Anda di halaman 1dari 94

PERENCANAAN EKOWISATA BUDAYA SUKU REJANG

DI KABUPATEN REJANG LEBONG


PROVINSI BENGKULU

MUHAMMAD FATHURAHMAN

PROGRAM STUDI EKOWISATA


SEKOLAH VOKASI
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2019
LAPORAN AKHIR

PERENCANAAN EKOWISATA BUDAYA SUKU REJANG


DI KABUPATEN REJANG LEBONG
PROVINSI BENGKULU

MUHAMMAD FATHURAHMAN

PROGRAM STUDI EKOWISATA


SEKOLAH VOKASI
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2019
PERNYATAAN MENGENAI LAPORAN TUGAS AKHIR DAN
SUMBER INFORMASI

Dengan ini saya menyatakan laporan akhir Perencanaan Ekowisata Budaya


Suku Rejang di Kabupaten Rejang Lebong Provinsi Bengkulu adalah karya saya
dengan arahan dosen pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apapun
kepada perguruan tinggi manapun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip
dari karya yang diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan
dicantumkan dalam daftar pustaka dibagian akhir laporan ini.

Bogor, Agustus 2019

Muhammad Fathurahman
NIM J3B116092
RINGKASAN

MUHAMMAD FATHURAHMAN. Perencanaan Ekowisata Budaya Suku


Rejang di Kabupaten Rejang Lebong Provinsi Bengkulu. Dibimbing oleh INSAN
KURNIA dan GATOT WIDODO

Kebudayaan merupakan hasil cipta karsa manusia yang unsur


pembentuknya didukung oleh anggota masyarakat dan diteruskan secara turun
temurun. Kebudayaan akan mempengaruhi tingkat pengetahuan dan meliputi
sistem ide atau gagasan yang terdapat dalam pikiran manusia oleh karena itu,
dalam kehidupan sehari-hari, kebudayaan bersifat abstrak, sedangkan perwujudan
kebudayaan adalah benda-benda yang diciptakan manusia sebagai makhluk yang
berbudaya. Suku Rejang merupakan suku tertua di Pulau Sumatera yang
menduduki Suku terbesar yang sebagian besar wilayah Kabupaten Rejang
Lebong. Suku Rejang merupakan masyarakat dengan populasi terbesar di provinsi
Bengkulu. Pada masa silam, suku bangsa yang bernama Rejang sama sekali tidak
menamai komunitas mereka dengan nama apapun. Istilah rejang, dipopulerkan
oleh Hindia-Belanda pada zaman kolonialisasi. Makna rejang itu sendiri
berdasarkan konteks dan maksud dari bangsa Belanda adalah alat untuk merejang
atau alat untuk membongkar. Hal ini sesuai dengan karakteristik suku bangsa ini
yang bersifat blak-blakan yang terkesan tidak perhitungan, sehingga mereka yang
tergolong pada kelompok masyarakat tersebut dijadikan alat mencari informasi
tentang kondisi dan situasi alam dan kehidupan sekitar wilayah mereka.
Budaya perlengkapan hidup dan teknologi yang berada di Kabupaten
Rejang Lebong ini memiliki potensi yang khas sehingga dapat merencanakan
ekowisata budaya di Kabupaten Rejang Lebong. Dalam pembuatan perencanaan
akan dibutuhkannya pihak-pihat terkait untuk menjadikan perkembangan objek
budaya sebagai acuan. Pembuatan program wisata, perencanaan yang akan
dilaksanakan tidak terlepas dari pilar Ekowisata, yaitu ekologi, ekonomi, dan
sosial budaya (Avenzora 2008). Potensi obyek wisata budaya yang menjadi
keunngulan akan menjadi alasan kuat untuk direncanakan Ekowisata Budaya di
Kabupaten Rejang Lebong. Dalam kegiatan perencanaan ekowisata budaya ini
membutuhkan kegiatan promosi untuk memperkenalkan serta menginformasikan
kepada masyarat terhadap program wisata dengan media promosi berupa audio
visual dan media promosi lainnya.
Kabupaten Rejang Lebong adalah sebuah kabupaten di Provinsi Bengkulu,
Indonesia. Kabupaten ini memiliki luas wilayah 1.515,76 km² dan populasi sekitar
257.498 jiwa (2016). Ibu kotanya adalah Curup. Kabupaten ini terletak di lereng
pegunungan Bukit Barisan dan berjarak 85 km dari Kota Bengkulu yang
merupakan ibukota provinsi. Pelaksanaan kegiatan tugas akhir mengenai
Perencanaan Ekowisata Budaya di Kabupaten Rejang Lebong ini dengan melalui
pemilihan lokasi yang telah di tentukan sesui dengan judul tugas akhir. Kegiatan
pelaksanaan tugas akhir dilaksanakan selama 45-60 hari efektif bekerja. Jenis data
yang akan diambil terbagi menjadi dua yaitu primer dan sekunder. Data sekunder
adalah data sekunder yang telah diolah dan disajikan, baik oleh pengumpul data
primer atau pihak lain. Data sekunder diperoleh dari pengelola maupun
masyarakat lokal yang dikaji sebelum dan sesudah melakukan observasi lapang.
Data primer merupakan data yang diperoleh secara langsung dari observasi lapang
dan kuesioner. Data ini untuk mengetahui secara langsung potensi dan tujuan
mendapatkan kondisi mengenai budaya suku rejang di Kabupaten Rejang Lebong.
Identifikasi dan inventarisasi sumberdaya ekowisata diambil dengan
menggunakan metode observasi langsung, studi literatur, wawancara dan
snowball sampling. Observasi adalah metode pengumpulan data melalui
pengamatan langsung atau peninjauan secara cermat dan langsung di lapangan
atau lokasi penelitian. Penulis berpedoman pada desain penelitiannya perlu
mengunjungi lokasi penelitian untuk mengamati langsung berbagai hal atau
kondisi yang ada di lapangan. Studi literatur atau pustaka adalah teknik
pengumpulan data dengan mengadakan penelusuran data melalui buku, literatur,
catatan dan laporan yang memiliki informasi yang dapat dijadikan referensi.
Studi literature dilakukan untuk mendapatkan teori ataupun gambaran mengenai
kasus atau permasalahan yang ditemukan.
Metode untuk mendapatkan data pengelola yaitu penyebaran kuesioner dan
wawancara. Data yang diambil berupa karakteristik pengelola, presepsi dan
kesiapan. Data tersebut akan diambil dengan membagikan kuesioner kepada
pengelola budaya seperti dinas pariwisata dan dinas pendidikan dan kebudayaan.
Data lain yang diambil berupa penilaian terhadap daya tarik yang dimiliki oleh
budaya tersebut. Pengambilan data penilaian terhadap daya tarik budaya
dilakukan dengan menggunakan indikator penilaian Avenzora (2008). Kuesioner
yang digunakan yaitu kuesioner tertutup (close ended questionnaire). Kuesioner
ini berisikan pertanyaan-pertanyaan dengan pilihan jawaban yang telah
ditentukan. Responden yang akan diambil yaitu masing-masing pengelola wisata
budaya. Data yang diambil pada masyarakat terdiri dari karakteristik, kesiapan,
persepsi terhadap perencanaan dan penilaian sumberdaya ekowisata.
Karakteristik masyarakat terdiri dari minimal 30 responden dengan nama, jenis
kelamin, usia, status pernikahan, pendidikan terakhir, pekerjaan, pendapatan per
bulan, dan agama. Informasi tersebut didapat melalui metode wawancara dan
kuesioner. Wawancara yang digunakan adalah dengan menggunakan teknik
bertatap muka dengan narasumber. Kuesioner yang digunakan adalah kuesioner
berpola tertutup (close ended questionnaire) yaitu kuesioner dengan beberapa
pertanyaan yang telah disediakan. Penentuan sampel selanjutnya ditentukan
dengan menggunakan teknik pengambilan sampel secara acak sederhana.
Sumberdaya ekowisata budaya dalam unsur sistem peralatan hidup yang
terdapat pada masyarakat Rejang terdiri dari tujuh aspek yaitu rumah tradisional,
pakaian, alat transportasi, alat produktif, wadah, senjata tradisional, dan makanan.
Ketujuh aspek tersebut dapat dimanfaatkan dalam perencanaan program
ekowisata budaya di Kabupaten Rejang Lebong. Bentuk dari rumah suku rejang
adalah rumah pangung yang tingginya sampai dengan dua meter. Bagian atap
depan dan belakang rumah Suku Rejang ini semakin menurun membentuk
segitiga, pada bagian dalam terdapat beberapa ruangan dengan posisi dapur lebih
rendah di bandingkan dengan ruang tamu. Pakaian adat pengantin suku Rejang
Bengkulu disebut busana pengantin bersanding rejang. Pakaian ini juga terdiri
atas pakaian pengantin pria dan pakaian pengantin wanita. Kostum Adat: Pakaian
yang digunakan oleh tokoh adat atau masyarakat pada acara besar adat dan
kebudayaan. Mobil Grobak merupakan mobil pick up yang diberikan tempat
duduk pada bagian belakanngnya. Kegunaan dari trasportasi ini selain untuk
membawa orang transportasi ini juga untuk mengangut sayur syuran ataupun
barangOjek yang berada di Rejang Lebong ini dulunya mengunakan motor
dengan atribut. Atribut yang di gunakan pada saat itu adalah jaket serta helm
untuk membedakan antara ojek dengan masyarakat, biasa yaitu terlihat pada helm
yang bertulisan “ojek” dan adanya nomer di helm tersebut. Sampai saat ini
transpotasi ojek ini masih digunakan masyarakat Rejang untuk berperhgian ke
pasar maupun bekerja. Para ojek ini berdiam atau mengetem di tempat keramaian
seperti pasar, pusat kota, dan pusat perkantoran.
Sumber daya budaya unggulan dalam unsur sistem perlengkapan hidup
masyarakat Rejang didapatkan berdasarkan penilaian potensi setiap objek.
Penilaian tersebut menggunakan indikator penilaian menurut Avenzora (2008)
yaitu keindahan, keunikan, kelangkaan, aksesibilitas, seasonalitas, sensitivitas,
dan fungsi sosial. Penilaian dilakukan oleh Assessor dan menghasilkan lima
sumber daya unggulan dengan nilai tertinggi untuk nantinya dilibatkan dalam
perencanaan ekowisata budaya. Potensi ungulan iyang memiliki nilai tertinggi
yaitu rumah rejang. Persepsi pengelola terhadap perencanaan ekowisata budaya
dapat dilihat secara keseluruhan yaitu Setuju dengan rerata 6. Persepsi pengelola
terhadap perencanaan ekowisata budaya yaitu dapat memberikan dampak positf
yang berkelanjutan kepada masyarakat. perencanaan ekowisata budaya akan
membuat keberlanjutan ekonomi jangka panjang untuk menambah angka
kesejahteraan masyarakat sekitar objek budaya melalui kegiatan wisata. Persepsi
dan kesiapan masyarakat berpendapat bahwa mereka setuju dan siap dengan
adanya perencanaan ekowisata budaya karena dapat memberikan dampak positif
ekonomi berupa menyerap tenaga kerja, namun terdapat masyarakat yang tidak
setuju dengan dampak negatif yang ditimbulkan. Program Wisata yang dibuat
dibagi menjadi tiga yaitu Program Wisata Harian (Culture of tung jang) berdurasi
8 jam, Program Wisata Bermalam (Lestari Budaya) berdurasi 2 hari 1 malam,
Program Wisata Tahunan (fabulous rejang lebong) berdurasi 2 hari. Rancangan
media promosi ekowisata budaya yang dibuat yaitu dalam bentuk visual (Poster)
dan audio visual (video promosi) dengan judul “visit rejang lebong” dengan
durasi waktu 2 menit 20 detik.

Kata Kunci : Kabupaten Rejang Lebong, Perencanaan Ekowisata Budaya,


Sumberdaya Budaya, Sumberaya Unggulan, Perencanaan
Ekowisata Budaya, Media Promosi.
LAPORAN AKHIR

PERENCANAAN EKOWISATA BUDAYA SUKU REJANG


DI KABUPATEN REJANG LEBONG
PROVINSI BENGKULU

MUHAMMAD FATHURAHMAN

Laporan Akhir
Sebagai salah satu syarat memperoleh gelarAhli Madya
Pada Program Studi Ekowisata
Sekolah Vokasi Institut Pertanian Bogor

PROGRAM STUDI EKOWISATA


SEKOLAH VOKASI
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2019
Dosen Penguji :
Occy Bonanza, S.P, M.T
Judul Laporan : Perencanaan Ekowisata Budaya Suku Rejang
di Kabupaten Rejang Lebong Provinsi Bengkulu
Nama Mahasiswa : MUHAMMAD FATHURAHMAN
NIM : J3B116092
Program Studi : Ekowisata

Menyetujui,

Insan Kurnia, S.Hut, M.Si Gatot Widodo, S.Pd, M.Pd


Pembimbing 1 Pembimbing 2

Mengetahui

Dr. Ir. Arief Darjanto, M.Ec Bedi Mulyana, S.Hut, M.Par, MMCAP
Dekan Ketua Program Studi

Tanggal Lulus :
PRAKATA

Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT karena berkat rahmat
dan karunia-Nya penulisan Laporan Praktik Tugas Akhir yang berjudul
“Perencanaan Ekowisata Budaya Suku Rejang di Kabupaten Rejang Lebong
Provinsi Bengkulu” yang dilaksanakan pada bula Maret-Juli 2019, telah selesai.
Kegiatan Praktik Tugas Akhir merupakan persyaratan wajib akademik yang harus
dipenuhi sebagai syarat memperoleh gelar A.Md bagi mahasiswa tingkat akhir
Program Studi Ekowisata, Sekolah Vokasi, Institut Pertanian Bogor.
Ucapan terima kasih penulis ucapkan kepada, Bapak Insan Kurnia, S.Hut,
M.Si dan Bapak Gatot Widodo, S.Pd, M.Pd sebagai Dosen Pembimbing yang
telah membimbing penulis dari awal tahap Proposal Tugas Akhir hingga Laporan
Final Tugas Akhir. Terima kasih penulis ucapkan juga kepada Bapak Insan dan
Bapak Gatot yang telah memberikan materi dan ilmu yang bermanfaat sehingga
penulis dapat menyelesaikan laporan ini sebagai akhir perkuliahan. Ucapan terima
kasih juga penulis sampaikan kepada Pihak Dinas Pendikan dan Kebudayaan serta
Dinas Pariwisata Kabupaten Rejang Lebong yaitu Kepala Dinasi Pariwisata yang
telah memberikan wewenang untuk melaksanakan tugas akhir dan ucapan
terimakasih kepada Bapak Faizir Sani Bapak Mario, Ibu Desi, dan Ibu Dewi
sebagai Dosen Pembimbing Lapang dari pihak Dinas Pariwisata dan Dinas
Pendidikan dan Kebudayaan Kabupaten Rejang Lebong.
Ucapan terima kasih juga penulis sampaikan kepada masyarakat sekitar
kawasan objek budaya maupun masyarakat Rejang Lebong yang telah
berpartisipasi dan membantu dalam pencarian data di lapangan. Ucapan terima
kasih disampaikan kepada Winandar selaku masyrakat setempat yang telah
menamani selama pelaksanaan tugas akhir. Ucapan terima kasih disampaikan
kepada Ibu Dewi yang telah bersedia untuk ditinggali rumahnya selama kegiatan
berakhir. Ucapan terima kasih juga disampaikan kepada keluarga dan teman-
teman Ekowisata 53 atas doa dan dukungannya.
Ucapan terima kasih penulis ucapkan kepada Bapak Yatman dan Ibu
Purwanti sebagai orang tua kandung penulis yang telah memberikan dukungan
moril maupun materi, kasih sayangnya, serta mendoakan hingga penulis dapat
menyelesaikan laporan dan perkuliahan di Sekolah Vokasi Institut Pertanian
Bogor. Ucapan terima kasih penulis ucapkan kepada Kakak bernama Alif Ibrahim
dan Adik penulis bernama Muhammad Izzudin Musyafa yang telah memberikan
dukungan selama pelaksanaan tugas akhir. Laporan akhir ini ditulis berdasarkan
data aktual yang diperoleh langsung dari lapangan yang berasal dari narasumber
berbagai pihak terkait dan studi literatur yang sudah ada. Penulis berharap agar
Laporan Akhir dapat bermanfaat bagi pembaca dalam mengetahui informasi
mengenai Perencanaan Ekowisata Budaya di Kabupaten Rejang Lebong Provinsi
Jawa Barat.

Bogor, Agustus 2019

Muhammad Fathurahman
DAFTAR ISI

Halaman
DAFTAR TABEL xiii
DAFTAR GAMBAR xv
DAFTAR LAMPIRAN xv
I. PENDAHULUAN 1
A. Latar Belakang 1
B. Tujuan 2
C. Manfaat 2
D. Kerangka Berfikir 2
II. TINJAUAN PUSTAKA 5
A. Budaya 5
B. Pariwisata dan Kepariwisataan 8
C. Perencanaan Ekowisata 11
D. Promosi Wisata 11
E. Suku Rejang 12
III. KONDISI UMUM 15
A. Letak dan luas kawasan 15
B. Sejarah 15
C. Kondisi Fisik Kawasan 16
D. Kondisi Biotik 17
E. Aksebilitas 17
F. Kondisi Sosial Budaya Masyarakat 17
IV. METODE TUGAS AKHIR 19
A. Waktu dan Tempat 19
B. Alat dan Bahan 19
C. Jenis Data 20
D. Metode Pengambilan data 21
1. Data Sumberdaya Ekowisata Budaya 21
2. Data Pengelola 22
3. Data Masyarakat 23
4. Analisis Data Deskripsi Kualitatif 23
5. Analisis Kuantitatif 23
E. Metode Penyusunan Program 24
F. Metode Penyusunan Luaran 24
V. HASIL DAN PEMBAHASAN 26
A. Sumberdaya Ekowisata Budaya 26
1. Rumah Suku Rejang 26
2. Pakaian Suku Rejang 32
3. Alat Transportasi 35
4. Alat Prouktif 38
5. Wadah 42
6. Senjata 43
7. Makanan 44
8. Penilaian Potensi Ungulan 46
B. Karakteristik, Presepsi, dan Kesiapan Masyarakat 47
1. Karakteristik Responden Masyarakat 47
2. Persepsi Masyarakat 48
3. Kesiapan Masyarakat 48
C. Karakteristik, Presepsi, dan Kesiapan Pengelola 51
1. Karakteristik Responden Pengelola 51
1. Persepsi Pengelola 52
2. Kesiapan Pengelola 53
D. Perencanaan Program Ekowisata Budaya 55
1. Rancangan Aktivitas atau Kegiatan 55
2. Rancangan Fasilitas 58
3. Rancangan Program Wisata (Harian) 59
4. Rancangan Program Wisata (Bermalam) 60
5. Rancangan Program Wisata (Tahunan) 61
E. Rancangan Media Promosi 62
1. Rancangan Poster 62
2. Rancangan Video 62
VI. SIMPULAN DAN SARAN 64
A. Simpulan 64
B. Saran 64
DAFTAR PUSTAKA 66
LAMPIRAN 68
DAFTAR TABEL

No. Tabel Halaman


1. Karakteristik Kebudayaan 6
2. Jenis Perlengkapan Hidup dan Teknologi 7
3. Alat dan Bahan 19
4. Jenis Data Ekowisata Budaya 20
5. Jumlah Responden Pengelola 23
6. Jumlah Responden Masyarakat 23
7. Analisis Kuantitatif 23
8. Bagian Rumah Rejang 29
9. Hiasan atau Ukiran Rumah Rejang 29
10. Tipologi Rumah Rejang 31
11. Potensi Sumberdaya Unggulan 46
12. Karakteristik Respoden Masyarakat 47
13. Karakteristik Responden Pengelola 51
14. Rancangan Aktivitas atau Kegiatan 55
15. Rancangan Fasilitas 58
16. Rancangan Program Harian 60
17. Rancangan Program Bermalam 61
18. Rancangan Program Tahunan 62
19. Rancangan Media Promosi Melalui Audio Visual 62
DAFTAR GAMBAR

No. Gambar Halaman


1. Kerangka Berfikir 4
2. Peta Administrasi Kabupaten Rejang Lebong. 15
3. Aksebilitas Kota bengkulu ke Kota Curup Kab. Rejang Lebong. 17
4. Peta Aministrasi Kabupaten Rejang Lebong. 19
5. Ilustrasi Metode Snowball sampling. 22
6. Ilustrasi Rumah Suku Rejang. 27
7. Ilustrasi Denah Rumah Suku Rejang. 28
8. Baju Suku Rejang. 33
9. Huruf Kaganga. 34
10. Pakaian Pengantin Suku Rejang. 34
11. Pakaian yang digunakan untuk Menari. 35
12. Salah Satu Pangkalan Ojek di Rejang Lebong. 36
13. Angdes atau Mobil Grobak. 37
14. Salah Satu Travel di Rejang Lebong. 38
15. Tempat Berkumpul Driver Grab. 38
16. Tugal sebagai Alat untuk Melubangi Tanah. 40
17. Pisau Sadap dan Garu sebagai alat berkebun. 40
18. Tombak salah satu alat untuk berburu. 42
19. Teleng dan Pahar sebagai wadah. 43
20. keris yang dipakai untuk acara besar. 43
21. Lema yang disajikan oleh salah satu masyarakat. 44
22. Persepsi positif masyarakat Rejang Lebong. 48
23. Persepsi Masyarakat Terhadap dampak negatif. 48
24. Diagram Kesiapan Masyarakat terhadap Etika Pelayan. 49
25. Diagram Kesiapan Masyarakat terhadap Keamanan dan Keselamatan. 50
26. Diagram Kesiapan Masyarakat terhadap Perasingan Usaha. 50
27. Diagram Kesiapan Masyarakat terhadap Kenyamanan dan Kebersihan. 51
28. Diagram Persepsi Pengelola terhadap Perencanaan Ekowisata Budaya 52
29. Diagram Kesiapan Pengelola terhadap Anggaran. 53
30. Diagram Kesiapan Pengelola terhadap Etika Pelayanan. 54
31. Diagram Kesiapan Pengelola terhadap Keamanan dan Keselamatan. 54
32. Diagram Kesiapan Pengelola terhadap Kenyamanan dan Kebersihan. 55

DAFTAR LAMPIRAN

Halaman
Lampiran 1 Poster “Rejang Berbudaya” 69
Lampiran 2 Sketsa Rancangan Rumah Rejang Lebong Tampak Depan 70
Lampiran 3 Sketsa Rancangan Rumah Rejang Lebong Tampak Belakang 71
I. PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Kebudayaan merupakan hasil cipta karsa manusia yang unsur


pembentuknya didukung oleh anggota masyarakat dan diteruskan secara turun
temurun. Kebudayaan akan mempengaruhi tingkat pengetahuan dan meliputi
sistem ide atau gagasan yang terdapat dalam pikiran manusia oleh karena itu,
dalam kehidupan sehari-hari, kebudayaan bersifat abstrak, sedangkan perwujudan
kebudayaan adalah benda-benda yang diciptakan manusia sebagai makhluk yang
berbudaya. Wujud kebudayaan yaitu berupa perilaku dan benda-benda bersifat
nyata. Dalam perkembangannya, manusia akan mengalami berbagai perubahan
sosial yang dipengaruhi oleh faktor yang datang dari luar maupun yang
dikembangkan oleh individu itu sendiri.
Suku Rejang merupakan suku tertua di Pulau Sumatera yang menduduki
Suku terbesar yang sebagian besar wilayah Kabupaten Rejang Lebong. Suku
Rejang merupakan masyarakat dengan populasi terbesar di provinsi Bengkulu.
Pada masa silam, suku bangsa yang bernama Rejang sama sekali tidak menamai
komunitas mereka dengan nama apapun. Istilah rejang, dipopulerkan oleh Hindia-
Belanda pada zaman kolonialisasi. Makna rejang itu sendiri berdasarkan konteks
dan maksud dari bangsa Belanda adalah alat untuk merejang atau alat untuk
membongkar. Hal ini sesuai dengan karakteristik suku bangsa ini yang bersifat
blak-blakan yang terkesan tidak perhitungan, sehingga mereka yang tergolong
pada kelompok masyarakat tersebut dijadikan alat mencari informasi tentang
kondisi dan situasi alam dan kehidupan sekitar wilayah mereka.
Kebudayaan suku rejang memiliki keunikan yang terilihat pada benda
benda material yang terlihat secara fisik. Keunikan dari benda benda material ini
terlihat dari bentuk dan filosofi serta adanya warisan scara turun temurun. Terlihat
dari beberapa benda fisik yang terlihat pada rumah tradisional, pakaian adat,
senjata serta perlengkapan hidup yang masih di gunakan saat ini.Pada rumah
tradisional suku rejang disebut dengan istilah Umeak Potong Jang. Umeak berarti
rumah, Potong berarti buatan, dan Jang maksudnya Rejang. Jadi, Umeak Potong
Jang adalah rumah buatan rejang. Rumah ini juga biasa disebut Umeak-An,
dimana An berarti kuno/lama. jadi Umeak-an merupakan rumah lama. Ciri khas
ornamen klasik dengan arsitektur bernilai seni tinggi pada rumah orang Rejang
mengisyaratkan status sosial pemiliknya. Ciri khasnya adalah pemasangan papan
pada dinding dilakukan secara berdiri, di bagian dinding depan rumah biasanya
hanya ada dua jendela dan sebuah pintu berukuran besar. Rumah orang Rejang
seperti itu, biasanya memiliki ruang tamu di bagian depan yang cukup besar. Ciri
khas lainnya rumah asli orang Rejang adalah bertingkat dan mempunyai karakter
tinggi dengan tiang-tiangnya disertai bentuk rumahnya yang membujur (empat
persegi panjang). Ada yang memanfaatkan tingkat bawah sebagai temat kumpul-
kumpul keluarga sehari-hari dan ada yang tidak memanfaatkannya. Artinya
dibiarkan kosong dan biasanya dimanfaatkan untuk berbagai keperluan. Misalnya
untuk menyimpan bahan kayu bakar, kandang sapi, kandang ayam atau
menyimpan bahan-bahan bangunan lainnya.
2

Budaya perlengkapan hidup dan teknologi yang berada di Kabupaten


Rejang Lebong ini memiliki potensi yang khas sehingga dapat merencanakan
ekowisata budaya di Kabupaten Rejang Lebong. Dalam pembuatan perencanaan
akan dibutuhkannya pihak-pihat terkait untuk menjadikan perkembangan objek
budaya sebagai acuan. Pembuatan program wisata, perencanaan yang akan
dilaksanakan tidak terlepas dari pilar Ekowisata, yaitu ekologi, ekonomi, dan
sosial budaya (Avenzora 2008). Potensi obyek wisata budaya yang menjadi
keunngulan akan menjadi alasan kuat untuk direncanakan Ekowisata Budaya di
Kabupaten Rejang Lebong. Dalam kegiatan perencanaan ekowisata budaya ini
membutuhkan kegiatan promosi untuk memperkenalkan serta menginformasikan
kepada masyarat terhadap program wisata dengan media promosi berupa audio
visual dan media promosi lainnya.

