Modul Berikut Adalah Salah Satu Luaran Dari Hibah Integrasi Tri (HIT) 2021
Tim Penyusun:
1. Hamim Zaky Hadibasyir, M.GIS.
2. Jumadi, Ph.D.
3. Khusna Furoida (E100170281)
4. Darin Triasa Madani (E100170297)
5. Ardy Firman Ramadhani (E100180056)
6. Imam Hanafi (E100180073)
FAKULTAS GEOGRAFI
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURAKARTA
SURAKARTA
2021
1. DASAR TEORI
Penginderaan jauh termal tergolong dalam penginderaan jauh sistem pasif karena sumber
energinya berasal dari pancaran yang dikeluarkan oleh objek di permukaan bumi yang mana bukan
berasal dari sensor penginderaan jauh itu sendiri. Setiap objek dengan suhu diatas 0 K akan
memancarkan radiasi (Lillesand & Kiefer, 1994). Oleh karena itu, pemanfaatan saluran termal (IR
termal) dalam penginderaan jauh dapat digunakan untuk mengobservasi suhu di permukaan bumi
baik pada siang maupun malam hari karena objek di permukaan bumi selalu memancarkan energi.
Lain halnya dengan penginderaan jauh sistem pasif yang menggunakan saluran pantulan (e.g. biru,
hijau, merah, NIR, SWIR), yang mana hanya dapat digunakan untuk mengobservasi permukaan
bumi pada saat siang hari saja karena sumber energinya berasal dari sinar matahari.
Radiasi yang diemisikan oleh objek di permukaan bumi dengan suhu diatas 0 K yang
selanjutnya direkam oleh saluran IR termal dapat digunakan untuk mengetahui suhu pancaran atau
suhu kecerahan (radiant atau brightness temperature) objek tersebut (Lillesand & Kiefer, 1994).
Namun suhu kecerahan tersebut belum menggambarkan suhu pada permukaan objeknya karena
suhu pada permukaan objek juga ditentukan oleh nilai emisivitas (tingkat kemampuan
memancarkan energi) suatu objek (Lillesand & Kiefer, 1994). Oleh karena itu, untuk ekstraksi
suhu permukaan lahan (SPL) atau land surface temperature (LST), dibutuhkan data mengenai
brightness temperature (BT) dan emisivitas (ε) objek di permukaan bumi (Deilami et al., 2016).
2. TUJUAN
a. Mengektraksi BT dan LST wilayah Surakarta
b. Menganalisis variasi LST pada berbagai tutupan lahan di Surakarta
c. Menganalisis variasi selisih nilai antara LST dan BT pada berbagai tutupan lahan di Surakarta
4. LANGKAH KERJA
A. Koreksi Radiometrik Menggunakan Plugins SCP di QGIS
1. Download dan membuka software QGIS
2
2. Melakukan instalasi plugin pada menu ‘Plugins’. Klik opsi ‘Manage and Install Plugins”.
3
4. Proses instalasi plugin sedang berjalan.
5. Setelah proses instalasi plugin SCP selesai, SCP Dock Panel akan tampil di halaman depan
QGIS.
Proses selanjutnya adalah melakukan proses koreksi radiometrik dan atmosfer pada saluran
pantulan dan ekstraksi Brightness Temperature pada saluran termal (band 10). Klik opsi
‘Preprocessing’ untuk memulai proses.
4
6. Memilih jenis citra yang akan dilakukan pengolahan. Dalam tutorial kali ini akan menggunakan
citra Landsat 8 wilayah Surakarta, maka pilih opsi ‘Landsat’.
7. Memilih folder yang memuat Band Landsat yang ingin dilakukan pengolahan pada opsi
“Directory containing Landsat Bands”.
5
8. Memasukkan file metadata tipe “.MTL” pada opsi ‘Select MTL file’.
6
10. Klik ‘Run’ untuk menjalankan tools preprocessing citra.
11. Memilih folder di tempat yang ingin dijadikan sebagai tempat penyimpanan output.
12. Hasil dari preprocessing citra menggunakan plugin Semi-Automatic Classification Plugin pada
software QGIS.
7
B. Pengolahan lanjutan setelah koreksi atmosferik dan ekstraksi BT menggunakan ENVI
1. Buka ENVI Open file yang telah dikoreksi menggunakan SCP
8
3. Lakukan band math dengan rumus : (b10+273.15) Klik Add to List. Rumus tersebut
dilakukan untuk konversi hasil BT dari satuan Celcius ke Kelvin.
