Anda di halaman 1dari 123

PERENCANAAN EKOWISATA SPIRITUAL

DI KABUPATEN PANGANDARAN
PROVINSI JAWA BARAT

FAHRUL MOCHAMAD REYHANDITA

PROGRAM STUDI EKOWISATA


SEKOLAH VOKASI
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2020
PERNYATAAN LAPORAN AKHIR DAN SUMBER
INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA

Dengan ini saya menyatakan laporan akhir berjudul Perencanaan Ekowisata


Spiritual di Kabupaten Pangandaran Provinsi Jawa Barat adalah karya saya
dengan arahan dosen pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apapun
kepada perguruan tinggi manapun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari
karya yang diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan
dicantumkan dalam Daftar Pustaka dibagian akhir laporan ini.

Bogor, Agustus 2020

Fahrul Mochamad Reyhandita


J3B917143
RINGKASAN

FAHRUL MOCHAMAD REYHANDITA. Perencanaan Ekowisata


Spiritual di Kabupaten Pangandaran Provinsi Jawa Barat. Spiritual Ecotourism
Planning in Pangandaran Regency West Java Province. Dibimbing oleh OCCY
BONANZA.

Kabupaten Pangandaran memiliki budaya spiritual dan kepercayaan yang


beragam. Kebudayaan ini berasal dari percampuran budaya sunda dan jawa yang
dipisahkan oleh sungai Citandui, perbatasan antara Kabupaten Pangandaran dan
Kabupaten Cilacap. Perencanaan Ekowisata Spiritual di Kabupaten Pangandaran
memiliki beberapa tujuan (1) mengidentifikasi dan menginventarisasi sumberdaya
ekowisata spiritual di Kabupaten Pangandaran, (2) mengidentifikasi karakteristik,
persepsi dan kesiapan masyarakat, (3) mengidentifikasi karakteristik, persepsi,
motivasi, dan preferensi pengunjung, (4) mengidentifikasi karakteristik, persepsi
dan kesiapan pengelola, (5) merancang media promosi ekowisata spiritual di
Kabupaten Pangandaran.
Metode yang digunakan dalam pembuatan tugas akhir dibagi berdasarkan
data sumberdaya spiritual, masyarakat, pengelola dan pengunjung. Data
sumberdaya spiritual menggunakan teknik snowball sampling. Teknik snowball
sampling adalah suatu metode pengambilan sampel yang diperoleh melalui proses
bergulir dari satu responden ke responden lainnya, dengan memanfaatkan
informan-informan kunci untuk mengantarkan peneliti pada anggota kelompok atau
orang yang memiliki informasi yang lebih lengkap (Nurdiani 2014). Data
sumberdaya spiritual yang didapatkan lalu dinilai menggunakan indikator penilaian
(Avenzora 2008). Responden masyarakat yang didata sebanyak 43 responden
dengan menggunakan teknik Cluster Random Sampling dan membagikan kuesioner
yang bersifat close ended. Data responden pengelola didapatkan dengan
membagikan kuesioner yang bersifat close ended. Responden pengunjung
ditentukan dengan menggunakan teknik accidental sampling. Jumlah responden
pengunjung sebanyak 10 responden dengan menyebarkan kuesioner bersifat close
ended. Luaran yang dihasilkan berupa program ekowisata spiritual dan audio
visual.
Kabupaten Pangandaran memiliki sumberdaya wisata yang potensial untuk
dikembangkan dalam kegiatan wisata spiritual. Sumberdaya ekowisata spiritual
yang teridentifikasi di Kabupaten Pangandaran sebanyak 10 obyek yang terbagi
menjadi gejala alam dan kebudayaan. Obyek gejala alam diantaranya Situs
Mangunjaya, Goa Donan, Situs Kandang Munding, Cikabuyutan dan Cijumbleng.
Obyek kebudayaan diantaranya Makam Gedeng Mataram, Makam Eyang Jaga
Resmi, Makam Dalem Dongkol, Makam Munggang Gandu dan Makam Sembah
Agung.
Karakteristik responden masyarakat di Kabupaten Pangandaran didominasi
oleh laki-laki dengan rentang usia 46-60 tahun berstatus menikah, berpendidikan
akhir SMA/SMK, pekerjaan petani dan berdagang dengan pendapatan kisaran
Rp1.000.000 - Rp3.000.000, beragama Islam. Persepsi masyarakat terhadap
perencanaan ekowisata spiritual serta tingkat kesiapan rata-rata 6.
Karakteristik responden pengelola di Kabupaten Pangandaran didominasi
oleh laki-laki berstatus menikah, berusia >60 tahun, beragama Islam, berpendidikan
terakhir SD, pekerjaan petani dengan penghasilan kisaran Rp1.000.000 -
Rp3.000.000, lama mengelola >10 tahun. Persepsi pengelola terhadap perencanaan
ekowisata spiritual serta kesiapan rata-rata 6.
Karakteristik pengunjung didominasi oleh laki-laki berstatus menikah,
berusia 23–45 tahun, beragama Islam, berpendidikan terakhir SMA, pekerjaan PNS
dengan kisaran pendapatan Rp1.000.000 - Rp3.000.000, dan berasal dari
Kabupaten Pangandaran. Jumlah kunjungan 6–10 kali dan lama kunjungan 1–3
jam. Motivasi pengunjung didominasi oleh motivasi fisik yaitu beribadah dan
rekreasi dengan preferensi sebagian besar setuju meyakini makna dan fungsi
prosesi spiritual dalam kehidupan.
Program ekowisata dibuat berdasarkan penilaian obyek dan karakteristik
masyarakat, penglola dan pengunjung. Program wisata yang dirancang yaitu Napak
Tilas Budaya Spiritual Pangandaran yang berdurasi 4 hari. Program pilihan Telusur
Goa Donan, Jelajah Cikabuyutan dan Wisata Desa Cikalong juga dibuat
berdasarkan waktu luang pengunjung. Media promosi poster dan audio visual
berdurasi 3 menit berisikan seluruh obyek spiritual.
Kata Kunci: Ekowisata Spiritual, Pangandaran, Perencanaan Ekowisata Spiritual,
Program Ekowisata
© Hak Cipta IPB, tahun 2020
Hak Cipta dilindungi Undang-Undang

Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau
menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan,
penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau
tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan
yang wajar IPB.

Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya tulis ini
dalam bentuk apa pun tanpa izin IPB.
PERENCANAAN EKOWISATA SPIRITUAL
DI KABUPATEN PANGANDARAN
PROVINSI JAWA BARAT

FAHRUL MOCHAMAD REYHANDITA

Laporan Akhir
sebagai salah satu syarat untuk mendapatkan gelar Ahli Madya
pada Program Studi Ekowisata
Sekolah Vokasi Institut Pertanian Bogor

PROGRAM STUDI EKOWISATA


SEKOLAH VOKASI
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2020
Dosen Penguji

Penguji pada ujian laporan akhir: Yun Yudiarti, S.Hut., M.Si.


Judul Laporan : Perencanaan Ekowisata Spiritual di Kabupaten
Pangandaran Provinsi Jawa Barat
Nama Mahasiswa : Fahrul Mochamad Reyhandita
NIM : J3B917143

Disetujui oleh,

Pembimbing

Pembimbing : Occy Bonanza, SP., MT.

Diketahui oleh,

Ketua Program Bedi Mulyana, S.Hut., M.Par., MMCAP.


:
Studi NIP. 201807197904071001

Dekan Sekolah Dr. Ir. Arief Darjanto, Dip.Ag.Ec.,M.Ec.


:
Vokasi NIP. 196106181986091001

Tanggal Ujian : 13 Agustus 2020 Tanggal Lulus :


PRAKATA

Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah Subhanahu Wa Ta’ala,


karena berkat rahmat dan hidayah-Nya penulis dapat menyusun Laporan Akhir
(TA) dengan judul “Perencanaan Ekowisata Spiritual di Kabupaten
Pangandaran Provinsi Jawa Barat”. Kegiatan TA dilaksanakan sejak bulan
Februari hingga Mei 2020 berlokasi di Kabupaten Pangandaran Provinsi Jawa
Barat. Tugas Akhir merupakan persyaratan kelulusan bagi setiap mahasiswa tingkat
akhir Program Studi Ekowisata Sekolah Vokasi Institut Pertanian Bogor.
Terimakasih penulis ucapkan kepada Ibu Occy Bonanza, SP., MT. selaku
dosen pembimbing yang telah memberikan motivasi, arahan, nasihat, saran,
kepercayaan, ilmu pengetahuan dan bimbingan selama proses penulisan Laporan
Akhir, sehingga laporan yang ditulis menjadi tulisan yang bermanfaat.
Terimakasih juga penulis ucapkan kepada seluruh staf Program Studi
Ekowisata yang telah mengajarkan keterampilan dan memberikan arahan, serta
memberikan ilmu yang bermanfaat untuk penulis. Terimakasih juga penulis
sampaikan kepada asisten dosen yang telah membantu penulis dan memberikan
ilmu yang bermanfaat.
Penulis mengucapkan terimakasih kepada Bapak Untung Saiful R., S.Sos.
M.Si. selaku Kepala Dinas Pariwisata dan Kebudayaan Kabupaten Pangandaran,
serta rekan-rekan Kantor Dinas Pariwisata dan Kebudayaan Kabupaten
Pangandaran. Penulis juga mengucapkan terimakasih kepada pembimbing lapang
Ibu Irna Kusumayanti, S.Pd., MM. yang telah memberikan arahan kepada penulis.
Ucapan terimakasih juga ditujukan kepada Bapak Deddi Wahyudi selaku
budayawan dan seluruh pengelola obyek wisata spiritual yang telah memberikan
informasi dan dukungan kepada penulis. Ucapan terimakasih penulis ucapkan
kepada Bi Aat beserta keluarga yang telah menjadi teman dan keluarga baru untuk
penulis.
Terimakasih penulis ucapkan kepada rekan Ekowisata 54 atas kerjasama,
semangat dan kekompakan dalam menjalani perkuliahan selama 3 tahun.
Terimakasih juga diucapkan kepada adik tingkat 54 dan 55, serta Alumni Ekowisata
yang telah mendukung secara moril dan materil. Terimakasih penulis sampaikan
kepada Dina Herdiana atas kerjasama, semangat dan kekompakannya selama di
Kabupaten Pangandaran.
Ucapan terimakasih secara khusus disampaikan kepada Ayah Drs. Herdiana
dan Ibu Neni Nurani yang telah memberikan semangat, nasihat, motivasi, kasih
sayang dan do’a, kepada adik Maylla Khoerunnisa atas do’a dan kasih sayangnya,
juga kepada Luthfi Ayunazmi yang selalu memberikan semangat dan do’a.
Akhirnya penulis mengucapkan terimakasih kepada seluruh pihak yang tidak dapat
disebutkan seluruhnya.
Semoga karya ilmiah ini bermanfaat.
Bogor, Agustus 2020

Fahrul Mochamad Reyhandita


DAFTAR ISI

Halaman
DAFTAR TABEL iii
DAFTAR GAMBAR v
DAFTAR LAMPIRAN vii
I. PENDAHULUAN 1
A. Latar Belakang 1
B. Tujuan 2
C. Manfaat 3
D. Luaran 3
E. Kerangka Berpikir 3
II. TINJAUAN PUSTAKA 5
A. Perencanaan 5
B. Wisata, Pariwisata, dan Kepariwisataan 5
C. Ekowisata 6
D. Perencanaan Ekowisata 7
E. Budaya 7
F. Spiritual 7
G. Wisata Spiritual 8
H. Wisatawan 8
I. Motivasi, Persepsi, dan Preferensi 9
III. KONDISI UMUM 11
A. Letak dan Luas Kawasan 11
B. Sejarah Kawasan 12
C. Kondisi Fisik 13
1. Topografi kawasan 13
2. Iklim 13
3. Hidrologi 13
D. Kondisi Demografi 14
E. Kondisi Biotik 15
F. Kondisi Kepariwisataan 16
1. Obyek Wisata 16
2. Jumlah Pengunjung 16
G. Aksesibilitas 16
IV. METODE TUGAS AKHIR 19
A. Waktu dan Tempat 19
B. Alat dan Bahan 19
C. Jenis Data 19
D. Metode Pengambilan Data 20
1. Data Sumberdaya Wisata Spiritual 20
2. Data Masyarakat 21
3. Data Pengelola 21
4. Data Pengunjung 22
E. Analisis Data 22
V. HASIL DAN PEMBAHASAN 23
A. Penyebaran Sumberdaya Spiritual 23

i
1. Gejala Alam 23
2. Kebudayaan 33
B. Penilaian Sumberdaya Spiritual Unggulan 42
C. Karakteristik, Persepsi dan Kesiapan Masyarakat 44
1. Karakteristik Masyarakat 44
2. Persepsi Masyarakat 45
3. Kesiapan Masyarakat 50
D. Karakteristik, Persepsi dan Kesiapan Pengelola 52
1. Karakteristik Pengelola 52
2. Persepsi Pengelola 53
3. Kesiapan Pengelola 57
E. Karakteristik, Motivasi, Persepsi dan Preferensi Pengunjung 59
1. Karakteristik Pengunjung 59
2. Motivasi Pengunjung 60
3. Persepsi Pengunjung 63
4. Preferensi Pengunjung 67
F. Rancangan Program Ekowisata 69
1. Rancangan Aktivitas 69
2. Rancangan Program 70
3. Rancangan Pengembangan Obyek Ekowisata Spiritual 73
G. Rancangan Media Promosi Ekowisata 73
VI. SIMPULAN DAN SARAN 75
A. Simpulan 75
B. Saran 75
DAFTAR PUSTAKA 77
LAMPIRAN 79

ii
DAFTAR TABEL

No. Halaman
1. Jumlah dan Kepadatan Penduduk berdasarkan Kecamatan 14
2. Sex Ratio Penduduk menurut Kecamatan 14
3. Sarana Peribadatan di Kabupaten Pangandaran 15
4. Sarana Pendidikan di Kabupaten Pangandaran 15
5. Jenis Hotel di Kabupaten Pangandaran pada Tahun 2016 16
6. Aksesibilitas Kendaraan 17
7. Alat dan bahan 19
8. Jenis Data 19
9. Penilaian Sumberdaya Spiritual oleh Peneliti 43
10. Penilaian Sumberdaya Spiritual oleh Asesor 43
11. Karakteristik Responden Masyarakat 44
12. Karakteristik Responden Pengelola 52
13. Karakteristik Responden Pengunjung 59
14. Aktivitas pada Obyek Spiritual 69
15. Itinerary Program Napak Tilas Budaya Spiritual Pangandaran 70
16. Itinerary Program Telusur Goa Donan 72
17. Itinerary Program Jelajah Cikabuyutan 72
18. Itinerary Program Wisata Desa Cikalong 72

iii
iv
DAFTAR GAMBAR

No. Halaman
1. Kerangka Berfikir Kegiatan Tugas Akhir 4
2. Peta Kabupaten Pangandaran 11
3. Metode Pengambilan Data Sumberdaya Spiritual 20
4. Gambaran teknik Snowball Sampling 21
5. Peta Penyebaran Sumberdaya Spiritual di Kabupaten Pangandaran 23
6. Batu Yonni Situs Mangunjaya 24
7. Indikator Penilaian Situs Mangunjaya 24
8. Mulut Goa Donan 25
9. Makam Adipati Raden Ronggo Segoro dan keturunan 26
10. Indikator Penilaian Goa Donan 27
11. Batu Situs Kandang Munding 28
12. Indikator Penilaian Situs Kandang Munding 28
13. Tempat bersemedi Cikabuyutan 29
14. Indikator Penilaian Cikabuyutan 30
15. Dolina (Mata Air) 31
16. Fasilitas di Cijumbleng 32
17. Indikator Penilaian Cijumbleng 32
18. Gedeng Mataram 33
19. Makam Eyang Jaga Pati 34
20. Indikator Penilaian Makam Gedeng Mataram 34
21. Makam Eyang Jaga Resmi 35
22. Sumur di Makam Eyang Mangkoyok 36
23. Indikator Penilaian Makam Eyang Jaga Resmi 36
24. Makam Eyang Dongkol dan istri 37
25. Indikator Penilaian Makam Dalem Dongkol 38
26. Makam Munggang Gandu 39
27. Indikator Penilaian Makam Munggang Gandu 40
28. Makam Sembah Agung 41
29. Indikator Penilaian Makam Sembah Agung 42
30. Penilaian Persepsi Ekologi berdasarkan Obyek 46
31. Penilaian Persepsi Ekologi berdasarkan Kawasan Sekitar Obyek 46
32. Penilaian Persepsi Ekonomi berdasarkan Pengembangan 47
33. Penilaian Persepsi Ekonomi berdasarkan Pemasukan Daerah 48
34. Penilaian Persepsi Ekonomi berdasarkan Industri Pariwisata 48
35. Penilaian Persepsi Sosial Budaya berdasarkan Nilai Obyek 49
36. Penilaian Persepsi Sosial Budaya berdasarkan Kepercayaan 50
37. Kesiapan Masyarakat dalam Perencanaan Ekowisata Spiritual 51
38. Persepsi Pengelola terhadap Ekologi berdasarkan Obyek 53
39. Persepsi Ekologi Pengelola berdasarkan Kawasan Sekitar Obyek 54
40. Penilaian Persepsi Ekonomi Pengelola berdasarkan Pengembangan 54
41. Persepsi Ekonomi Pengelola berdasarkan Pemasukan Daerah 55

v
42. Penilaian Persepsi Ekonomi Pengelola berdasarkan Industri Pariwisata 56
43. Penilaian Persepsi Sosial Budaya Pengelola berdasarkan Nilai Obyek 56
44. Penilaian Persepsi Sosial Budaya Pengelola berdasarkan Kepercayaan 57
45. Kesiapan Pengelola dalam Perencanaan Ekowisata Spiritual 58
46. Motivasi Pengunjung pada Obyek Spiritual 60
47. Motivasi Fisik terhadap Perencanaan Ekowisata Spiritual 61
48. Motivasi Budaya terhadap Perencanaan Ekowisata Spiritual 61
49. Motivasi Interpersonal terhadap Perencanaan Ekowisata Spiritual 62
50. Motivasi Status dan Prestise terhadap Perencanaan 62
51. Persepsi Pengunjung terhadap Ekologi berdasarkan Obyek 63
52. Persepsi Ekologi Pengunjung berdasarkan Kawasan Sekitar Obyek 64
53. Penilaian Persepsi Ekonomi Pengelola berdasarkan Pengembangan 64
54. Persepsi Ekonomi Pengunjung berdasarkan Pemasukan Daerah 65
55. Penilaian Ekonomi Pengunjung berdasarkan Industri Pariwisata 65
56. Penilaian Sosial Budaya Pengunjung berdasarkan Nilai Obyek 66
57. Penilaian Sosial Budaya Pengunjung berdasarkan Kepercayaan 66
58. Preferensi Pengunjung berdasarkan Motivasi Fisik 67
59. Preferensi Pengunjung berdasarkan Motivasi Budaya 68
60. Preferensi Pengunjung berdasarkan Motivasi Interpersonal 68
61. Preferensi Pengunjung berdasarkan Motivasi Status dan Prestise 69
62. Pengenalan Judul Video 73
63. Rancangan Audio Visual 74
64. Rancangan Poster Ekowisata Spiritual 74

vi
DAFTAR LAMPIRAN

No. Halaman
1. Tallysheet Data Sumberdaya Spiritual 82
2. Kuesioner Asesor 83
3. Kuesioner Masyarakat 87
4. Kuesioner Pengelola 91
5. Kuesioner Pengunjung atau Wisatawan 95

vii
viii
1

I. PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Indonesia dikenal sebagai negara yang kaya dengan keberagaman budaya


masyarakatnya. Indonesia terdiri dari banyak suku, kebudayaan, dan kepercayaan
yang berbeda dan memiliki ciri khasnya masing-masing. Masyarakat Indonesia
sebagian besar tetap menjalankan adat istiadat yang dilakukan secara turun
temurun. Adat istiadat yang sudah dikenal luas di Indonesia yaitu Desa Adat Suku
Baduy di Banten Jawa Barat, Kampung Wae Rebo di Manggarai Nusa Tenggara
Timur, Desa Dayak Pampang di Samarinda Kalimantan Timur, Desa Trunyan Bali,
Desa Kete Kesu di Tana Toraja Sulawesi Selatan, dan banyak lagi adat istiadat
dengan berbagai kepercayaan yang tersebar di seluhur pulau di Indonesia. Ciri khas
pada setiap adat dipengaruhi oleh perilaku dan kepercayaan terhadap nenek moyang
yang terus dijaga dan dilakukan masyarakat sebagai bentuk penghormatan. Adat
istiadat membentuk konsep dalam bermasyarakat dan peraturan atau kepercayaan
yang diyakini oleh masyarakat secara spiritual. Spiritual berhubungan dengan roh
atau jiwa manusia serta kepercayaan terhadap suatu hal yang bersifat fisik
(material) dan non-fisik (immaterial). Spiritual dapat ditemukan pada kegiatan
tradisi atau keagamaan dan sangat berpengaruh terhadap kehidupan manusia.
Dampak dari kegiatan spiritual yaitu perubahan perilaku suatu individu yang
berkaitan dengan hidup bermasyarakat, kesehatan, dan prinsip hidup.
Kegiatan spiritual tidak hanya dilakukan dengan tujuan ibadah kepada Tuhan
Yang Maha Esa atau menjalankan kewajiban beragama dan berbudaya. Kegiatan
spiritual juga dapat dilakukan dengan tujuan berwisata seperti melakukan aktivitas
yang dipercaya dapat meningkatkan kualitas diri dan mengunjungi lokasi-lokasi
spiritual seperti tempat ziarah atau tempat yang memiliki sejarah penting bagi
individu yang datang berkunjung. Kegiatan wisata spiritual melakukan perjalanan
mengunjungi lokasi spiritual dan melakukan aktivitas untuk kembali kreatif.
Dampak yang diharapkan dari kegiatan wisata spiritual yaitu mampu memberikan
pengaruh yang baik bagi semua pihak yang terlibat. Wisata spiritual juga dapat
mencakup wisata religi karena terkait dengan agama dan wisata budaya karena
terkait dengan kepercayaan masyarakat. Ekowisata yang merupakan suatu konsep
keseluruhan dalam kegiatan wisata memiliki dampak yang luas tidak hanya bagi
pengunjung dan obyek, tapi juga kepada masyarakat dan lingkungan disekitarnya.
Penerapan ekowisata pada wisata spiritual diharapkan memberi persepsi kepada
masyarakat luas bahwa obyek spiritual juga mampu dimanfaatkan dan memberikan
manfaat. Bentuk pemanfaatan obyek spiritual sebagai wisata yang sudah cukup
berkembang yaitu Wisata Ziarah di Pamijahan Tasikmalaya Jawa Barat yang tidak
hanya menawarkan obyek spiritual, tapi juga memberdayakan masyarakat
sekitarnya untuk ikut berperan. Pamijahan dan beberapa lokasi di Indonesia yang
menyajikan kegiatan wisata dengan obyek spiritual menjadi gambaran bahwa
obyek wisata spiritual juga dapat di kembangkan. Pemanfaatan obyek spiritual
memiliki peluang untuk dapat diterapkan pada obyek spiritual lain, salah satu
wilayah yang bisa dikembangkan wisata spiritualnya adalah Kabupaten
Pangandaran.
2

Kabupaten Pangandaran berpeluang untuk mengembangkan wisata spiritual


karena memiliki potensi sumberdaya wisata yang tersebar di hampir semua lokasi
dan didukung oleh peran pemerintah dan kebudayaan masyarakat. Pengembangan
wisata spiritual juga didukung dengan adanya misi Pemerintah Kabupaten
Pangandaran dibidang kepariwisataan, yaitu pada tahun 2025 menjadi kabupaten
pariwisata yang mendunia, tempat tinggal yang aman, dan nyaman berlandaskan
norma agama. Kabupaten Pangandaran memiliki tempat-tempat yang dianggap
bernilai spiritual tinggi. Nilai tersebut terbentuk dari kepercayaan masyarakat di
sekitar tempat tersebut atau sejarah yang membentuk tempat tersebut. Tempat
tersebut adalah makam keramat yang dipercaya merupakan makam anak angkat
Nyi Roro Kidul yang berlokasi di dalam gua Kawasan Cagar Alam Pangandaran
dan Situs Sembah Agung yang merupakan makam para penyebar ajaran Agama
Islam di Pangandaran yang berlokasi di Desa Batukaras, Kecamatan Cijulang.
Tempat-tempat tersebut memiliki sejarah dan kepercayaan tertentu yang membuat
kawasannya dianggap sakral. Kondisi tersebut menjadi peluang bahwa wisata
spiritual dapat berkembang di Kabupaten Pangandaran. Banyak obyek wisata
spiritual lainnya yang belum dimanfaatkan secara utuh dan baik, sehingga
membutuhkan perencanaan agar dapat dikenal oleh masyarakat luas.
Perencanaan ekowisata spiritual di Kabupaten Pangandaran memanfaatkan
potensi yang terdapat di wilayah tersebut. Potensi tersebut dapat dikembangkan
terutama untuk potensi yang belum dikenal oleh masyarakat luas sehingga dapat
memberikan dampak positif bagi masyarakat sekitar. Keterlibatan masyarakat
sangat dibutuhkan dalam perencanaan ekowisata spiritual sehingga dapat diteliti
mengenai kesiapan pengelolaan dan kegiatan yang direncanakan. Wisatawan juga
sangat dibutuhkan untuk mengetahui informasi mengenai motivasi dan
karakteristik wisatawan. Hasil dari perencanaan ini yaitu rancangan program
ekowisata spiritual yang memberikan wawasan tentang spiritualitas dan media
promosi berupa poster dan audio visual yang menggambarkan secara singkat
kegiatan dan atraksi wisata spiritual yang terdapat di Kabupaten Pangandaran.

B. Tujuan

Tujuan kegiatan tugas akhir adalah merancang program wisata. Tujuan dapat
dicapai dengan melalui beberapa kegiatan untuk memenuhi kebutuhan dalam
merancang program wisata. Kegiatan yang dilakukan yaitu:
1. Mengidentifikasi dan menginventarisasi sumberdaya ekowisata spiritual di
Kabupaten Pangandaran.
2. Mengidentifikasi karakteristik, persepsi, dan kesiapan masyarakat terhadap
perencanaan ekowisata spiritual di Kabupaten Pangandaran.
3. Mengidentifikasi karakteristik, persepsi dan kesiapan pengelola untuk
kegiatan ekowisata spiritual di Kabupaten Pangandaran.
4. Mengidentifikasi karakteristik, persepsi, motivasi, dan preferensi wisatawan
terhadap perencanaan ekowisata spiritual di Kabupaten Pangandaran.
5. Merancang program dan media promosi ekowisata spiritual di Kabupaten
Pangandaran.
3

C. Manfaat

Manfaat dilakukannya kegiatan Perencanaan Ekowisata Spiritual di


Kabupaten Pangandaran ditujukan kepada pihak pengelola, masyarakat,
pengunjung, dan ilmu pengetahuan. Manfaat tersebut diantaranya adalah sebagai
berikut:
1. Memberikan gambaran mengenai kondisi wisata spiritual di Kabupaten
Pangandaran.
2. Membantu pemerintah Kabupaten Pangandaran untuk mewujudkan misi
menjadi kabupaten pariwisata yang mendunia.
3. Menjadi media perencanaan dan pengembangan untuk kegiatan ekowisata
spiritual.
4. Bahan evaluasi bagi pemerintah daerah dan penglola kawasan ekowisata
spiritual.
5. Bahan informasi bagi para pelajar, peneliti, dan para pembaca yang
membutuhkan terkait ekowisata spiritual di Kabupaten Pangandaran.

D. Luaran

Luaran dari kegiatan Perencanaan Ekowisata Spiritual di Kabupaten


Pangandaran menjadi bukti kegiatan yang berisi informasi, ide, dan saran. Luaran
dari kegiatan tugas akhir ini yaitu:
1. Rancangan program kegiatan ekowisata spiritual bernilai edukatif sehingga
memberikan wawasan tentang spiritualitas yang berfokus pada pilar ekologi,
ekonomi, dan sosial budaya.
2. Rancangan promosi poster dan audio visual yang menggambarkan secara
singkat kegiatan dan atraksi spiritual yang terdapat di Kabupaten
Pangandaran.

E. Kerangka Berpikir

Spiritual memiliki peran yang sangat penting dalam kehidupan manusia.


Peran spiritual berkaitan dengan kejiwaan dan dapat mempengaruhi perilaku setiap
individu. Wisata juga memiliki peran yang sangat penting dalam kehidupan
manusia, yang merupakan suatu perjalanan untuk mendapatkan kesenangan dan
kembali menjadi kreatif serta untuk mencari pengalaman baru. Peran spiritual dan
wisata membuat ide dalam perancangan ekowisata spiritual yang menerapkan
konsep wisata dalam kegiatan spiritual.
Kabupaten Pangandaran memiliki potensi spiritual yang dapat dimanfaatkan.
Potensi tersebut dapat dikembangkan dan berperan dalam perencanaan ekowisata
spiritual. Perencanaan ekowisata spiritual memerlukan peran masyarakat sekitar
obyek, pengelola, dan pengunjung agar tercipta perencanaan yang baik. Data yang
diperlukan dalam perencanaan program ekowisata adalah karakteristik, motivasi,
dan preferensi pengunjung, serta kesiapan pengelola dan masyarakat.
Sumberdaya spiritual di Kabupaten Pangandaran dinilai dengan indikator
penilaian (Avenzora 2008). Indikator tersebut yaitu penilaian terhadap keunikan,
kelangkaan, keindahan, aksesibilitas, seasonalitas, sensitivitas, dan fungsi sosial.
Hasil penelitian kemudian dianalisis dan akan dibuat rancangan program ekowisata
spiritual dan media promosi poster dan audio visual yang berisi video dan foto.
4

Peran Priritual dan Wisata

Obyek Ekowisata Spiritual Kabupaten Pangandaran

Variabel

Pengunjung:
SDE Spiritual: Masyarakat: Pengelola:
1. Karakteristik
1. Gejala Alam 1. Karakteristik 1. Karakteristik 2. Persepsi
2. Budaya 2. Persepsi 2. Persepsi 3. Motivasi
3. Kepercayaan 3. Kesiapan 3. Kesiapan 4. Preferensi

Inventarisasi dan Identifikasi

Kuesioner:
Observasi: Wawancara:
1. Tertutup
1. Dokumentasi 1. Panduan 2. Cluster Random Sampling
2. Talleysheet Wawancara 3. Accidental Sampling

Sumberdaya Wisata Spiritual

Penilaian Uji Kelayakan Nilai Potensi Wisata Spiritual


(Avenzora 2008)

Analisis Data

Rancangan Program Ekowisata Spiritual

Luaran

Program Ekowisata Spiritual Poster Media Audio Visual

Sasaran:
Semua Kalangan

Gambar 1 Kerangka Berfikir Kegiatan Tugas Akhir


5

II. TINJAUAN PUSTAKA

A. Perencanaan

Perencanaan adalah tahapan awal yang dilalui untuk memperhitungkan dan


memanajemen segala sesuatu yang dimiliki dan dibutuhkan dalam tahapan
selanjutnya (Suyitno 2001). Perencanaan merupakan kegiatan atau proses dalam
pembuatan rencana yang digunakan dalam mencapai suatu tujuan dengan
melibatkan berbagai hal seperti tenaga kerja, keahlian, peralatan, waktu, dan biaya
(Umar 2003). Perencanaan adalah suatu sajian atau gambaran keadaan yang
dihadapi dimasa mendatang dari wialayah ekowisata yang efisien dan berkelanjutan
(Nugroho 2011). Perencanaan merupakan rangkaian kegiatan untuk mencapai suatu
tujuan agar lebih terstruktur. Kegiatan perencanaan memperhatikan situasi dan
kondisi baik sumberdaya, kemampuan, dan juga peluang agar suatu kegiatan dapat
berjalan dengan baik. Perencanaan dapat memberikan gambaran untuk
mengantisipasi kendala yang dihadapi. Perencanaan melibatkan banyak hal
terutama manusia sebagai pelaku atau orang yang berperan, perencanaan
partisipatif merupakan metode pembangunan yang melibatkan masyarakat
setempat (Sumarsono 2010). Kegiatan perencanaan yang baik dapat memberikan
hasil yang efektif dan efisien dari sesuatu yang dikerjakan melalui beberapa tahapan
yaitu:
1. Mencatat potensi dan kemampuan dari kegiatan yang akan dilakukan.
2. Menetapkan maksud dan tujuan dari kegiatan yang akan dilakukan.
3. Melakukan pembagian tugas kepada setiap bagian, agar setiap kebutuhan
dapat mudah dipenuhi atau diselesaikan.
4. Mengerjakan tugas sebagai tanggung jawab setiap bagian.
5. Mengevaluasi kegiatan sehingga kesalahan tidak terulang dan kegiatan
menjadi lebih baik.

