Anda di halaman 1dari 46

SKRIPSI

PENGARUH KOMPRES HANGAT DI DAERAH PEMBULUH

DARAH BESAR DENGAN PENURUNAN SUHU TUBUH PASIEN

FEBRIS ANAK USIA 5 TAHUN SAMPAI 10 TAHUN

DI RUANG ANGGREK RSUD BHAKTI ASIH

KABUPATEN BREBES

Disusun Oleh :

LOLA AZIZAH NUR

C1017079

PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN PROGRAM B

SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN

BHAKTI MANDALA HUSADA

2018
KATA PENGANTAR

Alhamdulillah, segala puji syukur peneliti panjatkan kehadirat Allah

SWT, atas segala nikmat yang telah diberikan-Nya, sehingga dapat menyelesaikan

skripsi yang berjudul “Pengaruh Kompres Hangat Di Daerah Pembuluh

Darah Besar Dengan Penurunan Suhu Tubuh Pasien Febris Anak Usia 5

Tahun Sampai 10 Tahun di Ruang Anggrek RSUD Bhakti Asih Kabupaten

Brebes”. Skripsi ini disusun sebagai salah satu persyaratan dalam menyelesaikan

gelar sarjana pada Program Studi Ilmu Keperawatan di Sekolah Tinggi Ilmu

Kesehatan Bhamada Slawi.

Dalam penyusunan skripsi ini, peneliti mendapatkan bimbingan dan

dukungan dari berbagai pihak, pada kesempatan ini secara tulus peneliti

mengucapkan terima kasih kepada :

1. Bapak Risnanto, SST., M.Kes, selaku Ketua STIKes Bhamada Slawi

melanjutkan periode 2010 – 2014.

2. Ibu Tri Agustina Hadiningsih, SST., M.Kes, selaku Ketua STIKes

Bhamada Slawi periode 2014 – 2018.

3. Ibu Khodijah, S.Kep., Ns, selaku Ketua Prodi Ilmu Keperawatan yang

telah memberikan bimbingan dan arahan.

4. Bapak Agus Budianto, S.Kep., Ns., M.Kep, selaku Dosen Pembimbing 1

yang telah banyak memberikan bimbingan, kritik dan saran kepada

peneliti dalam penyusunan skripsi ini.


5. Bapak Agus Salim, S.Kep., Ns, selaku Dosen Pembimbing 2 yang telah

banyak memberikan bimbingan, kritik dan saran kepada peneliti dalam

penyusunan skripsi ini.

6. Seluruh Staf dan Dosen Prodi Ilmu Keperawatan STIKes Bhamada Slawi,

yang telah membimbing dan mendidik peneliti selama menjadi

mahasiswa.

7. Dr. Widodo Joko Mulyono., MMR selaku Direktur RSUD Bhakti Asih

Kabupaten Brebes yang telah mengizinkan peneliti untuk melakukan

penelitian di wilayahnya.

8. Orangtua, yang telah memberikan dorongan baik secara moral, material

maupun spiritual selama proses pembuatan skripsi ini.

9. Teman – teman seperjuangan Program Studi Ilmu Keperawatan Program

B Stikes Bhamada Slawi.

10. Semua pihak yang tidak dapat peneliti sebutkan satu persatu, atas semua

bantuannya dalam penyusunan skripsi ini.

Peneliti menyadari bahwa dalam penyusunan skripsi ini masih banyak

kekurangan. Oleh karena itu, peneliti mengharapkan saran dan kritik dari

pembaca demi perbaikan skripsi di masa yang akan datang. Semoga skripsi

ini dapat bermanfaat bagi perkembangan ilmu pengetahuan, khususnya di

bidang kesehatan dan keperawatan.

Slawi, 14 Juni 2018


Peneliti

MOTTO

1. Kesuksesan akan dapat anda raih apabila anda kuat dan terbiasa

mengahadapi masalah, tantangan dan hambatan secara mandiri.

2. Kegagalan bukan berarti terjatuh. Tetapi, menolak untuk bangkit.

3. Banyak kegagalan hidup terjadi karena orang-orang tidak

menyadari betapa dekatnya kesuksesan ketika mereka menyerah.

4. Tugas kita bukanlah untuk berhasil untuk berhasil. Tugas kita

adalah untuk mencoba itulah kita menemukan dan membangun

kesempatan untuk berhasil.

5. Tetaplah bergerak maju meski lambat karena dalam keadaan


tetapbergerak, Anda menciptakan kemajuan. Adalah jauh lebih
baik bergerak maju sekalipun pelan dari pada tidak bergerak sama
sekali.
DAFTAR ISI

COVER (HALAMAN JUDUL) ...............................................................................


KATA PENGANTAR ..............................................................................................
DAFTAR ISI .............................................................................................................
BAB I PENDAHULUAN………………………………………………………….
A. Latar belakang ...................................................................................
B. Rumusan masalah .............................................................................
C. Tujuan Penelitian ..............................................................................
D. Manfaat Penelitian ............................................................................

BAB II TINJAUAN TEORI…………………………………………………...

A. Kompres hangat ................................................................................


B. Suhu tubuh pasien febris ...................................................................
C. Kerangka teori ....................................................................................
D. Kerangka konsep penelitian ...............................................................
E. Hipotesis penelitian ............................................................................

BAB III METODE PENELITIAN……………………………………………...

A. Jenis dan rancangan penelitian ........................................................


B. Alat penelitian dan cara pengumpulan data ....................................
C. Interrater reliability .........................................................................
D. Populasi dan sampel .......................................................................
E. Besar sampel ...................................................................................
F. Variabel sampel ...............................................................................
G. Tempat dan waktu penelitian ..........................................................
H. Definisi operasional variabel penelitian dan skala ukur .................
I. Teknik pengolahan dan analisis data ..............................................
J. Etika penelitian ................................................................................
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN……………………………………….

A. Hasil penelitian ..................................................................................


B. Pembahasan ........................................................................................
C. Keterbatasan penelitian ......................................................................

BAB V SIMPULAN DAN SARAN…………………………………………….

A. Simpulan ............................................................................................
B. Saran ..................................................................................................

DAFTAR PUSTAKA ..........................................................................................


