Anda di halaman 1dari 11

LAPORAN PENDAHULUAN

DEMAM (FEBRIS)

Oleh,
SUCIANINGSIH
NIM. R.220416052

YAYASAN INDRA HUSADA


SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN (STIKes) INDRAMAYU
PROGRAM STUDI SARJANA KEPERAWATAN
INDRAMAYU
2022
LAPORAN PENDAHULUAN
DEMAM (FEBRIS)

A. Definisi
Menurut Suriadi (2001), demam adalah meningkatnya temperatur suhu
tubuh secara abnormal. Febris/ demam adalah kenaikan suhu tubuh diatas variasi
sirkardian yang normal sebagai akibat dari perubahan pada pusat termoregulasi
yang terletak dalam hipotalamus anterior (Isselbacher, 1999).
Demam adalah keadaan dimana terjadi kenaikan suhu hingga 380 C atau
lebih. Ada juga yang yang mengambil batasan lebih dari 37,80C. Sedangkan bila
suhu tubuh lebih dari 400C disebut demam tinggi (hiperpireksia) (Julia, 2000).
Demam adalah kenaikan suhu tubuh karena adanya perubahan pusat termoregulasi
hipotalamus (Berhman, 1999).
Seseorang mengalami demam bila suhu tubuhnya diatas 37,8ºC (suhu oral
atau aksila) atau suhu rektal (Donna L. Wong, 2003). Tipe demam yang mungkin
kita jumpai antara lain:
1. Demam septik Suhu badan berangsur naik ketingkat yang tinggi sekali
pada malam hari dan turun kembali ketingkat diatas normal pada pagi hari. Sering
disertai keluhan menggigil dan berkeringat. Bila demam yang tinggi tersebut
turun ketingkat yang normal dinamakan juga demam hektik.
2. Demam remiten Suhu badan dapat turun setiap hari tetapi tidak pernah
mencapai suhu badan normal. Penyebab suhu yang mungkin tercatat dapat
mencapai dua derajat dan tidak sebesar perbedaan suhu yang dicatat demam
septik.
3. Demam intermiten Suhu badan turun ketingkat yang normal selama
beberapa jam dalam satu hari. Bila demam seperti ini terjadi dalam dua hari sekali
disebut tersiana dan bila terjadi dua hari terbebas demam diantara dua serangan
demam disebut kuartana.
4. Demam kontinyu Variasi suhu sepanjang hari tidak berbeda lebih dari
satu derajat. Pada tingkat demam yang terus menerus tinggi sekali disebut
hiperpireksia.
5. Demam siklik Terjadi kenaikan suhu badan selama beberapa hari yang
diikuti oleh beberapa periode bebas demam untuk beberapa hari yang kemudian
diikuti oleh kenaikan suhu seperti semula.
Suatu tipe demam kadang-kadang dikaitkan dengan suatu penyakit tertentu
misalnya tipe demam intermiten untuk malaria. Seorang pasien dengan keluhan
demam mungkin dapat dihubungkan segera dengan suatu sebab yang jelas seperti:
abses, pneumonia, infeksi saluran kencing, malaria, tetapi kadang sama sekali
tidak dapat dihubungkan segera dengan suatu sebab yang jelas. Dalam praktek
90% dari para pasien dengan demam yang baru saja dialami, pada dasarnya
merupakan suatu penyakit yang self-limiting seperti influensa atau penyakit virus
sejenis lainnya. Namun hal ini tidak berarti kita tidak harus tetap waspada
terhadap infeksi bakterial.

B. Etiologi
Demam terjadi bila pembentukan panas melebihi pengeluaran. Demam
dapat berhubungan dengan infeksi, penyakit kolagen, keganasan, penyakit
metabolik maupun penyakit lain (Julia, 2000). Menurut Guyton (1990) demam
dapat disebabkan karena kelainan dalam otak sendiri atau zat toksik yang
mempengaruhi pusat pengaturan suhu, penyakit-penyakit bakteri, tumor otak atau
dehidrasi.
Penyebab demam selain infeksi juga dapat disebabkan oleh keadaan
toksemia, keganasan atau reaksi terhadap pemakaian obat, juga pada gangguan
pusat regulasi suhu sentral (misalnya: perdarahan otak, koma). Pada dasarnya
untuk mencapai ketepatan diagnosis penyebab demam diperlukan antara lain:
ketelitian penggambilan riwayat penyakit pasien, pelaksanaan pemeriksaan fisik,
observasi perjalanan penyakit dan evaluasi pemeriksaan laboratorium.serta
penunjang lain secara tepat dan holistik.
Beberapa hal khusus perlu diperhatikan pada demam adalah cara timbul
demam, lama demam, tinggi demam serta keluhan dan gejala lian yang menyertai
demam. Demam belum terdiagnosa adalah suatu keadaan dimana seorang pasien
mengalami demam terus menerus selama 3 minggu dan suhu badan diatas 38,3
derajat celcius dan tetap belum didapat penyebabnya walaupun telah diteliti
selama satu minggu secara intensif dengan menggunakan sarana laboratorium dan
penunjang medis lainnya.

