Anda di halaman 1dari 16

Nama anggota kelompok: 5

 Nur Saputri
 Venita Maya Surya
BAB 7
PEMERIKSAAN FISIK
A. PENGERTIAN
Pemeriksaan fisik adalah pemeriksaan tubuh klien secara keseluruhan atau hanya
bagian tertentu yang dianggap perlu, untuk memperoleh data yang sistematis dan
komprehensif, memastikan/membuktikan hasil anamnesa, menentukan masalah dan
merencanakan tindakan keperawatan yang tepat bagi klien.
B. Tujuan Dan Manfaat
Tujuan
Secara umum pemeriksaan fisik bertujuan untuk:
1. Mengumpulkan data dasar tentang kesehatan klien.
2. Menambah, mengkonfirmasi, atau menyangkal data yang diperoleh dalam riwayat
keperawatan.
3. Mengkonfirmasi dan mengidentifikasi diagnosa keperawatan.
4. Membuat penilaian klinis tentang perubahan status kesehatan klien dan
penatalaksanaan.
5. Mengevaluasi hasil fisiologis dari asuhan.
Manfaat
Manfaat dari pemeriksaan fisik antara lain:
1. Sebagai data untuk membantu perawat dalam menegakkan diagnosa keperawatan.
2. Mengetahui masalah kesehatan yang dialami klien.
3. Sebagai dasar untuk memilih intervensi keperawatan yang tepat.
4. Sebagai data untuk mengevaluasi hasil dari asuhan keperawatan.

C. INDIKASI DAN PROSES PEMERIKSAAN FISIK


Indikasi
Indikasi dilakukan pada klien, terutama pada:
1. Klien yang baru masuk ke tempat pelayanan kesehatan untuk di rawat.
2. Secara rutin pada klien yang sedang di rawat.
3. Sewaktu-waktu sesuai kebutuhan klien.
Proses Pemeriksaan Fisik
Dalam pemeriksaan fisik terdapat empat proses/teknik yang dilakukan, antara lain:
1. Inspeksi
Merupakan proses observasi dengan menggunakan mata. Inspeksi dilakukan untuk
mendeteksi tanda-tanda fisik yang berhubungan dengan status fisik. Dalam melakukan
inspeksi terhadap pasien harus memperhatikan tahap-tahap tertentu.
a. Atur pencahayaan yang cukup.
b. Atur suhu dan ruangan yang nyaman.
c. Buka bagian yang inspeksi dan yakinkan bahwa bagian tersebut tidak tertutup baju,
selimut dan sebagainya.
d. Bila perlu gunakan kaca pembesar.
e. Lihat dengan jelas dalam menentukan apa yang dilihat.
f. Perhatikan kesan pertama pasien yang meliputi perilaku, ekspirasi, penampilan umum,
pakaian, postur tubuh dan gerakan dengan waktu yang cukup.
g. Lakukan inspeksi secara sistematis, bila perlu dibandingkan satu bagian sisi tubuh
dengan sisi yang lain.
2. Palpasi
Palpasi merupakan bagian yang vital dalam pemeriksaan fisik. Banyak struktur tubuh
meskipun tidak terlihat, tetap dapat dicapai dengan tangan dan bisa dikaji dengan
sentuhan. Palpasi merupakan salah satu teknik pemeriksaan fisik yang harus dilakukan
dengan menggunakan sentuhan atau rabaan.
Langkah kerja palpasi adalah sebagai berikut:
a. Pastikan bahwa area yang akan di palpasi tidak tertutup baju, selimut dan sebagainya.
b. Cuci tangan dengan benar.
c. Beritahu pasien tentang apa yang akan dikerjakan.
d. Secara prinsip palpasi dapat dikerjakan dengan semua jari, tetapi jari telunjuk dan ibu jari
lebih sensitif.
e. Untuk mendeterminasi bentuk dan struktur organ gunakan jari 2,3, dan 4 secara
bersamaan. Untuk palpasi abdomen gunakan telapak tangan dan beri tekanan dan jari-jari
secara ringan.
f. Bila perlu lakukan palpasi dengan dua tangan.
g. Perhatikan ekspresi wajah pasien selama dilakukan palpasi untuk mengetahui adanya
nyeri tekan.
h. Lakukan palpasi secara sistematis dan uraikan ciri-ciri tentang ukuran, bentuk,
konsistensi dan permukaannya.
