui proses

sosialisasi. Teori penyimpangan budaya muncul sekitar tahun 1925-1940. Teori ini

memandang bahwa kejahatan timbul oleh karena perbedaan kekuatan sosial (social

forces) dimasyarakat. Penyimpangan budaya memandang kejahatan sebagai nilai-

nilai khas pada kelas bawah (lower class). Penyesuaian diri terhadap sistem nilai

kelas bawah yang menentukan tingkahlaku didaerah-daerah kumuh (slum area)

akan membuat benturan dengan hukum-hukum masyarakat.

Teori subkultur dalam kriminologi dikembangkan untuk menjelaskan

kenakalan di kalangan lowerclass laki-laki, terutama untuk salah satu yang paling

penting ekspresi-geng remaja.Menurut subkultur teori, subkultur tunggakan, seperti


34

semua subkultur, muncul dalam menanggapi masalah khusus bahwa anggota dari

budaya dominan tidak wajah.

Teori ini tidak menyarankan kenakalan yang diawali dengan kegagalan untuk

mencapai tujuan kelas menengah.Penjelasan mereka berakar dalam teori konflik

budaya. berpendapat bahwa sistem nilai dari beberapa subkultur menuntut

penggunaan kekerasan dalam tertentu situasi sosial. Norma ini, yang mempengaruhi

perilaku sehari-hari, konflik dengan kelas menengah konvensional norma.

Sepanjang baris yang sama, Miller menunjukkan bahwa karakteristik kenakalan

kelas bawah mencerminkan sistem nilai budaya kelas bawah dan bahwa nilai-kelas

bawah dan konflik norma dengan orang-orang dari budaya yang dominan.

Sub-Kultur pada tindak kekerasan : Marvin Wolfgang dan Franco Ferracuti

berpaling ke subkultur teori untuk menjelaskan perilaku kriminal antara kelas

bawah laki-laki muda perkotaan. Ketiga teori dikembangkan oleh lima peneliti

mengasumsikan adanya subkultur terdiri dari orang-orang yang berbagi sistem nilai

yang berbeda dari yang budaya yang dominan. Dan mereka menganggap bahwa

setiap subkultur memiliki aturan sendiri atau melakukan norma-norma yang

mendikte bagaimana orang harus bertindak di bawah berbagai keadaan. Ketiga teori

juga setuju bahwa nilai-nilai dan norma-norma bertahan dari waktu ke waktu karena

mereka dipelajari oleh generasi-generasi.Itu teori berbeda, namun, dalam fokus

mereka. Cohen dan Cloward dan Ohlin fokus pada asal subkultur, khususnya,

budaya diinduksi regangan.Dorongan dari Wolfgang dan bekerja Ferracuti adalah

budaya konflik. Selanjutnya, teori sebelumnya mencakup semua jenis kenakalan

dan kejahatan, Wolfgang dan Ferracuti berkonsentrasi pada kejahatan

kekerasan.Mereka berpendapat bahwa dalam beberapa subkultur, norma-norma


35

perilaku yang didikte oleh sistem nilai yang menuntut penggunaan kekuatan atau

kekerasan. Subkultur yang mematuhi untuk melakukan norma kondusif untuk

kekerasan yang disebut sebagai subkultur kekerasan.

3) Teori Control Sosial (Control Social Theory)

Teori ini merujuk pada setiap persfektif yang membahas ihwal pengendalian

tingkah laku manusia. Sementara itu, pengertian teori kontrol sosial merujuk kepada

pembahasan delinguency dan kejahatan yang dikaitkan dengan variabel-variabel

yang bersifat sosiologis, antara lain struktur keluarga, pendidikan, dan kelompok

dominan. Tiga perspektif Teori Kejahatan menurut Topo Santoso dan Eva Achjani

Zulfa, yaitu:

a. Teori-teori yang menjelaskan kejahatan dari perspektif Biologis

1) Cesare Lombroso (1835-1909)

Kriminologi beralih secara permanen dari filosofi abstrak tentang

penanggulangan kejahatan melalui legislasi menuju suatu studi modern

penyelidikan mengenai sebab-sebab kejahatan. Ajaran Lambroso mengenai

kejahatan adalah bahwa. Penjahat mewakili suatu tipe keanehan/keganjilan fisik,

yang berbeda dengan non-kriminal. Lambroso mengklaim bahwa para penjahat

mewakili suatu bentuk kemerosotan yang termanifestasi dalam karakter fisik yang

merefleksikan suatu bentuk awal dan evolusi.

Teori Lambrosotentang born criminal (penjahat yang dilahirkan)

menyatakan bahwapara penjahat adalah suatu bentuk yang lebih rendah dalam

kehidupan, lebih mendekati nenek moyang mereka yang mirip kera dalam hal sifat

bawaan dan watak dibanding mereka yang bukan penjahat”. Mereka dapat

dibedakan dari non-kriminal melalui beberapa atavistic stigmataciri-ciri fisik dari


36

makhluk pada tahap awal perkembangan, sebelum mereka benar-benar menjadi

manusia. Lambroso beralasan bahwa seringkali para penjahat memiliki rahang yang

besar dan gigi taring yang kuat, suatu sifat yang pada umumnya dimiliki makhluk

carnivora yang merobek dan melahap daging mentah. Jangkauan/rentang lengan

bawah dari para penjahat sering lebih besar dibanding tinggi mereka, sebagaimana

dimiliki kera yang menggunakan tangan mereka untuk menggerakkan tubuh mereka

di atas tanah.

2) Enrico Ferri (1856-1929)

Ferri berpendapat bahwa kejahatan dapat dijelaskan melalui studi pengaruh

pengaruh interaktif di antara faktor-faktor fisik (seperti ras, geografis, serta

temperatur), dan faktor-faktor sosial (seperti umur, jenis kelamin, variabel-variabel

psikologis). Dia juga berpendapat bahwa kejahatan dapat dikontrol atau diatasi

dengan perubahan-perubahan sosial, misalnya subsidi perumahan, kontrol

kelahiran, kebebasan menikah dan bercerai, fasilitas rekreasi dan sebagainya.

3) Raffaele Garofalo (1852-1934)

Garofalo menelusuri akar tingkah laku kejahatan bukan kepada bentuk-

bentuk fisik, tetapi kepada kesamaan psikologis yang dia sebut sebagai moral

anomalies (keganjilan-keganjilan moral). Menurut teori ini, kejahatan-kejahatan

alamiah (natural crimes) ditemukan di dalam seluruh masyarakat manusia, tidak

peduli pandangan pembuat hukum,dan tidak ada masyarakat yang beradab dapat

mengabaikannya. Kejahatan demikian, mengganggu sentimen-sentimen moral

dasar dari probity/kejujuran (menghargai hak milik orang lain).


37

4) Charles Buchman Goring (1870-1919)

Goring menyimpulkan bahwatidak ada perbedaan-perbedaan signifikan

antara para penjahat dengan non penjahat kecuali dalam hal tinggi dan berat tubuh.

Para penjahat didapati lebih kecil dan ramping. Goring menafsirkan temuannya ini

sebagai penegasan dari hipotesanya bahwa para penjahat secara biologis lebih

inferior, tetapi dia tidak menemukan satupun tipe fisik penjahat.

b. Teori-teori yang menjelaskan kejahatan dari perspektif psikologis

1) Samuel Yochelson dan Stanton Samenow Yochelson

Samenow mengidentifikasi sebanyak 52 pola berpikir yang umumnya ada

pada penjahat yang mereka teliti. Keduanya berpendapat bahwa para penjahat

adalah orang yang marah, yang merasa suatu sense superioritas, menyangka tidak

bertanggungjawab atas tindakan yang mereka ambil, dan mempunyai harga diri

yang sangat melambung. Tiap dia merasa ada satu serangan terhadap harga dirinya,

ia akan memberi reaksi yang sangat kuat, sering berupa kekerasan.

2) Teori Psikoanalisa, Sigmund Freud (1856-1939)

Teori psikoanalisa, ada tiga prinsip dikalangan psikologis yang mempelajari

kejahatan, yaitu : Tindakan dan tingkah laku orang dewasa dapat dipahami dengan

melihat pada perkembangan masakanak-kanak mereka, Tingkah laku dan motif-

motif bawah sadar adalah jalin-menjalin, dan interaksi itu mesti diuraikan bila kita

ingin mengerti kesalahan, Kejahatan pada dasarnya merupakan representasi dari

konflik psikologis.

c. Teori-teori yang menjelaskan kejahatan dari perspektif Sosiologis

Teori Sosiologi ini berbeda dengan teori-teori perspektif Biologis dan

Psikologis, teori sosiologis ini mencari alasan-alasan perbedaan dalam hal angka
38

kejahatan di dalam lingkungan sosial, yang menekankan pada perspektif strain dan

penyimpangan budaya.

1) Emile Durkheim

Satu cara dalam mempelajari suatu masyarakat adalah dengan melihat pada

bagian-bagian komponennya dalam usaha mengetahui bagaimana masing-masing

berhubungan satu sama lain. Durkheim meyakini bahwa jika sebuah masyarakat

sederhana berkembang menuju satu masyarakat yang modern dan kota maka

kedekatan yang dibutuhkan untuk melanjutkan satu set norma-norma umum,

tindakan-tindakan dan harapan-harapan orang di satu sektor mungkin bertentangan

dengan tindakan dan harapan orang lain.

2) Robert K. Merton

Menurut Merton di dalam suatu masyarakat yang berorientasi kelas,

kesempatan untuk menjadi yang teratas tidaklah dibagikan secara merata. Sangat

sedikit anggota kelas bawah mencapainya. Struktur sosial merupakan akar dari

masalah kejahatan. Kejahatan dapat timbul karena adanya dua macam factor yaitu:

a) Faktor pembawaan

Seseorang menjadi penjahat karena pembawaan atau bakat alamiah, maupun

karena kegemaran atau hobi. Kejahatan karena pembawaan itu timbul sejak anak itu

dilahirkan ke dunia seperti: keturunan/anak-anak yang berasal dari keturunan/orang

tuanya adalah penjahat minimal akan diwariskan oleh perbuatan orang tuanya,

sebab buah jatuh tidak jauh dari pohonnya. Pertumbuhan fisik dan meningkatnya

usia ikut pula menentukan 32 tingkat kejahatan. Dalam teori ilmu pendidikan

dikatakan bahwa ketika seorang anak masih kanak-kanak, maka pada umumnya

mereka suka melakukan kejahatan perkelahian atau permusuhan kecil-kecilan


39

akibat perbuatan permainan seperti kelereng/nekeran. Ketika anak menjadi akil

balik (kurang lebih umur 17 sampai 21 tahun), maka kejahatan yang dilakukannya

adalah perbuatan seks seperti perzinahan, dan pemerkosaan. Antara umur 21 sampai

dengan 30 tahun, biasanya mereka melakukan kejahatandibidang ekonomi.

Sedangkan antara umur 30 sampai 50 di mana manusia telah memegang posisi

kehidupan yang mantap, maka mereka sering melakukan kejahatan penggelapan,

penyalahgunaan kekuasaan, dan seterusnya.

b) Faktor lingkungan

Socrates mengatakan bahwa manusia masih melakukan kejahatan karena

pengetahuan tentang kebajikan tidak nyata baginya. Socrates menunjukkan bahwa

pendidikan yang dilaksanakan di rumah maupun di sekolah memegang peranan

yang sangat penting untuk menentukan kepribadian seseorang. Sebab ada pepatah

mengatakan apabila guru kencing berdiri, maka murid pun akan kencing berlari

oleh karena itu menciptakan lingkungan yang harmonis adalah merupakan

kewajiban bagi setiap orang, masyarakat maupun Negara.Teori penyebab kejahatan

menurut A.S Alam yaitu :

1. Teori Labeling

Tokoh-tokoh teori labeling adalah :

a. Becker

Menurut Becker kejahatan itu sering kali bergantung pada mata si pengamat

karena anggota-anggota dari kelompok-kelompok yang berbeda memiliki

perbedaan konsep tentang apa yang disebut baik dan layaknya dala situasi

tertentu.
40

b. Howard

Howard berpendapat bahwa teori labeling dapat dibedakan dalam dua

bagian, yaitu ;

1) Persoalan tentang bagaimana dan mengapa seseorang memperoleh cap

atau labeling.

2) Efek labeling terhadap penyimpangan tingkah laku berikutnya. Persoalan

pertama dari labeling adalah memberikan label/cap kepada seorang yang

sering melakukan kenakalan atau kejahatan. Labeling dalam arti ini adalah

labeling sebagai akibat dari reaksi masyarakat.

Persoalan labeling kedua (efek labeling) adalah bagaimana labeling

mempengaruhi seseorang yang terkena label/cap. Persoalan ini memperlakukan

labeling sebagai variabel yang independent atau variabel bebas. Dalam kaitan ini

terdapat dua proses bagaimana labeling mempengaruhi seseorang yang terkena

label/cap untuk melakukan penyimpangan tingkah lakunya.

c. Frank Tannenbaum

Frank Tannenbaum menamakan proses pemasangan label kepada si

penyimpang sebagai dramatisasi sesuatu yang jahat/kejam. Ia memandang proses

kriminalisasi ini sebagai proses memberikan label, menentukan, mengenal

(mengidentifikasi), memencilkan menguraikan, menekankan/menitikberatkan,

membuat sadar , atau sadar sendiri. Kemudian menjadi cara untuk menetapkan ciri-

ciri khas sebagai penjahat.

4) Teori Konflik (Conflict Teory)

Teori konflik lebih mempertanyakan proses pembuatan hukum. Pertarungan

(struggle) untuk kekuasaan merupakan suatu gambaran dari eksistensi manusia.


41

Dalam arti pertarungan kekuasaan itulah bahwa berbagai kelompok kepentingan

berusaha mengontrol perbuatan dan penegakkan hukum. Menurut model konsensus,

anggota masyarakat pada umumnya sepakat tentang apa yang benar dan apa yang

salah, dan bahwa intisari dari hukum merupakan kodifikasi dari nilai-nilai sosial

yang disepakati tersebut. Sedangkan model konflik, mempertanyakan tidak hanya

proses dengan mana seseorang menjadi kriminal, tapi juga tentang siapa di

masyarakat yang memiliki kekuasaan (power) untuk membuat dan menegakkan

hukum.

2. Upaya Penanggulangan Kejahatan

Upaya atau kebijakan untuk melakukan penanggulangan dan pencegahan

kejahatan termasuk bidang “kebijakan kriminal” (criminal policy). Kebijakan

kriminal inipun tidak terlepas dari kebijakan yang lebih luas, yaitu “kebijakan

sosial” (social policy) yang terdiri dari “kebijakan/upaya-upaya (social welfare

policy) dan kebijakan/upaya-upaya untuk perlindungan masyarakat” (social defence

policy). 35 Barda Nawawi Arief, Masalah Penegakkan Hukum dan Kebijakan

Hukum Pidana.

Kebijakan penanggulangan kejahatan (politik kriminal) dilakukan dengan

menggunakan sarana “penal” (hukum pidana), maka “kebijakan hukum pidana”

(“penal policy”), khususnya pada tahap kebijakan yudikatif/aplikatif harus

memperhatikan dan mengarah kepada tercapai tujuan dari kebijakan sosial itu. Dan

menurut Soerjono Soekanto menyatakan bahwa Dalam membicarakan usaha

penanggulangan kejahatan dan penegakkan hukum tetap juga harus memperhatikan

penegak hukum yang memikul tugas berat tersebut, yakni polisi dan jaksa. Ruang
42

lingkup dan istilah penegak hukum adalah luas sekali, oleh karena mencakup

mereka yang secara langsung berkecimpung dalam bidang penegakkan hukum.

Menurut Barda Nawawi yang harus diperhatikan dalam penanggulangan

dan pencegahan kejahatan yaitu menunjang tujuan (goal), kesejahteraan

masyarakat/social welfare dan perlindungan masyarakat/social defence.

kebenaran/kejujuran/keadilan. A.S Alam menyatakan bahwa penanggulangan

kejahatan empiric terdiri atas tiga bagian pokok, yaitu:

d. Pre-Emtif

Upaya Pre-Emtif adalah upaya-upaya awal yang dilakukan oleh pihak

kepolisian untuk mencegah terjadinya tindak pidana. Usaha-usaha yang dilakukan

dalam penanggulangan kejahatan. Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Penegakkan

Hukum, secara pre-emtif adalah menanamkan nilai-nilai/norma-norma yang baik

sehingga norma-norma tersebut terinternalisasi dalam diri seseorang. Meskipun ada

kesempatan untuk melakukan pelanggaran/kejahatan tapi tidak ada niatnya untuk

melakukan hal tersebut maka tidak akan terjadi kejahatan.Jadi dalam usaha pre-

emtif faktor niat menjadi hilang mekipun ada kesempatan. Cara pencegahan ini

berasal dari teori NNK, yaitu: Niat ditambah Kesempatan maka terjadi kejahatan.

