Anda di halaman 1dari 1

!

"

H O M E PA G E # BIOGRAFI #
BIOGRAFI SULTAN HASANUDDIN: LATAR BELAKANG KELUARGA
D A N R I WAYAT P E R J U A N G A N N YA

Biografi

Biografi Sultan
Hasanuddin: Latar
Belakang Keluarga dan
Riwayat Perjuangannya

Tes Kemampuan
Inggris Kamu

Learn More

Biografi Sultan Hasanuddin – Sultan


Hasanuddin merupakan salah satu raja dari
timur yang populer berkat kegigihannya
melawan Belanda pada masa penjajahan.
Perjuangan besarnya yang membuat Belanda
kewalahan adalah menolak monopoli
perdagangan yang dilakukan oleh Vereenigde
Oostindische Compagnie (VOC).

Selama masa kepemimpinannya, Sultan


Hasanuddin juga telah berhasil menggagalkan
rencana Belanda untuk menguasai Kerajaan
Islam Gowa. Tidak hanya itu, dia bahkan
menyatukan kerajaan-kerajaan kecil untuk
bersatu memerangi penjajah.

Kegigihan Sultan Hasanudin ini membuatnya


mendapatkan julukan De Haantjes van Het
Osten dari Belanda yang artinya Ayam Jantan
dari Timur.

Berikut ini dipaparkan mengenai biografi


singkat dan riwayat perjuangan dari Sultan
Hasanuddin.

Daftar Isi

Latar Belakang Keluarga Sultan


Hasanuddin
Anda Mungkin Juga Menyukai
Polemik Arung Palakka dalam Perang
Makassar
Rekomendasi Buku & Artikel Terkait
Kategori Biografi Pahlawan Indonesia
Materi Terkait

Latar Belakang Keluarga


Sultan Hasanuddin

Lukisan Sultan Hasanuddin.

Berdasarkan daftar raja-raja Gowa yang


dimuat dalam buku Islamisasi Kerajaan Gowa
Abad XVI sampai Abad XVII yang ditulis oleh
Ahmad M. Sewang, Sultan Hasanuddin
merupakan Raja Gowa ke-16, atau Sultan
Gowa ke-3 sejak kerajaan ini mulai memeluk
Islam.

Hasanuddin lahir di Gowa pada 12 Januari


1631 dengan nama Muhammad Bakir I
Mallombasi Daeng Mattawang Karaeng Bonto
Mangape. Dia adalah putra mahkota Sultan
Malik as-Said atau Malikulsaid (1639–1653)
dengan I Sabbe To’mo Lakuntu. Kakek
Hasanuddin, Sultan Alauddin (1593–1639)
adalah Raja Gowa pertama yang memeluk
agama Islam.

Jiwa kepemimpinannya sudah menonjol sejak


kecil. Selain dikenal sebagai sosok yang
cerdas, dia juga pandai berdagang. Inilah
yang menyebabkannya memiliki jaringan
dagang yang bagus hingga Makassar, bahkan
dengan orang asing.

Hasanuddin kecil mendapatkan pendidikan


keagamaan di Masjid Bontoala. Sejak kecil,
dia sering diajak ayahnya untuk menghadiri
pertemuan penting dengan harapan bisa
menyerap ilmu diplomasi dan strategi perang.
Beberapa kali dia dipercaya menjadi delegasi
untuk mengirimkan pesan ke berbagai
kerajaan.

Ketika memasuki usia 21 tahun, Hasanuddin


diamanatkan jabatan urusan pertahanan
Gowa. Ada dua versi sejarah yang
menjelaskan pengangkatannya menjadi raja,
yaitu saat dia berusia 24 tahun atau pada
1655 dan saat dia berusia 22 tahun atau pada
1653. Terlepas dari perbedaan tahun, Sultan
Malikussaid telah berwasiat supaya
kerajaannya diteruskan oleh Hasanuddin.

Anda Mungkin Juga Menyukai

Sultan Mahmud Sultan Syarif Kasim Biogra


Badaruddin II,… II, Riwayat Hidup… Nabi
Rp 29.000 Rp 29.000 Rp 75

Selain dari ayahnya, dia memperoleh


bimbingan mengenai pemerintahan melalui
Mangkubumi Kesultanan Gowa, Karaeng
Pattingaloang. Sultan Hasanuddin merupakan
guru dari Arung Palakka, salah satu Sultan
Bone yang kelak akan berkongsi dengan
Belanda untuk menjatuhkan Kesultanan
Gowa.

