MUHAMMAD FATHURAHMAN
MUHAMMAD FATHURAHMAN
Muhammad Fathurahman
NIM J3B116092
RINGKASAN
MUHAMMAD FATHURAHMAN
Laporan Akhir
Sebagai salah satu syarat memperoleh gelarAhli Madya
Pada Program Studi Ekowisata
Sekolah Vokasi Institut Pertanian Bogor
Menyetujui,
Mengetahui
Dr. Ir. Arief Darjanto, M.Ec Bedi Mulyana, S.Hut, M.Par, MMCAP
Dekan Ketua Program Studi
Tanggal Lulus :
PRAKATA
Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT karena berkat rahmat
dan karunia-Nya penulisan Laporan Praktik Tugas Akhir yang berjudul
“Perencanaan Ekowisata Budaya Suku Rejang di Kabupaten Rejang Lebong
Provinsi Bengkulu” yang dilaksanakan pada bula Maret-Juli 2019, telah selesai.
Kegiatan Praktik Tugas Akhir merupakan persyaratan wajib akademik yang harus
dipenuhi sebagai syarat memperoleh gelar A.Md bagi mahasiswa tingkat akhir
Program Studi Ekowisata, Sekolah Vokasi, Institut Pertanian Bogor.
Ucapan terima kasih penulis ucapkan kepada, Bapak Insan Kurnia, S.Hut,
M.Si dan Bapak Gatot Widodo, S.Pd, M.Pd sebagai Dosen Pembimbing yang
telah membimbing penulis dari awal tahap Proposal Tugas Akhir hingga Laporan
Final Tugas Akhir. Terima kasih penulis ucapkan juga kepada Bapak Insan dan
Bapak Gatot yang telah memberikan materi dan ilmu yang bermanfaat sehingga
penulis dapat menyelesaikan laporan ini sebagai akhir perkuliahan. Ucapan terima
kasih juga penulis sampaikan kepada Pihak Dinas Pendikan dan Kebudayaan serta
Dinas Pariwisata Kabupaten Rejang Lebong yaitu Kepala Dinasi Pariwisata yang
telah memberikan wewenang untuk melaksanakan tugas akhir dan ucapan
terimakasih kepada Bapak Faizir Sani Bapak Mario, Ibu Desi, dan Ibu Dewi
sebagai Dosen Pembimbing Lapang dari pihak Dinas Pariwisata dan Dinas
Pendidikan dan Kebudayaan Kabupaten Rejang Lebong.
Ucapan terima kasih juga penulis sampaikan kepada masyarakat sekitar
kawasan objek budaya maupun masyarakat Rejang Lebong yang telah
berpartisipasi dan membantu dalam pencarian data di lapangan. Ucapan terima
kasih disampaikan kepada Winandar selaku masyrakat setempat yang telah
menamani selama pelaksanaan tugas akhir. Ucapan terima kasih disampaikan
kepada Ibu Dewi yang telah bersedia untuk ditinggali rumahnya selama kegiatan
berakhir. Ucapan terima kasih juga disampaikan kepada keluarga dan teman-
teman Ekowisata 53 atas doa dan dukungannya.
Ucapan terima kasih penulis ucapkan kepada Bapak Yatman dan Ibu
Purwanti sebagai orang tua kandung penulis yang telah memberikan dukungan
moril maupun materi, kasih sayangnya, serta mendoakan hingga penulis dapat
menyelesaikan laporan dan perkuliahan di Sekolah Vokasi Institut Pertanian
Bogor. Ucapan terima kasih penulis ucapkan kepada Kakak bernama Alif Ibrahim
dan Adik penulis bernama Muhammad Izzudin Musyafa yang telah memberikan
dukungan selama pelaksanaan tugas akhir. Laporan akhir ini ditulis berdasarkan
data aktual yang diperoleh langsung dari lapangan yang berasal dari narasumber
berbagai pihak terkait dan studi literatur yang sudah ada. Penulis berharap agar
Laporan Akhir dapat bermanfaat bagi pembaca dalam mengetahui informasi
mengenai Perencanaan Ekowisata Budaya di Kabupaten Rejang Lebong Provinsi
Jawa Barat.
Muhammad Fathurahman
DAFTAR ISI
Halaman
DAFTAR TABEL xiii
DAFTAR GAMBAR xv
DAFTAR LAMPIRAN xv
I. PENDAHULUAN 1
A. Latar Belakang 1
B. Tujuan 2
C. Manfaat 2
D. Kerangka Berfikir 2
II. TINJAUAN PUSTAKA 5
A. Budaya 5
B. Pariwisata dan Kepariwisataan 8
C. Perencanaan Ekowisata 11
D. Promosi Wisata 11
E. Suku Rejang 12
III. KONDISI UMUM 15
A. Letak dan luas kawasan 15
B. Sejarah 15
C. Kondisi Fisik Kawasan 16
D. Kondisi Biotik 17
E. Aksebilitas 17
F. Kondisi Sosial Budaya Masyarakat 17
IV. METODE TUGAS AKHIR 19
A. Waktu dan Tempat 19
B. Alat dan Bahan 19
C. Jenis Data 20
D. Metode Pengambilan data 21
1. Data Sumberdaya Ekowisata Budaya 21
2. Data Pengelola 22
3. Data Masyarakat 23
4. Analisis Data Deskripsi Kualitatif 23
5. Analisis Kuantitatif 23
E. Metode Penyusunan Program 24
F. Metode Penyusunan Luaran 24
V. HASIL DAN PEMBAHASAN 26
A. Sumberdaya Ekowisata Budaya 26
1. Rumah Suku Rejang 26
2. Pakaian Suku Rejang 32
3. Alat Transportasi 35
4. Alat Prouktif 38
5. Wadah 42
6. Senjata 43
7. Makanan 44
8. Penilaian Potensi Ungulan 46
B. Karakteristik, Presepsi, dan Kesiapan Masyarakat 47
1. Karakteristik Responden Masyarakat 47
2. Persepsi Masyarakat 48
3. Kesiapan Masyarakat 48
C. Karakteristik, Presepsi, dan Kesiapan Pengelola 51
1. Karakteristik Responden Pengelola 51
1. Persepsi Pengelola 52
2. Kesiapan Pengelola 53
D. Perencanaan Program Ekowisata Budaya 55
1. Rancangan Aktivitas atau Kegiatan 55
2. Rancangan Fasilitas 58
3. Rancangan Program Wisata (Harian) 59
4. Rancangan Program Wisata (Bermalam) 60
5. Rancangan Program Wisata (Tahunan) 61
E. Rancangan Media Promosi 62
1. Rancangan Poster 62
2. Rancangan Video 62
VI. SIMPULAN DAN SARAN 64
A. Simpulan 64
B. Saran 64
DAFTAR PUSTAKA 66
LAMPIRAN 68
DAFTAR TABEL
DAFTAR LAMPIRAN
Halaman
Lampiran 1 Poster “Rejang Berbudaya” 69
Lampiran 2 Sketsa Rancangan Rumah Rejang Lebong Tampak Depan 70
Lampiran 3 Sketsa Rancangan Rumah Rejang Lebong Tampak Belakang 71
I. PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
B. Tujuan
Tujuan Kegiatan:
1. Untuk mengidentifikasi sumberdaya Ekowisata Budaya Suku Rejang di
Kabupaten Rejang Lebong.
2. Untuk mengidentifikasi karakteristik, presepsi, dan Kesiapan masyarakat
terhadap perencanaan Ekowisata Budaya di Kabupaten Rejang lebong.
3. Untuk mengidentifikasi karakteristik, persepsi dan kesiapan pengelola
terhadap perencanaan Ekowisata Budaya pada masyarakat di Kabupaten
Rejang Lebong.
4. Untuk menyusun perencanaan program Ekowisata Budaya Suku Rejang di
Kabupaten Rejang lebong.
5. Untuk membuat output desain promosi terkait perencanaan Ekowisata
Budaya melaui audio visual dan media visual.
