Anda di halaman 1dari 79

STRATEGI PENYELESAIAN KONFLIK SOSIAL TERHADAP PESTA

DEMOKRASI DI KABUPATEN BULUKUMBA

SKRIPSI

Diajukan untuk Memenuhi salah Satu Syarat guna Memperoleh Gelar Sarjana
Pendidikan pada Jurusan Pendidikan Sosiologi Fakultas Keguruandan Ilmu
Pendidikan Universitas Muhammadiyah Makassar

Oleh :
KUSMAN
10538307314

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN SOSIOLOGI


FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH MAKASSAR
MAKASSAR
2021
KATA PENGANTAR

Puji syukur kita panjatkan kehadirat Allah SWT. karena atas berkat,

rahmat dan hidayah-Nya lah sehingga penyusunan Skripsi ini selesai sesuai

dengan waktu yang diperlukan. Salam dan shalawat kepada baginda Rasulullah

Saw., Sang intelektual sejati ummat manusia yang menyampaikan pengetahuan

dengan cahaya Ilahi, dia juga manusia yang mencapai akal Mustofaq, manusia

cerdas manusia paripurna.

Skripsi ini sebagai salah satu syarat dalam rangka untuk memperoleh gelar

sarjana pendidikan pada Program Studi Pendidikan Soisologi Fakultas Keguruan

dan Ilmu Pendidikan Universitas Muhammadiyah Makassar. Disadari sepenuhnya

bahwa penulisan Skripsi ini tidak mungkin terwujud tampa ada bantuan dan

dorongan dari berbagai pihak. Oleh karena itu sudah sepantasnya pada

kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih dan penghargaan kepada kedua

orang tua yang telah memberikan motifasi sejak lahir hingga hari ini merekalah

manusia luar biasa yang pernah memberikan kasih sayang langsung pada saya

tanpa perantara dan tanpa pamri. Terimah kasih juga penulis ucapkan kepada

semua kaka-kaka saya yang berada di Jurusan Sosiologi dan Jurusan lain yang

tidak sempat disebutkan, teman-teman dan adik-adik yang sudah banyak

membantu penulis dalam berbagai masalah hingga akhirnya penulis dapat

menyelesaikan Skripsi ini.

ii
Disadari sepenuhnya bahwa penulisan skripsi ini tidak mungkin terwujud

tanpa bantuan dan dorongan dari berbagai pihak. Oleh karena itu, sudah

sepantasnya jika pada kesempatan ini kami mengucapkan terima kasih dan

penghargaan yang setinggi-setingginya kepada:

1. Dr. H. Abdul Rahman Rahim, S.E., M.M., selaku Rektor Universitas

Muhammadiyah Makassar.

2. Erwin Akib, S.Pd., M.Pd., Ph.D. selaku Dekan Fakultas Keguruan dan Ilmu

Pendidikan Universitas Muhammadiyah Makassar.

3. Dr. H. Nursalam, M. Si. selaku pembimbing I.

4. Sam’un Mukramin, S. Pd., M. Pd.selaku pembimbing II.

5. Staff dan dosen pengajar Universitas Muhammadiyah Makassar.

6. Teman-teman seperjuangan selama menimbah ilmu di Universitas

Muhammadiyah Makassar.

Penulis merasa skripsi ini tentu masih jauh dari sempurna, oleh karena itu

kritik dan saran yang membangun sangat penulis butuhkan dalam

menyempurnakan Skripsi ini. Karena bagi penulis, kritikan itu suatu keniscayaan

dari impelementasi kasih sayang. Akhirnya, hanya kepada Allah SWT kita

bermohon semoga berkat rahmat serta limpahan pahala dan semoga niat baik dan

suci serta usaha mendapat ridho disisinya, Amin.

Makassar, juni 2021

Kusman

iii
DAFTAR ISI

SAMPUL

HALAMAN JUDUL

LEMBAR PENGESAHAN..............................................................................ii

LEMBAR PERSETUJUAN PEMBIMBING...................................................iii

KARTU KONTROL PEMBIMBING I............................................................iv

KARTU KONTROL PEMBIMBING II..........................................................v

SURAT PERNYATAAN.................................................................................vi

SURAT PERJANJIAN.....................................................................................vii

MOTTO DAN PERSEMBAHAN....................................................................viii

ABSTRAK........................................................................................................ix

KATA PENGANTAR......................................................................................x

DAFTAR ISI.....................................................................................................xii

DAFTAR TABEL.............................................................................................xv

DAFTAR GAMBAR........................................................................................xvi

BAB. I PENDAHULUAN...............................................................................1

A. Latar Belakang Masalah..........................................................................1

B. Rumusan Masalah....................................................................................3

C. Tujuan......................................................................................................4

D. Manfaat....................................................................................................4

BAB. II KAJIAN PUSTAKA DAN KARANGKA PIKIR..........................6

A. Kajian Pustaka.........................................................................................6

iv
1. Konflik...............................................................................................6

2. Demokrasi..........................................................................................27

3. LandasanTeori....................................................................................30

4. Penelitian yang Relevan.....................................................................31

B. Kerangka Konsep.....................................................................................33

BAB. III METODE PENELITIAN...............................................................35

A. Jenis Penelitian.........................................................................................35

B. Lokus Penelitian.......................................................................................35

C. Informan Penelitian..................................................................................35

D. Fokus Penelitian.......................................................................................37

E. Instrument Penelitian...............................................................................37

F. Tehnik Pengumpulan Data.......................................................................38

G. Jenis dan Data Penelitian.........................................................................38

H. Tehnik Analisis Data................................................................................39

I. Tehnik Keabsahan Data...........................................................................40

BAB. IV GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN..........................42

A. Gambaran Umum Kabupaten Bulukumba...............................................42

B. Letak Geografis Kabupaten Bulukumba..................................................45

C. Gambaran Umum Kecamatan Rilau Ale.................................................47

BAB.V HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN................................48

A. Strategi Penyelesaian Konflik Sosial Terhadap Pesta Demokrasi Di

Bulukumba...............................................................................................48

B. Hasil Observasi Dan Pembahasan...........................................................60

v
BAB. VI PENUTUP........................................................................................65

A. Kesimpulan..............................................................................................65

B. Saran........................................................................................................66

DAFTAR PUSTAKA......................................................................................67

LAMPIRAN.....................................................................................................69

vi
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Partai politik adalah tempat untuk masyarakat yang ikut serta dan

berpartisipasi dalam penataan Negara. Saat ini partai politik sudah sangat akrab di

lingkungan kita. Sebagai lembaga politik, partai bukan sesuatu yang dengan

sendirinya ada. Kelahirannya mempunyai sejarah cukup panjang. Meskipun juga

belum cukup tua, bisa dikatakan partai politik merupakan organisasi yang baru

dalam kehidupan manusia, jauh lebih muda di bandingkan dengan organisasi

negara, dan baru ada di negara modern.

Seperti yang kita ketahui Pemilu merupakan salah satu peristiwa besar

demokrasi yang harus menggunakan biaya yang besar, sehingga proses demokrasi

dapat dilakukan secara menyeluruh dalam proses demokrasi. Dalam pesta

demokrasi, konflik adalah pertikaian yang terjadi pada individu ataupun kelompok

karna masing-masing diantaranya memiliki kepentingan yang berbeda. Pendapat

yang berbeda denga demokrasi dimana juga dipercayai oleh sebagian masyarakat

bahwa tempat dalam mengubah konflik. Meski demokrasi dan juga konflik adalah

dua hal yang berbeda, perbedaan pandangan maupun pendapat antar kelompok

yang sering menjadi salah satu penyebab terjadinya suatu konflik sosial diantara

keduanya.

Seperti yang sering terjadi dalam penyelenggaraan Pemilukada di Kabupaten

1
Bulukumba, yang seringkali memunculkan konflik. Konflik yang biasa disebabkan

oleh beberapa factor baik dari dalam maupun dari luar diantaranya; calon tim

sukses, keluarga, organisasi, praktik politik.Massa dapat dikerahkan dengan sedikit

imbalan sehingga pola hubungan diantara aktor utama dan aktor pendukung

sifatnya cenderung loyalis, mobilisasi sementara pihak elite cenderung berperilaku

manipulatif atas massa pendukungnya.

Secara tegas konflik adalah ketidak samaan pendapat antar kedua belah pihak

yang menjadi akibat sebagai pengganggu dalam mencapai tujuan, Dalam situasi

konflik demikian penyelesaian didaerah ini seringkali minimbulkan kendala.

keadaan dari dalam yang menjadi kasus suatu konflik pilkada seperti institusi-

institusi pemerintahan pusat yang jadi pihak yang signifikan. Terjadinya konflik

tidak bisa dihindari karena dengan adanya sebuah partai politik pasti ada suatu

kepentingan didalamnya, kepentingan itu berbeda-beda partai satu dengan yang

lainnya. Ketika terjadi suatu petentangan pada hal tertentu yang bisa menghalangi

sebuah proses politik maka pengelolahan lingkungan dan sumber daya akan

berjalan tidak efektif. Pertentangan kepentingan diantara anggota organisasi atau

dalam komunitas masyarakat merupakan suatu kewajaran. Maka dari itu, konflik

timbul karena satu pihak mencoba untuk merintangi atau mengganggu pihak lain

dalam usahanya mencapai suatu tujuan. Brown (Jemadu 2008: 204) menyatakan

bahwa konflik internal adalah konflik yang hanya dapat dijelaskan oleh satu faktor

dan variabel. Adanya penekanan pada pengaruh kebijakan dan perilaku kader

pemimpin sebagai pemicu timbulnya konflik internal, akan tetapi Brown tidak

membantah mengenai faktor-faktor struktural, politik, ekonomi, budaya dan

2
konseptual yang juga dapat membawa pengaruh konflik. Brown lebih

berpandangan bahwa faktor perilaku pemimpin adalah hal yang paling

berpengaruh untuk konflik internal Sejalan dengan itu pula konflik partai politik

merupakan hal yang dapat ditemukan ketika dalam organisasi terdapat kondisi

yang berubah, karena partai politik itu sendiri terorganisir dalam organisasi yang

basis massanya sangat besar. Ketika melihat konflik sosial dari sisi positif artinya

suatu konflik dapat menjadi pacuan awal adanya suatu perubahan. Konflik sosial

akan terjadi jika salah satu kelompok sosial berada pada kondisi yang tidak

menguntungkan, sehingga yang berada pada Kelompok yang tidak di untungkan

tersebut menginginkan adanya perubahan dan harus ada jalan keluarnya.

Berdasarkan berbagai permasalahan yang dipaparkan di atas maka peneliti

menganggap penting melakukan penelitian dengan judul “Strategi Penyelesaian

Konflik Sosial Terhadap Pesta Demokrasi Di Kabupaten Bulukumba”.

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang dan identifikasi masalah, maka dapat dirumuskan

permasalahan sebagai berikut:

1. Bagaimana strategi penyelesaian konflik sosial terhadap pesta demokrasi di

Kabupaten Bulukumba?

2. Lembag apa saja yang berperan dalam penyelesaian konflik sosial terhadap

pesta demokrasi di Kabupaten Bulukumba?

3. Bagaimana dampak penyelesaian konflik sosial terhadap pesta demokrasi di

Kabupaten Bulukumba?

3
C. Tujuan Penelitian

Sesuai dengan rumusan masalah, maka tujuan dari penelitian adalah sebagai

berikut:

1. Untuk mengetahui strategi penyelesaian konflik sosial terhadap pesta

demokrasi di Kabupaten Bulukumba.

2. Untuk mengetahui dampak penyelesaian konflik sosial partai terhadap pesta

demokrasi di Kabupaten Bulukumba.

3. Untuk mengetahui Lembaga apa saja yang berperan dalam penyelesaian

konflik sosial terhadap pesta demokrasi di Kabupaten Bulukumba

D. Manfaat Penelitian

1. Secara teoritis.

a. Sebagai pembanding antara teori yang didapat dari bangku perkuliahan

dengan fakta yang dilapangan.

b. Hasil dari penelitian ini dapat digunakan sebagai bahan acuan dibidang

penelitian yang sejenis.

2. Secara praktis.

a. Bagi Penulis.

Penelitian ini dapat menambah pengetahuan sebagai bekal dalam

mengaplikasikan pengetahuan teoritik terhadap masalah praktis.

b. Bagi Masyarakat.

Penelitian ini diharapkan dapat memberikan petunjuk umum tentang

Strategi penyelesaian konflik sosial terhadap pesta demokrasi di Kabupaten

Bulukumba.

4
c. Lembaga-lembaga yang terkait.

Penelitian ini dapat memberikan sumbangan yang berarti bagi berbagai

pihak sebagai bahan tambahan informasi bagi para peneliti lanjutan.

BAB II

KAJIAN PUSTAKA

A. Kajian Konsep

1. Konflik

Konflik sudah menjadi hal yang biasa terjadi karna pada umumnya koflik juga

memiliki fungsi positif, konflik menjadi salah satu bagian sejarah manusia.

konflik merupakan suatu bagian dari proses pemenuhan kebutuhan dasar manusia,

konflik dapat didefinisikan sebagai persepsi mengenai perbedaan kepentingan

(perbedaan presepsi yang menarik), atau sudah menjadi suatu kepercayaan tentang

perbedaan pendapat terhadap pihak-pihak yang berkonflik.

Konflik adalah salah satu bentuk kehidupan sosial yang berlaku didalam

berbagai keadaan karena diakbatkan perbedaan pendapat diakibatkan karna

dimana pihak satu dengan yang lain mengalami perbedaan secara berurutan.

