Juang Sunanto
Universitas Pendidikan Indonesia
ABSTRAK
PENDAHULUAN
Pemerintah Indonesia telah berupaya inclusion) yang dikeluarkan oleh Centre for
mengimplementasikan pendidikan inklusif Studies on Inclusive Education (CSIE).
melalui berbagai program dan kegiatan
yang dilaksanakan oleh Departemen Upaya memperkenalkan dan
Pendidikan Nasional dan Dinas-dinas mencobakan pendidikan inklusif di
pendidikan di provinsi, Kota/Kabupaten. Indonesia telah dimulai sejak tahun 1980-
Dalam praktiknya, implementasi pendidik an. Meskipun demikian, belum banyak hasil
an inklusif menemui berbagai kendala dan penelitian yang melaporkan tentang kualitas
tantangan. Kendala tersebut di antaranya atau pencapaian pelaksanaan pendidikan
yang sering dilaporkan adalah kesalahan inklusif. Sukses pelaksanaan pendidikan
pemahaman tentang konsep pendidikan inklusif dipengaruhi oleh banyak faktor di
inklusif, peraturan atau kebijakan yang antaranya faktor budaya, politik, sumber
tidak konsisten, sistem pendidikan yang daya manusia (Kwon, 2005). Menurut
tidak luwes dan sebagainya. Ainscow (2002) keterlaksanaan pendidikan
inklusif dapat dievaluasi menggunakan
Sejak pemerintah memperkenalkan suatu indeks yang disebut index for
dan mengimplementasikan pendidikan inclusion. Secara konseptual indeks inklusi
inklusif di sekolah-sekolah, wacana tentang ini dibangun dari tiga dimensi, yaitu (1)
pendidikan inklusi telah menarik perhatian dimensi Budaya (creating inclusive
banyak kalangan, khususnya para cultures), (2) dimensi Kebijakan (producing
penyelenggara pendidikan. Semakin inclusive policies), dan (3) dimensi Praktik
meningkatnya perhatian terhadap (evolving inclusive practices). Setiap
pendidikan inklusif tidak secara otomatis dimensi dibagi dalam dua seksi, yaitu:
implementasinya berjalan secara lancar. Dimensi budaya terdiri atas seksi
Akan tetapi, berbagai pandangan dan sikap membangun komunitas (building
yang justru dapat menghambat community) dan seksi membangun nilai-
implementasi pendidikan inklusi makin nilai inklusif (establishing inclusive values).
beragam. Oleh karena itu, pertanyaan Dimensi kebijakan terdiri atas seksi
tentang sejauh mana implementasi pengembangan tempat untuk semua
pendidikan inklusif di Indonesia telah (developing setting for all) dan seksi
terjadi patut mendapat perhatian. melaksanakan dukungan untuk keberagam-
Keterlaksanaan pendidikan inklusif an (organizing support for diversity).
khususnya di sekolah sampai sekarang Sedangkan dimensi praktik terdiri atas
belum banyak dilaporkan. Di samping itu, seksi belajar dan bermain bersama
implementasi pendidikan inklusif (orchestrating play and learning) dan seksi
dipengaruhi juga oleh banyak faktor, mobilisasi sumber-sumber (mobilizing
misalnya kebijakan pemerintah, sumber resources). Penelitian ini bermaksud (1)
dukungan yang ada, sikap, pengetahuan, Mengetahui keberadaan anak berkebutuhan
dan pemahaman para praktisi pendidikan khusus (ABK) di Sekolah Dasar yang
terhadap pendidikan inklusif. Penelitian ini menyelenggarakan pendidikan inklusif di
bermaksud menggambarkan nilai-nilai Kota Bandung?, (2) Mengetahui indeks
inklusi yang telah ada di Sekolah Dasar inklusi (index for inclusion) di kelas pada
yang memiliki siswa berkebutuhan khusus Sekolah Dasar yang menyelenggarakan
di Kota Bandung. Nilai-nilai inklusi yang pendidikan inklusif di Kota Bandung?, dan
dimaksud adalah praktik-praktik yang (3) Mengetahui indeks inklusi di kelas pada
dilakukan guru selama mengajar di kelas. Sekolah Dasar di Kota Bandung yang
Nilai-nilai inklusi tersebut diamati menyelenggarakan pendidikan inklusif
menggunakan indeks inklusi (index for berdasarkan jumlah ABK, jumlah siswa,
jumlah guru, dan pengalaman guru
mengikuti pelatihan penanganan ABK?