B. Wisata, Pariwisata, dan Kepariwisataan

Wisata merupakan seluruh aktivitas yang berkaitan dengan perpindahan


seseorang ke suatu tempat yang jarang dikunjungi. Aktivitas dilakukan sementara
dan tidak memiliki tujuan untuk mencari nafkah (Antariksa 2018). Kegiatan yang
dilakukan dalam berwisata diantaranya rekreasi, olahraga, mengunjungi kerabat,
dan kegiatan keagamaan. Elemen yang terlibat dalam kegiatan wisata yaitu atraksi,
pengelola, masyarakat, dan pemerintah. Wisata memiliki perbedaan dengan
kegiatan perjalanan lainnya dilihat dari karakteristiknya (Suyitno 2001).
Karakteristik wisata yaitu:
1. Kegiatan wisata bersifat sementara, dilakukan dalam kurun waktu yang
pendek sebelum wisatawan kembali ke rutinitas sehari-harinya.
2. Mengunjungi obyek wisata di suatu tempat dengan ciri khas daerah tersebut.
3. Tidak mencari nafkah.
4. Mencari kesenangan.
5. Menggukanan sarana transportasi, akomodasi, dan fasilitas wisata lainnya.
6

Pariwisata adalah suatu aktivitas kompleks, yang dapat dilihat sebagai suatu
sistem yang melibatkan banyak pihak. Pariwisata berperan besar dalam
pembangunan nasional karena memiliki cakupan yang sangat luas dari hasil
pendapatan dan menjadi penghasil devisa negara. Usaha yang terdapat dalam
pariwisata yaitu jasa penyedia daya tarik wisata, barang, transportasi, penginapan,
dan usaha lain. Pariwisata memanfaatkan potensi yang ada mulai dari daya tarik,
masyarakat, dan pemerintah sehingga mengangkatkan segi ekonomi, budaya dan
pendidikan (Rani 2014, Utama 2017). Pariwisata adalah segala sesuatu yang
mendukung kegiatan wisata dengan berbagai macam fasilitas serta layanan yang
disediakan oleh masyarakat, pengelola dan pemerintah (UU No 10 Tahun 2009).
Kepariwisataan memiliki cakupan yang lebih luas dari pariwisata.
Kepariwisataan terdiri dari dua atau lebih industri baik perorangan, kelompok, atau
pemerintah dan seluruh kebijakan yang berkaitan dengan kegiatan perjalanan yang
dilakukan seseorang. Selain itu kepariwisataan menjadi cara pemerintah untuk
meningkatkan perekonomian (Antariksa 2018).

C. Ekowisata

Konsep ekowisata dipahami sebagai keseluruhan dalam tahapan kegiatan


wisata yang mengacu pada prinsip berkelanjutan dan dilakukan pada semua bentuk
pariwisata (Avenzora 2008). Ekowisata dipandang sebagai prinsip atau roh bagi
kepariwisataan, bersifat implementatif dan harus diterima sebagai tugas wajib bagi
setiap stakeholders. Ekowisata dapat memberikan manfaat bagi kelestarian alam
dan kesejahteraan masyarakat lokal terutama bidang ekonomi (Fahriansyah 2012).
Ekowisata dikenal sebagai kegiatan wisata yang memanfaatkan berbagai jenis
produksi serta berprinsip untuk mengkonservasi kawasan dan meminimalisir
dampak negatif dari pariwisata. Keterlibatan masyarakat sangat penting dalam
pembangunan ekowisata untuk menyediakan fasilitas dan menjaga agar kegiatan
wisata dapat memberikan dampak yang baik.
Ekowisata merupakan kegiatan yang berisikan informasi dan keterkaitan
dengan masyarakat (Satria 2009). Jenis-jenis kegiatan ekowisata beragam seperti
wisata alam, budaya, sejarah, desa dan spiritual. Konsep ekowisata berfokus pada
partisipasi masyarakat dalam pengelolaan, sehingga dapat memberikan manfaat
ekonomi bagi masyarakat setempat. Ekowisata memiliki beberapa prinsip
(Permendagri No 33 Tahun 2009) yaitu:
1. Kesesuaian antara karakteristik dan jenis ekowisata.
2. Kegiatan konservasi dengan konsep perlindungan, pengawetan dan
pemanfaatan.
3. Memberikan manfaat ekonomi bagi masyarakat setempat serta menjadi
pembangun ekonomi dengan pembangunan usaha wisata.
4. Mengandung unsur pendidikan, sehingga merubah persepsi orang mengenai
kepedulian dan tanggung jawab terhadap lingkungan dan budaya.
5. Memberikan suatu pengalaman dan kepuasan kepada pengunjung.
6. Peran aktif masyarakat dalam kegiatan perencanaan, pemanfaatan dan
pengendalian ekowisata dengan menghargai nilai sosial budaya dan agama.
7. Menampung dan mengedepankan kearifan lokal masyarakat.
7

D. Perencanaan Ekowisata

Perencanaan ekowisata memiliki tujuan untuk menghindari dampak negatif


dari kegiatan wisata. Perencanaan yang baik menghasilkan strategi yang tepat
dalam pembangunan ekowisata. Perencanaan ekowisata merupakan
pengorganisasian dalam pembangunan infrastruktur, fasilitas, dan layanan
pendukung lainnya. Perencanaan meliputi sumberdaya, kemampuan manusia, dan
biaya. Konsep dasar perencanaan adalah hubungan antara demand (permintaan) dan
supply (penawaran) (Avenzora 2008). Perencanaan ekowisata penting dilakukan
untuk mencapai kesuksesan dalam pengembangan pariwisata. Perencanaan
ekowisata terdiri dari pembangunan pariwisata berkelanjutan, struktur administrasi
dan politik pariwisata pemerintah lokal, peraturan perundang-undangan, dan
potensi wisata.

E. Budaya

Budaya merupakan tata berfikir yang terdapat di masyarakat dan terbagi


menjadi beberapa aspek bersifat fisik dan non-fisik, kebudayaan barat dan maritim,
serta berdasarkan suatu daerah (Widyosiswoyo 2004). Budaya memiliki beberapa
karakteristik yaitu:
1. Budaya merupakan suatu hal mendasar dari suatu kelompok masyarakat
berupa nilai kehidupan, tata cara hidup dan perilaku masyarakat.
2. Budaya mempengaruhi perilaku seseorang dalam berinteraksi dengan orang
lain.
3. Budaya mempengaruhi proses biologi dalam hidup manusia seperti aturan
dalam makan dan minun.
4. Budaya tidak dapat didistribusikan dengan jelas atau berbeda pemahaman dan
gambaran.
5. Setiap bagian pada budaya dapat terpengaruh dengan perubahan yang
bertahap.

F. Spiritual

Spiritual adalah suatu hubungan manusia dengan tuhan atau terhadap suatu
hal lain. Spiritual berkaitan dengan pemaknaan, harapan, kepercayaan, dan tindakan
yang didasari oleh spiritualitas. Spiritual sangat sensitif karena berkaitan dengan
pola fikir dan kejiawaan seseorang. Spiritualitas sangat berpengaruh terhadap
kondisi kesehatan seseorang, baik fisik dan juga psikologis (Forman 2017).
Spiritual berasal dari Bahasa Latin spiritus, yang berarti “nafas kehidupan”.
Penggunaan kata spiritual dalam kehidupan sehari-hari berhubungan dengan jiwa
manusia atau immaterial, serta berhubungan dengan agama atau keyakinan.
Spiritualitas tidak hanya berkaitan dengan kesadaran dan pengalaman batin saja,
melainkan juga terkait dengan bagaimana individu berperilaku. Spiritualitas
sebagai suatu konsep yang dapat meliputi agama dan atau kepercayaan, namun
spiritualitas tidak hanya terbatas pada ruang agama atau kepercayaan saja
(McSherry 2006).
8

G. Wisata Spiritual

Perbedaan wisata spiritual dengan wisata religi adalah tidak terdapat norma
atau kaidah agama, melainkan sesuai dengan keinginan mendapatkan suatu nilai
keyakinan dan motivasi hidup. Objek yang berpotensi menjadi atraksi wisata adalah
objek yang memiliki nilai spiritual yang tinggi (Sutama 2013). Wisata Spiritual
adalah aktivitas yang menyederhanakan fenomena yang kompleks, sehingga
wisatawan hanya memahami sebagian dari fenomena yang terjadi. Wisata Spiritual
berdampak kepada perubahan pandangan dan perilaku masyarakat dalam
melakukan perjalanan wisata, karena selain dapat beribadah juga berkesempatan
mengunjungi objek wisata (Subawa & Widhiasthini 2013, Sharpley 2016). Wisata
spiritual merupakan perwujudan dari dimensi spiritualitas manusia, terlepas dari
ajaran agamanya. Permintaan terhadap wisata spiritual tidak terlalu dipengaruhi
oleh tingkat pendapatan, sehingga berpotensi untuk dipasarkan ke seluruh lapisan
masyarakat (Pratiekto 2017). Motivasi wisatawan dalam wisata spiritual adalah
bersenang-senang, mengenal budaya setempat, mencari pengalaman baru, dan
meningkatkan prestise (Kusuma & Suryasih 2016).
Obyek wisata spiritual memiliki tiga sifat yaitu keagamaan, gejala alam dan
kebudayaan (Avenzora & Pratiekto 2013). Obyek yang bersifat keagamaan
memiliki nilai religius dan sejarah yang cukup dikenal oleh masyarakat sekitar,
contoh tempat beribadah dan perayaan agama. Obyek yang bersifat gejala alam
memiliki keterkaitan antara perilaku manusia dengan alam, contoh ritual
penyembahan terhadap laut, gua, sungai, danau atau gunung yang dikeramatkan.
Obyek yang bersifat kebudayaan berhubungan dengan kepercayaan masyarakat
terhadap leluhurnya dan budaya turun temurun, contoh situs, makam keramat dan
upacara adat. Spiritual menjadi bisnis wisata yang dapat memberikan dampak yang
baik bagi kelestarian budaya spiritual. Kondisi ini menciptakan suatu kreasi yang
dapat dinikmati. Kreasi tercipta dari inovasi masa kini yang diterapkan pada tradisi
ritual lama, tanpa merubah nilai spiritual yang ada. Perubahan tersebut
dimaksudkan untuk memberikan makna baru pada dasar kebudayaan spiritual
(Suwardi 2007).

H. Wisatawan

Wisatawan merupakan seseorang atau sekelompok orang yang melakukan


kegiatan wisata pada suatu daerah tujuan wisata (UU No 10 Tahun 2009).
Wisatawan adalah orang yang mengadakan perjalan dari tempat kediamannya tanpa
menetap di lokasi wisata (Sukadijo 2000). Wisatawan melakukan perjalanan wisata
untuk berekreasi dengan memanfaatkan waktu luang yang dimiliki. Tujuan lain
wisatawan berwisata selain berekreasi adalah berbisnis atau tujuan lainnya. Jenis
wisatawan dibagi menjadi domestik dan mancanegara. Wisatawan domestik
merupakan wisatawan yang mengunjungi daerah tujuan wisata di dalam negeri
namun bukan berasal dari daerah yang dikunjungi. Wisatawan mancanegara
merupakan wisatawan yang mengunjungi daerah tujuan wisata di negeri orang lain
(Sunaryo 2013).
9

I. Motivasi, Persepsi, dan Preferensi

Motivasi adalah penggerak yang menciptakan keinginan seseorang untuk


melakukan sesuatu kegiatan, bekerja efektif dan integrasi dengan upaya untuk
mencapai kepuasan (Setiadi 2003). Motivasi merupakan tindakan pemenuhan
kebutuhan hidup. Tindakan tersebut merupakan dorongan untuk mewujudkan
keinginan dalam bentuk gerakan. Motivasi yang terpenuhi memberikan kepuasan
terhadap diri sendiri (Daryanto 2010).
Persepsi memiliki peran untuk menentukan keputusan menerima pesan dan
menolak pesan. Persepsi setiap individu berbeda yang dapat mempengaruhi
kegiatan seseorang dalam interaksi yang dilakukan (Mulyana 2007). Persepsi
merupakan sudut pandang berupa pemahaman terhadap kejadian dan hal-hal yang
terjadi.
Preferensi merupakan pilihan suka atau tidak suka seseorang terhadap suatu
produk yang dikonsumsi. Preferensi pengunjung menunjukan kesukaan dari
berbagai pilihan produk yang tersedia dengan tujuan untuk mengetahui yang
disukai dan yang tidak disukai pengunjung. Preferensi dapat membantu dalam
menentukan urutan kepentingan dari suatu produk (Kotler 1997).
10
11

III. KONDISI UMUM

A. Letak dan Luas Kawasan

Kabupaten Pangandaran merupakan sebuah kabupaten baru di Provinsi Jawa


Barat dengan pusat pemerintahan di Kecamatan Parigi, berdasarkan Undang-
Undang Nomor 21 Tahun 2012 tentang Pembukaan Kabupaten Pangandaran di
Provinsi Jawa Barat. Kabupaten Pangandaran secara geografis berada pada
koordinat 108°8’0” sampai dengan 108°50’0” bujur timur dan 7°24’0” sampai
dengan 7°54’20” lintang selatan dengan luas wilayah mencapai ± 1.010 km². Batas-
batas wilayah Kabupaten Pangandaran yaitu sebelah Utara berbatasan dengan
Kabupaten Ciamis dan Kota Madya Banjarsari, sebelah Barat berbatasan dengan
Kabupaten Tasikmalaya, sebelah Timur berbatasan dengan Kabupaten Cilacap, dan
sebelah Selatan berbatasan dengan Samudera Hindia.

Gambar 2 Peta Kabupaten Pangandaran


Sumber: Rosyidin Noor/Pangandaran detik.com
12

Berdasarkan peta wilayah administrasi tersebut, terdapat 10 (sepuluh)


kecamatan di Kabupaten Pangandaran, dengan rincian sebagai berikut:
1. Kecamatan Mangunjaya dengan 5 (lima) Desa / Kelurahan, yaitu Jangraga,
Mangunjaya, Sindangjaya, Kertajaya, dan Sukamaju.
2. Kecamatan Padaherang dengan 10 (sepuluh) Desa / Kelurahan, yaitu
Panyutran, Bojongsari, Ciganjeng, Sukanagara, Sindangwangi, Karangsari,
Kedungwuluh, Paledah, Padaherang, dan Karangpawitan.
3. Kecamatan Kalipucang dengan 9 (sembilan) Desa / Kelurahan, yaitu
Putrapinggan, Emplak, Bagolo, Pamotan, Kalipucang, Cibuluh, Banjarharja,
Tunggilis, dan Ciparakan.
4. Kecamatan Pangandaran dengan 8 (delapan) Desa / Kelurahan, yaitu
Wonoharjo, Pananjung, Pangandaran, Babakan, Sukahurip, Purbahayu,
Sidomulyo, dan Pagergunung.
5. Kecamatan Sidamulih dengan 7 (tujuh) Desa / Kelurahan, yaitu Sukaresik,
Cikembulan, Pajaten, Sidamulih, Cikalong, Kersaratu, dan Kalijati.
6. Kecamatan Parigi dengan 10 (sepuluh) Desa / Kelurahan, yaitu Parigi,
Karangjaladri, Karangbenda, Ciliang, Cibenda, Bojong, Selasari, Cintaratu,
Cintakarya, dan Parakanmanggu.
7. Kecamatan Langkaplancar dengan 15 (lima belas) Desa / Kelurahan, yaitu
Sukamulya, Jadimulya, Bangunkarya, Jadikarya, Bojong, Karangkamiri,
Cimanggu, Bangunjaya, Bojongkondang, Pangkalan, Jayasari,
Langkaplancar, Mekarwangi, Cisarua, dan Bungur Raya.
8. Kecamatan Cigugur dengan 7 (tujuh) Desa / Kelurahan, yaitu Kertajaya,
Bunisari, Cimindi, Cigugur, Campaka, Pagerbumi, dan Harumandala.
9. Kecamatan Cijulang dengan 7 (tujuh) Desa / Kelurahan, yaitu Ciakar,
Cibanten, Kertayasa, Batukaras, Cijulang, Kondangjajar, dan Margacinta.
10. Kecamatan Cimerak dengan 11 (sebelas) Desa / Kelurahan, yaitu Kertamukti,
Ciparanti, Legokjawa, Masawah, Batumalang, Cimerak, Limusgede,
Kertaharja, Mekarsari, Sindangsari, dan Sukajaya.

B. Sejarah Kawasan

Kabupaten Pangandaran pada awalnya ditempati oleh para nelayan dari Suku
Sunda lebih tepatnya Desa Pananjung. Alasan para pendatang memilih daerah
Pangandaran karena kondisi ombak yang kecil sehingga mudah untuk mencari ikan.
Pangandaran memiliki tanjung yang digunakan untuk menyimpan perahu yang
dalam Bahasa Sunda disebut andar. Para sesepuh memberi nama Desa Pananjung
karena diambil dari Bahasa Sunda pangnanjung-nanjungna yang berarti paling
subur atau paling makmur. Kawasan Pananjung merupakan wilayah kerajaan Galuh
Tanduran berpusat di Pananjung, Pangandaran yang memiliki kesenian Ronggeng
Gunung oleh "pengagung" Galuh Tanduran bernama Dewi Rengganis atau Dewi
Samboja dan berdampingan dengan kerajaan Galuh Pangauban yang berpusat di
Putrapinggan, Kalipucang sekitar abad 14 masehi. Kerajaan tersebut memiliki
peradaban yang cukup maju dan dikenal sebagai kerajaan maritim yang sangat kuat.
Prajurit dari kerajaan Galuh Tanduran dan Galuh Pangauban diminta
bantaunnya oleh Patih Unus untuk berperang melawan Portugis di Selat Malaka
pada abad ke 16. Namun kerajaan Pananjung ini hancur oleh para Bajo (Bajak Laut)
karena pihak kerajaan tidak bersedia menjual hasil bumi. Pada masa pemerintahan
13

Hindia Belanda, wilayah Kabupaten Pangandaran dikenal dengan Sukapura.


Penjajahan Belanda oleh Y. Everen pada tahun 1922, Pananjung dijadikan sebagai
taman. Karena memiliki keanekaragaman satwa dan tanaman langka, maka pada
tahun 1934 Pananjung dijadikan suaka alam dan marga satwa dengan luas 530 Ha.
Kawasan Pananjung berubah menjadi cagar alam pada tahun 1961 karena
ditemukannya Bunga Raflesia. Pada tahun 1978 hubungan masyarakat akan tempat
rekreasi meningkat, sehingga maka sebagian kawasan seluas 37,70 Ha dijadikan
sebagai Taman Wisata. Pada tahun 1990 kawasan perairan di sekitarnya ditetapkan
sebagai cagar alam laut seluas 470 Ha. Pengelolaan Taman Wisata Alam Pananjung
diserahkan dari Direktorat Jenderal Perlindungan Hutan dan Pelestarian Alam
kepada Perum Perhutani dalam pengawasan Perum Perhutani Unit III Jawa Barat,
Kesatuan Pemangkuan Hutan Ciamis, bagian Kemangkuan Hutan Pangandaran
berdasarkan SK Menteri Kehutanan No. 104/KPTS-II/1993. Kabupaten
Pangandaran memisahkan diri dengan dengan Tasikmalaya didasarkan pada
Undang-undang Nomor 21 tahun 2012 tentang Pembentukan Daerah Otonom Baru
Kabupaten Pangandaran di Provinsi Jawa Barat.

C. Kondisi Fisik

1. Topografi kawasan
Topografi Kabupaten Pangandaran berupa pegunungan di utara dengan
ketinggian 1050 mdpl dan terus menurun hingga pantai di selatan. Kabupaten
Pangandaran memiliki panjang pantai 91 Km. Ketinggian 0-200 mdpl tersebar
mulai dari Kecamatan Cimerak, Kecamatan Cigugur, Kecamatan Cijulang,
Kecamatan Parigi, bagian selatan Kecamatan Sidamulih dan Kecamatan
Pangandaran, hingga bagian timur Kecamatan Padaherang. Ketinggian 200-1050
mdpl tersebar mulai dari Kecamatan Kalipucang, Kecamatan Langkaplancar,
bagian utara Kecamatan Pangandaran dan Kecamatan Sidamulih, hingga sedikit
bagian utara Kecamatan Parigi.
2. Iklim
Kabupaten Pangandaran beriklim tropis dengan 2 musim yaitu musim
kemarau (musim timur) dan musim penghujan (musim barat) dengan curah hujan
rata-rata per tahun sekitar 1.647 mm, kelembapan udara antara 85-89% dengan suhu
20-30⁰C. Musim timur dan musim barat akan mempengaruhi musim penangkapan
ikan di perairan Pangandaran. Musim timur terjadi pada bulan Mei sampai Oktober,
pada musim ini laut tidak berombak besar dan perairan dalam keadaan tenang,
sehingga penangkapan ikan tidak terganggu. Musim barat terjadi pada bulan
November sampai April, pada musim ini banyak sebagian nelayan tidak melakukan
penangkapan ikan karena ombak yang besar dan curah hujan yang relatif banyak.
3. Hidrologi
Terdapat empat Daerah Aliran Sungai (DAS) di Kabupaten Pangandaran,
yaitu DAS Cimedang, DAS yang bermuara di Teluk Parigi, DAS yang bermuara di
Teluk Pangandaran, dan DAS Citanduy. Sungai-sungai di bagian barat Kabupaten
Pangandaran bermuara ke Cimedang, sungai-sungai di bagian tengah Kabupaten
Pangandaran bermuara ke Teluk Parigi dan Teluk Pangandaran, sedangkan sungai-
sungai di bagian timur Kabupaten Pangandaran bermuara ke Citanduy.
14

D. Kondisi Demografi

Jumlah penduduk Kabupaten Pangandaran berdasarkan hasil pengolahan data


kependudukan yang dilakukan oleh Dinas Kependudukan dan Pencatatan Sipil
Kabupaten Pangandaran pada akhir bulan Desember tahun 2016 tercatat sebanyak
405.683 jiwa. Kepadatan tertinggi Kabupaten Pangandaran terjadi di Kecamatan
Mangunjaya sebesar 987 jiwa/km², sedangkan kepadatan terendah terdapat di
Kecamatan Cigugur dengan kepadatan penduduk sebesar 213 jiwa/ km² (Tabel 1).
Tabel 1 Jumlah dan Kepadatan Penduduk berdasarkan Kecamatan
Kepadatan
Luas Wilayah Jumlah Distribusi
No. Kecamatan Penduduk
(Ha) Penduduk Penduduk (%)
(Jiwa/ km²)
1. Cimerak 11.835 46.563 393 11,48
2. Cijulang 8.804 27.254 310 6,72
3. Cigugur 10.224 21.764 213 5,36
4. Langkaplancar 17.719 49.156 227 12,12
5. Parigi 9.804 42.958 438 10,59
6. Sidamulih 7.798 27.496 353 6,78
7. Pangandaran 6.077 53.057 873 13,08
8. Kalipucang 13.678 37.298 273 9,19
9. Padaherang 11.873 67.753 571 16,70
10. Mangunjaya 3.280 32.384 987 7,98
Jumlah 101.092 405.683 401 100
Sumber: Badan Pusat Statistik 2018
Jumlah penduduk dari segi komposisi, penduduk laki-laki sebanyak 203.269
jiwa dan perempuan sebanyak 202.414 jiwa, maka jumlah penduduk laki-laki relatif
lebih besar dibandingkan dengan jumlah penduduk perempuan dengan nilai sex
ratio sebesar 100,42. Terdapat tiga kecamatan yang sex ratio nya berada dibawah
100 yaitu Cijulang, Parigi dan Sidamulih (Tabel 2).
Tabel 2 Sex Ratio Penduduk menurut Kecamatan
Penduduk (Jiwa)
No. Kecamatan Sex Ratio
Laki-laki Perempuan
1. Cimerak 23.331 23.232 100,43
2. Cijulang 13.408 13.846 96,84
3. Cigugur 11.051 10.713 103,16
4. Langkaplancar 25.047 24.109 103,89
5. Parigi 21.101 21.857 96,54
6. Sidamulih 13.663 13.833 98.77
7. Pangandaran 26.685 26.372 101,19
8. Kalipucang 18.688 18.610 100,42
9. Padaherang 33.982 33.771 100,62
10. Mangunjaya 16.313 16.071 101,51
Jumlah 203.269 202.414 100,42
Sumber: Badan Pusat Statistik 2018
Kepercayaan masyarakat atau sistem religi yang menjadi keyakinan secara
mutlak suatu umat beragama, mengatur hubungan antara manusia dengan Tuhan
dan dunia gaib. Sistem religi merupakan sistem yang terdiri dari empat komponen
yaitu emosi, keyakinan, sistem upacara religious dan kelompok keagamaan.
Kabupaten Pangandaran memiliki upacara adat hajat laut, empat bulanan, tujuh
bulanan dan hajat bumi. Sarana peribadatan yang terdapat di Kabupaten
Pangandaran menurut Kementerian Agama Kabupaten Pangandaran terdapat tiga
kelompok yaitu masjid, mushola dan gereja.
15

Tabel 3 Sarana Peribadatan di Kabupaten Pangandaran


No. Kecamatan Masjid Musholla Gereja
1. Cimerak 100 122 -
2. Cijulang 65 235 -
3. Cigugur 67 84 -
4. Langkaplancar 119 230 -
5. Parigi 99 177 -
6. Sidamulih 57 70 -
7. Pangandaran 84 137 3
8. Kalipucang 100 144 1
9. Padaherang 121 167 -
10. Mangunjaya 64 129 -
Jumlah 876 1.495 4
Sumber Badan Pusat Statistik 2018
Pendidikan di Kabupaten Pangandaran pada tahun 2019 tercatat sebanyak
485 sekolah yang terdiri dari tingkat SD, SMP, SMA dan SMK. Kecamatan
Sidamulih memiliki total Sekolah terendah dengan jumlah 26, sedangkan
Kecamatan Langkap Lancar memiliki jumlah sekolah terbanyak yaitu 72.
Tabel 4 Sarana Pendidikan di Kabupaten Pangandaran
No. Kecamatan SD SMP SMA SMK Total
1. Cimerak 44 11 3 3 61
2. Cijulang 23 5 1 3 32
3. Cigugur 24 7 1 3 35
4. Langkaplancar 52 14 3 3 72
5. Parigi 39 9 2 6 56
6. Sidamulih 20 4 1 1 26
7. Pangandaran 31 9 3 3 46
8. Kalipucang 35 8 2 5 50
9. Padaherang 50 14 4 3 71
10. Mangunjaya 26 5 3 2 36
Total 344 86 23 32 485
Sumber: Badan Pusat Statistik 2019
E. Kondisi Biotik
Kabupaten Pangandaran memanfaatkan kondisi biotik kawasan menjadi
Peternakan, Pertanian, Perikanan dan kelautan. Sektor peternakan mempunyai
potensi pada hewan sapi, kerbau, kuda, kambing, domba dan ayam. Sektor
pertanian berupa komoditi padi, jagung, ubi kayu, ubi jalar, kedelai, kacang tanah,
kacang hijau dan holtikultura. Sektor perikanan dan kelautan dipengaruhi oleh garis
pantai yang panjang dan lahan laut yang cukup luas, sehingga Kabupaten
Pangandaran memiliki kekayaan laut yang berlimpah. Masyarakat menggali potensi
perikanan berupa tambak ikan dan budidaya air tawar. Pangandaran juga terkenal
dengan pantai dan cagar alam yang memiliki kondisi biotik yang menarik mulai
dari fauna seperti monyet ekor panjang, lutung, kalong, banteng, rusa, kancil,
landak, biawak, cangehgar, cipeuw dan jogjog. Sedangkan untuk flora seperti laban,
kisegel, merong, pohon kondang dan pohon barringtonia.
16

F. Kondisi Kepariwisataan

1. Obyek Wisata
Kabupaten Pangandaran memiliki berbagai obyek wisata yang diminati oleh
turis mancanegara dan domestik. Kawasan yang memiliki banyak obyek dan jumlah
kunjungannya cukup tinggi memiliki beberapa fasilitas yang dapat mendukung
kegiatan wiasta seperti transportasi, penginapan, tempat makan dan toko penjual
oleh-oleh tersedia hampir di setiap obyek wisata. Terdapat lima obyek unggulan di
Pangandaran yaitu Pantai, Cukang Taneuh, Taman Wisata Alam, Cagar Alam dan
Desa Nelayan. Aktivitas wisata yang sering dilakukan adalah berenang, bermain di
pantai dan sungai. Kabupaten Pangandaran memiliki obyek wisata lain yang tidak
hanya berfokus pada laut dan pantai, sehingga banyak kegiatan wisata lain yang
bisa dilakukan.
2. Jumlah Pengunjung
Pangandaran mengalami masa puncak dengan kunjungan wisatawan lebih
dari 1 juta orang pertahun pada tahun 2000-an. Jumlah kunjungan wisatawan ke
Kabupaten Pangandaran sempat menurun pada tahun 2004 hingga tahun 2007
dikarenakan bencana tsunami yang menerjang sebagian kawasan Pangandaran.
Pemerintah membuat program Pariwisata Mendukung Keanekaragaman Hayati
pada tahun 2008 untuk membangkitan kembali pariwisata Pangandaran. Pariwisata
Pangandaran kembali dengan terus meningkatnya kunjungan wisatawan setiap
tahunnya, terhitung dari tahun 2017 sebanyak 2.058.453 orang hingga tahun 2018
sebanyak 2.789.905 orang dengan pemasukan PAD sektor wisata sebesar
Rp.13.949.525.000. Kegiatan wisata di Kabupaten Pangandaran didukung dengan
adanya sarana prasarana berupa penginapan, rumah makan dan transportasi yang
memadai.
Tabel 5 Jenis Hotel di Kabupaten Pangandaran pada Tahun 2016
Hotel Kamar Tempat Tidur Jumlah tamu
Jenis Hotel
(Unit) (Buah) (Buah) WNI WNA
Bintang 2 71 125 2.782 1.523
Non bintang
< 10 Kamar 90 563 734 66.585 2.531
10-24 Kamar 80 1.192 1.779 95.616 186
24-40 Kamar 21 632 1.014 58.278 553
41-100 Kamar 12 693 1.284 72.521 1.335
>100 Kamar 1 134 282 8.136 392
Jumlah 206 3.285 5.218 303.918 6.520
Sumber: Profil Daerah Kabupaten Pangandaran Tahun 2017

G. Aksesibilitas

Aksesibilitas menuju Kabupaten Pangandaran dapat ditempuh melalui jalur


darat dan udara. Perjalanan dengan jalur darat dapat ditempuh dengan kendaraan
pribadi atau angkutan umum seperti bus atau kereta. Namun jika ingin lebih cepat
dapat menggunakan menggunakan jalur udara dengan pesawat kecil. Kabupaten
Pangandaran sudah memiliki terminal dan bandara untuk memudahkan
aksesibilitas. Aksesibilitas dari kota-kota besar pada provinsi terdekat menuju
Kabupaten Pangandaran dapat dilalui dengan kendaraan pribadi atau umum.
17

Wisatawan yang berasal dari Jakarta dapat menggunakan pesawat dari


Bandar Udara Internasional Halim Perdanakusuma menuju Bandar Udara Cijulang
Nusawiru, atau kereta dari Stasiun Senen menuju Stasiun Banjar kemudian
dilanjutkan dengan angkutan umum Banjar Pangandaran. Alternatif lainnya adalah
menggunakan bus dari Terminal Kalideres menuju Terminal Pangandaran.
Wisatawan yang berasal dari Bandung dapat menggunakan pesawat dari Bandar
Udara Husein Sastranegara menuju Bandar Udara Cijulang Nusawiru, atau kereta
dari Stasiun Bandung menuju Stasiun Banjar kemudian dilanjutkan dengan
angkutan umum Banjar Pangandaran. Alternatif lainnya adalah menggunakan bus
dari Terminal Cicaheum menuju Terminal Pangandaran. Sedangkan untuk
wisatawan yang berasal dari Yogyakarta dapat menggunakan pesawat dari Bandar
Udara Adisucipto menuju Bandar Udara Cijulang Nusawiru, atau kereta dari
Stasiun Yogyakarta menuju Stasiun Banjar kemudian dilanjutkan dengan angkutan
umum Banjar Pangandaran. Alternatif lainnya adalah menggunakan bus dari
Terminal Yogyakarta menuju Terminal Pangandaran.
Tabel 6 Aksesibilitas Kendaraan
No. Daerah Asal Jenis Kendaraan Tujuan Biaya (Rp)
1. Jakarta Pesawat Pangandaran +Rp.566.500
2. Jakarta Kereta + Bus Banjar + Pangandaran +Rp.150.000
3. Jakarta Bus Pangandaran +Rp.100.000
4. Jakarta Mobil Pribadi Pangandaran -
5. Bandung Pesawat Pangandaran +Rp.421.500
6. Bandung Kereta + Bus Banjar + Pangandaran +Rp.100.000
7. Bandung Bus Pangandaran +Rp.65.000
8. Bandung Mobil Pribadi Pangandaran -
9. Yogyakarta Pesawat Pangandaran +Rp.362.000
10. Yogyakarta Kereta + Bus Banjar + Pangandaran +Rp.250.000
11. Yogyakarta Bus Pangandaran +Rp.100.000
12. Yogyakarta Mobil Pribadi Pangandaran -
18
19

IV. METODE TUGAS AKHIR

A. Waktu dan Tempat

Waktu pelaksanaan kegiatan pengambilan data berlangsung pada bulan


Februari hingga Mei 2020. Lokasi kegiatan dilakukan di seluruh kecamatan yang
terdapat di Kabupaten Pangandaran.
B. Alat dan Bahan
Alat yang digunakan dalam penyelesaian tugas akhir ini sangat membantu
selama proses pengambilan data. Bahan yang diperlukan merupakan data obyek
yang diamati. Alat dan bahan yang digunakan pada pelaksanaan tugas akhir ini
memiliki fungsi masing-masing.
Tabel 7 Alat dan bahan
No. Alat dan Bahan Fungsi
1. Alat
a. Buku Literatur Panduan kegiatan
b. Alat Tulis Mencatat data yang didapatkan
c. Kuesioner Mengetahui karakteristik pengelola, pengunjung, dan
masyarakat serta penilaian obyek
d. Tallysheet Panduan wawancara
e. Kamera Alat dokumentasi
f. Laptop Alat mengolah data
2. Bahan
a. Obyek Spiritual Mengetahui informasi mengenai obyek wisata spiritual
b. Masyarakat Mengetahui karakteristik, persepsi, kesiapan, dan penilaian
masyarakat terhadap obyek wisata spiritual
c. Pengelola Mengetahui karakteristik, persepsi, kesiapan, dan penilaian
pengelola terhadap obyek wisata spiritual
d. Pengunjung Mengetahui karakteristik, motivasi, preferensi, dan penilaian
pengunjung terhadap obyek wisata spiritual

C. Jenis Data
Jenis data yang dibutuhkan terdiri dari data sumberdaya, pengelola,
pengunjung, dan masyarakat. Setiap data diambil berdasarkan beberapa metode
yang telah ditentukan. Setiap metode berbeda tergantung pada jenis data yang
diambil.
Tabel 8 Jenis Data
No. Jenis Data Klasifikasi Metode
1. Sumberdaya a. Kepemilikan Observasi, Studi
ekowisata b. Lokasi Literatur, dan
spiritual c. Aktivitas Wawancara
d. Data Material (Bentuk, Bahan, Letak)
e. Data Immaterial (Sejarah, Filosofi, Nilai,
Pemanfaatan, Aturan)
2. Masyarakat Karakteristik, persepsi, penilaian, dan kesiapan Kuesioner dan
wawancara
3. Pengelola Karakteristik, persepsi, penilaian, dan kesiapan Kuesioner dan
wawancara
4. Pengunjung Karakteristik, motivasi, persepsi, penilaian, dan Kuesioner dan
preferensi wawancara
20

D. Metode Pengambilan Data

1. Data Sumberdaya Wisata Spiritual


Data sumberdaya meliputi nama, kepemilikan, lokasi, aktivitas, data material
dan immaterial. Data kepemilikan meliputi perizinan dan penjagaan obyek
spiritual. Data lokasi meliputi letak dan akses menuju kawasan yang terdiri dari alat
transportasi, jarak, dan waktu tempuh perjalanan. Data aktivitas meliputi kegiatan
dan fasilitas pendukung. Data material meliputi informasi obyek yang terlihat dan
memiliki bentuk berupa bentuk, bahan, dan letak. Data immaterial meliputi
informasi yang tidak terlihat seperti sejarah, filosofi, nilai, pemanfaatan, dan aturan.
Metode pengambilan data sumberdaya dilakukan dengan observasi, studi
literatur, dan wawancara (Gambar 3). Metode observasi dilakukan di lokasi dengan
mengidentifikasi dan menginventarisasi kawasan dengan alat bantu tallysheet untuk
mempermudah pengelolaan data. Informasi awal mengenai sumberdaya dilakukan
melalui studi literatur dari buku dan internet, kemudian dilanjutkan dengan
wawancara untuk memastikan dan mendapatkan informasi yang lebih rinci.

