Anda di halaman 1dari 28

PROPOSAL PENELITIAN

ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI


KEPATUHAN WAJIB PAJAK ORANG PRIBADI
(Studi Kasus Pada Wajib Pajak Yang Terdaftar Di KPP Pratama Kolaka)

OLEH:
SRI REXI EGHA PRATIWI TOROHULA
171830831

PROGRAM STUDI AKUNTANSI


FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK
UNIVERSITAS SEMBILANBELAS NOVEMBER KOLAKA
KOLAKA
2021

1
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Masalah

Faktor-faktor yang diperkirakan memiliki pengaruh terhadap

kepatuhan wajib pajak orang pribadi adalah pelayanan fiskus,

sosialisasi perpajakan, persepsi atas penggunaan uang pajak secara

transparan dan akuntabilitas, dan persepsi atas efektifitas sistem

perpajakan.

Tabel 1.1
Rasio Tingkat Kepatuhan Pajak Pada KPP Pratama Kolaka

Keterangan 2010 2011 Tahun 2013


No 2012 2014
1 Wajib Pajak Terdaftar 19.121 25.166 28.414 33.033 36.825
2 Wajib Pajak Patuh 7.179 8.845 7.862 13.929 19.286
3 Rasio Kepatuhan 37,55% 35,15% 27,67% 42,17% 52,37%

Sumber : Bagian PID KPP Pratama Kolaka 2016

Selama 5 tahun terakhir masih tergolong fluktuatif (berubah-ubah).

Hal ini dikarenakan masih terdapat kesenjangan antara wajib pajak

patuh dan wajib pajak yang terdaftar. Dilihat dari jumlah wajib pajak

yang terdaftar pada KPP Pratama Kolaka yang selalu mengalami

peningkatan pada setiap tahunnya, namun peningkatan itu tidak di

ikuti dengan peningkatan penerimaan SPT (wajib pajak patuh).

Sehingga kepatuhan Wajib Pajak mengalami perubahan yang tidak

stabil.

2
Kepatuhan wajib pajak dalam memenuhi kewajiban untuk

membayar pajak juga dapat berpengaruh pada bagaimana petugas

pajak memberikan mutu pelayanan yang terbaik kepada wajib pajak

agar wajib pajak merasa puas dalam pelayanan perpajakan, sehingga

pelayanan perpajakan dapat dinilai dengan baik karena pelayanan

yang mereka berikan.

Pelayanan fiskus merupakan salah satu cara dari aparatur

pajak untuk melayani dan mempersiapkan berbagai kebutuhan yang

diperlukan masyarakat dalam pelaksanaan pajak. Pelayanan yang

diharapkan dari wajib pajak yaitu adanya kenyamanan yang

diciptakan oleh para petugas pajak yang diharapkan mampu

menumbuhkan rasa kepatuhan dan kesadaran masyarakat khususnya

wajib pajak untuk melaksanakan kewajiban perpajakannya.

Pelayanan fiskus juga merupakan hal penting untuk

membantu penerimaan Negara, dimana fiskus seharusnya melayani

para wajib pajak dengan profesional, dan bertanggung jawab.

Tetapi faktanya para fiskus tidak semuanya bersih. Ada juga yang

nakal, dalam arti sering menyalahgunakan kewenangannya untuk

memanipulasi data yang terkait dengan SPT wajib pajak, seperti

contoh kasus Gayus Tambunan pada tahun 2011, Nurmiati (2014)

dalam Adhimatra & Noviari (2018).

Sosialisasi perpajakan dalam bidang perpajakan merupakan

hal penting dalam meningkatkan kepatuhan wajib pajak. Sosialisasi

3
perpajakan merupakan suatu upaya Direktorat Jenderal Pajak untuk

memeberikan pengertian, informasi, dan pembinaan kepada

masyarakat pada umumnya dan wajib pajak pada khususnya

mengenai segala sesuatu yang berhubungan dengan perpajakan dan

perundang-undangan.

Persepsi transparansi dana pajak adalah bagaimana pendapat

dan penilaian masyarakat mengenai keterbukaan informasi dana pajak

oleh pemerintah. Bappenas dan Depdagri (2002) dalam Boy dan

Siringoringo (2009) menjelaskan transparansi sebagai prinsip yang

menjamin akses atau kebebasan bagi setiap orang untuk memperoleh

informasi tentang penyelenggaraan pemerintahan, yakni informasi

tentang kebijakan, proses pembuatan dan pelaksanaannya, serta hasil-

hasil yang dicapai.

Akuntabilitas Publik adalah kewajiban agen (pemerintah)

untuk mengelola sumber daya, melaporkan, dan mengungkapkan

segala aktivitas dan kegiatan yang berkaitan dengan penggunaan

sumber daya publik kepada pemberi mandat (prinsipal)” (Mahmudi,

2010).

Menurut Fahluzy dan Agustina (2014) dan Ramadiansyah,

dkk (2014), persepsi atas efektifitas sistem perpajakan berpengaruh

positif terhadap kepatuhan pajak. Wajib pajak menganggap sistem

perpajakan yang dibuat oleh Kantor Pajak atau Dirjen Pajak memiliki

keefektifan dalam membantu dan meringankan wajib pajak dalam

4
melapor dan membayar pajak.