3. Perkusi
Perkusi merupakan penerjemahan dari pembebanan tenaga fisik menjadi suara.
Perkusi merupakan keterampilan yang sulit dikuasai tapi dengan perkusi kita dapat
memperoleh banyak informasi mengenai proses penyakit dalam dada abdomen. Pada
prinsipnya perkusi adalah menggetarkan dinding dada atau dinding abdomen dengan cara
mengetuk, sehingga akan menghasilkan suara dan suara tersebut merupakan refleksi
densitas struktur dibawahnya. Suara yang dihasilkan dari perkusi tersebut antara lain:
Bunyi Intensitas Nada Durasi Kualitas Lokasi
umum
Timpani Keras Tinggi Sedang Seperti drum Ruang
tertutup
berisi
udara,
gelembun
g udara
dalam
lambung,
pipi yang
dikemban
gkan
Resonansi Sedang-keras Rendah Lama Bergema Paru normal
Hiper-resonasi Sangat keras Sangat rendah Lebih lama Nyaring Paru
dari emfisema
resonansi
Pekak Lembut Tinggi Sedang Seperti Hati
sampai Bergedeb
sedang uk
Flatness Lunak Tinggi Singkat Datar Otot
Langkah kerja perkusi adalah sebagai berikut:
a. Buka pakaian pasien sesuai yang diperlihatkan.
b. Luruskan jari tengah tangan kiri, tekan bagian ujung jari dan letakkan dengan kuat pada
permukaan yang diperkusi. Upaya jari-jari yang lain tidak menyentuh permukaan, karena
akan mengaburkan suara. Konsistensilah dalam memberikan pada permukaan yang
diperkusi.
c. Lenturkan jari tengah tangan kanan ke atas dengan lengan bawah releks. Pertahankan
kelenturan tangan pada pergelangan tangan.
d. Gerakan pergelangan tangan dengan cepat, jelas dan relaks serta ketukan ujung jari
tengah tangan kanan pada jari tengah tangan kiri. Arahkan pada ujung jari tengah tangan
kiri dimana tekanan yang mendesak pada permukaan yang diperkusi paling besar.
e. Segera angkat jari tengah tangan kanan untuk menghindari vibrasi terendam.
f. Pertahankan gerakan pada pergelangan tangan, tidak pada jari, siku atau pundak.
4. Auskultasi
Bunyi dapat dihasilkan dari dalam tubuh baik oleh gerakan udara melalui struktur
berongga atau oleh tekanan yang diakibatkan gerakan rongga udara atau cairan yang
mengakibatkan struktur sulit bergerak. Suara yang dihasilkan di dalam tubuh, bila
amplitudonya cukup akan menggetarkan seluruh struktur di antara tempat asal suara dan
permukaan tubuh. Suara tersebut dapat di dengar oleh telinga, namun lebih tepat lagi jika
menggunakan bantuan stetoskop.
Melalui auskultasi, perawatan memperhatikan karakteristik bunyi yaitu:
a. Frekuensi, atau jumlah siklus gelombang bunyi per-detik yang dihasilkan oleh benda
bergetar. Semangkin tinggi frekuensinya semangkin tinggi nada bunyi dan sebaliknya.
b. Kekerasan, atau amplitudo gelombang bunyi. Bunyi yang terauskultasi digambarkan
sebagai keras atau pelan.
c. Kualitas, atau bunyi-bunyian dengan frekuensi dan kekerasan yang sama dari sumber
yang berbeda. Istilah seperti tiupan atau gemuruh menggambarkan kualitas bunyi.
d. Durasi, atau lamanya waktu bunyi itu berlangsung. Durasi bunyi adalah pendek, sedang
atau panjang.
Langkah kerja auskultasi adalah sebagai berikut:
a. Pastikan bahwa area yang akan di auskultasi tidak tertutup baju, selimut dan sebagainya.
b. Gunakan stetoskop untuk membantu melakukan auskultasi.
c. Lakukan auskultasi dengan sistematik.