B. Tujuan

Tujuan Kegiatan:
1. Untuk mengidentifikasi sumberdaya Ekowisata Budaya Suku Rejang di
Kabupaten Rejang Lebong.
2. Untuk mengidentifikasi karakteristik, presepsi, dan Kesiapan masyarakat
terhadap perencanaan Ekowisata Budaya di Kabupaten Rejang lebong.
3. Untuk mengidentifikasi karakteristik, persepsi dan kesiapan pengelola
terhadap perencanaan Ekowisata Budaya pada masyarakat di Kabupaten
Rejang Lebong.
4. Untuk menyusun perencanaan program Ekowisata Budaya Suku Rejang di
Kabupaten Rejang lebong.
5. Untuk membuat output desain promosi terkait perencanaan Ekowisata
Budaya melaui audio visual dan media visual.

C. Manfaat

Manfaat Kegiatan:
1. Sebagai acuan perencanaan untuk kegiatan Ekowisata Budaya.
2. Sebagai bahan informasi bagi para pelajar, peneliti, dan para pembaca yang
membutuhkan informasi terkait Ekowisata Budaya.
3. Membantu meningkatkan kesadaran semua pihak dalam melestarikan
sumberdaya wisata budaya yang terdapat di Kabupaten Rejang lebong.
4. Menjadi data acuan untuk pengelola dalam rangka memformulasikan
perencanaan kawasan wisata budaya.

D. Kerangka Berfikir

Aspek yang diperlukan dalam Perencanaan Ekowisata Budaya diantaranya


budaya, pengunjung, masyarakat dan pengelola. Pada aspek budaya data yang
dibutuhkan terdiri dari sistem peralatan hidup yang masih terdapat pada
masyarakat Aspek pengunjung membutuhkan data mengenai karakteristik,
persepsi, dan juga motivasi mengenai kegiatan perencanaan yang akan dilakukan.
Begitupun dengan aspek masyarakat dan pengelola membutuhkan data mengenai
karakteristik, persepsi, dan kesiapan baik dari pihak masyarakat maupun
3

pengelola. Semua data yang dibutuhkan tentunya agar tercipta sebuah


perencanaan yang baik.
Metode pengambilan data dilakukan dengan studi literatur untuk mencari
kondisi umum dan terdapat unsur budaya berupa peralatan hidup apa saja di
Kabupaten Rejang Lebong. Metode observasi digunakan untuk mengidentifikasi
sumberdaya budaya dan metode wawancara untuk mengetahui mengenai
karateristik, persepsi, motivasi dan kesiapan mengenai perencanaan ekowisata
budaya dari pihak pengunjung, masyarakat dan pengelola.
Analisis data dilakukan setelah proses pengambilan data selesai untuk
mendapatkan sebuah hasil. Dari seluruh data yang sudah diambil kemudian
dianalisis baik dari metode studi literatur, observasi, maupun wawancara untuk
mengetahui apakah data tersebut valid atau tidaknya. Setelah melakukan analisis
data tentunya dapat diketahui sumberdaya yang memiliki potensi unggulan untuk
dijadikan dalam sebuah perencanaan wisata. Sumberdaya tersebut selanjutnya
dilakukan penilaian kembali oleh asesor.
Sumberdaya ekowisata budaya yang terdapat di Kabupaten Rejang Lebong
kemudian dinilai dengan indikator penilaian (Avenzora 2008). Indikator tersebut
yaitu penilaian terhadap keunikan, kelangkaan, keindahan, aksesibilitas,
seasonalitas, sensitifitas dan fungsi sosial. Hasil penilaian tersebut akan
mendapatkan data potensi sumberdaya budaya unggulan dari lokasi observasi.
Hasil penelitian kemudian dibuat sebuah program ekowisata budaya dengan
memanfaatkan sumberdaya yang ada dan selanjutnya dibuat promosi wisata
berupa audio visual dalam bentuk video pomosi dan membuat ouput visual sesuai
dengan permintaan dosen pembimbing, pembimbing lapang dan pengelola
setempat.
4

Perencanaan Ekowisata Budaya

Aspek

Budaya Masyarakat Pengelola


t

Karakteristik Karakteristik
Sistem Persepsi
Peralatan Persepsi
Kesiapan Kesiapan
Hidupdan Masyarakat
Teknologi

Metode Pengumpulan Data

observasi Studi Wawancara


Literatur

Analisis Data

Potensi Sumberdaya Unggulan Ekowisata Budaya

Indikator Potensi Sumberdaya


Wisata (Avenzora, 2008)

Keunikan Seasonalitas
Kelangkaan Sensitifitas
Keindahan Aksesibilitas
Fungsi

Program Ekowisata

Promosi Wisata

Gambar 1 Kerangka Berfikir


II. TINJAUAN PUSTAKA

A. Budaya

Budaya merupakan bentuk dari jamak budi dan daya yang mengartikan
cinta, karsa, dan rasa. Bahasa budaya berasal dari bahasa sanskerta yang memiliki
arti budi atau akal (Setiadi 2006). Suatu kebudayaan “adalah suatu hasil ciptaan
dari pada hidup bersama yang berlangsung berabad-abad” dengan kurun waktu
yang lama (Ahmadi 2007: 61). Kebudayaan juga dapat diartikan sebagai
“kebudayaan ini mencakup benda-benda material dan spiritual, yang pada kedua-
duanya diperoleh dalam interaksi kelompok atau dipelajari dalam kelompok,
(Ahmadi, 2007: 60). Juga kebudayaan itu mencakup kekuatan untuk menguasi
alam dan dirinya sendiri” untuk kehidupan yang lebih baik. Kemudian lebih
menekankan bahwa “kebudayaan itu adalah sebagai totalitas tingkah laku
kelompok khususnya pada masyarakat yang ada.
Dalam bukunya pengantar ilmu antropologi Koentjaraningrat (2009: 146),
mengemukakan bahwa yang dimaksud dengan kebudayaan adalah: “wujud ideal
yang bersifat abstrak dan tak dapat diraba yang ada di dalam pikiran manusia
yang dapat berupa gagasan, ide, norma, keyakinan, dan lain sebagainya”. Sepintas
lalu definisi-definisi tersebut kelihatan berbeda-beda, namun pada dasarnya
prinsip itu sama, yaitu sama-sama mengakui adanya ciptaan manusia. Dapatlah
kita tarik kesimpulan bahwa kebudayaan adalah hasil buah budi manusia untuk
mencapai kesempurnaan hidup.
Pendapat lain mengatakan, bahwa kata budaya adalah “Sebagai
perkembangan dari kata majemuk budidaya, yang berarti daya dan budi”. Karena
itu mereka membedakan antara budaya dan kebudayaan. Budaya adalah daya dari
budi yang berupa cipta, karsa dan rasa. Dan kebudayaan adalah hasil dari cipta,
karsa dan rasa tersebut (Prasetya, 2004:28). Adapun yang mengatakan budaya
adalah “sesuatu keseluruhan dari pengetahuan yang dimiliki suatu kelompok,
sikap, dan pola perilaku yang merupakan kebiasaan yang dimiliki dan diwariskan
oleh anggota suatu masyarakat tertentu” (Linton 1999:96).
Karakteristik kebudayaan sendiri merupakan sesuatu yang dapat dipelajari,
dapat ditukar dan dapat berubah, itu terjadi hanya jika ada jaringan interaksi antar
manusia atau antar masyarakat dalam bentuk komunikasi antarpribadi maupun
antarkelompok budaya yang terus menerus. Mengutip dari apa yang telah
disampaikan oleh Hall, budaya merupakan sebuah komunikasi, dan komunikasi
adalah budaya. Jika kebudayaan diartikan sebagai sebuah kompleksitas total dari
seluruh pikiran, perasaan, dan perbuatan manusia, maka untuk mendapatkannya
dibutuhkan sebuah usaha yang selalu berurusan dengan orang lain. Hall telah
menegaskan bahwa hanya manusia yang memiliki kebudayaan, sedangkan
makhluk hidup selainnya seperti biantang dan tumbuhan tidak memiliki
kebudayaan. Karaktersitik dari kebudayaan membentuk perilaku-perilaku
komunikasi yang khusus, yang tampil dalam konsep subkultur. Subkultur sendiri
merupakan kebudayaan yang hanya berlaku bagi anggota sebuah komunitas
dalam satu kebudayaan makro. misalnya para homoseksual atau kaum lesbi
mempunyai kebudayaan khusus, apakah itu dari segi pakaian, makanan, istilah,
atau bahasa yang digunakan sehari-hari.
6

Dalam memahami kebudayaan kita harus mengacu pada sejumlah


karakteristik yang dimiliki oleh kebudayaan, antara lain adalah bahwa
kebudayaan itu dimiliki bersama, diperoleh melalui belajar, bersifat simbolis,
bersifat adaptif dan maladapti, bersifat relatif dan universal.

Tabel 1 Karakteristik Kebudayaan


No. Karakteristik Keterangan
1 Culture is an adaptive mechanism Suatu kebudayaan adalah mekanisme dalam
(Adaptif) mempertahankan pola kehidupan manusia.
2. Culture is learned (Dipelajari) Kebudayaan didapat dari proses pembelajaran untuk
berbudaya, karena secara naluriah saja manusia akan
hidup tanpa sebuah kebudayaan.
3. Cultures change (Berubah) Kebudayaan berkembang sesuai dengan berjalanya
waktu dan dinamis setiap saat, tergantung waktu dan
tempat berlangsungnya kebudayaan.
4. People usually are not aware of Kebudayaan berkembang dan dinamis setiap saat,
their culture (Tidak disadari oleh tergantung waktu dan tempat berlangsungnya
masyarakatnya) kebudayaan.
5. We do not know all of our own Semua masyarakat tidak ada yang mengetahui secara
country (Tidak diketahui secara keseluruhan suatu kebudayaan yang ada dalam
keseluruhan) lingkup daerahnya, hanya saja yang diketahui berupa
fakta-fakta sosial.
6. Culture gives us a range of Kebudayaan memberikan jarak dalam interaksi dan
permissible behavior patterns membatasi pola tingkah laku masyarakatnya.
(memberikan dan membatasi pola
tingkah laku)
7. Cultures no longer exist in Kebudayaan tidak akan bertahan lama dalam suatu
isolation (Tidak bertahan lama wilayah atau daerah terpencil.
disuatu daerah terpencil)
8. Culture is shared (Dibagikan) Suatu kebudayaan merupakan kumpulan prinsip dan
keyakinan baik, sehingga manusia tersebut akan
berusaha melestarikan dengan cara menyebarkan ke
manusia lain.

Penelitian kebudayaan adalah penelitian filosofis yang membahas konsep


teoritik berbagai metoda, kelebihan dan kekurangan. Sedangkan metoda penelitian
mengemukakan secara teknis tentang strategi yang digunakan dalam penelitian
kebudayaan. Metodelogi penelitian akan mendasari gerak metode. Metodelogi
adalah ilmu tentang sejumlah metode penelitian kebudayaan (Endraswara
2006:5).
Penelitian kebudayaan merupakan kegiatan membentuk dan
mengabstraksikan pemahaman secara rasional, empiris dan fenomena
kebudayaan, baik terkait dengan konsepsi, nilai, kebiasaan, pola interaksi, aspek
kesejarahan, biografi, teks media massa, film, pertunjukan (berkesenian), maupun
berbagai bentuk fenomena budaya. Fenomena budaya dapat berbentuk tulisan,
rekaman lisan, perilaku, pembicaraan yang memuat konsepsi, pemahaman,
pendapat, ungkapan perasaan, angan-angan, dan gambaran pengalaman kehidupan
kemanusiaan (Maryaeni 2005;23).
Budaya sebagai objek dapat diartikan sebagai potensi atau sumberdaya
wisata pada suatu daerah tertentu, baik secara material maupun immaterial yang
dapat menarik pengunjung untuk datang dalam melakukan perjalanan. Budaya
dengan sifat material adalah kebudayaan yang bersifat konkret dan dapat
dirasakan fisiknya dengan contoh berupa Sistem peralatan hidup, sedangkan
7

budaya dengan sifat immaterial adalah kebudayaan yang tidak dapat dilihat
dan diraba tetapi dapat dirasakan dan dinikmati contohnya adalah Agama.
Sebelum memanfaatkan sumberdaya budaya untuk menjadi sebuah objek kegiatan
wisata, perlu diketahui terlebih dahulu mengenai potensi yang dimiliki
sumberdaya budaya tersebut. Berpotensinya suatu sumberdaya sebagai objek
wisata (Yoeti 1996), suatu daerah untuk menjadi daerah tujuan wisata (DTW)
yang baik tentunya harus mengembangkan tiga hal agar daerah tersebut menarik
untuk dikunjungi oleh wisatawan yakni adanya sesuatu yang dapat dilihat
(something to see), sesuatu untuk dibeli (something to buy), dan sesuatu yang
dapat dilakukan (something to do).
Manusia selalu berusaha untuk mempertahankan hidupnya sehingga mereka
akan selalu membuat peralatan atau benda-benda tersebut. perhatian awal para
antropolog dalam memahami kebudayaan manusia berdasarkan unsur tenologi
yang dipakai suatu masyarakat berupa benda-benda yang dijadikan sebagai
peralatan hidup dengan bentuk dan teknologi yang masih sederhana. Pada
masyarakat tradisional terdapat delapan macam sistem peralatan dan unsur
kebudayaan fisik yang digunakan oleh kelompok manusia yang hidup berpindah-
pndah atau masyarakat pertanian (Koentjaraningrat 1990:343).
Tabel 2 Jenis Perlengkapan Hidup dan Teknologi
No. Jenis Keterangan
1. Alat-Alat Produktif Untuk melaksanakan suatu pekerjaan berupa alat
sederhana dan alat-alat berteknologi kompleks.
2. Senjata Senjata digunakan untuk mempertahankan diri atau
melakukan aktivtas ekonomi seperti berburu dan
menangkap ikan.
3. Wadah Alat untuk menyimpan, menimbun, dan memuat
barang. Peralatan hidup berupa wadah banyak
dipakai pada zama prasejarah pada saat manusia
mulai memanfaatkan alam untuk kebutuhan
hidupnya.
4. Alat menyalakan api Saat zaman prasejarah membuat teknologi untuk
menyalakan api dengan menggesek-gesekan dua
buah batu. Dengan ditemukannya bahan bakar
minyak dan gas maka pembuatan api menjadi lebi
mudah dan efisien.
5. Makanan, minuman, bahan Kelompok masyarakat dan kebudayaan memiliki
pembangkit gairah, dan jamu-jamuan sistem pengetahuan dan kebiasaan yang berbeda-
beda dalam mengolah makanan atau minuman. Di
dalam antropologi jenis-jenis dan bahan makanan
tertentu memberikan arti atau simbol khusus bagi
masyarakat tertentu.
6. Pakaian dan tempat perhiasan Pakaian merupakan kebutuhan dasar manusia
untuk melindungi diri dari perubahan cuaca, dalam
suatu masyarakat pakaian seolah menjadi bagian
dari tradisi atau adat istiadat sehingga setiap negara
atau suku bangsa memiliki pakaian adat atau
kebesarannya sendiri
7. Tempat berlindung dan perumahan Rumah atau tempat belindung merupakan wujud
kebudayaan yang mengandung unsur teknologi.
Berdasarkan bangunannya, semua bentuk rumah
dalam setiap kelmpok masyarakat harus
disesuaikan dengan kondisi alam sekitarnya
8. Alat transportasi Manusia memiliki sifat selalu ingin bergerak dan
8

No. Jenis Keterangan


berpindah tempat. Mobilitas manusia semakin lama
semakin tinggi sehingga dibutuhkan alat
transportasi yang bisa mencukupi kebutuhan untuk
memudahkan manusia dan barang.

B. Pariwisata dan Kepariwisataan

Undang-undang Nomor 10 Tahun 2009 menjelaskan Kepariwisataan


merupakan suatu kegiatan perjalanan yang dilakukan oleh seseorang atau
sekelompok orang yang mengunjungi suatu tempat tertentu untuk tujuan rekreasi,
pengembangan pribadi, atau mempelajari keunikan daya tarik wisata yang
dikunjungi dalam jangka waktu sementara. Undang-Undang Nomor 10 Tahun
2009 juga mendefinisikan bahwa pariwisata adalah berbagai macam kegiatan
wisata yang kegiatannya didukung dengan berbagai macam fasilitas serta layanan
yang telah disediakan baik oleh masyarakat, pengusaha, maupun pemerintah.
Wahab (1975) mendefinisikan pariwisata sebagai jenis industri yang dapat
mempercepat pertumbuhan ekonomi, peningkatan lapangan pekerjaan serta
peningkatan penghasilan. Pariwisata juga sebagai suatu sektor industri yang
kompleks, maksudnya adalah pariwisata juga melibatkan industri-industri kecil,
seperti kerajinan tangan dan cinderamata, penginapan maupun transportasi
sehingga masyarakat jauh lebih maju dan sejahtera.
Pariwisata dalam arti luas menurut Weber (2010:1), merupakan kegiatan
rekreasi di luar domisili atau di luar daerah untuk melepaskan diri dari pekerjaan
rutin atau mencari suasana lain yang dilakukan diwaktu luang. Pariwisata dapat
menjadi bagian penting dari kebutuhan dasar masyarakat maju dan sebagian kecil
pada masyarakat negara berkembang yang sejalan dengan perubahan-perubahan
sosial, budaya, ekonomi, teknologi dan politik.
Adapun Pariwisata merupakan sebuah perjalanan yang dilakukan seseorang
dari suatu tempat ke suatu tempat dengan memiliki tujuan dari perjalanan tersebut
yaitu bersenang-senang. Tujuan dari seseoang tersebut haruslah unutk bersenang-
senang dan juga menikmati perjalanan tersebut, jika tidak unutk bersenang-senang
bukanlah pariwisata namanya. Pariwisata memiliki beberapa kriteria, yaitu
diantaranya perjalanan dilakukan dari suatu tempat ke tempat lain, perjalanan
tersebut harus dilakukan lebih dari 24 jam, atau bahkan paling sedikit sudah
menempuh sejauh 100 mil. Kriteria lainnya yaitu tujuan dari perjalanan tersebut
yaitu hanya untuk bersenang-senang, tanpa ada maksud mencari nafkah ataupun
menjabat suatu pekerjaan tetap di daerah yang dikunjungi tersebut dan uang yang
diperoleh dari orang tersebut merupakan uang yang dibawa dari rumah asal orang
tersebut, bukan dari hasil pendapatan selama diperjalanan orang tersebut (Yoeti
2010:40-59).
Banyak Pengertian mengenai wisata diutarakan oleh Gamal (2004) dalam
buku mengenai dasar-dasar kepariwisataan yang memiliki pengertian bahwa
wisata adalah suatu proses yang berpergian yang sedang dilakukan seseorang
untuk menuju tempat lain di luar tempat tinggalnya. Motif kepergiannya ini bisa
karena kepentingan ekonomi, kesehatan, agama, budaya, sosial, politik, dan
kepentingan lainnya.
Sedangkan Wisata menurut UU Nomor 10 Tahun 2009 tentang
Kepariwisataan adalah kegiatan perjalanan yang dilakukan oleh seseorang atau
9

sekelompok orang dengan mengunjungi tempat tertentu untuk tujuan rekreasi,


pengembangan pribadi, atau mempelajari keunikan daya tarik wisata yang
dikunjungi dalam jangka waktu sementara. Wisata juga merupakan kegiatan
perjalanan yang merupakan perpindahan dari satu tempat ke tempat lain dengan
tujuan tertentu (Suyitno 2001:7).
Pengertian yang telah dipaparkan dapat ditarik kesimpulan bahwa
pariwisata merupakan suatu perjalanan yang berpindah tempat dari suatu destinasi
ke destinasi yang lain dengan tujuan untuk kesenangan tidak untuk mencari
nafkah serta dilakukannya di waktu luang.
Sumberdaya wisata adalah segala sesuatu yang berpotensi dikembangkan
untuk kepentingan pariwisata dan dilakukan secara langsung maupun tidak
langsung (Damanik & Webber 2006:68). Macam-macam sumberdaya terdiri dari
sumberdaya alam, sumberdaya budaya, sumberdaya manusia dan sumberdaya
minat khusus. Sumberdaya digunakan untuk menawarkan berbagai keperluan
yang dibutuhkan dan diingkan oleh wisawatan. Sumberdaya wisata merupakan
unsur lingkungan hidup yang terdiri dari semua sumber baik manusia, materi,
maupun energi yang secara nyata dan potensial dapat digunakan untuk
kesejahteraan manusia.
Wisatawan merupakan orang yang melakukan suatu kegiatan wisata.
Wisatawan adalah seseorang yang melakukan kegaitan perjalanan dari tempat
tinggalnya dengan renatang waktu minimal 24 jam dan dilakukan untuk tidak
mencari nafkah (Damanik & Weber 2006). Dalam kegiatan berwisata wisatawan
mempertimbangan berbagai aspek seperti biaya, aksesibilitas, fasilitas, keamana
dan lain sebagainya. Wisatawan melakukan kegiatan wisata pada waktu luang
(leisure time) untuk memenuhi kebutuhannya.
Wisatawan merupakan seseorang atau sekelompok orang yang melakukan
kegiata wisata dengan lama tinggal minimal 24 jam pada suatu daerah atau negara
tertentu (Suwantoro 2004). Wisatawan dikategorikan sebagai pesiar (leasure)
yaitu yang memiliki tujuan rekreasi, kesehatan, studi, keagamaan dan olah raga.
Wisatawan juga dikategorikan sebagai hubungan dagang, sanak saudara, handai
taulan, konferensi dan lain sebagainya, adapun syarat-syarat teretntu yaitu.
1. Memiliki tanda bukti diri yang disebut sebagai passport yang dikeluarkan
oleh pejabat negara dimana wisatawan tersebut berdomisili.
2. Memiliki ijin untuk meninggalkan negaranya dan bepergian keluar negeri
yang disebut ijin keluar atau exit permit.
3. Memiliki surat ijin untuk memasuki negara tujuan wisata dan tinggal di
negara tersebut yang disebt visa.
4. Memiliki surat keterangan bebas dari penyakit tertentu ditunjukan dengan
kartu bukti kesehatan atau health sertificate.
5. Setelah tiba di wilayah lintas batas dua negara wisatawan tersebun akan
diperiksa oleh petuga Bea Cukai/ Douane di pelabuhan udara, pelabuhan laut
dan pos-pos penjagaan perbatasan.
Wisata budaya secara sederhana dapat diartikan sebagai wisata yang
memanfaatkan kebudayaan sebagai objeknya (Yoeti 1996). Selain itu dapat pula
didefinisikan dengan arti berpergian bersama-sama dengan tujuan mengenali hasil
kebudayaan setempat (KBBI). Beberapa contoh wisata budaya meliputi upacara
adat, seni pertunjukan adat, ritual-ritual, maupun peninggalan nenek moyang.
10