C. Patofisiologi
Demam terjadi sebagai respon tubuh terhadap peningkatan set point, tetapi
ada peningkatan suhu tubuh karena pembentukan panas berlebihan tetapi tidak
disertai peningkatan set point (Julia, 2000). Demam adalah sebagai mekanisme
pertahanan tubuh (respon imun) anak terhadap infeksi atau zatasing yang masuk
ke dalam tubuhnya. Bila ada infeksi atau zat asing masuk ke tubuh akan
merangsang sistem pertahanan tubuh dengan dilepaskannya pirogen.
Pirogen adalah zat penyebab demam, ada yang berasal dari dalam tubuh
(pirogen endogen) dan luar tubuh (pirogen eksogen) yang bisa berasal dari infeksi
oleh mikroorganisme atau merupakan reaksi imunologik terhadap benda asing
(non infeksi). Pirogen selanjutnya membawa pesan melalui alat penerima
(reseptor) yang terdapat pada tubuh untuk disampaikan ke pusat pengatur panas di
hipotalamus. Dalam hipotalamus pirogen ini akan dirangsang pelepasan asam
arakidonat serta mengakibatkan peningkatan produksi prostaglandin (PGEZ). Ini
akan menimbulkan reaksi menaikkan suhu tubuh dengan cara menyempitkan
pembuluh darah tepi dan menghambat sekresi kelenjar keringat.
Pengeluaran panas menurun, terjadilah ketidakseimbangan pembentukan
dan pengeluaran panas.Inilah yang menimbulkan demam pada anak. Suhu yang
tinggi ini akanmerangsang aktivitas “tentara” tubuh (sel makrofag dan sel limfosit
T) untuk memerangi zat asing tersebut dengan meningkatkan proteolisis yang
menghasilkan asam amino yang berperan dalam pembentukan antibodi atau
sistem kekebalan tubuh. (Sinarty, 2003).
Sedangkan sifat-sifat demam dapatberupa menggigil atau krisis/flush.
Menggigil.Bila pengaturan termostat dengan mendadak diubah dari tingkat
normal ke nilai yang lebih tinggi dari normal sebagai akibat dari kerusakan
jaringan,zat pirogen atau dehidrasi. Suhu tubuh biasanya memerlukan beberapa
jam untuk mencapai suhu baru.Krisis/flush.Bila faktor yang menyebabkan suhu
tinggi dengan mendadak disingkirkan, termostat hipotalamus dengan mendadak
berada pada nilai rendah, mungkin malahan kembali ke tingkat normal (Guyton,
1999).

D. Manifestasi Klinis
Tanda dan gejala demam pada anak di antaranya adala sebagai berikut: (1)
Anak rewel (suhu lebih tinggi dari 37,8 C – 40 C); (2)Kulit kemerahan; (3)
Hangat pada sentuhan; (4) Peningkatan frekuensi pernapasan; (5) Menggigil; (6)
Dehidrasi; dan (7) Kehilangan nafsu makan
Banyak gejala yang menyertai demam termasuk gejala nyeri punggung,
anoreksia dan somlolen. Batasan mayornya yaitu suhu tubuh lebih tinggi dari 37,5
ºC-40ºC, kulit hangat, takichardi, sedangkan batasan karakteristik minor yang
muncul yaitu kulit kemerahan, peningkatan kedalaman pernapasan,
menggigil/merinding perasaan hangat dan dingin, nyeri dan sakit yang spesifik
atau umum (misal: sakit kepala verigo), keletihan, kelemahan, dan berkeringat
(Isselbacher. 1999, Carpenito. 2000).