ABSTRAK
Febris adalah suatu keadaan dimana suhu tubuh lebih tinggi dari biasanya,
dan merupakan gejala dari suatu penyakit. Menurunkan atau mengontrol febris
pada anak dapat dilakukan dengan berbagai cara, salah satunya adalah dengan
cara kompres hangat. Pemberian kompres hangat pada daerah axilaris lebih efektif
karena pada daerah axilaris banyak terdapat pembuluh darah besar dan banyak
kelenjar keringat apokrin. Kompres air hangat dengan menggunakan suhu 34 oC
sampai 37oC maka suhu diluar terasa hangat dan tubuh akan menginterprentasikan
bahwa suhu diluar cukup panas dengan demikian suhu akan menurunkan kontrol
pengatur suhu di otak supaya tidak meningkatkan pengatur suhu tubuh lagi.
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengatur kompres hangat di daerah
daerah pembuluh darah besar dengan penurunan suhu tubuh pasien febris anak
usia 5 tahun sampai 10 tahun di ruang anggrek RSUD Bhakti Asih Kabupaten
Brebes. Jenis dan desain penelitian adalah Quasy Experiment dengan pendekatan
rancangan one group pre test and post test. Populasi dalam penelitian ini adalah
seluruh pasien dengan diagnose febris usia 5 tahun sampai 10 tahun yang dirawat
di ruang anggrek RSUD Bhakti Asih Kabupaten Brebes, jumlah sampel 60
responden dengan teknik Purposive sampling. Pengumpulan data dilakukan dua
kali yaitu mengukur suhu tubuh sebelum perlakuan dan mengukur suhu tubuh
sesudah perlakuan berupa pengunaan kompres hangat di daerah pembuluh darah
besar. Data dianalisis secara univariat dengan acara menghitung nilai mean,
median, modus, minimum-maksimum, standar devias, prosentasedan secara
bivariat menggunakan Paired Sampel t-Test. Berdasarkan hasil penelitian
menunjukan ada pengaruh kompres hangat di daerah pembukuh darah besar
dengan penurunan suhu tubuh pasien febris anak usia 5 tahun sampai 10 tahun.
Kata kunci : Kompres hangat, Suhu tubuh, Febris.
ABSTACTS
Febrile is a condition in which the body temperature is higher than normal,
and is a symptom of a disease.Lowering or febrile control in children can be done
in various ways, one of which is by way of warm compresses. Giving a warm
compress on axillary region is more effective because the axillary area there are
many large blood vessels and the re are lots of apocrine sweat glands. Warm water
compress using 34oC temperature until 37oC the outside temperature was warm
and the body will interpret that the outside temperature is hot enough so the body
will lose control thermostat in the brain so as not to increase the body temperature
again. This study aims to determine the effect of a warm compress on the area of
the large veins with a decrease in body temperature in patients with febrile
children aged 5 years to 10 years in the Anggrek Room Bhakti Asih Hospital. The
type and design of the study is Quasy Experiment with design approach one group
pre test and post test. The 10 years who were treated in the Anggrek Room Bhakti
Asih Hospital, the sample size of 60 respondents with a purposive sampling
technique. Data collection was done twice that measure body temperature of
warm compress on the use of large blood vessels. Data were analyzed by
calculating the value of univariate mean, median, mode, minimum-maximum,
standard deviation, percentages and using bivariate using Paired Sample t-Test.
Based on the results of the study showed no effect of warm compresses large
veins in the patient’s body temperature to decrease febrile children aged 5 years to
10 years.
Keywords : Warm compresses, body temperature, Febris.
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Masalah kesehatan anak merupakan salah satu masalah utama dalam

bidang kesehatan yang saat ini terjadi di negara Indonesia. Derajat kesehatan

anak mencerminkan derajat kesehatan bangsa, sebab anak sebagai generasi

penerus bangsa memiliki kemampuan yang dapat dikembangkan dalam

meneruskan pembangunan bangsa. Berdasarkan alasan tersebut, masalah

kesehatan anak diprioritaskan dalam perencanaan atau penataan pembangunan

bangsa (Hidayat,2009).

Menjaga kesehatan anak menjadi perhatian khusus para ibu, terlebih saat

pergantian musim yang umumnya disertai dengan berkembangnya berbagai

penyakit. Berbagai penyakit itu biasanya makin mewabah pada musim

peralihan, baik dari musim kemarau ke penghujan maupun sebaliknya.

Terjadinya perubahan cuaca tersebut mempengaruhi perubahan kondisi

kesehatan anak. Kondisi anak dari sehat menjadi sakit mengakibatkan tubuh

bereaksi untuk meningkatkan suhu yang biasanya disebut demam.

Suhu badan pada kondisi demam dapat digunakan sebagai salah satu

ukuran penting yang dapat memberi petunjuk mengenai memburuk atau

membaiknya keadaan penderita. Demam merupakan suatu pertanda adanya


gangguan kesehatan dan hanyalah suatu keluhan dan bukan suatu diagnosis.

Sebagai suatu keluhan demam merupakan keluhan kedua terbanyak setelah

nyeri, jadi merupakan suatu hal yang sangat penting untuk diketahui lebih

banyak tentang demam (Julia, 2000 dalam Nur hadi, 2012).

Febris atau demam merupakan kondisi tubuh dengan suhu diatas 37,5oC

sementara normalnya berkisar 36oC sampai 37,5oC (Doengoes, 2005). Febris

kerap disertai gejala menggigil, lesu gelisah, sulit makan, susah tidur dan

sebagainya. Suhu tubuh manusia cenderung berfluktuasi setiap saat. Banyak

faktor yang dapat menyebabkan fluktuasi suhu tubuh. Diantaranya adalah

kecepatan metabolisme basal, rangsangan saraf simpatis, hormon

pertumbuhan, hormon tiroid, hormon kelamin, proses peradangan, status gizi,

aktivitas, gangguan organ dan lingkungan.

Secara garis besar ada dua kategori demam yaitu demam infeksi dan

demam non infeksi. Demam infeksi merupakan demam yang disebabkan oleh

masuknya patogen misalnya kuman, bakteri dan virus atau merupakan demam

yang terjadi sebagai respon tubuh terhadap peningkatan set-pointseperti flu,

radang tenggorokan, gondongan, campak, demam berdarah, demam Thypoid,

GE dan sebagainya. Demam non infeksi yaitu peningkatan suhu tubuh karena

pembentukan panas berlebihan tetapi tidak disertai peningkatan set-point

seperti pada penderita gondok / keracunan aspirin (Widjaja, 2012).

Badan kesehatan Dunia (WHO) tahun 2009 mengemukakan jumlah

kasus febris diseluruh dunia mencapai 18 juta anak sampai 34 juta anak. Anak

merupakan yang paling rentan terkena febris, walaupun gejala yang dialami
anak lebih ringan dari dewasa. Di hampir semua daerah endemik, insidensi

febris banyak terjadi pada anak usia 5 tahun sampai 19 tahun (Depkes RI,

2009).

Pada hasil survey pendahuluan yang dilakukan peneliti tanggal 26 Maret

2014 di Ruang Anggrek RSUD Bhakti Asih Brebes tahun 2014 jumlah pasien

diagnosa febris yang di rawat inap pada bulan Januari sebanyak 61 pasien dari

95 pasien atau (64%) dan pada bulan Februari sebanyak 65 pasien dari 98

pasien atau (66%) sedangkan pada bulan Maret sampai dengan tanggal 26

Maret 2014 sebanyak 68 pasien dari 88 pasien atau (77%). Interval suhu tubuh

pada pasien diagnosa febris tersebut berkisar antara 37,6oC sampai 40oC. Dari

data tersebut menunjukan dari bulan ke bulan jumlah penderita dengan

diagnosa febris semakin meningkat ini dibuktikan dari prosentase pasien yang

dirawat di ruang anggrek.

RumahSakit Bhakti Asih Brebes terutama di ruang anggrek cara

menurunkan demam pada pasien diagnosa febris kebanyakan dilakukan

dengan cara farmakologi. Hal ini disebabkan karena desakan orang tua yang

khawatir melihat anaknya suhunya tidak turun – turun, orang tua selalu

bertanya – tanya kapan anaknya diberi obat turun panas. Tindakan mandiri

keperawatan yaitu kompres hangat sering dilakukan pada daerah dahi dan

tindakan tersebut sering dibebankan pada keluarga pasien. Tindakan kompres

hangat pada dahi dianggap lebih praktis dan tidak membuat anak menjadi

rewel, padahal anggapan itu salah anak rewel bukan karena tindakan kompres

melainkan karena tidak nyaman dengan keadaannya yang sedang sakit.


