SUKOWATI, MEDAN GERILYA PANGERAN MANGKUBUMI (SULTAN HB I)
Dalam sejarah peperangan Mangkubumen (1746-1757) dimana Pangeran Mangkubumi keluar
dari Kraton Surakarta untuk bergerilya menentang perjanjian Pakubuwana II dengan Baron Van Imhoff untuk menyewakan pasisir kepada VOC. Pangeran Mangkubumi dengan pasukannya sampailah ke desa Pandak Karangnongko masuk tlatah Sukowati. Sukowati saat itu merupakan negaragung Mataram dengan Kutonegoro di Surakarta. Letaknya ada pada lor wetan Solo antara utara dan timur Bengawan Solo, sehingga sering dibagi menjadi Sukowati Lor Bengawan dan Sukowati Wetan Bengawan. Wilayah ini sekarang secara garis besar menjadi Kabupaten Sragen. Sedangkan Sukowati Wetan Bengawan bagian selatan (Sukowati Kidul) menjadi Kabupaten Karanganyar. Di desa ini Pangeran Mangkubumi membentuk Pemerintahan Pemberontak Desa Pandak Karangnongko dijadikan pusat pemerintahan Projo Sukowati. Karena secara geografis desa Pandak Karangnongko terletak di tepi Jalan Lintas tentara Kompeni Surakarta – Madiun, pusat pemerintahan tersebut dianggap kurang aman, maka kemudian dipindah ke Desa Gebang yang terletak di sebelah tenggara Desa Pandak Karangnongko. Sejak itu Pangeran Sukowati memperluas daerah kekuasaannya serta memperkuat pasukannya dengan bahu membahu bersama saudaranya Raden Mas Said dan Adipati Grobogan yaitu KRT Martopuro dan beberapa kerabat yang bersimpati dengan perjuangan Pangeran Mangkubumi. Pusat Pemerintahan Projo Sukowati yang ada di Desa Gcbang ini pun akhirnya tercium oleh Kompeni Belanda yang bekerja sama dengan Kasunanan dan akan mengadakan penyerangan ke desa Gebang. Pasukan Gabungan antara Kompeni dan Pasukan dari Keraton Surakarta tersebut dipimpin oleh Patih Pringgalaya (Patih dari PB II). Untung rencana tersebut diketahui oleh Petugas Telik Sandi. Dengan berbagai pertimbangan maka Pusat Pemerintahan akan dipindahkan ke Desa Jekawal. Dalam proses boyongan dari Gebang ke Jekawal “(Tangen)” tersebut melewati suatu Padepokan yang dipimpin Kyai Srenggi. Konon Kyai Srenggi ini adalah salah seorang Panglima Perang dari Sunan Amangkurat (entah Amangkurat III atau IV) di kraton Kartosuro, yang konon sebetulnya bernama asli Tumenggung Alap-Alap. Untuk menghilangkan jejak beliau berganti nama Kyai Srenggi. Pada saat Pangeran Mangkubumi singgah di padepokan tersebut oleh Kyai Srenggi disuguhi Legen dan Polowijo. Pangeran Mangkubumi merasa sangat puas dan beliau bersabda bahwa tempat tersebut diberi nama “Sragen” dari kata “Pasrah Legen” dan Kyai Srenggi diberi sebutan Ki Ageng Srenggi. Setelah pusat Pemerintahan berada di Jekawal maka Raden Mas Said diambil menantu oleh Pangeran Mangkubumi dikawinkan dengan putrinya bernama BRA Suminten (GKR Bandara). Setelah Palihan Nagari (1755) Sukowati dan wilayah timurnya (Maospati, Magetan dan Madiun) sebenarnya tetap merupakan wilayah Pangeran Mangkubumi (Sultan HB I) tetapi daerah Sukowati menjadi kurang terurus karena jauh dari pusat Pemerintahan Kasultanan Jogjakarta maupun pusat Mancanegara Bang Wetan di Madiun. Akhirnya, pada tangga 17 September 1830 (setelah Perang Diponegoro), terjadilah perjanjian antara Sunan Paku Buwono VII dengan Sultan Hamengku Buwono V, dimana daerah Sukowati masuk wilayah Kasunanan Surakarta dan Gunung Kidul masuk wilayah Kasultanan Jogjakarta. Foto Peta Soekowati 1859 Leiden University