Wisata budaya merupakan aktivitas perjalanan temporal yang dilakukan


oleh seseorang atau sekelompok orang dari tempat tinggal mereka ke tempat lain
dengan tujuan untuk menyaksikan atau menikmati situs purbakala, tempat
bersejarah, museum, upacara adat tradisional, upacara kegamaan, pertunjukan
kesenian, festival dan lain sebagainya. Wisata budaya mencakup bukan hanya
perjalanan dan aktivitas menikmati saja, tetapi aktivitas yang dilakukan oleh pihak
lain yang terkait dengan para wisatawan tersebut (Suranti 2005). Termasuk
didalamnya berbagai upaya yang perlu dilakukan demi tetap berlangsungnya
atraksi budaya sebagai sumber daya yang bersifat unik, terbatas, dan tidak
terbarukan.
Wisata budaya dapat juga didefinisikan sebagai perjalanan yang dilakukan
atas dasar keinginan (Pendit 1994) untuk memperluas pandangan hidup seseorang
dengan jalan mengadakan kunjungan ke tempat lain atau ke luar negeri,
mempelajari keadaan rakyat, kebiasaan dan adat istiadat mereka, cara hidup
mereka, kebudayaan dan seni mereka.
Destinasi wisata merupakan unsur pokok yang harus mendapat perhatian
guna menunjang pengembangan pariwisata di daerah tujuan wusata yang
menyangkut perencanaan, pelaksanaan pembangunan dan pengembanganya
meliputi lima unsur objek dan daya tarik wisata, prasarana, sarana, infrastruktur,
dan masyarakat menurut (Suwantoro 2004:19). Suatu tempat atau wilayah yang
memliki atrakasi wisata yang akan ditawarkan kepada pengunjung dan hal
tersebut didukung oleh pelayanan yang diinginkan oleh pengunjung pada sebuah
destinasi wisata. Suatu Destinasi akan menawarkan berbagai fasilitas yang dapat
digunakan untuk mendukung kegiatan wisata pada suatu destunasi.
Adapun Destinasi wisata menurut Pitana (2005) sumberdaya manusia diakui
sebagai salah satu komponen yang penting dalam pembangunan destinasi wisata.
Sumberdaya manusia merupakan faktor penentu eksistensi pariwisata. Pelayanan
yang diberikan dalam pariwisata akan berdampak pada kenyamanan, kepuasan
dan kesan atas kegiatan wisata yang dilakukan. Sumberdaya manusia terdiri dari
pengelola, pengunjung dan masyarakat setempat.
Penilaian potensi obyek menurut Avenzora (2008 terdiri dari beberapa
konteks dan aspek penilaian, diantaranya penilaian terhadap sumber daya
Ekowisata dan pelaku wisata. Penilaian sumber daya wisata bisa didapatkan
melalui semua benda, atraksi material mulai dari keindahan hingga sesuatu yang
kumuh. Penilaian pelaku wisata bisa dinilai melalui aspek umur, pendidikan, dan
dispossible income. Proses penilaian dapat berupa data kuantitatif dan kualitatif,
selain itu penilaian berdasar observasi. Penilaian kualitatif dapat menggunakan
sistem skoring dengan skala Likert. Indikator penilaian dalam skala likert terdiri
dari keunikan, kelangkaan, keindahan, seasonality, aksesibilitas, sensitivitas, dan
fungsi sosial.
Aspek keunikan menggambarkan nilai eksistensi suatu obyek. Kelangkaan
merupakan representatif intangible value suatu obyek. Keindahan merupakan nilai
eksintrik dan instrinsik suatu obyek. Seasonality menggambarkan ketersediaan
suatu obyek untuk diakses. Aksesibilitas menggambarkan rentang kondisi dan
proses dalam mendatangi obyek. Sensitivitas menggambarkan reresentasi tata
nilai wisata berkelanjutan. Proses penilaian setidaknya harus dilakukan oleh tiga
orang asessor yang mengetahui obyek-obyek pada wilayah.
11

C. Perencanaan Ekowisata

Pengertian perencanaan merupakan sebuah kegiatan yang dimulai dari


menyusun sebuah tahap awal sampai dengan tahap akhir berupa memikirkan
bagaimana kedepannya untuk dapat bisa menjadi lebih baik (Damanik 2006:25).
Perencanaan memiliki dua aspek yaitu membangun dan juga mengembangkan apa
yang sudah ada. Manfaat dari sebuah perencanaan yang baik yaitu tersedianya
manfaat jangka panjang tanpa menimbulkan resiko yang signifikan dan juga
mampu mencegah masalah lingkungan dan social. Tahap- tahap dari sebuah
perencanaan yaitu diantaranya, studi awal, penetapan tujuan, survei pengumpulan
data, analisa dan sintesa, kebijakan dan formulasi rencana dan rekomendasi serta
implementasi.
Perencanaan juga dapat diartikan sebagai proses dasar yang digunakan
untuk memilih tujuan untuk menentukan apa saja yang ingin dicapai (Siswanto
2011:42). Perencanaan yaitu perencanaan merupakan fungsi dasar dari suatu
manajemen yang memiliki sifat dinamis dan ditujukan pada masa depan yang
tidak pasti, karena adanya perubahan kondisi dan situasi (Hasibuan 2011:91).
Perencanaan diproses oleh perencana (planner) yang menghasilkan rencana.
Perencanaan (Bahar 2002:81) diartikan sebagai upaya mengorganisasikan hal
yang akan terjadi di masa yang akan datang agar mendapatkan sasaran yang tepat.
Perencanaan menurut Karyoto (2015:51-52) yaitu perencanaan merupakan
suatu kegiatan yang dilakukaan saat ini untuk menentukan masa depan dengan
tujuan menanggulangi ketidakpastian dan menurunkan tingkat risiko yang akan
terjadi. Perencanaan juga seringkali diartikan sebagai sebuah proses untuk
memutuskan tujuan yang ingin dicapai di waktu mendatang. Perencanaan
digunakan dalam penetapan sasaran, strategi dan mengembangkan rencana kerja
untuk mengelola aktivitas yang akan dilakukan.
Dalam Bruntland (1987) mengartikan bahwa pembangunan berkelanjutan
sebagai development which meets the needs of the present whitout compromising
the ability of future generations to meet their own needs, yang berarti orang saat
sekarang supaya dapat hidup dengan sejahtera, tetapi harus dipelihara dan
dilestarikan agar dapat juga digunakan di masa yang akan datang. Pemanfaatan
sumber daya tersebut harus pula melibatkan masyrakat lokal dan memberikan
manfaat optimal bagi mereka. Ide-ide itu kemudian diturunkan ke dalam konsep
pariwisata berkelanjutan yang artinya adalah pembangunan sumber daya (atraksi,
aksesibilitas, amenitas) pariwisata yang bertujuan untuk memberikan keuntungan
optimal bagi pemangku kepentingan (stakeholder) dan nilai kepuasan optimal
bagi wisatawan dalam jangka panjang.

D. Promosi Wisata

Promosi merupakan proses pengenalan produk terhadap konsumen dengan


cara yang menarik, Promosi tersebut termasuk dalam pemasaran yang memiliki
prinsip komunikasi untuk menarik minat masyarakat terhadap obyek yang
ditawarkan (Suwantoro 2004:19). Tujuan dari promosi adalah untuk
mempengaruhi dan memberitahukan kepada masyarakat bahwa terdapat produk
yang ditawarkan (Bahar 2005). Promosi termasuk ke dalam aspek bauran
pemasaran yang merupakan dasar dari komunikasi. Komunikas tersebut dilakukan
dengan empat komponen yang lebih dikenal dengan 4P, yaitu produk (product),
12

harga (price), lokasi distribusi (place), dan promosi (promotion). Keempat


komponen tersebut haru saling terkait agar terciptnya sebuah promosi yang baik
dan menarik bagi calon konsumen.
Kegiatan promosi dilakukan dengan beberapa cara atau bisa disebut dengan
bauran promosi. Bauran promosi menurut Hamdani 2012 mencakup kegiatan
penjualan perseorangan, periklanan, promosi penjualan, hubungan masyarakat,
informasi dari mulut ke mulut maupun pemasaran langsung. Hal tersebut
dipengaruhi oleh beberapa faktor yaitu, sifat pasar, sifat produk, daur hidup
produk dan dana yang tersedia. Strategi promosi dibutuhkan dalam melakukan
promosi agar untuk mencapai tujuan yang telah ditentukan. Pendekatan dalam
penentuan strategi promosi meliputi tiga langkah, yaitu :
1. Penggunaan latar belakang untuk menentukan total dana promosi dan
menyusun alokasi yang optimum diantara metode-metode promosi yang
digunakan.
2. Menilai kesempatan pemanfaatan iklan dan unsur-unsur lainnya dengan
mempertimbangkan pokok tertentu yang telah diketahui untuk mempengaruhi
keberhasilan pelaksanaannya.
3. Melakukan proses analitis terhadap keputusan yang telah diambil untuk
mengukur efektivitas dari metode promosi yang dipilih.

E. Suku Rejang

Suku Rejang adalah sekelompok orang yang bermula dan menetap di


Lebong Indikasi yang menunjukkan Wilayah Lebong sebagai asal usul Suku
Rejang diantaranya William Marden, Residen Ingggris di Lais (1775-1779) yang
memberitakan tentang adanya empat Petulai Rejang yaitu; juru Kalang, Bermani,
Selupu dan Tubai.
Menurut Sawab Kontolir sebagimana yang dikutip oleh Abdulah Sidik,
Belanda di Lais menyatakan Marga Merigi terdapat diwilayah Rejang bukan
wilayah Lebong. Jika Lebong dianggap sebagai wilayah asal Suku Rejang maka
Merigi berasal dari Lebong. Kenyataan menunjukkan Merigi berasal dari Lebong,
karena orang-orang Merigi di wilayah Rejang berasal dari Tubai, dan terdapat
larangan menari antara bujang gadis Merigi dengan bujang gadis Tubai di waktu
kejei karena dianggap satu keturunan yaitu Petulai Tubai.
Penuturan para ahli tentang Lebong sebagai wilayah asal Suku Rejang
diperkuat dengan tambo-tambo dan cerita-cerita dengan tradisi lisan yang diwarisi
secara turun temurun dari orang tua-tua suku Rejang. Dalam sebuah naskah klasik
yang sekarang disimpan oleh Ruttama, mantan imam desa Suko Kayo Lebong,
nenek moyang suku Rejang pertama sekali tinggal di danau besar di gunung Hulu
Tapus6 Fakta ini sesuai dengan cerita-cerita yang diwaisi secara turun-temurun.
Pada awalnya suku Rejang menempati wilayah Lebong dalam kelompok
kecil mengembara dan berpindah-pindah (nomandent). Kehidupan mereka sangat
tergantung dengan lingkungan alam, dan menetap di suatu tempat di sekitar
Lembah Sungai Ketahun yang dipimpin oleh seorang Ajai.
Menurut sejarah yang tidak tertulis, suku bangsa Rejang berasal dari empat
petulai, masing-masing petulai dipimpin oleh seorang Ajai. Keempat Ajai
dimaksud adalah: Ajai Bintang, Ajai Begelan Mato, Ajai Siang, dan Ajai Tiea
Keteko. Kala itu daerah Rejang bernama Renah Sekalawi atau Pinang Belapis.
13

Dikisahkan juga bahwa pada masa pemerintahan Ajai-Ajai ini datang empat
orang bersaudara putera Ratu Kencana Unggut dari kerajaan Majapahit, masing-
masing bernama: Biku Sepanjang Jiwo, Biku Bijenggo, Biku Bembo, dan Biku
Bermano. Karena arif dan bijaksana, sakti dan pengasih, keempat biku tersebut
diangkat oleh keempat petulai yang ada saat itu sebagai pimpinan mereka.
Di bawah pimpinan keempat Biku ini, suku bangsa Rejang semakin
bertambah dan menyebar menyusuri sungai Ketahun sampai ke pesisir, dan
menyusuri sungai Musi Rawas dan Lahat. Mereka mulai menetap dan bercocok
tanam serta mengembangkan kebudayaan daerah sampai akhirnya memiliki
tulisan (aksara) sendiri.
Kedatangan para Biku dari Kerajaan Majapahit ke Ranah Saklawi sering
dikaitkan dengan kerajaan Melayu dan Pagaruyung. Hubungan ketiga kerajaan ini
dalam sejarah Rejang bahwa kerajaan Kerajaan Pagaruyung berasal dari kerajaan
Melayu yang kemudian takluk dengan Majapahit Kerajaan Melayu sebagai bagian
dari Kerajaan Majapahit sudah selayaknya menyebutkan dirinya Majapahit.
Karena dalam tembo Suku Rejang dikatakan bahwa empat Biku datang dari
Mapahit, tetapi sebenarnya mereka datang dari Melayu yang merupakan bagian
dari Majapahit. Fakta ini dibuktikan dengan kembalinya salah satu Biku, bernama
Biku Sepanjang Jiwo ke Kerajaan Majapahit yang digantikan oleh Rajo Megat
dari Kerajaan Pagaruyung.
Penelitian Marsden et al, tidak secara jelas mengungkapkan tentang asal-
usul nenek moyang Suku Rejang. Penelitian mereka menemukan bahwa suku
Rejang berasal dari India Belakang (Semenajung Vietnam) terinspirasi dari nenek
moyang bangsa Indonesia yang berasal dari manusia perahu berasal dari India
Belakang yang mencari daerah baru ke-Kepulauan Nusantara. Penelitian mereka
menyatakan bahwa Suku Rejang berasal dari empat kelompok orang yang
bermukim di daerah Lebong yang dipimpin oleh para Ajai.
Secara geografis suku Rejang dapat di kategorikan kedalam dua bagian
yaitu Rejang Pesisir dan Rejang Pedalaman atau pegunungan. Suku Rejang pesisir
menempati wilayah asal yaitu Lebong dan Rejang Lebong sekarang.
Perkembangan Suku Rejang ditandai dengan hubungan perdagangan dengan
pedagang Inggris yang datang kewilayah pesisir Bengkulu sekitar akhir abad ke
VII. Pada waktu Pangeran Sungai Limau terlepas dari pengaruh Sultan Bantam
dan menguasai wilayah ungai Bengkulu sampai ke Ketaun. Kenyataan sekarang
menunjukkan suku Rejang berkembang dan menyebar ke berbagai daerah di
Kabupaten Lebong, Rejang Lebong, Kepahiang, Bengkulu Utara, Bengkulu
Selatan dan sampai wilayah Sumatra Selatan yaitu Kabupaten Lahat dan Musi
Rawas.
III. KONDISI UMUM

A. Letak dan luas kawasan

Kabupaten Rejang Lebong adalah sebuah kabupaten di Provinsi Bengkulu,


Indonesia. Kabupaten ini memiliki luas wilayah 1.515,76 km² dan populasi sekitar
257.498 jiwa (2016). Ibu kotanya adalah Curup. Kabupaten ini terletak di lereng
pegunungan Bukit Barisan dan berjarak 85 km dari Kota Bengkulu yang
merupakan ibukota provinsi.
Kabupaten Rejang Lebong dengan terletak di posisi 10219’-10257’ Bujur
Timur dan 222’07’’- 331’ Lintang Selatan. Batas-batas administratif Kabupaten
Rejang Lebong adalah sebagai berikut:
Sebelah Utara : Kabupaten Lebong
Sebelah Selatan : Kabupaten Kepahiang
Sebelah Timur : Kabupaten Musi Rawas
Sebelah Barat : Kabupaten Bengkulu Utara

Gambar 2 Peta Administrasi Kabupaten Rejang Lebong.

B. Sejarah

Suku Rejang adalah salah satu suku tertua di pulau Sumatera selain suku
bangsa Melayu. Suku rejang diyakini berasal dari daerah Sumatera bagian utara
dan kemudian menyebar sampai ke daerah Lebong, kepahiang, sampai di tepi
sungai ulu musi di perbatasan dengan Sumatera Selatan. Suku rejang terbanyak
menempati Kabupaten rejang Lebong yang kini memekarkan diri menjadi
kabupaten Rejang Lebong (induk), Suku Rejang, yang mempunyai garis
keturunan yang jelas, mempunyai daerah dan wilayah tempat tinggal yang diakui
16

etnisnya, memiliki adat istiadat dan tata cara yang tinggi diantara ratusan suku
bangsa yang ada di bumi nusantara ini.Hampir semua dari unsur-unsur budaya
telah dimiliki oleh suku Rejang, seperti: Sejarah,Bahasa, Aksara, Sistem
pengetahuan, sistem organisasi sosial, sistem peralatan hidup, sistem religi dan
kesenian.
Sejarah suku bangsa Rejang dapat dibagi menjadi dua bagian, yaitu sejarah
Rejang Purba dan sejarah Rejang Modern.Sejarah Rejang Purba dimulai dari masa
kedatangan kelompok bangsa Mongolia di Bintunan Bengkulu Utara pada tahun
2090 SM hingga sebelum kedatangan para Ajai di pertengahan abad ke 14
masehi.Sejarah Rejang Modern dimulai dari masa kedatangan dan kepemimpinan
para”Ajai” di Renah Skalawi ( 1348) hingga sekarang.
Disebut Rejang Purba karena dalam kurun waktu 2090 SM hingga
pertengahan abad-14 M itu kehidupan suku Rejang masih sangat primitif, hidup
selalu berpindah-pindah dari satu tempat ke tempat lain dimana tempat yang
dapat memberi mereka kehidupan.Kemudian mereka mulai hidup menetap dalam
kelompok masyarakat “kumunal” di pedalaman hutan rimba yang tertutup dunia
luar, peralatan hidup teknologi yang masih sangat sederhana, mereka penganut
animisme.
Sejarah rejang modern ditandai dengan masuknya para Ajai ( Sutan Gagu
alias Ninik Bisu dan Zein Hadirsyah alias Tiea Keteko) pada pertengahan abad ke
-14 yang membawa perubahan pada pola kehidupan masyarakat suku Rejang,
mereka mulai mengenal sistem pengetahuan, sistem organisasi sosial, sistem
peralatan hidup dan sistem religi.
Menurut sejarah, semua orang rejang yang bertebaran itu berasal dari pinang
Belapis, Renah Skalawi yang kini disebut Lebong.Mereka adalah anak keturunan
Rhe Jang Hyang dari bangsa Mongol, cina Utara.Kira -kira 4100 tahun yang lalu
atau sekitar 2090 SM, Rhe jang Hyang bersama dengan kelompoknya mendarat di
pantai Slolong, daerah Bintunan, Bengkulu Utara, sekarang, ketika itu Sumatera
masih bernama Swarnadwiva.

C. Kondisi Fisik Kawasan

Secara topografi, Kabupaten Rejang Lebong merupakan daerah yang


berbukit bukit, terletak pada dataran tinggi pegunungan Bukit Barisan dengan
ketinggian 100 - > 1000 mdpl. Secara umum kondisi fisik Kabupaten Rejang
Lebong sebagai berikut, Kelerengan datar sampai bergelombang, Jenis Tanah:
Andosol, Regosol, Podsolik, Latasol dan Alluvial, Tekstur Tanah sedang,
lempung dan sedikit berpasir dengan pH tanah 4,5 –7,5. Kedalaman efektif Tanah
sebagian besar terdiri atas kedalaman 60 cm hingga lebih dari 90 cm, sebagian
terdapat erosi ringan dengan tingkat pengikisan 0 – 10 %. Curah hujan rata-rata
233,75 mm/bulan, dengan jumlah hari hujan rata rata 14,6 hari/bulan pada musim
kemarau dan 23,2 hari/bulan pada musim penghujan. Sementara suhu normal rata-
rata 17,73 0C - 30,940C dengan kelembaban nisbi rata-rata 85,5 %. Suhu udara
maksimum pada tahun 2003 terjadi pada bulan Juni dan Oktober yaitu 32 0C dan
suhu udara minimum terjadi pada bulan Juli yaitu 16,20 C. Dilihat dari
pemanfaatan lahan, pada tahun 2009 sebagian besar berupa Kawasan Hutan yaitu
seluas 98.873,17 ha (65,23%), Permukiman seluas 1.800,61 ha (1,19%), Sawah
Irigasi seluas 10.992,92 ha (7,25%), Tanah Ladang seluas 37.884,94 ha (24,99%).
17

Sedang sisanya 2.024,36 ha (1,34%) terdiri dari perkebunan, kebun campur,


tegalan, lahan usaha perikanan dan lain-lain.

D. Kondisi Biotik

Kawasan Kabupaten Rejang Lebong dipenuhi oleh keanekaragaman hayati


yang tinggi. Flora yang tumbuh tersebar di Kaupaten Rejang Lebong tersebut
antara lain jenis Pasang, Umbi-umbian, Pandan Duri, bunga Rafflesia arnoldi,
Amorphopalus titanum (bunga Bangkai). Sedangkan beberapa fauna yang
mendiami lokasi ini adalah Bunglon, Tupai, Berung Tanah, Monyet, Musang,
Siamang, Beruk, Burung Raja Udang, Burung Robin, Burung Sirkawan, Burung
Kutilang Mas, Burung Elang, dan Cekruk.

E. Aksebilitas

Aksebilitas dari Kota Bengkulu ke Kota Curup Kabupaten Rejang Lebong


dapat di tempuh melalui Jalan Kepahiang. Jalan yang dilalui sudah cukup baik
dengan jalan raya yang sudah di aspal serta petunjuk yang sangat jelas. Untuk
menempuh perjalanan darat dapat mengunakan transportasi darat dengan
mengunakan motor dan mobil pribadi atau dengan transportasi umum. Perjalanan
yang di tempuh dari kota bengkulu menuju kota curup kabupaten Rejang Lebong
membutuhkan waktu sekitar 2 jam dengan jarak 63 KM.

Gambar 3 Aksebilitas Kota bengkulu ke Kota Curup Kab. Rejang Lebong.


Sumber: App. Google Maps.

F. Kondisi Sosial Budaya Masyarakat

Masyarakat Kabupaten Rejang Lebong merupakan masyarakat yang kaya


akan nilai-nilai luhur daerah, yang dapat dimanfaatkan dalam percepatan
pembangunan. Sebagai masyarakat yang memiliki bahasa, aksara dan budaya
sendiri, nilai-nilai luhur tersebut telah mengakar dan berkembang dalam
kehidupan sehari-hari masyarakat tanpa harus terjadi tumpang tindih dengan nilai-
nilai budaya bangsa. Diantara berbagai nilai-nilai luhur dalam kehidupan
18

bermasyarakat terdapat beberapa nilai-nilai luhur yang ianggap dominan dan


mempunyai kontribusi terhadap keberhasilan pembangunan di daerah ini. Nilai-
nilai luhur tersebut antara lain Gotong royong, Musyawarah dan mufakat. Gotong
royong, Musyawarah dan Mufakat adalah nilai-nilai luhur yang masih sangat
melekat dalam masyarakat ini.
Dalam kehidupan sehari-hari masyarakat Kabupaten Rejang Lebong,
aktivitas yang didasarkan pada semangat gotong royong masih tetap dilaksanakan
baik dalam kelompok-kelompok kecil yang mempunyai hubungan kekeluargaan
maupun dalam kelompok-kelompok masyarakat dalam suatu dusun atau desa.
Ungkapan “tei ne tanggung jawab besamo, ban benek, lengan sarno-samo
masung” yang secara turun temurun diwariskan dan dijiwai oleh masyarakat di
Kabupaten Rejang Lebong merupakan nilai-nilai luhur Dalam hal tolong
menolong ada juga ungkapan yang berbunyi ” kasiak mbales sayang betimbang,
ade tepok tebis, ade tanjung menyuung” yang lebih kurang terrjemahannya “kasih
dibalas sayang dipertimbangkan, ada tebing di tepi air runtuh ada tanjung
menjelma” Maksud dari kiasan ini adalah budi baik dan kasih sayang tidak akan
sia-sia. Ungkapan ini pada dasarnya menganjurkan agar anggota masyarakat
selalu berbuat baik, tolong –menolong, jangan kikir dengan harta benda dan ilmu
pengetahuan.
Sebagai kelompok masyarakat yang secara historis telah ada sejak zaman
Majapahit dahulu, budaya bermusyawarah untuk mencapai kesepakatan terhadap
sesuatu yang harus diputuskan untuk kepentingan bersama telah lama dipraktekan
dalam kehidupan masyarakat Kabupaten Rejang Lebong. Ungkapan kio sesudo
keker abis, mbeak nyesoa kedong bilai, mbeak nyeletuk kedong malem. Nyesoa
coa ko nyesoa bae. Soa nu moi pateak indoi, nyeletuk moi pateak nangis. Kecek
nik supayo ko micik, kecek lai supayo ko metai. Mbeak ko micik sesu’ang.
Supayo ko metai ngen pupuk kaum”, yang dalam bahasa Indonesia lebih kurang
berarti “renungi secara mendalam, pikir sampai habis. Jangan menyesal
dikemudian hari, jangan menggerutu di kemudian malam. Sesalmu bukan
sembarang sesal. Sesalmu akan menimbulkan tangis, gerutumu akan
menimbulkan isak. Kata halus supaya kau resapkan, kata jelas supaya kau artikan.
Jangan kau resapkan sendiri. Supaya engkau artikan bersama-sama dengan sanak
keluarga”. Ungkapan ini merupakan anjuran agar selalu bermusyawarah dengan
sanak famili dalam menghadapi persoalan-persoalan yang rumit dalam keseharian
kita untuk mencari jalan keluarnya. Ungkapan “Pat sepakat, lemo sernpurno”
sebenarnya menunjukan bahwa proses musyawarah untuk mufakat dalam
masyarakat dapat saja dilakukan tanpa harus melibatkan pimpinan formal mereka.
Kehadiran pemimpin hanyalah sebagai penyempurna dari kesepakatan yang
dilakukan oleh masyarakatnya.
IV. METODE TUGAS AKHIR

A. Waktu dan Tempat

Pelaksanaan kegiatan tugas akhir mengenai Perencanaan Ekowisata Budaya


di Kabupaten Rejang Lebong ini dengan melalui Pemilihan lokasi yang telah di
tentukan sesui dengan judul tugas akhir. Kegiatan pelaksanaan tugas akhir
dilaksanakan selama bulan Maret – Juli..

