Anda di halaman 1dari 15

Jurnal Farmasi Klinik Indonesia Volume 9, Nomor 3, September 2020

FARMAKOEPIDEMIOLOGI
TENTANG
CASE CONTROL DESIGN

DISUSUN OLEH :

- Mutiara Angella (2001011128)


- Agusnanda Maulia Putri (2001011103)

Mata Kuliah : Farmakoepidemiologi


Dosen pengampu : Apt. Fahma Shufyani, S.Farm., M.Farm.

INSITUT KESEHATAN HELVETIA MEDAN


FAKULTAS FARMASI DAN KESEHATAN
PROGRAM STUDI S1 FARMASI
T.A 2022/ 2023
Jurnal Farmasi Klinik Indonesia Volume 9, Nomor 3, September 2020

A. APA ITU CASE CONTROL DESIGN


Case control merupakan suatu metode yang termasuk dalam golongan studi analitik yang bersifat retrospektive
(backward direction) yang digunakan untuk  membandingkan dalam sampel yang terkena penyakit sebagai kelompok
case, dan sampel sehat /tanpa penyakit sebagai kelompok control.

Studi ini digunakan untuk  mengidentifikasi faktor - faktor yang bertanggung jawab pada perkembangan terakhir
penyakit atau masalah penggunaan obat. Studi case-control dirancang untuk menilai hubungan antara kejadian suatu
penyakit dan paparannya.

Status  penyakit ditentukan terlebih dahulu, baru kemudian mengusut riwayat paparannya ke belakang. Studi case-
control merupakan desain utama yang digunakan untuk  menentukan hubungan antara penggunaan obat dan efek
sampingnya atau reaksi sampingnya. Penelitian case control ialah penelitian jenis analitik  observasional yang dilakukan
dengan cara membandingkan antara kelompok kasus dan kelompok kontrol berdasarkan status paparannya.

B. TUJUAN CASE CONTROL DESIGN

Tujuan Case Control Desaign:


1. Mempelajari hubungan antara penyakit dan paparan
2. Mempelajari seberapa jauh faktor risiko mempengaruhi terjadinya efek.
3. Mempelajari kemungkinan ganda penyebab suatu penyakit, dapat dipelajari sejumlah  paparan yang  
merupakan faktor resiko potensial terhadap kelompok kasus dan kelompok kontrol.
4. Rancangan ini juga berguna jika akan dilakukan studi terhadap penyakit jarang dengan ukuran sampel
yang lebih kecil dibanding studi kohort.

C. CIRI RANCANGAN CASE CONROL DESIGN

Ciri rancangan kasus kontrol:


1. Subjek dipilih atas dasar apakah mereka menderita (kasus) atau tidak (kontrol) suatu kasus yang ingin
diamati kemudian proporsi pemajanan dari kedua kelompok tersebut dibandingkan.
2. Diketahui variabel terikat (akibat), kemudian ingin diketahui variabel bebas (penyebab)
3. Observasi dan pengukuran tidak dilakukan pada saat yang sama.
4. Peneliti melakukan pengukuran variabel bergantung pada efek (subjek (kasus) yang terkena penyakit)
sedangkan variabel bebasnya dicari secara retrospektif .
5. Untuk kontrol, dipilih subjek yang berasal dari populasi dan karakteristik yang sama dengan kasus ,
Bedanya kelompok kontrol tidak menderita penyakit yang akan diteliti.
6. Tidak mengukur insidensi.

D. LANGKAH – LANGKAH CASE CONTROL DESIGN

Tahap langkah penelitian case control ini adalah sebagai berikut :

1. Merumuskan pertanyaan penelitian dan hipotesis yang sesuai


Setiap penelitian diawali dengan penetapan pertanyaan penelitian kemudian disususn hipotesis yang
akan diuji validitasnya secara empiris.
Jurnal Farmasi Klinik Indonesia Volume 9, Nomor 3, September 2020

2. Mendeskiripsikan variable penelitian (faktor, risiko dan efek )


Intensitas pajanan faktor resiko dapat dinilai dengan cara mengukur dosis,frekuensi atau lamanya
pajanan.
Ukuran pajanan terhadap faktor resiko yang berhubungan dengan frekuensi dapat besifat :  
 Dikotom, yaitu apabila hanya terdapat 2 kategori, misalnya pernah minum jamu  peluntur atau
tidak.
 Polikotom, pajanan diukur pada lebih dari 2 tingkat, misalnya tidak pernah, kadang-kadang,atau
sering terpajan.  
 Kontinyu, pajanan diukur dalam skala kontinu atau numerik, misalnya umur dalam tahun,
paritas, berat lahir.
Ukuran pajanan yang berhubungan dengan waktu dapat berupa :
 Lamanya pajanan (misalnya jumlah bulan pemakaian AKDR) dan apakah pajanan itu
berlangsung terus menerus.
 Saat mendapat pajanan pertama
 Bilakah terjadi pajanan terakhir

Diantara berbagai ukuran tersebut, yang paling sering digunakan adalah variable independen (faktor resiko)
berskala nominal dikotom (ya atau tidak) dan variable dependen (efek, penyakit) berskala nominal dikotom (ya
atau tidak ) pula.

Dalam mencari informasi tentang pajanan suatu faktor risiko yang diteliti maka perlu diupayakan sumber
informasi yang akurat. Informasi tersebut dapat diperoleh antara lain:

 Catatan medis rumah sakit, laboratorium patologi anatomi.


