Anda di halaman 1dari 26

PENTINGNYA PENDIDIKAN ISLAM DI KAWULA MUDA

Kelompok 1

1. Nurul Safitry ( 19190008 )


2. Audri Alpimarisa (19190018 )
3. Riska Putri D.F ( 19190013 )
4. Elsaliana ( 19190017 )

Program Studi Sistem Informasi

Fakultas Teknik dan Informatika Universitas Bina


Sarana Informatika

Sukabumi
2022
DAFTAR ISI

PENTINGNYA PENDIDIKAN ISLAM DI KAWULA MUDA ................. 1


BAB I PENDAHULUAN ............................................................................. 2
1.1 Latar Belakang Masalah ................................................................. 2
1.2 Masalah dan tujuan ......................................................................... 2
BAB II PEMBAHASAN ............................................................................... 3
2.1 Pembahasan .................................................................................... 3
2.2 Kebutuhan-kebutuhan Remaja ........................................................ 4
2.3 Jenis-jenis Pendidikan Islam Bagi Kawula Muda ........................... 4
2.4 Tanggung Jawab Pendidikan Bagi Kawula Muda ........................... 5
2.5 Fungsi Pendidikan Islam Bagi Remaja ............................................ 5
2.6 Langkah-langkah Menanaman Pendidikan Islam ............................. 6
2.7 Mengapa diperlukan Pendidikan Islam di Kawula Muda................. 6
BAB III PENUTUP ...................................................................................... 7
3.1 Kesimpulan ..................................................................................... 7
DAFTAR PUSTAKA .................................................................................... 8
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Masalah.


Ilmu pengetahuan merupakan suatu hal yang sangat penting apalagi
dikalangan kawula muda, sebab dengan ilmu pengetahuan yang dimilki
seseorang akan menjadi salah satu indikator yang membedakannya dengan
orang-orang lain. Bahkan dengan ilmu pengetahuan itu pula yang
mengantarkan seseorang mencapai posisi atau kedudukan yang tinggi dan
yang mulia.
Secara sederhananya pendidikan dapat diartikan sebagai usaha untuk
membina kepribadiannya sesuai dengan nilai-nilai yang ada dalam agama
islam,masyarakat dan kebudayaan. Dengan demikian, bagaimanapun
sederhananya peradaban suatu masyarakat di dalamnya terjadi atau
berlangsung suatu proses pendidikan.
Pendidikan begitu penting bagi para kawula muda, karena dapat
bertanggung jawab terhadap pendidikan dalam segala aspek pendidikan baik
aspek akhlak, sosial dan jasmani.
Mengingat di Indonesia mayoritas masyarakatnya muslim dan
merupakan penduduk muslim terbesar di dunia, tetapi terdapat karakter-
karakter anak didik maupun masyarakat indonesia yang tidak sesuai dengan
pendidikan islam. Pemerintah indonesia pun kurang mengetahui dan
memahami tentang pentingnya pendidikan islam terhadap masyarakat
indonesia. Maka kami akan mencoba untuk menela’ah sekaligus membahas
akan “pentingnya pendidikan islam di Kamula Muda”

1.2 Masalah Dan Tujuan.


Berdasarkan latar belakang masalah di atas maka pembahasan makalah
ini akan difokuskan pada masalah-masalah sebagai berikut:
1. Apa hakikat pendidikan Islam (pengertian, tujuan, karakteristik, dsb)?
2. Mengapa diperlukan pendidikan Islam di Kawula Muda?
Adapun tujuan dari pembahasan pada paper ini adalah sebagai berikut
1. Mengetahui dan memahami hakikat dari pendidikan islam.
2. Mengetahui dan memahami sangat diperlukannya pendidikan islam.
3. Mengetahui langkah- langkah menanamkan pendidikan islam.
BAB II

PEMBAHASAN

2.1 Pembahasan.

A. Hakikat Pendidikan Islam.


1. Pengertian Pendidikan Islam.

Pendidikan adalah suatu proses generasi muda untuk dapat menjalankan


kehidupan dan memenuhi tujuan hidupnya secara lebih efektif dan efisien. Pendidikan
lebih daripada pengajaran, karena pengajaran sebagai suatu proses transfer ilmu
belakang, sedangkan pendidikan merupakan transformasi nilai dan pembentukan
kepribadian dengan segala aspek yang dicakupnya.

Perbedaan pendidikan dan pengajaran terletak pada penekanan pendidikan


terhadap pembentukan kepribadian dan kesadaran anak didik di samping transfer ilmu
dan keahlian. Pengertian pendidikan secara umum dihubungkan dengan Islam-
sebagai suatu system keagamaan-menimbulkan pengertian-pengertian baru, yang
secara implicit menjelaskan karakteristik-karakteristik yang dimilikinya.

Pengertian pendidikan dengan seluruh totalitasnya dalam konteks Islam dengan


konotasi istilah “tarbiyah, ta’lim, dan ta’dib” yang harus dipahami secara bersama-
sama. Ketiga istilah ini yakni mengandung makna yang mendalam menyangkut
manusia dan masyarakat serta lingkungan yang dalam hubungannya dengan Tuhan
saling berkaitan satu sama lain. Istilah itu pula sekaligus menjelaskan ruang lingkup
pendidikan Islam: informal, formal dan non formal. Hasan Langgulung merumuskan
pendidikan Islam pada kawula muda yakni sebagai suatu proses penyiapan generasi
muda untuk mengisi peranan, memindahkan pengetahuan dan nilai-nilai Islam yang
diselaraskan dengan fungsi manusia yakni untuk beramal di dunia dan memetik
hasilnya di akhirat.

Dari berbagai penjelasan terdapat berbagi macam pengertian pendidikan Islam.


Menurut Athiyah Al-Abrasy, pendidikan Islam adalah mempersiapkan manusia
supaya hidup dengan sempurna dan bahagia, mencintai tanah air, tegap jasmaninya,
sempurna budi pekertinya, pola pikirnya teratur dengan rapi, perasaannya halus,
profesiaonal dalam bekerja dan manis tutur sapanya. Sedang Ahmad D. Marimba
memberikan pengertian bahwa pendidikan Islam adalah bimbingan jasmani dan
rohani berdasarkan hukum-hukum islam menuju kepada terbentuknya kepribadian
utama menurut ukuran-ukuran Islam.

Sedangkan menurut Syeh Muhammad Naqib Al-Attas, pendidikan adalah suatu


proses penamaan sesuatu ke dalam diri manusia mengacu kepada metode dan sistem
penamaan secara bertahap, dan kepada manusia penerima proses dan kandungan
pendidikan tersebut.

Dari definisi dan pengertian itu ada tiga unsur yang membentuk pendidikan yaitu
adanya proses, kandungan, dan penerima. Kemudian disimpulkan lebih lanjut yaitu ”
sesuatu yang secara bertahap ditanamkan ke dalam diri manusia”.Jadi definisi
pendidikan Islam adalah, pengenalan atau pengakuan yang secara berangsur-angsur
ditanamkan ke dalam diri manusia, tentang tempat-tempat yang tepat dari segala
sesuatu di dalam tatanan penciptaan, sehingga membimbing ke arah pengenalan dan
pengakuan tempat Tuhan yang tepat di dalam tatanan wujud dan kepribadian. Jadi
pendidikan ini hanyalah untuk manusia saja.