(Adil M, 2018) menyatakan bahwa, isu kepatuhan perpajakan

sendiri menjadi penting karena ketidakpatuhan secara bersamaan

akan menimbulkan upaya penghindaran pajak, seperti tax evasion

(penggelapan pajak secara ilegal) dan tax avoidance (suatu

pelanggaran dalam pajak dengan melakukan penghindaran pajak),

yang mengakibatkan berkurangnya penyetoran dana pajak ke kas

Negara.

Pajak merupakan salah satu sumber pemasuksan Negara

terbesar sekitar 70%. Menurut Sri Rahayu (2010) dalam Damayanti,

dkk (2020), sumber penerimaan Negara yang berasal dari pajak dapat

dibedakan menjadi dua yaitu pajak pusat dan pajak daerah. Pajak

pusat adalah pajak yang dipungut oleh pemerintah pusat dan

digunakan untuk membiayai rumah tangga Negara. Contoh pajak

pusat adalah pajak penghasilan (PPh), pajak pertambahan nilai barang

dan jasa dan pajak penjualan atas barang mewah (PPN; PPn-BM),

pajak bumi dan bangunan (PBB), bea perolehan hak atas tanah dan

bangunan (BPHTB), bea materai, bea masuk, cukai dan pajak ekspor.

Sementara pajak daerah adalah pajak yang dipungut oleh pemerintah

daerah dan digunakan untuk membiayai rumah tangga daerah. Contoh

pajak daerah adalah pajak kendaraan bermotor (PKB), pajak hotel dan

restoran (PHR), pajak reklame, pajak hiburan dan pajak bahan bakar.

Dalam usaha memaksimalkan penerimaan pajak tidak dapat hanya

5
mengandalkan peran dari ditjen pajak maupun petugas pajak, tetapi

dibutuhkan juga peran aktif dari para wajib pajak itu sendiri, (Rahayu

N, 2017).

Penelitian Damayanti, dkk (2020) menyatakan hasil analisis

menunjukkan bahwa, perpajakan dibutuhkan antara pengetahuan dan

pemahaman wajib pajak mengenai peraturan perpajakan dengan

persetujuan wajib pajak, preferensi risiko wajib pajak yang

memoderasi dan secara signifikan memperkuat hubungan antara

pengetahuan wajib pajak dan pemahaman tentang peraturan

perpajakan dan persyaratan wajib pajak.

Penelitian Widyantari, dkk (2017) mengemukakan bahwa,

pemahaman peraturan perpajakan dan kesadaran wajib pajak sangat

berpengaruh parsial terhadap kepatuhan formal wajib pajak, dan

kondisi keuangan sebagai variabel moderating (memperkuat)

hubungan antara pemahaman peraturan perpajakan dan kesadaran

wajib pajak berpengaruh terhadap kepatuhan formal wajib pajak.

Perbedaan penelitan ini dengan penelitian sebelumnya yaitu

tujuan penelitian. Jika penelitian sebelumnya bertujuan untuk

menentukan hubungan pengetahuan dan pemahaman wajib pajak

mengenai peraturan perpajakan dan kepatuhan wajib pajak orang

pribadi (WPOP) dapat dimoderasi oleh kondisi keuangan dan

preferensi risiko wajib pajak, sedangkan pada penelitian ini saya

tertarik untuk mengetahui faktor-faktor yang dapat diperkirakan

6
memiliki pengaruh terhadap kepatuhan wajib pajak orang pribadi,

seperti pelayanan fiskus, sosialisasi perpajakan, persepsi atas

penggunaan uang pajak secara transparan dan akuntabilitas, dan

persepsi atas efektifitas sistem perpajakan. Karena kepatuhan wajib

pajak selama 5 tahun terakhir masih tergolong berubah-ubah. Hal ini

dikarenakan masih terdapat kesenjangan antara wajib pajak patuh dan

wajib pajak yang terdaftar. Dilihat dari jumlah wajib pajak yang

terdaftar pada KPP Pratama Kolaka yang selalu mengalami

peningkatan pada setiap tahunnya, namun peningkatan itu tidak di

ikuti dengan peningkatan penerimaan SPT (wajib pajak patuh),

sehingga kepatuhan wajib pajak mengalami perubahan yang tidak

stabil.

1.2 Identifikasi Masalah

Latar belakang diatas dapat disimpulkan identifikasi

masalahnya adalah ingin mengetahui faktor-faktor apa saja yang

mempengaruhi kepatuhan wajib pajak dalam kasus pada wajib pajak

yang terdaftar di KPP Pratama Kolaka

1.3 Rumusan Masalah

Berdasarkan uraian latar belakang maka dapat dirumuskan

masalah pokok yaitu, apa saja faktor-faktor kepatuhan wajib pajak?

1.4 Tujuan Penelitian

Tujuan penelitian ini adalah memberi jawaban atas pertanyaan

penelitian yang ada, yang menjadi tujuan penelitian yaitu: Untuk

7
mengetahui faktor-faktor apa saja yang mempengaruhi kepatuhan

wajib pajak dalam kasus pada wajib pajak yang terdaftar di KPP

Pratama Kolaka.

