Anda di halaman 1dari 13

KATERISASI URETRA PADA PRIA

Pendahuluan :

Kateterisasi uretra merupakan prosedur yang dilakukan untuk mengeluarkan isi urin
dari dalam kandung kemih. Tujuan tindakan ini dapat berupa keperluan diagnostik,
misalnya mencari etiologi dari gangguan sistem urin, atau keperluan terapi, seperti
untuk mengurangi retensi urin atau irigasi.[1,2]

Pemasangan kateter dapat dilakukan dalam jangka waktu pendek, seperti saat
prosedur operasi, atau dalam jangka panjang, seperti pada kondisi retensi urin kronis.
Pemasangan kateter biasanya menimbulkan rasa tidak nyaman, sehingga diperlukan
gel anestetik, misalnya lidokain, pada saat prosedur dilakukan untuk mengurangi rasa
nyeri.[1,2]
enis yang paling sering digunakan adalah indwelling catheter atau dikenal sebagai kateter
Foley, yang terbuat dari plastik atau karet lembut, berbentuk tabung, yang dimasukan hingga
mencapai kandung kemih untuk mengeluarkan urin. Pasien dewasa umumnya menggunakan
kateter berukuran 16–18 French (Fr), sedangkan ukuran kateter untuk pasien anak disesuaikan
dengan usia.[3,4]
Referensi :
1. Shlamovitz GZ. Urethral Catheterization in Men. Medscape. 2021.
https://emedicine.medscape.com/article/80716-overview
2. Sobol J, Zieve D, et al. Urinary Catheters. Updated 2 Mei 2017.
https://medlineplus.gov/ency/article/003981.htm.
3. Gilbert B, Naidoo TL, Redwig F. Ins and outs of urinary catheters. Australian Journal of
General Practitioner. 2018. 47(30); 132-136.
4. Veluswarny AT, Thangavelu D, Shiel Jr WC. Foley Catheter. Updated 20 November 2017.
https://www.emedicinehealth.com/foley_catheter/article_em.htm.

Teknik :

Teknik pemasangan kateter uretra dapat membuat operator kontak dengan darah atau
cairan tubuh pasien, terutama bila operator masih belum berpengalaman. Oleh sebab
itu, penggunaan alat pelindung diri (APD) harus diperhatikan sebelum melakukan
prosedur, misalnya menggunakan sarung tangan mulai dari mempersiapkan pasien dan
peralatan yang akan digunakan, pelindung wajah atau mata, hingga gaun.

Hal ini dilakukan bukan hanya untuk melindungi operator, tetapi juga untuk mengurangi
risiko infeksi pada pasien.[1,5]

Persiapan Pasien
Pasien dijelaskan mengenai prosedur yang akan dilakukan, keuntungan dan risiko
prosedur, komplikasi, hingga kemungkinan tindakan lain yang mungkin dilakukan.
Apabila pasien setuju untuk dilakukan tindakan, sebaiknya pasien diminta untuk
menandatangani informed consent. Kemudian pasien diminta untuk membuka pakaian
bagian bawah, lalu tidur dengan posisi menghadap ke atas, dan kedua lutut ditekuk
(frog leg position).[1,4]
Peralatan
Persiapan alat dan bahan dimulai dengan menentukan jenis dan ukuran kateter yang
akan dipakai. Ukuran kateter ditandai menggunakan satuan French (Fr) dengan
perbandingan 1 Fr adalah sebesar ⅓ mm. Ukuran kateter bervariasi, mulai dari 12 Fr
atau sekitar 4 mm, hingga 48 Fr atau sekitar 16 mm. Biasanya, kateter terkecil yang
sesuai dengan pasien adalah kateter yang dipilih.

Bahan dasar kateter yang dapat digunakan yaitu bahan polyvinylchloride (PVC), lateks,