Kembali kepada definisi pendidikan Islam yang menurut Al-Attas diperuntutukan


untuk manusia saja. menurutnya pendidikan Islam dimasukkan dalam At-ta’dib,
karena istilah ini paling tepat digunakan untuk menggambarkan pengertian
pendidikan itu, sementara istilah tarbiyah terlalu luas karena pendidikan dalam istilah
ini mancakup juga pendidikan kepada hewan. Menurut Al-Attas Adabun berarti
pengenalan dan pengakuan tentang hakikat bahwa pengetahuan dan wujud bersifat
teratur secara hierarkis sesuai dengan beberapa tingkat dan tingkatan derajat mereka
dan tentang tempat seseorang yang tepat dalam hubungannya dengan hakikat itu serta
dengan kepastian dan potensi jasmaniah, intelektual, maupun rohaniah seseorang.

Dari pengertian Al-Attas tersebut dibutuhkan pemahaman yang mendalam, arti


dari pengertian itu adalah, “pengenalan” adalah menemukan tempat yang tepat
sehubungan denagn apa yang dikenali, sedangkan “pengakuan” merupakan tindakan
yang bertalian dengan pengenalan tadi. Pengenalan tanpa pengakuan adalah
kecongkakan, dan pengakuan tanpa pengenalan adalah kejahilan belaka. Dengan kata
lain ilmu dengan amal haruslah seiring.

Ilmu tanpa amal maupun amal tanpa ilmu adalah kesia-siaan. Kemudian tempat
yang tepat adalah kedudukan dan kondisinya dalam kehidupan sehubungan dengan
dirinya, keluarga, kelompok, komunitas dan masyarakatnya, maksudnya dalam
mengaktualisasikan dirinya harus berdasarkan kriteria Al-Quran tentang ilmu, akal,
dan kebaikan (ihsan) yang selanjutnya mesti bertindak sesuai dengan ilmu
pengetahuan secara positif, dipujikan serta terpuji.

2. Karakteristik Dalam Pendidikan Islam

Islam diturunkan sebagai rahmatan lil ‘alamin. Untuk mengenalkan Islam ini
diutus Rasulullah SAW. Tujuan utamanya adalah memperbaiki manusia untuk
kembali kepada Allah SWT. Oleh karena itu selama kurang lebih 23 tahun Rasulullah
SAW membina dan memperbaiki manusia melalui pendidikan. Pendidikanlah yang
mengantarkan manusia pada derajat yang tinggi, yaitu orang-orang yang berilmu.
Ilmu yang dipandu dengan keimanan inilah yang mampu melanjutkan warisan
berharga berupa ketaqwaan kepada Allah SWT.

Manusia mendapat kehormatan menjadi khalifah di muka bumi untuk mengolah


alam beserta isinya. Hanya dengan ilmu dan iman sajalah tugas kekhalifahan dapat
ditunaikan menjadi keberkahan dan manfaat bagi alam dan seluruh makhluk-Nya.
Tanpa iman akal akan berjalan sendirian sehingga akan muncul kerusakan di muka
bumi dan itu akan membahayakan manusia. Demikian pula sebaliknya iman tanpa
didasari dengan ilmu akan mudah terpedaya dan tidak mengerti bagaimana
mengolahnya menjadi keberkahan dan manfaat bagi alam dan seisinya.

Sedemikian pentingnya ilmu, maka tidak heran orang-orang yang berilmu


mendapat posisi yang tinggi baik di sisi Allah maupun manusia. (QS. Al Mujadilah
(58) : 11). Bahkan syaithan kewalahan terhadap orang muslim yang berilmu, karena
dengan ilmunya, ia tidak mudah terpedaya oleh tipu muslihat syaithan.

Muadz bin Jabal ra. berkata: “Andaikata orang yang beakal itu mempunyai dosa
pada pagi dan sore hari sebanyak bilangan pasir, maka akhirnya dia cenderung masih
bisa selamat dari dosa tersebut namun sebaliknya, andaikata orang bodoh itu
mempunyai kebaikan dan kebajikan pada pagi dan sore hari sebanyak bilangan pasir,
maka akhirnya ia cenderung tidak bisa mempertahankannya sekalipun hanya seberat
biji sawi.” Ada yang bertanya, “Bagaimana hal itu bisa terjadi?” Ia menjawab,
“Sesungguhnya jika orang berakal itu tergelincir, maka ia segera menyadarinya
dengan cara bertaubat, dan menggunakan akal yang dianugerahkan kepadanya. Tetapi
orang bodoh itu ibarat orang yang membangun dan langsung merobohkannya karena
kebodohannya ia terlalu mudah melakukan apa yang bisa merusak amal shalihnya.”

Kebodohan adalah salah satu faktor yang menghalangi masuknya cahaya Islam. Oleh
karena itu, manusia butuh terapi agar menjadi makhluk yang mulia dan dimuliakan
oleh Allah SWT. Kemuliaan manusia terletak pada akal yang dianugerahi Allah. Akal
ini digunakan untuk mendidik dirinya sehingga memiliki ilmu untuk mengenal
penciptanya dan beribadah kepada-Nya dengan benar. Itulah sebabnya Rasulullah
SAW menggunakan metode pendidikan untuk memperbaiki manusia, karena dengan
pendidikanlah manusia memiliki ilmu yang benar. Dengan demikian, ia terhindar dari
ketergelinciran pada maksiat, kelemahan, kemiskinan dan terpecah belah.

3. Tujuan Pendidikan Islam.

Tujuan pendidikan Islam tidak terlepas dari tujuan hidup manusia dalam Islam,
yaitu untuk menciptakan pribadi-pribadi hamba Allah yang selalu bertakwa
kepadaNya, dan dapat mencapai kehidupan yang berbahagia di dunia dan akhirat
(lihat S. Al-Dzariat:56; S. ali Imran: 102).

Dalam konteks sosiologi pribadi yang bertakwa menjadi rahmatan lil ‘alamin,
baik dalam skala kecil maupun besar. Tujuan hidup manusia dalam Islam inilah yang
dapat disebut juga sebagai tujuan akhir pendidikan Islam.

Tujuan khusus yang lebih spesifik menjelaskan apa yang ingin dicapai melalui
pendidikan Islam. Sifatnya lebih praxis, sehingga konsep pendidikan Islam jadinya
tidak sekedar idealisasi ajaran-ajaran Islam dalam bidang pendidikan.Dengan
kerangka tujuan ini dirumuskan harapan-harapan yang ingin dicapai di dalam tahap-
tahap tertentu proses pendidikan, sekaligus dapat pula dinilai hasil-hasil yang telah
dicapai.

Menurut Abdul Fatah Jalal, tujuan umum pendidikan Islam ialah terwujudnya
manusia sebagai hamba Allah. Jadi menurut Islam, pendidikan haruslah menjadikan
seluruh manusia yang menghambakan kepada Allah. Yang dimaksud menghambakan
diri ialah beribadah kepada Allah.

Islam menghendaki agar manusia dididik supaya ia mampu merealisasikan tujuan


hidupnya sebagaimana yang telah digariskan oleh Allah. Tujuan hidup menusia itu
menurut Allah ialah beribadah kepada Allah. Seperti dalam surat a Dzariyat ayat 56
:“ Dan Aku menciptakan Jin dan Manusia kecuali supaya mereka beribadah kepada-
Ku”. Jalal menyatakan bahwa sebagian orang mengira ibadah itu terbatas pada
menunaikan shalat, shaum pada bulan Ramadhan, mengeluarkan zakat, ibadah Haji,
serta mengucapkan syahadat. Tetapi sebenarnya ibadah itu mencakup semua amal,
pikiran, dan perasaan yang dihadapkan (atau disandarkan) kepada Allah. Aspek
ibadah merupakan kewajiban orang islam untuk mempelajarinya agar ia dapat
mengamalkannya dengan cara yang benar.

