Anda di halaman 1dari 180

PEMERIKSAAN FISIK

A. PEMERIKSAAN FISIK DASAR


Batasan:
Tahap ketiga dalam pengumpulan data adalah pemeriksaan fisik. Pemeriksaan
fisik adalah pemeriksaan tubuh untuk menentukan adanya kelainan-kelainan dari suatu
system atau organ bagian tubuh dengan cara melihat (inspeksi), meraba (palpasi),
mengetuk (perkusi) dan mendengarkan (auskultasi).
Pemeriksaan fisik dalam keperawatan digunakan untuk mendapatkan data
objektif dari riwayat keperawatan klien. Pemeriksaan fisik sebaiknya dilakukan
bersamaan dengan wawancara. Fokus pengkajian fisik keperawatan adalah pada
kemampuan fungsional klien. Tujuan dari pemeriksaan fisik dalam keperawatan adalah
untuk menentukan status kesehatan klien, mengidentifikasi masalah klien dan
mengambil data dasar untuk menentukan rencana tindakan keperawatan.
Adapun alat-alat yang perlu dipersiakan yaitu:
a.Stetoskop
b.Tensimeter
c.Lampu senter ( flashlight) untuk menerangi luka
d.Thermometer
e.Penekan lidah
f.Pemukul reflek
g.Penggaris/meteran untuk mengukur luas luka
h.Sarung tangan disposibel untuk melindungi pemeriksa ketika malakukan pemeriksaan
luka

1. INSPEKSI
Inspeksi adalah memeriksa dengan cara melihat dan mengingat bagian tubuh yang
diperiksa melalui pengamatan. Dengan melihat maka kita akan mendapatkan hasil
pemeriksaan, fokus inspeksi pada setiap bagian tubuh meliputi:
a.Kesamaan umum penderita : apakah tampak kesakitan atau tidak, bagaimana
cara jalannya dll.
b. Warna : warna dari permukaan tubuh yang dapat dilihat seperti warna
tubuh (sianosis=kebruan, terdapat stroma di leher, hiperpigmentasi), warna sclera
(sclera kuning=ikterus), dll.
c.Bentuk : bentuk badan dan bagian badan tertentu

1
d. Ukuran tubuh : perbandingan antara bagian tubuh atau ukuran tubuh
seluruhnya
e.Gerakan : adanya gerakan normal atau abnormal dari dinding dada pada waktu
bernafas
Dalam melakukan pemeriksaan jasmani harus selalu posisi dokter atau
pemeriksa ada di sebelah kanan penderita atau yang diperiksa (kecuali pemeriksa
yang kidal). Siapkan penerangan yang baik. Penerangan alam akan lebih baik dari
pada lampu. Usahakan temperature ruangan yang nyaman.
Gambar 1. Posisi pada saat melakukan pemeriksaan fisik.
Adapun cara untuk melakukan inspeksi yaitu:
Perhatikan dan catatalah:
a. Bentuk tubuh penderita; apakah kurus, atletis, atau gemuk
b. Perbandingan ukuran kepala dan panjang anggota badan
c. Cara berjalan dan gerakan
d. Adanya deformitas atau kelainan bentuk
e. Keadaan kulit, rambut, mukosa mata dan kuku secara umum
f. Ekspresi wajah apakah cemas, tegang, tertekan, malu, kesakitan, dll.
g. Ciri-ciri lain yang didapatkan

2. PALPASI
Palpasi adalah pemeriksaan dengan perabaan, mempergunakan rasa
propiospektif ujung jari dan tangan. Dengan palpasi dapat terbentuk gambaran dari
berbagai aspek:
a. Permukaan : misalya halus atau kasar, menonjol atau datar, keras atau lunak,
dll.
b. Getaran/fibrasi/denyutan : denyut nadi, pukulan jantung pada dinding dada,
dll.
c. Keadaan alat di bawah permukaan : misalnya batas-batas hepar/hati, adanya
massa abnormal ditempat yang tidak seharusnya, dll.
d. Temperatur : misalnya akral panas, hangat dan dingin
e. Turgor kulit : misalnya elastis, tidak elastic dll.

Langkah-langkah yang perlu diperhatikan selama palpasi :


a. Ciptakan lingkungan yang nyaman dan santai
2
b. Daerah yang diperiksa harus bebas dari gangguan-gangguan yang menutupi
c. Yakinkan bahwa tangan anda tidak dingin (menghindari kram bagi yang
sensitif)
d. Kuku jari perawat harus dipotong pendek.
e. Semua bagian yang nyeri dipalpasi paling akhir.
f. Cara meraba dapat memakai:
1) Jari telunjuk dan ibu jari: untuk
menentukan besarnya dada
2) Jari ke 2, 3, 4, bersama dapat
digunakan untuk menentukan
konsistensi atau garis besar kualitas
benda
3) Seluruh telapak tangan dapat
merasakan adanya getaran
4) Sedikit tekanan dengan ujung atau
telapak jari dapat menemukan adanya
rasa sakit yang dapat dilihat dari
perubahan mimik muka atau
mendengarkan keluhan yang tertekan.

3. PERKUSI
Perkusi adalah pemeriksaan dengan cara mengetuk permukaan badan
dengan perantara jari tangan. Perkusi bertujuan untuk mengidentifikasi lokasi,
ukuran, bentuk dan konsistensi jaringan atau organ-organ di dalam tubuh.
Tergantung dari isi jaringan yang ada dibawahnya, maka akan timbul berbagai
nada yang dibedakan menjadi 5 kualitas dasar yaitu: pekak, redup, sonor,
hipersonor dan timpani.
a. Nada suara pekak dihasilkan oleh: massa padat misalnya perkusi pada paha
b. Nada suara redup dihasilkan oleh: suara perkusi dari hati, daerah paru-paru
pada pneumonia.
c. Nada suara sonor dihasilkan oleh: perkusi dari paru yang normal
d. Nada suara hipersonor dihasilkan oleh: paru yang emfisetous uara perkusi pada
daerah yang lebih berongga kosong, misalnya daerah caverna paru, pada klien
asthma kronik.
e. Nada suara timpani dihasilan oleh: perkusi pada pipi yang dikembangkan atau
gelembung udara pada lambung

3
Cara melakukan perkusi
Jari tengah dari tangan kiri diletakkan pada permukaan yang akan diperkusi. Jari
tengah tersebut dalam sikap hiperekstensi. Tekankan pada persendian interfalang
pada permukaan yang akan diperkusi, dan hindarkan kontak antara permukaan
yang diperkusi dengan bagian laindari tangan kiri tersebut.

4. AUSKULTASI
Auskultsi adalah mendengarkan suara yang terdapat di dalam tubuh dengan
bantuan alat yang disebut stestoskop. Alat ini berfungsi sebagai saluran
pendengaran di luar tubuh untuk dapat meredam suara disekitarnya. Dari
pemeriksaan auskultasi, pemeriksa dapat mendengarkan suara-suara secara
kualitas dan kuantitatif yang ditimbulkan oleh jantung, pembuluh darah, paru dan
usus.
Stestoskop terdiri dari bagian yang menempel pada permukaan tubuh
penderita, yang terlihat dari dua sisi permukaan yaitu:
a. Ssi membrane yang terdiri dari suat memberan yang berdiameter 3,5-4 cm
b. Sisi bel atau “cup” yang berbentuk corongan yang berdiameter 3,8 cm. bagian
tersebut diatas dihubungkan oleh “cur pieces atau cur plug” oleh suatu pipa
lentur yang berdinding tebal.
Cara melakukan auskultasi
Gunakan stetoskop dengan pipa pendek (25-30 cm). pasangkan ke dua cur
pieces ke dalam telinga, sehingga betul-betul masuk, tetapi tidak menekan.
Gunakan bagian bel dari stestoskop untuk memeriksa thoraks dan bagian
diagfragma/memberan untuk memeriksa abdomen. Bagian cup meneruskan
sebagian besar dari suara frekuensi rendah, sedangkan bagian memberan
menyaring suara berfrekuensi rendah, sehingga meneruskan terutama suara
berfrekuensi tinggi.
Suara Nafas Normal
1. Trakeal : bunyi yang terdengar kasar, keras, dan dengan tinggi nada
tinggi pada bagian trakea ekstratoraks
2. Bronkial : bunyi yang dengan tinggi nada tinggi, seperti udara mengalir
melalui pipa  didengar di atas manubrium sternal
3. Vesikular : bunyi yang terdengar lemah dengan tinggi nada rendah seluruh
lapang paru

4
4. Bronkovesikular : campuran bunyi bronkial dan bunyi vesikular  hanya
terdengar pada ICS I dan II

B. PEMERIKSAAN FISIK LENGKAP (HEAD TO TOE)


Pada saat melakukan pemeriksaan, penderita bisa dengan posisi duduk/berbaring, kaca
mata harus dilepas. Setelah penderita dalam posisi yang siap barulah pemeriksa
memulai dengan cara:
1. Kepala dan rambut
a. Inspeksi:
Pada kepala: bentuk, ukuran, deformitas,catat
Pada rambut: distribusi, kualitas, kuantitas, pola kehilangan dan warna misalnya:
Hirsutisme: perningkatan pertumbuhan rambut.
Alopecia : rambut rontok, botak
Pada muka: ekspresi, perubahan warna, bentuk, acne, inflamasi, bekas luka,
tomor,
b. Palpasi:
Pada orang dewasa: tebal dan banyaknya rambut, pigmentasi atau perubahan
warna kulit kepala, mudah/tidaknya rambut dicabut, adanya bekas luka,
peradangan, sisik atau tumor.
c. Perkusi:
Secara sistematis lakukan perkusi dengan hati-hati dan pelan-pelan, tanyakan
pada penderita apakah ada rasa sakit atau tidak.

2. Mata
5
Tujuan pengkajian mata adalah untuk mengetahui bentuk dan fungsi mata, sebelum
melakukan pengkajian maka pemeriksa harus menyakinkan tentang tesedianya
sumber penerangan/lampu yang baik.
a. Inspeksi
Dalam inspeksi bagian-bagian mata yang perlu diamati adalah bola mata,
kelopak mata, konjungtiva, skelra dan pupil
b. Palpasi
Palpasi pada mata dilakukan dengan tujuan untuk mengetahui tekanan bola mata
alat yang digunakan yaitu tonometri dan untuk mengetahui adanya nyeri tekan.
Palpasi untuk mengetahiu tekanan bola mata dapat dilakukan dengan cara
sebagai berikut:
1) Anjurkan klien untuk duduk
2) Anjurkan klien untuk memejamkan mata
3) Lakukan palpasi pada ke dua mata. Bila tekanan bola mata meninggi maka
mata teraba keras
3. Telinga
Tujuan: untuk mengetahui keadaan telingan bagian luar, saluran telinga, gendang
telinga/membrane timpani dan pendengaran.
a. Inspeksi
Amati telinga secara menyeluruh, periksa terhadap ukuran, bentuk, warna,
discharge/cairan, lessi dan adanya massa
b. Palpasi
Palpasi kartilago telinga luar secara sistematis yaitu dari jaringan lunak, jaringan
keras dan catat bila adanya nyeri
Pemeriksaan pendengaran dilakukan untuk mengetahui fungsi telinga. Secara
sederhana pendengaran dapat diperiksa dengan menggunakan suara bisikan. Bila
pendengaran dicurigai tidak berfungsi baik, maka pemeriksaan yang lebih teliti
dapat dilakukan dengan menggunakan garpu tala atau tes audiometric (oleh
spesialis)
4. Hidung dan sinus
Tujuan: mengetahui keadaan bentuk dan fungsi hidung dimulai dari bagian luar,
bagian dalam dan sinus-sinusnya.

a. Inspeksi

6
Amati kulit terhadap bentuk tulang, kesimetrisan lubang hidung, warna,
pembengkakan, dan adanya discharge/cairan
b. Palpasi
Lakukan palpasi pada hidung luar, catat bila ada ke abnormalan kulit dan tulang
hidung
Palpasi sinus maksilaris, frontalis, dan etmoidalis, perhatikan terhadap nyeri.
5. Mulut dan faring
Untuk pengkajian mulut dan faring siapkan pencahayaan yang baik mulai dengan
mengamati bibir, gigi, gusi, lidah, selaput lender, pipi bagian dalam, lantai dasar
mulut, kemudian faring.
a. Inspeksi
Amati adanya kelainan pada bibir (sumbing, ulkus, lesi, masa. warna), gigi
(jarak, posisi, gigi rahang atas dan bawah, ukuran, warna, caries, dll.), gusi
(stomatitis, dll.), lidah, selaput lender, pipi bagian dalam, lantai dasar mulut,
kemudian faring amati terhadap kesimetrisan ovula.
b. Palpasi
Palpasi meiputi pipi, dasar mulut, paltum/langit-langit mulut dan lidah. Palpasi
harus dilaksanakan dengan cara hati-hati agar klien tidak muntah.
6. Leher
Dokter berdiri di muka penderita, penderita diminta untuk menanggulkan baju.
a. Inspeksi:
1) Perhatikan leher dari: depan, samping dan belakang
2) Bandingkan antara bagian kanan dan kiri
3) Perhatikan posisi epala terhadap leher
4) Cari adanya pembengkakan/pembesaran pada daerah:
 Supraclavikular
 Trigonum collimedialis
 Trigonum colli lateralis
 Fossa supra sternalis
 Cari adanya perubahan warna kulit
b. Palpasi:
Pemeriksa berdiri di belakang penderita
1) Lakukan palpasi secara sistematis

7
2) Mulailah dari daerah subementalis
3) Glandula llimfatika di daerah leher mudah didapatkan secara palpasi
4) Bila ditemukan pembesaran glandula limfatika, catat lokasi, ukuran,
konsistensi dan permukaannya.
5) Catat pula hubungan dengan jaringan sekitarnya
6) Lakukan palpasi secara sistematis pada prosessus spinosus
a) Arteri karotis komunis
 Dapatkan arteri karotis komunis
 Perhatikan pulsasi, irama, dan bandingkan antara kanan dan kiri
b) Kelenjar tiroid
 Palpasi pada fosa supersternal dengan jari telunjuk dan jari tengah
tangan kanan
 Mintalah penderita untuk menelan
 Kelenjar tiroid akan mudah diraba
 Bila dirasakan adanya pembesaran kelenjar catat:
 Pembesarannya
 Permukaanya
 Konsistensinya
 Adanya pulsasi
 Hubungan dengan jaringan sekitarnya
Ukuran lingkaran leher melalui vertebra cervical 7 dan ruangan di
bawah kartilago tiroidea
Pemeriksaan fungsi leher
Pemeriksa berdiri di belakang penderita
 Lakukan gerakan aktif dengan meminta penderita mengikuti:
 Gerakan atefleksi
 Gerakan dorsofleksi
 Gerakan lateralfleksi ke kanan dan ke kiri
 Rotasi ke kanan dan ke kiri
 Tentukan kemampuan gerakan di atas
c. Auskultasi
8
1) Letakkan stestoskop pada daerah larink tepat di atas tepi sternum
2) Cobalah mendengarkan adanya suara vaskuler yang menunjukkan adnanya
kelainan di kelenjar tiroid
3) Kemudian letakkan stetoskop pada tempat pulsasi arteri karotis komunis
dan dengarkan adanya bising
7. Dada (Thoraks)
Tujuan:
Mendapatkan kesan dari bentuk fungsi dari dada dan alat-alat dalam yang ada di
dalam dada dengan cara inspeksi, palpasi, perkusi dan auskultasi.
a. Penderita diminta menanggalkan baju
b. Posisi penderita dapat duduk berdiri atau berbaring sesuai dengan pemeriksaan
yang akan dilakukan
c. Berikan penerangan kepada penderita apa yang akan dilakukan
d. Setiap catatan yang dibuat harus diterangkan pemeriksaan dilakukan dari depan,
sampaing atau belakang.
e. Pemeriksaan meliputi:
 Dinding dada
 Paru dan pernafasan
 Jantung
a. Inspeksi
 Perhatikan bentuk dada (iga, sternum, dan kolumna vertebralis)
 Cari adanya deviasi
 Perhatikan ruangan interkostal, mencekung atau adanya retraksi pada saat
inspirasi
 Cari adanya pulsasi (iktus cordis)
 Cari adanya bendungan venosa
Dari depan:
 Pehatikan klavikula
 Fosa supra dan inferklavikuler
 Lokasi iga ke dua, pada kedua sisi
 Catat adanya kelainan jumlah dan bentuk iga
Dari belakang

9
 Cari contoh vertebra servikalis ke 7
 Ujung bawah scapula terletak setinggi VT 7
 Perhatikan letak dan bentuk scapula
 Perhatikan jalan dan bentuk kolumna vertebralis
 (catat adanya kifosis, skoliosis, dan lordosis)
Bentuk dada:
 Normal chest (ellips)  transverse > AP
 Pectus excavatum (funnel chest)  sternum bertakuk masuk
 pectus carinatum (pigeon chest)  sternum menonjol keluar
 Increased anteroposterior (AP) diameter (barrel chest)  dada seperti tong

b. Palpasi
 Letakkan ke dua telapak tangan pada bagian dada depan
 Penderita diminta menarik nafas
 Rasakan gerakan, bandingkan kanan dan kiri
 Dokter berdiri di belakang penderita, letakkan telapak tangan seperti
rasakan dan bandingkan gerakan nafas kanan dan kiri
 Vocal fremitus dapat dirasakan dengan palpasi
 Penderita diminta untuk mengatakan angka 88
 Kemudian letakkan ke dua telapak tangan pada bagian belakang dada
bandingkan baik gerakan pernafasan maupun fremitus suara antara kanan
dan kiri
 Ukur lingkaran dada pada saat inspirasi kuat dan ekspirasi kuat
 Kembali perhatikan dada bagian depan di daearah jantung
 Pakailah ke empat jari tangan kanan dalam palpasi di ruang interkostal 4
dan 5 dengan ibu jari pada linia media klavikularis kiri, rasakan pulsasi
yang ada (iktus kordis)

10
 Apabila ada kelainan besar jantung, maka iktus kordis akan bergeser sesuai
kelainannya
 Catat adanya fibrilasi (thrills) pada area di atas.

c. Perkusi
Tujuan:
 Untuk mendapatkan informasi batas-batas,
ukuran, posisi dan kualitas jaringan atau
alat (paru, jantung) yang berada di
dalamnya.
 Dengarkan perkusi kita dapat mengetahui
apakah organ yang kita perkusi berisi
udara, cairan, atau massa padat. Walaupun
demikian perkusi hanya menembus
sedalam 5-7 cm sehingga tidak dapat
mendeteksi lesi yang letakknya dalam.

Tekhnik perkusi dapat dilatih pada permukaan apa saja, prinsipnya adalah:
Hiperekstensikan jari tangan kiri anda, tekankan sendi interfalangeal kuat-kuat
pada permukaan yangnsikan jari tangan kiri anda, tekankan sendi interfalangeal
kuat-kuat pada permukaan yang diperkusi. Hindarkan kontaak dengan bagian
tangan yang lain, karena akan menggangu suarak dengan bagian tangan yang
lain, karena akan menggangu suara yang dihasilkan. Dengan kuat, tajam dan
dengan gerakan pergelangan yang yang dihasilkan. Dengan kuat, tajam dan
dengan gerakan pergelangan yang santai, ketoklah ujung jari tengah kiri dengan
ujung jari tengah kanan anda. Dengan demikian anda meneruskan getaran dari
ujung jari tengah kanan anda ke jaringan yang anda perkusi. Gunakan ujung jari
anda dengan posisi yang sedapat mungkin tegak lurus dengan jari yang anda
ketok. Sesudah, mengetuk cepat angkat lagi tangan anda, agar tidak menggangu
getaran yang anda ciptakan.

Paru bagian depan


Penderita berbaring

11
 Bandingkan kanan dan kiri
 Perkusi secara sistematis dari atass ke bawah seperti petunjuk
 Perhatikan posisi dari jantung, dan bandingkan hasil perkusinya
 Perkusi secara dalam daerah fosa klavikula
 Kemudian mintalah penderita untuk mengangkat kedua belah lengan dan
lakukan perkusi mulai dari ketiak
 Tentukan garis tepi hati (liver)
Menentukan batas paru dan hati
 Penderita tetap berbaring
 Perkusi dari atas ke bawah seperti pada
 Di daerah mana merupakan batas paru dan hati, suara sonor akan berubah
menjadi redup/pekak
 Berilah tanda pada saat tersebut
 Pada orang normal sehat, batas ini terletak antara kosta ke 5 dan 6 cm
Paru bagian belakang
 Penderita duduk atau berdiri
 Penderita diminta duduk tegak
 Mulailah dari batas kebawah secara sistematis
 Bandingkan kanan dan kiri (biasanya daerah perkusi paru kanan lebih tinggi
hilangnya dari daerah kiri, karena adanya hati)
 Tepi bawah paru umumnya didapatkan pada setinggi prosesus soinosus VT
ke 10 dan 11
 Tentukan pula gerakan pernafasan
Gerakan Pernafasan dan Pengembangan Paru
Tujuan: untuk mendapatkan kesan batas-batas pengembangan paru dan derajat
elastisitas paru serta pleura
 Gerakan pernafasan paling baik diperiksa pada daerah belakang
 Lakukan pperkusi dari atas ke bawah
 Lanjutkan perkusi sampai suara sonor hilang
 Letakkan di tempat tersebut jari tanngan anda
 Penderita diminta bernafas dalam

12
 Lanjutkan perkusi ke bawah
 Pada penderita sehat, batas hilangnya suara sonor akan bergeser ke bawah
 Perbedaan daerah hilangnya suara sonor merupakan besarnya
pengembangan paru
d. Auskultasi
1) Auskultasi paru
Tujuan: menentukan ada tidaknya perubahan dalam saluran pernafasan
maupun paru
 Penderita diminta menarik nafas pelan-pelan dengan mulut terbuka
 Lakukan auskultasu dengan secara sistematis. Dengarkan tiap kali
secara lengkap satu periode inspirasi dan ekspirasi
 Bandingkan kanan dan kiri
 Mulailah didaerah depan di atas klavikula
 Setelah mendengarkan daerah ini teruskan auskultas ke sisi-sisi dinding
 Kemudian lakukan auskultasi di bagian belakang dada, mulai dari atas
ke bawah sesuai gambar disamping
 Perhatikan apabila ada perubahan suara
 Tentukan secara pasti lokasi perubahan suara
 Catat suara-suara yang didapatkan pada waktu auskultasi

2) Auskultasi daerah jantung


 Penderita dalam posisi berbaring dengan sudut 30o

13
 Penderita diminta bernafas biasa dan suasana relaks
 Pusatkan perhatian pertama pada suara dasar jantung, baru perhatikan
adanya suara tambahan
 Muailah auskultasi pada beberapa tempat
 Di daerah apek (dengan corongan stetoskop)
 Di daerah interpostal 2 ke kiri ke arah sternum (dengan memberan)
 Di ruang interpostal 4 dan 5 kiri kea rah sternum (dengan corongan
stetoskop)
 Perhatikan irama dan frekuensi suara jantung
 Bedakan antara sistolik dengan diastolic
 Usahakan mendapt kesan intensitas suara jantung
 Perhatikan adanya suara-suara tambahan atau suara yang pecah
 Tentukan apakah suara tambahan (bising) sistolik ataau diaastolik
 Gabungkan auskultasi dengan kualitas nulsus (denyut nadi)
 Tentukan daerah perjalanan bising dan tentukan titik maksimumnya
 Catat hasil auskultasi

Menentukan vena sentral


Tujuan: untuk menentukan secara klinis tekanan vena sentral sebagai gambaran
ukuran tekanan rata-rata dalam atrium kanan
 Penderita berbaring secara horizontal (tanpa bantal)
 Penderita diminta untuk bernafas secara relaks
 Carilah titik di leher yang terletak disekitar 5 cm di bawah sisi perlekatan posta
2 pada sternum
 Carilah pulsasi vena jugularis eksterna
 Apabila pulsasi tidak jelas, penderita diminta menutup lubang hidung dan
menahan nafas
 Tentukan tempat dimana vena jugularis menghilang dibawah otot-otot leher:
 Setelah penekanan bagian cranial vena
 Setelah ekspirasi sehabis tes menahan nafas
 Tentukan selisih tingginya titik terakhir dengan letak perletakan iga ke 2 pada
sternum
14
 Nilai tersebut ditambah dengan 5 cm memberikan hasil tekanan vena sentral
 Umumnya tekanan vena ini berkisar antara -3,5 & 1,5

8. ABDOMEN
Dinding Abdomen:
Muskulus rektus abdominis dapat ditemukan apabila seseorang dalam posisi
terlentang mengagkat kepala dan bahunya
Untuk tujuan deskripsi, biasanya abdomen dibagi menjadi 4 kuadran menrut
dua garis imajiner yang saling tegak lurus da berpotongan di umbilicus : Kanan
Atas, Kanan Bawah, Kiri Atas dan Kiri Bawah.
Tetapi kadang-kadang, digunakan system pembagian yang lain yang
membagi abdomen menjadi 9 bagian. Tiga sebutan yang biasa digunakan pada
system ini adalah Epigastrik, Umbilikal, dan Hypogatrik atau Suprapubik.
Pada waktu memeriksa abdomen, dapat terba beberapa organ yang normal.
Kolonsigmoid dpat teraba sebagai suatu saluran sempit yang agak keras pada
kuadran kiri bawah, sedangkan coecum dan sebagian dari colon ascenden
membentuk suatu tube yang lebih lunak dan lebar di kuadran kanan bawah. Bagian
dari kolon tranversum dan kolon descenden dapat pula diraba.
Walaupun tepi bawah hepar normal terletak lebih rendah dari ada batas
bawah kosta kanan, karena konsistensi yang lunak, kadang-kadang normal sulit
untuk di raba.
Bagian bawah dari ginjal kanan, kadang-kadang dapat diraba pada kuadran
kanan atas, tetapi pada daerah yang lebih dalam, terutama pada wanita yang kurus
dengan dinding abdomen yang betul-betul rileks.
Pulsasi dari aorta abdominalis dapat terlihat dan biasanya teaba di bagian
atas abdomen , sedangkan pulsasi arteria iliaka kadang-kadang teraba di kuadran
bawah.
Kantung kemih yang penuh dan teregang dan uterus dalam kehamilan dapat
teraba di atas simfisis pubis. Ada orang kurus dengan abdomen yang relaks,
beberapa centimeter di bawah umbilicus, kadang-kadang teraba promontorium
sakralis atau tepi depan vertebra sacralis pertama. Pada pemeriksaan yang belum
familiar dengan suatu tonjolan yang keras seperti ini, kadang-kadang menyalah
artikannya sebagai suatu tumor. Prossesus xipoideus juga suatu tonjolan yang
kadang-kadang dirasakan dan disalah artikan sebagai tumor oleh pasien.
Kavum abdomen meluas mulai dari daerah diafragma yang terlindungi oleh
kosta. Di daerah yang terlindungi ini, terletak sebagian besar dari hepar, ventrikulus,
dan seluruh bagian dari lien yang diraba (dipalpasi), tetapi dengan perkusi dapat
memperkirakan adanya organ-organ tersebut. Sebagian besar dari kantung empedu

15
normal terletak di sebelah dalam dari hepar, kuadran atau abdomen, sehingga dalam
keadaan normal tidak teraba.
Ginjal adalah organ yang terletak di daerah posterior, terlindung oleh tulang
rusuk sudut costovestebral atau sudut yang di bentuk oleh batas bawah kosta ke 12
dengan prossesus transversus vertebra lumbalis merupakan daerah untuk
menentukan ada tidaknya nyeri ginjal.
Cara pemeriksaan
Syarat-syarat pemeriksaan abdomen yang baik adalah:
a. Penerangan ruangan yang memadai.
b. Penderita dalam keadaan rileks.
c. daerah abdomen mulai dari atas procssus xiphoideus sampai sympisus pubis
harus terbuka.
Untuk memudahakan relaksasi
a. Kantung kencing harus kosong.
b. Penderita berbaring terlentang dengan bantal di bawah kepala, dan di bawah
lututnya.
c. Kedua lengan diletakkan di samping badan atau di letakkan menyilang pada
dada. Tangan yang di letakkan diatas kepala akan membuat dinding abdomen
terenggang dan mengeras sehingga menyulitkan palpasi.
d. Gunakan tangan yang hangat, permukaan stetoskop yang hangat, kuku yang di
potong pendek. Menggosokkan kedua tangan akan membantu menghangatkan
tangan anda.
e. Mintalah kepada penderita untuk menunjukan daerah yang tersa sakit dan
memeriksa terseut terakhir.
f. Lakukan pemeriksaan dengan perlahan, hindarkan gerakan yang cepat dan tiba-
tiba.
g. Apabila perlu, ajaklah penderita berbicara.
h. Apabila penderita amat ketakutan atau kegelian mulailah dengan pemeriksaan
dengan menggenggam kedua tangan anda, kemudian secara pela-pelan bergeser
untuk melakukan palpasi.
i. Monitorlah pemeriksaan anda dengan memperhatikan muka/ekspresi penderita.
Biasakan untuk mengetahui keadaan di tiap bagian yang anda periksa.
Pemeriksaan dilakukan dari sebelah kanan penderita dengan urutan inspeksi,
auskultasi, perkusi, dan palpasi.
a. Inspeksi

16
Mulailah menginspeksi dinding abdomen dari posisi anda berdiri di sebelah
kanan penderita. Apabila anda akan memeriksakan gerkan peristaltik, sebaiknya
dilakukan dengan duduk atau agak membungkuk sehingga anda melihat dinding
abdomen secara tangensial.
Perhatikanlah:
1) Kulit: apakah ada sikatri, stria, atau vena yang melebar. Secara normal,
mungkin terlihat vena-vena kecil. Stia yang berwarna ungu terdapat pada
sindroma Cushing dan vena yang melebar dapat terlihat pada sirosis
hepatic atau bendungan vena cava inferior. Perhatikan pula apakah dan
rash atau lesi-lesi lainnya.
2) Umbilikus: perhatiakan bentuk dan lokasinya dan apakah ada tanda-tanda
inflamasiatau hernia.
3) Perhatikanlah bentuk permukaan (countur) abdomen termasuk daerah
ingual dan femoral: datar, bulat, protuberant atau scapoid. Bentuk yang
melendung mungkin di sebabkan oleh ascites, penonjolan suprapubik
karena kehamilan dan kandungan kencing yang penuh. Tonjolan asimetris
mungkin terjadi karena pembesaran organ setempat atau masa.
4) Simetri dinding abdomen.
5) Pembesaran organ: mintalah penderita untuk bernafas, perhatikan apakah
nampak adanya hepar atau lien yang menonjol di bawah arcus costa.
6) Masa
7) Peristaltik: apabila anda mencurigai adanya osbtruksi usus, amatilah
peristaltic selama beberapa menit. Pada organ yang kurus, kadang-kadang
peristaltic yang normal dapat terlihat.
8) Pulpasi: pulpasi aortayang normal kadang-kadang dapat terlihat di daerah
epigastrium.
b. Auskultasi
Pemeriksaan auskultasi abdomen berguna untuk memperkirakan gerakan
usus, dan kemungkinan adanya gangguan voskuler anda harus banyak berlatih
hingga betul-betul mengenali keadaan normal dan variasi normal. Auskultasi
abdomen dilakukan sebelum perkusi dan palpasi karena kedua pemeriksaan
tersebut dapat mempengaruhi frekuensi suara usus, letakan diafragma dari
stetoskop anda dengan lembut pada abdomen.
Dengarkanlah suara usus dan perhatikan frekuensi dan karaternya , suara
yang normal terdiri dari cliks dan gurgle, dengn frekuensi kira-kira 5 s/d 35 per
menit. Kadang-kadang anda dapat mendengar horboryrmi yaitu gurgles yang
panjang. Karena suara usus akan di sebarkan ke seluruh abdomen maka
mendengarkannya pada suatu tempat saja, misalnya kuadran kanan bawah
biasanya sudah memadai. Suara usus ini dapat berubah pada diare, sumbatan
sudah, ileus paralitikus, dan peritonitis.
17
Pada penderita dengan hipertensi, periksalah daerah epigrastrium dan
daearah kuadran kanan dan kiri atas, apakah anda bising. Bising pada systole dan
diastole pada penderita hipertensi menunjukan adanya stenosis arteria renalis.
Sedangkan bising systole saja pada epigastrium dapat pada orang normal.
Apabila dicurigai adanya insufiensi arteri pada tungkai periksalah anda
bising sistolik dan diastolic pada arteri iliaka dan femoralis.
c. Perkusi
Perkusi berguna untuk orientasi abdomen, untuk memperbaiki distribusi
ukuran hepar dan kadang-kadang lien, menentukan asites, mengetahui apakah
suatu masa pada atau kristik, dan untuk mengetahui adanya udara pada lambung
dan usus.
1) Orientasi
Lakukan perkusi pada ke empat kuadran untuk memperbaiki
distribusi suara timpani dan redup. Biasanya suara timpanilah yang
dominant karena adanya gas pada saluran gastrointestinal, tetapi cairan dan
feces menghasilkan suara redup. Pada sisi abdomen perhatikan daerah
timpani berubah menjadi redup. Periksalah daerah suprapubik untuk
mengetahui adanya kantung kencing yang teregang atas uterus yang
membesar.
Perkusilah dada bagian bawah, antara paru dan arcus costa, anda
akan mendengar suara redup hepar di sebelah kanan dan suara timpani di
sebelah kiri karena gelembung udara pada lambung dan fleksura splenikus
kolon.
Suara redup pada kedua sisi abdomen mungkin menunjukan adanya
asites.
2) Hepar
Lakukan perkusi pada garis midklavikula kanan dari bawah
umbilicus (di daerah suara timpani) ke atas, sampai terdengar suara redup
yang merupakan batas bawah hepar. Kemudian, lakukanlah perkusi di
daerah dari daerah paru ke bawah untuk menentukan batas atas hepar.
Ukurlah daerah redup hepar dapat dilihat pada gambar 6. ukuran ini pada
orang yang tinggi, lebih besar dari pada orang yang pendek dan biasanya
pria lebih besar dari pada wanita pada penderita penyakit obstruksi paru
kronik (COPD) batas bawah hepar dapat lebih ke bawah tetapi jarak/daerah
redup hepar tidak berubah.
Apa bila hepar tampaknya membesar, perusilah daerah lain untuk
mengetahui garis batas bawah hepar.
3) Lien
Lien yang normal terletak pada lengkung diafragma di sebelah
posterior garis midaxiler. Suatu daeah kecil suara redup dapat ditemukan di
18
antara suara sonor paru dan hanya berguna kalau dicurigai atau didapatkan
splenomegali. Apabila membesar lien akan membesar kea rah anterior,
posterior, dan medial, mengganti suara timpani dari lambung dan kolon,
menjadi suara redup. Apabila anda mencurigai splenomegali, cobalah
pemeriksaan-pemeriksaan berikut:
a) Perkusilah daerahspatium intercosta terbawah di garis axilaris
anteriorkiri (gb. 1). Daerah ini biasanya timpanik. Kemudian mintalah
penderita untuk menarik nafas panjang dan lakukan perkusi lagi.
Apabila lien tidak membesar suara perkusi tetap timpani. Apabila suara
menjadi redup pada inspirasi berarti ada pembesaran lien. Walaupun
demikian kadang-kadang terdapat juga suara redup pada lien normal.
b) Perkusilah daerah redup lien dari berbagai arah. Apabila ditemukan
daerah redup yang luas berarti terdapat pembesaran lien.
Pemeriksaan perkusi untuk mengetahui adanya pembesaran lien
dapat terganggu oleh berbagai isi lambung dan kolon. Tetapi pemeriksaan
ini dapat menunjukan adanya pembesaran lien sebelum teraba palpasi.
d. Palpasi
Palpasi ringan (supenikal) berguna untuk mengetahui adanya
ketegangan otot nyeri tekan abdomen dan beberapa organ dan masa supenicial.
Dengan posisi tangan dan lengan bawah orisontal dengan menggunakan
telapak ujung jari-jari secara bersama-sama, lakukanlah gerakan menekan yang
lembutdan ringan. Hindarkan suatu gerakan yang menghentak. Dengan perlahan
rasakan semua kuadran. Carilah adanya masa atau organ daerah nyeri tekan atau
daerah yang tegangan ototnya lebih tinggi (spasme). Aabila terdapat tegangan
carilah apakah ini disadari atau tidak dengan mencoba cara merelaskan penderita
dan melakukan palpasi pada waktu ekspirasi.
Palpasi dalam biasanya diperlukan utuk memeriksa masa di abdomen.
Dengan menggunakan permukaan pallar dari ujung jari lakukan palpasi dalam
untuk mengetahui adanya masa. Tentukanlah lokasinya, ukurannya, bentuknya,
kosistensinya, dan mobilisasinya apakah tersa nyeri pada tekanan.
Apabila palpasi dalam sulit dilakukan (misalnya pada obesitas atau otot
yang tegang) gunakan dua tangan, satu di atas yang lain.
Masa di abdomen dpat diklasifikasikan menjadi beberapa jenis fisiologis
(uterus dalam kehamilan) : inflamasi (diverticulitis colon atau pseudocytyts
pancreas) : vaskuler (aneurisma aorta) : neoplastik (uterus yang miomatosa,
karsinomakolon atau ovarium) atau obstruksi (kantung kencing yang teregang).
Mengetahui Adanya Iritasi Peritoneal
Nyeri abdomen dan nyeri tekan abdomen lebih-lebih bila disertai spasme
otot menunjukan adanya inflamasi dari peritoneum parietale. Temukan daerah
ini setepatnya.