Selain perbedaan pedapat, hubungan juga bisa dilakukan dengan saling bantu serta

saling kerjasama juga bisa mengakibatkan terjadinya konflik. Semua ini dapat

terjadi dikarenakan setiap kelompok organisasi memiliki kepentingan yang

berbeda dan tidak dapat melakukan kerjasama dengan kelompok lain.

Menurut Robbin (1996), dengan adanya konflik pada suatu kelompok dapat

disepakati dengan adanya pendapat yang berbeda dan kadang mereka tidak

5
menyadari adanya konflik dalam kelompok. Dan ketika itu terjadi maka dianggap

tidak terjadi konflik. Dan Sebaliknya ketika mereka menganggap bahwa terdapat

konflik dalam suattu kelompok maka konflik tersebut dianggap benar-benar ada.

Sedangkan Soerjono Soekanto berpendapat bahwa konflik adalah salah satu

proses sosial di mana setiap individu maupun kelompok berusaha dalam

memenuhi setiap keinginannya denagan berbagai cara walaupun itu menentan

pihak lawan bahkan dapat disertai dengan ancaman ataupun kekerasan.

Lewis A. Coser (Margaret M. poloma, 1992: 113-117) telah membahas

tentang teori perbedaan pendapat dalam hubungan sosial:

a. Perbedaan pendapat didalam hubungan sosial yang intim

Ketika terdapat suatu konflik didalam setiap hubungan sosial yang intim,

dalam pemisah diatara koflik realitas dengan nonrealitas maka akantidak dapat

untuk dipertahankan. bahwa ketika suatu hungan semakin dekat maka rasa kasih

sayang juga akan semakin besar dibandingkan dengan tingkat perbedaan

pendapat. Begutupun pada suatu hubungan sekunder, seperti halnya dengan teman

kerja, sehingga rasa untuk mengungkapkan permusuhan lebih bebas.

b. Fungsionalitas konflik

Coser mengambil hasil pengamatan George Simmel yang mengatakan dimana

konflik bisa bersifat positif karna mampu meniadakan pertentangan yang dapat

terjadi dengan mempertahankan keutuhan pada kelompok. Salah satu hasil

pengamatan yang dilakukan oleh Simmel kepada masyarakat Yahudi, dimana

terjadinya konflik didalam suatu kelompok dapat dihubungkan dengan terjadinya

interaksi didalam kelompok dengan keseluruhannya.

6
c. Akibat yang dapat mempengaruhi konflik dengan kelompok luar dan struktur

kelompok

Menurut Coser, perbedaan pendapat yang terjadi pada suatu kelompok luar

bisa membantu memantapkan batas-batas structural. Perbedaan pendapat terhadap

kelompok luar juga sebaliknya bisa membantu meninggikan integrasi didalam

suatu kelompok dengan tingkat hubungan suatu kelompok sebelum terjadi konflik

adalah hubungan yang penting dalam suatu kelompok ketika hubungan dasar

suatu kelompok lemah, maka ada ancaman dari luar maka akan mengakibatkan

suatu kelompok terancam oleh perpecahan.

Dari beberapa pendapat diatas maka dapat disimpulkan bahwa konflik merupakan

suatu pertentangan atau perbedaan pendapat yang terjadi dalam suatu kelompok

ataupun individu. Dimana penyebab konflik terjadi adanya perbedaan tujuan

tergantung mengenai objek pembahasan yang dilakukan.

Di Indonesia, Konflik sangat sering diartikan sebagai hal negatif dan merusak

kerukunan masyarakat, Hal tersebut dapat terjadi karena adanya perbedaan pendapat

antara para anggota dalam kelompok. Akan tetapi, harus diketahui bahwasanya dalam

anggota kelompok yang seringkali terlibat dalam konflik dianggap memiliki rasa

solidaritas yang tinggi.

2. Bentuk-Bentuk Konflik

Maurice Devurege membagi Dua bagian bentuk konflik, yaitu:

1. Senjata pertempuran.

7
Orang atau organisasi yang berkonflik menggunakan bermacam-macam cara

disaat perjuangan politik. Alat yang mereka pakai tergantung pada komunitas

lokal maupun itu kelompok sosial, termasuk senjata dalam bentuk kekerasan fisik.

a. Kekerasan fisik.

Mengambil garis besar, terdapat beberapa kekerasan yang dijadikan alat

didalam perjuangan dalam berpolitik, seperti halnya kekerasan suatu Negara

terhadap warga negara maupun itu kekerasan antar warga. Alat kekerasan suatu

Negara terhadap Negara adalah angkatan bersenjata, serta pertahanan otoritas atas

mereka yang memegang komando, senjata militer juga digunakan dalam

berpolitik. Oleh karena itu, perbuatan kekuasaan meliputi munculnya faksi-faksi

dan saling bertentangan. Jadi disaat tentara tidak melakukan tanggungjwabnya, itu

bukan lagi kekuatan penguasa, tetapi ketika mereka sendiri bergabung dalam

perebutan kekuasaan. Jadi tentara menjadi kelompok kepentingan dalam

membantu Negara.

b. Ekonomi

Didalam berpolitik, uang sudah menjadi hal terpenting didalam masyarakat,

uang menjadi salah satu alat yang sangat mampu atau sangat diperlukan. Dengan

alasan ini, uang sudah menjadi alat ukur dalam berpolitik. Sehingga tidak dapat

dipungkiri lagi bahwa kekayaan seseorang sudah menjadi karakteristik dalam

berpolitik.

c. Organisasi.

Dalam kelompok masyarakat, seperti diantaranya Negara berkembang

terdapat pertentangan yang terjadi. Organisasi adalah kelompok yang sudah

8
terstruktur, jelas dan hierarkis yang telah dilati secara khusus untuk

mempereutkan kekuasaan. Setiap organisasi akan berusaha untuk memenangkan

agara mendapat tempat yang dinginkan didalam berpolitik maju, pelaksanaan

politik dilakukan oleh organisasi. Organisasi pada kelompok yang tersesun,

dengan berbagai kemampuan seperti mampuuntuk mengambil kekuasaan. Hakikat

organisatoris pada kekuatan sosial ini adalah fakta yang fundamental yang datang

dari kehidupan politik masa kini. Kita dapat mengklasifikasikan organisasi politik

menjadi dua kategori utama partai-partai politik dan kelompok kepentingan.

d. Media informasi.

Dalam rezim otoriter, media akan berada dibawah kendali Negara yang

memiliki fungsi untuk menginfformasikan tentang Negara untuk menyebarkan

isu-isu seperti mengadudomba antara kelompok satu dan lainnya. Informasi

semacam ini sering mendapat dukungan penuh dari pemerintah. Ia tidak diarahkan

pada perjuangan kelas atau kategori-kategori sosial termasuk bangsa-bangsa,

tetapi diarahkan pada kesatuan Negara. Ini adalah alat integrasi sosial atau

integrasi semu. Pada saat yang sama dibawah sistem demokrasi ada pembatasan

yang dilakukan oleh Negara terhadap media.

e. Strategi didalam berpolitik

Strategi didalam berpolitik dapat dibagi menjadi beberapa bagian diantaranya:

a. Kefokusan dalam menyebarkan senjata berpolitik.

Ditinjau dari starategi berpoitik, kelompok masyarakat dapat dibagi

menjadi dua yang dapat dilihat dari segi kefokusan dan penybaran senjata

bepolitik. Dalam suatu masyarakat yang bersenjata terkonsentarasi,

9
menyangkut keseluruhannya atau setidaknya senjata awal berada ditangan

kelas sosialnya tinggi. Misalnya monarki feudal dan masyarakat, asenjata awal

disaat itu adalah alat militer, serta kekayaan kepemilikan yang terkonsentrasi

di genggaman bangsawa.

b. Perjuangan secara terbuka dan tertutup

Perjuangan dalam berpolitik dapat dilakukan secara terbuka maupun

tertutup, dimana saat berdemokrasi sering terjadi konflik, seperti halnya disaat

berkampanye dan pemilihan. Dimana organisasi yang bertentangan terhadap

konflik merupakan sebuah kelompok politik legal contohnya partai poitik.

Karena memiliki sifat yang ilegal maka perjungan dapat dilakukan secara

sembuyi-sembunyi. Realita ini dapat kita lihat dari munculnya berbagai

sebuah gerakan-gerakan yang telah mengupayakan sebuah gerakan untuk

merebut paksa sebuah tempat yang diinginkan (kekuasaan).

c. Pergolakan rezim serta perbuatan kendali rezim

Terdapat beberapa perebutan sebuah kekuasaan, pertentangan biasanya

akan ada didalam susunan pemerintah. ketika lebih dominan masyarakat yang

menganggap bahwa petinggi sah, jika terdapat masalah. Sampai konsensus

tercapai pada legitimasi mereka, konflik tidak dapat dibendung dalam

kerangka pemerintahan. Jika consensus dilanggar, ketika hanya minoritas

yang mengakui legitimasi pemerintah, maka akan terjadi perlawanan terhadap

rezim. Oleh karena itu, pertempuran-pertempuran antar rezim adalah hal yang

10
tidak dibenarkan. Ketika consensus politik sangat terpecah, situasi

revolusioner akan mengarah pada perjuangan.

d. Strategi dua blok atau strategi sentris.

Perjuangan sistem politik kepartaian berbeda dengan perjuangan sistem

multipartai. Sistem dua partai berbentuk perjuangan dua, sedangkan sistem

multipartai membentuk koalisi melawan banyak musuh. Kedua situasi tersebut

dapat kita bandingkan dengan menurut perbedaan politik antara kiri dan kanan

“sayap kanan” politik memiliki perilaku didalam menerima tatanan sosial

yang berlaku dan akan relative puas dengannya dan akhirnya memutuskan

untu melanjutkannya. Meski ‘kiri’ membenci tatanan sosial yang berlaku

sertai dapat mengubahnya. tapi, dalam praktiknya strategi dua blok adalah

bentuk sentrisme. Ini karna setiap blok memaksa dirinya untuk berpusat pada

politik.

e. Kamuflase.

Salah satu cara yang strategis yang digunakan terhadap semua sistem

rezim adalah kamuflase. Kamuflase adalah upaya untuk menyembunyikan

tujuan dan motivasi sebenarnya dari tindakan politik setelah sinkronisasi

dengan tujuan palsu populer dan mencari dukungan dari lebih banyak orang.

Individu, partai politik dan kelompok kepentingan menggunakan alat

perebutan kekuasaan dan penggunaan pengaruh ini. Pemerintah juga

menggunakannya untuk membuat warga negara menyesuaikan diri dan

mengembangkan integrasi sosial dan politik yang tepat. Ada berbagai bentuk

kamuflase, termasuk teknik pencernaan yang paling umum, untuk

11
menyembunyikan tujuan antara di balik tujuan luhur yang terkait dengan

sistem nilai sosial tertentu. Teknik rahasia lainnya memberi tahu kebanyakan

orang bahwa kepentingan mereka dipertaruhkan, dan bahwa masalah ini hanya

menyangkut beberapa kepentingan pribadi.

3. Penyebab Terjadinya Konflik

Awalnya, hal yang menimbulkan konflik dapat dibagi dua jenis: pluralisme

horizontal dan pluralisme vertikal. Pluralisme ialah lapisan tatanan sosial yang

secara kultural seperti suku, bangsa, dan daerah, agama, ras, serta berbagai

pekerjaan contohnya petani, pekerja, pedagang, pengusaha, pegawai negeri,

pemuka agama, dan lain-lain. Artinya struktur sosial multidimensi masyarakat

profesi. Pluralisme vertikal, di sisi lain, adalah struktur sosial yang terpolarisasi

secara hierarkis (dalam ketidaksetaraan) berdasarkan perbedaan tingkatan

ekonomi, kekuasaan, pendidikan, serta otoritas dan lainnya.

Arti dari kemajemukan horizontal sosial ialah kemajemukan yang

timbulkan karena adanya unsur sosio politik yang dikarenakan karna adanya

perbedaan etnis, agama, kultur, dan lainnya. Hal ini diakibatkan karna adanya

penyebab tumbuhnya suatu konflik sosial karena sebagian unsur ini memiliki

tujuan yang berbeda.

Contohnya beberapa kelompok memiliki tujuan yang berbeda dengan

kelompok lainnya. Pada saat yang sama, di sisi lain, pengusaha sebagai

pemberi akan berusaha mempertahankan apa yang telah diacapainya supaya

12
biaya yang telah dialokasikan untuk upah selalu serendah mungkin. Karena

dampaknya terhadap pendapatan perusahaan berkurang. Pada saat yang sama,

pekerja mendapat upah minimum. Dalam hal ini, sebagai pihak yang

mencurigakan dalam konflik, pemerintah diharapkan mampu mengambil

kebijakan dari pihak mana. Mengembangkan kebijakan yang tepat untuk pihak-

pihak yang bersengketa.

Keberagaman menimbulkan konflik, karena hanya segelintir orang yang

mempunyai ekonomi tinggi, berpendidikan tinggi, dan kekuasaan. Hal sosial

seperti ini telah memicu benih pertentangan. Jika sekelompok kecil orang

menguasai ketiga sumber kekuasaan secara bersamaan, konflik akibat

pluralisme vertikal ini akan meluas.