Ibadah ialah jalan hidup yang mencakup seluruh aspek kehidupan serta segala
yang dilakukan manusia berupa perkataan, perbuatan, perasaan, pemikiran yang
disangkutkan dengan Allah.

Menurut al Syaibani, tujuan pendidikan Islam adalah :

1. Tujuan yang berkaitan dengan individu, mencakup perubahan yang berupa


pengetahuan, tingkah laku masyarakat, tingkah laku jasmani dan rohani dan
kemampuan-kemampuan yang harus dimiliki untuk hidup di dunia dan di akhirat.
2. Tujuan yang berkaitan dengan masyarakat, mencakup tingkah laku masyarakat,
tingkah laku individu dalam masyarakat, perubahan kehidupan masyarakat,
memperkaya pengalaman masyarakat.
3. Tujuan profesional yang berkaitan dengan pendidikan dan pengajaran sebagai
ilmu, sebagai seni, sebagai profesi, dan sebagai kegiatan masyarakat.

Menurut al abrasyi, merinci tujuan akhir pendidikan islam menjadi

1. Pembinaan akhlak.
2. menyiapkan anak didik untuk hidup dudunia dan akhirat.
3. Penguasaan ilmu.
4. Keterampilan bekerja dalam masyrakat.

Menurut Asma hasan Fahmi, tujuan akhir pendidikan islam dapat diperinci menjadi :

1. Tujuan keagamaan.

2. Tujuan pengembangan akal dan akhlak.

3. Tujuan pengajaran kebudayaan.

4. Tujuan pembicaraan kepribadian.


Menurut Munir Mursi, tujuan pendidikan islam menjadi :

1. Bahagia di dunia dan akhirat.

2. menghambakan diri kepada Allah.

3. Memperkuat ikatan keislaman dan melayani kepentingan masyarakat islam.

4. Akhlak mulia.

2.2 Kebutuhan-kebutuhan Remaja.


Dalam melakukan pengajaran dalam pendidikan yang akan diberikan
pada remaja terlebih dahulu harus diketahui kebutuhan-kebutuhan
remaja.Kebutuhan primer atau kebutuhan fisik remaja pada umumnya tidak
banyak bedanya dari kebutuhan anak-anak. Mereka juga membutuhkan
semua yang dibutuhkan oleh makhluk hidup pada umumnya, seperti makan,
minum, istirahat, kegiatan, tidur, oksigen dan sebagainya. Adapun kebutuhan
sekunder dan kebutuhan kejiwaan remaja agak berbeda dari kebutuhan
kejiwaan kanak-kanak, baik dipandang dari jenis maupun kualitas kebutuhan.
Remaja memerlukan kebutuhan-kebutuhan tertentu yang sesuai dengan
perkembangan emosinya, di antaranya:
a) Kebutuhan Akan Pengendalian Diri
Remaja membutuhkan pengendalian diri, karena dia belum
mempunyai pengalaman yang memadai untuk itu. Dia sangat peka,
karena pertumbuhan fisik dan seksual yang berlangsung dengan cepat.
Sebagai akibat dari pertumbuhan fisik dan seksual yang cepat itu,
terjadi kegoncangan dan kebingungan dalam dirinya.(Zakiah
Daradjat,1995: 17).
Mungkin juga dia hilang kendali terhadap kelakuan dan tindakannya,
atau mungkin juga ia condong kepada menyendiri dan menutup diri.
Di samping itu remaja merasa bahwa fisiknya sudah seperti orang
dewasa, sehingga dia merasa harus bertingkah laku seperti orang
dewasa, agar dapat merasa aman. Oleh karena itu ia perlu memperkuat
kendali, terhadap kelakuan yang dituntut oleh masyarakat.
b) Kebutuhan Akan Kebebasan
Kebebasan emosional dan materi merupakan kebutuhan remaja pula
pada masa-masa ini. Tidak diragukan lagi, kematangan fisik
mendorong remaja untuk berusaha mandiri dan bebas dalam
mengambil keputusan untuk dirinya, sehingga dia dapat mencapai
kematangan emosional yang terlepas dari emosi orang tua dan
keluarganya. Kadang-kadang orang tua menghalangi hal tersebut,
dengan alasan kasihan kepadanya. Banyak orang tua sangat
memperhatikan dan membatasi sikap, perilaku, dan tindakan-tindakan
remaja. Dengan demikian remaja merasa tidak dipercayai oleh orang
tua dan mereka tidak dapat menerima hal tersebut, sehingga remaja
berontak. Akan tetapi sebaliknya, remaja masih memerlukan orang
tua, terutama dari segi materi dan emosi. Oleh karena itu, kebutuhan
remaja sering bertentangan satu sama lain. Jika hal itu tidak teratasi,
mungkin saja remaja itu akan mengalami konflik kejiwaan.
c) Kebutuhan Akan Rasa Kekeluargaan
Kebutuhan remaja yang bertentangan satu sama lain,
menyebabkannya merasa tidak aman, di mana keinginannya untuk
mandiri dan bebas berlawanan dengan kebutuhan untuk bergantung
kepada orang tua. Hilangnya rasa aman, menimbulkan suatu dorongan
baru, yaitu kebutuhan akan rasa kekeluargaan, artinnya dia adalah
bagian dari keluarganya, dan bangga dengan keluarga tersebut.
Kebutuhan ini berkembang dan tidak terbatas pada keluarga saja,
tetapi juga pada kelompok teman sepermainan, kelompok organisasi,
tim olah raga, klub kesenian, kebudayaan dan sebagainya, di mana
mereka terikat oleh bakat, keinginan serta tujuaan dan nilai-nilai
tertentu.
d) Kebutuhan Akan Penerimaan Sosial
Remaja membutuhkan rasa diterima oleh orang-orang dalam
lingkungannya, di rumah, di sekolah atau dalam masyarakat di mana
dia tinggal. Merasa diterima oleh orang tua dan keluarga, merupakan
faktor penting untuk mencapai rasa di terima oleh masyarakat.
e) Kebutuhan Akan Penyesuaian Diri
Penyesuaian diri dibutuhkan oleh setiap orang dalam tahap
pertumbuhan mana pun, dan lebih dibutuhkan pada usia remaja,
karena pada usia ini remaja banyak mengalami kegoncangan dan
perubahan dalam dirinya. Apabila seseorang tidak berhasil
menyesuaikan diri pada masa kanak-kanaknya, dia dapat mengejarnya
pada usia remaja. Akan tetapi apabila tidak dapat menyesuaikan diri
pada usia remaja, maka kesempatan untuk perbaikan itu mungkin
akan hilang untuk selama-lamanya, kecuali dengan pengaruh
pendidikan dan usaha khusus.(Zakiah Daradjat,1995:18-19)
f) Kebutuhan Akan Agama dan Nilai-nilai
Kebutuhan remaja kadang-kadang tidak dapat dipenuhi bila
berhadapan dengan agama, nilai-nilai sosial dan adat kebiasaan,
terutama apabila pertumbuhan sosialnya sudah matang, yang
seringkali mengusai pikiran dan kehidupannya. Pertentangan tersebut
semakin menajam bila remaja berhadapan dengan berbagai situasi,
misalnya film yang menayangkan penampilan yang tidak sopan, mode
pakaian yang seronok, buku-buku bacaan, majalah, koran yang sering
menyajikan gambar tanpa mengindahkan kaidah moral dan agama,
dan sebagainya. Semuanya itu menyebabkan remaja semakin
membutuhkan pemahaman akan ajaran agama, nilai-nilai akhlak,
serta nilai-nilai sosial, untuk membantunya dalam melawan pengaruh
dan dorongan buruk, sebagai akibat dari situasi seperti
tersebut.(Zakiah Daradjat,1995:20).Dengan kebutuhan remaja yang
begitu cukup banyak, sudah seharusnyalah orang tua memperhatikan,
membimbing, membina dan mendidik putra-putrinya agar mereka
tumbuh dan berkembang sebagaimana mestinya sesuai fitrah dan
kodratnya.