1.5 Manfaat Penelitian

Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat sebagai

berikut:

1. Manfaat Teoritis

a) Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan

kontribusi dalam pengembangan ilmu akuntansi, khususnya

pada bidang perpajakan.

b) Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan

kontribusi sebagai bahan bacaan untuk menambah

pengetahuan serta dapat dijadikan referensi dimasa yang akan

datang.

2. Manfaat Praktis

a) Bagi Peneliti: Peneliti dapat menambah wawasannya dan

dapat memperoleh pengetahuan, serta ilmu-ilmu yang

didapatkan selama melakukan penelitian ini.

b) Bagi Instansi Pajak: Sebagai sarana untuk meningkatkan

kepatuhan wajib pajak melalui moral dan kesadaran

perpajakan.

8
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Kajian Teori

1. Pajak

Tunggal Widjaja Amin (1991) mendefinisikan bahwa,

pajak adalah pembayaran wajib berdasarkan Undang-undang

yang tidak dapat dihindari bagi yang berkewajiban, dan bagi

mereka yang tidak mau membayar pajak dapat dilakukan

paksaan. Dengan demikian, akan terjamin bahwa kas Negara

selalu berisi uang pajak. Pajak merupakan suatu kewajiban

menyerahkan sebagian pendapatan kepada Negara yang bersifat

wajib, dan jika tidak dilakukan maka bisa terjadi pemaksaan

seperti surat paksa dan sita, (Christian & Agus, 2018).

(Nurfadila, 2020), wajib pajak adalah orang pribadi atau

badan, meliputi pembayar pajak, pemotong pajak, dan pemungut

pajak, yang mempunyai hak dan kewajiban perpajakan sesuai

dengan ketentuan perundang-undangan perpajakan.

A. Fungsi-fungsi Pajak

Secara mendasar fungsi pajak adalah sebagai salah

satu sumber pendapatan Negara, (Zahrani & Mildawati,

2020). Fungsi pajak yaitu:

a) Fungsi Budgetair (Anggaran) adalah pajak sebagai

sumber dana bagi pemerintah untuk membiayai

9
pengeluaran Negara.

b) Fungsi Regulerend (Mengatur), pajak mempunyai

fungsi sebagai pengatur dan pelaksana kebijakan di

bidang sosial dan ekonomi. Fungsi pengatur

dilakukan dengan memanfaatkan dana sebaik

mungkin.

c) Fungsi Redistribution (Pemerataan), pajak juga

berfungsi sebagai pemerataan, seperti dengan

melakukan pemerataan yang adil dalam masyarakat.

Contohnya yaitu, mengenakan tarif pajak yang sama.

d) Fungsi Stabilitation (Stabilisasi), pajak berfungsi

untuk menjaga kestabilan harga, dengan cara

melakukan pengendalian terhadap laju inflasi.

B. Sistem Pemungutan Pajak

Mardiasmo (2011) dalam Zahrani & Mildawati

(2020), Indonesia dikenal dengan 3 sistem pemungutan

pajak yaitu:

a) Official Assesment System yaitu suatu sistem

pemungutan yang memberikan wewenang kepada

pemerintah untuk menentukan besarnya pajak yang

terutang oleh wajib pajak.

b) Self Assesment System yaitu suatu sistem

pemungutan dimana wajib pajak dapat menentukan

10
sendiri berapa besarnya jumlah pajak yang terutang.

c) With Holding System yaitu sistem pemungutan pajak

yang memberi wewenang kepada pihak ketiga.

3. Kepatuhan Wajib Pajak

Kepatuhan wajib pajak, kepatuhan berarti tunduk atau

patuh pada ajaran dalam perpajakan. Kita dapat memberi

pengertian bahwa kepatuhan perpajakan merupakan ketaatan,

tunduk, dan patuh dalam melaksanakan ketentuan perpajakan.

Jadi, wajib pajak yang patuh adalah wajib pajak yang taat dan

mematuhi serta melaksanakan kewajiban perpajakan sesuai

ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan, (Fitria D,

2017).

Fidel (2010) dalam Damayanti, dkk (2020), wajib pajak

patuh adalah wajib pajak yang ditetapkan oleh Direktur Jenderal

Pajak sebagai wajib pajak yang memenuhi kriteria tertentu.

Kriteria tertentu adalah:

A. Tepat waktu dalam menyampaikan Surat Pemberitahuan,

meliputi:

a) Penyampaian Surat Pemberitahuan Tahunan tepat

waktu dalam tiga tahun terakhir.

b) Penyampaian Surat Pemberitahuan Masa yang

terlambat dalam tahun terakhir untuk masa pajak

Januari sampai November tidak lebih dari tiga masa

11
pajak untuk setiap jenis pajak dan tidak berturut-turut.

c) Surat Pemberitahuan Masa yang terlambat

sebagaimana dimaksud pada butir (b) yaitu telah

disampaikan tidak lewat dari batas waktu penyampaian

SPM pajak berikutnya.

B. Tidak mempunyai tunggakan pajak untuk semua jenis

pajak, kecuali tunggakan pajak yang telah memperoleh

izin untuk mengangsur atau menunda pembayaran pajak,

meliputi keadaan pada 31 Desember tahun sebelum

penetapan sebagai Wajib Pajak Patuh dan tidak termasuk

utang pajak yang belum melewati batas akhir pelunasan.

