Anda di halaman 1dari 47

TAWASSULAN

Mengemis
(Nyuwun Paring-paring)
Kepada Allah
1-
Kalau Anda buka Kamus Bahasa Arab, jumpai kata “Ittisal”
(pakai “sin”): tawassala, yatawassalu, tawassulan. Artinya mengemis.
Memohon. Istilah Bahasa Jawa kromo-inggil (terhalus)-nya: paring-paring
(begitulah yang diucapkan oleh pengemis kepada orang yang dimintainya
sesuatu. Kata lainnya “ittishal” (pakai “shad”): tawashshala,
yatawashshalu, tawashshulan. Maksudnya ketersampaian,
ketersambungan, sampainya, melalui atau melewati hingga sampai.
Ittishalah (provider UEA, ditulis Etisalat) maksudnya adalah komunikasi.

hadi Rosulillah” dst, itu pakai “sin”. Tawassalna, berarti memohon atau
mengemis. Bukan tawashshalna, menyampaikan atau mengkomunikasikan
melalui. Meskipun demikian sebenarnya “tawassalna” maupun
“tawashshala” berada di lingkup makna dan nuansa yang sama. Di dalam
khasanah umum tradisional selama ini “tawassul” dipahami sebagai
“memohon kepada Allah melalui Nabi atau siapapun dan apapun lainnya”.
Lebih tepatnya: tawashshul (pakai “shad”). Adapun “Tawassalna
bibismillah” di dalam teks Shalawat Badar itu lebih mendekati makna
“mengemis kepada Allah, dengan landasan asma-Nya sendiri”, atau
“dengan mengatasnamakan Rasulullah”.

bertentangan antara dua konteks pemahaman itu. Juga antara “tawassalna”


dengan “tawashshalna” berada di dalam pola komunikasi (etisalat,
ittishalah) yang tidak mengandung pertentangan.

2-
Upaya “Tawassulan” Maiyah ini ranahnya Ijtihad. Bukan bagian dari
Syari'at Mahdlah Islam. Berarti tidak ada perintah Allah atau ajaran
Rasulullah yang formal dan langsung untuk “tawassulan” yang persis
seperti itu. Tawassulan di sini adalah upaya hati, jiwa dan akal manusia
untuk menemukan bentuk pendekatan dan kesetiaan hidupnya kepada Allah
dan Rasulullah. Ia berposisi sebagai Ibadah ghoiru Mahdloh alias
Mu'amalah. Bukan kewajiban secara syar'i, hanya sebatas ungkapan
kerinduan dan kebutuhan kemakhlukannya kepada Sang Khaliq.
Sebagaimana tradisi “Tahlilan” dll yang selama ini sudah dikenal dan
dilakukan secara luas oleh Kaum Muslimin.
Tidak ada contoh wantah dan resmi bahwa Rasulullah melakukan
“Tahlilan”, “Yasinan”, “Marhabanan”, “Srakalan” dll. Sebagaimana
Rasulullah juga tidak mencontohi Ummat Islam dengan berwudlu
menimba air dari sumur ataupun menggunakan ledeng dan pancuran
modern. Semua Kaum Muslimin juga tidak mendapati bahan faktual
sejarah bahwa Nabi Muhammad Saw memakai kaos oblong, apalagi Nabi
Muhammad bersepeda, naik angkot apalagi pesawat. Juga tidak ada
referensi bahwa menyikat gigi pakai pasta atau odol, atau belanja ke mal
dan supermarket.
Yang dipedomani adalah kesucian dan kebersihan. Juga prinsip
ketepatan, kelayakan dan keindahan. Yang kita teladani dari Kanjeng Nabi
adalah aqidahnya, ibadah mahdlahnya, akhlaqul karimahnya, kemuliaan
sikap hidupnya, kelembutan hati dan kreativitas berpikir beliau yang sangat
cerdas dan tajam. Mustahil meniru teknis budayanya, maintenan kehidupan
sehari-harinya atau model teknologinya.

3-
Di dalam narasi “Tawassulan” Maiyah ini yang diprimerkan adalah firman-
firman Allah Swt, kalimat-kalimat doa yang ditiru dari Rasulullah Saw. Ada
juga teks yang diambil dari tradisi religiusitas atau khasanah Shalawat
sebelumnya, diramu dengan racikan karya-karya upaya-upaya mencintai
dan menyetiai Allah dan Rasulullah dari tradisi Maiyah sendiri.

kontennya kita tentukan, dan Allah kita harapkan untuk memenuhinya. Kita
tidak merumuskan maksud-maksud, menuturkan target-target, kepentingan,
keperluan atau kebutuhan, dalam bentuk atau satuan-satuan yang kita
rumuskan sendiri, yang bisa terpeleset menjadi tindakan “mengatur”
Tuhan, “mengarahkan” atau “menentu-nentukan” pewujudan takdir Allah.
Allah sendiri mutlak lebih Maha Mengetahui apa yang terbaik untuk
hamba-Nya. Natawassal atau mengemis kepada Allah kita lakukan dengan
jiwa yang pasrah sepenuhnya. “Hasbunallah wa ni'mal Wakil, ni'mal
Maula wa ni'man Nashir”.