2.3 Jenis-jenis Pendidikan Islam bagi kawula muda.


Adapun jenis-jenis pendidikan Islami bagi remaja menurut Zakiah
Daradjat adalah sebagai berikut.
a) Pendidikan Agama/Keimanan
Zakiah Daradjat mengemukakan dalam “Ilmu Jiwa Agama” demikian
pula halnya dengan pendidikan agama, remaja telah sampai kepada
mampu memahami hal yang abstrak dan mampu mengambil
kesimpulan yang abstrak dari kenyataan yang dilihat atau
didengarnya, maka pendidikan agama tidak akan diterimanya begitu
saja tanpa memahaminya. Apa yang dulu waktu masa kanak-kanak
dapat diterimanya tanpa bertanya, tapi pada umur ini, ia akan sering
bertanya atau minta penjelasan yang masuk akal, karena mereka tidak
dapat menerima apa yang tidak dapat dimengertinya. (Zakiah
Daradjat,1915:135).Ajaran agama yang begitu baik tidak cukup
hanya sekedar diketahui dan dimengerti. Agama akan berpengaruh
dan ikut menentukan kesehatan mental, ialah apabila agama itu
dilaksanakan dalam hidup. Pelaksaan agama dalam hidup itu,
bukanlah hanya sekedar melaksanankan saja, akan tetapi harus
seluruh kehidupan dikendalikan dan dibimbing oleh agama.
Mungkinnya agama menjadi penentu kebahagiaan dan ketenangan
hidup, adalah apabila agama itu masuk terjalin dalam kepribadian.
Untuk itu diperlukan pendidikan agama, yang terlaksana bersama-
sama dengan pembinaan pribadi.(Zakiah Daradjat,1985:15)Oleh
karena itu orang tua, guru, dan masyarakat hendaknya dapat
memahami betul-betul perkembangan jiwa agama yang sedang dilalui
oleh remaja agar pendidikan agama dapat dilaksanakan dengan
berhasil dan berdaya guna.
b) Pendidikan Akhlak/Moral
Menurut Zakiah Daradjat, bahwa “Akhlak anak di dalam
implementasi iman
dalam segala bentuk perilaku”. Adapun akhlak yang diberikan
menurutnya adalah:
1) Akhlak terhadap orang tua.
2) Akhlak terhadap orang lain.
3) Akhlak dan penampilan diri.(Zakiah Daradjat,1993:58).
Untuk membina akhlak agar mempunyai sifat-sifat terpuji, tidaklah
mungkin dengan penjelasan pengertian saja, akan tetapi perlu
membiasakannya untuk melakukan yang baik yang diharapkan nanti dia akan
mempunyai sifat-sifat itu, dan menjauhi sifat tercela. Kebiasaan dan latihan
itulah yang membuat dia cenderung kepada melakukan yang baik dan
meninggalkan yang kurang baik.(Zakiah Daradjat,1993: 58).Akhlak
berkenaan dengan implementasi iman dalam bentuk tingkah laku, pemberian
pendidikan akhlak pada remaja harus sesuai antara penjelasan yang diberikan
(nilai-nilai akhlak yang diajarkan) dengan bentuk perbuatan yang ada pada
orang tua, guru, bahkan tokoh-tokoh agama dan masyarakat.
c) Pendidikan Intelektual/Akal
Dalam diri manusia terdapat sesuatu yang tidak ternilai harganya,
sebagai anugrah Tuhan yang tidak diberikan kepada makhluk lainnya,
yaitu “akal”. Dengan adanya akal, segala anggota manusia, gerak, dan
diamnya, semuanya berarti dan berharga. Akal itu dapat digunakan
untuk berpikir dan memperhatikan segala benda dan barang yang ada
di alam ini.(Zakiah Daradjat,1993:46).Timbulnya ilmu pengetahuan,
disebabkan kebutuhan-kebutuhan manusia yang berkemauan hidup
berbahagia. Dalam mencapai dan memenuhi kebutuhan hidupnya itu,
manusia menggunakan akal pikirannya.(Zakiah Daradjat:
1993:47).Zakiah Daradjat mengatakan akal pusatnya di otak,
digunakan untuk berpikir. “Akal itu merupakan alat untuk menuntut
ilmu dan ilmu merupakan alat untuk menyesuaikan kesulitan
manusia”.(Zakiah Daradjat,1993: 4).Dalam proses
perkembangannya, akal mengikuti pertumbuhan fisik anak,
kemampuan berpikir anak yang berusia balita berbeda dengan
kemampuan berpikir anak remaja, pemberian pengetahuan kepada
anak disesuaikan dengan umur dan kemampuan daya serap anak.Akal
yang berpusat di otak, mengikuti pertumbuhan fisik remaja, maka
pemberian pengetahuan kepada remaja disesuaikan dengan tingkat
berpikirnya yang sudah memahami hal yang abstrak dari kenyataan
yang dilihatnya. Jika pengetahuan itu tidak sesuai dengan logika atau
kenyataan, maka remaja akan semakin goncang dan semakin bingung.
d) Pendidikan Psikis
Oleh ahli jiwa dikatakan bahwa pengaruh mental dapat dilihat pada
perasaan, pikiran, kelakuan dan kesehatan jasmani. Maka ketenangan
jiwa adalah modal pertama yang harus dimiliki oleh setiap orang yang
merindukan kebahagiaan hidup. Dalam al-Qur’an banyak terkandung
ajaran-ajaran mental yang benar-benardapat membawa kepada
ketenangan dan kebahagiaan itu. Bagi jiwa yang sedang gelisah,
agama akan memberi jalan dan siraman penenang hati. Tidak sedikit
mendengar orang yang kebingungan dalam hidupnya selama ia belum
beragama, tetapi setelah mulai mengenal dan menjalankan agama,
ketenangan jiwa akan datang.(Zakiah Darajat,1985: 61).Dalam
memberikan pendidikan psikis pada remaja, pendidik atau orang tua
harus menanamkan nilai-nilai keimanan pada remaja, terutama
keimanan kepada Allah, karena iman berpengaruh terhadap kejiwaan
remaja, kebutuhan jiwa akan terasa tentram, damai dan bahagia.
Pendidikan psikis pada remaja harus dibarengi dengan pendidikan
agama, karena pendidikan agama berkaitan erat dan memiliki peranan
penting dengan pendidikan psikis.
e) Pendidikan Sosial
Manusia adalah makhluk sosial. Tidak ada seorang pun yang sanggup
hidup tanpa tergantung kepada masyarakat di sekitarnya. Manusia
hidup mulai dari dalam kandungan, kemudian melalui tahapan-
tahapan: kanak-kanak, remaja, dewasa dan tua selalu membutuhkan
atau bergantung kepada lingkungan sosialnya.(Zakiah Daradjat:
1995:20).Pendidikan sosial ini sangat dibutuhkan remaja dengan
bimbingan dan tauladan, agar mereka dapat melalui masa-masa
goncang dengan sukses, lebih mandiri dan remaja dapat merasa bahwa
dirinya dihargai dalam lingkungan sosial.