C. Laporan Keuangan diaudit oleh Akuntan Publik atau

lembaga pengawasan keuangan pemerintah dengan

pendapat wajar tanpa pengecualian selama tiga tahun

berturut-turut, dengan ketentuan:

a) Laporan Keuangan yang diaudit harus disusun dalam

bentuk panjang, dan menyajikan rekonsiliasi laba rugi

komersial dan fiskal bagi wajib pajak.

b) Pendapat Akuntan atas Laporan Keuangan yang

diaudit ditandatangani oleh Akuntan Publik yang

tidak sedang dalam pembinaan lembaga pemerintah

pengawas Akuntan Publik.

12
D. Tidak pernah dipidana karena melakukan tindak pidana di

bagian perpajakan berdasarkan putusan pengadilan yang

telah mempunyai kekuatan hukum tetap dalam jangka

waktu lima tahun terakhir.

Megawangi & Setiawan (2017) dalam Suriambawa &

Setiawan (2018) mengemukakan bahwa, tingkat kepatuhan

wajib pajak dipengaruhi oleh beberapa faktor, salah satunya

adalah kesadaran wajib pajak. Kesadaran wajib pajak

merupakan kondisi dimana wajib pajak mengetahui, mematuhi,

dan melaksanakan kewajiban perpajakan dengan benar dan

sukarela.

4. Wajib Pajak Orang Pribadi (PPh 21)

Menurut (Gosal, dkk. 2017), Pajak Penghasilan pasal 21

adalah pajak atas penghasilan berupa gaji, upah, honorarium,

tunjangan, dan pembayaran lain. dengan nama dan dalam

bentuk apapun sehubungan dengan pekerjaan atau jabatan, jasa,

dan kegiatan yang dilakukan oleh orang pribadi. Instansi

pemerintah dan perusahaan yang menggaji pegawai atau

karyawan wajib menigmplementasikan perhitungan PPh Pasal

21 atas penghasilan yang diterima karyawannya setiap bulan,

(Silalahi, dkk. 2018).

13
5. Pelayanan Fiskus

Menurut Jatmiko (2006) dalam Arum (2012), pelayanan

adalah cara melayani (membantu mengurus atau menyiapkan

segala kebutuhan yang diperlukan seseorang). Sementara itu,

fiskus merupakan petugas pajak. Jadi pelayanan fiskus dapat

diartikan sebagai cara petugas pajak dalam membantu,

mengurus, atau menyiapkan segala keperluan yang dibutuhkan

seseorang yang dalam hal ini adalah wajib pajak.

Pohan (2016) menyatakan ada dua strategi kepatuhan

yang berhubungan dengan pelayanan yaitu melaksanakan

komitmen secara konsisten untuk memberikan kemudahan

dalam pelayanan yang terbaik dan memberikan bantuan

pelayanan dan pencerahan bagaimana memahami aturan pajak

dan prosedur administrasi yang menyertainya dengan benar.

Pelayanan fiskus yang baik diharapkan dapat

meningkatkan kepatuhan wajib pajak. Pelayanan fiskus yang

baik, mampu bersikap ramah dalam memberikan pelayanan,

bimbingan dan penyuluhan serta memberikan penjelasan tentang

perubahan peraturan perpajakan dan meningkatkan penegakan

sanksi pajak sesuai dengan aturan perpajakan yang berlaku.

Dalam hal untuk mengetahui bagaimana pelayanan

terbaik yang seharusnya dilakukan oleh fiskus kepada wajib

pajak, diperlukan juga pemahaman mengenai hak dan kewajiban

14
sebagai fiskus. Kewajiban fiskus yang diatur dalam UU

Perpajakan adalah:

A. Kewajiban untuk membina wajib pajak

B. Kewajiban menerbitkan Surat Ketetapan Pajak Lebih Bayar

C. Kewajiban merahasiakan data wajib pajak

D. Kewajiban melaksanakan Putusan

Sementara itu, terdapat pula hak-hak fiskus yang diatur

dalam UU Perpajakan, antara lain:

A. Hak menerbitkan NPWP atau NPPKP secara jabatan

B. Hak menerbitkan surat ketetapan pajak

C. Hak menerbitkan Surat Paksa dan Surat Perintah

Melaksanakan Penyitaan

D. Hak melakukan pemeriksaan dan penyegelan

E. Hak menghapuskan atau mengurangi sanksi administrasi

F. Hak melakukan penyidikan

G. Hak melakukan pencegahan

H. Hak melakukan penyanderaan

6. Kualitas Pelayanan Perpajakan

Kualitas pelayanan pajak adalah kemampuan dari

Direktorat Jenderal Pajak dalam membentuk pelayanan pajak

yang optimal kepada wajib pajak, sehingga wajib pajak puas

terhadap pelayanan yang diberikan oleh Direktorat Jenderal

Pajak. Seorang wajib pajak yang merasa puas atas pelayanan

15
yang diberikan, mereka cenderung akan melaksanakan kewajiban

perpajakannya sesuai dengan aturan dan ketentuan yang berlaku,

Anggraeni (2013) dalam Putri & Setiawan (2017).