19
Sebelumnya melakukan palpasi mintalah penderita untuk batuk dan
temukanlah letak rasa sakitnya. Kemudian lakukan palpasi secara lembut dengan
satu jari untuk menentukan daerah nyeri.
Atau letakkan pemeriksaan untuk mengetahui adanya nyeri lepas. Tekan
jari anda pelan-pelan dengan kuat kemudian dengan tiba-tiba lepaskan tekanan
anda. Apabila pada pelepasan tekanan juga timbul rasa sakit (tidak hanya pada
penekanan) dinyatakan bahwa nyeri lepas tekan positif.
1) Hepar
Letakkan tangan kiri anda di belakang penderita,menyangga kosta
ke 11 dan 12 dengan posisi sejajar pada costa. Mintalah penderita untuk
relaks. Dengan mendorong hepar ke depan hepar akan lebih mudah teraba
dari depan dengan tangan kanan. Tempatkan tangan kanan anda pada
abdomen penderita sebelah kanan, disebelah latera otot rektus
abdomnis,dengan ujung jari di tempatakan di bawah batas bawah daerah
redup hepar. Dengan posisi jari tangan menunjuk ke atas obliq,tekanlah
dengan lembut kearah dalam dan ke atas.
Mintalah penderita untuk bernafas dalam-dalam. Cobalah merasakan
sentuhan hepar pada jari anda pada waktu hepar bergerak ke bawah, dan
menyentuh jari anda. Apabila anda mersakannya , kendoran tekanan jari
tangan anda, sehingga hepar dapat meluncur dari bawah jari anda, dan anda
dapat meraba permukaan enterior hepar penderita. Apabila anda dapat
merasakannya, batas hepar normal adalah lunah tegas, dan tidak berbenjol-
benjol.
Besarnya tekanan ada dinding abdomen pada pemeriksaan hepar
tergantung pada tebal tipisnya otot rektus. Apabila anda susah merabanya,
pindahlah palpasi pada daerah yang lebih dekat ke arcus costa.
Pemeriksaan dapat juga dilakukan dengan teknik mengait, berdirilah
di sebelah kanan penderita. Letakkanlah kedua tangan anda bersebelahan di
bawah batas bawah redup hepar. Mintalah penderita untuk bernafas dalam-
dalam dengan nafas perut, sehingga pada inspirasi hepar dan juga lien dan
ginjal akan berada pada posisi teraba.

2) Lien:
Letakkan tangan kiri anda untuk penyangga dan mengangkat costa
bagian bawah sebelah kiri penderita. Dengan tangan kanan dilrtakkan di
bawah arcus costarum lakukanlah tekanan ke arh lien. Mulailah palpasi di
daerah yangcukup rendah untuk dapat meraba lien yang membesar.
Mintalah penderita untuk nafas dalam-dalam,dan cobalah untuk merasakan
sentuhan lien pada ujung jari anda. Lien yang membesar dapat terlewatkan
dari pemeriksaan ( tidak dapat teraba) apabila pemeriksa mulai palpasi pada
daerah yang terlalu keatas. Perhatikanlah adakah nyeri tekan, bagaimana

20
permukaannya, dan perkirakanlah jarak antara lien dengan batas terendah
dari kosta kiri yang terbawah.
3) Ginjal
Ginjal kanan:
Letakkan tangan kiri anda di belakang penderita parallel pada costa
ke 12 dengan ujung jari anda menyentuh sudut kostovertebral. Angkat dan
cobalah mendorong ginjal kanan ke depan. Letakkan tangan kanan anda
dengan lembut pada kuadran kanan atassebelah lateral dan sejajarkan
terhadap otot rektus. Mintalah penderita untuk bernafas dalam. Pada waktu
puncak inspirasi tekanlah tangan kanan anda dalam-dalam ke kuadran kanan
atas di bawah arkus costa dan cobalah untuk menangkap ginjal di antara
kedua tangan anda. Mintalah penderita untuk membuang nafas. Pelan-pelan
lepaskan tekanan tangan kanan anda dan rasakan bagaimana ginjal akan
kembali ke posisi pada waktu ekspirasi. Apabila ginjal teraba tentukan
ukurannya dan ada tidaknya nyeri tekan.
Ginjal Kiri
Untuk meraba ginjal kiri pindahkan ke sebelah kiri penderita.
Gunakan tangan kanan anda untuk menyangga dan menganggkat bdari
belakang tangan kiri untuk meraba pada kuadran kiri atas. Lakukanlah
pemeriksaan seperti pemeriksaan ginjal kanan ginjal kiri yang normal jarang
dapat teraba.
4) Nyeri Ketok Ginjal
Nyeri tekan ginjal mungkin dapat timbul pada pemeriksaan palpasi
tapi periksa juga pada daerah sudut costovertebralis . kadang-kadang
tekanan ujung jari sudah dapat menimbulakan nyeri tetapi seringkali harus
digunakan kepalan tangan untuk menumbuhkan nyeri ketok ginjal, letakkan
satu tangan pada sudut kostovertebra dan pukulah dengan sisi ulner kepalan
tangan anda.
5) Periksaan Aorta
Tekanlah kuat-kuat abdomen bagian atas sedikit di sebelah kiri garis
tengah dan rasakan adanya palpasi aorta.
Pada penderita di atas 50 tahun, cobalah memperkirakan lebar aorta
dengan menekankan kedua tangan pada kedua sisi.
9. PEMERIKSAAN KHUSUS PADA ABDOMEN
Pemeriksaan Asites
Kemudian cairan asites akan mengalir sesuai dengan gravitasi, sedangkan
gas udara akan mengapung di atas, perkusi akan menghasilkan pola suara perkusi
yang keras.
Tandai batas antara suara timpani dan redup.
21
1) Tes Suara Redup Berpindah
Setelah menandai batas suara timpani dan redup, mintalah penderita untuk
miring salah satu sisi tubuhnya, akukan perkusi lagi dan amatilah batas timpani
dan redup. Pada penderita tanpa asites batas ini tidak berubah dengan
perubahan posisi.
2) Tes Undulasi
Mintalah penderita atau pasien untuk menekankan ke dua tangan pada
midline abdomennya. Kemudian ketuklah satu sisi abdomen dengan ujung
jari anda rasakan pada sisi yang lain dengan tangan anda yang lain adanya
getaran yang diteruskan oleh cairan asites.
Tes Untuk Apendisitis
1) Mintalah penderita untuk menunjukan tempat yang mula-mula sakit
dan tempat yang sekarang terasa sakit. Mintalah penderita untuk batuk.
Amatilah apakah timbul rasa sakit. Rasa sakit pada apendisitis khas
mulai pada daerah sekitar umbilicus dan kemudian bergeser ke kanan
bawah dan terasa sakit pada waktu batuk.
2) Cari dengan teliti daerah nyeri tekan. Rasa sakit di daerah kuadran
kanan bawah mungkin menunjukan apendisitis.
3) Rasakan adanya spasme otot.
4) Lakukan pemeriksaan rectal. Pemeriksaan ini dapat membedakan
apendiks normal dengan yang meradang. Rasa sakit pada kuadran
kanan bawah mungkin berarti peradangan pada adnexa, vesicular
seminalis, atau apendiks.
Beberapa Pemeriksaan Lain:
1) Lakukanlah pemeriksaan nyeri lepas tekan pada daerah yang nyeri
tekan. Nyeri tekan lepas menunjukan adanya peradangan peritoneum,
misalnya pada apendisitis.
2) Lakukan pemeriksaan tanda Rovsing dan perjalanan nyeri tekan lepas.
Tekan dalam-dalam pada kuadran kiri bawah, kemudian lepaskan
secara mendadak. Rasa sakit pada kuadran kanan bawah bawah pada
waktu kiri bawah ditekan menunjukan tanda Rovsing positif. Rasa sakit
pada kanan bawah pada dilepas menunjukan perjalanan nyeri tekan
lepas positif.
3) Lakukan pemeriksaan tanda Psoas. Letakkan tangan anda dilutut kanan
penderita dan mintalah penderita untuk mengangkat lututnya melawan
tangan anda. Cara lain yaitu penderita berbaring miring ke kiri, tekuk
tungkai kanan pada sendi paha. Timbulnya/bertambahnya rasa sakit
menunjukan tanda psoas positif berarti ada iritasi pada psoas yang
ditimbulkan apendiks yang meradang.

22
4) Periksalah tanda obturator. Tekuk tungkai penderita pada sendi paha
dengan lutut menekuk, kemudian putarlah ke dalam. Nyeri pada daerah
hypogastrik kanan menunjukan tanda obturator positif berarti terdapat
iritasi otot obturator.
5) Carilah adanya daerah kulit yang kyperestesi dengan mencubit perlahan
beberapa tempat. Dalam keadaan normal tindakan ini tidak
menimbulkan rasa sakit.
Pemeriksaan Untuk Kecurigaan Terhadap Kolesisitisis Akuta
Apabila ada rasa sakit dan nyeri tekan di daerah kanan atas
lakukanlah pemeriksaan Murphy’s Sign. Kaitkan ibu jari atau jari-jari
tangan kiri anda di bawah tepi menarik nafas dalam-dalam. Amatilah
pernafasan dan derajat nyerinya. Penambahan rasa sakit yang tajam yang di
tandai dengan berhentinya inspirasi secara mendadak menunjukan
Murphy’s Sign yang positif.
10. PETUNJUK PELAKSANAAN LATIHAN
a. Bacalah petunjuk sebelum dating ke tempat latihan dan mengerti cara-cara
pemeriksaan dan anatomi abdomen. (Apabila perlu bukalah atlas anatomi
anda).
b. Penderita diminta menanggalkan pakaian bawah.
c. Penderita dalam keadaan berbaring kepala berbantal tipis.
d. Penderia diminta untuk relaks lengan bebas di letakan di sepanjang sisi tubuh.
Kalau perlu penderita diminta untuk menekuk lutut. Bernafas biasa untuk
menghilangkan ketegangan ajaklah penderita untuk bercakap-cakap.
e. Ambil waktu yang cukup untuk pemeriksaan abdomen ini sebab
interpretasinya ada yang didapat amatlah penting.
f. Dokter berdiri atau duduk di sebelah kanan penderita.
g. Penderita di beri tahu apa yang sedang dilakukan.
h. Penderita diminta untuk memberikan reaksi reaksi apabila rasa sakitatau
sensasi lain saat pemeriksaan.
i. Pemeriksaan rectum merupakan kelengkapan pemeriksaan abdomen.
j. Catat apa yang di dapat dari pemeriksaan.
Inspeksi
Pehatikan :
a. Bentuk dan periksa keadaan secara umum
b. Kontus permukaan umum
c. Adanya retreksi atau benjolan

23
d. Adanya asimetris
e. Gerakan kulit sehubungan dengan pernafasan
f. Kulit : adanya pigmentasi, bekas luka. Dan bendungan vena
g. Kaeadaan umbilicus
h. Keadaan daerah inguinal
Auskultasi
Letakkan stetoskop seperti pada gambar. Lakukan auskultasi secara sistematis.
Pehatikan apakah terdengar bising pembuluh darah. Kenali suara usus normal
dengan segala variasinya.
Perkusi
Lakukan perkusi sebagai orientasi umum pada semua kuadran untuk mengetahui
daerah bersuara timpani dan redup.
Lakukan perkusipada daerah dada bagian bawah antara paru dengan amus costa.
Kenalilah suara redup di sebelah kanan (hepar) dan timpani di sebelah kiri.
Perkusi Hati
Lakukan perkusi pada garis midklavikula kanan mulai dari umbilicus (di mana suara
timpani) ke atas sampai terdengar suara redup dari batas bawah hepar. Kemudian
carilah batas dengan melakukan perkusi perkusi serupa dari atas ke bawah. Ukurlah
beberapa cm daerah redup hepar.
Perkusi Lien
Perkusilah daerah spatium interkosta di bawah garis axilaris anterior kiri. Bagaimana
suaranya. Kemudian mintalah penderita untuk menarik nafas dan lakukan perkusi
yang sama. Apakah suara yang dihasilkannya berubah.
Palpasi
Lakukan palpasi superficial secara menyeluruh dengan sistematis di seluruh
permukaan abdomen. Tentukan tonus otot dan adanya pembengkakan atau tonjolan
permukaan abdomen.
Pemeriksaan apakah terhadap nyeri nyeri tekanan dan nyeri lepas tekan
Lakukanlah pemeriksaan untuk mengetahui adnya asites
Lakukan pemeriksaan gelombang cairan
Lakukan pemeriksaan palpasi hepar
Lakukan pemeriksaan lien
Lakukan palpasi ginjal, kandung kencing dan aorta
11. PEMERIKSAAN BATANG TUBUH (TRUNCUS)

24
ATAU ANGGOTA BADAN (EXTREMITAS)
a. Batang Tubuh/ Ekstremitas Atas
Penderita berdiri dengan telapak kaki sedikit renggang, bebas dan relaks.
1) Inspeksi
Perhatikan : Postur tubuh, Status gizi
Dari bagian belakang perhatikan adanya : Dislokasi, Inflamasi, Bekas luka,
Deformitas, Pertumbuhan rambut
Perhatikan lengkungan punggung : Lordosisi/Servikal, Kifosis,
Lordosis/Lumbal
Perhatikan adanya Skoliosis
2) Palpasi
Letakan ibu jari dan jari telunjuk pada kanan kiri prosesus spinosus
Dengan sedikit tekanan teruskan palpasi kea rah bawah sepanjang kolumna
vertebralis
Perhatikan adanya deviansi : Adanya tonjolan prosesus atau tidak adanya
prosesus, adanya rasa sakit pada penekanan
Perhatikan gerakan truncuc ke arah : Antefleksi, Dorsofleksi, Laterofleksi
Anggota badan
Lengan (arms)
Penderita disuruh menanggalkan baju

3) Inspeksi
Perhatikan dengan cermat dari ke-empat sisi, mulai dengan bahu, lengan
atas dan lengan bawah
Perhatikan : warna kulit, banyaknya keringat, adanya benjolan,
pembengkakan
Bandingkan kanan dan kiri
Penderita diminta melakukan gerakan aktif : sendi siku, sendi bahu
4) Palpasi
Lakukan palpasi
Temperatus kedua lengan
Cari : arteri Subklavikula, arteri Branckialis, arteri Radialis, areteri Ulnaris
25
Pehatikan keempat arteri tersebut : intensitasnya dan iramanya
Tangan dan jari-jari (hands & fingers)
Penderita dalam posisi duduk, penderita di minta memperlihatkan tangan
dan jari-jarinya serta melepas semua perhiasan pada pergelangan dan jari-
jari.
5) Inspeksi
Perhatikan punggung dan telapak tangan
Perhatikan adanya : Kelainan pembentukan jari, Hilangya salah satu jari,
Anomali posisi
Perhatikan kemudian : keringat, warna kulit, kekakuan sendi, kontraktur,
pembengkakan, bekas luka, benjolan-benjolan
Perhatikan pula : pertumbuhan rambut, bentuk kuku, kontur sendi
Bandingkan kanan dan kiri
Akhirnya perhatikan kemampuan gerakan secara aktif pergelangan tangan
dan jari-jari.
6) Palpasi
Palpasi punggung dan telapak tangan, perhatikan temperaturnya
Lakukan palpasi pada sendi-sendi, ligamenta, otot-otot dan tendon
Tanyakan : rasa sakit
Perhatikan adanya : pembengkan, mal posisi
Lakukan gerakan pasif pergelangan tangan dan jari-jari
Tungkai (Legs)
b. Batang Tubuh/ Ekstremitas Bawah
Penderita diminta menanggalkan pakaian bagian bawah
7) Inspeksi
Lakukan inspeksi secara sistematis
Perhatikan ke dua kaki dari depan , belakang dan samping kanan kiri
Demikian juga bagian pinggul
Perhatikan : postur kolumna VL, keadaan kulit, adanya inflamsi bekas luka,
dislokasi, pembesaran tonjolan tulang atau adanya pembengkaan.
8) Palpasi
Lakukan palpasi menyeluruh secara sistematis, perhatikan temperaturnya

26
Palpasi kemudian daerah sendi perhatiakan : temperature, pemengkaan ,
tulang-tulang sendi
Teruskan palpasi pada otot-otot kaki perhatikan adanya : kelainan tonus,
atropi, pembengkaan, rasa sakit tekan
Kemudian cari arteri-arteri : femoralis, poplitea, tibialis, dorsalis pedis
Perhatikan pulpasinya : intensitasnya, iramanya
Palpasi pula adanya pembesaran limfonoid pada daerah ingual
Lakukan gerakan pasif pada sendi : panggul dan lutut
Kaki Dan Jari-Jari (Foot And Toes)
Penderita diminta melepaskan sepatu dan kaos kaki
9) Inspeksi
Perhatikan struktur pergelangan kaki, kaki dan jari-jari
Lakukan pemeriksaan dari muka, belakang, dan kedua sisi samping
Perhatikan adanya : kesalahan pembentukan jari, hilangnya salah satu jari,
mal posisi
Perhatikan : warna kulit dan kuku, bentuk kuku, sela-sela jari
Penderita di minta duduk
Perhatikan keadaan telapak kaki
Cari adanya : atropi otot, varises, pembengkakan, bekas luka
Bandingkan kanan dan kiri
10) Palpasi
Lakukan palpasi secara sistematisdan perhatikan : temperature, struktur,
konsistensi, ukuran tulang-tulang, hubungan antara tulang
Perhatikan pula : keadaan pembuluh darah, adanya pembengkaan dan
penonjolan
Fluktuasi sendi
Bandingkan kanan dan kiri

27
28
Cek List Pemeriksaan Head To Toe

Nama Mahasiswa :
No. MHS :
Kelas/Kelompok/Tanggal :
Aspek yang dinilai Kompetensi
Ya Tdk Ya Tdk

Tahap Preinteraksi
1. Lakukan verivikasi order yang ada untuk pemeriksaan
2. MenCuci tangan efektif
3. Siapkan alat
a. Stetoskop
b. Tensimeter
c. Lampu senter ( flashlight) untuk menerangi luka
d. Thermometer
e. Penekan lidah
f. Pemukul reflek
g. Penggaris/meteran untuk mengukur luas luka
h. Sarung tangan disposibel untuk melindungi pemeriksa
ketika malakukan pemeriksaan luka

Tahap Orientasi
4. Salam pembuka dan perkenalkan diri
5. Lakukan identifikasi, 2 identitas: ( tanyakan Nama dan
lihat No.RM/ tanggal lahir)
6. Jelaskan prosedur
7. Kontrak waktu
8. Tujuan tindakan pada klien dan keluarga
9. Tanyakan Keluhan klien
10. Berikan kesempatan klien untuk bertanya

29
Tahap Kerja
11. Menjaga privasi dan menutup sampiran
12. Mempersilahkan klien untuk berbaring terlentang
13. Menggunakan sarung tangan jika perlu prinsip bersih
14. Mintalah klien untuk membuka baju seperlunya agar
daerah yang akan diperiksa terbuka dan bebas dari
penghalang
15. Meminta klien untuk memberikan respon terhadap
pemeriksaan (rasa sakit, dll)
16. Berdiri atau duduk di sebelah kanan penderita
17. Mulailah melakukan pemeriksaan fisik dengan teknik
Head to Toe (dari ujung rambut sampai ujung kaki)
18. Kepala dan rambut
 Inspeksi (Bentuk kepala, kesimetrisan, warna,
distribusi, lesi, dll)
 Palpasi (benjolan, nyeri tekan)
19. Mata
 Inspeksi (kesimetrisan, palpebra, bulu mata,
konjungtiva, sclera, pupil, dll)
 Palpasi (nyeri tekan)
20. Telinga
 Inspeksi (kesimetrisan, telinga luar, telinga
tengah)
 Palpasi (benjolan, nyeri tekan)
21. Hidung dan sinus
 Inspeksi (kesimetrisan, discharge, silia, alat bantu
O2, kotoran hidung, dll)
 Palpasi (palpasi sinus, frontalis, etmoidalis,
splenoidalis, masilaris)
22. Mulut dan faring
 Inspeksi (kesimetrisan, sianosis, membrane
muosa, kondisi gigi, lidah, palatum, gusi, dll)

30
 Palpasi (benjolan, nyeri tekan)
23. Leher
 Inspeksi (kesimetrisan, bendungan JVP,
hiperpigmentasi, pembesaran kelenjar tiroid, dll)
 Palpasi (benjolan, nyeri tekan)
24. Dada (Thoraks)
1) Paru-paru
 Inspeksi
 Palpasi
 Perkusi
 Auskultasi
2) Jantung
 Inspeksi
 Palpasi
 Perkusi
 Auskultasi
25. Abdomen
 Inspeksi
 Auskultasi
 Palpasi
 Perkusi
26. Pemeriksaan batang tubuh (truncus)/ ektremitas atas dan
bawah
 Inspeksi : (kesimetrisan, turgor kulit, lesi, udem,
CRT, dll)
 Palpasi : benjolan, nyeri tekan
Tahap Terminasi
Evaluasi hasil yang didapat sebagai berikut:
27. Evaluasi hasil kegiatan (subjektif dan objektif)
28.Berikan reinforcement positif pada klien

31
29.Lakukan kontrak untuk kegiatan selanjutnya
30.Buka sampiran
31. Cuci tangan efektif
Dokumentasi
32. Buat kesimpulan dan catat dari setiap langkah
pemeriksaan
33. Cantumkan nama dan tanggal pemeriksaan
34. Catat respon klien

32
PEMBERIAN OBAT SECARA 12 BENAR
A. PENGERTIAN
Obat merupakan sediaan atau paduan bahan-bahan yang siap untuk digunakan untuk
mempengaruhi atau menyelidiki sistem fisiologis atau keadaan patologi dalam rangka
penetapan diagnosis, pencegahan, penyembuhan, pemulihan, peningkatan, kesehatan dan
kontrasepsi (Kebijakan Obat Nasional, Departemen Kesehatan RI, 2005).
B. PENGGOLONGAN OBAT
1. Obat bebas, merupakan obat yang ditandai dengan lingkaran berwarna hijau dengan
tepi lingkaran berwarna hitam. Obat bebas umumnya berupa suplemen vitamin dan
mineral,obat gosok, beberapa analgetik-antipiretik, dan beberapa antasida. Obat
golongan ini dapat di beli bebas di Apotek, toko obat, toko kelontong, warung.
2. Obat bebas terbatas,merupakan obat yang ditandai dengan lingkaran berwarna biru
dengan tepi lingkaran hitam. Obat golongan ini antara lain: obat batuk, obat
influenza,obat penghilang rasa sakit dan penurun panas pada saat demam (analgetik-
antipiretik), beberapa suplemen vitamin dan mineral, dan obat-obat antiseptika, obat
tetes mata untuk iritasi ringan. Obat golongan ini hanya dapat dibeli di Apotek dan
toko obat berizin.
3. Obat keras, merupakan obat yang pada kemasannya ditandai dengan lingkaran yang
didalamnya terdapat huruf K berwarna merah yang menyentuh tepi lingkaran yang
berwarna hitam. Obat keras merupakan obat yang hanya bisa didapatkan dengan
resep dokter. Obat-obat yang umumnya masuk kedalam golongan ini antara lain obat
jantung, obat darah tinggi/hipertensi, obat darah rendah/antihipotensi, obatdiabetes,
hormone,antibiotika, dan beberapa obat ulkus lambung.
4. Obat Narkotika, merupakan zat atau obat yang berasal dari tanaman atau bukan
tanaman, baik sintetis maupun semi sintetis yang dapat menyebabkan penurunan atau
perubahan kesadaran, hilangnya rasa, mnengurangi sampai menghilangkan rasa
nyeri, dan dapat menimbulkan ketergantungan (UURI No.22 Th 1997 tentang
Narkotika). Obat ini pada kemasannya ditandai dengan lingkaran yang didalamnya
terdapat palang (+) berwarna merah. Contoh obat narkotika antara lain: opium, coca,
ganja/marijuana,morfin, heroin, dan lain sebagainya. Dalam bidang kesehatan, obat-
obat narkotika bisaa digunakan sebagai anestesi/obat bius dan analgetik/obat
penghilang rasa sakit.

33
C. REAKSI DAN EFEK OBAT
1. Farmakokinetik
Adalah proses obat memasuki tubuh dan akhirny keluardari tubuh. Proses terdiri
dari absorpsi, distribusi, metabolisme, dan ekskresi obat dari tubuh manusia.
a. Absorpsi
Adalah proses zat-zat dari obat masuk kedalam aliran/pembuluh darah. Cara
pemberian berdampak pada kecepatan keseluruhan bagian obat yang akan
diserap tubuh. Pemberian secara intravena merupakan cara tercepat dalam
absorpsi obat, kemudian diikuti dengan pemberian secara intramuscular,
subkutaneus,dan oral.
b. Distribusi
Adalah proses pengiriman zat-zat dalam obat kepada jaringan dan sel-sel
target. Proses dipengaruhi oleh system sirkulasi tubuh, jumlah zat obat yang
dapat terikat dengan protein tubuh serta jaringan atau sel tujuan dari obat
tersebut.

34
c. Metabolisme
Adalah proses deaktifasi/detoksifikasi zat-zat obat didalam tubuh.proses ini
terutama berlangsung didalam hepar, namun juga berlangsung didalam ginjal,
plasma darah, mukosa usus, dan paru-paru
d. Ekskresi
Adalah proses mengeluarkan oabat atau zat-zat sisa metabolismenya dari
dalam tubuh. Ginjal berfungsi untuk mengeluarkan sebagian besar sisa
metabolisme tersebut, sebagian yang lain dikeluarkan melalui paru-paru dan
intestinal.
2. Farmakodinamik
Adalah proses yang berhubungan dengan fungsi fisiologis dan biokimia dari obat
didalam tubuh. Reaksi kerja obat adalah hasil dari reaksi kimia antara zat-zat obat
dengan sel-sel tubuh untuk menghasilkan respon biologis tubuh. Kebanyakan obat
bereaksi dengan komponen sel untuk menstimulasi perubahan biokomia dan
fisiological sehingga obat menjadi efektif bagi tubuh. Reaksi ini dapat terjadi
secara local maupun sistemik didalam tubuh
a. Efek terapeutik
Adalah efek yang digunakan atau efek tujuan dari medikasi yang
diberikan.efek tersebut bervariasi berdasarkan bahan dasar obat, lama
penggunaan obat, dan kondisi fifik pasien. Puncak reaksi obat sangat bervariasi
tergantung dari obat yang diberikan dan cara pemberian yang dilakukan.
b. Efek Merugikan
Adalah efek lain dari obat selain efek terapi yang diinginkan. Efek merugikan
ini dapat merupakan efek lanjutan dari efek terapi, misalnya hipotensi dapat
terjadi ketika pemberian antihipertensi. Efek ini sering terjadi pada pasien yang
sangat parah kondisi dan menerima banyak medikasi (Cleveland,
Aschenbrenner, Venable, & Yensen, 1999)
c. Efek Samping
Efek merugikan obat dengan skala kecil disebut juga efek samping obat.
Banyak efek samping yang tidak berbahaya dan dapat diabaikan, namun ada
pula yang dapat membahayakan terutama ketika ada obat baru yang diberikan
atau ditambahkan dosisnya. Perawat harus waspada terhadap efek merugikan
dari obat ini.
d. Reaksi hipersensitifitas
Reaksi hipersensitifitas terjadi bila pasien sensitive terhadap efek dari
pengobatan yang dilakukan. Hal ini dapat terjadi bila dosis yang diberikan
lebih dari kebutuhan pasien sehingga menimbulkan efek lain yang tidak
diinginkan.
e. Toleransi
35
Adalah reaaksi yang terjadi ketika pasien mengalami penurunan respon/tidak
berespon terhadap obat yang diberikan, dan membutuhkan penambahan dosis
obat untuk mencapai efek terapi yang diinginkan. Beberapa zat yang dapat
menimbulkan toleransi terhadap obatadalah nikotin, etil, alcohol,opiate dan
barbiturat.
f. Reaksi alergi
Adalah akibat dari respon imunologik terhadap medikasi. Tubuh menerima
obat sebagai benda asing, sehingga tubuh akan membentuk antibody untuk
melawan dan mengeluarkan benda asing tersebut. Akibatnya akan
menimbulkan gejala/reaksi alergi yang dapat berkisar dari ringan sampai berat.
g. Toksisitas
Atau keracunan obat adalah reaksi yang terjadi karena dosis berlebih atau
penumpukan zat dalam darah akibatdari gangguan metabolisme atau ekskresi.
Perhatian harus diberikan pada dosis dan tingkat toksik obat, dengan
mengevaluasi fungsi ginjal dan hepar.
h. Interaksi antar obat
Hal ini terjadi ketika efek dari suatu obat terganggu akibat adanya obat lain
atau makanan yang mempengaruhi kerja obat didalam tubuh. Interaksi ini
dapat berbentuk saling menguatkan efek terapi dari obat atau saling
bertentangan dengan efek terapi.kadang-kadang makanan dapat juga
mempengaruhi reaksi obat. Dalam beberapa kasus, juga terjadi reaksi
pengumpulan zat-zat yang terdapat didalam obat, hal ini disebut reaksi
inkompatibilitas obat. Hampir seluruh obat-obatan akan berefek buruk bila
berinteraksi dengan obat lainnya, namun tidak selamanya dapat dihindarkan
untuk memberikan obat yang tidak saling berefek merugikan.
D. Prinsip 12B dalam pemberian obat ;
1. Benar Klien
a. Selalu dipastikan dengan memeriksa identitas pasien dengan memeriksa
gelang   identifikasi dan meminta menyebutkan namanya sendiri.
b. Klien berhak untuk mengetahui alasan obat
c. Klien berhak untuk menolak penggunaan sebuah obat
d. Membedakan klien dengan dua nama yang sama
2. Benar Obat
a. Klien dapat menerima obat yang telah diresepkan
b. Perawat bertanggung jawab untuk mengikuti perintah yang tepat
c. Perawat harus menghindari kesalahan, yaitu dengan membaca label obat
minimal tiga kali:
d. Pada saat melihat botol atau kemasan obat
e. Sebelum menuang/ menghisap obat
f. Setelah menuang/ mengisap obat
g. Memeriksa apakah perintah pengobatan lengkap dan sah
36
h. Mengetahui alasan mengapa klien menerima obat tersebut
i. Memberikan obat-obatan tanda: nama obat, tanggal kadaluarsa
3. Benar Dosis Obat
a. Dosis yang diberikan klien sesuai dengan kondisi klien.
b. Dosis yang diberikan dalam batas yang direkomendasikan untuk obat yang
bersangkutan.
c. Perawat harus teliti dalam menghitung secara akurat jumlah dosis yang akan
diberikan, dengan mempertimbangkan hal-hal sebagai berikut: tersedianya
obat dan dosis obat yang diresepkan/ diminta, pertimbangan berat badan
klien (mg/KgBB/hari), jika ragu-ragu dosisi obat harus dihitung kembali
dan diperiksa oleh perawat lain.
d. Melihat batas yang direkomendasikan bagi dosis obat tertentu.
4. Benar Waktu Pemberian
a. Pemberian obat harus sesuai dengan waktu yang telah ditetapkan.
b. Dosis obat harian diberikan pada waktu tertentu dalam sehari. Misalnya seperti
dua kali sehari, tiga kali sehat, empat kali sehari dan 6 kali sehari sehingga
kadar obat dalam plasma tubuh dapat dipertimbangkan.
c. Pemberian obat harus sesuai dengan waktu paruh obat (t ½ ). Obat yang
mempunyai waktu paruh panjang diberikan sekali sehari, dan untuk obat yang
memiliki waktu paruh pendek diberikan beberapa kali sehari pada selang
waktu tertentu.
d. Pemberian obat juga memperhatikan diberikan sebelum atau sesudah makan
atau bersama makanan
e. Memberikan obat obat-obat seperti kalium dan aspirin yang dapat mengiritasi
mukosa lambung bersama-sama dengan makanan.
f. Menjadi tanggung jawab perawat untuk memeriksa apakah klien telah
dijadwalkan untuk memeriksa diagnostik, seperti tes darah puasa yang
merupakan kontraindikasi pemeriksaan obat. 
5. Benar Cara Pemberian (rute)
a. Memperhatikan proses absorbsi obat dalam tubuh harus tepat dan memadai.
b. Memperhatikan kemampuan klien dalam menelan sebelum memberikan obat-
obat peroral
c. Menggunakan teknik aseptik sewaktu memberikan obat melalui rute
parenteral
d. Memberikan obat pada tempat yang sesuai dan tetap bersama dengan klien
sampai obat oral telah ditelan.
e. Rute yang lebih sering dari absorpsi adalah :
f. oral ( melalui mulut ): cairan , suspensi ,pil , kaplet , atau kapsul . ;
g. sublingual ( di bawah lidah untuk absorpsi vena ) ;
h. bukal (diantara gusi dan pipi) ;
i. topikal ( dipakai pada kulit ) ;
j. inhalasi ( semprot aerosol ) ;
k. instilasi ( pada mata, hidung, telinga, rektum atau vagina ) ;
37
l. parenteral : intradermal , subkutan , intramuskular , dan intravena.
6. Benar Dokumentasikan.
Pemberian obat sesuai dengan standar prosedur yang berlaku di rumah sakit.
Dan selalu mencatat informasi yang sesuai mengenai obat yang telah diberikan serta
respon klien terhadap pengobatan. 
7. Benar pendidikan kesehatan perihal medikasi klien
Perawat mempunyai tanggungjawab dalam melakukan pendidikan kesehatan
pada pasien, keluarga dan masyarakat luas terutama yang berkaitan dengan obat
seperti manfaat obat secara umum, penggunaan obat yang baik dan benar, alasan
terapi obat dan kesehatan yang menyeluruh, hasil yang diharapkan setelah pembeian
obat, efek samping dan reaksi yang merugikan dari obat, interaksi obat dengan obat
dan obat dengan makanan, perubahan-perubahan yang diperlukan dalam menjalankan
aktivitas sehari-hari selama sakit, dsb.
8. Hak klien untuk menolak
Klien berhak untuk menolak dalam pemberian obat. Perawat harus
memberikan Inform consent dalam pemberian obat.
9. Benar pengkajian
Perawat selalu memeriksa TTV (Tanda-tanda vital) sebelum pemberian obat.
10. Benar evaluasi
Perawata selalu melihat/ memantau efek kerja dari obat setelah pemberiannya. 
11. Benar reaksi terhadap makanan
Obat memiliki efektivitas jika diberikan pada waktu yang tepat. Jika obat itu
harus diminum sebelum makan (ante cimum atau a.c) untuk memperoleh kadar yang
diperlukan harus diberi satu jam sebelum makan misalnya tetrasiklin, dan sebaiknya
ada obat yang harus diminum setelah makan misalnya indometasin. 
12. Benar reaksi dengan obat lain
Pada penggunaan obat seperti chloramphenicol diberikan dengan omeprazol
penggunaan pada penyakit kronis
E. PEMBERIAN OBAT RECTAL SUPOSITURIA
1. DEFINISI
Obat suposituria atau rectal medication diberikan melalui anus dan berbentuk
seperti peluru atau cairan. Suposituria merupakan sediaan padat dalam berbagai
bobot dan bentuk, yang diberikan melalui rectal, vagina atau uretra, dan
suposituria untuk hidung dan untuk telinga (kerucut telinga) umumnya meleleh,
melunak atau melarut pada suhu tubuh.