C. Manfaat
Manfaat Kegiatan:
1. Sebagai acuan perencanaan untuk kegiatan Ekowisata Budaya.
2. Sebagai bahan informasi bagi para pelajar, peneliti, dan para pembaca yang
membutuhkan informasi terkait Ekowisata Budaya.
3. Membantu meningkatkan kesadaran semua pihak dalam melestarikan
sumberdaya wisata budaya yang terdapat di Kabupaten Rejang lebong.
4. Menjadi data acuan untuk pengelola dalam rangka memformulasikan
perencanaan kawasan wisata budaya.
D. Kerangka Berfikir
Aspek
Karakteristik Karakteristik
Sistem Persepsi
Peralatan Persepsi
Kesiapan Kesiapan
Hidupdan Masyarakat
Teknologi
Analisis Data
Keunikan Seasonalitas
Kelangkaan Sensitifitas
Keindahan Aksesibilitas
Fungsi
Program Ekowisata
Promosi Wisata
A. Budaya
Budaya merupakan bentuk dari jamak budi dan daya yang mengartikan
cinta, karsa, dan rasa. Bahasa budaya berasal dari bahasa sanskerta yang memiliki
arti budi atau akal (Setiadi 2006). Suatu kebudayaan “adalah suatu hasil ciptaan
dari pada hidup bersama yang berlangsung berabad-abad” dengan kurun waktu
yang lama (Ahmadi 2007: 61). Kebudayaan juga dapat diartikan sebagai
“kebudayaan ini mencakup benda-benda material dan spiritual, yang pada kedua-
duanya diperoleh dalam interaksi kelompok atau dipelajari dalam kelompok,
(Ahmadi, 2007: 60). Juga kebudayaan itu mencakup kekuatan untuk menguasi
alam dan dirinya sendiri” untuk kehidupan yang lebih baik. Kemudian lebih
menekankan bahwa “kebudayaan itu adalah sebagai totalitas tingkah laku
kelompok khususnya pada masyarakat yang ada.
Dalam bukunya pengantar ilmu antropologi Koentjaraningrat (2009: 146),
mengemukakan bahwa yang dimaksud dengan kebudayaan adalah: “wujud ideal
yang bersifat abstrak dan tak dapat diraba yang ada di dalam pikiran manusia
yang dapat berupa gagasan, ide, norma, keyakinan, dan lain sebagainya”. Sepintas
lalu definisi-definisi tersebut kelihatan berbeda-beda, namun pada dasarnya
prinsip itu sama, yaitu sama-sama mengakui adanya ciptaan manusia. Dapatlah
kita tarik kesimpulan bahwa kebudayaan adalah hasil buah budi manusia untuk
mencapai kesempurnaan hidup.
Pendapat lain mengatakan, bahwa kata budaya adalah “Sebagai
perkembangan dari kata majemuk budidaya, yang berarti daya dan budi”. Karena
itu mereka membedakan antara budaya dan kebudayaan. Budaya adalah daya dari
budi yang berupa cipta, karsa dan rasa. Dan kebudayaan adalah hasil dari cipta,
karsa dan rasa tersebut (Prasetya, 2004:28). Adapun yang mengatakan budaya
adalah “sesuatu keseluruhan dari pengetahuan yang dimiliki suatu kelompok,
sikap, dan pola perilaku yang merupakan kebiasaan yang dimiliki dan diwariskan
oleh anggota suatu masyarakat tertentu” (Linton 1999:96).
Karakteristik kebudayaan sendiri merupakan sesuatu yang dapat dipelajari,
dapat ditukar dan dapat berubah, itu terjadi hanya jika ada jaringan interaksi antar
manusia atau antar masyarakat dalam bentuk komunikasi antarpribadi maupun
antarkelompok budaya yang terus menerus. Mengutip dari apa yang telah
disampaikan oleh Hall, budaya merupakan sebuah komunikasi, dan komunikasi
adalah budaya. Jika kebudayaan diartikan sebagai sebuah kompleksitas total dari
seluruh pikiran, perasaan, dan perbuatan manusia, maka untuk mendapatkannya
dibutuhkan sebuah usaha yang selalu berurusan dengan orang lain. Hall telah
menegaskan bahwa hanya manusia yang memiliki kebudayaan, sedangkan
makhluk hidup selainnya seperti biantang dan tumbuhan tidak memiliki
kebudayaan. Karaktersitik dari kebudayaan membentuk perilaku-perilaku
komunikasi yang khusus, yang tampil dalam konsep subkultur. Subkultur sendiri
merupakan kebudayaan yang hanya berlaku bagi anggota sebuah komunitas
dalam satu kebudayaan makro. misalnya para homoseksual atau kaum lesbi
mempunyai kebudayaan khusus, apakah itu dari segi pakaian, makanan, istilah,
atau bahasa yang digunakan sehari-hari.
6
budaya dengan sifat immaterial adalah kebudayaan yang tidak dapat dilihat
dan diraba tetapi dapat dirasakan dan dinikmati contohnya adalah Agama.
Sebelum memanfaatkan sumberdaya budaya untuk menjadi sebuah objek kegiatan
wisata, perlu diketahui terlebih dahulu mengenai potensi yang dimiliki
sumberdaya budaya tersebut. Berpotensinya suatu sumberdaya sebagai objek
wisata (Yoeti 1996), suatu daerah untuk menjadi daerah tujuan wisata (DTW)
yang baik tentunya harus mengembangkan tiga hal agar daerah tersebut menarik
untuk dikunjungi oleh wisatawan yakni adanya sesuatu yang dapat dilihat
(something to see), sesuatu untuk dibeli (something to buy), dan sesuatu yang
dapat dilakukan (something to do).
Manusia selalu berusaha untuk mempertahankan hidupnya sehingga mereka
akan selalu membuat peralatan atau benda-benda tersebut. perhatian awal para
antropolog dalam memahami kebudayaan manusia berdasarkan unsur tenologi
yang dipakai suatu masyarakat berupa benda-benda yang dijadikan sebagai
peralatan hidup dengan bentuk dan teknologi yang masih sederhana. Pada
masyarakat tradisional terdapat delapan macam sistem peralatan dan unsur
kebudayaan fisik yang digunakan oleh kelompok manusia yang hidup berpindah-
pndah atau masyarakat pertanian (Koentjaraningrat 1990:343).
Tabel 2 Jenis Perlengkapan Hidup dan Teknologi
No. Jenis Keterangan
1. Alat-Alat Produktif Untuk melaksanakan suatu pekerjaan berupa alat
sederhana dan alat-alat berteknologi kompleks.
2. Senjata Senjata digunakan untuk mempertahankan diri atau
melakukan aktivtas ekonomi seperti berburu dan
menangkap ikan.
3. Wadah Alat untuk menyimpan, menimbun, dan memuat
barang. Peralatan hidup berupa wadah banyak
dipakai pada zama prasejarah pada saat manusia
mulai memanfaatkan alam untuk kebutuhan
hidupnya.
4. Alat menyalakan api Saat zaman prasejarah membuat teknologi untuk
menyalakan api dengan menggesek-gesekan dua
buah batu. Dengan ditemukannya bahan bakar
minyak dan gas maka pembuatan api menjadi lebi
mudah dan efisien.
5. Makanan, minuman, bahan Kelompok masyarakat dan kebudayaan memiliki
pembangkit gairah, dan jamu-jamuan sistem pengetahuan dan kebiasaan yang berbeda-
beda dalam mengolah makanan atau minuman. Di
dalam antropologi jenis-jenis dan bahan makanan
tertentu memberikan arti atau simbol khusus bagi
masyarakat tertentu.