Menurut Pranata (2015) dalam Zahrani & Mildawati

(2020), kualitas pelayanan pajak merupakan salah satu hal yang

meningkatkan minat wajib pajak dalam memenuhi kewajiban

perpajakannya, dan diharapkan petugas pelayanan pajak harus

memiliki kompetensi yang baik terkait segala hal yang

berhubungan dengan perpajakan di Indonesia. Dengan semakin

meningkatnya kualitas pelayanan perpajakan oleh instansi

pemerintah, maka diharapkan semakin membuat wajib pajak

mengerti betapa pentingnya membayarkan pajak demi

pembangunan Negara.

7. Pengetahuan dan Pemahaman Perpajakan

Kurangnya pemahaman masyarakat terhadap pajak,

menyebabkan masyarakat cenderung kurang memahami tentang

pajak yang mengakibatkan mereka tidak taat membayar pajak.

Pemahaman peraturan perpajakan dalam sistem perpajakan yang

baru, wajib pajak diberikan kepercayaan melalui sistem

perpajakan Self Assessments System, (Rdy, dkk. 2018).

Ketika seorang wajib pajak dapat memahami tata cara

perpajakan, maka dia juga akan dapat memahami peraturan

perpajakan. Hal tersebut dapat meningkatkan pengetahuan serta

16
wawasan terhadap peraturan perpajakan.

8. Persepsi Atas Penggunaan Uang Pajak Secara Transparan

Dan Akuntabilitas

Menurut Abdul Hafiz Tanjung (2011), Transparansi

adalah keterbukaan dan kejujuran kepada masyarakat

berdasarkan pertimbangan bahwa masyarakat memiliki hak

untuk mengetahui secara terbuka dan menyeluruh atas

pertanggung jawaban pemerintahan dalam sumber daya yang

dipercayakan kepadanya dan ketaatannya pada peraturan

perundang-ungan.

Mardiasmo (2004), transparansi berarti keterbukaan

pemerintah dalam memberikan informasi yang terkait dengan

aktivitas pengelolaan sumberdaya publik kepada pihak-pihak

yang membutuhkan informasi. Pemerintah berkewajiban

memberikan informasi keuangan dan informasi lainnya yang

akan digunakan untuk pengambilan keputusan oleh pihak-pihak

yang berkepentingan.

Persepsi transparansi dana pajak adalah bagaimana

pendapat dan penilaian masyarakat mengenai keterbukaan

informasi dana pajak oleh pemerintah.

Transparansi dalam pajak berarti segala informasi yang

dipresentasikan kepada berbagai pihak baik dari segi

pengelolaan, penggunaan, perolehan, dan pemanfaatan

17
penerimaan pajak agar tidak menimbulkan salah tafsir dan

kecurigaan masyarakat kepada pemerintah.

Transparansi pada akhirnya akan menciptakan horizontal

accountability antara pemerintah daerah dengan masyarakat

sehingga tercipta pemerintahan daerah yang bersih, efektif,

efisien, akuntabel dan responsife terhadap aspirasi dan

kepentingan masyarakat.

Mahmudi (2010), menyatakan bahwa Akuntabilitas

Publik adalah sebagai berikut kewajiban agen (pemerintah)

untuk mengelola sumber daya, melaporkan, dan

mengungkapkan segala aktivitas dan kegiatan yang berkaitan

dengan penggunaan sumber daya publik kepada pemberi

mandat (prinsipal)”.

Mardiasmo (2004) mengartikan akuntabilitas adalah

kewajiban pihak pemegang amanah (agent) untuk memberikan

pertanggungjawaban, menyajikan, melaporkan, dan

mengungkapkan segala aktifitas dan kegiatan yang menjadi

tanggung jawabnya kepada pihak pemberi amanah (principal)

yang memiliki hak dan kewenangan untuk meminta

pertanggung jawaban tersebut.

Direktorat Jenderal Pajak hanyalah bagian kecil dari

pemerintahyang tugasnya menghimpun uang pajak. Sedangkan

penggunaan uang pajak transparansi dan akuntabilitas anggaran

18
dibawah kendali pemerintahan secara keseluruhan. Selama

pemerintah mampu meyakinkan warganya bahwa uang pajak

yangmereka bayarkan digunakan untuk kesejahteraan negara,

maka akan menciptakan persepsi yang baik dari masyarakat.

Persepsi yang baik itu kemudian akan menimbulkan

kepatuhan dari masyarakat.

9. Persepsi Atas Efektifitas Sistem Perpajakan

Persepsi efektifitas sistem perpajakan merupakan kesan

yang dirasakan oleh wajib pajak terhadap sistem pembayaran

pajak. Persepsi yang positif akan mendorong waib pajak lebih

memiliki kemauan dalam membayar pajak, sedangkan persepsi

yang negatif akan berdampak sebaliknya.

Persepsi atas efektifitas sistem perpajakan merupakan

proses aktivitas seseorang dalam memberikan kesan, penilaian,

pendapat, memahami, mengorganisir, menafsirkan suatu situasi,

peristiwa yang dapat memberikan kesan perilaku yang

positif atau negatif mengenai seberapa jauh target (kualitas,

kuantitas dan waktu) sistem perpajakan telah tercapai (Sutari,

2013).