2.4 Tanggung jawab Pendidikan bagi kawula muda.


Sehubungan dengan beberapa jenis pendidikan di atas yang
bertanggung jawab atas pendidikan remaja adalah orang tua, guru dan
masyarakat.
a) Orang Tua
Orang tua merupakan pendidik utama dan pertama bagi anak-anak
mereka, karena dari merekalah anak mula-mula menerima
pendidikan. Dengan demikian bentuk pertama dari pendidikan
terdapat dalam kehidupan keluarga.Pada umumnya pendidikan dalam
rumah tangga itu bukan berpangkal tolak dari kesadaran dan
pengertian yang lahir dari pengetahuan mendidik, melainkan karena
secara kodrati suasana dan sturukturnya memberikan kemungkinan
alami membangun situasi pendidikan. Situasi pendidikan
mempengaruhi secara timbal balik antara orang tua dan anak.
Orang tua atau ibu dan ayah memegang peran yang penting
dan amat berpengaruh atas pendidikan anak-anaknya.(Zakiah
Daradjat,2014: 35)
a) Cara Bapak/Ayah Memperlakukan Remaja
Bapak yang bersikap tegas dalam pendidikan anak-anaknya.
Dia adalah bapak yang mendidik anaknya dengan cara yang
masuk akal atau logis. Dia dapat memahami segala persoalan
dan kebutuhan anaknya, kalau perlu ia tegas melarang apa
yang dipandangnya tidak baik. Biasanya dia menjelaskan
kepada anaknya apa akibat perbuatan yang dilarangnya itu
sampai si anak dapat memahami apa alasan larangannya
tersebut.Pada umumnya bapak yang seperti itu banyak
menggunakan persuasi dan dorongan, bukan perintah. Jika
dia menghukum anaknya atas suatu kesalahan, hukumannya
seimbang dengan kesalahan yang dibuatnya.Remaja yang
mempunyai bapak seperti ini biasanya amat menjaga aturan-
aturan atau ketentuan bapaknya. Dia memahami nasihat
bapaknya. Jika dilanggarnya dia sendiri yang akan
rugi.Biasanya remaja yang hidup pada keluarga seperti ini,
sayang dan hormat kepada bapaknya, dia berani
mengungkapkan perasaan dan pendapatnya.(Zakiah
Daradjat,1995: 22-23).
b) Cara Ibu Memperlakukan Remaja
Pendidik pertama atau pembina utama bagi kepribadian anak
adalah ibu, karena pada tahun-tahun pertama dari
pertumbuhannya, anak lebih banyak berhubungan dengan
ibunya dari pada bapaknya.(Zakiah Daradjat,1990: 11).Ada
ibu yang kurang memperhatikan anaknya yang sudah remaja.
Anaknya dibiarkannya tanpa bimbingan, pendidikan dan
pengawasan atau pengawasan itu dilimpahkan kepada
pembantu. Boleh jadi ia tidak mempunyai waktu untuk
memperhatikan anaknya karena dia sibuk bekerja di luar
rumah. Mungkin juga ia ada di rumah, akan tetapi dia tidak
memberikan perhatian kepada anaknya karena dia sibuk
dengan dirinya sendiri atau mempunyai masalah dalam
keluarga. Si anak akan merasa tidak terikat kepada orang
tuanya dan mudah terpengaruh oleh orang- orang di luar
keluarganya.Ibu yang baik memberikan perhatian yang cukup
kepada anaknya. Ia dapat memperhatikan, membimbing dan
mendorong anaknya kepada hal yang baik tanpa ikut campur
tangan dalam urusan pribadi anaknya. Apabila ibu sibuk
bekerja di luar rumah, perhatian kepada anaknya tetap ada.
Bila ada waktu dia memberi kesempatan kepadanya untuk
berdialog, mengeluh, atau minta pertimbangan. Biasanya
anak-anak yang mendapat perhatian dari orang tuanya,
merasa disayangi dan dia juga menyayangi ibunya dan
menjaga dirinya dalam pergaulan.(Zakiah Daradjat,1995:
23).Ibu yang mengerti dan memperhatikan anaknya dalam
semua sikap dan keadaannya akan dapat dengan bijaksana
membantu si anak untuk memilih pengaruh yang baik dan
menghindari yang tidak baik. Selama si anak melalui umur
pertumbuhan sampai mencapai usia remaja. Gejolak dan
gelombang jiwa yang goncang dapat merusak dan
mengancam pertumbuhan jiwa anak, apabila dihadapi oleh
orang tua yang tidak bijaksana, maka di sini peranan ibu
sangat menentukan dalam membimbingnya ke arah
kehidupan yang sehat dan diridhoi oleh Allah SWT.(Zakiah
Daradjat,1990:12-13).Peranan orang tua atau ayah dan ibu
dalam memberikan pendidikan kepada remaja sangat utama,
keluarga bukan hanya unit terkecil dalam masyarakat,
melainkan lebih dari itu, yakni sebagai lembaga kehidupan
manusia yang memberi peluang untuk memilih hidup celaka
atau bahagia di dunia dan di akhirat. Dan setiap remaja sedikit
atau banyak kepribadiannya adalah cerminan dari orang
tuanya, atau bentuk penentangan kepada orang tuanya yang
tidak memahami remaja.
b) Guru
Guru adalah pendidik profesional, karenanya secara implisit ia telah
merelakan dirinya menerima dan memikul sebagian tanggung jawab
pendidikan yang terpikul di pundak para orang tua. Orang tua tatkala
menyerahkan anaknya ke sekolah, sekaligus berarti pelimpahan
sebagian tanggung jawab pendidikan anaknya kepada guru. Hal itu
pun menunjukkan pula bahwa orang tua tidak mungkin menyerahkan
anaknya kepada sembarang guru/sekolah karena tidak sembarang
orang dapat menjadi guru.(Zakiah Daradjat,2014: 39).Lebih lanjut,
guru harus sanggup menilai diri sendiri tanpa berlebih-lebihan,
sanggup berkomunikasi dan bekerja bersama dengan orang lain.
Selain itu perlu diperhatikan pula dalam hal mana ia memiliki
kemampuan dan kelamahan.(Zakiah daradjat,2008: 266). Guru yang
melaksanakan tugas pengajaran merupakan orang- orang yang telah
dibekali dengan pengetahuan tentang anak didik dan memiliki
kemampuan untuk melaksanakan kependidikan. Atas dasar itulah
Zakiah Daradjat menyebut guru sebagai pendidik profesional.
Berangkat dari analisa di atas, dapat dikatakan guru menempati
tempat istimewa di dalam kehidupan sebagian besar remaja. Guru
adalah orang dewasa yang berhubungan erat dengan remaja. Dalam
pandangan remaja, guru merupakan cerminan dari alam luar. Remaja
percaya bahwa guru sebagai contoh dari masyarakat secara
keseluruhan. Dan remaja menyangka bahwa semua orang tua, kecuali
orang tua mereka, berpikir seperti berpikirnya guru-guru
