Anda di halaman 1dari 40

Kajian Visual pada Identification Sign dan Directional Sign di Sayap Gedung Museum Konperensi Asia

Afrika

Kajian Visual pada Identification Sign dan


Directional Sign di Sayap Gedung Museum
Konperensi Asia Afrika
ADINDA SHAFA ALANDA, NADHIRA PUTRI GUNAWAN, ADITYA JANUARSA

1. Adinda Shafa Alanda


2. Nadhira Putri Gunawan
3. Aditya Januarsa
Email: adityajanuarsa@itenas.ac.id

ABSTRAK
Museum merupakan tempat menyimpan koleksi dan informasi mengenai sejarah
penting. Museum Konperensi Asia Afrika merupakan salah satu museum sejarah di Kota
Bandung, didirikan sebagai bentuk menghargai nilai sejarah Konferensi Asia Afrika.
Seluruh ruangan dan lokasi yang ada di museum tentunya memerlukan ilmu yang
mengatur serta mendefinisikan rangkaian pesan, agar sebuah ruangan dapat
menavigasikan pengunjungnya lalu mempermudah pengunjung dalam mengikuti alur
kunjungan di museum. Dalam mengkomunikasikan berbagai informasi yang ada,
penggunaan signage sangat berpengaruh dalam mencapai keefektifannya. Penelitian
ini memfokuskan pada identification sign dan directional sign, dalam penelitiannya
menggunakan metode studi literatur yang berkaitan dengan signage, lalu observasi
yang bersifat analisis konten yang terdiri dari pengumpulan data visual,
pengelompokkan dan identifikasi, coding visual, lalu analisis hasil. Dengan adanya
penelitian ini, diharapkan dapat membantu pihak Museum Konperensi Asia Afrika dalam
membuat dan menerapkan signage system yang baik dan juga efektif sehingga dapat
meningkatkan citra museum terhadap pengunjung.

Kata kunci: Museum, Wayfinding, Signage, Identification Sign, Directional Sign

ABSTRACT
Museum is a place to store a collection of items and information about important
history. Museum of the Asian-African Conference is a historical museum located in
Bandung, established as a form of appreciating the historical value of the Asian-African
Conference. All the rooms in the museum certainly require knowledge that regulates,
and defines a series of messages that aim to make a room able to navigate its visitors
and make it easier for visitors to follow the flow of the museum. In communicating
various information, the use of signage is very influential in achieving its effectiveness.
This study focuses on identification signs and directional signs, in this study using
literature study methods related to signage, and observation. The type of observation
is content analysis, which consists visual data collection, grouping and identification,
visual coding, and analysis of the results. With this study, it is hoped that it can assist
the Museum of the Asian-African Conference in creating and implementing a good and
effective signage system in order to enhance the museum's image towards visitors.
Keywords: Museum, Wayfinding, Signage, Identification Sign, Directional Sign.

1
Adinda Shafa Alanda dan Nadhira Putri Gunawan

1. PENDAHULUAN

Ketika berada di suatu tempat atau lingkungan tertentu, terdapat berbagai informasi
yang akan diperoleh di dalamnya untuk membantu dan mempermudah orang dalam
melakukan aktivitas tertentu di lingkungan tersebut. Di era modern ini, sebagian besar
informasi dikomunikasikan melalui signs dan benda-benda lainnya yang terdapat di
lingkungan. Hal tersebut diwujudkan oleh yang namanya Environmental Graphic
Design (EGD). Dalam bukunya yang berjudul Signage and Wayfinding Design (2015),
Calori dan Eyeden mendefinisikan Environmental Graphic Design (EGD) sebagai
informasi komunikasi grafis yang ada di dalam lingkungan publik. Menurut Wayne
Hunt, Environmental Graphic Design mempunyai 3 elemen dasar yang saling berkaitan
satu sama lain yaitu signage dan wayfinding, interpretation, dan place making. Proses
dalam menemukan jalan, mengumpulkan informasi, dan mengambil keputusan yang
digunakan orang untuk mengarahkan mereka dalam suatu lingkungan
disebut wayfinding. Keberadaan signage sangat berperan dalam wayfinding karena
signage merupakan sekumpulan tanda maupun identitas visual yang membantu orang
untuk menentukan dan menemukan arah melalui lingkungan sekitar (Calori, 2015).

Museum merupakan tempat menyimpan koleksi dan informasi mengenai sejarah


penting. Namun, tak jarang juga pengunjung sering merasakan kebingungan dan
disorientasi dalam membuat keputusan flow kunjungan, maka dari itu museum
membutuhkan ilmu yang mengatur serta mendefinisikan rangkaian pesan yang
bertujuan agar sebuah ruangan dapat menavigasikan pengunjungnya (self-navigation)
secara maksimal. Dalam mengkomunikasikan berbagai informasi yang ada,
penggunaan signage sangat berpengaruh dalam mencapai keefektifan penyampaian
informasi. Museum Konperensi Asia Afrika merupakan salah satu museum sejarah yang
berlokasi di Kota Bandung. Terletak di Jalan Asia Afrika No. 65. Berdasarkan
asiafricamuseum.org, museum ini didirikan sebagai bentuk dalam menghargai nilai
sejarah Konferensi Asia Afrika pada tanggal 18-24 April 1955 dan untuk
menyebarluaskan nilai-nilai tersebut seperti nilai kerja sama, kesetaraan, saling
menghormati, dan perdamaian dunia. Terdapat berbagai signage di dalam Museum
Konperensi Asia Afrika, seperti signage yang mengarahkan pengunjung menuju ke
lokasi tertentu, signage yang menginformasikan apa yang harus diikuti atau larangan
ketika berkunjung ke museum, hingga signage yang tertera di setiap koleksi museum.

Penilitian ini fokus pada identification sign dan directional sign yang ada di sayap
Gedung Konperensi Asia Afrika. Identifikasi awal menyatakan, berdasarkan teori
desain signage yang baik, Museum Konperensi Asia Afrika tidak menemukan
kontinuitas (continuity) dan kesatuan (unity) dalam hal visual pada setiap signagenya
yang mana dapat menyulitkan keputusan pengunjung dalam
memutuskan flow kunjungan (wayfinding). Melalui metode observasi, ingin mengkaji
lebih dalam mengenai masalah yang terdapat pada signage di Museum Konperensi
Asia Afrika. Oleh karena itu, penelitian ini dibuat untuk mengkaji tentang
bagaimana desain signage yang baik berdasarkan faktor ergonomis manusia serta
pengaruhnya pada keefektifan dalam penyampaian informasi yang dapat
mempermudah pengunjung dalam mengikuti alur kunjungan.

