NIM : N1A117203
Kelas : Epidemiologi 5A
MK : Epidemiologi Gizi
1. Case Contol
A. Kelebihan :
a. Studi kasus kontrol kadang atau bahkan menjadi satu-satunya cara untuk meneliti
kasus yang jarang atau yang masa latennya panjang, atau bila penelitian prospektif
tidak dapat dilakukan karena keterbatasan sumber atau hasil diperlukan
secepatnya
b. Biaya yang diperlukan relatif lebih sedikit sehingga lebih efisien.
c. Tidak mengalami kendala etik seperti pada penelitian eksperimen atau kohort
d. Pengambilan kasus dan kontrol pada kurun waktu yang bersamaan.
e. Adanya pengendalian faktor risiko sehingga hasil penelitian lebih tajam.
f. Tidak perlu intervensi waktu, lebih ekonomis sebab subyek bias dibatas
g. Dapat menguji hubungan paparan dengan penyakit
h. Biasanya dapat mengevaluasi confounding dan interaksi lebih teliti dari pada studi
cohort untuk jumlah sample yang sama, karena kasus dan kontrol lebih sebanding
B. Kelemahan
a. Data mengenai pajanan faktor risiko diperoleh dengan mengandalkan daya ingat atau
catatan medik. Daya ingat responden menyebabkan terjadinya recall bias, baik karena
lupa atau responden yang mengalami efek cenderung lebih mengingat pajanan faktor
risiko daripada responden yang tidak mengalami efek. Data sekunder, dalam hal ini
catatan medik rutin yang sering dipakai sebagai sumber data juga tidak begitu akurat
(objektivitas dan reliabilitas pengukuran variabel yang kurang).
b. Validasi informasi terkadang sukar diperoleh.
c. Sukarnya meyakinkan bahwa kelompok kasus dan kontrol sebanding karena
banyaknya faktor eksternal / faktor penyerta dan sumber bias lainnya yang sukar
dikendalikan.
d. Tidak dapat memberikan incidence rates karena proporsi kasus dalam penelitian tidak
mewakili proporsi orang dengan penyakit tersebut dalam populasi.
e. Tidak dapat dipakai untuk menentukan lebih dari satu variabel dependen, hanya
berkaitan dengan satu penyakit atau efek.
f. Tidak dapat dilakukan untuk penelitian evaluasi hasil pengobatan
2. Cohort
A. Kelebihan
a. Studi kohort merupakan desain terbaik dalam menentukan insiden dan perjalanan
penyakit atau efek yang diteliti.
b. Studi kohort merupakan desain terbaik dalam menerangkan dinamika hubungan
temporal atanra faktor risiko dengan efek.
c. Studi kohort merupakan pilihan terbaik untuk kasus yang bersifat fatal dan
progresif.
d. Karena pengamatan dilakukan kontinu dan longitudinal, studi kohort dianggap
handal untuk meneliti berbagai masalah kesehatan.
e. Dapat menghitung dengan akurat jumlah paparan yang dialami populasi.
f. Dapat meneliti paparan yang langka.
g. Memungkinkan peneliti mempelajari sejumlah efek atau penyakit secara serentak
sebuah paparan. Misalnya, apabila kita telah mengidentifikasi kohort berdasarkan
pemakaian kontrasepsi oral (pil KB), maka dengan studi kohort dapat diketahui
sejumlah kemungkinan efek kontrasepsi oral pada sejumlah penyakit, seperti infark
miokardium, kanker payudara, dan kanker ovarium.
h. Dapat memeriksa dan mendiagnosa dengan teliti penyakit yang terjadi
i. Bias dalam menyeleksi subjek dan menentukan status paparan keci
j. Hubungan sebab akibat lebih jelas dan lebih meyakinkan.