38
2. TUJUAN
a. Penggunaan local memudahkan defekasi serta mengobati gatal, iritasi,dan
inflamasi karena hemoroid. Cairan enema diberikan melalui rectal dengan
menggunakan alat khusus. Cairan enema terdiri dari gliserin cair, sejumlah 100
ml dan dibiarkan sebentar sekitar 5-10 menit, sebelum akhirnya pasien merasa
ingin defekasi.
b. Penggunaan sistemik aminofilin dan teofilin untuk mendilatasi bronkus,
chlorprozamin untuk anti muntah, chloral hydrat untuk sedative dan hipnotif,
aspirin untuk analgetik-antipiretik. Obat antiemetic dapat juga diberikan
melalui rectal bila pemberian dengan cara lain tidak berhasil
c. Tujuan local seperti pada pengobatan wasir atau hemoroid dan penyakit infeksi
lainnya. Suposituria untuk tujuan sitemik karena dapat diserap oleh membrane
mukosa dalam rectum.
d. Untuk memperoleh kerja awal yang lebih cepat
e. Untuk menghindari perusakan obat oleh enzim di dalam saluran
gastrointestinal dan perubahan obat secara biokimia didalam hati
(Syamsuni,2005).
3. INDIKASI
Mengobati gejala-gejala rematoid, spondistis ankiloksa, gout akut dan osteoritis.
4. KONTRAINDIKASI
a. Hipersensitif terhadap ketoprofen, esetosal dan ains lain.
b. Pasien yang menderita ulkus pentrikum atau peradangan aktif (inflamasi akut)
pada saluran cerna.
c. Bionkospasme berat atau pasien dengan riwayat asma bronchial atau alergi.
d. Gagal fungsi ginjal dan hati yang berat.
e. Supositoria sebaiknya tidak di gunakan pada penderita piotitis atau hemoroid.
f. Pembedahan rekta
F. PEMBERIAN OBAT VAGINAL SUPOSITURIA
1. DEFINISI
Merupakan cara pemberian obat dengan memasukkan obat melalui vagina, yang
bertujuan untuk mendapatkan terapi obat dan mengobati saluran vagina atau
serviks. Obat ini tersedia dalam bentuk krim dan suppositoria yang digunakan
untuk mengobati infeksi local.
2. TUJUAN
1. Mengobati infeksi pada vagina
2. Menghilangkan nyeri, rasa terbakar dan ketidaknyamanan pada vagina
39
3. Mengurangi peradangan
3. INDIKASI
Vaginitis, keputihan vagina dan serviks (leher rahim) karena berbagai etiologi,
ektropia dan parsio dan serviks. Servik sebagai hemoestasis setelah biopsy dan
pengangkatan polip di serviks, erosi uretra eksterna dan popiloma uretra
kondiloma akuminata. Luka akibat penggunaan instrument ginekologi untuk
mempercepat proses penyembuhan setelah elektron koagulasi
4. KONTRAINDIKASI
Jangan diberikan pada orang yang mempunyai kecenderungan hipersensitif atau
alergi.
5. MACAM-MACAM OBAT PERVAGINAM
Tersedia dalam bentuk krim dan suppositoria yang digunakan untuk mengobati
infeksi lokal. Satu ovula dimasukan sedalam mungkin ke dalam vagina setiap hari
sebelum tidur selama 1-2 minggu boleh dipakai sebagai pengobatan tersendiri atau
sebagai terapi interval. Pemakaian selama masa haid (menstruasi) tidak dianjurkan.
Contoh obat supositoria vagina :
a. Flagil Supositoria
b. Vagistin Supositoria
c. Albotil Supositoria
d. Mistatin Supositoria
e. Tri Costatis Supositoria
f. Neoginoksa Supositoria

G. PEMBERIAN OBAT ORAL


1. PENGERTIAN
Memberikan obat oral adalah suatu tindakan untuk membantu proses
penyembuhan dengan cara memberikan obat-obatan melalui mulut sesuai dengan
program pengobatan dari dokter.
2. TUJUAN
a. Pasien mendapatkan pengobatan sesuai program pengobatan dokter.
40
b. Memperlancar proses pengobatan dan menghindari kesalahan dalam
pemberian obat.
3. Yang harus diperhatikan
a. Sebelum memberikan obat perawat harus mengetahui indikasi pemberian obat,
dan efek samping obat.
b. Menerapkan prinsip 12B benar dalam pemberian obat.
c. Dalam pemberian obat oral harus diperhatikan jenis obatnya. Pemberian obat
secara sublingual dilakukan dengan cara meletakkan obat di bawah lidah dan
menganjurkan pasien agar tetap menutup mulut, tidak minum/berbicara selama
obat belum larut seluruhnya. Dalam pemberian obat kumur pasien disarankan
untuk berkumur dengan obat yang telah ditentukan, siapkan pula wadah untuk
membuang cairan kumur. Dalam pemberian obat salep untuk lesi di mulut,
dilakukan sebelum atau setelah pasien makan dan minum, sehingga pemberian
obat efektif.
d. Perawat harus memastikan bahwa pasien betul-betul meminum obatnya. Bila
ada penolakan dari pasien untuk makan obat, maka perawat dapat mengkaji
penyebab penolakan serta memotivasinya. Bila pasien atau keluarga tetap
menolak pengobatan setelah dilakukan informed consent, maka pasien atau
keluarga yang bertanggung jawab, menandatangani surat penolakan.
e. Bila pasien tidak kooperatif, pemberian obat oral dapat melibatkan keluarga.
f. Perawat harus melindungi pasien dari bahaya aspirasi
g. Posisikan pasien pada posisi duduk untuk mencegah akumulasi cairan
tertinggalnya obat dibelakang tenggorokan
h. Pasien yang tidak dapat menelan dengan cepat seharusnya diberi sejumlah air
tiap kali pasien menelan
i. Pasien seharusnya menelan hanya satu pil atau satu kapsul pada satu waktu
j. Jika pasien mulai batuk saat pemberian obat,perawat menahan memberikan
obat yang berikutnya sampai pasien dapat bernafas lebih mudah.

4. Bentuk sediaan obat


Bentuk sediaan Keterangan
1.Kapsul 1. Pembungkus terbuat dari gelatin yang
berisi bubuk atau cairan obat

41
2. Sediaan obat cair dengan pelarut alcohol

2.Eliksir

3.Emilsi 3. Obat dalam bentuk suspense/larutan kental


4. Pelapis enteral 4. Pelapis khusus yang hanya larut ketika
berada di usus dan tidak dilambung karena
sifatnya mengiritasi lambung.
5.Lozenge (troche)/tablet hisap 5. Tablet yang dapat dilarut dimulut

6.Bubuk 6. Bentuk dasar obat, dilarutkan dengan air


sebelum digunakan
7.Suspense/larutan 7. Bentuk obat cair yang harus di kocok
sebelum digunakan karena biasanya
terpisah dengan larutannya
8.Sirup 8. Obat dalam bentuk larutan dan gula
9.Tablet 9. Bentuk padat bubuk obat (bulat,elips)
yang dapat dibelah menjadi dua bagian.
Dapat dilapisi gula atau lapisan tipis untuk
membantu daya kohesi

42
10. Larutan sangat kental yang larut dalam
alcohol, biasanya berasal dari tumbuhan
dan dalam dosis kecil

10.Tincture

5. Keuntungan
a. Nyaman dan sering kali cocok dengan pasien
b. Lebih hemat (obat oral tak semahal obat yang diberikan dengan cara lain)
c. Jarang menyebabkan kecemasan pada pasien
6. Kerugian
a. Obat oral dihindari bila pasien mengalami gangguan pada fungsi
gastrointestinal (seperti mual,muntah), berkurangnya mobilitas usus (setelah
anestesi atau peradangan usus dan operasi pembedahan pada bagian saluran
gastrointestinal)
b. Beberapa obat dapat dirusak oleh asam lambung. Pemberian obat oral
kontraindikasi pada pasien yang tidak dapat menelan (pada pasien yang
mengalami gangguan neuromuscular, struktur esophagus,lesi pada mulut)
c. Obat oral tidak dapat diberikan pada pasien dengan suction lambung dan
kontraindikasi pada pasien yang akan menjalani beberapa tes diagnostic
d. Obat oral tidak dapat diberikan pada pasien yang tidak sadar atau gelisah tidak
dapat menelan
e. Obat oral mungkin mengiritasi saluran gastrointestinal, gigi menjadi berubah
warna dan ada obat oral yang memiliki bau yang tidak enak.

43
Kompetensi : Memberikan Obat Oral
Waktu :
Nama :
NIM :

44
Kompetensi
Aspek yang dinilai
ya tdk
Tahap Pra Interaksi
1.Kaji kebutuhan pasien dengan melihat catatan
keperawatan/medis
2.Check 12 B
3. Cuci tangan efektif
4.Siapkan alat-alat:
a. catatan pengobatan
b. sarung tangan disposibel
c. obat yang diberikan
d. cucing untuk tempat obat
e. sendok
f. sedotan
g. air minum
h. baki tempat obat
i. kertas tisu
j. pengalas (perlak dan kain)
k. bengkok
5.Cuci tangan efektif
Tahap Orientasi
6.Salam pembuka dan perkenalkan diri
7.Lakukan identifikasi, 2 identitas: ( tanyakan Nama dan
lihat No.RM/ tanggal lahir)
8.Jelaskan prosedur
9.Kontrak waktu
10.Jelaskan tujuan tindakan pada pasien dan keluarga
11.Tanyakan Keluhan pasien
12.Berikan kesempatan pasien untuk bertanya
Tahap Kerja
13.Sediakan privacy bagi pasien : tutup sampiran
14.Turunkan side rail
15.Cuci tangan efektif
16.Pakai sarung tangan jika terdapat kemungkinan perawat
terkontaminasi sekret oral
45
17.Bantu pasien ke posisi duduk atau fowler
18.Pasang pengalas
19.Buka pembungkus obat dan tempatkan satu obat di tangan
Kompetensi : Memberikan Obat Suppositoria
Waktu :
Nama :
NIM :

KOMPETENSI
Aspek yang dinilai
ya tdk
Tahap Pra Interaksi
1. Kaji kebutuhan pasien dengan melihat catatan
keperawatan/medis
2. Cuci tangan efektif
3. Siapkan alat-alat:
a. catatan pemberian obat
b. pulpen
c. sarung tangan disposible
d. obat yang akan diberikan
e. baki obat
f. perlak dan pengalas
g. lubrikasi/jelly
h. tissue
i. bengkok
4. Cuci tangan efektif
Tahap Orientasi
5. Salam pembuka dan perkenalkan diri
6. Lakukan identifikasi, 2 identitas: ( tanyakan Nama dan
lihat No.RM/ tanggal lahir)
7. Jelaskan prosedur
8. Kontrak waktu
9. Jelaskan tujuan tindakan pada pasien dan keluarga
10. Tanyakan Keluhan pasien
11. Berikan kesempatan pasien untuk bertanya
Tahap Kerja
12. Jaga privasi pasien : tutup sampiran
13. Turunkan side rail
14. Cuci tangan efektif
15. Gunakan sarung tangan
16. Bantu pasien ke posisi prone atau posisi side lying (miring)
dengan kaki yang diatas ditekuk
17. Tempatkan pengalas/perlak di bawah bokong pasien
18. Buka obat suppositoria , gosok ujung yang tajam sampai
46
terasa ujung obat tidak begitu tajam dan tidak akan
melukai membran rektum
19. Oleskan daerah sekitar ujung obat dengan lubrikasi/jelly
20. Regangkan bokong dengan tangan yang non dominan
21. Instrusikan pasien untuk rileks dan napas dalam
22. Masukkan suppositoria ke dalam rektum sampai cincin
anal menutup kembali
23. Keluarkan jari, bersihkan kulit dengan tissue dari
lubrikasi/jelly yang berlebihan, dan lepaskan bokong
pasien
24. Instruksikan pasien untuk menahan bokong 3-4 menit dan
tetap mempertahankan posisi prone/side lying 15- 20 menit
(untuk meminimalkan kemungkinan lepasnya obat
suppositoria)
25. Rapikan alat
26. Lepas sarung tangan
27. Pasang side rail
28. Cuci tangan efektif
29. Buka sampiran
Tahap Terminasi
30. Evaluasi hasil yang dicapai (subyektif dan obyektif)
31. Berikan reinforcement posistif pada pasien
32. Kontrak pertemuan selanjutnya (kegiatan, waktu, dan
tempat)
33. Salam penutup
34. Cuci tangan efektif
Pendokumentasian
35. Lakukan pendokumentasian:nama, waktu, dosis, dan rute
dari obat yang diberikan, kondisi anus dan area
disekitarnya, jika abnormal, efek medikasi pada pasien

47
PEMBERIAN OBAT MATA dan TELINGA

A. Pemberian Obat Tetes Mata


1. Definisi
Mata adalah organ yang sangat sensitive. Kornea, bagian anterior bola mata,
sangat banyak mengandung serabut nyeri yang sensitive. Perawat harus menghindari
memberikan tetes mata dan salep mata langsung pada permukaan ornea sehingga
ketidaknyamanan pasien minimal. Juga penting bahwa perawat menggunakan
kewaaspadaan dalam memberikan obat mata sehingga aplikator tidak membuat
sentuhan yang mencederai permukaan mata karena cedera dapat terjadi dengan
mudah.
Tetes mata adalah cairan steril atau larutan berminyak atau suspensi yang
ditujukan untuk dimasukkan ke dalam saccus conjungtival.
Tetes mata adalah sediaan steril yang berupa larutan atau suspensi yang digunakan
dengan cara meneteskan obat pada selaput lendir mata disekitar kelopak mata dari
bola mata.biasanya berikan pada kondisi mata yang terluka atau kecelakaan atau
pembedahan dan mereka kemudian secara potensial lebih berbahaya daripada injeksi
intavena.
2. Tujuan
Obat mata diberikan untuk:
a. Mendilatasikan pupil untuk struktur internal mata
b. Melemahkan otot lensa mata untuk mengukur refraksi lensa
c. Menghilangkan iritasi lokal
d. Mengobati gangguan mata
e. Meminyaki kornea dan konjungtiva
B. Topical mata
Pemberian obat secara topikal adalah memberikan obat secara lokal pada kulit atau
pada membrane pada area mata, hidung, lubang telinga, vagina dan rectum. Obat-obat
topical bisa berbentuk krim, salep, lotion yang mengandung minyak, lotion yang
mengandung suspense, bubuk, dan spray aerosol.
Pemberian obat melalui mata adalah memberi obat kedalam mata berupa cairan dan
salep.
1. Tujuan
a. Untuk mengobati gangguan pada mata
b. Untuk mendilatasi pupil pada pemeriksaan struktur internal mata
c. Untuk melemahkan otot lensa mata pada pengukuran refraksi mata
48
d. Untuk mencegah kekeringan pada mata
C. Pemberian Obat Tetes Telinga
1. Definisi
Memberikan obat pada telinga melalui kanal eksternal, dalam bentuk cair.
2. Tujuan
a. Untuk memberikan effek terapi lokal (mengurangi peradangan, membunuh
organisme penyebab infeksi pada kanal telinga eksternal)
b. Menghilangkan nyeri
c. Untuk melunakkan serumen agar mudah untuk diambil

49
Kompetensi : Pemberian Obat Tetes Mata
Waktu :
Nama :
Nim :
KOMPETEN
ASPEK YANG DINILAI SI
Ya Tdk
Tahap Pra Interaksi
1. Kaji kebutuhan pasien dengan melihat catatan keperawatan/medis
2. Cuci tangan efektif
3. Siapkan alat-alat:
a. Obat tetes mata
b. Kapas mata
c. Bengkok
d. Sarung tangan
e. Tissue
f. Air hangat/water steril(Nacl)
4. Cuci tangan efektif
Tahap Orientasi
5. Salam pembuka dan perkenalkan diri
6. Lakukan identifikasi 2 identitas (tanyakan nama dan lihat No.RM
atau tanggal lahir)
7. Jelaskan prosedur tindakan pada pasien dan keluarga
8. Kontrak waktu
9. Jelaskan tujuan tindakan pada pasien dan keluarga
10. Tanyakan keluhan/kondisi pasien dan kaji adanya alergi
11. Berikan kesempatan pasien dan keluarga untuk bertanya
Tahap Kerja
12. Jaga privasi pasien
13. Dekatkan alat ke samping kanan pasien
14. Cuci tangan efektif

50
15. Pasang sarung tangan
16. Posisikan pasien terlentang atau duduk dengan hiperekstensi leher
17. Kelopak mata dibersihkan terlebih dahulu dari dalam ke luar
18. Minta pasien untuk melihat ke langit-langit
19. Teteskan obat tetes mata :
a. Dengan tangan dominan ada di dahi pasien, pegang penetes
mata yang terisi obat kurang lebih 1-2 cm (0,5 - 0,75 inci)
diatas sacus konjungtiva. Sementara jari tangan non dominan
menarik kelopak mata bawah.
b. Teteskan sejumlah obat yang diresepkan ke dalam sacus
konjungtiva. Sacus konjungtiva normal menahan 1-2 tetes.
Meneteskan obat tetes ke dalam sacus memberikan penyebaran
obat yang merata ke seluruh mata.
c. Bila pasien berkedip atau menutup mata atau bila tetesan jatuh
ke pinggir luar kelopak mata, ulangi prosedur.
d. Setelah meneteskan obat tetes, minta pasien untuk menutup
mata dengan perlahan
e. Berikan tekanan yang lembut pada duktus nasolakrimal pasien
selama 30-60 detik.
20. Bila ada kelebihan obat pada kelopak mata, dengan perlahan usap
dari bagian dalam ke luar kantus.
21. Rapikan alat dan buang peralatan yang sudah dipakai.
22. Lepas sarung tangan
23. Cuci tangan efektif
24. Buka sampiran
Tahap terminasi
25. Evaluasi hasil kegiatan (subjektif dan objektif)
26. Berikan reinforcement positif pada pasien
27. Lakukan kontrak untuk kegiatan selanjutnya
28. Salam penutup
29. Cuci tangan efektif
Tahap Dokumentasi
30. Lakukan pendokumentasian : Catat obat, konsentrasi, jumlah
tetesan, waktu pemberian, dan bagian mata (kiri, kanan, atau

51
kedua-duanya) yang diberikan obat.

52
Kompetensi : Obat Salep Mata
Waktu :
Nama mahasiswa :
Nim :
Aspek yang Dinilai Kompetensi
Ya Tdk
Tahap Pra Interaksi
1. Cek catatan keperawatan dan medis: mengecek rencana tindakan
medic/keperawatan
2. Cuci tangan efektif
3. Siapkan alat-alat :
a. Catatan obat
b. Obat salep mata
c. Kassa/kapas sterill
d. Bengkok
e. Kassa dan larutan Nacl hangat untuk membersihkan
mata
f. Bola-bola kapas
g. Plester / hepavix
h. Sarung tangan
4. Cuci tangan efektif
Tahap Orientasi
5. Salam pembuka dan perkenalkan diri
6. Lakukan identifikasi identitas (tanyakan nama, tanggal lahir dan
lihat nomer RM)
7. Jelaskan tujuan tindakan pada pasien dan keluarga
8. Jelaskan prosedur tindakan
9. Kontrak waktu
10. Tanyakan keluhan saat ini
11. Berikan kesempatan pasien bertanya sebelum kegiatan dilakukan
Tahap Kerja

53
12. Jaga privasi pasien
13. Mendekatkan alat ke samping kanan pasien
14. Cuci tangan dan gunakan sarung tangan
15. Posisikan pasien terlentang atau duduk dengan hiperekstensi leher
16. Kelopak mata dibersihkan terlebih dahulu dari dalam ke luar
17. Memasukkan salep mata :
 Minta pasien untuk melihat ke langit – langit
 Pegang aplikator salep diatas pinggir kelopak mata, pencet
tube sehingga memberikan aliran tipis sepanjang tepi dalam
kelopak mata bawah pada konjungtiva.
 Minta pasien untuk melihat kebawah
 Membuka kelopak mata atas
 Berikan aliran tipis sepanjang kelopak mata atas pada
konjungtiva bagian dalam
 Biarkan pasien memejamkan mata dan menggosok kelopak
mata secara perlahan dengan gerakan sirkuler menggunakan
bola kapas.
18. Bila terdapat kelebihan obat pada kelopak mata, dengan perlahan
usap dari bagian dalam ke luar kantus
19. Bila pasien mempunyai penutup mata, pasang penutup mata yang
bersih diatas pada mata yang sakit sehingga seluruh mata
terlindungi. Plester dengan aman tanpa memberikan penekanan
pada mata. (jika perlu)
20. Buang peralatan yang sudah dipakai
21. Lepaskan sarung tangan
22. Cuci tangan efektif
23. Buka sampiran
Tahap terminasi
24. Evaluasi hasil kegiatan (subjektif dan objektif)
25. Berikan reinforcement positif pada pasien
26. Lakukan kontrak untuk kegiatan selanjutnya
27. Salam penutup
28. Cuci tangan efektif

54
29. Tahap Dokumentasi
Lakukan pendokumentasian : Catat obat, konsentrasi, jumlah tetesan,
waktu pemberian, dan mata (kiri, kanan, atau kedua-duanya) yang
diberikan obat.

Kompetensi : Pemberian Obat Tetes Telinga

55
Waktu :
Nama :
Nim :

Kompetensi
ASPEK YANG DINILAI
Ya Tidak
Tahap Pra Interaksi
1. Kaji kebutuhan pasien dengan melihat catatan keperawatan/medis
2. Cuci tangan efektif
3. Siapkan alat-alat:
a. Catatan obat
b. Obat tetes telinga
c. Alat tetes
d. NaCl hangat
e. Spuit irigasi telinga
f. Cotton bud/Lidi kapas
g. Tissue
h. Bola kapas bersih
i. Sarung tangan bersih bila perlu
j. Bak instrument
k. Nierbekken/bengkok
l. Perlak dan handuk kecil
m. Pen light
4. Cuci tangan efektif
Tahap Orientasi
5. Salam pembuka dan perkenalkan diri
6. Lakukan identifikasi 2 identitas (tanyakan nama dan lihat No.RM atau
tanggal lahir)
7. Jelaskan prosedur tindakan pada pasien dan keluarga
8. Kontrak waktu

56
9. Jelaskan tujuan tindakan pada pasien dan keluarga
10. Tanyakan keluhan/kondisi pasien
11. Berikan kesempatan pasien dan keluarga untuk bertanya

Tahap Kerja
12. Jaga privasi pasien
13. Dekatkan alat ke samping kanan pasien
14. Cuci tangan efektif
15. Pasang sarung tangan
16. Kaji kondisi telinga pasien
17. Atur posisi kepala pasien miring dengan telinga yang akan diobati berada
di atas,
18. Bila terdapat serumen atau drainase, bersihkan dengan lidi kapas. Hati-
hati jangan sampai serumen terdorong. Tetapi jika tidak cukup bersih,
lakukan cuci telinga dengan cara :
a. Miringkan kepala pasien yang akan diobati, telinga yang diobati
menghadap ke atas
b. Masukkan Nacl hangat ke telinga sampai penuh
c. Bagian depan telinga/rabus ditekan dan digerakkan (dikocok, bila ada
nanah akan berbuih)
d. Setelah berbuih buang obat cuci telinga dengan memiringkan kepala
ke bawah.
e. Ulangi langkah 18a-18d sampai titik berbuih (4-5 kali)
f. Keringkan telinga dengan kapas bersih
19. Luruskan saluran telinga dengan menarik daun telinga ke bawah dan
kebelakang pada anak-anak, atau ke atas dan keluar untuk dewasa
20. Teteskan obat yang diresepkan, pasang alat tetes 1 cm di atas saluran
telinga
21. Minta pasien untuk tetap miring selama 2-3 menit. Beri pijatan atau
tekan lembut pada tragus telinga dengan menggunakan jari tangan
22. Tutupi saluran telinga dengan bola kapas tetapi jangan ditekan (bila
dokter menganjurkan). Biarkan selama 15 menit
23. Rapikan alat
24. Buka handscoon dan cuci tangan efektif
57
25. Buka sampiran
Tahap terminasi
26. Evaluasi hasil kegiatan (subjektif dan objektif) : kaji pada karakter dan
jumlah pengeluaran, adanya ketidaknyamanan dan lain sebagianya.
Lakukan segera setelah obat dimasukkan dan ulangi pada saat efek obat
telah bekerja.
27. Berikan reinforcement positif pada pasien
28. Lakukan kontrak untuk kegiatan selanjutnya
29. Salam penutup
30. Cuci tangan
31. Tahap Dokumentasi
Lakukan pendokumentasian jenis obat, konsentrasi, jumlah tetesan, waktu
pemberian dan telinga yang diobati (kanan/kiri) pada kartu obat pasien

PEMBERIAN OBAT PARENTERAL

A. DEFINISI
58
Pemberian obat parenteral merupakan pemberian obat yang dilakukan dengan
menyuntikkan obat tersebut ke jaringan tubuh. Pemberian obat melalui parenteral dapat
dilakukan dengan cara:
1. Intravenous (IV) yaitu menyuntikkan obat ke dalam vena
2. Intracutan (IC) atau intradermal yaitu menyuntikkan obat ke dalam lapisan dermal
atau kulit
3. Subcutaneus (SC) yaitu menyuntikkan obat ke dalam jaringan yang berada di bawah
lapisan dermis/kulit
4. Intramuscular (IM) yaitu menyuntikkan obat ke dalam lapisan otot tubuh

Cara parenteral ini dapat dilakukan jika obat tidak dapat diabsorbsi melalui
sistem gastrointestinal atau malah akan dihancurkan oleh sistem gastrointestinal. Obat-
obat yang diberikan melalui parenteral ini diabsorbsi lebih cepat dibandingkan dengan
obat yang diberikan melalui gastrointestinal, karena obat tidak perlu melewati barier
jaringan epitel organ gastrointestinal sebelum akhirnya masuk ke sirkulasi darah. Obat
juga diberikan pada pasien yang tidak sadar atau tidak kooperatif yang tidak dapat atau
tidak mau menelan obat oral. Obat yang disuntikkan dalam tubuh dapat berupa cair atau
suspensi. Larutan cair disiapkan dalam 3 bentuk : ampul, vial, dan unit disposibel.
Tujuan dari penggunaan prinsip pemberian obat adalah untuk mencegah
terjadinya cidera pada pasien karena adanya kesalahan obat ataupun pemberian obat.
Sebelum obat diberikan, perawat harus melakukan pengkajian terutama tentang instruksi
dokter, umur, dan berat badan pasien, dan pencahayaan di ruang persiapan. Hal-hal yang
perlu diperhatikan saat mempersiapkan obat adalah :
 Baca dalam buku referensi obat atau tanyakan pada ahli farmasi untuk obat yang belum
dikenal.
 Bayi dan anak-anak memerlukan dosis obat yang sangat rendah.
 Pemberian obat cair pada anak akan lebih tepat jika diukur dengan menggunakan spuit
daripada dengan gelas ukur.
B. PRINSIP DALAM PEMBERIAN OBAT YAITU 12 BENAR

59
1. Benar pasien : periksa nama pasien, nomor RM, ruang, nama dokter yang meresepkan
pada catatan pemberian obat, catatan pemberian obat, kartu obat, dan gelang identitas
pasien.
2. Benar obat : periksa label obat dengan catatan pemberian obat, memastikan bahwa
obat yang diberikan adalah obat yang sesuai dengan instruksi dokter dan obat generik
sesuai dengan nama dagang obat. Pastikan bahwa pasien tidak mempunyai alergi pada
kandungan obat yang akan diberikan.
3. Benar dosis : pastikan dosis yang diberikan sesuai dengan rentang pemberian dosis,
berat badan dan umur pasien. Periksa dosis pada label obat untuk membandingkan
dengan dosis yang tercatat pada catatan pemberian obat, lakukan penghitungan dosis
secara akurat.
4. Benar waktu : periksa waktu pemberian obat sesuai dengan waktu yang tertera pada
catatan pemberian obat (misalnya obat yang diberikan 2 kali sehari, maka pada catatan
pemberian obat akan tertera waktu pemberian jam 6 pagi, dan 6 sore).
5. Benar cara/rute : periksa label obat untuk memastikan bahwa obat tersebut dapat
diberikan sesuai cara yang diinstruksikan dan periksa cara pemberian pada catatan
pemberian obat.
6. Benar kadaluwarsa : sebelum memberikan obat kepada pasien harus diperiksa dan
dipastikan terlebih dahulu bahwa obat yang akan diberikan kepada pasien tidak
melewati batas waktu kadaluarsa.
7. Benar informasi : informasi yang diberikan benar terhadap pasien bersangkutan bukan
pasien lain terkait dalam pemberian obat.
8. Benar reaksi obat terhadap makanan : beberapa obat bisa berinteraksi dengan
kandungan dalam makanan sehingga bisa mengganggu farmakodinamik dan
farmakokinetik.
9. Benar reaksi obat terhadap obat lain : beberapa kandungan dalam obat bisa
berinteraksi dengan kandungan obat lain dan menimbulkan akibat yang bisa
membahayakan pasien. Interaksi ini bisa dibaca pada label obat.
10. Benar pendidikan kesehatan terhadap medikasi :nama obat, manfaat, efek samping
yang mungkin muncul harus disampaikan ke pasien.
11. Benar hak pasien untuk menolak : pasien berhak untuk menolak pengobatan jika
pasien mempunyai alasan kuat. Perawat harus memberikan Health Education untuk
memotivasi pasien agar mau menerima pengobatan. Jika pasien tetap tidak bersedia
maka laporkan ke dokter yang menangani pasien tersebut.
12. Benar pendokumentasian: dokumentasikan pemberian obat setelah melakukan
tindakan dalam catatan implementasi keperawatan meliputi waktu pemberian, obat
yang diberikan lengkap dengan rutenya beserta evaluasi respon pasien selama
tindakan. Jika obat tidak diberikan, ikuti kebijakan institusi untuk mendokumentasikan
alasan mengapa obat tidak diberikan.
Dalam memeriksa label obat, perlu dilakukan setiap :
60
a. Sebelum mengambil obat dan tempat penyimpanannya
b. Sebelum menuangkan atau mengambil obat sesuai dosis
c. Sebelum meletakkan obat kembali ke tempat penyimpannya
Beberapa hal yang perlu diperhatikan saat menyiapkan obat :
 Jangan membuka bungkus obat jika dosis obat telah pasti. Buka sebelum diberikan pada
pasien.
 Pisahkan obat-obat yang memerlukan data pengkajian awal, seperti tanda vital.
 Periksa tanggal kadaluarsa obat saat menyiapkan
C. CARA MENGHITUNG DOSIS OBAT :

Dosis yang diinginkan Jumlah


X = Dosis yang diberikan
Dosis yang tersedia pengenceran

D. CARA MENYIAPKAN OBAT


Prosedur saat Menyiapkan Obat dari Vial:
Peralatan :
a. Catatan pemberian obat/kartu obat sesuai dengan cara pemberian obat.
b. Sarung tangan
c. Obat yang akan diberikan
d. Kupet
e. Spuit dengan jarum yang sesuai
f. Kapas alcohol
g. Label obat
 Obat vial dipersiapkan dengan menggunakan teknik aseptic dan diberikan melalui
parenteral. Sebelumnya perlu diperhatikan dan dikaji kandungan dalam obat, dosis
dalam vial, kondisi larutan (kejernihan cairan, ada/tidaknya endapan, warna cairan)
serta tanggal kadaluarsa obat pada vial.
 Beberapa hal yang perlu diperhatikan saat menyiapkan obat dari vial :
 Jika obat perlu dicampurkan, ikuti petunjuk pada vial
 Pertahankan kesterilan spuit, jarum dan obat saat meyiapkan

61
Prosedur :
1. Cuci tangan
2. Siapkan peralatan
3. Periksa label vial dengan catatan obat sesuai prinsip
4. Hitung dosis yang diperlukan
5. Buka segel pada bagian tutup obat tanpa menyentuh bagian karetnya
6. Olesi bagian karet tersebut dengan kapas alcohol
7. Tambahkan aquabides dalam vial dengan spuit sesuai kebutuhan, cabut jarum
dan tutup kembali jarum, kemudian goyangkan vial untuk mencampurkan obat.
8. Masukkan udara pada spuit sejumlah obat yang akan diambil, jangan menyentuh
bagian dalam plunger
9. Aspirasi obat sesuai jumlah yang diinginkan
10. Buka tutup jarum
11. Dengan sudut miring, masukkan jarum perlahan pada karet penutup vial dengan
bagian jarum yang runcing terlebih dahulu
12. Masukkan hingga jarum masuk seluruhnya dan tekan plunger
13. Pegang vial dengan tangan nondominan dan balikkan, pertahankan jarum tetap
di dalamnya, control spuit dengan tangan nondominan dan tahan plunger dengan
ibu jari
14. Tarik jarum hingga berada di bawah cairan obat dan pertahankan pada posisi
tersebut
15. Tarik plunger perlahan hingga spuit terisi cairan sesuai dosis yang diinginkan
16. Jika terdapat gelembung air pada spuit, jentikkan spuit dengan jari tangan
dominan
17. Dorong plunger hingga udara keluar dari spuit
18. Tambahkan larutan aquabides jika diperlukan
19. Jika akan menyuntuikkan obat langsung melalui vena pasien, maka jarum
sebaiknya diganti.