2
Kajian Visual pada Identification Sign dan Directional Sign di Sayap Gedung Museum Konperensi Asia
Afrika

2. METODE PENELITIAN

Studi Literatur

Studi literatur merupakan serangkaian kegiatan yang berkaitan dengan metode


pengumpulan data pustaka, membaca dan mencatat, serta merancang bahan
penelitian (Zed, 2008:3). Studi literatur yang digunakan pada penilitian ini meliputi
buku, jurnal, dokumen maupun literatur yang berkaitan dengan topik penelitian yang
diangkat yaitu mengenai signage. Buku yang menjadi acuan utama pada penelitian ini
adalah Signage and Wayfinding Design (2015) oleh Chris Calori, David Vanden-
Eynden. Buku ini menerangkan tentang hal-hal apa yang harus diperhatikan dan
dipertimbangkan oleh seorang Environmental Graphic Designer (EGD) saat
membuat signage. Mulai dari jenis signage, elemen signage seperti tipografi, warna,
dan material hingga 4 variabel penting yaitu visibility, noticeability, legibility, dan
readability yang menjadi dasar penilaian data yang valid pada penelitian ini.

Observasi

Teknik observasi yang dilakukan pada penelitian ini bersifat content analysis.
Berdasarkan buku Visual Methodologies (2001), content analysis merupakan metode
analisis gambar visual. Dengan menggunakan analisis ini, peneliti dapat mengukur dan
menganalisis keberadaan makna, dan hubungan kata-kata, tema, atau konsep
tertentu. Peneliti dapat membuat kesimpulan tentang pesan di dalam warna, tipografi,
ukuran, bentuk dan material. Mengevaluasi keefektifan signage dalam mengarahkan,
menginformasikan, atau larangan untuk para pengunjung di Museum Konperensi Asia
Afrika. Metode ini memiliki 4 langkah, yaitu mengumpulkan data visual signage,
mengkategorikan signage ke identintification sign dan directional sign lalu
mengidentifikasikannya, analisis berdasarkan 4 faktor ergonomi untuk menciptakan
wayfinding sign yang efektif, coding visual, dan yang terakhir adalah analisis hasil.

Pada tahap pertama, yaitu pengumpulan data visual berupa foto signage yang ada di
Museum Konperensi Asia Afrika beserta lingkungan sekitarnya, perbandingan posisi
ketinggian dari lantai, dan data lainnya yang digunakan sebagai acuan dalam
melakukan identifikasi pada setiap sign.

Lalu, tahap selanjutnya mengkategorikan signage. Tahap ini mengkategorikan ke


dalam 2 jenis signage yang difokuskan pada penelitian ini yaitu identification sign, dan
direction sign. Lalu, melakukan mengidentifikasi signage berdasarkan warna, tipografi,
ukuran, penempatan, pemasangan dan materialnya yang disusun ke dalam tabel.

Kemudian dianalisis berdasarkan 4 faktor ergonomi manusia yaitu visibility,


noticeability, legibility, dan readability untuk menciptakan wayfinding sign yang efektif.
Dari hasil identifikasi, terdapat relasi dari tipografi, warna, dan material dengan 4 faktor
ergonomi manusia. Proses analisis dilakukan menggunakan tabel, lalu penilaian yang
mengacu pada buku Signage and Wayfinding Design (2015). Lalu, dilanjutkan ke tahap
coding visual berdasarkan warna untuk menentukan apakah signage sudah memenuhi
keempat faktor tersebut.

3
Adinda Shafa Alanda dan Nadhira Putri Gunawan

Tahap terakhir adalah analisis hasil. Tahap ini dilakukan dengan menganalisis hasil
penilaian, dan penarikan kesimpulan penelitian mengenai keefektifan signage pada
Museum Konperensi Asia Afrika.

3. HASIL DAN PEMBAHASAN

Environmental Graphic Design (EGD)

Dalam bukunya yang berjudul Signage and Wayfinding Design (2015), Calori dan
Eyeden mendefinisikan Environmental Graphic Design (EGD) sebagai informasi
komunikasi grafis yang ditemukan dalam sebuah lingkungan. Pada era modern ini,
sebagian besar informasi dikomunikasikan pada signs dan benda-benda lainnya yang
terdapat di lingkungan.

Menurut Wayne Hunt, Environmental Graphic Design mempunyai 3 elemen dasar yang
saling berkaitan satu sama lain. Elemen dasar tersebut meliputi:

1. Signage dan Wayfinding

Mengarahkan orang ke suatu tempat dan membantu mereka dalam mengarahkannya


menuju tempat yang dituju.

2. Interpretation

Berfungsi menjelaskan makna dari suatu tempat.

3. Placemaking

Berfungsi menciptakan sebuah identitas pada suatu tempat.

Wayfinding

Wayfinding adalah kunci visual yang memungkinkan orang untuk menavigasi melalui
ruang dengan menyediakan informasi untuk membantu mereka menemukan cara
bekerja bagaimana mereka bisa sampai ke tujuan yang diinginkan.

4
Kajian Visual pada Identification Sign dan Directional Sign di Sayap Gedung Museum Konperensi Asia
Afrika

Dalam bukunya yang berjudul Wayshowing: A Guide to Environmental Signage


Principles & Practices (2005), Per Mollerup menyatakan bahwa terdapat 2 ciri seorang
wayfinders dalam menemukan sebuah solusi yaitu Afferent or Sensory Channel yang
merupakan proses menangkap informasi dari lingkungan sekitar dan Efferent or Motor
Channel yang merupakan suatu tindakan mereka yang dipengaruhi berdasarkan
lingkungan sekitar.

Terdapat 9 strategi solusi dalam praktik wayfinding. Strategi tersebut meliputi:

1. Track following – mengikuti alur, jalur, garis atau arah panah.

2. Route Following – mengikuti perencanaan

3. Educated Seeking – menggunakan silogisme

4. Inference – mengambil keputusan berdasarkan petunjuk

5. Screening – pencarian secara sistematis

6. Aiming – mencari target – target visual sekitar

7. Map Reading – menggunakan map

8. Compassing – menggunakan petunjuk kompas

9. Social Navigation – bertanya pada personal di lingkungan tersebut

Signage

Signage menggabungkan semua informasi visual yang berkaitan dengan lokasi dan
merupakan manifestasi wayfinding. Menurut Tinarbuko bagian esensial dari
Environmental Graphic Design (EGD) salah satunya adalah signage, signage
merupakan alat pendukung yang ada di dalam wayfinding. Dimana signage merupakan
rangkaian representasi visual dan simbolik grafik, dengan bertujuan sebagai media
interaksi untuk menyampaikan informasi, petunjuk, larangan, penghargaan, dan
perizinan antara manusia dengan ruang publik. (MS. Andrijanto, 2018)

Menurut Abhinav, secara umum fungsi dari signage yaitu:

1. Memberikan data dan informasi mengenai suatu tempat atau lokasi


2. Memberikan petunjuk arah mengenai tempat atau lokasi tertentu
3. Menunjukkan identifikasi tempat atau lokasi dari suatu lingkungan.
4. Memberikan peraturan dan peringatan keselamatan, seperti rambu peringatan,
rambu lorong, standar dan peringatan, dan sebagainya.