4. Strategi Penyelesaian Konflik

Karl Marx (1993:1213) percaya bahwa konflik struktural antara individu

dan kelompok terjadi pembentukan ikatan pribadi dalam produksi. Dalam hal

tertentu didalam kehidupan sosial manusia, hubungan antara individu dan

produksi mulai mengganti preferensi umum untuk produktivitas. Oleh karena

itu, masyarakat terbagi menjadi kelompok-kelompok dengan kekuatan tentara

dan kelompok tanpa kekuatan tentara. Oleh karena itu, dalam proses eksploitasi

ekonomi, kelas penguasa telah menjalin hubungan dengan kelas bawahan.

Secara alami, kelas bawahan ini akan marah dengan kelas yang dieksploitasi

dan memberontak, yang menciptakan institusi politik negara yang kuat yang

bisa menekan pemberontakan dan kekerasan.

13
Sehingga itu, teori Marx dapat melihat eksistensi hubungan idividu

didalam produksi serta kelas sosial sebagai elemen kunci dalam suatu

masyarakat. Pendapat bahwa dalam pertentangan kelas dominan serta kelas

yang terorganisasi didalam menciptakan bentuk-bentuk penting perubahan

sosial. bahwasanya bagaimana yang ia katakan, sejarah dari semua masyarakat

yang ada hingga kini adalah sejarah pertentangan-pertentangan kelas.

Bahwa menyelesaikan perbedaan pendapat ialah suatu rancangan oprasinal

yang dapat dimaknai denggan megaktualisasikan dengan berbagai cara yang

digunakan dalam menguasai suatu hal yang sedang terjadi dan pertenntangan

yang terjadi dimana dapat mempengaruhi oleh suatu kelompok atau

perindividu. Mengenai menyelesaikan konflik dapat diterjemahkan sebagai

cara dalam penentuan keinginan seseorang untuk terlibat dalam penguasaan

suatu konflik dan juga menjadi sebuah pola interaksi konflik yang digunakan

untuk mencapai keluaran dalam pengatasan konflik yang diharapkan.

Terdapat cara yang dapat digunakan untuk menyelesaikan suatu konflik itu

ada beberapa cara yang harus ditempuh semisal proses negosiasi ataupun

stimulus yang mana hal ini terdapat peran pemimpin yang paling pokok dalam

setiap tindakan menyelesaikan konflik.

Hasil penelitian Ieke Sartika. (2014:28-44) mengatakan bahwa Indonesia

tengah dilanda berbagai masalah yang kompleks. Sistem demokrasi harus

menghasilkan masyarakat yang bebas dan sejahtera, namun hasilnya tidak

terlihat, justru yang terjadi adalah bertolak belakang, hal ini disebabkan oleh

demokrasi menuntut seseorang untuk dapat bergerak langsung ke visi

14
demokrasi yag benar, memeiliki metode komunikasi politik yang empatik, dan

memiliki kemampuan untuk mengintegrasikan Indonesia, membawa

kecerdasan akademik dan emosional ke dalam sistem politik demokrasi yang

mengiring kegiatan Islam. Fenomena aktivitas islam sebenarnya dibarengi

dengan maraknya kriminalita, maraknya korupsi, dan rendahnya kepercayaan

masyarakat.

Pilkada sebagai bentuk mewujudkan demokrasi di tingkat lokal, kerap kali

berujung pada konflik. Konflik itu sendiri biasanya diawali dari pelanggaran-

pelanggaran yang selanjutnya menjadi sengketa diantara kelompok yang

mencalonkan pasangan kepala daerah, penyelenggara pilkada, dan elemen lain

yang terkait dengan penyelenggaraan pilkada. Siapa pun yang ikut ambil

bagian dalam arena pilkada tidak menginginkan konflik itu terjadi. Kalau pun

pada kenyataannya konflik itu tidak terelakan, maka agar tidak menjadi

eskalatif, konfrontatif, dan destruktif perlu adanya model resolusi yang tepat.

Namun wajar apabila dalam tatanan kehidupan warga negara itu ada yang

namanya konflik entah itu konflik inter-personala ataupun intra-personal yang

mana hal tersebut di sebabkan oleh bebrapa individu dengan berbagai

keberagaman. Misalnya memiliki kepribadian yang berbeda, kepentingannya,

latar belakang sosial, budaya, agama, maupun yang lain. Konflik tidak bisa

dihindari, tetapi dapat dikendalikan dan diatasi.

5. Pentingnya adanya Strategi Penyelesaian Konflik

Didalam kasus pihak pihak terkait yang percaya mampu mencapai

tujuannya dengan melakukan berbagai hal, kejadian ini biasa terjadi disaat

15
tiidak ada jalan keluarnya, ketika perdebatan terus berlanjut dan tidak ada

penengah yang melakukan penyelesaian.

a. Menjadikan konflik sebagai sesuatu yang harus diselesaian dengan cepat

dengan melibatkan orang yang berkonflik serta harus saling menghargai

satu sama lain.

b. Harus fokus dalam pemecahan masalah, dan berfikir bahwa pertentangan

yang mereka timbulkan akan mengakibatkan perpecahan antar kedua belah

pihak, hal yang harus dilakukan adalah melakukan komunikasi yang baik

diantara mereka.

c. Melakukan kerjasama, meskipun tujuan yang ingin mereka capai bersama

tapi harus saling mendukung untuk mendapat tujuannya masing-masing.

Menghindari hal-hal yang mungkin telah disepakati dan membuka ide-ide

baru yang terkadang bersifat radikal.

d. Melakukan musyawarah untuk menyelesaikan segala perbedaan pendapat

yang terjadi, harus dipahami bahwasanya permasalahan yang ditimbulkan

bisa saja dari hal lainnya yang masih belum ditau kejelasannya.

6. Dampak Penyelesaian Konflik

Dalam menjalankan tugas dan fungsinya, lembaga pengendalian sosial

memberikan efek baik positif maupun negatif bagi kehidupan bermasyarakat.

Positif atau negatifnya dampak yang ditimbulkan tergantung dari kinerja

lembaga pengendalian sosial itu sendiri di dalam masyarakat.

1. Dampak positif

16
Lembaga pengendalian sosial akan berdampak positif manakala

menunjukkan kinerja yang baik. Setiap pelanggaran yang terjadi dalam

masyarakat ditangani dengan baik, sesuai dengan aturan yang berlaku serta

menimbulkan keadilan bagi masyarakat. Akibatnya kehidupan bermasyarakat

menjadi lebih aman dan tertib.

2. Dampak negatif

Lembaga pengendalian sosial akan berdampak negatif manakala

menunjukkan kinerja yang tidak baik atau tidak berfungsi dengan baik. Setiap

pelanggaran yang terjadi tidak ditindaklajuti dengan segera dan sesuai dengan

aturan yang berlaku. Hal ini dapat menyebabkan keresahan dalam masyarakat.

Akibatnya adalah:

a. Kepastian hukum tidak ada;

b. Kepentingan masyarakat tidak terakomodasi;

c. Banyak konflik yang terjadi dalam masyarakat;

d. Munculnya mafia hukum;

e. Tidak amannya kehidupan bermasyarakat;

f. Terjadi kekacauan dalam masyarakat.

g. Menimbulkan sekat-sekat dalam masyarakat;

7. Konflik Sosial di Era Demokrasi Indonesia

konflik mempunyai beberapa keuntungan karena konflik sudah menjadi

sejarah didalam kehidupan manusia, konflik adalah salah satu dari beberapa

cara yang dilakukan dalam memenuhi keinginan mendasar manusia. Secara

etimologis konflik berasal dari bahasa latin yang berarti bersama-sama,

17
bertabrakan atau bertabrakan. Dan apa artinya saling memukul. Kemudian,

konflik yang digunakan dalam bahasa Inggris diartikan sebagai persepsi

kepentingan yang berbeda (different persepsi kepentingan), atau keyakinan

bahwa keinginan para pihak yang berkonflik tidak terwujud pada saat yang

bersamaan.

Di Indonesia, karna tidak adanya kestabilan politik pada masa orde lama,

posisi dominan fungsionalisme struktural dalam ilmu-ilmu sosial di Indonesia

saat itu, dan kebutuhan akan stabilitas politik yang berlebihan. Ini adalah masa

transisi demokrasi sejak tahun 1998. Akibat pelarangan konflik dan

ketidaktahuan akan adanya dinamika sosial, semua potensi tersembunyi dari

modalsosial, ungkapan serta konflik telah sepenuhnya muncul dalam bentuk

kekerasan.

Menurut Lewis A. Coser, konflik internal bermanfaat bagi kelompok.

Perbedaan antar anggota suatu kelompok juga dapat disebabkan oleh perbedaan

pemahaman tentang konflik, karena konflik bersifat negatif dan akan merusak

integrasi. Namun perlu digarisbawahi bahwa kelompok yang sering terlibat

konflik terbuka justru memiliki persatuan yang lebih besar daripada kelompok

yang tidak terlibat konflik.

Setelah orde Baru, masyarakat Indonesia menerapkan sistem pemilihan

kepala daerah secara langsung. Sistem pemilihan secara langsung sebenarnya

mengandung resiko yang mudah memicu konflik social. Karena risiko konflik

social dan politik yang ditimbulkan oleh transisi dari sistem otoriter ke sistem

demokrasi, para ahli menyarankan bahw beberapa strategi dan kondisi perlu

18
diadopsi dalam proses demokratisasi. Misalnya, Samuel P. Huntington

mengemukakan argument bahwa demokratisasi dapat dicapai melalui strategi

dan persyaratan dasar. Yaitu negosiasi, demokratis,kompromi dan kesepakatan

seperti demonstrasi, dan penyelesaian umum dan pemilihan, serta penyelesaian

perbedaan tanpa kekerasan (Huntington, 1991)

Selain itu suatu negara bagi Huntington harus memilikii persyaratan

sebagai berikut;

a. Penyelesaian perselisihan dengan cara yang damai dan secara institusi

b. Adanya jaminan secara damai dan melakukan pergantian pimimpin secara

teratur mengakui dan menganggap wajar keanekaragaman pendapat,

kepentingan dan tingkah laku dan

c. menjamin tegaknya keadilan dalam masyarakat.

Menurut para ahli konflik sosial, ada dua penyebab konflik di Indonesia.

Pertama karena alas an ideologis dan alas an agama. Termasuk konflik yang

sulit diselesaikan, kedua, kekuatan konflik struktural, kasus ekonomi, politik

dan sosial semuanya jadi pemicu. Setiap keputusan dan kebijakan selalu

memiliki potensi konflik sosial politik. Ketiga, alasan budaya, yang disebabkan

oleh berbagai jenis masyarakat. Konflik dapat bertransformasi dari model

idologis menjadi konflik berbasis masyrakat, sosial politik dan budaya.

(Ntibaskara, 2002, 164-165).

Dalam konteks pemilu, model partisipasi politik masyarakat cenderung

semakin otonomi. Rakyat semakin rasional dalam menentukan pilihan

politiknya. Beberapa indikasi utamanya adalah pengalaman pemilihan presiden

19
dan wakil presiden secara langsung pada tahun 2004. Pemilihan umum ini

relative aman dan tidak ada konflik yang menggoyahkan negara.

Mencermati kompleksitas konflik yang terjadi memerlukan pendekatangan

keamanan yang komprehensif. Untuk itu perlu dilbatkan dan

mengkoordinirsemua elemen keamanan, baik actor regular (polisi, TNI, dll)

dan aktor non regular (pejabat pemerintah daerah, dll). Untuk itu diperlukan

kerja sama dan gotong royong lembaga-lembaga nasional baik vertikal maupun

horizontal, disertai kesamaan visi dan misi untuk menjalankan fungsinya

masing-masing. Sangat diperlukan penataan instansi pemerintah untuk

mendorong dan memberdayakan masyarakat sipil (tokoh informal) untuk

mencegah sejak dini berbagai bentuk dan jenis AGHT (ancaman, gangguan,

hambatan dan tantangan) yang dapat memicu konflik dan mengancam stabilitas

negara. AM Hendropriyono menyebutkan perlunya memisahkan peringatan

dari sistem peradilan pidana (early detection system). Setiap konflik yang ada

baik itu lisan maupun konflik fisik, dalam masyarakat ada sumber pemicu

konfliknya. Clifford Geertz menyebut ada enam sumber konflik, yaitu asumsi

hubungan darah, ras, bahasa, wilayah, agama dan adat.

Begitupun dengan keberadaan bangsa Indonesia yang tidak didasarkan

pada hubungan primitif seperti dinasti, suku, agama, ras, bahasa ibu, dan lain-

lain, kemudian disertai dengan potensi dan kepentingan berbagai daerah di

lokasi geografis yang berbeda keberadaan bangsa Indonesia sepenuhnya

didasarkan pada faktor objektif, juga pernah menderita di masa lalu karena

dijajah oleh bangsa lain dan dianggap sangat mudah terpecah, apalagi jika ada

20
separatis disuatu daerah. Apalagi jika ada ketidakpuasan terhadap isu HAM

dan berbagai elemen demokrasi, termasuk isu politik, ekonomi, sosial dan

budaya, serta pertahan dan keamanan negara. Kondisi yang pada akhirnya

melahirkan sistem multipartai ini dianggap tidak sesuai dengan demokrasi dan

presidensialisme (John Pieris: 2011, 12).

Pengaruh ekonomi, politik, sosial budaya dan globalisasi informasi juga

telah memicu terjadinya gerakan separatisme yang dilandasi oleh proses

demokratisasi. Seumber daya alam (natural resources) yang ada di suatu

wilayah, khususnya wilayah regional, yang memiliki sumber daya alam yang

kuat. Dalam hal ini menunjukkan bahwa kekuatan konsep nasional juga

merupakan kekuatan sentripetal dan sentrifugal kehidupan demokrasi.