D. PENGKAJIAN KEADAAN UMUM
1. Observasi umum
Inspeksi umum dimulai saat pertama kali kontak dengan pasien. Dari observasi
terhadap pasien, banyak kesan yang dapat muncul. Saat melakukan observasi yang harus
diperhatikan pada pemeriksaan awal pasien antara lain:
a. Postur tubuh. Postur tubuh seseorang dapat memberikan informasi yang berharga
mengenai penyakit. Misalnya, pasien yang mengalami kesulitan bernafas (dispnea)
akibat penyakit jantung biasanya lebih suka duduk dan mungkin akan mengeluh sesak
bila di suruh berbaring walau hanya sebentar saja.
b. Gerakan tubuh. Abnormalitas gerakan tubuh dapat dibagi menjadi 2 macam, yaitu:
1) Disrupsi umum gerakan volunter atau involunter. Misalnya temor yang dapat terjadi
pada saat istirahat (Parkinson), saat aktivitas (ataksia serebral) atau saat istirahat
maupun aktivitas (delirium lepas alkohol).
2) Gerakan yang asimetris. Dimana hanya salah satu sisi yang bergerak, dapat terlihat
pada pasien dengan penyakit sistem saraf pusat, khusunya penderita stroke.
c. Nutrisi. Status nutrisi penting diperhatikan, hal ini dapat diperhatikan salah satunya y
gambaran tubuh pasien. Apakah pasien tampak obesitas atau kurus.
d. Pola bicara. Pola bisa terjadi pada penyakit sistem saraf pusat atau ketidakmampuan
berartikulasi akibat kerusakan nervus kranialis. Misalnya kerusakan saraf laringeus
rekurens akan menyebabkan suara serak.
2. Kesadaran
Tingkat kesadaran
a. Kompos mentis. Ciri-cirinya adalah sadar sepenuhnya dan dapat menjawab semua
pertanyaan tentang keadaan sekelilingnya.
b. Apatis. Ciri-cirinya adalah keadaan kesadaran yang segan untuk berhubungan dengan
kehidupan sekitarnya dan sikap acuh tak acuh.
c. Somnolen. Ciri-cirinya adalah keadaan selalu ingin tidur dan dapat dibangunkan dengan
rangsangan nyeri tetapi jatuh tidur lagi.
d. Delirium. Ciri-cirinya adalah keadaan kacau motorik yang sangat, memberontak,
berteriak-teriak, tidak sadar terhadap orang lain, tempat dan waktu.
e. Sopor/Semikoma. Ciri-cirinya adalah kesadaran menyerupai koma dan reaksi hanya
dapat ditimbulkan dengan rangsangan nyeri.
f. Koma. Ciri-cirinya adalah kesadaran hilang sama sekali dan tidak bisa dibangunkan
dengan rangsangan apapun.
Kesadaran/ ketanggapan dapat diuji dengan menggunakan Skala Koma Glasgow (
Glasgow Coma Scale, GCS), khususnya pada pasien yang mengalami cedera berat atau
pasien yang diperkirakan akan mengalami penurunan kesadaran dengan cepat. Apabila
mendapatkan pasien dengan kondisi ini, secara tepat dan cepat harus mengkaji tingkat
kesadaran pasien secara teratur. GCS mempunyai tiga parameter yang diobservasi, yaitu
keadaan mata membuka, respon verbal, dan respon motorik seperti dibawah ini:
Skala Koma Glasgow (GCS)
Parameter Nilai
Mata
Membuka secara 4
spontan
Terhadap suara 3
Terhadap nyeri 2
Tidak berespon 1
Respon verbal
Orientasi baik 5
Bingung 4
Kata-kata tidak jelas 3
Bunyi tidak jelas 2
Tidak berespon 1
Respon Motorik/gerak
Mengikuti perintah 6
Gerakan lokal 5
Fleksi, menarik 4
Fleksi, abnormal 3
Ekstensi abnormal 2
Tidak ada 1
Nilai maksimal 15, minimal
3

3. Tanda-tanda Vital
a. Suhu
Suhu normal dewasa : 36-37°C
Batas normal untuk dewasa
1) Oral rata-rata :37°C
2) Rectal rata-rata :37,5°C
3) Aksila :36,5°C
b. Respirasi
Frekuensi pernapasan rata-rata normal
1) Bayi baru lahir :35-45 x/menit
2) Bayi (6 bulan) :30-50 x/menit
3) Toddler (2 tahun) :25-35 x/menit
4) Anak-anak :20-30 x/menit
5) Remaja :16-19 x/menit
6) Dewasa :12-20 x/menit
c. Tekanan darah
Tekanan darah normal rata-rata
1) Bayi baru lahir :40 (rerata) mmHg
2) 1 bulan :85/54 mmHg
3) 1 tahun :95/65 mmHg
4) 6 tahun :105/65 mmHg
5) 10-13 tahun :110/65 mmHg
6) 14-17 tahun :120/75 mmHg
7) Dewasa :120/80 mmHg
8) Lansia :140/90 mmHg
d. Denyut nadi
Nadi normal
1) Bayi :120-160 x/menit
2) Toddler :90-140 x/menit
3) Prasekolah :80-110 x/menit
4) Usia Sekolah :75-100 x/ menit
5) Remaja :60-90 x/ menit
6) Dewasa :60-100 x/ menit
e. Tinggi badan dan berat badan
Tinggi badan dan berat badan dapat memberikan gambaran tentang kecukupan
gizi pada seseorang.