Signage dan wayfinding biasanya menjadi satu kesatuan dalam menginformasikan dan
memvisualisasikan suatu lokasi. (Calori, 2007)

Jenis-jenis signage terbagi menjadi tujuh, yaitu: Identification Sign, Directional Sign,
Warning Sign, Regulatory and Prohibitory Sign, Operational Sign, Honorific Sign, dan
Interpretive Sign. (Signage and Wayfinding, 2015). Pada penelitian ini berfokus pada:

5
Adinda Shafa Alanda dan Nadhira Putri Gunawan

1. Identification Sign
Sign yang terletak di suatu lokasi untuk mengidentifikasi lokasi tersebut dalam
lingkungan. Identification sign menandakan bahwa ‘Anda sudah sampai’ di lokasi
tujuan tersebut. Sign ini dapat memiliki ‘panah’ yang mengarahkan kesana. Isi dari
Identification sign biasanya nama tempat atau sistem penomoran ruangan.

2. Directional Sign
Sign yang terletak jauh dari tujuan atau tempat yang tertera pada sign tersebut.
Directional sign berfungsi untuk mengarahkan orang ke berbagai tempat atau lokasi
yang ada di lingkungan tertentu. Directional sign sering disebut juga sebagai
wayfinding sign karena membantu orang untuk menemukan tempat tujuan. Dalam
directional sign selalu terdapat panah di dalamnya untuk menunjukkan jalur tertentu
seperti seperti kiri, kanan, lurus ke depan, dan lain-lain.

Dalam membuat signage, faktor ergonomis manusia harus diperhatikan (Abhinav,


2014: 14-15). Faktor-faktor tersebut diantaranya adalah:

1. Visibility
Signage yang memiliki visibility yang baik, yaitu dapat terlihat jelas oleh pengunjung,
oleh karena itu dibutuhkan warna yang kontras dengan lingkungan sekitar agar dapat
menarik perhatian mata dan dapat terlihat jelas.

2. Noticeability
Signage yang mudah dikenali meskipun dipasang di tempat keramaian merupakan
signage yang memiliki noticeability yang baik. Penggunaan warna kontras dan garis
atau elemen visual dapat menarik perhatian pengunjung dan mudah dikenali.

3. Legibility
Pada legibility, tingkat keterbacaan huruf juga harus diperhatikan. Gunakan jenis huruf
sans serif bold, dan hindari huruf serif ataupun dekoratif agar huruf dapat mudah
terbaca oleh pengunjung.

4. Readability
Readability yang baik ketika sign dapat terbaca dengan jelas oleh pengunjung, oleh
karena itu dibutuhkan karakter huruf yang tegas dan besar serta kontras dengan latar
signage agar tetap mudah terbaca.

5. Proper Material

Penggunaan material untuk signage juga mempengaruhi tingkat visibility, readability


dan durasi ketahanan signage.

Dilakukan observasi dalam mengumpulkan data signage di Museum Konperensi Asia


Afrika, terdapat sebanyak 8 identification sign dan 5 directional sign yang tersebar di
area sayap Gedung Museum Konperensi Asia Afrika. Identification sign meliputi sign
perpustakaan, sign audio visual, 3 sign toilet pria, sign toilet wanita, sign sekretariat

6
Kajian Visual pada Identification Sign dan Directional Sign di Sayap Gedung Museum Konperensi Asia
Afrika

SMKAA, dan sign mushola. Sementara, untuk directional sign meliputi 3 directory sign,
sign jalur evakuasi, dan sign pintu masuk museum.

Gambar 1. Denah persebaran identification sign dan directional sign di sayap Gedung
Museum Konperensi Asia Afrika

Setelah pengumpulan data signage selesai, tahap selanjutnya adalah


mengelompokkan dan mengidentifikasi setiap sign berdasarkan warna, tipografi,
ukuran, penempatan, pemasangan dan materialnya yang disusun ke dalam tabel.

7
Adinda Shafa Alanda dan Nadhira Putri Gunawan

Tabel 1. Data identifikasi identification sign dan directional sign di sayap Gedung Museum Konperensi Asia Afrika

Keterangan:

‘ – ‘ = Tidak memiliki

IDENTIFICATION SIGNS
UKURAN (CM) WARNA
TINGGI CAP
JENIS PEMA- PENEM-
NO FOTO SIGN HEIGHT Simbol Latar MATERIAL
Material Teks FONT SANGAN PATAN
Body /panah Belakang
Headline
Text
1
Material
Suspended Zona
utama= 4,5 - Putih - Hitam Sans serif Kayu
(digantung) overhead
10 x 40

2
Material
Suspended Zona
utama= 6 - Putih - Hitam Sans serif Kayu
(digantung) overhead
10 x 40

3
Material
Suspended Zona
utama= 5 - Putih - Hitam Sans serif Kayu
(digantung) overhead
10 x 32

4
Flush/flat
Material
wall-
utama= Simbol= Zona
3,5 - Putih Hitam Sans serif mounted Akrilik
10,5 x Putih overhead
(ditempel di
29,5
dinding)

8
Kajian Visual pada Identification Sign dan Directional Sign di Sayap Gedung Museum Konperensi Asia Afrika

5 Material
utama=
10 x 16 Flush/flat
Biru, wall-
Simbol= Zona Polikarbona
Material 2,3 - Hitam putih, Sans serif mounted
putih overhead t
tambaha hitam (ditempel di
n= dinding)
14,5 x
20,5
6 Flush/flat
Material wall-
Simbol= Merah, Zona Polikarbona
utama= 2,3 - Hitam Sans serif mounted
putih putih overhead t
10 x 16,5 (ditempel di
dinding)
7
Material Suspended Zona
utama= 5 - Putih - Hitam Sans serif Kayu
(digantung) overhead
10 x 33,5

8
Material Suspended Zona
utama= 6 - Putih - Hitam Sans serif Kayu
(digantung) overhead
10 x 39,5

DIRECTIONAL SIGNS
1 Material Simbol
utama= =
30 x 39,5 Flush/flat
Merah,
wall-
hitam, Zona eye-
Material 1,7 1 Hitam Putih Sans serif mounted Akrilik
biru level
tambaha (ditempel di
n= dinding)
Panah=
34,5 x 46 Hitam

9
Adinda Shafa Alanda dan Nadhira Putri Gunawan

2 Material Simbol
utama= =
30 x 39,5 Flush/flat
Merah,
wall-
hitam, Zona eye-
Material 1,7 1 Hitam Putih Sans serif mounted Akrilik
biru level
tambaha (ditempel di
n= dinding)
Panah=
34,5 x 46 Hitam
3 Material Simbol
utama=
=
30 x 39,5 Flush/flat
Merah,
wall-
hitam, Zona eye-
Material 1,7 1 Hitam Putih Sans serif mounted Akrilik
biru level
tambaha (ditempel di
n= dinding)
Panah=
34,5 x 46
Hitam
4
Flush/flat
wall-
Material mounted
Panah= Putih, Zona
utama= 2,5 - Oranye Sans serif (ditempel di Kayu
Putih oranye overhead
15 x 39,5 dinding),
Suspended
(digantung)

5 Material
utama= Panah= Freestandin Zona eye-
29,7 x 40 6 - Hitam Silver Sans serif Aluminium
hitam g level

10
Kajian Visual pada Identification Sign dan Directional Sign di Sayap Gedung Museum Konperensi Asia Afrika

Data tabel identifikasi diatas dijadikan sebagai acuan untuk melakukan analisis terhadap identification sign dan directional sign
berdasarkan faktor ergonomis manusia yaitu visibility, readability, noticeability, legibility, dan proper material.