Berdasarkan hasil surve pendahuluan dari 19 perawat yang dinas di ruang

anggrek sekitar 6 perawat saja atau sekitar 31% yang melakukan kompres

hangat di daerah pembuluh darah besar itu disebabkan karena beberapa faktor

yaitu belum adanya kebijakan di RS, ketidaktahuan perawat karena belum

disosialisasikan metode kompres hangat di daerah pembuluh darah besar. Dari

6 perawat yang melakukan lompres hangat di daerah pembuluh darah besar

pada pasien diagnosa febris dengan cara yang benar didapatkan suhu yang

sebelumnya 38,5oC menjadi 36,5oC, hal ini menunjukan bahwa ada pengaruh

kompres hangat di daerah pembuluh darah besar dengan penurunan suhu

tubuh pasien diagnosa febris.

Dari latar belakang di atas maka peneliti tertarik untuk melakukan

penelitian dengan metode keperawatan pasien febris, untuk itu peneliti

mengambil judul penelitian “Pengaruh Kompres Hangat Di Daerah Pembuluh

Darah Besar Dengan Penurunan Suhu Tubuh Pasien Febris Anak Usia 5

Tahun Sampai 10 Tahun di Ruang Anggrek RSUD Bhakti Asih Brebes”

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang diatas, maka perumusan masalah dalam penelitian

ini adalah adakah Pengaruh Kompres Hangat Di Daerah Pembuluh Darah

Besar Dengan Penurunan SuhunTubuh Pasien Febris Anak Usia 5 Tahun

Sampai 10 Tahun di Rruang Anggrek RSUD Bhakti Asih Brebes?


C. Tujuan penelitian

1. Tujuan Umum

Mengetahui pengaruh kompres hangat di daerah pembuluh darah besar

dengan penurunan suhu tubuh pasien febris anak usia 5 tahun sampai 10

tahun di ruang anggrek RSUD Bhakti Asih Brebes.

2. Tujuan Khusus

Berpijak dari tujuan umum, maka selanjutnya didapatkan tujuan khusus

sebagai berikut :

a. Mengidentifikasi karakter responden meliputi usia dan jenis kelamin

b. Mengidentifikasi suhu tubuh pasien febris sebelum dan sesudah

diberikan kompres hangat di daerah pembuluh darah besar

c. Menganalisis pengaruh kompres hangat di daerah pembuluh darah

besar dengan penurunan suhu tubuh pasien febris

D. Manfaat Penelitian

1. Perawat

Menambah wawasan ilmu keperawatan mengenai pengaruh kompres

hangat pada daerah pembuluh darah besar terhadap penurunan suhu tubuh

pasien febris pada anak dan dapat melakukan intervensi tersebut bila ada

pasien febris.

2. Institusi Pendidikan

Bahan pertimbangan dan data referensi bagi peneliti lanjutan yang ingin

mengetahui pengaruh intervensi keperawatan mandiri yang lain dalam

upaya penurunan suhu tubuh pasien febris.


3. Tenaga Kesehatan

Bahan masukan bagi perawat dalam melaksanakan asuhan keperawatan pasien

febris, serta sebagai bahan masukan bagi perawat dalam melaksanakan

intervensi mandiri perawat dan pedoman dalam pemberian pendidikan kesehatan

tentang tindakan penurunan suhu tubuh kepada orang tua pasien

4. Institusi Rumah Saki

Hasil penelitian ini dapat digunakan sebagai protap rumah sakit dalam

melakukan tindakan keperawatan dalam menurunkan suhu tubuh pasien febris.


BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

Dalam bab ini akan dibahas tentang teori–teori yang akan digunakan

dalam penelitian ini. Teori tersebut mencakup teori kompres hangat di daerah

pembuluh darah besar dan suhu tubuh pasien febris. Teori tersebut digunakan

untuk mendukung analisis pengaruh kompres hangat di daerah pembuluh darah

besar dengan penurunan suhu tubuh pasien febris.

A. Kompres Hangat

1. Pengertian

Kompres adalah bantalan dari linen atau materi lainya yang dilipat

–lipat, dikarenakan dengan tekanan kadang-kadang mengandung obat

dan dapat basah ataupun kering, panas ataupun dingin (Dorland, 2006).

Kompres air hangat mempengaruhi tubuh Panas (diatermi) dengan

memperlebar pembuluh darah (Vasodilatasi), memberi tambahan nutrisi

dan oksigen untuk sel dan membuang sampah-sampah, meningkatkan

suplai darah ke area-area tubuh, mempercepat penyembuhan dan dapat

menyejukan (Hegner, 2007).

Berdasarkan uraian diatas dapat disimpulkan kompres hangat

adalah suatu prosedur menggunakan kain / handuk ukuran 20 cm x 20 cm

yang telah dicelupk an pada air hangat dan ditempelkan pada bagian
tubuh tertentu untuk memberikan rasa nyaman dan menurunkan suhu

tubuh dalam menangani kasus febris.

2. Mekanisme Kompres Hangat Terhadap Tubuh

Pemberian kompres hangat pada daerah tubuh akan memberikan

sinyal ke hypothalamus melalui sumsum tulang belakang. Ketika reseptor

yang peka terhadap panas dihypotalamus dirangsang, system efektor

mengeluarkan sinyal yang memulai berkeringat dan vasodilatasi perifer.

Perubahan ukuran pembuluh darah diatur oleh pusat vasomotor pada

medulla oblongata dari tangkai otak, dibawah pengaruh hypotalamik bagian

anterior sehingga terjadi vasodilatasi. Terjadinya vasodilatasi ini

menyebabkan pembuangan / kehilangan energi / panas melalui kulit

meningkat (berkeringat), yang diharapkan akan menurunkan suhu tubuh.

sehingga mencapai keadaan normal kembali (Smeitzel, 2008)

3. Tujuan Kompres Hangat

Adapun tujuan kompres hangat menurut Asmadi (2008) antara lain :

a. Memperlancar sirkulasi darah

b. Menurunkan suhu tubuh

c. Mengurangi rasa sakit

d. Memberi rasa hangat, nyaman dan tenang pada klien

e. Memperlancar pengeluaran eksudat

f. Merangsang peristaltik usus

4. Derajat Suhu Pengompresan


Menurut asmadi (2008), derajat suhu air untuk pengompresan di

klasifikasikan sebagai berikut :

a. Dingin sekali : Dibawah 13oC

b. Dingin : 13oC – 18oC

c. Sejuk : 18oC – 26oC

d. Hangat kuku : 26oC – 34oC

e. Hangat : 34oC – 37oC

f. Panas : 37oC – 41oC

g. Sangat panas : 41oC – 46oC

5. Lokasi Pemberian Kompres

Metode kompres dianggap sebagai upaya penurunan suhu badan.

Cara kompres seperti ini memang benar bila dilakukan dengan air hangat.

Karena air hangat membantu pembuluh darah tepi di kulit melebar hingga

pori-pori jadi terbuka yang selanjutnya memudahkan pengeluaran panas dari

dalam tubuh. turunnya suhu diharapkan terjadi lewat panas tubuh yang

digunakan untuk menguapkan air pada kain kompres. Kain kompres

diletakan tak hanya di dahi / kening tapi juga diletakan diwilayah yang

terdapat pembuluh-pembuluh darah besar semisal leher, ketiak,

selangkangan atau lipatan paha (Perry & Potter, 2005).