Gambar 4 Peta Aministrasi Kabupaten Rejang Lebong.

B. Alat dan Bahan

Kegiatan tugas akhir membutuhkan alat untuk menunjang pelaksanaan dan


pengambilan data yang dibutuhkan di lapangan maupun dalam pembuatan
laporan. Ragam alat yang digunakan untuk menunjang selama dilakukannya
kegiatan tugas akhir cukup beragam dan berbeda kegunaaannya. Adapun alat yang
dibutuhkan dalam kegiatan tugas akhir disajikan pada tabel di bawah ini.
Tabel 3 Alat dan Bahan
No Alat dan Bahan Kegunaan
1. Alat-alat tulis Menulis data yang diperlukan
2. Buku panduan lapangan Sebagai pengacu data yang diperoleh
4. Kamera Mengambil foto dalam kegiatan
5. Tallysheet Alat inventarisasi data yang dibutuhkan
6. Panduan wawancara baik terhadap pengunjung, pengelola, dan
Kuesioner
masyarakat sekitar
7. Flashdisk (Hardisk) Untuk menyimpan data yang diolah
20

No Alat dan Bahan Kegunaan


8. USB Portble Mennghubungan perangkat keras
9. Handphone Untuk dokumentasi rekaman suara
10. Peta kawasan Petunjuk acuan kerja di lapangan
11. Papan Jalan Membantu peneliti dalam kepraktisan mencatat data di
lapangan
12. Sepeda Motor Sebagai alat mobilisasi ke berbagai lokasi

C. Jenis Data

Jenis data yang akan diambil yang terkait dengan Sumberdaya Budaya yaitu
sistem perlengkapan hidup. Pengambilan data penilaian terhadap daya tarik
budaya dilakukan dengan menggunakan indikator penilaian Avenzora (2008).
Kuesioner yang digunakan yaitu kuesioner tertutup (close ended questionnaire).

Tabel 4 Jenis Data Ekowisata Budaya


No. Data Uraian Sumber Data Metode
1. Sumberdaya
Ekowisata
a. Rumah Adat Bentuk, ukuran, Masyarakat, Observasi
warna, material, pemangku adat, dan langsung dan
aksesoris, filosofi, pemuka agama. wawancara.
manfaat atau fungsi
sosial.
b. Pakaian
1) Pakaian Bentuk, ukuran, Masyarakat, Observasi
Pernikahan warna, material, pemangku adat, dan langsung dan
2) Pakaian Tari aksesoris, filosofi, pemuka agama. wawancara.
manfaat atau fungsi
sosial.
c. Alat Bentuk, ukuran, Masyarakat, Observasi
Transportasi warna, material, pemangku adat, dan langsung dan
aksesoris, filosofi, pemuka agama. wawancara.
manfaat atau fungsi
sosial.
d. Alat Produktif
1) Untuk Bentuk, ukuran, Masyarakat, Observasi
berkebun warna, material, pemangku adat, dan langsung dan
2) Untuk berburu aksesoris, filosofi, pemuka agama. wawancara.
manfaat atau fungsi
sosial

e. Wadah
1) Untuk menaruh Bentuk, ukuran, Masyarakat,pemangku Observasi
2) Untuk warna, material, adat, dan pemuka langsung dan
menyimpan aksesoris, filosofi, agama. wawancara.
manfaat atau fungsi
sosial
f. Senjata Bentuk, ukuran, Masyarakat, Observasi
warna, material, pemangku adat, dan langsung dan
aksesoris, filosofi, pemuka agama. wawancara.
manfaat atau fungsi
sosial
g. Makanan Bentuk, ukuran, Masyarakat. Observasi
warna, material, langsung dan
aksesoris, filosofi, wawancara.
21

No. Data Uraian Sumber Data Metode


manfaat atau fungsi
sosial.
2. Mayarakat
a. Karakteristik Nama, jenis Masyarakat. Observasi
kelamin, usia, langsung dan
pendidikan terakhir, wawancara.
pekerjaan,
pendapatan, agama
b. Persepsi Dampak terhadap Masyarakat. Observasi
ekologi, ekonomi langsung dan
dan sosial budaya wawancara.
c. Kesiapan Etika dan playanan, Masyarakat. Observasi
keamanan dan langsung dan
keselamatan, wawancara.
kenyamanan,
kegiatan usaha.
3. Pengelola
a. Karakteristik Nama, jenis Masyarakat, Wawancara dan
kelamin, usia, Kedinasan terkait. kuesioner
pendidikan terakhir, berpola tertutup.
pekerjaan,
pendapatan, agama
b. Persepsi Dampak terhadap Masyarakat, Wawancara dan
ekologi, ekonomi Kedinasan terkait. kuesioner
dan sosial budaya. berpola tertutup.
c. Kesiapan Etika dan playanan, Masyarakat, Wawancara dan
keamanan dan Kedinasan terkait. kuesioner
keselamatan, berpola tertutup.
kenyamanan,
kegiatan usaha.
4. Pengunjung
a. Karakteristik Nama, jenis Pengunjung. Wawancara dan
kelamin, usia, kuesioner dengan
pendidikan terakhir, teknik accidental
pekerjaan, sampling.
pendapatan, agama.
b. Persepsi Dampak terhadap Pengunjung. Wawancara dan
ekologi, ekonomi kuesioner dengan
dan sosial budaya teknik accidental
sampling.
c. Motivasi dan Fisik, budaya, Pengunjung. Wawancara dan
Preferensi interpersonal, status kuesioner dengan
dan prestise. teknik accidental
sampling.

D. Metode Pengambilan data

1. Data Sumberdaya Ekowisata Budaya


Identifikasi dan inventarisasi sumberdaya ekowisata diambil dengan
menggunakan metode observasi langsung, studi literatur, wawancara dan
snowball sampling. Observasi adalah metode pengumpulan data melalui
pengamatan langsung atau peninjauan secara cermat dan langsung di lapangan
atau lokasi penelitian. Penulis berpedoman pada desain penelitiannya perlu
mengunjungi lokasi penelitian untuk mengamati langsung berbagai hal atau
22

kondisi yang ada di lapangan. Studi literatur atau pustaka adalah teknik
pengumpulan data dengan mengadakan penelusuran data melalui buku, literatur,
catatan dan laporan yang memiliki informasi yang dapat dijadikan referensi.
Studi literatur dilakukan untuk mendapatkan teori ataupun gambaran mengenai
kasus atau permasalahan yang ditemukan.
Wawancara merupakan percakapan antara dua orang atau lebih dan
berlangsung antara narasumber dan pewawancara. Tujuan dari wawancara adalah
untuk mendapatkan informasi yang tepat dari narasumber yang terpercaya.
Wawancara dilakukan dengan cara penyampaian sejumlah pertanyaan dari
pewawancara kepada narasumber. Teknik wawancara yang digunakan adalah
teknik wawancara snowball sampling dan insidental sampling. Teknik snowball
sampling dilakukan dengan mencari narasumber yang mengetahui segala
informasi terkait dengan sumberdaya budaya, kemudian meminta narasumber
tersebut memilih narasumber selanjutnya untuk dimintai keterangan dan opini
tentang sumberdaya budaya yang akan diteliti hingga dirasa mencukupi data yang
dibutuhkan. Narasumber yang diwawancarai pertama kali dapat memberikan
lebih dari satu referensi narasumber yang akan ditanyai pada tahap selanjutnya.
Hal ini dimaksudkan untuk menghindari narasumber yang sulit ditemui
keberadaannya.

Gambar 5 Ilustrasi Metode Snowball sampling.


2. Data Pengelola
Metode untuk mendapatkan data pengelola yaitu penyebaran kuesioner dan
wawancara. Data yang diambil berupa karakteristik pengelola, presepsi dan
kesiapan. Data tersebut akan diambil dengan membagikan kuesioner kepada
pengelola budaya seperti dinas pariwisata dan dinas pendidikan dan kebudayaan.
Data lain yang diambil berupa penilaian terhadap daya tarik yang dimiliki oleh
budaya tersebut. Pengambilan data penilaian terhadap daya tarik budaya
dilakukan dengan menggunakan indikator penilaian Avenzora (2008). Kuesioner
yang digunakan yaitu kuesioner tertutup (close ended questionnaire). Kuesioner
ini berisikan pertanyaan-pertanyaan dengan pilihan jawaban yang telah
23

ditentukan. Responden yang akan diambil yaitu masing-masing pengelola wisata


budaya.
Tabel 5 Jumlah Responden Pengelola
No Pengelola Jumlah Responden
1. Dinas Pariwisata 2
2. Dinas Pendidikan dan Kebudayaan 5

3. Data Masyarakat
Data yang diambil pada masyarakat terdiri dari karakteristik, kesiapan,
persepsi terhadap perencanaan dan penilaian sumberdaya ekowisata.
Karakteristik masyarakat terdiri dari minimal 30 responden dengan nama, jenis
kelamin, usia, status pernikahan, pendidikan terakhir, pekerjaan, pendapatan per
bulan, dan agama. Informasi tersebut didapat melalui metode wawancara dan
kuesioner. Wawancara yang digunakan adalah dengan menggunakan teknik
bertatap muka dengan narasumber. Kuesioner yang digunakan adalah kuesioner
berpola tertutup (close ended questionnaire) yaitu kuesioner dengan beberapa
pertanyaan yang telah disediakan. Penentuan sampel selanjutnya ditentukan
dengan menggunakan teknik pengambilan sampel secara acak sederhana.
Tabel 6 Jumlah Responden Masyarakat
No Kecamatan Jumlah Responden
1. Curup 10
2. Curup Tengah 5
3. Curup Selatan 2
4. Curup Timur 5
5. Curup Utara 3
6. Bermani Ulu 2
7. Sindang Ulu 3

4. Analisis Data Deskripsi Kualitatif


Analisis deskripsi kualitatif dilakukan untuk menguraikan data sumberdaya
ekowisata dengan kondisi aktual yang diketahui melalui pengumulan data objek di
lapangan sehingga diperoleh gambaran pengembangan jenis ekowisata budaya.
Analisis data secara deskripsi kualitatif juga dilakukan untuk memberikan
gambaran penilaian terhadap sumberdaya ekowisata budaya.
5. Analisis Kuantitatif
Analisis kuantitatif digunakan untuk menginterpretasikan data sumberdaya
ekowisata, masyarakat, dan pengelola. Teknik yang digunakan untuk memberikan
penilaian dan persepsi terhadap sumberdaya ekowisata adalah dengan
menggunakan indikator penilaian yang terdiri dari keunikan, keindahan,
kelangkaan, seasionalitas, sensitifitas, aksesibilitas, dan fungsi sosial dengan
menggunakan Skala Likert 1-7 (Avenzora 2008). Penjelasan indikator penilaian
sumberdaya ekowisata.
Tabel 7 Analisis Kuantitatif
No. Aspek Deskripsi
1 Keunikan Terkait dengan nilai ekstensi suatu obyek dalam konteks kepariwisataan
2 Keindahan Terkait dengan extrinsic values dan intrinsic values yang dimiliki suatu obyek
dalam mensuplai kapuasan pengunjung di kawasan tersebut
3 Kelangkaan Representasi kompratif dan intangible suatu obyek wisata terhadap jenis obyek
lainnya
24

No. Aspek Deskripsi


4 Seasionalitas Menggambarkan waktu ketersediaan suatu obyek untuk diakses
wisatawan memenuhi kepuasan dari kegiatan wisata
5 Sensitifitas Representasi tata nilai sustainable tourism dalam menilai pengaruh kegiatan
wisata terhadap keberlanjutan obyek di elemen lingkunganya
6 Aksesibilitas Menggambarkan rentang kondisi dan proses yang dilakukan wisatawan dalam
mengunjungi obyek wisata
7 Fungsi Sosial Memberikan pemaparan terkait potensi yang memiliki dampak sosial yang
terjadi di kegiatan wisata.
Keterangan Indikator Penilaian yaitu, Keunikan: 1) Sangat tidak unik, 2) Tidak Unik, 3) Agak
tidak unik, 4) Biasa saja, 5) Agak unik, 6) Unik, 7) Sangat unik. Keindahan: 1) Sangat tidak
indah, 2) Tidak indah, 3) Agak tidak indah, 4) Biasa saja, 5) Agak indah, 6) Indah, 7) Sangat
indah. Kelangkaan: 1) Sangat tidak langka, 2) Tidak langka, 3) Agak tidak langka, 4) Biasa saja,
5) Agak langka, 6) Langka, 7) Sangat langka. Seasionalitas: 1) Sangat tidak musiman, 2) Tidak
musiman, 3) Agak tidak musiman, 4) Biasa saja, 5) Agak musiman, 6) Musiman, 7) Sangat
musiman. Sensitifitas: 1) Sangat tidak sensitif, 2) Tidak sensitif, 3) Agak tidak sensitif, 4) Biasa
saja, 5) Agak sensitif, 6) Sensitif, 7) Sangat sensitif. Aksesibilitas: 1) Sangat tidak terjangkau, 2)
Tidak terjangkau, 3) Agak tidak terjangkau, 4) Biasa saja, 5) Agak terjangkau, 6) Terjangkau, 7)
Sangat terjangkau.

E. Metode Penyusunan Program

Metode penyusunan rancangan program ekowisata budaya dilakukan


berdasarkan hasil identifikasi sumberdaya ekowisata budaya yang telah dinilai
dengan indikator penilaian menurut Avenzora (2008). Rancangan program
ekowisata akan dibagi menjadi tiga macam yaitu harian, bermalam dan tahunan.
Tahapan penyusunan program ekowisata diantaranya:
1. Mengidentifikasi dan mendokumentasikan sumberdaya ekowisata budaya
yang berpotensi untuk dikembangkan menjadi atraksi ekowisata budaya.
2. Menentukan lokasi dan waktu pelaksanaan program ekowisata budaya.
3. Menentukan ide atau gagasan perencanaan program ekowisata budaya.
4. Menentukan tujuan, manfaat, sasaran, dan durasi waktu dalam pelaksanaan
program ekowisata budaya yang direncanakan.
5. Membuat gambaran kegiatan mengenai program ekowisata budaya.
6. Mendeskripsikan bentuk aktivitas wisata yang dilaksanakan sesuai dengan
target sasaran.
7. Menentukan para pihak yang terlibat dalam pelaksanaan program.

F. Metode Penyusunan Luaran

Luaran yang akan dihasilkan pada kegiatan perencanaan ekowisata Budaya


adalah program Ekowisata Budaya, dan media promosi berupa video wisata atau
dokumenter dan media lainnya yang memiliki fungsi serta tujuan untuk
memberikan informasi terkait sumberdaya wisata dan memasarkan kawasan
wisata. Pengambilan bahan-bahan untuk video akan dilakukan dengan
menggunakan kamera dan beberapa perlengkapan fotografi lainnya. Bahan-bahan
untuk video akan diambil bersamaan dengan kegiatan pengambilan data di
lapangan.
V. HASIL DAN PEMBAHASAN

A. Sumberdaya Ekowisata Budaya

1. Rumah Suku Rejang


Rumah tradisional Rejang asli disebut dengan istilah Umeak Potong Jang.
Umeak berarti rumah, Potong berarti buatan, dan Jang adalah Rejang. Jadi,
Umeak Potong Jang adalah rumah buatan dari Suku Rejang. Rumah ini juga biasa
disebut Umeak-An, dimana An berarti kuno/lama jadi umeak-an adalah rumah
lama. Filosofi pada rumah suku rejang ini terlihat pada tingginya rumah atau
bentuknya seperti pangung karena pada saat itu banyaknya hewan- hewan yang
berkeliaran. Keberadaan rumah asli rejang ini pada saat ini sudah sangat jarang,
masyarakat suku rejang sudah banyak yang mengunakan rumah modern atau
rumah lama yang di rubah bentuknya. Selain itu rumah yang masih ada sekarang
sudah dipengaruhi oleh potongan Meranjat (suku bangsa yang ada di Kabupaten
Ogan Komering Ulu Sum-Sel). Perbedaan rumah asli dan yang dipengaruhi dapat
terlihat pada bubungan. Umeak Potong Jang memiliki bubungan melintang,
sehingga tritisan atap atau cucuran menghadap ke depan dan belakang. Sedangkan
yang dipengaruhi Meranjat, memiliki bubungan membujur sehingga tritisan
menghadap ke samping.
Rumah pada Suku Rejang ini pada saat ini juga bisa ditemukan di
Kabupaten Rejang Lebong. Pada umumnya, rumah asli penduduk Rejang terbuat
dari bahan kayu yang berkualitas tinggi. Rumah yang terbuat dari bahan kayu
(papan) tersebut mampu bertahan hingga ratusan tahun dan sampai sekarang
masih utuh. Rumah-rumah tua itu selalu dihiasi dengan ornament seni yang tinggi,
meskipun terlihat sangat sederhana. Misalnya di bagian risplang rumah, selalu
dihiasi dengan ukiran penuh dengan simbol-simbol flora seperti daun, bunga atau
lainnya. Demikian pula di bagian dinding rumah—terutama di bagian depan
selalu dihiasi dengan ukiran dari papan, yang kemudian ditempelkan dinding kayu
(menyatu). Ciri khas ornamen klasik dengan arsitektur bernilai seni tinggi pada
rumah orang Rejang mengisyaratkan status sosial pemiliknya. Ciri khasnya adalah
pemasangan papan pada dinding dilakukan secara berdiri, di bagian dinding depan
rumah biasanya hanya ada dua jendela dan sebuah pintu berukuran besar. Rumah
orang Rejang seperti itu, biasanya memiliki ruang tamu di bagian depan yang
cukup besar (beranda) .
Jendela di bagian depan masih ada dua jendela di sisi kiri dan kanan.
Kecenderungan seperti itu hampir pada semua rumah asli orang Rejang. Pada
ruang kedua, biasa merupakan ruangan keluarga yang berukuran separuh dari
ruangan tamu yang ada di depannya. ruangan kedua itu, sebagian ruangnya
digunakan untuk kamar tidur utama. Sementara itu tempat tidur bisa saja
diletakkan di salah satu sudut ruang tamu, ruang keluarga pertama dan ruang
keluarga kedua. Ciri khas lainnya rumah asli orang Rejang adalah bertingkat dan
mempunyai karakter tinggi dengan tiang-tiangnya disertai bentuk rumahnya yang
membujur (empat persegi panjang). Ada yang memanfaatkan tingkat bawah
sebagai temat kumpul-kumpul keluarga sehari-hari dan ada yang tidak
memanfaatkannya. Artinya dibiarkan kosong dan biasanya dimanfaatkan untuk
berbagai keperluan. Misalnya untuk menyimpan bahan kayu bakar, kandang sapi,
27

kandang ayam atau menyimpan bahan-bahan bangunan lainnya. Rumah-rumah


tua ini hampir semuanya dilengkapi kamar mandi di bagian belakang lengkap
dengan pancurannya beserta tempat menyimpan berbagai alat-alat pertanian dan
menggantung pakaian kerja. Karena, kalau diletakkan di ruang kamar mandi yang
serbaguna itu, akan mudah untuk dicuci (dibersihkan).
Rumah-rumah asli Rejang walau papan lantainya sudah demikian mengkilat
karena selalu di pel, sebagian pemiliknya yang mampu akan menambahkan alas
lantainya berupa paran (tikar anyaman dari rotan atau kulit bambu yang tua dan
pilihan). Paran itu juga dianyam dengan tambahan ukiran sedemikian rupa.
Rumah-rumah itu memiliki plapon yang juga terbuat dari bahan kayu (papan)
pilihan, sehingga di atasnya dimanfaatkan untuk tempat menjemur atau
mengeringkan biji kopi. Menyimpan hasil perkebunan lainnya, seperti pisang,
nangka dan buah-buahan lainnya. Bangunan rumah asli orang Rejang memang
sudah sedemikian maju dan itu menandakan pengetahuan orang Rejang terhadap
design bangunan rumah sudah demikian tinggi. Karena, sebuah bangunan rumah
mereka, sudah lengkap dengan ruang-ruangnya. Ruang tamu, ruang keluarga,
ruang bermusyawarah, kamar tidur, kamar gudang (tempat beras dan lainnya),
dapur, kamar mandi (ruang kamar mandi), ruang menyimpanan berbagai hasil
pertanian dan sebagainya. Ruangan-ruangan ini dipisahkan oleh dinding papan
yang dibuat sedemikian rupa.

Gambar 6 Ilustrasi Rumah Suku Rejang.


a. Bentuk bagian-bagian
Bentuk dari rumah suku rejang adalah rumah pangung yang tingginya
sampai dengan 2 meter. Bagian atap depan dan belakang rumah Suku Rejang ini
semakin menurun membentuk segitiga, pada bagian dalam terdapat beberapa
ruangan dengan posisi dapur lebih rendah di bandingkan dengan ruang tamu. Hal
ini karena derajat ruang tamu lebih besar dibandingkan dapur seperti pada fungsi
sosialnya. Pada bagian pintu rumah suku rejang ini berbentuk segi empat sama
dengan jendelannya. Pintu ini membuka kedalam atau kesamping.
Pada bagian tiang rumah suku rejang ini dengan bentuk kayu beginting
(kecil di tengah). pada bagian tangga terbuat dari papan tebal yang lebarnya sama
seperti pintu pada bagian dalam ruangan. Pada material pembentukan rumah suku
rejang ini semuanya mengunakan kayu meranti karena pada saat itu kayu meranti
sangat banyak serta memiliki kekuatan. Warna pada rumah suku rejang ini natural
sama dengan kayu. Untuk jumlah pintu pada rumah suku rejang ini sebanyak 1
28

pintu dan 2 jendela. Keunikan yang ada pada rumah ini adalah pada tiang tiang
rumah yang berbentuk genting atau kecil pada bagian tengahnya yang
mengartikan seperti ikatan padi. Untuk ornamen ornamen yang berdeda di rumah
suku rejang ini berbentuk 2D yang terbentuk dari kayu yang di ukir dengan
lukisan binatang. Keunikan lainnya pada bagian pintu rumah suku rejang yaitu
memiliki lubang kecil pada pintu untuk melihat keluar.

Gambar 7 Ilustrasi Denah Rumah Suku Rejang.