B. Kelemahan
a. Tidak efisien dan praktis untuk mempelajari kasus yang langka
b. Pada studi prospektif, akan memerlukan biaya banyak (mahal), dan membutuhkan
banyak waktu.
c. Pada studi retrospektif, membutuhkan ketersediaan catatan yang lengkap dan
akurat.
d. Validitas hasil penelitian dapat terancam, karena adanya subjek subjek yang hilang
pada saat follow-up.
e. Dapat menimbulkan masalah etika, karena peneliti membiarkan subjek terkena
pajanan yang merugikan.
C. Bias
a. Bias informasi dan recall bias
Bias recall adalah sebuah kesalahan sistematik dalam responden mengingat dan
melaporkan faktor risiko/paparan yang telah dia alami. Responden yang
mengalami suatu kondisi kesehatan seperti melahirkan anak yang mengalami down
syndrome akan lebih mengingat ataupun sebaliknya tentang obat-obatan yang dia
konsumsi selama kehamilannya daripada ibu yang melahirkan anak normal.
Klasifikasi yang berbeda–beda karena informasi tentang faktor paparan salah
diklasifikasi dengan cara berbeda – beda untuk subjek yang dengan atau tanpa
penyakit. Sama halnya dengan kesalahan pengkategorian (differential
misclassification) yaitu kesalahan dalam hal follow up responden (biased follow up)
dimana orang–orang yang tidak terpapar terdiagnosis penyakit lebih banyak dari
pada orang–orang yang terpapar. Sebagai contoh, seorang peneliti menggunakan
studi kohort untuk mengukur akibat dari merokok terhadap kejadian penyakit
Empisema. Pada penelitian tersebut ingin diketahui kejadian empisema. Terdapat
pertanyaan yang menanyakan tentang diagnosis medis (terkait empisema) tetapi
tidak dilakukan pemeriksaan untuk memastikan diagnosis tersebut. Diagnosis
tersebut (menggunakan kuesioner) mungkin menyatakan terjadinya empisema.
Diagnosis yang salah lebih sering terjadi pada perokok daripada bukan perokok.
Karena pada perokok, terdapat komplikasi penyakit pernapasan yang menyerupai
empisema.
b. Selective loss to follow-up (withdrawal bias)
Bias yang pada studi longitudinal ini dapat terjadi karena subyek-subyek yang terpilih
menghilang secara tidak proporsional selama periode follow-up. Ada banyak sebab dari
kehilangan subyek dalam studi follow-up, misalnya karena subyek menderita masalah
kesehatan tertentu, meninggal, mengundurkan diri dari penelitian, pindah rumah, dan lain
lain.
D. Contoh
Pengaruh Status Gizi Anak Usia di Bawah Lima Tahun terhadap Nilai Belajar Verbal dan
Numerik. Penelitian dengan desain studi kohort retrospektif ini menggunakan sumber data
sekunder catatan pemantauan status gizi balita Tahun 2000-2007 dan hasil ulangan harian
bahasa dan matematika siswa kelas satu dan kelas dua, 2007. besar sampel untuk kelompok
terpajan 517 orang dan kelompok tidak terpajan 517 orang. Dengan demikian, jumlah sampel
minimal dalam penelitian ini berada pada kisaran 1.034 -1.170 orang. Data balita yang tercatat
pada periode 2000-2006 di Puskesmas Kelapa Dua Tangerang adalah 11.162 dan yang
memenuhi kriteria inklusi dan ekslusi adalah 2.926 orang. Selanjutnya, dilakukan penarikan
sampel dengan teknik stratified random sampling untuk mendapatkan 600 orang subjek
kurang gizi yang terpajan dan 600 gizi baik yang tidak terpajan
3. Eksperimental
A. Kelebihan
a. kemampuan untuk membuktikan ada tidaknya hubungan sebab-akibat yang
dihasilkan pada penelitian eksperimen lebih kuat atau bahkan paling kuat
dibandingkan penelitian non-eksperimental. artinya, variabel terikat yang terjadi
atau muncul dalam penelitian eksperimen hanya disebabkan oleh variabel bebas
dan bukan oleh faktor-faktor lainnya.