mereka.(Zakiah Daradjat,1995: 25) Namun di pihak lain, didapati
bahwa remaja mungkin memandang gurunya sebagai ganti dari orang
tuanya. Apabila remaja memandang guru seperti memandang orang
tuanya, maka mereka condong untuk mempunyai perasaan terhadap
guru seperti perasaannya terhadap orang tuanya, akan tetapi mereka
mungkin merasa lebih bebas mengungkapkan perasaannya. Zakiah
Daradjat mengungkapkan, “Remaja dapat mengkritik guru secara
terbuka. Kadang-kadang mereka merasa lebih mudah untuk
mengungkapkan rasa kagum kepada guru, akan tetapi mereka ragu
untuk mengungkapkannya kepada orang tuanya.” Faktor terpenting
bagi seorang guru adalah kepribadiannya. Kepribadian itulah yang
akan menentukan apakah ia menjadi pendidik atau pembina yang baik
bagi anak-didiknya, ataukah akan menjadi perusak atau penghancur
bagi hari depan anak-didik, terutama bagi anak-didik yang masih kecil
(tingkat sekolah dasar) dan mereka yang sedang mengalami
kegoncangan jiwa (tingkat menengah).(Zakiah Daradjat,2005:25).
Karena remaja tidak memerlukan pemimpin yang suka memerintah,
tapi mereka memerlukan pembimbing yang mengerti, mau dan dapat
memahami gejolak jiwa dan goncangan emosi yang sedang
melandanya. Hanya guru yang bijaksana mengerti yang mereka
perlukan.(Zakiadh Daradjat,2005:58). Dan guru yang ideal dalam
pandangan remaja adalah guru yang mampu menjangkau perasaan
remaja dan menghargai serta mendorong mereka untuk aktif dalam
kegiatan sekolah serta suka memberikan penilaian yang obyektif.
Guru yang terbuka hatinya untuk mendengarkan keluhan murid-
muridnya, bagi remaja dipandang sebagai konselor di sekolah itu.
Maka tidak diragukan lagi, bahwa rasa empati dari guru dan
pemahamannya yang mendalam terhadap masalah dan konflik yang
dihadapi remaja, serta perlakuan yang didasarkan atas penghargaan
terhadap diri dan kepribadian remaja, akan mendapat kepercayaan
remaja dan mereka mau mengungkapkan persoalan dan
perasaannya.(Zakiah Darajat,1995: 27). Dengan ringkas dapat
dikatakan bahwa fungsi utama seorang guru adalah mengetahui
tuntutan perkembangan remaja, dan mengetahui kemampuan dan
bakat. Guru juga harus memberikan petunjuk dan bimbingan yang
diperlukan untuk menciptakan kepribadian bagi remaja dengan syarat
guru hendaknya bertakwa kepada Allah, berilmu, sehat jasmaninya,
baik akhlaknya, bertanggung jawab dan berjiwa nasional.
c) Masyarakat
Masyarakat turut serta memikul tanggung jawab pendidikan. Secara
sederhana masyarakat dapat diartikan sebagai kumpulan individu dan
kelompok yang diikat oleh kesatuan negara, kebudayaan dan agama.
Oleh karena itu Zakiah Daradjat menjelaskan bahwa masyarakat besar
pengaruhnya dalam memberi arah terhadap pendidikan anak, terutama
para pemimpin masyarakat atau penguasa yang ada di dalamnya.
Pemimpin masyarakat muslim tentu saja menghendaki agar setiap
anak dididik menjadi anggota yang taat dan patuh menjalankan
agamanya, baik dalam lingkungan keluarganya, anggota
sepermainannya, kelompok kelasnya dan sekolahnya. Bila anak telah
besar diharapkan menjadi anggota yang baik pula sebagai warga desa,
warga kota dan warga negara.(Zakiah Daradjat,2015: 44-45).Akan
tetapi ada hal yang menggelisahkan remaja, adalah tampaknya
perbedaan antara nilai-nilai akhlak yang diajarkan oleh agama dengan
kelakuan orang dalam masyarakat. Terutama yang sangat
menggelisahkan remaja, apabila pertentangan itu terlihat pada orang
tua, guru-gurunya di sekolah, pemimpin- pemimpin dan tokoh-tokoh
agama. Semakin besar perbedaan antara nilai-nilai agama dan
kelakuan orang-orang yang dihargai dan dihormatinya, akan semakin
goncang jiwa remaja, sasaran utama dari kekecewaannya akan
ditujukan kepada tokoh-tokoh agama, karena mereka mengharapkan
tokoh agama yang harus menjaga dan memperbaiki akhlak
masyarakat. (Zakiah Daradjat,2015: 137).Dengan demikian, di
pundak masyarakat terpikul keikutsertaan membimbing pertumbuhan
dan perkembangan remaja yang berarti bahwa pemimpin dan
penguasa dari masyarakat ikut bertanggung jawab terhadap
penyelenggaraan pendidikan. Sebab tanggung jawab pendidikan pada
hakikatnya merupakan tanggung jawab moral dari setiap orang
dewasa baik sebagai perseorangan maupun sebagai kelompok sosial.
Tanggung jawab ini ditinjau dari segi ajaran Islam, secara implisit
mengandung pula tanggung jawab pendidikan.(Zakiah
Daradjat,2015:45). Dari analisa di atas dapat diuraikan bahwa
masyarakat harus memberikan teladan antara keselarasan nilai-nilai
akhlak bersama dengan kenyataan kelakuan orang-orang dalam
masyarakat. Jika hal itu tidak diperoleh remaja, maka remaja akan
kecewa. Dan akan lebih baik untuk remaja apabila pendidikan agama
memberikan jalan dan kesempatan kepada remaja untuk
melaksanakan ajaran agama itu dalam kehidupan yang luas dan
mereka menemukan contoh-contoh yang perlu mereka teladani dalam
hidup, serta mendapat bimbingan praktis.Selanjutnya, Heri Jauhari
Muchtar menuliskan dalam “Fikih Pendidikan”,
tentunya melalui pendidikan Islam, ada beberapa saran atau
nasihat yang dikemukakan oleh Zakiah Daradjat sehubungan dengan
pembinaan dan pendidikan terhadap remaja, yaitu:
1) Tunjukkan pengertian dan perhatian terhadap mereka.
2) Bantulah remaja untuk mendapatkan rasa aman.
3) Timbulkan pada remaja bahwa dia sayang.
4) Hargai dan hormati mereka.
5) Berilah remaja kebebasan dalam batas-batas tertentu (kebebasan
yang tidak melanggar norma-norma agama).
6) Timbulkan pada remaja rasa butuh agama.
7) Sediakan waktu dan sarana untuk berkonsultasi dengan mereka.
8) Usahakan agar mereka merasa berhasil.(Heri Jauhari
Muchtar,2005: 71).
Diharapkan dengan kedelapan saran tersebut dapat membantu
orang tua ataupun guru dalam mendidik dan membimbing remaja
sehingga menjadi generasi yang cerdas dan shalih serta kreatif.