silikon, silver alloy, atau yang sudah dilapisi dengan antibiotik (antibiotic-impregnated).
Bahan kateter lateks tidak rutin dipakai, karena berisiko menyebabkan alergi. Kateter
berbahan silikon berhubungan dengan tingkat kolonisasi bakteri yang rendah, sehingga
merupakan jenis yang sering digunakan.
Bentuk pada ujung kateter uretra (tip) juga bermacam-macam, seperti straight tip,
Coude tip dengan ujung lebih kaku dan keras untuk mengatasi obstruksi uretra yang
tidak bisa ditembus oleh kateter biasa, dan 3 way.[1,3]
Kateterisasi uretra dapat menimbulkan rasa tidak nyaman bagi pasien, sehingga
diperlukan anestesi topikal, seperti lidokain gel 2% steril. Gel anestesi dapat dimasukan
ke dalam saluran kemih menggunakan spuit 5–10 mL berbahan plastik, atau dengan
aplikator berujung tumpul. Pada beberapa produksi pabrik, lidokain gel sudah berada di
dalam aplikator. Secara umum, alat dan bahan yang dibutuhkan dalam set
pemasangan kateter yaitu:
 Peralatan untuk persiapan pemasangan, seperti larutan povidone iodine dan anestetik
gel lubrikan

 Peralatan steril, seperti kapas, duk, dan sarung tangan

 Kateter uretra

 Spuit yang sudah diisi larutan salin

 Kantung urin yang sudah terhubung dengan kateter[1]

Jenis dan ukuran kateter yang umum digunakan pada pasien dewasa, antara lain:
 Secara umum, paling sering dipakai kateter Foley straight tip ukuran 16–18 F

 Untuk obstruksi pada prostat, dapat digunakan Coude tip ukuran 18 F

 Untuk gross hematuria, dapat digunakan kateter Foley ukuran 20–24 F atau kateter


irigasi 3 way ukuran 20–30 F
Jenis dan ukuran kateter yang umum digunakan pada pasien anak, antara lain:

 Kateter Foley dengan ukuran sesuai usia, dengan cara menghitung berupa usia anak
dibagi 2, lalu ditambah 8

 Feeding tube ukuran 5F dengan isolasi perekat dapat digunakan untuk bayi usia
dibawah 6 bulan

Jenis-jenis Kateter Uretra

Jenis kateter urin yang umum digunakan adalah kateter Foley, yang juga disebut
sebagai kateter uretral indwelling. Secara keseluruhan, terdapat 3 macam tipe kateter,
yaitu kateter indwelling, kateter kondom, dan kateter intermiten.
Kateter Indwelling:

Kateter indwelling, atau lebih dikenal dengan sebutan kateter Foley, merupakan kateter
yang dapat dipasang ke dalam kandung kemih, dan dapat digunakan untuk jangka
waktu singkat hingga jangka panjang.
Kateter indwelling akan dihubungkan dengan kantung urin yang memiliki katup agar
dapat dibuka jika kantung sudah penuh dan urin perlu dikeluarkan. Beberapa kantung
dibuat untuk dapat dipasang di bagian pinggang atau paha pasien, sehingga dapat
dibawa saat beraktivitas. Pemasangan kateter ini dapat melalui 2 cara, antara lain:
 Kateter dimasukan ke dalam uretra, yaitu saluran yang menghubungkan kandung
kemih dengan lingkungan luar tubuh sebagai jalur keluarnya urin

 Beberapa kasus membuat pemasangan kateter dilakukan dengan melubangi perut


bawah pasien sebagai akses memasukan kateter ke dalam kandung kemih

Kateter indwelling memiliki balon kecil yang dapat dikembangkan di bagian ujungnya,


yang berguna untuk menjaga kateter supaya tidak lepas. Apabila kateter akan
dilepaskan, maka balon ini harus dikempiskan terlebih dahulu.
Terdapat beberapa variasi dan ukuran dari balon kateter, bahkan ada juga varian
kateter tanpa balon. Sebelum pemasangan, sebaiknya dilakukan pemeriksaan apakah
balon dapat mengembang dengan baik, tidak bocor, dan seberapa banyak volume air
yang dibutuhkan untuk mengembangkan balon. Volume maksimal yang
direkomendasikan untuk balon pada kateter dapat dilihat pada katup pengembang,
biasanya sekitar 10–30 mL.[1–3,5]

Kateter indwelling dapat digunakan selama 1–12 minggu, dan sering digunakan pada


kasus retensi urin. Namun, insidensi penggunaan kateter jenis ini memiliki
insidensi  catheter-associated urinary tract infection (CAUTI) yang lebih tinggi
dibandingkan metode kateterisasi lainnya. Selain itu, pada
pasien demensia atau delirium terdapat risiko pasien menarik kateter keluar.[3]
Kateter Kondom:

Kateter kondom dikenal juga sebagai kateter eksternal atau urodome, karena


menggantung pada genitalia eksternal. Tidak ada tabung kateter yang dimasukan ke
dalam penis, melainkan berbentuk seperti kondom yang hanya membungkus bagian
luar batang penis. Selang penghubung berada di ujung kondom untuk disambungkan
ke kantong urin. Kateter jenis ini harus diganti setiap hari.
Dibanding kateter indwelling, penggunaan kateter jenis ini memiliki insidensi bakteriuria,
infeksi saluran kemih, dan kematian yang lebih rendah. Kateter kondom biasanya
diberikan pada pasien pria dengan inkontinensia urin, serta pada pasien dengan
demensia dan delirium.[1,3,5]
Kateter Intermiten:

Kateter intermiten digunakan apabila kateter hanya diperlukan sesekali saja, atau jika
pasien tidak ingin menggunakan kantung urin. Kateter akan dimasukan hingga ke
kandung kemih untuk irigasi urin, dan kemudian dilepas kembali. Hal ini dapat dilakukan
sekali atau beberapa kali sehari. Frekuensinya tergantung pada kebutuhan pasien atau
seberapa banyak urin harus dikeluarkan dari kandung kemih.

Efikasi kateter intermiten sebagai tata laksana infeksi saluran kemih lebih rendah


daripada kateter indwelling. Namun, memiliki insidensi CAUTI yang juga lebih rendah.
Pada insersi berulang kateter intermiten, terdapat risiko terjadinya trauma uretra.[1,3,5]
Prosedural
Setelah pasien siap, dan alat serta bahan sudah tersedia, maka dapat dilakukan
pemasangan kateter dengan prosedur berikut:

1. Buka selang kateter dari bungkus, dan letakan di area steril diantara kedua kaki pasien

2. Siapkan cairan povidone iodine, dengan kapas steril. Buka aplikator lubrikan lidokain
2% dan letakan di area steril
3. Cuci kedua tangan dengan menggunakan sabun dan air mengalir, lalu kenakan sarung
tangan steril

4. Pegang penis pasien dengan tangan nondominan dan jika terdapat preputium, tarik ke
arah belakang. Tangan yang menarik preputium adalah tangan nonsteril, yang akan
memegang penis selama prosedur berlangsung

5. Dengan menggunakan forceps steril, lakukan asepsis dan antisepsis menggunakan


paling sedikit 3 kapas steril berbeda yang sudah diberikan povidone iodine dengan
gerakan memutar ke arah luar mulai dari uretra, glans penis, batang penis dan kulit
sekitarnya. Pasang duk steril yang sudah disiapkan
6. Dengan menggunakan spuit 5–10 mL tanpa jarum, atau aplikator yang sudah berisi
Lidokain gel 2%, masukan gel ke dalam uretra dengan tangan nonsteril menahan posisi
penis. Segera tutup lubang uretra dengan menggunakan ujung jari untuk menahan
keluarnya gel. Tunggu selama 2-3 menit sebelum pemasangan kateter dilakukan

7. Pegang kateter dengan tangan steril, lalu berikan lubrikan nonanestetik, yang biasa
disediakan di set kateter, di sepanjang selang kateter. Perhatikan lubrikan yang
diberikan jangan sampai menutupi ujung distal dari selang kateter, karena akan
menyumbat kateter

8. Posisikan batang penis 90 derajat ke arah kepala pasien, dan sedikit ditarik ke arah
atas untuk menjaga saluran uretra berada pada posisi lurus. Secara perlahan, masukan
selang kateter ke dalam lubang uretra. Masukan selang uretra hingga mencapai bagian
ujung kateter atau bentuk Y

9. Tunggu sejenak untuk melihat apakah urin dapat mengalir dari selang kateter, untuk
memastikan posisi ujung kateter sudah masuk ke dalam kandung kemih. Apabila urin
tidak keluar secara spontan, gunakan spuit 60 mL untuk mencoba menyedot urin
melalui selang kateter. Apabila urin masih tidak keluar, lepaskan kateter dan ulangi
kembali prosedur pemasangan setelah dipastikan keberadaan urin di kandung kemih
dengan ultrasound
10. Ketika urin sudah terlihat mengalir keluar dari ujung selang kateter, hubungkan dengan
selang yang terhubung ke kantong urin.