1. Visibility

Keterangan:

‘ ✓ ‘ = Memenuhi
‘ x ‘ = Tidak memenuhi
‘ – ‘ = Tidak memiliki

Tabel 2. Penilaian faktor visibility identification sign dan directional sign di sayap Gedung Museum Konperensi Asia Afrika

IDENTIFICATION SIGNS

WARNA KONTRAS UKURAN


NO FOTO SIGN LOKASI SESUAI PENEMPATAN SESUAI
DENGAN LINGKUNGAN CUKUP

1
✓ ✓ ✓ ✓

✓ ✓ ✓ ✓

✓ ✓ ✓ ✓

11
Adinda Shafa Alanda dan Nadhira Putri Gunawan

✓ ✓ ✓ x

✓ ✓ ✓ ✓

✓ ✓ ✓ ✓

✓ ✓ ✓ ✓

✓ ✓ ✓ ✓

DIRECTIONAL SIGNS

12
Kajian Visual pada Identification Sign dan Directional Sign di Sayap Gedung Museum Konperensi Asia Afrika

x ✓ ✓ x

✓ ✓ ✓ ✓

✓ ✓ ✓ ✓

13
Adinda Shafa Alanda dan Nadhira Putri Gunawan

✓ ✓ ✓ ✓

x X ✓ ✓

Pembahasan

Keberadaan signage harus terlihat jelas, untuk bisa memenuhi fungsinya sehingga penggunaan warna yang kontras dengan lingkungan
sekitar sangat berpengaruh terhadap kejelasan signage dan dapat menonjol di area sekitarnya. Identification sign dan directional sign
yang ada di sayap gedung Museum Konperensi Asia Afrika sebagian besar menggunakan warna yang kontras dengan lingkungan
sekitar seperti yang ada pada seluruh identification sign dan sign jalur evakuasi yang merupakan directional sign.

Gambar 2. Contoh identification sign dan directional sign yang menggunakan warna kontras dengan lingkungan sekitar

14
Kajian Visual pada Identification Sign dan Directional Sign di Sayap Gedung Museum Konperensi Asia
Afrika

Directional sign lainnya yaitu sign pintu masuk museum memiliki permasalahan terkait
penggunaan warna yang berpengaruh terhadap lingkungan sekitar. Pemilihan warna
silver mengkilap yang kurang tepat pada materialnya membuat sign tidak kontras dan
tampak menyatu dengan lingkungan. Hal tersebut membuat keberadaan sign tidak
terlalu terlihat jelas dan tidak menonjol di lingkungan sekitarnya sehingga pemilihan
material dan warna kurang tepat untuk jenis sign outdoor. Directory sign memiliki
warna latar belakang yang sama dengan warna lingkungannya namun masih dapat
terlihat jelas karena warna dari komponen visual seperti tipografi dan simbol yang ada
didalamnya kontras atau menonjol dengan lingkungan sekitarnya.

Gambar 3. Warna sign pintu masuk Gambar 4. Warna panel directory sign dengan
museum tidak kontras sehingga tampak lingkungan sama tetapi warna tipografi dan
menyatu dengan lingkungan visual kontras sehingga membantu sign tetap
terlihat jelas.

Hal lain yang mempengaruhi nilai visibility dari sebuah sign selain penggunaan warna
yang kontras dengan lingkungan sekitar adalah ukuran, lokasi, dan penempatan sign.

Signage yang efektif harus memiliki ukuran grafis yang pas sehingga orang dapat
memiliki waktu yang cukup untuk membaca dan memahami pesan sign tersebut.
Hubungan sudut pandang, jarak pandang, dan ketinggian pemasangan merupakan
penentu utama ukuran jenis sign. Ukuran pada seluruh identification sign yang ada di
sayap Gedung Museum Asia Afrika terbilang cukup sehingga jarak pandang dan
ketinggian pemasangan sign nya pun pas. Sign yang terlalu besar akan merusak
estetika lingkungan sekitar dan menimbulkan dampak pada masalah biaya. Sign yang
terlalu besar juga dapat menyebabkan informasi terasa berlebihan.

Penempatan sign sesuai dengan fungsinya dan kebutuhan seperti identification sign
ditempatkan pada zona overhead yang biasa digunakan untuk memberikan informasi
penting dan tidak detail atau sedikit sehingga perlu ditempatkan cukup tinggi agar
tidak terhalang oleh orang, kendaraan, tanaman, atau benda lain di lingkungan sekitar.
Namun untuk menempatkan sign perlu juga untuk mempertimbangkan ketinggian dan
luas ruang untuk pengunjung berdiri. Seperti contohnya pada sign toilet pria, luas
ruang yang diberikan untuk pengunjung melihat sign tersebut terlalu sempit sementara
ketinggian sign di zona overhead cukup tinggi sehingga pada akhirnya jarak antara
pengunjung dengan sign menjadi kurang efektif.

15
Adinda Shafa Alanda dan Nadhira Putri Gunawan

Gambar 5. Contoh identification sign dan directional sign dengan informasi penting dan
sedikit ditempatkan di zona overhead

Gambar 6. Penempatan sign toilet pria yang kurang baik karena luas area berdiri pengunjung
cukup sempit.

Pada directional sign, ukurannya cukup serta penempatan pada directory sign sesuai
karena menampilkan informasi yang detail dan membutuhkan waktu yang lama dalam
membacanya sehingga perlu ditempatkan di zona eye-level serta sign jalur evakuasi
yang ditempatkan pada zona overhead karena merupakan sign dengan informasi yang
penting.

Gambar 7. Directory sign dengan informasi detail dan banyak ditempatkan di zona eye-level.

Namun, terdapat permasalahan ukuran pada salah satu directional sign yaitu sign pintu
masuk museum. Karena merupakan sign penting yang berada di lingkungan luar, maka
ukuran sign perlu diperbesar agar memudahkan pengunjung dalam menyadari
keberadaan sign secara cepat.