Barger percaya bah cirri masyarakat pluralistik adalah tidak adanya

consensus tentang nilai-nilai kelompok yang berbeda. Otonomi atau kebebasan

antara berbagai bagian oleh consensus dan nilai-nilai teori masyarakat

pluralistik mengabaikan unit-unit dasar yang terbentuk dalam masyarakat.

Teori masyarakat mengkaji sistem sosial berdasarkan budaya yang melakukan

kesalahan (Karen A.Ralahalu:2006. 3233).

8. Demokrasi

Demokrasi adalah ide tentang cara hidup, itu adalah respon terhadap

realitas sosial-politik masyarakat yang tidak manusiawi. Jawabannya tentu saja

datang dari mereka yang idealis dan bijaksana. Mereka terganggu dan kaget

melihat penindasan dan pelanggaran hak asasi manusia. Ada tiga nilai ideal

21
yang mendukung demokrasi sebagai falsafah hidup, yaitu kemandirian,

kesetaraan, dan keadilan. Dalam kehidupan nyata, ide-ide tersebut terwujud

melalui personifikasi simbol dan esensi nilai-nilai dasar demokrasi. Mereka

benar-benar mewakili atau putus dengan realitas kehidupan menurut nilai-nilai

itu sendiri. Sejalan dengan demokrasi yang semakin mengglobal, gagasan

tentang demokrasi juga berkembang. Namun, secara umum, ide ini didasarkan

pada kekuasaan negara.

Dalam negara demokrasi, rakyat memiliki dan mengontrol kekuasaan, dan

pelaksanaan kekuasaan adalah untuk kepentingan rakyat. Jika suatu

pemerintahan dapat memberikan kesempatan konstitusional yang teratur untuk

persaingan kekuasaan politik secara damai di antara kelompok-kelompok yang

berbeda, alih-alih secara paksa mengecualikan kelompok-kelompok penduduk

yang penting, maka itu dapat disebut pemerintahan yang demokratis.

Salah satu hal penting untuk memenuhi prasyarat sebelumnya adalah

diadakannya pemilihan umum, karena tanpa pemilihan tidak akan ada

demokrasi, ini adalah manifestasi demokrasi yang paling konkrit. Pada

hakikatnya, pemilu di negara manapun memiliki esensi yang sama. Pemilu

berarti rakyat melakukan kegiatan untuk memilih seseorang atau sekelompok

orang yang akan menjadi pemimpin rakyat atau pemimpin negara. Pemimpin

terpilih akan melaksanakan kehendak rakyat yang memilihnya. sarana utama

tatanan politik yang demokratis. Fungsinya sebagai alat untuk membina dan

menyempurnakan demokrasi. Esensinya adalah sebagai sarana demokrasi

untuk membentuk sistem kekuasaan negara dari bawah ke atas berdasarkan

22
kehendak rakyat, sehingga membentuk kekuasaan negara yang benar-benar

memancar ke bawah sesuai kehendak rakyat. Rakyat, menurut sistem

konsultasi perwakilan (John Pieris: 2011).

Pemilihan umum pada hakekatnya merupakan pengakuan dan perwujudan

hak politik rakyat, sekaligus pelimpahan hak politik rakyat kepada wakil-wakil

yang menjalankan pemerintahan. Diperlukan sarana politik untuk

mewujudkannya. Ini menyediakan petugas yang mewakili hak-hak politik

rakyat di hadapan partai politik tersebut. Namun partai-partai yang

memperjuangkan hak politik rakyatnya harus terlebih dahulu memenangkan

kehadirannya untuk dilihat dalam suara pemilihan umum. Pemilihan umum

adalah sarana atau cara untuk memutuskan siapa yang mewakili rakyat dalam

menjalankan pemerintahan, dan kepentingan rakyat harus terwakili. Mengingat

jumlah penduduk yang sangat besar, saat ini belum memungkinkan untuk

melakukan kegiatan tersebut secara langsung.

Dengan demikian, parpol menyediakan calon yang mewakili kepentingan

rakyat. Pemilihan umum adalah saat dimana partai-partai berjuang untuk

memenangkan keberadaan sebuah cabang legislatif. Dalam demokrasi, salah

satu ciri utama adalah pemilihan umum, yang memilih partai untuk

mendapatkan kepercayaan rakyat. Pemilihan umum adalah gambaran ideal

bagi pemerintahan yang demokratis. Menurut Seymour Martin Ripusetto,

demokrasi yang stabil membutuhkan konflik atau pemisahan, sebagai

perjuangan untuk penggantian partai yang berkuasa melawan partai yang

berkuasa berlangsung. Oleh karena itu, pemilu jauh lebih penting daripada

23
pembuktian bahwa demokrasi berjalan stabil di mana partai yang berkuasa

berganti, selain untuk menentukan partai penguasa yang adil.

Di sisi lain, esensi demokrasi adalah kedaulatan di tangan rakyat. Dalam

proses pembuatan kebijakan, partisipasi publik dan pengambilan keputusan

para calon pemimpin harus didukung dan dilaksanakan. Pemimpin dan wakil

rakyat yang dipilih dengan suara terbanyak adalah lebih sah dari pada sedikit

suara. Berdasarkan hal tersebut, maka tujuan utama menjadikan kedaulatan

rakyat sebagai asas dasar UUD adalah agar penilaian dan evaluasi hak pilih

pemilih dalam bentuk kedaulatan rakyat tidak menjadi persoalan. Perubahan

yang dihasilkan dari debat politik parlemen dengan cara yang menggunakan

nomor urut untuk memberdayakan partai politik untuk mengubah pilihan

publik menjadi pilihan eksekutif yang sah.

B. Kajian Teori

Kajian teori yang digunakan dalam penelitian ini adalah Teori Struktural

Fungsional. Teori struktural fungsional menekankan pada keteraturan dan

membiarkan persaingan maupun konflik serta perubahan yang ada pada warga

negara. Konsep pertama yaitu fungsi, disfungsi, fungsi laten, fungsi dalam

manifest, dan kesepadanan. Dalam teori ini, warga negara atau masyarakat

merupakan tatanan sosial yang memiliki tatanan atas elemen yang saling memiliki

kaitan dan saling menyatukan dalam kesepadanan. Perubahan yang terjadi pada

satu bagian akan membawa perubahan pula terhadap bagian yang lain. Asumsi

dasarnya yaitu semua unsur dalam tatana sosial, fungsional dengan yang lain.

24
Namun, esensi demokrasi merupakan suatu kedaulatan yang ada di tangan

rakyat. Dalam proses pembuatan kebijakan, partisipasi masyarakat dan

pengambilan keputusan oleh para pemimpin masa depan harus didukung dan

dilaksanakan. Eksekutif senior dan perwakilan dari mereka yang memiliki suara

lebih percaya diri adalah suara yang sah. Atas dasar ini, tujuan utama menjadikan

kedaulatan rakyat sebagai asas fundamental Konstitusi adalah agar penghormatan

dan penilaian hak pilih pemilih dalam bentuk kedaulatan rakyat tidak menjadi

masalah. Perubahan tersebut bermula dari perdebatan politik di parlemen mengenai

penggunaan nomor urut untuk memberdayakan partai politik untuk mengubah

pilihan publik menjadi pilihan eksekutif yang sah

C. Kerangka Konsep

Pemilu merupakan salah satu pesta demokrasi yang harus mmengeluarkan

banyak biaya, sehingga proses demokrasi dapat dilakukan secara menyeluruh bagi

sistem demokrasi. Konflik adalah suatu keprluan karena semua orang maupun

kelompok sosial mempunyai, paham yang berbeda, dilain sisi demokrasi

merupakan hal yang percayai untuk beberapa orang sebagaimana sarana

memodifikasi konflik, mengenai strategi menyelesaikn konflik itu bisa diartikan

sebagai proses menentukan tujuan seseorang untuk terlibat dalam penguasaan

suatu konflik dan juga menjadi sebuah pola interaksi konflik yang digunakan untuk

mencapai keluaran dalam pengatasan konflik yang diharapkan

25
Bagan Kerangka Pikir

PEMILUKADA

Demokrasi

Peran Lembaga Konflik Eksternal


Konflik Internal

Strategi Penyelesaian
Konflik

Dampak Penyelesaian
Konflik

Gambar 2.1

26
D. Hasil Penelitian Terdahulu

Penelitian yang relevan merupakan penelitian yang yang berkaitan dengan

judul yang akan diteliti oelh peneliti dan dijadikan sebagai contoh serta pedoman.

Berikut merupakan hasil-hasil penelitian yang relevan dengan penelitian yang

akan diteliti oleh peneliti.

a. Hasil penelitian Ieke Sartika. (2014:28-44) mengatakan bahwa Indonesia

tengah dilanda berbagai masalah yang kompleks. Sistem demokrasi yang

seyogyanya menghasilkan masyarakat yang bebas dan sejahtera, tidak terlihat

hasilnya, malah kenyataannya bertolak belakang, karena demokrasi

membutuhkan sosok yang mampu mengarahkan ke arah visi yang benar

mengenai demokrasi, memiliki cara komunikasi politik yang penuh empati,

serta mempunyai kecerdasan akademik dan emosional untuk membawa

Indonesia ke dalam sistem politik demokratis yang disertai aktivitas

keislaman. Fenomena semaraknya aktivitas keislaman justru diiringi dengan

fenomena semaraknya kriminalitas, korupsi, dan rendahnya sosial trust di

kalangan masyarakat.

b. Hasil penelitian Wasisto Raharjo Jati (2014), yang menyatakan bahwa konflik

merupakan bahasan menarik yang perlu dilanjutkan oleh penelitian-penelitian

selanjutnya terutama mengenai potensi konflik laten pasca rekonsiliasi

perdamaian. Tidak dapat dipungkiri bahwa konflik sendiri tidak dapat

dimusnahkan hanya dapat direduksi perkembangannya. Maka yang menjadi

persoalan selanjutnya yang perlu dijawab dalam penelitian selanjutnya ialah

bagaimana potensi konflik laten dalam masyarakat pasca rekonsiliasi.

27
Sekiranya persoalan tersebut urgen dan signfikan untuk dijawab dalam

penelitian tentang konflik selanjutnya.

c. Hasil penelitian Nanik Prastyoningsih (2014), yang menyatakan bahwa

Pemilu nasional serentak memiliki sejumlah keuntungan yang bersifat

hipotetik dilihat dari sisi pelembagaan politik dan konsolidasi demokrasi di

Indonesia, meliputi: (1) Pemilu nasional serentak bertujuan menciptakan hasil

pemilu yang kongruen; (2) Pemilu nasional serentak ini mendorong

terciptanya koalisi berbasis kebijakan; (3) Pemilu nasional serentak

mendorong kualitas Parpol yang lebih demokratis; (4) Pemilu nasional

serentak potensial meminimalkan konflik antar partai atau pendukung partai.

Konflik tak lagi berkepanjangan sepanjang tahun, sehingga dari sisi

manajemen konflik jadi lebih mudah untuk ditangani. Energi pendukung

partai dapat diarahkan untuk kegiatan positif lain yang mengarah pada

pelembagaan partai politik.

28
BAB III

METODE PENELITIAN

A. Jenis Penelitian

Jenis penelitian yang digunakan adalah penelitian deskriptif kualitatif

Fenomenologi yang mengkhususkan pada penomena dan realitas yang tampak

untuk mengkaji penjelasan didalamnya secara tersusun atau sistematis, akurat dan

terpercaya sesuai fakta yang terjadi, sifat-sifat serta hubungan antara fenomena-

fenomena baik yang bersifat alamiah ataupun rekayasa manusia yang di selidiki

dari objek penelitian (Sukmadinata 2013: 71).

B. Lokus Penelitian

Lokasi penelitian ini telah dilaksanakan di desa Bonto Lohe Kecamatan Rilau

Ale Kabupaten Bulukumba. pada penelitian ini berkaitan dengan permasalahan.

Strategi penyelesaian konflik sosial terhadap pesta demokrasi di Kabupaten

Bulukumba.

C. Fokus Penelitian

29
Adapun hal yang menjadi titik fokus penelitian dalam melakukan penelitian

yaitu Untuk Mengetahui Bagaimana strategi penyelesaian konflik sosial terhadap

pesta demokrasi, dan untuk mengetahui lembaga apa saja yang berperan dalam

penyelesaian konflik sosial terhadap pesta demokrasi, serta untuk mengetahui

bagaimana dampak penyelesaian konflik sosial terhadap pesta demokrasi di

kabupaten Bulukumba.

D. Informan Penelitian

Penentuan informan peneliti ini dilakukan dengan teknik secara sengaja

(purposive sampling). Purposive sampling ialah teknik sampling yang digunakan

oleh peneliti jika peneliti mepunyai pertimbangan-pertimbangan tertentu di dalam

pengambilan sampelnya atau penentuan sampel untuk tujuan tertentu

(Riduwan,2014). Untuk mendapatkan data di lapangan, peneliti melakukan

pengamatan langsung.

1. Informan kunci, yaitu mereka yang mengetahui dan memiliki informasi pokok

yang diperlukan dalam penelitian.

2. Informan biasa, yaitu mereka yang terlibat secara langsung dalam interaksi

sosial yang diteliti.

3. Informan tambahan, yaitu mereka yang dapat memberikan informasi

walaupun tidak langsung terlibat dalam interaksi sosial yang sedang diteliti.

Alasan mengapa mengambil informan dengan kriteria tersebut adalah untuk

mendapatkan informan yang tepat, sebenar-benarnya, dan keseluruhan. Sehingga

dapat menjawab tentang pertanyaan peneliti mengenai mitologi makam datuk

pakkalimbungan.