Contohnya, ditengah malam pengemudi itu akan berhenti dan mematuhi aturan lalu

lintas tersebut meskipun waktu itu tidak ada polisi yang berjaga. Hal ini selalu tejadi

dibanyak Negara seperti Singapura, Sydney, dan kota besar lainnya di dunia. Jadi

dalam upaya pre-emtif faktor niat tidak terjadi.

e. Preventif

Upaya preventif adalah merupakan tindak lanjut dari upaya pre-emtif yang

masih dalam tataran pencegahan sebelum terjadinya kejahatan. Dalam upaya


43

preventif yang ditekankan adalah menghilangkan kesempatan untuk dilakukannya

kejahatan. Contoh ada orang yang mencuri motor tetapi kesempatan itu dihilangkan

karena motor-motor yang ada ditempatkan di tempat penitipan motor, dengan

demikian kesempatan menjadi hilang dan tidak terjadi kejahatan. Jadi dalam upaya

preventif kesempatan ditutup.

f. Represif

Upaya ini dilakukan pada saat terjadi tindak pidana/kejahatan yang

tindakannya berupa penegakan hukum (law enforcemenet) dengan menjatuhkan

hukuman.

B. Kerangka Konsep

Ada beberapa hal pokok yang menjadi landasan berpikir dalam penelitian

yang akan dilakukan nantinya. Untuk itu penelitian yang akan dilakukan ini,

mengutip beberapa pendapat para ahli yang berhubungan langsung dengan

permasalahn yang nantinya akan dikaji secara mendalam.

Kejahatan merupakan masalah sosial yang tidak hanya dihadapi oleh

Indonesia atau masyarakat dan Negara tertentu, tetapi merupakan masalah yang

dihadapi oleh seluruh masyarakat.

Kejahatan sebagaimana dikatakan oleh Saiichiro Ono, merupakan suatu

universal fenomena, tidak hanya jumlahnya saja yang meningkat tetapi juga

kualitasnya dipandang serius dibanding masa-masa lalu. Dan dalam konteks

memahami kejahatan perlu dipahami beberapa kunci, antara lain; dan juga tidak

kalah pentingnya untuk mengetahui seluk beluk tentang system dagang minuman

yang ada dikecamatan Bajeng Kabupaten Gowa. Sementara itu kearifan lokal

merupakan suatu bentuk kearifan lingkungan yang ada dalam kehidupan


44

bermasyarakat di suatu tempat atau daerah. Jadi merujuk pada masyarakat yang

melakukan perdagangan minuman tradisional (Ballo). Seseorang terjebak dalam

pergaulan bebas terutama terjebak dalam hal penggunaan minuman keras, selain

faktor rasa ingin mencoba, faktor lingkungan atau pergaulan juga dapat

mempengaruhi keingintahuan tentang minuman keras tradisional sehingga

seseorang mampu melakukan tindakan kejahatan sebab Kejahatan sudah dikenal

sejak adanya peradaban manusia, Makin tinggi peradaban, makin banyak aturan,

dan makin banyak pula pelanggaran. Sering disebut bahwa kejahatan merupakan

bayangan peradaban. Maka dari itu peredaran minum keras (ballo) dapat

menimbulkan kejahatan pada masyarakat setempat.

PEREDARAN
MINUMAN KERAS

Perilaku Menyimpang : Upaya Penanggulangan :


1. Bentuk Perilaku
1. Penanaman Nilai dan Norma
Menyimpang
yang Kuat
2. Faktor Perilaku 2. Pelaksanaan Peraturan yang
Menyimpang Konsisten
3. Karakteristik perilaku 3. Penyuluhan-Penyuluhan
menyimpang

Masyarakat

Gambar 1.1. Bagan Kerangka Konsep


45

BAB III

METODE PENELITIAN

A. Jenis Penelitian

Penelitian ini adalah jenis penelitian kualitatif, meliputi rangkaian kegiatan

yang sistematik untuk mendapatkan jawaban atas permasalahan yang diajukan. Jika

dilihat dari jenis dan obyek yang diteliti, maka penelitian ini dikategorikan sebagai

penelitian studi kasus dengan maksud memberikan gambaran tentang Peredaran

minuman keras di Kecamatan Bajeng Kabupaten Gowa.

B. Lokus Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan selama kurang lebih dua bulan yakni bulan Maret

sampai dengan Mei 2018 di Kecamatan Bajeng Kabupaten Gowa, khususnya pada

Kantor Kepolisian kecamatan Bajeng Kabupaten Gowa. dan masyarakat penjual

minuman keras`tradisional sebagai objek penelitian penulis dalam upaya mencegah

terjadinya peredaran minuman keras tradisional.

C. Informan Penelitian

Penentuan informan (narasumber) dalam penelitian ini untuk diwawancarai

secara mendalam dilakukan dengan cara, peneliti memilih orang yang dipandang

memiliki pengetahuan dan innformasi megenai permasalahan yang akan diteliti

yakni pihak-pihak yang tterlibat sebagai partisipan dalam formulasi kebijakan

public:

1. Anggota kelompok minuman keras remaja sebanyak 3 orang.

2. Anggota kelompok minuman keras orang tua sebanyak 3 orang.

3. Penjual minuman keras sebanyak 3 orang.

45
46

4. Pihak kepolisian kecamatan sebanyak 1 orang

5. Tokoh Masyarakat sebanyak 2 orang.

6. Masyarakat sekitar sebanyak 3 orang

D. Fokus Penelitian

Adapun Focus Penelitian Ini adalah Mengenal Peredaran Minuman Keras

Tradisional Di Desa Majannang Kecamatan Bajeng Kabupaten Gowa.

E. Instrumen Penelitian

Pada penelitian ini, penulis sendiri yang bertindak sebagai instrumen

(human instrumen). Hal ini didasari oleh adanya potensi manusia yang memiliki

sifat dinamis dan Menurut R. Soesilo dalam bukunya menyebutkan bahwa

Kejahatan secara yuridis adalah kejahatan untuk semua perbuatan manusia yang

memenuhi perumusan ketentuan-ketentuan yang disebutkan dalam KUHP. Untuk

memperoleh hasil penelitian yang cermat dan valid serta memudahkan penelitian

maka perlu menggunakan alat bantu berupa pedoman wawancara (daftar

pertanyaan), pedoman observasi, pensil/pulpen dan catatan peneliti yang berfungsi

sebagai alat pengumpul data serta alat pemotret.

F. Sumber Data

Jenis data yang digunakan dalam penelitian ini ada dua yaitu :

1. Data primer

Yakni Data dan informasi yang langsung dikumpulkan dari lokasi penelitian

melalui informan yang telah dipilih dengan menggunakan teknik wawancara.


47

2. Data Sekunder

Yakni Data dan informasi yang mengandung Data Primer,yang

diperoleh lewaT dokumen ataupun dokumentasi baik berupa pelaporan yang

berkaitan dengan peredaran minuman keras tradisional.

G. Teknik Pengumpulan Data

Adapun cara untuk mengumpulkan data,peneliti lakukan dengan teknik

sebagai berikut :

1. Untuk mengumpulkan data primer, dilakukan dengan cara wawancara yaitu

melakukan tanya jawab secara langsung dengan responden/narasumber dan

pihak Kepolisian (POLSEK) Kecamatan Bajeng Kabupaten Gowa.

2. Untuk mengumpulkan data sekunder, dilakukan dengan mempelajari

peraturan perundang-undangan, hasil karya ilmiah para sarjana, kamus-

kamus, bahan-bahan laporan, dokumen atau arsip, dan beberapa referensi

buku, yang ada kaitannya dengan skripsi ini.

H. Teknik Analisis Data

Alam menganalisis data tersebut, peneliti mempergunakan analisis

deskriptif kualitatif, yakni suatu analisis yang sifatnya menjelaskan atau

menggambarkan mengenai upaya yang dilakukan oleh pihak Kepolisian kecamatan

Bajeng Kabupaten Gowa dalam mencegah terjadinya kejahatan peredaran minuman

keras tradisional, kemudian dikaitkan dengan kenyataan yang terjadi di masyarakat,

dan akhirnya diambil suatu kesimpulan.

I. Keabsahan Data

Keabsahan data dalam penelitian ini diperiksa dengan menggunakan teknik

tiagulasi. Triangulasi bermakna silang yakni mengadakan pengecekan akan


48

kebenaran data yang akan dikumpul dari sumber data dengan menggunakan teknik

pengumpulan data yang lain serta pengecekan pada waktu yang berbeda.

e. Triagulasi sumber

Triagulasi sumber dilakukan dengan cara mengecek pada data sumber lain

yang telah diperoleh sebelumnya.

f. Triangulasi Metode

Triangulasi metode bermakna data yang diperoleh dari satu sumber dengan

menggunakan metode atau teknik tertentu, diuji keakuratan atau ketidak

akuratannya.

g. Triangulasi waktu

Triangulasi waktu bekenaan dengan waktu pengambilan data peneitian.


49

BAB IV

GAMBARAN LOKASI PENELITIAN

A. Sejarah Singkat Kecamatan Bajeng

Bajeng atau sering disebut Kerajaan Bajeng adalah salah satu kerajaan

yang terdapat di daerah Sulawesi Selatan tepatnya disebelah selatan Kerajaan

Gowa dahulu [Makassar]. Kabupaten Gowa memiliki luas wilayah 1.883,32 km²

dan berpenduduk sebanyak ±652.941 jiwa. Secara geografis, Kabupaten Gowa

terletak pada 5°33' - 5°34' Lintang Selatan dan 120°38' - 120°33' Bujur Timur.

Kabupaten Gowa terdiri dari wilayah dataran rendah dan wilayah dataran tinggi

dengan ketinggian antara 10-2800 meter diatas permukaan air laut. Namun

demikian wilayah Kabupaten Gowa sebagian besar merupakan dataran tinggi

yaitu sekitar 72,26% terutama di bagian timur hingga selatan karena merupakan

Pegunungan. Dari total luas Kabupaten Gowa 35,30% mempunyai kemiringan

tanah di atas 40 derajat.

Salah satu kecamatan yang cukup terkenal di Kabupaten Gowa yaitu

Kecamatan Bajeng. Adapun penguasa Raja dari kerajaan ini disebut Karaeng Loe

riBajeng sedangkan masyarakatnya dahulu di kenal dengan nama

TuPolongbangkeng. Sebagai negara maritim, maka sebagian besar masyarakat

Bajeng adalah petani dan pedagang. Mereka giat berusaha untuk meningkatkan

taraf kehidupannya, bahkan tidak jarang dari mereka yang merantau untuk

menambah kemakmuran hidupnya. Walaupun masyarakat Bajeng memiliki

kebebasan untuk terus berusaha Dalam mencapai kesejahteraan hidupnya, tetapi

dalam kehidupannya mereka sangat terikat dengan norma adat yang mereka
50

anggap sakral. Norma kehidupan masyarakat diatur berdasarkan adat dan

agama Islam yang disebut Pangadakkang. Dan masyarakat Gowa sangat percaya

dan taat terhadap norma-norma tersebut. Di samping norma tersebut, masyarakat

Gowa juga mengenal pelapisan sosial yang terdiri dari lapisan atas yang

merupakan golongan bangsawan dan keluarganya disebut

dengan Anakarung atau Karaeng, sedangkan rakyat kebanyakan disebut to

Maradeka dan masyarakat lapisan bawah disebut dengan golongan Ata.

Tepat tanggal 14 Agustus setiap tahunnya warga Bajeng, Kecamatan

Bajeng, Kabupaten Gowa, Sulawesi Selatan menggelar prosesi adat pengibaran

bendera merah putih dengan upacara adat. Hal ini dilakukan untuk mengenang

perjuangan leluhur dalam merebut kemerdekaan Republik Indonesia (RI)

sekaligus menegaskan bahwa bendera merah putih terlebih dahulu berkibar di

Kabupaten Gowa sebelum hari proklamasi kemerdekaan. Ritual yang digelar di

halaman istana kerajaan Bajeng, jalan Ballalompoa, Kecamatan Bajeng ini

dimulai dengan mengarak sejumlah pusaka yang tersimpan di rumah adat

khususnya dua bendera, yakni bendera kerajaan yang dikenal dengan nama Jole-

jolea dan bendera perang berwarna merah. Bendera perang ini diarak

menggunakan bambu runcing diiringi dengan tabuhan gendang tradisional serta

pengucapan sumpah setia dengan hunusan keris oleh prajurit kerajaan yang

dikenal dengan sebutan Angngaru. Setelah bendera kerajaan dan bendera perang

dikibarkan, upacara dilanjutkan dengan pengibaran bendera merah putih oleh

Paskibraka. Para peserta upacara sendiri mengenakan kostum kerajaan, kecuali

pasukan pengibar bendera pusaka (Paskibraka) merah putih, yang dipimpin oleh
51

panglima perang kerajaan dengan dihadiri seluruh tokoh adat yang dikenal dengan

gelar Batang Banoa.

Dalam upacara ini juga tak luput dibacakan sejarah singkat ritual ini yang

mulai digelar sejak 70 tahun yang lalu, tepatnya pada Selasa, 14 Agustus 1945,

ketika Jepang mengumumkan kalah oleh pasukan sekutu. Saat itu salah seorang

perwira tentara Jepang mendatangi pemuka Kerajaan Bajeng untuk mengobarkan

perang agar tak terjajah oleh pasukan sekutu. "Ada perwira tentara Jepang

bernama Fukushima yang datang dan meminta agar warga Bajeng mengibarkan

perang terhadap sekutu lantaran Jepang sudah kalah dan akan meninggalkan tanah

air Indonesia. Maka sejak itulah bendera kerajaan dan bendera perang serta

bendera merah putih dikibarkan sekaligus. Jadi sebenarnya bendera merah putih

itu terlebih dahulu berkibar di sini sebelum proklamasi kemerdekaan, yakni

tanggal 14 Agustus 1945," jelas Makmur Daeng Sitakka, tokoh adat Kerajaan

Bajeng. Setelah pengibaran bendera merah putih, peserta upacara pun istirahat

sejenak. Setelah itu acara dilanjutkan dengan hiburan tarian tradisional serta adu

silat yang peragakan. Anggota DPR RI, Akbar Faisal, melakukan sosialisasi

empat pilar kebangsaan, yang dihadiri oleh ratusan warga di Ballalompoa

Kerajaan Bajeng, Kecamatan Bajeng, Kabupaten Gowa, Sabtu (16/4). Dalam

pertemuan dengan warga, Akbar menceritakan sejarah singkat masa kejayaan

kerajaan Bajeng yang memiliki kekuasaan di luar kekuasaan kerajaan Gowa

sendiri. “Bajeng katanya adalah kerajaan yang unik, konon katanya tidak pernah

takluk pada kerajaan gowa,”. Akbar juga menuturkan apresiasi atas sikap

nasionalisme kerajaan Bajeng dalam perjuangan kemerdekaan Negara Kesatuan

Republik Indonesia (NKRI).


52

Akbar tidak menyangka ketika mengetahui bahwa pada 14 Agustus 1945

telah dikibarkan bendera merah putih di halaman kerajaan Bajeng, bahkan

sebelum proklamasi kemerdekaan 17 Agustus 1945 di Jakarta. “saya cukup kaget

mendengar 3 hari sebelum 17 Agustus 1945 dikibarkan merah putih di Jakarta, di

tiang itu sudah dikibarkan bendera merah putih duluan dari pada Jakarta,” kata

Akbar sambil menunjuk tiang bendera tersebut.

“Onjoki tubajeng” merupakan motto keberanian bagi orang-orang bajeng

dalam menghadapi musuh di medan laga. Mereka pantan menyerah walaupun

dalam kondisi apapun. Mereka memiliki semangat toddopuli yang merupakan

tekad bagi prajurit Bajeng untuk pantang mundur sebelum membawa

kemenangan.

B. Keadaan Pemerintahan

Baik di kota, ataupun kelurahan lembaga atau institusi itu pasti ada sebagai

pelaksanaan administrasi. Di era sentralisasi otoriterinisme Negara (state-

hegemony) santer terlihat dan kini mobilisasi rakyat bergeser menuju pola-pola

desentralisasi, demokratisasi, dan pemberdayaan masyarakat. Kelembagaan

ekonomi terdiri dari kelompok-kelompok masyarakat yang berorientasi profit

(keuntungan) dan di bentuk di kelurahan berbasiskan pada pengolaan sektor

produksi maupun distribusi. Contoh dari kelembagaan ekonomi adalah koperasi,

kelompok tani, kelompok pengrajin, perseroan terbatas yang ada di kelurahan

kelembagaan sosial meliputi pengelompokan sosial yang di bentuk oleh warga

yang bersifat sukarela. Contoh dari kelembagaan sosial adalah karang taruna,

ikatan pelajar muhammadiyah, dan organisasi masyarakat. Dalam hal ini

pemerintah kabupaten gowa membentuk berbagai program contohnya gabungan


53

kelompok tani yang bertujuan memberikan pengetahuan tambahan terhadap

pembaharuan system dalam pertanian guna meningkatkan kesejahteraan

masyarakat khususnya di desa kalebajeng

Hasil penelitian menunjukkan bahwa kondisi kesejahteraan masyarakat

desa kalebajeng secara simbolik sudah Nampak dari luar kesejahteraan

masyarakat. Dalam meningkatkan kesejahteraan masyarakat Setiap organisasi

sudah memiliki perencanaan yang baik dalam segala bentuk penyusunan

programnya, namun belum dapat terealisasikan dengan baik hal ini di karenakan

kurangnya campur tangan dari pemerintah setempat dan pihak yang seharusnya

ikut bertanggung jawab dalam hal tersebut, juga di pengaruhi oleh kurangnya

kesadaran masing-masing dalam menumbuhkan kekompakan dalam organisasi.