16
Kajian Visual pada Identification Sign dan Directional Sign di Sayap Gedung Museum Konperensi Asia Afrika

2. Readability

Keterangan:

‘ ✓ ‘ = Memenuhi
‘ x ‘ = Tidak memenuhi
‘ – ‘ = Tidak memiliki

Tabel 3. Penilaian faktor readability identification sign dan directional sign di sayap Gedung Museum Konperensi Asia Afrika

IDENTIFICATION SIGNS
WARNA
MUDAH KARAKTER PENGGUNAAN
ELEMEN KATA-
DIBACA & HURUF BARIS KATA SECARA PESAN
NO FOTO SIGN VISUAL & KATA
JELAS BESAR & PENDEK UMUM MUDAH SINGKAT
BACKGROUND PENDEK
DIPANDANG TEGAS DIKENAL
KONTRAS
1
✓ ✓ ✓ ✓ ✓ ✓ ✓

✓ ✓ ✓ ✓ ✓ ✓ ✓

✓ ✓ ✓ ✓ ✓ ✓ ✓

✓ ✓ ✓ ✓ ✓ ✓ ✓

17
Adinda Shafa Alanda dan Nadhira Putri Gunawan

✓ ✓ ✓ ✓ ✓ ✓ ✓

✓ ✓ ✓ ✓ ✓ ✓ ✓

✓ ✓ ✓ ✓ ✓ ✓ ✓

x ✓ ✓ ✓ ✓ ✓ ✓

DIRECTIONAL SIGNS
1

✓ ✓ ✓ ✓ ✓ ✓ ✓

18
Kajian Visual pada Identification Sign dan Directional Sign di Sayap Gedung Museum Konperensi Asia Afrika

✓ ✓ ✓ ✓ ✓ ✓ ✓

✓ ✓ ✓ ✓ ✓ ✓ ✓

✓ ✓ ✓ ✓ ✓ ✓ ✓

x ✓ x ✓ ✓ ✓ ✓

19
Adinda Shafa Alanda dan Nadhira Putri Gunawan

Pembahasan

Penggunaan jenis huruf yang sederhana, tidak bermacam-macam, ukuran yang


konsisten, serta penggunaan jarak huruf yang terlalu lebar atau rapat merupakan hal
yang mempengaruhi nilai keterbacaan pada desain signage. Pada salah satu
identification sign yang ada di sayap Gedung Museum Konperensi Asia Afrika yaitu sign
sekretariat smkaa dan salah satu directional sign yaitu sign pintu masuk museum, telah
dilakukan scaling secara vertikal dalam upaya untuk menjejalkan pesan yang terlalu
panjang pada sign dengan ukuran yang terbatas. Hal tersebut membuat karakter huruf
menjadi rusak dan jarak antar huruf menjadi terlihat sangat rapat sehingga
menyebabkan tingkat keterbacaan rendah jika dilihat dari jarak jauh. Warna latar
belakang yang tidak kontras dengan elemen visual yang ada didalamnya merupakan
penyebab lain dari rendahnya tingkat keterbacaan sign pintu masuk museum.

Gambar 8. Scaling vertikal pada sign sekretariat SMKAA dalam upaya untuk menjejalkan
pesan yang terlalu panjang

Gambar 9. Scaling vertikal dan warna tidak kontras antara panel dan elemen visual pada sign
pintu masuk museum.

Selain penggunaan jenis huruf dan penggunaan warna yang kontras, faktor lain yang
mempengaruhi nilai readability dalam signage adalah bagaimana penggunaan kalimat
dalam sebuah sign. Sign dengan readability yang baik menggunakan kata-kata dan
baris yang pendek, pesan singkat serta penggunaan pada setiap katanya pun harus
secara umum mudah dikenal. Tujuannya adalah untuk memudahkan pengunjung
dalam menangkap informasi yang disampaikan pada setiap sign. Seluruh identification
sign dan directional sign yang ada di sayap Gedung Museum Konperensi Asia Afrika
sudah memenuhi kriteria tersebut.

Gambar 10. Beberapa contoh identification dan directional sign menggunakan kata dan baris
yang pendek, pesan singkat, dan penggunaan kata secara umum dikenal.

20
Kajian Visual pada Identification Sign dan Directional Sign di Sayap Gedung Museum Konperensi Asia Afrika

3. Noticeability

Keterangan:

‘ ✓ ‘ = Memenuhi
‘ x ‘ = Tidak memenuhi
‘ – ‘ = Tidak memiliki

Tabel 4. Penilaian faktor noticeability identification sign dan directional sign di sayap Gedung Museum Konperensi Asia Afrika

IDENTIFICATION SIGNS
WARNA KONTRAS
MUDAH
NO FOTO SIGN DENGAN PENEMPATAN SESUAI
DIKENALI
LINGKUNGAN
1
✓ ✓ ✓

✓ ✓ ✓

✓ ✓ ✓

✓ ✓ x

21
Adinda Shafa Alanda dan Nadhira Putri Gunawan

✓ ✓ ✓

✓ ✓ ✓

✓ ✓ ✓

✓ ✓ ✓

DIRECTIONAL SIGNS
1

x x x

22
Kajian Visual pada Identification Sign dan Directional Sign di Sayap Gedung Museum Konperensi Asia Afrika

✓ x ✓

✓ x ✓

✓ ✓ ✓

x x ✓

23
Adinda Shafa Alanda dan Nadhira Putri Gunawan

Pembahasan

Museum merupakan kawasan yang areanya luas. Di lingkungan sekitar museum


terdapat banyak koleksi-koleksi museum, dan lorong, sehingga keberadaan signage
harus menarik perhatian pengunjung agar mudah dikenali. Untuk membuat signage
mudah dikenali, desain signage dapat menggunakan warna yang kontras dengan
lingkungan sekitar dan penempatan yang sesuai dengan fungsinya agar mudah dikenali
dan disadari dengan cepat oleh pengunjung.

Penggunaan warna yang kontras dengan lingkungan sekitar sangat berpengaruh pada
mudah dikenali atau tidaknya signage. Identification sign, dan directional sign di sayap
Gedung Museum Konperensi Asia Afrika sebagian besar menggunakan warna yang
kontras dengan lingkungan sekitar seperti yang sudah ditampilkan dalam penjelasan
mengenai visibility.

Namun, terdapat permasalahan terkait pemilihan warna yang tidak kontras dengan
lingkungan pada salah satu directional sign, yaitu directory sign dan sign pintu masuk
museum. Pemilihan warna yang tidak kontras pada materialnya membuat pengunjung
tidak mudah mengenali atau merespon secara cepat, hal ini berpengaruh terhadap
salah satu point penting pada noticeability. Lalu, tulisan yang terlalu kecil untuk
directional signs yang diperuntukan dalam keadaan darurat, yaitu jalur evakuasi.

Gambar 11. Ukuran sign jalur evakuasi yang terlalu kecil mengingat sign tersebut merupakan
sign penting dalam keadaan darurat.