E. PROSEDUR PEMERIKSAAN FISIK


1. Persiapan
a. Alat: Meteran, Timbangan BB, Penlight, Stetoskop,
Tensimeter/spighnomanometer, Termometer, Arloji/stopwatch, Refleks
Hammer, Otoskop, Handschoon bersih (jika perlu), tisu, buku catatan
perawat. Alat diletakkan di dekat tempat tidur klien yang akan di periksa.
b. Lingkungan: Pastikan ruangan dalam keadaan nyaman, hangat, dan cukup
penerangan. Misalnya menutup pintu/jendela atau sampiran untuk
menjaga privasi klien.
c. Klien (fisik dan fisiologis): Bantu klien mengenakan baju periksa jika ada
anjuran klien untuk rileks.

F. PEMERIKSAAN FISIK HEAD TO TOE (KEPALA SAMPAI KAKI)


Tahap-tahap pemeriksaan fisik dilakukan secara urut dan menyeluruh dan
dimulai dari bagian tubuh sebagai berikut:
1. Kulit, Rambut dan Kuku
a. Kulit
Tujuan
 Untuk mengetahui turgor kulit dan tekstur kulit.
 Untuk mengetahui adanya lesi atau bekas luka.
Tindakan
Inspeksi. Lihat ada/tidak adanya lesi, hiperpigmentasi (warna
kehitaman/kecokelatan), edema, dan distribusi rambut kulit.
 Palpasi. Di raba dan ditentukan turgor kulit elastik atau tidak,
tekstur (kasa/halus), suhu: akral dingin atau hangat.
b. Rambut
Tujuan
 Untuk mengetahui warna, tekstur dan percabangan pada
rambut.
 Untuk mengetahui rambut mudah rontok dan kotor.
Tindakan
 Inspeksi. Disribusi rambut merata atau tidak, kotor atau
tidak, bercabang atau tidak.
 Palpasi. Mudah rontok/ tidak, tekstur: kasar/halus.

c. Kuku
Tujuan
 Untuk mengetahui keadaan kuku: warna dan panjang kuku.
 Untuk mengetahui kapiler refill pada kuku.
Tindakan
 Inspeksi. Catatan mengenai warna: biru: sianosis, merah:
peningkatan visibilitas Hb, bentuk: clubbing karena hypoxia
pada kanker paru, beau's lines pada penyakit difisisensi
fe/anemia fe
 Palpasi. Catatan adanya nyeri tekan, dan hidung berapa detik
kapiler refill (pada pasien hypoxia lambat s/d 5-15 detik).
2. Kepala ( Mata, Hidung, Telinga dan Mulut )
a. Kepala
Tujuan
 Untuk mengetahui bentuk dan fungsi kepala.
 Untuk mengetahui luka dan kelainan pada kepala.
Tindakan
Inspeksi. Lihat kesimetrisan wajah, jika muka kanan dan kiri
berbeda atau misalnya lebih condong ke kanan atau ke kiri itu
menunjukkan ada parese/kelumpuhan.
 Palpasi. Cari adanya luka, tonjolan patologik, dan respon nyeri
dengan menekan kepala sesuai kebutuhan.
b. Mata
Tujuan
 Untuk mengetahui bentuk dan fungsi mata (medan
penglihatan,visus dan otot-otot mata).
 Untuk mengetahui adanya kelainan atau peradangan pada
mata.
Tindakan
 Inspeksi. Kelopak mata ada radang atau tidak, simetris kanan
dan kiri atau tidak, refleks kedip baik/tidak, konjungtiva dan
sklera: merah/konjungtivitis, ikterik/indikasi
hiperbilirubin/gangguan pada hepar, pupil: isokor kanan dan
kiri (normal), miosis/mengecil, pin point/sangat kecil (suspek
SOL), medriasis/melebar/dilatasi (pada pasien sudah
meninggal).