yang, karena berpedoman pada Islam: banyak fakta yang kita tidak
segelombang, tidak searah, tidak sepakat dan tidak setujuan. Sangat banyak
hal dalam kehidupan manusia di Bumi dan Negeri yang kita
mengharamkan atau memakruhkannya, namun kita tidak punya
kemampuan untuk mengubahnya, apalagi menentangnya. Sangat
mengepung kita hal-hal yang kita tidak sepakat, tidak “krasan”, bahkan
bosan, mungkin juga jijik dan benci, namun kita tidak memiliki kekuatan
atau kekuasaan untuk melawannya atau memperbaikinya. Apalagi
berlangsung semacam jenis mentalitas ummat manusia dan algoritma sosial
yang membuat setiap upaya kemashlahatan kita, justru berakibat menjadi
kemudlaratan.

kita kepada dan dihadapan Allah Swt. Kita mengidamkan Allah


mengamankan dan menyamankan keberadaan kita di tengah kehidupan
dunia yang dikuasai “fasadah” dan ketidaknyamanan. “Wa
asghilidhdholimin bidhdholimin”. Kita berjuang agar Allah melindungi kita
dari arus kedhaliman, gelombang “jahalah” dan atmosfer “sakhafah” dan
“khiyanah” yang menimpa kemanusiaan dan nilai-nilai Ilahiyah, apalagi
yang langsung menyentuh kita, menimpa dan menyakiti kita. “Wa akhrijna
min bainihim salimin”. Semoga Allah berkenan menjaga dan merawat cinta
kita kepada-Nya dan kenyamanan hidup kita di dunia.

4-
Kami semua di Maiyah yang bersama saya mengijtihadi “Tawassulan” ini
mungkin sekali adalah “Khalifatullah yang gagal”. Tidak berhasil secara
maksimal atau optimal menyebarkan manfaat dan kemashlahatan. Bahkan
bisa jadi bagi ummat manusia di dunia dan para warga di Negeri, kami, dan
utamanya saya: faktanya “tidak pernah benar-benar ada”. Kita ummat
Maiyah bisa jadi merupakan golongan mubadzir, yang “wujudina
ka'adamina”. Adanya kami sama saja dengan tidak adanya kami.

adalah memohon ampun kepada Allah Swt. Mengemis ampunan. Semacam


tradisi pertobatan. Sepenuhnya kami mem-fana-kan diri, mengosongkan
jiwa dan mempasrahkan hati dan seluruh hidup kami untuk menerima
dengan ridla apapun saja yang diresponskan, dijawabkan atau
dianugerahkan oleh Allah Swt.

sastra dan budaya, maka Simpul-simpul dan lingkaran-lingkaran Maiyah di


Nusantara maupun di sejumlah Negara lain tidak berkewajiban untuk
melakukan “Tawassulan” ini persis seperti panduan dan contohnya yang
dipaparkan dalam buku kecil ini. Siapa saja bisa dan boleh mengambil
hanya sebagiannya saja.

Allah, karena sangat meyakini Maha Adil dan Maha Dermawannya Allah
Swt. Juga tidak menagih atau mengharapkan apapun saja kepada sesama
manusia, Negara dan dunia. “Wakafa billahi Ilaha, wakafa billahi Robba,
wakafa billahi 'Alima, wakafa billahi Syahida, wakafa billahi Waliyya,
wakafa billahi Wakila, wakafa billahi Nashiro”. Karena sungguh-sungguh
“Wakafa billahi Hayya, wakafa billahi Qoyyuma”.

(Mbah Nun, 26 Februari 2022).***


Sejak Jamahir mulai berdatangan, sudah sejak sebelumnya terdengar rekaman Sohibu Baity
untuk atmospheering transisi suasana hati Jamahir dan fade-in suasana Tawassulan.

1
JAMAHIR

MUKHTAR

1
JAMAHIR

MUKHTAR

JAMAHIR

2
MUKHTAR

KIAIKANJENG DAN JAMAHIR

3
JAMAHIR

2
MUKHTAR DAN JAMAHIR

( Membaca Surah Yasin )

3
MUKHTAR

JAMAHIR

MUKHTAR

4
JAMAHIR

MUKHTAR

JAMAHIR

MUKHTAR

5
MUKHTAR

JAMAHIR

6
4
MUKHTAR

Jamahir 63x Al-fa hah

Jamahir 63x Al-fa hah

7
MUKHTAR
5
(Godhelan Klambine Kanjeng Nabi)

JAMAHIR

8
MUKHTAR

JAMAHIR

MUKHTAR

JAMAHIR

MUKHTAR

JAMAHIR

9
’q

Ya robbi sholli `ala Muhammad Al-fatihil khotimil muqarrob

10
11




12


13


14
15
6
MUKHTAR DAN JAMAHIR

MUKHTAR

16
JAMAHIR 63X

MUKHTAR

17
JAMAHIR 63X

7
MUKHTAR DAN JAMAHIR

18
Berselang-seling dengan Jamahir 63x

( Bisa ditambah nomor-nomor Shalawat yang lain )