11. Kembangkan balon ujung kateter dengan menyuntikkan 5–10 mL larutan normal saline/
NaCl 0,9% melalui katup pengembang yang berada di ujung kateter. Pengembangan
balon kateter pada posisi masih berada di saluran uretra akan menyebabkan nyeri
hebat, perdarahan (gross hematuria), hingga robekan uretra
12. Secara perlahan, tarik selang kateter ke arah luar hingga terasa adanya tahanan.
Posisikan kateter ke paha pasien lalu fiksasi dengan menggunakan isolasi. Apabila
pasien belum disirkumsisi, posisikan kembali preputium ke posisi awal, dan perhatikan
apakah terjadi kesulitan untuk menghindari terjadinya parafimosis

13. Bereskan kembali alat dan bahan yang sudah digunakan, cuci tangan kembali dengan
sabun dan air mengalir

14. Dokumentasikan atau catat ukuran kateter yang digunakan, volume air yang
diinjeksikan ke dalam balon kateter, respon pasien selama pemasangan dilakukan,
hingga pemeriksaan awal terhadap urin yang keluar[1,4,5]

Perlu diingat, pada pemasangan kateter Coude yang memiliki ujung lebih keras dan
agak membengkok, posisikan ujung kateter menghadap ke anterior agar area bola kecil
yang berada di ujung kateter dapat melewati area diafragma urogenital. Ujung kateter
ini dapat terjebak di lekukan posterior antara uretra dengan diafragma urogenital. Hal ini
dapat diatasi dengan bantuan penekanan ke arah atas di area perineum ketika
dilakukan pemasangan selang kateter.[1]

Pelepasan Kateter

Jika kateter akan diganti dengan yang baru atau perlu dilepas, maka balon yang
dikembangkan dapat dikempiskan kembali dengan menggunakan spuit, lalu tarik selang
kateter dengan perlahan.

Apabila timbul rasa nyeri, rasa tidak nyaman yang cukup hebat, tahanan saat penarikan
selang, hingga kegagalan aspirasi kembali larutan salin menjadi tanda bahwa balon
gagal dikempiskan. Kondisi ini dapat terjadi bila ada sumbatan di saluran pengembang,
yang disebabkan oleh rusaknya katup atau pembekuan/kristalisasi dari cairan
pengembang. Hal yang dapat dilakukan apabila kondisi ini terjadi yaitu :

1. Pastikan posisi balon kateter tetap berada di dalam kandung kemih dengan
menggunakan USG, lalu coba kempiskan kembali dengan menggunakan spuit

2. Bila tidak berhasil, potong bagian proksimal saluran pengembang di ujung kateter,
untuk membuka area katup sehingga air bisa keluar secara spontan

3. Bila tidak berhasil lagi, masukan kawat/wire yang sudah dilapisi lubrikan melalui saluran
pengembang untuk membuka saluran agar air dapat mengalir
4. Jika masih gagal, kateter vena sentral berukuran 22 G dapat dimasukan ke dalam
saluran pengembang, dipandu wire yang masih terpasang. Jika ujung kateter berhasil
masuk ke dalam balon, maka air akan mengalir keluar
5. Apabila tetap tidak berhasil, lakukan injeksi minyak mineral 10 mL melalui area katup
pengembang untuk memecahkan balon dalam 15 menit. Bila tidak terjadi kemajuan,
maka dapat ditambahkan 10 mL minyak kembali

6. Apabila semua hal yang dilakukan di atas tidak berhasil, lakukan konsul ke spesialis
urologi untuk dapat memecahkan balon dengan instrumen yang lebih tajam[1]

Bukti Klinis untuk Pelepasan Kateter Indwelling:


Sebuah tinjauan sistematis dari Cochrane pada tahun 2021 menemukan bahwa
pelepasan kateter indwelling pada malam hari, dibanding pagi hari, dapat menurunkan
angka kebutuhan kateterisasi ulang. Selain itu, pelepasan kateter setelah durasi
pemakaian yang lebih singkat dapat menurunkan risiko terjadinya catheter-associated
urinary tract infection (CAUTI) yang simtomatis dan disuria. Namun, pelepasan kateter
yang terlalu cepat dapat menyebabkan dibutuhkannya kateterisasi ulang.[8]
Follow Up
Setelah dilakukan pemasangan kateter, perlu dilakukan monitoring lebih lanjut pada
pasien, untuk melihat apakah terjadi kendala pada kateter yang terpasang, seperti urin
bocor dari selang kateter. Beberapa hal dapat menyebabkan urin mengalami kebocoran
di sekitar kateter, antara lain kateter tersumbat karena tertekuk, ukuran kateter terlalu
kecil, spasme kandung kemih, konstipasi, kesalahan ukuran dalam pengembangan
balon kateter, dan infeksi saluran kemih.[2]