6. Pakaian dan tempat perhiasan Pakaian merupakan kebutuhan dasar manusia
untuk melindungi diri dari perubahan cuaca, dalam
suatu masyarakat pakaian seolah menjadi bagian
dari tradisi atau adat istiadat sehingga setiap negara
atau suku bangsa memiliki pakaian adat atau
kebesarannya sendiri
7. Tempat berlindung dan perumahan Rumah atau tempat belindung merupakan wujud
kebudayaan yang mengandung unsur teknologi.
Berdasarkan bangunannya, semua bentuk rumah
dalam setiap kelmpok masyarakat harus
disesuaikan dengan kondisi alam sekitarnya
8. Alat transportasi Manusia memiliki sifat selalu ingin bergerak dan
8
C. Perencanaan Ekowisata
D. Promosi Wisata
E. Suku Rejang
Dikisahkan juga bahwa pada masa pemerintahan Ajai-Ajai ini datang empat
orang bersaudara putera Ratu Kencana Unggut dari kerajaan Majapahit, masing-
masing bernama: Biku Sepanjang Jiwo, Biku Bijenggo, Biku Bembo, dan Biku
Bermano. Karena arif dan bijaksana, sakti dan pengasih, keempat biku tersebut
diangkat oleh keempat petulai yang ada saat itu sebagai pimpinan mereka.
Di bawah pimpinan keempat Biku ini, suku bangsa Rejang semakin
bertambah dan menyebar menyusuri sungai Ketahun sampai ke pesisir, dan
menyusuri sungai Musi Rawas dan Lahat. Mereka mulai menetap dan bercocok
tanam serta mengembangkan kebudayaan daerah sampai akhirnya memiliki
tulisan (aksara) sendiri.
Kedatangan para Biku dari Kerajaan Majapahit ke Ranah Saklawi sering
dikaitkan dengan kerajaan Melayu dan Pagaruyung. Hubungan ketiga kerajaan ini
dalam sejarah Rejang bahwa kerajaan Kerajaan Pagaruyung berasal dari kerajaan
Melayu yang kemudian takluk dengan Majapahit Kerajaan Melayu sebagai bagian
dari Kerajaan Majapahit sudah selayaknya menyebutkan dirinya Majapahit.
Karena dalam tembo Suku Rejang dikatakan bahwa empat Biku datang dari
Mapahit, tetapi sebenarnya mereka datang dari Melayu yang merupakan bagian
dari Majapahit. Fakta ini dibuktikan dengan kembalinya salah satu Biku, bernama
Biku Sepanjang Jiwo ke Kerajaan Majapahit yang digantikan oleh Rajo Megat
dari Kerajaan Pagaruyung.
Penelitian Marsden et al, tidak secara jelas mengungkapkan tentang asal-
usul nenek moyang Suku Rejang. Penelitian mereka menemukan bahwa suku
Rejang berasal dari India Belakang (Semenajung Vietnam) terinspirasi dari nenek
moyang bangsa Indonesia yang berasal dari manusia perahu berasal dari India
Belakang yang mencari daerah baru ke-Kepulauan Nusantara. Penelitian mereka
menyatakan bahwa Suku Rejang berasal dari empat kelompok orang yang
bermukim di daerah Lebong yang dipimpin oleh para Ajai.
Secara geografis suku Rejang dapat di kategorikan kedalam dua bagian
yaitu Rejang Pesisir dan Rejang Pedalaman atau pegunungan. Suku Rejang pesisir
menempati wilayah asal yaitu Lebong dan Rejang Lebong sekarang.
Perkembangan Suku Rejang ditandai dengan hubungan perdagangan dengan
pedagang Inggris yang datang kewilayah pesisir Bengkulu sekitar akhir abad ke
VII. Pada waktu Pangeran Sungai Limau terlepas dari pengaruh Sultan Bantam
dan menguasai wilayah ungai Bengkulu sampai ke Ketaun. Kenyataan sekarang
menunjukkan suku Rejang berkembang dan menyebar ke berbagai daerah di
Kabupaten Lebong, Rejang Lebong, Kepahiang, Bengkulu Utara, Bengkulu
Selatan dan sampai wilayah Sumatra Selatan yaitu Kabupaten Lahat dan Musi
Rawas.
III. KONDISI UMUM
B. Sejarah
Suku Rejang adalah salah satu suku tertua di pulau Sumatera selain suku
bangsa Melayu. Suku rejang diyakini berasal dari daerah Sumatera bagian utara
dan kemudian menyebar sampai ke daerah Lebong, kepahiang, sampai di tepi
sungai ulu musi di perbatasan dengan Sumatera Selatan. Suku rejang terbanyak
menempati Kabupaten rejang Lebong yang kini memekarkan diri menjadi
kabupaten Rejang Lebong (induk), Suku Rejang, yang mempunyai garis
keturunan yang jelas, mempunyai daerah dan wilayah tempat tinggal yang diakui
16
etnisnya, memiliki adat istiadat dan tata cara yang tinggi diantara ratusan suku
bangsa yang ada di bumi nusantara ini.Hampir semua dari unsur-unsur budaya
telah dimiliki oleh suku Rejang, seperti: Sejarah,Bahasa, Aksara, Sistem
pengetahuan, sistem organisasi sosial, sistem peralatan hidup, sistem religi dan
kesenian.
Sejarah suku bangsa Rejang dapat dibagi menjadi dua bagian, yaitu sejarah
Rejang Purba dan sejarah Rejang Modern.Sejarah Rejang Purba dimulai dari masa
kedatangan kelompok bangsa Mongolia di Bintunan Bengkulu Utara pada tahun
2090 SM hingga sebelum kedatangan para Ajai di pertengahan abad ke 14
masehi.Sejarah Rejang Modern dimulai dari masa kedatangan dan kepemimpinan
para”Ajai” di Renah Skalawi ( 1348) hingga sekarang.
Disebut Rejang Purba karena dalam kurun waktu 2090 SM hingga
pertengahan abad-14 M itu kehidupan suku Rejang masih sangat primitif, hidup
selalu berpindah-pindah dari satu tempat ke tempat lain dimana tempat yang
dapat memberi mereka kehidupan.Kemudian mereka mulai hidup menetap dalam
kelompok masyarakat “kumunal” di pedalaman hutan rimba yang tertutup dunia
luar, peralatan hidup teknologi yang masih sangat sederhana, mereka penganut
animisme.
Sejarah rejang modern ditandai dengan masuknya para Ajai ( Sutan Gagu
alias Ninik Bisu dan Zein Hadirsyah alias Tiea Keteko) pada pertengahan abad ke
-14 yang membawa perubahan pada pola kehidupan masyarakat suku Rejang,
mereka mulai mengenal sistem pengetahuan, sistem organisasi sosial, sistem
peralatan hidup dan sistem religi.
Menurut sejarah, semua orang rejang yang bertebaran itu berasal dari pinang
Belapis, Renah Skalawi yang kini disebut Lebong.Mereka adalah anak keturunan
Rhe Jang Hyang dari bangsa Mongol, cina Utara.Kira -kira 4100 tahun yang lalu
atau sekitar 2090 SM, Rhe jang Hyang bersama dengan kelompoknya mendarat di
pantai Slolong, daerah Bintunan, Bengkulu Utara, sekarang, ketika itu Sumatera
masih bernama Swarnadwiva.
D. Kondisi Biotik
E. Aksebilitas
C. Jenis Data
Jenis data yang akan diambil yang terkait dengan Sumberdaya Budaya yaitu
sistem perlengkapan hidup. Pengambilan data penilaian terhadap daya tarik
budaya dilakukan dengan menggunakan indikator penilaian Avenzora (2008).
Kuesioner yang digunakan yaitu kuesioner tertutup (close ended questionnaire).
e. Wadah
1) Untuk menaruh Bentuk, ukuran, Masyarakat,pemangku Observasi
2) Untuk warna, material, adat, dan pemuka langsung dan
menyimpan aksesoris, filosofi, agama. wawancara.
manfaat atau fungsi
sosial
f. Senjata Bentuk, ukuran, Masyarakat, Observasi
warna, material, pemangku adat, dan langsung dan
aksesoris, filosofi, pemuka agama. wawancara.
manfaat atau fungsi
sosial
g. Makanan Bentuk, ukuran, Masyarakat. Observasi
warna, material, langsung dan
aksesoris, filosofi, wawancara.