Inspeksi gerakan mata:
 Anjurkan pasien untuk melihat lurus ke depan.
 Amati adanya nistagmus/gerakan bola mata ritmis
(cepat/lambat).
 Amati apakah kedua mata memandang ke depan atau
ada yang deviasi.
 Beritahu pasien untuk memandang dan mengikuti jari
Anda, dan jaga posisi kepala pasien tetap, lalu gerakan
jari ke 8 arah untuk mengetahui fungsi otot-otot mata.

Inspeksi medan penglihatan:


 Berdirilah di depan pasien.
 Kaji kedua mata secara terpisah yaitu dengan menutup
mata yang di periksa.
 Beritahu pasien untuk melihat lurus ke depan dan
memfokuskan pada satu titik pandang, misalnya pasien
disuruh memandang hidung pemeriksa.
 Kemudian ambil benda/ballpoint dan dekatkan ke depan
hidung pemeriksa kemudian tarik atau jauhkan ke
samping kanan dan kiri pasien, suruh pasien
mengatakan kapan dan di titik mana benda mulai tidak
terlihat (ingat, pasien tidak boleh melirik untuk hasil
akurat).
Inspeksi visus mata:
 Siapkan kartu snllen (dewasa huruf dan anak gambar).
 Atur kursi pasien, dan tentukan jarak antara kursi dan
kartu, misalnya 5 meter (sesuai kebijakan masing-
masing ada yang 6 dan 7 meter).
 Atur penerangan yang memadai, agar dapat melihat
dengan jelas.
 Tutup mata yang tidak diperiksa dan bergantian kanan
kiri.
 Memulai memeriksa dengan menyuruh pasien membaca
dari huruf yang terbesar sampai yang terkecil yang
dapat dibaca dengan jelas oleh pasien.
 Catat hasil pemeriksaan dan tentukan hasil pemeriksaan
Misal: Hasil visus
 OD (Optik Dekstra/ kanan): 5/5 berarti pada
jarak 5 m, mata masih bisa melihat huruf yang
seharusnya dapat dilihat/dibaca pada jarak 5 m.
 OS (Optik Sinistra/kiri): 5/2 berarti pada jarak 5
m, mata masih dapat melihat/membaca yang
seharusnya di baca pada jarak 2 m.
 Palpasi. Tekan secara ringan untuk mengetahui adanya TIO
(tekanan intra okuler) jika ada peningkatan akan teraba keras
(pasien glaukoma/kerusakan dikus optikus), kaji adanya nyeri
tekan.
c. Hidung
Tujuan
 Untuk mengetahui bentuk dan fungsi hidung.
 Untuk mengetahui adanya inflamasi/sinusitis.
Tindakan
 Inspeksi
Apakah hidung simetris, apakah ada inflamasi, apakah ada
sekretaris.
 Palpasi
Apakah ada nyeri tekan atau tidak dan ada massa atau tidak.
d. Telinga
Tujuan
 Untuk mengetahui keadaan telinga luar, saluran telinga,
gendang telinga.
 Untuk mengetahui fungsi pendengaran.
Tindakan
 Telinga luar
 Inspeksi. Daun telinga simetris atau tidak, warna,
ukuran, bentuk, kebersihannya, adanya lesi atau tidak.
 Palpasi. Tekan daun telinga apakah ada respon nyeri,
rasakan kelenturan kartilago.
 Telinga dalam
 Dewasa: Daun telinga ditarik ke atas agar mudah
dilihat.
 Anak: Daun telinga ditarik ke bawah.
 Inspeksi. Telinga dalam menggunakan Otoskop
perhatikan membran timpani (warna, bentuk) adanya
serumen, peradangan dan benda asing, dan darah.
Pemeriksaan pendengaran
 Pemeriksaan dengan bisikan
 Mengatur pasien berdiri membelakangi pemeriksa pada
jarak 4-6 meter.
 Menginstruksikan pada klien untuk menutup salah satu
telinga yang tidak diperiksa.
 Membisikkan sesuatu bilangan, misalnya 6 atau 5.
 Menyuruh pasien mengulangi apa yang didengar.
 Melakukan pemeriksaan telinga yang satu.
 Bandingkan kemampuan mendengar telinga kanan dan
kiri.
 Pemeriksaan dengan arloji
 Mengatur suasana tenang.
 Pegang sebuah arloji di samping telinga klien.