2.5 Fungsi Pendidikan islam bagi Remaja.

Islam adalah adalah suatu agama yang berisi ajaran tentang tata hidup yang
diturunkan Allah kepada umat manusia melalui para rasul-Nya, sejak dari Nabi Adam
sampai kepada Nabi Muhammad SAW. Ajaran ini diturunkan Allah untuk
kesejahteraan hidup manusia di dunia ini dan di akhirat nanti.

Ajaran yang dibawa oleh Nabi Muhammad ini, lebih lengkap dan lebih
sempuran dari ajaran yang dibawa oleh nabi-nabi sebelumnya dan nama “Islam”
diresmikan pemakaiannya pada masa Nabi Muhammad ini.(Zakiah Daradjat,2014: 59-
60). Karena ajaran Islam ini memuat ajaran tentang tata hidup yang meliputi seluruh
aspek kehidupan manusia, maka jelaslah agama Islam memiliki fungsi bagi kehidupan
manusia, terkhusus remaja.
a) Memberikan Bimbingan dalam Hidup
Pengendali kehidupan manusia adalah kepribadiannya yang mencakup
segala unsur-unsur pengalaman, pendidikan dan keyakinan yang
didapatnya sejak kecil.Agama yang ditanamkan sejak kecil kepada anak-
anak sehingga merupakan bagian dari unsur-unsur kepribadiannya, akan
cepat bertindak menjadi pengendali dalam menghadapi segala keinginan-
keinginan dan dorongan-dorongan yang timbul. Karena keyakinan
terhadap agama yang menjadi bagian dari kepribadian itu, akan mengatur
sikap dan tingkah laku seseorang secara otomatis dari dalam.(Zakiah
Daradjat,1985:57).Sebagai contoh Zakiah Daradjat memberikan
gambaran dalam menghadapi dorongan-dorongan biologis, yang mulai
timbul setelah pertumbuhan jasmani atau setelah masa puber, bagi orang
yang tidak beragama, pengendali satu-satunya adalah masyarakat. Jika
masyarakat di mana ia hidup membenarkan dipenuhinya kebutuhan-
kebutuhan biologis itu di luar perkawinan, maka akan mudahlah orang
melakukan permainan itu tanpa merasa bersalah, seperti terjadi di
beberapa negara modern, di mana sudah sangat sukar untuk mencari gadis
yang masih perawan. Di samping itu akan didapati pula gadis-gadis yang
sudah mempunyai anak. Hubungan seksual yang dilakukan di luar
perkawinan itu, akan membuka pintu bagi terjadinya penyakit-penyakit
kelamin dan yang akan menderita lebih banyak adalah anak-anak yang
lahir, yang tidak jelas siapa ayahnya.Bagi orang yang beragama,
kendatipun ia hidup dalam masyarakat yang serba modern itu, ia tetap
akan berusaha mengendalikan dirinya ketika terasa dorongan-dorongan
seksual itu.(Zakiah Daradjat,1985:57-58). Penolong dalam Kesukaran
Bagi orang yang beragama, kesukaran atau bahaya sebesar apapun yang
harus dihadapinnya, namun ia akan waras dan sabar, karena dia merasa
bahwa kesukaran dalam hidup itu merupakan bagian dari percobaan Allah
kepada hamba- Nya yang beriman. Ia tidak memandang setiap kesukaran
atau ancaman terhadap dirinya dengan cara negatif, akan tetapi sebaliknya
melihat bahwa di celah-celah kesukaran tersebut terdapat harapan-
harapan. Dia tidak akan menyalahkan orang lain atau mencari sebab-
sebab negatif pada orang lain.(Zakiah Daradjat,1988: 60).
b) Menentramkan Batin
Betapa gelisahnya anak-anak muda yang tidak pernah menerima didikan
agama. Karena usia muda itu adalah usia di mana jiwa sedang bergejolak,
penuh dengan kegelisahan dan pertentangan batin dan banyak dorongan
yang menyebabkan lebih gelisah lagi. Maka agama bagi anak muda
mempunyai fungsi penentram batin dan penenang jiwa, di samping itu
menjadi pengendali moral.(Zakiah Daradjat,1988: 62).Jadi jelas dapat
dirasakan bahwa pendidikan Islam dalam hal keimanan/agama
memberikan bimbingan dalam hidup, penolong dalam kesukaran dan
menentramkan batin agar terhindar dari hal yang tidak bermanfaat bahkan
hal yang bisa menghancurkan diri remaja. Bagi remaja agama merupakan
bibit terbaik yang diperlukan dalam pembinaan kepribadiannya. Remaja
yang tidak pernah mendapat didikan agama di waktu kecilnya, tidak akan
merasakan kebutuhan terhadap agama di kala dewasa nanti.

2.6 Langkah- langkah Menanamkan Pendidikan Islam.

Al-Qurthubi menyatakan bahwa ahli-ahli agama Islam membagi pengetahuan


menjadi tiga tingkatan yaitu pengetahuan tinggi, pengetahuan menengah, dan
pengetahuan rendah. Pengetahuan tinggi ialah ilmu ketuhanan, menengah ialah
pengetahuan mengenai dunia seperti kedokteran dan matematika, sedangkan pengetahuan
rendah ialah pengetahuan praktis seperti bermacam-macam keterampilan kerja. Ini
artinya bahwa pendidikan iman/agama harus diutamakan.

Menurut pandangan Islam pendidikan harus mengutamakan pendidikan keimanan.


Pendidikan di sekolah juga demikian. Sejarah telah membuktikan bahwa pendidikan yang
tidak atau kurang memperhatikan pendidikan keimanan akan menghasilkan lulusan yang
kurang baik akhlaknya. Akhlak yang rendah itu akan sangat berbahaya bagi kehidupan
bersama. Ia dapat menghancurkan sendi-sendi kehidupan berbangsa dan bernegara.

Lulusan sekolah yang kurang kuat imannya akan sangat sulit menghadapi kehidupan
pada zaman yang semakin penuh tantangan di masa mendatang.Oleh karena itu,
mengingat pentingnya pendidikan Islam terutama bagi generasi muda, semua elemen
bangsa, terutama guru pendidikan Islam, perlu membumikan kembali pendidikan Islam
di sekolah-sekolah baik formal maupun informal.

Ada tiga hal yang harus secara serius dan konsisten diajarkan kepada anak didik:
1. Pertama, Pendidikan akidah/keimanan.Ini merupakan hal yang sangat
penting untuk mencetak generasi muda masa depan yang tangguh dalam imtaq
(iman dan taqwa) dan terhindar dari aliran atau perbuatan yang menyesatkan
kaum remaja seperti gerakan Islam radikal, penyalagunaan narkoba, tawuran dan
pergaulan bebas (freesex) yang akhir-akhir ini sangat dikhawatirkan oleh
sejumlah kalangan.
2. Kedua, Pendidikan ibadah. Ini merupakan hal yang sangat penting untuk
diajarkan kepada anak-anak kita untuk membangun generasi muda yang punya
komitmen dan terbiasa melaksanakan ibadah. Seperti shalat, puasa, membaca al-
Quran yang saat ini hanya dilakukan oleh minoritas generasi muda kita. Bahkan,
tidak sedikit anak remaja yang sudah berani meninggalkan ibadah-ibadah
wajibnya dengan sengaja. Di sini peran orang tua dalam memberikan contoh dan
teladan yang baik bagi anak-anaknya sangat diperlukan selain guru juga harus
menanamkan secara mantab kepada anak-anak didiknya.
3. Ketiga, Pendidikan akhlakul-karimah. Hal ini juga harus mendapat perhatian
besar dari para orang tua dan para pendidik baik lingkungan sekolah maupun di
luar sekolah (keluarga). Dengan pendidikan akhlakul-karimah akan melahirkan
generasi rabbani, atau generasi yang bertaqwa, cerdas dan berakhlak
mulia.Penanaman pendidikan Islam bagi generasi muda bangsa tidak akan bisa
berjalan secara optimal dan konsisten tanpa dibarengi keterlibatan serius dari
semua pihak. Oleh karena itu, semua elemen bangsa (pemerintah, tokoh agama,
masyarakat, pendidik, orang tua dan sebagainya) harus memiliki niat dan
keseriusan untuk melakukan ini. Harapannya, generasi masa depan bangsa ini
adalah generasi yang berintelektual tinggi dan berakhlak mulia.