30
E. Instrumen Penelitian

Instrumen penelitian adalah peneliti sebagai instrumen utama yang

menjelaskan tentang alat bantu untuk mengumpulkan data yanng disesuaikan

dengan jenis penelitian yang dilakukan dengan merujuk pada metodologi

penelitian yaitu:

1. Alat tulis menulis, buku, pulpen/pensil sebagai alat untuk mencatat informasi

yang didapat pada saat observasi

2. Alat perekam suara sebagai alat untuk merekam narasumber pada saat

dilapangan dan kamera sebagai alat untuk mengambil gambar dilokasi

penelitian.

F. Instrumen Penelitian

Untuk memperoleh data penelitian ini, maka digunakan instrument penelitian.

Intrumen penelitian tersebut, yaitu:

1. Lembar observasi, berisi catatan yang diperoleh peneliti pada saat melakukan

pengamatan langsung dilapangan.

2. Paduan wawancara merupakan seperangkat daftar pertanyaan yang sudah

disiapkan oleh peneliti sesuai dengan rumusan masalah pertanyaan-pertanyaan

tersebut akan dijawab oleh para informan pada saat proses wawancara.

3. Catatan dokumentasi adalah data pendukung yang dikumpulkan sebagai

penguatan data data observsi dan wawancara yang berupa gambar, grafik, data

angka, sesuai dengan kebutuhan penelitian.

G. Teknik Pengumpulan Data

1. Wawancara

31
Wawancara adalah teknik pengumpulan data yang digunakan peneliti untuk

mendapatkan keterangan-keterangan lisan melelui bercakap-cakap dan

berhadapan muka dengan orang yang dapat memeberikan keterangan kepada si

peneliti. Wawancara ini dapat di pakai untuk melengkapi data yang di peroleh

(Mardalis.2007:54).

2. Dokumentasi

Pengumpulan data dengan menggunakan dokumen-dokumen tertulis

mengenai penduduk maupun lokasi penelitian. Dokumen yang dimaksud adalah

referensi yang berupa buku-buku, hasil penelitian, atau bahan-bahan lain yang

berkaitan dengan masalah yang diteliti (Nurdianah 2012: 35).

H. Teknik Analisis Data

Analisis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah analisis deskriptif

kualitatif, analisis ini merupakan salah satu dari jenis penelitian yang termasuk

dalam jenis penelitian kualitatif. Adapun tujuan dari penelitian ini adalah untuk

mengungkapkan kejadian atau fakta, keadaan, fenomena, dan keadaan yang

terjadi saat penelitian berlangsung dengan menyuguhkan apa yang sebenarnya

terjadi. Penelitian ini menafsirkan dan menguraikan data yang bersangkutan

dengan situasi yang sedang terjadi, sikap serta pandangan yang terjadi didalam

suatu masyarakat, pertentangan antara dua keadaan atau lebih, hubungan antara

variabel yang timbul, perbedaan antara fakta yang ada serta pengaruhya setiap

suatu kondisi. Ada tiga komponen pokok dalam analisis data, yakni:

a. Reduksi data

32
Reduksi data merupakan proses pemilihan dan pemusatan perhatian pada

penyederhanaan data kasar yang muncul dari catatan-catatan tertulis dilapangan.

Reduksi data juga merupakan suatu bentuk analisis yang mempertegas,

memperpendek, membuang hal yang tidak penting, dan mengatur data sedemikian

rupa sehingga kesimpulan akhir dapat dilakukan.

b. Penyajian data

Penyajian data diartikan sebagai pemaparan informasi yang tersusun untuk

memberi peluang terjadinya suatu kesimpulan. Selain itu dalam penyajian data

diperlukan adanya perencanaan kolom dan tabel bagi data kualitatif dalam bentuk

khususnya. Dengan demikian, penyajian data yang baik dan jelas sistematikanya

sangatlah diperlukan untuk melangka kepada tahapan penelitian kualitatif

selanjutnya.

c. Penarikan kesimpulan

Penarikan kesimpulan merupakan tahap akhir dalam penelitian dimana data-

data yang telah diperoleh akan ditarik garis kesimpulan sebagai hasil keseluruhan

dari penelitian tersebut.

Ketiga komponen tersebut satu sama lain saling berkaitan erat dalam sebuah

siklus. Peneliti bergerak diantara tiga komponen tersebut. Hal ini dimaksudkan

untuk memahami atau mendapatkan pengertian yang mendalam, komprehensif

dan rinci sehingga menghasilkan kesimpulan induktif sebagai pemahaman dan

pengertian peneliti.

I. Teknik Keabsahan Data

33
Teknik pengumpulan data yang dilakukan oleh peneliti adalah dengan

menggabungkan beberapa data yang didapatkan dari masyarakat dengan

melakukan beberapa teknik agar keabsahannya dapat dipertanggungjawabkan oleh

peneliti, dengan melakukan beberapa tahapan analisis untuk menguji

kekredibilitasannya, yakni ada beberapa tahapan yang dilakukan peneliti selama

melakukan proses penelitian di lapangan.

Peneliti melakukan teknik triangulasi dengan beberapa cara yakni triangulasi

waktu, triangulasi teknik, dan triangulasi sumber, berikut penjelasan singkatnya:

1. Triangulasi Sumber

Triangulasi sumber yakni peneliti melakukan pengecekan data yang telah

diperoleh dari informan yang telah diberikan wawancara selanjutnya dari data

yang telah didapatkan peneliti melakukan kembali pengecekan data kepada

sumber yang berbeda agar dapat menguji kekredibilitasan data yang didapat.

2. Triangulasi Teknik

Yakni peneliti melakukan pengecekan data terhadap sumber yang sama

namun dengan teknik yang berbeda agar data yang didapatkan di lapangan

menjadi akurat, seperti awalnya melakukan teknik observasi lalu melakukan

teknik yang berbeda kembali tetapi dengan sumber yang sama namun teknik

yang berbeda.

3. Triangulasi Waktu

Dalam teknik triangulasi waktu, data yang telah didapatkan kemudian

dilakukan kembali pengecekan data terhadap sumber yang sama namun waktu

yang berbeda, seperti yang dilakukan dilapangan adalah dengan melakukan

34
wawancara terhadap informan yang sama sebanyak 3 kali namun dengan waktu

yag berbeda.

J. Etika Penelitian

Etika penelitian adalah standar tata perilaku selama melakukan penelitian,

mulai dari menyusun desain penelitian, mengumpulkan data lapangan

(melakukan wawancara, observasi, dan mengumpulkan data dan dokumen),

menyusun laporan penelitian hingga mempublikasikan hasil penelitian,

Misalnya;

1. Menginformasikan tujuan penelitian kepada informan

2. Meminta persetujuan informan (informan consent)

3. Menjaga kerahasiaan informan, jika penelitiannya dianggap sensitive

4. Meminta izin informan jika ingin melakukan perekaman, wawancara, atau

mengambil gambar informan.

35
BAB IV

GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN

A. Gambaran Umum Kabupaten Bulukumba

Awal keberadaan Kabupaten Bulukumba Mitologi penamaan "Bulukumba",

konon bersumber dari dua kata dalam bahasa Bugis yaitu "Bulu’ku" dan "Mupa"

yang dalam bahasa Indonesia berarti "masih gunung milik saya atau tetap gunung

milik saya". Mitos ini pertama kali muncul pada abad ke–17 Masehi ketika terjadi

perang saudara antara dua kerajaan besar di Sulawesi yaitu Kerajaan Gowa dan

Kerajaan Bone.

Di pesisir pantai yang bernama "Tana Kongkong", di situlah utusan Raja

Gowa dan Raja Bone bertemu, mereka berunding secara damai dan menetapkan

batas wilayah pengaruh kerajaan masing-masing. Bangkeng Buki' (secara harfiah

36
berarti kaki bukit) yang merupakan barisan lereng bukit dari Gunung

Lompobattang diklaim oleh pihak Kerajaan Gowa sebagai batas wilayah

kekuasaannya mulai dari Kindang sampai ke wilayah bagian timur. Namun pihak

Kerajaan Bone berkeras memertahankan Bangkeng Buki' sebagai wilayah

kekuasaannya mulai dari barat sampai ke selatan. Berawal dari peristiwa tersebut

kemudian tercetuslah kalimat dalam bahasa Bugis "Bulu'kumupa" yang kemudian

pada tingkatan dialek tertentu mengalami perubahan proses bunyi menjadi

"Bulukumba".

Konon sejak itulah nama Bulukumba mulai ada dan hingga saat ini resmi

menjadi sebuah kabupaten. Bulukumba diresmikan menjadi sebuah nama

Kabupaten yang dimulai dari terbitnya Undang Undang No. 29 Tahun 1959,

Tentang pembentukan kabupaten sekunder di Sulawesi, hal ini diikuti dengan

Peraturan Nomor 5 Kabupaten Kumba Biru Tahun 1978 tentang tanda-tanda

kabupaten. Akhirnya setelah seminar sehari dengan guru besar pada tanggal 28

Maret 1994. Dr. H. Ahmad Mattulada (pakar sejarah dan budaya), maka

ditetapkan hari jadi Kabupaten Bulukumba, yaitu pada tanggal 4 Februari 1960

disahkan Kabupaten Perda Nomor 13 Tahun 1994. Secara hukum, Kabupaten

Bulukumba resmi menjadi daerah tingkat kedua setelah Kabupaten Bulukumba

merek. DPRD Bulukumba memutuskan pada tanggal 4 Februari 1960, dan bupati

pertama, Andi Patarai, menjabat pada tanggal 12 Februari 1960. Diperkirakan

pada tahun 1605 Masehi.

37
Ajaran Islam yang berintikan tasawwuf ini memperjuangkan serta

menumbuhkan kesadaran religiuss setiap penganutnya dan menggerakkan sikap

kepercayaan dan keyakinan semua untuk berlaku zuhud, suci lahir dan bathin,

serta selamat dunia maupun akhirat dalam kerangka tauhid "appasewang" (meng-

Esa-kan Allah Swt). Selain itu Terdapat Mesjid tertua ketiga di Sulawesi Selatan

yang dinamakan Masjid Nurul Hilal Dato Tiro yang terletak di Kecamatan

Bontotiro. Simbol adalah bentuk yang menandai sesuatu yang lain diluar dari

perwujudaan bentuk simbolik itu sendiri. Simbol yang tertuliskan sebagai bunga,

misalnya mengacu dan mengemban gambaran fakta yang di sebut bunga sebagai

sesuatu yang ada di luar bentuk simbolik itu sendiri.

Dalam konsep Pierce simbol diartikan sebagai sebagai tanda yang mengacu

pada objek tertentu di luar tanda itu sendiri, hubungan antara simbol dengan

penanda dengan sesuatu yang ditandakan (petanda) ifatnya konvensional.

Berdasarkan konvensi itu itu pula masyarakat pemakainya menafsirkan ciri

hubungan antara simbol dengan objek yang diacu dan menafsirkan tandanya.

Dalam komunikasi (bahasa) simbol sering diistilahkan sebagai lambang. Lambang

adalah sesuatu yang digunakan untuk menunjuk sesuatu lainnya, berdasarkan

kesepakatan kelompok orang. Lambang meliputi kata- kata (pesan verbal),

perilaku nonverbal, dan objek yang maknanya disepakati bersama, misalnya

memasang bendera di halaman rumah untuk menyatakan penghormatan atau

kecintaan kepada negara. Apa saja bisa dijadikan lambang, bergantung pada

kesepakatan bersama. Katakata (lisan atau tulisan), isyarat tubuh, makanan dan

cara makan, temapat tinggal, jabatan, olahraga, hobi, peristiwa, tumbuhan,

38
gedung, alat (artefak), angka, bunyi, waktu dan sebagainya. Lambang Daerah

Kabupaten Bulukumba Berdasarkan perda (peraturan daerah) di Kabupaten

Bulukumba No: 13 Tahun 1987, maka ditetapkanlah lambang daerah Kabupaten

Bulukumba dengan makna sebagai berikut:

1. Perisai Persegi Lima Melambangkan sikap batin masyarakat Bulukumba yang

teguh memertahankan pancasila sebagai dasar negara Republik Indonesia.

2. Padi dan Jagung Melambangkan mata pencaharian utama dan merupakan

makanan pokok masyarakat Bulukumba. Bulir padi sejumlah 17 bulir

melambangkan tanggal 17 sebagai tanggal kemerdekaan RI. Daun jagung

sejumlah 8 menandakan bulan Agustus sebagai bulan kemerdekaan RI.

Kelopak buah jagung berjumlah 4 dan bunga buah jagung berjumlah 5

menandakan tahun 1945 sebagai tahun kemerdekaan RI.

3. Perahu Pinisi sebagai salah satu mahakarya ciri khas masyarakat Bulukumba,

yang dikenal sebagai "Butta Panrita Lopi" atau daerah bermukimnya orang

yang ahli dalam membuat perahu.

4. Layar perahu pinisi berjumlah 7 buah Melambangkan jumlah kecamatan yang

ada di Kabupaten Bulukumba, tetapi sekarang sudah dimekarkan dari tujuh

menjadi 10 kecamatan.

5. Tulisan aksara lontara di sisi perahu “Mali Siparappe, Tallang Sipahua”

Mencerminkan perpaduann dari dua dialek Bugis-Konjo yang melambangkan

persatuan dan kesatuan dua suku besar yang ada di kabupaten Bulukumba.