6. Prosedur Pemberian Kompres Hangat

Menurut Yohmi (2008:26) prosedur pemberian kompres hangat adalah :


1.Alat dan bahan :

a. Larutan kompres berupa air hangat 37oC dalam wadahnya (dalam

baskom)

b. Handuk / kain/ waslap ukuran 20 cm x 20 cm untuk kompres

c. Handuk pengering

d. Sarung tangan

e. Termometer

2. Prosedur :

a. Beritahu pasien dan siapkan alat, pasien dan lingkungan

b. Cuci tangan

c. Pakai sarung tangan

d. Ukur suhu tubuh

e. Basahi kain pengompres dengan air hangat, peras kain sehingga tidak

terlalu basah

f. Letakkan kain pada daerah yang akan dikompres (ketiak, leher dan

lipatan paha)

g. Tutup kain kompres dengan handuk kering

h. Apabila kain telah kering atau kain relative menjadi dingin, masukan

kembali kain kompres ke dalam cairan kompres dan letakan kembali di

daerah kompres, lakukan berulang-ulang hingga efek yang diinginan

tercapai

i. Evaluasi hasil dengan mengukur suhu tubuh pasien setelah 20 menit


j. Setelah selesai keringkan daerah kompres atau bagian tubuh yang basah

dan rapikan alat

k. Cuci tangan

B. Suhu Tubuh Pasien Febris

1. Pengertian

Suhu tubuh merupakan panas yang dihasilkan oleh tubuh dan

diatur oleh suatu pusat didalam hipotalamus dari otak. Pusat ini bereaksi

terhadap darah yang melaluinya. Bila diukur di dalam mulut atau anus,

suhu tubuh yang terbaca menunjukan “suhu tengah” dari tubuh yaitu suhu

dari organ-organ rongga dada dan rongga perut serta dari otak. Suhu

mulut normal berkisar antara 36oC – 37,5oC, suhu rektal / anus sedikit

lebih tinggi. Suhu yang terbaca di ketiak dan lipatan paha sedikit lebuh

rendah (Iignatavicius, 2006).

Menurut kamus kedokteran febris (pireksia, feveratau demam)

adalah peningkatan suhu tubuh diatas normal (Dorland , 2006).

Sedangkan menurut Corwin (2009) febris adalah peningkatan titik

patokan (set-point) suhu di hipotalamus. Seseorang mengalami febris bila

terjadi kenaikan suhu diatas 37oC sementara normalnya 36oC sampai

37,5oC (Doengoes, 2005). Ada juga yang mengambil batasan lebih dari

37,8oC. Sedangkan bila suhu tubuh lebih dari 40 oC disebut demam tinggi

(hiperpireksia) (Julia, 2000 dalam Nur Hadi, 2012).


Diagnosa febris adalah diagnosa yang diberikan pada pasien yang

mengalami gejala demam tinggi lebih dari 1 hari dalam hal ini belum ada

hasil laboratorium yang menunjukan indikasi penyakit yang lain atau hasil

laboratorium menunjukan batas normal hal ini sesuai dengan ketetapan

rumah sakit. Pasien dengan diagnosa febris yang datang berobat di unit

gawat darurat kemudian disarankan untuk melakukan pemeriksaan paket

febris untuk penunjang diagnosa. Pemeriksaan tersebut diantaranya

adalah pemeriksaan Darah lengkap. Jumlah leukosit merupakan salah satu

parameter yang terdapat pada pemeriksaan darah lengkap.

Menurut Brooker (2008) , suhu tubuh pada manusia dibagi menjadi

2 jenis yaitu sebagai berikut :

a. Core temperature(suhu inti)

Suhu pada jaringan dalam dari tubuh, seperti kranium, thorax,

rongga abdomen dan rongga pelvis.

b. Surface temperature (suhu permukaan)

Suhu pada kulit , jaringan subcutan dan lemak. Suhu ini berbeda,

naik turunnya tergantung pada respom lingkungan.

2. Etiologi

Menurut Guyton (2008) penyebab terjadinya pasien mengalami

febris adalah karena kelainan dalam otak sendiri atau zat toksik yang

mempengaruhi pusat pengaturan suhu, penyakit-penyakit bakteri, tumor

otak dan dehidrasi.


3. Manifestasi Klinis

Menurut Carpenito (2009), bahwa tanda dan gejala seseorang

mengalami febris adalah sebagai berikut :

a. Anak rewel (suhu lebih tinggi dari 37,8oC – 40oC)

b. Kulit kemerahan

c. Hangat pada sentuhan

d. Peningkatan frekuensi pernapasan

e. Menggigil

f. Dehidrasi

g. Kehilangan nafsu makan

4. Sistem Pengaturan Suhu Tubuh

Suhu tubuh diatur oleh keseimbangan antara produksi dan

hilangnya panas. Alat pengatur berada dihipotalamus. Pada keadaan

demam, keseimbangan ini terganggu tetapi dapat dikembalikan ke normal

oleh obat. Beberapa hasil penelitian membuktikan bahwa peningkatan

suhu tubuh pada keadaan patologik diawali dengan pelepasan suatu zat

pirogen endogen atau sitokin seperti interleukin-1 (1L-1) yang memacu

pelepasan prostaglandin (PG) yang berlebihan di daerah preoptik

hipotalamus. Selain itu, prostaglandin E2 (PGE2) terbukti menimbulkan

demam setelah diinfuskan ke ventrikel serebral atau disuntikkan ke daerah

hipotalamus (Sulistia, 2005:15).


Tubuh manusia merupakan organ yang mampu menghasilkan

panas secara mandiri dan tidak tergantung pada suhu lingkungan. Tubuh

manusia memiliki seperangkat sistem yang memungkinkan tubuh

menghasilkan, mendistribusikan dan mempertahankan suhu tubuh dalam

keadaan konstan. Panas yang dihasilkan tubuh sebenarnya merupakan

produk tambahan proses metabolisme yang utama (Corwin, 2009).

Suhu tubuh manusia cenderung berfluktuasi setiap saat. Banyak

faktor yang dapat menyebabkan fluktuasi suhu tubuh. Untuk

mempertahankan suhu tubuh manusia dalam keadaan konstan, diperlukan

regulasi suhu tubuh. suhu tubuh manusia diatur dengan mekanisme umpan

balik (feedback) yang diperankan oleh pusat pengaturan suhu di

hipotalamus. Apabila pusat temperatur hipotalamus mendeteksi suhu

tubuh yang terlalu panas, tubuh akan melakukan mekanisme umpan balik.

Mekanisme umpan balik ini terjadi bila suhu inti tubuh telah melewati

batas toleransi tubuh untuk mempertahankan suhu, yang disebut titik tetap

(set point). Titik tetap tubuh dipertahankan agar suhu tubuh inti konstan

pada 37oC. Apabila suhu tubuh meningkat lebih dari titik tetap,

hipotalamus akan merangsang untuk melakukan serangkaian mekanisme

untuk mempertahankan suhu dengan cara menurunkan produksi panas dan

meningkatkan pengeluaran panas sehingga suhu kembali pada titik tetap

(Smeltzer, 2008).
5. Patofisiologi Terjadinya Febris

Peningkatan suhu tubuh terjadi akibat peningkatan set point.