Seperti yang dicatat dalam buku Peristiwa


Tahun-Tahun Bersejarah Daerah Sulawesi
Selatan dari Abad ke XIV (1985), Sultan
Malikusaid wafat pada 6 November 1653.
Hasanuddin pun naik takhta sebagai raja baru
dan langsung membawa kerajaan mencapai
puncak kejayaan, termasuk menguasai jalur
perdagangan utama di Nusantara bagian
timur.

Namun, masa-masa keemasan itu mulai


terancam sejak orang-orang Belanda
berbendera VOC menyambangi Sulawesi
bagian selatan pada pertengahan abad ke-17.
VOC tergiur ingin menguasai perdagangan di
kawasan yang sangat strategis tersebut.
Belanda berharap kebijakan Sultan
Hasanuddin lebih lunak daripada mendiang
ayahnya.

Menurut penelitian yang dilakukan oleh


Sagimun Mulus Dumadi dalam buku berjudul
Sultan Hasanuddin Menentang VOC (1986),
Hasanuddin memberikan izin kepada tiga
orang Belanda untuk tinggal di Somba Opu,
ibu kota Kesultanan Gowa saat itu.

Ternyata, kebaikan hati sang sultan


disalahgunakan. Orang-orang Belanda
tersebut tertangkap basah telah mengirimkan
surat ke Batavia. Dalam surat itu disebutkan
bahwa pihak VOC diminta melakukan
persiapan untuk melancarkan serangan ke
Kesultanan Gowa pada tahun berikutnya.
Terang saja Sultan Hasanuddin murka dan
merasa kecolongan. Dia kemudian bergegas
memerintahkan pembangunan benteng-
benteng pertahanan untuk mengantisipasi
serbuan pasukan Belanda yang kemungkinan
besar akan segera datang.

Polemik Arung Palakka


dalam Perang Makassar
Sehubungan dengan semakin meningkatnya
tekanan Kompeni Belanda, pada suatu
malam, tepatnya pada Februari 1660, Sultan
Hasanuddin memanggil Tobala Arung Tanette,
selaku pejabat yang dipercaya oleh
Kesultanan Makassar untuk memimpin orang
Bone. Sultan Hasanuudin meminta agar
Tobala Arung Tanette bisa menggalang
kekuatan orang Bone guna memperkuat
pertahanan Makassar yang akan berhadapan
dengan Kompeni Belanda.

Dalam pembicaraan itu, Tobala Arung Tanette


mengatakan bahwa dia selaku pemimpin
orang Bugis Bone dan demi menjaga harga
diri dan martabat orang Bugis Bone, Tobala
berjanji, bahwa dia bersama dengan orang
Bugis Bone akan berperang bersama Sultan
Hasanuddin dalam melawan Kompeni
Belanda yang ingin menaklukkan Makassar
sebagai bandar niaga maritisme terbesar di
Kepulauan Nusantara Bagian Timur waktu itu.

Sebagai buktinya, Tobala segera memimpin


1000 orang Bugis Bone untuk pergi menjaga
wilayah-wilayah yang berada di belakang
wilayah Makassar dalam rangka bersiap siaga
atas gerak gerik dari pasukan Kompeni
Belanda. Selain itu, Tobala juga bertugas
untuk melaporkan setiap usaha Kompeni
Belanda yang ingin membujuk orang Bugis
untuk bersatu melawan Makassar.

Berlangganan Gramedia Digital

Baca SEMUA koleksi buku, novel terbaru,


majalah dan koran yang ada di Gramedia Digital
SEPUASNYA. Konten dapat diakses melalui 2
perangkat yang berbeda.

Rp. 89.000 / Bulan

Sementara itu, pihak Kompeni Belanda telah


mendapatkan laporan dari seorang
pemberontak dari Bugis Mandar di Manado,
bahwa beberapa bangsawan Makassar
mengeluhkan akan sikap keras yang
ditunjukkan oleh Sultan Hasanuddin selaku
pemimpin mereka. Laporan orang Bugis
Mandar ini diperkuat lagi oleh laporan yang
dibawa oleh utusan Kompeni Belanda yang
datang ke istana Makassar. Utusan Kompeni
Belanda ini bernama Willem Bastingh.

Laporan itu menambahkan bahwa pasukan


bayaran Makassar dari Banda juga siap
membantu Kompeni Belanda jika Kompeni
Belanda ingin melakukan serangan ke
Makassar. Dengan laporan ini, Kompeni
Belanda merasa cukup lega karena jalan
untuk menaklukkan Makassar sebagai bandar
niaga maritim terbesar di Kepulauan
Nusantara bagian timur, yang selama ini telah
menjadi batu sandungan bagi Kompeni
Belanda dalam upaya meraih posisi sebagai
penguasa tunggal atas perdagangan rempah-
rempah di Kepulauan Nusantara akan segera
terwujud.