Sesuai dengan penjelasan diatas maka segala tujuan atau rencana kerja akan di

salurkan terhadap peningkatan kesejahteraan masyarakat desa Majannang.


54

BAB V

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

A. HASIL PENELITIAN

1. Perilaku Penyimpang

Perilaku menyimpang adalah setiap perilaku seseorang yang tidak sesuai

dengan norma-norma dalam masyarakat. dan juga merupakan tingkah laku tercela

yang dilakukan oleh individu yang timbul akibat adannya faktor-faktor internal

dan eksternal pada diri seseorang. Seperti halnya orang-orang yang sudah

mengalami ketergantungan pada minuman keras tradisional (Ballo’) yang tidak

mampu mengendalikan dirinya dan akibatnya akan melakukan perilaku

menyimpang di dalam masyarakat. Dan hal ini tentunya akan melanggar norma-

norma yang ada di dalam masyarakat serta membuat masyarakat tidak nyaman

dengan keberadaannya.

a. Bentuk Perilaku Menyimpang

Seperti yang telah dijelaskan bahwa perilaku menyimpang terjadi karena

adanya stimulus negatif yang menghasilkan suatu respon dalam dirinya untuk

melakukan suatu penyimpangan. Seperti yang telah di lakukan oleh masyarakat

Penjual Ballo’ yang telah melanggar aturan-aturan yang ada di dalam masyarakat.

Dengan sifat pembangkangan yang tidak ingin mengikuti aturan yang ada di

dalam suatu daerah dengan alasan tertentu.

1). Penjual Ballo’

Di era perkembangan teknologi dalam kehidupan sehari-hari banyak

kendala yang di alami, secara kebutuhan manusia yang bertambah namun

kurangnya lapangan kerja di daerah Kabupaten Gowa terkhusus pada Desa

54
55

Majannang. Akibat rendahnya tingkat pendidikan dan ekonomi masyarakat maka

banyak dari para remaja dan orang dewasa menganggur, mau bekerja sebagai PNS

tidak mungkin kerena hanya tamat SMP bahkan tidak sekolah sama sekali, mau

membuka usaha tapi modal tidak ada, pilihan mereka hanya bekerja sebagai

petani, namun banyak remaja yang merasa gengsi dan malu menekuni pekerjaan

tersebut, terutama terhadap teman-teman mereka. bagi masyarakat kecil punya

inisiatif atau inovasi untuk memanfaatkan pohon lontar sebagai lahan penghasilan

walaupun keuntungan yang di peroleh sangat kecil. Pohon lontar tersebut di ambil

airnya dari pucuk tangkai paling atas setelah beberapa hari harus di ambil

kemudian dikelola menjadi ballo’ yang bisa di jual, dan sebagian masyarakat

menjual ballo’. Awalnya ballo’ hanya dijadikan sebagai bahan membuat cuka

tetapi seiring dengan berjalannya waktu masyarakat Gowa khususnya Desa

Majannang bukan hanya menjadikannya sebagai bahan cuka melainkan

menjadikannya sebagai minuman tradisional atau minuman khas Gowa. Ballo’

kacci dan Ballo’ te’ne yang diproduksi oleh masyarakat Majannang yang bisa

dinikmati oleh masyarakat Desa majannang sendiri. Seperti yang di kemukakan

oleh inisial M yang berstatus sebagai penjual ballo’ :

saya tidak punya kerja sehingga haruska menjual Ballo’. Anak-anakku


butuh makan, butuh biaya sekolah kalau saya tidak bekerja bagaimanami
nasibnya anak-anakku. Menjual Ballo’ bukan pekerjaan yang mudah dek,
setiap harinya penuh dengan rasa was-was karena takut tertangkap tetapi
mau bagaimana lagi saya tidak punya pekerjaan lain suamiku hanya
seorang tukang batu yang gajinya tidak seberapa dan utang ada di mana-
mana, dimana kebutuhan anak juga banyak mau tidak mau pekerjaan ini
harus saya kerjakan.
56

Dari hasil penelitian diatas dapat kita pahami bahwa sifat pembangkang

yang mereka lakukan akibat dari keadaan yang memaksanya mengerjakan

pekerjaan yang di larang ini, ada banyak alasan kenapa harus menjual ballo’ selain

karena faktor lapangan pekerjaan yang tidak ada juga karena faktor ekonomi yang

tidak memadai. Budaya masyarakat sering kali kita dapatkan berbagai macam

penyimpangan yang dilakukan oleh masyarakat yang tanpa disadari secara turun-

temurun dan menganggap hal itu sesuatu yang biasa, namun ketika diteliti lebih

mendalam akan terjadi banyak pertanyaan yang bisa ditimbulkan seperti mengapa

masih banyak masyarakat yang memproduksi, menjual, dan mengonsumsi

minuman keras tradisional atau ballo’. Hal ini disebabkan karena kurangnya

sosialisasi dari masyarakat yang sudah mengetahui tentang bahaya mengomsumsi

dan menjual ballo’ tersebut, sehingga masih marak kebiasaan masyarakat yang

menyimpang hingga saat ini semakin banyak pengonsumsi dan penjual ballo’.

Sosialisasi kepada para penjual ballo’ yang telah memproduksi ataupun

yang menjual minuman keras tradisional harus dilakukan tanpa ada waktu yang

dibentuk untuk mensosialisasikannya. Dengan pendekatan-pendekatan selalu

dilakukan maka implikasi hubungan sosial dengan penjualan ballo’ dapat berjalan

dengan lancar tanpa harus ada intimidasi dan pengecualian kepada pihak yang

telah memproduksi dan menjual minuman ini. Seperti Persepsi yang di utarakan

oleh salah satu informan yang kami wawancarai dengan inisial DN status sebagai

seoarang penjual sekaligus pembuat ballo’ :

Menjual Ballo’ merupakan pekerjaan yang sudah saya kerjakan selama 10


tahun, selain karena faktor ekonomi yang tidak ada untuk bisa membuka
usaha lain, saya memilih pekerjaan ini di sebabkan banyak masyarakat
majannang yang menyukai minuman ini. Ballo’ yang saya jual adalah
57

ballo’ buatan sendiri sehingga tidak terlalu memabukkan. Nama ballo’


yang biasa saya buat namanya Ballo’ Ase pembuatannya membutuhkan
kesabaran dan keahlian tersendiri karena tidak sekedar merendam beras
ketan, tetapi di butuhkan kesabaran karena proses perendaman
membutuhkan waktu 1-2 minggu sebelum di minum. Dan beras tersebut
juga akan menjadi makanan yang biasa di sebut tapai, jadi ke duanya
mampu menghasilkan uang.

Dengan memahami apa yang di utarakan oleh narasumber tersebut ada dua

hal yang bisa kita pahami yang pertama keberadaan ballo’ sangat mendukung

perekonomian mereka dan yang kedua mereka mampu berkreasi sendiri dan tentu

mempunyai keahlian tersendiri. ballo’ sebagai minuman tradisional rakyat yang

harus tetap di pertahankan. Suatu aturan ataupun kebijakan di perlukan kesadaran

dari diri setiap individu agar kebijakan tersebut dapat bersinergi dengan penerapan

suatu kebijakan. Dengan kata lain tanpa suatu aturanpun apabila suatu individu

sadar akan kesehatan dirinya untuk tidak minum ataupun menjual ballo’ maka

perilaku-perilaku yang menyimpang tidak akan mudah hadir begitu saja.

Berdasarkan hasil wawancara dan observasi di kecamatan bajeng desa majannang

bahwa perilaku masyarakat tentang peminum ataupun penjual minuman keras

tradisional (ballo’) erat kaitannya dengan kondisi lingkungan, yang meliputi

kondisi lingkungan sosial dan budaya. Hal ini di perkuat oleh salah satu

responden yang kami wawancarai dengan inisial R bahwa :

Kuissengji nak kana akbalu ballo jama jamang tena nabaji tapi kamma
minne punna jama jamang tena, siagang eroka anjama nakubuta. Anne
jama jamangku takkulei kusassali nasaba iyaminne pakanrea niamo
ruangpulo taung, sanna’ kunngaina anne jama jamannga.nakkemi tau
58

tallasak kale-kale. Akbaluka ballo’ ka nia mangka poko’ lontara’ku


sampulu rua pokokna, iya minjo kupake nganre allo-allo.

Informan di atas menjelaskan pada kita bahwa alasan beliau menjual ballo’

karena ada faktor yang memaksanya untuk mengerjakannya. Mereka sadar bahwa

menjual ballo’ adalah salah satu pekerjaan yang di larang tetapi karena Faktor

sosial ekonomi yang ada di dalam masyarakat merupakan pemicu bagi individu

untuk memunculkan perilaku dan pengalaman yang tidak sehat diantaranya adalah

ketidakstabilan dalam rumah tangga, orang tua peminum, peminum berat, dan

penyalahgunaan minuman keras tradisional. keadaan fisik dan ekonomi yang

tidak mendukung sehingga beliau hanya mampu mengerjakan sesuatu yang dia

bisa, dan sekaligus memanfaatkan pohon lontar yang dia miliki.

Dalam pengkajian suatu masalah ketika kita kaitkan dengan persepsi

setiap orang tentunya setiap orang mempunyai sudut pandang tersendiri ada yang

bersifat negative dan ada pula yang bersifat positif. Masyarakat tidak bisa lepas

dengan kehidupan sosial, karena setiap masyarakat membutuhkan orang lain

untuk berinteraksi dan bertahan di dalam lingkungannya. Kehidupan masyarakat

desa majannang yang dikenal sebagai masyarakat berbudaya tentu memiliki

integritas yang tinggi terhadap kebudayaannya dan tentu akan menjalankan nilai

maupun norma yang ada dalam masyarakat. Namun sesuai dengan perkembangan

zaman tentu saja membawa perubahan terhadap masyarakat itu sendiri, salah

satunya dengan berkembangan yang berbagai Macam.

b. Faktor Perilaku Menyimpang

Perilaku menyimpang yang di lakukan oleh remaja ataupun orang dewasa

karena ada beberapa faktor, selain dari faktor lingkungan juga karena faktor
59

pribadi yang menyebabkan perilaku menyimpang terjadi. Seperti halnya anak

remaja yang berstatus sebagai seorang pelajar dan mengomsumsi minuman keras

tradisional dengan alasan ingin menambah rasa percaya diri serta takut di ejek

sama teman-temannya. Mengkonsumsi minuman keras adalah salah satu bentuk

penyimpangan sosial. Penyimpangan sosial yang terjadi di kalangan remaja

maupun orang dewasa tidak akan begitu saja muncul apabila tidak ada faktor

penarik atau pendorong. Faktor penarik berada di luar diri seseorang sedangkan

faktor pendorong berasal dari dalam diri/ keluarga yang memungkinkan seseorang

untuk melakukan penyimpangan tersebut. Pengaruh Penggunaan Minuman Keras

tradisional Pada Kehidupan Remaja.

Permasalahan remaja makin hari semakin kompleks dan memprihatinkan.

Apalagi di era globalisasi saat ini, remaja dapat mengakses segala macam

informasi lewat internet, informasi yang seharusnya untuk dewasa tapi dilihat oleh

remaja, hal inilah yang seringkali memicu remaja berperilaku negatif. Remaja

dengan segala sifat dan sistem nilai tidak jarang memunculkan perilaku-perilaku

yang ditanggapi masyarakat yang tidak seharusnya diperbuat oleh remaja. Sejauh

ini kekhawatiran terbesar yang menjadi pusat perhatian banyak kalangan adalah

penyalahgunaan minuman keras tradisional. Kasus penyalahgunaan minuman

keras saat ini sangat memprihatinkan. Banyak sekali remaja dibawah umur yang

menggunakan minuman keras sebagai tempat pelariannya ketika di timpa

masalah, mereka berpikir dengan mengomsumsi minuman keras akan sedikit

meringankan beban pikiran.

Beraneka ragam tingkah laku atau perbuatan remaja maupun orang dewasa

yang menyimpang dari moral dan sering menimbulkan kegelisahan dan


60

permasalahan terhadap orang lain. Pergaulan seperti itu juga berpotensi

menimbulkan keresahan sosial karena tidak sedikit para remaja terlibat pergaulan

negatif seperti mabuk-mabukan. Perilaku seperti itu mengandung resiko dan

dampak negatif yang berlipat ganda baik terhadap kesehatan dirinya sendiri

maupun lingkungan sekitarnya. Khususnya di daerah pedesaan dampak ini

mengakibatkan para remaja ataupun orang dewasa semakin dikucilkan dan

mendapat reputasi buruk di-masyarakatnya.

1). Peminum Ballo’ Remaja

Minuman keras sangat mempengaruhi kehidupan seseorang jika kita sudah

terlibat di dalamnya. Berbagai aturan yang telah di terapkan yang sebenarnya

bukan menjadi alasan untuk tidak mengomsumsi minuman keras tradisional, akan

tetapi semua peraturan yang ada di hiraukan dengan cara bersembunyi di tempat

tertentu, dan membuat komunitas peminum. Persepsi yang di utarakan oleh salah

satu informan yang kami wawancarai dengan inisial MS sebagai seorang remaja

pengomsumsi minuman keras tradisional ( ballo’) yang berstatus sebagai pelajar :

Sebenarnya saya tauji bilang di larangki minum ballo’ baik itu secara
agama maupun hukum, tapi banyak sekaliji orang yang minum jadi saya
mauka juga coba-coba karena banyak yang bilang ketika kita minum
ballo’ maka beban pikiran akan semakin ringan, kita semakin enjoy.
lagian di sini juga ballo’ sebagai minuman tradisional sekaligus minuman
rakyat jadi tidak adaji salahnya. waktuku sudah minum ballo’ memang
jelek perasaanku tidak karuang biar mauka jalan tapi begituji memang
kalau awal-awal orang minum.

Menanggapi hasil wawancara diatas bahwa seorang siswa secara teoritis

menyadari akan adanya peraturan tentang larangan mengomsumsi minuman keras


61

tradisional secara berlebihan, akan tetapi ia dengan sengaja menghiraukan hal

tersebut di karenakan faktor pemikiran serta pandangan yang salah. Anak remaja

merupakan awal dari kehidupan yang baru, setelah individu melalui masa

remajanya maka individu akan dihadapkan berbagai macam tantangan dan

perubahan peran. Begitu banyak tuntutan dan tugas yang harus dipenuhi, dan

ketegangan emosi yang membuat individu mencari pelampiasan dan kesenangan

dengan mengkonsumsi minum-minuman keras tradisional ( ballo’). Awalnya

mengkonsumsi minuman keras tradisional (Ballo’) karena ingin mencoba, ingin

menghilangkan stress, dan karena ikut-ikut teman bergaul. Menurut MS minuman

keras tradisional itu minuman rakyat, dapat menghilangkan stress Ketika ditanya

tentang pengetahuan dampak negatif minuman keras bagi kesehatan mereka

menjawab, minuman keras merusak tubuh tetapi tidak tahu apa bahayanya secara

pasti tetapi mereka tetap mengkonsumsi. Hal ini merupakan salah satu faktor

karena menurut (Baron, 2008), masing-masing pendidikan memiliki perbedaan

pengetahuan dan cara pandang dan tingkat pendidikan turut pula menentukan

mudah tidaknya seseorang menyerap dan memahami pengetahuan yang mereka

peroleh, pada umumnya semakin tinggi pendidikan seseorang makin semakin baik

pula pengetahuanya. Selain faktor dari segi pendidikan, faktor lingkungan atau

lokasi tempat tinggal juga merupakan faktor seseorang mengomsumsi minuman

keras tradisional.

Akibat dari mengomsumsi minuman keras tradisional tentu sudah sangat

jelas tetapi setiap orang memiliki persepsi yang berbeda-beda di kalangan remaja.