Infeksi bakteri menyebabkan suhu tubuh meningkat karena endotoksin

bakteri merangsang sel PMN untuk menghasilkan pirogen endogen yaitu

interleukin-1, interleukin 6 atau TNF (tumor necrosis factor). Pirogen

adalah substansi yang menyebabkan demam. Pirogen terdiri dari endogen

atau eksogen. Pirogen eksogen adalah pirogen yang berasal dari luar tubuh

terutama mikroba dan produknya seperti toksin. Contoh klasik dari

pirogen eksogen adalah endotoksin lipopolisakarida yang diprokdusi oleh

semua bakteri gram negatif. Endotoksin adalah substansi poten yang tidak

hanya sebagai pirogen tapi juga sebagai induser dari perusahaan patologis

yang bervariasi yang diobservasi pada infeksi Gram negatif. Grup lain dari

substansi bakteri yang menjadi pirogen yang poten diproduksi oleh bakteri

gram positif. Toksin dari TSS (Toxic Shock Syndrome / TSST-1)

dihubungkan dengan strain Stafilokokus aureus yang diisolasi dari pasien

dengan Toxic Shock Syndrome(TSS). TSST-1 dan enterotoksin lain dari

Stafilokokus aurens dan eksotoksin dari Streptokokus grup A bekerja

sebagai toksin langsung tetapi juga berperan sebagai superantigen.

Superantigen berperan dalam phatogenesis infeksi gram positif yang parah

akibat interaksi dengan MHC (Major Histocompatibility Complex) II dan

sejumlah sel T untuk melepaskan sitokin pirogenik. Seperti endotoksin

dari bakteri Gram negatif, toksin yang diproduksi oleh Stafilokokus dan

Streptokokus menyebabkan panas.


6. Kehilangan Panas Tubuh

Menurut Asmadi (2008) ada empat cara kehilangan panas tubuh

yaitu :

a. Radiasi

Adalah perpindahan panas dari permukaan satu objek

kepermukaan objek lain, tanpa hubungan antara dua objek.

b. Konduksi

Adalah perpindahan panas dari satu molekul ke molekul lain.

Perpindahan konduksi tidak dapat mengalihkan tanpa hubungan

antarmolekul dan nilai normal pada pengeluaran panas.

c. Konveksi

Adalah penyebaran panas melalui aliran udara. Biasanya jumlah

sedikit dari udara panas yang berdekatan pada tubuh. Udara panas ini

meningkat dan diganti dengan udara dingin dan orang selalu kehilangan

panas dalam jumlah kecil melalui konveksi.

d. Evaporasi

Adalah penguapan terus menerus dari saluran pernafasan dan dari

mukosa mulut serta dari kulit.


7. Macam – Macam Gangguan Suhu Tubuh

Menurut Brooker (2008), gangguan pengaturan suhu tubuh

manusia adalah sebagai berikut :

a. Pireksia dan Hiperpireksia

Pireksia (Suhu 37,6oC sampai 40oC) dan hiperpireksia (Suhu lebih

dari 40oC) merupakan kondisi utuhnya mekanisme termoregulasi tetapi

suhu di pertahankan pada angka yang tinggi, infeksi adalah penyebab

utama pireksia, penyebab pireksia yang lain adalah dehidrasi, obat-

obatan tertentu, keganasan, pembedahan trauma berat, infark

miokardium akut, reaksi transfusi darah, gagal jantung dan hipertiroid.

b. Hipertermia

Peningkatan suhu tubuh inti akibat kehilangan mekanisme

termoregulasi. terdapat disfungsi hipotalamus, kondisi ini disebabkan

oleh masalah sistem saraf pusat (SSP) dan tidak berespon terhadap

terapi antipiretik, suhu 41oC sampai 43oC menyebabkan kerusakan

saraf, koagulasi dan konvulsi.

c. Hipotermia

Suhu inti yang berkurang dari 35oC, hampir semua proses

metabolisme dapat dipengaruhi oleh hipotermia, derajat hipotermia di

klasifikasikan sebagai berikut : Ringan (suhu tubuh 32oC – 35oC),

Sedang (suhu tubuh 28oC – 31,9oC), Berat (suhu tubuh 20oC – 27oC).

8.Faktor – Faktor Yang Mempengaruhi Suhu Tubuh


Menurut Asmadi (2008) ada beberapa faktor yang mempengaruhi

subu tubuh, antara lain :

a. Usia

Pada bayi sangat dipengaruhi oleh suhu lingkungan dan harus dihindari

dari perubahan yang ekstrim. Suhu anak-anak berlangsung lebih labil

dari pada dewasa sampai masa puber. Beberapa orang tua terutama

umur lebih dari 75 tahun, beresiko mengalami hypotermi (kurang

36oC). Ada beberapa alasan, seperti kemunduran pusat panas,

kehilangan lemak subkutan, penurunan aktivitas dan efisiensi

thermoregulasi yang menurun.

b. Diurnal Variation

Suhu tubuh biasanya berubah sepanjang hari, variasi sebesar 1 oC antara

pagi dan sore.

c. Latihan

Kerja keras atau latihan berat dapat meningkatkan suhu tubuh setinggi

38,3oC sampai 40oC, diukur melalui rectal.

d. Jenis kelamin

Perempuan biasanya mengalami peningkatan hormon lebih banyak

daripada laki-laki. Pada perempuan, sekresi progesteron pada saat

ovulasi menaikan suhu tubuh berkisar 0,3oC sampai 0,6oC diatas suhu

tubuh basal.

e. Stress
Rangsangan pada system syaraf sympatik dapat meningkatkan produksi

epinefrin dan norepinefrin. Dengan demikian akan meningkatkan

aktifitas metabolisme dan produksi panas.

f. Lingkungan

Perbedaan suhu lingkungan dapat mempengaruhi sistem pengaturan

suhu seseorang. Jika suhu diukur didalam kamar yang sangat panas dan

suhu tubuh tidak dapat dirubah oleh konveksi, konduksi atau radiasi,

suhu akan tinggi.

9. Metode Pengukuran Suhu Tubuh

Empat metode mengukur suhu tubuh menurut Hegner (2007)

yaitu :

a. Oral – paling sering digunakan

b. Aural (telinga) – paling akurat

c. Rectal – suhu rectal lebih tinggi satu derajat dari pada suhu oral

d. Axilla atau groin (pangkal paha) – kurang akurat.

Standar operasional prosedur pengukuran suhu tubuh di RSUD

Bhakti Asih Brebes (2009) adalah sebagai berikut :

1. Persiapan alat

a) Termometer

b) Kapas alkohol 70%

c) Bengkok

d) Tissu
e) Sarung tangan

f) Buku catatan suhu dan pensil

g) Jam tangan berdetik

h) Tiga buah botol :

1) Botol pertama berisi larutan sabun

2) Botol kedua berisi larutan desinfektan

3) Botol ketiga berisi air bersih

2. Pelaksanaan

a. Jelaskan prosedur tindakan yang akan dilakukan

b. Cuci tangan keringkan dengan handuk

c. Gunakan sarung tangan

d. Atur posisi pasien

e. Tentukan letak ketiak dan bersihkan daerah ketiak dengan

menggunakan tissu

f. Memeriksa termometer, pastikan pada skala dibawah 35 oC bila

belum turunkan dengan cara mengibaskan termometer

g. Turunkan termometer pada daerah ketiak lengan pasien fleksi

diatas dada

h. Setelah 3-10 menit termometer diangkat dan dibaca hasilnya

i. Catat hasil

j. Bersihkan termometer dengan tissu

k. Cuci dengan air sabun, desinfektan, bilas dengan air bersih, dan

keringkan
l. Menurunkan air raksa

m. Cuci tangan setelah prosedur dilakukan.