Faktor lainnya yang mempengaruhi noticeability selain pemilihan warna yang kontras
adalah penempatan sign. Penempatan pada identification sign dan directional sign di
sayap gedung Museum Konperensi Asia Afrika sudah sesuai dengan fungsinya, dan
memenuhi kriteria dari noticeability yang baik. Seperti yang sudah dijelaskan

24
Kajian Visual pada Identification Sign dan Directional Sign di Sayap Gedung Museum Konperensi Asia
Afrika

sebelumnya, Informasi penting perlu ditempatkan cukup tinggi agar tidak terhalang
oleh orang, kendaraan, tanaman, atau benda lain di lingkungan sekitar yaitu di zona
overhead. Sehingga identification sign perlu ditempatkan pada zona overhead.
Sedangkan untuk directory sign, menampilkan informasi yang detail dan membutuhkan
waktu yang lama dalam membacanya sehingga perlu ditempatkan di zona eye-level.
Berbeda dengan jalur evakuasi yang merupakan directional sign, namun sign ini
memiliki informasi yang penting dan dibutuhkan pada saat mendesak maka harus
ditempatkan pada zona overhead.

Namun, pada salah satu directory sign memiliki noticeability yang buruk karena berada
di dalam ruang pameran tetap yang berisikan banyak koleksi, dan panel membuat sign
ini membaur dengan lingkungan tersebut. Penempatan pada eye-level, kontras yang
kurang, dengan ukurannya yang tidak terlalu besar semakin membuat fokus dalam
keberadaan sign ini kurang disadari dengan cepat.

Gambar 12. Salah satu directory sign diletakkan di ruang pameran tetap yang berisikan
berbagai macam koleksi penuh warna.

25
Adinda Shafa Alanda dan Nadhira Putri Gunawan

4. Legibility

Keterangan:

‘ ✓ ‘ = Memenuhi
‘ x ‘ = Tidak memenuhi
‘ – ‘ = Tidak memiliki

Tabel 5. Penilaian faktor legibility identification sign dan directional sign di sayap Gedung Museum Konperensi Asia Afrika

IDENTIFICATION SIGNS
UKURAN CUKUP AREA WHITE SPACE CUKUP Warna
MUDAH KETEBA
elemen
DIBACA & X- LAN Typeface
Margin Jarak Jarak Jarak visual &
NO FOTO SIGN JELAS HEIGHT KARAKT jelas &
Huruf Simbol Panah sekelili antar antar antar backgro
DIPANDA BESAR ER sederhana
ng huruf kata baris und
NG CUKUP
kontras
1
✓ - ✓ ✓ - - ✓ x - - ✓ ✓

✓ - x ✓ - - x x - - ✓ ✓

✓ - ✓ ✓ - - ✓ x x - ✓ ✓

26
Kajian Visual pada Identification Sign dan Directional Sign di Sayap Gedung Museum Konperensi Asia Afrika

✓ - x ✓ ✓ - x ✓ - x ✓ ✓

✓ - ✓ ✓ ✓ - ✓ ✓ - - ✓ ✓

✓ - ✓ ✓ ✓ - ✓ ✓ - - ✓ ✓

✓ - ✓ ✓ - - ✓ ✓ - - ✓ ✓

x - ✓ ✓ - - x x ✓ - ✓ ✓

DIRECTIONAL SIGNS

27
Adinda Shafa Alanda dan Nadhira Putri Gunawan

✓ ✓ ✓ ✓ x ✓ ✓ ✓ ✓ x ✓ ✓

✓ ✓ ✓ ✓ x ✓ ✓ ✓ ✓ x ✓ ✓

✓ ✓ ✓ ✓ x ✓ ✓ ✓ ✓ x ✓ ✓

28
Kajian Visual pada Identification Sign dan Directional Sign di Sayap Gedung Museum Konperensi Asia Afrika

✓ - x x - ✓ ✓ ✓ ✓ - ✓ ✓

x ✓ ✓ x - ✓ ✓ x ✓ ✓ ✓ ✓

Pembahasan

Penggunaan huruf pada identification sign dan directional sign di sayap Gedung Museum Konperensi Asia Afrika dapat mudah terbaca,
karena jenis huruf yang digunakan pada sign merupakan jenis huruf sans serif dan dan warna yang digunakan tipografi dan elemen
visualnya kontras dengan warna latar belakang. Penggunaan jenis huruf sans serif untuk signage lebih disarankan dibandingkan dengan
jenis huruf serif. Jenis huruf serif sering dianggap terlalu rumit untuk sebuah sign karena akan mengganggu keterbacaan. Huruf sans
serif memiliki tingkat legibility yang tinggi karena tidak memiliki kait pada ujungnya yang membuat huruf tersebut mudah terbaca walau
dengan ukuran kecil sekalipun.

Gambar 13. Contoh directional sign menggunakan jenis huruf sans serif dan pewarnaan kontras.

29
ADINDA SHAFA ALANDA, NADHIRA PUTRI GUNAWAN, ADITYA JANUARSA

Gambar 14. Contoh beberapa identification sign dan directory sign menggunakan jenis
huruf sans serif dan pewarnaan kontras.

Memiliki x-height yang besar serta ketebalan goresan karakter yang cukup merupakan
faktor selanjutnya yang mempengaruhi nilai legibility pada sebuah sign. Seluruh
identification sign dan directional sign pada sayap Gedung Museum Konperensi Asia
Afrika sudah memiliki ukuran x-height yang besar. Namun, beberapa mengalami
permasalahan pada ketebalan goresan karakter huruf yang mana terdapat di beberapa
identification sign seperti sign perpustakan yang memiliki ketebalan karakter yang
terlalu tebal serta sign toilet pria yang terlihat lebih tipis dibanding sign sejenisnya.
Selanjutnya, pada salah satu directional sign yaitu pada sign jalur evakuasi yang
memiliki ketebalan karakter tipis. Ketebalan karakter yang terlalu tebal pada sign
perpustakan menciptakan jarak antar setiap huruf menjadi terlihat sedikit sempit.
Ketebalan karakter huruf pada sign jalur evakuasi perlu dipertimbangkan kembali
mengingat sign evakuasi merupakan salah satu sign penting untuk membantu
pengunjung ketika dalam keadaan darurat sehingga keberadaan sign perlu disadari
dengan waktu yang cepat. Jadi akan lebih baik jika ketebalan karakternya nya pun
dibuat menjadi lebih tebal.

Gambar 15. Contoh identification sign dengan ketebalakn karakter yang cukup.

Gambar 16. Contoh identification sign dan directional sign yang memiliki permasalahan
ketebalan karakter.

30
Kajian Visual pada Identification Sign dan Directional Sign di Sayap Gedung Museum Konperensi Asia
Afrika

Gambar 17. Directory sign memiliki ukuran x-height yang besar.