Setelah mendapatkan informasi ini, pada


pertengahan tahun 1660 itu juga, Kompeni
Belanda mengirimkan sebuah ekspedisi untuk
menguji kekuatan Makassar. Kompeni
Belanda dalam ekspedisi itu berhasil merebut
Pelabuhan Panakukang. Setelah berhasil
merebut Pelabuhan Panakukang dari tangan
Makassar, Kompeni Belanda menempatkan
empat kapal perang dengan senjata lengkap
dan dua sekoci untuk mengamankan Benteng
Panakukang dari Penguasa Makassar.

Selain itu, Kompeni Belanda juga telah


menyiapkan persediaan makanan selama lima
bulan untuk mendukung pasukan Belanda
yang bertugas mengawal dan mengamankan
Benteng Panakukang ini dari Penguasa
Makassar. Menurut informasi dari Speelman,
Sultan Hasanuddin sangat menyalahkan
Karaeng Sumanna selaku pejabat Makassar
yang bertanggung jawab dalam menangani
pasukan Bone di bawah pimpinan Tobala
Arung Tanete.

Atas dasar itu, Sultan Hasanuddin mengganti


Karaeng Sumanna dengan Karaeng
Karunrung. Kebijakan ini diambil oleh Sultan
Hasanuddin dengan harapan Kesultanan
Makassar tidak dipermalukan lagi oleh
Kompeni Belanda.

Karaeng Karunrung memang sangat serius


untuk melakukan mobilisasi atas orang Bone.
Karaeng Karunrung langsung memberikan
perintah kepada Tobala Arung Tanette untuk
membawa orang Bone ke Makassar guna
bekerja membantu pertahanan Makassar. Atas
perintah Karaeng Karunrung itu, Tobala Arung
Tanette berhasil membawa 10.000 orang Bone
ke Makassar. Orang Bone yang berjumlah
sekitar 10.000, tanpa memandang usia, baik
tua, maupun muda, semuanya diseret paksa
berjalan melintasi daerah bergelombang dan
gunung-gunung tinggi menuju Makassar.

Sesampainya di Makassar, mereka dibagi


berkelompok-kelompok dan bekerja bergiliran
berdasarkan kelompoknya masing-masing.
Mereka itu diberi tugas untuk menggali parit di
sepanjang garis pertahanan di pantai
pelabuhan Makassar, dari benteng paling
selatan Barombong hingga ke benteng paling
utara Ujung Tana. Selama di Makassar, hak-
hak orang Bone sebagai pekerja sering
dilanggar oleh pihak Kesultanan Makassar
dan penderitaan orang Bone semakin
bertambah ketika mandor-mandor yang
mengawasi mereka bekerja bersikap kasar
kepada orang Bone yang sedang bekerja.

Akibatnya, banyak orang Bone yang jatuh


sakit dan melarikan diri, karena mereka sudah
tidak tahan lagi dengan penderitaan mereka
sebagai pekerja parit. Masalah ini ditanggapi
dengan serius oleh Karaeng Karunrung.
Karaeng Karunrung mengambil tindakan
dengan mempekerjakan para bangsawan
Bone bersama-sama dengan rakyat mereka
demi mencapai target yang diinginkan.

Arung Palakka termasuk ke dalam para


bangsawan Bone yang diturunkan mengawasi
orang Bone dalam mengerjakan parit tersebut.
Pada suatu hari, Arung Palakka menyaksikan
dengan mata dan kepalanya sendiri
kekejaman mandor atas orang Bone yang
sedang bekerja. Mandor menangkap dan
memukuli orang Bone itu di depan Arung
Palakka.

Arung Palakka merasa tidak tahan melihat


derita yang dialami oleh orang Bone ketika
sedang bekerja. Dia berusaha memengaruhi
dan meyakinkan Tobala Arung Tanette beserta
bangsawan Bone lainnya untuk melarikan diri
dari pekerjaan itu. Arung Palakka berhasil
memengaruhi dan meyakinkan mereka.
Setelah sepakat untuk melarikan diri, mereka
mununggu waktu yang tepat untuk melarikan
diri.

Hari yang ditunggu pun datang, yaitu hari libur


pasca panen. Pada hari itu orang Makassar
sedang merayakan hari panen yang diadakan
di wilayah Tallo. Para mandor dan orang
Makassar pada umumnya sedang sibuk
dengan keramaian yang diadakan di Tallo.
Dalam kondisi seperti inilah, orang Bone di
bawah pimpinan Arung Palakka dan Tobala
Arung Tanette berhasil meninggalkan
Makassar dan bergerak terus menuju Bone.

Anda mungkin juga menyukai