Menurut Fahluzy dan Agustina (2014), persepsi atas

efektifitas sistem perpajakan berpengaruh positif terhadap

kepatuhan pajak. Wajib pajak menganggap sistem perpajakan

yang dibuat oleh Kantor Pajak atau Dirjen Pajak memiliki

19
keefektifan dalam membantu dan meringankan wajib pajak

dalam melapor dan membayar pajak.

Widayati dan Nurlis (2010) menyatakan bahwa hal-hal

yang mengindikasikan efektifitas sistem perpajakan yang saat

ini dapat dirasakan oleh wajib pajak antara lain:

A. Adanya sistem pelaporan melalui e-SPT dan e-filling.

Wajib pajak dapat melaporkan pajak secara lebih mudah

dan cepat.

B. Pembayaran melalui e- banking yang memudahkan wajib

pajak dapat melakukan pembayaran dimana saja dan

kapan saja.

C. Penyampaian SPT melalui drop box yang dapat

dilakukan diberbagai tempat, tidak harus di KPP tempat

wajib pajak terdaftar.

D. Peraturan perpajakan dapat diakses secara lebih cepat

melalui internet, tanpa harus menunggu adanya

pemberitahuan dari KPP tempat wajib pajak terdaftar.

E. Pendaftaran NPWP yang dapat dilakukan secara online

melalui e-registration dari website pajak.

Hal ini akan memudahkan wajib pajak untuk

memperoleh NPWP secara lebih cepat.

20
2.2 Penelitian Terdahulu

1. Mas’ud A., Mustafa S., Winarni F (2016), Judul “Pengaruh

Kualitas Pelayanan Account Representative Terhadap Kepatuhan

Formal Wajib Pajak Orang Pribadi (Studi Pada Kantor Pelayanan

Pajak Pratama Kolaka)”, Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa

secara parsial Account Representative Service berpengaruh positif

dan signifikan terhadap kepatuhan formal wajib pajak orang pribadi di

KPP Pratama Kolaka.

2. Widyantari, N. P. D., Wahyuni, M. A., & Sulindawati, N. L. E. G

(2017), Judul “Pengaruh Pemahaman Peraturan Perpajakan Dan

Kesadaran Wajib Pajak Terhadap Kepatuhan Formal Wajib Pajak

Dengan Kondisi Keuangan Sebagai Variabel Moderasi (Studi Kasus

Pada Wajib Pajak Orang Pribadi (WPOP) Yang Terdaftar Di Kpp

Pratama Singaraja)”, Hasil penelitian menunjukkan bahwa

pemahaman peraturan perpajakan dan kesadaran wajib pajak

berpengaruh parsial terhadap kepatuhan formal wajib pajak, dan

kondisi keuangan sebagai variabel moderating memoderasi

(memperkuat) hubungan pemahaman peraturan perpajakan dan

kesadaran wajib pajak terhadap kepatuhan formal wajib pajak.

3. Putri, J. K., & Setiawan Ery Putu (2017), Judul “Pengaruh

Kesadaran, Pengetahuan Dan Pemahaman Perpajakan, Kualitas

Pelayanan Dan Sanksi Perpajakan Terhadap Kepatuhan Wajib

Pajak”, Hasil penelitian menunjukkan bahwa kesadaran Wajib pajak,

21
pengetahuan dan pemahaman peraturan perpajakan, kualitas

pelayanan dan sanksi perpajakan berpengaruh positif terhadap

kepatuhan wajib pajak.

4. Fitria, D (2017), Judul “Pengaruh Kesadaran Wajib Pajak,

Pengetahuan Dan Pemahaman Perpajakan Terhadap Kepatuhan Wajib

Pajak”, Hasil penelitian menunjukkan bahwa Kesadaran wajib pajak

memiliki pengaruh yang positif dan signifikan terhadap tingkat

kepatuhan wajib pajak orang pribadi, pengetahuan dan pemahaman

perpajakan memiliki pengaruh yang positif dan signifikan terhadap

tingkat kepatuhan wajib pajak orang pribadi, dan secara bersama-

sama kesadaran wajib pajak, pengetahuan dan pemahaman perpajakan

memiliki pengaruh yang positif dan signifikan terhadap tingkat

kepatuhan wajib pajak orang pribadi.

5. Damayanti, M., Mahsuni, A. W., & Afifudin (2020), Judul “Analis

Faktor-Faktor Yang Memengaruhi Kepatuhan Wajib Pajak Orang

Pribadi Untuk Membayar Pajak Dengan Kondisi Keuangan Dan

Preferensi Risiko Wajib Pajak Sebagai Variabel Moderating (Studi

Kasus Pada Wajib Pajak Yang Terdaftar Di Kpp Pratama Malang

Utara)”, Berdasarkan hasil penelitian, perpajakan dibutuhkan antara

pengetahuan dan pemahaman wajib pajak mengenai peraturan

perpajakan dengan persetujuan wajib pajak. Preferensi risiko wajib

pajak memperkuat pemahaman tentang peraturan perpajakan dan

persyaratan wajib pajak.

22
2.2 Kerangka Pemikiran

Kepatuhan Wajib Pajak

Sosialisasi Persepsi Pajak


Pelayanan Fiskus
Perpajakan

Gambar 2.1 Kerangka Pikir

23
BAB III

METODOLOGI PENELITIAN

3.1 Pendekatan Penelitian

Penelitian ini menggunakan metode pendekatan kualitatif.