Selain dipengaruhi oleh ketebalan karakter huruf, scaling horizontal maupun vertikal
dapat membuat jarak antar huruf,kata, maupun baris menjadi sempit. Semakin
panjang kata atau kalimat yang di scaling, akan semakin terlihat sempit sehingga akan
mengganggu keterbacaan dan merusak karakter huruf. Jadi, dilarang keras dalam
tipografi sign apapun: scaling horizontal atau vertikal. Scaling vertikal ditemukan di
beberapa identification sign yaitu pada sign perpustakan dan sekretariat SMKAA.
Sedangkan, pada directional sign ditemukan pada sign pintu masuk museum.

Gambar 18. Scaling vertikal menyebabkan jarak antar huruf dan kata menjadi terlihat
sempit atau rapat.

Terdapat perbedaan yang cukup signifikan juga pada jarak antar kata di sign toilet pria
dimana pada kata ‘toilet’ dan ‘pria’ memiliki jarak yang terlalu jauh sehingga membuat
antar kata menjadi kurang bersatu dalam ruang sign.

Gambar 19. Sign toilet pria memiliki jarak antar kata terlalu jauh dan kata ‘pria’ memiliki
jarak antar huruf yang terlalu sempit dibanding kata ‘toilet’

Ukuran setiap elemen visual sign berpengaruh juga terhadap nilai legibility seperti
ukuran huruf, simbol dan panah. Pada identification sign, seluruh sign memiliki ukuran
elemen visual yang sudah cukup. Sedangkan pada directional sign, terdapat
permasalahan pada ukuran huruf yang perlu dipertimbangkan lagi untuk menjadi lebih

31
ADINDA SHAFA ALANDA, NADHIRA PUTRI GUNAWAN, ADITYA JANUARSA

besar seperti pada sign jalur evakuasi karena merupakan sign penting dan sign pintu
masuk museum karena merupakan sign outdoor. Lalu, ukuran simbol pada directory
sign yang terletak di bagian bawah pun terlalu kecil, mengingat simbol kompleks harus
memiliki ukuran yang cukup besar dalam area sign untuk memastikan bahwa mereka
terlihat jelas dan mudah untuk dipahami oleh pengunjung.

Gambar 20. Ukuran simbol pada directory sign terlalu kecil

Hal terakhir yang mempengaruhi nilai legibility pada sebuah sign adalah penggunaan
dead space atau biasa disebut white space. Secara umum, live space sebenarnya hanya
menggunakan kurang dari 100% dari area sign. Sementara sisanya diambil oleh white
space. White space dalam sign meliputi margin yang ada di sekitar perimeter sign,
jarak antar kata dalam baris tipografi, jarak vertikal antar baris tipografi, dan jarak
vertikal antara elemen grafis yang bertumpuk. Pada identification sign, penggunaan
white space pada sign perpustakaan dan sekretariat SMKAA memiliki jarak antar kata
dan margin di sekeliling sign yang sempit dan sign toilet pria memiliki jarak antar kata
dalam baris yang juga terlalu rapat. Jarak antar kata pas sign toilet pria yang terlalu
jauh menyebabkan penggunaan white space berlebih. Sign audio visual dan mushola
merupakan beberapa contoh dari identification sign yang memiliki area whitespace
yang cukup. Sedangkan, untuk directional sign, pada directory sign terjadi inkonsistensi
mengenai jarak vertikal antara kata dan elemen grafis yaitu jarak yang diberikan terlalu
rapat, memiliki perbedaan dengan baris yang lainnya yang cukup.

Gambar 21. Penggunaan whitespace pada identification sign yang terlalu sempit dan jauh.

32
Kajian Visual pada Identification Sign dan Directional Sign di Sayap Gedung Museum Konperensi Asia
Afrika

Gambar 22. Jarak antar baris yang terlalu sempit dibanding yang lainnya pada directory
sign

5. Proper Material

Berbagai macam jenis material digunakan pada identification sign dan directional sign
di sayap Gedung Museum Konperensi Asia Afrika. Pertama, menggunakan material
akrilik.

Gambar 23. Kumpulan sign yang menggunakan material akrilik


Bahan utama dalam membuat akrilik adalah resin sintetis yang dibentuk seperti
lembaran kaca. Akrilik memiliki sifat transparan, dan warnanya bening. Akrilik tidak

33
ADINDA SHAFA ALANDA, NADHIRA PUTRI GUNAWAN, ADITYA JANUARSA

terlalu menyerap sinar, jadi meskipun memiliki bahan yang tebal, sifat transparan dari
akrilik tidak akan mengalami perubahan. Selain hal tersebut, karakteristik lain dari
akrilik adalah kuat, tidak pecah, tahan lama dan ringan.

Kedua, ada polikarbonat, sama halnya dengan akrilik, polikarbonat merupakan jenis
plastik. Memiliki sifat transparan, tembus cahaya, dan tidak pecah.

Gambar 24. Kumpulan sign yang menggunakan material polikarbonat.

Terakhir, menggunakan material aluminium. Aluminium memiliki daya tahan yang kuat
sangat baik, ringan,tidak mudah rusak dan penampilan yang bagus sehingga sangat
cocok untuk sign yang ditempatkan di area outdoor seperti sign pintu masuk museum.

Gambar 25. Kumpulan sign yang menggunakan material polikarbonat.

Berdasarkan uraian dari berbagai macam bahan material yang digunakan pada signage
di sayap Gedung Museum Konperensi Asia Afrika, tidak ditemukan permasalahan
mengenai pemilihan bahan material karena masing-masing material yang digunakan
memiliki daya tahan yang cukup kuat, dan tidak merusak tampilan desain visual
sehingga sign masih terlihat jelas.

34
Kajian Visual pada Identification Sign dan Directional Sign di Sayap Gedung Museum Konperensi Asia
Afrika

Setelah melakukan analisis terhadap identification sign dan directional sign yang ada
di sayap Gedung Museum Konperensi berdasarkan berbagai kriteria yang merujuk pada
faktor ergonomi manusia yaitu visibility, readability, noticeability, legibility dan proper
material pada setiap signnya, tahap selanjutnya adalah melakukan coding visual yang
disajikan dalam sebuah tabel penilaian untuk menentukan apakah sign secara visual
sudah baik atau belum.

Penilaian ditentukan dari berapa banyak kriteria atau faktor legibility, readability,
visibility, dan noticeability yang memenuhi pada setiap identification sign dan
directional sign.

Rumus :
Kriteria yang memenuhi / Total kriteria x 100

Sangat Baik 100 < x ≤ 84

Baik 84 < x ≤ 68

Cukup Baik 68 < x ≤ 52

Tidak Baik 52 < x ≤ 36


Sangat Tidak
36 < x ≤ 20
Baik

Sumber: Sugiyono (2017:162)

Tabel 6. Penilaian identification sign dan directional sign berdasarkan nilai visibility,
readability, noticeability, dan legibility melalui coding visual.