 Data dari catatan kantor wilayah kesehatan.
 Kontak dengan subyek penelitian, baik secara langsung, telepon, atau surat.

Cara apapun yang digunakan, prinsip utamanya adalah pada kelompok kasus dan kontrol ditanyakan hal-hal
yang sama dengan cara yang sama pula, dan pewawancara sedapat mungkin tidak mengetahui apakah subyek
termasuk dalam kelompok kasus atau kelompok control. Pengambilan data dari catatan medis sebaiknya juga
secara buta atau tersamar, untu mencegah peneliti mencari data lebih teliti pada kasus maupun pada control.

3. Menentukan populasi terjangkau dan sampel (kasus,kontrol), dan cara untuk 


pemilihan subyek penelitian.

a. Kasus
Cara yang terbaik untuk memilih kasus adalah dengan mengambil secara acak  subyek dari populasi
yang menderita efek. Namun dalam praktik hal ini hampir  tidak mungkin dilaksanakan, karena penelitian
kasus-kontrol lebih sering dilakukan  pada kasus yang jarang, jarang, yang diagnosisnya diagnosisnya biasanya
biasanya ditegakkan ditegakkan dirumah dirumah sakit. Mereka ini dengan sendirinya bukan subyek yang
representatif karena tidak  menggambarkan kasus dalam masyarakat. Pasien yang tidak datang ke rumah sakit.
Beberapa hal berikut perlu dipertimbangkan dengan cermat dalam pemilihan kasus untuk studi kasus-kontrol
agar sampel yang dipergunakan mendekati keadaan dalam  populasi.

Jenis data penyakit : Kasus insidens (baru) atau kasus prevalens (baru+lama)
Jurnal Farmasi Klinik Indonesia Volume 9, Nomor 3, September 2020

Dalam pemilihan kasus sebaiknya kita memilih kasus insidens (kasus baru). Kalau kita mengambil kasus
prevalens (kasus lama dan baru) maka untuk penyakit yang masa sakitnya singkat atau mortalitasnya sangat
tinggi, kelompok kasus tidak  menggambarkan kedaan dalam kedaan dalam populas populasi (bias Neyman).

Misalnya, pada penelitian kasus-kontrol untuk mencari faktor-faktor risiko penyakit jantung bawaan, apabila
dipergunakan kasus prevalens, maka hal ini tidak menggambarkan keadaan sebenarnya, mengingat sebagian
pasien penyakit jantung bawaan mempunyai angka kematian tertinggi pada periode neonates atau masa atau
masa bayi. Dengan bayi. Dengan demikian pasien yang telah meninggal tersebut tidak terwakili dalam
penelitian.

Tempat/ populasi sumber kasus

Bila di suatu daerah terdapat registry kesehatan masyarakat yang baik dan lengkap, maka pengambilan kasus
sebaiknya dari sumber di masyarakat ( population  population based ), karena kasus yang ingin diteliti tercatat
dengan baik. Sayangnya di Indonesia belum ada daerah yang benar benar mempunyai registrasi yang baik,
sehingga terpaksa diambil kasus dari pasien yang berobat ke rumah sakit ( hospital based ). Hal ini
menyebabkan terjadinya bias yang cukup penting (bias Berkson), karena karakteristik pasien yang berobat ke
rumah sakit mungkin berbeda dengan karakteristik pasien yang tidak berobat ke rumah sakit.

Diagnosis

Tetapi banyak penyakit yang mula timbulnya perlahan dan sulit dipastikan denga tepat (contohnya keganasan
atau pelbagai jenis penyakit kronik). Dalam keadaan ini maka pada saat mengidentifikasikan faktor resiko perlu
diyakinkan bahwa pajanan faktor yang diteliti terjadi sebelum diteliti efek, dan bukan terjadi setelah timbulnya
efek atau penyakit yang dipelajar.

b. Kontrol
Pemilihan kontrol masalah lebih besar daripada pemilihan kasus, oleh karena kontrol semata mata ditentukan
oleh peneliti, sehingga sangat terancam bias. Perlu ditekankan bahwa kontrol harus berasal dari populasi yang
sama dengan kasus yang di teliti.

Ada beberapa cara Ada beberapa cara untuk memilih untuk memilih control yang control yang baik :

1. Memilih kasus dan kontrol dari populasi yang sama

Misalnya kasus adalah semua pasien dalam populasi tertentu sedangkan kontrol diambil secara acak dari
populasi sisanya. Dapat juga kasus dan kontrol diperoleh dari oleh dari populasi yang si yang telah
ditentukan sebelumnya yang biasanya lebih kecil (misalnya dari studi kohort).

2. Matching 

Cara kedua untuk mendapatkan kontrol yang baik ialah dengan cara melakukan matching , yaitu memilih
kontrol dengan karakteristik yang sama dengan kasus dalam semua variable yang mungkin berperan sebagai
faktor risiko kecuali variable yang diteliti .Bila matching dilakukan dengan baik, maka pelbagai variable
yang mungkin berperan terhadap kejadian penyakit (keculai yang sedang diteliti) dapt disamakan, sehingga
dapat diperoleh asosiasi yang lebih kuat antara variable yang sedang diteliti dengan penyakit. Teknik ini
mempunyai keuntungan lain, yakni jumlah subyek yang diperlukan lebih sedikit. Namun jangan terjadi
overmatching, yaitu matching  pada variable variable yang nilai resiko relative terlalu rendah. Apabila
terlalu dalam mencari subyek  kelompok control. Di lain sisi harus pula dihindarkan undermatching yakni
Jurnal Farmasi Klinik Indonesia Volume 9, Nomor 3, September 2020

tidak dilakukan penyertaan terhadap varibel-variabel yang potensial menjadi  peransu (confounder )
penting.

