Jiwa kepemimpinannya sudah menonjol sejak kecil. Selain dikenal sebagai sosok yang
cerdas, dia juga pandai berdagang. Inilah yang menyebabkannya memiliki jaringan dagang
yang bagus hingga Makassar, bahkan dengan orang asing.
Hasanuddin kecil mendapatkan pendidikan keagamaan di Masjid Bontoala. Sejak kecil, dia
sering diajak ayahnya untuk menghadiri pertemuan penting dengan harapan bisa menyerap
ilmu diplomasi dan strategi perang. Beberapa kali dia dipercaya menjadi delegasi untuk
mengirimkan pesan ke berbagai kerajaan.
Ketika memasuki usia 21 tahun, Hasanuddin diamanatkan jabatan urusan pertahanan Gowa.
Ada dua versi sejarah yang menjelaskan pengangkatannya menjadi raja, yaitu saat dia berusia
24 tahun atau pada 1655 dan saat dia berusia 22 tahun atau pada 1653. Terlepas dari
perbedaan tahun, Sultan Malikussaid telah berwasiat supaya kerajaannya diteruskan oleh
Hasanuddin.
Namun, masa-masa keemasan itu mulai terancam sejak orang-orang Belanda berbendera
VOC menyambangi Sulawesi bagian selatan pada pertengahan abad ke-17. VOC tergiur ingin
menguasai perdagangan di kawasan yang sangat strategis tersebut. Belanda berharap
kebijakan Sultan Hasanuddin lebih lunak daripada mendiang ayahnya.
Menurut penelitian yang dilakukan oleh Sagimun Mulus Dumadi dalam buku berjudul Sultan
Hasanuddin Menentang VOC (1986), Hasanuddin memberikan izin kepada tiga orang
Belanda untuk tinggal di Somba Opu, ibu kota Kesultanan Gowa saat itu.
Ternyata, kebaikan hati sang sultan disalahgunakan. Orang-orang Belanda tersebut
tertangkap basah telah mengirimkan surat ke Batavia. Dalam surat itu disebutkan bahwa
pihak VOC diminta melakukan persiapan untuk melancarkan serangan ke Kesultanan Gowa
pada tahun berikutnya. Terang saja Sultan Hasanuddin murka dan merasa kecolongan. Dia
kemudian bergegas memerintahkan pembangunan benteng-benteng pertahanan untuk
mengantisipasi serbuan pasukan Belanda yang kemungkinan besar akan segera datang.