Prosedur saat Menyiapkan Obat dari Ampul:


Peralatan :
a. Catatan pemberian obat.
b. Sarung tangan
c. Obat yang akan diberikan
62
d. Kupet
e. Spuit dengan jarum yang sesuai
f. Kapas alcohol
g. Label obat
 Obat ampul dipersiapkan dengan menggunakan teknik aseptik dan diberikan
melalui parenteral. Sebelumnya perlu diperhatikan dan dikaji kandungan dalam
obat, dosis dalam ampul, kondisi larutan (kejernihan cairan, ada/tidaknya
endapan, warna cairan) serta tanggal kadaluarsa obat pada ampul.
 Beberapa hal yang perlu diperhatikan saat menyiapkan obat dari ampul :
 Pertahankan kesterilan spuit, jarum dan obat saat meyiapkan
 Buang bekas ampul pada tempat khusus setelah dibungkus dengan kertas tissue
Prosedur :
1. Cuci tangan
2. Siapkan peralatan
3. Periksa label vial dengan catatan obat sesuai prinsip
4. Hitung dosis yang diperlukan
5. Pegang ampul dan turunkan cairan di atas leher ampul dengan menjentikkan
leher ampul atau putarkan dengan cara merotasikan pergelangan tangan
6. Usapkan kapas alcohol di sekeliling leher ampul dengan tangan dominan,
tempatkan jari tangan non dominan di sekeliling bagian bawah ampul dengan
jari melawan sudut
7. Patahkan ampul dengan menjauhi diri dan orang yang ada di dekat anda
8. Tempatkan tutup ampul pada kertas atau buang di tempat khusus
9. Buka tutup jarum
10. Tekan plunger hingga habis, jangan aspirasi udara ke dalam spuit
11. Tempatkan jarum ke dalam ampul, jaga agar jarum menyentuh sisi potongan
ampul
12. Aspirasi sejumlah cairan ke dalam spuit dan lepaskan jarum dari ampul
13. Tempatkan ampul pada kertas atau buang di tempat khusus
14. Jika ada gelembung udara pada spuit, keluarkan dengan memegang spuit secara
vertical
15. Periksa kembali jumlah larutan dalam spuit, bandingkan dengan jumlah yang
dibutuhkan
16. Bandingkan label obat dengan catatan pemberian obat
17. Ganti jarum jika obat diketahui dapat mengiritasi jaringan

63
E. CARA MEMBERIKAN OBAT
1. INJEKSI INTRAVENA (IV)

Tujuan : Memasukkan sejumlah obat langsung ke pembuluh darah vena

Hasil yang diharapkan :


 Obat dapat diberikan tanpa munculnya tanda-tanda reaksi local atau sistemik

Hal – hal yang harus diperhatikan :


 Pastikan pasien tidak alergi terhadap obat yang akan diberikan. Jika belum
diketahui pasien alergi atau tidak sebaiknya dilakukan skin test
 Setelah pemberian Obat IV respon pasien harus diobservasi karena reaksi sistemik
yang muncul lebih cepat daripada pemberian rute lainnya.

64
KOMPETENSI : INJEKSI INTRAVENA
WAKTU : 15 MENIT
NAMA MAHASISWA :
NIM :
KOMPETEN
Aspek yang dinilai
ya tdk
Tahap pre-interaksi
1. Kaji kebutuhan pasien dengan melihat catatan keperawatan/medis
2. Cuci tangan efektif
3. Siapkan troli yang sudah dibersihkan dan dilengkapi alat-alat :
a. Catatan pemberian obat
b. Kupet
c. Sepasang sarung tangan dalam dressing jar
d. Kapas injeksi dalam kom dan alcohol70%
e. Obat yang akan disuntikkan
f. Aquabidest
g. Korentang
h. Spuit dengan jarumnya (ukuran sesuai yg dibutuhkan)
i. Hifafix
j. Gunting plester
k. Kikir/gergaji ampul (jika ampul tidak diberi tanda)
l. Hand rub
m. Bengkok
n. 1 buah Pengalas
o. 1 buah Torniqet
p. Tempat sampah tajam (safety box)
q. Tempat sampah medis (warna kuning)
4. Baca label obat untuk memastikan kandungan, dosis dalam kemasan,
tanggal kadaluwarsa obat, rute pemberian (12 Benar)
5. Cuci tangan efektif
Tahap Orientasi
6. Salam pembuka dan perkenalkan diri
7. Lakukan identifikasi, identitas (tanyakan nama dan lihat no
RM/tanggal lahir)
8. Jelaskan tujuan tindakan pada pasien dan keluarga(meliputi jenis
obat yang akan diberikan, kegunaan, dan cara pemberian serta
kemungkinan efek samping obat)
9. Jelaskan prosedur tindakan
10. Kontrak waktu
11. Tanyakan keluhan saat ini dan kaji adanya alergi
12. Berikan kesempatan pasien bertanya sebelum kegiatan dilakukan

65
Tahap Kerja
13. Jaga privasi pasien, tutup sampiran
14. Sepakati lokasi berdasarkan prioritas
15. Dekatkan peralatan (trolly injeksi)
16. Periksa label obat sesuai program terapi (dengan prinsip 12 B)
17. Cuci tangan efektif
18. Pakai sarung tangan
19. Buka spuit dari bungkusnya, eratkan jarum dengan spuit, tarik spuit
dan semprotkan untuk mengetahui adanya sumbatan pada jarum
20. Buka tutup jarum dengan teknik satu tangan, selama prosedur
dilakukan jangan sampai menyentuh bagian jarum
21. Oplos obat sesuai kebutuhan (jika obat dalam bentuk vial)
22. Ambil obat sesuai dosis yang diberikan
23. Keluarkan udara dari spuit yang telah berisi obat dengan memegang
spuit tegak lurus
24. Letakkan spuit yang berisi obat dalam kupet
25. Palpasi dan Tentukan area suntikan (diusahakan mencari vena yang
paling ujung dan tidak bercabang)
26. Pasang pengalas
27. Pasang tourniquet 10-15 cm bagian proximal lokasi yang dipilih
untuk melakukan fiksasi
28. Desinfeksi daerah yang akan di tusuk dengan alkohol arah melingkar
dari dalam keluar dengan diameter4-5 cm
29. Tusukkan dengan kemiringan 15-30 derajat dengan mengarah
kejantung (bevel menghadap ke atas)
30. Lakukan aspirasi, pastikan darah tampak keluar pada hub
31. Lepaskan toerniquet
32. Dorong plunger untuk memasukkan obat
33. Kaji reaksi pasien selama prosedur dilakukan untuk mengetahui
adanya reaksi alergi terhadap obat yang diberikan (misal : gatal-
gatal, kemerahan, atau apneu)
34. Cabut jarum dan tekan tempat insersi dengan kapas alkohol
35. Tutup jarum dengan menggunakan teknik satu tangan
36. Pantau adanya perdarahan pada tempat insersi, jika perlu lakukan
fiksasi
37. RapikanPasien dan berekan peralatan di (buang sampah ke tempat
sampah medis, dan jarum pada tempat sampah tajam)
38. Lepas sarung tangan
39. Cuci tangan efektif
40. Buka sampiran
Tahap Terminasi
41. Evaluasi hasil kegiatan (subjektif dan objektif)
42. Berikan reinforcement posistif pada pasien
43. Jelaskan kepada pasien, apabila ada reaksi alergi yang timbul setelah
injeksi seperti : terasa panas, gatal, sesak nafas, benjolan merah
66
segera melaporkan kepada perawat
44. Lakukan kontrak pertemuan selanjutnya (kegiatan, waktu, dan
tempat)
45. Beri salam penutup
46. Cuci tangan efektif

Tahap Dokumentasi
47. Catat hasil tindakan dan respon pasien di dalam catatan keperawatan

2. INTRACUTAN (IC)
67
Tujuan :
a. Memasukkan sejumlah toksin atau obat yang disimpan dibawah kulit untuk diabsorbsi
b. Metode untuk test diagnostik untuk allergen atau mengetahui Penyakit tertentu
Hasil yang diharapkan :
 Pasien tidak menunjukkan tanda-tanda reaksi local atau sistemik
Hal – hal yang harus diperhatikan :
 Alergen yang digunakan untuk test dapat menyebabkan reaksi sensitivitas atau alergi
 Yakinkan tersedianya obat antidot (epinephrine hydrochloride, bronchodilator dan
antihistamin) di unit sebelum dimulai
 Reaksi alergi atau sensitivitas ini dapat FATAL

68
KOMPETENSI : INJEKSI INTRA CUTAN
NAMA MAHASISWA :
WAKTU :
NIM :

Aspek yang dinilai Kompeten


Ya tidak
A. Tahap Prainteraksi
1. Kaji kebutuhan pasien dengan melihat catatan keperawatan/
medis
2. Cuci tangan efektif
3. Siapkan alat-alat
a. Kapas injeksi
b. Alkohol 70%
c. Korentang
d. Handscoon 1 pasang
e. Obat (sesuai kebutuhan)
f. Aquabidest
g. Spuit ukuran 1 cc atau spuit insulin.
h. Bak instrument
i. Perlak / pengalas
j. Bengkok
k. Buku catatan obat
l. Tempat sampah medis
m. Safety box
n. Troly
o. Handrub
4. Cuci tangan efektif
B. Tahap Orientasi
5. Salam pembuka dan perkenalkan diri
6. Lakukan identifikasi, 2 identitas (tanyakan nama dan lihat no
RM/tanggal lahir)
7. Jelaskan prosedur
8. Jelaskan tujuan tindakan pada pasien dan keluarga(meliputi
69
jenis obat yang akan diberikan, kegunaan, dan cara pemberian
serta kemungkinan efek samping obat)
9. Kontrak waktu
10. Tanyakan keluhan pasien dan adanya alergi
11. Berikan kesempatan pasien bertanya
C. Tahap Kerja
12. Jaga privasi
13. Sepakati lokasi berdasarkan prioritas
14. Cuci tangan dan gunakan sarung tangan
15. Pilih tempat tusukan pada lengan bawah, jika lengan bawah
tidak dapat digunakan, gunakan tempat alternative
16. Posisikan pasien dengan lengan bawah menghadap muka
perawat
17. Letakkan alas di bawah bagian tubuh yang akan dilakukan
terapi intradermal
18. Bersihkan tempat yang akan digunakan dengan kapas alcohol
19. Buka tutup jarum
20. Tempatkan ibu jari tangan non dominan sekitar 1 inci di bawah
tempat penusukan dan tarik kulit
21. Dengan ujung jarum menghadap ke atas dan menggunakan
tangan dominan, masukkan jarum tepat di bawah kulit dengan
sudut 10-15 derajat
22. Jika jarum telah masuk ke bawah kulit dan terlihat, masukkan
lagi sekitar 1/8 inci
23. Masukkan obat perlahan-lahan perhatikan adanya jendalan
(jendalan harus terbentuk)
24. Cabut jarum dengan sudut yang sama saat disuntikkan
25. Jika terdapat darah, usap dengan lembut menggunakan kapas
alkohol lain
26. Buat lingkaran 1 inci di sekeliling jendalan dan instruksikan
pasien untuk tidak menggosok daerah itu
27. Observasi kulit terhadap adanya kemerahan atau bengkak. Jika
test alergi, observasi adanya reaksi sistemik (misalnya sulit
bernafas, berkeringat, pingsan, berkurangnya tekanan darah,
mual, muntah, sianosis)
28. Kaji kembali pasien dan tempat injeksi setelah 5 menit, 15
menit dan selanjutnya secara periodic selama dinas.
29. Kembalikan posisi pasien
30. Buang peralatan yang sudah tidak diperlukan
31. Lepas sarung tangan
32. Cuci tangan efektif
33. Buka sampiran
D. Tahap Terminasi
34. Evaluasi hasil kegiatan (subyektif dan obyektif)
35. Berikan reinforcement positif pada pasien

70
36. Kontrak pertemuan selanjutnya (kegiatan, waktu, dan tempat)
37. Beri salam penutup
38. Cuci tangan efektif
E. Tahap Dokumentasi
39. Catat hasil tindakan dan respon pasien di dalam catatan
keperawatan (catat waktu pemberian, obat yang diberikan, dosis
dan cara pemberian)

3. SUBCUTANEUS (SC)

71
Tujuan : memasukkan obat ke dalam jaringan subcutan untuk absorbsi
Hasil yang diharapkan :
1. Tidak ditemui adanya jaringan ikat / skar
Pengkajian sebelum injeksi dilakukan, difokuskan pada :
1. Instruksi dokter
2. Kondisi kulit tempat penusukan (adanya abrasi, lesi atau skar)
3. Catatan pemberian obat untuk tempat penusukan terakhir

72
KOMPEETENSI :INJEKSI SUBCUTANEUS
NAMA MAHASISWA :
NIM :
WAKTU :
Kompeten
Variabel yang dinilai
ya Tidak
A. Tahap Prainteraksi
1. Kaji kebutuhan pasien dengan melihat catatan perawat dan medis :
program pemberian obat melalui subcutaneus
2. Cuci tangan efektif
3. Siapkan alat-alat :
a. Kapas injeksi
b. Alkohol 70%
c. Handscoon
d. Obat sesuai kebutuhan
e. Spuit ukuran 1 cc atau spuit insulin.
f. Bak instrument
g. Perlak
h. Bengkok
i. Buku catatan obat dan alat tulis
j. Tempat sampah medis
k. Safety Box
l. Korentang
m. Troly
n. Handrub
4. Cuci tangan efektif
B. Tahap Orientasi
5. Salam pembuka dan perkenalkan diri
6. Lakukan identifikasi, 2 identitas (tanyakan nama dan lihat no
RM/tanggal lahir)
7. Jelaskan tujuan tindakan pada pasien dan keluarga(meliputi jenis
obat yang akan diberikan, kegunaan, dan cara pemberian serta
kemungkinan efek samping obat)
8. Jelaskan prosedur tindakan

73
9. Kontrak waktu
10. Tanyakan keluhan saat ini dan kaji adanya alergi
11. Berikan kesempatan pasien bertanya
C. Tahap Kerja
12. Jaga privasi pasien
13. Sepakati lokasi berdasarkan prioritas
14. Cuci tangan dan gunakan sarung tangan
15. Pilih tempat penusukan pada lengan atas atau abdomen. Jika kedua
tempat tersebut tidak memungkinkan pilih tempat alternative lainnya.
16. Bantu pasien untuk mendapatkan posisi yang nyaman sesuai dengan
tempat yang dipilih
17. Letakkan alas dibawah bagian tubuh yang akan dilakukan terapi
subcutaneus
18. Bersihkan tempat yang akan digunakan dengan kapas alcohol
19. Buka tutup jarum
20. Tarik kulit dan jaringan lemak dengan ibu jari dan jari tangan non
dominan
21. Dengan tangan yang dominan, masukkan jarum dengan sudut 45 °
dan untuk orang gemuk dengan sudut 90 °
22. Lepaskan tarikan tangan non dominan
23. Tarik plunger dan observasi adanya darah
24. Jika tidak ada darah, masukkan obat perlahan
25. Jika ada darah :
a. Tarik kembali jarum dari kulit
b. Tekan tempat penusukan selama 2 menit
c. Observasi adanya hematoma atau memar
d. Jika perlu berikan plester
e. Siapkan obat yang baru, mulai dengan langkah 1, pilih tempat
yang baru
26. Tarik jarum dengan sudut yang sama saat penusukan
27. Bersihkan tempat penusukan dengan kapas alcohol lain, tekan
dengan lembut. Setelah injeksi heparin jangan ditekan.
28. Jika perlu, berikan plester
29. Tempatkan jarum pada baki
30. Kembalikan posisi pasien
31. Buang peralatan yang sudah tidak diperlukan
32. Buka sarung tangan dan cuci tangan efektif
33. Buka sampiran
D. Tahap Terminasi
34. Evaluasi hasil kegiatan (subyektif dan obyektif)
35. Berikan reinforcement positif pada pasien
36. Kontrak pertemuan selanjutnya (kegiatan, waktu, dan tempat)
37. Salam penutup
38. Cuci tangan

74
E. Tahap Dokumentasi
39. Catat hasil tindakan dan respon pasien di dalam catatan keperawatan
(catat waktu pemberian, obat yang diberikan, dosis dan cara
pemberian)

75
4. INTRAMUSCULAR (IM)
Tujuan : memasukkan obat ke dalamjaringan otot
Hasil yang diharapkan :
1. Tidak ditemui adanya kemerahan, edema atau nyeri pada tempat tusukan
2. Pasien dapat menyebutkan secara verbal tujuan penyuntikan
3. Pasien menyatakan nyeri dengan skala minimum saat injeksi
Pengkajian sebelum injeksi dilakukan, difokuskan pada :
1. Program pemberian obat dari dokter
2. Tempat penusukan terakhir, alergi dan respon pasien pada penyuntikan sebelumnya,
yang tercatat pada catatan keperawatan pasien
3. Tanda – tanda pada tempat tusukan ( memar, kemerahan, kerusakan kulit, nodul atau
edema)
4. Factor yang menentukan ukuran jarum yang sesuai ( umur dan ukuran tubuh pasien,
tempat injeksi, viskositas dan efek sisa obat)
Hal – hal yang perlu diperhatikan :
Jika obat mual atau nyeri diberikan dalam bentuk yang berbeda (oral, parenteral atau
rektal), biarkan pasien memilih sebelum menyiapkan obat.
5. Perhitungan Dosis Obat

KOMPATENSI :INJEKSI INTRA MUSKULAR


76
NAMA MAHASISWA :
WAKTU :
NIM :
Kompeten
Variabel yang dinilai
Ya Tidak
A. Tahap Prainteraksi
1. Kaji kebutuhan pasien dengan melihat catatan perawat dan medis :
program pemberian obat melalui intra muskular
2. Cuci tangan efektif
3. Siapkan alat-alat :
a. Perlak
b. Kapas injeksi
c. Alkohol70%
d. Handscoon 1 pasang
e. Obat sesuai kebutuhan
f. Aquabidest
g. Spuit dan jarum sesuai kebutuhan
h. Bak instrument
i. Bengkok
j. Buku catatan obat
k. Tempat sampah medis
l. Safety box
m. Korentang
n. Troly
o. Handrub
4. Cuci tangan efektif
B. Tahap Orientasi
5. Salam pembuka dan perkenalkan diri
6. Lakukan identifikasi, 2 identitas (tanyakan nama dan lihat no
RM/tanggal lahir)
7. Jelaskan tujuan tindakan pada pasien dan keluarga(meliputi jenis
obat yang akan diberikan, kegunaan, dan cara pemberian serta
kemungkinan efek samping obat)
8. Jelaskan prosedur tindakan

77
9. Kontrak waktu
10. Tanyakan keluhan saat ini dan kaji adanya alergi
11. Berikan kesempatan pasien bertanya
C. Tahap Kerja
12. Jaga privasi
13. Sepakati lokasi berdasarkan prioritas
14. Cuci tangan dan gunakan sarung tangan
15. Pilih tempat penusukan
16. Bantu pasien untuk mendapatkan posisi yang nyaman dan mudah
untuk perawat melihat tempat penusukan
17. Letakkan alas dibawah bagian tubuh yang akan dilakukan terapi
IM
18. Bersihkan tempat yang akan digunakan dengan kapas alcohol
19. Buka tutup jarum
20. Tarik kulit di tempat penusukan dengan cara :
a. Tempatkan ibu jari dan jari telunjuk tanagn non dominan di
atas tempat penusukan (hati-hati jangan sampai mengenai
daerah yang telah dibersihkan) hingga membentuk V
b. Tarik ibu jari dan jari telunjuk dengan arah berlawanan,
memisahkan jari sepanjang 3 inci.
21. Cepat masukkan jarum dengan sudut 90 ° dengan tanagn yang
dominan
22. Pindahkan ibu jari dan telunjuk jari non dominan dan kulit untuk
mendukung barrel spuit, jari sebaiknya ditempatkan pada barrel
sehingga saat mengaspirasi, anda dapat melihat barrel dengan jelas.
23. Tarik plunger dan observasi adanya darah pada spuit
24. Jika ada darah, tarik jarum keluarkan dan berikan tekanan pada
tempat penusukan dan ulangi langkah 7 sampai 15. Jika tidak ada
darah, dorong plunger dengan perlahan, ajak pasien bicara
25. Tarik jarum dengan sudut yang sama seperti saat penusukan
26. Usap dan bersihkan tempat penusukan dengan kapas alcohol lain
(jika kontra indikasi untuk obat, berikan penekanan yang lambat
saja)
27. Tempatkan jarum pada baki
28. Kembalikan posisi pasien
29. Buang peralatan yang sudah tidak diperlukan
30. Buka sarung tangan dan cuci tangan efektif
31. Buka sampiran
D. Tahap Terminasi
32. Evaluasi hasil kegiatan (subyektif dan obyektif)
33. Berikan reinforcement positif pada pasien
34. Kontrak pertemuan selanjutnya (kegiatan, waktu, dan tempat)
35. Salam penutup
36. Cuci tangan

78
E. Tahap Dokumentasi
37. Catat hasil tindakan dan respon pasien di dalam catatan
keperawatan (catat waktu pemberian, obat yang diberikan, dosis
dan cara pemberian)

79
PEMBERIAN TERAPI O2 (OKSIGENASI)
Pengertian
Pemberian terapi oxygen adalah suatu tata cara pemberian bantuan gas oksigen pada penderita
yang mengalami gangguan pernapasan ke dalam paru melalui saluran pernafasan dengan
menggunakan alat khusus.
Tujuan
1. Memenuhi kekurangan oksigen
2. Membantu kelancaran metabolisme
3. Sebagai tindakan pengobatan
4. Mencegah hipoksia
5. Mengurangi beban kerja alat nafas dan jantung
Syarat-syarat pemberian O2 meliputi :

1. Konsentrasi O2 udara inspirasi dapat terkontrol


2. Tidak terjadi penumpukan CO2
3. Mempunyai tahanan jalan nafas yang rendah
4. Efisien dan ekonomis
5. Nyaman untuk pasien
Indikasi
Indikasi utama pemberian O2 ini adalah sebagai berikut :

1. Pasien dengan kadar O2 arteri rendah dari hasil analisa gas darah
2. Pasien dengan peningkatan kerja nafas, dimana tubuh berespon terhadap keadaan
hipoksemia melalui peningkatan laju dan dalamnya pernafasan serta adanya kerja otot-
otot tambahan pernafasan,
3. Pasien dengan peningkatan kerja miokard, dimana jantung berusaha untuk mengatasi
gangguan O2 melaluipeningkatan laju pompa jantung yang adekuat.

Berdasarkan indikasi utama diatas maka terapi pemberian O2 di indikasikan kepada pasien
dengan gejala :
1. Sianosis
2. Hipovolemi
3. Perdarahan
4. Anemia berat
5. Keracunan CO
6. Asidosis
7. Selama dan sesudah pembedahan
8. Pasien dengan keadaan tidak sadar

Hal-hal yang perlu diperhatikan


80
1. Amati tanda-tanda vital sebelum, selama dan sesudah pemberian oksigen
2. Jauhkan hal-hal yang dapat membahayakan misalnya : api, yang dapat menimbulkan
kebakaran
3. Air pelembab harus diganti setiap 24 jam dan isi sesuai batas yang ada pada botol
4. Botol pelembab harus disimpan dalam keadaan bersih dan kering bila tidak dipakai
5. Nasal prong dan masker harus dibersihkan, didesinfeksi dan disimpan kering
6. Pemberian oksigen harus hati-hati terutama pada penderita penyakit paru kronis
karena pemberian oksigen yang terlalu tinggi dapat mengakibatkan hipoventilasi,
hypercarbia diikuti penurunan kesadaran.
7. Terapi oksigen sebaiknya diawali dengan aliran 1 – 2 liter/menit, kemudian dinaikkan
pelan-pelan sesuai kebutuhan
Metode Pemberian O2
Metode pemberian O2 dapat dibagi atas 2 tehnik, yaitu :
1. Sistem aliran rendah
Tehnik system aliran rendah diberikan untuk menambah konsentrasi udara ruangan.
Tehnik ini menghasilkan FiO2 yang bervariasi tergantung pada tipe pernafasan dengan
patokan volume tidal pasien. Pemberian O2 sistem aliran rendah ini ditujukan untuk pasien
yang memerlukan O2 tetapi masih mampu bernafas dengan pola pernafasan normal,
misalnya pasien dengan Volume Tidal 500 ml dengan kecepatan pernafasan 16 – 20 kali
permenit.
Contoh system aliran rendah ini adalah :
 Kataeter nasal
 Kanula nasal
 Sungkup muka sederhana
 Sungkup muka dengan kantong rebreathing
 Sungkup muka dengan kantong non rebreathing
Keuntungan dan kerugian dari masing-masing sistem :
a.Kateter nasal
Merupakan suatu alat sederhana yang dapat Berikan O 2 secara kontinu dengan aliran 1
– 6 L/mnt dengan konsentrasi 24% - 44%.
 Keuntungan
Pemberian O2 stabil, pasien bebas bergerak, makan dan berbicara, murah dan nyaman
serta dapat juga dipakai sebagai kateter penghisap.

 Kerugian

81
Tidak dapat Berikan konsentrasi O2 yang lebih dari 45%, tehnik memasuk kateter nasal
lebih sulit dari pada kanula nasal, dapat terjadi distensi lambung, dapat terjadi iritasi
selaput lendir nasofaring, aliran dengan lebih dari 6 L/mnt dapat menyebabkan nyeri
sinus dan mengeringkan mukosa hidung, kateter mudah tersumbat.
b. Kanula nasal
Merupakan suatu alat sederhana yang dapat Berikan O2 kontinu dengan aliran 1 – 6
L/mnt dengan konsentrasi O2 sama dengan kateter nasal.

 Keuntungan
Pemberian O2 stabil dengan volume tidal dan laju pernafasan teratur, mudah
memasukkan kanul disbanding kateter, pasien bebas makan, bergerak, berbicara, lebih
mudah ditolerir pasien dan nyaman
 Kerugian
Tidak dapat Berikan konsentrasi O2 lebih dari 44%, suplai O2 berkurang bila pasien
bernafas lewat mulut, mudah lepas karena kedalam kanul hanya 1 cm, mengiritasi
selaput lendir.
c.Sungkupmukasederhana
Merupakan alat pemberian O2 kontinu atau selang seling 5 – 8 L/mnt dengan
konsentrasi O2 40 – 60%.

 Keuntungan
Konsentrasi O2 yang diberikan lebih tinggi dari kateter atau kanula nasal, system
humidifikasi dapat ditingkatkan melalui pemilihan sungkup berlobang besar, dapat
digunakan dalam pemberian terapi aerosol
 Kerugian
Tidak dapat Berikan konsentrasi O2 kurang dari 40%, dapat menyebabkan penumpukan
CO2 jika aliran rendah.

d. Sungkup muka dengan kantong rebreathing :


Suatu tehinik pemberian O2 dengan konsentrasi tinggi yaitu 60 – 80% dengan aliran 8 –
12 L/mnt
 Keuntungan
Konsentrasi O2 lebih tinggi dari sungkup muka sederhana, tidak mengeringkan selaput
lender

 Kerugian
82
Tidak dapat Berikan O2 konsentrasi rendah, jika aliran lebih rendah dapat menyebabkan
penumpukan CO2, kantong O2 bisa terlipat.

e.Sungkup muka dengan kantong non rebreathing


Merupakan tehinik pemberian O2 dengan Konsentrasi O2 mencapai 99% dengan aliran
8 – 12 L/mnt dimana udara inspirasi tidak bercampur dengan udara ekspirasi
 Keuntungan :
Konsentrasi O2 yang diperoleh dapat mencapi 100%, tidak mengeringkan selaput lendir.

 Kerugian
Kantong O2 bisa terlipat.

2. Sistem aliran tinggi


Suatu tehnik pemberian O2 dimana FiO2 lebih stabil dan tidak dipengaruhi oleh tipe
pernafasan, sehingga dengan tehnik ini dapat menambahkan konsentrasi O 2 yang
lebihtepat dan teratur.
Adapun contoh tehnik system aliran tinggi yaitu sungkup muka dengan ventury.
Prinsip pemberian O2 dengan alat ini yaitu gas yang dialirkan dari tabung akan menuju ke
sungkup yang kemudian akan dihimpit untuk mengatur suplai O2 sehingga tercipta
tekanan negatif, akibatnya udaraluar dapat diisap dan aliran udara yang dihasilkan lebih
banyak. Aliran udara pada alat ini sekitas 4 – 14 L/mnt dengan konsentrasi 30 – 55%.
 Keuntungan
Konsentrasi O2 yang diberikan konstan sesuai dengan petunjuk pada alat dan tidak
dipengaruhi perubahan pola nafas terhadap FiO2, suhu dan kelembaban gas dapat
dikontrl serta tidak terjadi penumpukan CO2

 Kerugian
Kerugian system ini pada umumnya hampir sama dengan sungkup muka yang lain pada
aliran rendah
Bahaya pemberian O2
Pemberian O2 bukan hanya Beriakan efek terapi tetapi juga dapat menimbulkan efek
merugikan, antara lain :

1. Kebakaran
83
O2 bukan zat pembakar tetapi O2 dapat memudahkan terjadinya kebakaran, oleh karena itu
klein dengan terapi pemberian O2 harus menghindari: Merokok, membukan alat listrik
dalam area sumber O2, menghindari penggunaan listrik tanpa “Ground”.