21
kondisi yang ada di lapangan. Studi literatur atau pustaka adalah teknik
pengumpulan data dengan mengadakan penelusuran data melalui buku, literatur,
catatan dan laporan yang memiliki informasi yang dapat dijadikan referensi.
Studi literatur dilakukan untuk mendapatkan teori ataupun gambaran mengenai
kasus atau permasalahan yang ditemukan.
Wawancara merupakan percakapan antara dua orang atau lebih dan
berlangsung antara narasumber dan pewawancara. Tujuan dari wawancara adalah
untuk mendapatkan informasi yang tepat dari narasumber yang terpercaya.
Wawancara dilakukan dengan cara penyampaian sejumlah pertanyaan dari
pewawancara kepada narasumber. Teknik wawancara yang digunakan adalah
teknik wawancara snowball sampling dan insidental sampling. Teknik snowball
sampling dilakukan dengan mencari narasumber yang mengetahui segala
informasi terkait dengan sumberdaya budaya, kemudian meminta narasumber
tersebut memilih narasumber selanjutnya untuk dimintai keterangan dan opini
tentang sumberdaya budaya yang akan diteliti hingga dirasa mencukupi data yang
dibutuhkan. Narasumber yang diwawancarai pertama kali dapat memberikan
lebih dari satu referensi narasumber yang akan ditanyai pada tahap selanjutnya.
Hal ini dimaksudkan untuk menghindari narasumber yang sulit ditemui
keberadaannya.
3. Data Masyarakat
Data yang diambil pada masyarakat terdiri dari karakteristik, kesiapan,
persepsi terhadap perencanaan dan penilaian sumberdaya ekowisata.
Karakteristik masyarakat terdiri dari minimal 30 responden dengan nama, jenis
kelamin, usia, status pernikahan, pendidikan terakhir, pekerjaan, pendapatan per
bulan, dan agama. Informasi tersebut didapat melalui metode wawancara dan
kuesioner. Wawancara yang digunakan adalah dengan menggunakan teknik
bertatap muka dengan narasumber. Kuesioner yang digunakan adalah kuesioner
berpola tertutup (close ended questionnaire) yaitu kuesioner dengan beberapa
pertanyaan yang telah disediakan. Penentuan sampel selanjutnya ditentukan
dengan menggunakan teknik pengambilan sampel secara acak sederhana.
Tabel 6 Jumlah Responden Masyarakat
No Kecamatan Jumlah Responden
1. Curup 10
2. Curup Tengah 5
3. Curup Selatan 2
4. Curup Timur 5
5. Curup Utara 3
6. Bermani Ulu 2
7. Sindang Ulu 3
pintu dan 2 jendela. Keunikan yang ada pada rumah ini adalah pada tiang tiang
rumah yang berbentuk genting atau kecil pada bagian tengahnya yang
mengartikan seperti ikatan padi. Untuk ornamen ornamen yang berdeda di rumah
suku rejang ini berbentuk 2D yang terbentuk dari kayu yang di ukir dengan
lukisan binatang. Keunikan lainnya pada bagian pintu rumah suku rejang yaitu
memiliki lubang kecil pada pintu untuk melihat keluar.
model daun jendela dan pintu. Untuk pintu utama, biasanya selain pintu lapisan
pertama terbuat dari kayu, Kemudian pada lapisan kedua ada pintu yang terbuat
dari kaca yang dibingkai dengan kayu. Sementara untuk pintu kedua (di dalam
rumah) tidak demikian. Cukup dengan daun pintu terbuat dari papan. Melihat seni
arsitek ‘ukir’ pada dinding, pintu, jendela dan dinding-dinding ruang rumah orang
Rejang kemungkinan dipengaruhi oleh seni kaligrafi dalam agama Islam dan
aliran naturalisme. Sebab, melihat dari lika-liku ukiran, simbol yang dilukis dan
rangkaian-rangkaian ukirannya, memang demikian. Dari bagian bagian rumah
Rejang ini terbagi menjadi beberapa ruang seperti : brendo (beranda, teras rumah),
smigo (ruang utama yang letaknya paling depan sesudah bredo), bilik (kamar
tidur), dopoa (dapur), palai (ruang di atas plapon rumah), ndea (tangga), kemdan
(jendela), bang (pintu).
Tabel 8 Bagian Rumah Rejang
No. Nama Bagian Keterangan
1. Berendo Panjang berendo selebar rumah. Lantainya lebih rendah depicing
(selangkah dari bagian dalam). Berendo memiliki fungsi sosial
(tempat berbincang pagi dan sore dengan tamu dan tetangga akrab,
menegur orang lewat, bermain ank-anak), fungsi ekonomis (tempat
menukang, membuat alat transportasi), dan tempat menjemur
pakaian.
2. Umeak Danea Merupakan bagian ruang dalam paling depan. Umeak dana ini
berfungsi sebagai tempat menerima tamu, musyawarah, tempat
duduk para bujang waktu bersyair, dan tempat duduk tamu anak
gadis.
3. Pedukuak Merupakan tempat tidur orang tua, juga terdapat pemenyap atau
tempat menyimpan barang berharga dan tikar.
4. Geligei Loteng di atas pedukuak dan ruang menyambei. Merupakan ruang
tidur anak gadis dan tempat mereka menyambut tamu teman
perempuannya. Tangga untuk naik ke geligei dapat di naik-turunkan.
(lihat gambar potongan A-A)
5. Ruang menyambei Merupakan ruangan tempat perempuan menyambei. Ruangan ini
dibatasi dengan sekat berupa jendela tak bertutup.
6. Ga-ang Bagian dari dapur, dekat tangga luar belakang. Ga-ang merupakan
ruang terbuka seperti berendo. Berfungsi tempat mencuci,
menyimpan air, dan menjemur bahan makanan. Lantainya terbuat
dari bambu bulat, sehingga waktu mencuci, air langsung mengalir ke
bawah. Di ujung ga-ang terdapat Kepato Lesat Buluak Bioa (rak-rak
tempat perian dan bambu air)
susunan dan fungsi ruang ini sangat ditaati oleh masyarakat Rejang.
bagi mereka, malanggar susunan dan fungsi ruang pada rumah ini
sama dengan melanggar adat istiadat..
Selain itu, terdapat beberapa jenis ragam hias lain dengan ragam hias yang
terdapat pada ukiran pada rumah adat Rejang ragam hias Berikut merupakan nama
dan gambar untuk kelompok ragam hias pada bagian bagian rumah Suku Rejang :
Tabel 9 Hiasan atau Ukiran Rumah Rejang
No. Nama Keterangan
1. Kacang keliling (flora) rangkaian tidak terputus
2. Sisit nanas (flora) rangkaian tidak terputus
3. Ular melilit akar (fauna) kedatangan para tamu terlihat dan menyerah. Biasanya
ragam hias ini ditempatkan pada tiang beranda dan ruang
tengah
4. Sekea begatung (fauna) kedatangan para tamu terlihat dan menyerah. Biasanya
30
Aspek
No. Tipologi 1 Tipologi 2 Tipologi 3 Tipologi 4 Tipologi 5
Pengamatan
Bambu
2) Rangka Kayu + Kayu + Kayu Kayu Kayu
Lantai Bambu Bambu
3) Pondasi kayu dan Kayu beton kayu dan Kayu beton
batu kotak. batu kotak. batu bulat
menggunakan sehari hari baju tewreb ini di rumah, terutama oleh kalangan yang
hidupnya susah.