Observasi
(Identifikasi dan Inventarisasi)

Sumberdaya Spiritual Studi Literatur


(Buku dan Internet)

Wawancara
(Snowball Sampling)

Gambar 3 Metode Pengambilan Data Sumberdaya Spiritual


Teknik yang digunakan untuk menentukan narasumber adalah snowball
sampling dengan menggunakan beberapa daftar pertanyaan yang telah disusun
sebelumnya. Teknik snowball sampling adalah suatu metode pengambilan sampel
yang diperoleh melalui proses bergulir dari satu responden ke responden lainnya,
dengan memanfaatkan informan-informan kunci untuk mengantarkan peneliti pada
anggota kelompok atau orang yang memiliki informasi yang lebih lengkap
(Nurdiani 2014). Kontak awal akan membantu dalam mendapatkan responden lain
melalui rekomendasi. Teknik snowball sampling dianalogikan sebagai bola salju,
yang dimulai dengan bola salju kecil kemudian membesar karena ada penambahan
salju ketika digulingkan dalam hamparan salju. Peneliti mendapatkan data dari
beberapa responden dan berhenti ketika data yang didapatkan serupa dan tidak
mendapatkan informasi baru (Gambar 4).
21

Gambar 4 Gambaran teknik Snowball Sampling


Data sumberdaya yang telah terkumpul dari semua potensi wisata spiritual di
Kabupaten Pangandaran menjadi acuan dalam penilaian. Penilaian diberikan
terhadap obyek wisata spiritual yang diteliti menggunakan tujuh indikator penilaian
Avenzora (2008). Penilaian dilakukan oleh asesor yang mengetahui obyek-obyek
spiritual di Kabupaten Pangandaran melalui kuesioner. Langkah yang dilakukan
adalah menentukan obyek spiritual tertinggi menurut peneliti, kemudian dinilai
kembali oleh asesor hingga menghasilkan beberapa obyek dengan nilai terbesar.
2. Data Masyarakat
Data masyarakat meliputi karakteristik, persepsi, penilaian dan kesiapan.
Data karakteristik meliputi jenis kelamin, usia, pendidikan, pekerjaan dan
pendapatan. Data persepsi, penilaian dan kesiapan meliputi pendapat pribadi
masyarakat terhadap perencanaan ekowisata spiritual. Metode yang digunakan
adalah dengan wawancara dan menyebarkan kuesioner. Kuesioner yang digunakan
adalah kuesioner tertutup, yaitu daftar pertanyaan yang jawabannya telah
disediakan oleh peneliti. Cara ini dianggap efektif karena responden hanya
memberikan tanda centang (√) pada kolom yang disediakan. Responden yang
dipilih adalah masyarakat yang akan terlibat dalam perencanaan ekowisata spiritual
seperti pedagang, pengusaha dan tokoh masyarakat. Teknik yang digunakan adalah
Cluster Random Sampling berdasarkan jarak responden dengan obyek spiritual
(Lampiran 1). Teknik Cluster Random Sampling yaitu penentuan sampel
berdasarkan kelompok atau area tertentu untuk meneliti tentang suatu hal pada
bagian-bagian yang berbeda di dalam suatu instansi (Margono 2004).
3. Data Pengelola
Data pengelola meliputi karakteristik, persepsi, penilaian dan kesiapan. Data
karakteristik meliputi tempat tinggal, jenis kelamin, umur, status pernikahan,
pendidikan, pekerjaan, pendapatan, agama dan lama mengelola. Data persepsi,
penilaian dan kesiapan meliputi pendapat pribadi pengelola terhadap obyek wisata
yang dikelola. Metode yang digunakan adalah dengan wawancara dan
menyebarkan kuesioner dengan teknik accidental sampling. Kuesioner yang
digunakan adalah kuesioner tertutup, yaitu daftar pertanyaan yang jawabannya
telah disediakan oleh peneliti. Cara ini dianggap efektif karena responden hanya
memberikan tanda centang (√) pada kolom yang disediakan. Kuesioner dibagikan
kepada pengelola obyek wisata spiritual di Kabupaten Pangandaran. Data lainnya
adalah penilaian terhadap obyek menurut pengelola. Jumlah kuesioner yang
dibagikan disesuaikan dengan jumlah pengelola.
22

4. Data Pengunjung
Data pengunjung meliputi karakteristik, motivasi, persepsi, penilaian dan
preferensi. Data karakteristik meliputi jenis kelamin, usia, pendidikan, asal
kedatangan, pekerjaan, agama, lama kunjungan, jumlah kunjungan dan waktu
kunjungan. Data motivasi, persepsi, penilaian dan preferensi meliputi pendapat
pribadi pengunjung terhadap obyek wisata dan alasan untuk mengunjungi obyek.
Metode yang digunakan adalah dengan wawancara dan menyebarkan kuesioner.
Kuesioner yang digunakan adalah kuesioner tertutup, yaitu daftar pertanyaan yang
jawabannya telah disediakan oleh peneliti. Cara ini dianggap efektif karena
responden hanya memberikan tanda centang (√) pada kolom yang disediakan.
Teknik dalam pengambilan sampel responden adalah teknik accidental sampling.
Teknik ini berupa penentuan sampel tanpa sengaja (accidental), peneliti mengambil
sampel siapa saja yang ditemuinya pada saat itu dikarenakan sulit didapatkan
(Kriyantono 2012). Teknik ini dipilih karena jumlah responden yang terbatas
karena merupakan obyek wisata minat khusus.

E. Analisis Data

Analisis data menggunakan analisis deskriptif yang merupakan jenis


penelitian yang memberikan gambaran secara akurat. Analisis deskriptif dibagi
menjadi dua tahapan yaitu kualitatif dan kuantitatif (Wardiyanta 2006). Tahap
pertama analisis deskriptif kualitatif yaitu mendeskripsikan data yang didapatkan
secara menyeluruh. Tahap kedua analisis deskriptif kuantitatif yaitu mengolah data
dengan penilaian. Penilaian dilakukan menggunakan indikator berupa keunikan,
keindahan, kelangkaan, aksesibilitas, seasonalitas, sensitivitas dan fungsi sosial
dengan kriteria 1 sampai dengan 7 (Avenzora 2008). Hasil analisis disajikan
kedalam bentuk diagram, grafik atau bagan untuk mempermudah dalam memahami
informasi dan menjadi acuan dalam perencanaan dan promosi wisata.
23

V. HASIL DAN PEMBAHASAN

A. Penyebaran Sumberdaya Spiritual

Sumberdaya spiritual yang teridentifikasi di Kabupaten Pangandaran Provinsi


Jawa Barat sebanyak 10 obyek yang merupakan makam, situs peninggalan,
kepercayaan, dan aktivitas ritual. Sumberdaya spiritual di Kabupaten Pangandaran
umumnya merupakan peninggalan sejarah baik berwujud seperti petilasan dan
barang pusaka atau kepercayaan dari leluhurnya.

Gambar 5 Peta Penyebaran Sumberdaya Spiritual di Kabupaten Pangandaran


1. Gejala Alam
a. Situs Mangunjaya
Situs Mangunjaya terletak di Dusun Pasir Laja, Desa Mangunjaya,
Kecamatan Mangunjaya. Situs ini berada di atas dataran yang lebih tinggi dari
permukaan di sekitarnya, sehingga situs ini seperti berada di atas bukit kecil. Sisi
utara situs ini berbatasan dengan Jalan Mangunjaya, sisi selatan berbatasan dengan
jalan kampung, sisi barat berbatasan dengan bangunan bekas kantor kecamatan, dan
sisi timur berbatasan dengan jalan kampung dan masjid. Situs ini merupakan
peninggalan kerajaan Hindu klasik sekitar abad 5 sampai abad 12. Cerita turun
temurun mengenai Situs Mangunjaya menyatakan bahwa situs ini merupakan
peninggalan dari masa peralihan sangsakerta.
24

Gambar 6 Batu Yonni Situs Mangunjaya


Terdapat tiga situs yang saling berdekatan, yaitu Situs Pasirlaja, Situs Praya
Nagara, dan Situs Gondo Suwino. Situs Pasirlaja diduga merupakan bangunan
candi, karena ditemukan struktur bangunan batu yang disusun dari batu lokal yang
sebagian terkubur tanah. Batu yonni yang terletak di atas candi merupakan
perwujudan dari Dewa Siwa. Terdapat dua buah batu berbentuk bulat yang biasanya
dijadikan sebagai dudukan tiang penyangga atap sebagaimana ciri dari sebuah
candi. Kondisi Situs Praya Nagara dan Situs Gondo Suwino juga hampir sama
namun tidak terdapat yonni dan terletak ditengah perkebunan milik warga. Batu
prasasti terletak dibawah pohon yang diberi pagar.
Aktivitas yang biasa dilakukan di Situs Mangunjaya adalah penelitian dan
semedi. Aktivitas penelitian dilakukan oleh pemerintah yang ingin mengetahui
jenis batuan dan sejarah dari peninggalan kerajaan Hindu. Semedi dilakukan di
dekat batu karena dipercaya dapat mendatangkan suatu hal yang baik. Namun
kegiatan tersebut dilakukan secara tersembunyi sehingga pihak pengelola tidak
mengetahui. Kawasan situs selalu dibersihkan setiap bulan mulud pada hari senin
dan kamis kliwon untuk menghargai peninggalan zaman dahulu.

Keunikan 5.0

Kelangkaan 3.7

Keindahan 4.0

Seasonality 2.4

Sensitivitas 3.6

Aksesibilitas 4.7

Nilai Sosial 2.0

1 2 3 4 5 6 7
Indikator Penilaian

Keterangan: 1: Sangat Tidak Setuju, 2: Tidak Setuju, 3: Agak Tidak Setuju, 4: Biasa Saja, 5: Agak
Setuju, 6: Setuju, 7: Sangat Setuju
Gambar 7 Indikator Penilaian Situs Mangunjaya
25

Penilaian terhadap Situs Mangunjaya berdasarkan tujuh indikator penilaian


sangat bervariasi. Penilaian terhadap indikator keunikan mendapatkan nilai 5 yang
berarti setuju. Situs Mangunjaya dipercaya merupakan sebuah candi yang terkubur
di dalam tanah dan merupakan peninggalan dari kerajaan Hindu kuno. Kelangkaan
mendapatkan nilai 3.7 yang berarti biasa saja. Peninggalan batu dapat dijumpai
dibeberapa lokasi di Pangandaran, namun berbeda jika Situs Mangunjaya terbukti
sebagai candi. Keindahan mendapatkan nilai 4 yang berarti biasa saja. Kondisi
lingkungan di sekitar situs yang merupakan kebun masyarakat kurang memiliki
daya tarik. Seasonalitas mendapatkan nilai 2.4 yang berarti tidak setuju. Situs
Mangunjaya dapat dikunjungi setiap waktu, bahkan tidak terdapat penjagaan
khusus. Sensitivitas mendapatkan nilai 3.6 yang berarti biasa saja. Konstruksi situs
yang keras dan berat tidak akan mengalami perubahan yang sangat berarti, namun
lingkungan sekitarnya yang merupakan perkebunan akan terganggu dengan adanya
aktivitas kunjungan. Aksesibilitas mendapatkan nilai 4.7 yang berarti agak setuju.
Lokasi situs yang berada di sebelah jalan memudahkan untuk dikunjungi, namun
beberapa situs cukup sulit karena melewati beberapa kebun. Nilai sosial
mendapatkan nilai 2 yang berarti tidak setuju. Masyarakat tidak memiliki
keterkaitan dengan sejarah situs dan rendahnya kesadaran masyarakat terhadap
situs peninggalan.
b. Goa Donan
Goa Donan terletak di dekat Jalan Raya Banjar - Pangandaran, tepatnya di
Desa Tunggilis, Kecamatan Kalipucang. Akses menuju goa sangat mudah karena
dari jalan raya pengunjung dapat langsung memasuki gerbang dan lubang goa dapat
terlihat setelah berjalan sekitar 10 meter. Luas kawasan goa sekitar 2,5 hektare
dengan kedalaman goa diperkirakan mencapai 600 meter yang dibagi menjadi
empat ruangan. . Masyarakat memanfaatkan goa sebagai tempat wisata dengan tarif
Rp10.000 setiap orangnya. Goa Donan memiliki keterkaitan dengan salah satu
sejarah penyebaran Agama Islam di Pangandaran Tokoh penyebaran Agama Islam
yang terkait dengan Goa Donan adalah Kiai Banjar yang merupakan penduduk asli
dan Adipati Raden Ronggo Segoro yang berasal dari Cilacap.

Gambar 8 Mulut Goa Donan


26

Gambar 9 Makam Adipati Raden Ronggo Segoro dan keturunan


Adipati Raden Ronggo Segoro sendiri memiliki misi penyebaran Agama
Islam dengan melakukan pengembaraan dari satu daerah ke daerah lain. Hubungan
antara kedua tokoh dan pengikutnya terjalin dengan baik, hingga Kiai Banjar
kehilangan salah satu benda pusakanya dan curiga kepada pengikut Adipati Raden
Ronggo Segoro. Goa ini menjadi tempat untuk menyelesaikan masalah antara Kiai
Banjar dengan Adipati Raden Ronggo Segoro melalui sayembara adu kanuragan
dengan saling meminum air putih yang sudah dibacakan do’a secara bergantian.
Sayembara dimenangkan oleh Kiai Banjar karena dari perut Adipati Raden Ronggo
Segoro keluar sebuah pusaka keris yang dicuri oleh salah satu pengikutnya.
Permasalahan antara kedua tokoh penyebar Agama Islam ini berakhir dengan
damai, setelah beberapa tahun sekitar abad 14 Adipati Raden Ronggo Segoro wafat
dan dimakamkan bersama keturunannya di sekitar Goa Donan. Goa Donan juga
menjadi markas dan penyimpannan amunisi tentara Belanda pada masa penjajahan
dan tempat pengungsian.
Aktivitas yang dilakukan pengunjung di Goa Donan adalah ziarah, semedi,
dan penelitian. Ziarah biasa dilakukan oleh para pengikut Adipati Raden Ronggo
Segoro yang mayoritas berasal dari Cilacap, para peziarah tidak perlu memasuki
goa untuk menuju makam karena berada di depan mulut goa kedua. Semedi
dilakukan di dalam goa dengan didampingi juru kunci ketika memasuki goa,
aktivitas ini dipercaya dapat memberikan jalan keluar dari permasalahan yang
sedang dihadapi. Setelah semedi pengunjung akan melakukan bersih-bersih di
kolam dalam goa. Aktivitas penelitian dilakukan oleh pengunjung yang ingin
mengetahui jenis batuan dan sejarah goa.
27

Keunikan 5.3

Kelangkaan 3.1

Keindahan 5.3

Seasonality 2.7

Sensitivitas 4.2

Aksesibilitas 6.0

Nilai Sosial 4.0

1 2 3 4 5 6 7
Indikator Penilaian

Keterangan: 1: Sangat Tidak Setuju, 2: Tidak Setuju, 3: Agak Tidak Setuju, 4: Biasa Saja, 5: Agak
Setuju, 6: Setuju, 7: Sangat Setuju
Gambar 10 Indikator Penilaian Goa Donan
Penilaian terhadap Goa Donan berdasarkan tujuh indikator penilaian sangat
bervariasi. Penilaian terhadap indikator keunikan mendapatkan nilai 5.3 yang
berarti agak setuju. Keunikan obyek ini terletak pada ukuran ruangan di dalam goa
yang besar dipercaya menjadi tempat berkumpul pada jaman dahulu. Kelangkaan
mendapatkan nilai 3.1 yang berarti agak tidak setuju. Obyek ini merupakan salah
satu goa yang terdapat di Kecamatan Kalipucang. Keindahan mendapatkan nilai 5.3
yang berarti agak setuju. Keindahan obyek ini terletak pada bentuk goa yang
memiliki ruangan-ruangan yang luas serta sejarahnya. Seasonalitas mendapatkan
nilai 2.7 yang berarti agak tidak setuju. Obyek ini dapat dikunjungi setiap waktu.
Sensitivitas mendapatkan nilai 4.2 yang berarti biasa saja. Kurangnya pengunjung
menyebabkan pengelola belum terfokus pada keamanan sumberdaya dan
pengunjung. Aksesibilitas mendapatkan nilai 6 yang berarti setuju. Goa Donan
berada tepat disamping jalan raya sehingga sangat mudah untuk dikunjungi. Nilai
Sosial mendapatkan nilai 4 yang berarti biasa saja. Obyek ini sudah tidak menjadi
sumber elemen utama ekonomi masyarakat dikarenakan rendahnya angka
kunjungan.
c. Situs Kandang Munding
Situs Kandang Munding terletak di Bagolo Kolot, Desa Bagolo, Kecamatan
Kalipucang. Akses menuju situs cukup mudah karena terletak di bukit dekat jalan
perkampungan Pantai Karapyak dan dilanjutkan dengan berjalan kaki sekitar 30
meter. Luas situs sekitar setengah hektare dengan lima batu besar yang berdekatan
sehingga membentuk lorong, tebing batuan ditumbuhi akar pohon dan tanaman
rambat. Situs Kandang Munding tidak memiliki perlakuan khusus dari masyarakat,
namun dipercaya bahwa situs ini berkaitan dengan hilangnya kerbau yang
dipelihara oleh masyarakat.
28

Gambar 11 Batu Situs Kandang Munding


Masyarakat Desa Bagolo tidak memelihara kerbau selama puluhan tahun.
Kerbau yang dipelihara selalu menghilang secara misterius, karena tidak ditemukan
bukti dicuri atau mati. Masyarakat mempercayai bahwa situs batuan ini merupakan
kandang siluman kerbau. Cerita yang tersebar yaitu pada zaman dahulu di Desa
Bagolo sering dijumpai kawanan kerbau, setelah diikuti kawanan tersebut
menghilang di Situs Kandang Munding. Masyarakat zaman dahulu memanfaatkan
Situs Kandang Munding untuk meminta kemudahan dalam hal perkebunan, namun
sekelompok orang menyalahgunakannya dan digunakan untuk hal yang kurang
baik. Pada tahun 1990-an kasus yang terjadi berbeda, kerbau yang dipelihara tidak
menghilang namun mati tanpa sebab yang jelas. Cerita tersebut tetap dipercaya
masyarakat sehingga tidak ada yang berani memelihara kerbau hingga saat ini.
Aktivitas yang dilakukan di Situs Kandang Munding adalah Semedi. Semedi
dilakukan oleh sebagian orang yang mempercayai akan mendapatkan jawaban dari
permasalahannya, salah satunya adalah untuk mencari nomor kupon undian. Juru
Kunci hanya mengantarkan ke lokasi dan orang yang bersemedi harus berpuasa
kemudian berlamam di situs.

Keunikan 5.3

Kelangkaan 3.6
Keindahan 5.1

Seasonality 2.6

Sensitivitas 3.2

Aksesibilitas 5.0

Nilai Sosial 4.3

1 2 3 4 5 6 7
Indikator Penilaian

Keterangan: 1: Sangat Tidak Setuju, 2: Tidak Setuju, 3: Agak Tidak Setuju, 4: Biasa Saja, 5: Agak
Setuju, 6: Setuju, 7: Sangat Setuju
Gambar 12 Indikator Penilaian Situs Kandang Munding
29

Penilaian terhadap Situs Kandang Munding berdasarkan tujuh indikator


penilaian sangat bervariasi. Penilaian terhadap indikator keunikan mendapatkan
nilai 5.3 yang berarti agak setuju, karena batuan besar yang membentuk lorong
terlihat alami. Kelangkaan mendapatkan nilai 3.6 yang berarti biasa saja, karena
batuan besar di Pangandaran sudah cukup banyak. Keindahan mendapatkan nilai
5.1 yang berarti agak setuju, karena batuan besar yang diselimuti tumbuhan sangat
alami namun menjadi tidak terawat. Seasonalitas mendapatkan nilai 2.6 yang
berarti agak tidak setuju, karena dapat dikunjungi setiap waktu. Sensitivitas
mendapatkan nilai 3.2 yang berarti agak tidak setuju, karena lokasinya yang berada
di dekat perkebunan warga ditakutkan akan merusak tanaman disekitarnya.
Aksesibilitas mendapatkan nilai 5 yang berarti agak setuju, karena dekat dengan
jalan namun tidak ada angkutan umum untuk menuju situs. Nilai Sosial
mendapatkan nilai 4.3 yang berarti biasa saja, karena masyarakat sudah tidak terlalu
khawatir dengan cerita yang berlaku meski tetap mempercayainya. Masyarakat
dapat menggantikan kerbau dengan traktor untuk membajak sawah dan sapi sebagai
hewan ternak.
d. Cikabuyutan
Cikabuyutan atau tujuh mata air berada di dalam kawasan wisata Pantai
Karang Nini, lebih tepatnya di Desa Emplak, Kecamatan Kalipucang. Cikabuyutan
merupakan tempat beristirahatnya Embah Anggasinga Wencana dari perjalanannya
menuju Batavia untuk melawan penjajah pada masa VOC. Embah Anggasinga
Wencana diberi tugas oleh Sultan Agung Mataram untuk mencari bantuan di Jawa
Barat dengan tujuan akhir di Batavia. Embah Anggasinga Wencana bertemu dengan
Embah Sanghiang Permanasukma di Jawa Barat dan Embah Sunan Wali Kutub dari
Cirebon. Perbekalan Embah Anggasinga Wencana dan rombongan dirampas oleh
VOC pada tahun 1629 dalam perjalanannya menuju Batavia, sehingga Cikabuyutan
dan sekitarnya menjadi tempat beristirahat dan bermukim. Lokasi peristirahatan
rombongan Embah Anggasinga Wencana dikeramatkan oleh masyarakat untuk
mengenang kejadian tersebut dan diberi nama Keramat 1 yang terdapat sumber
mata air. Keramat 1 berada di dekat rumah Juru Kunci dan dapat diakses
menggunakan mobil. Lokasi ini memiliki kolam yang merupakan sumber mata air,
peziarah biasanya membersihkan diri menggunakan air ini setelah melakukan
semedi. Fasilitas lain yang disediakan di lokasi ini yaitu toilet dan musholla.

Gambar 13 Tempat bersemedi Cikabuyutan


30

Cikabuyutan memiliki beberapa lokasi lain sebagai peninggalan serta


dikeramatkan, yaitu Keramat 2 tempat bersemedi yang terletak di dalam hutan, Goa
Gede, Goa Panjang yang pada zaman dulu merupakan gudang peralatan perang,
Goa Pondok yang merupakan penjara, dan Goa Parat yang dipercaya sebagai
kandang dari kuda sembrani. Meski lokasi-lokasi tersebut berjauhan, hubungan dan
sejarah dari masing-masing lokasi tetap berkaitan. Aktivitas yang dilakukan di
beberapa lokasi tersebut adalah semedi dan mandi. Semedi dilakukan di bawah
pohon dekat dengan kolam sumber mata air, aktivitas ini dipercaya dapat
memberikan jalan keluar dari permasalahan yang sedang dihadapi melalui perantara
tempat keramat. Mandi menggunakan air dari sumber air ini sebagai wujud dari
pembersihan diri.

Keunikan 4.4

Kelangkaan 3.4

Keindahan 4.9

Seasonality 2.7

Sensitivitas 3.7

Aksesibilitas 4.6

Nilai Sosial 4.6

1 2 3 4 5 6 7
Indikator Penilaian

Keterangan: 1: Sangat Tidak Setuju, 2: Tidak Setuju, 3: Agak Tidak Setuju, 4: Biasa Saja, 5: Agak
Setuju, 6: Setuju, 7: Sangat Setuju
Gambar 14 Indikator Penilaian Cikabuyutan
Penilaian terhadap Cikabuyutan berdasarkan tujuh indikator penilaian sangat
bervariasi. Penilaian terhadap indikator keunikan mendapatkan nilai 4.4 yang
berarti biasa saja, bentuk petilasan atau tempat peninggalan tidak terlalu berbeda
dengan hal serupa lainnya hanya cerita yang menjadi nilai lebihnya. Kelangkaan
mendapatkan nilai 3.4 yang berarti agak tidak setuju, karena dapat dijumpai di
lokasi lain hanya dengan cerita yang berbeda. Keindahan mendapatkan nilai 4.9
yang berarti agak setuju, karena berada di dekat pantai yang merupakan obyek
wisata sehingga memiliki pemandangan yang indah. Seasonalitas mendapatkan
nilai 2.7 yang berarti agak tidak setuju, karena obyek ini dapat dikunjungi setiap
waktu. Sensitivitas mendapatkan nilai 3.7 yang berarti biasa saja, karena kegiatan
yang dilakukan tidak terlalu mengganggu obyek dan hal lain disekitarnnya.
Aksesibilitas mendapatkan nilai 4.6 yang berarti agak setuju, karena dapat di akses
menggunakan mobil namun memiliki kondisi jalan yang rusak dan tidak ada
kendaraan umum untuk menuju lokasi. Nilai Sosial mendapatkan nilai 4.6 yang
berarti agak setuju, karena masyarakat tidak terlalu berfokus pada obyek
spiritualnya melainkan pada obyek alamnya.
31

e. Cijumbleng
Cijumbleng berada di Desa Cikalong, Kecamatan Sidamulih. Cijumbleng
merupakan sumber mata air yang berasal dari sungai bawah tanah yang juga sering
disebut Dolina. Mata air ini pada awalnya berukuran kecil, namun masyarakat
menggali dan memperluas ukuran lubang untuk mengairi pesawahan. Masyarakat
mempercayai bahwa Cijumbleng tidak akan mengalami kekeringan, karena terbukti
ketika mata air ini mampu mengairi pesawahan lebih dari 50 hektar. Cijumbleng
juga dihuni oleh berbagai jenis ikan, sehingga beberapa masyarakat sering 29
menangkapnya. Penangkapan ikan yang terlalu banyak membuat kekhawatiran
terhadap ekosistem mata air, sehingga beredar cerita bahwa Cijumbleng dihuni oleh
ikan berukuran besar yang menjaga tempat tersebut untuk menghindari
penangkapan ikan. Namun saat ini di sekitaran Cijumbleng telah dipenuhi oleh
aktivitas manusia seperti perkebunan dan pemukiman. Banyaknya aktivitas di
sekitar Cijumbleng menyebabkan masyarakat membuat jalan setapak untuk
mempermudah akses, dan pada tahun 2001 jalan setapak tersebut diperbaiki agar
lebih menunjang kegiatan. Akses yang mudah menyebabkan masyarakat tidak
hanya memanfaatkan Cijumbleng sebagai sumber mata air, masyarakat juga
menjadikan Cijumbleng sebagai tempat wisata. Masyarakat melihat peluang
dengan keindahan mata air yang jernih dapat menarik minat wisatawan. Masyarakat
mulai membersihkan lahan dan menyediakan fasilitas seperti tempat duduk dan
saung untuk pengunjung, serta menawarkan paket wisata untuk menikmati budaya
di lokasi Cijumbleng.

Gambar 15 Dolina (Mata Air)


32

Gambar 16 Fasilitas di Cijumbleng


Aktivitas yang dilakukan pengunjung di Cijumbleng adalah bersantai.
Bersantai biasa dilakukan karena suasana yang sejuk, suara angin dan pemandangan
sawah yang luas dapat menenangkan jiwa. Kondisi yang menenangkan akan
membuat pikiran lebih sehat sehingga memungkinkan untuk meningkatkan daya
pikir. Aktivitas ini hampir sama dengan yoga namun tanpa ada gerakan tubuh
tertentu. Aktivitas lain juga dilakukan pada hari-hari tertentu untuk mengadakan
pertunjukan atau syukuran.