3.2 Lokasi dan Waktu Penelitian

Penelitian ini dilakukan pada Kantor Pelayanan Pajak Pratama

Kolaka yang terletak di Jalan Pahlawan No.66, Kel. Watuliandu, Kab.

Kolaka, waktu penelitian 18 November 2021.

3.3 Fokus Penelitian

Fokus pada penelitian ini yaitu, apa saja faktor-faktor kepatuhan

wajib pajak?

3.4 Informan Penelitian

Dalam hal ini, informan yang dinilai mampu memberikan

informasi dan data yang diperlukan adalah: Para Pegawai Kantor

Pelayanan Pajak di KPP Pratama Kolaka

3.5 Jenis dan Sumber Data

Secara umum jenis data terbagi menjadi dua yaitu:

1. Data Kualitatif

Data kualitatif adalah data informasi yang berbentuk kalimat

verbal bukan berupa symbol angka atau bilangan. Data kualitatif

didapat melalui suatu proses menggunakan teknik analisis

mendalam dan tidak bisa diperoleh secara langsung.

24
2. Data Kuantitatif

Data kuantitatif adalah data informasi yang berupa simbol

angka atau bilangan. Berdasarkan simbol-simbol angka tersebut,

perhitungan secara kuantitatif dapat dilakukan untuk

menghasilkan suatu kesimpulan yang berlaku umum di dalam

suatu parameter.

Jenis data di dalam penelitian ini adalah data kualitatif.

Peneliti mengambil data kualitatif dari Wajib Pajak Orang Pribadi

yang terdaftar di KPP Pratama Kolaka berupa data non-numerik.

3.6 Teknik Pengumpulan Data

Dalam memperoleh data dan informasi yang berkenaan

dengan penelitian ini serta berbagai materi untuk pembahasan,

maka prosedur pengumpulan data dalam penelitian ini

menggunakan teknik pengumpulan data dengan studi

perpustakaan dan wawancara.

3.7 Teknik Analisis Data

Teknik analisis data yang digunakan dalam penelitian ini

mengunakan model analisis interaktif. Miles dan Huberman

(1992), menyatakan bahwa analisis interaktif merupakan model

analisis yang terdiri dari Pengumpulan data (Data Collection),

reduksi data (Data Reduction), penyajian data (Data Display)

serta penarikan kesimpulan atau verivikasi (Verification).

25
DAFTAR PUSTAKA
Adhimatra, A. A. G. W., & Noviari, N. (2018). Faktor Yang Memengaruhi
Kepatuhan Wajib Pajak Orang Pribadi Pada Kantor Pelayanan Pajak
Pratama Denpasar Timur. E-Jurnal Akuntansi, 25, 717.
Https://Doi.Org/10.24843/Eja.2018.V25.I01.P27.
Adil, M. (2018). Pengaruh Kepatuhan Wajib Pajak Terhadap Kinerja
Penerimaan Pajak Di Kpp Pratama Makassar Barat. 03, 310–316.
Aryandini, S. (2016). Pengaruh Kewajiban Moral, Pemeriksaan Pajak, Dan
Kondisi Keuangan Terhadap Kepatuhan Wajib Pajak Badan Untuk Usaha
Hotel Yang Terdaftar Di Dinas Pendapatan Daerah Kota Pekanbaru. Jurnal
Online Mahasiswa Fakultas Ekonomi Universitas Riau, 3(1), 1463–1477.
Christian, S. C., & Agus, T. A. (2018). Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi
Kepatuhan Wajib Pajak Dalam Memenuhi Kewajiban Membayar Pajak Di
Surabaya. Jurnal Riset Akuntansi Dan Bisnis Airlangga, 3(1).
Https://Doi.Org/10.31093/Jraba.V3i1.94.
Damayanti, M., Mahsuni, A. W., & Afifudin. (2020). Analisis Faktor–Faktor
Yang Mempengaruhi Kepatuhan Wajib Pajak Orang Pribadi Untuk
Membayar Pajak Dengan Kondisi Keuangan Dan Preferensi Risiko Wajib
Pajak Sebagai Variabel Moderating (Studi Kasus Pada Wajib Pajak Yang
Terdaftar Di Kpp Pratama Malang Utara. E-Jra, 09(03), 119–131.
Dewi, J. T. K. N., & Merkusiwati L. K. N. (2017). Faktor-Faktor Yang
Memengaruhi Persepsi Wajib Pajak Mengenai Etika Atas Penggelapan
Pajak (Tax Evasion). E-Jurnal Akuntansi, 18(3), 2534–2564.
Fitria, D. (2017). Pengaruh Kesadaran Wajib Pajak, Pengetahuan Dan
Pemahaman Perpajakan Terhadap Kepatuhan Wajib Pajak. Jabe (Journal
Of Applied Business And Economic), 4(1), 30.
Https://Doi.Org/10.30998/Jabe.V4i1.1905.
Gosal, Y., Karamoy, H., & Warongan, J. (2017). Analisis Perhitungan Dan
Pelaporan Pajak Penghasilan Pasal 21 Wajib Pajak Orang Pribadi Pada
Badan Pengelola Keuangan Dan Aset Daerah Kota Manado. Going
Concern : Jurnal Riset Akuntansi, 12(2), 371–382.
Https://Doi.Org/10.32400/Gc.12.2.17747.2017.
Http://Journal.Uta45jakarta.Ac.Id/Index.Php/Map/Article/View/163.
Manuaba, A. C. A. I., & Gayatri. (2017). Pengaruh Pengetahuan Pemahaman
Peraturan Pajak, Pelayanan Fiskus, Persepsi Efektivitas Sistem Perpajakan
Terhadap Kemauan Membayar Pajak. E-Jurnal Akuntansi, 2017(1), 1259–
1289