Bahan baju di buat dari kulit kayu bunut (kulit di kupas semua dari
gelondong kayu), kemudian di pukul pukul hingga lembut sesuai dengan pola
yang di inginkan. Kemudian di keringkan. Pakaian ini tak seperti di bayangkan
oleh banyak orang, karena ternyata pakaian ini lembut dan tidak kaku, karena saat
di pukul dan di bentuk diberi bahan pelembut, sayang di dokumen buku ini tak
mencatat bahan bahan untuk melembutkannya.
c. Pakaian Tari
Suatu pertunjukan tari, rias tidak bisa lepas dari busana dan menjadi satu
kesatuan yang mendukung untuk mendukung unsur keindahan visual. Meski
sederhana, keduanya penting untuk menarik perhatian penonton. Untuk tata rias
penari putri menggunakan rias panggung, yakni rias cantik, sedangkan penari
putra menggunakan riasan natural.
oprasional angkot ini pada pukul 06.00 – 18.00 kurangnya peminat angkot ini
karena banyaknya masyarakat yang sudah memiliki kendaraan pribadi seperti
motor dan mobil. Angkot yang sudah sejak tahun 70 an tersebut hingga kini masih
beroprasi.
Angdes atau angkutan desa ini biasanya di sebut “Mobil Grobak” sudah
beroprasi sejak tahun 1970an, biasanya kendaraan ini mengantarkan orang yang
ingin berpergian ataupun mengangkat sayur-sayuran. Trayek mobil grobak ini
melayani tujuan Curup-Kepahiang serta Curup-Lubuk Lingau. Bentuk dari
transportasi ini yaitu merupakan mobil pick up yang di berikan tempat duduk di
belakang serta adanya atap mobil, mobil grobak ini mampu membawa 10 orang
untuk sekali jalan. Mobil grobak ini biasanya mengetem di pasar yang ada di
Curup, selain mengangkut orang mobil grobak ini juga bisa untuk mengangkut
sayuran. Kepemilikan mobil grobak ini biasanya adalah milik pribadi yang
memang sebagai alat untuk mencari penghasilan. Mobil grobak ini beroprasi
mulai pukul 06.00-18.00 bertujuan untuk mengantar orang rang ke pasar ataupun
mengatar sekolah dan kerja.
Sebelum menanam, bibit padi yang akan ditanam dicampur dengan bibit
timun (lepang) sekedarnya. Pada hari nugal banyak yang datang menolong dari
ladang sekitarnya, baik orang tua dan anak muda. Setelah itu lebih kurang 2 atau 3
bulan, pekerjaan merumput merupakan kelanjutannya. Merumput dilaku-kan tiga
kali selama masa tanam, kemudian panen. Alat yang digunakan yaitu tugal Tugal
merupakan alat perkebunan yang digunakan masyarakat rejang untuk melubangi
tanah yang akan di tanami benih. Tugal ini memiliki panjang sekitar 1,5 meter
dengan bahan kayu dan memiliki bagian lancip pada bagian depan kayu. Tugal ini
biasanya digunakan oleh para pekebun untuk menanam sayuran, jagung, dan
tanaman benih.
Tenaga pelaksana dari awal sampai nyilap dilakukan oleh laki-laki (ayah,
anak yang sudah dewasa atau menantu). Sedangkan manduak, mugal, merumput
sampai menuai dilakukan bersama-sama antara laki-laki dan perem-puan. Waktu
menungal misalnya dilakukan oleh laki-laki dan perempuan membenih (mengisi
lobang nugal dengan benih), sering pekerjaan ini dilaksanakan beramai-ramai dan
berpasang-pasangan tua dan muda.
lancip pada bagian depan kayu. Tugal ini biasanya digunakan oleh para pekebun
untuk menanam sayuran, jagung, dan tanaman benih.. pisau sadap merupakan
pisau yang digunaka untuk para pemburu gula aren, alat ini di gunakan untuk
memotong batang yang mengandung banyak aren, setelah dipotong kemudian di
letakan wadah untuk aren tersebut. Alat ini seperti golok namun dengan ukuran
yang besar. Garu merupakan alat perkebunan yang digunakan untuk meratakan
tanah, alat ini biasanya digunakan untuk meratakan sawah atau perkebunan. Garu
juga dapat di letakan pada sapi.
b. Untuk Berburu
berburu adalah menangkap, atau membunuh hewan liar untuk dimakan, dan
perdagangan, atau memanfaatkan hasil produknya (seperti kulit, susu, gading dan
lain-lain). Lokasi berburu di Bengkulu pada masa lalu di hutan, yaitu: kaki
gunung Kaba, kaki Bukit Gedang, Ulu Lais, jalur lereng pegunungan-pegunungan
Bukit Barisan menghadap ke laut yaitu di Kaban Agung, Suban Keang, Sawah
Lebar, Hulu Ketaun, Pinang Berlapis, Tabo Kabeak, kaki Bukit Hitam, Hulu
Musi, daerah Curup. Selain itu di rimba pesisir yaitu Air Pinang, Bintunan dan
rimba Ketaun. Berburu di hutan dilakukan oleh siapa saja. Kegiatan ini dilakukan
oleh sekelompok orang. Tiap-tiap kelompok biasanya mempunyai wilayah buruan
sendiri-sendiri, tetapi bila terjadi pertemuan dua kelompok yang akan berburu di
wilayah bebas dalam waktu yang bersamaan, mereka kemudian bersatu dan hasil
buruannya dibagi dua sesuai dengan perjanjian. Perburuan secara kecil-kecilan
biasanya dilakukan di semak belukar sekitar ladang (Rejang ijung-ijung).
Perburuan di lokasi semacam ini harus meminta izin kepada kepala dusun atau
yang menguasai daerah tersebut.
Waktu berburu terbagi menjadi dua yaitu Waktu Senggang. Waktu
senggang yaitu waktu sehabis menuai padi, waktu ini berlaku bagi pemburu
umum. Waktu yang selanjutnya berpedoman pada musim. Waktu khusus ini
berlaku bagi pemburu, biasanya di-tandai dengan musim panen, musim buah-
buahan tertentu sesuai dengan makanan binatang tertentu pula. Misalnya: Musim
durian binatang Gajah Musim Petai burung betet Musim rebung bambu binatang
kijang Musim bunga puar berburu burung. Berburu biasanya dilakukan pada siang
hari jam 06.00 s/d 18.00. Namun demikian ada juga yang berburu pada malam
hari.
42
acara kebudayaan. Pahar ini berbentuk bulat seperti nampan namun barang yang
diletakan biasanya berupa alat alat kebudayaan seperti bunga, sirih, dan kapur.
Siwar merupakan pisau kecil yang digunakan sebagai mata tombak, ukuran
siwar ini kecil seperti pisau. Siwar ini terbuat dari besi yang di asah samapai
tajam, ketajaman dari siwar ini dilakukan untuk lebih mempermudahkan dalam
menombak. Patik atau kampak ini biasa digunakan oleh masyarakat rejang untuk
memotong kayu untuk dijadikan kayu bakar.
7. Makanan
Seperrti pada umumnya Kabupaten Rejang Lebong memiliki masakan-
masakan tradisional khas yang masih letari hingga saat ini, dengan cii khas rasa
yang pedas khas kepulauan Sumatera. Masakan-masakan ini sudah jarang kita
temui di Restoran atau Rumah Makan di Kabupaten Rejang Lebong, namun
masih menjadi masakan sehari hari masyarakat terutama masyarakat Suku Rejang.
a. Lema (Lemea)
Lema adalah sebuah nama makanan khas Rejang dengan komposisinya
yang terdiri dari rebung yang dicincang-cincang, kemudian dicampur ikan mujair
atau sepat. Setelah cincangan rebung yang dicampur dengan ikan tersebut diaduk-
aduk, maka adonan tersebut disimpan ke dalam wadah yang dilapisi dengan daun
pisang dan ditutup rapat-rapat. Proses fermentasi ini membutuhkan waktu
minimal selama tiga hari sampai lima hari. Setelah itu, baru lema siap untuk
dimasak sebagai lauk saat makan nasi.
gurih setelah dimasak. Setelah masak, lema biasanya dimakan sebagai lauk, Lema
lebih nikmat dimakan dengan lalapan seperti petai.
b. Sambea Ujak (Sambel Ujak)
Sambea Ujak dalam bahasa rejang artinya sambal ujak, adapun istilah yang
cukup dikenal yaitu Sambea Ujak Lem Boloak (sambel Ujak dalam Bambu)
karena pada masa dahulu makanan ini dimasuk di dalam bambu dan ada juga
yang memasak dengan belanga, dan memang rasanya lebih enak dimasak dengan
cara tradisional. Masakan terdiri dari ikan, bisa mengunakan ikan salai (ikan
asap), ikan mas, yang dimasak dengan bumbu-bumbu yang terdiri dari cabe,
kemiri, garam, tomat kecil, (yang dalam bahasa rejang disebut Cung), daun
bawang kunyit, lengkuas, bawang merah, serai, dan daun salam.