Keunikan 5.3

Kelangkaan 5.0
Keindahan 5.4

Seasonality 2.9

Sensitivitas 4.3

Aksesibilitas 4.7

Nilai Sosial 5.0

1 2 3 4 5 6 7
Indikator Penilaian

Keterangan: 1: Sangat Tidak Setuju, 2: Tidak Setuju, 3: Agak Tidak Setuju, 4: Biasa Saja, 5: Agak
Setuju, 6: Setuju, 7: Sangat Setuju
Gambar 17 Indikator Penilaian Cijumbleng
Penilaian terhadap Cijumbleng berdasarkan tujuh indikator penilaian sangat
bervariasi. Penilaian terhadap indikator keunikan mendapatkan nilai 5.3 yang
berarti agak setuju. Keunikan obyek ini terletak pada ukuran dan volume mata air
yang sangat besar, air yang keluar mampu mengairi persawahan ketika musim
kemarau sehingga masyarakat tidak pernah kekurangan air. Kelangkaan
mendapatkan nilai 5 yang berarti agak setuju. Sumber mata air yang berasal dari
sungai bawah tanah dan memiliki ukuran yang cukup besar sangat jarang ditemui.
Keindahan mendapatkan nilai 5.4 yang berarti agak setuju. Keindahan obyek ini
33

terletak pada warna air yang hijau pada air dan lingkungannya yang didominasi oleh
tanaman hijau. Seasonalitas mendapatkan nilai 2.9 yang berarti agak tidak setuju.
Cijumbleng dapat dikunjungi setiap waktu kecuali ketika hujan, karena kondisi air
menjadi keruh sehingga mengurangi keindahan. Fasilitas yang tersedia di
Cijumbleng juga belum memadai ketika terjadi hujan, seperti kurangnya gazebo
dan jalan yang licin. Sensitivitas mendapatkan nilai 4.3 yang berarti biasa saja.
Aktivitas yang dilakukan tidak terjadi kontak fisik dengan sumberdaya. Pengunjung
dilarang untuk berenang di sumber mata air, selain kedalamannya yang belum
diketahui masyarakat sepenuhnya tetap memanfaatkan air dari Cijumbleng.
Aksesibilitas mendapatkan nilai 4.7 yang berarti agak setuju. Cijumbleng dapat
diakses dengan mudah karena kondisi jalan yang baik, namun tidak ada kendaraan
umum dan tempat parkir yang dekat dengan Cijumbleng. Nilai Sosial mendapatkan
nilai 5 yang berarti agak setuju. Cijumbleng bukan sumberdaya utama pada tradisi
masyarakat, namun tradisi masyarakat yang berkaitan dengan padi dan hasil tani
lainnya tentu membutuhkan air terutama dari Cijumbleng.
2. Kebudayaan
a. Makam Gedeng Mataram
Makam Gedeng Mataram berada di Desa Paledah, Kecamatan Padaherang.
Makam Gedeng Mataram memiliki sejarah yang berkaitan dengan Eyang Jaga Pati
yang merupakan saudara dari Eyang Jaga Resmi. Eyang Jaga Pati atau adik dari
Jaga Resmi. Gedeng Mataram adalah salah satu utusan kerajaan mataram yang
ditugaskan untuk membawa seorang putri dari Kerajaan Pajajaran, namun tidak
berhasil dituntaskan dan memilih menetap di Gunung Bojogede. Eyang Jaga Pati
merupakan seorang tokoh yang diperintahkan untuk membantu menjaga Gunung
Bojogede dari penjajah Belanda.
Makam Gedeng Mataram terletak menyendiri di bukit yang tidak jauh dari
pemukiman warga dan pemakaman umum yang memiliki luas sekitar 1 hektare.
Makam tersebut diberi pagar dan kanopi demi keselamatan karena setiap sisi
makam merupakan jurang. Makam Eyang Jaga Pati bersamaan dengan pemakaman
umum, namun ditempatkan di dataran yang lebih tinggi. Makam tersebut berada
disebuah bangunan seperti gazebo. Makam-makam tersebut diberikan kanopi pada
tahun 2019 agar para peziarah tidak terkena hujan atau panas. Makam Gedeng
Mataram hanya berjarak 500 meter dengan Makam Jaga Pati.

Gambar 18 Gedeng Mataram


34

Gambar 19 Makam Eyang Jaga Pati


Aktivitas yang dilakukan pengunjung di Cijumbleng adalah bersantai.
Bersantai biasa dilakukan karena suasana yang sejuk, suara angin dan pemandangan
sawah yang luas dapat menenangkan jiwa. Kondisi yang menenangkan akan
membuat pikiran lebih sehat sehingga memungkinkan untuk meningkatkan daya
pikir. Aktivitas ini hampir sama dengan yoga namun tanpa ada gerakan tubuh
tertentu. Aktivitas lain juga dilakukan pada hari-hari tertentu untuk mengadakan
pertunjukan atau syukuran.

Keunikan 4.1

Kelangkaan 3.7
Keindahan 4.3

Seasonality 2.7
Sensitivitas 4.0

Aksesibilitas 5.0

Nilai Sosial 4.7

1 2 3 4 5 6 7
Indikator Penilaian

Keterangan: 1: Sangat Tidak Setuju, 2: Tidak Setuju, 3: Agak Tidak Setuju, 4: Biasa Saja, 5: Agak
Setuju, 6: Setuju, 7: Sangat Setuju
Gambar 20 Indikator Penilaian Makam Gedeng Mataram
Penilaian terhadap Makam Gedeng Mataram berdasarkan tujuh indikator
penilaian sangat bervariasi. Penilaian terhadap indikator keunikan mendapatkan
nilai 4.1 yang berarti biasa saja. Bentuk dan ukuran makam seperti makam pada
umumnya, namun yang membedakan adalah adanya bangunan yang menutupi
makam tersebut. Kelangkaan mendapatkan nilai 3.7 yang berarti biasa saja. Makam
seorang tokoh pahlawan dapat ditemui di beberapa tempat, namun Makam Gedeng
Mataram tetap dihormati dan termasuk ke dalam budaya masyarakat. Keindahan
mendapatkan nilai 4.3 yang berarti biasa. Bentuk dan warna dari makam seperti
35

makam disekitarnya, keindahan didapatkan dari pemandangan yang dapat dilihat


dari makam karena berada di atas bukit. Seasonalitas mendapatkan nilai 2.7 yang
berarti agak tidak setuju. Makam dapat dikunjungi setiap waktu dengan izin dari
juru kunci terlebih dahulu. Sensitivitas mendapatkan nilai 4 yang berarti biasa saja.
Kegiatan berziarah tidak akan berdampak terlalu besar terhadap obyek atau hal lain
disekitarnya, karena sedikitnya gerak tubuh dan peziarah yang datang. Kegiatan
yang dilakukan ketika do’a bersama juga lebih banyak dilakukan di lapangan.
Aksesibilitas mendapatkan nilai 5 yang berarti agak setuju. Jalan menuju makam
sudah cukup baik meski berada di atas bukit. Nilai Sosial mendapatkan nilai 4.7
yang berarti agak setuju. Masyarakat tetap menghormati dan melakukan do’a
bersama yang rutin diadakan setiap tahun.
b. Makam Eyang Jaga Resmi
Makam Eyang Jaga Resmi berada di Desa Pamotan, Kecamatan Kalipucang.
Makam Eyang Jaga Resmi memiliki sejarah yang berkaitan dengan Kerajaan
Mataram dan penyebaran Agama Islam. Eyang Jaga Resmi yang bernama asli
Bagus Sutapura merupakan utusan Sultan Agung dari Mataram untuk menangkap
Dipati Ukur yang tidak kembali setelah gagal menyerang Batavia. Imbalan yang
dijanjikan berupa Gelar Sultan di daerah Galuh dan menikahi Putri Nawang Wulan.
Bagus Sutapura berhasil menangkap Dipati Ukur dan diserahkan ke hadapan Sultan
Agung untuk mendapatkan hukuman. Bagus Sutapura menolak imbalan untuk
menjadi Sultan karena tidak gila jabatan dan menikahi Purti Nawang Wulan.
Bagus Sutapura mendapatkan kabar bahwa di daerah Pangandaran terdapat
orang sakti bernama Eyang Pamotan, sehingga beliau ingin mendalami
kesaktiannya sekaligus menyebarkan Agama Islam di Pamotan. Syarat yang harus
dilakukan sebagai seorang muslim laki-laki adalah dikhitan dan Eyang Pamotan
pada saat itu belum dikhitan. Eyang Pamotan seketika menghilang sebelum dikhitan
tetapi dipercaya tidak meninggal. Bagus Natapura semakin gencar menyebarkan
Agama Islam di Pamotan dan mendapat sebutan Eyang Jaga Resmi, serta menikahi
putri Eyang Pamotan yang bernama putri Andan Sari. Peninggalan Eyang Jaga
Resmi hanya berupa makam.

Gambar 21 Makam Eyang Jaga Resmi


36

Gambar 22 Sumur di Makam Eyang Mangkoyok


Makam Eyang Jaga Resmi berada di bukit yang terletak tidak jauh dari
pemukiman warga. Terdapat lima makam yang berbeda lokasi dan dipercaya
memiliki kaitan dengan sejarah penyebaran Agama Islam. Makam yang berada di
bukit merupakan makam Eyang Jaga Resmi, satu keturuannnya, dan satu
pengikutnya. Makam yang berada di dekat lapang Desa Pamotan dipercaya sebagai
tempat hilangnya Eyang Pamotan. Makam yang berada di dekat persawahan
dipercaya sebagai Eyang Mangkoyok orang tua dari Eyang Pamotan dan terdapat
sumur didekatnya. Sumur tersebut dipercaya dapat menyembuhkan berbagai
penyakit. Semua makam tersebut tersusun dari batu dengan ukuran yang berbeda-
beda.
Aktivitas yang dilakukan di Makam Eyang Jaga Resmi adalah ziarah, semedi
dan mandi. Ziarah biasa dilakukan oleh para pengikut dan keluarga Eyang Jaga
Resmi dan juga Eyang Pamotan. Semedi dilakukan di dekat makam dengan arahan
dari juru kunci ketika menuju makam, aktivitas ini dipercaya dapat memberikan
jalan keluar dari permasalahan yang sedang dihadapi melalui perantara ziarah ke
makam. Mandi atau mengambil air di sumur yang terletak di dekat makam Eyang
Mangkoyok dipercaya dapat memberikan kesembuhan dari penyakit yang diderita.
Kondisi sumur sudah mengalami perubahan dengan menyediakan pancuran agar
peziarah tidak terlalu dekat dengan lubang sumur.

Keunikan 4.1

Kelangkaan 4.1

Keindahan 4.4
Seasonality 3.1

Sensitivitas 5.2
Aksesibilitas 5.0

Nilai Sosial 4.7

1 2 3 4 5 6 7
Indikator Penilaian

Keterangan: 1: Sangat Tidak Setuju, 2: Tidak Setuju, 3: Agak Tidak Setuju, 4: Biasa Saja, 5: Agak
Setuju, 6: Setuju, 7: Sangat Setuju
Gambar 23 Indikator Penilaian Makam Eyang Jaga Resmi
37

Penilaian terhadap Makam Eyang Jaga Resmi berdasarkan tujuh indikator


penilaian sangat bervariasi. Penilaian terhadap indikator keunikan mendapatkan
nilai 4.1 yang berarti biasa saja, bentuk makam sama seperti makam pada
umumnya. Kelangkaan mendapatkan nilai 4.1 yang berarti biasa saja, karena setiap
tempat memiliki tokoh yang dihormati dalam perkembangan wilayahnya.
Keindahan mendapatkan nilai 4.4 yang berarti biasa saja, karena tidak terdapat
bentuk yang unik dan pemandangan yang terlihat kurang menarik. Seasonalitas
mendapatkan nilai 3.1 yang berarti agak tidak setuju, karena obyek ini dapat
dikunjungi setiap waktu meski terdapat waktu tertentu yang baik untuk berziarah
yaitu Bulan Mulud. Sensitivitas mendapatkan nilai 5.2 yang berarti agak setuju,
karena untuk menjaga makam sudah diberikan batas dari tumbuhan sehingga tidak
terinjak. Aksesibilitas mendapatkan nilai 5 yang berarti agak setuju, karena akses
menuju makam mudah yaitu berupa jalur setapak yang dilapisi paving block, namun
ketika hujan jalan menjadi licin dan potensi adanya kendaraan roda dua menuju
makam akan mengganggu. Nilai Sosial mendapatkan nilai 4.7 yang berarti agak
setuju. Sebagian masyarakat tetap melakukan do’a bersama terutama keturunannya
untuk saling menjaga silaturahmi.
c. Makam Dalem Dongkol
Makam Dalem Dongkol berada di Desa Cikalong, Kecamatan Sidamulih.
Akses menuju makam cukup curam karena melewati lembah kecil sejauh 50 meter,
dari jalan raya sedikit menurun dan menanjak ketika dekat makam dengan jalan
tangga berbatu. Luas kawasan makam sekitar 50 meter persegi dengan bangunan
permanen. Makam Dalem Dongkol merupakan makam dari pemimpin pertama
Desa Cikalong bernama Eyang Pradjawidjajadiningrat yang lebih dikenal sebagai
Eyang Dongkol. Enyang Dongkol merupakan keturunan dari Kerajaan Mataram
Jawa Tengah yang sedang berperang melawan Hindia Belanda bersama Pangeran
Diponegoro pada tahun 1825 – 1830. Eyang Dongkol mengabil alih kepemimpinan
pasukan karena Pangeran Diponegoro telah diculik oleh Belanda, sehingga
memutuskan mencari tempat dan menetap untuk menyusun strategi. Eyang
Dongkol diangkat menjadi ketua atau pemangku adat oleh para pengikutnya,
kepeminpinan diteruskan secara garis keturuanan karena pada saat itu belum
mengenal pemilihan bersama. Eyang Dongkol dimakamkan bersama istri bernama
Ambu Saraswati.

Gambar 24 Makam Eyang Dongkol dan istri


38

Desa Cikalong merupakan desa pertama yang menerapkan sistem


pemerintahan sejak abad 18, serta mewarisi perhitungan Aboge yang merupakan
perhitungan kalender Islam untuk penentuan hari baik khususnya tentang pertanian.
Perhitungan tersebut menjadikan Desa Cikalong terkenal dengan hasil taninya yang
melimpah dan budayanya yang kuat hingga saat ini. Keturunan Eyang Dongkol
membukukan sejarah dan silsilah keluarga sebagai bentuk penghormatan dan
pengingat kekerabatan antar keturunannya. Selain kebudayaan yang kuat,
kekerabatan antar masyarakat terasa sangat dekat karena berada pada satu garis
keturunan dari Eyang Dongkol.
Aktivitas yang dilakukan di Makam Dalem Dongkol adalah ziarah. Ziarah
biasa dilakukan oleh para pengikut dan keluarga Eyang Dongkol. Kegiatan ini
dilakukan satu kali dalam satu minggu, namun pada waktu tertentu makam
dibersihkan sebelum melakukan ziarah dan do’a bersama. Waktu tersebut adalah
selasa kliwon bulan mulud dan jum’at kliwon bulan haji yang merupakan hari
peringatan wafatnya Eyang Dongkol dan istrinya.

Keunikan 4.6
Kelangkaan 3.0
Keindahan 5.0
Seasonality 4.1
Sensitivitas 4.2
Aksesibilitas 4.7
Nilai Sosial 5.3
1 2 3 4 5 6 7
Indikator Penilaian

Keterangan: 1: Sangat Tidak Setuju, 2: Tidak Setuju, 3: Agak Tidak Setuju, 4: Biasa Saja, 5: Agak
Setuju, 6: Setuju, 7: Sangat Setuju
Gambar 25 Indikator Penilaian Makam Dalem Dongkol
Penilaian terhadap Makam Dalem Dongkol berdasarkan tujuh indikator
penilaian sangat bervariasi. Penilaian terhadap indikator keunikan mendapatkan
nilai 4.6 yang berarti agak setuju. Makam tersebut memilikisejarah budaya yang
tetap dijalankan jarang ditemui pada makam keramat lainnya. Kelangkaan
mendapatkan nilai 3 yang berarti agak tidak setuju, karena setiap tempat memiliki
tokoh dalam perkembangan wilayahnya namun sedikit yang terus dikenal dan
dihormati oleh masyarakatnya. Keindahan mendapatkan nilai 5 yang berarti setuju,
karena ukuran bangunan yang besar dan berwarna putih memberikan kesan megah.
Seasonalitas mendapatkan nilai 4.1 yang berarti biasa saja, karena makam dapat
dikunjungi setiap saat namun kegiatan berziarah dilakukan setiap minggu.
Sensitivitas mendapatkan nilai 4.2 yang berarti biasa saja, karena perawatan yang
rutin dan bangunan yang kuat serta lingkungan yang mendukung membuat obyek
tidak rentang terhadap sesuatu kecuali bencana alam. Aksesibilitas mendapatkan
nilai 4.7 yang berarti agak setuju, karena akses menuju makam mudah, namun tidak
terdapat tempat parkir yang luas dan tidak terdapat kendaraan umum menuju desa.
Nilai Sosial mendapatkan nilai 5.3 yang berarti agak setuju. Masyarakat tetap
menjalankan budaya yang ditinggalkan Eyang Dongkol yaitu sistem pemerintahan
dan pertania sehingga kondisi desa cukup makmur.
39

d. Makam Munggang Gandu


Makam Munggang Gandu berada di Desa Cikalong, Kecamatan Sidamulih.
Makam Munggang Gandu merupakan makam dari tokoh perjuangan pada tahun
1660 bernama Mbah Asep yang bergelar Syeh Komarudin Pancen Tengah Selapain.
Beliau bersama masyarakat pada masanya menjaga lingkungan Cikalong dan
Cikembulan yang pada saat itu bernama Magagada. Makam ini dijadikan sebuah
situs makam oleh pemerintah pada tahun 2014 karena memiliki sejarah dan
berpengaruh bagi budaya Masyarakat Cikalong. Masyarakat sering mengadakan
acara syukuran tahunan pada bulan mulud hari rabu pahing yang berlokasi di
makam dan lapangan. Masyarakat melakukan do’a bersama di makam dan
membuat nasi tumpeng sebagai bentuk rasa syukur, serta mengadakan hiburan
seperti sholawatan atau ceramah di lapangan. Makam Munggang Gandu berada di
perkebunan yang dekat dengan pemukiman warga. Terdapat tiga makam yang
dipercaya sebagai makam Mbah Asep dan keturunannya. Makam Munggang
Gandu berada di dalam bangunan berukuran 4x4 meter berwarna hijau. Terdapat
pahatan kayu di dekat bangunan makam yang diberi pagar dan atap, kayu ini
merupakan bagian dari pohon ketapang besar yang dulu tumbuh di lokasi tersebut
sebelum tumbang. Peziarah dapat berdo’a di dalam atau di luar bangunan karena
kondisi tanah yang landai dan cukup luas dapat menampung sekitar 50 orang.
Syeh Komarudin Pancen Tengah Selapain memiliki kebiasaan untuk makan
hanya dua kali dalam satu bulan dalam kalender Islam. Orang-orang zaman dulu
memperhitungkan hari Beliau makan yang disebut dengan rijal, untuk dipelajari.
Hasil perhitungan tersebut dapat disimpulkan bahwa pada bulan muharram, safar,
dan rabi’ul awal rijal jatuh pada hari sabtu dan minggu, bulan rabi’ul akhir, jumadil
awal dan jumadil akhir rijal jatuh pada hari senin dan selasa, bulan rajab, sya’ban
dan ramadhan rijal jatuh pada hari rabu dan kamis, dan bulan syawal, dzulka’dah
dan dzulhijah rijal jatuh pada hari jumat. Masyarakat mengambil pelajaran dari
kebiasaan Beliau yaitu dalam hal mengatur pangan atau hasil tani lainnya untuk
dikonsumsi, sehingga masyarakat memiliki perhitungan waktu sendiri dalam
bertani. Makam Munggang Gandu memiliki peraturan yang berlaku di masyarakat
yaitu kaum perempuan dilarang untuk dekat dengan makam. Larangan ini didasari
untuk menghormati Syeh Komarudin Pancen Tengah Selapain yang merupakan
seorang bujangan.

Gambar 26 Makam Munggang Gandu


40

Aktivitas yang dilakukan di Makam Munggang Gandu adalah ziarah dan


syukuran. Ziarah dilakukan oleh masyarakat atau keturunan dari Mbah Asep.
Syukuran dilakukan oleh masyarakat setiap tahun pada bulan mulud yang
bertepatan pada hari rabu pahing. Masyarakat khususnya laki-laki melakukan doa
bersama di makam dan untuk perempuan berada sedikit jauh dengan makam.
Syukuran dilanjutkan dengan membuat nasi tumpeng sebagai rasa syukur dari hasil
tani. Masyarakat juga mengadakan hiburan seperti sholawatan atau ceramah di
lapangan sebagai penutup acara syukuran.

Keunikan 4.4
Kelangkaan 3.4
Keindahan 4.9
Seasonality 2.7
Sensitivitas 3.7
Aksesibilitas 4.6
Nilai Sosial 4.6
1 2 3 4 5 6 7
Indikator Penilaian

Keterangan: 1: Sangat Tidak Setuju, 2: Tidak Setuju, 3: Agak Tidak Setuju, 4: Biasa Saja, 5: Agak
Setuju, 6: Setuju, 7: Sangat Setuju
Gambar 27 Indikator Penilaian Makam Munggang Gandu
Penilaian terhadap Makam Munggang Gandu berdasarkan tujuh indikator
penilaian sangat bervariasi. Penilaian terhadap indikator keunikan mendapatkan
nilai 4.4 yang berarti biasa saja. Makam Munggang Gandu sama seperti makam
keramat pada umumnya. Kelangkaan mendapatkan nilai 3.4 yang berarti agak tidak
setuju, karena setiap tempat memiliki tokoh dalam perkembangan wilayahnya.
Keindahan mendapatkan nilai 4.9 yang berarti agak setuju, karena memiliki ukiran
kayu yang merupakan pohon ketapang sebagai ciri makam pada zaman dulu.
Seasonalitas mendapatkan nilai 2.7 yang berarti agak tidak setuju, karena makam
dapat dikunjungi setiap saat. Sensitivitas mendapatkan nilai 3.7 yang berarti biasa
saja, karena makam dapat menampung banyak peziarah tanpa harus berdekatan
dengan makam. Aksesibilitas mendapatkan nilai 4.6 yang berarti agak setuju,
karena akses menuju makam mudah. Nilai Sosial mendapatkan nilai 4.6 yang
berarti agak setuju. Masyarakat tetap menjalankan budaya yang ditinggalkan meski
terdapat pencampuran dengan budaya dari tokoh lain yaitu Eyang Dongkol.
e. Makam Sembah Agung
Makam Sembah Agung berada di Desa Batukaras, Kecamatan Cijulang.
Makam Sembah Agung memiliki sejarah yang berkaitan dengan penyebaran
Agama Islam. Kawasan ini memiliki tiga makam keramat, yaitu makam Sembah
Agung, makam Sembah Wangsa Manggala, dan makam Sembah Tafsirudin yang
berasal dari kerajaan mataram dan kerajaan Cirebon. Ketiga makam tersebut berada
di dalam bangunan masing-masing yang berbeda tempat. Musholla juga disediakan
disamping makam dan kamar mandi untuk bersih-bersih dan wudhu.
41

Gambar 28 Makam Sembah Agung


Sembah Agung merupakan salah satu penyebar ajaran Agama Islam yang
bernama asli Jang Langas, Beliau merupakan keturunan kelima Raja Mandala. Raja
Mandala memiliki lima keturunan yaitu Nini Geude Aki Geude, Jang Pati, Jang
Raga, Jang Singa, dan Jang Langas. Jang Langas diperintah oleh Raja Mandala
untuk menemui kaka kandungnya yaitu Nini Geude Aki Geude di Batukaras.
Perintah tersebut diturunkan karena putri Nini Geude Aki Geude sudah bersuami
yaitu Raga Sangsang, yang akan diserahkan ke Kanjeung Sinuhun di Banyumas.
Jang Langas memberikan gadis lain kepada Kanjeung Sinuhun yaitu putri Raden
Tameula di Sukapura dari hasil sayembara dengan harapan Kanjeung Sinuhun tidak
berharap kepada putri Nini Geude Aki Geude. Kanjeung Sinuhun mengembalikan
putri Raden Tameula dengan keadaan hamil. Jang Langas dan putri Raden Tameula
melanjutkan amanat Raja Mandala untuk menemui Nini Geude Aki Geude, namun
diperjalanan putri Raden Tameula melahirkan bayi kembar laki-laki. Putra pertama
langsung menghilang dan yang ada hanya putra kedua. Putra kedua juga hilang
karena Jang Langas melanggar larangan agar tidak mengayunkan bayi ketika
menangis. Jang Langas dan putri Raden Tameula sepakat untuk mencari bayi yang
hilang sekaligus menyebarkan ajaran Agama Islam dan menunda pertemuan dengan
Nini Geude Aki Geude.
Ritual yang dilakukan untuk memasuki Situs Sembah Agung biasanya
membawa bunga, kemenyan, dan minyak wangi sebagai persembahan. Kegiatan
yang dilakukan yaitu mengirim do’a, membaca tahlil dan sholawat toyibah. Ritual
yang dilakukan bertujuan untuk mengingatkan bahwa manusia suatu saat akan
meninggal. Berdo’a dimakam ini diharapkan mendapat barokah dari para leluhur.
Banyak juga peziarah yang menurut rumor datang dengan tujuan untuk mencari
jodoh dan kemudahan, oleh karena itu makam ini dianggap keramat. Beberapa
kalangan justru melihat hal tersebut sebagai suatu penyimpangan agama. Namun
para pengikutnya tidak terlalu memperdulikannya karena ingin tetap menjaga
silaturahmi dan mendapatkan keberkahan. Masyarakat juga sering melakukan do’a
bersama setiap bulan ramadhan dan bersih-bersih makam sebagai rasa syukur atas
jasa para tokoh dalam menyebarkan ajaran Agama Islam di Batukaras dan
sekitarnya.
42

Aktivitas yang dilakukan di Makam Sembah Agung adalah ziarah dan


semedi. Ziarah biasa dilakukan oleh para pengikut dan orang yang menginginkan
keberkahan dari mendo’akan tokoh penyebar ajaran Agama Islam. Semedi
dilakukan di makam dengan arahan dari juru kunci. Aktivitas ini dipercaya dapat
memberikan ketenangan batin agar mampu menghadapi hidup melalui perantara
ziarah ke makam. Sebelum melakukan aktivitas di kawasan makam, peziarah
dianjurkan untuk berwudhu dan melakukan shalat sunat.

Keunikan 4.1

Kelangkaan 3.0

Keindahan 4.9

Seasonality 2.6

Sensitivitas 4.4

Aksesibilitas 4.9
Nilai Sosial 4.6

1 2 3 4 5 6 7
Indikator Penilaian

Keterangan: 1: Sangat Tidak Setuju, 2: Tidak Setuju, 3: Agak Tidak Setuju, 4: Biasa Saja, 5: Agak
Setuju, 6: Setuju, 7: Sangat Setuju
Gambar 29 Indikator Penilaian Makam Sembah Agung
Penilaian terhadap Makam Sembah Agung berdasarkan tujuh indikator
penilaian sangat bervariasi. Penilaian terhadap indikator keunikan mendapatkan
nilai 4.1 yang berarti biasa saja. Makam Sembah Agung sama seperti makam
keramat pada umumnya, yang membedakan adalah terdapat tiga makam dengan
bangunan besar yang saling berdekatan. Kelangkaan mendapatkan nilai 3 yang
berarti agak tidak setuju, karena tidak terdapat suatu hal yang terjadi dan seperti
makam keramat pada umumnya. Keindahan mendapatkan nilai 4.9 yang berarti
agak setuju, karena ketiga bangunan memiliki ukuran yang cukup besar dengan
tanaman hias di sekitaran makam tersebut. Seasonalitas mendapatkan nilai 2.6 yang
berarti agak tidak setuju, karena makam dapat dikunjungi setiap saat. Sensitivitas
mendapatkan nilai 4.4 yang berarti biasa saja, karena makam dapat menampung
banyak peziarah. Aksesibilitas mendapatkan nilai 4.9 yang berarti agak setuju,
karena akses menuju makam mudah namun tidak terdapat kendaraan umum. Nilai
Sosial mendapatkan nilai 4.6 yang berarti agak setuju, karena pengikut dari Sembah
Agung, Sembah Wangsa Manggala, dan Sembah Tafsirudin tetap melakukan ziarah
meski sebagian memiliki tujuan yang dianggap menyimpang.

B. Penilaian Sumberdaya Spiritual Unggulan

Penilaian sumberdaya ekowisata spiritual di Kabupaten Pangandaran


ditentukan berdasarkan nilai pada indikator penilaian (Avenzora 2008). Penilaian
sumberdaya ekowisata spiritual unggulan dilakukan dengan dua tahap yaitu
penilaian oleh peneliti dan penilaian oleh asesor. Sumberdaya spiritual yang telah
diidentifikasi kemudian dinilai oleh peneliti (Tabel 9).
43

Tabel 9 Penilaian Sumberdaya Spiritual oleh Peneliti


Indikator
Nama Obyek Rataan
A B C D E F G
Cijumbleng 5.3 5.0 5.4 2.9 4.3 4.7 5.0 4.7
Goa Donan 5.3 3.1 5.3 2.7 4.2 6.0 4.0 4.4
Makam Eyang Jaga Resmi 4.1 4.1 4.4 3.1 5.2 5.0 4.7 4.4
Makam Dalem Dongkol 4.6 3.0 5.0 4.1 4.2 4.7 5.3 4.4
Situs Kandang Munding 5.3 3.6 5.1 2.6 3.2 5.0 4.3 4.2
Makam Gedeng Mataram 4.1 3.7 4.3 2.7 4.0 5.0 4.7 4.1
Makam Sembah Agung 4.1 3.0 4.9 2.6 4.4 4.9 4.6 4.1
Cikabuyutan 4.4 3.4 4.9 2.7 3.7 4.6 4.6 4.0
Makam Munggang Gandu 4.4 3.4 4.9 2.7 3.7 4.6 4.6 4.0
Situs Mangunjaya 4.4 3.4 4.9 2.7 3.7 4.6 4.6 3.6
Keterangan: A: Keunikan, B: Kelangkaan, C: Keindahan, D: Seasonalitas, E: Sensitivitas, F:
Aksesibilitas, G: Nilai Sosial, 1: Sangat Tidak Setuju, 2: Tidak Setuju, 3: Agak Tidak
Setuju, 4: Biasa Saja, 5: Agak Setuju, 6: Setuju, 7: Sangat Setuju
Penilaian sumberdaya ekowisata spiritual selanjutnya dinilai oleh asesor
(Tabel 10). Penilaian ini menunjukan sumberdaya ekowisata spiritual yang
unggulan di Kabupaten Pangandaran. Sumberdaya unggulan tersebut kemudian
akan dijadikan sebagai dasar dalam rancangan program ekowisata.
Tabel 10 Penilaian Sumberdaya Spiritual oleh Asesor
Indikator
Nama Obyek Rataan
A B C D E F G
Cijumbleng 6.0 6.1 6.0 1.7 5.1 5.4 6.1 5.2
Goa Donan 6.1 5.8 6.0 1.4 5.8 6.3 4.7 5.2
Makam Dalem Dongkol 5.6 5.8 5.4 1.9 5.3 5.5 6.2 5.1
Makam Sembah Agung 5.3 5.5 5.7 1.6 5.9 5.7 4.7 4.9
Makam Eyang Jaga Resmi 5.6 5.4 5.3 1.3 5.8 5.9 5.1 4.9
Keterangan: A: Keunikan, B: Kelangkaan, C: Keindahan, D: Seasonalitas, E: Sensitivitas, F:
Aksesibilitas, G: Nilai Sosial, 1: Sangat Tidak Setuju, 2: Tidak Setuju, 3: Agak Tidak
Setuju, 4: Biasa Saja, 5: Agak Setuju, 6: Setuju, 7: Sangat Setuju
Penilaian indikator keunikan tertinggi didapatkan oleh Goa Donan. Nilai yang
didapatkan sebesar 6.1 yang berarti setuju. Keunikan Goa Donan terdapat pada
bentuk goa dan sejarah yang terjadi di dalam goa. Bentuk goa yang terbagi menjadi
empat ruangan dengan ukuran yang cukup besar dan kedalaman goa yang mencapai
600 meter serta terdapat kolam untuk mandi, membuat Goa Donan memiliki
keunikan tersendiri. Keunikan juga terdapat pada sejarah yang terjadi mulai dari
tempat sayembara dari tokoh penyebar ajaran Agama Islam yang beradu kesaktian,
hingga menjadi markas tentara Belanda dan tempat pengungsian bagi masyarakat
sekitar.
Penilaian indikator kelangkaan paling tinggi didapatkan oleh Cijumbleng.
Nilai yang didapatkan sebesar 6.1 yang berarti setuju. Cijumbleng merupakan suatu
fenomena alam yang terjadi akibat hilangnya lapisan tanah akibat aliran sungai di
bawah tanah. Cijumbleng memiliki ukuran yang cukup besar dengan kapasitas air
yang melimpah. Pada musim kemarau Cijumbleng tidak pernah mengering
sehingga masyarakat tidak kesulitan dalam mendapatkan air. Cijumbleng atau
Dolina jarang ditemukan di lokasi lain khususnya Kabupaten Pangandaran.
Penilaian tertinggi terhadap keindahan terdapat pada Cijumbleng dan Goa
Donan. Kedua obyek ini mendapatkan nilai yang sama besar yaitu 6 yang berarti
setuju. Penilaian keindahan terhadap Cijumbleng terletak pada nuansa yang
nyaman dan pemandangan alam di sekitar Cijumbleng yang didominasi oleh
44

tanaman hijau, serta warna air yang jernih. Penilaian keindahan terhadap Goa
Donan terletak pada batuan goa yang memiliki bentuk yang menarik dan warna
batuan kapur basah yang tersinari cahaya memberikan kesan yang mewah.
Penilaian seasonalitas tertinggi yaitu pada Makam Dalem Dongkol. Nilai
yang didapatkan pada indikator seasonalitas sebesar 1.9 yang berarti tidak setuju.
Penilaian ini didapatkan karena hampir semua obyek dapat didatangi setiap saat,
namun Makam Dalem Dongkol memiliki waktu tertentu dalam mengadakan acara
do’a bersama yang dilakukan satu tahun sekali. Acara tahunan panen padi yang
merupakan peninggalan Eyang Dongkol juga sering dilakukan. Acara ini diikuti
oleh seluruh masyarakat Desa Cikalong, dengan mengadakan syukuran dan makan
bersama.
Penilaian sensitivitas paling tinggi terdapat pada Makam Sembah Agung.
Nilai yang didapatkan sebesar 5.9 yang berarti setuju. Penilaian ini didapatkan
karena kegiatan berziarah yang dilakukan mendapatkan anggapan yang berbeda.
Kegiatan berziarah biasa dilakukan oleh umat Muslim untuk mendoakan leluhur
atau orang yang sudah meninggal. Kegiatan ini bersifat sensitif karena kurangnya
pemahaman terhadap aturan dan niat akan menimbulkan kesalahpahaman.
Penilaian aksesibilitas tertinggi didapatkan oleh Goa Donan. Nilai yang
didapatkan pada indikator ini sebesar 6.3 yang berarti setuju. Nilai tersebut
didapatkan karena lokasi Goa Donan berada tepat di samping jalan raya dan mulut
goa berjarak sekitar 20 meter dari pintu masuk kawasan. Pengunjung tidak perlu
berjalan jauh setelah turun dari kendaraan. Jarak antara obyek dengan ibukota
kecamatan tidak terlalu jauh, hanya membutuhkan waktu sekitar 7 menit saja.
Penilaian indikator nilai sosial paling tinggi yaitu Makam Dalem Dongkol.
Nilai yang didapatkan sebesar 6.2 yang berarti setuju. Eyang Dalem Dongkol
memiliki sejarah yang sangat kuat dengan cikal bakal kehidupan masyarakat Desa
Cikalong. Kebudayaan yang diturunkan hingga saat ini tetap dipercaya sebagai
elemen budaya dan menjadi identitas regional masyarakat Desa Cikalong sebagai
desa budaya.