Persepsi remaja yang berbeda-beda terhadap dampak minuman keras tradisional


62

ini, seperti yang di katakan oleh informan lainnya dengan inisial AS yang

berstatus sebagai pelajar :

Saya tidak tau persis dampak yang di timbulkan akibat dari mengomsumsi
ballo’ yang saya tau ketika kita minum ballo’ secara berlebihan maka kita
akan mabuk dan tentu kita sudah tidak sadar tentang perilaku kita. Tapi
begini kak ketika saya tidak minum ballo’ sedangkan teman-temanku
semua minum sama halnya saya tidak tau menyesuaikan diri. Lagian
ballo’ tidak selamanya membawa dampak negatif dan lagian saya minum
ballo’ tidak adaji yang larang.

Hal ini membuktikan bahwa orang yang mengomsumsi minuman keras

tradisional (ballo’) hanya sekedar mengetahui dampak dari ballo’ tapi tidak

mengetahui secara mendalam tentang akibat dari ballo’ tersebut. Dengan

mengamati apa yang di katakan oleh informan diatas bahwa ketika lingkungan

memaksa kita untuk melakukannya lantas kita berusaha menolaknya sama halnya

kita tidak tahu untuk menyesuaikan diri dimana kita berada. Hal ini sudah sangat

jelas bahwa faktor lingkungan dimana kita berada sangat berpengaruh terhadap

tingkah laku anak remaja. Mereka mengatakan bahwa dengan minum ballo’

kepercayaan diri mereka bertambah dari yang pemalu menjadi pemberani, mereka

beranggapan bahwa semua masalah dapat teratasi dengan minum ballo’, ballo’

dapat memperbanyak teman. Mengkomsumsi ballo’ adalah salah satu bentuk

perilaku yang dianggap menyimpangan bila sudah berlebihan. Dampak minuman

keras tradisional telah terbukti menjadi penyebab dari berbagai penyakit. Dari

penyakit yang sederhana sampai yang sangat berbahaya seperti liver akan

merusak jaringan hati gangguan penyerapan zat makanan dan mengakibatkan

kurang gizi, meningkatkan tekanan darah membuat denyut jantung menjadi tidak
63

normal. Terhadap otak bisa mengakibatkan hilangnya pengendalian diri, membuat

sempoyongan, mengganggu kemampuan berbicara, menurunkan kemampuan

intelektual, mengakibatkan hilangnya ingatan (blockout) menyebabkan terjadinya

amnesia dan merusak jaringan saraf. Kerusakan urat saraf atau yang disebut

polyneuropathy lain juga berhubungan dengan sakit radang kantong perut dan

pengerasan pada bagian hati.

Dampak yang di timbulkan sudah terpampang nyata bahwa akibat dari

ballo’ dapat meningkatkan angka kriminalitas. Persepsi yang di utarakan oleh

salah satu informan yang kami wawancarai dengan inisial RH status sebagai

seoarang pelajar :

Bagaimana saya tidak ikutan minum ballo’ sedangkan bapakku saja


naminum lagian di sini itu ballo’ minuman biasaji orang minum. Awal
mulanya minumka ballo’ pada saat itu sukaka bolos sama teman-temanku.
yang natau orang tuaku pergika sekolah tapi nyatanya tidak pernahka
sampai di sekolah, di situmi kak nakasih cobaka temanku pertama-
pertamanya pahit, kecut dan ada rasa-rasa manisnya malahan muntahka
waktu sudahnya kuminum tapi apa di’ karena terlalu seringka di ejek
akhirnya kubiasakan dan disitumi mulai kusuka.

Mengamati pernyataan informan di atas bahwa pelajar tersebut menyadari

tentang perilakunya dan keberadaan ballo’ dalam dirinya tetapi demi menjaga

pertemanan serta takut untuk menjadi bahan ejekan oleh teman-temannya dia

membiasakan untuk mengomsumsi ballo’ tersebut. Waluya, (2007) mengatakan

bahwa penyimpangan dengan mengkonsumsi alkohol terjadi akibat sosialisasi

yang tidak sempurna baik pergaulan di masyarakat maupun kehidupan di dalam

keluarga yang di anggapnya tidak memuaskan, Sehingga anak mencari pelarian di

luar rumah dengan mencari teman yang dapat memberikan perlindungan dan
64

pengakuan akan keberadaan dirinya. Pada penyimpangan yang dilakukan melalui

penyalahgunaan minuman keras tradisional, biasanya seseorang tidak akan

langsung melakukannya, akan tetapi di ajak oleh teman sekelompoknya untuk

mencoba lebih dahulu untuk membuktikan bahwa meraka telah menjadi orang

dewasa, lama kelamaan seseorang akan mendapatkan pengakuan dari

kelompoknya dan menjadi bagian dari kelompok tersebut.

2). Peminum Ballo’ Orang Tua

Minuman keras yang secara hukum maupun agama dianggap hal yang

tidak baik menjadi sesuatu yang dianggap lumrah dan wajar untuk dilakukan.

Akibat kebiasaan mengomsumsi minuman keras tradisional (Ballo’) maka

timbulah dampak-dampak terutama yang bersifat negatif dalam hal sosial,

ekonomi dan terutama adalah kesehatan masyarakat di daerah tersebut. Dampak

yang ditimbulkan misalnya mulai dari meningkatnya kasus kriminal terutama

perkelahian, pemerkosaan, pencurian, perampokan serta ugal-ugalan di jalan

sehingga meresahkan warga masyarakat sekitar, timbulnya kesenjangan antara

kaum peminum tua dan peminum remaja atau antara peminum daerah satu dengan

yang lain, dan kemiskinan yang semakin bertambah.

Kebiasaan mengomsumsi minuman keras tradisional tersebut juga

tentunya berdampak terhadap kesehatan masyarakat di daerah tersebut, bahkan

jika diperhatikan bentuk fisik dari para peminum mulai berubah dari area perut

mereka menjadi buncit dengan kantung mata hitam pertanda sering mengomsumsi

minuman keras tradisional dan kurang tidur. Sebenarnya mengomsumsi ballo’

baik jika diminum pada dosis yang kecil pada saat-saat tertentu, misalnya saat

cuaca dingin atau sehabis makan daging kerena kemampuan alkohol untuk
65

meningkatkan metabolisme serta suhu tubuh, naman selain itu selebihnya alkohol

malah disalahgunakan sehingga yang muncul lebih banyak adalah dampak negatif

ketimbang dampak positifnya.

Dampak negatif yang ditimbulkan akibat minum minuman keras antara

lain, Jika dilihat dari segi kesehatan, kebiasaan minum minuman keras tradisonal

yang secara berlebihan tentu akan berdampak negatif terhadap kesehatan.

Peminum biasanya menampilkan ciri fisik yang berbeda dari orang biasanya,

perut bagian bawah (sisikan) mereka terlihat buncit sedangkan tubuh mereka

sendiri kurus, menurut penuturan orang di daerah tersebut, hal itu kerena mereka

minum ballo’ terlalu sering dan minum ballo’ yang berlebihan. Selain itu mereka

memiliki kantung mata hitam akibat terlalu sering bagadang. Hal tersebut baru

yang terlihat dari luar, belum penyakit-penyakit lain yang juga ditimbulkan akibat

kebiasaan minum minuman keras tradisional, antara lain penyakit hati, jantung,

dan otak. Akibat begadang minum sampai larut malam maka tentu tubuh mereka

akan lemas sehingga tidak ada semangat untuk bekerja padahal mereka

membutuhkan uang untuk hidup dan membeli ballo’ tentunya, begitu pula bagi

yang masih sekolah, di sekolah akan mengantuk dan tidak konsentrasi terhadap

pelajaran. Sehingga secara tidak langsung kebiasaan minum ini berdampak pada

ekonomi serta tingkat pendidikan mereka yang rendah. Jika dilihat dari segi

sosial, kebiasaan minum minuman keras ini banyak menimbulkan masalah.

Seperti misalnya perkelahian, ketidaknyamanan orang yang tinggal di sekitarnya,

serta penyebab terjadinya kecelakaan lalu lintas. Selain itu minuman keras juga

biasanya menjadi penyebab terjadinya kekerasan dalam rumah tangga (KDRT).


66

Persepsi yang di utarakan oleh salah satu informan yang kami wawancarai dengan

inisial NB sebagai orang tua pengomsumsi minuman keras tradisional (ballo’) :

Minumka ballo’ karena sebagai pengganti obat cpe’ nak pekerjaan setiap
hari mencetak batu merah jadi butuh stamina dan ballo’ juga harganya
lumayan murahji jadi bisaji saya kondisikan untuk beli. Setiap sudahka
minum ballo’ terasa badan lebih legah dan ringan. Apalagi kalau malam
pas pulang kerja ketika tidak minum ballo’ pasti susah tidur karena terasa
capekku.

Persepsi ini tidak hanya bergulir semata tetapi ada beberapa alasan para

peminum ballo’ untuk tetap mengomsumsi karena ada beberapa aspek kebiasaan

yang tidak bisa di hentikan atau di paksakan secara langsung untuk tidak minum

ballo’. Selain itu ballo’ di persepsikan oleh berbagai para peminum yang mampu

membuat pikiran kita menjadi enteng dengan kata lain dengan minum ballo’ dapat

menenangkan pikiran. memunculkan beragam tanggapan dan persepsi di tengah-

tengah masyarakat ada masyarakat yang memberi persepsi negative dan ada pula

yang bersifat positif. Menanggapi dari hasil wawancara di atas bahwa penggunaan

ballo’ tidak hanya bersifat negatif tetapi ballo’ mempunyai fungsi sebagai obat

capek bagi pekerja buruh batu. faktor lingkungan atau lokasi tempat tinggal,

seseorang yang bertempat tinggal cenderung banyak mendapatkan informasi dan

pengetahuan, hal ini di sebabkan bahwa banyak yang memiliki pengetahuan dan

saling berinteraksi untuk saling bertukar pikiran. lingkungan adalah salah satu

faktor yang dapat mempengaruhi pengetahuan. Lingkungan dapat memberikan

pengaruh pertama bagi seseorang dimana seseorang dapat mempelajari hal yang

baik dan juga hal buruk tergantung pada sifat kelompoknya. seseorang yang

mengkonsumsi ballo’ juga di pengaruhi oleh pergaulan yang negatif yang


67

memberikan pengaruh dalam penggunaan minuman keras. Karena dengan

minum-minuman keras tradisional mereka berharap bisa mendapatkan

kegembiraan, menghilangkan rasa rendah diri, mempertahankan gengsi dan

menghilangkan stress atau masalah yang mereka sedang hadapi. Di samping itu,

tidak sedikit yang ikut-ikutan dan hanya sekedar mencari perhatian dan

pengakuan bahwa dialah yang paling hebat. Mereka tidak menyadari bahwa

minuman keras tradisional berdampak terhadap kesehatan dan tingkah laku

mereka.

Ada juga informan yang mehamami minuman beralkohol berdasarkan

manfaat yang dirasakannya bagi tubuh dan manfaat yang dirasakannya secara

fisik dan psikologis seperti lupa akan masalah yang ada, menyegarkan tubuh dan

perasaan. Setiap orang mempunyai sudut pandang yang berbeda seperti yang di

utarakan oleh informan penikmat ballo’ dengan inisisal RL dan berstatus sebagai

orang tua:

kalau manfaatnya minum sesuai aturan dapat menunjang nafsu makan


dan memberikan kekuatan stamina, itu kalau sudah melebihi itu dapat
melemahkan tubuh jadi kalau ada orang salah gunakan namanya
kelebihan dosis sama juga dengan obat, kalau kelebihan dosis berarti dia
membuat kita lemas tubuh, lemas saraf kadang-kadang orang berfikir
yang tidak waras, karena kelemahan saraf” jadi tergantung orangnya
mengomsumsinya seperti apa dan apapun itu ketika kita komsumsi secara
berlebihan tentu tidak baik.

Perilaku mengkonsumsi minuman keras tradisional (ballo’) adanya faktor

Afektif yang mendorong masyarakat melalui nilai-nilai budaya menjadikan

kebiasaan mengkonsumsi minuman keras tradisional (ballo’), karena sering

mengikuti kebiasaan atau tradisi yang sudah dianut oleh masyarakat sejak dulu.
68

Kebiasaan yang sudah membudaya bagi masyarakat setempat sudah semestinya

dijaga dan dilestarikan bukan untuk menjadi alasan sebagai tindakan yang

menyimpang dan merugikan orang lain. Berikut ini tanggapan penikmat ballo’

tentang budaya masyarakat serta mengonsumsi ballo’ dan kaitannya dengan nilai-

nilai budaya masyarakat yang sudah merupakan kebiasaan dari jaman dahulu kala

yang selalu disajikan dalam berbagai acara termaksud dalam acara adat.

Ballo’ tidak bisa di musnahkan begitu saja karena ballo’ merupakan


minuman rakyat yang sering di sajikan ketika ada yang menikah, hajatan,
acara-acara keluarga, serta syukuran. ballo’ ini tidak bisa hilang begitu
saja karena ini suatu lambang minuman khas orang gowa ketika di
hilangkan sama halnya berusaha menghilangkan budaya masyarakat sini.
Pokonya ballo’ itu kalau tidak ada, sepertinya tidak lengkap dalam
acaranya, jadi mesti harus ada biar acara berjalan lancar dengan meriah.

Hasil penelitian menunjukan bahwa upaya pelaksanaan Pengendalian

minuman tradisional (Ballo’) yang dilakukan di desa tersebut belum bisa

dilaksanakan dengan maksimal. Hal tersebut dikarenakan minuman tradisional

yang ada di desa majannang merupakan minuman yang dikonsumsi di setiap acara

adat diantaranya pernikahan, hajatan, syukuran bahkan setiap acara menyuguhkan

minuman keras tradisional (ballo’). upaya pengendalian dan penertiban dari pihak

yang terkait selama melaksanakan kegiatan mengalami faktor penghambat yang

disebabkan adanya aturan adat istiadat di desa tersebut Selain itu adanya warga

masyarakat yang sebagai produsen penjual minuman tradisional secara bebas, dan

menjadi faktor penghambat dalam pelaksanaan. kebiasaan mengkonsumsi

minuman tradisional secara berlebihan dapat menyebabkan hilangnya kontrol

pada diri sendiri, atau sering dikatakan mabuk, yang pada akhirnya melakukan
69

pelanggaran atau bahkan meresahkan masyarakat, sehingga minuman tradisional

tersebut.

Dapat disimpulkan sebagian sumber tindakan-tindakan yang melanggar

aturan adat yang berlaku baik itu, seperti kekerasan dalam rumah tangga,

perkelahian, kecelakaan akibat kurang kontrol. Pada saat ini penggunaan

minuman tradisional (ballo’) mayoritas di lingkungan masyarakat sudah tidak

terkontrol lagi sebagai contoh dalam penyebaran nya sudah tidak memandang usia

pemakai atau mengkonsumsi minuman khas tradisional serta di khawatirkan akan

membawa dampak yang negatif pada masyarakat apabila tidak ada faktor

pengendali, terutama bagi anak-anak usia remaja baik laki-laki maupun wanita

yang nantinya sebagai generasi penerus keluarga maupun bangsa. Selain itu,

penyebaran minuman tradisional tidak terkontrol akan membawa dampak pada

tingkat keresahan yang tinggi pada masyarakat, oleh karenanya, untuk mengatasi

persoalan tersebut maka diperlukan upaya-upaya dan terobosan serta tindakan

tegas namun terukur yang dilandasi dengan niat yang tulus untuk melindungi,

mengayomi dan melayani masyarakat, baik masyarakat sebagai korban maupun

masyarakat sebagai pelaku itu sendiri, tanpa kepedulian terhadap mereka, berarti

sama halnya dengan memberikan kehancuran moral masyarakat serta dampak

kesehatan akibat seiringnya mengkonsumsi minuman tradisional secara

berlebihan. Pemerintah daerah yang mengatur dan mengurus sendiri urusan

pemerintahan.

Menurut asas otonomi dan tugas pembantuan yang diarahkan untuk

mempercepat terwujudnya kesejahteraan masyarakat melalui peningkatan,

pelayanan, pemberdayaan dan peran serta masyarakat, serta peningkatan daya


70

saing daerah dengan memperhatikan prinsip demokrasi pemerataan, keadilan,

keistimewaan dan kekhususan suatu daerah dalam sistem Negara Kesatuan

Republik Indonesia.