4. Rumus yang telah di Add to List akan masuk ke Previous Band Math Expressions Klik
rumus tersebut OK
9
5. Akan muncul jendela Variable to Bands Pairings, klik Band 10 dengan citra BT (Band 10 atau
Band IR Termal hasil SCP QGIS) yang telah diinput Klik Spasial Subset
6. Akan muncul jendela Select Spatial Subset Klik ROI/EVF pada Subset Using
10
7. Pada jendela Subset Image by ROI/RVF Extent, klik shapefile Surakarta OK. Langkah ini
dilakukan untuk pengolahan citra yang sesuai dengan batas wilayah yaitu Kota Surakarta
8. Setelah kembali ke jendela Variable to Bands Pairings Atur Output Band Math dengan nama
BT-Kelvin.tiff Klik OK
11
9. Langkah berikutnya adalah Layer Stacking untuk citra-citra selain saluran BT. Hal yang
pertama dilakukan adalah membuka Layer Stacking Pada Output Map Projection pilih UTM
Klik Import File
10. Pada jendela baru Layer Stacking Input File, select keseluruhan citra yang telah diinput kecuali
citra hasil BT Klik Spatial Subset
12
11. Pada jendela Select Spatial Subset, kliik ROI/EVF
12. Sama seperti langkah spatial subset sebelumnya, pemilihan region dari layer stacking ini
disesuaikan dengan batas wilayah yaitu Kota Surakarta sehingga klik EVF Surakarta.shp
Klik OK
13
13. Klik OK pada jendela Spatial Subset hingga kembali ke jendela Layer Stacking Input File
Klik OK
14. Setelah kembali ke jendela Layer Stacking Parameters, keseluruhan citra yang dipilih akan
muncul di Selected File for Layer Stacking. Keseluruhan informasi seperti Datum, Units, dan
Zona juga telah otomatis terisi Atur nama dan lokasi output dengan “BOA_Multibands.tiff”
Klik OK
14
15. Ekstraksi NDVI dengan rumus berikut. NIR dan R adalah saluran inframerah dekat dan merah
yang sudah terkoreksi atmosfer.
15
18. Pada jendela Variables to Band Pairings, pilih Band 4 untuk B4 (band Red) Pilih Band 5
untuk B5 (band NIR) menggunakan band hasil layer stacking yaitu BOA_Multibands
16
20. Ektstraksi proportion of vegetation (Pv) atau proporsi vegetasi dengan rumus berikut (Sobrino
et al., 2004) dengan NDVI adalah NDVI yang telah dibuat sebelumnya. NDVImin adalah nilai
NDVI tanah kosong (0,2) dan NDVImax adalah nilai NDVI area dengan proporsi vegetasi
penuh (0,5).
Sebelum menerapkan rumus di atas, NDVI yang telah dibuat perlu dilakukan penyesuaian
terlebih dahulu. Buka kembali Band Math Masukkan rumus
( (b1 le 0.2)*(0.2) )+( (b1 gt 0.2 AND b1 lt 0.5)*(b1) )+( (b1 ge 0.5)*(0.5) )
Klik Add to List. Rumus tersebut digunakan untuk mengatur nilai NDVI supaya nilai NDVI
dibawah atau sama dengan 0,2 dijadikan 0,2 dan NDVI diatas 0,5 atau lebih dijadikan 0,5
sehingga nantinya NDVI yang sudah dimodifikasi dapat diterapkan ke rumus Pv di atas.
17
22. Pada jendela Variables to Bands Pairings, klik Band NDVI.tiff Atur output dengan nama
NDVI_PV.tiff OK
23. Menerapkan rumus Pv dengan NDVI yang telah dimodifikasi. Buka kembali Band Math
Masukkan rumus PV yaitu ( (b1-0.2) / (0.5-0.2) )^2 Klik Add to List
18
24. Pada jendela Variables to Bands Pairings, klik Band NDVI_Pv.tiff Atur output dengan nama
PV.tiff OK
25. Ekstraksi emisivitas (ε) dengan rumus berikut (Sobrino et al., 2004).
Buka kembali Band Math Masukkan rumus Emisivitas yaitu (0.004*B1)+(0.986) Klik
Add to List
19
26. Pada jendela Variables to Bands Pairings, klik Band PV.tiff Atur output dengan nama
Emisivitas.tiff OK
27. Ekstraksi LST dengan rumus berikut (Deilami et al., 2016) dengan Ts adalah LST (K), Tb
adalah BT (K), λ adalah the wavelength of emitted radiance (11,5 µm untuk Landsat 5 dan 10,8
µm untuk Landsat 8), α adalah 14388 µmK, dan ε adalah emissivitas permukaan.
20
28. Pada jendela Variables to Bands Pairings, klik Band BT-Kelvin.tiff pada B10 Klik Band
Emisivitas.tiff pada B1 Atur output dengan nama LST-Kelvin.tiff OK
29. Buka kembali Band Math Masukkan rumus konversi LST dari Kelvin ke celcius yaitu
b1-273.15 Klik Add to List.
21
30. Pada jendela Variables to Bands Pairings, klik Band LST-Kelvin.tiff Atur output dengan
nama LST-Celsius.tiff OK
22
5. HASIL PRAKTIKUM
a) NDVI Surakarta
b) BT (°C) Surakarta
c) LST (°C) Surakarta
d) Citra yang menggambarkan selisih antara LST dan BT
6. DAFTAR PUSTAKA
Deilami, K., Kamruzzaman, M., & Hayes, J. F. (2016). Correlation or Causality between Land Cover
Patterns and the Urban Heat Island Effect? Evidence from Brisbane, Australia. Remote Sensing,
8(9). doi:10.3390/rs8090716
Lillesand, T. M., & Kiefer, R. W. (1994). Remote Sensing and Image Interpretation. New York: John
Wiley & Sons.
Sobrino, J. A., Jiménez-Muñoz, J. C., & Paolini, L. (2004). Land surface temperature retrieval from
LANDSAT TM 5. Remote Sensing of Environment, 90(4), 434-440.
doi:https://doi.org/10.1016/j.rse.2004.02.003
23