Refensi :
1. Shlamovitz GZ. Urethral Catheterization in Men. Medscape. 2021.
https://emedicine.medscape.com/article/80716-overview
2. Sobol J, Zieve D, et al. Urinary Catheters. Updated 2 Mei 2017.
https://medlineplus.gov/ency/article/003981.htm.
3. Gilbert B, Naidoo TL, Redwig F. Ins and outs of urinary catheters. Australian Journal of
General Practitioner. 2018. 47(30); 132-136.
4. Veluswarny AT, Thangavelu D, Shiel Jr WC. Foley Catheter. Updated 20 November 2017.
https://www.emedicinehealth.com/foley_catheter/article_em.htm.
5. Department of Emergency Medicine University of Ottawa. Urinary Catheter Insertion.
Updated 2003. http://www.med.uottawa.ca/procedures/ucath/.
8. Ellahi A, Stewart F, Kidd EA, et al. Strategies for the removal of short-term indwelling urethral
catheters in adults. Cochrane Database of Systematic Reviews 2021, Issue 6. Art. No.:
CD004011. DOI: 10.1002/14651858.CD004011.pub4.
Pedoman :

Pedoman klinis yang perlu diperhatikan terkait kateterisasi uretra pada pria mencakup
penjelasan dokter mengenai indikasi pemasangan, persetujuan pasien, kontraindikasi,
serta cara perawatan kateter. Beberapa hal yang perlu diperhatikan adalah:

 Sebelum dilakukan pemasangan kateter, pasien harus diberikan informasi yang cukup
dan jelas, serta menandatangani lembar persetujuan (informed consent)
 Kateterisasi uretra harus dilakukan atas indikasi medis yang tepat, dan waktu pemakaian yang
sesingkat mungkin. Indikasi kateterisasi uretra dapat berupa diagnostik, seperti
pemantauan urine output, serta indikasi terapi, misalnya pada retensi urin akibat benign
prostatic hyperplasia (BPH), atau untuk dekompresi vesica urinaria pada neurogenic bladder
 Kontraindikasi pemasangan kateterisasi uretra berupa adanya tanda-tanda trauma traktus
urinarius bawah, yang dapat terjadi pada fraktur pelvis
 Pemasangan kateterisasi uretra harus menggunakan jenis dan ukuran kateter yang sesuai,
mengikuti prosedur, serta memperhatikan teknik aseptik. Saat menggembungkan balon, pastikan
kateter telah berada dalam vesika urinaria untuk menghindari ruptur uretra
 Lakukan edukasi kepada pasien mengenai cara perawatan kateter untuk mencegah komplikasi
setelah pemasangan, serta mengenai gejala-gejala yang menandakan pasien perlu pergi ke
fasilitas kesehatan[1,3,6]

Pedoman klinis Centers for Disease Control and Prevention (CDC) membahas cara mencegah
terjadinya infeksi saluran kemih akibat pemasangan pemasangan kateter dengan menekankan
beberapa hal, seperti:

Referensi :
1.Shlamovitz GZ. Urethral Catheterization in Men. Medscape. 2021.
https://emedicine.medscape.com/article/80716-overview
3. Gilbert B, Naidoo TL, Redwig F. Ins and outs of urinary catheters. Australian Journal of General
Practitioner. 2018. 47(30); 132-136.
6. Cravens DD and Zweig S. Urinary Catheter Management. Am Fam Physician. 15 Januari 2000: 61(2);
p. 369-376. http://www.aafp.org/afp/2000/0115/p369.html.

Indikasi :

Indikasi kateterisasi uretra terbagi menjadi dua, yaitu indikasi diagnostik dan indikasi terapi.
Untung mencegah terjadinya komplikasi, seperti catheter-associated urinary tract
infection (CAUTI), pemasangan kateter uretra hanya boleh dilakukan jika terdapat indikasi
medis, dan sebaiknya terpasang dalam durasi sesingkat mungkin.[1,3]
Indikasi Diagnostik
Indikasi diagnostik kateterisasi uretra adalah sebagai berikut:

Refensi :
1.Shlamovitz GZ. Urethral Catheterization in Men. Medscape. 2021.
https://emedicine.medscape.com/article/80716-overview
3. Gilbert B, Naidoo TL, Redwig F. Ins and outs of urinary catheters. Australian Journal of General
Practitioner. 2018. 47(30); 132-136.
5. Department of Emergency Medicine University of Ottawa. Urinary Catheter Insertion. Updated 2003.
http://www.med.uottawa.ca/procedures/ucath/.
6. Cravens DD and Zweig S. Urinary Catheter Management. Am Fam Physician. 15 Januari 2000: 61(2);
p. 369-376. http://www.aafp.org/afp/2000/0115/p369.html.
10. Schaeffer AJ. Placement and management of urinary bladder catheters in adults. Uptodate. 2021.
11. Fakih MG, Watson SR, Greene MT, Kennedy EH, Olmsted RN, Krein SL, Saint S. Reducing
inappropriate urinary catheter use: a statewide effort. Arch Intern Med. 2012 Feb;172(3):255-60. Epub
2012 Jan 9.
12. Knoll BM, Wright D, Ellingson L, Kraemer L, Patire R, Kuskowski MA, Johnson JRReduction of
inappropriate urinary catheter use at a Veterans Affairs hospital through a multifaceted quality
improvement project. Clin Infect Dis. 2011 Jun;52(11):1283-90.

Komplikasi :

Komplikasi kateterisasi uretra terbagi menjadi komplikasi yang mungkin terjadi selama
pemasangan kateter, misalnya urin tidak dapat mengalir ke kantong urin, atau ruptur uretra yang
bisa terjadi jika balon dikembangkan sebelum mencapai kandung kemih.

Selain itu, dapat juga terjadi komplikasi setelah kateter terpasang, misalnya striktur uretra,
infeksi saluran kemih, dan gross hematuria. Beberapa risiko komplikasi yang mungkin terjadi
selama pemasangan kateter uretra, antara lain:
 Gangguan pada balon kateter, misalnya balon yang dikembangkan rusak atau pecah ketika
sedang memasukan kateter, balon tidak mengembang setelah kateter telah terpasang, dan apabila
balon dikembangkan sebelum mencapai kandung kemih, maka dapat terjadi perdarahan
atau ruptur uretra
 Gangguan aliran urin, misalnya urin berhenti mengalir ke dalam kantung urin dan aliran urin
tersumbat, sehingga dokter harus mengganti kateter, kantung urin, atau keduanya

 Risiko infeksi yang akan meningkat seiring bertambah lamanya penggunaan kateter
 Spasme kandung kemih dapat terjadi ketika kateter sudah terpasang. Kondisi ini muncul ketika
perasaan berkemih muncul dan dapat disertai rasa nyeri. Seringkali, urin akan keluar di luar
selang kateter bila spasme muncul[4,13,14]

Komplikasi juga dapat terjadi 48 jam setelah pemasangan kateter. Bakteri akan mulai
berkolonisasi di dalam kateter, sehingga memicu terjadinya infeksi. Komplikasi yang dapat
timbul dapat berupa:

 Masalah pada kateter, misalnya alergi terhadap bahan kateter, kebocoran urin, obstruksi kateter

 Masalah pada uretra, misalnya striktur uretra, perforasi uretra, perdarahan


 Infeksi pada saluran kemih, termasuk uretritis, sistitis, pielonefritis, bakteremia transien. Pada
pria, infeksi saluran kemih dapat menyebabkan epididimitis atau orchitis.
 Parafimosis yang disebabkan oleh kegagalan kulit preputium untuk kembali ke posisi awal
setelah dilakukan pemasangan kateter
 Masalah saluran kemih lainnya, misalnya batu saluran kemih, gross hematuria, inkontinensia
urin dan kerusakan ginjal yang dapat terjadi pada penggunaan kateter uretra jangka
panjang[1,2,5,13,14]
Antisipasi Komplikasi
Cara terbaik untuk mencegah komplikasi akibat kateterisasi uretra, adalah dengan tidak
melakukan pemasangan kateter tanpa indikasi medis. Untuk mengatasi komplikasi pada pasien
pasca pemasangan kateter, dapat dilakukan antisipasi sesuai komplikasi yang terjadi.

Obstruksi

Material yang dapat menyumbat kateter biasanya mengandung bakteri, glikokaliks, protein
hingga endapan kristal. Pasien yang mengalami obstruksi, akan mengekskresikan kalsium,
protein dan musin dalam jumlah yang lebih banyak. Irigasi dapat mencegah terjadinya obstruksi
berulang. Apabila tetap terjadi obstruksi meski irigasi dilakukan, kateter harus diganti dengan
yang baru.