C. Karakteristik Perilaku Menyimpang

karakteristik dari perilaku menyimpang dapat dan mudah untuk dilihat,

diamati dan nampak secara langsung oleh orang lain. perilaku menyimpang pada

individu juga memiliki karakteristik yang khas dan berbeda-beda antara individu

yang satu dengan lainnya. Contohnya seperti Perilaku menyimpang dengan

bentuk dari sebab-akibat, seperti seorang anak remaja yang mengomsumsi

minuman keras tradisional karena faktor ajakan dari teman-temannya lantas anak

ini tidak bisa mengontrol dirinya maka tentu akan terjerumus di dalam lingkungan

yang tidak sehat. Hal ini sudah sangat jelas bahwa ketika ada stimulus tentu akan

ada yang namanya respon. Dan tingkah laku seseorang dapat dikatakan perilaku

menyimpang apabila tingkah laku dari individu tersebut berkarakteristik seperti

penjelasan di atas, dan terjadi dalam proses kehidupannya. Selain bentuk dari

sebab akibat ada pula karakteristik perilaku menyimpang seperti pembelajaran

yang negatif. Kita ketahui bersama bahwa ketika kita berbicara tentang hal negatif

tentu dia bersifat tidak baik. Contohnya seperti yang di utarakan oleh informan

yang mengatakan bahwa Ballo’ tidak bisa di musnahkan begitu saja karena ini

merupakan tradisi yang sudah cukup lama. Tetapi ketika kita mengamati dampak

dari Ballo’ lebih banyak negatifnya di banding positifnya, pemahaman seperti

inilah yang ada di dalam diri masyarakat yang harus kita rubah.
71

2. Upaya Penanggulangan Perilaku Menyimpang

a. Pelaksanaan Peraturan Yang Konsisten

Keadaan yang nyaman dan aman dapat pula terbentuk melalui peraturan

yang tegas. Segala bentuk peraturan yang dikeluarkan pada hakikatnya adalah

usaha mencegah adanya tindak penyimpangan, sekaligus juga sebagai sarana/alat

penindak laku penyimpangan. Namun, apa yang akan terjadi jika peraturan yang

dikeluarkan tidak konsisten? Jelas, akan menimbulkan tindak penyimpangan.

Suatu kekonsistenan diperlukan oleh setiap peraturan jika ingin berfungsi dalam

masyarakat. Selain itu, diperlukan pula sanksi-sanksi yang tegas dalam peraturan

tersebut. Sehingga bagi pelanggar peraturan dikenai sanksi tegas berupa hukuman

sesuai dengan peraturan yang berlaku demi pemulihan kedudukan masyarakat

yang tertib dan teratur. Dalam hal ini, adanya sanksi diperlukan untuk menjamin

tercapainya tujuan dan dipatuhinya norma yang ada.

1). Aparat kepolisian

Melihat fenomena peredaran minuman keras yang semakin merajalela

merupakan masalah publik yang berarti melihat sebuah permasalahan yang harus

di selesaikan oleh pemerintah dan merupakan kesatuan antar fungsi eksekutif,

yudikatif, dan legislatif. Berarti harus terdapat kerjasama mulai dari pembutan

kebijakan publik yang ideal yang mengatur peredaran minuman keras,

pelaksanaan kebijakan publik oleh fungsi eksekutif, dan penegakan hukum yang

konsisten terhadap peraturan yang telah ada. POLRI sebagai salah satu elemen

pemerintah sesuai dengan diamanatkan oleh UU NO 2 Tahun 2002 mempunyai

tugas memelihara keamanan dan ketertiban masyarakat, menegakkan hukum, dan

memberikan perlindungan, pengayoman, dan pelayanan kepada masyarakat. Ini


72

berarti POLRI sebagai salah satu lembaga pemerintah bertugas untuk menjaga

keamanan dan ketertiban masyarakat, salah satunya dengan cara menegakkan

hukum yang berlaku. Di dalam penanganan peredaran minuman keras tradisional

terdapat beberapa kendala sehingga sulit sampai sekarang membasmi peredaran

tersebut beberapa kendala diantaranya, mudahnya masyarakat mendapatkan

minuman keras, beredarnya miras illegal di masyarakat, kurang seriusnya

perhatian pemerintah terhadap masalah minuman keras, dan kurang maksimalnya

kinerja aparat untuk menangani masalah minuman keras ini. Kontribusi dan

dedikasi kepolisian dalam mengatasi masalah ini adalah sumbangsih besar bagi

daerah, terutama dalam upaya mewujudkan sumber daya manusia khususnya

generasi muda yang berkualitas.

Menurut data yang kami teliti, minuman keras atau minuman beralkohol

telah menjadi pemicu berbagai macam kejahatan yaitu sebanyak 65-70% tindak

kriminalitas terjadi akibat mabuk minuman keras. Selain itu, sekitar 15%

kecelakaan lalu lintas juga akibat dari pengaruh minuman keras, peredaran

minuman beralkohol yang tidak terkontrol ini telah menyebabkan aksi

premanisme seperti pengeroyokan, pemerasan dan penganiayaan, bahkan menjadi

penyebab bentrokan. Aksi-aksi kejahatan yang diakibatkan oleh pengaruh

minuman beralkohol tersebut disebabkan karena sifat dari minuman tersebut yang

apabila dikonsumsi secara berlebihan akan menyebabkan tidak sadar diri dengan

berbagai efek tubuh seperti muntah-muntah, tertidur, mabuk dengan melakukan

berbagai gangguan yang merugikan kehidupan masyarakat, seperti gangguan

terhadap lalu lintas dengan berbagai akibatnya seperti kriminalitas dan


73

sebagainya. Sehingga secara kriminologis, pecandu alkohol (alkoholisme)

merupakan faktor kriminogen atau penyebab timbulnya aneka kejahatan.

Minuman beralkohol adalah minuman yang mengandung ethanol, bahan

psikoaktif yang menyebabkan berkurangnya kesadaran jika dikonsumsi. Oleh

karena itu, di berbagai negara penjualan minuman beralkohol dibatasi ke sejumlah

kalangan saja, umumnya orang-orang yang telah melewati batas-batas usia

tertentu. Sebagai upaya untuk mengantisipasi kemungkinan terjadinya hal-hal

yang tidak diinginkan terkait langsung dengan keberadaan minuman beralkohol

ini, pemerintah sudah membuat aturan guna mengawasi dan mengendalikan

peredarannya, seperti: Keputusan Presiden Nomor 3 Tahun 1997 tentang

Pengawasan dan pengendalian Minuman Beralkohol, Peraturan Menteri

perdagangan nomor 45/M-DAG/PER/12/2010, Ketentuan Pengadaan,

Pengedaran, Penjualan, Pengawasan, dan Pengendalian Minuman Beralkohol dan

Peraturan Menteri Perdagangan Republik Indonesia. Seperti yang di kemukakan

oleh salah satu informan dengan inisial S dengan status aparat kepolisian di

kecamatan bajeng :

Kami sebagai aparat keamanan telah melaksanakan tugas kami


semaksimal mungkin contohnya Pada periode 5-12 januari 2018 pihak
kepolisian telah menangani 45 kasus minuman keras dari razia yang di
lakukan dengan barang bukti 20 jerigen besar dan 650 botol berbagai
kemasan. Adapun periode 13-20 februari telah di tangani 35 kasus miras
dengan barang bukti 30 jerigen besar dan 350 botol berbagai kemasan.
Intensitas dan konsistensi kepolisian tersebut menunjukkan komitmen yang
luar biasa pada upaya-upaya pemberantasan peredaran minuman keras
tradisional demi masyarakat dan masa depan generasi muda. Berbagai
upaya telah kami lakukan untuk mencegah dan bahkan memusnahkan
74

peredaran minuman keras ini, mulai dari razia di jalanan, di kios-kios,


serta melakukan penertiban di masyarakat. Tetapi semua ini kembali
kepada masyarakat itu sendiri.

Seperti yang telah di jelaskan oleh informan di atas bahwa berbagai upaya

yang telah di lakukan oleh aparat keamanan untuk mengatasi peredaran minuman

keras tradisional tetapi sekeras apapun usahanya lantas tidak ada kesadaran dalam

diri masyarakat itu sendiri maka semuanya tentu akan sia-sia. Kita semua

menyadari bahwa peredaran minuman keras tradisional perlu dilakukan

pengawasan dan pengendalian oleh aparat keamanan guna mencegah timbulnya

gangguan ketentraman dan ketertiban masyarakat, sebagai akibat penyalahgunaan

mengkonsumsi minuman beralkohol, sebagaimana diatur dalam Undang-undang

Nomor 23 Tahun 1992 tentang Kesehatan. Sejalan dengan hal tersebut, dalam

rangka melindungi masyarakat dari penyalahgunaan atau mengkonsumsi

minuman beralkohol, menyikapi tuntutan era reformasi serta aspirasi dan

keinginan masyarakat. Di zaman dimana informasi dapat di akses dengan mudah

dan cepat tentunya kita mengetahui bahwa belakangan ini akibat dari peredaran

minuman keras tradisional yang semakin merajalela mengakibatkan budaya pesta

miras sudah marak di Indonesia. Tidak hanya di kota-kota besar, namun di

pelosok desapun fenomena pesta minuman keras tradisional sering muncul di

media. Akibat dari pesta minuman keras tradisional sering timbul efek kejadian

lain yang mengarah kepada kejahatan atau timbunya korban. Sebagai contoh

kejadian yang terjadi di desa majannang kecamatan bajeng kabupaten gowa

perkelahian yang menyebabkan adanya korban jiwa akibat di tikam.

Kejadian-kejadian yang terjadi bukan hanya menjadi tanggung jawab

pihak yang berwajib tetapi dimana peranan masyarakat sangat di butuhkan.


75

Karena apabila di biarkan begitu saja maka efeknya tidak hanya kepada yang

mengomsumsi minuman keras tradisional namun warga masyarakat lain yang ada

di sekitarnya. Untuk itu pemerintah sebagai suatu lembaga pranata sosial dalam

masyarakat harus mengambil tindakan, mulai dari mengfungsikan peran control

institusi dan lembaga yang membidangi sampai membuat kebijakan publik yang

dapat menekan atau membasmi peredaran minuman keras tradisional ( Ballo’).

Pihak kepolisian berharap agar terjalin kerjasama yang baik antar pemerintah

maupun masyarakat sehingga dapat mewujudkan masyarakat yang tertib dan

aman. Dengan meningkatkan kinerja dalam memberantas peredaran minuman

keras tradisonal yang telah mengancam generasi muda serta keamanan masyarakat

setempat.

b. Penanaman Nilai Dan Norma Yang Kuat

Penanaman nilai dan norma dilakukan melalui sosialisasi. Dalam hal ini,

masyarakat setempat sangat berperan besar dalam penanaman nilai dan norma

dalam masyarakat. Adapun tujuan penanaman nilai dan norma pada diri individu

yaitu pembentukan konsep diri, pengembangan keterampilan, pengendalian diri,

pelatihan komunikasi, dan pembiasaan aturan. Tercapainya semua tujuan-tujuan

tersebut menjadikan proses sosialisasi menjadi ideal, yang pada akhirnya

seseorang tahu betul yang baik dan mana yang buruk, mana yang sesuai dengan

norma dan mana yang melanggar norma. Dengan demikian, penanaman nilai dan

norma yang kuat pada diri individu menjadikannya berperilaku sesuai dengan

harapan masyarakat.
76

1). Masyarakat setempat

Globalisasi belakangan ini telah menjadi pilar utama berubahnya pola

kehidupan dan gaya hidup manusia. Hal ini menunjukkan taraf kehidupan

semakin maju dan terus berkembang, namun hal ini bukan tanpa efek domino

yang turut serta membawa dampak negatif. Terdapat berbagai masalah yang ikut

serta menjadi hal yang harus diselesaikan, salah satunya adalah dampak pada

masalah sosial yang terjadi pada berbagai lapisan masyarakat. Masalah sosial

merupakan suatu gejala (fenomena) sosial yang mempunyai dimensi atau aspek

kajian yang sangat luas atau kompleks dan dapat ditinjau dari berbagai perspektif

(sudut pandang atau teori). Menurut Soerjono Soekanto, masalah sosial adalah

suatu ketidaksesuaian antara unsur-unsur kebudayaan atau masyarakat, yang

membahayakan kehidupan kelompok sosial. Jika terjadi bentrokan antara unsur-

unsur yang ada dapat menimbulkan gangguan hubungan seperti kegoyahan dalam

kehidupan kelompok atau masyarakat. Ada beberapa jenis masalah sosial yang

umum dihadapi oleh masyarakat salah satunya adalah masalah alkoholisme.

Alkoholisme dapat diartikan sebagai kekacauan dan kerusakan

kepribadian yang disebabkan karna nafsu untuk minum yang bersifat kompulsif,

sehingga penderita akan minum minuman beralkohol secara berlebihan dan

dijadikan kebiasaan. Pengertian alkoholisme tersebut juga mencakup tidak dapat

dikendalikannya kemampuan berpantang atau adanya perasaan tidak dapat hidup

tanpa minum. Berbagai macam penyakit yang timbul disebabkan karena

kurangnya kesadaran masyarakat tentang bahaya mengonsumsi minuman yang

mengandung alkohol seperti ballo’ sehinga kasus kejadian penyakit ini meningkat

dari tahun ke tahun. Salah satu budaya masyarakat khususnya di gowa, minuman
77

beralkohol jenis ballo’ sejak dulu disediakan pada acara-acara adat tertentu, dan

menjadi tradisi yang masih dipertahankan, hal ini dilakukan dengan tujuan

mempererat hubungan persaudaraan, dan menjaga persatuan musyawarah. Hal ini

dilakukan dengan tetap menjunjung tinggi nilai-nilai kearifan lokal yang harus

tetap dijaga, di dalam acara tertentu, ballo’ disediakan untuk di minum namun

dalam batas tertentu sehingga tidak hilang. selama prosesi adat berlangsung.

Ballo’ sudah sangat dikenal oleh masyarakat gowa sejak dulu, bahkan sebagian

masyarakat memiliki mata pencaharian sebagai penghasil minuman beralkohol

sejenis ballo’. Perilaku mengkonsumsi minuman alkohol seperti ballo’ di desa

majannang yang mendorong masyarakat melalui kebiasaan karena adanya faktor

kongnitif yakni pengetahuan yang masih minim terhadap dampak mengkonsumsi

minuman alkohol seperti ballo’ serta pemahaman yang minim. Pengetahuan

masyarakat tentang minuman beralkohol adalah minuman rakyat yang sering

dikonsumsi oleh masyarakat setempat sebagai salah satu minuman pererat

persaudaraan antar masyarakat satu dengan yang lain yang sudah menjadi budaya

masyarakat setempat. Persepsi yang di utarakan oleh salah satu informan yang

berinisial J yang berstatus sebagai masayarakat setempat :

Kalau saya merasa terganggu sekali anak-anakkU juga sudah banyak


yang mulai terjerumus seharusnya pihak kepolisian naperhatikan masalah
beginian apa lagi di kampung sudah sering terjadi pertengkaran gara-
gara orang minum ballo’.kita juga sebagai masyarakat merasa tidak
aman, seharusnya ini penjual ballo’ di kasih jerah semua supaya tidak
beranimi menjual.

Mengamati kembali apa yang di uraikan oleh responden tersebut bahwa

keberadaan ballo’ betul-betul merusak generasi muda dan juga memberikan rasa
78

tidak nyaman kepada masyarakat sekitar. Hal ini di sebabkan karena kurangnya

pemahaman masyarakat mengenai minuman keras tradisional (ballo’). Masyarakat

desa majannang sangat berharap agar aparat kepolisian lebih cepat menangani

masalah tersebut karena jika di biarkan berlarut-larut maka bagaimana

kedepannya kampung ini. Generasi muda merupakan generasi penerus bangsa jika

generasi muda sudah rusak maka kita sudah bisa melihat masa depan bangsa kita

akan seperti apa. Seperti yang di utarakan oleh informan dengan inisial MK dan

berstatus sebagai masyarakat setempat :

Sebenarnya kita tauji kalau ini ballo’ minuman tradisional apalagi di sini
kebanyakan pekerjaanya tukang batu tentu butuhki banyak tenaga untuk
kerja tapi gara-gara terlalu banyak yang menjual baru macam macammi
aneka ballo jadi ceritanya ini masyarakat gampangji nadapat jadi bisa
minum sepuasnya akhirnya mabukki pulang dari rumahnya bertengkar
sama istrinya,napukuli istrinya jadi kita juga sebagai tetangganya tentu
merasa tergangguki kalau setiap malam na bertengkar.jadi betul betul
harus di perhatikan sama pemerintah yang beginian.

sudut pandang setiap masyarakat tentu berbeda contohnya seperti yang di

utarakan oleh informan di atas bahwa keberadaan ballo’ sesungguhnya sangat

membantu masyarakat desa majannang terkhusus kepada pekerja buruh batu.

Ballo’ bukan sekedar minuman rakyat tetapi ballo’ sebagai obat capek bagi

masyarakat. Tetapi, terkadang masyarakat salah menggunakan minuman

tradisioanal ini mereka mengomsumsi secara berlebihan akhirnya mereka mabuk

dan tentu akan memicu pertengkaran baik dalam lingkup keluarga ataupun

kerabat. Ketika konflik ini terjadi tentu akan merugikan banyak orang baik itu
79

peminum ataupun masyarakat setempat. Seperti yang di utarakan oleh informan

selanjutnya dengan inisial S Dan berstatus sebagai masyarakat setempat :

Kita sebagai masyarakat kampung majannang hanya berharap semoga


permasalahan ini secepatnya di tangani dan kalau bisa secepatnya di
berantas karena kita tauji tidak mungkin ada peminum kalau tidak ada
yang menjual. kita sebagai masyarakat juga butuh keamanan karena kita
ketahui bersama sudah beraneka macam kejadian yang terjadi akibat
minum ballo .terus itu juga kalau mabukmi tidak langsungi pulang
kerumahnya tapi pergi balap balapan di jalan raya akhirnya
membahayakan orang yang bawa kendaraan.