b. kemampuan untuk memanipulasi secara tepat satu atau lebih veriabel yang
diinginkan peneliti
B. Kelemahan
a. Penelitian eksperimental sulit untuk digeneralisasikan dalam kehidupan sehari-
hari.Hal ini disebabkan oleh kondisi penelitian eksperimental yang sangat
terkontrol (buatan), sehingga situasinya tidak seperti dalam kehidupan sehari-hari
(artificiality of experiments).
b. Pelaksanaan penelitian eksperimental umumnya membutuhkan waktu yang relatif
lebih lama.
c. Unethical
Bahwa dalam penelitian eksperimental, terutama pada eksperimen sungguhan
dan semu, ada dampak kurang baik pada pengetahuan, psikologi, dan moral subjek
(kelompok kontrol) akibat tidak diberikan perlakukan yang sama dengan kelompok
eksperimen. Sementara itu, peneliti yang memberikan perlakuan pada kelompok
eksperimen dalam jangka waktu tertentu cenderung tidak memperhatikan kondisi
dan kebutuhan subjek penelitian, sehingga fisik dan psikologi subjek penelitian
dapat terganggu.
C. Bias
a. Loss to follow-up bias
Dalam studi eksperimen random (randomized controlled trial, RCT), alokasi subjek
ke dalam kelompok eksperimental atau kelompok kontrol dilakukan dengan
prosedur random. Tujuan randomisasi adalah untuk mencegah kerancuan dan bias
seleksi. Tetapi tidak jarang dalam perjalanan implementasi intervensi terdapat
peserta yang hilang. Jika hilangnya peserta cukup banyak, sekitar 30-40 persen,
atau tidak banyak tetapi hilangnya peserta berhubungan dengan variabel hasil
yang diteliti, maka kelompok eksperimen dan kelompok kontrol tidak layak lagi
untuk diperbandingkan
b. Bias Alokasi Intervensi
Terjadi jika alokasi intervensi kepada subjek-subjek yang diteliti dalam studi
eksperimental tidak dilakukan dengan cara random, sehingga dipengaruhi oleh
karakteristik subjek penelitian yang memiliki hubungan dengan variabel hasil yang
diteliti. Bias ini dapat menyebabkan deviasi taksiran efek intervensi menjauhi nilai
nol (overestimate). Bias alokasi intervensi dapat dicegah dengan cara
mengalokasikan intervensi secara random
c. Bias Kontaminasi.
Terjadi ketika subjek-subjek penelitian di dalam kelompok kontrol terkontaminasi
oleh intervensi yang diberikan kepada kelompok eksperimental. Bias ini akan
melemahkan efek intervensi yang sebenarnya, menyebabkan deviasi taksiran efek
intervensi menuju nol.
d. Bias Kepatuhan.
Pada studi eksperimental yang membutuhkan kepatuhan untuk menggunakan
intervensi yang diberikan, maka derajat kepatuhan pasien dalam menggunakan
intervensi akan mempengaruhi penilaian tentang efikasi intervensi.
Ketidakpatuhan akan menyebabkan deviasi taksiran efek intervensi menuju nol.
D. Contoh
Pengaruh Konseling Gizi Terhadap Pengetahuan, Sikap, Praktik Ibu Dalam Pemberian Makan
Anak, Dan Asupan Zat Gizi Anak Stunting Usia 1-2 Tahun. Penelitian eksperimen dengan
quasi experiment nonequivalent control group design pada anak stunting usia 1-2 tahun.
Jumlah sampel adalah 20 ibu pada kelompok kontrol dan 20 ibu pada kelompok perlakuan.
Kelompok kontrol adalah ibu dari anak stunting yang tidak diberi konseling gizi. Kelompok
perlakuan adalah ibu dari anak stunting yang diberi konseling gizi. Konseling dilakukan 1 kali
tiap minggu selama 6 minggu. Subjek penelitian adalah ibu yang mempunyai anak stunting.
Analisis data menggunakan uji beda, yaitu dependent t test atau independent t test untuk
data yang berdistribusi normal, dan wilcoxon atau mann-whitney untuk data yang tidak
berdistribusi normal