C. Karakteristik, Persepsi dan Kesiapan Masyarakat

1. Karakteristik Masyarakat
Perencanaan ekowisata spiritual yang dibuat akan memberikan dampak, baik
secara langsung atau tidak langsung kepada masyarakat. Masyrakat merupakan
faktor yang terkena dampak atau bahkan berperan dalam perencanaan ekowisata
spiritual. Peran masyarakat tersebut sebagai penunjang kegiatan ekowisata
spiritual. Karakteristik masyarakat yang diidentifikasi meliputi jenis kelamin, usia,
status pernikahan, pendiidkan terakhir, pekerjaan, pendapatan perbulan dan agama.
Tabel 11 Karakteristik Responden Masyarakat
No. Karakteristik Jumlah Persentasi (%)
1. Jenis Kelamin Laki Laki 31 72
Perempuan 12 28
2. Usia <6 tahun - -
6-12 tahun - -
13-22 tahun - -
23-45 tahun 11 26
46-60 tahun 21 49
>60 tahun 11 26
45

Tabel 11 Karakteristik Responden Masyarakat (Lanjutan)


No. Karakteristik Jumlah Persentasi (%)
3. Status Pernikahan Belum Menikah 6 14
Menikah 37 86
4. Penddikan Terakhir SD/MI 9 21
SMP/MTs 4 9,3
SMA/SMK 27 63
Diploma 2 4,7
Sarjana 1 2,3
5. Pekerjaan Petani 25 58
PNS 3 7
BUMN - -
Pegawai Swasta - -
Pedagang 15 35
6. Pendapatan Per Bulan <Rp500.000 - -
Rp500.000 - Rp1.000.000 18 42
Rp1.000.000 - Rp3.000.000 22 51
Rp3.000.000 - Rp5.000.000 3 7
>Rp5.000.000 - -
7. Agama Islam 43 100
Katolik - -
Protestan - -
Hindu - -
Budha - -
Konghucu - -
Karakteristik masyarkat didominasi oleh laki laki dengan jumlah persentasi
72 persen. Usia yang mendominasi berada pada rentang 46-60 tahun dengan jumlah
persentasi 49 persen. Data ini menunjukan bahwa masyarakat berada pada usia
matang dengan status pernikahan sudah menikah sebanyak 86 persen, dan
pekerjaan dinominasi oleh petani dengan jumlah persentasi 58 persen. Data
pekerjaan didukung dengan pendidikan terakhir masyarakat yang didonimasi
lulusan SMA/SMK dengan persentasi 63 persen. Masyarakat lebih memilih untuk
langsung bekerja demi memenuhi kebutuhan hidup keluarga dan sebagian besar
memiliki lahan untuk bercocok tanam. Responden masyarakat sebanyak 51 persen
memiliki pendapatan sebesar Rp1.000.000 - Rp3.000.000 dari sebagian besar
pekerjaan sebagai petani. Agama yang mendominasi adalah Agama Islam, karena
hampir semua lokasi obyek spiritual berkaitan dengan penyebaran Agama Islam di
Pangandaran.
2. Persepsi Masyarakat
Masyarakat memiliki pandangan terhadap suatu hal, begitu juga dengan
perencanaan ekowisata spiritual di kawasannya. Persepsi ini menjadi bahan
pertimbangan karena akan berpengaruh pada dalam perencanaan ekowisata
spiritual. Persepsi ini nantinya berkaitan dengan dampak yang ditimbulkan terhadap
lingkungan dan masyarakat dari perencanaan ekowista spiritual. Persepsi
masyarakat dibagi menjadi tiga kelompok yaitu ekologi, ekonomi dan sosial
budaya.
46

a. Ekologi

Obyek spiritual tertata dengan baik 4.5


Kelestarian obyek spiritual 5.7
Pengembangan edukasi 5.1
Meminimalisir kerusakan obyek 5.5
Pandangan positif terhadap obyek 5.3
Perawatan obyek spiritual secara rutin 5.2
Perlindungan keaslian obyek spiritual 5.3

0 1 2 3 4 5 6 7
Indikator Penilaian

Keterangan: 1: Sangat Tidak Setuju, 2: Tidak Setuju, 3: Agak Tidak Setuju, 4: Biasa Saja, 5: Agak
Setuju, 6: Setuju, 7: Sangat Setuju
Gambar 30 Penilaian Persepsi Ekologi berdasarkan Obyek
Persepsi masyarakat terhadap ekologi berdasarkan obyek cukup beragam
(Gambar 30). Pandangan masyarakat terhadap kelestarian obyek spiritual
mendapatkan nilai tertinggi yaitu 5,7 yang berarti setuju. Masyarakat ingin tetap
menjaga obyek sebagai bentuk peninggalan dan bentuk penghormatan kepada
leluhurnya. Obyek spiritual yang ada dapat menjadi pengingat dan bahkan
mempererat hubungan antar masyarakat, sehingga kelestariannya harus tetap
terjaga.
Penilaian terendah terdapat pada persepsi obyek spiritual tertara dengan baik.
Persepsi ini mendapatkan nilai 4,5 yang berarti biasa saja. Penilaian tersebut
diberikan karena masyarakat melihat kurangnya perawatan terhadap obyek
spiritual. Sebagian obyek spiritual berada pada konsidi kotor dan bahkan berpindah
tempat karena perilaku orang yang tidak bertanggungjawab. Kurangnya rasa peduli
dan pengelolaan terhadap obyek spiritual. Masyarakat berharap dengan
perencanaan ekowisata spiritual dapat menjadikan obyek menjadi lebih baik.

Meningkatkan daya dukung kawasan 5.3


Meningkatkan infrastruktur obyek 5.4
Meningkatkan kualitas kebersihan 5.6
Memaksimalkan potensi obyek kawasan 5.6
Menertibkan lahan parkir liar 5.0
Mengatur tata ruang kawasan 4.8
Meminimalisir kerusakan ekologi 6.1

0 1 2 3 4 5 6 7
Indikator Penilaian

Keterangan: 1: Sangat Tidak Setuju, 2: Tidak Setuju, 3: Agak Tidak Setuju, 4: Biasa Saja, 5: Agak
Setuju, 6: Setuju, 7: Sangat Setuju
Gambar 31 Penilaian Persepsi Ekologi berdasarkan Kawasan Sekitar Obyek
47

Persepsi masyarakat terhadap ekologi berdasarkan kawasan sekitar obyek


cukup beragam (Gambar 31). Pandangan masyarakat terhadap memilimalisir
kerusakan ekologi mendapatkan nilai tertinggi yaitu 6,1 yang berarti setuju.
Masyarakat menilai dengan adanya kegiatan wisata di kawasan obyek spiritual
jangan sampai mengakibatkan kerusakan lingkungan. Banyaknya masyarakat yang
memanfaatkan lahan disekitar obyek spiritual sebagai perkebunan dan pemukiman.
Bahkan terdapat obyek yang dimanfaatkan secara langsung oleh masyarakat,
sehingga jika terjadi kerusakan akan mengakibatkan kerugian yang sangat besar.
Penilaian terendah terdapat pada persepsi mengatur tata ruang kawasan.
Persepsi ini mendapatkan nilai 4,8 yang berarti agak setuju. Penilaian tersebut
diberikan karena tata ruang yang tersusun akan memberikan kemudahan bagi
masyarakat. Masyarakat dapat menentukan jenis dan lokasi usaha yang akan
dilakukan ketika tata ruang kawasan sudah baik. Masyarkat belum terlalu
memperhatikan tata ruang sekitar kawasan obyek karena dirasa belum memberikan
dampak yang besar.
b. Ekonomi

Menciptakan bisnis wisata 4.9


Meningkatkan pendapatan daerah 4.4
Menarik investor untuk kerjasama 4.3
Mendorong pengembangan wilayah 4.5
Mendorong pembangunan fasilitas 4.3
Meningkatkan penghasilan masyarakat 4.8
Membuka lapangan kerja 4.9
0 1 2 3 4 5 6 7
Indikator Penilaian

Keterangan: 1: Sangat Tidak Setuju, 2: Tidak Setuju, 3: Agak Tidak Setuju, 4: Biasa Saja, 5: Agak
Setuju, 6: Setuju, 7: Sangat Setuju
Gambar 32 Penilaian Persepsi Ekonomi berdasarkan Pengembangan
Persepsi masyarakat terhadap ekonomi berdasarkan pengembangan cukup
beragam (Gambar 32). Kegiatan wisata sangat berpengaruh terhadap ekonomi
masyarakat sekitar kawasan. Pandangan masyarakat terhadap menciptakan bisnis
wisata dan membuka lapangan kerja mendapatkan nilai tertinggi yaitu 4,9 yang
berarti agak setuju. Masyarakat lebih memilih pekerjaannya saat ini. Masyarakat
belum melihat peluang bisnis dan tidak terlalu bergantung pada obyek spiritual di
daerahnya. Namun masyarakat juga setuju jika obyek spiritual dapat memberikan
lapangan kerja dan menciptakan bisnis baru.
Penilaian terendah terdapat pada persepsi menarik investor untuk kerjasama
dan mendorong pembangunan fasillitas. Persepsi tersebut ini mendapatkan nilai 4,3
yang berarti biasa saja. Penilaian tersebut diberikan karena kondisi obyek spiritual
saat ini tidak memungkinkan. Rendahnya tingkat kunjungan menyebabkan tidak
ada peluang untuk meyakinkan para investor. Pembangunan fasilitas juga terhenti
karena kendala biaya. Masalah pada pendanaan hanya bisa bergantung pada
bantuan dan sumbangan saja.
48

Pendapatan pemandu wisata 5.3

Pendapatan souvenir 5.6

Memberikan peluang usaha penginapan 5.1

Memberikan peluang usaha transportasi 4.5

Memberikan peluang usaha makanan 5.5

Pendapatan dari tiket lahan parkir 5.0

Pendapatan dari tiket masuk 3.8

0 1 2 3 4 5 6 7
Indikator Penilaian

Keterangan: 1: Sangat Tidak Setuju, 2: Tidak Setuju, 3: Agak Tidak Setuju, 4: Biasa Saja, 5: Agak
Setuju, 6: Setuju, 7: Sangat Setuju
Gambar 33 Penilaian Persepsi Ekonomi berdasarkan Pemasukan Daerah
Persepsi masyarakat terhadap ekonomi berdasarkan pemasukan daerah cukup
beragam (Gambar 33). Pandangan masyarakat terhadap pendapatan souvenir
mendapatkan nilai tertinggi yaitu 5,6 yang berarti setuju. Masyarakat menilai
dengan adanya kegiatan wisata masyarakat dapat menjual barang atau makanan
khas daerahnya khususnya Pangandaran. Budaya Masyarakat Pangandaran yang
tetap dijaga sehingga makanan dan kerajinan khas dapat dikenalkan kepada para
wisatawan.
Penilaian terendah terdapat pada persepsi pendapatan dari tiket masuk.
Persepsi ini mendapatkan nilai 3,8 yang berarti biasa saja. Penilaian tersebut
diberikan karena pengelolaan yang kurang menyebabkan beberapa obyek tidak
memiliki penjagaan sehingga setiap orang dapat berkunjung. Pemasukan dari
pengunjung biasanya diterima oleh juru kunci dan digunakan untuk kebutuhan
sehari-hari. Masyarakat berharap dengan perencanaan yang baik akan
menyebabkan wisata spiritual memberikan pemasukan.

Omset penjualan meningkat 5.2

Mendorong industri rumah tangga 5.6

Menambah peningkatan biro perjalanan 4.3

Bahan pertimbangan industri pariwisata 5.4

Sumber pajak daerah 4.9

Mempertahankan industri pariwisata 4.9

Meningkatkan permintaan produk lokal 5.0

0 1 2 3 4 5 6 7
Indikator Penilaian

Keterangan: 1: Sangat Tidak Setuju, 2: Tidak Setuju, 3: Agak Tidak Setuju, 4: Biasa Saja, 5: Agak
Setuju, 6: Setuju, 7: Sangat Setuju
Gambar 34 Penilaian Persepsi Ekonomi berdasarkan Industri Pariwisata
49

Persepsi masyarakat terhadap ekonomi berdasarkan industri pariwisata cukup


beragam (Gambar 34). Pandangan masyarakat terhadap mendorong industri rumah
tangga mendapatkan nilai tertinggi yaitu 5,6 yang berarti setuju. Masyarakat
menyatakan dengan banyaknya kebutuhan pariwisata khususnya produk lokal dapat
mendorong usaha-usaha kecil untuk ikut berperan. Banyaknya tenaga ahli sebagai
produsen produk. Seiring berjalannya waktu industri rumahanan diharapkan dapat
berkembang menjadi industri yang lebih besar.
Penilaian terendah terdapat pada menambah peningkatan biro perjalanan.
Persepsi ini mendapatkan nilai 4,3 yang berarti biasa saja. Penilaian tersebut
diberikan karena kurangnya biro perjalanan yang mengarahkan kepada obyek-
obyek spiritual. Kurangnya promosi terhadap obyek spiritual yang terdapat di
Pangandaran.
c. Sosial Budaya
Memaksimalkan nilai obyek dalam kehidupan
sehari-hari 5.2
Meningkatkan pengetahuan terhadap makna obyek 5.8
Mendorong dan menghidupkan kembali nilai
budaya 5.9
Meningkatkan dan memfasilitasi minat eksplorasi 5.4
Media interpretasi untuk menggugah kepuasan 5.2
Meningkatkan pengetahuan untuk melestarikan
budaya 5.9
Kesadaran untuk mencintai obyek 5.6

0 1 2 3 4 5 6 7
Indikator Penilaian

Keterangan: 1: Sangat Tidak Setuju, 2: Tidak Setuju, 3: Agak Tidak Setuju, 4: Biasa Saja, 5: Agak
Setuju, 6: Setuju, 7: Sangat Setuju
Gambar 35 Penilaian Persepsi Sosial Budaya berdasarkan Nilai Obyek
Persepsi masyarakat terhadap sosial budaya berdasarkan nilai obyek cukup
beragam (Gambar 35). Pandangan masyarakat terhadap mendorong dan
menghidupkan kembali nilai budaya dan juga meningkatkan pengetahuan untuk
melestarikan budaya mendapatkan nilai tertinggi yaitu 5,9 yang berarti setuju.
Masyarakat menilai budaya yang ada semakin lama semakin memudar. Generasi
penerus harus tetap mengenal dan menjaga kebudayaan yang ada, karena
bagaimana juga hal tersebut merupakan warisan nenek moyang.
Penilaian terendah terdapat pada persepsi memaksimalkan nilai obyek dalam
kehidupan sehari-hari dan media interpretasi untuk menggugah kepuasan. Persepsi
tersebut mendapatkan nilai 5,2 yang berarti agak setuju. Penilaian tersebut
diberikan karena tidak semua obyek berkaitan dengan rutinitas sehari-hari. Media
Interpretasi juga tidak terlalu dibutuhkan, hanya petunjuk arah yang dirasa sangat
penting.
50

Mempertahankan pemahaman nilai


5.4
kepercayaan obyek
Menyelaraskan norma dan nilai religius
5.3
sehingga harmonis
Meningkatkan kebahagiaan karena rasa cinta
5.0
terhadap obyek
Menghilangkan pandangan negatif 5.7
Menumbuhkan rasa berprilaku sesuai kaidah
5.8
agama
Menjaga nilai religius 5.5
Meningkatkan toleransi dan kerukunan umat
5.5
beragama
0 1 2 3 4 5 6 7
Indikator Penilaian

Keterangan: 1: Sangat Tidak Setuju, 2: Tidak Setuju, 3: Agak Tidak Setuju, 4: Biasa Saja, 5: Agak
Setuju, 6: Setuju, 7: Sangat Setuju
Gambar 36 Penilaian Persepsi Sosial Budaya berdasarkan Kepercayaan
Persepsi masyarakat terhadap sosial budaya berdasarkan keagamaan dan
kepercayaan cukup beragam (Gambar 36). Pandangan masyarakat terhadap
menumbuhkan rasa berperilaku sesuai kaidah agama mendapatkan nilai tertinggi
yaitu 5,8 yang berarti setuju. Masyarakat menyatakan kegiatan di obyek spiritual
selalu mendapatkan anggapan yang tidak sesuai dengan ajaran Agama Islam.
Pengelolaan obyek spiritual yang baik diharapkan dapat menumbuhkan nilai
kebudayaan dan menghilangkan anggapan yang tidak sesuai dengan kaidah.
Penilaian terendah terdapat pada persepsi meningkatkan kebahagiaan karena
rasa cinta terhadap obyek. Persepsi ini mendapatkan nilai 5 yang berarti agak setuju.
Penilaian tersebut diberikan karena rasa cinta yang berlebihan ditakutkan mengarah
kepada kesesatan dan fanatisme. Menghormati dan menghargai obyek spiritual
dirasa sudah cukup.
3. Kesiapan Masyarakat
Peran masyarakat dalam perencanaan ekowisata spiritual memiliki pengaruh
yang sangat penting. Peran penting tersebut terkait dengan kesiapan masyarakat
dalam kegiatan wisata spiritual. Kesiapan masyarakat menentukan tingkat
keberhasilan dalam mengelola obyek spiritual. Kesiapan masyarakat dalam
kegiatan wisata terdiri dari berbagai aspek, mulai dari penyediaan fasilitas, sikap,
dan perilaku terhadap pengunjung. Kesiapan masyarakat memiliki penilaian yang
cukup beragam pada setiap aspek.
51

Mencegah terjadinya pergeseran budaya 6.1

Menyediakan akses yang memadai 5.6

Menyediakan media interpretasi wisata 5.2

Menigkatkan mutu SDM 5.7

Menyediakan fasilitas umum yang memadai 5.7

Menjaga kelestarian obyek 5.7


Menyediakan jaminan kesehatan bagi
5.0
wisatawan
Melakukan evaluasi dengan pihak terkait 5.1

Menjamin kesejahteraan masyarakat lokal 5.4

Melakukan koordinasi dengan para pihak 5.8

Mengembangkan potensi obyek 5.1

Mempromosikan obyek wisata 5.5

Mengembangkan informasi wisata 5.8


Memberikan pelayanan mengenai kegiatan
5.7
wisata
Mendukung adanya perencanaan ekowisata
5.3
spiritual
0 1 2 3 4 5 6 7
Indikator Penilaian

Keterangan: 1: Sangat Tidak Siap, 2: Tidak Siap, 3: Agak Tidak Siap, 4: Biasa Saja, 5: Agak Siap,
6: Siap, 7: Sangat Siap
Gambar 37 Kesiapan Masyarakat dalam Perencanaan Ekowisata Spiritual
Kesiapan masyarakat dalam ikut serta membantu pengelolaan obyek spiritual
memiliki penilaian yang beragam (Gambar 37). Penilaian terhadap aspek mencegah
terjadinya pergeseran budaya mendapatkan nilai tertinggi yaitu 6,1 yang berarti
siap. Masyarakat sangat menjaga kebudayaan lokal yang telah turun temurun
dilakukan. Pergeseran budaya pada kegiatan wisata karena kunjungan wisatawan
dari luar daerah sangat dihindari. Oleh karena itu masyarakat siap dalam mencegah
terjadinya pergeseran budaya.
Penilaian terendah terdapat pada aspek menyediakan jaminan kesehatan bagi
wisatawan. Aspek ini mendapatkan nilai 5 yang berarti agak siap. Penilaian tersebut
diberikan karena kurangnya pengalaman dalam memberikan pertolongan pertama.
Masyarakat siap untuk mengantarkan menuju tenaga yang lebih ahli. Seiring waktu
diharapkan masyarakat dapat meningkatkan kesiapan agar wisatawan lebih
terjamin.
52

D. Karakteristik, Persepsi dan Kesiapan Pengelola

1. Karakteristik Pengelola
Pengelola merupakan aspek penting dalam perencanaan ekowisata spiritual
di Kabupaten Pangandaran. Peran pengelola menjadi titik tumpu dalam manajemen
obyek spiritual. Karakteristik pengelola obyek ekowisata spiritual di Kabupaten
Pangandaran cukup beragam. Karakteristik yang diidentifikasi yaitu jenis kelamin,
usia, status pernikahan, pendidikan terakhir, pekerjaan, pendapatan per bulan, lama
mengelola dan agama.
Tabel 12 Karakteristik Responden Pengelola
No. Karakteristik Jumlah Persentasi (%)
1. Jenis Kelamin Laki Laki 10 100
Perempuan - -
2. Usia <6 tahun - -
6-12 tahun - -
13-22 tahun - -
23-45 tahun 1 10
46-60 tahun 3 30
>60 tahun 6 60
3. Status Pernikahan Belum Menikah - -
Menikah 10 100
4. Penddikan Terakhir SD/MI 5 50
SMP/MTs 2 20
SMA/SMK 3 30
Diploma - -
Sarjana - -
5. Pekerjaan Juru Kunci 3 30
Petani 4 40
PNS 2 20
BUMN - -
Pegawai Swasta - -
Pedagang 1 10
6. Pendapatan Per Bulan <Rp500.000 - -
Rp500.000 - Rp1.000.000 3 30
Rp1.000.000 - Rp3.000.000 7 70
Rp3.000.000 - Rp5.000.000 - -
>Rp5.000.000 - -
7. Lama Mengelola 1 - 2 Tahun - -
3 - 5 Tahun - -
6 – 10 Tahun 4 40
>10 Tahun 6 60
8. Agama Islam 10 100
Katolik - -
Protestan - -
Hindu - -
Budha - -
Konghucu - -
Karakteristik pengelola didominasi oleh laki-laki karena pemilihan juru kunci
lebih banyak diturunkan pada laki-laki sebab perempuan lebih rawan. Sebagian
besar pengelola obyek spiritual di Kabupaten Pangandaran berusia > 60 tahun
dengan persentasi 60 persen. Status pernikahan didominasi dengan status menikah
dengan persentasi 100 persen. Pendidikan terakhir responden pengelola sebagian
53

besar berpendidikan SD dengan persentasi 50 persen. Kurangnya biaya untuk


sekolah dan memilih untuk bekerja setelah lulus dari pendidikan. Responden
pengelola sebagian besar bekerja sebagai petani dengan persentasi 40 persen.
Responden pengelola sebagian besar berpenghasilan sebanyak Rp1.000.000 -
Rp3.000.000 dengan persentasi 70 persen. Penghasilan yang didapatkan tidak
hanya didapatkan dari pekerjaan yang ditekuni, namun juga berasal dari pekerjaan
sampingan. Responden pengelola sebagian besar telah mengelola obyek selama
lebih dari 10 tahun dengan persentasi 60 persen. Agama yang dianut responden
pengelola didominasi oleh Agama Islam dengan persentasi 100 persen.
2. Persepsi Pengelola
Persepsi merupakan pandangan pengelola terhadap adanya perencanaan
ekowisata spiritual di Kabupaten Pangandaran. Persepsi yang dinilai berdasarkan
dampak yang akan ditimbulkan dengan adanya perencanaan tersebut. Persepsi ini
nantinya berkaitan dengan dampak yang ditimbulkan dari perencanaan ekowista
spiritual. Persepsi pengelola dibagi menjadi tiga kelompok yaitu ekologi, ekonomi
dan sosial budaya.
a. Ekologi

Obyek spiritual tertata dengan baik 5.9


Kelestarian obyek spiritual 6.3
Pengembangan edukasi 6.0
Meminimalisir kerusakan obyek 6.3
Pandangan positif terhadap obyek 6.4
Perawatan obyek spiritual secara rutin 6.3
Perlindungan keaslian obyek spiritual 6.4
0 1 2 3 4 5 6 7
Indikator Penilaian

Keterangan: 1: Sangat Tidak Setuju, 2: Tidak Setuju, 3: Agak Tidak Setuju, 4: Biasa Saja, 5: Agak
Setuju, 6: Setuju, 7: Sangat Setuju
Gambar 38 Persepsi Pengelola terhadap Ekologi berdasarkan Obyek
Persepsi pengelola terhadap ekologi berdasarkan obyek memiliki nilai yang
relatif sama yaitu setuju (Gambar 38). Responden penglola secara keseluruhan
berpendapat setuju dengan persepsi ekologi berdasarkan obyek. Penilaian tertinggi
yang didapatkan yaitu persepsi terhadap Pandangan positif terhadap obyek dan
perlindungan keaslian obyek spiritual. Persepsi ini mendapatkan nilai 6,4 yang
berarti setuju. Obyek spiritual sebagian besar mendapatkan pandangan negatif dan
mulai ditinggalkan oleh masyarakat. Pengelola siap untuk mencegah agar obyek
dapat diterima oleh masyarakat. Penilaian terendah terdapat pada persepsi obyek
spiritual tertara dengan baik. Persepsi ini hanya mendapat nilai 5,9. Penilaian
tersebut diberikan karena penataan terhadap obyek akan mengurangi keaslian
obyek spiritual.
54

Meningkatkan daya dukung kawasan 6.0

Meningkatkan infrastruktur obyek 5.8

Meningkatkan kualitas kebersihan 6.0

Memaksimalkan potensi obyek kawasan 6.1

Menertibkan lahan parkir liar 5.9

Mengatur tata ruang kawasan 6.0

Meminimalisir kerusakan ekologi 6.3

0 1 2 3 4 5 6 7
Indikator Penilaian

Keterangan: 1: Sangat Tidak Setuju, 2: Tidak Setuju, 3: Agak Tidak Setuju, 4: Biasa Saja, 5: Agak
Setuju, 6: Setuju, 7: Sangat Setuju
Gambar 39 Persepsi Ekologi Pengelola berdasarkan Kawasan Sekitar Obyek
Persepsi pengelola terhadap ekologi berdasarkan kawasan sekitar obyek
memiliki nilai yang relatif sama yaitu setuju (Gambar 39). Penilaian tertinggi
ditunjukan pada persepsi memilimalisir kerusakan ekologi dengan nilai 6,3 yang
berarti setuju. Pengelola menilai dengan menjaga kerusakan lingkungan akan
memberikan kenyamanan yang lebih bagi pengunjung. Hampir semua obyek
spiritual memiliki pemandangan alam yang menarik.
Penilaian terendah terdapat pada persepsi meningkatkan infrastruktur obyek
dengan nilai 5,8. Penilaian tersebut diberikan karena perbaikan infrastruktur tidak
menjadi prioritas utama. Biaya infrastruktur yang terlalu mahal menyebabkan
pengelola lebih berfokus pada fasilitas penunjang kegiatan di dekat obyek spiritual.
b. Ekonomi

Menciptakan bisnis wisata 5.9

Meningkatkan pendapatan daerah 5.4

Menarik investor untuk kerjasama 6.0

Mendorong pengembangan wilayah 5.5

Mendorong pembangunan fasilitas 5.5

Meningkatkan penghasilan masyarakat 5.8

Membuka lapangan kerja 6.0

0 1 2 3 4 5 6 7
Indikator Penilaian

Keterangan: 1: Sangat Tidak Setuju, 2: Tidak Setuju, 3: Agak Tidak Setuju, 4: Biasa Saja, 5: Agak
Setuju, 6: Setuju, 7: Sangat Setuju
Gambar 40 Penilaian Persepsi Ekonomi Pengelola berdasarkan Pengembangan
55

Penilaian persepsi ekonomi berdasarkan pengembangan oleh responden


pengelola cukup beragam (Gambar 40). Pandangan pengelola terhadap menarik
investor untuk kerjasama dan membuka lapangan kerja mendapatkan nilai tertinggi
yaitu 6 yang berarti setuju. Pengelola berusaha untuk mendapatkan bantuan
khususnya dana dari pihak lain karena tidak ada bantuan dari pemerintah dan dapat
membantu masyarakat dengan lapangan kerja baru dari adanya obyek spiritual.
Penilaian terendah terdapat pada persepsi meningkatkan pendapatan daerah
dengan nilai 5,4 yang berarti agak setuju. Penilaian tersebut diberikan karena
sedikitnya peran pemerintah, sehingga pengelola tidak terlalu tertarik untuk
memberikan pemasukan kepada daerah dan lebih berfokus pada pengembangan
kawasan.