Dalam suatu kebijakan memang sangat di sayangkan apabila suatu aturan

itu di buat lantas tidak adanya perhatian untuk menegakkan apa yang telah di buat.

Seperti yang di jelaskan oleh informan diatas bahwa semua masyarakat

menginginkan rasa aman dan nyaman di dalam masyarakat itu sendiri. Mereka

berharap agar aparat keamanan lebih memperhatikan kasus-kasus yang terjadi di

daerah tersebut teruntuk untuk kasus peredaran minuman keras tradisional.

Dibentuknya Peraturan Daerah tersebut didasarkan pada perkembangan Kota

makassar, banyak terjadi tindak pidana yang berawal dari pengaruh minuman

beralkohol diantaranya perkelahian yang berwujud pada penganiayaan dan

kekerasan dalam rumah tangga, keributan yang membuat tidak adanya ketenangan

pada penduduk. Hal ini diakibatkan oleh minuman yang berkadar alkohol sangat

tinggi yang mengakibatkan hilangnya kesadaran dari yang mengkonsumsi,

sehingga menjadi awal dari tindakan atau perbuatan pidana yang meresahkan

masyarakat. Pendapat tersebut di atas menujukan bahwa seorang pemabuk

biasanya dekat dengan kejahatan atau tindak pidana karena apabila seseorang
80

telah mengkonsumsi alkohol maka sudah tidak bisa berpikir secara rasional dan

emosional yang ditimbulkan oleh alkohol lebih tinggi.

Kehadiran Peraturan Daerah Nomor 1 Tahun 2013 diharapkan dapat

mengurangi bahkan menghilangkan perbuatan atau pelanggaran dalam kelompok

masyarakat maupun lingkungan sosial yang menyimpang dari norma-norma

agama, adat-istiadat dan sosial kemasyarakatan, seperti: perkosaan atau pelecehan

seksual. Alkohol adalah zat yang paling sering disalahgunakan manusia. alkohol

diperoleh atas peragian atau fermentasi madu, gula, sari buah atau umbi-umbian.

Dari peragian tersebut dapat diperoleh alkohol sampai 15 % tetapi dengan proses

penyulingan (destilasi) dapat dihasilkan kadar alkohol yang lebih tinggi bahkan

mencapai 100 %. Kadar alkohol dalam darah maksimum dicapai 30-90 menit.

Setelah diserap, alkohol atau ethanol disebarluaskan ke seluruh jaringan dan

cairan tubuh. Dengan peningkatan kadar alkohol dalam darah orang akan menjadi

euforia, namun dalam penurunannya orang tersebut menjadi depresi.

Bila dikonsumsi secara berlebihan, minuman beralkohol dapat

menimbulkan gangguan mental organik (GMO), yaitu gangguan dalam fungsi

berpikir, merasakan dan berperilaku. Timbulnya GMO itu disebabkan reaksi

langsung alkohol pada sel-sel saraf pusat. Karena sifat adiktif alkohol itu, orang

yang meminumnya lama-kelamaan tanpa sadar akan menambah takara dosis

sampai pada dosis keracunan atau mabuk. Mereka yang terkena GMO biasanya

mengalami perubahan perilaku, misalnya ingin berkelahi atau melakukan tindakan

kekerasan lainnya, tidak mampu menilai realitas, terganggu fungsi sosialnya dan

pekerjaannya. Perubahan fisiologis juga terjadi, seperti berjalan yang tidak

mantap, muka merah atau mata juling. Perubahan fisiologis yang dialami oleh
81

konsumen misalnya mudah tersinggung, bicara ngawur atau kehilangan

konsentrasi. Mereka yang sudah ketagihan biasanya mengalami suatu gejala yang

disebut sindrom putus alkohol, yaitu rasa takut diberhentikan minum alkohol.

Mereka akan sering gemetar dan jantung berdebar-debar, cemas, gelisah, murung

dan banyak berhalusinasi.

c. Penyuluhan-Penyeluhan

Pemerintah berperan besar dalam upaya penanggulangan perilaku

menyimpang. Melalui jalur penyuluhan, penataran ataupun diskusi-diskusi dapat

disampaikan kepada masyarakat tentang penyadaran kembali akan pelaksanaan

nilai, norma, dan peraturan yang berlaku. Dengan upaya ini, diharapkan setiap

masyarakat me- mahami nilai, norma, dan peraturan yang berlaku. Dimana

kesemuanya mempunyai tujuan yang baik yaitu menciptakan suatu kondisi yang

aman, serta nyaman. Kondisi ini mendukung perkembangan pribadi individu ke

arah yang lebih baik. Bagi para pelaku penyimpangan sosial, penyuluhan akan

nilai, norma, serta peraturan yang berlaku perlu dilakukan secara terus menerus

dan berkesinambungan. Terlebih-lebih pada pelaku tindak kejahatan/ kriminal.

Peran lembaga-lembaga agama, kepolisian, pengadilan, lembaga masyarakat

sangat diharapkan untuk mengadakan penyuluhan-penyuluhan tersebut.

1). Pemerintah setempat

Pemerintah berperan besar dalam upaya penanggulangan perilaku

menyimpang seperti peredaran minuman keras tradisional (ballo’). Maraknya

gangguan stabilitas keamanan yang sering terjadi di desa majannang akibat

Peredaran minuman keras tradisional (ballo’) yang semakin merajalela membuat

masyarakat semakin merasa tidak aman yang disebabkan pemicu pertengkaran,


82

ugal-ugalan di jalan, pemerkosaan, pencurian, perampokan serta perilaku

menyimpang lainnya. Dalam hal ini yang paling penting untuk di perhatikan oleh

pemerintah adalah bagaimana cara pengedar minuman keras tradisional ini bisa di

basmi sedikit demi sedikit. kurangnya pengawasan oleh pihak yang berwajib

sehingga masyarakat dengan seenaknya melanggar peraturan tersebut.

Menanggulangi kalangan masyarakat yang mempunyai kebiasaan minum-

minuman keras tradisional seharusnya perlu kontrol dari berbagai pihak dalam hal

ini seperti : masyarakat, orang pendidik, perangkat kelurahan, aparat keamaanan.

Karena lingkungan pergaulan sangat mempengaruhi tingkah setiap masyarakat.

Bagi masyarakat yang banyak sekali melakukan pelanggaran-pelanggaran

seharusnya diberikan perhatian yang khusus untuk merubahnya karena dengan

seperti itu masyarakat akan merasa terikat dengan peraturan yang ada dan bagi

aparat keamanan lebih insentif dalam mengatasi kalangan masyarakat yang

mempunyai kebiasaan minum-minuman keras tradisiona karena dengan

memberlakukan hukuman sesuai yang tertera dalam Peraturan Daerah (PERDA).

Sehingga Peraturan Daerah tersebut dapat berjalan sebagaimana mestinya.

Mengkonsumsi minuman keras tradisional adalah salah satu bentuk

penyimpangan sosial. Penyimpangan sosial yang terjadi di kalangan remaja

maupun orang dewasa tidak akan begitu saja muncul apabila tidak ada faktor

penarik atau pendorong. Faktor penarik berada di luar diri seseorang sedangkan

faktor pendorong berasal dari dalam diri/ keluarga yang memungkinkan seseorang

untuk melakukan penyimpangan tersebut. Pengaruh Penggunaan Minuman Keras

Pada Kehidupan Remaja. Permasalahan remaja makin hari semakin kompleks dan

memprihatinkan. Apalagi di era globalisasi saat ini, remaja dapat mengakses


83

segala macam informasi lewat internet, informasi yang seharusnya untuk dewasa

tapi dilihat oleh remaja, hal inilah yang seringkali memicu remaja berperilaku

negatif. Remaja dengan segala sifat dan sistem nilai tidak jarang memunculkan

perilaku-perilaku yang ditanggapi masyarakat yang tidak seharusnya diperbuat

oleh remaja. Sejauh ini kekhawatiran terbesar yang menjadi pusat perhatian

banyak kalangan adalah penyalahgunaan minuman keras khususnya minuman

keras tradisional. Kasus penyalahgunaan minuman keras tradisional saat ini sangat

memprihatinkan. Banyak sekali remaja dibawah umur yang menggunakan

minuman keras sebagai tempat pelariannya ketika di timpa masalah, mereka

berpikir dengan mengomsumsi minuman keras akan sedikit meringankan pikiran.

Beraneka ragam tingkah laku atau perbuatan remaja maupun orang dewasa

yang menyimpang dari moral dan sering menimbulkan kegelisahan dan

permasalahan terhadap orang lain. Pergaulan seperti itu juga berpotensi

menimbulkan keresahan sosial karena tidak sedikit para remaja terlibat pergaulan

negatif seperti mabuk-mabukan. Perilaku seperti itu mengandung resiko dan

dampak negatif yang berlipat ganda baik terhadap kesehatan dirinya sendiri

maupun lingkungan sekitarnya. Khususnya di daerah pedesaan dampak ini

mengakibatkan para remaja ataupun orang dewasa semakin dikucilkan dan

mendapat reputasi buruk di-masyarakatnya. Minuman keras sangat mempengaruhi

kehidupan seseorang jika kita sudah terlibat di dalamnya. Menjalankan aturan

sesuai dengan undang-undang yang telah di terapkan oleh Pemerintah daerah

secara teoritis sangatlah mudah. Akan tetapu implementasi kebijakan tersebut di

butuhkan pengawasan dan kesadaran para masyarakat. Hal ini di kemukakan oleh

narasumber yang berinisial S selaku Rw di desa tersebut :


84

Pada dasarnya kalau mau peraturan ini berjalan dengan baik dan
masyarakat juga tidak serta merta minum dan menjual ballo’ seenaknya,
memang di perlukan pengawasan yang ketat dan harus juga menjalin
kerjasama antara aparat kepolisian dengan pemerintah desa. Saya selaku
rw di sini seringkali memperingati masyarakat penjual ballo’ agar dapat
menghentikan pekerjaannya tapi sebagian masyarakat beranggapan yang
saya sampaikan hanya sebatas hiasan kata. Dan kurang juga pengawasan
oleh pihak yang berwajib sehingga masyarakat dengan seenaknya
melanggar peraturan tersebut.

Mengamati kembali apa yang di sampaikan oleh responden tersebut bahwa

berlakunya suatu aturan atau kebijakan di perlukan terjalinnya kerjasama yang

baik antara aparat kepolisian dengan pemerintah desa. Aturan tersebut dapat

bersinergi dengan penerapan suatu kebijakan. perlunya kerja sama pemerintah

(Kabupaten, Kecamatan, Kelurahan) dengan tenaga kesehatan, aparat hukum dan

tokoh masyarakat yang ada dalam memberikan pengetahuan yang lebih mendalam

tentang apa itu ballo’, apa dampak dari penggunaan ballo’ dan tindakan

pencegahan apa yang perlu dilakukan agar dapat mengurangi konsumsi ballo’ atau

mencegah untuk tidak mengkonsumsinya. masalah mengkonsumsi alkohol tidak

ada habis-habisnya sehingga pihak keamanan Polda menganggap masalah ini

sebagai hal yang perlu ditangani secara serius.

Peran Pemerintah Desa Memelihara Keamanan dan Ketertiban Masyarakat

Pemerintah pada dasarnya dibentuk untuk melayani masyarakat, terutama untuk

memenuhi kebutuhan dasarnya. Secara umum kebutuhan dasar masyarakat

meliputi pendidikan, kesehatan, daya beli serta fasilitas umum.Dalam

perkembangan selanjutnya, setelah terjadinya banyak gangguan keamanan di

berbagai tempat, timbul wacana agar keamanan juga dimasukkan ke dalam


85

kategori kebutuhan dasar masyarakat. Setiap anggota masyarakat membutuhkan

rasa aman. keamanan secara umum dapat didefinisikan sebagai suatu situasi dan

kondisi fisik yang teratur, tertib sesuai norma–norma yang berlaku, keamanan

berkaitan erat dengan ketertiban. Ketertiban adalah keadaan yang sesuai dengan

hukum, norma-norma serta kesepakatan bersama. Ketertiban lebih dekat dengan

upaya penegakan hukum dan pemenuhan norma-norma. Di luar istilah keamanan

dan ketertiban, terdapat pula istilah ketrentraman dan ketertiban. Ketentraman

secara umum sebagai suasana batin dari individu dan atau masyarakat karena

terpenuhinya kebutuhan dan keinginan sesuai norma-norma. Seperti yang di

sampaikan oleh salah satu informan inisial B status selaku RT di desa tersebut :

Pada saat kita bercerita tentang aturan sama halnya kita bercerita tentang
apa yang seharusnya kita lakukan dan apa yang tidak di perbolehkan.
Saya pribadi merasa prihatin melihat kondisi masyarakat saya seperti ini
karena jujur saya selaku RT sudah berusaha semaksimal mungkin untuk
melarang masyarakat penjual ballo’ untuk bisa berhenti tetapi kembali ke
masyarakat itu sendiri walaupun sering kali kita memperingati tetapi tidak
ada kesadaran dalam dirinya itu percuma. Jadi seperti apapun aturan itu
yang menjadi permasalahan di sini adalah kesadaran masyarakat itu
sendiri.

Persepsi informan di atas menunjukkan bahwa segala sesuatu yang kita

lakukan dan sekeras apapun usaha kita untuk menghentikan tetapi tidak ada

kesadaran dalam diri seseorang maka semuanya akan percuma. Stabilitas

keamanan dan ketertiban masyarakat akhir-akhir ini menjadi permasalahan yang

sangat menggangu, hal ini lebih dominan disebabkan karena konsumsi minuman

keras yang berlebihan. pemerintah dinilai kurang cepat dan tanggap dalam

mengurangi peredaran minuman keras ini, terlebih khusus untuk pemerintah desa
86

yang di anggap gagal membina masyarakatnya. Pada tingkat desa, pengendalian,

dan pengawasan peredaran minuman keras tradisional belum sepenuhnya

diperhatikan oleh pemerintah desa, walaupun ada beberapa daerah yang concern

dengan permasalahan minuman keras ini, seperti mengeluarkan peraturan daerah

tentang miras, atau peraturan daerah tentang mabuk, namun pada tahap

implementasinyapun banyak mengalami kendala,sehingga tujuan untuk

meminimalisir gangguan kamtibmas yang diakibatkan oleh minuman keras

tradisional ini nampaknya belum dapat dikatakan berhasil. dilain pihak

pemerintah terkesan agak kesulitan untuk menginventarisir warung atau kios yang

menjual minuman keras tradisional, sehingga tidak dapat diawasi secara

menyeluruh.

Pemerintah sebagai eksekutor dalam bidang pemerintahan, pembangunan,

dan kemasyarakatan dituntut lebih fokus memperhatikan keamanan dan

ketertibanmasyarakat, sehingga warga dapat beraktifitas dengan perasaan aman,

tanpa adanya ancaman-ancaman oleh warga lainnya akibat telah mengkonsumsi

minuman beralkohol terkhusus pada minuman keras tradisional. maraknya

peredaran minuman minuman keras tradisional dan masyarakat yang

mengkonsumsi minuman keras tradisional telah memberikan efek keresahan

dimasyarakat. Pemerintah desa yang seharusnya berkompeten mengendalikan dan

mengawasi peredaran minuman keras terkesan tidak mampu mengatasi maraknya

peredaran minuman keras tradisional ini, baik minuman beralkohol yang berlabel,

maupun tidak.mendapatkan minuman keras yang dapat di beli diwarung-warung

atau kios lebih memperparah keadaan.


87

3. Pembahasan

Setiap penelitian memerlukan kejelasan titik tolak atau landasan berfikir

dalam memecahkan suatu masalahnya. Untuk itu perlu di susun landasan teori

yang memuat pokok-pokok pikiran dalam menggambarkan permasalahan yang

akan di hadapi dan memudahkan kita untuk mencari pemecahan dari masalah

yang ada. Dalam mengkaji masalah di butuhkan suatu teori yang bersifat sebagai

unit analisis yang mampu memecahkan masalah dengan apa yang di angkat

sebagai suatu masalah.