METODE
Tabel 1
Variabel Terikat (Y) dalam hubungan dengan Variabel Bebas
Variabel Bebas
Jumlah Jumlah Jumlah Pengalaman
Variabel Terikat ABK Siswa Guru Pelatihan (X4)
(Y) (XI) (X2) (X3)
Indeks Inklusi Yl Y2 Y3 Y4
(Y)
Dalam kelas inklusi, ada kecenderungan auitis sering tidak tampak secara kasat mata
bahwa jumlah ABK antara 1 dan 4 dengan (Golis, 1995), sehingga mereka tidak
guru lebih dari 1 yang terdiri dari guru kelas dikenali sejak masuk sekolah tetapi sering
dengan guru khusus atau guru pembantu. teridentifikasi setelah mengikuti proses
Jenis ABK dengan learning disability (LD) pembelajaran. Peristiwa semacam ini sering
lebih banyak ditemukan di samping anak kali membuat sekolah mau menerima ABK
autis dan tunagrahita (Tabel 2). Fenomena secara terpaksa pada awalnya tetapi
ini sesuai dengan temuan penelitian kemudian menerima dengan motivasi yang
terdahulu bahwa anak-anak dengan LD dan lebih positif.
Tabel 2
Jumlah Guru, Siswa Keseluruhan, dan Siswa Berkebutuhan Khusus
Pada Sepuluh Kelas di SD Inklusifdi KotaBandung
K-l 2 1 Tunadaksa 34 1
ILD
K-2 2 ILD 33 2
1ASD
K-3 2 1 ADHD 46 3
ILD
K-4 2 1 Tunagrahita 34 2
ILD
K-5 1 ILD 35 1
K-6 1 1 ADHD 20 1
K-7 4 1 Tunagrahita 22 6
1 Autis
ILD
1 Gifted
K-8 3 Autis 20 3
LD
ADHD
K-9 2 2 Autis 20 4
K-10 2 1 Tunagrahita 25 4
1 ADHD
60 -
III mil I
30 -
20 -
10 -
O -
K1 K2 K3 K4 K5 K6 K7 K8 K9 K10 R
Kelas
Grafik 1
Indeks Inklusi untuk Setiap Kelas dan Rata-ratanya
Dari indeks inklusi maksimal 54, belum optimal. Menurut data ini, indeks
ditemukan indeks tertinggi 51,6 dan inklusi tertinggi terjadi pada sekolah dengan
terendah 28 dengan rata-rata 38,.58. Hal ini jumlah murid 22 orang, ABK 4 dengan guru
menunjukkan bahwa inklusivitas yang 6 orang. Hal ini tampaknya jumlah guru
dicapai oleh Sekolah Dasar yang yang cukup memadai menjadi faktor utama
menyelenggarakan pendidikan inklusif untuk mencapai indeks inklusi yang tinggi.
SO.7
50 -|
40 -
35,55 1
J 30
20
10
48,06
Grafik 2
Indeks inklusi berdasarkan jumlah ABK, siswa keseluruhan, jumlah guru,
dan pengalaman mengikuti pelatihan
Indeks inklusi pada kelas dengan yang dengan guru yang lebih banyak
jumlah ABK lebih banyak lebih tinggi dari mengikuti pelatihan. Hal ini mengindikasi-
pada jumlah ABK lebih sedikit. Sedangkan kan bahwa faktor jumlah ABK, siswa
kelas dengan jumlah siswa keseluruhan lebih keseluruhan, jumlah guru, dan keikutsertaan
sedikit indeks inklusi lebih tinggi. Indeks pelatihan berdampak pada pencapaian indeks
inklusi tertinggi dicapai oleh kelas dengan inklusi dalam pembelajaran di kelas.
jumlah guru lebih banyak serta pada kelas
3 i
2,5
1,5
0,5
0
11 E I3 I4 I5 I6 I7 I8 19 110 111 112 113 114 115 116 117 118
Indikator
Grafik 3
Indikator yang Mendapat Tinggi untuk Rata-rata
DAFTAR PUSTAKA
Booth, T. and Ainscow, M. (2002). Indexfor Kwon, H. (2005). Inclusion in South Korea:
Inclusion. Developing Learning and The current situation and future
Participation in School, London: directions. International Journal of
CSIE. Disability, Development and
Golis, S. A. at al (1995) Inclusion in Education, 52, 1,59-68.
Elementary Schools: A Survey and Stubbs, S. (2002). Inclusive Education
policy Analysis. A peer-reviewed Where There are Few Resources. Oslo:
scholarly electronic Journal, The Atlas Alliance.
education policy Analysis archives. UNESC0 (2002) Qpen FUe on lndmive
' ' Education. Support Materials for
Managers and Administrators.