6. Dasar Biru Melambangkan bahwa kabupaten Bulukumba merupakan daerah

maritim.

39
B. Letak Geografis Kabupaten Bulukumba

Letak georafis Kabupaten Bulukumba berjarak 153 kilometer dari Makassar.

Ibukota Provinsi Sulawesi Selatan terletak di bagian selatan Semenanjung

Sulawesi Selatan, terhitung 1,85% dari total luas Provinsi Sulawesi Selatan.

Awal mula terbentuknya, Kabupaten Bulukumba ini hanya terdiri dari tujuh

kecamatan (Ujungbulu, Gangking, Bulukumpa, Bontobahari, Bontotiro, Kajang,

Hero Lange-Lange), tetapi beberapa kecamatan kemudian dimekarkan dan kini

“Butta Panrita Lopi” sudah terdiri atas 10 kecamatan. Ke- 10 kecamatan tersebut

adalah:

1. Kecamatan Ujungbulu (Ibukota Kabupaten)

2. Kecamatan Herlang

3. Kecamatan Bontobahari

4. Kecamatan Kajang

5. Kecamatan Bulukumpa

6. Kecamatan Ujungloe

7. Kecamatan Kindang

8. Kecamatan Bontotiro

9. Kecamatan Rilau Ale’

10. Kecamatan Gantarang

Dari 10 kecamatan diatas, tujuh di antaranya merupakan berada pada daerah

pesisir pantai yang merupakani sentra pengembangan industri wisata dan

40
perikanan dan perkebunan yaitu Kecamatan Gantarang, Kecamatan Ujung bulu,

Kecamatan Ujung Loe, Kecamatan Bonto Bahari, Kecamatan Bonto Tiro,

Kecamatan Kajang dan Kecamatan Herlang Tiga kecamatan lainnya tergolong

sentra pengembangan di industri pertanian, perkebunan, yaitu Kecamatan,

Kecamatan Rilau Ale dan Kecamatan Bulukumpa, dan Kecamatan Kindang

Kabupaten Bulukumba berbatasan dengan wilayah-wilayah sebagai berikut:

Sebelah Utara Kabupaten Sinjai Sebelah Selatan Laut Flores Sebelah Timur

berbatasan dengan Teluk Bone dan Pulau selayar Sebelah Barat berbatasan

dengan Kabupaten Bantaeng Sumber.

C. Gambaran Umum Kecamatan Rilau Ale

Kecamatan Rilau Ale adalah salah satu dari 10 kecamatan di kabupaten

Bulukumba, dengan luas wilayah 144,31 dengan Jumlah penduduk 410.485 jiwa.

Dalam kecamatan rilau ale terdapat 13 desa daerah pantai dan bukan daerah

pantai. Berikut luas wilayah menurut desa di kecamatan rilau ale dalam bentuk

Wilayah Menurut Desa/Kelurahan di Kecamatan rilau ale. Desa/Kelurahan Status

Luas wilayah 1. Salemba Desa 4.43 2. Dannuang Kelurahan 7.45 3. Majalling

Desa 7.02 4. Padang Loang Desa 8.52 5. Seppang Desa 8.46 6. Bijawang Desa

7.82 7. Lonrong Desa 9.75 8. Ballong Desa 9.83 9. Garanta Desa 9.42 10.

Manyampa Desa 24.05 11. Balleangin Desa 21.61 12. Tamatto Desa 18.45 13.

Bonto lohe Desa 11.50 Sumber : BPS, Kabupaten Bulukumba Angka 2016.

41
a. Jumlah penduduk Desa bonto lohe berdasarkan jenis kelamin: laki-laki 1.471

Jiwa. Perempuan 1.699 Jiwa dengan Jumlah KK 977.

b. Keadaan sosial Tingkat Pendidikan: Belum sekolah 90 orang, SD sederajat 23

orang. SMP/sederajat 21 orang, SMA/sederajat 17 orang Diploma/Sarjana 37.

c. Keadaan ekonomi berdasarkan mata pencaharian: 1. Nelayan 379 orang -2.

Petani 196 orang -3. Buruh Tani/Nelayan 25 orang -4. Tukang Kayu 18 orang

5. Pedagang 20 orang -6. Penjahit 12 orang -7. PNS 28 orang -8. TNI/Polri 5

orang -9. Pedagang 37 orang -10. Industri kecil 70 orang -13. Supir 11 orang

-15. Guru Swasta 28 orang.

BAB V

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

A. Strategi Penyelesaian Konflik Sosial Terhadap Pesta Demokrasi Di

Bulukumba

42
Terdapat cara yang dapat dignakan dalam menyelesaikan konflik, ada

beberapa cara yang harus ditempuh semisal proses negosiasi ataupun stimulus

yang mana hal ini terdapat peran pemimpin yang paling pokok dalam setiap

tindakan menyelesaikan konflik.

1. Mediasi adalah upaya penyelesaian konflik dengan melibatkan pihak ketiga

yang netral, yang tidak memiliki kewenangan mengambil keputusan yang

membantu pihak-pihak yang bersengketa mencapai penyelesaian (solusi) yang

diterima oleh kedua belah pihak. Konflik Pemilukada di Kabupaten

Bulukumba dalam melakukan penyelesaian yang mana komisi pemilihan

umum (KPU) Kabupaten Bulukumba menyerahkan ke komisi pemilihan

umum (KPU) Provinsi kemudian komisi pemilihan umum Provinsi

menindaklajuti dengan cara menyerahkannya ke Mahkamah Konstitusi.

Seperti yang diungkapkan Samsir Rahim S.Sos sebagai anggota Parpol telah

mengemukakan kepada penulis bahwa (hasil wawancara pada tanggal 2

september 2018):

“apabila ada Konflik maka akan diserahan ke KPU Provinsi, akan tetapi

KPU Provinsi akan menyerahkan wewenangnya ke Mahkamah Konstitusi

dalam menentukan pandangan atas dasar apa yang telah ditetapkan

menurut konstitusional”.

Berdasarkan wawancara tersebut, diketahui bahwa konflik yang terjadi

selama Pemilukada kemudian diserahkan kepada KPU Provinsi untuk

menindaklanjutinya yang kemudian menyerahkan kasus tersebut kepada

43
Mahkamah Konstitusi hingga mendapatkan penyelesaian kasus yang adil bagi

semua pihak.

2. Arbitrase merupakan tehnik mencari penyelesaian dari berbagai masalah.


51
Dalam beberapa konflik hal ini berarti pihak-pihak tersebut melakukan

perubahan perubahan ideologi yang besar. Seperti yang dikemukakan oleh

Sudirman, SE, sebagai anggota KPU mengemukakan kepada penulis bahwa

(hasil wawancara pada tanggal 2 september 2018):

“Dengan adanya aturan yang berlaku, maka aturan 68 tahun 2009 ini

mengatakan bahwa semua wajib melakukan verifikasi ke lembaga yang

telah ditentukan, contohnya ke DIKNAS yg seharusnya KPU harus

mengetahui lebih dulu setiap berkas pada calon sebelum mereka

mendaftarkan diri”.

Dalam melakukan pemilihan seperti kepala daerah atau seringkali disebut

dengan pilkada, seperti halnya dalam pemilihan gubernur dan wwakilnya,

serta pemilihan bupati/wakil bupati, dan wali kota/wakil walikota yang

menggambarkan pelaksanaan mengembalikan hak dasar rakyat untuk memilih

seorang pemimpin di daerah. Pemilihan secara langsung tersebut sangat bagus

karna rakyat dapat bebas memilih pemimpinnya.

Hasil penelitian Ieke Sartika. (2014:28-44) mengatakan bahwa Indonesia

tengah dilanda berbagai masalah yang kompleks. Sistem demokrasi yang

seyogyanya menghasilkan masyarakat yang bebas dan sejahtera, tidak terlihat

hasilnya, malah kenyataannya bertolak belakang, karena demokrasi membutuhkan

44
sosok yang mampu mengarahkan ke arah visi yang benar mengenai demokrasi,

memiliki cara komunikasi politik yang penuh empati, serta mempunyai

kecerdasan akademik dan emosional untuk membawa Indonesia ke dalam sistem

politik demokratis yang disertai aktivitas keislaman. Fenomena semaraknya

aktivitas keislaman justru diiringi dengan fenomena semaraknya kriminalitas,

korupsi, dan rendahnya sosial trust di kalangan masyarakat yang mempunyai

Legitimasi adalah pemimpin daerah yang dipilih melalui prosedur pemilihanyang

demokratis, sesuai dengan norma sosial dan etika politik, serta mendapat

dukungan dari suara terbanyak sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-

undangan.

Secara hukum, UU No. 6 Tahun 2004 mengatur tentang pencalonan direktur

daerah dan wakil direktur daerah. Berdasarkan perbedaan syarat tersebut, KPUD

member wewenan yang sangat besar untuk menerima pendaftaran, mengkaji

keabsahan persyaratan calon, dan menentukan pasangan calon bahkan jika ada

ruang untuk partai politik. Pasangan calon memperbaiki kekurangan dalam

persyaratan manajemen, namun dalam praktiknya, hal ini terjadi berkali-kali

ketika menentukan kadidtat yang lebih rendah. Seperti yang di utarakan oleh

ketua KPU Bapak Zainal Ruma. S.Pd (hasil wawancara pada tanggal, 28 agustus

2018)

“KPU memang sifatnya hirarkis berkaitan dengan kabupaten dan pusat,

sehingga akan selalu bekerja sesuai dengan aturan yang berlaku baik itu

secara lisan maupun tertulis. Karena memang sudah ketentuannya seperti

dari KPU pusat maupun provinsi, akan tetapi setiap pesta demokrasi pasti

45
akan ada hambatannya, kami dari KPU sudah merasa cuku dalam

menjalankan fungsi dari UU bahwasanya kedua dari bela pihak telah

bermusyawarah untuk mengakui hasil dari putusan”.

Teori masalah Karl Max seperti dua sisi mata uang. Di satu sisi teorinya

memang sengaja bermasalah. Ada juga masalah dengan usahanya untuk

menggabungkan teori dengan praktek. Praktik selalu bergantung pada konteksnya,

dan konteks aksi politik selalu berubah. Bentuk negara dan akitivitas para

politisnya dalam perjuangan kelas yang penuh dengan konflik. Seperti yang

jelaskan oleh salah satu narasumber Ibu Dokter. Marhumah Majid (hasil

wawancara pada tanggal 28 agustus 2018):

“Ketika berbicara tentang pilkada harusnya tidak akan ada timbul

masalah, akan tetapi kita sebagai anggota KPU harus berpatokan pada

setiap aturan yang ada, akan tetapi pada kenyataannya setiap pilkada

pasti ada saja masalah yang terjadi. Masalah biasa timbul diakibatkan

oleh DPT, dan masalah dari kandidat yang tidak paham dengan aturan

pilkada”.

Maka dari itu orang yang akan menjadi elit politik akan sangat

menentukan Pilkada biasa disebut dengan sistem filterisasi/penyaringan dari hal

politik dimana yang menjadi pemeran utama adalah mempunyai andil atau peran

penting. Pemilu menjadi alat untuk peraba sehingga dapat menyaring bagian

kelompok masyarakat yang menginginkan pemerintahan di tingkat lokal. Jadi

46
dapat dikatakan bahwa setiap komponen yang ingin masuk dalam tingkat elit

maka akan terseleksi melalui pemilihan secara langsung.

Dan pada nantinya orang yang menjadi elit politik akan sangat

menentukan nasib pemerintahan daerahnya. Didalam konteks pelaksanaan

pemerintahan daerah prinsip demokrasi berlaku. Menurut Pasal 18 Ayat 4 UUD

1945, kepala daerah dipilih secara demokratis. Undang-Undang Pemerintah

Daerah Nomor 32 Tahun 2004 mengatur pemilihan gubernur dan wakil gubernur

kabupaten dipilih langsung oleh rakyat, atau diusulkan bersama oleh partai politik

atau partai politik. Tujuan utama dilakukannya Pilkada ialah mempercepat

konsolidasi demokrasi di Republik.

Bukan hanya itu, masyarakat dapat berpartisipasi secara langsung dalam

proses pengambilan keputusan, maka terciptanya good governance dapat

dipercepat. Ini adalah salah satu bukti implementasi rencana desentralisasi.

Daerah sudah memiliki otonomi, bahkan berada ditingkat otonomi individu. Yang

bukan hanya semangatnya tersebut, beberapa pendapat yang menguatkan bahwa

pentingnya suatu Pilkada .

Pertama, dengan Pilkada dapat diperoleh pemimpin daerah yang

berkualitas dan bertanggung jawab. Kedua, Pilkada harus dikembangkan mampu

diciptakan stabilitas politik serta efisiensi pemerintah pada tingkatan lokal. Ketiga,

melalui Pilkada, kualitas kepemimpinan nasional dapat ditingkatkan, karena lebih

banyak peluang bagi pemimpin nasional untuk menonjol dari tingkat bawah atau

daerah.

47
Sejak diundangkannya UU Nomor 32 Tahun 2004, pemilihan kepala

pemerintahn pasca-konflik yang dipilih secara langsung oleh masyarakat telah

menimbulkan banyak masalah yang bisa dimaknai sebagai sengketa pemilu, dan

memakan waktu yang lama dan sangat melelahkan. Tenaga dan pikiran, belum

lagi biaya yang begitu tinggi, baik dalam politik (isu internal partai, masalah

kebijakan moneter, penipuan berupa suara palsu yang melibatkan lembaga resmi),

masyarakat (masalah disintegrasi sosial sementara). gerakan hitam, dan isu-isu

lainnya) Dan ekonomi.