26
Mas’ud A., Mustafa S., Winarni F. (2016). Pengaruh Kualitas Pelayanan Account
Representative Terhadap Kepatuhan Formal Wajib Pajak Orang Pribadi
(Studi Pada Kantor Pelayanan Pajak Pratama Kolaka).

Nurfadila. (2020). Pengaruh Keadilan, Sistem Perpajakan, Kualitas Pelayanan,


Dan Terdeteksinya Kecurangan Terhadap Penggelapan Pajak Pada Kantor
Pelayanan Pajak Madya Makassar. Equilibrum Journal, 1(April), 44–53.
Peraturan Menteri Keuangan RI No. 74/Pmk.03/2012. Tentang Tata Cara
Penetapan Wajib Pajak Dengan Kriteria Tertentu Dalam Rangka
Pengembalian Pendahuluan Kelebihan Pembayaran Pajak.
Putri, J. K., & Setiawan Ery Putu. (2017). Pengaruh Kesadaran, Pengetahuan
Dan Pemahaman Perpajakan, Kualitas Pelayanan Dan Sanksi Perpajakan
Terhadap Kepatuhan Wajib Pajak. Pengaruh Sanksi Perpajakan, Pelayanan
Fiskus, Pengetahuan Dan Pemahaman Perpajakan, Kesadaran Perpajakan
Terhadap Kepatuhan Wajib Pajak, 6(3), 136–148.
Putri, R. P, & Saleh, M. (2018). Pengaruh Kesadaran Perpajakan, Pelayanan
Fiskus, Sanksi Perpajakan, Sosialisasi Perpajakan Terhadap Kepatuhan
Wajib Pajak (Studi Empiris Wajib Pajak Orang Pribadi Yang Terdaftar
Pada Kantor Pelayanan Pajak Pratama Banda Aceh Tahun 2012-2015).
3(3), 416–430.
Rahayu, N. (2017). Pengaruh Pengetahuan Perpajakan , Ketegasan Sanksi Pajak
, Dan Tax Amnesty Terhadap Kepatuhan Wajib Pajak. 1(1), 15–30.
R, D. Y., Paramita, D. P., & Prananditya, A. (2018). Pengaruh Pemahaman
Peraturan Perpajakan Dan Kesadaran Wajib Pajak Terhadap Kepatuhan
Wajib Pajak Dengan Preferensi Resiko Sebagai Variabel Moderating.
Silalahi, M. E., Nugroho, L., & Anasta, L. (2018). Analisa Mekanisme
Penghitungan, Pemotongan, Penyetoran Dan Pelaporan Pajak Penghasilan
Pasal 21 Pada Pt. Bina Swadaya Konsultan Tahun 2016. Tekun, 8(April),
97–107.
Suriambawa, A., & Ery Setiawan, P. (2018). Sosialisasi Perpajakan Memoderasi
Pengaruh Kesadaran Wajib Pajak Dan Sanksi Perpajakan Pada Kepatuhan
Wpop. E-Jurnal Akuntansi, 25, 2185.
Https://Doi.Org/10.24843/Eja.2018.V25.I03.P21.
Tambun, S. (2016). Anteseden Kepatuhan Wajib Pajak Orang Pribadi Dan
Moderasi Sosialisasi Perpajakan. Media Akuntansi Perpajakan, 1(1), 26–40.

Tunggal, Amin Widjaja, Drs., Ak., M.B.A. 1991. Pelaksanaan Pajak Penghasilan
Perseorangan. Jakarta: Rineka Cipta.

27
Widyantari, N. P. D., Wahyuni, M. A., & Sulindawati, N. L. E. G. (2017).
Pengaruh Pemahaman Peraturan Perpajakan Dan Kesadaran Wajib Pajak
Terhadap Kepatuhan Formal Wajib Pajak Dengan Kondisi Keuangan
Sebagai Variabel Moderasi (Studi Kasus Pada Wajib Pajak Orang Pribadi
(Wpop) Yang Terdaftar Di Kpp Pratama Singaraja). E-Journal S1 Ak
Universitas Pendidikan Ganesha Jurusan Akuntansi Program S1, 1(Vol: 8
No: 2), 1–11.
Zahrani, N. R., & Mildawati, T. (2020). Pengaruh Pemahaman Pajak,
Pengetahuan Pajak, Kualitas Pelayanan Pajak Dan Sanksi Pajak Terhadap
Kepatuhan Wajib Pajak Orang Pribadi. Jurnal Ilmu Dan Riset.
Http://Jurnalmahasiswa.Stiesia.Ac.Id/Index.Php/Jira/Article/View/2398.

28

Anda mungkin juga menyukai