 Menyuruh klien menyatakan apakah mendengarkan
suara detak arloji.
 Memindahkan arloji secara perlahan-lahan menjauhi
telinga dan suruh pasien menyatakan tak mendengar
lagi.
 Normalnya pada jarak 30 cm masih dapat didengar.
3. Leher meliputi Mulut dan Faring
a. Mulut dan Faring
Tujuan
 Untuk mengetahui bentuk dan kelainan pada mulut.
 Untuk mengetahui kebersihan mulut.
Tindakan
 Inspeksi
 Amati bibir apa ada kelainan kongenital (bibir
sumbing), warna, kesimetrisan, kelembaban,
pembengkakan, lesi.
 Amati jumlah dan bentuk gigi, gigi berlubang, warna,
plak, dan kebersihan gigi.
Inspeksi mulut dalam dan faring
 Menyuruh pasien membuka mulut, amati mukosa:
tekstur, warna, kelembaban, dan adanya lesi.
 Amati lidah tekstur, warna, kelembaban, lesi.
 Untuk melihat faring gunakan tongspatel yang sudah
dibungkus kassa steril, kemudian minta klien
menjulurkan lidah dan berkata “AH” amati ovula/
epinglottis simetris tidak terhadap faring, amati tonsil
meradang atau tidak (tonsilitis/amandel).
 Palpasi
 Pegang dan tekan daerah pipi kemudian rasakan apa ada
massa/tumor, pembengkakan dan nyeri.
 Lakukan palpasi dasar mulut dengan menggunakan jari
telunjuk dengan memakai handschoon, kemudian suruh
pasien mengatakan kata “EH” sambil menjulurkan
lidah, pegang ujung lidah dengan kassa dan tekan lidah
dengan jari telunjuk, posisi ibu jari menahan dagu. Catat
apakah ada respon nyeri pada tindakan tersebut.
b. Leher
Tujuan
 Untuk menentukan struktur integritas leher.
 Untuk mengetahui bentuk leher dan organ yang berkaitan.
 Untuk memeriksa sistem limfatik.
Tindakan
 Inspeksi
 Amati mengenai bentuk,warna kulit, jaringan parut.
 Amati adanya pembengkakan kelenjar
tiroid/gondok,dan adanya massa.
 Amati kesimetrisan leher dari depan, belakang dan
samping kanan dan kiri.
 Mintalah pasien untuk menggerakkan leher (fleksi-
ekstensi kanan dan kiri),dan merotasi- amati apakah
bisa dengan mudah dan apa ada respon nyeri.
 Palpasi
 Letakkan kedua telapak tangan pada leher klien,suruh
pasien menelan dan rasakan adanya kelenjar tiroid (kaji
ukuran, bentuk, permukaan.)
 Apakah kedudukan trakhea simetris atau tidak.
4. 3. Dada atau Thorax meliputi Paru/Pulmonalis dan Jantung
a. Paru/Pulmonalis
Tujuan
 Untuk mengetahui bentuk, kesimetrisan, ekspansi paru.
 Untuk mengetahui frekuensi, irama pernafasan.
 Untuk mengetahui adanya nyeri tekan, adanya massa,
peradangan, edema, taktil fremitus.
 Untuk mengetahui batas paru dengan organ sekitarnya.
 Mendengarkan bunyi paru/ adanya sumbatan aliran udara.
Tindakan
 Inspeksi
 Amati kesimetrisan dada kanan dan kiri, amati adanya
retraksi interkosta, amati gerakan paru.
 Amati klavikula dan scapula simetris atau tidak.
 Palpasi Ekspansi Paru
 Berdiri di depan klien dan taruh kedua telapak tangan
pemeriksa di dada di bawah papilla, anjurkan pasien
menarik napas dalam, rasakan apakah sama antara paru
kanan dan kiri.
 Berdiri di belakang pasien, taruh telapak tangan pada
garis bawah skapula/setinggi costa ke-10, ibu jari kanan
dan kiri didekatkan jangan sampai menempel, dan jari-
jari diregangkan lebih kurang 5 cm dari ibu jari. Suruh
pasien kembali menarik napas dalam dan amati gerakan
ibu jari kanan dan kiri sama atau tidak.
 Palpasi Taktil Vremitus Posterior dan Anterior
 Meletakkan telapak tangan kanan di belakang dada
tepat pada apex paru/setinggi supra skapula (posisi
posterior).