2. Depresi Ventilasi
Pemberian O2 yang tidak dimonitor dengan konsentrasi dan aliran yang tepat pada pasien
dengan retensi CO2 dapat menekan ventilasi

3. Keracunan O2

Dapat terjadi bila terapi O2 yang diberikan dengan konsentrasi tinggi dalam waktu relatif
lama. Keadaan ini dapat merusak struktur jaringan paru seperti atelektasi dan kerusakan
surfaktan. Akibatnya proses difusi di paru akan terganggu

KOMPETENSI : TERAPI O2
84
WAKTU :
NAMA :
NIM :
KOMPETE
Aspek yang dinilai N
Ya Tdk
Tahap Pra Interaksi
1. Kaji kebutuhan pasien dengan melihat catatan keperawatan / medis
2. Cuci tangan efektif
3. Siapkan alat-alat dan lingkungan pasien:
- Troly
- Head box
- Flow meter dan humidifier
- Tabung Oksigen
- Nasal kanul, Masker reabrithing, Non Reabrething, Sungkup
- Cairan Aquades
- Handscoen
- Handrub
4. Cuci tangan efektif
Tahap Orientasi
5. Salam pembuka dan perkenalkan diri
6. Lakukan identifikasi, 2 identitas (tanyakan nama dan lihat no RM/tanggal
lahir)
7. Jelaskan tujuan tindakan pada pasien dan keluarga
8. Jelaskan prosedur tindakan
9. Kontrak waktu
10.Tanyakan keluhan saat ini
11.Berikan kesempatan pasien bertanya sebelum kegiatan dilakukan
Tahap Kerja
A. Kateter Nasal/Kanul Nasal
12.Jaga privasi pasien
13.Posisikan Px semi fowler
14.Isi glass humidifier dengan Aquades setinggi batas yang tertera
15.Hubungkan Flow meter dengan tabung oksigen/sentral oksigen
16.Cek fungsi humidifier dengan memutar pengatur konsentrasi O2
17.Amati ada tidaknya gelembung udara dalam glass humidifier
18.Hubungkan catheter nasal/kanul nasal dengan flow meter
19.Alirkan oksigen ke: Kateter Nasal dengan aliran antara 1-6 liter/menit.
20.Cek aliran kateter nasal/kanul dengan menggunakan punggung tangan untuk
mengetahui ada tidaknya aliran oksigen

85
21.Pasang alat kateter nasal/kanul nasal pada pasien
22.Tanyakan pada pasien apakah oksigen telah mengalir sesuai yang diinginkan
23.Rapikan peralatan
24.Cuci tangan
B. Sungkup Muka Kantong Non-rebreathing
25.Jaga privasi pasien
26.Isi glass humidifier dengan Aquadessetinggi batas
yang tertera
27.Hubungkan Flow meter dengan tabung oksigen/sentral oksigen
28.Cek fungsi flow meter dan humidifier dengan memutar pengatur konsentrasi
O2 dan amati ada tidaknya gelembung udara dalam glass flow meter
29.Hubungkan sungkup muka non rebreathing dengan flowmeter
30.Alirkan oksigen ke: sungkup muka non rebreathing dengan aliran 8-12 l/menit
31.Cek aliran oksigen ke sungkup dengan cara menutup sungkup dengan satu
tangan dan amati aliran oksigen yang masuk ke dalam kantong
32.Pasang alat sungkup muka sederhana/sungkup muka (non rebreathing) pada
pasien
33.Tanyakan pada pasien apakah oksigen telah mengalir sesuai yang di harapkan
34.Rapikan peralatan kembali
35.Cuci tangan
C. Sungkup Muka Partial Rebreathing
36.Jaga privasi pasien
37.Isi glass humidifier dengan Aquabides setinggi batas yang tertera
38.Hubungkan Flow meter dengan tabung oksigen/sentral oksigen*
39.Cek fungsi flow meter dan humidifier dengan memutar pengatur konsentrasi
O2 dan amati ada tidaknya gelembung udara dalam glass flow meter
40.Hubungkan sungkup muka partial rebreathing dengan flow meter
41.Alirkan oksigen ke sungkup muka partial rebreathing dengan aliran udara 8-
12 l/menit
42.Cek aliran oksigen ke sungkup dengan cara menutup sungkup dengan satu
tangan dan amati aliran oksigen yang masuk ke dalam kantong
43.Pasang alat sungkup muka partial rebreathing pada pasien
44.Tanyakan pada pasien apakah oksigen telah mengalir sesuai dengan yang
diinginkan
45.Rapikan peralatan kembali
46.Cuci tangan efektif
47.Buka sampiran
Tahap Terminasi
48.Evaluasi hasil kegiatan (subjektif dan objektif)
49.Berikan reinforcement posistif pada pasien
50.Lakukan kontrak pertemuan selanjutnya (kegiatan, waktu, dan tempat)
51.Beri salam penutup
86
52.Cuci tangan efektif
Tahap dokumentasi
53.Catat hasil tindakan dan respon pasien di dalam catatan keperawatan serta
catat jumlah oksigen yang diberikan

NEBULIZER

87
Nebulizer adalah suatu jenis cara inhalasi dengan menggunakan alat pemecah obat untuk
menjadi bagian-bagian seperti hujan/uap untuk dihisap. Biasanya untuk pengobatan saluran
pernafasan bagian lebih bawah.
Tujuan
1. Mengobati peradangan saluran pernafasan bagian atas
2. Menghilangkan sesak selaput lendir saluran nafas bagian atas sehingga lendir menjadi
encer dan mudah keluar
3. Menjaga selaput lendir dalam keadaan lembab
4. Melegakan pernafasan
5. Mengurangi pembekakan selaput lender
6. Mencegah pengeringan selaput lender
7. Mengendurkan otot dan penyembuhan batuk
8. Menghilangkan gatal pada kerongkongan
Indikasi
1. Pasien sesak nafas dan batuk
2. Broncho pneumonia
3. PPOK (bronchitis, emfisema)
4. Asma bronchial
5. Rhinitis dan sinusitis
6. Paska tracheostomi
7. Pilek dengan hidung sesak dan berlendir
8. Selaput lendir mongering
9. Iritasi kerongkongan, radang selaput lender, saluran pernafasan bagian atas
Macam-macam obat inhalasi
1. Bronchodilator
 ß agonis :terbutalin, sabutamol fenoterol
 antikolinergik: ipratrogium bromide, tiotropium
2. Mukolitik
3. Anti inflamasi : budesonide, flutikason, beklometason
4. Antibiotika
5. Anestesi lokal : lidokain, prokain

88
6. Larutan isotonis, hipertonis, hipotonis, aquadest
Obat-obat tersebut dapat diberikan secara kombinasi sesuai kebutuhan pasien

Gambar 1. Pemasangan Nebulizer


Jenis-jenis nebulizer
1. Nebulizer mini
Adalah alat genggam yang menyemburkan medikasi atau agens pelembab, seperti
agans bronkodilator atau mukolitik menjadi partikel mikroskopik dan
mengirimkannya kedalam paru-paru ketika pasien menghirup napas.
2. Nebulizer jet-aerosol
Adalah nebulizer dengan menggunakan gas bawah tekanan
3. Nebulizer ultrasonik
Adalah nebulizer dengan menggunakan getaran frekuensi-tinggi untuk memecah air
atau obat    menjadi tetesan atau partikel halus.

Gambar Nebulizer

KOMPETENSI : NEBULIZER
WAKTU :

89
NAMA MAHASISWA :
KOMPET
Aspek yang dinilai EN
Ya Tdk
Tahap Pra Interaksi
1. Kaji kebutuhan pasien dengan melihat catatan keperawatan atau medis
2. Cek order pemberian obat dengan prinsip (12 B)benar pasien, benar
obat, benar dosis, benar rute, benar waktu, benar expired, benar
informasi, benar dokumentasi dan benar pendidikan kesehatan terhadap
medikasi, benar reaksi obat terhadap obat lain, benar reaksi obat
terhadap makanan, hak pasien untuk menolak
3. Cuci tangan efektif
4. Siapkan alat-alat:
- Nebulizer set
- Tissue dan tempatnya (KOM)
- Selang konektor
- Kapas lembab (air hangat)
- Handscoen dan tempatnya (KOM)
- Obat inhalasi (ventolin, combiven, dll)
- Kapas alkohol dan tempatnya (KOM)
- Masker, nasal canule, mouthpiece
- Neirbeken/bengkok 1buah
- Nacl 0,9 % (cairan normal saline) dan aquabides
- Spuit 5cc
- Bengkok
- Sputum pot
- Tempat sampah medis
- Tempat sampah tajam (safety box)
5. Cuci tangan efektif
Tahap Orientasi
6. Salam pembuka dan perkenalkan diri
7. Lakukan identifikasi, 2 identitas (tanyakan nama dan lihat no

90
RM/tanggal lahir)
8. Jelaskan tujuan tindakan pada pasien dan keluarga
9. Jelaskan prosedur tindakan
10. Kontrak waktu
11. Tanyakan keluhan saat ini
12. Berikan kesempatan pasien bertanya sebelum kegiatan dilakukan
TAHAP KERJA
13. Jaga privasi pasien
14. Dekatkan alat ke dekat pasien
15. Pakai Handscoond
16. Atur pisisi fowler
17. Bersihkan hidung dengan kapas lembab
18. Obat dimasukkan dalam tempat penampungan obat, pengenceran obat
pada pemberian untuk anak-anak dengan NaCl 0,9% sampai 4 cc
19. Setelah itu tekan tombol ON pada alat untuk menghidupkan mesin
20. Lakukan pengecekan bahwa obat sudah aman dan siap digunakan
21. Hubungkan masker/nasal canule/mouthpiece pada pasien sehingga
uap dan obat tidak keluar
22. Observasi pengembangan paru / dada pasien.
23. Minta pasien untuk bernafas perlahan-lahan dan dalam setelah seluruh
obat diuapkan.
24. Bila pasien merasa lelah, matikan nebulizer sebentar, berikan
kesempatan pasien istirahat
25. Setelah obat sudah habis, matikan mesin nebulizer
26. Anjurkan pasien untuk batuk setelah tarik nafas dalam beberapa kali
(teknik batuk efektif), dahak dibuang pada sputum pot
27. Perhatikan keadaan umum (kebiruan, mual, muntah)
28. Bersihkan mulut dan hidung Px dengan tissue, dan buang pada
bengkok
29. Pasien dirapikan
30. Alat dibersihkan dengan kapas alkohol dan dirapikan
31. Lepas Handscoen

91
32. Cuci tangan efektif
33. Buka sampiran
Tahap Terminasi
34. Evaluasi hasil kegiatan (subjektif dan objektif)
35. Berikan reinforcement posistif pada pasien
36. Lakukan kontrak pertemuan selanjutnya (kegiatan, waktu, dan tempat)
37. Beri salam penutup
38. Cuci tangan efektif
Tahap dokumentasi
39. Lakukan pendokumentasian: nama pasien,waktu,hasil yang dicapai,
obat yang dipakai, dosis, respon Px.

92
PENGHISAPAN LENDIR (SUCTION)

Pengertian
Suatu cara untuk mengeluarkan sekret dari saluran nafas dengan menggunakan suatu
suction catheter yang dimasukkan melalui hidung atau rongga mulut ke dalam pharynk atau
sampai ke dalam trachea. Tindakan ini dilakukan bila pasien tidak dapat mengeluarkan
sekret/sputum dengan batuk spontan, maka hendaknya perawat melakukan penghisapan lendir
atau suctioning untuk pembersihan jalan nafas
Tehnik suctioning yang digunakan adalah tehnik steril karena oropharynk dan trachea
dianggap steril, sedang mulut dianggap bersih, maka suctioning pada mulut dilakukan setelah
suctioning pada oropharynk dan trachea
Tindakan suctioning dilakukan tergantung dari pemeriksaan pasien karena sputum tidak
diproduksi terus-menerus, tetapi dipengaruhi oleh respon fisik terhadap kondisi patologis.
Lama waktu melakukan suction antara 10-15 detik, dan tidak boleh karena selama dilakukan
suction oksigen tidak sampai pada paru-paru

Macam Tindakan Suctioning


1. Oropharynk dan nasopharynk suction
Orofaring terletak dibelakang mulut dari palatum durum diatas tulang hioid dan terdiri
dari tonsil. Nasofaring terletak dibelakang hidung dan membentang sampai palatum
durum. Penghisapan orofaring dan nasofaring digunakan pada saat pasien mampu batuk
efektif, tetapi tidak mampu mengeluarkan sekresi dengan mencairkan sputum atau
menelannya. Prosedur penghisapan digunakan setelah pasien batuk. Apabila jumlah
sekresi paru berkurang dan dan pasien tidak lagi terlalu letioh, pasien mungkin mampu
mencairkan dan menelan lendir sehingga tidak lagi membutuhkan penghisapan

2. Orotracheal dan naso tracheal suction


Penghisapan nasotrakea dan orotrakea dibutuhkan pada pasien dengan sekresi pulmonar
dan tidak mampu batuk dan tidak menggunakan jalan nafas buatan. Sebuah kateter
diinsersikan ke dalam mulut atau hidung sampai ke dalam trakea. Rute hidung lebih
disukai karena stimulasi refleks muntah minimal. Prosedur pelaksanaan sama dengan
prosedur penghisapan nasofaring, tetapi ujung kateter diinsersikan lebih jauh kedalam
tubuh pasien supaya dapat menghisap trakea sampai mengeluarkannya tidak boleh lebih
dari 15 detik karena oksigen tidak mencapai paru – paru selama penghisapan. Kecuali
pada distress pernafasan, pasien harus dibiarkan beristirahat diantara pemasukan kateter.
Apabila menggunakan masker tambahan, kanula oksigen atau masker oksigen harus
dipasang kembali selama periode istirahat. Penghisapan menyebabkan desaturasi dan
hipoksemia. Pasien dapat mengalami disritmia dan hipotensi akibat prosedur penghisapan

93
Tujuan Tindakan Suctioning
1. Membersihkan dan memelihara jalan nafas tetap bersih
2. Untuk mengeluarkan sputum / sekret pada pasien yang tidak mampu mengeluarkan sendiri
3. Diharapkan suplay oksigen terpenuhi dengan jalan nafas yang adekuat

Indikasi Tindakan Suctioning


1. Pasien dengan sputum yang kental dan lengket, dimana pasien tidak dapat mengeluarkan
sendiri.
2. Pasien yang pita suaranya tidak dapat menutup, misalnya yang terpasang endotracheal
tube (ET).
3. Pasien yang mengalami koma dan tidak sadar.
4. Pasien yang dapat batuk karena kelumpuhan otot pernafasan.
5. Bayi atau anak di bawah usia 2 tahun

Besarnya daya serap/hisap dari mesin suction yang digunakan berdasarkan umur :
1. Bayi : 3-5 inHg (portable suction)
2. Anak-anak : 5-10 inHg (portable suction)
3. Dewasa : 7-15 inHg (portable suction)

94
KOMPETENSI : PEMAKAIAN SUCTION PORTABLE
WAKTU :
NAMA MAHASISWA :
NIM :
KOMPET
Aspek yang dinilai EN

ya Tdk

Tahap Pra Interaksi

1. Kaji kebutuhan pasien dengan melihat catatan keperawatan/medis


2. Cuci Tangan efektif
3. Siapkan alat-alatdan lingkungan pasien
a. Troly
b. Mesin suction lengkap dengan botol dan selang nya
c. Botol suction terisi desinfektan (Savlon 1%/ clorin 1%) 100cc
d. Canul suction dengan berbagi ukuran
e. Kom berisi pembilas /aquadest
f. Kom berisi desinfektan (chlorin 1%)
g. Kassa steril
h. Tissue
i. Pinset dan tong spatel (bila diperlukan)
j. Stetoskop
k. Handscoen steril
l. Korentang
m. Bengkok
n. Handrub
o. Tempat sampah medis
4. Cuci tangan efektif
Tahap Orientasi
5. Salam pembuka dan perkenalkan diri

95
6. Lakukan identifikasi, 2 identitas (tanyakan nama dan lihat no RM/tanggal
lahir)
7. Jelaskan tujuan tindakan pada pasien dan keluarga
8. Jelaskan prosedur tindakan
9. Kontrak waktu
10. Tanyakan keluhan saat ini
11. Berikan kesempatan pasien bertanya sebelum
kegiatan dilakukan
Tahap Kerja
12. Jaga privasi pasien (tutup sampiran)
13. Atur posisi tidur pasien supinasi dengan posisi
kepala hiperekstensi
14. Letakkan alas perlak dan alasnya dibawah
punggung pasien sesuai dengan letak selang dada (kiri/kanan)
15. Hubungkan stop kontak mesin ke aliran listrik
16. Tekan ON switch dan mesin akan mulai
bekerja
17. Mengetes daya hisap suction dengan cara
menutup kanulsuction sambil melihat apakah meteran vacum sesuai usia
18. Hubungkan ujung suction cateter sesuai ukuran
ke kanul suction (perhatikan kesterilan suction cateter)
19. Cuci tangan dan pakai Handscoen steril
20. Tangan yang tidak dominan sebagai tangan
yang memakai Handscoond yang on steril,sebaliknya tangan yang
dominan dianggap steril,mengambil suction cateternya.
21. Lakukan penghisapan ±10 – 15 detik dengan
cara memutar. Kegiatan ini dapat dilakukan berulang sesuai kondisi /
kebutuhan pasien
22. Setiap selesai melakukan penghisapan secret
canule dibersihkan / dibilas dengan aqua/aquades dan canule dikeringkan
dengan menggunakan kassa steril
23. Usahakan cairan dalam botol tidak melebihi
garis batas air.
24. Setelah selesai tekan switch off
25. Kateter suction yang sudah dibilas akan

96
dipakai lagi pada pasien itu, direndam pada mangkok desinfektan.
26. Keringkan daerah mulut atau hidung pasien
dengan menggunakan tissue
27. Auskultasi kembali setelah dilakukan suction
28. Bereskan kembali alat-alat yang telah
digunakan
29. Rapikan pasien dan atur posisi tidur semi
fowler yang nyaman bagi pasien
30. Cuci tangan
31. Buka sampiran
NB : satu canule untuk satu pasien
Tahap Terminasi
32. Evaluasi hasil kegiatan (subjektif dan objektif)
33. Berikan reinforcement posistif pada pasien
34. Lakukan kontrak pertemuan selanjutnya
(kegiatan, waktu, dan tempat)
35. Beri salam penutup
36. Cuci tangan efektif

Tahap dokumentasi
37. Catat hasil tindakan dan respon pasien di
dalam catatan keperawatan

97
FISIOTERAPI DADA

Fisioterapi adalah suatu cara atau bentuk pengobatan untuk mengembalikan fungsi
suatu organ tubuh dengan memakai tenaga alam. Dalam fisioterapi tenaga alam yang dipakai
antara lain listrik, sinar, air, panas, dingin, massage dan latihan yang mana penggunaannya
disesuaikan dengan batas toleransi penderita sehingga didapatkan efek pengobatan.
Fisioterapi dada adalah salah satu dari pada fisioterapi yang sangat berguna bagi
penderita penyakit respirasi baik yang bersifat akut maupun kronis. Fisioterapi dada ini
walaupun caranya kelihatan tidak istimewa tetapi ini sangat efektif dalam upaya
mengeluarkan sekret dan memperbaiki ventilasi pada pasien dengan fungsi paru yang
terganggu.

Tujuan:
1. Meningkatkan efisiensi pernapasan dan ekspansi paru
2. Memperkuat otot pernapasan
3. Mengeluarkan secret dari saluran pernapasan
4. Pasien dapat bernapas dengan bebas dan tubuh mendapatkan oksigen yang cukup.

Kontra indikasifisioterapidada ada yang bersifat mutlak seperti kegagalan jantung, status
asmatikus, renjatan dan perdarahan masif, sedangkan kontra indikasi relatif seperti infeksi
paru berat, patah tulang iga atau luka baru bekas operasi, tumor paru dengan kemungkinan
adanya keganasan serta adanya kejang rangsang.

Fisioterapidada mencakup tiga teknik:drainase postural, perkusi dada, dan vibrasi


1. Drainase Postural
Merupakan cara klasik untuk mengeluarkan secret dari paru dengan mempergunakan gaya
berat (gravitasi) dari secret. Pembersihan dengan cara ini dicapai dengan melakukan salah
satu atau lebih dari 11 posisi tubuh yang berbeda. Setiap posisi mengalirkan secret dari
98
pohon trakheobronkhial kedalam trachea. Batuk penghisapan kemudian dapat membuang
secret dari trachea. Pada penderita dengan produksi sputum yang banyak drainase postural
lebih efektif bila disertai dengan perkusi dan vibrasi dada.

Indikasi Pasien Yang Mendapat Drainase Postural


a. Mencegah penumpukan secret:
1. pasien yang memakai ventilasi
2. pasien yang melakukan tirah baring yang lama
3. pasien yang produksi sputum meningkat seperti pada fibrosis kistik, bronkiektasis

b. Mobilisasi secret yang tertahan :


- pasien dengan atelektasis yang disebabkan oleh secret
- pasien dengan abses paru
- pasien dengan pneumonia
- pasien pre dan post operatif
- pasien neurology dengan kelemahan umum dan gangguan menelan atau batuk

Kontra Indikasi Drainase Postural


- tension pneumothoraks
- hemoptisis
- gangguan system kardiovaskuler seperti hipotensi, hipertensi, infarkniokard, aritmia
- edema paru
- efusi pleura
- tekanan tinggi intracranial

Persiapan Pasien Untuk Drainase Postural


 Longgarkan seluruh pakaian terutama daerah leher dan pnggang
 Terangkan cara pelaksanaan kepada pasien secara ringkas tetapi lengkap
 Periksa nadi dan tekanan darah
 Apakah pasien mempunyai refleks batuk atau memerlukan suction untuk
mengeluarkan secret

99
Cara Melakukan Drainase Postural
 Dilakukan sebelum makan untuk mencegah mual muntah dan menjelang tidur
malam untuk meningkatkan kenyamanan tidur.
 Dapat dilakukan dua kali sehari, bila dilakukan pada beberapa posisi tidak lebih
dari 40 -60 menit, tiap satu posisi 3-10 menit
 Posisi drainase postural dilihat pada gambar

Evaluasi Setelah Dilakukan Drainase Postural


 Auskultasi : suara pernapasan meningkat dan sama kiri dan kanan
 Inspeksi : dada kanan dan kiri bergerak bersama-sama
 Batuk produktif (secret kental/encer)
 Perasaan pasien mengenai darinase postural (sakit, lelah, lebih nyaman)
 Efek drainase postural terhadap tanda vital (Tekanan darah, nadi, respirasi,
temperature)
 Rontgen thorax

Drainase postural dapat dihentikan bila:


 Suara pernapasan normal atau tidak terdengar ronchi
 Pasien mampu bernapas secara efektif
 Hasil roentgen tidak terdapat penumpukan sekret

Right upper lobe


Apical segment (1)

100
Posterior segment (2)

Anterior segment (3)

Right middle lobe


Lateral segment (4)

Medial segment (5)

2. Perkusi Dada/ Clapping


Perkusi dilakukan pada dinding dada dengan tujuan melepaskan atau melonggarkan secret
yang tertahan.

Indikasi Pasien Yang Mendapat Perkusi Dada


Perkusi secara rutin dilakukan pada pasien yang mendapat drainase postural, jadi semua
indikasi drainase postural secara umum adalah indikasi perkusi.

Perkusi harus dilakukan hati-hati pada keadaan :


 Patah tulang rusuk
 Emfisema subkutan daerah leher dan dada
101
 Skin graf yang baru
 Luka bakar, infeksi kulit
 Emboli paru
 Pneumotoraks tension yang tidak diobati

Cara Melakukan Perkusi Dada


 Perkusi dilakukan dengan kedua telapak tangan perawat membentuk “setengah
bulan” atau “mangkuk” dengan jari-jari tangan rapat, secara bergantian tepukan
telapak tangan di atas dada pasien selama 1-2 menit
 Kecepatan dari perkusi masih kontroversi, sebagian mengatakan bahwa teknik yang
cepat lebih efektif, tetapi ada yang mengatakan bahwa teknik yang lambat lebih
santai sehingga pasien lebih suka yang lambat.
 Hindari daerah-daerah klavikula, sternum, scapula, vertebra, ginjal, limpa.

3. Vibrasi
Vibrasi merupakan kompresi dan getaran manual pada dinding dada dengan tujuan
menggerakkan secret ke jalan napas yang besar.

Cara Melakukan Vibrasi


 Vibrasi dilakukan hanya pada waktu pasien ekspirasi.
 Letakkan tangan, telapak tangan menghadap ke bawah di area yang didrainase, satu
tangan di atas tangan yang lain.
 Instruksikan pasien untuk napas lambat dan dalam melalui hidung hembuskan melalui
mulut dengan bibir dimonyongkan selama proses vibrasi, tujuannya memperpanjang
fase ekspirasi.
 Ketika pasien menghembuskan napas getarkan telapak tangan, hentikan saat pasien
inspirasi. Lakukan vibrasi 5 kali ekspirasi.

102
KOMPETENSI : FISIOTERAPI DADA
WAKTU :
NAMA MAHASISWA :
NIM :
KOMPETEN
Aspek yang dinilai SI
ya tidak
Tahap Pra Interaksi
1.Kaji kebutuhan pasien dengan melihat catatan keperawatan/medis
2.Cuci tangan efektif
3.Siapkan alat:
- Handuk 2 buah
- Handscoond dan tempatnya (KOM)
- Bantal ( 2 – 3 buah )
- Segelas air minum
- Tissue dan tempatnya (KOM)
- Sputum pot, berisi cairan desinfektan (chlorine 1%)
- Masker
- Stetoskop
- Bengkok
- Handrub
4.Cuci tangan efektif
Tahap Orientasi
5.Salam pembuka dan perkenalkan diri
6.Lakukan identifikasi, 2 identitas (tanyakan nama dan lihat no
103
RM/tanggal lahir)
7.Jelaskan tujuan tindakan pada pasien dan keluarga
8.Jelaskan prosedur tindakan
9.Kontrak waktu
10.Tanyakan keluhan saat ini
11.Berikan kesempatan pasien bertanya sebelum kegiatan dilakukan
Tahap Kerja
12.Pasang sampiran / jaga privacy pasien
13.Pasang Handscoond
14.Pasang masker
15.Dekatkan alat ke pasien
16.Atur posisi yang nyaman
17.Buka baju pasien
18.Lakukan auskultasi bunyi napas pasien
19.Berikan medikasi yang dapat membantu mengencerkan sekresi
(Minum air hangat)
Postural drainase
20.Pilih area sesuai letak sputum
21.Barikan pasien posisi sesuai letak sputumnya
22.Letakkan bantal sebagai penyangga
23.Minta pasien untuk mempertahankan posisi selama 3 – 10 menit
Perkusi (Clupping)
24.Tutup area yang akan diperkusi dengan menggunkan handuk
25.Anjurkan pasien untuk tarik napas dalam dan lambat untuk
meningkatkan relaksasi
26.Jari dan ibu jari berhimpitan dan fleksi membentuk mangkuk
27.Secara bergantian, lakukan fleksi dan ekstensi pergelangan tangan
secara cepat menepuk dada atau punggung
28.Perkusi pada setiap segmen paru selama 1 -2 menit, jangan pada area
yang mudah cedera
Vibrasi dan Batuk efektif
29.Letakkan tangan, telapak tangan menghadap ke bawah di area yang
104
didrainase
30.Jari-jari menempel bersama dan ekstensi.
31.Anjurkan pasien inspirasi dalam dan ekspirasi secara lambat lewat
mulut ( pursed lip breathing )
32.Selama ekspirasi, tegangkan seluruh otot tangan dan lengan, dan
gunakan semua tumit tangan, getarkan tangan, gerakkan ke arah
bawah/keatas.
33.Hentikan getaran saat pasien inspirasi
34.Lakukan vibrasi selama 5 kali ekspirasi pada segmen paru yang
terserang.
35.Minta pasien duduk dan batuk efektif (2x Batuk)
36.Tampung sekret dalam sputum pot
37.Istirahatkan pasien, minta pasien minum sedikit air
38.Ulangi untuk area tersumbat lainnya. Tindakan tidak lebih dari 30
menit
39.Kembalikan pasien ke posisi yang nyaman
40.Alat dibersihkan dan dirapikan
41.Lepas Handscoond
42.Cuci tangan efektif
43.Buka sampiran
Tahap Terminasi
44.Evaluasi hasil kegiatan (subjektif dan objektif)
45.Berikan reinforcement posistif pada pasien
46.Lakukan kontrak pertemuan selanjutnya (kegiatan, waktu, dan tempat)
47.Beri salam penutup
48.Cuci tangan efektif
Tahap dokumentasi
49.Lakukan pendokumentasian: nama pasien, tindakan, waktu, hasil yang
dicapai

105
KATETERISASI URINE
A. Pengertian
1. Kateterisasi urine adalah pemasangan kateter melalui uretra ke bladder (Kozier, 2010).
Prosedur memasukkan kateter ke bladder beresiko untuk injuri dan infeksi.
2. Kateter adalah selang (tube) untuk memasukkan dan mengeluarkan cairan.
Kateter urine terbuat dari karet atau plastik dapat juga terbuat dari lateks, silicon atau
povinil klorida (PVC).
B. Tujuan
1. Mendapatkan residu urin
2. Mengatasi inkontinensia urine setelah upaya lain
3. Meredakan ketidaknyamanan akibat distensi bladder
4. Mencegah urin mengenai insisi setelah pembedahan
5. Memfasilitasi pengukuran haluaran urin secara akurat
6. Mengosongkan bladder secara komplit sebelum pembedahan
7. Memberikan drainase dan irigasi bladder secara berkala atau berkelanjutan
8. Mengkaji jumlah residu jika kandung kemih dikosongkan secara tidak komplit
C. Indikasi
1. Diagnostik (secepatnya dilepas)
a. Mengambil sampel urin untuk kultur urin
b. Mengukur residu urine
c. Memasukan bahan kontras untuk pemeriksaan radiologi
d. Urodinamik
e. Monitor produksi urin atau balance cairan.
2. Terapi (dilepas setelah tujuan dicapai)
a. Retensi urine
b. Self intermiten kateterisasi (CIC)
c. Memasukan obat-obatan seperti pada carcinoma bladder
d. Viversi urine
e. Sebagai splin
D. Komplikasi
1. Bakterial Shock

106
2. Striktur uretra
3. Ruptur uretra
4. Perforasi buli-buli
5. Pendarahan
6. Balon pecah atau tidak bisa dikempeskan

107
Kompetensi : KATETERISASI URINE
Waktu :
Nama :
NIM :
KOMPETENSI
Aspek yang dinilai
Ya Tdk
Tahap Pra interaksi
1.Kaji kebutuhan pasien dengan melihat catatan keperawatan dan
medis
2.Cuci tangan efektif
3.Siapkan alat :
Alat steril
a. Cucing
b. Aquades
c. Spuit 20 cc
d. Kassa
e. Duk lubang
f. Duk Klem 2 buah
g. Handscoon steril 2 pasang
h. Korentang dlm tempatnya
i. Kateter urine sesuai ukuran
j. Kapas (cebok) steril dalam tempat
k. Larutan pembersih antiseptik atau larutan salin normal
l. Lubrikan/ pelumas: pelumas larut air dan gel xylocaine 2%
dalam spuit untuk laki - laki
Alat non steril
a. Perlak
b. Plester
c. Gunting
d. Bengkok
e. Handrub
f. Urine bag
g. Safety box
h. Selimut Mandi
i. Botol urin/ speciment (jika perlu)
108
j. Tempat sampah medis
4. Cuci tangan efektif
Tahap Orientasi
5.Salam pembuka dan perkenalkan diri
6.Lakukan identifikasi identitas: Tanyakan Nama, tanggal lahir dan
lihat No.RM
7.Jelaskan prosedur pada pasien dan keluarga
8.Jelaskan tujuan tindakan pada pasien dan keluarga
9.Kontrak waktu
10.Tanyakan keluhan pasien
11.Berikan kesempatan pasien dan keluarga untuk bertanya
Tahap Kerja
12. Jaga Privasi
13. Berikan pencahayaan yang cukup
14. Dekatkan dan setting alat
15. Berikan pengalas pada bokong
16. Atur posisi pasien
 Laki-laki : posisi supine kedua paha diabduksikan
 Wanita : posisi dorsal recumbent atau posisi Sims
17. Selimuti pasien
A. Pasien Perempuan
Selimuti dengan selimut mandi. Letakkan selimut dengan
lipatan diamond/belah ketupat di atas klien, satu tepi selimut
berada pada leher klien, tepi-tepi sisi selimut menutupi setiap
sisi lengan dan bagian sisi tubuh, tepi terakhir berada di atas
perineum.
B. Pasien Laki-laki
Selimuti bagian tubuh atas dengan selimut mandi, dan tutupi
bagian ekstremitas bawah dengan linen, pajankan hanya bagian
genitalia saja.
18. Cuci tangan efektif
19. Pakai handscoon steril
20. Untuk laki - laki: ambil spuit berisi gel xylocaine (2%).
109
Masukkan ujung spuit ke meatus uretra, dengan memegang penis
secara mantap dan tegak lurus. Masukkan gel ke dalam uretra
secara perlahan. Minta klien untuk meegangi pangkal penis untuk
mencegah gel keluar. Lepaskan dan buang handscoon. Cuci
tangan efektif
21. Pakai handscoon steril dan pasang duk lubang steril pada daerah
genetalia
22. Siapkan kapas pembersih (cebok) dalam cucing NaCl dan lakukan
pembersihan sebagai berikut :
*Pada pasien laki-laki :
A. Jika pasien tidak dikhitan, tarik preputium pada ujung penis
dengan tangan non dominan. Pegang penis pada batangnya
tepat di bawah glans. Tarik meatus uretra dengan ibu jari dan
telunjuk. Pertahankan posisi ini selama prosedur
B. Dengan tangan dominan, ambil kassa (optional: dengan pinset)
dan bersihkan penis. Bersihkan dengan gerakan sirkuler dari
meatus uretra ke arah bagian dasar glans. Ulangi membersihkan
sebanyak tiga kali, dengan kassa bersih setiap kali.
*Pada pasien perempuan :
A. Buka labia mayora dengan tangan non dominan.secara hati-
hati untuk mengekspos secara penuh bagian meatus uretra.
Pertahankan posisi tangan yang tidak dominan selama prosedur
berlangsung.
B. Dengan menggunakan pinset menggunakan tangan dominan
yang steril, ambil kassa yang sudah direndam dengan cairan
pembersih dan bersihkan area perineal, dengan mengusap dari
depan ke belakang klitoris menuju anus. Menggunakan kassa baru
untuk tiap area, bersihkan sepanjang lipatan labia, daerah sekitar
labia dan langsung di bagian tengah meatus uretra.
23. Ambil kateter dengan tangan non dominan kurang lebih sepanjang
8-10 cmdari ujung kateter. Pegang bagian pangkal kateter dengan
digulung secara longgar pada telapak tangan dari tangan yang
dominan (opsional:dapat juga memegang kateter dengan pinset)
24. Lumasi 2-5 cm kateter dari ujungnya untuk perempuandan 12-18
cm untuk laki-laki.
25. Masukkan kateter ke dalam meatus, bersamaan dengan itu pasien
diminta untuk menarik nafas dalam.
Pasien laki-laki :
A. Angkat penis ke posisi tegak lurus (perpendikuler) terhadap