Pendapatan pemandu wisata 5.9

Pendapatan souvenir 6.2

Memberikan peluang usaha penginapan 5.6

Memberikan peluang usaha transportasi 5.2

Memberikan peluang usaha makanan 5.5

Pendapatan dari tiket lahan parkir 5.2

Pendapatan dari tiket masuk 5.0

0 1 2 3 4 5 6 7
Indikator Penilaian

Keterangan: 1: Sangat Tidak Setuju, 2: Tidak Setuju, 3: Agak Tidak Setuju, 4: Biasa Saja, 5: Agak
Setuju, 6: Setuju, 7: Sangat Setuju
Gambar 41 Persepsi Ekonomi Pengelola berdasarkan Pemasukan Daerah
Persepsi ekonomi berdasarkan pemasukan daerah memiliki nilai yang cukup
beragam (Gambar 41). Pandangan pengelola terhadap pendapatan souvenir
mendapatkan nilai tertinggi yaitu 6,2 yang berarti setuju. Pengelola menilai
masyarakat di sekitar obyek spiritual memiliki kekhasan daerah sehingga dapat
menjual kerajian atau makanan khas kepada pengunjung. Masyarakat tetap menjaga
budayanya.
Penilaian terendah terdapat pada persepsi pendapatan dari tiket masuk.
Persepsi ini mendapatkan nilai 5 yang berarti agak setuju. Penilaian tersebut
diberikan karena pengelola sebagian besar tidak terlalu setuju dengan sistem tiket
pada obyek spiritual. Ticketing dinilai dapat mengurangi kehormatan obyek
spiritual yang dianggap menguangkan obyek. Namun sebagian pengelola lebih
setuju dengan istilah bantuan atau sumbangan yang dapat membantu pembangunan
fasilitas obyek spiritual.
56

Omset penjualan meningkat 5.8


Mendorong industri rumah tangga 5.6
Menambah peningkatan biro perjalanan 5.1
Bahan pertimbangan industri pariwisata 5.7
Sumber pajak daerah 5.6
Mempertahankan industri pariwisata 5.7
Meningkatkan permintaan produk lokal 5.8

0 1 2 3 4 5 6 7
Indikator Penilaian

Keterangan: 1: Sangat Tidak Setuju, 2: Tidak Setuju, 3: Agak Tidak Setuju, 4: Biasa Saja, 5: Agak
Setuju, 6: Setuju, 7: Sangat Setuju
Gambar 42 Penilaian Persepsi Ekonomi Pengelola berdasarkan Industri Pariwisata
Penilaian persepsi ekonomi berdasarkan industri pariwisata cukup beragam
(Gambar 42). Penilaian tertinggi pengelola terhadap omset penjualan meningkat
dan meningkatkan permintaan produk lokal mendapatkan nilai 5,8 yang berarti
setuju. Pengelola menyatakan dengan adanya perencanaan ekowiata spiritual akan
memberikan peluang bagi pelaku usaha untuk meningkatkan omsetnya khususnya
produk lokal. Kegiatan ekowisata spiritual akan meningkatkan kunjungan
wisatawan khususnya dari luar daerah.
Penilaian terendah terdapat pada menambah peningkatan biro perjalanan.
Persepsi ini mendapatkan nilai 5,1 yang berarti agak setuju. Penilaian tersebut
diberikan karena kurangnya biro perjalanan yang mengarahkan kepada obyek-
obyek spiritual. Pengelola juga tidak terlalu fokus pada promosi kepada biro
perjalanan.
c. Sosial Budaya
Memaksimalkan nilai obyek dalam
5.7
kehidupan sehari-hari
Meningkatkan pengetahuan terhadap makna
6.0
obyek
Mendorong dan menghidupkan kembali nilai
6.0
budaya
Meningkatkan dan memfasilitasi minat
6.1
eksplorasi
Media interpretasi untuk menggugah
5.7
kepuasan
Meningkatkan pengetahuan untuk
6.3
melestarikan budaya
Kesadaran untuk mencintai obyek 6.4

0 1 2 3 4 5 6 7
Indikator Penilaian

Keterangan: 1: Sangat Tidak Setuju, 2: Tidak Setuju, 3: Agak Tidak Setuju, 4: Biasa Saja, 5: Agak
Setuju, 6: Setuju, 7: Sangat Setuju
Gambar 43 Penilaian Persepsi Sosial Budaya Pengelola berdasarkan Nilai Obyek
57

Penilaian pengelola terhadap sosial budaya berdasarkan nilai obyek relatif


sama yaitu setuju (Gambar 43). Penilaian persepsi terhadap kesadaran untuk
mencintai obyek mendapatkan nilai tertinggi yaitu 6,4. Pengelola melihat sebagian
besar masyarakat mulai tidak peduli kepada obyek spiritual. Tingkat kepedulian
masyarakat yang rendah ditakutkan menjadi penyebab kurangnya pemahaman
terhadap obyek dan berdampak pada penilaian negatif.
Penilaian terendah terdapat pada persepsi memaksimalkan nilai obyek dalam
kehidupan sehari-hari dan media interpretasi untuk menggugah kepuasan dengan
nilai 5,7. Pengelola mengharapkan masyarakat khususnya yang berdampingan
dengan obyek spiritual menjalankan rutinitas sehari-hari berdasarkan pemaknaan
atau pelajaran dari obyek spiritual. Pengelola juga membutuhkan media interpretasi
khususnya petunjuk arah karena sebagian obyek spiritual sulit ditemui.
Mempertahankan pemahaman nilai
6.1
kepercayaan obyek
Menyelaraskan norma dan nilai religius
6.1
sehingga harmonis
Meningkatkan kebahagiaan karena rasa cinta
5.8
terhadap obyek
Menghilangkan pandangan negatif 6.1
Menumbuhkan rasa berprilaku sesuai kaidah
6.4
agama
Menjaga nilai religius 6.2
Meningkatkan toleransi dan kerukunan umat
6.0
beragama
0 1 2 3 4 5 6 7
Indikator Penilaian

Keterangan: 1: Sangat Tidak Setuju, 2: Tidak Setuju, 3: Agak Tidak Setuju, 4: Biasa Saja, 5: Agak
Setuju, 6: Setuju, 7: Sangat Setuju
Gambar 44 Penilaian Persepsi Sosial Budaya Pengelola berdasarkan Kepercayaan
Persepsi pengelola terhadap sosial budaya berdasarkan keagamaan dan
kepercayaan relatif sama yaitu setuju (Gambar 44). Nilai tertinggi terdapat pada
persepsi menumbuhkan rasa berperilaku sesuai kaidah agama dengan nilai 6,4.
Sebagian besar masyarakat masih menganggap kegiatan spiritual bersifat syirik,
sehingga pengelola selalu mengingatkan peziarah agar selalu ingat dengan Tuhan
agar sesuai dengan kaidah agama. Penilaian terendah terdapat pada persepsi
meningkatkan kebahagiaan karena rasa cinta terhadap obyek. Persepsi ini
mendapatkan nilai 5,8. Penilaian tersebut diberikan karena pengelola menghindari
kepada sifat fanatisme, sehingga pengelola berharap agar pengunjung mempunyai
rasa cinta secukupnya dan tidak berlebihan.
3. Kesiapan Pengelola
Perencanaan ekowisata spiritual memiliki pengaruh terhadap pengelola.
Pengelola merupakan faktor utama dalam perencanaan ekowisata spiritual di
Kabupaten Pangandaran. Keberhasilan perencanaan ekowisata spiritual sangat
terpengaruh pada kesiapan dari pengelola obyek. Kesiapan tersebut dapat berupa
keterlibatan pengelola dalam kegiatan perencanaan ekowisata spiritual. Kesiapan
pengelola menghasilkan nilai yang cukup beragam.
58

Mencegah terjadinya pergeseran budaya 6.4

Menyediakan akses yang memadai 6.0

Menyediakan media interpretasi wisata 6.0

Menigkatkan mutu SDM 5.4

Menyediakan fasilitas umum yang memadai 5.8

Menjaga kelestarian obyek 6.6


Menyediakan jaminan kesehatan bagi
5.8
wisatawan
Melakukan evaluasi dengan pihak terkait 5.8

Menjamin kesejahteraan masyarakat lokal 5.7

Melakukan koordinasi dengan para pihak 6.2

Mengembangkan potensi obyek 6.1

Mempromosikan obyek wisata 6.0

Mengembangkan informasi wisata 6.2


Memberikan pelayanan mengenai kegiatan
6.2
wisata
Mendukung adanya perencanaan ekowisata
6.3
spiritual
0 1 2 3 4 5 6 7
Indikator Penilaian

Keterangan: 1: Sangat Tidak Siap, 2: Tidak Siap, 3: Agak Tidak Siap, 4: Biasa Saja, 5: Agak Siap,
6: Siap, 7: Sangat Siap
Gambar 45 Kesiapan Pengelola dalam Perencanaan Ekowisata Spiritual
Kesiapan pengelola dalam perencanaan ekowisata spiritual memiliki
penilaian yang beragam (Gambar 45). Penilaian terhadap menjaga kelestarian
obyek mendapatkan nilai tertinggi yaitu 6,6 yang berarti sangat siap. Pengelola
sangat siap untuk menjaga kelestarian obyek dengan mencegah terjadinya
pergeseran budaya.
Penilaian terendah terdapat pada aspek meningkatkan mutu SDM. Aspek ini
mendapatkan nilai 5,4 yang berarti agak siap. Penilaian tersebut diberikan karena
hampir seluruh obyek tidak memiliki pengelolaan yang baik. Ketersediaan
sumberdaya manusia juga minim karena hampir semua obyek spiritual hanya
dikelola oleh juru kunci.
59

E. Karakteristik, Motivasi, Persepsi dan Preferensi Pengunjung

1. Karakteristik Pengunjung
Karakteristik pengunjung terdiri dari jenis kelamin, usia, asal kedatangan,
status pernikahan, pendidikan terakhir, pekerjaan, pendapatan, agama, jumlah
kunjungan, lama kunjungan dan waktu kunjungan (Tabel 13). Keterkaitan
pengunjung dalam perencanaan ekowisata spiritual di kabupaten Pangandaran yaitu
pengunjung memiliki peran yang sangat penting. Peran tersebut berhubungan
dengan pembuatan program wisata.
Tabel 13 Karakteristik Responden Pengunjung
No. Karakteristik Jumlah Persentasi (%)
1. Jenis Kelamin Laki Laki 10 100
Perempuan - -
2. Usia <6 tahun - -
6-12 tahun - -
13-22 tahun - -
23-45 tahun 5 50
46-60 tahun 4 40
>60 tahun 1 10
3. Asal Kedatangan Pangandaran 6 60
Luar Pangandaran 4 40
4. Status Pernikahan Belum Menikah 4 40
Menikah 6 60
5. Penddikan Terakhir SD/MI - -
SMP/MTs 2 20
SMA/SMK 6 60
Diploma - -
Sarjana 2 20
6. Pekerjaan Juru Kunci - -
Petani 1 10
PNS 4 40
BUMN - -
Pegawai Swasta 2 20
Pedagang 3 30
7. Pendapatan Per Bulan <Rp500.000 - -
Rp500.000 - Rp1.000.000 1 10
Rp1.000.000 - Rp3.000.000 6 60
Rp3.000.000 - Rp5.000.000 3 30
>Rp5.000.000 - -
8. Agama Islam 10 100
Katolik - -
Protestan - -
Hindu - -
Budha - -
Konghucu - -
9. Jumlah Kunjungan 1 – 2 Kali - -
3 – 5 Kali 1 10
6 – 10 Kali 5 50
>10 Kali 4 40
10. Lama Kunjungan <1 Jam 2 20
1 – 3 Jam 8 80
5 Jam - -
>5 Jam - -
60

Tabel 13 Karakteristik Responden Pengunjung (Lanjutan)


No. Karakteristik Jumlah Persentasi (%)
11. Waktu Kunjungan Rutin setiap bulan 1 10
Rutin setiap tahun 5 50
Hari besar keagamaan - -
Peristiwa khusus bersifat 1 10
pribadi
Libur nasional 3 30
Waktu khusus terkait obyek - -
spiritual
Jenis kelamin responden pengunjung didominasi oleh laki-laki karena
memiliki tingkat kebutuhan spiritual yang lebih banyak. Usia responden
pengunjung yang mendominasi adalah 23 – 45 tahun. Karakteristik usia yang
mendominasi mendapatkan persentasi 50 persen. Pengunjung berusia dewasa lebih
banyak mendalami spiritualitas dibandingkan remaja. Sebagian besar pengunjung
berasal dari Kabupaten Pangandaran yaitu sebanyak 60 persen. Status pernikahan
didominasi dengan status menikah dengan persentasi 60 persen. Pendidikan
terakhir responden pengunjung sebagian besar berpendidikan SMA dengan
persentasi 60 persen. Responden pengunjung sebagian besar bekerja sebagai PNS
dengan persentasi 40 persen. Responden pengunjung sebagian besar berpenghasilan
sebanyak Rp1.000.000 - Rp3.000.000 dengan persentasi 60 persen. Seluruh
responden memeluk Agama Islam dengan persentasi 100 persen. Jumlah kunjungan
responden pengunjung yang mendominasi antara 6 – 10 kali dengan persentasi 50
persen. Pengunjung yang datang ke obyek spiritual sebagian besar hanya
menggunakan waktu antara 1 – 3 jam dengan persentasi 80 persen. Kunjungan
bertujuan untuk berziarah dan silaturahmi dengan juru kunci atau keluarga. Waktu
kunjungan yang mendominasi yaitu rutin setiap tahun dengan persentasi 50 persen.
2. Motivasi Pengunjung
Motivasi merupakan alasan seseorang untuk melakukan suatu aktivitas atau
kegiatan. Pengunjung yang datang ke beberapa obyek spiritual memiliki beberapa
motivasi. Motivasi tersebut terbagi menjadi motivasi fisik, motivasi budaya,
motivasi status dan prestise, serta motivasi interpersonal.
Motivasi Status dan Prestise
0%

Motivasi
Interpersonal
40%
Motivasi
Fisik
60%

Motivasi Budaya
0%

Gambar 46 Motivasi Pengunjung pada Obyek Spiritual


Hasil yang didapatkan sebagian besar motivasi pengunjung yang datang ke
obyek spiritual adalah motivasi fisik (Gambar 46). Motivasi fisik mendapatkan
persentasi 60 persen. Responden pengunjung yang datang sebagian besar bertujuan
untuk beribadah dan berrekreasi. Pengunjung yang datang dengan motivasi
61

interpersonal sebanyak 40 persen. Tujuan pengunjung ini yaitu untuk menemui


kerabat dan saudara yang berada di sekitar obyek spiritual. Motivasi terhadap
perencanaan ekowisata spiritual terbagi menjadi motivasi fisik, motivasi budaya,
motivasi status dan prestise, serta motivasi interpersonal. Penilaian setiap motivasi
mendapatkan hasil yang cukup beragam.
Berpartisipasi dalam kegiatan spiritual secara
5.0
fisik
Mendekatkan diri kepada Tuhan Yang Maha
5.7
Esa
Mendapatkan keseimbangan hidup 5.4

Meningkatkan kesehatan jasmani 5.3

Mendapatkan spirit baru 5.8

Menghilangkan kejenuhan suasana 5.3

Menghilangkan kepenatan 5.3

0 1 2 3 4 5 6 7
Indikator Penilaian

Keterangan: 1: Sangat Tidak Setuju, 2: Tidak Setuju, 3: Agak Tidak Setuju, 4: Biasa Saja, 5: Agak
Setuju, 6: Setuju, 7: Sangat Setuju
Gambar 47 Motivasi Fisik terhadap Perencanaan Ekowisata Spiritual
Penilaian motivasi fisik terhadap perencanaan ekowisata spiritual
mendapatkan nilai yang cukup beragam (Gambar 47). Penilaian tertinggi yang
didapatkan yaitu motivasi mendapatkan spirit baru. Nilai yang didapatkan sebesar
5,8 yang berarti setuju. Perencanaan yang dibuat dapat memberikan dampak yang
lebih beragam. Penilaian fisik terendah yaitu berpartisipasi dalam kegiatan spiritual
secara fisik. Nilai yang didapatkan sebesar 5 yang berarti agak setuju. Pengunjung
lebih mengutamakan kegiatan yang bersifat spiritualitas seperti ziarah dan semedi.

Mengenal adat istiadat masyarakat 4.8


Mengikuti acara atau kegiatan spiritual 5.0
Mengenal atribut budaya masyarakat 4.7
Mengenal kebudayaan masyarakat 4.7
Mengetahui tradisi yang memiliki nilai spiritual 4.8
Mengenal atribut spiritual 5.0
Mengenal sejarah obyek spiritual 5.9

0 1 2 3 4 5 6 7
Indikator Penilaian

Keterangan: 1: Sangat Tidak Setuju, 2: Tidak Setuju, 3: Agak Tidak Setuju, 4: Biasa Saja, 5: Agak
Setuju, 6: Setuju, 7: Sangat Setuju
Gambar 48 Motivasi Budaya terhadap Perencanaan Ekowisata Spiritual
62

Penilaian motivasi budaya terhadap perencanaan ekowisata spiritual


mendapatkan nilai yang cukup beragam (Gambar 48). Penilaian tertinggi yaitu
mengenal sejarah obyek spiritual. Nilai yang didapatkan sebesar 5,9 yang berarti
setuju. Pengunjung menilai dengan adanya perencanaan ekowisata spiritual,
pengunjung dapat lebih mengetahui sejarah dari obyek spiritual yang dikunjungi.
Penilaian terendah yaitu mengenal atribut budaya masyarakat dan mengenal
kebudayaan masyarakat. Nilai yang didapatkan hampir sama yaitu 4,7 yang berarti
agak setuju. Pengunjung lebih fokus pada kegiatan spiritual.

Mendapatkan edukasi 5.1


Mendapatkan semangat baru 4.6
Mendapatkan ketenangan 4.8
Mendapatkan ilmu spiritual 4.9
Mendapatkan keberkahan 5.3
Mendapatkan kesehatan 4.3
Mendapatkan pencerahan 5.2

0 1 2 3 4 5 6 7
Indikator Penilaian

Keterangan: 1: Sangat Tidak Setuju, 2: Tidak Setuju, 3: Agak Tidak Setuju, 4: Biasa Saja, 5: Agak
Setuju, 6: Setuju, 7: Sangat Setuju
Gambar 49 Motivasi Interpersonal terhadap Perencanaan Ekowisata Spiritual
Penilaian motivasi interpersonal terhadap perencanaan ekowisata spiritual
mendapatkan nilai yang cukup beragam (Gambar 49). Penilaian tertinggi yaitu
mendapatkan keberkahan dengan nilai 5,3 yang berarti agak setuju. Pengunjung
sebagian besar melakukan kegiatan spiritual untuk mendapatkan keberkahan dari
Tuhan. Penilaian terendah yaitu mendapatkan kesehatan dengan nilai 4,3 yang
berarti biasa saja. Motivasi dalam melakukan berziarah lebih kepada beribadah dan
tidak terlalu fokus pada kesehatan.

Menigkatkan nilai-nilai material 4.3


Meningkatkan idealisme 3.9
Menambah kepuasan rohani 4.9
Menambah referensi obyek spiritual 4.0
Menigkatkan status dan prestise 4.8
Menigkatkan interaksi sosial 5.4
Meningkatkan wawasan atau pengetahuan spiritual 5.2

0 1 2 3 4 5 6 7
Indikator Penilaian

Keterangan: 1: Sangat Tidak Setuju, 2: Tidak Setuju, 3: Agak Tidak Setuju, 4: Biasa Saja, 5: Agak
Setuju, 6: Setuju, 7: Sangat Setuju
Gambar 50 Motivasi Status dan Prestise terhadap Perencanaan
63

Motivasi ststus dan prestise terhadap perencanaan ekowisata spiritual


mendapatkan nilai yang cukup beragam (Gambar 50). Penilaian tertinggi yaitu
meningkatkan interaksi sosial dengan nilai 5,4 yang berarti agak setuju.
Perencanaan ekowisata spiritual diharapkan dapat menjalin silaturahmi antar
pengunjung dengan orang lain. Penilaian terendah yaitu meningkatkan idealisme
dengan nilai 3,9 yang berarti biasa saja. Obyek spiritual atau pemahamannya
dianggap sebagai satu-satunya hal yang benar merupakan hal yang sangat salah.
3. Persepsi Pengunjung
Persepsi responden pengunjung terhadap perencanaan ekowisata spiritual
terbagi menjadi persepsi ekologi, ekonomi dan sosial budaya. Persepsi tersebut
dinilai oleh pengunjung untuk mengetahui pandangan terhadap perencanaan
ekowisata spiritual di Kabupaten Pangandaran.
a. Ekologi

Obyek spiritual tertata dengan baik 5.3


Kelestarian obyek spiritual 5.8
Pengembangan edukasi 5.4
Meminimalisir kerusakan obyek 5.4
Pandangan positif terhadap obyek 5.5
Perawatan obyek spiritual secara rutin 5.4
Perlindungan keaslian obyek spiritual 5.7

0 1 2 3 4 5 6 7
Indikator Penilaian

Keterangan: 1: Sangat Tidak Setuju, 2: Tidak Setuju, 3: Agak Tidak Setuju, 4: Biasa Saja, 5: Agak
Setuju, 6: Setuju, 7: Sangat Setuju
Gambar 51 Persepsi Pengunjung terhadap Ekologi berdasarkan Obyek
Penilaian persepsi pengunjung terhadap ekologi berdasarkan obyek memiliki
nilai yang beragam (Gambar 51). Penilaian tertinggi yang didapatkan yaitu
kelestarian obyek spiritual. Persepsi ini mendapatkan nilai 5,8 yang berarti setuju.
Pengunjung akan kehilangan tempat yang biasa didatangi dan perlu dilestarikan
untuk dikenalkan ke orang lain yang belum mengetahui. Dengan adanya
perencanaan ekowisata spiritual diharapkan dapat menjadi media agar obyek wisata
spiritual lebih dikenal. Penilaian terendah terdapat pada persepsi obyek spiritual
tertara dengan baik. Persepsi ini mendapat nilai 5,3 yang berarti agak setuju.
Penilaian tersebut diberikan karena sebagian besar responden lebih setuju untuk
tidak merubah kondisi obyek yang berpengaruh pada kesakralan obyek spiritual.
64

Meningkatkan daya dukung kawasan 4.9


Meningkatkan infrastruktur obyek 5.8
Meningkatkan kualitas kebersihan 5.4
Memaksimalkan potensi obyek kawasan 5.4
Menertibkan lahan parkir liar 4.7
Mengatur tata ruang kawasan 5.4
Meminimalisir kerusakan ekologi 5.7
0 1 2 3 4 5 6 7
Indikator Penilaian

Keterangan: 1: Sangat Tidak Setuju, 2: Tidak Setuju, 3: Agak Tidak Setuju, 4: Biasa Saja, 5: Agak
Setuju, 6: Setuju, 7: Sangat Setuju
Gambar 52 Persepsi Ekologi Pengunjung berdasarkan Kawasan Sekitar Obyek
Persepsi pengunjung terhadap ekologi berdasarkan kawasan sekitar obyek
memiliki nilai yang cukup bervariasi (Gambar 52). Penilaian tertinggi ditunjukan
pada persepsi meningkatkan infrastruktur obyek dengan nilai 5,8 yang berarti
setuju. Infrastruktur menuju obyek spiritual sebagian besar memiliki jalur yang
kurang baik sehingga perlu ditingkatkan. Penilaian terendah terdapat pada persepsi
menetibkan lahan parkir liar dengan nilai 4,7. Penilaian tersebut diberikan karena
pengunjung sudah merasa aman dengan lahan parkir yang tersedia.
b. Ekonomi

Menciptakan bisnis wisata 4.1


Meningkatkan pendapatan daerah 4.3
Menarik investor untuk kerjasama 4.4
Mendorong pengembangan wilayah 4.4
Mendorong pembangunan fasilitas 5.0
Meningkatkan penghasilan masyarakat 4.8
Membuka lapangan kerja 5.4
0 1 2 3 4 5 6 7
Indikator Penilaian

Keterangan: 1: Sangat Tidak Setuju, 2: Tidak Setuju, 3: Agak Tidak Setuju, 4: Biasa Saja, 5: Agak
Setuju, 6: Setuju, 7: Sangat Setuju
Gambar 53 Penilaian Persepsi Ekonomi Pengelola berdasarkan Pengembangan
Penilaian persepsi ekonomi berdasarkan pengembangan oleh responden
pengelola cukup beragam (Gambar 53). Pandangan pengunjung terhadap membuka
lapangan kerja mendapatkan nilai tertinggi yaitu 5,4 yang berarti agak setuju.
Perencanaan ekowisata spiritual akan membuka lapangan kerja baru. Penilaian
terendah terdapat pada persepsi menciptakan bisnis wisata dengan nilai 4,1 yang
berarti biasa saja. Penilaian tersebut diberikan karena kondisi obyek spiritual yang
belum memungkinkan untuk membangun bisnis wisata.
65

Pendapatan pemandu wisata 5.3


Pendapatan souvenir 5.5
Memberikan peluang usaha penginapan 5.3
Memberikan peluang usaha transportasi 5.7
Memberikan peluang usaha makanan 5.2
Pendapatan dari tiket lahan parkir 5.1
Pendapatan dari tiket masuk 5.2

0 1 2 3 4 5 6 7
Indikator Penilaian

Keterangan: 1: Sangat Tidak Setuju, 2: Tidak Setuju, 3: Agak Tidak Setuju, 4: Biasa Saja, 5: Agak
Setuju, 6: Setuju, 7: Sangat Setuju
Gambar 54 Persepsi Ekonomi Pengunjung berdasarkan Pemasukan Daerah
Persepsi ekonomi berdasarkan pemasukan daerah memiliki nilai yang cukup
beragam (Gambar 54). Pandangan pengunjung terhadap memberikan peluang usaha
transportasi mendapatkan nilai tertinggi yaitu 5,7 yang berarti setuju. Kabupaten
Pangandaran memiliki sedikit angkutan umum khususnya angkutan umum antar
desa. Penilaian terendah terdapat pada persepsi pendapatan dari tiket lahan parkir.
Persepsi ini mendapatkan nilai 5,1 yang berarti agak setuju. Penilaian tersebut
diberikan karena lahan parkir tidak dikenakan biaya karena dekat dengan obyek,
sehingga pendapatan dari parkir tidak terlalu besar.

Omset penjualan meningkat 5.5


Mendorong industri rumah tangga 5.6
Menambah peningkatan biro perjalanan 5.4
Bahan pertimbangan industri pariwisata 4.2
Sumber pajak daerah 5.0
Mempertahankan industri pariwisata 5.0
Meningkatkan permintaan produk lokal 5.2

0 1 2 3 4 5 6 7
Indikator Penilaian

Keterangan: 1: Sangat Tidak Setuju, 2: Tidak Setuju, 3: Agak Tidak Setuju, 4: Biasa Saja, 5: Agak
Setuju, 6: Setuju, 7: Sangat Setuju
Gambar 55 Penilaian Ekonomi Pengunjung berdasarkan Industri Pariwisata
Penilaian persepsi ekonomi berdasarkan industri pariwisata cukup beragam
(Gambar 55). Penilaian tertinggi yaitu mendorong industri rumah tangga dengan
nilai 5,6 yang berarti setuju. Dengan adanya perencanaan ekowiata spiritual akan
memberikan peluang bagi industri rumah tangga untuk lebih banyak berproduksi.
Kegiatan ekowisata spiritual akan meningkatkan kunjungan wisatawan. Penilaian
terendah terdapat pada bahan pertimbangan industri pariwisata. Persepsi ini
mendapatkan nilai 4,2 yang berarti biasa saja. Penilaian tersebut diberikan karena
masih kurangnya industri pariwisata pada obyek-obyek spiritual.
66

c. Sosial Budaya

Memaksimalkan nilai obyek dalam


5.3
kehidupan sehari-hari
Meningkatkan pengetahuan terhadap makna
5.6
obyek
Mendorong dan menghidupkan kembali nilai
5.9
budaya
Meningkatkan dan memfasilitasi minat
5.0
eksplorasi
Media interpretasi untuk menggugah
5.4
kepuasan
Meningkatkan pengetahuan untuk
5.7
melestarikan budaya

Kesadaran untuk mencintai obyek 5.7

0 1 2 3 4 5 6 7
Indikator Penilaian

Keterangan: 1: Sangat Tidak Setuju, 2: Tidak Setuju, 3: Agak Tidak Setuju, 4: Biasa Saja, 5: Agak
Setuju, 6: Setuju, 7: Sangat Setuju
Gambar 56 Penilaian Sosial Budaya Pengunjung berdasarkan Nilai Obyek
Penilaian pengunjung terhadap sosial budaya berdasarkan nilai obyek cukup
beragam (Gambar 56). Penilaian persepsi terhadap mendorong dan menghidupkan
kembali nilai budaya mendapatkan nilai tertinggi yaitu 5,9. Pengunjung tidak
merasakan budaya yang khas dari sebagian besar masyarakat. Penilaian terendah
terdapat pada persepsi meningkatkan dan memfasilitsi minat eksplorasi dengan
nilai 5 yang berarti agak setuju. Kurangnya faktor yang dapat meningkatkan minat
eksplorasi yaitu sumberdaya manusia khususnya pemandu wisata.

Mempertahankan pemahaman nilai


5.4
kepercayaan obyek
Menyelaraskan norma dan nilai religius
5.3
sehingga harmonis
Meningkatkan kebahagiaan karena rasa cinta
5.5
terhadap obyek

Menghilangkan pandangan negatif 5.6


Menumbuhkan rasa berprilaku sesuai kaidah
5.9
agama

Menjaga nilai religius 5.6


Meningkatkan toleransi dan kerukunan umat
5.4
beragama
0 1 2 3 4 5 6 7
Indikator Penilaian

Keterangan: 1: Sangat Tidak Setuju, 2: Tidak Setuju, 3: Agak Tidak Setuju, 4: Biasa Saja, 5: Agak
Setuju, 6: Setuju, 7: Sangat Setuju
Gambar 57 Penilaian Sosial Budaya Pengunjung berdasarkan Kepercayaan
67

Persepsi pengunjung terhadap sosial budaya berdasarkan keagamaan dan


kepercayaan cukup beragam (Gambar 57). Penilaian tertinggi terdapat pada
persepsi menumbuhkan rasa berperilaku sesuai kaidah agama dengan nilai 5,9 yang
berarti setuju. Perilaku sesuai kaidah menghindari obyek spiritual yang masih
dianggap syirik. Penilaian terendah terdapat pada persepsi menyelaraskan norma
dan nilai religius sehingga harmonis. Persepsi ini mendapatkan nilai 5,3. Penilaian
tersebut diberikan karena responden menyatakan untuk menghindari kemusrikan,
maka iman dari diri harus kuat.
4. Preferensi Pengunjung
Preferensi merupakan suatu pilihan yang paling diutamakan oleh pengunjung.
Preferensi sangat berhubungan dengan motivasi pengunjung. Preferensi juga
berhubungan dengan pilihan atau cara merealisasikan suatu keinginan. Penilaian
preferensi responden pengunjung berdasarkan kategori yaitu motivasi fisik,
motivasi budaya, motivasi interpersonal, serta motivasi status dan prestise.
Meyakini makna dan fungsi prosesi spiritual
5.8
dalam kehidupan
Mengunjungi obyek yang memiliki nilai
5.7
religi
Menyelaraskan alam pikir dan alam rasa 5.4

Mencari pemahaman spiritual 5.5

Mengikuti prosesi spiritual 5.5

Ziarah atau Berdoa 5.4

Masalah dalam kehidupan sehari-hari 5.2

0 1 2 3 4 5 6 7
Indikator Penilaian

Keterangan: 1: Sangat Tidak Setuju, 2: Tidak Setuju, 3: Agak Tidak Setuju, 4: Biasa Saja, 5: Agak
Setuju, 6: Setuju, 7: Sangat Setuju
Gambar 58 Preferensi Pengunjung berdasarkan Motivasi Fisik
Penilaian preferensi pengunjung berdasarkan motivasi fisik mendapatkan
nilai yang beragam (Gambar 58). Penilaian tertinggi yaitu meyakini makna dan
fungi prosesi spiritual dalam kehidupan dengan nilai 5,8 yang berarti setuju.
Keyakinan dalam kehidupan mengingatkan diri bahwa hidup tidak hanya di dunia,
sehingga dalam menjalani kehidupan harus didasari oleh keyakinan. Penilaian
terendah terdapat pada masalah dalam kehidupan sehari-hari. Persepsi ini
mendapatkan nilai 5,2 yang berarti agak setuju. Penilaian tersebut diberikan karena
responden lebih memilih untuk beribadah ketika menghadapi masalah dan obyek
spiritual sering dijadikan untuk perantara.
68

Mengikuti proses tata cara kegiatan


5.8
masyarakat
Memahami nilai dari setiap tahapan kegiatan
5.6
spiritual
Memahami makna dan filosofi setiap atribut 5.7
Mengetahui kegiatan yang memiliki nilai
6.0
spiritual
Mengetahui tahapan proses pelaksanaan
5.5
kebudayaan
Memahami nilai yang terkandung dalam
5.4
setiap atribut
Ikut serta dalam aktivitas dan kegiatan
5.9
spiritual
0 1 2 3 4 5 6 7
Indikator Penilaian

Keterangan: 1: Sangat Tidak Setuju, 2: Tidak Setuju, 3: Agak Tidak Setuju, 4: Biasa Saja, 5: Agak
Setuju, 6: Setuju, 7: Sangat Setuju
Gambar 59 Preferensi Pengunjung berdasarkan Motivasi Budaya
Penilaian preferensi pengunjung berdasarkan motivasi budaya mendapatkan
nilai yang beragam (Gambar 59). Penilaian tertinggi yaitu mengetahui kegiatan
yang memiliki nilai spiritual dengan nilai 6 yang berarti setuju. Pengunjung dapat
lebih banyak mengetahui kebudayaan disuatu daerah. Penilaian terendah terdapat
pada memahami nilai yang terkandung dalam setiap atribut. Persepsi ini
mendapatkan nilai 5,4 yang berarti agak setuju. Penilaian tersebut diberikan karena
responden tidak ingin terlalu detail dan cukup untuk mengetahui.