Dalam masalah ini bagaimna peminum maupun penjual minuman keras

tradisional (Ballo’) mengungkapkan persepsinya dengan metode yang di gunakan

untuk mendapatkan hasil yang di inginkan, bahwa dalam pengkajian suatu

masalah ketika kita kaitkan dengan teori persepsi dengan bagaimana persepsi

peminum maupun penjual Ballo’ terhadap aturan yang ada di dalam masyarakat

seperti yang kita ketahui, bahwa peredaran maupun yang mengomsumsi minuman

keras tradisional (Ballo’) di larang dalam konteks aturan pemerintahan serta

dalam konteks agama. Dan apa yang menjadi alasan mereka untuk tetap menjual

dan mengomsumsi minuman keras tradisional (Ballo’). Apa yang di bahas oleh

peneliti, bisa di katakan bagaimana cara seorang individu untuk mengeluarkan

pendapatnya sesuai dengan apa yang mereka rasakan serta terbentuknya persepsi

di mulai dengan pengamatan yang melalui proses hubungan melihat, mendengar,

menyentuh, merasakan, dan menerima sesuatu hal yang kemudian seseorang

mengseleksi, mengorganisasi dan menginterpretasikan informasi yang di

terimanya menjadi suatu gambaran yang berarti. Biasanya persepsi ini hanya

berlaku bagi dirinya sendiri dan tidak bagi orang lain. Selain itu persepsi tidak
88

bertahan seumur hidup dapat berubah sesuai dengan perkembangan pengalaman,

perubahan kebutuhan, dan sikap dari seseorang baik itu laki-laki maupun

perempuan.

Menurut Philip kotler teori persepsi yang di gunakan bisa di katakana

terjawab dengan sendirinya, (1993:219) persepsi adalah proses bagaimana

seseorang menyeleksi, mengatur, dan menginterpretasikan masukan-masukan

informasi untuk menciptakan gambaran keseluruhan yang di karenakan ketika kita

wawancara yang kita lakukan masing-masing persepsi yang keluar dan memiliki

ciri khas masing-masing oleh narasumber yang menerapkan persepsi agar mampu

menerapkan untuk menciptakan keseluruhan gambaran yang berarti. Berdasarkan

hasil wawancara dan observasi bahwa perilaku masyarakat tentang minuman

keras erat kaitannya dengan kondisi lingkungan, yang meliputi kondisi lingkungan

sosial budaya seperti adanya faktor kebiasaan mengomsumsi minuman keras,

adanya faktor pergaulan baik dengan teman maupun dilingkungan kerja, adanya

faktor ingin tubuh untuk mencoba minuman keras, serta kondisi lingkungan fisik

seperti cuaca dingin.

Penjelasan dari teori Emile Durkheim (ketiadaan norma) bahwa

kemerosotan moral yang terjadi akibatnya kurangnya pengawasan dan

pengendalian sosial sehingga menyebabkan individu sulit untuk menyesuaikan

diri dalam perubahan norma, bahkan seringkali terjadi konflik norma dalam

pergaulan. Menurut Durkheim perilaku individu tidak hanya di pengaruhi oleh

individu itu sendiri, tetapi juga di pengaruhi oleh kelompok maupun organisasi

sosial lainnya. Seperti yang telah peniliti amati bahwa peredaran minuman keras

tradisional yang terjadi di dalam masyarakat tidak terjadi begitu saja tetapi ada
89

faktor pendorong yang menyebabkan seseorang untuk menjual minuman keras

tradisional. Contohnya seperti faktor dari dalam diri seseorang yang mempunyai

sifat pembangkang tidak ingin mengikuti peraturan yang ada di dalam masyarakat

dengan alasan yang cukup tidak logis.

Perilaku masyarakat mengenai minuman keras diungkapkan berdasarkan 3

(tiga) kajian yaitu kajian tentang Pengetahuan masyarakat mengenai minuman

keras tradisional, kajian tentang Sikap masyarakat mengenai minuman keras

tradisional, dan kajian tentang Tindakan masyarakat mengenai minuman keras

tradisional.

1. Pengetahuan Masyarakat Mengenai Minuman Keras tradisional

Dari hasil wawancara dan observasi, pengetahuan masyarakat mengenai

minuman keras dan dampaknya sudah bisa dikatakan baik karena informan

mengatakan sudah tahu tentang minuman keras tradisional dan apabila

dikonsumsi berlebihan akan memabukkan. Mereka meminum minuman keras

tradisional pada dasarnya berawal dari ingin mencoba sendiri, dan dari pergaulan

sesama teman ditingkat lingkungan rumah dan di tempat kerja. Pendapat tentang

apakah seseorang harus mengkonsumsi minuman keras, pada dasarnya informan

menyatakan tidak, seseorang mengkonsumsi minuman keras karena

ketergantungan dan menyatakan perlu mengkonsumsi minuman keras dengan

alasan kesehatan sebagai obat kuat. Ketergantungan seseorang akan minuman

keras tradisional terlihat dari seringnya menjadi mabuk dan sering berakibat pada

perkelahian atau tawuran. Menurut informan peminum minuman keras, minuman

keras tradisional itu minuman yang beralkohol dapat menghilangkan stress,

menghibur diri, ingin mencari kedamaian dan dapat berakibat baik bagi tubuh
90

(rasa enak), menurut mereka tubuh juga memerlukan alkohol. Sedangkan bagi

yang tidak ketergantungan mengatakan minum minuman keras dapat merusak

kesehatan. Hal ini sesuai dengan pendapat beberapa ahli bahwa orang yang

mengkonsumsi dan kecanduan minuman keras atau alkohol yang disebut dengan

istilah alcoholism (ketagihan alkohol). Kecanduan alkohol merupakan gangguan

yang kompleks dan sering dipandang dari perspektif biopsychosocial (Karsono,

2005). Menurut Hurlock (2012), awalnya mengkonsumsi minuman keras karena

ingin mencoba, ingin menghilangkan stress, dan karena ikut-ikut teman bergaul.

Menurut mereka minuman keras itu minuman yang beralkohol, dapat

menghilangkan stress dan ada yang mengatakan harus menghindari minuman

beralkohol karena merusak kesehatan. Ketika ditanya tentang pengetahuan

dampak negatif minuman keras bagi kesehatan mereka menjawab, minuman keras

merusak tubuh tetapi tidak tahu apa bahayanya secara pasti, ada yang menjawab

minuman keras bisa merusak ginjal, dan lambung. Walaupun kurang begitu

memahami terhadap bahaya minuman keras, mereka tetap mengkonsumsi.

Awalnya mengkonsumsi minuman keras menurut Triyono (2014) karena ingin

mencoba, ingin menghilangkan stress, dan karena ikut-ikut teman bergaul.

Pengetahuan merupakan domain yang sangat penting dalam membentuk perilaku

atau tindakan seseorang, karena perilaku yang didasarkan oleh pengetahuan akan

lebih baik daripada perilaku yang tidak didasari oleh pengetahuan (Notoatmodjo,

2011).

2. Sikap Masyarakat Mengenai Minuman Keras tradisional

Dari hasil wawancara dan observasi didapatkan data bahwa sikap

masyarakat dalam menguasai masalah minuman keras sudah sangat mengetahui.


91

Hal ini ditunjukkan oleh hasil penelitian yang menyatakan informan mengakui

ada yang sudah tidak dapat lagi mengkontrol saat meminum minuman keras; ada

yang menyatakan hampir terkontrol saat meminum minuman keras; dan ada yang

menyatakan masih bisa kontrol diri dalam meminum minuman keras. Ditanya

tentang sikap informan dalam melihat penyalagunaan minuman keras (alkohol),

terutama yang sampai membuat keonaran dan tawuran, Semua informan

mengatakan akan menegur dengan mengatakan tidak baik bagi kesehatan,

pendekatan secara agama, jangan berbuat lagi, menegur dengan doa, menegur

dengan mengancam akan melapor ke pihak berwajib, menegur untuk tidak lagi

minum minuman keras. Uniknya baik peminum (pencandu/ketergantungan)

maupun yang tidak pecandu/tidak ketergantungan semua mereka mengatakan

perlu ditegur bagi para peminum yang membuat keributan. Saat ini telah ada

peraturan tentang minuman keras antara lain Peraturan Kepala Badan Pengawas

Obat dan Makanan No 14 Tahun 2016 tentang Standar Keamanan dan Mutu

Minuman Beralkohol yang mengatur antara lain tentang standar keamanan

(menyangkut batas maksimum kandungan methanol), standar mutu, label, dan

iklan minuman 7 beralkohol. Batas maksimum kandungan methanol dalam

minuman beralkohol tidak lebih dari 0,01% (dihitung terhadap volume produk).

Demikian juga dengan Peraturan Presiden Nomor 74 Tahun 2013 tentang

Pengendalian dan Pengawasan Minuman Beralkohol.

Pelanggaran terhadap peraturan tersebut diatas akan dikenai sanksi

administratif berupa: peringatan tertulis, penarikan dari peredaran, pemusnaan,

penghentian sementara kegiatan, pencabutan izin edar. Terhadap pelanggaran

criminal yaitu pembuat onar, keributan, kerusahan akan ditangani oleh pihak
92

berwajib (Kepolisian). Pendapat masyarakat (informan) tentang adanya peraturan

minuman keras, semua informan menyatakan takut dan setuju sehingga akan

berdampak terhadap berkurangnya peminum alkohol yang berlebihan sehingga

mabuk dan membuat keonaran, keributan dan tawuran. Harapan informan

peraturan tentang minuman keras dapat membuat lingkungan disekitarnya

menjadi aman, nyaman dan tentram, sehingga pemerintah kelurahan tidak lagi

berat mengurus dan mengatasi keributan yang dibuat oleh para peminum

minuman beralkohol. Ada juga informan yang menyatakan hambatan yang

dihadapi untuk penerapan peraturan karena adanya faktor kecaduan (faktor

budaya); perlunya penegakan hukum pada pecandu minuman keras, dan ada

informan yang menyatakan perlunya ditopang dengan doa. Untuk itu peraturan

perundangan tentang minuman keras perlu ditegakkan.

Menurut Sunaryo (2008), Selain dari faktor kebiasaan, seseorang yang

mengkonsumsi alkohol juga di pengaruhi oleh pergaulan yang negatif yang

memberikan pengaruh dalam penggunaan minuman keras. Karena dengan

minum-minuman keras mereka berharap bisa mendapatkan kegembiraan,

menghilangkan rasa rendah diri, mempertahankan gengsi dan menghilangkan

stress atau masalah yang mereka sedang hadapi. Di samping itu, tidak sedikit yang

ikut-ikutan dan hanya sekedar mencari perhatiaan dan pengakuan bahwa dialah

yang paling hebat. Mereka tidak menyadari bahwa minuman keras berdampak

terhadap kesehatan dan tingkah laku mereka.

3. Tindakan Masyarakat Mengenai Minuman Keras

Pada umumnya masyarakat peminum minuman keras tradisional di

wilayah penelitian yang diwakili oleh informan bervariasi tingkat umur sejak awal
93

mengkonsumsi minuman beralkohol. Hasil wawancara menunjukkan informan

peminum minuman keras tradisional di wilayah studi sudah mulai minum

minuman keras sejak berumur 18 tahun mereka Terlihat bahwa peminum

minuman keras tradisional di wilayah penelitian bervariasi saat mulai meminum

minuman keras yaitu antara umur 15 tahun sampai 19 tahun. Penelitian ini sejalan

dengan hasil penelitian yang dilakukan oleh Humaidah (2013) yang meneliti

tentang persepsi pada remaja penyalahgunaan alkohol. Hasil penelitiannya

menjelaskan bahwa munculnya perilaku penyalahgunaan alkohol dipengaruhi

oleh keyakinan subjek bahwa perilaku tersebut mampu memenuhi harapannya

yaitu menghilangkan stres dan diterima oleh lingkungan. Persepsi tersebut

akhirnya juga menyebabkan perilaku tersebut diulang pada saat-saat tertentu.

Subjek yang diteliti meyakini bahwa perilaku penyalahgunaan alkohol mampu

memunculkan ketenangan dan menghilangkan stres yang sedang dialami.

Tindakan peminum minuman keras (kecanduan) di wilayah penelitian, terutama

dapat menyebabkan tindakan keonaran dan keributan antara lain tindakan

kekerasan seperti pemukulan, tawuran, perkelahian, perampokan dan bahkan

sampai ada terjadi pembunuhan. Tindakan untuk pencegahan bagi peminum

minuman keras tradisional (kecanduan) di wilayah studi bervariasi dimulai dari

saran untuk perlunya pola hidup sehat dan berbuat baik, penegakan hukum atau

peraturan, pendekatan keagamaan dan saran untuk berobat. Menurut Sulaemana

Engkeng (2016) perlunya bekerja sama pemerintah (Kabupaten, Kecamatan,

Kelurahan) dengan tenaga kesehatan, aparat hukum dan tokoh masyarakat.

Berdasarkan upaya diatas dapat dikatakan bahwa pengendalian minuman keras


94

baik yang dilakukan oleh kepolisian maupun secara terpadu harus dilaksanakan

secara berkesinambungan.

Perilaku mengkonsumsi minuman keras tradisional yang mendorong

masyarakat melalui kebiasaan karena adanya faktor kongnitif yakni pengetahuan

yang masih minim terhadap dampak mengkonsumsi minuman keras tradisional.

Pengetahuan masyarakat tentang minuman beralkohol adalah minuman rakyat

yang sering dikonsumsi oleh masyarakat setempat sebagai salah satu minuman

pererat persaudaraan antar masyarakat satu dengan yang lain yang sudah menjadi

budaya masyarakat setempat. Manusia pada umumnya dalam pembentukan

keperibadiannya sering mengikuti kebiasaan atau tradisi yang sudah dianut oleh

masyarakat sejak dulu atau dari zaman nenek moyang. Faktor pendukung semakin

terbiasanya masyarakat mengkonsumsi minuman keras tradisional juga dapat

terjadi karena mereka dapat dengan mudahnya mengakses dan mendapatkan

minuman tersebut serta alasan mengapa minuman keras tersebut selalu menjadi

bagian bagi masyarakat baik itu dalam acara pesta serta adat istiadat, serta sejak

kapan masyarakat mulai mengonsumsi ballo’ tersebut. Pengetahuan adalah hasil

penginderaan manusia, atau hasil tahu seseorang terhadap objek melalui indera

yang dimilikinya (mata, hidung, telinga, dan sebagainya). Dengan sendirinya,

pada waktu penginderaan sampai menghasilkan pengetahuan tersebut sangat

dipengaruhi intensitas perhatian dan persepsi terhadap objek. Sebagian besar

pengetahuan seseorang di peroleh melalui indera pendengaran (telinga), dan

indera penglihatan (mata) (Notoatmodjo, 2005).

Pengetahuan masyarakat tentang minuman beralkohol adalah minuman

rakyat yang sering dikonsumsi oleh masyarakat setempat sebagai salah satu
95

minuman pererat persaudaraan antar masyarakat satu dengan yang lain yang

sudah menjadi budaya masyarakat setempat. Pengetahuan itu sendiri dipengaruhi

oleh faktor pendidikan formal. Pengetahuan sangat erat hubungannya dengan

pendidikan, dimana diharapkan bahwa dengan pendidikan yang tinggi maka orang

tersebut akan semakin luas pula pengetahuannya. Akan tetapi perlu ditekankan,

bukan berarti seseorang yang berpendidikan rendah mutlak berpengetahuan

rendah pula. Pengetahuan seseorang tentang suatu objek mengandung dua aspek,

yaitu aspek positif dan negatif. Kedua aspek ini yang akan menentukan sikap

seseorang semakin banyak aspek positif dan objek yang diketahui, maka akan

menimbulkan sikap makin positif terhadap objek tertentu. Pemahaman tentang

jenis minuman beralkohol yang diketahui informan adalah seputar jenis- jenis

ballo’ (tuak)’, antara lain seperti ballo’ te’ne dengan ballo’ ase . Beberapa dari

jenis tersebut setelah diobservasi merupakan jenis minuman yang memang diberi

label sesuai dengan bahan dasar pembuatan ballo’ tersebut.

Hasil tersebut menunjukkan sebagian besar masyarakat menganggap

bahawa mengonsumsi minuman beralkohol berarti mempertahankan kebiasaan

adat yang ada serta sebagai wujud kumpul orang bersaudara (kumpul bersama

saudara) dengan tujuan mempererat tali persauadara antara satu dengan yang lain.

Salah satu hal dalam kutipan di atas juga disebutkan bahwa mengkonsumsi

minuman keras tradisional selain sebagai sarana untuk kumpul bersama dan

berbagi kebahagian setelah aktivitas sehari-hari, juga sebagai wujud menjaga

kebersamaan. Minuman beralkohol juga menjadi bagian penting dan harus ada

dalam sebuah perayaan, misalnya pesta perkawinan,acar ulang tahun atau

syukuran. Masyarakat mempunyai kepercayaan yaitu, sikap untuk menerima


96

sesuatu pernyataan atau pendirian, tanpa menunjukkan sikap pro dan kontra.

Artinya jika orang percaya bahwa minim minuman keras tidak baik untuk

kesehatan, maka dianggaplah hal itu adalah benar, terlepas dari apakah dia suka

atau tidak minum minuman keras (widodo, 2004).