IDENTIFICATION SIGNS
NO FOTO SIGN VISIBILITY READABILITY NOTICEABILITY LEGIBILITY
1

35
ADINDA SHAFA ALANDA, NADHIRA PUTRI GUNAWAN, ADITYA JANUARSA

DIRECTIONAL SIGNS
1

36
Kajian Visual pada Identification Sign dan Directional Sign di Sayap Gedung Museum Konperensi Asia
Afrika

37
ADINDA SHAFA ALANDA, NADHIRA PUTRI GUNAWAN, ADITYA JANUARSA

4. KESIMPULAN

Prinsip kontinuitas (continuity), dan kesatuan (unity) pada signage digunakan untuk
mempertahankan konsistensi, dan menunjukkan identitas signage. Hal ini akan
membuat informasi tersampaikan dengan efektif, dan mempermudah keputusan
pengunjung dalam memutuskan flow kunjungan. Maka dari ini, pada penelitian ini ingin
membuktikan hipotesis awal, yaitu Museum Konperensi Asia Afrika tidak menemukan
kontinuitas (continuity), dan kesatuan (unity) dalam hal visual pada setiap signagenya
yang mana menyulitkan keputusan pengunjung dalam memutuskan flow kunjungan
(wayfinding).

Setelah melakukan observasi yang bersifat content analysis dengan acuan berupa studi
literatur, hasil yang didapatkan adalah identification sign dan directional sign di sayap
Gedung Museum Konperensi Asia Afrika secara visual belum cukup memenuhi kriteria
signage yang baik, karena tidak adanya kontinuitas, dan juga kesatuan. Hal ini
dibuktikan berdasarkan analisis faktor ergonomis manusia terdapat berbagai
permasalahan terkait faktor-faktornya, seperti:

Di dalam faktor visibility adanya permasalahan terkait warna, pemilihan material,


ukuran dan penempatan pada beberapa signage. Lalu, pada readability terdapat
permasalahan tentang tipografi yang tidak memenuhi persyaratan readability yang
baik, scaling vertikal dalam upaya menjejalkan pesan yang terlalu panjang, warna
tulisan yang tidak kontras antara panel dengan elemen visualnya.

Pada faktor noticeability, identification sign dan directional sign di sayap Gedung
Museum Konperensi Asia Afrika sudah memenuhi kriteria yang baik, namun terdapat
beberapa permasalahan yang bisa meningkatkan keefektifan informasi. Permasalahnya
tentang warna yang tidak kontras dengan lingkungan, penempatan sign serta ukuran
sign dan elemen yang ada didalamnya terlalu kecil.

Pada faktor legibility, ketebalan goresan karakter huruf terlalu tebal, dan ada yang
terlalu tipis dibandingkan dengan sign sejenisnya. Lalu, jarak antar huruf yang terlalu
sempit, scaling horizontal, ukuran huruf, white space yang terlalu berlebihan, atau
kurang. Hal ini mengganggu keterbacaan, dan merusak karakter huruf. Yang terakhir,
pada faktor pemilihan material. Hampir keseluruhan material yang dipilih sudah tepat.
Namun, ada permasalahan dalam pemilihan material pada beberapa sign, seperti
material aluminium yang memiliki tingkat pantulan yang tinggi, dipilih untuk sign
outdoor. Lalu, kontras warnanya yang kurang membuat sign ini tidak akan dilihat atau
diketahui oleh pengunjung. Kelima faktor ergonomi manusia tersebut saling berkaitan,
dan sangat berpengaruh pada keefektifan signage dalam penyampaian pesan kepada
para pengunjung.

38
Kajian Visual pada Identification Sign dan Directional Sign di Sayap Gedung Museum Konperensi Asia
Afrika

UCAPAN TERIMA KASIH

Puji dan syukur kami panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa, karena atas berkat dan
rahmat-Nya, kami dapat menyelesaikan artikel prosiding ini. Artikel berjudul ‘Kajian
Visual pada Identification Sign dan Directional Sign di Sayap Gedung
Museum Konperensi Asia Afrika’ merupakan salah satu syarat untuk memenuhi
salah satu mata kuliah Program Studi Desain Komunikasi Visual yaitu Seminar Desain
Komunikasi Visual. Terwujudnya penelitian ini tidak lepas dari bantuan, bimbingan
serta dukungan dari berbagai pihak. Oleh sebab itu, kami mengucapkan terima kasih
yang sebesar-besarnya kepada:

1. Aditya Januarsa, M.Ds selaku dosen pembimbing mata kuliah Seminar Desain
Komunikasi Visual yang telah meluangkan waktunya untuk memberikan masukan dan
bimbingan kepada penulis sehingga artikel prosiding ini dapat terselesaikan dengan
baik.

2. Levita Dwinaya, S.S., M.Pd, Dr. Phil. Eka Noviana, M.A., dan Dr. Agustina K. Dewi, M.Ds
selaku dosen utama mata kuliah Seminar Desain Komunikasi Visual yang senantiasa
memberikan informasi dan berperan dalam lancarnya mata kuliah Seminar Desain
Komunikasi Visual.
3. Keluarga dan teman-teman yang ikut serta dalam memberikan dukungan kepada kami
selama proses pengerjaan penulisan artikel berlangsung.

Dalam penulisan artikel prosiding ini, penulis menyadari masih terdapat kekurangan
ataupun kesalahan, oleh karena itu, diharapkan kritik dan saran yang dapat
membangun untuk menyempurnakan artikel ini.

Akhir kata, penulis mengucapkan terima kasih dan semoga karya tulis ini dapat
bermanfaat bagi seluruh pihak yang membutuhkan.

39
ADINDA SHAFA ALANDA, NADHIRA PUTRI GUNAWAN, ADITYA JANUARSA

DAFTAR PUSTAKA

Chris Calori, D. V.-E. (2015). Signage and Wayfinding Design: A Complete Guide to
Creating Environmental Graphic Design Systems. English: John Wiley & Sons Inc.

Kusuma, H. B. (2018). Wayfinding Sign pada Ruang Pameran Tetap di Museum


Nasional Indonesia. MUDRA Jurnal Seni Budaya, 242-248.

Rose, G. (2001). Visual Methodologies. London: SAGE Publication Ltd.

Afrika, M. K. (n.d.). Tentang Museum KAA. Retrieved from asiafricamuseum.org.

Mollerup, P. (2013). Wayshowing > Wayfinding: Basic & Interactive. English: BIS
Publishers.

Soedewi, S. (2019). Identitas Visual Pada Signage System di Pusat Perbelanjaan . Waca
Cipta Ruang : Jurnal Ilmiah Desain Interior, 379-386.

Association, I. S. (t.thn.). 5 FACTORS OF SIGN VISIBILITY. Diambil kembali dari


International Sign Association: https://www.signs.org/

Abhinav, Amlan. Effective Signage System, National Institute Of Technology Rourkela,


(2014).

Sugiyono. (2017). Metode Penelitian Kuantitatif, Kualitatif, dan R&D. Bandung :


Alfabeta, CV.

40

Anda mungkin juga menyukai