110
tubuh klien dan gunakan gerakan mengangkat yang lembut
B. Masukkan kateter secara perlahan melalui meatus uretra.
C. Masukkan kateter sepanjang 18-23 cm atau hingga urin keluar
dari pangkal kateter. Jika dirasakan adanya tahanan, tarik kateter;
jangan memaksakan untuk memasukkannya. Ketika urin keluar,
masukkan kateter 2-5 cm lebih dalam.
D. Turunkan penis dan pegang kateter dan amankan dengan
tangan yang non dominan. Letakkan pangkal kateter di atas baki
urin. Kembangkan balon jika kateter retensi digunakan. Masukkan
air steril sesuai dengan jumlah yang diindikasikan pada kateter
E. Posisikan kembali preputium pada ujung penis ke posisi
semula

*Pasien perempuan :
A. Secara perlahan masukkan kateter melalui meatus uretra
B. Masukkan kateter lebih dalam hingga masuk sepanjang 5-8 cm
pada orang dewasa atau hingga urin keluar dari pangkal kateter.
Ketika urin keluar, masukkan kateter sepanjang 2-5 cm lebih
dalam. Jangan memaksakan bila ada tekanan
C. Tutup kembali labia, dengan pegang kateter dengan kencang
dengan tangan non dominan. Kembangkan balon jika kateter
retensidigunakan. Hanya masukkan air steril sesuai dengan
jumlah yang diindikasikan pada kateter.
 Catatan : selama pemasangan, kaji kelancaran pemasukan
kateter. Jika ada hambatan berhenti sejenak kemudian dicoba
lagi. Jika masih ada tahanan kateterisasi dihentikan.
26. Mengambil spesimen urin kalau perlu
27. Sambungkan pangkal kateter dengan slang drainage dari kantung
urin.
Pastikan lubang drainase pada bagian bawah kantung tertutup.
Kantung drainase harus diletakkan lebih rendah dari kandung
kemih; pasang pada rangka tempat tidur, jangan memasang
kantung pada palang sisi tempat tidur.
28. Buka handscoon dan cuci tangan
29. Fiksasi kateter :
- Pada pasien laki-laki : plester pada area abdomen
- Pada pasien perempuan : plester pada pangkal paha

111
30. Rapikan pasien dan alat
31. Palpasi kandung kemih, tanyakan tentang kenyamanan pasien
32. Amati karakteristik dan jumlah urin pada sistem drainase
33. Pastikan tidak ada kebocoran urin dari kateter ataupun sambungan
selang
34. Cuci tangan efektif saat meninggalkan tempat tidur klien
Tahap Terminasi
35. Evaluasi hasil kegiatan (subjektif dan objektif)
36. Berikan reinforcement positif pada pasien
37. Beri salam penutup
38. Kontrak pertemuan selanjutnya (kegiatan, waktu, dan tempat)
Tahap Dokumentasi
39. Catat hasil tindakan dan respon pasien di dalam catatan
keperawatan

112
PERAWATAN LUKA

Luka adalah terputusnya kontinuitas atau hubungan anatomis jaringan sebagai akibat
dari ruda paksa. Luka dapat merupakan luka yang sengaja dibuat untuk tujuan tertentu, seperti
luka insisi pada operasi atau luka akibat trauma seperti luka akibat kecelakaan (Hunt, 2003).
Ketika luka timbul, beberapa efek akan muncul :
1. Hilangnya seluruh atau sebagian fungsi organ
2. Respon stres simpatis
3. Perdarahan dan pembekuan darah
4. Kontaminasi bakteri
5. Kematian sel

A. Jenis-Jenis Luka
Luka sering digambarkan berdasarkan bagaimana cara mendapatkan luka itu dan
menunjukkan derajat luka (Hunt,2003).
1. Berdasarkan tingkat kontaminasi
a. Clean Wounds (Luka bersih), yaitu luka bedah tak terinfeksi yang mana tidak
terjadi proses peradangan (inflamasi) dan infeksi pada sistem pernafasan,
pencernaan,genital dan urinari. Luka bersih biasanya menghasilkan luka yang
tertutup; jika diperlukan dimasukkan drainase tertutup (misal; Jackson – Pratt).
Kemungkinan terjadinya infeksi luka sekitar 1% - 5%.
b. Clean-contamined Wounds (Luka bersih terkontaminasi), merupakan luka
pembedahan dimana saluran respirasi, pencernaan, genital atau perkemihan dalam
kondisi terkontrol, kontaminasi tidak selalu terjadi, kemungkinan timbulnya
infeksi luka adalah 3% - 11%.
c. Contamined Wounds (Luka terkontaminasi), termasuk luka terbuka, fresh (baru),
luka akibat kecelakaan dan operasi dengan kerusakan besar dengan teknik aseptik
atau kontaminasi dari saluran cerna; pada kategori ini juga termasuk insisi akut,
inflamasi nonpurulen. Kemungkinan infeksi luka 10% - 17%.
d. Dirty or Infected Wounds (Luka kotor atau infeksi), yaitu terdapatnya
mikroorganisme pada luka.
2. Berdasarkan kedalaman dan luasnya luka
a. Stadium I : Luka Superfisial (“Non-Blanching Erithema) : yaitu luka yang terjadi
pada lapisan epidermis kulit.
b. Stadium II : Luka “Partial Thickness” : yaitu hilangnya lapisan kulit pada lapisan
epidermis dan bagian atas dari dermis. Merupakan luka superficial dan adanya
tanda klinis seperti abrasi, blister atau lubang yang dangkal.

113
c. Stadium III : Luka “Full Thickness” : yaitu hilangnya kulit keseluruhan meliputi
kerusakan atau nekrosis jaringan subkutan yang dapat meluas sampai bawah tetapi
tidak melewati jaringan yang mendasarinya. Lukanya sampai pada lapisan
epidermis, dermis dan fasia tetapi tidak mengenai otot. Luka timbul secara klinis
sebagai suatu lubang yang dalam dengan atau tanpa merusak jaringan sekitarnya.
d. Stadium IV : Luka “Full Thickness” yang telah mencapai lapisan otot, tendon dan
tulang dengan adanya destruksi/kerusakan yang luas.

3. Prinsip Penyembuhan Luka


Ada beberapa prinsip dalam penyembuhan luka menurut Taylor (2004) yaitu:
a. Kemampuan tubuh untuk menangani trauma jaringan dipengaruhi oleh luasnya
kerusakan dan keadaan umum kesehatan tiap orang,
b. Respon tubuh pada luka lebih efektif jika nutrisi yang tepat tetap dijaga,
c. Respon tubuh secara sistemik pada trauma,
d. Aliran darah ke dan dari jaringan yang luka,
e. Keutuhan kulit dan mukosa membran disiapkan sebagai garis pertama untuk
mempertahankan diri dari mikroorganisme,
f. Penyembuhan normal ditingkatkan ketika luka bebas dari benda asing tubuh
termasuk bakteri.
B. Tujuan Perawatan Luka
1. Memberikan lingkungan yang memadai untuk penyembuhan luka yaitu moist
2. Absorbsi drainase
3. Menekan dan imobilisasi luka
4. Mencegah luka dan jaringan epitel baru dari cedera mekanis
5. Mencegah luka dari kontaminasi bakteri
6. Meningkatkan hemostasis dengan menekan dressing
7. Memberikan rasa nyaman mental dan fisik pada pasien/ estetika

C. MERAWAT LUKA
Merawat luka untuk mencegah trauma (injury) pada kulit, membran mukosa atau
jaringan lain yang disebabkan oleh adanya trauma, fraktur, luka operasi yang dapat
merusak permukaan kulit
1. Tujuan
a. Mencegah infeksi dari masuknya mikroorganisme ke dalam kulit dan membran
Mukosa

114
b. Mencegah bertambahnya kerusakan jaringan
c. Mempercepat penyembuhan dengan meningkatkan proliferasi jaringan
d. Membersihkan luka dari benda asing atau debris
e. Drainase untuk memudahkan pengeluaran eksudat
f. Mencegah perdarahan
g. Mencegah excoriasi kulit sekitar drain.
D. Tipe balutan luka :
1. Balutan kering
a. Digunakan untuk luka yang bersih atau tidak terinfeksi (mengandung pus), misal
luka post operasi.
b. Lapisan pertama kassa kering steril untuk menutupi daerah insisi dan bagian
sekeliling kulit
c. Lapisan kedua adalah kassa kering steril yang dapat menyerap
d. Lapisan ketiga kassa steril yang tebal pada bagian luar
2. Balutan basah-kering
a. Digunakan untuk luka yang tidak teratur atau terinfeksi yang harus didebridement
dan ditutup dengan penyembuhan sekunder.
b. Kasa dibasahi dengan normal salin (NaCl) atau larutan antimikroba (iodine powder)
c. Kasa lembab ditutup dengan kasa kering
d. Kelebihan jaringan nekrotik akan terabsorbsi oleh kasa.
3. Balutan basah-basah
a. Lapisan pertama kassa steril yang telah dilembabkan dengan cairan fisiologik untuk
menutupi area luka
b. Lapisan kedua kassa kering steril yang bersifat menyerap

Kompetensi : PERAWATAN LUKA


115
Waktu :
Nama :
Nim :

KOMPETENSI
Aspek yang dinilai 1 2
Ya Tdk Ya Tdk
Tahap Pra Interaksi
1. Kaji kebutuhan pasien dengan melihat catatan keperawatan medis
2. Cuci tangan efektif
3. Siapkan alat-alat:
a. Packing set perawatan luka (pinset anatomis 2, pinset
chirurgis 1, gunting 1, cucing 2, klem arteri 1)
b. Gaas steril
c. Pinset anatomi 1
d. Bengkok 1
e. Spuit 10 cc 1
f. Cairan NaCl
g. (iodine powder)
h. handrub
i. Korentang steril
j. Plester/ hipafix dan gunting plester
k. Verban gulung
l. Sarung tangan steril 2 pasang
m. Perlak pengalas
n. Tempat sampah medis
4. Cuci tangan efektif
Tahap Orientasi
1. Salam pembuka dan perkenalkan diri
2. Lakukan identifikasi, 2 identitas ( tanyakan nama dan lihat no
RM/tanggal lahir )
3. Jelaskan prosedur
116
4. Jelaskan tujuan tindakan pada pasien dan keluarga
5. Kontrak waktu
6. Tanyakan keluhan pasien dan adanya alergi
7. Berikan kesempatan pasien untuk bertanya
Tahap Kerja
1. Sediakan privacy bagi pasien : tutup sampiran
2. Cuci tangan efektif
3. Pakai handscoon prinsip bersih
4. Atur posisi pasien
5. Letakkan pengalas dibawah luka
6. Dekatkan bengkok
7. Lepaskan plester dan balutan dengan pinset, setelah selesai, pinset
diletakkan di bengkok.
8. Lepaskan sarung tangan
9. Cuci tangan efektif
10. Buka set rawat luka (setting set rawat luka)
11. Pakai sarung tangan steril
12. Kaji kondisi luka (warna luka, kedalaman luka, luas luka dan
kebersihan luka)
13. Bersihkan area luka dengan normal saline*
14. Keringkan area luka dengan kasa steril
15. Jika luka infeksi, beri iodin powder. Jika luka bersih/kering, olesi
dengan salf (sesuai program dokter),
16. Tutup luka dengan gaas steril (Jika luka infeksi tutup luka dengan
kasa lembab kering, jika luka bersih/kering tutup dengan kasa
kering)
17. Lakukan fiksasi dengan plester atau pembalutan sesuai kondisi dan
lokasi luka
18. Ambil perlak dan bengkok
19. Buka sarung tangan
20. Kembalikan pasien pada posisinya yang nyaman sesuai indikasi
21. Rapikan alat dan lingkungan
22. Buka sampiran

117
23. Cuci tangan efektif
Tahap Terminasi
1. Evaluasi hasil kegiatan (subyektif dan obyektif)
2. Berikan reinforcement posistif pada pasien
3. Kontrak pertemuan selanjutnya (kegiatan, waktu dan tempat)
4. Beri salam penutup
5. Cuci tangan efektif
Tahap dokumentasi
Catat hasil tindakan dan respon pasien di dalam catatan keperawatan
Pencapaian (total item)
Tanggal
Pembimbing / TT
Kriticaal point:
*
) prosedur dilakukan secara berurutan
*)Selama prosedur memperhatikan sterilitas

PERAWATAN STOMA
PENGERTIAN

118
Perawatan colostomy adalah suatu tindakan untuk merawat pasien dengan anus buatan
setelah tindakan colostomy.

A. Tujuan
1. Mencegah iritasi jaringan  sekitar luka postcolostomy.
2. Mencegah infeksi nosokommial
3. Memberi rasa nyaman
4. Mengobservasi output
5. Melindungi luka darikontaminasi
6. Mencegah terjadinya infeksi
A. Indikasi
1. Luka operasi : Stoma
B. Perhatian
1. Bila kondisi pasien memungkinkan libatkan pasien dan keluarga  dalam melakukan
tindakan.
2. Perawatan dilakukan dengan memperhatikan prinsip aseptik dan antiseptik.
3. Penggunaan colostomy bag disposible.
4. Selama perawatan lingkungan harus selalu bersih
5. Sirkulasi udara harus diperhatikan
6. Jaga privacy pasien dan jangan memperlihatkan sikap yang menyinggung pasien
C. Persiapan alat
1. Alat-alat steril
a. Pinset anatomis 2 buah
b. Kassa kering dalam kom tertutup secukupnya
c. Kassa desinfektan dalam kom tertutup 5-10 helai
d. Sarung tangan 1 pasang
e. Stoma bag
f. Korentang/forcep
g. Kom kecil 1 buah
h. Nierbeken 2 buah
i. NaCl 0,9 %

119
2. Alat-alat tidak steril
a. Gunting verban I buah
b. Pengalas
c. Handrub
d. Sarung tangan 1 pasang
e. Masker
f. Kantong plastic/baskom untuk tempat sampah

120
Kompetensi : Perawatan stoma
Waktu :
Nama :
Nim :
Aspek yang dinilai Kompetensi
Tahap Preinteraksi YA TDK
1. Cek catatan medis dan keperawatan
2. Cuci tangan efektif
3. Siapkan alat-alat dan lingkungan pasien:
a. Packing set perawatan luka (pinset anatomis 2, pinset
chirurgis 1, gunting 1, kom kecil 2, klem arteri 1)
b. Stoma Bag
c. Salep anti iritasi
d. Gaas steril
e. Pinset anatomi 1
f. Bengkok 1
g. Spuit 10 cc 1
h. Cairan NaCl
i. handrub
j. Korentang steril
k. Plester/ hipafix dan gunting plester
l. Verban gulung
m. Sarung tangan steril 2 pasang
n. Perlak pengalas
o. Tempat sampah medis
4. Cuci tangan efektif
Tahap Orientasi
5. Salam pembuka dan perkenalkan diri
6. Lakukan identifikasi, 2 identitas: ( tanyakan Nama dan lihat
No.RM/ tanggal lahir)
7. Jelaskan prosedur
8. Kontrak waktu
9. Jelaskan tujuan tindakan pada pasien dan keluarga

121
10. Tanyakan Keluhan pasien
11. Berikan kesempatan pasien untuk bertanya
Tahap Kerja
12. Tutup sampiran
13. Dekatkan alat
14. Cuci tangan efektif
15. Pakai masker
16. Pakai hanscoend non steril
17. Buka pakaian  bagian atas dan bawah sebagian.
18. Pasang perlak dan pengalas di bagian bawah area stoma.
19. Dekatkan nierbekken dan  kantong plastik
20. Siapkan colostomy bag dengan lubang sesuai dengan ukuran
stoma  colostomy
21. Buka plester pada coloscomy bag dengan cara membasahi
area plester menggunakan NS (hati-hati jangan sampai
menyentuh stoma)
22. Kaji lokasi, jumlah jahitan atau bau dari stoma
23. Buka stoma bag lama dengan menggunakan pinset anatomi.
24. Buang stoma bag bekas kedalam nierbeken.
25. Buka sarung tangan non steril, masukan kedalam nierbeken
26. Membuka set steril, menyiapkan larutan pencuci luka
27. Pasang sarung tangan steril
28. Irigasi/bathing or shower stoma dengan normal salin (NS)
29. Bersihkan stoma dengan kassa desinfektan, mulai dari pusat
luka kearah keluar secara berlahan-lahan
30. Tutup stoma dengan stoma bag, kemudian plester dengan
rapi
31. Buka sarung tangan, masukan kedalan nierbeken
32. Buka masker
33. Atur dan rapikan posisi pasien
34. Cucitangan efektif
Tahap terminasi
35. Evaluasi hasil kegiatan (subjektif dan objektif)
36. Berikan reinforcement positif pada pasien
37. Lakukan kontrak untuk kegiatan selanjutnya
38. Buka sampiran
39. Cuci tangan efektif
Tahap dokumentasi
40. Lakukan pendokumentasian : nam pasien, tanggal dan waktu,
hasil yang dicapai

122
123
124
STRATEGI PELAKSANAAN KOMUNIKASI TERAPEUTIK

I. HALUSINASI

Suatu gejala gangguan jiwa dimana klien mengalami perubahan persepsi sensori , seperti
merasakan sensasi palsu berupa suara, penglihatan, pengecapan perabaaan atau
penghiduan.klien merasakan stimulus yang sebetulnya tidak ada. cook dan fontaine (dalam
nita fitria 2009)

Faktor Predisposisi:
• Perkembangan
• Sosiokultural
• Biokomia (buffofenon & dimethytranferase)
• Psikologis genetik

Faktor Presipitasi :
• Rangsangan dari lingkungan seperti partisipasi klien dalam kelompok, terlalu lama tidak
diajak berkomunikasi,objek yang ada dilingkungan, suasana sepi dan terisolasi

Data yang mendukung:


Data subjektif:

 Pasien mengatakan sedang mengobrol dengan temannya


Data objektif:

 Pasien terlihat senyum senyum sendiri


 Pasien terlihat komat kamit sendiri

SP Halusinasi

Pasien Keluarga
SP I SP I
1. Mengidentifikasi halusinasi meliputi Mengidentifikasi masalah klg dlm merwt
jenis, isi, waktu terjadi, frekuensi, pasien
respon, pencetus terjadinya halusinasi
menjlskan proses terjadinya hal
2. Mengajarkan cara mengontrol dengan
menghardik cara merawat
3. Membuat jadwal kegiatan
bermai peran cara merawat
125
Jadwal kegiatan

SP II SP II
1. Mengevaluasi jadwal kegiatan 1. Evaluasi sp 1
2. Mengajarkan cara mengontrol dengan 2. Latih keluarga merawat pasien jadwal
bercakap-cakap
3. Membuat ke dalam jadwal kegiatan
SP III SP III
1. Mengevaluasi jadwal kegiatan 1. evaluasi sp 2
2. Mengaarkan cara mengontrol dengan 2. latih keluarga merawat pasien
melakukan kegiatan 3. evaluasi kemampuan keluarga
3. Membuat ke dalam jadwal kegiatan 4. evaluasi kemampuan pasien
5. RTL keluarga (follow up, rujukan)
SP IV
1. Mengevaluasi jadwal kegiatan
2. Mengajarkan cara mengontrol dengan
minum obat sesuai prinsip 6 benar
3. Membuat ke dalam jadwal kegiatan
II. WAHAM
Keyakinan terhadap sesuatu yang salah dan secara kukuh dipertahankan walaupun tidak
diyakini oleh orang lain dan bertentangan dengan realita normal (stuart dan sundeen,
1998)

Faktor Predisposisi:
• Perkembangan
• Sosial budaya
• Psikologis
• Biologis
• Atrofi otak, pembesaran ventrikel diotak, perubahan pada sel kortikal dan limbik
• Genetik

Faktor Presipitasi :
• Sosial budaya
• Biokimia

126
• Psikologis

Data yang mendukung:


Data subjektif:

 Pasien mengatakan dirinya seorang presiden

Data objektif:

 Pasiepasien terlihat mengenakan peci dan jas


 Cara bicara seperti sedang berpidato

Pasien Keluarga
SP I SP I
1. mengorientasikan realita 1. Mendiskusikan masalah yg dirasakan
2. mendiskusikan kebutuhan yg tdk keluarga
3. terpenuhi 2. Menjelaskan waham
4. membantu memenuhi kebutuhan yg tdk 3. Menjelaskan cara merawat klg dg
terpenuhi waham

SP II SP II
1. Mengevaluasi jadwal kegiatan harian 1. Melatih klg cara merawat px dg waham
pasien 2. Melatih klg melakukan cara perawatan
2. Berdiskusi tentang kemampuan yg px dg waham
dimiliki
3. Melatih tentang kemampun yg dimiliki

SP III SP III
1. Mengevaluasi jadwal kegiatan harian 1. membantu klg membuat jadwak
pasien kegiatan harian harian termasuk minum
2. Berdiskusi tentang kemampuan yg obat
dimiliki 2. menjelaskan follow up setelah pasien
3. Melatih tentang kemampun yg dimiliki pulang

III. PERILAKU KEKERASAN

127
Perilaku kekerasan adalah bentuk perilaku agresif fisik dan atau verbal yang dapat
melukai atau mencederai diri sendiri, orang lain, dan lingkungan. Jadi tindak kekerasan
merupakan perilaku kekerasan pada diri sendiri, orang lain, lingkungan. Perilaku kekerasan
dapat terjadi karena rasa curiga pada orang lain, halusinasi yang mengendalikan perilaku,
serta karena ada keinginan yang tidak terpenuhi.

Pasien Keluarga
SP I SP I
1. identifikasi : penyebab, tanda dan gejala 1. identifikasi masalah yang dirasakan
PK, akibat keluarga dalam merawat pasien
2. latih cara fisik 1 dan 2 2. penjelasan PK (penyebab, tanda dan
3. evaluasi kegiatan gejala, jenis PK, akibat PK)
3. cara merawat PK
4. latih/ simulasi 2 cara merawat
5. RTL keluarga

SP II SP II
1. Evaluasi kegiatan 1. Evaluasi sp 1
2. Latih cara verbal 2. Latih/ simulasi 2 cara lain untuk
3. Masuk ke dalam jadwal kegiatan merawat
3. Latih langsung ke pasien
4. RTL keluarga
SP III SP III
1. Evaluasi kegiatan 1. Evaluasi SP 1 dan 2
2. Latihan spiritual 2. Latih langsung ke pasien
3. Masukkan ke jadwal kegiatan 3. RTL keluarga
SP IV SP IV
1. Evaluasi kegiatan 1. Evaluasi SP 1, 2, 3
2. Latih patuh obat 2. Latih langsung ke pasien
3. Masukkan jadwal kegiatan 3. RTL keluarga: follow up dan rujukan

IV. ISOLASI SOSIAL


Isolasi sosial adalah keadaan seorang individu yang mengalami penurunan atau
bahkan sama sekali tidak mampu berinteraksi dengan orang lain di sekitarnya. Pasin merasa
128
ditolak, tidak diterima, kesepian dan tidak mampu membina hubungan yang berarti dengan
orang lain disekitarnya (Keliat, 2011).

Faktor predisposisi:
 Faktor tumbuh kembang
 Faktor komunikasi dalam keluarga
 Faktor sosial budaya
 Faktor biologis
Faktor presipitasi
 Faktor internal
 Faktor eksternal
Data yang mendukung:
Data subjektif:
 -
Data objektif:
 Pasien tidak mau bicara
 Pasien menghindar
 Pasien menunduk

Pasien Keluarga
SP I SP I
1. Identifikasi penyebab: 1. identifikasi masalah yang dirasakan
keluarga dalam merawat pasien
Siapa yang satu rumah dengan pasien
2. penjelasan isolasi sosial
Siapa yag dekat dengan pasien 3. cara merawat pasien dengan isolasi
sosial
Apa sebabnya 4. latih/ simulasi cara merawat
5. RTL keluarga

2. Keuntungan dan kerugian berinteraksi


dengan orang lain
3. Latih berkenalan
4. Masukkan jadwal kegiatan pasien

SP II SP II
1. Evaluasi SP I 1. Evaluasi sp 1
2. Latih hubungan sosial secara bertahap 2. Latih/ simulasi cara untuk merawat
129
3. Masukkan ke jadwal kegiatan 3. Latih langsung ke pasien
4. RTL keluarga

SP III SP III
1. Evaluasi SP 1,2 1. Evaluasi SP 1 dan 2
2. Latih hubungan sosial secara bertahap 2. Latih langsung ke pasien
4. Masukkan ke jadwal kegiatan 3. RTL keluarga

SP IV
1. Evaluasi SP 1, 2, 3
2. Latih langsung ke pasien
3. RTL keluarga: follow up dan rujukan

V. HARGA DIRI RENDAH


Gangguan harga diri rendah digambarkan sebagai perasaanyang negatif
terhadap diri sendiri, termasuk hilangnya percaya diri dan harga diri, merasa gagal
mencapai keinginan. (Keliat, 2011).
Faktor predisposisi:
 Faktor tumbuh kembang
 Faktor komunikasi dalam keluarga
 Faktor sosial budaya
Faktor biologis

Faktot presipitasi:
 Faktor internal
 Faktor eksternal

Tanda dan gejala


 perasaan malu terhadap diri sendiri akibat penyakit dan akibattindakan terhadap
penyakit
 merasa bersalah terhadap diri sendiri
 merendahkan martabat sendiri, merasa tidak mampu
 Gangguan hubungan sosial seperti menarik diri
 percaya diri kurang

130
Data subyektif :
 K l i e n m e n g a t a k a n k e s e p i a n b.
 Klien mengatakan tidak mempunyai teman
 Klien mengatakan lebih sering di rumah, sendiri
 Klien mengatakan tidak dapat berhubun gan sosial

Data objektif:
 Menyendiri
 Ekspresi murung
 Sedih berlarut dalam pikiran sendiri

Pasien Keluarga
SP I SP I
1. Mengidentifikasi Kemampuan Positif 1. Mengidentifikasi masalah yang
Yang Dimiliki dirasakan dalam merawat pasien
2. Menilai kemampuan yang dapat 2. Menjelaskan proses terjadinya HDR
dilakukan saat ini 3. Menjelaskan tentang cara merawat
3. Memilih kemampuan yang akan dilatih pasien
4. Melatih kemampuan pertama yang telah 4. Bermain peran dalam merawat pasien
dipilih HDR
5. Masukkan dalam jadwal kegiatan pasien 5. Menyusun RTL keluarga

SP II SP II
1. Evaluasi kegiatan yang lalu 1. Evaluasi kemampuan SP 1
2. Memilih kemampuan kedua yang akan 2. Latih keluarga langsung kepasien
dilatih 3. Menyusun RTL keluarga
3. Melatih kemampuan yang dipilih
4. Masukkan dalam jadwal kegiatan
SP III SP III
1. Evaluasi SP 1,2 1. Evaluasi kemampuan keluarga
2. Latih hubungan sosial secara bertahap 2. Evaluasi kemampuan pasien
5. Masukkan ke jadwal kegiatan 3. RTL keluarga (follow up, rujukan)

VI. DEFISIT PERAWATAN DIRI


131
Defisit Perawatan Diri gangguan kemampuan melakukan aktivitas yang terdiri dari
mandi, berpakaian, berhias, makan, toileting atau kebersihan diri secara mandiri (Nanda,
2006).
Higiene adalah ilmu kesehatan, cara perawatan diri manusia untuk memelihara
kesehatan mereka karena kondisi fisik atau keadan emosi klien disebut higiene perorangan
(Perry & Poter, 2006).
ETIOLOGI
Faktor predisposisi:
 Perkembangan
 Biologis
 Kemampuan realita turun
 sosial

Faktor presipitasi:
 Body image
 Praktik sosial
 Status sosio ekonomis
 pengetahuan

Tanda dan gejala:


1. Gangguan kebersihan diri,ditandai dengan :
rambut kotor, gigi kotor, kulit berdaki dan bau,kuku panjang dan kotor
2. Ketidakmampuan berhias atau berdan dan,ditandai dengan :
rambut acak acakan, pakaian kotor dan tidak rapi,pakaian tidak sesuai,pada pasien laki-
laki tidak bercukur,pada pasien wanita tidak berdandan.
3. Ketidakmampuan makan secara mandiri,ditandai dengan :
ketidakmampuan mengambil makan sendiri,makan berceceran, dan makan tidak pada
tempatnya.
4. Ketidak mampuan BAB atau BAK secara mandiri,ditandai dengan :
BAB atau BAK tidak pada tempatnya,tidak membersihkan diri dengan baik setelah BAB
atau BAK

Pasien Keluarga
SP I SP I
1. Mengidentifikasi Masalah: 1. Mengidentifikasi masalah dalam
132
Kebersihan diri merawat pasien dengan masalah
kebersihan diri, berdandan, makan,
Berdandan
BAB/BAK
Makan 2. Menjelaskan defisit perawatan diri
3. Menjelaskan cara merawat pasien
BAB/BAK dengan masalah kebersihan diri,
2. Menjelaskan ppentingnya kebersihan berdandan, makan, BAB/BAK
diri 4. Bermain peran cara merawat
3. Menjelaskan alat dan cara kebersihan 5. RTL keluarga/ jadwal untuk merawat
diri
4. Masukkan ke dalam jadwal kegiatan
pasien
SP II SP II
1. Evaluas kegiatan yang lalu 1. Evaluasi sp 1
2. Menjelaskan pentingnya berdandan 2. Latih/ simulasi cara untuk merawat
3. Menjelaskan alat dan cara berdandan kebersihan diri dan berdandan
4. Melatih cara berdandan 3. Latih langsung ke pasien
5. Masukkan dalam jadwal kegiatan 4. RTL keluarga
SP III SP III
1. Evaluasi kegiatan yang lalu 1. Evaluasi SP 1 dan 2
2. Menjelaskana alat dan cara makan yang 2. Latih langsung ke pasien cara makan,
benar BAB/BAK
3. Melatih cara makan yang benar 3. RTL keluarga
4. Masukkan dalam jadwal kegiatan

SP IV SP IV
1. Evaluasi kemampuan pasien yang lalu 1. Evaluasi SP 1, 2, 3
2. Melatih cara BAB/BAK yang benar 2. Latih langsung ke pasien
3. Masukkan dalam jadwal kegiatan 3. RTL keluarga: follow up dan rujukan
VII. RESIKO BUNUH DIRI
Resiko bunuh diri adalah resiko untuk mencederai diri sendiri yang dapat mengancam
kehidupan. Bunuh diri merupakan kedaruratan psikiatri karena merupakan  perilaku untuk
mengakhiri kehidupannya.
Bunuh diri adalah tindakan agresif yang merusak diri sendiri dan dapat mengakhiri
kehidupan. Bunuh diri mungkin merupakan keputusan terkahir dari individu untuk
memecahkan masalah yang dihadapi (Keliat 1991 : 4). Risiko bunuh diri dapat diartikan
sebagai resiko individu untuk menyakitidiri sendiri, mencederai diri, serta mengancam jiwa.
(Nanda, 2012)
Etiologi

133
Faktor predisposisi Stuart (2006) menyebutkan bahwa faktor predisposisi yang menunjang
perilaku resiko bunuh diri meliputi:
  Diagnosis psikiatri Tiga gangguan jiwa yang membuat klien berisiko untuk bunuh diri
yaitu gangguan alam perasaan, penyalahgunaan obat, dan skizofrenia.
 Sifat kepribadian Tiga aspek kepribadian yang berkaitan erat dengan peningkatan resiko
bunuh diri adalah rasa bermusuhan, impulsif, dan depresi.
 Lingkungan psikososial Baru mengalami kehilangan, perpisahan atau
perceraian,kehilangan yang dini, dan berkurangnya dukungan sosial merupakan faktor
penting yang  berhubungan dengan bunuh diri.
 Biologis Banyak penelitian telah dilakukan untuk menemukan penjelasan biologis yang
tepat untuk perilaku bunuh diri. Beberapa peneliti percaya bahwa ada gangguan pada level
serotonin di otak, dimana serotonin diasosiasikan dengan perilaku agresif dan kecemasan.
Penelitian lain mengatakan bahwa  perilaku bunuh diri merupakan bawaan lahir, dimana
orang yang suicidal mempunyai keluarga yang juga menunjukkan kecenderungan yang
sama. Walaupun demikian, hingga saat ini belum ada faktor biologis yang ditemukan
berhubungan secara langsung dengan perilaku bunuh diri
 
Factor Presipitasi
Kejadian yang memalukan, seperti masalah interpersonal, dipermalukan di depan
umum,kehilangan  pekerjaan, atau ancaman pengurungan. Selain itu, mengetahui seseorang
yang mencoba atau melakukan bunuh diri atau terpengaruh media untuk bunuh diri, juga
membuat individu semakin rentan untukmelakukan perilaku bunuh diri. Faktor pencetus
seseorang melakukan percobaan bunuh diri adalah
 
Pasien Keluarga
SP I SP I
1. Mengidentifikasi benda –benda yang 1. Mendiskusikan masalah yang dirasakan
dapat membahayakan pasien keluarga dalam merawat pasien
2. Mengamankan benda yang dapat 2. Menjelaskan pengertian tanda dan gejala
membahayakan pasien risiko bunuh diri dan jenis perilaku
3. Melakukan kontrak terapi bunuh diri yang dialami pasien beserta
4. Mengajarkan cara mengendalikan proses terjadinya
dorongan bunuh diri\ 3. Menjelaskan cara merawat pasien bunuh
5. Melatih cara mengendalikan dorongan diri
bunuh diri

SP II SP II
1. Mengidentifikasi aspek positif pasien 1. Melatih keluarga mempraktikkan cara