Masyarakat bersosialisai antara satu dengan yang lainnya tentu saja tidak

selalu terjalin hubungan yang baik apalagi sudah mengonsumsi minuman keras

sehingga emosi yang tidak bisa di kontrol sehingga memicu konflik yang dapat

mengganggu ketertiban dan kenyaman masyarakat, hal ini sangat disayangkan.

Melihat hal ini selaku pemerintah setempat sangat kesal dengan hal ini sebab hal

ini terkesan merusak kebiasaan yang sudah membudaya bagi masyarakat setempat

yang semestinya harus di jaga dan dilestarikan bukan untuk menjadi alasan

sebagai tidakan yang menyimpang dan merugikan orang lain. Semakin seringnya

masyarakat mengkonsumsi minuman beralkohol, semakin besar kemungkinan

memicu perilaku yang dapat membahayakan baik itu yang mengonsusmi, selain

dampak fisik terdapat beberapa dampak lainnya terlebihi lagi jika aktivitas

mengkonsumsi minuman beralkohol dilakukan sambil melakukan akivitas

berisiko yang tentunya dapat merugikan diri sendiri dan orang lain.
97

BAB Vl

PENUTUP

A. KESIMPULAN

Berdasarkan hasil penelitian maka dapat disimpulkan bahwa :

1. Mengkonsumsi minuman keras tradisional dipengaruhi oleh beberapa faktor

diantaranya yaitu faktor lingkungan dan faktor pendidikan, karena tingkat

pendidikan akan mempengaruhi cara pandang dan pengetahuan seseorang.

2. Dari aspek penyebab seseorang mengomsumsi minuman keras tradisional

terdapat 5 faktor : yaitu faktor keluarga, faktor individu, faktor lingkungan,

faktor agama, dan faktor pendidikan. Tetapi Faktor yang dominan

menyebabkan perilaku mabuk-mabukan adalah faktor individu itu sendiri,

rasa ingin tahu setiap individu, terutama bagi remaja dimana salah satu

sifatnya adalah ingin mencoba hal-hal yang baru dan kemudian menjadi

faktor penyebab mengkonsumsi minuman tradisional'

3. Perilaku minum ballo’ 80% dilakukan oleh petani dan masyarakat yang putus

sekolah. Ballo’ dapat memberikan manfaat jika diminum dalam dosis yang

sesuai dan tidak berlebihan.

4. Perilaku minum ballo’ tidak hanya memiliki pengaruh negatif tetapi juga

pengaruh positif yakni; peminum ballo’ mempunyai rasa solidaritas dan

gotong royong yang sangat tinggi terhadap sesamanya, ballo’ juga bisa

dijadikan sebagai obat penambah stamina.

5. Dampak positif mengomsumsi ballo’ secara tidak berlebihan yaitu

mempererat persahabatan antara warga, memunculkan adanya pembagian

97
98

karya di masyarakat, terbentuknya kelompok atau golongan di masyarakat

yang didasarkan berbagai kepeentingan dan tujuan, terjadinya kerjasama

antara warga sehinggaterbentuk masyarakat yang harmonis sedangkan,

6. Dampak negatif mengomsumsi ballo’ secara berlebihan yaitu dapat

menimbulkan ketegangan sosial, pertengkaran sosial, konflik sosial, dan

dapat menimbulkan persaingan yang tidak sehat.

B. SARAN

1. Menanggulangi kalangan masyarakat yang mempunyai kebiasaan minum-

minuman keras seharusnya perlu kontrol dari berbagai pihak dalam hal ini

masyarakat, orang pendidik, perangkat kelurahan, aparat keamaanan. Karena

lingkungan pergaulan sangat mempengaruhi, kebiasaan minum-minuman

keras di kalangan masyarakat.

2. Bagi aparat keamanan lebih insentif dalam mengatasi kalangan masyarakat

yang mempunyai kebiasaan minum-minuman keras. Dengan memberlakukan

hukuman sesuai tertera dalam Peraturan Daerah (PERDA). Sehingga

Peraturan Daerah tersebut dapat dilaksanakan dengan nyata dan tidak hanya

sebagai Undang-Undang tertulis saja akan tetapi dilaksanakan seoptimal

mungkin.

3. Perlu adanya perubahan dalam Peraturan Daerah (PERDA) dan lebih

mempertegas, dengan cara memberikan sanksi yang tegas terhadap pengedar,

penjual dan pembeli.

4. Perlunya upaya pengendalian, pengawasan peredaran minuman keras dalam

bentuk peraturan desa, yang memberikan sanksi kepada pelanggar sehingga

dapat menimbulkan efek jera bagi para pelanggar.


99

5. Perlunya sosialisasi mengenai peraturan daerah nomor 4 tahun 2014 oleh

pemerintah kabupaten maupun pemerintah kecamatan serta aparat kepolisian,

agar pemerintah desa mengetahui tindakan apa saja yang akan dilakukan

dalam melaksanakan pengendalian peredaran minuman keras


100
100

DAFTAR PUSTAKA

Bernard Raho. 2007. Teori Sosiologi. Jakarta: Prestasi Pustaka Publisher.

Margaret. M. Poloma. 1994. Sosiologi Kontemporer. Jakarta: PT Raja Grafindo


Persada.

Wardi Bachtiar. 2006. Sosiologi Klasik dari hingga Parsons. Bandung: PT


Remaja Rosdakarya.

Soekanto. Soerjono. 2005. Sosiologi Suatu Pengantar: Jakarta: Rajawali persada

Notingham, Elisabeth. 2002. Agama dan Masyarakat. Jakarta: Gara Grafindo


Persada.

Gunarsa, Gunarsa. 1986. Psikologi Perkembagan Anak dan Remaja. Jakarta: PT


BPK Gunung Mulia.

Supardan, Dadang. 2009. Pengantar Ilmu Sosial Sebuah Kajian Pendekatan


Struktural. Jakarta: Bumi Aksara.

Santrock, J.W. 2003. Adolescence Perkembangan Remaja. Edisi Keenam.


(Terjemahan Oleh Shinto B. Adeler dan Sherly Saragih). Jakarta: Erlangga.

David Jary, Julia jary. 1991. Sosiology Dictionary, New York: HarperCollins.

Fred, Schwarz. 1960. You Can Trust the Communists. New Jersey: Prentice-Hall,
Inc, Englewood Cliffs.

George Ritzer, Douglas J. Goodman. 2008. Modern Sociological Theory, 6th


Edition, Jakarta: Kencana.

Lewis Coser. 1967. Continuities in the Study of Social Conflict. New York: Free
Press.
101

Lewis Coser. 1956. the Function of Social Conflict. New York: Free Press.

Papalia, Diane, Old. S. W., Feldman, R. D. 2008. Psikologi Perkembangan. Jakarta:


Kencana Prenada Media Group.

Pusat Bahasa. 2008. Kamus Besar Bahasa Indonesia, Jakarta: Pusat Bahasa.

Ralf Dahrendorf. 1956. Class and Class Conflict in Industrial Society, Calif.:
Stanford University Press.

Tom Bottomore, dkk. 1979. Karl Marx: Selected Writings in Sociology and Social
Philosphy. Victoria: Penguin Books.

Roberston, & Roland. 1993. Agama dalam Analisa dan Interprestasi Sosiologis:
Jakarta: Rajawali Persada.

Abdullah, Taufik. 1993 Agama: Etos Kerja dan Perkembangan Ekonomi: Jakarta.

Agus, Bustanuddin. Agama dalam Kehidupan Manusia Pengantar Antropologi


Agama. Jakarta: Rajagrafindo Persada.

Tumanggor, Rusman, Nurochim, Ridho, & Kholis. 2010. Ilmu Sosial dan Budaya
Dasar: Jakarta: Kencana.

Abdullah, Taufik. 1993. Agama: Etos Kerja dan Perkembangan Ekonomi. Jakarta

Narwoko, Dwi & Suyanto, Bagong. 2007. Sosiologi: Teks Pengantar dan
Terapan. Jakarta: Kencana.

Dea, Thomas. Sosiologi Agama Suatu Pengenalan Awal. Jakarta: Raja Grafindo.

Sunarno, & Siswanto. 2008. Hukum Pemerintahan Daerah di Indonesia. Jakarta:


Sinar Grafika Offset.
102

Bouman. 1976. Sosiologi Pengertian dan Masalah. Jogjakarta: Yayasan Kanisius.

Notingham, & Elisabeth. 2002. Agama dan Masyarakat. Jakarta: Raja Grafindo
Persada.

Agus, & Bustanuddin. 2007. Agama dalam Kebudayaan Manusia: Pengantar


Antropologi Agama. Jakarta: PT Raja Grafindo Persada.

Agussalim, Musir, & Muhammad. 2008. Ilmu Sosial Budaya Dasar: Makassar.

Abdulsyani. 1994. Sosiologi: Skematika, Teori dan Terapan. Jakarta: Bumi


Aksara.

Akhir, M. (2016, December). PENGEMBANGAN MATERI AJAR BAHASA


INDONESIA BERBASIS KARAKTER PADA MAHASISWA
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH MAKASSAR. In ISQAE 20165
INTERNATIONAL SEMINAR ON QUALITY & AFFORDABLE (p. 663).
LAMPIRAN-LAMPIRAN
HASIL DOKUMENTASI

Wawancara pada tanggal 15 April 2018

Wawancara pada tanggal 17 April 2018


Wawancara pada tanggal 18 April 2018

Wawancara 20 April 2018


Wawancara 23 April 2018
Wawancara 24 April 2018

Wawancara 27 April 2018


Wawancara 28 April 2018

Wawancara 28 April 2018


PEDOMAN WAWANCARA

1. Bagaimana persepsi bapak/ibu mengenai keberadaan penjual Ballo’?

2. Bagaimana persepsi bapak/ibu mengenai keberadaan peminum Ballo’?

3. Apakah bapak/ibu setuju dengan keberadaan peminum Ballo’?

4. Apa yang menyebabkan bapak/ibu menyukai Ballo’?

5. Apa alasan ibu/bapak menjual Ballo’?

6. Apakah bapak/ibu setuju dengan keberadaan penjual Ballo’?

7. Apa saja upaya bapak selaku aparat keamanan dalam pencegahan peredaran

minuman keras tradisional (Ballo’)?

8. Bagaimana tindakan bapak selaku tokoh masyarakat dalam pencegahan

minuman keras tradisional (Ballo’)?

9. Kejadian apa saja yang sering terjadi akibat keberadaan peminum Ballo’?

10. Apa saja tindakan ibu/bapak dalam pencegahan peredaran minuman keras

tradisional (Ballo’)?
RIWAYAT HIDUP

Rezky Yani S. Lahir di Desa Majannang Kecamatan Bajeng

Kabupaten Gowa pada tanggal 29 September 1995. Anak ke tiga

dari tiga bersaudara dari pasangan Ayahanda Sultan dan Ibunda

Nurhayati. Penulis masuk sekolah dasar pada tahun 2002 di SD

Inpres Bonto Bu’ne Kabupaten Gowa Tamat pada tahun 2008, dan pada tahun itu

juga peneliti melanjutkan pendidikan di SMP Negeri 1 Bajeng dan selesai pada

tahun 2011, dan tamat di SMK Negeri 1 Limbung pada tahun 2014. Pada tahun

yang sama (2014), penulis melanjutkan pendidikan pada program Strata Satu (S1)

Program Studi Pendidikan Sosiologi Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan

Universitas Muhammadiyah Makassar dan selesai pada tahun 2018.


PROFIL INFORMAN PENELITIAN

1. Informan 1
Nama : MUH. SUBAIR
Umur :18 Tahun
Alamat : MAJANNANG

Muh. Subair merupakan seorang pelajar yang duduk di kelas tiga SMA.
Dia mengomsumsi minuman keras tradisional karena faktor ingin mencoba serta
ikut-ikutan dengan temannya.

Informan II
Nama : AKBAR SYAM
Umur : 19 Tahun
Alamat : Doja

Akbar Syam merupakan seorang pelajar yang duduk di kelas tiga SMA.
Dia merupakam anak yatim yang tinggal bersama ibunya. Dia mengomsumsi
minuman keras tradisional karena faktor lingkungan yang memaksanya.

Informan III
Nama : RIZAL HIDAYAT
Umur : 17 Tahun
Alamat : Bontorea

Rizal Hidayat merupakan seorang pelajar yang duduk di kelas 1 SMK. Dia
merupakan anak ke 5 dari 6 bersaudara dan adapun alasan kenapa dia
mengomsumsi minuman keras tradisonal ini karena Rizal menganggap bahwa
Ballo’ merupakan minuman rakyat yang biasa di minum oleh semua masyarakat.
Informan IV

Nama : NABA BAKRI

Umur : 45 Tahun

Alamat : Bontorea

Naba Bakri merupakan seorang pekerja buruh batu bata yang di karunia
tiga seorang anak. Faktor yang membuat beliau mengomsumsi minuman keras
tradisional karena dia mempunyai persepsi bahwa Ballo’ merupakan obat capek
yang mampu mengembalikan staminanya.

Informan V

Nama : RANYU’ HERMANTO

Umur : 49 Tahun

Alamat : Bara’-Bara’

Ranyu’ Hermanto merupakan seorang supir angkutan umum yang


bekerja untuk menafkahi keluarganya. Alasan beliau mengomsumsi minuman
keras tradisional karena menurut beliau Ballo’ mempunyai banyak manfaat bagi
pekerja keras selain sebagai obat capek juga sebagai obat penunjang nafsu
makan.

Informan VI

Nama : DG NGEWA

Umur : 57 Tahun

Alamat : Majannang
Dg Ngewa merupakan seorang pembuat batu merah yang bekerja untuk
menafkahi keluarganya. Alasan beliau mengomsumsi minuman keras tradisional
karena dia beranggapan bahwa Ballo’ merupakan minuman rakyat yang tidak
bisa di musnahkan begitu saja. Ballo’ minuman rakyat yang selalu di sajikan
ketika ada acara nikahan ataupun acara-acara tertentu.

Informan VII

Nama : DG MEMANG

Umur : 65 Tahun

Alamat : Majannang

Dg Memang merupakan seoarang janda beranak 3 dengan status sebagai


penjual Ballo’. Alasan beliau menjual Ballo’ karena tidak ada pekerjaan lain
yang bisa beliau kerjakan sementara anaknya membutuhkan biaya untuk
sekolah.

Informan VIII

Nama : DG NGALLE

Umur : 59 Tahun

Alamat : Majannang

Dg Ngalle merupakan seseorang yang berstatus sebagai penjual Ballo’ dengan


alasan bahwa menjual Ballo’ merupakan pekerjaan yang sudah cukup lama dia
tekuni, dan beliau bisa bertahan sampai sekarang di sebabkan karena banyaknya
masyarakat yang menyukai minuman tersebut.

Informan IX

Nama : RIANTO
Umur : 63 Tahun

Alamat : Majannang

RIANTO merupakan laki-laki Tuna Netra yang hidup sebatang kara.


Salah satu alasan beliau menjual Ballo’ karena tidak ada modal untuk
mendirikan usaha lain.

Informan X

Nama : SYAFARUDDIN

Umur : 57 Tahun

Alamat : Majannang

SYAFARUDDIN merupakan salah satu tokoh masyarakat (RW) di Desa


Majannang yang di karuniai oleh 2 seoarang anak.

Informan X1

Nama : BASRI

Umur : 64 Tahun

Alamat : Majannang

BASRI merupakan salah satu tokoh masyarakat (RT) di Desa Majannang


yang mempunyai peran penting dalam penanggulangan peredaran minuman
keras tradisional.

Informan XII

Nama : SUAIB S.SOS

Umur : 45 Tahun
Alamat : Btn Bajeng Permai

SUAIB S.SOS merupakan salah satu aparat keamanan di POLSEK


Bajeng yang sering menangani masalah peredaran minuman keras tradisional di
Desa Majannang.

Informan XIII

Nama : JUMRIANI

Umur : 49 Tahun

Alamat : Majannang

JUMRIANI merupakan masyarakat penduduk Desa Majannang yang merasa


sangat terganggu dengan keberadaan Ballo’. Beliau merasa bahwa banyak anak-
anak remaja yang sudah mulai terjerumus.

Informan XIV

Nama : MARIATI KAHNIAR

Umur : 38 Tahun

Alamat : Majannang

Mariati Kahniar merupakan salah satu masyarakat Desa Majannang yang


memberikan tanggapan bahwa keberadaan Ballo’ bukanlah suatu kesalahan
melainkan yang menjadi permasalahan masyarakat yang tidak mampu untuk
membatasinya.
Informan XV

Nama : SAPRI DG MUNTU

Umur : 63 Tahun

Alamat : Majannang

Sapri merupakan masyarakat penduduk Desa Majannang yang


mempunyai 5 seorang anak dan sangat berharap agar pihak dari kepolisian dapat
mengatasi secepatnya masalah tentang minuman keras tradisional ini. Karena
menurut beliau dengan keberadaanya bukan hanya mengganggu masyarakat tapi
bahkan membahayakan masyarakat itu sendiri.

Anda mungkin juga menyukai