Terhadap leluhur 5.4

Terhadap antar pengunjung 5.1

Terhadap ahli spiritual 5.8

Terhadap tokoh masyarakat 5.6

Terhadap juru kunci 5.3

0 1 2 3 4 5 6 7
Indikator Penilaian

Keterangan: 1: Sangat Tidak Setuju, 2: Tidak Setuju, 3: Agak Tidak Setuju, 4: Biasa Saja, 5: Agak
Setuju, 6: Setuju, 7: Sangat Setuju
Gambar 60 Preferensi Pengunjung berdasarkan Motivasi Interpersonal
Penilaian preferensi pengunjung berdasarkan motivasi interpersonal
mendapatkan nilai yang beragam (Gambar 60). Penilaian tertinggi yaitu terhadap
ahli spiritual dengan nilai 5,8 yang berarti setuju. Pengunjung lebih mempercayai
informasi dari ahli spiritual. Penilaian terendah terdapat pada motivasi terhadap
antar pengunjung. Persepsi ini mendapatkan nilai 5,1 yang berarti agak setuju.
Penilaian tersebut diberikan karena untuk menghindari kesalahpahaman antar
pengunjung.
69

Memberikan sedekah 5.4


Minum dan mandi air yang dikeramatkan 5.7
Beribadah 5.4
Mencari informasi kepada juru kunci 5.6
Berfoto dengan obyek sebagai rekoleksi 5.2
Interaksi dengan masyarakat setempat 5.3
Mengunjungi obyek spiritual 5.8
0 1 2 3 4 5 6 7
Indikator Penilaian

Keterangan: 1: Sangat Tidak Setuju, 2: Tidak Setuju, 3: Agak Tidak Setuju, 4: Biasa Saja, 5: Agak
Setuju, 6: Setuju, 7: Sangat Setuju
Gambar 61 Preferensi Pengunjung berdasarkan Motivasi Status dan Prestise
Penilaian preferensi pengunjung berdasarkan motivasi status dan prestise
mendapatkan nilai yang beragam (Gambar 61). Penilaian preferensi tertinggi
dengan cara mengunjungi obyek spiritual. Preferensi ini mendapatkan nilai 5,8
yang berarti setuju. Pengunjung ingin mendapatkan informasi yang benar mengenai
obyek spiritual. Penilaian terendah terdapat pada berfoto dengan obyek sebagai
rekoleksi. Persepsi ini mendapatkan nilai 5,2 yang berarti agak setuju. Penilaian
tersebut diberikan karena berkunjung ke obyek spiritual merupakan kepuasan batin
dan untuk rekoleksi lebih memilih obyek di sekitar obyek spiritual.

F. Rancangan Program Ekowisata

1. Rancangan Aktivitas
Rancangan aktivitas dibuat berdasarkan potensi yang terdapat di Kabupaten
Pangandaran. Aktivitas yang dibuat berfokus pada obyek spiritual dan ditambahkan
dengan potensi lainnya. Potensi tambahan pada obyek spiritual akan membuat
program menjadi lebih menarik (Tabel 14).
Tabel 14 Aktivitas pada Obyek Spiritual
No. Aktivitas Lokasi
1. Berziarah Makam Gedeng Mataram, Makam Eyang Jaga Resmi, Makam
Dalem Dongkol, Makam Munggang Gandu, Makam Sembah
Agung
2. Pengenalan Sejarah Situs Mangunjaya, Goa Donan, Cikabuyutan, Makam Gedeng
Mataram, Makam Eyang Jaga Resmi, Makam Dalem Dongkol,
Makam Sembah Agung
3. Fotografi Goa Donan, Cikabuyutan, Cijumbleng
4. Tracking Cikabuyutan
Kegiatan ziarah dilakukan dengan mengunjungi beberapa obyek makam.
Kegiatan ziarah diharapkan dapat memberikan pengalaman dan pengetahuan
mengenai nilai kehidupan. Peziarah diharapkan dapat meneladani sifat dari leluhur
yang dimakamkan di obyek tersebut. Kegiatan berziarah dilakukan di beberapa
kecamatan yaitu Kecamatan Padaherang, Kecamatan Kalipucang, Kecamatan
Sidamulih dan Kecamatan Cijulang. Pemanduan dalam kegiatan berziarah
dilakukan oleh juru kunci. Peziarah akan dipandu dalam memahami nilai-nilai
spiritual, sejarah makam dan fungsi makam di masyarakat.
70

Pengenalan sejarah dapat dilakukan pada tujuh obyek ekowisata spiritual.


Obyek tersebut memiliki nilai sejarah yang cukup erat dengan perkembangan
Kabupaten Pangandaran. Nilai spiritual yang didapatkan dari kegiatan ini adalah
pengunjung lebih menghargai jasa para leluhur setelah mendalami sejarah.
Fotografi dapat dilakukan pada program ekowisata spiritual. Kegiatan fotografi
dilakukan pada beberapa obyek yang memiliki potensi lain berupa pemandangan
alam. Nilai spiritual yang didapatkan adalah pengembangan keahlian diri
photografer dalam melakukan hobinya. Tracking dilakukan pada obyek yang
jaraknya saling berjauhan dalam satu kawasan dan memiliki potensi lain yaitu alam.
Kegiatan ini disediakan untuk pengunjung yang ingin berpetualang. Nilai spiritual
yang didapatkan yaitu pengunjung dapat menikmati keindahan dan menghargai
alam.
2. Rancangan Program
a. Latar Belakang Konsep
Peran spiritual memiliki pengaruh yang besar dalam kehidupan manusia.
Pengaruh tersebut dapat menimbulkan perubahan yang besar terhadap perilaku
manusia. Kegiatan spiritual dapat memberikan dampak positif dan negatif. Dampak
positif pasti memberikan manfaat, namun dampak negatif akan memberikan
kerugian akibat dari kurangnya pemahaman terhadap makna kegiatan spiritual.
Pemahaman terhadap kegiatan spiritual perlu dilakukan untuk menghindari dampak
negatif. Kabupaten Pangandaran memiliki potensi obyek ekowisata spiritual yang
cukup beragam. Sebagian besar obyek merupakan bukti mengenai sejarah yang
terdapat di Kabupaten Pangandaran. Perencanaan untuk semua program yang
dibuat memiliki konsep pemahaman terhadap obyek untuk mengurangi dampak
negatif dan mengangkat sumberdaya lain disekitar obyek. Konsep yang dibuat
adalah Napak Tilas Budaya Spiritual Pangandaran. Semua program dapat diikuti
oleh wisatawan dengan minat khusus dan tidak terbatas oleh keyakinan atau agama.
b. Jenis Kegiatan
Program terbagi menjadi beberapa jenis kegiatan berdasarkan potensi
spiritual yang terdapat di Kabupaten Pangandaran. Program yang dirancang dapat
disesuaikan dengan ketersediaan waktu luang calon peserta. Program yang
dirancang memiliki waktu 4 hari (Tabel 15). Program ini dirancang untuk
mengunjungi obyek spiritual di Kabupaten Pangandaran. Jumlah peserta dalam
program ini sebanyak 10-20 orang dengan kisaran usia 23-60 tahun. Tujuan dari
rancangan program yaitu untuk memberikan pemahaman mendalam mengenai
sejarah dari obyek spiritual, memperkenalkan potensi alam dan budaya di
Pangandaran, serta memberikan pengaruh positif tehadap peserta kegiatan.
Tabel 15 Itinerary Program Napak Tilas Budaya Spiritual Pangandaran
No. Waktu Tempat Kegiatan
Hari ke-1
1. 09.00-09.15 Lapangan Surawangsa Penyambutan, Arahan
Padaherang
2. 09.15-10.00 Desa Paledah Perjalanan menuju kantor desa, Penjelasan
sejarah Pangandaran
3. 10.00-12.00 Makam Gedeng Napak Tilas Makam Gedeng Mataram
Mataram
4. 12.00-13.00 Desa Paledah Istirahat
71

Tabel 15 Itinerary Program Napak Tilas Budaya Spiritual Pangandaran (Lanjutan)


No. Waktu Tempat Kegiatan
5. 13.00-13.15 Desa Tunggilis Perjalanan menuju Goa Donan
6. 13.15-14.00 Penginapan Istirahat dan persiapan jelajah goa
7. 14.00-16.30 Goa Donan Penjelasan Sejarah, Semedi dalam goa
8. 16.30-18.00 Penginapan Istirahat
9. 18.00-20.00 Penginapan Mengaji, Makan bersama
10. 20.00-07.00 Penginapan Istirahat
Hari ke-2
1. 07.00-08.00 Penginapan Sarapan, Persiapan
2. 08.00-08.15 Desa Pamotan Perjalanan menuju Makam Eyang Jaga Resmi
3. 08.15-10.30 Makam Eyang Jaga Napak Tilas Jaga Resmi
Resmi
4. 10.30-10.50 Desa Bagolo Perjalanan menuju Situs Kandang Munding
5. 10.50-12.30 Situs Kandang Penjelasan Situs Kandang Munding
Munding
6. 12.30-13.30 Pantai Karapyak Istirahat
7. 13.30-14.00 Desa Emplak Perjalanan menuju Cikabuyutan
8. 14.00-16.30 Cikabuyutan Jelajah Cikabuyutan
9. 16.30-18.00 Pantai Karang Nini Istirahat
10. 18.00-20.00 Penginapan Mengaji, Makan bersama
11. 20.00-07.00 Penginapan Istirahat
Hari ke-3
1. 07.00-08.00 Penginapan Sarapan, Persiapan
2. 08.00-09.00 Desa Cikalong Perjalanan menuju Makam Munggang Gandu
3. 09.00-11.00 Makam Munggang Napak Tilas Makam Munggang Gandu
Gandu
4. 11.00-13.00 Cijumbleng Istirahat
5. 13.00-16.00 Cijumbleng Sejarah Cijumbleng, Pertunjukan seni budaya
6. 16.00-18.00 Penginapan Istirahat
7. 18.00-20.00 Penginapan Mengaji, Makan bersama
8. 20.00-22.00 Makam Dalem Napak Tilas Makam Dalem Dongkol
Dongkol
9. 22.00-07.00 Penginapan Istirahat
Hari ke-4
1. 07.00-08.00 Penginapan Sarapan, Persiapan
2. 08.00-08.30 Desa Batukaras Perjalanan menuju Makam Sembah Agung
3. 08.30-10.30 Makam Sembah Agung Napak Tilas Makam Sembah Agung
4. 10.30-11.00 Green Canyon Istirahat
5. 11.00-13.00 Green Canyon Penutupan

c. Rancangan Program Pilihan


Rancangan program ekowisata pilihan dibuat untuk pengunjung yang
memiliki waktu luang yang terbatas. Program pilihan dibuat dengan durasi satu
hari. Kegiatan yang menjadi pilihan yaitu Telusur Goa Donan, Jelajah Cikabuyutan
dan Wisata Desa Cikalong.
1) Telusur Goa Donan
Program Telusur Goa Donan bertujuan untuk mengetahui sejarah dan kondisi
terkini goa. Sejarah yang dijelaskan adalah perselisihan antara kedua tokoh
penyebar Agama Islam yang diselesaikan secara damai. Peserta dapat memahami
bahwa permasalahan tidak harus diselesaikan dengan kekerasan. Kegiatan pada
program ini yaitu ziarah ke Makam Adipati Raden Ronggo Segoro. Setelah
berziarah, peserta akan dilanjutkan untuk menelusuri goa. Peserta juga akan diajak
72

untuk bersemedi di dalam goa. Kegiatan semedi ini menjadi media renungan yang
menggambarkan kondisi gelap di dalam kubur. Peserta yang mengikuti kegiatan ini
diharapkan akan lebih menghargai setiap proses kehidupan.
Tabel 16 Itinerary Program Telusur Goa Donan
No. Kegiatan Durasi Tempat
1. Registrasi Pos Jaga
2. Persiapan, Pengarahan 20 Menit Mulut Goa
3. Penjelasan sejarah goa 10 Menit Pintu 1 mulut goa menuju Pintu 2 mulut goa
4. Ziarah 10 Menit Makam Adipati Raden Ronggo Segoro
5. Penelusuran goa 30 Menit Goa dalam
6. Semedi 5-10 Menit Dekat mulut goa
7. Breafing 10 Menit Mulut goa

2) Jelajah Cikabuyutan
Jelajah Cikabuyutan dilakukan untuk mengunjungi lokasi petilasan mulai dari
sumber air, goa hingga pantai. Peserta akan diajak untuk berkeliling dan melihat
obyek dengan pemandangan alam yang menghiasi di sepanjang perjalanan. Tujuan
dari kegiatan ini adalah mendapatkan gambaran perjuangan Embah Anggasinga
Wencana yang melakukan perjalanan jauh untuk melawan VOC, menyadarkan
pengunjung kepada keindahan alam yang diciptakan oleh tuhan dan membuat tubuh
lebih sehat karena banyak bergerak.
Tabel 17 Itinerary Program Jelajah Cikabuyutan
No. Kegiatan Durasi Tempat
1. Registrasi Rumah Juru Kunci
2. Persiapan, Pengarahan 10 Menit Rumah Juru Kunci
3. Penjelasan sejarah kawasan 10 Menit Sumber air
4. Penjelajahan menuju goa 15 Menit
5. Penjelasan goa 10 Menit Goa
6. Penjelajahan menuju pantai 15 Menit
7. Istirahat 30 Menit Pantai Karang Nini
8. Perjalanan kembali 10 Menit
8. Breafing 10 Menit Rumah Juru Kunci

3) Wisata Desa Cikalong


Program Wisata Desa Cikalong bertujuan untuk menyadarkan pentingnya
nilai-nilai budaya untuk kehidupan masyarakat khususnya pada bidang pangan.
Program ini mengadakan kegiatan ziarah ke Makam Dalem Dongkol. Setelah
berziarah, peserta akan diarahkan menuju Cijumbleng untuk melihat sumber air
Desa Cikalong dan menyaksikan kesenian ronggeng gunung, gondang buhun, dan
eok, serta makanan tradisional seperti angeun birus, awug, cocorot, dan urab.
Tabel 18 Itinerary Program Wisata Desa Cikalong
No. Kegiatan Durasi Tempat
1. Registrasi Online
2. Penjemputan 15 Menit Terminal Pangandaran
3. Penyambutan 20 Menit Kantor Desa Cikalong
4. Ziarah 20 Menit Makam Dalem Dongkol
5. Istirahat 10 Menit Cijumbleng
6. Penjelasan Cijumbleng 10 Menit Cijumbleng
6. Penampilan Budaya 45 Menit Cijumbleng
7. Makan bersama 30 Menit Cijumbleng
8. Penutupan 20 Menit Cijumbleng
73

3. Rancangan Pengembangan Obyek Ekowisata Spiritual


Implementasi program ekowisata Napak Tilas Budaya Spiritual Pangandaran
bekerjasama dengan beberapa pihak. Kerjasama tersebut terkait pengelolaan dalam
kegiatan program. Kerjasama dilakukan untuk memberikan pelayanan kepada
peserta program wisata. Kerjasama diharapkan memberikan kepuasan secara
maksimal. Pihak yang terkait dengan program Napak Tilas Budaya Spiritual
Pangandaran antara lain Disparbud Kabupaten Pangandaran, Kelompok Sadar
Wisata, Paguyuban, Biro dan Agen Perjalanan, Masyarakat, Petugas Kesehatan,
Petugas Keamanan dan Juru Kunci. Pihak-pihak yang terlibat memiliki tugas untuk
melayani peserta.
Pelayanan yang paling penting diberikan kepada peserta berupa penyediaan
fasilitas keselamatan dan pertolongan pertama seperti ambulan, kotak P3K, dan
asuransi. Selain pelayanan keselamatan, akomodasi juga diperlukan. Peserta
Program Napak Tilas Budaya Spiritual Pangandaran bermalam di tiga lokasi
berbeda. Hari pertama peserta menginap di rumah masyarakat Desa Tunggilis. Hari
kedua peserta menginap di rumah juru kunci Cikabuyutan. Hari ketiga peserta
menginap di rumah masyarakat Desa Cikalong. Pelayanan peserta juga dilakukan
dengan menyediakan pemandu wisata. Pemandu wisata memiliki pengetahuan yang
baik dalam pengenalan obyek. Pemandu wisata harus dari masyarakat atau juru
kunci dan dibagi berdasarkan jenis peserta.

G. Rancangan Media Promosi Ekowisata

Media promosi yang menjadi luaran dalam Perencanaan Ekowisata Spiritual


di Kabupaten Pangandaran berupa poster dan audio visual. Tujuannya untuk
memperkenalkan potensi obyek wisata spiritual yang terdapat di Kabupaten
Pangandaran. Poster yang dirancan menggambarkan seluruh obyek spiritual dengan
kalimat ajakan agar tidak beranggapan negatif terhadap obyek. Rancangan audio
visual ini berjudul Spiritual of Culture Pangandaran. Rancangan tersebut memiliki
durasi selama 3 menit.

Gambar 62 Pengenalan Judul Video


Pembukaan video berupa pengenalan judul dengan pemandangan laut.
Gambar berlanjut pada penggambaran obyek yang sudah banyak dikenal di
Pangandaran. Penetapan video tersebut dilakukan untuk menyadarkan bahwa masih
terdapat obyek lain selain yang telah dilihat. Selanjutnya obyek spiritual disajikan
74

dengan foto dan video mengenai obyek. Pada setiap obyek juga diberikan nama
obyek. Penutupan video terdiri dari ucapan terimakasih kepada pihak-pihak yang
membantu dalam proses kegiatan pengambilan dokumentasi dan pembuatan media
promosi.

Gambar 63 Rancangan Audio Visual

Gambar 64 Rancangan Poster Ekowisata Spiritual


75

VI. SIMPULAN DAN SARAN

A. Simpulan

1. Kabupaten Pangandaran memiliki sumberdaya wisata yang berpotensi untuk


dikembangkan dalam kegiatan wisata spiritual. Sumberdaya ekowisata
spiritual yang terdapat di Kabupaten Pangandaran tersebar di beberapa
kecamatan yang terbagi menjadi gejala alam, keagamaan atau kepercayaan,
dan kebudayaan.
2. Karakteristik masyarakat di Kabupaten Pangandaran berdasarkan jenis
kelamin didominasi oleh laki-laki berstatus sudah menikah, berusia 46-60
tahun, beragama Islam, berpendidikan terakhir SMA, pekerjaan petani
dengan kisaran pendapatan Rp1.000.000 - Rp3.000.000. Persepsi masyarakat
terhadap perencanaan adalah agak setuju dengan tingkat kesiapan rata-rata
5,5.
3. Karakteristik pengelola di Kabupaten Pangandaran berdasarkan jenis kelamin
didominasi oleh laki-laki berstatus menikah, berusia >60 tahun, beragama
Islam, berpendidikan terakhir SD, pekerjaan petani dengan penghasilan
kisaran Rp1.000.000 - Rp3.000.000, lama mengelola >10 tahun. Persepsi
pengelola terhadap perencanaan adalah setuju dengan tingkat kesiapan rata-
rata 6.
4. Karakteristik pengunjung di Kabupaten Pangandaran berdasarkan jenis
kelamin didominasi oleh laki-laki berstatus menikah, berusia 23–45 tahun,
beragama Islam, berpendidikan terakhir SMA, pekerjaan PNS dengan kisaran
pendapatan Rp1.000.000 - Rp3.000.000, dan berasal dari Kabupaten
Pangandaran. Jumlah kunjungan 6–10 kali dan lama kunjungan 1–3 jam.
Motivasi pengunjung didominasi oleh motivasi fisik yaitu beribadah dan
rekreasi dengan preferensi sebagian besar setuju meyakini makna dan fungsi
prosesi spiritual dalam kehidupan.
5. Luaran yang dihasilkan berupa program, poster dan media promosi audio
visual. Rancangan program berjudul Napak Tilas Budaya Spiritual
Pangandaran, bersifat edukasi dengan mendalami sejarah dan spiritual obyek.
Audio visual berdurasi 3 menit dengan menampilkan seluruh obyek spiritual.

B. Saran

1. Potensi sumberdaya spiritual di Kabupaten Pangandaran seharusnya lebih


digali dan diperhatikan kembali. Sejarah mengenai obyek spiritual sebagian
besar masih minim dan belum memiliki pengelolaan yang pasti.
2. Kesiapan masyarakat terhadap perencanaan ekowisata harus didukung
dengan pelatihan masyarakat terhadap pelayanan dalam kegiatan ekowisata.
Keterlibatan masyarakat harus ditingkatkan agar mampu memberikan
dampak yang positif.
3. Pengelola disarankan untuk bekerjasama dengan masyarakat dalam
mengembangkan obyek spiritual, khususnya dalam membangun fasilitas di
kawasan obyek spiritual.
76

4. Pengunjung diharapkan tidak terlalu fanatik terhadap obyek spiritual dan


melestarikan obyek dengan memahami fungsi obyek secara lebih baik.
5. Program ekowisata spiritual diharapkan mampu memberikan pemahaman
yang baik terhadap obyek. Program ekowisata spiritual yang dibuat
diharapkan dapat berkembang dan menjadi inspirasi agar lebih bervariasi.
77

DAFTAR PUSTAKA

Antariksa B. 2018. Kebijakan Pembangunan Sadar Wisata. Malang: Intrans


Publishing.
Avenzora R, Pratiekto PE. 2013. Ekowisata Spiritual di Indonesia. Avenzora R,
Teguh F (Eds). Ekowisata dan pembangunan Pariwisata Berkelanjutan di
Indonesia: Potensi, Pembelajaran dan Kesuksesan. Jakarta: PT. Gramedia
Pustaka Utama.
Avenzora R. 2008. Penilaian Potensi Obyek Wisata: Aspek dan Indikator
Penilaian. Avenzora R [Ed.]. Ekorutisme Teori dan Praktek. Banda Aceh:
BRR NAD-Nias.
Badan Pusat Statistik Kabupaten Ciamis. 2018. Pangandaran Dalam Angka 2018
Pangandaran Regency In Figures 2018. Ciami: BPS Kabupaten Ciamis.
Daryanto. 2010. Ilmu Komunikasi. Bandung: Sarana Tutorial Nurani Sejahtera.
Fahriansyah, Yoswati D. 2012. Pembangunan Ekowisata di Kecamatan Tanjung
Balai Asahan, Sumatera Utara: Faktor Ekologis Hutan Mangrove. Ilmu
Teknologi dan Kelautan Tropis IV (2): 346-359.
Forman D. 2017. The meaning of spirituality: a literature review. Journal of
Advanced Nursing (26): 1183–1188.
Kotler P. 1997. Manajemen Pemasaran. Jakarta: PT Prehallindo.
Kriyantono R. 2012. Teknik Praktis Riset Komunikasi. Jakarta: Prenada.
Kusuma IGARD dan Suryasih IA. 2016. Aktivitas Wisata Spiritual Dan Motivasi
Berwisata Di Daya Tarik Wisata Tanah Lot Kabupaten Tabanan. Jurnal
Destinasi Pariwisata IV (2): 118-122.
Margono. 2004. Metodologi Penelitian Pendidika. Jakarta: Rineka Cipta.
Mulyana D. 2007. Ilmu Komunikasi. Bandung: PT. Remaja Rosdakarya.
Noor R. 2013. PETA WILAYAH KABUPATEN PANGANDARAN.
cimerakpangandaran.blogspot.com/2013/05/peta-wilayah-kabupaten-
pangandaran.html [29 Desember 2019]
Nugroho I. 2011. Ekowisata Dan Pengembangan Berkelanjutan. Yogyakarta:
Pustaka Pelajar.
Nurdiani N. 2014. Teknik Sampling Snowball Dalam Penelitian Lapangan.
ComTech V (2): 1110-1118.
Peraturan Mentri Dalam Negeri Nomor 33 Tahun 2009 Tentang Pedoman
Pengembangan Ekowisata Daerah.
Pratiekto PE. 2017. Ragam Permintaan Potensial Terhadap Ekowisata Spiritual
Pada Masyarakat Bogor. Media Konservasi XXI (3): 242-251.
Rani DPM. 2014. Pengembangan Potensi Pariwisata Kabupaten Sumenep, Madura,
Jawa Timur. Jurnal Politik Muda III (3): 412-421.
78

Setiadi NJ. 2003. Perilaku Konsumen: Konsep dan Impilkasi. Jakarta: Prenada
Media.
Sharpley R. 2016. Tourism and Spirituality: An Evolving Relationship.
International Journal of Tourism and Spirituality I (1): 8-24.
Subawa NS dan Widhiasthini, N S. 2013. Wujud revitalisasi wisata spiritual sebagai
ekspansi kapitalisme pariwisata. Sosiohumaniora XV (1): 15-25.
Sukadijo RG. 2000. Anatomi Pariwisata: Memahami Pariwisata sebagai
Systematic Linkage. Jakarta: PT. Gramedia Pustaka Utama.
Sumarsono. 2010. Sosiolingisik. Politik XXI (2): 187-192.
Sunaryo B. 2013. Kebijakan Pembangunan Destinasi Pariwisata: Konsep dan
Aplikasinya di Indonesia. Yogyakarta: Gava Media.
Sutama IK. 2013. Pariwisata Spiritual di Bali dari Perspektif Stakeholder’s
Pariwisata. Perhotelan dan Pariwisata III (2): 1-14.
Suwardi. 2007. Dunia Hantu, Mistik, dan Wisata Spiritual di Pesisir Selatan.
Humaniora XII (1): 1-9.
Suyitno. 2001. Perencanaan Wisata. Yogyakarta: Kanisius.
Umar H. 2003. Business an Introduction. Jakarta: PT. Gramedia Pustaka Utama.
Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2009 Tentang Kepariwisataan.
Utama IGBR. 2017. Pemasaran Wisata. Yogyakarta: Andi.
Wardiyanta. 2006. Metode Penelitian Pariwisata. Yogyakarta: Andi.
Widyosiswoyo S. 2006. Ilmu Budaya Dasar. Bogor: Ghalia Indonesia.
79

LAMPIRAN
80
81

Lampiran 1 Responden Masyarakat


Responden Jarak dari Karakteristik
Obyek (m) A B C D E F G
1 30 1 5 7 8 12 15 18
2 40 1 3 6 10 14 16 18
3 250 1 4 7 10 12 15 18
4 110 2 3 7 10 14 16 18
5 120 2 4 7 9 14 16 18
6 130 1 4 7 10 12 15 18
7 200 1 5 7 8 12 15 18
8 150 1 5 7 8 12 16 18
9 250 1 3 6 10 14 16 18
10 400 2 4 7 10 14 16 18
11 240 1 4 7 10 12 15 18
12 90 2 3 7 10 14 16 18
13 170 1 5 7 8 12 15 18
14 250 1 3 6 10 14 16 18
15 400 2 4 7 10 14 16 18
16 350 2 4 7 10 14 16 18
17 300 1 3 6 10 12 15 18
18 860 1 4 7 10 12 15 18
19 900 1 5 7 8 12 16 18
20 1000 1 5 7 9 12 16 18
21 60 1 4 7 10 12 15 18
22 150 2 3 7 10 14 16 18
23 200 2 3 7 10 14 16 18
24 125 1 4 7 10 12 15 18
25 300 1 5 7 8 12 16 18
26 170 1 5 7 8 12 15 18
27 330 1 3 6 10 12 15 18
28 220 1 5 7 9 12 16 18
29 360 2 4 7 10 14 16 18
30 290 1 4 7 12 13 17 18
31 350 1 3 6 10 12 15 18
32 420 2 4 7 10 14 16 18
33 400 1 5 7 8 12 15 18
34 600 1 4 7 11 13 17 18
35 130 1 3 7 10 12 15 18
36 250 2 4 7 10 14 16 18
37 270 1 5 7 8 12 15 18
38 460 1 4 7 9 12 16 18
39 90 1 4 7 11 13 17 18
40 180 1 4 7 10 12 15 18
41 210 2 4 7 10 14 16 18
42 190 1 4 7 10 12 15 18
43 250 1 4 7 10 12 16 18
Keterangan: A=Jenis Kelamin: 1=Laki-laki 2=Perempuan, B=Umur: 3=23-45 4=46-60 5=>60,
C=Status Pernikahan: 6=Belum Menikah 7=Menikah, D=Pendidikan: 8=SD
9=SMP 10=SMA 11=D3 12=S1, E=Pekerjaan: 12=Petani 13=PNS 14=Pedagang,
F=Pendapatan: 15= Rp500.000-Rp1.000.000 16= Rp1.000.000-Rp3.000.000 17=
Rp3.000.000-Rp5.000.000, G=Agama: 18= Islam
82

Lampiran 2 Tallysheet Data Sumberdaya Spiritual


Nomor Foto Tanggal :
Jenis : Keagamaan / Gejala Alam / Kebudayaan
Nama :
Lokasi :
Kepemilikan

Aktivitas (Jenis, Waktu, Alat, Proses Kegiatan)

Material (Bentuk, Bahan, Letak)

Sejarah

Filosofi

Pemanfaatan

Aturan
83

Lampiran 3 Kuesioner Asesor


KUESIONER ASESOR

TUGAS AKHIR
PROGRAM STUDI EKOWISATA
SEKOLAH VOKASI INSTITUT PERTANIAN BOGOR
Kuesioner ini digunakan untuk memperoleh data berupa penilaian terhadap
sumberdaya ekowisata spiritual untuk penyusunan Tugas Akhir dengan judul
“Perencanaan Ekowisata Spiritual di Kabupaten Pangandaran Provinsi Jawa Barat”.
Identitas Penyebar Kuesioner
Nama : Fahrul Mochamad Reyhandita Lokasi Penyebaran :...............
NIM : J3B917143 Tanggal Penyebaran :...............