10. Mekanisme Menurunkan Suhu Tubuh

Menurut Yohmi (2008), bahwa sistem pengaturan temperatur tubuh

menggunakan tiga mekanisme penting untuk menurunkan panas tubuh

ketika temperatur menjadi sangat tinggi, yaitu :

a. Vasodilatasi

Pada hampir semua area tubuh, pembuluh darah kulit berdilatasi

dengan kuat.

b. Berkeringat

Efek dari peningkatan temperatur yang menyebabkan berkeringat

memperlihatkan kecepatan kehilangan panas melalui evaporasi yang

dihasilkan dari berkeringat ketika temperatur ini tubuh meningkat diatas

temperatur kritis 37oC.

c. Penurunan pembentukan panas

Mekanisme yang menyebabkan pembentukan panas berlebihan,

seperti menggigil dan thermogenesis dihambat dengan kuat.

11. Hal – Hal Yang Dilakukan Bila Suhu Tubuh Meningkat

Ada beberapa hal yang perlu dilakukan pada saat suhu tubuh

manusia meningkat yaitu sebagai berikut :

a. Observasi suhu secara berkala setiap 4 - 6 jam


b. Beri minum yang banyak dapat berupa air putih, susu dan air teh

c. Jangan pakai pakaian yang tebal

d. Kompreslah dengan air hangat pada ketiak, leher dan lipatan paha

e. Berikan obat penurun panas sesuai petunjuk atau jika suhu diatas

38oC (Sophia, 2006)

12. Obat – Obatan Febris

a. Obat tradisional

Obat tradisional adalah obat yang berasal dari tumbuh – tumbuhan yang

berfungsi sebagai penurun panas yang telah digunakan secara turun –

temurun sejak masa nenek moyang hingga kini.

b. Obat non tradisional

Obat non tradisional adalah obat – obatan yang berasal dari sintesis

bahan – bahan kimia melalui reaksi – reaksi tertentu. Obat non

tradisional untuk pasien febris di antaranya :

1) Turunan asam salisilat

Senyawa yang termasuk golongan ini berkhasiat sebagai antipiretik

antara lain aspirin dan salisilamida.

2) Turunan Para – aminofenol

Senyawa yang termasuk golongan ini yaitu fenasetin dan

asetaminofen (parasetamol.

3) Pirazolon dan turunannya

Senyawa yang termasuk golongan ini yaitu antipirin, aminopirin,

dipiron dan fenilbutazon.


C.Kerangka Teori

Kerangka teori memuat garis besar pemikiran teoritis yang akan

menuntun peneliti dalam melakukan penelitian dan menganalisa data,

disajikan dalam bentuk bagan (Notoadmojo, 2010).

D.Kerangka Konsep Penelitian

Konsep adalah suatu abstraksi yang dibentuk dengan

menggeneralisasikan suatu pengertian. Konsep tidak dapat diukur dan

diamati secara langsung. Kerangka konsep adalah suatu hubungan atau

kairtan antara konsep – konsep atau variabel – variabel yang akan diamati

(diukur) melalui penelitian (Notoatmojo, 2010).

E.Hipotesis

Menurut Notoatmodjo (2010), hipotesis adalah salah satu

kesimpulan sementara atau jawaban sementara dari suatu penelitian. Oleh

karena itu, hipotesis harus mempunyai landasan teori, bukan hanya

sekedar suatu dugaan yang tidak mempunyai landasan ilmiah melainkan

lebih dekat dengan suatu kesimpulan. Rumusan hipotesis dalam penelitian

ini adalah :

a. Ha : Ada pengaruh yang signifikan antara kompres hangat di daerah

pembuluh darah besar dengan penurun suhu tubuh pasien febris.

b. Ho : Tidak ada pengaruh antara kompres hangat di daerah pembuluh

darah besar dengan penurunan suhu tubuh pasien febris.


Hipotesis sementara dalam penelitian ini adalah ada Pengaruh

Kompres HangatDi Daerah Pembuluh Darah Besar Dengan Penurunan

Suhu Tubuh Pasien Febris Anak Usia 5 Tahun Sampai 10 Tahun di

Ruang Anggrek RSUD dr.Soeselo Kabupaten Tegal.


BAB III

METODE PENELITIAN

A. Jenis dan Rancangan Penelitian

1. Jenis Penelitian

Penelitian ini termasuk jenis penelitian Quasy

Experiment.Rancangan penelitian ini tidak mempunyai pembatasan yang

ketat terutama mengenai randomisasi, karena variabel – variabel yang

harus di kontrol atau dimanipulasi (Notoatmodjo,2010). Penelitian ini

mengukur pengaruh kompres hangat didaerah pembuluh darah besar

dengan penurunan suhu tubuh pasien febris.

a. Cara Pendekatan

Pendekatan penelitian ini menggunakan pendekatan dengan

rancangan one grup pre test and post test, yaitu dengan menggunakan

kelompok sampel yang sama. Penelitian ini menggunakan test awal dan

test akhir yang diberikan kepada kelompok yang sama, setelah selang

waktu untuk memberikan perlakuan (Notoatmojo, 2010).

b. Alat Penelitian dan Cara Pengumpulan Data

1) Alat Penelitian

Pengumpulan data dalam melaksanakan penelitian yaitu dengan

menggunakan teknik wawancara untuk mengetahui karakteristik

responden yaitu meliputi nama (inisial), usia dan jenis kelamin. Alat ukur
penelitian menggunakan check list, termometer dan observasi. Observasi

merupakan suatu proses yang kompleks, suatu proses yang tersusun dari

berbagai proses biologis dan psikologis serta merupakan proses – proses

pengamatan dan ingatan (Sugiono, 2014).

c. Cara Pengumpulan Data

1) Jenis Data

Jenis data dalam penelitian ini menggunakan data primer yaitu

materi atau kumpulan fakta yang dikumpulkan sendiri oleh peneliti pada

saat berlangsungnya suatu penelitian (Arikunto, 2010). Peneliti

memperoleh data tersebut selama periode penelitian dari hasil observasi

subjek penelitian yang didokumentasikan pada lembar observasi

penelitian. Pengumpulan data dengan observasi langsung ke pasien

tersebut dibantu oleh 3 orang perawat pelaksana yang dinas di ruang

anggrek minimal pendidikan D III Keperawatan, bersedia ikut dalam

penelitian, minimal bekerja 1 tahun di ruangan tersebut. Sebelum

pelaksaan, peneliti memberi pelatihan kepada 3 orang perawat pelaksana

tersebut.