3. memilih lebih dari satu kelompok kontrol

Karena sukar mencari kelompok control yang benar-benar sebanding maka dapat dipilih lebih dari satu
kelompok control. Milanya bila kelompok kasus diambil dari rumah sakit, maka satu control diambil dari
pasien lain di rumah sakit yang sama, sakit yang sama, dan control lainnya berasal dari daerah tempat
tinggal kasus. Apabila ratio odds yang didapatkan dengan menggunakan 2 kelompok control tersebut tidak
banyak berbeda, hal tersebut akan memperkuat asosiasi yang ditemukan. Apabila ratio odds   antara kasus
dengan antara kasus dengan masing-masing control sangat berbeda, berarti salah satu atau kedua hasil
tersebut tidak sahih, dengan kata lain terdapat bias, dan perlu diteliti letak bias tersebut.

E. KELEBIHAN DAN KEKURANGAN CASE CONTROL DESIGN

Kelebihan rancangan penelitian case control  :

1. Sesuai untuk meneliti penyakit yang langka ( angka kejadiannya kecil )


2. Hasil dapat diperoleh dengan cepat.
3. Relatif mudan dan murah dibandingkan penelitian anatik lainnya
4. Memungkinkan mengidentifikasi berbagai faktor resiko sekaligus dalam satu penelitian.
5. Sesuai untuk penelitian yang mempunyai lantent yang panjang
6. Tepat untuk mengeksploarasi kemungkinan sejumlah paparan dan penyakit yang belum jelas
hubungannya

Kekurangan rancangan penelitian case control  :

1. Rawan terhadap berbagai bias ( bias seleksi dan bias informasi ). Daya ingat responden ini
menyebabkan terjadinya recall bias, karena responden yang mengalami efek cenderung lebih
mengingat pajanan terhadap faktor resiko dari pada responden yang tidak mengalami efek.
Data sekunder, dalam hal ini rekam medis yang seringkali dipakai sebagai sumber data juga
tidak begitu akurat.
2. Tidak effesien untuk mengevaluasi paparan yang jarang/ langka.
3. Kadang - kadang sulit memastikan hubungan temporal antara paparan dan penyakit
4. Tidak dapat memberikan incidence rates.
5. Kesulitan memilih kontrol yang tempat ( jika di ambil pada 2 populasi yang terpisah )
6. Perdefenisi hanya meneliti sebuah penyakit
Jurnal Farmasi Klinik Indonesia Volume 9, Nomor 3, September 2020

Artikel Penelitian

Hubungan Kejadian Infeksi Carbapenem Resistant Acinetobacter baumannii


Dengan Penggunaan Antiobitika golongn karbapepenem pada pasien
di Rumah sakit Mitra Medika
Yovita E. Lestari1, Retnosari Andrajati2, Angela C. M. Nusatia3
1
Program Studi Magister Farmasi, Peminatan Farmasi Klinik, Universitas Indonesia, Depok, Indonesia,
2
Departemen Farmasi Klinik, Universitas Indonesia, Depok, Indonesia, 3Departemen Mikrobiologi, Rumah sakit
Mitra Medika, Jakarta, Indonesia

Abstrak
Acinetobacter baumannii (Acb) adalah salah satu bakteri gram negatif oportunis yang ada di
lingkungan. Karbapenem merupakan salah satu agen antibiotik yang digunakan untuk
pengobatan infeksi Acb. Laju resistensi Acb terhadap karbapenem dalam beberapa tahun terakhir
selalu mengalami peningkatan dengan prevalensi di seluruh dunia mencapai 30%. Penelitian ini
bertujuan untuk melihat hubungan kejadian infeksi Carbapenem Resistant Acinetobacter baumannii
(CRAB) dengan penggunaan antibiotik karbapenem di Rumah sakit Mitra Medika. Metode penelitian
ini yaitu observasional analitik dengan desain studi case control. Penelitian dilakukan di Rumah sakit
Mitra Medika pada bulan januari - agustus 2021. Jumlah sampel dalam penelitian ini adalah 149
pasien (110 pasien terinfeksi CRAB, 39 pasien terinfeksi Carbapenem Sensitive Acinetobacter
baumannii (CSAB)). Data yang diperoleh dianalisis secara univariat, bivariat dan multivariat
menggunakan SPSS versi 22. Analisis multivariat dilakukan dengan analisis regresi logistik etiologik.
Hasil analisis multivariat penelitian ini adalah penggunaan antibiotik karbapenem pada pasien
dengan riwayat masuk Intensive Care Unit (ICU) memiliki peluang meningkatkan risiko CRAB (odds
ratio (OR)=32,266; p=0,020). Penggunaan antibiotik golongan karbapenem paling tidak 24 jam
sebelum pengambilan spesimen kultur Acb pada pasien yang menerima perawatan di ICU dalam
periode inap merupakan faktor risiko terjadinya infeksi CRAB menjadi lebih tinggi.