Bagian-bagian ruangan tersebut merupakan bagian yang sesui dengan
ketentuan adat Suku Rejang. Bagian tangga pada Rumah Rejang ini berjumlah
ganjil biasanya 5 bagian tangga atau seterusnya. Pada bagian kamar rumah rejang
ini hanya di peruntukan untuk anak gadis saja jika sudah memilikinya, jika belum
maka kamar di peruntukan untuk orang tua. Jika sudah memiliki anak gadis maka
kamar itu miliknya dan pada ruangan kamar tersebut terdapat tempat di atas
kasurnya yaitu untuk menjahit. Pada suatu keluarga jika memiliki anak laki-laki
maka tempat tidurnya yaitu masjid, jika dalam rumah maka tidurnya di ruang
tamu. Setelah keluarga itu memiliki anak gadis maka orang tuanya akan tidur
ruang tengah dan juga ruang belakang (dapur). Tempat tidur yang di tempai oleh
orang tua ini berpisah antara ibu dan bapaknya. Setelah ruangan kamar terdapat
ga’ang yaitu tempat yang menghubungan rumah dengan dapur pada tempat ini
biasanya di gunakan untuk mencuci piring. bagian bawah rumah rejang ini
biasanya di gunakan untuk kandang ternak, slang putung (susunan kayu bakar),
dan ruang penyimpanan.
Untuk menyebut bilik (kamar tidur) biasanya ditambah dengan nama siapa
yang sering tidur di kamar tersebut. Misalnya kamar tidur nenek maka disebut
bilik sebei dan seterusnya. Dalam arsitektur orang Rejang sudah mengenal model-
29

model daun jendela dan pintu. Untuk pintu utama, biasanya selain pintu lapisan
pertama terbuat dari kayu, Kemudian pada lapisan kedua ada pintu yang terbuat
dari kaca yang dibingkai dengan kayu. Sementara untuk pintu kedua (di dalam
rumah) tidak demikian. Cukup dengan daun pintu terbuat dari papan. Melihat seni
arsitek ‘ukir’ pada dinding, pintu, jendela dan dinding-dinding ruang rumah orang
Rejang kemungkinan dipengaruhi oleh seni kaligrafi dalam agama Islam dan
aliran naturalisme. Sebab, melihat dari lika-liku ukiran, simbol yang dilukis dan
rangkaian-rangkaian ukirannya, memang demikian. Dari bagian bagian rumah
Rejang ini terbagi menjadi beberapa ruang seperti : brendo (beranda, teras rumah),
smigo (ruang utama yang letaknya paling depan sesudah bredo), bilik (kamar
tidur), dopoa (dapur), palai (ruang di atas plapon rumah), ndea (tangga), kemdan
(jendela), bang (pintu).
Tabel 8 Bagian Rumah Rejang
No. Nama Bagian Keterangan
1. Berendo Panjang berendo selebar rumah. Lantainya lebih rendah depicing
(selangkah dari bagian dalam). Berendo memiliki fungsi sosial
(tempat berbincang pagi dan sore dengan tamu dan tetangga akrab,
menegur orang lewat, bermain ank-anak), fungsi ekonomis (tempat
menukang, membuat alat transportasi), dan tempat menjemur
pakaian.
2. Umeak Danea Merupakan bagian ruang dalam paling depan. Umeak dana ini
berfungsi sebagai tempat menerima tamu, musyawarah, tempat
duduk para bujang waktu bersyair, dan tempat duduk tamu anak
gadis.
3. Pedukuak Merupakan tempat tidur orang tua, juga terdapat pemenyap atau
tempat menyimpan barang berharga dan tikar.
4. Geligei Loteng di atas pedukuak dan ruang menyambei. Merupakan ruang
tidur anak gadis dan tempat mereka menyambut tamu teman
perempuannya. Tangga untuk naik ke geligei dapat di naik-turunkan.
(lihat gambar potongan A-A)
5. Ruang menyambei Merupakan ruangan tempat perempuan menyambei. Ruangan ini
dibatasi dengan sekat berupa jendela tak bertutup.
6. Ga-ang Bagian dari dapur, dekat tangga luar belakang. Ga-ang merupakan
ruang terbuka seperti berendo. Berfungsi tempat mencuci,
menyimpan air, dan menjemur bahan makanan. Lantainya terbuat
dari bambu bulat, sehingga waktu mencuci, air langsung mengalir ke
bawah. Di ujung ga-ang terdapat Kepato Lesat Buluak Bioa (rak-rak
tempat perian dan bambu air)
susunan dan fungsi ruang ini sangat ditaati oleh masyarakat Rejang.
bagi mereka, malanggar susunan dan fungsi ruang pada rumah ini
sama dengan melanggar adat istiadat..

Selain itu, terdapat beberapa jenis ragam hias lain dengan ragam hias yang
terdapat pada ukiran pada rumah adat Rejang ragam hias Berikut merupakan nama
dan gambar untuk kelompok ragam hias pada bagian bagian rumah Suku Rejang :
Tabel 9 Hiasan atau Ukiran Rumah Rejang
No. Nama Keterangan
1. Kacang keliling (flora) rangkaian tidak terputus
2. Sisit nanas (flora) rangkaian tidak terputus
3. Ular melilit akar (fauna) kedatangan para tamu terlihat dan menyerah. Biasanya
ragam hias ini ditempatkan pada tiang beranda dan ruang
tengah
4. Sekea begatung (fauna) kedatangan para tamu terlihat dan menyerah. Biasanya
30

No. Nama Keterangan


ragam hias ini ditempatkan pada tiang beranda dan ruang
tengah
5. Seliping mas (fauna) kedatangan para tamu terlihat dan menyerah. Biasanya
ragam hias ini ditempatkan pada tiang beranda dan ruang
tengah
6. Awan-awan (alam) memiliki makna perhiasan dan keindahan, ditempatkan
pada ujung bawah atap
7. Bintang bersudut 5 & 6 dalam bermakna kehidupan dan akherat akan bercahaya bila
lingkaran (alam) beriman.
8. Sidingin berbentuk hati memiliki makna : bagaimanapun panasnya hidup ini harus
dihadapi dengan hati dingin
9. Bunga matahari melambangkan matahari yang menyinari seisi alam bagi
kehidupan. Terdapat pada bagian atas pintu dan jendela.

b. Tipologi Bagunan Rumah Suku Rejang


Bagunan Rumah Suku Rejang di Desa Duku Ulu di Kabupaten Rejang
Lebong umumnya terdiri dari 2 (dua) macam, yaitu rumah Rejang dan rumah
Melayu. Rumah Rejang berasal dari rumah tradisional Rejang (Umeak Potong
Jang atau Umeakan) yang sudah dipengaruhi oleh bentuk rumah Meranjat (bentuk
rumah suku bangsa yang ada di Ogan Komering Ulu, Sumatera Selatan). Duku
Ulu merupakan desa di Kabupaten Rejang Lebong, Kecamatan Curup Timur yang
meyimpan bangunan-bangunan khas Rejang. Desa ini terdiri dari 297 rumah
dengan pola perkampungan menghadap ke jalan. Desa Duku Ulu merupakan salah
satu desa tua di Kabupaten Rejang Lebong, yang masih menyimpan banyak
bangunan khas Rejang. Terdapat 5 tipologi bangunan di desa ini, yang dapat
dibedakan dari bentuk dan umur bangunan. Perkembangan bangunan rumah di
Desa Duku Ulu sangat unik, yang menunjukkan kearah penurunan terhadap
respon gempa. Tipologi pertama merupakan tipologi awal yang dibangun tahun
1800-an. Bangunan ini dapat dikatakan sudah tidak ada, bentuk bangunan ini
merupakan bentuk asli yang menyerupai bangunan tradisional khas Rejang.
Secara bentuk bangunan ini mempunyai ukuran hampir kotak (rata-rata 7,2 x 8,4)
dan dibangun dengan sistem bongkar pasang (knock down). Ketika gempa terjadi
tahun 1833 bangunan ini bertahan, sayangnya atap bangunan yang terbuat dari
ijuk mudah terbakar sehingga penggunaan atap dengan ijuk hilang.
Tipologi kedua pengembangan dari tipologi pertama, yang membedakannya
adalah material atap serta bentuk bangunan yang sudah semakin tidak kotak (7,15
x 10,58). Bangunan ini mulai banyak dibangun tahun 1900-an, khususnya tahun
1920. Tipologi bangunan ini banyak bertahan ketika terjadi beberapa kali gempa
(mulai dari tahun 1914, 1952, 1979, dll). Sayangnya ketika gempa terjadi tahun
1914, banyak dari tipologi bangunan ini mengalami kerusakan pada kaki pondasi.
Sehingga masuknya kolonial tahun 1920-an ke kampung ini menyebabkan kaki
pondasi banyak diganti dengan beton, yang diistilahkan penduduk sebagai “beton
Belanda”, yang memunculkan tipologi 3. Bentuk bangunan semakin memanjang,
akibatnya ketika gempa tahun 1979 banyak bagian dari bangunan ini yang rusak
khususnya pada bagian dapur (terlalu panjang/ tidak sebanding antara panjang dan
lebar). Teknologi pondasi yang dikembangkan saat kolonial merupakan teknologi
prefabrikasi yang tidak diketahui penduduk bagaimana membuatnya. Setelah
kejadian gempa tahun 1979, banyak bentuk bangunan ini dirubah karena tidak
diketahui tukang untuk membuat pondasi. Tukang dari Palembang (Meranjat)
banyak masuk, yang memunculkan tipologi 4.
31

Bentuk tipologi 4 tipikal sama dengan bentuk bangunan di daerah Meranjat,


Palembang. Bentuk bangunan semakin panjang. Gempa tahun 1991 dan 1997
menyebabkan berbagai kerusakan pada bangunan ini. Bentuk atap yang unik
sangat sulit untuk diikuti oleh tukang lokal di Desa Duku Ulu, sehingga muncul
tipologi 5, yang merupakan tipologi yang berkembang sampai sekarang.

Tabel 10 Tipologi Rumah Rejang


Aspek
No. Tipologi 1 Tipologi 2 Tipologi 3 Tipologi 4 Tipologi 5
Pengamatan
1. a. Bentuk
Bangunan

b. Denah 7,20 x 7,15 x 10,58 6,74 x 13,58 6,70 x 5,23 x


bangunan 8,24 m2 m2 m2 15,08 m2 16,42 m2
2. a. Sistem
Struktur

b. Bagian kayu dan struktur struktur struktur struktur


Rangka bambu rangka kayu rangka kayu rangka kayu rangka kayu
Atap Atas
c. Rangka kayu dan struktur struktur struktur struktur
langit langit bambu rangka kayu rangka kayu rangka kayu rangka kayu
d. Bagian balok kayu balok kayu balok kayu balok kayu balok kayu
Tengah
(dinding)
e. Bagian balok- balok-balok balok-balok balok-balok balok-balok
Bawah balok dan dan dan dan dan
(Rangkai papan kayu papan kayu papan kayu papan kayu papan kayu
Lantai)
f. Pondasi batu. batu beton. beton beton
3. Material yang digunakan
a. Bagian atas
1) Penutup Ijuk Seng Seng Seng Seng
atap
2) Rangka Kayu Kayu Bulat Kayu Kotak Kayu Kotak Kayu Kotak
Atap Bulat (utuh) (½ tidak (tidak (tidak
(utuh) utuh/ ½ utuh/olahan) utuh/olahan)
olahan)
3) Langit- Anyaman Anyaman Papan Papan Papan
langit Bambu Bambu
4) Rangka Kayu + Kayu + Kayu Kayu Kayu
Langit Bambu Bambu
b. Bagian Tengah
1) dinding Kayu + Kayu Kayu Kayu Kayu
bambu
2) rangka Kayu Kayu Kayu Kayu Kayu
dinding
3) kolom Kayu bulat Kayu bulat Kayu Kayu Kayu
c. Bagian Bawah
1) Lantai Kayu + Kayu Kayu Kayu Kayu
32

Aspek
No. Tipologi 1 Tipologi 2 Tipologi 3 Tipologi 4 Tipologi 5
Pengamatan
Bambu
2) Rangka Kayu + Kayu + Kayu Kayu Kayu
Lantai Bambu Bambu
3) Pondasi kayu dan Kayu beton kayu dan Kayu beton
batu kotak. batu kotak. batu bulat

2. Pakaian Suku Rejang


Pakaian adalah barang apa yang dipakai atau dikenakan, seperti baju,
celana, rok dan lain sebagainya. Seperti pakaian dinas berarti baju yang dikenakan
untuk dinas, pakaian hamil berarti baju yang dikenakan wanita hamil, pakaian
adat berarti pakaian khas resmi suatu daerah. Kata pakaian bersinonim dengan
kata busana. Namun kata pakaian mempunyai konotasi lebih umum daripada
busana, busana seringkali dipakai untuk baju yang tampak dari luar saja. Pakaian
juga merupakan kebutuhan pokok manusia yang tidak bisa terlepas dari kehidupan
manusia sehari-hari. Manusia membutuhkan pakaian karena pakaian menawarkan
berbagai kebaikan dan manfaat bagi pemakainya. Pakaian yang digunakan oleh
seseorang haruslah sesuai dengan situasi dan kondisi yang ada, agar tidak
menyebabkan masalah bagi dirinya maupun lingkungan di sekitarnya.
Pakaian adat adalah simbol sandang pada suatu daerah yang memiliki
identitas dan diciri khas kan sebagai simbol budaya yang relevan. Pakaian Suku
Rejang ini sudah mengalami perkembangan yang baik. Perkembangan ini terjadi
akibat perkembangan teknologi serta mayarakat yang mudah menirima
perkembangan dari luar. Pakaian yang digunakan dalam keseharian Suku Rejang
ini banyak mulai dari pakaian harian, pakaian untuk menikah, dan pakaian untuk
menari. Perbedaan sangat terlihat dari kemajuannya zaman pada saat ini seperti
pakaian pernikahan yang dahulinya memakai emas untuk aksesorisnya tapi
sekarang sudah memakai imitasi hal ini untuk tetap mempertahankan budaya serta
meminimalisi perbedaan sejak dahulu.
a. Pakaian Harian Suku Rejang
Pakaian tradisional yang di gunakan pada suku rejang ini merupakan
pakaian karung atau tengkulu. Pakaian yang biasa di gunakan pada suku rejang ini
berbahan kain tebal dan memiliki kerah sampai leher. Pada pakaian suku rejang
ini terbilang tebal karena memang selain menjaga keamanan dari badannya
pakaian ini berfungsi untuk menghangatkan badannya, karena pada masa saat itu
keadaan cuaca di kabupaten rejang lebong ini masih sangat dingin sehingga
pakaian ini cocok untuk di gunakan sebagai pakaian harian suku rejang. Selain itu
profesi yang dominan pada suku rejang ini adalah berkebun sehingga pakaian
harian ini juga cocok di gunakan untuk kegiatan berkebun. Selain pakaian yang di
gunakan terdapat juga aksesoris tambahan untuk di gunakan jika berkebun yaitu
mengunakan topi. Untuk alas kaki yang di gunakan masyarakat Rejang yaitu
mengunakan kulit kapas.
Baju Tewreb atau Bajau Tewreb adalah nama baju yang terbuat dari kulit
pohon kayu bunut. Baju ini di pakai oleh orang suku rejang di Lebong di
pertengahan abad 19, dan didokumentasi oleh Prof. P.J. Veth yang melakukan
dokumentasi di tahun 1877-1879 dan dipublikasi kan di buku Midden Sumatra
tahun 1881. Di buku itu di jelaskan bahwa mereka menjumpai orang orang Rejang
33

menggunakan sehari hari baju tewreb ini di rumah, terutama oleh kalangan yang
hidupnya susah.
Bahan baju di buat dari kulit kayu bunut (kulit di kupas semua dari
gelondong kayu), kemudian di pukul pukul hingga lembut sesuai dengan pola
yang di inginkan. Kemudian di keringkan. Pakaian ini tak seperti di bayangkan
oleh banyak orang, karena ternyata pakaian ini lembut dan tidak kaku, karena saat
di pukul dan di bentuk diberi bahan pelembut, sayang di dokumen buku ini tak
mencatat bahan bahan untuk melembutkannya.

Gambar 8 Baju Suku Rejang.


Sumber: illustrasi buku Midden Sumatra 1881 oleh Tun Jang.
Perubahan yang di pengaruhi oleh zaman yang semakin maju serta
masyarakat Rejang yang menirima kemajuan tersbut hingga saat ini masyarakat
Suku Rejang ini sudah mengunakan layaknya pakaian kain yang di gunakan
banyak orang. Sebagai suku yang besar tidak akan sepenuhnya melupakan sejarah
lamanya saat ini masyarakat Suku Rejang ini tetap menjaga kebudayaannya dalam
berpakaian di tandai dengan adanya batik Rejang (kaganga), masyarakat Suku
Rejang yang sudah terbilang modern saat ini mengunakan batik rejang ini pada
pakaian anak sekolah dan juga para pekerja (PNS).
Batik Kaganga adalah batik dengan motif corak yang khas dari tanah rejang.
Batik ini lahir sekitar tahun 1985 - 1990. Kala itu pemda propinsi Bengkulu
sedang giat-giatnya memajukan kerajinan kain batik besurek yang merupakan
kain batik khas kota Bengkulu. Perkembangan kerajinan seni batik besurek ini
akhirnya menginspirasi orang Rejang untuk membuat batik khas dari tanah rejang.
Asal usul motif Batik Kaganga Bila batik besurek Bengkulu motifnya terinspirasi
dari kaligrafi huruf arab, maka batik Kaganga diinspirasi dari motif bentuk huruf-
huruf kaganga yang di kenal sebagai aksara suku Rejang. Motif ini kemudian di
modifikasi dengan memadu motif bunga Rafflesia arnoldi, yang habitat alaminya
banyak di jumpai di tanah rejang.
Ukiran dari Batik Ka Ga Nga ini pun beraneka ragam, tetapi umumnya
Batik Ka Ga Nga ini memiliki ukiran aksara Ka Ga Nga dan terdapat gambar
Bunga Raflessia. Batik ini sangat popular dan setiap hari pasti akan dijumpai dan
dapat dilihat. Karena seragam Pegawai Negeri Sipil (PNS) yang ada di Kabupaten
Rejang lebong adalah Batik “Ka Ga Nga”.
34

Gambar 9 Huruf Kaganga.


Selain itu batik ini cocok dipakai baik pada laki-laki maupun perempuan.
Desain Batik “Ka Ga Nga” yang menarik pun tidak hanya dipakai dalam acara-
acara yang bersifat adat dan kebudayaan, tetapi bisa dipakai dalam acara-acara
besar, seperti acara pernikahan, ataupun untuk pekerja kantoran. Inilah keunikan
dari Batik “Ka Ga Nga” yang memiliki ukiran yang menarik, mampu dipakai
setiap orang, dan bisa dipakai dalam berbagai kondisi. Jika Anda tertarik ingin
melihat batik ini, Anda dapat langsung melihatnya di Kabupaten Rejang Lebong,
Provinsi Bengkulu.
b. Pakaian Pernikahan
Pakaian adat pengantin suku Rejang Bengkulu disebut busana pengantin
bersanding rejang. Pakaian ini juga terdiri atas pakaian pengantin pria dan pakaian
pengantin wanita. Pengantin wanita memakai tepung dan kembang, baju bertabur,
kain sulam benang emas, dan sandal warna hitam. Dahi berhias tapak sangko
burung merak, sedangkan bahu diberi bentuk teratai. Hiasan lain berupa kalung
sebagai hiasan dada, pending sebagai hiasan pinggang, dan lengan memakai
gelang keroncong. Pengantin pria memakai baju kemeja putih dan jas, saku
berantai emas, selendang bersulam emas dan cek uleue atau destar adat dari kain
songket. Pengantin pria memegang keris berkain songket benang emas sebagai
hiasan. Kedua pengantin memakai alas kaki berupa sepatu atau sandal.

Gambar 10 Pakaian Pengantin Suku Rejang.


35

c. Pakaian Tari
Suatu pertunjukan tari, rias tidak bisa lepas dari busana dan menjadi satu
kesatuan yang mendukung untuk mendukung unsur keindahan visual. Meski
sederhana, keduanya penting untuk menarik perhatian penonton. Untuk tata rias
penari putri menggunakan rias panggung, yakni rias cantik, sedangkan penari
putra menggunakan riasan natural.

Gambar 11 Pakaian yang digunakan untuk Menari.


Penari Kejei menggunakan busana adat Rejang Lebong. Penari putra
menggunakan baju jas belango hitam, celana dasar hitam, penutup kepala
(cek’ulew), selempang kanan ke kiri, songket dan keris. Adapun penari putrinya
menggunakan baju kurung beludru warna mera bertabur logam kuning emas,
mengenakan songket, selendang motif pucuk rebung di bagian bawah, memakai
gelang dan burung-burung.
3. Alat Transportasi
Kendaraan tradisional adalah alat transportasi yang tidak menggunakan
tenaga mesin tetapi menggunakan tenaga manusia ataupun hewan sebagai
penggeraknya. Bentuk kendaraankendaraan tersebut beragam, tetapi mempunyai
beberapa kesamaan, yaitu beroda (kecuali tandu) dan memiliki tempat
untukmengangkut penumpang maupun barang. Sejak dahulu, masyarakat Rejang
yang mendiami daerah di Rejang Lebong. Sudah mengenal beberapa jenis alat
transportasi. Alat-alat itu dipergunakan sesuai dengan kebutuhannya. Pada zaman
kala itu, masyarakat Rejang (Tun Jang, pen) sudah kenal dengan Stoom (mobil),
motor pit (sepeda motor ), Krita (speda dayung), Datai (pedati), biduk (perahu),
eket (rakit) dan lainnya.
Masyarakat Rejang di Rejang Lebong pada masa itu menggunakan jenis
transportasi local, seperti pedati, bobot dan kerbau. Kebanyakan untuk berpergian
digunakan dengan jalan kaki, berapa pun jauhnya. Sebab, belum ada yang punya
sepeda motor atau sepeda, apalagi memiliki sebuah mobil. Walaupun beberapa
jenis alat transportasi itu langka, di daerah Rejang Lebong sudah ada. Sampai
36

tahun 1971 jumlah kendaraan angkutan umum yang membuka trayek ke


Kabupaten Rejang Lebong atau ke daerah lain. masih sangat sedikit. Boleh
dihitung dengan jari jumlahnya. Nama perusahaan angkutan umumnya sampai
tahun 1970 adalah PO Pujaan. Mobil Pujaan itu sangat dikenal di seluruh pelosok
Lebong dan Rejang Lebong. Oleh karenanya, ketika jumlah mobilnya yang
berukuran bis tanggung itu bertambah. Maka, namanya pun dibuat menjadi Pujaan
A, Pujaan B, Pujaan C dan seterusnya. Pada tahun 1971 semua bis Pujaannya
dinon aktifkan, karena situasi dan kondisi ekonomi pemilik perusahaan tersebut.
Rejang Lebong pada tahun 1971, untuk berpergian sangat sulit karena
jumlahnya yang sedikit dibutuhkan waktu setengah hari menunggu mobil lewat.
Namun, pasca tahun 1971 Lebong berangsur membaik dengan pembangunan
sarana fisik dan non fisiknya. Kondisi transportasi di Lebong antara tahun 1950—
1971 masih sangat sulit, padahal waktu itu penghasilan dari sector pertanian,
perkebunan dan kehutanan sangat besar sekali. Namun, semuanya tidak dapat
dinikmati secara baik oleh masyarakat Rejang, karena cost (biaya) yang tinggi
untuk penjualan hasil-hasil pertanian mereka.
Setelah tahun 70 an baru lah berkembangnya transportasi umum di daerah
Rejan Lebong, pada tahun 1971 transport pada masa itu hanya terdapat ojek,
angkot dan angdes. Ojek pada tahun 1996an sangat lah banyak peminatnya karena
dngan menaiki ojek para masyarakat Rejang bisa sampai tujuannya. Ojek yang
berada di Rejang Lebong ini dulunya mengunakan motor dengan atribut. Atribut
yang di gunakan pada saat itu adalah jaket serta helm untuk membedakan antara
ojek dengan masyarakat biasa yaitu terlihat pada helm yang bertulisan “ojek” dan
adanya nomer di helm tersebut. Sampai saat ini transpotasi ojek ini masih di
gunakan masyarakat Rejang untuk berperhgian ke pasar maupun bekerja. Para
ojek ini berdiam atau mengetem di tempat keramaian seperti pasar, pusat kota,
dan pusat perkantoran.

Gambar 12 Salah Satu Pangkalan Ojek di Rejang Lebong.


Ojek yang hanya mengantarkan jarak tidak terlalu jauh oleh sebab itu,
masyarakat mengunakan angkot atau angkutan kota sebagai trasportasi umum.
angkot ini memiliki trayek yang kecil hanya seputaran kota Curup saja yang
mengantakan masyarakat berpergian kepasar ataupun sekolah. Angkot di
kabupaten Rejang Lebong ini jumlahnya hanya sedikit tidak terlalu banyak,
angkot yang ada di Rejang Lebong ini biasanya memulai perjalanan dari simpang
Lebong yaitu simpang yang menuju Kabupaten Lebong serta ke arah Curup. Jam
37

oprasional angkot ini pada pukul 06.00 – 18.00 kurangnya peminat angkot ini
karena banyaknya masyarakat yang sudah memiliki kendaraan pribadi seperti
motor dan mobil. Angkot yang sudah sejak tahun 70 an tersebut hingga kini masih
beroprasi.
Angdes atau angkutan desa ini biasanya di sebut “Mobil Grobak” sudah
beroprasi sejak tahun 1970an, biasanya kendaraan ini mengantarkan orang yang
ingin berpergian ataupun mengangkat sayur-sayuran. Trayek mobil grobak ini
melayani tujuan Curup-Kepahiang serta Curup-Lubuk Lingau. Bentuk dari
transportasi ini yaitu merupakan mobil pick up yang di berikan tempat duduk di
belakang serta adanya atap mobil, mobil grobak ini mampu membawa 10 orang
untuk sekali jalan. Mobil grobak ini biasanya mengetem di pasar yang ada di
Curup, selain mengangkut orang mobil grobak ini juga bisa untuk mengangkut
sayuran. Kepemilikan mobil grobak ini biasanya adalah milik pribadi yang
memang sebagai alat untuk mencari penghasilan. Mobil grobak ini beroprasi
mulai pukul 06.00-18.00 bertujuan untuk mengantar orang rang ke pasar ataupun
mengatar sekolah dan kerja.