8
MUKHTAR

3X JAMAHIR

19
MUKHTAR

3X JAMAHIR

MUKHTAR

JAMAHIR

20
21
9
MUKHTAR DAN JAMAHIR

( Bisa ditambah nomor-nomor Shalawat yang lain )

22
10
( Tidak Menyerah untuk Ridla dan Pasrah )
KIAIKANJENG DAN JAMAHIR

23
MUKHTAR

JAMAHIR

11
( Hubbullah wa Hizbullah )
MUKHTAR

24
JAMAHIR

MUKHTAR

25
JAMAHIR

MUKHTAR

JAMAHIR

MUKHTAR

26
27
12
( Dunia Melemahkan Allah Menguatkan )
MUKHTAR

KIAIKANJENG DAN JAMAHIR

28
MUKHTAR

29
Muhammadun rasulullahi wal-ladzina ma’ahu asyidda-u
‘alal kuffari ruhama-u bainahum tarahum rukka’an
sujjadan yabtaghuna fadhlam minallahi waridhwanan
simahum fi wujuhihim min atsarissujudi dzalika
matsaluhum fiittaurati wamatsaluhum fi-injili kazar’in
akhraja syathahu fa azarahu fastaghlazha fastawa ‘ala
suqihi yu’jibuzzurra’a liyaghizha bihimul kuffara
wa’adallahul-ladzina amanu wa’amilush-shalihaati minhum
maghfiratan wa-ajran ‘adhima

30
13
( Al-Qiyamu Lil Qiyama )

Jamaah Berdiri

31
32
33
34
14
( Menyapa dan Memohon )
DO’A

35
36
Allohumma sholli 'ala sayyidina Muhammadin wa 'ala ali
sayyidina Muhammadin
Allohumma inni as-aluka nafsan bika muthmainnatan tu'minu
biliqoika wa tardlo biqodloika wa taqna'u bi'athoika
Ya mufattihal abwabi ya musabbibal asbabi ya muqollibal
qulubi wal abshori ya mudabbirol laili wan
nahari ya muhawwilal hali wal ahwali hawwil halana ila
ahsanil ahwali
Allohummaghfirli khothiati wa jahli wa isrofi fi amri wa ma
anta a'lamu bihi minni.
Allohummaghfirli jaddi wa hazli wa khotho-i wa 'amdi wa
kullu dzalika 'indi. Allohummaghfirli ma qaddamtu wa ma
akhkhortu wa ma asrortu wa ma a'lantu wa ma anta a'lamu
bihi minni antal muqoddimu wa antal muakhkhiru wa anta
'ala kulli syaiin qodir.

Allohumma inni a'udzu bika minal kasali wal haromi wal


maghromi wa min fitnatil qobri wa adzabil qobri wa min
fitnatin nari wa adzabin nari wa min syarri fitnatil ghina wa
audzu bika min fitnatil faqri wa audzu bika min fitnatil
masihid dajjal.
Allohumma innii a'udzu bika min syarri ma 'amiltu wa syarri
ma lam a'mal.
Allohumma ati nafsi taqwaha wa zakkiha anta khoiru man
zakkaha anta waliyyuha wa maulaha.
Allohumma inni a'udzu bika min 'ilmin la yanfa'u wa min
qalbin la yakhsya'u wa min nafsin la tashba'u wa min da'watin
la yustajabu laha.
Allohumma inni as-aluka ladzdzatan nadhori ila wajhika was-
syauqo ila liqoika fi ghoiri dlorro-a mudlirrotin wa la fitnatin
mudlillatin.
Robbana atina fid dun-ya hasanah wa fil akhiroti hasanah
waqina adzaban nar.
Wa shollallohu 'ala sayyidina Muhammadin wa 'ala alihi wa
shohbihi wa sallam.
Subhana robbika robbil 'izzati 'amma yashifun wa salamun
'alal mursalin wal hamdulillahi robbil 'alamin.

37
Lampiran : Shalawat

38
Zurtu syauqon wa karoman fi Hawal badril hasan
Rajiyan minhubtisaman man lahu ruhi tsaman



Sholatun minallah wa alfa salam


‘Alal Mushthofa Ahmad syarifil maqam

Salamun salamun kamiskil khitam


‘Alaikum uhaiba bana Ya Kiram
Wa man dzikruhum unsuna fidh-dholam
Wa nurun lana baina Hadzal anam

Ya Allah ridla ya Allah ridla


Ya Allah ridla ya Allah ridla
Ya Allah biha Ya Allah biha
Ya Allah ya Allah bihusnil khatimah

39


40


41

Anda mungkin juga menyukai