Cara pemasakan cukup mudah, setelah semua bumbu-bumbu di giling
kecuali serai, daun bawang, tomat, kecil (cung) yang sudah lembut ditekan-tekan
sampai hancur dan terakhir masukan ikan (setelah kurang lebih 10 menit bumbu
halus dimasukan sebelumnya). Tomat kecil yang di tekan-tekan sampai hancur
itulah yang menjadi asal-usul sambal ujak, karena dalam proses menekan tomat
kecil ini adalah “diujak” atau ditekan. Rasa yang pedas, asam, manis, dan gurih
menjadikan masakan ini menjadi makanan yang nikmat khususnya kalangan
masyarakat rejang.
c. Sambea Macang (sambal Macang)
Sambea Macang merupakan salah satu masakan yang sering dibuat oleh
masyarakat rejang sebagai masakan pendamping nasi. Terutama pada saat musim
buah macang (dimana pada saat ini buah macang ini sudah sulit ditemukan).
Macang merupakan sejenis buah yang mirip dengan mangga namun rasanya jauh
lebih asam.
Proses pembuatan sambal macang ini sama seperti membuat sambal pada
umumnya hanya saja penambahan buah macang menjadikan sambal macang ini
berbeda dengan sambal lainnya. Sambal macang mempunyai rasa yang lebih
segar dari sambal-sambal lainnya karena adanya buah macang tersebut. Pada
setiap daerah juga mempunyai sambal seperti ini hanya saja dalam penamaan
yang berbeda.
d. Jade’a Tat (Kue Tat)
Kue Tat dalam bahasa rejang di sebut Jade’a Tat bisa dikatakan kue ini
sering di konsumsi dalam masyarakat Rejang Lebong. Dalam acara apapun kue
ini sering di gunakan untuk para tamu, baik di acara pernikahan ataupun acara
lainnya. Beberapa masyarakat juga menyebut kue tat ini adalah kue sawah karena
sebelum pemotongan kue ini dipotong-potong dalam ukuran kecil kue ini seperti
sawah dengan petakl petak, yang permukaannya diberikan selai nanas, namun ada
juga yang mengantikan selai nanas ini dengan kelapa atau yang lainnya. Hingga
kiri banyak sudah yang mengetahui kue ini.
Biasanya kue ini berbentuk persegi empat, namun ada juga yang dicetak
diatas piring sehingga membentuk lingkaran. Kue ini terbuat dari tepung terigu,
santan, gula, telur, dan mentega. Kue tat ini juga sudah banyak yang menjualnya
di toko toko.
46
2. Persepsi Masyarakat
Masyarakat mempunyai pandangan dalam persepsi yang dapat membantu
dan mempertimbangkan dalam perencanaan Ekowisata Budaya. Persepsi
Masyarakat akan menggambarkan terkait dalam dampak perencanaan pada obyek
Budaya dari segi ekologi, ekonomi, dan sosial budaya. Perencanaan Ekowisata
dalam persepsi masyarakat yang dimunculkan akan berpengaruh terhadap
program. Dampak positif pada persepsi yang tertinggi yaitu memperkenalkan
budaya yang ada di Kabupaten Rejang Lebong dengan nilai 6 atau siap.
0 1 2 3 4 5 6 7
Keterangan: 1. Sangat Tidak Setuju, 2. Tidak Setuju, 3. Agak Tidak Setuju, 4. Biasa Saja,
5. Agak Setuju, 6. Setuju, 7. Sangat Setuju.
Gambar 22 Persepsi positif masyarakat Rejang Lebong.
Persepsi masyarakat terhadap dampak negatif secara keseluruhan
masyarakat tidak setuju dengan skala penilaian 1 dan 2. Skala penilaian
masyarakat paling rendah atau paling tidak setuju yaitu terhadap hilangnya
budaya lokal akibat pengunjung. Masyarakat rejang telah menjaga budanya
dengan waktu yang sangat lama sehingga masyarakat rejang tidak ingin budaya
tersebut hilang akibat banyaknya pengunjung yang datang.
0 1 2 3 4 5 6 7
Keterangan: 1. Sangat Tidak Setuju, 2. Tidak Setuju, 3. Agak Tidak Setuju, 4. Biasa Saja, 5. Agak
Setuju, 6. Setuju, 7. Sangat Setuju.
Gambar 23 Persepsi Masyarakat Terhadap dampak negatif.
3. Kesiapan Masyarakat
Kesiapan masyarakat dengan adanya perencanaan Ekowisata Budaya sangat
dibutuhkan untuk menjadi pertimbangan dalam meningkatkan kepuasan
pengunjung. Pertimbangan kesiapan masyarakat akan berpengaruh terhadap
adanya dukungan dari pemerintah dan pengelola. Bentuk kesiapan serta
keteribatan masyarakat memiliki yang berbeda-beda sesuai dengan pandangan.
49
0 1 2 3 4 5 6 7
Keterangan: 1. Sangat Tidak Setuju, 2. Tidak Setuju, 3. Agak Tidak Setuju, 4. Biasa Saja, 5. Agak
Setuju, 6. Setuju, 7. Sangat Setuju.
Gambar 24 Diagram Kesiapan Masyarakat terhadap Etika Pelayan.
b. Kesiapan Terhadap Keamanan dan Keselamatan
Kesiapan masyarakat terhadap Keamanan dan Keselamatan Wisatawan
yang tertinggi yaitu terhadap memastikan wisatawan agar tidak merusak objek
budaya dengan nilai 6,7. Keamanan yang diberikan merupakan indikator
penjaminan keselamatan wisatawan dan objek wisata selama melakukan kegiatan
wisata Budaya.
50
0 1 2 3 4 5 6 7
Keterangan: 1. Sangat Tidak Setuju, 2. Tidak Setuju, 3. Agak Tidak Setuju, 4. Biasa Saja, 5. Agak
Setuju, 6. Setuju, 7. Sangat Setuju.
Gambar 25 Diagram Kesiapan Masyarakat terhadap Keamanan dan Keselamatan.
c. Kesiapan Terhadap Persaingan Usaha
Kesiapan masyarakat terhadap persaingan usaha mempengaruhi hubungan
antara masyarakat. Nilai kesiapan terhadap persaingan dengan nilai paling tinggi
yaitu 6,8 sangat setuju yaitu pada bersaing dengan megedepankan produk lokal.
Masyarakat ingin membantu peningkatan usaha terhadap produl lokal bukan
produk hasil dari usaha lain.
0 1 2 3 4 5 6 7 8
Keterangan: 1. Sangat Tidak Setuju, 2. Tidak Setuju, 3. Agak Tidak Setuju, 4. Biasa Saja, 5. Agak
Setuju, 6. Setuju, 7. Sangat Setuju.
Gambar 26 Diagram Kesiapan Masyarakat terhadap Perasingan Usaha.
51
0 1 2 3 4 5 6 7
Keterangan: 1. Sangat Tidak Setuju, 2. Tidak Setuju, 3. Agak Tidak Setuju, 4. Biasa Saja, 5. Agak
Setuju, 6. Setuju, 7. Sangat Setuju.