A. Karakteristik Asesor
Berilah tanda silang (X) pada jawaban yang paling sesuai!
1. Nama :...............
2. Jenis Kelamin:
a. Laki-laki b. Perempuan
3. Umur:
a. > 6 tahun d. 23 – 45 tahun
b. 6 – 12 tahun e. 46 – 60 tahun
c. 13 –22 tahun f. > 60 tahun
4. Status Pernikahan:
a. Belum Menikah b. Menikah
5. Pendidikan Terakhir:
a. SD d. Diploma (D1 / D2 / D3)
b. SMP e. Sarjana (S1 / S2 / S3)
c. SMA
6. Pekerjaan:
a. Juru Kunci d. Pegawai BUMN / BUMD
b. Petani e. Pegawai Swasta
c. PNS f. Lainnya...............
7. Pendapatan per Bulan:
a. < Rp500.000 d. Rp3.000.000 – Rp5.000.000
b. Rp500.000 – Rp1.000.000 e. > Rp5.000.000
c. Rp1.000.000 – Rp3.000.000
8. Agama:
a. Islam d. Hindu
b. Katolik e. Budha
c. Protestan f. Konghucu
84

B. Penilaian Obyek Spiritual


Beri tanda centang (√) pada jawaban yang menurut Anda paling tepat pada
kolom yang telah disediakan!
Bagaimana penilaian Anda terhadap obyek ......................................................
di Kabupaten Pangandaran?
Nilai
No. Aspek
1 2 3 4 5 6 7
1. Keunikan
a. Bentuk dan / atau ukuran dimensi sangat
berbeda dengan hal sejenis pada umumnya
b. Warna-warna yang timbul sangat berbeda
dengan hal sejenis pada umumnya
c. Manfaat dan fungsi sosial sangat berbeda
dengan hal sejenis pada umumnya
d. Tempat dan ruang sangat berbeda dengan hal
sejenis pada umumnya
e. Waktu kejadian atau kegiatan sangat berbeda
dengan hal sejenis pada umumnya
f. Ukuran hal yang terjadi sangat berbeda dengan
hal sejenis pada umumnya
g. Dinamika yang terjadi sangat berbeda dengan
hal sejenis pada umumnya
2. Kelangkaan
a. Hal tersebut telah masuk dalam daftar
kelangkaan Internasional
b. Hal tersebut telah masuk dalam daftar
kelangkaan Nasional
c. Hal tersebut tidak terdapat di provinsi lain
d. Hal tersebut tidak terdapat di kabupaten lain
e. Hal tersebut tidak terdapat di kecamatan lain
f. Pengulangan proses kejadian atau kegiatan
tersebut sangat langka dalam kurun waktu
tertentu
g. Pengulangan proses kejadian atau kegiatan
tersebut sangat langka sesuai kondisi tertentu
yang tidak dapat diprediksi kejadiannya
3. Keindahan
a. Komposisi dan nuansa bentuk yang terjadi
b. Keindahan komposisi dan nuansa warna yang
terjadi
c. Keindahan komposisi dan nuansa dimensi
ukuran yang terjadi
d. Keindahan komposisi dan nuansa ruang yang
terjadi
e. Keindahan komposisi dan nuansa visual
keseluruhan yang terjadi
f. Kepuasan psikologi pengunjung dari komposisi
dan nuansa yang terjadi
g. Keindahan komposisi dan nuansa afirmatif dari
proses yang terjadi
85

Nilai
No. Aspek
1 2 3 4 5 6 7
4. Seasonalitas
a. Hal tersebut hanya muncul dan dapat dinikmati
beberapa saat pada hari tertentu
b. Hal tersebut hanya muncul dan dapat dinikmati
pada hari-hari tertentu dalam minggu tertentu
c. Dinamika perilaku hal tersebut hanya muncul
dan dapat dinikmati beberapa jam dalam
periode bulan tertentu
d. Hal tersebut hanya muncul dan dapat dinikmati
pada bulan dalam tahun tertentu
e. Hal tersebut hanya dapat dinikmati dalam
waktu singkat pada kondisi tahun tertentu
f. Hal tersebut hanya muncul dan dapat dinikmati
dalam waktu singkat pada periode maksimal 3
tahun sekali
g. Hal tersebut hanya dapat dinikmati oleh
kelompok atau kalangan tertentu
5. Sensitivitas
a. Hal tersebut tidak terpengaruh oleh kehadiran
pengunjung pada jumlah tertentu
b. Kualitas hal tersebut tidak terpengaruh oleh
kehadiran pengunjung pada jarak tertentu
c. Kuantitas hal tersebut tidak terpengaruh oleh
kehadiran pengunjung pada jarak tertentu
d. Kehadiran pengunjung tidak mempengaruhi
terjadinya hal lain yang terjadi di sekitarnya
e. Kehadiran pengunjung tidak mempengaruhi
kualitas terjadinya hal lain yang terjadi di
sekitarnya
f. Kehadiran pengunjung tidak mempengaruhi
kuantitas terjadinya hal lain yang terjadi di
sekitarnya
g. Kehadiran pengunjung untuk menikmati secara
physical contact tidak mempengaruhi secara
permanen kualitas dan kuantitas terjadinya hal
tersebut dan hal lainnya yang terkait
h. Daya dukung fisik lokasi tidak terganggu oleh
penggunaan kegiatan pengunjung
i. Daya dukung ekologis lokasi tidak terganggu
oleh penggunaan kegiatan pengunjung
6. Aksesibilitas
a. Dapat dijangkau dengan kendaraan umum
dalam waktu maksimal 2 jam dari ibukota
kabupaten
b. Dapat dijangkau dengan kendaraan umum
dalam waktu maksimal 1 jam dari ibukota
kecamatan
c. Dapat dijangkau oleh semua jenis kendaraan
roda empat
86

Nilai
No. Aspek
1 2 3 4 5 6 7
d. Lokasi dapat dijangkau tanpa harus
melanjutkan perjalanan dengan berjalan kaki
melebihi 2 km
e. Kendaraan umum menuju lokasi beroperasi
setidaknya 16 jam dalam sehari
f. Dapat dijangkau dengan segala cuaca
g. Pada musim penghujan lokasi hanya dapat
dijangkau oleh kendaraan tertentu
7. Nilai Sosial
a. Hal tersebut diyakini dan dipercaya oleh
masyarakat setempat mempunyai sejarah yang
sangat kuat dengan cikal bakal dan
perkembangan berkehidupan komunitas
masyarakat tertebut
b. Hal tersebut masih digunakan sebagai salah
satu sumber elemen kehidupan sosial budaya
keseharian masyarakat setempat
c. Hal tersebut masih digunakan sebagai salah
satu sumber elemen budaya pada berbagai
upacara budaya dalam dinamika budaya
masyarakat setempat
d. Hal tersebut hanya digunakan sebagai salah
satu sumber elemen budaya pada upacara
budaya tertentu dalam dinamika sosial budaya
masyarakat setempat
e. Hal tersebut masih digunakan sebagai salah
satu sumber elemen ekonomi utama bagi
kehidupan sosial ekonomi keseharian
masyarakat setempat
f. Hal tersebut masih digunakan sebagai salah
satu sumber elemen ekonomi bagi kehidupan
sosial ekonomi keseharian masyarakat
setempat
g. Hal tersebut masih digunakan sebagai salah
satu identitas regional bagi masyarakat
setempat
Keterangan: 1: Sangat Tidak Setuju, 2: Tidak Setuju, 3: Agak Tidak Setuju, 4: Biasa Saja,
5: Agak Setuju, 6: Setuju, 7: Sangat Setuju

Terimakasih atas perhatiannya


87

Lampiran 4 Kuesioner Masyarakat


KUESIONER MASYARAKAT

TUGAS AKHIR
PROGRAM STUDI EKOWISATA
SEKOLAH VOKASI INSTITUT PERTANIAN BOGOR
Kuesioner ini digunakan untuk memperoleh data berupa karakteristik,
persepsi, dan kesiapan untuk penyusunan Tugas Akhir dengan judul “Perencanaan
Ekowisata Spiritual di Kabupaten Pangandaran Provinsi Jawa Barat”.
Identitas Penyebar Kuesioner
Nama : Fahrul Mochamad Reyhandita Nomor Responden :...............
NIM : J3B917143 Lokasi Penyebaran :...............
Tanggal Penyebaran :...............
A. Karakteristik Responden
Berilah tanda silang (X) pada jawaban yang paling sesuai!
1. Nama :...............
2. Jenis Kelamin:
a. Laki-laki b. Perempuan
3. Umur:
a. > 6 tahun d. 23 – 45 tahun
b. 6 – 12 tahun e. 46 – 60 tahun
c. 13 –22 tahun f. > 60 tahun
4. Status Pernikahan:
a. Belum Menikah b. Menikah
5. Pendidikan Terakhir:
a. SD d. Diploma (D1 / D2 / D3)
b. SMP e. Sarjana (S1 / S2 / S3)
c. SMA
6. Pekerjaan:
a. Petani d. Pegawai Swasta
b. PNS e. Lainnya...............
c. Pegawai BUMN / BUMD
7. Pendapatan per Bulan:
a. < Rp500.000 d. Rp3.000.000 – Rp5.000.000
b. Rp500.000 – Rp1.000.000 e. > Rp5.000.000
c. Rp1.000.000 – Rp3.000.000
8. Agama:
a. Islam d. Hindu
b. Katolik e. Budha
c. Protestan f. Konghucu
88

B. Persepsi
Beri tanda centang (√) pada jawaban yang menurut Anda paling tepat pada
kolom yang telah disediakan!
1. Bagaimana persepsi Anda mengenai pengaruh perencanaan ekowisata
spiritual di Kabupaten Pangandaran terhadap ekologi?
Penilaian
No. Persepsi
1 2 3 4 5 6 7
Obyek
1. Perlindungan keaslian obyek spiritual
2. Perawatan obyek spiritual secara rutin
3. Pandangan positif terhadap obyek spiritual
4. Meminimalisir kerusakan obyek spiritual
5. Pengembangan edukasi terhadap spiritual
6. Kelestarian obyek spiritual
7. Obyek spiritual tertata dengan baik
Kawasan sekitar obyek
1. Meminimalisir kerusakan ekologi
2. Mengatur tata ruang kawasan
3. Menertibkan lahan parkir liar
4. Memaksimalkan potensi obyek kawasan
5. Meningkatkan kualitas kebersihan kawasan
6. Meningkatkan infrastruktur obyek spiritual
7. Meningkatkan daya dukung kawasan
Keterangan: 1: Sangat Tidak Setuju, 2: Tidak Setuju, 3: Agak Tidak Setuju, 4: Biasa Saja,
5: Agak Setuju, 6: Setuju, 7: Sangat Setuju
2. Bagaimana persepsi Anda mengenai pengaruh perencanaan ekowisata
spiritual di Kabupaten Pangandaran terhadap ekonomi?
Penilaian
No. Persepsi
1 2 3 4 5 6 7
Pengembangan
1. Membuka lapangan kerja bagi masyarakat lokal
2. Meningkatkan penghasilan masyarakat
3. Mendorong pembangunan fasilitas pendukung
perekonomian
4. Mendorong pengembangan wilayah dan sektor
ekonomi baru
5. Menarik investor untuk melakukan kerjasama
6. Meningkatkan pendapatan daerah
7. Menciptakan bisnis wisata
Pemasukan daerah setempat
1. Pendapatan dari tiket masuk
2. Pendapatan dari tiket lahan parkir
3. Memberikan peluang usaha bagi usaha tempat
makan
4. Memberikan peluang usaha transportasi
5. Memberikan peluang usaha penginapan
6. Pendapatan souvenir
7. Pendapatan pemandu wisata
89

Penilaian
No. Persepsi
1 2 3 4 5 6 7
Industri pariwisata
1. Meningkatkan permintaan terhadap produk
lokal
2. Mempertahankan industri pariwisata
3. Sumber pajak daerah
4. Bahan pertimbangan bagi industri pariwisata
5. Menambah peningkatan bagi biro perjalanan
6. Mendorong industri rumah tangga untuk ikut
berperan
7. Omset penjualan meningkat
Keterangan: 1: Sangat Tidak Setuju, 2: Tidak Setuju, 3: Agak Tidak Setuju, 4: Biasa Saja,
5: Agak Setuju, 6: Setuju, 7: Sangat Setuju
3. Bagaimana persepsi Anda mengenai pengaruh perencanaan ekowisata
spiritual di Kabupaten Pangandaran terhadap sosial budaya?
Penilaian
No. Persepsi
1 2 3 4 5 6 7
Nilai obyek
1. Kesadaran untuk mencintai obyek
2. Meningkatkan pengetahuan untuk melestarikan
budaya derah
3. Media interpretasi untuk menggugah rasa
kepuasan kunjungan
4. Meningkatkan dan memfasilitasi minat
eksplorasi
5. Mendorong dan menghidupkan kembali nilai
budaya masyarakat setempat
6. Meningkatkan pengetahuan terhadap makna
obyek
7. Memaksimalkan nilai obyek dalam kehidupan
keseharian masyarakat setempat
Keagamaan atau kepercayaan
1. Meningkatkan toleransi dan kerukunan umat
beragama
2. Menjaga nilai religius
3. Menumbuhkan rasa untuk berperilaku sesuai
kaidah agama
4. Menghilangkan pandangan negatif
5. Meningkatkan kebahagiaan karena rasa cinta
terhadap obyek
6. Menyelaraskan norma dan nilai religius
sehingga terjadi harmonisasi
7. Mempertahankan pemahaman nilai-nilai
kepercayaan terhadap obyek
Keterangan: 1: Sangat Tidak Setuju, 2: Tidak Setuju, 3: Agak Tidak Setuju, 4: Biasa Saja,
5: Agak Setuju, 6: Setuju, 7: Sangat Setuju
90

C. Kesiapan
Beri tanda centang (√) pada jawaban yang menurut Anda paling tepat pada
kolom yang telah disediakan!
Bagaimana kesiapan Anda terhadap perencanaan ekowisata spiritual di
Kabupaten Pangandaran?
Kesiapan
No. Persepsi
1 2 3 4 5 6 7
1. Mendukung adanya perencanaan ekowisata
spiritual
2. Memberikan pelayanan mengenai kegiatan
wisata
3. Mengembangkan informasi wisata
4. Mempromosikan obyek wisata
5. Mengembangkan potensi obyek
6. Melakukan koordinasi dengan para pihak
7. Menjamin kesejahteraan masyarakat lokal
8. Melakukan evaluasi dengan pihak terkait
9. Menyediakan jaminan kesehatan bagi
wisatawan
10. Menjaga kelestarian obyek
11. Menyediakan fasilitas umum yang memadai
12. Menigkatkan mutu SDM
13. Menyediakan media interpretasi wisata
14. Menyediakan akses yang memadai
15. Mencegah terjadinya pergeseran budaya
Keterangan: 1: Sangat Tidak Siap, 2: Tidak Siap, 3: Agak Tidak Siap, 4: Biasa Saja, 5:
Agak Siap, 6: Siap, 7: Sangat Siap

Terimakasih atas perhatiannya


91

Lampiran 5 Kuesioner Pengelola


KUESIONER PENGELOLA

TUGAS AKHIR
PROGRAM STUDI EKOWISATA
SEKOLAH VOKASI INSTITUT PERTANIAN BOGOR
Kuesioner ini digunakan untuk memperoleh data berupa karakteristik,
persepsi, dan kesiapan untuk penyusunan Tugas Akhir dengan judul “Perencanaan
Ekowisata Spiritual di Kabupaten Pangandaran Provinsi Jawa Barat”.
Identitas Penyebar Kuesioner
Nama : Fahrul Mochamad Reyhandita Nomor Responden :...............
NIM : J3B917143 Lokasi Penyebaran :...............
Tanggal Penyebaran :...............
A. Karakteristik Responden
Berilah tanda silang (X) pada jawaban yang paling sesuai!
1. Nama :...............
2. Jenis Kelamin: a. Laki-laki b. Perempuan
3. Umur:
a. > 6 tahun d. 23 – 45 tahun
b. 6 – 12 tahun e. 46 – 60 tahun
c. 13 –22 tahun f. > 60 tahun
4. Status Pernikahan: a.Belum Menikah b. Menikah
5. Pendidikan Terakhir:
a. SD d. Diploma (D1 / D2 / D3)
b. SMP e. Sarjana (S1 / S2 / S3)
c. SMA
6. Pekerjaan:
a. Juru Kunci d. Pegawai BUMN / BUMD
b. Petani e. Pegawai Swasta
c. PNS f. Lainnya...............
7. Pendapatan per Bulan:
a. < Rp500.000 d. Rp3.000.000 – Rp5.000.000
b. Rp500.000 – Rp1.000.000 e. > Rp5.000.000
c. Rp1.000.000 – Rp3.000.000
8. Lama Mengelola
a. 1-3 Tahun b. 3-5 Tahun c. 6-10 Tahun d. >10 Tahun
9. Agama:
a. Islam d. Hindu
b. Katolik e. Budha
c. Protestan f. Konghucu
92

B. Persepsi
Beri tanda centang (√) pada jawaban yang menurut Anda paling tepat pada
kolom yang telah disediakan!
1. Bagaimana persepsi Anda mengenai pengaruh perencanaan ekowisata
spiritual di Kabupaten Pangandaran terhadap ekologi?
Penilaian
No. Persepsi
1 2 3 4 5 6 7
Obyek
1. Perlindungan keaslian obyek spiritual
2. Perawatan obyek spiritual secara rutin
3. Pandangan positif terhadap obyek spiritual
4. Meminimalisir kerusakan obyek spiritual
5. Pengembangan edukasi terhadap spiritual
6. Kelestarian obyek spiritual
7. Obyek spiritual tertata dengan baik
Kawasan sekitar obyek
1. Meminimalisir kerusakan ekologi
2. Mengatur tata ruang kawasan
3. Menertibkan lahan parkir liar
4. Memaksimalkan potensi obyek kawasan
5. Meningkatkan kualitas kebersihan kawasan
6. Meningkatkan infrastruktur obyek spiritual
7. Meningkatkan daya dukung kawasan
Keterangan: 1: Sangat Tidak Setuju, 2: Tidak Setuju, 3: Agak Tidak Setuju, 4: Biasa Saja,
5: Agak Setuju, 6: Setuju, 7: Sangat Setuju
2. Bagaimana persepsi Anda mengenai pengaruh perencanaan ekowisata
spiritual di Kabupaten Pangandaran terhadap ekonomi?
Penilaian
No. Persepsi
1 2 3 4 5 6 7
Pengembangan
1. Membuka lapangan kerja bagi masyarakat lokal
2. Meningkatkan penghasilan masyarakat
3. Mendorong pembangunan fasilitas pendukung
perekonomian
4. Mendorong pengembangan wilayah dan sektor
ekonomi baru
5. Menarik investor untuk melakukan kerjasama
6. Meningkatkan pendapatan daerah
7. Menciptakan bisnis wisata
Pemasukan daerah setempat
1. Pendapatan dari tiket masuk
2. Pendapatan dari tiket lahan parkir
3. Memberikan peluang usaha bagi usaha tempat
makan
4. Memberikan peluang usaha transportasi
5. Memberikan peluang usaha penginapan
6. Pendapatan souvenir
7. Pendapatan pemandu wisata
93

Penilaian
No. Persepsi
1 2 3 4 5 6 7
Industri pariwisata
1. Meningkatkan permintaan terhadap produk
lokal
2. Mempertahankan industri pariwisata
3. Sumber pajak daerah
4. Bahan pertimbangan bagi industri pariwisata
5. Menambah peningkatan bagi biro perjalanan
6. Mendorong industri rumah tangga untuk ikut
berperan
7. Omset penjualan meningkat
Keterangan: 1: Sangat Tidak Setuju, 2: Tidak Setuju, 3: Agak Tidak Setuju, 4: Biasa Saja,
5: Agak Setuju, 6: Setuju, 7: Sangat Setuju
3. Bagaimana persepsi Anda mengenai pengaruh perencanaan ekowisata
spiritual di Kabupaten Pangandaran terhadap sosial budaya?
Penilaian
No. Persepsi
1 2 3 4 5 6 7
Nilai obyek
1. Kesadaran untuk mencintai obyek
2. Meningkatkan pengetahuan untuk melestarikan
budaya derah
3. Media interpretasi untuk menggugah rasa
kepuasan kunjungan
4. Meningkatkan dan memfasilitasi minat
eksplorasi
5. Mendorong dan menghidupkan kembali nilai
budaya masyarakat setempat
6. Meningkatkan pengetahuan terhadap makna
obyek
7. Memaksimalkan nilai obyek dalam kehidupan
keseharian masyarakat setempat
Keagamaan atau kepercayaan
1. Meningkatkan toleransi dan kerukunan umat
beragama
2. Menjaga nilai religius
3. Menumbuhkan rasa untuk berperilaku sesuai
kaidah agama
4. Menghilangkan pandangan negatif
5. Meningkatkan kebahagiaan karena rasa cinta
terhadap obyek
6. Menyelaraskan norma dan nilai religius
sehingga terjadi harmonisasi
7. Mempertahankan pemahaman nilai-nilai
kepercayaan terhadap obyek
Keterangan: 1: Sangat Tidak Setuju, 2: Tidak Setuju, 3: Agak Tidak Setuju, 4: Biasa Saja,
5: Agak Setuju, 6: Setuju, 7: Sangat Setuju
94

C. Kesiapan
Beri tanda centang (√) pada jawaban yang menurut Anda paling tepat pada
kolom yang telah disediakan!
Bagaimana kesiapan Anda terhadap perencanaan ekowisata spiritual di
Kabupaten Pangandaran?
Kesiapan
No. Persepsi
1 2 3 4 5 6 7
1. Mendukung adanya perencanaan ekowisata
spiritual
2. Memberikan pelayanan mengenai kegiatan
wisata
3. Mengembangkan informasi wisata
4. Mempromosikan obyek wisata
5. Mengembangkan potensi obyek
6. Melakukan koordinasi dengan para pihak
7. Menjamin kesejahteraan masyarakat lokal
8. Melakukan evaluasi dengan pihak terkait
9. Menyediakan jaminan kesehatan bagi
wisatawan
10. Menjaga kelestarian obyek
11. Menyediakan fasilitas umum yang memadai
12. Menigkatkan mutu SDM
13. Menyediakan media interpretasi wisata
14. Menyediakan akses yang memadai
15. Mencegah terjadinya pergeseran budaya
Keterangan: 1: Sangat Tidak Siap, 2: Tidak Siap, 3: Agak Tidak Siap, 4: Biasa Saja, 5:
Agak Siap, 6: Siap, 7: Sangat Siap

Terimakasih atas perhatiannya


95

Lampiran 6 Kuesioner Pengunjung atau Wisatawan


KUESIONER PENGUNJUNG

TUGAS AKHIR
PROGRAM STUDI EKOWISATA
SEKOLAH VOKASI INSTITUT PERTANIAN BOGOR
Kuesioner ini digunakan untuk memperoleh data berupa karakteristik,
motivasi, preferensi, dan persepsi untuk penyusunan Tugas Akhir dengan judul
“Perencanaan Ekowisata Spiritual di Kabupaten Pangandaran Provinsi Jawa Barat”.
Identitas Penyebar Kuesioner
Nama : Fahrul Mochamad Reyhandita Nomor Responden :...............
NIM : J3B917143 Lokasi Penyebaran :...............
Tanggal Penyebaran :...............

A. Karakteristik Responden
Berilah tanda silang (X) pada jawaban yang paling sesuai!
1. Nama :...............
2. Jenis Kelamin:
a. Laki-laki b. Perempuan
3. Umur:
a. > 6 tahun d. 23 – 45 tahun
b. 6 – 12 tahun e. 46 – 60 tahun
c. 13 –22 tahun f. > 60 tahun
4. Asal kedatangan:
a. Pangandaran b. Luar Pangandaran
5. Status Pernikahan:
a. Belum Menikah b. Menikah
6. Pendidikan Terakhir:
a. SD d. Diploma (D1 / D2 / D3)
b. SMP e. Sarjana (S1 / S2 / S3)
c. SMA
7. Pekerjaan:
a. Juru Kunci d. Pegawai BUMN / BUMD
b. Petani e. Pegawai Swasta
c. PNS f. Lainnya...............
8. Pendapatan per Bulan:
a. < Rp500.000 d. Rp3.000.000 – Rp5.000.000
b. Rp500.000 – Rp1.000.000 e. > Rp5.000.000
c. Rp1.000.000 – Rp3.000.000
96

9. Agama:
a. Islam d. Hindu
b. Katolik e. Budha
c. Protestan f. Konghucu
10. Jumlah kunjungan:
a. 1 – 2 kali c. 6 – 10 kali
b. 3 – 5 kali d. > 10 kali
11. Lama kunjungan:
a. <1 jam d. > 5 jam
b. 1 – 3 jam e. lainnya...............
c. 5 jam
12. Waktu kunjungan:
a. Rutin setiap bulan e. Libur nasional
b. Rutin setiap tahun f. Waktu khusus terkait obyek
c. Hari besar keagamaan spiritual
d. Peristiwa khusus bersifat
pribadi ..

B. Motivasi ..

1. Apa motivasi Anda melakukan kegiatan wisata? *Coret yang tidak perlu
a. Motivasi Fisik (Rekreasi / Liburan / Kesehatan)*
b. Motivasi Budaya (Melihat pertunjukan budaya)
c. Motivasi Interpersonal (Mengunjungi Saudara / Kerabat / Teman)*
d. Motivasi Status dan Prestise (Bisnis / Dinas / Pendidikan / Profesi / Hobi)*
..

2. Apa motivasi Anda terhadap perencanaan ekowisata spiritual di Kabupaten


Pangandaran dan berapa kadar penilaiannya?
Beri tanda centang (√) pada jawaban yang menurut Anda paling tepat pada
kolom yang telah disediakan!
Penilaian
No. Persepsi
1 2 3 4 5 6 7
1. Motivasi Fisik
a. Menghilangkan kepenatan
b. Menghilangkan kejenuhan suasana
c. Mendapatkan spirit baru
d. Meningkatkan kesehatan jasmani
e. Mendapatkan keseimbangan hidup
f. Mendekatkan diri kepada Tuhan Yang
Maha Esa
g. Berpartisipasi dalam kegiatan spiritual
secara fisik
2. Motivasi Budaya
a. Mengenal sejarah obyek spiritual
b. Mengenal atribut spiritual
c. Mengetahui tradisi yang memiliki nilai
spiritual
d. Mengenal kebudayaan masyarakat
e. Mengenal atribut budaya masyarakat
f. Mengikuti acara atau kegiatan spiritual
g. Mengenal adat istiadat masyarakat
3. Motivasi Interpersonal
97

Penilaian
No. Persepsi
1 2 3 4 5 6 7
a. Mendapatkan pencerahan
b. Mendapatkan kesehatan
c. Mendapatkan keberkahan
d. Mendapatkan ilmu spiritual
e. Mendapatkan ketenangan
f. Mendapatkan semangat baru
g. Mendapatkan edukasi
4. Motivasi Status dan Prestise
a. Meningkatkan wawasan atau pengetahuan
spiritual
b. Menigkatkan interaksi sosial
c. Menigkatkan status dan prestise
d. Menambah referensi obyek spiritual
e. Menambah kepuasan rohani
f. Meningkatkan idealisme
g. Menigkatkan nilai-nilai material
Keterangan: 1: Sangat Tidak Setuju, 2: Tidak Setuju, 3: Agak Tidak Setuju, 4: Biasa Saja,
5: Agak Setuju, 6: Setuju, 7: Sangat Setuju
C. Preferensi
..

Beri tanda centang (√) pada jawaban yang menurut Anda paling tepat pada
kolom yang telah disediakan!
1. Apa preferensi Anda dalam melakukan kegiatan wisata berdasarkan motivasi
Fisik?
Kepuasan
No. Preferensi
1 2 3 4 5 6 7
1. Masalah dalam kehidupan sehari-hari
2. Ziarah atau Berdoa
3. Mengikuti prosesi spiritual
4. Mencari pemahaman spiritual
5. Menyelaraskan alam pikir dan alam rasa
6. Mengunjungi obyek yang memiliki nilai
religi
7. Meyakini makna dan fungsi prosesi spiritual
dalam kehidupan
Keterangan: 1: Sangat Tidak Puas, 2: Tidak Puas, 3: Agak Tidak Puas, 4: Biasa Saja, 5:
Agak Puas, 6: Puas, 7: Sangat Puas
98

2. Apa preferensi Anda dalam melakukan kegiatan wisata berdasarkan motivasi


Budaya?
Kepuasan
No. Preferensi
1 2 3 4 5 6 7
1. Ikut serta dalam aktivitas dan kegiatan
spiritual
2. Memahami nilai yang terkandung dalam
setiap atribut
3. Mengetahui tahapan proses pelaksanaan
kebudayaan
4. Mengetahui kegiatan yang memiliki nilai
spiritual
5. Memahami makna dan filosofi setiap atribut
6. Memahami nilai dari setiap tahapan kegiatan
spiritual
7. Mengikuti proses tata cara kegiatan
masyarakat
Keterangan: 1: Sangat Tidak Puas, 2: Tidak Puas, 3: Agak Tidak Puas, 4: Biasa Saja, 5:
Agak Puas, 6: Puas, 7: Sangat Puas
3. Apa preferensi Anda dalam melakukan kegiatan wisata berdasarkan motivasi
Interpersonal?
Kepuasan
No. Preferensi
1 2 3 4 5 6 7
1. Terhadap juru kunci
2. Terhadap tokoh masyarakat
3. Terhadap ahli spiritual
4. Terhadap antar pengunjung
5. Terhadap leluhur
Keterangan: 1: Sangat Tidak Puas, 2: Tidak Puas, 3: Agak Tidak Puas, 4: Biasa Saja, 5:
Agak Puas, 6: Puas, 7: Sangat Puas
4. Apa preferensi Anda dalam melakukan kegiatan wisata berdasarkan motivasi
Status dan Prestise?
Kepuasan
No. Preferensi
1 2 3 4 5 6 7
1. Mengunjungi obyek spiritual
2. Interaksi dengan masyarakat setempat
3. Berfoto dengan obyek sebagai rekoleksi
4. Mencari informasi kepada juru kunci
5. Beribadah
6. Minum dan mandi air yang dikeramatkan
7. Memberikan sedekah
Keterangan: 1: Sangat Tidak Puas, 2: Tidak Puas, 3: Agak Tidak Puas, 4: Biasa Saja, 5:
Agak Puas, 6: Puas, 7: Sangat Puas
99

D. Persepsi

Beri tanda centang (√) pada jawaban yang menurut Anda paling tepat pada
kolom yang telah disediakan!
1. Bagaimana persepsi Anda mengenai pengaruh perencanaan ekowisata
spiritual di Kabupaten Pangandaran terhadap ekologi?
Penilaian
No. Persepsi
1 2 3 4 5 6 7
Obyek
1. Perlindungan keaslian obyek spiritual
2. Perawatan obyek spiritual secara rutin
3. Pandangan positif terhadap obyek spiritual
4. Meminimalisir kerusakan obyek spiritual
5. Pengembangan edukasi terhadap spiritual
6. Kelestarian obyek spiritual
7. Obyek spiritual tertata dengan baik
Kawasan sekitar obyek
1. Meminimalisir kerusakan ekologi
2. Mengatur tata ruang kawasan
3. Menertibkan lahan parkir liar
4. Memaksimalkan potensi obyek kawasan
5. Meningkatkan kualitas kebersihan kawasan
6. Meningkatkan infrastruktur obyek spiritual
7. Meningkatkan daya dukung kawasan
Keterangan: 1: Sangat Tidak Setuju, 2: Tidak Setuju, 3: Agak Tidak Setuju, 4: Biasa Saja,
5: Agak Setuju, 6: Setuju, 7: Sangat Setuju
2. Bagaimana persepsi Anda mengenai pengaruh perencanaan ekowisata
spiritual di Kabupaten Pangandaran terhadap ekonomi?
Penilaian
No. Persepsi
1 2 3 4 5 6 7
Pengembangan
1. Membuka lapangan kerja bagi masyarakat lokal
2. Meningkatkan penghasilan masyarakat
3. Mendorong pembangunan fasilitas pendukung
perekonomian
4. Mendorong pengembangan wilayah dan sektor
ekonomi baru
5. Menarik investor untuk melakukan kerjasama
6. Meningkatkan pendapatan daerah
7. Menciptakan bisnis wisata
Pemasukan daerah setempat
1. Pendapatan dari tiket masuk
2. Pendapatan dari tiket lahan parkir
3. Memberikan peluang usaha bagi usaha tempat
makan
4. Memberikan peluang usaha transportasi
5. Memberikan peluang usaha penginapan
6. Pendapatan souvenir
7. Pendapatan pemandu wisata
100

Penilaian
No. Persepsi
1 2 3 4 5 6 7
Industri pariwisata
1. Meningkatkan permintaan terhadap produk
lokal
2. Mempertahankan industri pariwisata
3. Sumber pajak daerah
4. Bahan pertimbangan bagi industri pariwisata
5. Menambah peningkatan bagi biro perjalanan
6. Mendorong industri rumah tangga untuk ikut
berperan
7. Omset penjualan meningkat
Keterangan: 1: Sangat Tidak Setuju, 2: Tidak Setuju, 3: Agak Tidak Setuju, 4: Biasa Saja,
5: Agak Setuju, 6: Setuju, 7: Sangat Setuju
3. Bagaimana persepsi Anda mengenai pengaruh perencanaan ekowisata
spiritual di Kabupaten Pangandaran terhadap sosial budaya?
Penilaian
No. Persepsi
1 2 3 4 5 6 7
Nilai obyek
1. Kesadaran untuk mencintai obyek
2. Meningkatkan pengetahuan untuk melestarikan
budaya derah
3. Media interpretasi untuk menggugah rasa
kepuasan kunjungan
4. Meningkatkan dan memfasilitasi minat
eksplorasi
5. Mendorong dan menghidupkan kembali nilai
budaya masyarakat setempat
6. Meningkatkan pengetahuan terhadap makna
obyek
7. Memaksimalkan nilai obyek dalam kehidupan
keseharian masyarakat setempat
Keagamaan atau kepercayaan
1. Meningkatkan toleransi dan kerukunan umat
beragama
2. Menjaga nilai religius
3. Menumbuhkan rasa untuk berperilaku sesuai
kaidah agama
4. Menghilangkan pandangan negatif
5. Meningkatkan kebahagiaan karena rasa cinta
terhadap obyek
6. Menyelaraskan norma dan nilai religius
sehingga terjadi harmonisasi
7. Mempertahankan pemahaman nilai-nilai
kepercayaan terhadap obyek
Keterangan: 1: Sangat Tidak Setuju, 2: Tidak Setuju, 3: Agak Tidak Setuju, 4: Biasa Saja,
5: Agak Setuju, 6: Setuju, 7: Sangat Setuju

Terimakasih atas perhatiannya


101

RIWAYAT HIDUP

Penulis merupakan anak pertama dari pasangan


Drs.Herdiana dan Neni Nurani yang lahir di Bogor pada
28 April 1999. Pendidikan Sekolah Dasar (SD) dilalui di
SD Negeri Selaawi 2 dari tahun 2005-2011. Penulis
melanjutkan pendidikan Sekolah Menengah Pertama di
SMP Negeri 1 Selaawi dari tahun 2011-2014. Penulis
melanjutkan sekolah ke tingkat Sekolah Menegah Atas
di SMA Negeri 13 Garut dari tahun 2014-2017. Penulis
pada tahun yang sama diterima di Program Studi Diluar
Kampus Utama Institut Pertanian Bogor (PSDKU IPB
Sukabumi) melalui jalur Mandiri pada Program Studi
Ekowisata.
Penulis selama menjalani masa perkuliahan di Program Studi Ekowisata
mengikuti beberapa kegiatan praktik, yaitu Praktik Umum Ekowisata (PUE) yang
dilaksanakan di Kawasan Wisata Cibodas Kabupaten Cianjur Provinsi Jawa Barat
pada tahun 2018. Praktik Pengelolaan Ekowisata (PPE) yang dilaksanakan di Seksi
Pengelolaan SPTN Wilayah II Kabupaten Majalengka, Taman Nasional Gunung
Ciremai, Provinsi Jawa Barat pada tahun 2019. Praktik Kerja Lapang (PKL)
dilakukan oleh penulis pada tahun 2020, dengan judul “Pengelolaan Obyek
Spiritual di Kabupaten Pangandaran Provinsi Jawa Barat”. Kegiatan Tugas
Akhir (TA) dilakukan oleh penulis sebagai syarat kelulusan dengan judul
“Perencanaan Ekowisata Spiritual di Kabupaten pangandaran Provinsi jawa
Barat” dibimbing oleh Occy Bonanza, SP., MT.

Anda mungkin juga menyukai