Kebocoran Urin

Spasme kandung kemih, adalah penyebab yang sering kali menimbulkan kebocoran. Hal ini
disebabkan karena tekanan yang dihasilkan oleh spasme kandung kemih akan mengurangi
kapasitas irigasi kateter, sehingga menimbulkan kebocoran.

Kebocoran yang disebabkan oleh spasme tidak boleh diatasi dengan menggunakan kateter
dengan diameter yang lebih besar. Pemberian antispasmodik, seperti hyoscine butylbromide,
dapat secara efektif mengatasi spasme yang terjadi sehingga mengembalikan fungsi otot detrusor
yang terganggu.
Kolonisasi dan Infeksi

Kateterisasi jangka panjang dapat menimbulkan kolonisasi bakteri dalam jangka waktu 6 minggu
pemasangan. Namun, kejadian bakteriuria bukanlah indikasi pemberian antibiotik profilaksis,
karena justru dapat meningkatkan risiko terjadinya resistensi antibiotik. Terapi antibiotik
sebaiknya hanya diberikan pada pasien yang menunjukan gejala infeksi saluran kemih. Lama
pemberian terapi antibiotik adalah selama 10 hari.[6]
Sebuah metaanalisis pada tahun 2019 menilai manfaat penggunaan larutan chlorhexidine 0,1%
terhadap kejadian catheter-associated urinary tract infection (CAUTI). Hasil menunjukkan
bahwa penggunaan larutan chlorhexidine untuk membersihkan meatus uretra sebelum
pemasangan kateter tidak menurunkan kejadian CAUTI, bila dibandingkan dengan cairan non
antiseptik.[9]

Referensi :
1.Shlamovitz GZ. Urethral Catheterization in Men. Medscape. 2021.
https://emedicine.medscape.com/article/80716-overview
2. Sobol J, Zieve D, et al. Urinary Catheters. Updated 2 Mei 2017.
https://medlineplus.gov/ency/article/003981.htm.
4. Veluswarny AT, Thangavelu D, Shiel Jr WC. Foley Catheter. Updated 20 November 2017.
https://www.emedicinehealth.com/foley_catheter/article_em.htm.
5. Department of Emergency Medicine University of Ottawa. Urinary Catheter Insertion. Updated 2003.
http://www.med.uottawa.ca/procedures/ucath/.
6. Cravens DD and Zweig S. Urinary Catheter Management. Am Fam Physician. 15 Januari 2000: 61(2);
p. 369-376. http://www.aafp.org/afp/2000/0115/p369.html.
9. Ungprasert P, Thamlikitkul V. Chlorhexidine for prevention of catheter-associated urinary tract
infections: the totality of evidence. Lancet Infect Dis. 2019 Aug;19(8):808. doi: 10.1016/S1473-
3099(19)30350-0.
13. Saint S, Trautner BW, Fowler KE, et al. A Multicenter Study of Patient-Reported Infectious and
Noninfectious Complications Associated With Indwelling Urethral Catheters. JAMA Intern Med 2018;
178:1078.
14. Zhan C, Maria PP, Dym RJ. Intraperitoneal Urinary Bladder Perforation with Pneumoperitoneum in
Association with Indwelling Foley Catheter Diagnosed in Emergency Department. J Emerg Med 2017;
53:e93.

Kontraindikasi :