 Menginstruksi pasien untuk mengucapkan kata
“Sembilan-sembilan atau tujuh-tujuh” (nada rendah).
 Minta klien untuk mengulangi mengucapkan kata
tersebut, sambil pemeriksa menggerakkan ke posisi
kanan dan kiri kemudian ke bawah sampai pada basal
paru atau setinggi vertebra thoraxkal ke-12.
 Bandingkan fremitus pada kedua sisi paru.
 Bila fremitus redup minta pasien bicara lebih rendah.
 Ulangi/lakukan pada dada anterior.
 Perkusi/Pe
 Atur pasien dengan posisi supinasi.
 Untuk perkusi anterior dimulai batas clavikula lalu ke
bawah sampai intercosta 5 tentukan batas paru kanan
dan kiri (bunyi paru normal: sonor seluruh lapangan
paru, batas paru hepar dan jantung: redup).
 Jika ada edema paru dan efusi plura suara meredup.
 Auskultaskan/Aus
 Gunakan diafragma stetoskop untuk dewasa dan bell
pada anak.
 Letakkan stetoskop pada interkostalis,
menginstruksikan pasien untuk napas pelan kemudian
dalam dan pendengaran bunyi na[as:
vesikuler/wheezing/creckels.
b. Jantung/Cordis
Inspeksi
 Amati denyut apek jantung pada area midsternu lebih kurang 2
cm di samping bawah xifoideus.
Palpasi
 Merasakan adanya pulsasi.
 Palpasi spasium interkostalis ke-2 kanan untuk menentukan
area aorta dan spasium interkosta ke-2 kiri letak pulmonal kiri.
 Palpasi spasium interkostalis ke-5 kiri untuk mengetahui area
trikuspidalis/ventikuler amati adanya pulsasi.
 Dari interkosta ke-5 pindah tangan secara lateral 5-7 cm ke
garis midklavicula kiri dimana akan ditemukan daerah apikal
jantung atau PMI ( point of maximal impuls ) pulsasi kuat pada
area ini.
 Untuk mengetahui pulsasi aorta palpasi pada area epigastika
atau di bawah sternum.
Perkusi
 Perkusi dari arah lateral ke medial untuk menentukan batas
jantung bagian kiri.
 Lakukan perkusi dari sebelah kanan ke kiri untuk mengetahui
batas jantung kanan.
 Lakukan dari atas ke bawah untuk mengetahui batas atas dan
bawah jantung.
 Bunyi redup menunjukkan organ jantung ada pada daerah
perkusi.
Auskultasi
 Menganjurkan pasien bernapas normal dan menahannya saat
ekspirasi.
 Dengarkan suara jantung dengan meletakkan stetoskop pada
interkostalis ke-5 sambil menekan arteri karotis.
 Bunyi S1: dengan suara “LUB” yaitu bunyi dari
menutupinya katup mitral (bikuspidalis) dan trikuspidalis
pada waktu sistolik.
 Bunyi S2: dengarkan suara “DUB” yaitu bunyi menutupnya
katub seminularis (aorta dan pulmonalis) pada saat
diastolik.
 Bunyi S3: gagal jantung “ LUB-DUB-CEE...” S4: pada
pasien hipertensi “DEE..-LUB-DUB”.
5. 4. Abdomen: Pemeriksaan Dangkal dan Dalam
Tujuan
a. Untuk mengetahui bentuk dan garek-gerakan perut.
b. Untuk mendengarkan bunyi pristaltik usus.
c. Untuk mengetahui respon nyeri tekan pada organ dalam abdomen.
Tindakan
a. Inspeksi
Amati bentuk perut secara umum, warna kulit, adanya retraksi,
penonjolan, adanya ketidak-simetrisan, adanya asites.
b. Auskultasi
 Untuk mendengarkan dua suara abdomen yaitu bising usus
(peristaltik) yang disebabkan oleh perpindahan gas atau
makanan sepanjang intestinum dan suara pembuluh darah.
 Untuk mendeteksi fungsi pencernaan pasien setelah menjalani
operasi.
c. Perkusi
 Untuk mendengarkan atau mendeteksi adanya gas, cairan, atau
massa di dalam abdomen.
 Untuk mengetahui fungsi limpa dan hepar.
 Bunyi perkusi pada abdomen yang normal adalah timpani.
d. Palpasi
Palpasi Ringan. Untuk mengetahui adanya massa dan respon nyeri
tekan letakkan telapak tangan pada abdomen secara berhimpitan dan
tekan secara merata sesuai kuadrat.