Gambar 27 Diagram Kesiapan Masyarakat terhadap Kenyamanan dan Kebersihan.
1. Persepsi Pengelola
Data mengenai persepsi pengelola dapat dilihat secara keseluruhan,
pengelola setuju dengan dibuatnya rancangan media promosi. Persepsi pengelola
terhadap adanya rancangan media promosi adalah setuju dengan angka rerata 6,4.
Persepsi pengelola terhadap rancangan media promosi yaitu dapat memberikan
dampak positf yang berkelanjutan kepada masyarakat. Rancangan media promosi
dapat mengenalkan dan mempromosikan objek budaya kepada wsiatawan yang
akan membuat keberlanjutan ekonomi jangka panjang untuk menambah angka
kesejahteraan masyarakat sekitar melalui kegiatan wisata.
0 1 2 3 4 5 6 7
Keterangan: 1. Sangat Tidak Setuju, 2. Tidak Setuju, 3. Agak Tidak Setuju, 4. Biasa Saja, 5. Agak
Setuju, 6. Setuju, 7. Sangat Setuju.
Gambar 28 Diagram Persepsi Pengelola terhadap Perencanaan Ekowisata Budaya
53
2. Kesiapan Pengelola
a. Kesiapan Terhadap Angaran
Penilaian kesiapan pengelola terhadap anggaran dan pengalokasian dana
mendapatkan hasil tertinggi dengan nilai 6,3 pada kesiapan pengelola terhadap
pengeluaran anggaran dana untuk sarana prasarana dan pelatihan SDM. Pengelola
yang memberikan penilaian tertinggi untuk sarana prasarana yaitu agar wisatawan
dapat mengunjungi objek budaya dengan nyaman dan aman. Anggaran terhadap
sarana dan prasarana yaitu dengan merealisasikannya perbaikan jalan rusak dan
penambahan fasilitas lampu jalan di jalan gelap. Selain untuk aksesibilitas, yaitu
untuk fasilitas. Kesiapan pengelola terhadap anggaran untuk fasilitas dengan
tujuan kenyamanan dan kepuasan wisatawan terhadap melakukan kegiatan wisata
. Kelengkapan fasilitas ataupun sarana prasarana juga sebagai indikator kepuasan
wisatawan. Kesiapan pengelola terhadap anggaran untuk pemeliharaan yaitu agar
sumberdaya budaya yang memiliki daya tarik dapat bersifat berkelanjutan dengan
mengedepankan konsep ekologi. Secara keseluruhan aspek kesiapan pengelola
terhadap anggaran dan pengalokasian dana, pengelola setuju. Pengelola setuju
dengan adanya anggaran untuk kegiatan promosi, event periodic, pelatihan
sumberdaya manusia, pemeliharaan sarana prasarana penunjang kegiatan wisata,
dan sebagainya.
Pemanduan 6
Aksesibilitas 6
Keamanan 6
Promosi 6.1
0 1 2 3 4 5 6 7
Keterangan: 1. Sangat Tidak Setuju, 2. Tidak Setuju, 3. Agak Tidak Setuju, 4. Biasa Saja, 5. Agak
Setuju, 6. Setuju, 7. Sangat Setuju.
Gambar 29 Diagram Kesiapan Pengelola terhadap Anggaran.
b. Kesiapan Terhadap Etika Pelayanan
Kesiapan masyarakat terhadap etika pelayanan wisatawan yang tertinggi
dengan nilai 6,3 yaitu dengan berkomunikasi dengan baik terhadap masyarakat,
bersikap ramah terhadap masyarakat, dan menghargai kritik dan saran dari
masyarakat. Pengelola siap untuk bersikap baik dengan masyarakat melalui etika
demi memberikan kenyamanan. Kesiapan pengelola terhadap aspek tersebut
dinilai paling penting untuk dilaksanakan sebagai salah satu aspek perencanaan
ekowisata budaya. Hal tersebut terkait dengan kenyamanan wisatawan dalam
kegiatan pelayanan karena merupakan salah satu indikator wisatawan dapat
54
0 1 2 3 4 5 6 7
Keterangan : 1. Sangat Tidak Siap, 2. Tidak Siap, 3. Agak Tidak Siap, 4. Biasa Saja, 5. Agak Siap,
6. Siap, 7. Sangat Siap.
Gambar 31 Diagram Kesiapan Pengelola terhadap Keamanan dan Keselamatan.
55
0 1 2 3 4 5 6 7
Keterangan : 1. Sangat Tidak Siap, 2. Tidak Siap, 3. Agak Tidak Siap, 4. Biasa Saja, 5. Agak Siap,
6. Siap, 7. Sangat Siap.
Gambar 32 Diagram Kesiapan Pengelola terhadap Kenyamanan dan Kebersihan.
No Kegiatan Keterangan
19 Permainan puzzle Permainan Puzzle untuk anak
20 Musik Tradisional Penampilan musik tradisional
a. Pawai Adat
Pawai adat ini merupakan perencanaan kegiatan ekowisata budaya tahunan
dengan kegiatan para peserta berjalan kaki dari kantor Bupati Rejang Lebong
sampai Lapangan Setia Negara. Pawai ini akan dilombakan dengan peserta yaitu
perwakilan dari setiap kecamatan. Pawai adat ini setiap kecamatan memiliki
maskot atau icon yang nantinya akan dilombakan pada perlombaan fashion show.
b. Festival Musik
Festival musik ini merupakan kegiatan penampilan musik tradisional
maupun modern. Festival musik modern ini akan di mainkan oleh musik yang
berkembang di Kabupaten Rejang Lebong. waktu pelaksaan festival musik ini
akan diadakan sebagai program tahunan
c. Perlombaan Busana Adat (TK)
Perlombaan busana adat rejang ini di khususkan untuk anak-anak,
perlombaan ini hanya untuk anak TK atau anak di bawah umur 6 tahun.
Perlombaan ini dibuka untuk umum. Perencanaan program akan dilakukan pada
program tahunan.
d. Lomba Tari Daerah
Lomba tari daerah rejang ini merupakan suatu perlombaan tari tradisional
maupun tarian kreasi. Lomba tari ini dapat di ikuti oleh seluruh masyarakat,
perlombaan tari ini di targetkan untuk remaja laki-laki maupun perempuan.
Perencanaan program tari daerah ini untuk program tahunan.
e. Pentas Seni dan Budaya
Pentas seni dan budaya merupakan kegiatan penampilan seni dan budaya
rejang. penampilan seni yang akan di tampilkan yaitu seni musuk dan seni tari,
sedangkan untuk pentas budaya akan adanya penampilan kapur sirih.
f. Camping
Camping merupakan kegitam menginap di bukit jipang, camping ini akan
dimasukan kedalam perencanaan bermalam. Kegiatan camping ini digunakan
sebagai kegiatan istirahat malam di dalam tenda. Seluruh peserta akan ber
camping di dalam tenda untuk istirahat.
g. Kuliner Stand
Kuliner Stand ini merupakan kegiatan masyarakat untuk mendirikan stand
pada saat program tahunan. Tujuan kegiatan ini untuk memajukan perekonomian
masyarakat lokal untuk ikut berkontribusi dalam kegiatan tahunan. Kuliner stand
ini menjual berbagai macam makanan, tidak ada ketentuan makanan yang harus di
perjualkan.
h. Pawai Obor
Pawai obor merupakan kegiatan yang akan dilaksanakan malam hari pada
program tahunan. Pawai obor ini akan di mulai sebelum program inti dari
57
program tahunan. Pawai obor ini akan diikuti oleh masyarakat Rejang Lebong.
kegiatan pawai obor ini akan dilakukan dengan berjalan kaki memutari kecamatan
curup atau pusat kota Rejang Lebong.