Gambar 13 Angdes atau Mobil Grobak.


Perkembangan zaman yang makin maju serta banyaknya masyarakat Rejang
ini yang mulai merantau pada tahun 2011 masuknya trasportasi umum yaitu
Travel. Travel ini merupakan transportasi yang membawa penumpang keluar kota
maupun luar provinsi. Kota Curup ini banyak sekali agen agen yang menawarkan
travel untuk berpergian dengan harga yang sesui dengan jarak tempuh, tidak
hanya membawa orang travel juga biasanya membawa barang unuk di antarkan
sesui denga tujuannya. Salah satu agen yang terbesar di kabupaten Rejang Lebong
ini adalah PT. Kiki Ratu Intan Express, travel yang berpusat di jambi ini sudah
memiliki sekitar 500 armada atau kendaraan yang siap untuk mengantarkan
masyarakat atau mengantarkan barang.
38

Gambar 14 Salah Satu Travel di Rejang Lebong.


Pada tahun 2018 Kabupaten Rejang Lebong ini sudah di masuknya
transporati online (Grab) pada saat ini. Grab yang ada saat ini di Kabupaten
Rejang Lebong ini sekitar 220 Driver yang di dominasikan oleh pengemudi
motor. Dengan berkembangnya teknologi serta kota Cuirup ini para masyarakat
terutama Suku Rejang dapat mempermudah dalam hal berpergian. Tidak hanya itu
masyarakat juga dapat memesan makanan pada transportasi tersebut. Memang
mungkin tidak semua masyarakat dapat mengunakan transportasi ini khususnya
untuk masyarakat tua atau masyarakat yang tidak memiliki aplikasi. Karena untuk
memesan Grab masyarakat harus mempunyai aplikasi pada Hand Phone yang
sudah cocok untuk aplikasi tersebut.

Gambar 15 Tempat Berkumpul Driver Grab.


4. Alat Prouktif
Alat-alat produktif merupakan alat-alat untuk melaksanakan suatu pekerjaan
berupa alat sederhana seperti batu untuk menumbuk gandum atau untuk
menumbuk padi dan alat-alat berteknologi kompleks seperti alat untuk menenun
kain. Jenis-jenis alat-alat produktif ini dapat dibagi berdasarkan bahan mentahnya,
yaitu yang terbuat dari batu, kayu, logam, bambu, dan tulang binatang.
Berdasarkan teknik pembuatannya alat- alat produktif dibedakan berdasarkan
teknik pemukulan. Berdasarkan pemakaiannya, alat-alat produktif dapat
dibedakan menurut fungsinya dan menurut jenis peralatannya. Berdasarkan
fungsinya, alat-alat produktif dapat dibedakan berdasarkan jenis alat potong, alat
tusuk, pembuat lubang, alat pukul, alat penggiling, dan alat pembuat api.
39

Berdasarkan jenis peralatannya, alat-alat produktif dapat dibedakan menjadi alat


tenun, alat rumah tangga, alat-alat pertanian, alat penangkap ikan, dan jerat
perangkap binatang.
Namun, alat produktif pada saat ini tidak dibatasi hanya berdasarkan pada
alat-alat yang dibuat secara manual. Alat-alat produktif pada masyarakat masa
kini semakin beragam dengan ditemukannya mesin dan alat listrik hingga
teknologi yang dihasilkan dan digunakan juga lebih canggih dan kompleks.
Selanjutnya, dalam perkembangan kebudayaan manusia alat-alat bertenaga mesin
dan listrik merupakan peralatan hidup manusia yang penting. Suku Rejang sudah
sejak dulu mengunakan alat alat perlengkapan hidup dalam berkebun dan juga
untuk berburu.
a. Untuk Berkebun
Bereocok tanam adalah mengusahakan sawah ladang (tanam-tanaman)
bertani, dan teknologi untuk menggarap tanah dan tanaman sampai menghasilkan
(panen) untuk keperluan hidup. Bercocok tanam dapat dilakukan di sawah dan di
ladang. Bercocok tanam di ladang merupakan pertanian yang dilakukan didaratan
dengan tanaman pokok padi. Sistem perladangan merupakan bentuk pertanian
yang tertua, berbeda dengan pertanian di sawah yang sifatnya tetap di suatu
tempat.
Pekerjaan pertama yang dilakukan adalah memali, artinya membuat tanda di
suatu tempat berbentuk silang atau segi tiga, diletakkan di atas tiang kayu dan
dibersihkan sekeliling tiang tersebut. Pekerjaan ini dilakukan dengan maksud agar
tempat ini jangan diambil oleh orang lain, di daerah Rejang Lebong disebut balai-
balai. Pemilihan tempat ditetapkan setelah memenuhi syarat-syarat tertentu, antara
lain, di tanah tersebut banyak mengandung kotoran cacing, ini merupakan suatu
tanda bahwa tanah tersebut dingin dan subur. Cara lain untuk melihat tanah
tersebut subur atau tidak dengan memperhatikan pohon puar. Bila banyak terdapat
pohon puar pertanda tanah di situ subur. Jika tempat sudah dipilih dengan syarat-
syarat di atas dan bila musim kemarau tiba pekerjaan menebas di-mulai.
Menebas adalah pekerjaan membersihkan tanah tempat berladang, tetapi
terbatas pada semak-semak, akar-akar dan kayu-kayu kecil. Sedangkan kayu-kayu
yang besar belum ditebang pada saat ini. Jarak antara nebas dan nebang 15-20 hari
hingga 1 bulan, dengan maksud agar sesudah ditebas kering kemudian menebang
pohon dilakukan.
Pekerjaan menebang jauh lebih berat dari pekerjaan menebas. Alat-alat yang
dipergunakan adalah beliung, kapak dan parang. Untuk mem-permudah pekerjaan
menebang diusahakan beberapa pohon di potong setengah terlebih dahulu
kemudian kayu yang lebih besar dan dijatuhkan ke kayu yang setengah di tebang.
Jika yang paling besar sudah tumbang, maka yang lain juga ikut tumbang pula.
Kemudian pohon-pohon ini dipotong rapi dan dibakar. Seteiah ilu tanah siap
untuk ditanam. Sebelum bertanam padi para ibu menebarkan bibit-bibit bayam
sebagal persiapan untuk sayuran atau lauk-pauk di ladang. Waktu tanam padi
disesuaikan dengan waktu kapuk atau pohon kanidai mulai berbuah, atau ter-
bitnya bintang mata tahun atau bintang tiga, terbitnya bintang tujuh
(saranegalang) dan masa burung-burung mulai mengeram atau burung-burung
mulai berganti bulu.
40

Sebelum menanam, bibit padi yang akan ditanam dicampur dengan bibit
timun (lepang) sekedarnya. Pada hari nugal banyak yang datang menolong dari
ladang sekitarnya, baik orang tua dan anak muda. Setelah itu lebih kurang 2 atau 3
bulan, pekerjaan merumput merupakan kelanjutannya. Merumput dilaku-kan tiga
kali selama masa tanam, kemudian panen. Alat yang digunakan yaitu tugal Tugal
merupakan alat perkebunan yang digunakan masyarakat rejang untuk melubangi
tanah yang akan di tanami benih. Tugal ini memiliki panjang sekitar 1,5 meter
dengan bahan kayu dan memiliki bagian lancip pada bagian depan kayu. Tugal ini
biasanya digunakan oleh para pekebun untuk menanam sayuran, jagung, dan
tanaman benih.

Gambar 16 Tugal sebagai Alat untuk Melubangi Tanah.

Tenaga pelaksana dari awal sampai nyilap dilakukan oleh laki-laki (ayah,
anak yang sudah dewasa atau menantu). Sedangkan manduak, mugal, merumput
sampai menuai dilakukan bersama-sama antara laki-laki dan perem-puan. Waktu
menungal misalnya dilakukan oleh laki-laki dan perempuan membenih (mengisi
lobang nugal dengan benih), sering pekerjaan ini dilaksanakan beramai-ramai dan
berpasang-pasangan tua dan muda.

Gambar 17 Pisau Sadap dan Garu sebagai alat berkebun.


Alat yang di gunakan untuk berkebun masyarakat rejang ini seperti Tugal,
Garu, dan Pisau Sadap. Tugal merupakan alat perkebunan yang digunakan
masyarakat rejang untuk melubangi tanah yang akan di tanami benih. Tugal ini
memiliki panjang sekitar 1,5 meter dengan bahan kayu dan memiliki bagian
41

lancip pada bagian depan kayu. Tugal ini biasanya digunakan oleh para pekebun
untuk menanam sayuran, jagung, dan tanaman benih.. pisau sadap merupakan
pisau yang digunaka untuk para pemburu gula aren, alat ini di gunakan untuk
memotong batang yang mengandung banyak aren, setelah dipotong kemudian di
letakan wadah untuk aren tersebut. Alat ini seperti golok namun dengan ukuran
yang besar. Garu merupakan alat perkebunan yang digunakan untuk meratakan
tanah, alat ini biasanya digunakan untuk meratakan sawah atau perkebunan. Garu
juga dapat di letakan pada sapi.
b. Untuk Berburu
berburu adalah menangkap, atau membunuh hewan liar untuk dimakan, dan
perdagangan, atau memanfaatkan hasil produknya (seperti kulit, susu, gading dan
lain-lain). Lokasi berburu di Bengkulu pada masa lalu di hutan, yaitu: kaki
gunung Kaba, kaki Bukit Gedang, Ulu Lais, jalur lereng pegunungan-pegunungan
Bukit Barisan menghadap ke laut yaitu di Kaban Agung, Suban Keang, Sawah
Lebar, Hulu Ketaun, Pinang Berlapis, Tabo Kabeak, kaki Bukit Hitam, Hulu
Musi, daerah Curup. Selain itu di rimba pesisir yaitu Air Pinang, Bintunan dan
rimba Ketaun. Berburu di hutan dilakukan oleh siapa saja. Kegiatan ini dilakukan
oleh sekelompok orang. Tiap-tiap kelompok biasanya mempunyai wilayah buruan
sendiri-sendiri, tetapi bila terjadi pertemuan dua kelompok yang akan berburu di
wilayah bebas dalam waktu yang bersamaan, mereka kemudian bersatu dan hasil
buruannya dibagi dua sesuai dengan perjanjian. Perburuan secara kecil-kecilan
biasanya dilakukan di semak belukar sekitar ladang (Rejang ijung-ijung).
Perburuan di lokasi semacam ini harus meminta izin kepada kepala dusun atau
yang menguasai daerah tersebut.
Waktu berburu terbagi menjadi dua yaitu Waktu Senggang. Waktu
senggang yaitu waktu sehabis menuai padi, waktu ini berlaku bagi pemburu
umum. Waktu yang selanjutnya berpedoman pada musim. Waktu khusus ini
berlaku bagi pemburu, biasanya di-tandai dengan musim panen, musim buah-
buahan tertentu sesuai dengan makanan binatang tertentu pula. Misalnya: Musim
durian binatang Gajah Musim Petai burung betet Musim rebung bambu binatang
kijang Musim bunga puar berburu burung. Berburu biasanya dilakukan pada siang
hari jam 06.00 s/d 18.00. Namun demikian ada juga yang berburu pada malam
hari.
42

Gambar 18 Tombak salah satu alat untuk berburu.


Tenaga Pelaksana terdiri dari Pimpinan kelompok. Pimpinan kelompok
terbagi atas petunjuk Jalan dan lokasi binatang yang akan diburu. selanjutnya
yaitu Peramal dan pemimpin binatang. Terdiri dari penduduk yang mampu
bersorak dan berlari. Terakhir tukang masak/Tukang membawa makanan. Tukang
masak/ bawa makanan biasanya menunggu di tempat.
Tatacara Mula-mula diadakan mufakat pimpinan kelompok. Mereka
membahas calon binatang-binatang yang akan diburu. Peralatan yang dibutuhkan,
pengumuman pada penduduk tentang hari mulai berburu, pembagian tugas, tata
cara pengejaran dan penangkapan binatang, serta pembagian hasil. Kegiatan
berburu binatang di hutan ini biasanya hanya dilakukan oieh kaum laki-laki.
Binatang yang diburu yaitu Gajah, Kijang, Kancil/pelanduk, Badak, kambing
Hutan, Landak, Tenuk, Beruang, Beruk, Rusa, Napuh, Ayam hutan Selain itu
bermacam-macam burung, seperti puyuh, teku-kur, Punai, betet, tiung, dan
sebagainya.
5. Wadah
Alat produktif berupa wadah dalam bahasa Inggris disebut container.
Wadah adalah alat untuk menyimpan, menimbun, dan memuat barang. Peralatan
hidup berupa wadah banyak dipakai pada zaman prasejarah pada saat manusia
mulai memanfaatkan alam untuk memenuhi kebutuhan hidupnya. Pada zaman
prasejarah anyaman dari kulit atau serat kayu menjadi pilihan masyarakat.
Selanjutnya, terjadi perkembangan alat produksi dengan ditemukannya teknik
membuat gerabah (pottery) yang banyak dibuat dari bahan tanahliat. Seiring
dengan meningkatnya aktivitas ekonomi manusia maka bentuk dan jenis wadah
pun mulai berkembang. Misalnya, di dalam aktivitas pertanian menuntut suatu
tempat penyimpanan hasil pertanian sehingga dibuatlah wadah berupa lumbung
padi permanen
Wadah yang digunakan hingga saat ini oleh masyarakat rejang ini yaitu
Teleng dan pahar. Teleng merupakan wadah yang terbuat dari bambu yang
biasanya digunakan untuk menaruh beras atau untuk membersikan beras. Pahar
merupakan wadah yang terbuat dari kuningan yang biasanya di gunakan untuk
43

acara kebudayaan. Pahar ini berbentuk bulat seperti nampan namun barang yang
diletakan biasanya berupa alat alat kebudayaan seperti bunga, sirih, dan kapur.

Gambar 19 Teleng dan Pahar sebagai wadah.


6. Senjata
Sebagai alat produktif, senjata digunakan untuk mempertahankan diri atau
melakukan aktivitas ekonomi seperti berburu dan menangkap ikan. Namun,
sebagai alat produktif senjata juga digunakan untuk berperang. Berdasarkan
bahannya, senjata dibedakan menurut bahan dari kayu, besi, dan logam. Pada saat
ini pengertian senjata telah menyempit hanya sebagai alat yang digunakan untuk
mempertahankan diri dari serangan dan alat untuk berperang seperti senjata
modern dan senjata nuklir yang memiliki daya hancur yang relatif tinggi.
Senjata yang digunakan masyarakat rejang berupa keris, siwar dan patik.
Keris merupakan senjada yang dahulunya digunakan untuk menjaga diri, namun
sekarang ini keris ini di gunakan sebagai aksesoris dalam suatu acara pernikahan
ataupun acara kebudayaam. Keris ini sekarang sudah jarang di temukan namun
masih ada masyarakat yang sampai saat ini menyimpan senjata tersebut. Keris
yang terbuat dari besi dan memiliki cover berupa kayu untuk menutupi keris demi
menjaga keamanan, keris ini bermacam ukururan mulai dari yang kecil hinga
besar.

Gambar 20 keris yang dipakai untuk acara besar.


44

Siwar merupakan pisau kecil yang digunakan sebagai mata tombak, ukuran
siwar ini kecil seperti pisau. Siwar ini terbuat dari besi yang di asah samapai
tajam, ketajaman dari siwar ini dilakukan untuk lebih mempermudahkan dalam
menombak. Patik atau kampak ini biasa digunakan oleh masyarakat rejang untuk
memotong kayu untuk dijadikan kayu bakar.
7. Makanan
Seperrti pada umumnya Kabupaten Rejang Lebong memiliki masakan-
masakan tradisional khas yang masih letari hingga saat ini, dengan cii khas rasa
yang pedas khas kepulauan Sumatera. Masakan-masakan ini sudah jarang kita
temui di Restoran atau Rumah Makan di Kabupaten Rejang Lebong, namun
masih menjadi masakan sehari hari masyarakat terutama masyarakat Suku Rejang.
a. Lema (Lemea)
Lema adalah sebuah nama makanan khas Rejang dengan komposisinya
yang terdiri dari rebung yang dicincang-cincang, kemudian dicampur ikan mujair
atau sepat. Setelah cincangan rebung yang dicampur dengan ikan tersebut diaduk-
aduk, maka adonan tersebut disimpan ke dalam wadah yang dilapisi dengan daun
pisang dan ditutup rapat-rapat. Proses fermentasi ini membutuhkan waktu
minimal selama tiga hari sampai lima hari. Setelah itu, baru lema siap untuk
dimasak sebagai lauk saat makan nasi.

Gambar 21 Lema yang disajikan oleh salah satu masyarakat.


Lema yang aromanya agak tidak sedap baunya, itu merupakan efek dari
fermentasi dari ikan yang dicampur dengan rebung. Meskipun baunya yang tidak
sedap, tetapi banyak yang menyukainya khususnya masyarakat Rejang. Keunikan
dari aroma dan cita rasa yang dihasilkan lema, menjadikan makanan ini bukan
sekadar disukai suku bangsa Rejang. Lema lebih nikmat bila dimasak dengan
campuran santan dan ditambahkan dengan ikan air tawar maupun ikan laut. Pada
umumnya, lema dimasak dengan ditambah ikan mas, tongkol, maupun ikan yang
biasa dikonsumsi manusia pada umumnya.
Mengenai cita rasa yang dihasilkan lema, makanan ini termasuk dari selera
khas Sumatra. Lema memiliki rasa asam dan pedas, serta aroma yang unik tetapi
45

gurih setelah dimasak. Setelah masak, lema biasanya dimakan sebagai lauk, Lema
lebih nikmat dimakan dengan lalapan seperti petai.
b. Sambea Ujak (Sambel Ujak)
Sambea Ujak dalam bahasa rejang artinya sambal ujak, adapun istilah yang
cukup dikenal yaitu Sambea Ujak Lem Boloak (sambel Ujak dalam Bambu)
karena pada masa dahulu makanan ini dimasuk di dalam bambu dan ada juga
yang memasak dengan belanga, dan memang rasanya lebih enak dimasak dengan
cara tradisional. Masakan terdiri dari ikan, bisa mengunakan ikan salai (ikan
asap), ikan mas, yang dimasak dengan bumbu-bumbu yang terdiri dari cabe,
kemiri, garam, tomat kecil, (yang dalam bahasa rejang disebut Cung), daun
bawang kunyit, lengkuas, bawang merah, serai, dan daun salam.
Cara pemasakan cukup mudah, setelah semua bumbu-bumbu di giling
kecuali serai, daun bawang, tomat, kecil (cung) yang sudah lembut ditekan-tekan
sampai hancur dan terakhir masukan ikan (setelah kurang lebih 10 menit bumbu
halus dimasukan sebelumnya). Tomat kecil yang di tekan-tekan sampai hancur
itulah yang menjadi asal-usul sambal ujak, karena dalam proses menekan tomat
kecil ini adalah “diujak” atau ditekan. Rasa yang pedas, asam, manis, dan gurih
menjadikan masakan ini menjadi makanan yang nikmat khususnya kalangan
masyarakat rejang.
c. Sambea Macang (sambal Macang)
Sambea Macang merupakan salah satu masakan yang sering dibuat oleh
masyarakat rejang sebagai masakan pendamping nasi. Terutama pada saat musim
buah macang (dimana pada saat ini buah macang ini sudah sulit ditemukan).
Macang merupakan sejenis buah yang mirip dengan mangga namun rasanya jauh
lebih asam.
Proses pembuatan sambal macang ini sama seperti membuat sambal pada
umumnya hanya saja penambahan buah macang menjadikan sambal macang ini
berbeda dengan sambal lainnya. Sambal macang mempunyai rasa yang lebih
segar dari sambal-sambal lainnya karena adanya buah macang tersebut. Pada
setiap daerah juga mempunyai sambal seperti ini hanya saja dalam penamaan
yang berbeda.
d. Jade’a Tat (Kue Tat)
Kue Tat dalam bahasa rejang di sebut Jade’a Tat bisa dikatakan kue ini
sering di konsumsi dalam masyarakat Rejang Lebong. Dalam acara apapun kue
ini sering di gunakan untuk para tamu, baik di acara pernikahan ataupun acara
lainnya. Beberapa masyarakat juga menyebut kue tat ini adalah kue sawah karena
sebelum pemotongan kue ini dipotong-potong dalam ukuran kecil kue ini seperti
sawah dengan petakl petak, yang permukaannya diberikan selai nanas, namun ada
juga yang mengantikan selai nanas ini dengan kelapa atau yang lainnya. Hingga
kiri banyak sudah yang mengetahui kue ini.
Biasanya kue ini berbentuk persegi empat, namun ada juga yang dicetak
diatas piring sehingga membentuk lingkaran. Kue ini terbuat dari tepung terigu,
santan, gula, telur, dan mentega. Kue tat ini juga sudah banyak yang menjualnya
di toko toko.
46

e. Nasi Ibet (Nasi Bungkus)


Nasi Ibet adalah nasi yang biasanya dibungkus dengan daun pisang disebut
nasi ibet karena berasal dari kata “ibet” yaitu “bungkus”. Dari dulu hingga
sekarang (meski makanan ini sudah jarang) jika akan dibawa berpergian ke kebun
warga akan membawanya nasi ibet ini, tentu saja disertai lauk seperti sambal,
lalapan dan lainnya.
f. Punjung
Panjung merupakan makanan yang hampir mirip seperti tumpeng jika
dipulau jawa, panjung ini merupakan makanan yang terdiri dari nasi kuning
(dimana nasinya terbuat dari beras ketan) dan didampingi dengan seekor ayam
yang dimasak dengan bumbu dan sanan, kemudian diungkep sampai kering.
Kemudian ayam yang matang diletakan diatas nasi kuning tersebut.
Punjung biasanya disajikan pada saat upacara-upacara adat untuk
menyambut tamu-tamu agung atau terhormat. Hingga saat ini punjung kita dapat
temui pada saat upacara hari jadi kota Curup. Curup yang setiap tahunnya
mengadakan upacara ini selalu mengunakan punjung, selain itu juga terkadang
punjung ini dapat ditemui pada acara kemasyarakatan seperti syukuran.
8. Penilaian Potensi Ungulan
Sumber daya budaya unggulan dalam unsur sistem perlengkapan hidup
masyarakat Rejang didapatkan berdasarkan penilaian potensi setiap objek.
Penilaian tersebut menggunakan indikator penilaian menurut Avenzora (2008)
yaitu keindahan, keunikan, kelangkaan, aksesibilitas, seasonalitas, sensitivitas,
dan fungsi sosial. Penilaian dilakukan oleh Assessor dan menghasilkan lima
sumber daya unggulan dengan nilai tertinggi untuk nantinya dilibatkan dalam
perencanaan ekowisata budaya.
Tabel 11 Potensi Sumberdaya Unggulan
Indikator
No.. Nama Objek Rerata
A B C D E F G
1. Rumah Rejang 6 6,3 6,6 5 5,3 6,3 6,6 6,0
2. Pakaian Adat 5,3 5 5,3 5,6 5 6,3 5,3 5,4
3. Teleng 6 5,3 5,6 6,3 5 6 5,6 5,7
4. Siwar 7 6 6,3 6 5 4,6 5 5,7
5. Lema 5 4 4,3 5,6 5 6,6 5,3 5,1
Keterangan nilai indikator: A : Keunikan, B : Kelangkaan, C : Keindahan, D : Seasonality, E :
Sensitivitas, F : Fungsi Sosail, G : Aksesibilitas Keunikan: 1. Sangat tidak unik, 2. Tidak unik, 3.
Agak tidak unik, 4. Biasa saja, 5. Agak unik, 6. Unik, 7. Sangat unik. Kelangkaan: Sangat tidak
langka, 2. Tidak langka, 3. Agak tidak langka, 4. Biasa saja, 5. Agak langka, 6. Langka, 7. Sangat
langka. Keindahan: 1. Sangat tidak indah, 2. Tidak indah, 3. Agak tidak indah, 4. Biasa saja, 5.
Agak indah, 6. Indah, 7. Sangat indah. Seasonality: 1. Sangat tidak musiman, 2. Tidak musiman,
3. Agak tidak musiman, 4. Biasa saja, 5. Agak musiman, 6. Musiman, 7. Sangat musiman.
Sensitivitas: 1. Sangat tidak sensitif, 2. Tidak sensitif, 3. Agak tidak sensitif, 4. Biasa saja, 5.
Agak sensitif, 6. Sensitif, 7. Sangat sensitif. Fungsi Sosial: 1. Sangat tidak bermanfaat, 2. Tidak
bermanfaat, 3. Agak tidak bermanfaat, 4. Biasa saja, 5. Agak bermanfaat, 6. bermanfaat, 7. Sangat
bermanfaat. Aksesibilitas: 1. Sangat tidak terjangkau, 2. Tidak terjangkau, 3. Agak tidak
terjangkau, 4. Biasa saja, 5. Agak terjangkau, 6. terjangkau, 7. Sangat terjangkau.
47

B. Karakteristik, Presepsi, dan Kesiapan Masyarakat

1. Karakteristik Responden Masyarakat


Karakteristik masyarakat yang perlu diketahui meliputi jenis kelamin, usia,
status pernikahan, agama, pendidikan terakhir, pekerjaan, dan pendapatan per
bulan. Penyebaran kuesioner responden penelitian menunjukan presepsi dan
kesiapan masyarakat terkait obyek Budaya di Kabupaten Rejang Lebong pada
jenis kelamin yang didominasi oleh laki-laki 23 orang dengan persentase 77%.
Rentangan usia masyarakat obyek berkisar tahun 23-45 dengan persentase 47%.
Status pernikahan yang mendominasi menikah dengan persentase 20% yaitu.
Masyarakat di Rejang Lebong ini pada pendidikan terkahir yang didominasi oleh
lulusan Pendidikan SMA/SMK dengan persentase 70%. Hal ini dikarenakan
masyarakat Kabupaten Rejang Lebong yang sebagian lulus sekolah langsung
berkeja untuk mempermudahkan perekonomian keluarga untuk membantu bertani
atau melanjutkan pendidikan tinggi untuk pekerjaan yang lebih baik. Pekerjaan
masyarakat yang mendominasi yaitu petani dengan persentase 37%. Hal ini
dikarenakan masyarakat Rejang Lebong mayoritas menjadi Petani. Penghasilan
yang diperoleh masyarakat mayoritas memiliki pendapatan sebesar <RP.500.000
dengan persentase 33%. Masyarakat yang mayoritas beragama islam dengan
persentase 100%.