Kata kunci: Acinetobacter baumannii, CRAB, karbapenem, resistensi antibiotik


Jurnal Farmasi Klinik Indonesia Volume 9, Nomor 3, September 2020

Pendahuluan
Staphylococcus aureus, dan Streptococcus
pneumonia.6 Acb memiliki kemampuan yang cepat
Acinetobacter baumannii (Acb) adalah bakteri
untuk dapat menjadi resisten terhadap antibiotik.1
coccobacilli gram negatif yang ada di lingkungan
Acb yang telah resisten terhadap antibiotik dapat
sekitar baik di tanah maupun air. Acb merupakan
menjadi penyebab infeksi nosokomial yang
salah satu patogen tingkat rendah yang memiliki
mengancam jiwa terutama jika terjadi pada pasien
faktor virulensi sehingga toksisitas dan
yang sakit kritis.5
patogenitasnya dapat meningkat. Acb dapat menjadi
Antibiotik golongan karbapenem cukup banyak
endemi di rumah sakit karena kemampuan genetiknya
digunakan di rumah sakit dan termasuk salah satu
yang baik dan juga mampu bertahan hidup di
golongan antibiotik yang digunakan untuk pengobatan
lingkungan yang kurang menguntungkan.1 Acb di
infeksi Acb. Hasil studi epidemiologis
lingkungan rumah sakit dapat ditemukan pada semua
memperlihatkan bahwa dalam beberapa kurun tahun
jenis peralatan (seperti tubing ventilator, alat
terakhir, laju resistensi karbapenem terhadap Acb
pemantau tekanan arteri, kasur, bantal, komputer, dan
selalu meningkat dengan prevalensi di seluruh dunia
lain-lain), makanan, kulit petugas kesehatan, dan
mencapai 30%.5 Penelitian terkait hubungan
kondisi lembab seperti wastafel. Beberapa strain Acb
terjadinya infeksi CRAB dengan penggunaan
diketahui dapat bertahan dari paparan desinfektan yang
antibiotik karbapenem belum pernah dilakukan di
umum digunakan seperti klorheksidin, glukonat dan
rumah sakit Mitra Medika. Penelitian ini bertujuan
fenol, terutama jika tidak digunakan dalam
untuk memberikan informasi terkait hubungan infeksi
konsentrasi yang sesuai.2,3
CRAB dengan penggunaan antibiotik karbapenem.
Infeksi Acb pada umumnya terjadi pada sistem
organ dengan kadar cairan yang tinggi seperti saluran
kemih, saluran pernafasan, rongga peritoneum, dan
sistem organ yang terhubung dengan alat.4 Acb Metode
merupakan salah satu penyebab utama Healthcare
Associated Infections (HAIs) yang sebagian besar Penelitian ini menggunakan desain kuantitatif dengan
terjadi pada pasien sakit kritis di Intensive Care Unit pendekatan case control study. Subjek penelitian ini
(ICU). Acb dapat menyebabkan pneumonia, infeksi adalah pasien rawat inap di Rumah sakit Mitra
saluran kemih, bakteremia, infeksi luka, dan Medika, Jakarta, pada Januari 2021–Agustus 2021.
meningitis. Infeksi Acb sering terjadi pada lansia, Penelitian ini dilakukan pada januari - agustus 2021
orang dengan penyakit kronis, serta orang dengan secara retrospektif. Kelompok kasus adalah pasien
riwayat menggunakan antibiotik sebelum terinfeksi.1 terinfeksi Carbapenem Resistant Acinetobacter
Resistensi antibiotik merupakan salah baumannii (CRAB) yang menggunakan antibiotik
satu ancaman bagi kelangsungan hidup paling tidak 24 jam sebelum pengambilan spesimen
kultur Acb, sedangkan kelompok kontrol adalah
manusia karena dapat memengaruhi pasien dengan infeksi Carbapenem Sensitive
kemampuan pengobatan infeksi yang Acinetobacter baumannii (CSAB) yang
disebabkan bakteri, parasit, virus, dan menggunakan antibiotik paling tidak 24 jam sebelum
jamur. Resistensi antibiotik menyebabkan pengambilan spesimen kultur Acb. Jumlah sampel
dalam penelitian ini adalah
penurunan efikasi antibiotik yang umum 149 pasien (110 pasien terinfeksi CRAB,
digunakan untuk patogen spesies 39 pasien terinfeksi CSAB). Variabel bebas
Acinetobacter, Pseudomonas, Escherichia coli, penelitian ini adalah penggunaan antibiotika
Klebsiella pneumoniae, Salmonella enterica, karbapenem. Variabel perancu antara lain usia,
jenis kelamin, penggunaan prosedur invasif, kelompok kontrol). Merujuk pada Tabel 1, dari 149
komorbid, lama rawat, riwayat penggunaan antibiotik subjek penelitian, 89 subjek (59,7%) pernah
<90 hari sebelum masuk rumah sakit (SMRS), dan menggunakan antibiotik karbapenem dan hasil kultur
riwayat rawat inap <90 hari SMRS. positif CRAB ditemukan pada 110 subjek penelitian
CRAB didefinisikan sebagai Acb yang resisten (73,8%). Sebagian besar
terhadap imipenem dan meropenem. CSAB subjek penelitian yaitu 122 subjek (81,9%) pernah
didefinisikan sebagai Acb yang masih sensitif dengan memiliki riwayat menggunakan terapi prosedur
imipenem dan meropenem. Penggunaan antibiotik invasif. Kelompok usia lanjut atau ≥60 tahun
karbapenem adalah penggunaan antibiotik karbapenem merupakan kelompok usia yang paling banyak diteliti
paling tidak 24 jam sebelum pengambilan spesimen (62,4%). Subjek penelitian yang diketahui memiliki
kultur Acb pada periode rawat inap. Penggunaan komorbid
antibiotik <90 hari SMRS adalah pasien yang ≥2 sebanyak 102 subjek (68,5%), dan subjek dengan
memenuhi kriteria inklusi yang juga memiliki riwayat riwayat rawat ICU sebanyak 91 subjek (61,1%).
penggunaan antibiotik <90 hari SMRS. Kriteria Hasil analisis bivariat dengan uji Chi- Square
inklusi penelitian adalah pasien dengan hasil kultur pada Tabel 2 menunjukkan bahwa variabel utama
positif terinfeksi Acb yang menggunakan antibiotik yaitu penggunaan antibiotika karbapenem secara
(semua golongan) paling tidak 24 jam sebelum statistik bermakna (p
pengambilan spesimen kultur positif Acb, dan berusia <0,001) dengan nilai odds ratio (OR) sebesar 7,390.
di atas 1 tahun baik laki-laki maupun perempuan. Penggunaan prosedur invasif (p<0,001; OR=9,619),
Kriteria eksklusi penelitian ini adalah pasien rawat lama perawatan ≥7 hari (p=0,038; OR=2,250), serta
jalan, data rekam medis tidak lengkap (tidak ada data perawatan di ICU (p<0,001; OR=4,875) juga
penggunanan antibiotik, ada data yang hilang), dan bermakna secara statistik dan memiliki peluang
pasien yang mendapatkan antibiotik pada hari yang menjadi faktor risiko terjadinya CRAB.
sama atau sesudah pengambilan spesimen kultur Analisis multivariat dilakukan melalui uji interaksi
positif Acb. dan uji konfounder, dengan hasil akhir uji dapat dilihat
Analisis univariat, bivariat, dan multivariat pada Tabel 3. Hasil analisis multivariat adalah nilai
dilakukan dengan menggunakan SPSS versi OR penggunaan antibiotik golongan karbapenem
22. Analisis bivariat dilakukan menggunakan uji Chi- pada pasien dengan riwayat ICU yaitu 32,266
Square dan analisis multivariat melalui analisis regresi (0,848– 1,228E+03) dengan nilai p=0,020 (Tabel 4).
logistik konsep etiologik.