i. Lomba Menulis / melukis kaganga
Lomba menulis kaganga ini merupakan kegiatan menulis atau melukis huruf
aksara rejang. lomba kaganga ini bertujuan untuk masyarakat tetap peduli dengan
bahasa tulis suku rejang. perlombaan ini akan di jadikan didalam program
tahunan. Peserta yang mengikuti ini untuk kalangan remaja atau setara dengan
SMA.
j. Photografi
Photografi ini merupakan kegiatan yang dilakukan oleh peserta yang
memiliki kesukaan pada bidang foto. Kegiatan ini nantinya akan di pamerkan
pada acara tahunan. Lomba ini bertujuan untuk para masyarakat lebih mengenal
Rejang Lebong.
k. Videografi
Videography ini merupakan kegiatan yang dilakukan oleh peserta yang
memiliki kesukaan pada bidang video atau visual. Kegiatan ini nantinya akan di
pamerkan pada acara tahunan. Lomba ini bertujuan untuk para masyarakat lebih
mengenal Rejang Lebong melalui audio visual.
l. Penampilan menari
Penampilan menari ini akan menampilkan tarian asli rejang yaitu tari kejai,
tari kejai merupakan tarian sakral masyarakat rejang. kegiatan ini akan ada pada
program tahunan, tujuan pada tari kejai ini sebagai sambutan dan juga sebagai
bahan promosi kepada masyarakat luar.
m. Lomba Ceria
Lomba ceria merupakan kegiatan dengan sasaran anak anak, perlombaan ini
berupa lomba mewarnai miniatur rumah rejang, menganbar rumah rejang atau
alam dan mewarnai. Perlombaan ini akan di adakan pada program tahunan,
pemenang perlombaan ini nanti akan di tampilkan.
n. Seminar Budaya
Seminar budaya ini merupakan penampilan dari tokoh budaya yang akan
menjadi pembicara. Selain mendengarkan seminar akan di tampilkan juga video
berupa sejarah rejang lebong. seminar budaya ini akan di adakan pada acara
bermalam. Tujuan dari seminar ini yaitu memberikan wawasan mengenai rejang
lebong.
o. Fashion Show
Fashion show ini merupakan kegiatan atau penampilan para peserta dengan
mengunakan pakaian adat. Kegiatan ini akan ada pada program perencanaan
tahunan. Tujuan dari fashion show ini yaitu untuk menghibur para peserta dan
juga pengunjung.
58
Rancangan Kegiatan. Kegiatan harian ini akan di mulai sejak pagi pukul
08.00-16.00. kegiatan di mulai dari acara registrasi sampai dengan pembagian
hadiah dan penutupan. Progam inti pada rancangan kegiatan adalah interpretasi
objek budaya.
Tabel 16 Rancangan Program Harian
No. Nama Kegiatan Waktu Lokasi Keterangan
1 Pembukaan/registrasi 08.00 – 08.30 Rumah Panitia akan melakukan kegiatan
Objek pembukaan dengan memberikan
Budaya tanda pengenal kepada peserta
kegiatan.
2 Penyambutan tari 08.30 – 09.00 Rumah
Penyambutan tari kejai sebelum
Objek
memasuki rumah objek budaya
Budaya
3 Interpretasi Objek 09.00 – 11.00 Rumah
Budaya Objek Menjelaskan secara detail benda
Budaya benda bersejarah kepada pengunjung
1. Rancangan Poster
Rancangan output luaran berupa brosur memiliki judul “Rejang
Berbudaya”. Brosur yang dibuat memiliki ukuran A4. Isi dari brosur tersebut
adalah sumberdaya unggulan yang terdapat di Kabupaten Rejang Lebong.
Pembuatan poster tersebut bertujuan untuk mengenalkan dan mempromosikan
sumberdaya budaya yang terdapat di Kabupaten Rejang Lebong kepada
masyarakat luas.
2. Rancangan Video
Media promosi yang dihasilkan berbentuk audiovisual berisikan obyek-
obyek Budaya di Kabupaten Rejang Lebong dengan judul visit rejang lebong.
Media Promosi mempunyai kriteria, yaitu memiliki informasi dengan baik, video
berdasarkan tema, memasukan bahan video dengan baik, mempunyai alur yang
menarik, fokus pada konten, dan menjadikan bahan informasi bagi pendengar.
Video ini dibuat menggunakan sofware Adobe Premier. Video yang ditampilkan
berdurasi 2 menit 25 detik. Lagu atau backsound musik yang digunakan adalah
jenis instrumen musik. Materi audiovisual terdiri dari bagian pembuka, isi dan
penutup. Pada bagian pembuka terdapat judul video dengan ditambahkan dengan
logo Kabupaten Rejang Lebong. Pada bagian isi terdapat cuplikan obyek beserta
nama dan informasi mengenai sejarah di masing-masing obyek Budaya. Pada
bagian penutupan terdapat ucapan terima kasih kepada para pihak terkait.
Tabel 19 Rancangan Media Promosi Melalui Audio Visual
No Bagian Video Waktu (menit, detik) Materi Video
1. Pembukaan 00.08 Video Pembuka
01.00 Pemanangan alam
2. Isi Memperlihatkan Objek Budaya dan Alam
02.00
kab. Rejang lebong
3. Penutupan Ucapan terimakasih kepada dosen
pembimbing
02.07
Ucapan terimakasih kepada para pihak
terkait
VI. SIMPULAN DAN SARAN
A. Simpulan
1. Sumberdaya objek budaya yang terkait dalam perlengkapan hidup sebanyak
16 objek budaya, objek budaya yang tersebar dalam 15 kecamatan ini
terdapat 5 objek budaya ungulun.
2. Persepsi pengelola terhadap perencanaan ekowisata budaya dapat dilihat
secara keseluruhan yaitu Setuju dengan rerata 6. Persepsi pengelola
terhadap perencanaan ekowisata budaya yaitu dapat memberikan dampak
positf yang berkelanjutan kepada masyarakat. perencanaan ekowisata
budaya akan membuat keberlanjutan ekonomi jangka panjang untuk
menambah angka kesejahteraan masyarakat sekitar objek budaya melalui
kegiatan wisata.
3. Persepsi dan kesiapan masyarakat berpendapat bahwa mereka setuju dan
siap dengan adanya perencanaan ekowisata budaya karena dapat
memberikan dampak positif ekonomi berupa menyerap tenaga kerja, namun
terdapat masyarakat yang tidak setuju dengan dampak negatif yang
ditimbulkan.
4. Program Wisata yang dibuat dibagi menjadi tiga yaitu Program Wisata
Harian (Culture of tung jang) berdurasi 8 jam, Program Wisata Bermalam
(Lestari Budaya) berdurasi 2 hari 1 malam, Program Wisata Tahunan
(fabulous rejang lebong) berdurasi 2 hari.
5. Rancangan media promosi ekowisata budaya yang dibuat yaitu dalam
bentuk visual (Poster) dan audio visual (video promosi) dengan judul “visit
rejang lebong” dengan durasi waktu 2 menit 20 detik
B. Saran
1. Masyarakat, pengelola dan pemerintah diharapkan lebih memperhatikan
kelestarian potensi sumberdaya wisata budaya di Kabupaten Rejang Lebong
agar tetap lestari dan berkelanjutan
2. Pengelola diharapkan mempu meningkatkan kinerja, pengetahuan dan
kompetensi diri. Selain itu pengelola diharapkan berkontribusi dengan
optimal dalam perencanaan ekowisata budaya.
3. Masyarakat diharapkan mampu meningkatkan pengetahuan dan kemampuan
diri untuk membangun ekowisata budaya yang berkelanjutan.
4. Rancangan program ekowisata budaya diharapkan mampu terwujud secara
berkelanjutan.
5. Rancangan media promosi audio visual dan poster dapat menjadi bahan
pertimbangan dan ditindak lanjuti oleh pengelola dalam perencanaan
ekowisata rejang lebong.
DAFTAR PUSTAKA