Kateterisasi uretra dikontraindikasikan pada pasien dengan gejala trauma pada traktus urinarius
bagian bawah, misalnya terjadi robekan pada uretra. Kondisi ini dapat ditemukan pada pasien
laki-laki yang mengalami trauma pelvis seperti fraktur pelvis atau straddle-type injury.[1]
Gejala yang dapat ditemukan pada pemeriksaan fisik adalah ditemukannya prostat yang
meninggi (high-riding) atau edema, hematom di perineum, atau keluarnya darah dari lubang
uretra. Apabila kondisi ini ditemukan maka harus dilakukan pemeriksaan uretrogram untuk
menghindari terjadinya robekan pada uretra sebelum dilakukan pemasangan kateter.[1]
Pada pasien-pasien yang tidak dapat menjalani kateterisasi uretra, dokter dapat
melakukan kateterisasi suprapubik untuk mengatasi retensi urin.
Kontraindikasi relatif untuk kateterisasi uretra adalah adanya striktur uretra dan jika pasien
menggunakan artificial sphincter. Pada kasus-kasus ini, sebaiknya dilakukan konsultasi tata
laksana dengan spesialis urologi.[10]
Penggunaan Kateter Uretra yang Tidak Tepat
Epidemiologi menunjukkan hampir 50% pasien yang dirawat di rumah sakit menerima
kateterisasi uretra, padahal sebetulnya tidak diperlukan. Indikasi tersering pemasangan kateter
uretra yang tidak diperlukan adalah pada terapi inkontinensia urine. Risiko komplikasi akibat
kateterisasi uretra, misalnya infeksi saluran kemih, lebih merugikan dibandingkan manfaat
jangka pendek dari pemakaian kateter pada pasien dengan gangguan ini.
Penggunaan tidak tepat lainnya adalah untuk mendapatkan sampel urin pada pasien yang tidak
dapat berkemih spontan. Selain itu, penggunaan tidak tepat juga bisa terjadi akibat usaha
efisiensi waktu tenaga medis di rumah sakit, misalnya kateterisasi uretra pada pasien lanjut usia
sehingga tidak perlu membantu pasien saat ingin ke toilet, meskipun pasien tidak ada gangguan
berkemih, atau membiarkan kateter terpasang lebih lama dari seharusnya pada pasien
postoperatif.[10–12]

Referensi :

1.Shlamovitz GZ. Urethral Catheterization in Men. Medscape. 2021.


https://emedicine.medscape.com/article/80716-overview
10. Schaeffer AJ. Placement and management of urinary bladder catheters in adults. Uptodate. 2021.
11. Fakih MG, Watson SR, Greene MT, Kennedy EH, Olmsted RN, Krein SL, Saint S. Reducing
inappropriate urinary catheter use: a statewide effort. Arch Intern Med. 2012 Feb;172(3):255-60. Epub
2012 Jan 9.
12. Knoll BM, Wright D, Ellingson L, Kraemer L, Patire R, Kuskowski MA, Johnson JRReduction of
inappropriate urinary catheter use at a Veterans Affairs hospital through a multifaceted quality
improvement project. Clin Infect Dis. 2011 Jun;52(11):1283-90.

Edukasi Pasien :

Edukasi pasien mengenai kateterisasi uretra yang harus diberikan mengenai perawatan kateter di
rumah terkait dengan cara menjaga kebersihan di area pemasangan kateter dan kapan waktu
kateter harus diganti. Hal ini penting untuk mengurangi risiko terjadinya komplikasi, khususnya
infeksi saluran kemih. Beberapa hal penting yang perlu dilakukan oleh pasien, antara lain:

 Mencuci area kulit disekitar area pemasangan kateter dengan sabun yang lembut dan air,
minimal 2 kali sehari, lalu keringkan dengan handuk bersih

 Cuci tangan dengan air hangat, sebelum dan sesudah menyentuh kateter

 Pastikan tubuh terhidrasi secara baik, dengan minum air secukupnya sehingga urin yang
dihasilkan tetap berwarna jernih

 Hindari kejadian konstipasi, dengan cara menjaga tingkat hidrasi tubuh dan mengonsumsi
makanan berserat tinggi, seperti buah dan sayur
 Dilarang mengoleskan lotion atau bedak ke area di sekitar kateter[2,3,7]
Pasien juga harus diedukasi mengenai cara mengosongkan dan mengunci kembali katup dari
kantung urin, ketika urin yang mengisi kantung sudah penuh. Hal ini harus dilakukan berkala
untuk menghindari penumpukan urin di kandung kemih. Kantung urin harus diganti berkala,
paling lama 7 hari setelah pemasangan.[2,3,7]

Referensi :

2. Sobol J, Zieve D, et al. Urinary Catheters. Updated 2 Mei 2017.


https://medlineplus.gov/ency/article/003981.htm.
3. Gilbert B, Naidoo TL, Redwig F. Ins and outs of urinary catheters. Australian Journal of General
Practitioner. 2018. 47(30); 132-136.
7. Anonymous. Care for an Indwelling Urinary Catheter - Topic Overview. https://www.webmd.com/a-
to-z-guides/tc/care-for-an-indwelling-urinary-catheter-topic-overview#1

Anda mungkin juga menyukai