Sengketa pemilu dijelaskan pada asal 106 Undang-Undang Nomor 32

Tahun2004, yang mengatur bahwasanya pasangan calon dapat mengajukan

sengketa hasil pemungutan suara ke Pengadilan tertinggi dalam pemilihan bupati

maupun walikota dan Mahkamah Agung untuk mengadili pemilihan kepala

daerah.

Terdapat UU yang mengatur bahwasanya kewenangan pengadilan didalam

memutuskan sengketa Pilkada hanya sebatas sengketa yang mempengaruhi hasil

pemenang Pilkada. Selain itu, terdapat keputusan yang dikeluarkan oleh

Mahkamah Agung dan Konstitusi yang menumbuhkan permasalahan pada

masyarakat masyarakat yang berakhir pada kesepakatan pemilu yang berlarut-

larut.

Selama ini dalam Pilkada lebih dari sekadar sengketa hasil penghitungan

suara, seperti masalah DPT, masalah pencalonan, apakah ada masalah internal

partai, atau apakah persyaratan Pilkada sudah terpenuhi. Meskipun UU No. 32

Tahun 2004 dan UU No. 12 Tahun 2008 melakukan pembatasan kepada

48
wewenang pengadilan dalam memberikan hasil sengketa pemilihan, seringkali

pihak pengadilan melanggarnya. Sependapat dengan pernyataan diatas salah satu

anggota banwaslu ibu Rohani S.Sos mengemukakan (hasil wawancara pada

tanggal 29 Agustus 2018):

“Dalam sistem kerja antara Panwaslu dan KPU terdapat aturan-aturan

yang tidak adanya ruang kerja yang luas terhadap pilkada ini sehingga

akan ada saja muncul konflik atau permasalahan baru yang dikarenakan

dari pihak yang tidak menang terkadang tidak menerima hasil dari

ketetapan yang telah diberikan dari pihak pengawas sehingga sering

mengakibatkan adanya benturan”.

Hal senada yang diungkapkan oleh bapak alimuddin telah mengungkapkan

kepada penulis bahwa (hasil wawancara pada tanggal 29 Agustus 2018):

“dalam pesta demokrasi memang seringa ada pertarungan, setiap kandidat

harus terima adanya kemengangan dan kekalahan. Sering sekali terjadi

ketika terdapat calon yang kalah maka akan menuntut untuk dilakukan

pemilihan ulang kembali, Padahal peraturannya tidak seperti itu. Kecuali

ketika perolehan suaranya sama banyak/seri maka boleh dilakukan

pemilihan ulang”.

Pendapat diatas dapat dipahami oleh penulis bahwasanya semua kandidat

atau calon pemimpin haru menerima setiap keputusan yang diberikan. konsep

yang penulis ketahui bahwasanya didalam teori Jon Burton terdapat konflik yang

dikenal sebagai konflik manang kalah yaitu sebuah hasil dari konflik dan dimana

49
seharusnya dapat menciptakan perdamaian. Pada akhirnya siapapun yang menang

dalam rana politik yaitu Pemilukada pasti akan memikirkan perkembangan

pemerintahan yang dibawahinya meskipun ada sedikit kepentingan alokasi

kekuasaan didalam masyarakat.

Tentang memenangkan pemilihan kepala daerah memiliki multidimensi.

Ada yang keluar dari harga diri pribadi (persaingan popularitas); mengejar

kekuasaan dan kehormatan juga ada alasannya; ini juga terkait dengan

kehormatan partai pendukungnya, tentunya ada orang-orang yang mengusung

cita-cita luhur daerah sebagai keturunan daerah. Di bawah adanya motif

kekuasaan, dapat dimengerti, karena berpolitik adalah berjuang dalam distribusi

kekuasaan sosial. Seperti disebutkan di atas, untuk mendapatkan prestise, sering

kali mencakup bentuk "melobi, menekan, mengancam, berkelahi, dan

berkompromi".

Dalam undang-undang partai politik, undang-undang Nomor 2 Tahun

2008, telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 2. Pada 2 Februari 2011,

konflik/masalah lain yang sering muncul di partaipolitik adalah sistem rekrutmen

calon KDH (Bupati, Walikota, Gubernur) bersifat transaksional, dan hanya orang-

orang dengan modal finansial besar dan popularitas tinggi yang akan disukai

politisi. Partai politik, bahkan membutuhkan biaya untuk memenangkan Pilkada,

yang biasanya akan menyebabkan maraknya korupsi di daerah, pemulihan modal

politik calon, dan banyak peraturan daerah bermasalah yang membebani daerah.

Dalam hal ini berbeda dengan argumentasi dari mantan Anggota KPU Ibu Risma

50
yyang mengatakan bahwasanya (hasil wawancara pada tanggal 2 september

2018):

“Persoalan konflik Pilkada, biasanya permasalahan itu berawal dari tahap

pencalonan itu terjadi, pada saat melakukan aktivitas dalam proses pada

saat pemeriksaan tidak memaksimalkan tugasnya dan kadang lalai dalam

menjalankan peraturan KPU, Dan didalam aturan itu kita sebagai

penyelenggara menverifikasi semua berkas”.

Terkait dengan pencalonan tersebut, Dalam  Keputusan KPU Nomor 03

Tahun 2010 tentang Penetapan Persyaratan Perolehan Jumlah Kursi Atau Suara

Sah Partai Politik Atau Gabungan Partai Politik Peserta Pemilihan kepala daerah

maupun wakil kepala daerah di Kabupaten bulukumba partai politik atau

gabungan partai politik dapat mendaftar menjadi bakal pasangan calon apabila

memenuhi persyaratan :

1. Memperoleh kursi pada Pemilihan Umum Anggota DPRD Kabupaten

bulukumba paling sedikit 15% (lima belas perseratus) dari jumlah kursi DPRD

Kabupaten bulukumba yaitu 7 Kursi.

2. Memperoleh Suara Sah pada Pemilu Pemilihan Umum Anggota DPRD

Kabupaten sedikit 15% (lima belas perseratus) dari akumulasi Perolehan

Suara Sah Tingkat DPRD Kabupaten yaitu 315.924.

51
KPU Kabupaten bulukumba ketika mendapat surat calon kandidat serta

lampirannya akan melakukan penelitian terlebi dulu berupa verifikasi serta

menerima masukan dari masyarakat terhadap pasangan calon. Verifikasi

dilakukan terhadap kelengkapan berkas administrasi surat pencalonan dan

persyaratan calon dan melakukan klarifikasi terhadap kebenaran dokumen yang

diajukan.

KPU Kabupaten Bulukumba mendapat masukan dari kelompok

masyarakat yang menamakan dirinya Koalisi Masyarakat dan Tim pemenangan

dari bakal pasangan calon yang melaporkan adanya penggunaan ijazah palsu oleh

salah satu calon kepala daerah Kabupaten bulukumba. Dengan adanya masukan

dari elemen tersebut, KPU Kabupaten bulukumba melakukan klarifikasi dan

analisa administrasi terhadap calon Kepala Daerah.

pasangan calon yang melaporkan adanya penggunaan ijazah palsu oleh

salah satu calon kepala daerah Kabupaten bulukumba. Berdasarkan fakta tersebut,

karena kewenangan KPU hanya melakukan verifikasi/penelitian secara

administrasi maka dengan penjelasan sekolah dan Diknas sebagai lembaga yang

paling berwenang sebagaimana ketentuan Peraturan KPU tentang pencalonan,

maka memutuskan bahwa surat keterangan tersebut telah memenuhi syarat. 

Karena otoritas yang dimiliki KPU ditentukan oleh UU dan persyaratan untuk ikut

Pemilu juga ditetapkan dalam UU, maka logika sederhananya adalah bahwa KPU

mutlak harus mendasarkan pelaksanaan otoritas tersebut sesuai dengan UU.

Konflik Pemilukada di kabupaten bulukumba dalam penanganannya

dimana KPU Kabupaten bulukumba menyerahkan ke KPU Provinsi dan KPU

52
Provinsi menindaklanjuti dan melimpahkannya ke Mahkamah Konstitusi. Seperti

penjelasan yang diungkapkan oleh ibu Samsir Rahim S.Sos dia sebagai salah satu

anggota Parpol (hasil wawancara pada tanggal 2 september 2018):

“jika terjadi konflik maka akan dilimpahkan ke KPU Provinsi, dan KPU

Provinsi akan meyerahkan wewenang ke Mahkamah Konstitusi tentunya

untuk penentuan hasil berdasarkan ketentuan yang berlaku secara

konstitusional”.

Pasangan calon kepala daerah Kabupaten bulukumba, Konstitusi langsung

menetapkan mereka menjadi pemenang pemilihan. Pada awalnya akan diberikan

jangka waktu 90 hari untuk dapat mencakup 5 tahap, diantaranya mendaftarkan

calon kandidat, berkampanye, pemilihan, penghitungan suara dan penetapan

pasangan pemenang.

Dengan adanya penelitian diatas maka dapat disimpulkan bahwasanya

konflik dalam Pemilihan di Kabupaten bulukumba dilaksanakan sesuai dengan

sesuai dengan teori resolusi konflik Jhon Burton dimana pemecahan konflik harus

dilakukan terlebih dahulu yaitu mencari akar permasalahan konflik.

B. Pembahasan

Setiap masalah yang timbul dalam proses kompetisi adalah sesuatu yang

wajar dan dianggap sebagai suatu keharusan untuk mencapai kedudukan yang

lebih tinggi. Semakin tinggi kedudukan seseorang, maka akan semakin besar

peluang untuk melakukan kecurangan dalam menjalankan kekuasaannya. Hal ini

53
sependapat dengan teori Marx. Menurut teori Marx, konflik bermula dari

keserakahan, di mana materi, harga diri (prestige), kekuasaan (power) adalah

sesuatu yang mutlak untuk dimiliki. Karena itu dalam rangka untuk melakukan

suatu perubahan, maka konflik adalah jalan terbaik untuk ditempuh. Konflik

adalah faktor yang melekat pada diri manusia sehingga konflik adalah sesuatu hal

yang dianggap wajar dan langkah konstruktif dalam konteks politik di alam

demokrasi.

Konsep Marxis pada konflik Pilkada dalam makalah ini adalah banyaknya

konflik yang terjadi ketika proses pilkada berlangsung. Berbagai macam cara yang

dilakukan oleh para kandidat untuk memenangkan pilkada sebagai kepala daerah

dilatarbelakangi oleh sifat alamiah manusia yang selalu ingin menguasai orang

lain untuk mendapatkan hal yang mereka inginkan, walaupun diperoleh dengan

cara yang tidak benar.

Dalam manajemen konflik, penyelesaian konflik pilkada ini sebenarnya

ada opsi lain yaitu konsensus. Dalam opsi ini adanya pemahaman bersama, di

mana semua pihak harus duduk bersama dan menyelesaikan masalah secara

terbuka, dengan kepala dingin, transparan, serta menjunjung tinggi asas kejujuran

dan keadilan guna menghindari konflik pilkada dalam dunia politik dibutuhkan

kedewasaan dalam berpolitik dan kematangan para tokohnya. Selain itu, mesti ada

kesepakatan awal bagi para calon untuk siap menang dan kalah –selain deklarasi

damai–sehingga pemenang dengan perolehan suara berapa pun harus diterima.

Dalam pelaksanaannya, pemilihan kepala daerah dilakukan oleh panitia

54
pemilihan daerah masing-masing. Tugas pakatan harapan sangat berlaku, yaitu

mengatur pelaksanaan pemilu ini agar bisa dilakukan secara demokratis. Namun

dalam prakteknya akan selalu ada masalah, seiring dengan ditemukannya calon

yang berpotensi menggunakan sertifikat palsu. Kejadian seperti ini harus

diperhatikan disebabkan apabila calon yang lolos dengan menggunakan sertifikat

palsu maka daerah tersebet akan dipimpin oleh orang yang tidak jujur.

Mencermati fenomena politik local selama ini, publik kecewa dengan

kualitas proses pilkada. Dibandingkan pilkada melalui PPRD, politik uang yang

diharapkan dapat diminimalisir melalui pilkada langsung justru terjadi dalam

skala yang lebih besar. Ketika mencalonkan dan memilih pimpinan dan kandidat

yang ideal, orang mengharapkan otonomi yang lebih besar, tetapi fakta

membuktikan bahwa otonomi yang lebih besar ada ditangan elit partai politik. Elit

partai pilitik dan pendukung politiklah yang mengontrol seluruh proses pemilu,

sehingga peran masyarakat luas sebagai pemilih menjadi sangat marjinal.

Melihat apakah dalam Pilkada Langsung selama ini telah terdapat indikasi

peran 'calon independen'. Tentu saja 'calon independen' yang dimaksud di sini

bukanlah calon pasangan Kepala Daerah yang dicalonkan melalui jalur non-partai.

Sebab, dalam Pilkada Langsung, semua pasangan Kepala Daerah harus

dicalonkan oleh partai politik. Namun, tidak semua parpol atau gabungan parpol

mencalonkan kader parpol. Dalam prakteknya, banyak tokoh di luar partai politik

yang kemudian dicalonkan oleh satu atau gabungan partai politik. Fenomena

inilah yang walaupun secara formal adalah pasangan calon yang diajukan oleh

55
partai politik, namun secara substantif adalah 'calon independen' yang kemudian

diformalisasi oleh partai politik sebagai pasangan calon yang diajukan oleh

parpol.