Pembahasan
Hasil
Akar penyebab cepatnya penyebaran bakteri resisten
Pasien terinfeksi Acb pada periode januari - agustus terhadap antibiotik di rumah sakit bersifat
2021 yang memenuhi kriteria inklusi selama periode multifaktorial, antara lain selective pressure yang
penelitian berjumlah tinggi yang disebabkan oleh penggunaan antibiotik
149 pasien (110 kelompok kasus dan 39 yang tidak tepat dan lama, transmisi silang dari
pasien yang satu ke pasien yang lain, tindakan
pengendalian infeksi yang tidak tepat, serta adanya
transfer resistensi antar-rumah sakit.7 Acb akhir-akhir
ini dilaporkan mengalami peningkatan di

191
Tabel 1 Distribusi Karakteristik Subjek Penelitian
Variabel Kategori N %
Hasil Kultur Acb CRAB 110 73,8
CSAB 39 26,2
Penggunaan Antibiotik Karbapenem Ya 89 59,7
Tidak 60 40,3
Usia 1–17 tahun 2 1,3
18–<60 tahun 54 36,2
≥60 tahun 93 62,4
Jenis Kelamin Laki-laki 84 56,4
Perempuan 65 43,6
Riwayat Penggunaan Antibiotik SMRS <90 hari SMRS 44 29,5
≥90 hari SMRS 105 70,5
Riwayat Rawat Inap SMRS <90 hari SMRS 56 37,6
≥90 hari SMRS 93 62,4
Prosedur Invasif Ada 122 81,9
Tidak ada 27 18,1
Komorbid <2 47 31,5
≥2 102 68,5
Lama Rawat <7 hari 78 52,3
≥7 hari 71 47,7
Perawatan di ICU Pernah dirawat di ICU 91 61,1
Tidak pernah dirawat di ICU 58 38,9
Keterangan: n=jumlah pasien; Acb=Acinetobacter baumannii; CRAB=Carbapenem Resistant Acinetobacter baumannii;
CSAB=Carbapenem Sensitive Acinetobacter baumannii; SMRS=Sebelum masuk rumah sakit; ICU=Intensive Care Unit;
Riwayat prosedur invasif: suatu tindakan medis yang langsung dapat memengaruhi keutuhan jaringan tubuh pasien
antara lain VAP, NGT, urin kateter, tracheostomy, Total Parenteral Nutrition (TPN), Catheter Double Lumen (CDL), Central
Venous Catheter (CVC) dan lain sebagainya yang memengaruhi terjadinya infeksi; Komorbid: diabetes, keganasan, Chronic
Kidney Disease (CKD), gangguan fungsi jantung, pneumonia