Palpasi Dalam. Untuk mengetahui posisi organ dalam seperti hepar,
ginjal, limpa dengan metode bimanual ½ tangan.
Palpasi Hepar. Palpasi hepar dapat dilakukan secara bimanual,
terutama untuk mengetahui adanya pembesaran.
 Letakkan tangan pemeriksa dengan posisi ujung jari ke atas
pada bagian hipokondria kanan, kira-kira pada interkosta ke 11-
12.
 Tekanan saat pasien inhalasi kira-kira sedalam 4-5 cm, rasakan
adanya organ hepar. Kaji hepatomegali.
Palpasi Limpa. Limpa tidak teraba pada orang dewasa yang
normal. Palpasi
limpa dikerjakan dengan menggunakan pola seperti pada palpasi
hepar.
 Anjurkan pasien miring kanan dan letakkan tangan pada bawah
interkosta kiri dan minta pasien mengambil napas dalam
kemudian tekan saat inhalasi tentukan adanya limpa.
 Pada orang dewasa normal tidak teraba.
Palpasi Renalis. Secara otomatis, lobus atas kedua ginjal turun
secara
inhalasi. Ginjal kanan normalnya lebih mudah di palpasi dari pada
ginjal
kiri karena ginjal kanan terletak lebih rendah dari pada ginjal kiri.
 Untuk palpasi ginjal kanan letakkan tangan pada atas dan
bawah perut setinggi Lumbal 3-4 dibawah kosta kanan.
 Untuk palpasi ginjal kiri letakkan tangan setinggi Lumbal 1-
2 di bawah kosta kiri.
 Tekanan sedalam 4-5 cm setelah pasien inhalasi jika teraba
adanya ginjal rasakan bentuk, kontur, ukuran, dan respon
nyeri.
6. Genitalia
Tujuan
a. Untuk mengetahui adanya lesi.
b. Untuk mengetahui adanya infeksi (gonorea, shipilis, dan lain-lain).
c. Untuk mengetahui kebersihan genitalia.

Tindakan
a. Genitalia laki-laki
Inspeksi
 Amati penis mengenai kulit, ukuran dan kelainan lain.
 Pada penis yang tidak di sirkumsisi buka prepusium dan amati
kepala penis adanya lesi.
 Amati skrotum apakah ada hernia inguinal, amati bentuk dan
ukuran.
Palpasi
 Tekan dengan lembut batang penis untuk mengetahui adanya
nyeri.
 Tekan saluran sperma dengan jari dan ibu jari.
b. Genitalia wanita
Inspeksi
 Inspeksi kuantitas dan penyebaran pubis merata atau tidak.
 Amati adanya lesi, eritema, keputihan/candidiasis.
Palpasi: Tarik lembut labia mayora dengan jari-jari oleh satu
tangan untuk
Mengetahui keadaan klitoris, selaput dara, orifisium dan perineum.
7. Rektum dan Anal
Tujuan
a. Untuk mengetahui kondisi rectum dan anus.
b. Untuk mengetahui adanya massa pada rektal.
c. Untuk mengetahui adanya pelebaran vena pada rektal/hemoroid.
Tindakan: Posisi pria sims/berdiri setengah membungkuk, wanita dengan
posisi litotomi/ terlentang kaki di angkat dan di topang.
Inspeksi: Jaringan parineal dan jaringan sekitarnya kaji adanya lesi dan ulkus.
Palpasi: Ulaskan zat pelumas dan masukkan jari-jari ke rektal dan rasakan
adanya nodul dan atau pelebaran vena pada rektum.
G. EVALUASI
1. Sebutkan dan jelaskan proses pemeriksaan fisik!
2. Bagaimana langkah kerja palpasi pada klien!
3. Sebutkan suara yang dihasilkan dari perkusi!
4. Bagaimana langkah mengkaji keadaan umum pasien saat observasi pertama
kali?
5. Sebutkan dan jelaskan tingkat kesadaran!
6. Jelaskan pemeriksaan fisik pada bagian kulit, rambut dan kuku!
7. Sebutkan tujuan pemeriksaan fisik pada kepala, mata dan hidung!
8. Jelaskan bagaimana tindakan inspeksi pada bagian leher!
9. Sebutkan tujuan pemeriksaan pada paru!
10. Jelaskan urutan tindakan pemeriksaan fisik pada abdomen!

Anda mungkin juga menyukai