134
2. Medorong pasien berfikir positif merawat pasien pasien dengan resiko
3. Mendorong pasien menghargai diri bunuh diri
sendiri 2. Melatih keluarga melakukan cara
merawat langsung kepada pasien risisko
bunuh diri

SP III SP III
1. Mengidentifikasi pola koping yang dapat 1. membantu keluarga membuat jadwal
diterapkan aktivitas dirumah termasuk minum obat
2. Menilai pola koping yang dapat (perencanaan pulang)
dilakukan 2. menjelaskan kepada keluarga setelah
3. mengidentifikasi dan mendorong pasien pulang
memilih pola koping yang konstruktif
4. menganjurkan pasien menggunakan pola
koping yang kontruktif
SP IV SP IV
1. Membuat rencana masa depan yang 4. Evaluasi SP 1, 2, 3
realistis 5. Latih langsung ke pasien
2. Mengidentifikasi cara mencapai masa 6. RTL keluarga: follow up dan rujukan
depan yang realistis
3. Member dorongan melakukan kegiatan
dalam rangka meraih masa depan yang
realistis

KOMPETENSI : Melakukan komunikasi terapeutik berdasarkan SP


WAKTU : 15 MENIT
NAMA MAHASISWA :
NIM :

135
KOMPETENSI
Aspek yang dinilai ya tdk ya td y td
k a k
Tahap Pra Interaksi
1. Kaji Kondisi Pasien (Data subjektif dan data
objektif)
2. Buat diagnosa keperawatan
3. Buat tindakan keperawatan berdasarkan SP

Tahap Orientasi
4. Salam terapiutik
5. Evaluasi validasi
6. Kontrak topik
7. Kontrak waktu
8. Kontrak tempat
Tahap Kerja
9. Buat komunikasi sesuai dengan SP
10. Beri reinforcement positif
Tahap Terminasi
11. Evaluasi subjektif
12. Evaluasi objektif
13. Rencana tindak lanjut
14. Kontak topik yang akan datang
15. Kontrak waktu yang akan datang
16. Kontrak tempat yang akan datang
Tahap dokumentasi
17. Lakukan pendokumentasian: nama pasien, tanggal
dan waktu, kegiatan yang dilakukan,hasil yang dicapai,
nama terang & tanda tangan

KET :
 Nilai

Nilai : X 100% =
136
Nilai Max (41)
Denpasar,………………….
Keterangan Nilai:

A= 76 -100 Pembimbing Akademik

B= 66-75,99

C= 56-65,99

( )

PARTOGRAF

1. Pengertian
Partogtraf adalah alat bantu untuk memantau kemajuan kala satu persalinan dan informasi
untuk membuat keputusan klinik.
2. Tujuan utama
Tujuan utama dari penggunaan partograf adalah untuk :
a. Mencatat hasil observasi dan kemajuan persalinan dengan menilai pembukaan serviks
melalui pemeriksaan dalam

137
b. Mendeteksi apakah proses persalinan berjalan secara normal.
c. Data pelengkap yang terkait dengan pemantauan kondisi ibu, kondisi bayi, grafik
kemajuan proses persalinan, bahan dan medikamentosa yang diberikan, pemeriksaan
laboratorium, membuat keputusan klinik dan asuhan atau tindakan yang diberikan.
3. Kegunaaan utama partograf
Jika digunakan dengan tepat dan konsisten, partograf akan membantu penolong persalinan
untuk :
a. Mencatat kemajuan persalinan
b. Mencatat kondisi ibu dan janinnya
c. Mencatat asuhan yang diberikan selama persalinan dan kelahiran
d. Menggunakan informasi yang tercatat untuk identifikasi dini penyulit persalinan
e. Menggunakan informasi yang tersedia untuk membantu keputusan klinik yang sesuai
dan tepat waktu
Partograf harus digunakan :
a. Untuk semua ibu dalam fase aktif kala satu persalinan dan merupakan elemen penting
dari asuhan persalinan.
b. Selama persalinan dan kelahiran bayi di semua tempat.
c. Secara rutin oleh semua penolong persalinan yang memberikan asuhan persalinan
kepada ibu dan proses kelahiran bayinya
Penggunaan partograf secara rutin dapat memastikan bahwa ibu dan bayinya mendapat
semua asuhan yang aman, adekuat dan tepat waktu serta membantu mencegah terjadinya
penyulit yang dapat mengancam keselamatan jiwa mereka.
Pencatatan partograf dinilai sejak kala 1 berlangsung. Fase kala satu di bagi menjadi 2
fase yaitu
1. Fase laten : pembukaan serviks kurang dari 4 cm
2. Fase aktif : pembukaan serviks dari 4 sampai 10 cm
Hal-hal yang perlu dinilai dan dicatat antara lain :
a. DJJ setiap ½ jam
b. Frekuensi dan lamanya kontraksi uterus : setiap ½ jam
c. Nadi setiap ½ jam
d. Pembukaan serviks : setiap 4 jam
e. Penurunan bagian terbawah janin : setiap 4 jam
f. Tekanan darah dan temperatur tubuh : setiap 4 jam
g. Produksi urin, aseton dan protein :setiap 2- 4 jam
138
4. Pencatatan Partograf
Halaman depan partograf akan menginstruksikan observasi dimulai pada fase aktif
persalinan dan menyediakan lajur dan kolom untuk mencatat hasil-hasil pemeriksaan yaitu
:
1. Informasi ibu
a. Nama, umur
b. Gravida, para, abortus
c. Nomor catatan medik/nomor puskesmas
d. Tanggal dan waktu mulai dirawat (atau jika di rumah, tanggal dan waktu penolong
persalinan mulai merawat ibu)
e. Waktu pecahnya selaput ketuban
2. Kondisi janin
a. DJJ
b. Warna dan adanya air ketuban
c. Penyusupan (molase) kepala janin
3. Kemajuan persalinan
a. Pembukaan serviks
b. Penurunan bagian terbawah atau presentasi janin
c. Garis waspada dan garis bertindak
4. Jam dan waktu
a. Waktu mulainya fase aktif persalinan
b. Waktu aktual saat pemeriksaan atau penilaian
5. Kontraksi uterus
a. Frekuensi kontraksi dalam waktu 10 menit
b. Lama kontraksi (dalam detik)
6. Obat-obatan dan cairan yang diberikan
a. Oksitosin
b. Obat-obatan lainnya dan cairan IV yang diberikan
7. Kondisi ibu
a. Nadi, tekanan darah dan temperatur tubuh

139
b. Urin (volume, aseton atau protein)
8. Asuhan, pengamatan dan keputusan klinik lainnya

5. Cara pengisian lembar partograf


Kondisi Ibu
Lengkapi bagian awal (atas) partograf secara teliti pada saat memulai asuhan persalinan.
Waktu kedatangan (tertulis sebagai ; jam atau pukul) dan perhatikan kemungkinan ibu
dating pada fase laten. Catat waktu pecahnya ketuban.
Kondisi Janin
1. Denyut Jantung Janin (DJJ)
Catat setiap 30 menit. Kisaran normal DJJ terpapar pada partograf diantara garis tebal
pada angka 180 dan 100. Sebaiknya penolong harus waspada bila DJJ mengarah
hingga dibawah 120 atau diatas 160.
2. Warna dan adanya air ketuban
Catat warna air ketuban setiap kali pemeriksaan dalam
 U: Selaput ketuban utuh (intact);
 J: Selaput ketuban pecah, cairan jernih;
 M: Cairan bercampur mekonium;
 D: Cairan bercampur darah.
 K : Kering
Meconium dalam cairan ketuban tidak selalu menunjukkan adanya gawat janin. Jika
terdapat meconium, pantau DJJ dengan seksama untuk mengenali tanda-tanda gawat
janin selama proses persalinan.
3. Penyusupan (molase) tulang kepala janin
Penyusupan adalah indicator penting tentang seberapa jauh kepala bayi dapat
menyesuaikan diri terhadap bagian keras (tulang) panggul ibu. Semakin besar derajat
penyusupan atau tumpang-tindih antar tulang kepala semakin menunjukkan risiko
disproporsi kepala-panggul (CPD).
Setiap kali pemeriksaan dalam, nilai penyusupan antar tulang (molase) dapat dinilai
dengan menggunakan lambang-lambang berikut :
 0: tulang-tulang kepala janin terpisah, sutura dengan mudah dapat dipalpasi
 1: tulang-tulang kepala janin hanya saling bersentuhan
 2: tulang-tulang kepala janin hanya saling tumpang tindih, tetapi masih
dapat dipisahkan

140
 3: tulang-tulang kepala saling tumpang tindih, tidak dapat dipisahkan

Kemajuan persalinan
1. Pembukaan serviks
Dinilai pada saat melakukan pemeriksaan dalam dan diberi tanda (X). Mulailah
pengisiannya di partograf pada saat pembukaan 4 cm. Nilai dan catat setiap 4
jam.

141
2. Penurunan bagian terbawah janin
Pada persalinan normal, kemajuan pembukaan serviks selalu diikuti dengan turunnya
bagian terbawah janin. Tetapi ada kalanya, penurunan bagian terbawah janin baru
terjadi setelah pembukaan serviks mencapai 7 cm. dinilai melalui palpasi
abdominal: Mengacu pada bagian kepala (dibagi menjadi 5 bagian) yang bisa
dipalpasi diatas simfisis pubis; dicatat dalam bentuk sebuah lingkaran (O) setiap
melakukan pemeriksaan dalam. Pada 0/5, sinciput (S) berada pada tingkat
simfisis pubis.
3. Garis waspada dan garis bertindak
Garis waspada adalah Sebuah garis yang dimulai pada saat pembukaan serviks 4
cm hingga titik pembukaan penuh yang diperkirakan dengan laju 1 cm per jam.
Garis bertindak tertera sejajar dan di sebelah kanan (berjarak 4 jam) garis
waspada. Jika pembukaan serviks telah melampaui dan berada disebelah kanan
garis bertindak maka hal ini menunjukkan perlu dilakukan tindakan untuk
menyelesaikan persalinan.

142
4. Jam dan waktu
Lihat lamanya waktu yang telah berlalu sejak permulaan fase aktif persalinan
(yang diamati atau diekstrapolasi)
5. Kontraksi uterus
Gambarkan setiap setengah jam; palpasi banyaknya kontraksi selama jangka
waktu 10 menit serta lamanya kontraksi dalam hitungan detik

  Kurang dari 20 detik:

 Antara 20 dan 40 detik:

 Lebih dari 40 detik:

6. Obat-obatan dan cairan yang digunakan


Oksitosin: Catat banyaknya oksitosin per volume cairan IV dalam hitungan
tetes per menit setiap 30 menit bila dipakai.
Obat yang diberikan: Catat semua obat tambahan yang diberikan
7. Kondisi ibu
a. Nadi: Catat setiap 30 menit dan tandai dengan titik (●)
b. Tekanan Darah : Catat setiap 4 jam dan tandai dengan panah.
c. Suhu: Catat setiap 2 jam
d. Protein, aseton dan volumenya: Catat setiap kali berkemih.

Perlu di ingat :
 Fase laten persalinan : pembukaan serviks kurang dari 4 cm. Biasanya fase laten
berlangsung tidak lebih dari 8 jam.
 Fase aktif persalinan : pembukaan servik 4 sampai 10 cm. Biasanya pembukaan
selama fase aktif sedikitnya 1 cm/jam.
 Saat pesalinan maju dari fase laten ke fase aktif, catat hasil periksa dalam (pembukaan
serviks) pada garis waspada di partograf.

143
 Jika ibu datang pada fase aktif persalinan, langsung catatkan pembukaan serviks pada
garis waspada.
 Pada persalinan tanpa penyulit, catatan pembukaan serviks umumnya tidak akan
melewati garis waspada

144
145
146
PERTOLONGAN PARTUS NORMAL

PROSES PERSALINAN
Proses persalinan merupakan proses bergeraknya janin, plasenta, dan membran keluar dari
uterus dan melalui jalan lahir. Bagi wanita dan keluarga, proses melahirkan merupakan saat
yang menegangkan dan mencemaskan. Keperawatan intranatal ini berfokus pada pemberin
dukungan terhadap ibu dan keluarga selama proses persalinan. Ada empat tahap proses
persalinan yaitu:
1. Kala I (Kala pembukaan)
Kala I persalinan dimulai sejak terjadinya kontrasi uterus yang teratur dan meningkat
(frekuensi dan kekuatannya) hingga serviks membuka lengkap (10 cm). Kala I persalinan
terdiri atas dua fase, yaitu fase laten dan fase aktif.

a. Fase laten pada kala I persalinan


Dimulai sejak awal berkontraksi yang menyebabkan penipisan dan pembukaan serviks
secara bertahap. Berlangsung hingga serviks membuka kurang dari 4 cm. Pada
umumnya, fase laten berlangsung hampir atau hinggaa 8 jam
b. Fase aktif pada kala I persalinan
Frekuensi dan lama kontraksi uterus akan meningkat secara bertahap (kontraksi
dianggap adekuat / memadai jika terjadi tiga kali atau lebih dalam waktu 10 menit dan
berlangsung selama 40 detk atau lebih). Dari pembukaan 4 cm hingga pencapaian
pembukaan lengkap atau 10 cm, akan terjadi dengan kecepatan rata-rata 1 cm per jam
(nuipara atau primigravida) atau lebih dari 1 cm hingga 2 cm (multipara). Terjadi
penurunan bagian terbawah janin.

2. Kala II (Kala Pengeluaran Janin)


Persalinan kala II dimulai ketika pembukaan serviks sudah lengkap (10 cm) dan berakhir
dengan lahirnya bayi. Kala II juga disebut sebagai kala pengeluaran bayi. Gejala dan tanda
kala II persalinan yaitu:
a. Ibu merasa ingin meneran bersamaan dengan terjadinya kontraksi
b. Ibu merasakan adanya peningkatan tekanan rektum dan atau vaginanya
c. Perineum menonjol
d. Vulva vagina dan sfingter ani membuka
147
e. Meningkatnya pengeluaran lendir bercampur darah
f. Tanda pasti kala II ditentukan melalui periksa dalam yang hasilnya adalah:
Pembukaan serviks telah lengkap
Terlihatnya kepala bayi melalui introitus vagina

3. Kala III (Kala Pengeluaran Uri)


Persalinan kala III dimulai setelah lahirnya bayi dan berakhir dengan lahirnya plasenta
dan selaput ketuban. Pada kala III persalinan, otot uterus (miometrium) berkontraksi
mengikuti penyusutan volume rongga uterus setelah lahirnya bayi. Penyusutan ukuran ini
menyebabkan berkurangnya tempat perlekatan plasenta. Karena tempat perlekatan
menjadi semakin kecil, sedangkan ukuran plasenta tidak berubah, maka plasenta akan
terlipat, menebal dan kemudian lepas dari dinding uterus. Setelah lepas plasenta akan
turun ke bagian bawah uterus atau ke dalam vagina. Tanda-tanda lepasnya plasenta
mencakup beberapa atau semua hal di bawah ini:
a. Perubahan bentuk dan tinggi fundus
b. Setelah bayi lahir dan sebelum miometrium mulai berkontraksi, uterus berbentuk bulat
penuh dan tinggi fundus biasanya di bawah pusat. Setelah uterus berkontraksi dan
plasenta terdorong ke bawah uterus, uterus berbentuk segi tiga atau seperti buah per
atau alpukat dan fundus berada diatas pusat (seringkali mengarah ke sisi kanan).
c. Tali pusat memanjang
Tali pusat terlihat menjulur keluar melalui vulva (tanda Ahfeld)
d. Semburan darah mendadak dan singkat
Darah yang terkumpul dibelakang plasenta akan membantu mendorong plasenta
keluar dibantu oleh gaya gravitasi. Apabila kumpulan darah dalam ruaang diantara
dinding uterus dan permukaan dalam plasenta melebihi kapasitas tampungannya
maka darah tersembur keluar dari tepi plasenta yang terlepas

4. Kala IV
Persalinan kala IV dimulai setelah lahirnya plasenta dan berakhir 2 jam setelah itu. Hal
yang harus diperhatikan setelah plasenta lahir yaitu:
a. Lakukan rangsangan taktil (massase) uterus untuk merangsang uterus berkontrasi baik
dan kuat
b. Evaluasi tinggi fundus dengan meletakkan jari tangan secara melintang dengan pusat
sebagai patokan. Umumnya, fundus uteri setinggi atau beberapa jari dibawah pusat.
c. Perkirakan kehilangan darah secara keseluruhan.

148
d. Periksa kemungkinan perdarahan dari robekan (laserasi attau episiotomi) perineum.
e. Evaluasi keadaan umum ibu.
f. Dokumentasikan semua asuhan dan temuan selama persalinan kala IV di bagian
belakan patograf, segera setelah asuhan diberikan atau setelah penilaian dilakukan.

TANDA-TANDA PERSALINAN
1. Tanda-tanda persalinan asli (true labor)
a. Kontraksi
Terjadi secara teratur, makin lama makin kuat/kencang, semakin lama, dan dalam
waktu yang semakin berdekatan
Intensitas kontraksi meningkat bila sambil berjalan
Dirasakan di punggung bagian bawah dan menyebar ke bagian bawah abdomen
b. Serviks
Memperlihatkan perubahan yang cepat (lunak, dilatasi yang ditandai dengan adanya
perdarahan)
Perubahan ke posisi anterior, sulit ditentukan tanpa pemeriksaan vagina
c. Janin
 Bagian presentasi biasanya sudah berada di rongga pelvis (sering disebut
“lightening/droppping”). Keadaan ini meningkatkan kemudahan bernafas dan pada
saat yang bersamaan kandung kemih akan tertekan akibat dorongan bagian presentasi
janin ke arah rongga pelvis
2. Tanda-tanda persalinan palsu (false labor)
a. Kontraksi
 Terjadi secara tidak teratur atau teratur tetapi hanya sebentar
 Kontraksi berhenti jika berjalan atau jika berubah posisi
 Dirasakan di daerah punggung atau abdomen di atas “navel”
b. Serviks
 Mungkin lunak tetapi tidak ada dilatasi atau tanda-tanda adanya perdarahan
 Seringkali dalam posisi posterior, tidak dapat dipastikan tanpa pemeriksaan
vagina
c. Janin

149
 Bagian presentasi biasanya belum masuk pelvis.

FAKTOR-FAKTOR ESSENSIAL DALAM PERSALINAN


Ada lima Faktor yang mempengaruhi proses persalinan. Untuk memudahkan mengingat
kelima faktor tersebut adalah 5P : passenger (janin dan plasenta), passegeway (jalan lahir),
power, posisi ibu, dan respon psikologis.

1. Passenger
Bagaimana janin bergerak memasuki jalan lahir adalah akibat sari beberapa faktor yang
saling berhubungan, yaitu: ukuran kepala janin, presentasi janin, perbandingan panjang
axis antara ibu dengan janin, postur janin dan posisi janin.
2. Pasageaway
Jalan lahir terdiri dari tulang pelvis dan jaringan lunak serviks, lantai pelvis, dan intoritu
(pembukaan eksternal vagina). Otot-otot pada lantai pelvis memberikan kontribusi yang
besar pada saat melahirkan janin, sedangkan pelvis ibu berperan penting saat proses
persalinan. Mengingat pentingnya organ-organ tersebut dalam membantu persalinan,
maka pada saat mendekati waktu persalinan sebaiknya ditentukan ukuran dan bentuk
pelvis ibu.

3. Power
Kontraksi volunter dan involunter harus dikombinasikan oleh ibu untuk mendorong janin
dan plasenta keluar dari uterus. Kontraksi involunter uterus disebut tenaga primer, sebagai
tanda bahwa persalinan dimulai. Pada saat serviks mengalami dilatasi, tenaga volunter
mendorong ke bawah, disebut tenaga sekunder. Pada saat terjadi kontraksi involunter yang
perlu diperhatikan adalah frekuensi kontraksi, lamanya kontraksi dan intensitas kontraksi
tersebut.

4. Position
Posisi ibu mempengaruhi adaptasi anatomis dan fisiologis terhadap persalinan. Posisi
“upright” banyak keuntungannya. Posisi tersebut adalah: berdiri, berjalan, duduk dan
berjongkok. Posisi-posisi tersebut dapat mempercepat turunnya janin, menurunkan
tekanan terhadap tali pusat dan menurunkan tekanan pada pembuluh darah (vena cava
ascending dan vena descending) ditulang belakang.

5. Psikology
Kondisi ibu dan perilaku yang ditampilkan, akan menggambarkan tipe dukungan yang
dibutuhkan. Faktor-faktor yang perlu dikaji antara lain:

150
1. Interaksi verbal
a. Apakah ibu banyak bertanya?
b. Apakah ibu bertanya langsung untuk memenuhi kebutuhannya? Atau pasangannya
yang menayakan hal tersebut?
c. Apakah ibu bertanya kepada pasangannya/keluarga?
d. Apakah ibu bebas bertanya kepada perawat atau hanya berespon pada saat
ditanya?
2. Bahasa Tubuh
a. Apakah dia tampak rileks atau tegang?
b. Bagaimana tingkat kecemasannya?
c. Bagaimana reaksi ibu pada saat disentuh oleh perawat atau dengan
pasangan/keluarganya?
d. Apakah ibu tampak sering mengubah posisinya atau diam saja?
e. Apakah dia menghindari kontak mata?
f. Dimana pasangannya duduk?
g. Apakah ibu tampak lelah?
h. Bagaimana istirahat ibu pada hari-hari terakhir?
3. Kemampuan persepsi
a. Apakah ibu memahami apa yang dikatakan perawat?
b. Apakah ada kendala bahasa?
c. Apakah karena kecemasanny sehingga perlu diberi penjelasan ulang?
d. Dapatkan ibu mengulang apa yang telah dikatakan atau memahami apa yang telah
diperagakan?
4. Tingkat ketidaknyamanan
a. Bagaimana ibu mengekspresikan kondisi yang dialaminya saat itu?
b. Bagaimana reaksi ibu pada saat terjadi kontraksi uterus?
c. Adakah ekspresi non erbal nyeri yang tampak?
d. Apakah ibu mengeluh kepada perawat atau pasangannya?
e. Dapatkah ibu menjelaskan tentang tingkat nyamannya?

151
MEKANISME PERSALINAN
Pada kondisi presentasi verteks (posisi normal) mekanisme persalinan terdiri dari tujuh
gerakan utama (theseven cardinal) yaitu:
1. Engagement: saat kepala janin masuk ke rongga pelvis
2. Descent: kemajuan bagian presentasi ke rongga pelvis. Hal ini tergantung pada tiga hal
yaitu: (1) tekanan cairan amnion, (2) tekanan langsung dari kontraksi fundus pada janin,
dan (3) kontraksi diafragma ibu dan otot abdomen pada tahap kedua proses persalinan

152
3. Fleksi: pada saat kepala janin turun dan mendapat tahanan dari serviks, dinding pelvis,
atau lantai pelvis, terjadilah fleksi secara normal dan dagu semakin mendekat/bersentuhan
dengan dada janin
4. Rotasi internal: dimulai di spina ichialis dan terjadi sempurna apabila bagian presentasi
mencapai rongga pelis bagian bawah
5. Ekstensi: saat kepala janin mencapai perineum, terdefleksi di anterior perineum. Bagian
occiput lewat di bawah simphisis pubis dulu, kemudian kepala terekstensi: pertama
occiput, kemudian wajah dan diakhirinya dagu.
6. Restitusi dan rotasi eksternal setelh melahirkan kepala, kemudian dilakukan rotasi singkat
untuk menyesuaikan dengan posisi janin yang masih ada di dalam rongga pelvis. Rotasi
eksternal terjadi pada saat bahu turun dan dilakukan manuver yang sama seperti pada saat
melahirkan kepala.
7. Ekspulsi: setelah bahu dilahirkan, kepala dan bahu diangkat ke atas tulang pubis ibu dan
tubuh bayi dilahirkan dengan gerakan fleksi lateral searah simphisis pubis. Bayi dilahirkan
dengan sempurna. Ini adalah akhir dari proses persalinan tahap kedua, dan catat waktu
yang diperlukan untuk proses ini.

MENGHITUNG DENYUT JANTUNG JANIN (DJJ)


A. Tujuan:
Untuk mengetahui kondisi janin: hidup atau meninggal; distress (gawat janin) atau tidak
dengan menentukan frekuensi, keteraturan, serta perubahan atau variasi DJJ yang terjadi.
B. Alat yang diperlukan:
a. Catatan keperawatan
b. Stetoskop pinard atau doppler
c. Jam yang mempunyai jarum detikan
d. Selimut dan satu buah bantal

153
C. Pelaksanaan:
a. Persiapan
1) Baca catatan keperawatan dan medis klien
2) Siapkan alat
3) Cuci tangan
4) Membawa alat kedekat klien. Beri salam, identifikasi klien dengan mengecek
namanya
5) Beritahu prosedur yang akan dilakukan dan jelaskan tujuannya pada klien atau
keluarga
6) Beri kesempatan untuk bertanya sebelum memulai tindakan

b. Teknik pelaksanaan
1) Jaga privasi tanyakan apakah klien sudah miksi. Bila belum maka dianjurkan
untuk miksi terlebih dahulu
2) Bantu klien berbaring di bed dengan satu bantal di bagian kepala, lutut dapat
diluruskan atau sedikit ditekuk
3) Buka bagian perut (dari Px-sipisis pubis), tutupi bagian yang tidak termasuk area
pemeriksaan dengan memakai selimut
4) Tentukan lokasi punggung janin (palpasi leopold)
5) Letakkan stetskop atau doppler pada area yang ditentukan. Tanpa menyentuh
stetoskop (pinard), dengan DJJ :
 Pastikan DJJ dengan cara membedakannnya dari denyut nadi ibu melalui
palpasi denyut nadi radial ibu
 Bila sudah yakin, hitunglah DJJ
 Pada saat tidak ada his (untuk menentukan baseline DJJ) dengan cara
menghitung frekuensinnya dalam 30 detik (kemudian dikalikan 2 untuk
mendapatkan DJJ 1 menit) atau hitung selama 1 menit penuh.
Cara lain:
Hitung dalam 5 detik, kemudian istirahat beberapa detik; hitung lagi dalam 5 detik,
lalu istirahat lagi; hitung lagi dalam 5 detik. Hasilnya dijumlahkan lalu dikalikan
dengan 4 untuk mendapatkan DJJ 1 menit serta menyimpulkan teratur atau
tidaknya.
Contoh:

5 5 5 detik 5 detik 5 detik Kesimpulan


154
detik detik
11 Istirah 12 Istiraha 11 DJJ teratur,
at t frekuensi
136x/menit
10 Istirah 14 Istiraha 9 DJJ tidak teratur,
at t frekuensi 132
x/menit
8 Istirah 7 Istiraha 7 DJJ teratur,
at t frekuensi 88
x./menit
(bradikardi)

 Pada saat ada his dan diteruskan hingga 30 detik setelahnya (untuk mengetahui
respons fetus terhadap his)
 Perhatikan apakah DJJ teratur atau tidak teratur
6) Beritahu ibu tentang hasil pemeriksaan
7) Rapikan kembali:klien dan alat-alat
8) Cuci tangan
9) Mendokumentikan hasilnya kedalam partograf dan catatan perkembangan. Ontoh:
pencatatan pada catatan perkembangan: pukul 08.30 DJJ 140x/mnt, teratur, terjadi
peningkatan hingga 150 x/mnt pada saat his.

MENGKAJI KONTRAKSI UTERUS (HIS)


A. Tujuan:
Memberikan data tentang frekuensi his, lamanya dan kekuatannya
B. Alat yang digunakan:
a) Catatan keperawatan
b) Jam yang mempunyai jarum detikan
C. Pelaksanaan:
a. Persiapan
1) Baca catatan keperawatan dan medis klien
2) Siapkan alat
3) Cuci tangan

155
4) Membawa alat kedekat klien. Beri salam, identifikasi klien dengan mengecek
namanya
5) Beritahu prosedur yang akan dilakukan dan jelaskan tujunnya pada klien atau
keluarga
6) Beri kesempatan untuk bertanya sebelum memulai tindakan
b. Teknik pelaksanaan
1) Jaga privasi
2) Palpasi dapat dilakukan dengan atau tanpa membuka baju bagian perut ibu aslkan
baju ibu tidak tebal
3) Letakkan telapak tangan dari jari-jari pada area fundus (di atas pusar). Ketika uterus
mulai mengencang, perhatikan jam untuk diingat sebagai awal timbulnya his
4) Lanjutkan menilai kekuatan his dengan cara menekan dinding uterus sehingga
ringan memakai ujung jari-jari. Kekuatan his dinilai:
a) Ringan, bila fundus hanya sedikit mengencang sehingga jari-jari dapat menekan
dinding uterus ke dalam dengan mudah, lamanya his umumnya 20 detik
b) Sedang, bila fundus cukup mengencang hingga jari-jari merasakan tahanan
dinding uterus saat menekannya; lamanya his umumnya antara 20-40 detik
c) Kuat, bila fundus sangat mengencang sehingga terasa seperti papan keras saat
ditekan ke dalam, lamanya his umumnya lebih dari 40 detik
5) Bila uterus sudah benar-benar berelaksasi lihat kembali janinnya. Waktu
dimulainya pengenangan uterus sehingga uterus berelaksasi dicatat sebagai
lamanya kontraksi
6) Lanjutkan palpasi dan perhatikan jam ketika his berikutnya datang. Frekuensi
palpasi dan perhatikan jam ketika datang. Frekuensi his dihitung sejak kedatangan
his yang satu hingga kedatangan his yang berikutnya. Umumnya frekuensi his pada
fase aktif kala I dan selanjutnya dihitung dalam 10 menit. Sehingga dapat diketahui
ada beberapa his dalam kurun waktu 10 menit tersebut.
7) Beritahukan klien tentang hasil pemeriksaan
8) Rapikan kembali klien
9) Cuci tangan
10) Mendokumentasikan hasilnya kedalam partograf dan catatan perkembangan.
Contoh: his 3x/10menit, intensitas ringan, lamanya  20 detik
PEMERIKSAAN DALAM
(VAGINAL TOUCHER/VT) = VAGINAL EXAMINATION/VE
A. Tujuan:
1) Memastikan apakah klien sudah inpartu atau belum
156
2) Mengetahui status lastic atau selaput ketuban apakah sudah pecah atau belum;
memastikan pembukaan dan pendataan cervix, bagian terendah, posisi, statis atau
penurunan, adanya moulage atau molding bila bagian terendahnya adalah kepala.
3) Kontra indikasi: adanya perdarahan

B. Alat yang diperlukan:


a. Handscoen steril 1 pasang
b. Larutan lasic dalam wadah steril
c. Kapas steril 5 buah dalam tempatnya
d. Bengkok 1 buah
e. Plastik atau tempat kotoran
C. Pelaksanaan:
a. Persiapan
1) Baca catatan keperawatan dan medis klien
2) Siapkan alat
3) Pastikan klien sudah miksi atau kandung kencing kosong dan dipalpasi untuk
mengetahui penurunan bagian terendah janin
4) Cuci tangan
5) Membawa alat ke dekat klien. Beri salam, identifikasi klien dengan mengecek
namanya
6) Beritahu prosedur yang akan dilakukan dan jelaskan tujuannya pada klien atau
keluarga
7) Beri kesempatan untuk bertanya sebelum memulai tindakan
b. Teknik Pelaksanaan
1) Jaga privasi. Lampu ruangan harus cukup terang
2) Mintalah klien berbaring terlentang dengan satu bantal, lutut terlipat, kedua
tungkai terbuka. Tutupi bagian yang tidak perlu
157
3) Pakai handscoen
4) Bersihkan vulva dan perineum memakai kapas steril (antiseptik, usahakan
handscoen yang akan masuk ke vagina pada waktu VT tidak menyentuh vulva atau
perineum)
5) Regangkan kedua labia dengan tangan yang tidak lasic. Anjurkan klien untuk
menarik nafas dalam pelan sambil merilekskan perineumnnya. Pada saat tidak ada
his, perlahan-lahan masukkan jari telunjuk dan jari tengah ke dalam vagina hingga
menyentuh servik. Perhatikan ekspresi wajah klien, minta maaf bila perasat
menimbulkan nyeri.
6) Sesekali tangan sudah masuk ke vagina, jangan dikeluarkan sebelum selesai
seluruh pemeriksaan. Periksalah:
a) Pendataran dan pembukaan cervix
b) Selaput ketuban: utuh, menonjol, ataukah sudah tak teraba/pecah; bila sudah
pecah adalah prolaps tali pusat yang teraba lembek dan berdenyut. Air
ketuban: warna; jernih atau keruh, bau atau tidak, mekonium ada atau tidak.
c) Apa yang menjadi bagian terendahnya
d) Posisi, stasi, dan adanya molding kepala
e) Beritahukan bahwa pemeriksaan telah selesai, keluarkan jari dari vagina.
Perhatikan apakah ada cairan vagina, mekonium, darah yang keluar dari vagina
setelah pemeriksaan
f) Bantu ibu kembali pada posisi yang nyaman. Lepaskan handscoen dan cuci
tangan. Bereskan alat-alat
g) Informasikan hasil pemeriksaan pada klien dan keluarga
Catat hasilnya, misal: pukul 09.00, VT, pembukaan 8 cm, pendataran 100%,
ketuban sudah pecah: jernih, tak ada mekonium, kepala-hodge III (atau stasi 0),
untuk kiri depan, moulase