Sebagaimana banyak diindikasikan oleh beberapa studi sebelumnya bahwa

dalam banyak kasus parpol tidak dalam posisi yang mencalonkan pasangan calon.

Peran parpol lebih dalam posisi menyediakan legitimasi pencalonan, yang

biasanya ditransaksikan dengan pihak-pihak yang ingin dicalonkan atau ingin

mencalonkan seseorang menjadi Kepala Daerah. Dalam bahasa sehari-hari hal ini

sering dipresentasikan secara sinis dengan istilah 'beli perahu' (artinya membeli

formalitas parpol), 'beli tiket' (artinya memberi tiket pencalonan), dan istilah-

istilah lain dengan pengertian sejenis. Monopoli parpol dalam pencalonan ini

akhirnya dimanfaatkan oleh elit partai sebagai ajang bisnis dengan memasang tarif

milyaran rupiah bagi kandidat yang akan memakai partainya untuk maju dalam

proses pencalonan.

Hal ini mengindikasikan bahwa individu politisi, yang tidak selalu aktivis

parpol, dalam posisi yang aktif dalam proses pencalonan calon pasangan Kepala

Daerah. Konflik internal parpol dalam proses Pilkada menggejala di banyak

daerah dan di banyak parpol. Konflik ini terjadi baik antar tingkat organisasi

partai, maupun antar organisasi partai dengan massa. Hal ini bisa dimengerti

karena karakter partai politik di Indonesia yang terkesan masih sangat sentralistis.

Dimana proses pengambilan keputusan kebanyakan masih didominasi oleh

kalangan elit partai. Kecenderungan oligarki partai ini mengakibatkan

56
termarginalkanrtya peran dan partisipasi massa atau kader di daerah. Kekecewaan

pengurus di daerah atau massa pendukung inilah yang kebanyakan menimbulkan

konflik terbuka pada tahap pencalonan kandidat Pilkada melalui partai politik.

Tabel berikut menunjukkan beberapa konflik yang terjadi pada tahap pencalonan

dalam Pilkada.

Beberapa kasus konflik yang banyak terjadi di berbagai daerah

telah  mengindikasikan beberapa hal. Pertama, hal tersebut menandakan bahwa

demokrasi internal parpol tidak terjadi dan struktur organisasi partai di Indonesia

kebanyakan masih tersentralisasi. Dalam kasus ini, meskipun Pilkada adalah

kepentingan lokal, dan merupakan bagian dari demokrasi lokal, namun elit pusat

masih banyak ikut mengintervensi proses pencalonan. Akibatnya, konflik terbuka

antar tingkat organisasi partai tidak bisa dihindari. Kedua, munculnya konflik ini

juga menunjukkan marginalisasi massa dan kader di daerah dalam proses

pembuatan keputusan partai. Pola kepemimpinan partai yang bersifat oligarkis

mengakibatkan terbatasnya ruang partisipasi massa dalam proses pembuatan

keputusan partai. Hal ini menyebabkan tahirnya konflik antar organisasi partai

dengan kader pada level akar rumput sangat sering terjadi. Hal ini bisa dipahami

mengingat massa akar rumput merasa tidak puas terhadap proses pencalonan dan

dengan kandidat yang diatur dari organisasi partai.

57
BAB VI

PENUTUP

A. KESIMPULAN

Berdasarkan hasil dan pembahasan penelitian diatas, maka dapat

disimpulkan sebagai berikut:

58
1. Suatu konflik politik dapat dilihat pada suatu peristiwa yang terjadi karena

perbedaan kepentingan antar individu atau kelompok dimana adanya

perbedaan padangan antar partai politik karena pebedaan ideologi. sehingga

konflik dapat diterapkan secara optimal jika dikombinasikan dengan beragam

mekanisme penyelesaian konflik lain yang relevan.mekanisme tersebut dapat

dijalakan sesuai dengan aturan yang berlaku. Penyelesaian konflik pemilukada

di Kabupaten Bulukumba dilakukan dengan cara menemukan akar

permasalahan dan melakukan Arbitrasi penyelesaian secara yudisial dengan

melibatkan Mahkamah konstitusi.

2. Pemilu merupakan suatu program yang memiliki badan- badan yang memiliki

wewenang untuk menjaga dan mengawasi apabila mengalami suatu masalah

dalam prosesnya, lembaga- lembaga itu adalah KPU (Komisi Pemilihan

Umum), BANWASLU (Badan Pengawas Pemilu), MK (Mahkamah

Konstitusi).

3. Dampak dalam menyelesaikan konflik .adalah adanya pembberhentian

anggota KPU Kabupaten Bulukumba yang dinilai kurang profesional didalam

melaksanakan tugas dan tanggungjawab sebagai tim yang menverifikasi data

calon kepala daerah dan wakil kepala daerah.

B. Saran

Terkait masalah penelitian tentang Strategi penyelesaian Konflik Sosial

Terhadap Pesta Demokrasi di Kabupaten Bulukumba maka penulis memberikan

beberapa saran

59
1. Perlu adanya pengawasan dari lembaga pemerintah lainnya serta dari

masyarakat akan program-program yang direncanakan oleh calon parpol jika

terpilih.

2. Bagi masyarakat kiranya dapat memperoleh pembelajaran politik dari seluruh

aktivitas pemilukada, baik itu semasa kampanye maupun proses pemilihan,

agar pemilukada selanjutnya dapat terlaksana dengan lebih baik lagi.

3. Peneliti selanjutnya diharapkan lebih mengkaji lebih banyak sumber maupun

refrensi yang terkait dengan strategi penyelesaian konflik social terhadap pesta

Demokrasi.

DAFTAR PUSTAKA

Ahmad,Hamzah. 1996. Kamus Bahasa Indonesia. Surabaya: Fajar Mulia.

Agustino, Leo, 2007. Perihal Ilmu Politik, Memahami Ilmu Politik, Graha Ilmu,
Yogyakarta.

60
Bandle, Robert F. 1973. The Origins of Peace. New York: the Free Press.

Chandra, Robby. 1992. Konflik dalam kehidupan sehari-hari. Yogyakarta:


Kanisius.

Chilcote, Ronald. H. 2003. Teori Perbandingan Politik “Penelusuran


Paradigma”. Jakarta: PT RajaGrafindo Persada.

Giddens, Anthony. 1987. Perdebatan Klasik dan Kontemporer Mengenai


Kelompok,Kekuasaan dan Konflik. Jakarta: Rajawali.

Gunawan Sumodiningrat, Pembangunan Daerah dan Pemberdayaan Masyarakat


(Jakarta: Bina Rena Pariwara, 1996),

Hermawan, Yulius. 2007. Transformasi dalam Studi Hubungan Internasional:


Aktor, Isu, dan Metodologi. Yogyakarta :Graha Ilmu.

J. E.Lokollo. dkk. 1997, Seri Budaya Pela-Gandong dari Pulau Ambon, Ambon:
Lembaga Kebudayaan Maluku.

Jon Burton. 1990. conflict: Resolution and Prevention (New York: St Martin’s
Press).

Merelas Jalan Sosiologi. http://compsoc.bandungfe.netlintro/part06.html. Diakses


10 Oktober 2018.

May Rudy, T. 2003. Pengantar Ilmu Politik. Bandung: PT Refika Aditama.

61
Muin, Ma’arif. 1999. Manual Advokasi: Resolusi Konflik Etnik dan Agama
Surakarta:Ciscore.

Rauf, Maswadi. 2000. Konsensus Politik, sebuah panjajangan teoritis. Jakarta:


Dirjen Dikti.

Ritzer , George dan Douglas J. Goodman. Teori Sosiologi Modern. 2012. Jakarta :
Kencana

Setiadi, Elly M. dan Usman Kolip. Pengantar Sosiologi Politik. 2013. Jakarta :
Kencana

Surabakti, Ramlan. 1999. Memahami Ilmu Politik. Jakarta: Gramedia


Midiasarana.

Susan, Novri. Sosiologi Konflik & Isu-Isu Konflik Kontemporer. 2009. Jakarta :
Kencana

UI, LKBH, 1998. Kekerasan dalam politik yang over Akting, Pustaka pelajar,
Yogyakarta.

Undang-Undang Nomer 02 tahun 2008 tentang Partai Politik

Wirawan. Konflik dan Manajemen Konflik : Teori, Aplikasi, dan Penelitian. 2010.
Jakarta : Salemba Humanika.

62
L

63
I

PEDOMAN OBSERVASI

Dalam observasi yang dilakukan adalah mengamati pastisipasi masyarakat

Kabupaten Bulukumba dalam pelaksanaan pesta demokrasi atau Pemilukada,

meliputi:

1. Tujuan:

Untuk memperoleh data mengenai kondisi fisik maupun non fisik dalam

pelaksanaan pesta demokrasi atau Pemilukada di Kabupaten Bulukumba.

2. Aspek yang di amati:

64
a. Konflik yang terjadi selama berjalannya pesta demokrasi atau Pemilukada

di Kabupaten Bulukumba.

b. Peran lembaga-lembaga terkait, dalam penyelesaian konflik selama

berjalannya pesta demokrasi atau Pemilukada di Kabupaten Bulukumba.

c. Strategi apa yang digunakan dalam penyelesaian konflik yang terjadi

dalam pesta demokrasi di Kabupaten Bulukumba.

d. Dampak yang dirasakan masyarakat selama terjadinya konflik dalam pesta

demokrasi atau Pemilukada di Kabupaten Bulukumba.

e. Bagaimana peran masyarakat selama terjadinya konflik dalam pesta

demokrasi atau Pemilukada di Kabupaten Bulukumba.

PEDOMAN WAWANCARA

Daftar pertanyaan pertanyaan wawancara ini bertujuan untuk

mempermudah peneliti mengumpulkan data tentang “Strategi Penyelesaian

Konflik Sosial terhadap Pesta Demokrasi di Kabupaten Bulukumba”.

1. Bagaimana kronologis terjadinya konflik sosial terhadap pesta demokrasi ?

2. Faktor-faktor apa saja yang menyebabkan terjadinya konflik social?

65
3. Seperti apa kondisi masyarakat ketika terjadinya konflik social?

4. Bagaimana upaya-upaya yang dilakukan dalam menyelesaikan konflik sosial

yang terjadi terhadap pesta demokrasi ?

5. Bagaimana kondisi masyarakat pasca resolusi konflik social?

6. Pasca resolusi konflik adakah upaya lembaga sosial masyarakat untuk

membuat kebijakan untuk mengantisipasi konflik lanjutan ?

7. lembaga sosial apa sajakah yang berperan dalam penyelesain konflik terhadap

pesta demokrasi si Kabupaten Bulukumba ?

8. Langkah-langkah seperti apa yang ditempuh lembaga tersebut untuk

menyelesaikan konflik dalam pesta demokrasi ?

9. bagaimana dampak penyelesaian konflik sosial oleh lembaga sosial terhadap

kehidupan masyarakat ?

10. bagaimana pandangan masyarakat terhadap penyelesaian konflik sosial

terhadap pesta demokrasi?

11. Apa yang menjadi kendala/hambatan lembaga sosial dalam menyelesaikan

konflik dalam pesta demokrasi ?

12. apakah masyarakat Kabupaten Bulukumba ikut berperan dalam menyelesaikan

konflik sosial terhadap pesta demokrasi ?

13. Peran apa saja yang dilakukan oleh masyarakat untuk menyelesaikan konflik

sosial terhadap pesta demokrasi ?

14. bagaimana pengaruh dari tindakan masyarakat terhadap penyelesaian konflik

sosial dalam pesta demokrasi ?

66
DOKUMENTASI FOTO

67
Dokumentasi Foto Observasi

Dokumentasi Foto Observasi

68
Dokumentasi Foto Wawancara dengan anggota KPU

Dokumentasi Foto Wawancara anggota BANWASLU

69
Dokumentasi Wawancara dengan anggota DPRD

Dokumentasi Foto Wawancara

70
Dokumentasi Wawancara Kepala Desa bonto lohe

RIWAYAT HIDUP

71
kusman, Lahir pada tanggal 09 Oktober 1995, di

panaikang, Kabupaten Bulukumba dari pasangan suami

istri Bapak Muhammad Hatta dan Ibunda A. Nur Aeni.

Penulis merupakan Anak ke 6 dari 8 bersaudara. Penulis

pertama kali masuk pendidikan formal di SDN 242

Galung Boddong (Lulus tahun 2008). Pada tahun yang sama penulis melanjutkan

pendidikan ke SMP Negeri 8 Bulukumpa, pindah sekolah pada tahun 2009 di

SMP Negeri 6 Sinjai Selatan (Lulus pada tahun 2011). Setelah tamat penulis

melanjutkan pendidikan ke SMA Negeri 3 Sinjai Selatan, pindah sekolah pada

tahun 2013 di MA Muhammadiyah palampang (Lulus tahun 2014). Kemudian,

pada tahun yang sama peneliti melanjutkan pendidikan di perguruan tinggi,

tepatnya di Universitas Muhammadiyah Makassar (UNISMUH) Fakultas

Keguruan dan Ilmu Pendidikan (FKIP) pada Program Studi Pendidikan Sosiologi.

Penulis sangat bersyukur diberi kesempatan oleh Allah S.W.T bisa

menimbah ilmu yang merupakan bekal di masa depan. Saat ini penulis berharap

dapat mengamalkan ilmu yang telah diperoleh dengan baik dan membahagiakan

ke dua orang tua serta berusaha menjadi manusia yang berguna bagi agama,

keluarga, masyarakat, bangsa dan negara.

72
73

Anda mungkin juga menyukai