E. Penatalaksanaan
1. Secara Fisik
Mengawasi kondisi klien dengan : Pengukuran suhu secara berkala setiap 4-
6 jam. Perhatikan apakah anak tidur gelisah, sering terkejut, atau
mengigau.Perhatikan pula apakah mata anak cenderung melirik ke atas atau
apakah anak mengalami kejang-kejang. Demam yang disertai kejang yang terlalu
lama akan berbahaya bagi perkembangan otak, karena oksigen tidak mampu
mencapai otak. Terputusnya suplai oksigen ke otak akan berakibat rusaknya sel-
sel otak. Dalam keadaan demikian, cacat seumur hidup dapat terjadi berupa
rusaknya fungsi intelektual tertentu.
a. Bukalah pakaian dan selimut yang berlebihan
b. Memperhatikan aliran udara di dalam ruangan
c. Jalan nafas harus terbuka untuk mencegah terputusnya suplai oksigen
ke otak yang akan berakibat rusaknya sel-sel otak.
d. Berikan cairan melalui mulut, minum sebanyak –banyaknyaMinuman
yang diberikan dapat berupa air putih, susu (anak diare menyesuaikan), air buah
atau air teh. Tujuannnya adalah agar cairan tubuh yang menguap akibat naiknya
suhu tubuh memperoleh gantinya.
e. Tidur yang cukup agar metabolisme berkurang
f. Kompres dengan air biasa pada dahi, ketiak,lipat paha. Tujuannya untuk
menurunkan suhu tubuh dipermukaan tubuh anak. Turunnya suhu tubuh
dipermukaan tubuh ini dapat terjadi karena panas tubuh digunakan untuk
menguapkan air pada kain kompres. Jangan menggunakan air es karena justru
akan membuat pembuluh darah menyempit dan panas tidak dapat keluar.
Menggunakan alkohol dapat menyebabkan iritasi dan intoksikasi (keracunan).
g. Saat ini yang lazim digunakan adalah dengan kompres hangat suam-
suam kuku. Kompres air hangat atau suam-suam kuku maka suhu di luar terasa
hangat dan tubuh akan menginterpretasikan bahwa suhu diluar cukup panas.
Dengan demikian tubuh akan menurunkan kontrol pengatur suhu di otak supaya
tidak meningkatkan pengatur suhu tubuh lagi. Di samping itu lingkungan luar
yang hangat akan membuat pembuluh darah tepi di kulit melebar atau mengalami
vasodilatasi, juga akan membuat pori-pori kulit terbuka sehingga akan
mempermudah pengeluaran panas dari tubuh.
2. Obat-obatan Antipiretik
Antipiretik bekerja secara sentral menurunkan suhu di pusat pengatur suhu
di hipotalamus. Antipiretik berguna untuk mencegah pembentukan prostaglandin
dengan jalan menghambat enzim cyclooxygenase sehinga set point hipotalamus
direndahkan kembali menjadi normal yang mana diperintah memproduksi panas
diatas normal dan mengurangi pengeluaran panas tidak ada lagi. Petunjuk
pemberian antipiretik:
a. Bayi 6 – 12 bulan : ½ – 1 sendok the sirup parasetamol
b. Anak 1 – 6 tahun : ¼ – ½ parasetamol 500 mg atau 1 – 1 ½ sendokteh
sirup parasetamol
c. Anak 6 – 12 tahun : ½ 1 tablet parasetamol 5oo mg atau 2 sendok the
sirup parasetamol.
Tablet parasetamol dapat diberikan dengan digerus lalu dilarutkan dengan
air atau teh manis. Obat penurun panas in diberikan 3 kali sehari.Gunakan sendok
takaran obat dengan ukuran 5 ml setiap sendoknya.
Pemberian obat antipiretik merupakan pilihan pertama dalam menurunkan
demam dan sangat berguna khususnya pada pasien berisiko, yaitu anak dengan
kelainan kardiopulmonal kronis kelainan metabolik, penyakit neurologis dan pada
anak yang berisiko kejang demam.Obat-obat anti inflamasi, analgetik dan
antipiretik terdiri dari golongan yang bermacam-macam dan sering berbeda dalam
susunan kimianya tetapi mempunyai kesamaan dalam efek pengobatannya.
Tujuannya menurunkan set point hipotalamus melalui pencegahan pembentukan
prostaglandin dengan jalan menghambat enzim cyclooxygenase.
Asetaminofen merupakan derivat para -aminofenol yang bekerja menekan
pembentukan prostaglandin yang disintesis dalam susunan saraf pusat. Dosis
terapeutik antara 10-15 mgr/kgBB/kali tiap 4 jam maksimal 5 kali sehari. Dosis
maksimal 90 mgr/kbBB/hari Pada umumnya dosis ini dapat d itoleransi dengan
baik.Dosis besar jangka lama dapat menyebabkan intoksikasi dan kerusakkan
hepar.Pemberiannya dapat secara per oral maupun rektal. Turunan asam propionat
seperti ibuprofen juga bekerja meneka n pembentukan prostaglandin. Obat ini
bersifat antipiretik, analgetik dan antiinflamasi. Efek samping yang timbul berupa
mual, perut kembung dan perdarahan, tetapi lebih jarang dibandingkan
aspirin.Efek samping hematologis yang berat meliputi agranulositosis dan anemia
aplastik.Efek terhadap ginjal berupa gagal ginjal akut (terutama bila
dikombinasikan dengan asetaminopen).Dosis terapeutik yaitu 5-10 mgr/kgBB/kali
tiap 6 sampai 8 jam.
Metamizole (antalgin) bekerja menekan pembentukkan prostaglandin.
Mempunyai efek antipiretik, analgetik da n antiinflamasi. Efek samping
pemberiannya berupa agranulositosis, anemia aplast ik dan perdara han saluran
cerna. Dosis terap eutik 10 mgr/kgBB/kali tiap 6 -8 jam dan tidak dianjurkan unt
uk anak kurang dari 6 bulan.Pemberiannya secara per oral, intramuskular atau
intravena. Asam mefenamat suatu obat gol ongan fenamat.Khasiat analgetiknya
lebih kuat dibandingkan sebagai antipiretik.Efek sampingnya berupa dispepsia
dan anemia hemolitik. Dosis pemberiannya 20 mgr/kgBB/hari dibagi 3 dosis.
Pemberiannya secara per oral dan tidak boleh diberikan anak usia kurang dari 6
bulan.