2.7 Mengapa Diperlukan Pendidikan Islam di kawula muda.

Pendidikan merupakan kata kunci untuk setiap manusia agar ia mendapatkan


ilmu. Hanya dengan pendidikanlah ilmu akan didapat dan diserap dengan baik. Tak
heran bila kini pemerintah mewajibkan program belajar 9 tahun agar masyarakat
menjadi pandai dan beradab. Pendidikan juga merupakan metode pendekatan yang
sesuai dengan fitrah manusia yang memiliki fase tahapan dalam pertumbuhan.

Pendidikan Islam memiliki 3 (tiga) tahapan kegiatan, yaitu: tilawah (membacakan


ayat Allah), tazkiyah (mensucikan jiwa) dan ta’limul kitab wa sunnah (mengajarkan
al kitab dan al hikmah). Pendidikan dapat merubah masyarakat jahiliyah menjadi
umat terbaik disebabkan pendidikan mempunyai kelebihan. Pendidikan mempunyai
ciri pembentukan pemahaman Islam yang utuh dan menyeluruh, pemeliharaan apa
yang telah dipelajarinya, pengembangan atas ilmu yang diperolehnya dan agar tetap
pada rel syariah. Hasil dari pendidikan Islam akan membentuk jiwa yang tenang, akal
yang cerdas dan fisik yang kuat serta banyak beramal.

Pendidikan Islam berpadu dalam pendidikan ruhiyah, fikriyah dan amaliyah


(aktivitas). Nilai Islam ditanamkan dalam individu membutuhkan tahpan-tahapan
selanjutnya dikembangkan kepada pemberdayaan di segala sektor kehidupan
manusia. Potensi yang dikembangkan kemudian diarahkan kepada pengaktualan
potensi dengan memasuki berbagai bidang kehidupan.

Pendidikan yang diajarkan Allah SWT melalui Rasul-Nya bersumber kepada Al


Qur’an sebagai rujukan dan pendekatan agar dengan tarbiyah akan membentuk
masyarakat yang sadar dan menjadikan Allah sebagai Ilah saja.Kehidupan mereka
akan selamat di dunia dan akhirat. Hasil ilmu yang diperolehnya adalah kenikmatan
yang besar, yaitu berupa pengetahuan, harga diri, kekuatan dan persatuan.

Tujuan utama dalam pendidikan Islam adalah agar manusia memiliki gambaran
tentang Islam yang jelas, utuh dan menyeluruh. Interaksi di dalam diri ini memberi
pengaruh kepada penampilan, sikap, tingkah laku dan amalnya sehingga
menghasilkan akhlaq yang baik. Akhlaq ini perlu dan harus dilatih melalui latihan
membaca dan mengkaji Al Qur’an, sholat malam, shoum (puasa) sunnah,
berhubungan kepada keluarga dan masyarakat. Semakin sering ia melakukan latihan,
maka semakin banyak amalnya dan semakin mudah ia melakukan kebajikan. Selain
itu latihan akan menghantarkan dirinya memiliki kebiasaan yang akhirnya menjadi
gaya hidup sehari-hari.
BAB III

PENUTUP

2.8 Kesimpulan,
Berdasarkan analisis penelitian, maka dapat diambil simpulan: Pendidikan
dalam Islam begitu penting sehingga merupakan suatu kewajiban, karena
pendidikan dapat mengubah manusia dari tidak tahu menjadi tahu. Terkhusus
pendidikan pada remaja adalah hal yang diharapkan akan memberikan bimbingan
untuk mendorong remaja menjadi generasi yang beragama dan jiwanya sehat.
Kebutuhan kejiwaan remaja banyak dipengaruhi oleh lingkungan dan
kebudayaan masyarakat di mana ia tinggal. Remaja memerlukan kebutuhan-
kebutuhan tertentu yang sesuai dengan perkembangan emosinya. Kebutuhan
tersebut jika tidak dapat terpenuhi akan menyebabkan kemerosotan akhlak pada
remaja, karena remaja sudah dapat menilai secara logis dan memerlukan
penjelasan yang logis juga terhadap suatu yang ingin diketahuinya.
Pendidikan pada remaja adalah pendidikan yang Islami, dalam arti Islami
mengadung makna bahwa setiap jenis pendidikan yang diberikan pada remaja
harus dengan nilai agama (Islam), karena nilai agama merupakan ajaran yang
absolut, berlaku sepanjang zaman sehingga nilai-nilai yang lainnya mengikuti
nilai- nilai Islam.
Tanggung jawab pendidikan pada remaja terletak dan dipengaruhi oleh
orang tua, guru, dan masyarakat. Dengan demikian bahwa tanggung jawab
pendidikan dalam Islam bersifat perseorangan dan sosial sekaligus.
Peranan agama sebagai fungsi pendidikan Islam bagi remaja sangat
penting. Karena remaja yang memiliki dasar-dasar agama akan lebih mudah
dikembalikan
pada jiwanya yang beragama apabila ia melenceng perbuatannya, jika
dibandingkan dengan remaja yang tidak dibekali pendidikan agama akan goncang
sampai ia dewasa.
DAFTAR PUSTAKA

Arikunto, Suharsimi. 2006. Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktek, Jakarta:

Rineka Cipta.

Ash Shiddiqy, Hasby. 1974. Sejarah dan pengantar ilmu Al-quran dan Hadits, Jakarta:

PT Bulan Bintang.

Aziz, Erwati. 2003. Prinsip-prinsip Pendidikan Islam. Solo:

PT Tiga Serangkai

Daradjat, Zakiah. 2004. Ilmu Pendidikan Islam cet. ke-5, Jakarta: Bumi

Aksara.

Gunarsa, D. Singgih.1987. Psikologi Anak Bermasalah. Jakarta: PT. BK.Gunung Mulia

Kwintang.

Kemampuan Anak. Jakarta: PT. Gramedia Pustaka Utama.Lemhannas. 1995.

Disiplin Nasional. Jakarta, Balai Pustaka

Majid, Abdul dan Dian Andayani, 2004, Pendidikan Agama Islam Berbasis Kompetensi,

Bandung, PT. Remaja Rosdakarya.

Marimba D, Ahmad. 1989. Pengantar Filsafat Pendidikan Islam. Bandung: PT.

Al-Ma’arif.

Namsa, Yunus. 2000. Metodologi Pengajaran Agama Islam. Jakarta: Pustaka

Firdaus

Nasir, A, Sahilun. 2002. Peranan Pendidikan Agama Terhadap Pemecahan Problema

Remaja, Kalam Mulia, Jakarta Pusat.

Anda mungkin juga menyukai