2) Prosedur Pengumpulan Data

a) Tahap Pelaksanaan

Setelah mendapatkan ijin penelitian dari Kantor KESBANGPOL

dan LINMAS Kabupaten Brebes, BAPPEDA Kabupaten Brebes dan

Direktur RSUD Bhakti Asih Kabupaten Brebes peneliti akan

mengadakan pendekatan dengan responden dan keluarga yang ada di


RSUD Bhakti Asih Kabupaten Brebes untuk mendapatkan persetujuan

dari orang tua calon respoden selaku penanggung jawab dari responden.

b) Tahap Penyelesain

Pada tahap ini dilakukan pengolahan data dan analisis data hasil

ukur suhu tubuh sebelum dikompres dan hasil ukur suhu tubuh sesudah

dikompres. Kemudian akan dibandingkan hasil data sebelum dikompres

dan data sesudah dikompres.

3. Interrater Reliability

Dengan metode observasi seringkali antara peneliti dengan

pengumpul data / observasi yaitu 3 orang perawat pelaksana yang telah

ditunjuk oleh peneliti yang terdiri dari perawat mulyati, denny dan isna

yang terjadi perbedaan persepsi terhadap kajian yang diamati. Agar data

yang dihasilkan valid, maka harus ada penyamaan persepsi antara

peneliti dengan si pengumpul data mengenai cara pengukuran variabel

penelitian.

4. Populasi dan Sampel

a. Populasi

Populasi adalah wilayah generalisasi yang terdiri atas objek atau

subjek yang mempunyai kualitas dan karakteristik tertentu yang

ditetapkan oleh peneliti untuk dipelajari dan kemudian ditarik

kesimpulannya (Sugiyono,2014). Populasi dalam penelitian ini

adalah seluruh pasien dengan diagnosa febris usia 5 tahun sampai

10 tahun yang dirawat di ruang anggrek RSUD Bhakti Asih


Kabupaten Brebes pada bulan juni 2014 sampai bulan juli 2014

yang berjumlah 70 pasien.

b. Sampel

Menurut Notoatmodjo (2010), sampel adalah sebagian yang

diambil dari keseluruhan objek yang diteliti dan dianggap mewakili

seluruh populasi. Sedangkan menurut Sugiono (2014) sampel

adalah bagian dari jumlah dan karakteristik yang dimiliki oleh

populasi tersebut.

5. Besar Sampel

Besar sampel dalam penelitian ini menggunakan rumus slovin.

Karena jumlah populasi dalam penelitian di ruang anggrek RSUD

Bhakti Asih Kabupaten Brebes sebanyak 70 pasien , maka sesuai

dengan rumus Slovin. Jadi jumlah sampel penelitian sebesar 60

responden yang memenuhi kriteria inklusi. Setelah jumlah sampel

didapatkan maka dilanjutkan dengan menentukan teknik sampling.

Teknik sampling ini menggunakan teknik sampling non –

probability yaitu teknik yang tidak memberikan peluang atau

kesempatan sama bagi setiap unsur atau anggota populasi untuk

dipilih menjadi sampel.

a. Kriteria Inklusi

Kriteria inklusi adalah karakteristik umum subjek penelitian dari

satu populasi yang akan diteliti atau sampel yang layak diteliti
(Nursalam, 2008). Kriteria inklusi dalam sampel ini adalah sebagai

berikut :

1) Pasien yang bersedia jadi responden

2) Pasien dengan suhu 37,6oC – 40oC

3) Pasien yang berusia 5 tahun sampai 10 tahun

4) Pasien bukan dengan infeksi berat seperti pasien sepsis atau

pasien gangguan sistem pengaturan suhu

5) Kompres diberikan sebelum pasien mendapatkan terapi

antipiretik

b. Kriteria Eksklusi

Kriteria eksklusi adalah menghilangkan atau mengeluarkan subjek

dari penelitian yang memenuhi kriteria eksklusi karena berbagai

sebab (Nursalam, 2008). Kriteria eksklusi dalam sampel ini adalah

sebagai berikut :

1) Pasien dengan suhu kurang dari 37,5oC

2) Pasien yang berusia dibawah 5 tahun dan diatas 10 tahun

3) Pasien yang tidak bersedia menjadi responden

4) Pasien dengan infeksi berat

6. Variabel Penelitian

Variabel penelitian adalah ukuran atau ciri yang dimiliki oleh

anggota – anggota suatu kelompok yang berada dengan yang

dimiliki oleh kelompok yang lain (Notoatmodjo, 2010).


a. Variabel bebas (Independent variabel)

Variabel bebas adalah variabel yang menjadi sebab atau

berubahnya suatu variabel lain (variabel terikat), juga sering

disebut dengan variabel bebas, predictor (Sugiono, 2014). Variabel

dalam penelitian ini yaitu kompres hangat di daerah pembuluh

darah besar.

b. Variabel terikat (Dependent Variabel)

Variabel terikat adalah variabel yang dipengaruhi atau menjadi

akibat karena adanya variabel lain (variabel bebas), juga sering

disebut variabel terikat, variabel respon, atau endogen

(Sugiono,2014). Variabel inilah yang dibahas secara mendalam

pada latar belakang penelitian. Variabel terikat dalam penelitian ini

adalah penurunan suhu tubuh.

7. Tempat dan Waktu Penelitian

a. Tempat Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan di Ruang Anggrek RSUD Bhakti Asih

Kabupaten Brebes.

b. Waktu Penelitian

Waktu pelaksanaan penelitian dilakukan dari bulan juni 2014

sampai bulan juni 2014.

8. Defini Operasional Variabel Penelitian dan Skala

Pengukuran
Definisi operasional adalah mendefinisikan variabel secara

operasional dan berdasarkan karakteristik yang diamati dalam

melakukan pengukuran secara cermat terhadap obyek atau

fenomena dengan menggunakan parameter yang jelas

(Hidayat,2008).

9. Teknik Pengolahan Data dan Analisis Data

a. Teknik Pengolahan Data

Teknik pengolahan data dalam penelitian ini meliputi :

1) Editing (Pemeriksaan data)

Adalah memeriksa data yang telah dikumpulkan berupa daftar

wawancara dan isian suhu tubuh sebelum dikompres dan sesudah

dikompres. Peneliti memeriksa kelengkapan data untuk

mengetahui penurunan suhu tubuh pasien febris.

2) Coding (Pemberiang kode)

Untuk mempermudah pengolahan, sebaiknya semua variabel diberi

kode dan dapat dilakukan sebelum atau sesudah pengumpulan data

yang dilaksanakan.

3) Entry data

Merupakan suatu proses pemasukan data kedalam computer untuk

selanjutnya dilakukan analisis menggunakan program SPSS.

4) Tabulating (Penyusunan data)


Merupakan pekerjaan membuat tabel, data yang sudah diberi skor

dimasukan ke dalam tabel untuk mempermudah dalam analisis.

b. Analisis Data

1) Analisis univariat

Analisis univariat dilakukan untuk mendeskripsikan

variabel terikat, karena data dan suhu tubuh dan usia

termasuk skala numerik, yaitu suhu tubuh yang mempunyai

skala interval dan usia yang mempunyai skala rasio maka

dilakukan dengan cara menghitung nilai mean, median,

modus, minimum – maksimum, dan standar deviasi.

2) Analisis bivariat

Uji hipotesa dalam penelitian ini menggunakan pairred

sample test. Menurut Sudjana (2005) sebelum melakukan

analisis data perlu dilakukan uji kenormalan data.

10. Etika Penelitian

Penelitian ini tidak melanggar etika karena telah dirancang

sesuai dengan petunjuk dan aturan yang telah ditetapkan

serta mendapat rekomendasi dari tim komisi skripsi

STIKes Bhamada Slawi.