F. Komplikasi
1. Dehidrasi: demam ↑penguapan cairan tubuh
2. Kejang demam : jarang sekali terjadi (1 dari 30 anak demam). Sering
terjadi pada anak usia 6 bulan sampai 5 tahun. Serangan dalam 24 jam pertama
demam dan umumnya sebentar, tidak berulang. Kejang demam ini juga tidak
membahayan otak

G. Pengkajian Fokus
1. Pengkajian
a. Identitas: umur untuk menentukan jumlah cairan yang diperlukan
b. Riwayat kesehatan
c. Keluhan utama (keluhan yang dirasakan pasien saat pengkajian): panas.
d. Riwayat kesehatan sekarang (riwayat penyakit yang diderita pasien saat
masuk rumah sakit): sejak kapan timbul demam, sifat demam, gejala lain yang
menyertai demam (misalnya: mual, muntah, nafsu makn, eliminasi, nyeri otot dan
sendi dll), apakah menggigil, gelisah.
e. Riwayat kesehatan yang lalu (riwayat penyakit yang sama atau penyakit
lain yang pernah diderita oleh pasien).
f. Riwayat kesehatan keluarga (riwayat penyakit yang sama atau penyakit
lain yang pernah diderita oleh anggota keluarga yang lain baik bersifat genetik
atau tidak)
2. Pemeriksaan fisik: Keadaan umum: kesadaran, vital sign, status nutrisi
Pemeriksaan persistem: (a) Sistem persepsi sensori; (b) Sistem persyarafan:
kesadaran; (c) Sistem pernafasa; (d) Sistem kardiovaskuler; (e) Sistem
gastrointestinal; (f) Sistem integument; dan (g) Sistem perkemihan.
3. Pada fungsi kesehatan: (a) Pola persepsi dan pemeliharaan kesehatan;
(b) Pola nutrisi dan metabolism; (c) Pola eliminasi; (d) Pola aktivitas dan latihan;
(e) Pola tidur dan istirahat; (f) Pola kognitif dan perseptual; (g) Pola toleransi dan
koping stress; (h) Pola nilai dan keyakinan; dan (i) Pola hubungan dan peran
4. Pemeriksaan penunjang: (a) Laboratorium; (b) foto rontgent; dan (c)
USG