lingkungan rumah sakit. Acb secara intrinsik resisten


terhadap banyak antibiotik, sehingga tidak antibiotik golongan lain. Hasil akhir analisis
mengherankan apabila penggunaan antibiotik multivariat pada penelitian ini menunjukkan bahwa
spektrum luas sebelum infeksi Acb dapat terdapat interaksi antara penggunaan antibiotik
menyebabkan pengembangan fenotipe Multidrug golongan karbapenem dengan perawatan di ICU.
Resistant (MDR) Acb. Faktor risiko berdasarkan Pasien yang menggunakan antibotik golongan
systematic review yang telah dilakukan menunjukkan karbapenem dengan riwayat rawat di ICU selama
bahwa penggunaan antibiotik sebelum dilakukan periode rawat inap memiliki peluang tinggi
kultur seperti penggunaan karbapenem, sefalosporin meningkatkan risiko infeksi CRAB (OR=32,266).
generasi ketiga dan/atau fluorokuinolon merupakan Simpulan yang diperoleh pada penelitian ini sama
faktor risiko independen terjadinya MDR Acb.8 dengan hasil penelitian-penelitian terdahulu, yaitu
Hasil dari analisis bivariat memperlihatkan bahwa karbapenem menjadi faktor risiko terjadinya CRAB.
penggunaan antibiotik golongan karbapenem Sebuah penelitian tentang hubungan antara konsumsi
memiliki peluang 7 kali lebih berisiko menyebabkan antibiotik dengan tingkat terjadi resistensi
infeksi CRAB apabila dibandingkan pasien yang karbapenem pada bakteri gram negatif di Cina
menggunakan menunjukkan hasil yang signifikan antara penggunaan
karbapenem dengan CRAB, yaitu nilai rata-
Tabel 2 Analisis Bivariat

Kultur (n (%))
Variabel CRAB CSAB nilai-p OR IK95%

Penggunaan Antibiotik <0,001a 7,390 3,222–16,951


Karbapenem
Ya 79 (53,0) 10 (6,7)
Tidak 31 (20,8) 29 (19,5)
Usia (tahun) 0,306a 0,667 0,306–1,454
1–<60 44 (29,5) 12 (8,1)
≥60 66 (44,3) 27 (18,1)
Jenis Kelamin 0,711a 1,149 0,551–2,394
Laki-laki 63 (42,3) 21 (14,1)
Perempuan 47 (31,5) 18 (12,1)
Riwayat Penggunaan Antibiotik 0,844a 0,923 0,417–2,044
<90 Hari SMRS
Ya 32 (21,5) 12 (8,1)
Tidak 78 (52,3) 27 (18,1)
Riwayat Rawat Inap <90 Hari 0,159a 1,762 0,796–3,900
SMRS 45 (30,2) 11 (7,4)
Ya
Tidak 65 (43,6) 28 (18,8)
Prosedur Invasif <0,001a 9,619 3,803–24,331
Ya 101 (67,8) 21 (14,1)
Tidak 9 (6) 18 (12,1)
Komorbid 0,060a 2,061 0,964–4,403
≥2 80 (53,7) 22 (14,8)
<2 30 (20,1) 17 (11,4)
Lama Rawat (hari) 0,038a 2,250 1,036–4,888
≥7 59 (39,6) 12 (8,1)
<7 51 (34,2) 27 (18,1)
Perawatan di ICU <0,001a 4,875 2,229–10,663
Pernah 78 (52,3) 13 (8,7)
Tidak pernah 32 (21,5) 26 (17,4
Keterangan: CRAB=Carbapenem Resistant Acinetobacter baumannii; CSAB=Carbapenem Sensitive Acinetobacter baumannii;
OR=Odds ratio; IK=Interval kepercayaan; SMRS=Sebelum masuk rumah sakit; ICU=Intensive Care Unit; a=Chi-Square

rata 75,92%.7 Penelitian di Italia menunjukkan bahwa untuk eradikasi CSAB yang ternyata dapat
peningkatan konsumsi karbapenem secara signifikan meninggalkan koloni CRAB pada host sehingga risiko
memiliki hubungan dengan peningkatan kejadian terjadinya infeksi CRAB meningkat.11 Golongan
CRAB dan MDR Acb.9 Penelitian di Taiwan antibiotik selain karbapenem yang memiliki pengaruh
menunjukkan bahwa penggunaan antibiotik golongan terhadap terjadinya infeksi CRAB adalah
sefalosporin dan karbapenem (meropenem) menjadi fluorokuinolon dan sefalosporin spektrum luas. Urutan
salah satu risiko terjadinya infeksi CRAB.10 dari ketiga golongan antibiotik tersebut berdasarkan
Penggunaan antibiotik pada kondisi sebelum kemampuan memengaruhi peningkatan risiko
terjadi infeksi CRAB dapat dijelaskan melalui istilah terjadinya CRAB yaitu penggunaan karbapenem pada
antimicrobial selective pressure, seperti penggunaan lama pemakaian 1–3 hari maupun lebih dari
antibiotik karbapenem 3 hari, diikuti oleh antibiotik sefalosporin
Tabel 3 Analisis Multivariat Regresi Logistik Antara Faktor Risiko dengan CRAB
Variabel OR nilai-p IK95%
Penggunaan Antibiotik Karbapenem 1,805 0,338 0,539–6,038
Prosedur Invasif 5,431 0,006 1,609–18,332
Komorbid 1,248 0,657 0,470–3,314
Riwayat Rawat Inap <90 Hari SMRS 1,878 0,220 0,686–5,140
Jenis Kelamin 1,829 0,218 0,700–4,781
Perawatan di ICU 1,011 0,987 0,270–3,787
Penggunaan Antibiotik Karbapenem *Perawatan di ICU 17,882 0,020 1,573–203,301
Keterangan: CRAB=Carbapenem Resistant Acinetobacter baumannii; OR=Odds ratio; IK=Interval kepercayaan; SMRS=
Sebelum masuk rumah sakit; ICU=Intensive Care Unit