Tabel 12 Karakteristik Respoden Masyarakat


No. Karakteristik Jumlah Persentase (%)
1 Jenis Kelamin Laki-Laki 23 77
Perempuan 7 23
2 Usia 6-12 Tahun - -
13-22 Tahun 12 40
23-45 Tahun 14 47
45-60 Tahun 4 13
>60 Tahun - -
3 Status Pernikahan Menikah 20 67
Belum Menikah 10 33
4 Pendidikan Terakhir SMA/SMK 21 70
Diploma 4 13
Sarjana 5 17
5 Pekerjaan Pelajar/Mahasiswa 9 30
Petani 11 37
PNS 7 23
Wiraswasta - -
Pegawai Swasta 3 10
Lainnya - -
6 Pendapatan Perbulan <500.000 10 33
(Rupiah) 500.000-1.000.000 9 30
1.000.000-3.000.000 4 13
3.000.000-5.000.000 3 10
>5.0000.000 4 13
7 Agama Islam 30 100
Katolik - -
Protestan - -
Hindu - -
Budha - -
Konghucu - -
48

2. Persepsi Masyarakat
Masyarakat mempunyai pandangan dalam persepsi yang dapat membantu
dan mempertimbangkan dalam perencanaan Ekowisata Budaya. Persepsi
Masyarakat akan menggambarkan terkait dalam dampak perencanaan pada obyek
Budaya dari segi ekologi, ekonomi, dan sosial budaya. Perencanaan Ekowisata
dalam persepsi masyarakat yang dimunculkan akan berpengaruh terhadap
program. Dampak positif pada persepsi yang tertinggi yaitu memperkenalkan
budaya yang ada di Kabupaten Rejang Lebong dengan nilai 6 atau siap.

Memperkenalkan Budaya yang ada 6

Meningkatkan Permintaan Produk Lokal 5.9

Kelestarian Alam Terjaga 5.1

0 1 2 3 4 5 6 7
Keterangan: 1. Sangat Tidak Setuju, 2. Tidak Setuju, 3. Agak Tidak Setuju, 4. Biasa Saja,
5. Agak Setuju, 6. Setuju, 7. Sangat Setuju.
Gambar 22 Persepsi positif masyarakat Rejang Lebong.
Persepsi masyarakat terhadap dampak negatif secara keseluruhan
masyarakat tidak setuju dengan skala penilaian 1 dan 2. Skala penilaian
masyarakat paling rendah atau paling tidak setuju yaitu terhadap hilangnya
budaya lokal akibat pengunjung. Masyarakat rejang telah menjaga budanya
dengan waktu yang sangat lama sehingga masyarakat rejang tidak ingin budaya
tersebut hilang akibat banyaknya pengunjung yang datang.

Hilangnya nilai Budaya lokal akibat pengaruh


1
pengunjung

Ketergantungan pada kegiatan wisata 2.2

Munculnya Monopoli Lahan 2.2

0 1 2 3 4 5 6 7
Keterangan: 1. Sangat Tidak Setuju, 2. Tidak Setuju, 3. Agak Tidak Setuju, 4. Biasa Saja, 5. Agak
Setuju, 6. Setuju, 7. Sangat Setuju.
Gambar 23 Persepsi Masyarakat Terhadap dampak negatif.

3. Kesiapan Masyarakat
Kesiapan masyarakat dengan adanya perencanaan Ekowisata Budaya sangat
dibutuhkan untuk menjadi pertimbangan dalam meningkatkan kepuasan
pengunjung. Pertimbangan kesiapan masyarakat akan berpengaruh terhadap
adanya dukungan dari pemerintah dan pengelola. Bentuk kesiapan serta
keteribatan masyarakat memiliki yang berbeda-beda sesuai dengan pandangan.
49

Hal tersebut dikarenakan adanya hubungan dengan karakteristik masyarakat yang


berbeda setiap individunya.
a. Kesiapan Terhadap Etika Pelayanan Kepada Masyarakat
Kesiapan masyarakat terhadap etika pelayanan wisatawan yang tertinggi
dengan nilai 6,7 yaitu dengan melakukan 3S. Masyarakat siap untuk bersikap
senyum salam sapa kepada wisatawan. Kesiapan masyarakat terhadap aspek
tersebut dinilai paling penting untuk dilaksanakan sebagai salah satu aspek
perencanaan ekowisata budaya. Hal tersebut terkait dengan kenyamanan
wisatawan dalam kegiatan pelayanan merupakan salah satu indikator wisatawan
dapat kembali mengunjungi destinasi wisata, karena selain untuk kegiatan wisata,
wisatawan juga ingin mendapatkan pelayanan yang baik.

Tidak membicarakan masalah pribadi 5.2

Tidak mengharapkan tips dari wisatawan 5.4

Menghindari kebiasaan buruk saat melayani 6.3


Menggunakan bahasa yang dimengerti dan
6
sopan
Berpenampilan baik dan sopan di depan
6.6
pengunjung
Tidak membeda-bedakan pengunjung 6.6
Tidak melakukan hal yang merugikan
6.5
pengunjung
Menjalin komunikasi yang baik terhadap
6.2
pengunjung
Melakukan 3S kepada pengunjung 6.7

0 1 2 3 4 5 6 7
Keterangan: 1. Sangat Tidak Setuju, 2. Tidak Setuju, 3. Agak Tidak Setuju, 4. Biasa Saja, 5. Agak
Setuju, 6. Setuju, 7. Sangat Setuju.
Gambar 24 Diagram Kesiapan Masyarakat terhadap Etika Pelayan.
b. Kesiapan Terhadap Keamanan dan Keselamatan
Kesiapan masyarakat terhadap Keamanan dan Keselamatan Wisatawan
yang tertinggi yaitu terhadap memastikan wisatawan agar tidak merusak objek
budaya dengan nilai 6,7. Keamanan yang diberikan merupakan indikator
penjaminan keselamatan wisatawan dan objek wisata selama melakukan kegiatan
wisata Budaya.
50

Melakukan pengawasan terhadap aktivitas


wisatawan 5.6
Tanggap terhadap keadaan darurat
5.5
Menyediakan pusat informasi
4.6
Memastikan wisatawan agar merusak objek
wisata 6.8
Memberikan informasi mengenai aturan adat
6.7
Menyediakan alat P3K
5.9
pengetahuan dasar penyakit ringan dan
tentang P3K 4.7
Mengetahui identitas wisatawan
5.2
Menjalankan (SISKAMLING)
5.4

0 1 2 3 4 5 6 7
Keterangan: 1. Sangat Tidak Setuju, 2. Tidak Setuju, 3. Agak Tidak Setuju, 4. Biasa Saja, 5. Agak
Setuju, 6. Setuju, 7. Sangat Setuju.
Gambar 25 Diagram Kesiapan Masyarakat terhadap Keamanan dan Keselamatan.
c. Kesiapan Terhadap Persaingan Usaha
Kesiapan masyarakat terhadap persaingan usaha mempengaruhi hubungan
antara masyarakat. Nilai kesiapan terhadap persaingan dengan nilai paling tinggi
yaitu 6,8 sangat setuju yaitu pada bersaing dengan megedepankan produk lokal.
Masyarakat ingin membantu peningkatan usaha terhadap produl lokal bukan
produk hasil dari usaha lain.

Bersaing dengan mengedepankan… 6.8


Menyediakan jasa akomodasi 6
Menyediakan dan menjual produk khas 6.2
Melakukan promosi secara langsung 5.3
Menyediakan barang yang berkualitas 6.1
Adanya pembagian wilayah untuk… 5.9
Tidak membedakan harga wisatawan 4.9
Adanya badan masyarakat yang berwenang… 6.2

0 1 2 3 4 5 6 7 8
Keterangan: 1. Sangat Tidak Setuju, 2. Tidak Setuju, 3. Agak Tidak Setuju, 4. Biasa Saja, 5. Agak
Setuju, 6. Setuju, 7. Sangat Setuju.
Gambar 26 Diagram Kesiapan Masyarakat terhadap Perasingan Usaha.
51

d. Kesiapan Terhadap Kenyamanan dan Kebersihan


Kesiapan Masyarakat terhadap kenyamanan dan kebersihan dengan nilai
tertinggi yaitu 6,3 atau siap pada tidak membawa barang barang terlarang.
Masyarakat tidak ingin para pengunjung membawa barang terlarang karena dapat
akan mempengaruhi atau merusak masyarakat. Nilai terendah yaitu pada menjaga
dan tidak merusak fasilitas serta menyediakan tempat sampah dengan nilai 5,5
atau siap. Masyarakat juga mendukung adanya tempat sampah serta tidak merusak
fasilitas.

Masyarakat dan wisatawan harus mentaati… 5.8

Menyediakan fasilitas MCK yang nyaman 6.2

Memiliki jadwal kebersihan 6.1

Mengambil sampah yang terlihat 5.7

Menjaga dan tidak merusak fasilitas 5.5

Tidak membawa barang-barang terlarang 6.3

Menyediakan tempat pembuangan sampah 5.5

Memperhatikan kebersihan lingkungan 5.6

0 1 2 3 4 5 6 7
Keterangan: 1. Sangat Tidak Setuju, 2. Tidak Setuju, 3. Agak Tidak Setuju, 4. Biasa Saja, 5. Agak
Setuju, 6. Setuju, 7. Sangat Setuju.
Gambar 27 Diagram Kesiapan Masyarakat terhadap Kenyamanan dan Kebersihan.

C. Karakteristik, Presepsi, dan Kesiapan Pengelola

1. Karakteristik Responden Pengelola


Pengelola objek budaya yang terdapat di Kabupaten Rejang Lebong terdiri
dari Dinas Pariwisata dan Dinas pendidikan dan Kebudayaan. Karakteristik
pengelola merupakan salah satu pihak yang mempengaruhi perencanaan yang
akan dibuat. Karakteristik pengelola yang dibutuhkan terkait dengan jenis
kelamin, status pernikahan, usia, pendidikan terkahir, pekerjaan, pendapatan
perbulan.
Tabel 13 Karakteristik Responden Pengelola
No. Karakteristik Jumlah Persentase (%)
1. Jenis Kelamin Laki-Laki 4 57
Perempuan 3 43
2. Usia 6-12 Tahun - -
13-22 Tahun - -
23-45 Tahun 5 71
45-60 Tahun 2 29
>60 Tahun - -
3. Status Pernikahan Menikah 7 100
Belum Menikah - -
4. Pendidikan Terakhir SMA/SMK 2 29
Diploma - -
52

No. Karakteristik Jumlah Persentase (%)


Sarjana 5 71
Pejerjaan Pelajar/Mahasiswa - -
Petani - -
PNS 5 71
Wiraswasta - -
Pegawai Swasta 2 29
Lainnya - -
5. Pendapatan Perbulan <500.000 - -
(Rupiah) 500.000-1.000.000 - -
1.000.000-3.000.000 - -
3.000.000-5.000.000 5 71
>5.0000.000 2 29
6. Agama Islam 7 100
Katolik -
Protestan - -
Hindu - -
Budha - -
Konghucu - -

1. Persepsi Pengelola
Data mengenai persepsi pengelola dapat dilihat secara keseluruhan,
pengelola setuju dengan dibuatnya rancangan media promosi. Persepsi pengelola
terhadap adanya rancangan media promosi adalah setuju dengan angka rerata 6,4.
Persepsi pengelola terhadap rancangan media promosi yaitu dapat memberikan
dampak positf yang berkelanjutan kepada masyarakat. Rancangan media promosi
dapat mengenalkan dan mempromosikan objek budaya kepada wsiatawan yang
akan membuat keberlanjutan ekonomi jangka panjang untuk menambah angka
kesejahteraan masyarakat sekitar melalui kegiatan wisata.

Rancangan Media Promosi 6.4

Kunjungan Wisatawan Lokal dan Asing 6.3

Perencanaan Berupa Program Wisata 6.3

Perencanaan ekowisata pantai 6.2

0 1 2 3 4 5 6 7
Keterangan: 1. Sangat Tidak Setuju, 2. Tidak Setuju, 3. Agak Tidak Setuju, 4. Biasa Saja, 5. Agak
Setuju, 6. Setuju, 7. Sangat Setuju.
Gambar 28 Diagram Persepsi Pengelola terhadap Perencanaan Ekowisata Budaya
53

2. Kesiapan Pengelola
a. Kesiapan Terhadap Angaran
Penilaian kesiapan pengelola terhadap anggaran dan pengalokasian dana
mendapatkan hasil tertinggi dengan nilai 6,3 pada kesiapan pengelola terhadap
pengeluaran anggaran dana untuk sarana prasarana dan pelatihan SDM. Pengelola
yang memberikan penilaian tertinggi untuk sarana prasarana yaitu agar wisatawan
dapat mengunjungi objek budaya dengan nyaman dan aman. Anggaran terhadap
sarana dan prasarana yaitu dengan merealisasikannya perbaikan jalan rusak dan
penambahan fasilitas lampu jalan di jalan gelap. Selain untuk aksesibilitas, yaitu
untuk fasilitas. Kesiapan pengelola terhadap anggaran untuk fasilitas dengan
tujuan kenyamanan dan kepuasan wisatawan terhadap melakukan kegiatan wisata
. Kelengkapan fasilitas ataupun sarana prasarana juga sebagai indikator kepuasan
wisatawan. Kesiapan pengelola terhadap anggaran untuk pemeliharaan yaitu agar
sumberdaya budaya yang memiliki daya tarik dapat bersifat berkelanjutan dengan
mengedepankan konsep ekologi. Secara keseluruhan aspek kesiapan pengelola
terhadap anggaran dan pengalokasian dana, pengelola setuju. Pengelola setuju
dengan adanya anggaran untuk kegiatan promosi, event periodic, pelatihan
sumberdaya manusia, pemeliharaan sarana prasarana penunjang kegiatan wisata,
dan sebagainya.

Pelatihan SDM 6.3

Pemanduan 6

Aksesibilitas 6

Keamanan 6

Pemeliharaan sarana prasarana 6.3

Event Periodik 5.9

Promosi 6.1

0 1 2 3 4 5 6 7

Keterangan: 1. Sangat Tidak Setuju, 2. Tidak Setuju, 3. Agak Tidak Setuju, 4. Biasa Saja, 5. Agak
Setuju, 6. Setuju, 7. Sangat Setuju.
Gambar 29 Diagram Kesiapan Pengelola terhadap Anggaran.
b. Kesiapan Terhadap Etika Pelayanan
Kesiapan masyarakat terhadap etika pelayanan wisatawan yang tertinggi
dengan nilai 6,3 yaitu dengan berkomunikasi dengan baik terhadap masyarakat,
bersikap ramah terhadap masyarakat, dan menghargai kritik dan saran dari
masyarakat. Pengelola siap untuk bersikap baik dengan masyarakat melalui etika
demi memberikan kenyamanan. Kesiapan pengelola terhadap aspek tersebut
dinilai paling penting untuk dilaksanakan sebagai salah satu aspek perencanaan
ekowisata budaya. Hal tersebut terkait dengan kenyamanan wisatawan dalam
kegiatan pelayanan karena merupakan salah satu indikator wisatawan dapat
54

kembali mengunjungi destinasi wisata, karena selain untuk kegiatan wisata,


wisatawan juga ingin mendapatkan pelayanan yang baik.

Tidak Membedakan Status 6.0

Tidak membeda-bedakan status sosial masyarakat 6.3

Menghargai kritik dan saran dari masyarakat 6.3

Bersikap ramah terhadap masyarakat 6


Jujur dan terbuka kepada masyarakat mengenai
6.1
semua hal
Bersikap sopan dan santun masyarakat 6.3

Berkomunikasi dengan baik terhadap masyarakat 6.3


Memberikan senyum, salam, dan sapa kepada
6
masyarakat
0 1 2 3 4 5 6 7
Keterangan : 1. Sangat Tidak Siap, 2. Tidak Siap, 3. Agak Tidak Siap, 4. Biasa Saja, 5. Agak Siap,
6. Siap, 7. Sangat Siap.
Gambar 30 Diagram Kesiapan Pengelola terhadap Etika Pelayanan.
c. Kesiapan Terhadap Keamanan dan Keselamatan
Pengelola memberikan penilaian tertinggi terhadap menyediakan alat p3k
dengan nilai 6,1 sebagai salah satu pengimplementasian adanya alat-alat
keselamatan. Menyediakan alat P3K merupakan hal penting untuk memberikan
rasa aman dan keselamatan terhadap wisatawan. Ketersediaan alat P3K didukung
dengan kesiapan lainnnya seperti selalu tanggap darurat dalam berbaga kondisi,
membuat peraturan keselamatan dan mengaja sistem keamanan lingkungan.
Pengelola sebagai penangung jawab juga setuju terhadap hal-hal yang mendukung
keselamatan dan keamanan wisatawan untuk meminimalisir dampak negatif
ataupun kejadian yang tidak diinginkan. Sistem keselamatan wisatawan menjadi
bagian yang harus dikelola oleh pengelola dengan baik yang didukung oleh
kesiapan masyarakat.

Mengatur Sistem Keamanan Lingkungan 6.0

Membuat Peraturan Keselamatan Pengunjung 6.0

Tanggap Dalam Keadaan Darurat 6.0

Menyediakan Alat P3K 6.1

0 1 2 3 4 5 6 7
Keterangan : 1. Sangat Tidak Siap, 2. Tidak Siap, 3. Agak Tidak Siap, 4. Biasa Saja, 5. Agak Siap,
6. Siap, 7. Sangat Siap.
Gambar 31 Diagram Kesiapan Pengelola terhadap Keamanan dan Keselamatan.
55

d. Kesiapan Terhadap Kenyamanan dan Kebersihan


Pengelola memberikan penilaian tertinggi dengan nilai 6,4 terhadap
menyediakan tim kesehatan yaitu untuk memberikan rasa aman dan keselamatan
terhadap wisatawan. Penyediaan tim kesehatan didukung dengan ketersediaan alat
p3k merupakan indikator dalam meningkatkan keselamatan wisatawan. Pengelola
sebagai penangung jawab juga setuju terhadap hal-hal yang mendukung
kebersihan dan kenyamanan wisatawan untuk meminimalisir dampak negatif
ataupun kejadian yang tidak diinginkan.

Menyediakan Tim Kesehatan 6.4

Membuat Peraturan Kebersihan 6.1

Menyediakan Tempat Pembuangan Sampah 6.0

Memperhatikan Kebersihan Lingkungan 6.3

Mengatur Jalur Sirkulasi Wisatawan 6.3

0 1 2 3 4 5 6 7
Keterangan : 1. Sangat Tidak Siap, 2. Tidak Siap, 3. Agak Tidak Siap, 4. Biasa Saja, 5. Agak Siap,
6. Siap, 7. Sangat Siap.
Gambar 32 Diagram Kesiapan Pengelola terhadap Kenyamanan dan Kebersihan.

D. Perencanaan Program Ekowisata Budaya

1. Rancangan Aktivitas atau Kegiatan


Rancangan aktivitas atau kegiatan disusun atas dasar potensi yang terdapat
di obyek budaya Kabupaten Rejang Lebong. Rancangan kegiatan dapat
memberikan pilihan bagi pengunjung yang ingin mengikuti program ekowisata
budaya. Pengunjung dapat memilih lebih dari satu aktivitas di setiap obyek
Budaya berdasarkan keinginannya.
Tabel 14 Rancangan Aktivitas atau Kegiatan
No Kegiatan Keterangan
1 Pawai Adat Masyarakat Berjalan Kaki dengan Baju Adat
2 Festival Musik Penampilan Musik daerah
3 Lomba Busana Adat (TK) Lomba Pakaian Adat untuk anak TK
4 Lomba Tari Daerah Lomba Tari daerah
5 Pentas Seni dan Budaya Penampilan tari dan music daerah
6 Camping Menginap di Alam
7 Kuliner Stand Makan Bersama
8 Pawai Obor Berjalan pada Malam hari mengunakan Obor
9 Lomba Menulis / melukis kaganga Lomba menuliskan huruf kaganga
10 Photografi Lomba Photografi
11 Videografi Lomba Videografi
12 Penampilan menari Tarian dari tiap kecamatan
13 Lomba Ceria Lomba mewarnai Untuk Anak anak
14 Seminar Budaya Seminar bersama tokoh rejang
15 Fashion Show Pertunjukan pakaian batik kaganga
16 Lomba Miniatur Rumah Adat Merakit rumah kaganga mengunakan kayu
17 Interpretasi objek budaya Menjelaskan objek budaya
18 Sadap gula aren Menyaksikan proses pembuatan aren
56