H. Diagnosa Keperawatan
1. Hipertermi berhubungan dengan proses infeksi atau inflamasi
2. Resiko defisit volume cairan yang berhubungan dengan intake tidak
adekuat dan diaphoresis
3. Resiko perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan
dengan penurunan keinginan untuk makan (anoreksia).
4. Ansietas berhubungan dengan hipertermi, efek proses penyakit
(Carpenito, 2000 & Doengoes, 2000)

I. Intervensi
1. Hipertermi berhubungan dengan proses infeksi atau inflamasi
Tujuan: Suhu tubuh dalam batas normal (36.5º). Kriteria hasil: (a) Suhu
dalam batas normal; (b) Bebas dari kedinginan; (c) Tidak mengalami komplikasi
Intervensi: (a) Pantau suhu pasien (derajad dan pola),perhatian menggigil/
diaphoresis; (b) Berikan kompres air hangat untuk merangsang penurunan panas
atau demam; dan (c) Kolaborasi memberikan antipiretik
2. Resiko defisit volume cairan yang berhubungan dengan intake tidak
adekuat dan diaporesis (Doenges, 2000).
Tujuan: Defisit volume cairan dapat diatasi.
Kriteria hasil: Mempertahankan cairan dan elektrolit dalam tubuh.
Intervensi: (a) kaji masukan dan haluaran cairan,; (b) kaji tanda- tanda vital
pasien; (c) ajarkan pasien pentingnya mempertahankan masukan yang adekuat
(sedikitnya 2000 ml / hari, kecualiterdapat kontra indikasi penyakit jantung atau
ginjal); (d) kaji tanda dan gejala dini defisit volume cairan (mukosa bibir kering,
penurunan berat badan); dan (e) Timbang berat badan setiap hari.
3. Resiko perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan
dengan anoreksia (Carpenito, 1999).
Tujuan: Kebutuhan nutrisi terpenuhi.
Kriteria hasil: Berat badan normal, nafsu makan ada / bertambah.
Intervensi: (a) timbang berat badan pasien setiap har; (b) jelaskan pentingnya
nutrisi yang adekuat beri diet lunak; (c) ajarkan pasien untuk makan sedikit tapi
sering; (d) pertahankam kebersihan mulut dengan baik; (e) sajikan makanan
dalam bentuk yang menarik
4. Ansietas berhubungan dengan hipertermi, efek proses penyakit
Tujuan: cemas hilang
Kriteria hasil: (a) klien dapat mengidentifikasi hal-hal yang dapat meningkatkan
dan menurunkan suhu tubuh; (b) klien mau berpartisipasi dalam setiap tidakan
yang dilakukan; (c) klien mengungkapkan penurunan cemas yang berhubungan
dengan hipertermi, proses penyakit
Intervensi: (a) Kaji dan identifikasi serta luruskan informasi yang dimiliki klien
mengenai hipertermi; (b) Berikan informasi yang akurat tentang penyebab
hipertermi; (c) Validasi perasaan klien dan yakinkan klien bahwa kecemasam
merupakan respon yang normal; dan (d) Diskusikan rencana tindakan yang
dilakukan berhubungan dengan hipertermi dan keadaan penyakit
DAFTAR PPUSTAKA

Doenges, M.E, Marry F. MandAlice, C.G, 2000, Rencana Asuhan


Keperawatan: Pedoman Untuk Perencanaan dan Pendokumentasian Perawatan
Pasien. Jakarta: EGC

Lynda juall, Carpenito, 2000, Buku Saku Diagnosa Keperawatan / Lynda


juall Carpenito, Editor Edisi Bahasa Indonesia, Monica Ester (Edisi 8), Jakarta:
EGC.

Mansjoer, A. (2001). Kapita Selekta Kedokteran. Edisi 3. Jakarta: Medika


Aesculapius.

Ngastiyah. 1997. Perawatan Anak Sakit. EGC : Jakarta

Soetjiningsih. 1995. Tumbuh Kembang Anak. EGC: Jakarta

Sumijati M.E, dkk. 2000. Asuhan Keperawatan Pada Kasus Penyakit Yang
Lazim Terjadi Pada Anak. PERKANI: Surabaya

Wahidiyat Iskandar. 1995. Ilmu Kesehatan Anak Edisi 2. Info Medika:


Jakarta

Wong, Dona L, dkk,. 2003. Maternal child nursing care 2nd edition. Santa
Luis: Mosby Inc.

Anda mungkin juga menyukai