spektrum luas dan urutan terakhir terakhir adalah antibiotik disebabkan tingginya penggunaan
penggunaan antibiotik fluorokuinolon. Penggunaan antibiotik, faktor imunologis pasien, dan kontak dekat
antibiotik karbapenem menjadi salah satu faktor risiko antara petugas kesehatan dengan pasien yang dapat
penyebab infeksi rumah sakit karena CRAB (p=0,047; memfasilitasi terjadinya transmisi silang bakteri.
aOR=120,5).12 Anti-Methicillin Resistant Salah satu bakteri gram negatif yang bersifat
Staphylococcus aureus (Anti-MRSA) dan oportunistik yang menjadi sangat patogen adalah
karbapenem yang digunakan dalam kurun waktu 30 Acb, Acb dapat memicu wabah infeksi di rumah sakit
hari terakhir diketahui menjadi prediktor karena kemampuan kolonisasi pada tubuh manusia
Antipseudomonal Carbapenem Resistant Gram dan lingkungan yang sangat tinggi. Admisi ICU
Negative Rods (ACR-GNR).13 Penggunaan antibiotik merupakan salah satu faktor risiko penting terjadinya
<90 hari sebelum admisi berkaitan dengan community Ventilator Associated Pneumonia (VAP) yang
acquaired bacteraemia. Laporan antibiogram disebabkan oleh Acb. Risiko infeksi meningkat pada
beberapa negara dalam beberapa tahun bahkan pasien dengan usia di atas 60 tahun yang
beberapa bulan belakangan memperlihatkan peranan mendapatkan terapi ventilator dalam jangka waktu
penting dari paparan antibiotik awal untuk mengenali yang lama.14
risiko hilangnya flora normal dan untuk seleksi bakteri
Penelitian metagenomik yang telah dilakukan
resisten.16
menunjukkan bahwa kemunculaan dan penyebaran
ICU merupakan tempat pusat lahirnya bakteri mikroorganisme resisten selama terapi antimikroba
gram negatif yang resisten terhadap pada dasarnya

Tabel 4 Analisis Multivariat Penggunaan Antibiotik Golongan Karbapenem


Output Unadjusted Strata ICU=0 Strata ICU=1

Variabel OR OR OR
CRAB CSAB nilai-p nilai-p nilai-p
(IK95%) (IK95%)
(IK95%)

Penggunaan
Antibiotik 78 10
Golongan 7,390 1,805 32,266
Karbapenem <0,001 (3,222– 0,338 (0,539– 0,020 (0,848–
Penggunaan 16,951) 6,038) 1,228E+03)
Antibiotika Non- 32 29
Karbapenem
Keterangan: CRAB=Carbapenem Resistant Acinetobacter baumannii; CSAB=Carbapenem Sensitive Acinetobacter baumannii;
OR=Odds ratio; IK=Interval kepercayaan; ICU=Intensive Care Unit
didorong oleh sebagian kecil bakteri resisten yang proporsi jumlah sampel 3:1 dengan jumlah kelompok
secara alami ada di semua mikrobiota. Selective kontrol hanya 39. Keterbatasan jumlah sampel
pressure pada populasi bakteri resisten semakin membuat penelitian ini tidak dapat dilakukan
memberikan keuntungan dalam perkembangan matching sehingga kurang mampu untuk
bakteri tersebut.15 Pada pasien di ICU, fenomena ini meminimalisasi terjadinya bias, sehingga hasil
tidak hanya terjadi pada tingkat situs yang terinfeksi, penelitian tidak dapat digunakan untuk
namun juga terjadi pada mikrobiota saluran mengeneralisasi riwayat penggunaan antibiotik
pencernaan dan flora komensal lainnya, ketika karbapenem sebagai faktor risiko terjadinya CRAB
sejumlah besar bakteri yang ada dapat dengan sangat yang terjadi di rumah sakit lain. Rekomendasi untuk
cepat mendorong munculnya mikroorganisme yang penelitian serupa yang akan dilakukan adalah
resistan terhadap obat. Bakteri yang tidak melakukan matching pada kedua kelompok.
menyebabkan penyakit dapat dengan mudah Penelitian ini masih terbatas pada melihat riwayat
mentransmisi gen resistensi kepada bakteri yang penggunaan/ paparan antibiotik sebelum terjadinya
dapat menyebabkan penyakit melalui pertukaran infeksi CRAB tanpa melakukan analisis lebih lanjut
DNA (konjugasi atau plasmid DNA mengenai kerasionalan penggunaan antibiotik tersebut
ekstrakromosomal). Penelitian terbaru baik dari kesesuaian regimen, dosis, maupun durasi
mengkonfirmasi bahwa lama paparan imipenem pada penggunaan antibiotik.
pasien di ruang ICU secara signifikan meningkatkan
jumlah basil gram negatif yang kebal terhadap
imipenem. Risiko resistensi 5,9 kali lebih tinggi pada Simpulan
pasien yang dalam 1–3 hari menggunakan imipenem
dibandingkan kontrol, dan risiko meningkat menjadi
7,8 kali lebih tinggi pada pasien yang menggunakan Penggunaan antibiotik golongan karbapenem paling
imipenem dalam jangka waktu yang lebih lama.16 tidak 24 jam sebelum pengambilan spesimen kultur
Data dan hasil penelitian terdahulu tentang risiko Acb pada pasien yang menerima perawatan di ICU
CRAB terkait penggunaan antibiotik golongan dalam periode inap menjadi faktor risiko terjadinya
karbapenem dan perawatan di ICU menguatkan infeksi CRAB lebih tinggi.
simpulan pada penelitian ini, bahwa penggunaan
antibiotik spektrum luas terutama karbapenem pada
pasien di ICU dapat meningkatkan risiko terjadinya Pendanaan
infeksi CRAB. Saran yang dapat diberikan oleh tim
peneliti terkait peningkatan risiko infeksi CRAB Penelitian ini tidak didanai oleh sumber hibah
yaitu dengan lebih memperhatikan penggunaan manapun.
antibiotik golongan karbapenem terutama pada
penggunaannya sebagai terapi empiris dan melakukan
monitoring penggunaan antibiotik. Kebersihan dari
peralatan medis, makanan dan kebersihan petugas
Konflik Kepentingan
medis juga perlu dijaga untuk meminimalisasi
terjadinya transmisi CRAB. Seluruh penulis menyatakan tidak terdapat potensi
Keterbatasan dalam penelitian ini adalah konflik kepentingan dengan penelitian, kepenulisan
(authorship), dan atau publikasi artikel ini.