Menurut Komisi Nasional Etik Penelitian Kesehatan

Depkes RI (2004). Etika penelitian memiliki berbagai

macam prinsip, namun terdapat empat prinsip utama yang

perlu dipahami, yaitu :


a. Menghormati harkat dan martabat manusia (respect for human

dignity)

b. Menghormati privasi dan kerahasiaan subyek penelitian (respect

for privacy and confidentiality)

c. Keadilan dan inklusivitas (respect for justice and inclusiveness)

d. Memperhitungkan manfaat dan kerugian yang ditimbulkan

BAB V

SIMPULAN DAN SARAN

A. SIMPULAN

Berdasarkan hasil penelitian, maka dapat ditarik kesimpulan sebagai

berikut :
1. Karakteristik pasien yang menderita febris sebagian besar didominasi oleh

responden usia 5 tahun dan jenis kelamin sebagian besar laki – laki

(58,3%).

2. Suhu tubuh responden sebelum kompres hangat di daerah pembuluh darah

besar rata – rata 38,5oC dengan standar deviasi 0,4508oC dan sesudah

kompres hangat di daerah pembuluh darah besar rata – rata 37,1 oC dengan

standar deviasi 0,5804oC.

3. Ada pengaruh yang signifikan antara kompres hangat di daerah pembuluh

darah besar dengan penurunan suhu tubuh pasien febris anak usia 5 tahun

sampai 10 tahun di ruang anggrek RSUD Bhakti Asih Kabupaten Brebes.

B. SARAN

1. Perawat

Agar perawat dalam memberikan penatalaksaan penurunan suhu

tubuh pada pasien febris dengan cara kompres hangat di daerah pembuluh

darah besar sebelum diberikan obat antipiretik, serta dapat memberitahu

pada keluarga pasien bila anaknya terjadi kenaikan suhu tubuh dan cara ini

merupakan pertolongan pertama dan aman.

2. Institusi Pendidikan

Diharapkan ada penelitian lanjut tentang kompres hangat di daerah

pembuluh darah besar dengan cara membandingkan kompres hangat di

daerah lain seperti di dinding abdomen.

3. Tenaga Kesehatan
Sebagai bahan masukan bagi seluruh perawat dalam melaksanakan

asuhan keperawatan pasien febris karena tindakan tersebut merupakan

tindakan mandiri perawat dan merupakan pertolongan pertama dalam

menghadapi kasus febris serta perlunya diadakan pelatihan – pelatihan

bagi perawat tentang tata cara pelaksanaan pemberian kompres hangat di

daerah pembuluh darah besar.

4. Institusi Rumah Sakit

Mengingat telah terbukti bahwa kompres hangat di daerah pembuluh

darah besar dapat menurunkan suhu pada anak pasien febris hendaknya

kompres hangat di daerah pembuluh darah besar segera bisa dijadikan

prosedur tetap dan ditetapkan khususnya di RSUD Bhakti Asih Kabupaten

Brebes dan kepada Kabid Keperawatan untuk dapat menyediakan sarana

dan prasarana dalam melakukan tindakan tersebut.

DAFTAR PUSTAKA

Arikunto, S. (2010). Prosedur Penelitian, Suatu Pendekatan Praktek. Jakarta :

PT . Rineka Cipta.

Asmadi. (2008). Teknik Prosedural Keperawatan : Konsep dan Aplikasi

Kebutuhan Dasar Klien. Jakarta : Salemba Medika.

Brooker, Chris. (2008). Ensiklopedia Keperawatan. Jakarta : EGC.


Carpenito, Linda Juall. (2009) . Diagnosa Keperawatan Aplikasi Pada Praktik

Klinis. Edisi 9. Jakarta : EGC.

Corwin, Elizabeth J. (2009). Buku Saku Patofisiologi. Jakarta : EGC.

Depkes RI. (2009). Profit Kesehatan Indonesia. Jakarta : Depkes RI.

Doengoes, Marilyn. (2005). Rencana Asuhan Keperawatan. Jakarta Penerbit

Kedokteran : EGC.

Dorland. (2006). Kamus Kedokteran. Jakarta : EGC.

Ganong, William F. (2008). Buku Ajar Patofisiologi Kedokteran. Edisi 22.

Jakarta : EGC.

Guyton & Hall. (2008). Buku Ajar Fisiologi Kedokteran. Jakarta : EGC.

Hegner, B R. (2007). Asisten Keperawatan Suatu Pendekatan Proses

Keperawatan. Edisi 10. Jakarta : Salemba Medika.

Hidayat, Aziz Alimul. (2008). Riset Keperawatan dan Teknik Penulisan

Ilmiah. Jakarta : Salemba Medika.

Hidayat, Aziz Alimul. (2009). Pengantar Ilmu Keperawatan Anak. Jakarta :

Salemba Medika.

Hidayat, Taufik & Nina Istiadah. (2011). Panduan Lengkap Menguasai SPSS

19 Untuk Mengolah Data Statistik Penelitian. Jakarta : Mediakita.


Komisi Nasional Etik Penelitian Kesehatan Depkes RI. (2004). Pedoman

Nasional Etik Penelitian Kesehatan. Jakarta.

Kozier, B. (2009). Buku Ajar Praktik Keperawatan Klinik. Edisi 5.

Jakarta :EGC.

Notoatmodjo, S. (2010). Metodologi Penelitian Kesehatan, Edisi Revisi.

Jakarta : PT. Rineka Cipta.

Nursalam. (2008). Konsep Dan Penerapan Metodologi Penelitian Ilmu

Keperawatan. Edisi 2. Jakarta : Salemba Medika.

Perry A & Potter. (2005). Buku Ajar Fundamental Keperawatan. Edisi 4.

Jakarta : EGC.

Purwanti, Sri. (2008). Pengaruh Kompres Hangat Terhadap Perubahan Suhu

Tubuh Pada Pasien Anak Hipertermia di Ruang Rawat Inap RSUD Dr.

Moewardi Surakarta. http://publikasiilmiah.ums.ac.id/diakses pada

tanggal 12 juni 2014.

Smeltzer, S. (2008). Keperawatan Medikal Bedah Brunner & Suddarth. Jakarta

: EGC.

Soedibyo, Mooryati. (2006). Alam Sumber Kesehatan. Jakarta : Balai Pustaka.

Sudjana. (2005). Metode Statistika, Tarsito, Bandung.

Sugiyono. (2014). Statistik untuk Penelitian. Cetakan ke-24. Bandung :

Alfabeta
Sulistia. (2005). Farmakologi dan Terapi. Edisi 4. Jakarta : Bagian

Farmakologi.

Tamsuri, A. (2007). Tanda – Tanda Vital Suhu Tubuh. Jakarta : EGC.

Widjaja, M.C. (2012). Mencegah dan Mengatasi Demam Pada Balita. Jakarta :

Kawan Pustaka.

Widyanti, W. (2004). Majalah Keperawatan (Nursing Journal of Padjadjaran

University), Bandung : Program Studi Ilmu Keperawatan.

Wong, Donna L. (2008). Buku Ajar Keperawatan Pediatrik. Edisi 6. Jakarta :

EGC.

Yohmi, E. (2008). Kompres Hangat. http://nursingbegin.com/kompres-hangat/

di akses pada tanggal 27 maret 2014.

Anda mungkin juga menyukai