158
159
KOMPETENSI : PERTOLONGAN PARTUS NORMAL
WAKTU : 15 MENIT
NAMA MAHASISWA :
Kompeten
si
Aspek yang dinilai
Ya Tdk
Tahap Preinteraksi
1. Cek catatan klien
2. Cuci tangan
3. Mempersiapkan alat:
 Partus set (dalam wadah stainless dan tutup) : 2 klem anatomis, klem
plastic untuk tal ipusat, tali pusat, kateter logam, gunting episiotomi,
klem ½ kocher, 3 pasang sarung tangan DTT atau steril, kasa steril,
kateter penghisap Dee Lee atau bola karet penghisap yang baru dan
bersih, kateter metal, duk lubang steril, kom DTT)
 Hlecting set( dalam wadah stainless dan tutup) : 2 klem anatomis,
gunting episiotomy,klem ½ kocher,pinset anatomi,pinset chirugis, 2
pasang sarung tangat DTT atau steril,kasa atau kain kecil,gulungan
kapas bersih,kateter penghisap Dee Lea atau bola penghisap yang
baru dan bersih,kateter metal.
 Underpad
 Oksitosin 10 UI
 Metergin 10 mg (jika perlu)
 Spuit 3 cc 2 buah
 Celemek plastik
 Bengkok 2 buah (untuk pelaksanaan dan tempat plasenta)
 Handuk bersih, kain ibu, celana dalam, pembalut, wash lap 2 buah
 Perlak
 Tensimeter
 Stetoskop
 Funduskop
 Heacting set (nelholder, jarum heacting, benang cromic, gunting,
pinset sirurgis, kom betadin) dalam kupet
 Wadah berisi air DTT
160
 Kapas Cebok
 Waskom berisi air DTT
 Waskom berisi cairan klorin 0,5%
 Stikpan
 Tempat ari-ari
 Lampu sorot
4. Cuci tangan
Tahap Orientasi
5. Salam pembuka dan perkenalkan diri
6. Lakukan identifikasi identitas (tanyakan nama, tanggal lahir dan lihat
nomer RM)
7. Jelaskan tujuan tindakan pada pasien dan keluarga
8. Jelaskan prosedur tindakan
9. Kontrak waktu
10. Tanyakan keluhan saat ini
11. Berikan kesempatan pasien bertanya sebelum kegiatan dilakukan
Tahap Kerja
12. Jaga privasi klien
13. Anjurkan klien buang air kecil
14. Persilahkan klien untuk berbaring di tempat tidur dengan satu bantal di
bagian kepala,
15. Tutup dengan alat tenun bagian tubuh klien yang tidak diperiksa
(Mengenali gejala dan tanda kala dua)
16. Mendengar dan melihat adanya tanda persalinan kala dua (Ibu merasa
ada dorongan kuat dan meneran, ibu merasakan tekanan yang semakin
meningkat pada rektum dan vaginanya, perineum tampak menonjol,
vulva-vagina dan sfingter anal membuka).
(Menyiapkan pertolongan persalinan)
17. Pastikan kelengkapan peralatan, bahan dan obat-obatan esensial untuk
menolong persalinan dan penatalaksanaan komplikasi ibu dan bayi baru
lahir. Untuk resusitasi siapkan tempat datar, rata, bersih, kering dan
hangat, 3 handuk/kain bersih dan kering, alat penghisap lendir, lampu
sorot 60 watt dengan jarak 60 cm untuk tubuh bayi.
18. Mengenakan baju penutup atau celemek plastik yang bersih.
19. Melepaskan semua perhiasan yang dipakai pada kedua tangan
20. Mencuci kedua tangan dengan sabun dan air bersih yang mengalir dan
mengeringkan tangan dengan tissue dan handuk disposibel.
21. Buka partus set, buka spuit dengan tekhnik steril. Letakkan dalam partus
set. Periksa obat : label cairan suntikan, dosis dan kadaluarsa. Patahkan
161
ampul dan taruh di atas meja/ troli
22. Cuci tangan dengan tekhnik 6 langkah dan keringkan
23. Pakai sarung tangan steril dengan tekhnik satu tangan
24. Menghisap oksitosin 10 UI ke dalam tabung suntik/ spuit. Aspirasi untuk
mengeluarkan udara, letakkan kembali dalam partus set tanpa
mengkontaminasi spuit
(Memastikan pembukaan lengkap dengan keadaan janin baik)
25. Dekatkan bengkok, bersihkan vulva dan perineum dengan kapas
sublimat
26. Lakukan pemeriksaan dalam/ VT untuk menentukan bahwa pembukaan
servik sudah lengkap ddengan menggunakan tekhnik steril
 Bila ketuban belum pecah, sedangkan pembukaan sudah lengkap
lakukan amniotomi
27. Mendekontaminasi sarung tangan dengan cara mencelupkan tangan yang
masih memakai sarung tangan kotor ke dalam larutan klorin 0,5% selama
10 menit dan lepaskan terbalik
28. Lakukan DJJ untuk menilai kondisi janin (DJJ) setelah kontraksi
berakhir untuk memastikan bahwa DJJ dalam batas normal (120-160
kali/menit)
 Mengambil tindakan yang sesuai jika DJJ tidak normal
 Mendokumentasikan hasil-hasil pemeriksaan dalam, DJJ dan semua
hasil-hasil penilaian serta asuhan lainnya pada partograf
(Menyiapkan Ibu dan keluarga untuk membantu proses pimpinan
meneran)
29. Memberitahu ibu pembukaan sudah lengkap dan keadaan janin baik.
Membantu ibu berada dalam posisi yang nyaman sesuai keinginannya.
 Menunggu hingga ibu mempunyai keinginan untuk meneran.
Melanjutkan pemantauan kondisi dan kenyamanan ibu serta janin sesuai
dengan pedoman persalinan aktif dan mendokumentasikan temuan yang
ada.
 Menjelaskan kepada anggota keluarga bagaimana peran mereka untuk
mendukung dan memberi semangat kepada ibu untuk meneran secara
benar.
30. Meminta bantuan keluarga untuk menyiapkan posisi ibu untuk meneran.
(Pada saat his, bantu ibu dalam posisi setengah duduk dan pastikan ibu
merasa nyaman)
31. Melakukan pimpinan meneran saat his (timbul kontraksi/ibu mempunyai
keinginan untuk meneran) :
 Membimbing ibu untuk meneran saat ibu mempunyai keinginan untuk
meneran
 Mendukung dan memberi semangat atas usaha ibu untuk meneran
 Membantu ibu mengambil posisi yang nyaman sesuai pilihannya (tidak
meminta ibu untuk berbaring terlentang)
 Menganjurkan ibu untuk beristirahat di antara kontraksi
 Menganjurkan keluarga untuk mendukung dan memberi semangat

162
pada ibu
 Menganjurkan asupan cairan per oral
 Menilai DJJ setiap kontraksi uterus selesai
 Jika bayi belum lahir atau kelahiran bayi belum akan terjadi segera
dalam waktu 120 menit (2 jam) meneran untuk ibu primipara atau 60
menit (1 jam) untuk ibu multipara, merujuk segera
32. Jika ibu tidak mempunyai keinginan untuk meneran
Menganjurkan ibu untuk berjalan, berjongkok atau mengambil posisi
yang aman. Jika ibu belum ingin meneran dalam 60 menit,
menganjurkan ibu untuk mulai meneran pada puncak kontraksi tersebut
dan beristirahat di antara kontraksi
(Persiapan pertolongan kelahiran bayi)
33. Letakkan handuk bersih (untuk mengeringkan bayi) di perut ibu, jika
kepala bayi telah membuka vulva dengan diameter 5-6 cm
34. Letakkan kain yang bersih/underpad di bawah bokong ibu
35. Membuka partus set dan memperhatikan kembali kelengkapan alat dan
bahan
36. Memakai sarung tangan DTT atau steril pada kedua tangan
(Menolong kelahiran bayi)
Lahirnya kepala
37. Saat kepala bayi membuka vulva dengan diameter 5-6 cm, lindungi
perineum dengan satu tangan yang dilapisi kain tadi, letakkan tangan
yang lain di kepala bayi dan lakukan tekanan yang lembut dan tidak
menghambat pada kepala bayi, membiarkan kepala keluar perlahn-lahan.
Menganjurkan ibu untuk meneran perlahan-lahan atau bernapas cepat
saat kepala lahir
38. Memeriksa lilitan tali pusat dan mengambil tindakan yang sesuai jika hal
itu terjadi dan kemudian meneruskan segera proses kelahiran bayi:
 Jika tali pusat melilit leher janin dengan longgar, lepaskan lewat
bagian atas kepala bayi
 Jika tali pusat melilit leher bayi dengan erat, mengklemnya di dua
tempat dan memotongnya
39. Menunggu hingga kepala bayi melakukan putaran paksi luar secara
spontan
Lahirnya bahu
40. Setelah kepala melakukan putaran paksi luar, pegang secara biparietal.
Menganjurkan ibu untuk meneran saat kontraksi berikutnya. Dengan
lembut menariknya ke arah bawah dan ke arah luar hingga bahu anterior
muncul di bawah arkus pubis dan kemudian dengan lembut menarik ke
arah atas dan ke arah luar untuk melahirkan bahu posterior
Lahirnya badan dan tungkai
41. Setelah kedua bahu dilahirkan, geser tangan bawah untuk kepala dan
bahu. Gunakan tangan atas untuk menelusuri dan memegang lengan dan
siku sebelah atas
42. Setelah tubuh dari lengan lahir, penelusuran tangan atas berlanjut ke
163
punggung, bokong, tungkai dan kaki. Pegang kedua mata kaki
(masukkan telunjuk di antara kaki dan pegang masing-masing mata kaki
dengan ibu jari dan jari-jari lainnya
(Penanganan bayi baru lahir)
43. Lakukan penilaian (selintas) :
 Apakah bayi cukup bulan ?
 Apakah air ketuban jernih, tidak bercampur mekonium ?
 Apakah bayi menangis kuat dan atau bernapas tanpa kesulitan ?
 Apakah bayi bergerak dengan aktif ?
Bila salah satu jawaban adalah “tidak” lanjut ke langkah resusitasi
pada asfiksia bayi baru lahir
Bila semua jawaban adalah “ya”, lanjut ke-27
44. Keringkan tubuh bayi
Keringkan bayi mulai dari muka, kepala dan bagian tubuh lainnya
kecuali bagian tangan tanpa membersihkan verniks. Ganti handuk basah
dengan handuk/kain yang kering. Biarkan bayi di atas perut ibu.
45. Periksa kembali uterus untuk memastikan tidak ada lagi bayi dalam
uterus (hamil tunggal)
46. Beritahu ibu bahwa ia akan disuntik oksitosin agar uterus berkontraksi
baik
47. Dalam waktu 1 menit setelah kelahiran bayi, memberikan suntikan
oksitosin 10 unit IM di 1/3 paha atas bagian distal lateral (lakukan
aspirasi sebelum menyuntikkan oksitosin)
48. Dalam waktu 2 menit setelah bayi lahir, jepit tali pusat dengan klem
kira-kira 3 cm dari pusat bayi. Mendorong isi tali pusat ke arah distal
(ibu) dan jepit kembali tali pusat pada 2 cm distal dari klem pertama.
49. Pemotongan dan pengikatan tali pusat.
 Dengan satu tangan, pegang tali pusat yang telah dijepit (lindungi
perut bayi) dan lakukan pengguntingan tali pusat di antara 2 klem
tersebut.
 Ikat tali pusat dengan klem plastic untuk tali pusat.
50. Letakkan bayi agar ada kontak kulit ibu ke kulit bayi
Letakkan bayi tengkurap di dada ibu. Luruskan bahu bayi sehingga bayi
menempel di dada/perut ibu. Usahakan kepala bayi berada di antara
payudara ibu dengan posisi lebih rendah dari puting payudara ibu.
51. Selimuti ibu dan bayi dengan kain hangat dan pasang topi di kepala bayi
(Penatalaksanaan Aktif Kala III)
52. Pindahkan klem pada tali pusat hingga berjarak 5-10 cm dari vulva.
53. Meletakkan satu tangan di atas kain yang ada di perut ibu, tepat di atas
tulang pubis dan menggunakan tangan ini untuk melakukan palpasi
kontraksi dan menstabilkan uterus. Memegang tali pusat dan klem
dengan tangan yang lain.
54. Setelah uterus berkontraksi, tegangkan tali pusat ke arah bawah sambil
tangan yang lain mendorong uterus ke arah belakang-atas (dorso-kranial)
secara hati-hati (untuk mencegah inversio uteri). Jika plasenta tidak lahir
164
setelah 30-40 detik, menghentikan penegangan tali pust dan menunggu
hingga kontraksi berikut mulai.
 Jika uterus tidak berkontraksi, meminta ibu atau seorang anggota
keluarga untuk melakukan rangsangan puting susu.
Mengeluarkan plasenta
55. Lakukan penegangan dan dorongan dorso-kranial hingga plasenta
terlepas, minta ibu meneran sambil penolong menarik tali pusat dengan
arah sejajar lantai dan kemudian ke arah atas, mengikuti poros jalan lahir
(tetap lakukan tekanan dorso-kranial)
 Jika tali pusat bertambah panjang, pindahkan klem hingga berjarak
sekitar 5-10 cm dari vulva dan lahirkan plasenta
 Jika plasenta tidak lepas setelah melakukan penegangan tali pusat
selama 15 menit :
1. Mengulangi pemberian oksitosin 10 unit IM
2. Lakukan kateterisasi (aseptik) jika kandung kemih penuh
3. Meminta keluarga untuk menyiapkan rujukan
4. Ulangi penegangan tali pusat 15 menit berikutnya
5. Jika plasenta tidak lahir dalam 30 menit setelah bayi baru
lahir atau bila terjadi perdarahan, segera lakukan plasenta manual.
56. Jika plasenta terlihat di introitus vagina, melanjutkan kelahiran plasenta
dengan menggunakan kedua tangan. Memegang plasenta dengan dua
tangan dan dengan hati-hati memutar plasenta hingga selaput ketuban
terpilin. Dengan lembut perlahan melahirkan selaput ketuban tersebut
 Jika selaput ketuban robek, memakai sarung tangan DTT atau steril
dan memeriksa vagina dan serviks ibu dengan seksama.
Menggunakan jari-jari tangan atau klem atau forsep DTT atau steril
untuk melepaskan bagian selaput yang tertinggal.
Rangsangan taktil (masase) uterus
57. Segera setelah plasenta dan selaput ketuban lahir, melakukan masase
uterus, meletakkan telapak tangan di fundus dan melakukan masase
dengan gerakan melingkar dengan lembut hingga uterus berkontraksi
(fundus menjadi keras). Lakukan tindakan yang diperlukan jika uterus
tidak berkontraksi setelah 15 detik masase.
(Menilai perdarahan)
58. Memeriksa kedua sisi plasenta baik yang menempel ke ibu maupun ke
janin dan selaput ketuban untuk memastikan bahwa selaput ketuban utuh.
Meletakkan plasenta di dalam kantung plastik atau tempat khusus.
59. Evaluasi kemungkinan laserasi pada vagina dan perineum. Lakukan
penjahitan bila laserasi menyebabkan perdarahan.
(Bila ada robekan yang menimbulkan perdarahan aktif, segera lakukan
penjahitan)
(Melakukan prosedur pasca persalinan)
60. Menilai ulang uterus dan memastikannya berkontraksi dengan baik.
Mengevaluasi perdarahan persalinan vagina.
61. Biarkan bayi tetap melakukan kontak kulit ke kulit di dada ibu paling

165
sedikit 1 jam
62. Setelah satu jam, lakukan pemeriksaan fisik bayu baru lahir, beri
antibiotik salep mata pencegahan dan vitamin K1 1 mg IM di paha kiri
anterolateral.
63. Setelah satu jam pemberian vitamin K1 berikan suntikan imunisasi
hepatitis B di paha kanan anterolateral.
Letakkan bayi di dalam jangkauan ibu agar sewaktu-waktu bisa
disusukan.
Letakkan kembali bayi pada dada ibu bila bayi belum berhasil menyusui
di dalam satu jam pertama dan biarkan sampai bayi berhasil menyusui
(Evaluasi)
64. Melanjutkan pemantauan kontraksi uterus dan perdarahan per vaginam :
 2-3 kali dalam 15 menit pertama pasca persalinan
 Setiap 15 menit pada 1 jam pertama pasca persalinan
 Setiap 20-30 menit pada jam kedua pasca persalinan
 Jika uterus tidak berkontraksi dengan baik, melaksanakan perawatan
yang sesuai untuk penatalaksanaan atonia uteri. Jika ditemukan
laserasi yang memerlukan penjahitan, lakukan penjahitan dengan
anestesia lokal dan menggunakan teknik yang sesuai.
65. Mengajarkan pada ibu/keluarga bagaimana melakukan masase uterus
dan memeriksa kontraksi uterus.
66. Evaluasi dan estimasi kehilangan darah
67. Memeriksa nadi ibu dan keadaan kandung kemih setiap 15 menit selama
1 jam pertama pasca persalinan dan setiap 30 menit selama jam kedua
pasca persalinan.
 Memeriksa temperatur tubuh ibu sekali setiap jam selama dua jam
pertama pasca persalinan.
 Melakukan tindakan yang sesuai untuk temuan yang tidak normal.
68. Periksa kembali bayi dan pantau setiap 15 menit untuk pastikan bahwa
bayi bernapas dengan baik (40-60 kali/menit) serta suhu tubuh normal
(36,5-37,5ºC).
 Jika bayi sulit bernapas, merintih atau retraksi, diresusitasi dan segera
merujuk ke rumah sakit
 Jika bayi bernapas terlalu cepat, segera dirujuk
 Jika kaki teraba dingin, pastikan ruangan hangat lalu kembalikan bayi
ke kulit ibunya dan selimuti ibu dan bayi dengan satu selimut.
Kebersihan dan keamanan
69. Menempatkan semua peralatan di dalam larutan klorin 0,5% untuk
dekontaminasi (10 menit). Mencuci dan membilas peralatan setelah
dekontaminasi.
70. Membuang bahan-bahan yang terkontaminasi ke dalam tempat sampah
yang sesuai.
71. Membersihkan ibu dengan menggunakan air desinfeksi tingkat tinggi
(DTT). Membersihkan sisa cairan ketuban, lendir dan darah. Membantu
ibu memakai pakaian yang bersih dan kering.

166
72. Memastikan bahwa ibu nyaman. Membantu ibu memberikn ASI.
Menganjurkan keluarga untuk memberikan ibu minuman dan makanan
yang diinginkan.
73. Mendekomentasikan daerah yang digunakan untuk melahirkan dengan
larutan klorin 0,5% dan membilas dengan air bersih.
74. Mencelupkan sarung tangan kotor ke dalam larutan klorin 0,5%,
membalikkan bagian dalam ke luar dan merendamnya dalam larutan
klorin 0,5% selama 10 menit.
75. Mencuci kedua tangan dengan sabun dan air mengalir
Dokumentasi
76. Melengkapi partograf (halaman depan dan belakang)
Tahap Terminasi
Evaluasi hasil yang didapat sebagai berikut:
77. Evaluasi hasil kegiatan (subjektif dan objektif)
78. Berikan reinforcement positif pada klien
79. Lakukan kontrak untuk kegiatan selanjutnya
80. Akhiri kegiatan dengan cara yang baik
81. Cuci tangan
Dokumentasi
Lakukan pendokumentasian : nama klien, tanggal dan waktu, hasil yang
dicapai
Pencapaian (Total item)

Daftar Tilik: Assesment Persalinan


No Ketrampilan Nilai
0 1 2
Melihat Tanda dan Gejala Kala Dua
1 Menyambut ibu dan keluarga

167
2 Memperkenalkan diri
Meninjau kartu alternatif (jika ada)
1 Mengkaji ulang/ menanyakan mengenai usia kehamilan
2 Mengkaji ulang/ menanyakan mengenai riwayat kehamilan terdahulu:
 Paritas
 Riwayat operasi caesar
 Riwayat bayi besar
 Masalah-masalah selama kehamilan, dan persalinan sebelumnya
3 Mengkaji ulang/menanyakan mengenai masalah-masalah dengan
kehamilan yang sekarang
Riwayat
1 Menanyakan apa yang dirasakan ibu
2 Menanyakan mengenai kontraksi:
 Kapan mulai terasa
 Frekuensi
 Durasi
 Kekuatannya
3 Menanyakan mengenai adanya cairan vagina: Perdarahan vagina, lendir
darah, aliran atau semburan cairan: kapan, warna dan bau
4 Menanyakan mengenai gerakan janin
5 Menanyakan mengenai istirahat terakhir dan kapan makan terakhir
6 Menanyakan kapan terakhir buang air kecil/besar
7 Catat temuan pada partograf
Pemeriksaan Fisik
1 Mengambil tanda-tanda vital : Tekanan darah, suhu tubuh, nadi
2 Memeriksa adanya edema pada muka dan tangan
3 Memeriksa adanya warna-warna kuning pada sclera
4 Memeriksa pucat pada: mata, mulut
5 Periksa reflek patella
6 Melakukan pemeriksaan abdomen:
 leopold untuk posisi janin

168
 penurunan kepala janin
 tinggi fundus uteri
 frekuensi, durasi, kekuatan kontraksi
 luka bekas operasi
7 Mendengarkan detak jantung janin
8 Mencuci tangan dengan sabun dan air serta mengeringkannnya dengan
handuk bersih
9 Gunakan sarung tangan DTT atau steril
10 Menjelaskan tindakan prosedur tindakan kepada ibu dan
memberitahukan kemungkinan ketidaknyamanan
11 Pemeriksaan genetal luar :perdarahan, cairan amnion, lendir darah,
perlukaan
12 Melakukan pemeriksaan dalam:
 pembukaan serviks
 penipisan serviks
 penurunan kepala
 selaput ketuban
Jangan melakukan pemeriksaan dalam jika ibu melaporkan adanya
perdarahan vagina atau jika adanya perdarahan jelas pada pemeriksaan
inspeksi genetalia luar
13 Diskusikan temuan-temuan dengan ibu dan keluarganya
14 Catat temuan dalam partograf
Pemantauan terus menerus sepanjang kala 1 persalinan
1 Memonitor tekanan setiap 4 jam
2 Memonitor suhu badan setiap 4 jam
3 Memonitor denyut nadi setiap 30 detik
4 Mendengarkan detak jantung janin
 setiap 1 jam pada fase laten
 setiap 30 menit pada fase aktif
5 Memeriksa kontraksi uterus
 setiap 1 jam pada fase laten
 setiap 30 menit pada fase aktif

169
6 Memeriksa perubahan serviks
 setiap 4 jam pada fase laten
 setiap 2-4 jam pada fase aktif
7 Memeriksa penurunan-penurunan kepala janin
 setiap 4 jam pada fase laten
 setiap 2-4 jam pada fase aktif
8 Memonitor urin setiap 2 jam

EKG
LEAD EKG DAN INTERPRETASI GELOMBANG NORMAL

EKG adalah alat bantu diagnostik yang digunakan untuk mendeteksi aktivitas listrik jantung.

SISTEM KONDUKSI LISTRIK JANTUNG

170
Jantung dapat melakukan fungsinya sebagai pompa atau melakukan kontraksi dengan
baik, hal ini disebabkan jantung memiliki 3 hal, yaitu :
1. Penghasil listrik sendiri yang otomatis (pacemaker)
Jantung penghasil listrik otomatis inni terdiri atas 3 komponen, yakni nodus SA, Nodus
AV, dan serabut purkinje.
2. Konduksi listrik
Konduksi atau perambatan listrik yang terjadi di jantung secara sistematis dimulai dari
nodus SA, Nodus AV, His, cabang berkas kiri dan kanan, serta berakhir di serabut
purkinje.

3. Miokardium (otot-otot jantung)


Otot-otot jantung akan mengalami kontraksi bila terjadi perubahan muatan listrik di
dalam sel miokard yang dinamakan depolarisasi sedangkan peristiwa kembalinya muatan
listrik di dalam sel-sel moikard menjadi keadaan seperti semula dinamakan repolarisasi.
Selanjutnya, akan menghasilkan relaksasi kembali dinding miokardium
 SA Node
o Letak : pertemuan antara VKS dengan RA
o Menghantar impuls listrik dari atrium ke
o Ventrikel
o Frekuensi impuls 60-100x/mnt
 AV Node
o Letak : diatas sinus koronarius pa dinding
o posterior atrium kanan
o Frekuensi impuls 40-60x/mnt
 Berkas his
171
o Berasal dari AV node
o Menembus jar.pemisah miokard atrium dan miokard ventrikel
o Berjalan pada septum ventrikel kmdn bercabang dua menjadi berkas
kanan(RBB) dan berkas kiri(LBB)
 Serabut Purkinje
o Merupakan percabangan dari RBB dan LBB
o Impuls 20-40x/mnt

a. EKG standart terdiri atas 12 leads (I, II,III,aVR, aVL, aVF, V1, V2, V3, V4, V5,
V6)
 Setiap lead mencatat aktivitas elektrik jantung dari posisi anatomi yang
berbeda
 Identifikasi dari perubahan miokardium pada lead tertentu dapat membantu
menentukan kondisi patologis
b. Amplitudo normal dari gelombang P kurang lebih 3mm,durasi normal dari
gelombang P adalah 0,04-0,11 detik. Gelombang P yang lebih dari nilai ini
diketahui adanya deviasi dari normal
c. Interval PR diukur dari naiknya gelombang P ke sambungan QR dan normalnya
sekitar 0,12 dan 0,20 detik
 Interval PR merepresentasikan waktu transmisi impuls dari nodus SA ke
nodus AV
 Adanya kelambatan pada nodus AV untuk memungkinkan pengisian
ventrikular yang adekuat untuk mempertahankan stroke volume normal
(jumlah darah yang dikeluarkan setiap kontraksi)
d. Kompleks QRS mengandung gelombang dan segmen yang berbeda,yang dapat
dievaluasi secara terpisah. Kompleks QRS normalnya sekitar 0,06 dan 0,10
detik.
 Gelombang Q, penurunan pertama setelah gelombang P, biasanya dalamnya
kurang dari 3mm. Gelombang Q yang sangat defleksi merupakan keadaan
yang tidak normal pada jantung yang sehat.Gelombang Q patologis
biasanya mengindikasikan adanya Old Miocard Infark
172
 Gelombang R merupakan gelombang defleksi positif pertama setelah
gelombang P, normalnya memiliki tinggi sekitar 5 – 10 mm. Peningkatan
dan penurunan amplitudo menjadi sangat signifikan pada beberapa kondisi
penyakit. Hipertropi ventrikular akan menimbulkan gelombang R yang
sangat tinggi karena hipertropi otot memerlukan arus listrik yang sangat
kuat untuk depolarisasi.
e. Segment ST dimulai di akhir gelombang S, merupakan defleksi negatif pertama
setelah gelombang R dan berakhir pada peningkatan gelombang T.
f. Gelombang T merepresentasikan serabut miokardium atau keadaan istirahat dari
kerja miokardium. Gelombang T harus selalu ada. Gelombang T normal tidak
boleh lebih dari 5 mm pada semua lead,kecuali lead precordial (V1 – V6),
dimana disini setinggi 10 mm.

HAL-HAL YANG HARUS DIPERHATIKAN


1. Lakukan pemeriksaan EKG atau monitor EKG yang terus menerus jika ada indikasi :
 Berikan privasi dan minta klien untuk melepaskan pakaiannya,terutama bagian
dada,pergelangan tangan dan mata kaki
 Tempatkan lead pada dada dan ekstremitas sesuai label,gunakan self-adhesive
elektrode atau gel yang larut air atau bahan-bahan pengkonduksi lainnya
 Instruksikan klien untuk tetap berbaring,tidak bergerak,batuk atau berbicara saat
dilakukan pencatatan EKG untuk mencegah terjadinya artifact
 Yakinkan mesin EKG telah terpasang pada saklar dan grounded dan jalankan sesuai
petujuk pabriknya
 Jika dilakukan monitoring jantung terus menerus,ajarkan klien parameter gerakan
dan tidak panik ketika terdengar alarm
2. Interpretasi EKG
a. Tentukan frekuensi denyut jantung. Apakah terlalu cepat, lambat atau normal
 Penentuan frekuensi denyut jantung dengan cepat dapat dilakukan dengan
menghitung jumlah kompleks QRS dalam interval waktu 6 detik dan kalikan
kompleks QRS yang didapat dengan 10
Catatan : Kita harus berhati-hati dengan metode ini,karena metode ini hanya
akurat untuk irama yang terjadi dalam interval normal dan tidak dapat
digunakan untuk menentukan frekuensi denyut jantung dengan irama irreguler.
Untuk keakuratan,ketidakaturan irama selalu dihitung untuk setiap 1 menit

173
 Frekuensi denyut jantung juga dapat dihitung dengan membagi 300 dengan
jumlah lima kotak besar yang ada diantara 2 kompleks QRS.Tigaratus blok
besar merepresentasikan 1 menit pada kertas EKG.
b. Kemudian tentukan iramanya. Apakah iramanya reguler, irreguler, regulary-
irreguler atau irreguler – irreguler
c. Akhirnya, perhatikan setiap gelombang dan segmen untuk melihat adanya
abnormalitas.
 Lihat gelombang P, apakah ada untuk setiap kompleks QRS ?. Apakah
gelombang ini tidak ada,seperti pada junction rhythm ?. Apakah digantikan oleh
bentuk gelombang lain? Seperti apa bentuknya?. Apakah mirip, bentuknya
bagus atau bentuknya berubah seperti pada fibrilasi atrial atau takikardi atrial
paroksimal?
 Hitung interval PR. Interval PR yang terlalu lama dapat menjadi prekusor untuk
berbagai heart block karena terapi obat atau miokardial
 Lihat adanya gelombang Q patologis atau jika waktunya lebih dari 0,04 detik
dan jika dalamnya lebih dari 3 mm atau lebih besar dari sepertiga tinggi
gelombang R
 Hitung kompleks S. Apakah mereka identik dalam bentuknya ? Apakah mereka
turun terlalu awal ? Apakah bentuknya bervariasi ? Apakah ada jarak dan aneh,
menunjukkan kontraksi ventrikular prematur ?
 Perhatikan segmen ST. Elevasi segmen ST menunjukkan adanya pola injury dan
biasanya terjadi pada perubahan awal di miokardial infark akut. ST depresi
terjadi pada keadaan iskemi. Perubahan kadar kalsium dan kalium juga
mempengaruhi segmen ST.
 Lihat gelombang T. Apakah Defleksi positif atau negatif ? Gelombang T yang
terbalik mengindikasikan terjadinya iskemia
 Hitung interval QT. Interval QT yang normal tidak lebih dari satu setengah
interval PR. Interval QT yang terlalu lama mengindikasikan toksisitas digitalis,
quinidine yang terlalu lama (Quinaglute) atau terapi prokainamide (Pronestyl)
atau hipomagnesia.

GAMBARAN ELEKTROKARDIOGRAM NORMAL

174
175
KOMPETENSI : ELEKTOKARDIOGRAM
WAKTU : 15 MENIT
NAMA MAHASISWA :
NIM :

176
KOMPETENSI
Aspek yang dinilai 1 2 3
ya tdk ya tdk ya tdk
Tahap Pra Interaksi
1. Baca catatan perawat dan Validasi kebutuhan
2. Siapkan alat-alat:
a. Mesin EKG
b. Kertas grafik EKG
c. Sarung tangan
d. Jelly
e. Tissue
f. Kapas Alkohol
g. Bengkok
3. Cuci tangan
Tahap Orientasi
1. Beri salam,
2. Perkenalkan diri
3. Cek nama, gelang, RM
4. Tanyakan keluhan pasien
5. Jelaskan tujuan tindakan
6. Jelaskan prosedur tindakan pada klien/keluarga
7. Kontrak waktu
8. Berikan kesempatan klien/keluarga bertanya
sebelum kegiatan dilakukan

Tahap Kerja
1. Tutup smpiran
2. Atur posisi Supine. Posisi Fowler dapat digunakan
untuk klien dengan masalah respirasi
3. Berikan privasi
4. Lepaskan pakaian,terutama bagian

177
dada,pergelangan tangan dan mata kaki
5. Anjurkan pasien melepaskan semua perhiasan atau
benda-benda berbahan logam (perhiasan, jam
tangan, ikat pinggang, gigi palsu, Hp, dll)
6. Instruksikan klien untuk tetap berbaring,tidak
bergerak,batuk atau berbicara saat dilakukan
pencatatan EKG untuk mencegah terjadinya
artifact
7. Bersihkan terlebih dahulu dengan kapas normal
saline(tangan, kaki dan dada)
8. Pasang elektroda pada klien dengan lebih dulu
memberikan jelly pada permukaan elektroda
 Kabel RA (right arm , merah) dihubungkan
dengan elektoda dipergelangan lengan kanan
 Kabel LA (left arm , kuning) dihubungkan
dengan elektoda dipergelangan lengan kiri
 Kabel LL (left leg , hijau) dihubungkan dengan
elektoda dipergelangan kaki kiri
 Kabel RL (right leg , hitam) dihubungkan
dengan elektoda dipergelangan kaki kanan
 V1:diruang intercostal 4 kanan, ditepi kanan
sternum
 V2 ; diruang intercostal 4 kiri, ditepi kiri
sternum
 V3 : dipertengahan V2 dan V4
 V4 :diperpotongan antara medclavicularis kiri
dengan ruang intercostal 5 kiri
 V5 : diperpotongan antara linea axillaris
anterior kiri dengan intercostal 5 kiri
 V6 : diperpotongan antara linea axillaris media
kiri dengan intercostal 5 kiri
9. Hidupkan mesin EKG
10. Putar tombol pengatur lead pada pengatur lead
11. Jalankan kembali kertas grafik sampai sepanjang
kurang lebih 15 cm, lalu hentikan kembali kertas
grafik

178
12. Ulangi prosedur 10 dan 11 untuk merekam Lead
II, III, aVR, aVL, V1, V2, V3, V4, V5 dan V6
13. Matikan mesin EKG
14. Lepaskan elektrode
15. Bersihkan kulit dan elektrode dari jelly yang
tersisa
Tahap Terminasi
1. Evaluasi perasaan klien
2. Simpulkan hasil kegiatan
3. Kontrak pertemuan selanjutnya (kegiatan, waktu,
dan tempat)
4. Bersihkan alat-alat
5. Cuci tangan
*
) Harus dilakukan dengan sempurna
Tahap dokumentasi
Lakukan pendokumentasian

KET :

 Nilai
1.
Nilai : X 100%
=
2. Penyimpangan :
a. Kritikal poin : Item yang harus dilakukan oleh mahasiswa
179
b. Khusus : Penyimpangan yang dilakukan oleh mahasiswa
c. Umum : Keterbatasan sarana dan prasarana yang disediakan

Denpasar,………………….
Pembimbing Akademik

( )

180

Anda mungkin juga menyukai