Daftar Pustaka

1. Lin MF, Lan CY. Antimicrobial resistance


in Acinetobacter baumannii: From
bench to bedside. World J Clin Cases.
2014;2
018- 0430-1
(12):787–814. doi: 10.12998/wjcc.v2.i12 Falagas ME, Kopterides P. Risk
.787
factors for the isolation of multi-drug-
2. Gallego L. Acinetobacter baumannii: resistant Acinetobacter baumannii and
Factors involved in its high adaptability Pseudomonas aeruginosa: A systematic
to adverse environmental conditions. J review of the literature. J Hosp Infect.
Microbiol Exp. 2016;3(2):00085. doi: 10. 2006;64(1):7–15. doi: 10.1016/j.jhin.200
15406/jmen.2016.03.00085 6.04.015
3. Teerawattanapong N, Panich P, Kulpokin
D, Ranong SN, Kongpakwattana K,
Saksinanon A, et al. A systematic review
of the burden of multidrug-resistant
healthcare-associated infections among
intensive care unit patients in Southeast
Asia: The rise of multidrug-resistant
Acinetobacter baumannii. Infect Control
Hosp Epidemiol. 2018;39(5):525–33. doi:
10.1017/ice.2018.58
4. Jung J, Park W. Acinetobacter species as
model microorganisms in environmental
microbiology: Current state and
perspectives. Appl Microbiol.
2015;99(6): 2533–48. doi:
10.1007/s00253-015-6439
-y
5. Taskin G, Ozturk K, Turker T, Ocal N,
Cakar M, Ozer S, et al. Assessment of
mortality risk factors for critically ill
patients with Acinetobacter baumannii
bacteremia with a new perspective.
Acta Medica Mediterr. 2016;32(6):1892–
7. doi: 10.19193/0393-
6384_2016_6_179
6. World Health Organization. WHO report
on surveillance of antibiotic
consumption. Geneva: World Health
Organization; 2018.
7. Yang P, Chen Y, Jiang S, Shen P, Lu X,
Xiao Y. Association between antibiotic
consumption and the rate of
carbapenem- resistant Gram-negative
bacteria from China based on 153
tertiary hospitals data in 2014.
Antimicrob Resist Infect Control.
2018;7(1):137. doi: 10.1186/s13756-
8. Mascarello M, Simonetti O,
Knezevich A, Carniel LI,
Monticelli J, Busetti M, et al.
Correlation between antibiotic 13. Ibrahim ME. Prevalence of
consumption and resistance of Acinetobacter baumannii in Saudi
bloodstream bacteria in a Arabia: Risk factors, antimicrobial
University Hospital in North resistance patterns and mechanisms of
Eastern Italy, 2008–2014. carbapenem resistance. Ann Clin
Infection. 2017; 45(4):459–67. Microbiol Antimicrob. 2019;18 (1):1–12.
doi: 10.1007/s15010-017- 0998-z doi: 10.1186/s12941-018-0301-x
9. Chen YH, Chiueh CC, Lee YJ. Risk 14. D’costa VM, King CE, Kalan L, Morar M,
factors of carbapenem-resistant Sung WWL, Schwarz C, et al. Antibiotic
Acinetobacter baumannii resistance is ancient. Nature.
infection among hospitalized
patients. J Exp Clin Med.
2014;6(4):143– 6. doi:
10.1016/j.jecm.2014.06.003
10. Chusri S, Silpapojakul K, Mcneil E,
Singkhamanan K,
Chongsuvivatwong V. Impact of
antibiotic exposure on occurrence
of nosocomial carbapenem-
resistant Acinetobacter baumannii
infection: A case control study. J
Infect Chemother. 2015;
21(2):90–5. doi:
10.1016/j.jiac.2014.10.0 02
11. Djordjevic ZM, Folic MM, Folic
ND, Gajovic N, Gajovic O,
Jankovic SM. Risk factors for
hospital infections caused by
carbapanem-resistant
Acinetobacter baumannii. J Infect
Dev Ctries. 2016;10 (10):1073–
80. doi: 10.3855/jidc.8231
12. Richter SE, Miller L, Needleman J,
Uslan DZ, Bell D, Watson K, et al.
Risk factors for development of
carbapenem resistance among
gram-negative rods. Open Forum
Infect Dis. 2019;6(3):ofz027. doi:
10.109 3/ofid/ofz027
2011;477(7365):457–61. doi: 10.1038/na era of multidrug resistance. Crit Care.
ture10388 2016;20(1):136. doi: 10.1186/s13054-01
15. Karam G, Chastre J, Wilcox MH, 6-1320-7
Vincent JL. Antibiotic strategies in the

Anda mungkin juga menyukai