No Kegiatan Keterangan
19 Permainan puzzle Permainan Puzzle untuk anak
20 Musik Tradisional Penampilan musik tradisional

a. Pawai Adat
Pawai adat ini merupakan perencanaan kegiatan ekowisata budaya tahunan
dengan kegiatan para peserta berjalan kaki dari kantor Bupati Rejang Lebong
sampai Lapangan Setia Negara. Pawai ini akan dilombakan dengan peserta yaitu
perwakilan dari setiap kecamatan. Pawai adat ini setiap kecamatan memiliki
maskot atau icon yang nantinya akan dilombakan pada perlombaan fashion show.
b. Festival Musik
Festival musik ini merupakan kegiatan penampilan musik tradisional
maupun modern. Festival musik modern ini akan di mainkan oleh musik yang
berkembang di Kabupaten Rejang Lebong. waktu pelaksaan festival musik ini
akan diadakan sebagai program tahunan
c. Perlombaan Busana Adat (TK)
Perlombaan busana adat rejang ini di khususkan untuk anak-anak,
perlombaan ini hanya untuk anak TK atau anak di bawah umur 6 tahun.
Perlombaan ini dibuka untuk umum. Perencanaan program akan dilakukan pada
program tahunan.
d. Lomba Tari Daerah
Lomba tari daerah rejang ini merupakan suatu perlombaan tari tradisional
maupun tarian kreasi. Lomba tari ini dapat di ikuti oleh seluruh masyarakat,
perlombaan tari ini di targetkan untuk remaja laki-laki maupun perempuan.
Perencanaan program tari daerah ini untuk program tahunan.
e. Pentas Seni dan Budaya
Pentas seni dan budaya merupakan kegiatan penampilan seni dan budaya
rejang. penampilan seni yang akan di tampilkan yaitu seni musuk dan seni tari,
sedangkan untuk pentas budaya akan adanya penampilan kapur sirih.
f. Camping
Camping merupakan kegitam menginap di bukit jipang, camping ini akan
dimasukan kedalam perencanaan bermalam. Kegiatan camping ini digunakan
sebagai kegiatan istirahat malam di dalam tenda. Seluruh peserta akan ber
camping di dalam tenda untuk istirahat.
g. Kuliner Stand
Kuliner Stand ini merupakan kegiatan masyarakat untuk mendirikan stand
pada saat program tahunan. Tujuan kegiatan ini untuk memajukan perekonomian
masyarakat lokal untuk ikut berkontribusi dalam kegiatan tahunan. Kuliner stand
ini menjual berbagai macam makanan, tidak ada ketentuan makanan yang harus di
perjualkan.
h. Pawai Obor
Pawai obor merupakan kegiatan yang akan dilaksanakan malam hari pada
program tahunan. Pawai obor ini akan di mulai sebelum program inti dari
57

program tahunan. Pawai obor ini akan diikuti oleh masyarakat Rejang Lebong.
kegiatan pawai obor ini akan dilakukan dengan berjalan kaki memutari kecamatan
curup atau pusat kota Rejang Lebong.
i. Lomba Menulis / melukis kaganga
Lomba menulis kaganga ini merupakan kegiatan menulis atau melukis huruf
aksara rejang. lomba kaganga ini bertujuan untuk masyarakat tetap peduli dengan
bahasa tulis suku rejang. perlombaan ini akan di jadikan didalam program
tahunan. Peserta yang mengikuti ini untuk kalangan remaja atau setara dengan
SMA.
j. Photografi
Photografi ini merupakan kegiatan yang dilakukan oleh peserta yang
memiliki kesukaan pada bidang foto. Kegiatan ini nantinya akan di pamerkan
pada acara tahunan. Lomba ini bertujuan untuk para masyarakat lebih mengenal
Rejang Lebong.
k. Videografi
Videography ini merupakan kegiatan yang dilakukan oleh peserta yang
memiliki kesukaan pada bidang video atau visual. Kegiatan ini nantinya akan di
pamerkan pada acara tahunan. Lomba ini bertujuan untuk para masyarakat lebih
mengenal Rejang Lebong melalui audio visual.
l. Penampilan menari
Penampilan menari ini akan menampilkan tarian asli rejang yaitu tari kejai,
tari kejai merupakan tarian sakral masyarakat rejang. kegiatan ini akan ada pada
program tahunan, tujuan pada tari kejai ini sebagai sambutan dan juga sebagai
bahan promosi kepada masyarakat luar.
m. Lomba Ceria
Lomba ceria merupakan kegiatan dengan sasaran anak anak, perlombaan ini
berupa lomba mewarnai miniatur rumah rejang, menganbar rumah rejang atau
alam dan mewarnai. Perlombaan ini akan di adakan pada program tahunan,
pemenang perlombaan ini nanti akan di tampilkan.
n. Seminar Budaya
Seminar budaya ini merupakan penampilan dari tokoh budaya yang akan
menjadi pembicara. Selain mendengarkan seminar akan di tampilkan juga video
berupa sejarah rejang lebong. seminar budaya ini akan di adakan pada acara
bermalam. Tujuan dari seminar ini yaitu memberikan wawasan mengenai rejang
lebong.
o. Fashion Show
Fashion show ini merupakan kegiatan atau penampilan para peserta dengan
mengunakan pakaian adat. Kegiatan ini akan ada pada program perencanaan
tahunan. Tujuan dari fashion show ini yaitu untuk menghibur para peserta dan
juga pengunjung.
58

p. Lomba Miniatur Rumah Adat


Lomba miniatur rumah rejang ini merupakan kegiatan menyusun rumah
rejang mengunakan kayu stik es krim. Perlombaan ini dibuka untuk umum dalam
acara program tahunan. Program ini bertujuan untuk mengenalkan rumah rejang
kepada peserta maupun pengunjung yang datang.
q. Interpretasi objek budaya
Interpretasi objek budaya ini merupakan kegiatan menjelaskan objek budaya
suku rejang. kegiatan ini masuk dalam program harian dan bermalam, tujuan
kegiatan interpretasi budaya ini yaitu untuk menambah wawasan kepada
pengunjung mengenai objek budaya masyarakat rejang.
r. Sadap gula aren
Sadap gula aren adalah kegiatan melihat proses pembuatan gula aren dari
pengambilan sampai dengan pengelolahan. Kegiatan ini dimasukan dalam
kegiatan bermalam, kegiatan ini bertujuan untuk mengenalkan kepada para
pengunjung mengenai gula aren.
s. Permainan puzzle
Permainan puzzle ini merupan kegiatan pada acara harian, puzzle ini
nantinya akan dibentuk objek budaya rejang. tujuan dari permainan ini yaitu untuk
peserta lebih ingat dan mengetahui objek budaya rejang.
t. Musik Tradisional
Musik tradisional ini merupakan kegiatan yang dilakukan pada program
bermalam. Kegiatan ini berupa penampilkan pertunjukan musik tradisional rejang
kepada peserta. Tujuan dari kegiatan ini mengenalkan budaya musik rejang.
2. Rancangan Fasilitas
Perencanaan ekowisata budaya memerlukan rancangan pengembangan
fasilitas untuk memenuhi kebutuhan dan keinginan pengunjung maupun
masyarakat. Fasilitas menjadi faktor penting untuk menunjang aktivitas wisata.
Pengembangan fasilitas dilakukan untuk memberikan kenyamanan dan
keselamatan pengunjung.
Tabel 15 Rancangan Fasilitas
No Rancangan Fasilitas Lokasi Uraian
1. AC Rumah Objek Ac dibuat untuk memberikan
Budaya kenyamanan pengunjung
2. Papan interpretasi Rumah Objek Papan interpretasi dibuat untuk
Budaya memberikan penjelasan singkat pada
setiap objek budaya..
3. Petunjuk arah Rumah Objek Petunjuk arah digunakan untuk
Budaya memberikan informasi kepada
pengunjung saat ingin mencapai suatu
objek
5. Tempat sampah Rumah Objek Tempat sampah dikembangkan untuk
Budaya menciptakan lingkungan yang bersih.
Tempat sampah dibangun dengan konsep
terbuat dari semen agar tahan lama.
6. Toilet Rumah Objek Toilet dibuat untuk memberikan
59

No Rancangan Fasilitas Lokasi Uraian


Budaya kenyamanan dan kepuasan wisatawan
dan memenuhi kebutuhan.
7. Pagar Pembatas - Pagar pembatas di gunakan untuk
memisahkan tiap objek budaya
8. Rak Rumah Objek Untuk menata objek budaya
Budaya
9. Penerangan Seluruh Kawasan Penerangan untuk mempermudah
pengunjung dalam pengelihatan budaya
10. P3K - P3K disiapkan untuk menjaga atau
mengobati pengunjung
11. Gerbang Masuk Rumah Objek Gerbang masuk dibuat sebagai tanda
Budaya memasuki kawasan

Fasilitas dapat dirasakan manfaatnya oleh masyarakat sekitar. Masyarakat


bisa menikmati fasilitas yang dibangun. Dalam rancangan pengembangan fasilitas
diperlukan dukungan dan bantuan dari masyarakat. Masyarakat yang menjadi
pengelola memiliki kewajiban untuk mengembangkan fasilitas dengan maksimal.
Pemanfaatan dan perawatan menjadi tanggungjawab pengelola, masyarakat
maupun pengunjung. Fasilitas dikelola supaya tetap bersih sehingga nyaman
untuk digunakan. Pengembangan terdiri dari beberapa elemen fasilitas.
3. Rancangan Program Wisata (Harian)
a. Culture of Tung Jang
Culture of Tung Jang yang memiliki arti Budaya Orang Rejang, Tung Jang
yang berarti orang rejang dalam bahasa rejang merupakan suatu rancangan
program harian. Kurangnya pengetahuan masyarakat mengenai budaya orang
rejang, bahkan banyak masyarakat dari suku rejang yang masih kurang
memperhatikan budayanya sendiri. Budaya rejang yang saat ini sudah sulit
ditemukan dalam hal perlengkapan hidup, masih banyak masyarakat yang tidak
tahu keberadaan barang tersebut.
Museum besar yang ada di provinsi bengkulu juga hanya terdapat satu
museum di bengkulu kota sedangkan untuk museum di Kabupaten Rejang Lebong
belum terdapat museum. Kurangnya pengetahuan terhadap peningalan budaya
rejang juga membuat semakin menurunkan nilai kebudayaan rejang. program ini
akan mengenalkan barang-barang peningalan suku rejang kepada masyarakat.
Kemajuan teknologi serta masuknya budaya lain kedalam membuat semakin
hilangnya nilai kebudayaan rejang, terlebih kepada para remaja yang mudah
mengikuti jaman. Edukasi terkait budaya yang diberikan mungkin akan kalah
dengan pergaulan remaja sehingga edukasi terhadap sekolah mengenai budaya
harus di tingkatkan untuk menjaga budaya rejang sebagai warisan yang terus
berlangsung kepada keturunannya.
Tujuan. Tujuan dari program Culture of Tung Jang adalah
memperkenalkan objek atau sejarang mengenai suku rejang khususnya pada
sistem perlengkapan hidup. Pengunjung yang datang dapat melihat langsung
benda-benda peningalan masyarakat rejang. pengunjung juga dapat melakukan
permainan yang berkatan dengan budaya.
Sasaran. Sasaran pada program harian ini yaitu anak sekolah atau anak ber
umur 7-12 tahun. Sasaran peserta pada program ini yaitu sebanyak 10-20 peserta.
60

Rancangan Kegiatan. Kegiatan harian ini akan di mulai sejak pagi pukul
08.00-16.00. kegiatan di mulai dari acara registrasi sampai dengan pembagian
hadiah dan penutupan. Progam inti pada rancangan kegiatan adalah interpretasi
objek budaya.
Tabel 16 Rancangan Program Harian
No. Nama Kegiatan Waktu Lokasi Keterangan
1 Pembukaan/registrasi 08.00 – 08.30 Rumah Panitia akan melakukan kegiatan
Objek pembukaan dengan memberikan
Budaya tanda pengenal kepada peserta
kegiatan.
2 Penyambutan tari 08.30 – 09.00 Rumah
Penyambutan tari kejai sebelum
Objek
memasuki rumah objek budaya
Budaya
3 Interpretasi Objek 09.00 – 11.00 Rumah
Budaya Objek Menjelaskan secara detail benda
Budaya benda bersejarah kepada pengunjung

3 istirahat 11.00-12.30 Rumah Peserta diberikan waktu untuk


Objek mengganti pakaian dan istirahat
Budaya sejenak serta melakukan sholat.
4 permainan 12.30-13.30 Rumah
Peserta akan memainkan pazzle
Objek
untuk menghibur.
Budaya
5 Menonton sejarah 13.30-15.00 Rumah
Peserta menonton film sejarah
rejang Objek
Rejang Lebong
Budaya
6 Pembagian hadiah 15.00-15.30 Rumah
Peserta akan dibagikan hadiah pagi
Objek
pemenang kkimba
Budaya
7 Pembagian sovenir 16.00-16.30 Rumah
Pemberian sovenir untuk mengenang
dan penutupan Objek
rumah objek budaya
Budaya

4. Rancangan Program Wisata (Bermalam)


a. Lestari Budaya
Memajukan generasi muda untuk peduli dengan budayanya melalu
melestarikannya serta menunjukan kepada orang banyak bahwa suku rejang
adalah warisan yang harus di jaga. Lestari budaya merupakan program yang
bertujuan untuk para remaja tetap menjaga kelertariannya sehingga objek budaya
tetap terjaga untuk keturunan selanjutnya.
Tujuan. Tujuan dari program lestari budaya adalah masyarakat khususnya
kalangan muda dapat lebih mengetahui budaya rejang melalui program ini.
peserta juga akan mengalami pengalaman baru serta mendapatkan tambahan ilmu
baru.
Sasaran. Sasaran dari program bermalam ini yaitu remaja yang masih
bersekolah atau mahasiswa dengan umur 13-24 tahun. Sasaran jumlah peserta
yaitu 20-30 peserta, dari jumlah peserta akan di buat dalam kelompok untuk
mempermudah dam memberikan kenyamanan pada pengunjung.
Rancangan Kegiatan program wisata bermalam merupakan rancangan
kegiatan mingguan yang memiliki rangkaian kegiatan yang berjudul ”Lestari
Budaya”. Kegiatan dilakukan selama dua hari dengan berbagai aktivitas yang
dapat dilakukan oleh wisatawan. Wisatawan yang mengikuti progam wisata
61

bermalam tersebut akan mengikuti acara dari pembukaan hingga penutupan


dengan kegiatan inti mengetahui proses pembuatan aren dan interpretasi objek
budaya.
Tabel 17 Rancangan Program Bermalam
Hari Waktu Kegiatan Lokasi Keterangan
09.00 - 09.30 Pembukaan Terminal Briefing
Hari 1 Simpang
Nangka
09.30 - 10.00 Peserta berjalan menuju Mobil Berjalan kaku menuju
Bukit Jipang Grobak bukit jipang
10.00 - 12.30 Istirahat serta mendirikan Bukit Jipang Beristirahat untuk
tenda makan solat dan
mendirikan tenda
12.30 - 16.30 Pembagian kelompok dan Kebun aren Peserta akan belajar
sadap aren cara pembuatan gula
aren
16.30 - 19.00 istirahat Bukit jipang Peserta dapat istirahat
19.00 - 20.00 Tampilan musik Bukit jipang Peserta melihat
tradisional langsung penampilan
musik
20.00 - 21.30 Seminar budaya Bukit jipang Peserta dapat
mendengarkan serta
menonton seminar
07.00 - 08.00 Berjalan menuju rumah Mobil Peserta berjalan
Hari 2
rejang Grobak menuju rumah rejang
08.00 - 10.00 Pengenalan rumah rejang Rumah Pengunjung di jelaskan
Pusaka mengenai rumah
rejang
10.00 - 10.30 Penutupan Rumah Penutupan acara
Pusaka
5. Rancangan Program Wisata (Tahunan)
Potensi budaya rejang yang masih terjaga serta di gunakan oleh masyarakat
ini memiliki potensi dijadikannya program tahunan. Potensi budaya akan di
jadikan dalam satu program tahunan yang berjudul Fabulous Rejang Lebong.
program tahunan yang melibatkan banyak masyarakat ini bertujuan untuk
memberian pengetahuan kepada pengunjung.
Tujuan. Tujuan rancangan program tahunan ini yaitu menyatukan kegiatan
masyarakat serta potensi budaya yang ada di Rejang Lebong untuk di tampilkan
dalam sebuah program tahunan. Pengunjung yang datang juga akan mendapatkan
pengalaman yang baru serta pengetahuan yang lebih mengenai Rejang Lebong.
Sasaran. Sasaran pada program tahunan ini yaitu umum, semua kalangan
masyarakat dapat menyaksikan program tahunan. Jumlah sasaran yaitu 1000
orang, program ini akan menampilkan pertunjukan dari setiap kecamatan yang ada
di Rejang Lebong.pengunjung yang datang juga dapat mendaftar untuk mengikuti
perlombaan yang telah disusun.
Rancangan Program. Rancangan program ini akan di laksanakan di
Lapangan Setia Negara dalam waktu dua hari, program ini akan di mulai dengan
pawai obor sampai dengan penutupan. Acara inti dari program ini adalah
pertunjukan seni serta budaya, perlombaan, dan bazar.
62

Tabel 18 Rancangan Program Tahunan


Hari Waktu Lokasi Kegiatan Aktiviitas
Hari 1 08.00 - Lapangan - Pawai - Pembukaan
15.00 Setia Negara - Penampilan budaya - Sambutan
- Perlombaan - Penampilan tari
- Bazar - Perlombaan Busana adat
- Bazar Makanan
Hari 2 08.00 - Lapangan - Perlombaan - Lomba menulis kaganga
16.00 Setia Negara - Fashion Show - Lomba Mewarnai anak
- Perlombaan - Lomba merakit rumah rejang
- Penampilan Budaya - Penampilan tari kreasi
- Penampilan Musik - Penampilan kostum adat
- penutupan - Pembagian hadiah

E. Rancangan Media Promosi

1. Rancangan Poster
Rancangan output luaran berupa brosur memiliki judul “Rejang
Berbudaya”. Brosur yang dibuat memiliki ukuran A4. Isi dari brosur tersebut
adalah sumberdaya unggulan yang terdapat di Kabupaten Rejang Lebong.
Pembuatan poster tersebut bertujuan untuk mengenalkan dan mempromosikan
sumberdaya budaya yang terdapat di Kabupaten Rejang Lebong kepada
masyarakat luas.
2. Rancangan Video
Media promosi yang dihasilkan berbentuk audiovisual berisikan obyek-
obyek Budaya di Kabupaten Rejang Lebong dengan judul visit rejang lebong.
Media Promosi mempunyai kriteria, yaitu memiliki informasi dengan baik, video
berdasarkan tema, memasukan bahan video dengan baik, mempunyai alur yang
menarik, fokus pada konten, dan menjadikan bahan informasi bagi pendengar.
Video ini dibuat menggunakan sofware Adobe Premier. Video yang ditampilkan
berdurasi 2 menit 25 detik. Lagu atau backsound musik yang digunakan adalah
jenis instrumen musik. Materi audiovisual terdiri dari bagian pembuka, isi dan
penutup. Pada bagian pembuka terdapat judul video dengan ditambahkan dengan
logo Kabupaten Rejang Lebong. Pada bagian isi terdapat cuplikan obyek beserta
nama dan informasi mengenai sejarah di masing-masing obyek Budaya. Pada
bagian penutupan terdapat ucapan terima kasih kepada para pihak terkait.
Tabel 19 Rancangan Media Promosi Melalui Audio Visual
No Bagian Video Waktu (menit, detik) Materi Video
1. Pembukaan 00.08 Video Pembuka
01.00 Pemanangan alam
2. Isi Memperlihatkan Objek Budaya dan Alam
02.00
kab. Rejang lebong
3. Penutupan Ucapan terimakasih kepada dosen
pembimbing
02.07
Ucapan terimakasih kepada para pihak
terkait
VI. SIMPULAN DAN SARAN

A. Simpulan
1. Sumberdaya objek budaya yang terkait dalam perlengkapan hidup sebanyak
16 objek budaya, objek budaya yang tersebar dalam 15 kecamatan ini
terdapat 5 objek budaya ungulun.
2. Persepsi pengelola terhadap perencanaan ekowisata budaya dapat dilihat
secara keseluruhan yaitu Setuju dengan rerata 6. Persepsi pengelola
terhadap perencanaan ekowisata budaya yaitu dapat memberikan dampak
positf yang berkelanjutan kepada masyarakat. perencanaan ekowisata
budaya akan membuat keberlanjutan ekonomi jangka panjang untuk
menambah angka kesejahteraan masyarakat sekitar objek budaya melalui
kegiatan wisata.
3. Persepsi dan kesiapan masyarakat berpendapat bahwa mereka setuju dan
siap dengan adanya perencanaan ekowisata budaya karena dapat
memberikan dampak positif ekonomi berupa menyerap tenaga kerja, namun
terdapat masyarakat yang tidak setuju dengan dampak negatif yang
ditimbulkan.
4. Program Wisata yang dibuat dibagi menjadi tiga yaitu Program Wisata
Harian (Culture of tung jang) berdurasi 8 jam, Program Wisata Bermalam
(Lestari Budaya) berdurasi 2 hari 1 malam, Program Wisata Tahunan
(fabulous rejang lebong) berdurasi 2 hari.
5. Rancangan media promosi ekowisata budaya yang dibuat yaitu dalam
bentuk visual (Poster) dan audio visual (video promosi) dengan judul “visit
rejang lebong” dengan durasi waktu 2 menit 20 detik

B. Saran
1. Masyarakat, pengelola dan pemerintah diharapkan lebih memperhatikan
kelestarian potensi sumberdaya wisata budaya di Kabupaten Rejang Lebong
agar tetap lestari dan berkelanjutan
2. Pengelola diharapkan mempu meningkatkan kinerja, pengetahuan dan
kompetensi diri. Selain itu pengelola diharapkan berkontribusi dengan
optimal dalam perencanaan ekowisata budaya.
3. Masyarakat diharapkan mampu meningkatkan pengetahuan dan kemampuan
diri untuk membangun ekowisata budaya yang berkelanjutan.
4. Rancangan program ekowisata budaya diharapkan mampu terwujud secara
berkelanjutan.
5. Rancangan media promosi audio visual dan poster dapat menjadi bahan
pertimbangan dan ditindak lanjuti oleh pengelola dalam perencanaan
ekowisata rejang lebong.
DAFTAR PUSTAKA

Abdulah S.1980. Hukum Adat Rejang. Jakarta : Balai Pustaka.


Ahmadi, Prasetya, Joko T. 2004. Ilmu Dasar Budaya. Pustaka Setia. Bandung.
Ahmadi, Abu. 2007. Psikologi Sosial. Jakarta: Rineka Cipta.
Avezora R. 2008. Ekoturisme Teori dan Praktek. BRR NAD dan Nias. Banda
Aceh.
Brundtland GH. 1987. Report of The World Commission on Environment and
Development, The United Nation.
Damanik J, Weber HF. 2006. Perencanaan Ekowisata dari Teori ke Aplikasi.
Yogyakarta: Andi.
Endraswara S. 2006. Metodologi Penelitian Kebudayaan. Yogyakarta: Gadjah
Mada University Press.
Gamal S. 2004. Dasar-Dasar Pariwisata. Yogyakarta: Penerbitan Andi.
Hall, Edward T., 1959. The Silent Language :Doubleday & Company.
Hasibuan MSP. 2011. Manajemen Dasar Pengertian dan Masalah. Jakarta: PT.
Bumi Aksara.
Joustra. 1932. Minangkau, Overzich van Land, Geschiedenis en Volk, Gravenhag
Karyoto. 2015. Dasar-Dasar Manajemen. Yogyakarta: Andi.
Koentjaraningrat. 2009. Pengantar Ilmu Antropologi. Jakarta: Rineka Cipta
Linton, Ralph, 1984, Antropologi, Jemmars, Bandung.
Marpaung H, Bahar H. 2002. Pengantar Pariwisata. Bandung:Alfabeta
Maryaeni. 2005. Metode Penelitian Kebudayaan. Jakarta: Bumi Aksara.
Mundzirin Y. 2005. Islam dan Budaya Lokal. Yogyakarta: Pokja Akademik UIN
Suka.
Oka AY. 2010. Dasar-dasar Pengertian Hospitalyti Pariwisata, PT.Alumni,
Bandung.
Pitana IG, Gayatri PG. 2005.Sosiologi Pariwisata. Yogyakarta: Andi.
Ruttama, Naskah Klasik adat Rejang
Setiadi. 2006. Ilmu Sosial dan budaya dasar. Kencana Media Grup, Jakarta.
Siswanto AB. 2011. Pengantar Manajemen. Jakarta:PT.Bumi Aksara.
Sunyoto D. 2012. Dasar-Dasar Manajemen Pemasaran. Yogyakarta:PT.Buku
Seru.
Suwantoro G. 1997. Dasar-Dasar Pariwisata. Yogyakarta:Andi.
Suyitno. (2001). Perencanaan Wisata. Yogyakarta: Kanisius.
67

Syafrudin. 2006. Nilai-Nilai Pendidikan Dalam Budaya Rejang Lebong: Studi


Terhadap “Patang” Sebagai Metode Pendidikan Akhlak. Palembang :
Thesis IAIN Raden Fatah.
Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 10 Tahun 2009 tentang
Kepawisataan Indonesia
Wahab, Salah. 1975. Tourism Management. London : Tourism International
Press.
William M. 1966. Histori of Sumatera. London : Oxford University.
Zayadi H. 2010. Islam Dalam Perspektif Budaya. Jakarta : UIN Jakarta.
LAMPIRAN
69

Lampiran 1 Poster “Rejang Berbudaya”


70

Lampiran 2 Sketsa Rancangan Rumah Rejang Lebong Tampak Depan


71

Lampiran 3 Sketsa Rancangan Rumah Rejang Lebong Tampak Belakang


DAFTAR RIWAYAT HIDUP

Penulis lahir pada tanggal 29 Januari 1998 di Kota


Depok, Provinsi Jawa Barat. Penulis merupakan anak
dari pasangan Yatman dan Purwanti. Penulis merupakan
anak ke dua dari tiga bersaudara. Pendidikan pertama
yang ditempuh penulis yaitu Taman Kanak – Kanak yang
dilaksanakan di TK Rahmaniyah pada tahun 2002-2004.
Pendidikan Sekolah Dasar ditempuh oleh penulis di SD
Negeri Cilodong 2 pada tahun 2004-2010. Pendidikan
Sekolah Menengah Pertama yang ditempuh oleh penulis
yaitu di Mts Negeri Cibinong pada tahun 2010-2013.
Pendidikan Sekolah Menengah Atas yang ditempuh oleh
penulis yaitu di Madrasah Aliyah Negeri (MAN) 1 Bogor
pada tahun 2013-2016. Pada tahun 2016 penulis diterima
di Institut Pertanian Bogor melalui jalur undangan (USMI) pada Program Studi
Ekowisata, Sekolah Vokasi Institut Pertanian Bogor. Penulis juga mengikuti
beberapa praktik antara lain Praktik Umum Ekowisata (PUE) di Kawasan Wisata
Cibodas pada tahun 2017, kemudian Praktik Pengelolaan Ekowisata (PPE) di
Taman Wisata Alam Gunung Selok Kabupaten Cilacap Provinsi Jawa Tengah
pada tahun 2018, dan Praktik Kerja Lapang (PKL) pada tahun 2019 di Kabupaten
Rejang Lebong, Provinsi Bengkulu. Penulis melaksanakan kegiatan Tugas Akhir
(TA) berjudul “Perencanaan Ekowisata Budaya di Kabupaten Rejang Lebong
Provinsi Bengkulu” dibimbing oleh Bapak Insan Kurnia, S.Hut, M.Si. dan Gatot
Widodo, S.Pd, M.Pd

Anda mungkin juga menyukai