Anda di halaman 1dari 21

RESUME KEPERAWATAN DAWAT DARURAT

Disusun oleh :
ARIEF NURDIANSYAH

PROGRAM STUDI S1 KEPERAWATAN


FAKULTAS ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH
TASIKMALAYA
2017
I. PRE HOSPITAL MANAGEMENT DAN TRIAGE

A. Definisi Triage
Triage adalah proses penolongan pasien berdasarkan tipe dan tingkat kegawatan
kondisinya (Zimmermann dan Herr,2006). Triage juga di artikan sebagai suatu tindakan
pengelompokan penderita berdasarkan pada beratnya cedera yang diprioritaskan ada
tidaknya gangguan pada airway (A), breathing (B) dan circulation (C) dengan
mempertimbangkan sarana sumber daya manusia, dan probabilitas hidup penderita. Jadi
bisa di simpulkan definisi triage adalah tindakan menolong seseorang yang dalam kondisi
gawat darurat dengan memperhatikan konsep ABC (jalan nafas, kebersihan jalan nafas
dan sirkulasi).
B.  Tujuan Triage
a. Mengidentifikasi kondisi yang mengancam nyawa.
b. Memprioritaskan pasien menurut kondisi keakutannya.
c. Menempatkan pasien sesuai dengan keakuatannya berdasarkan pada pengkajian
yang tepat dan akurat.
d. Menggali data yang lengkap tentang keadaan pasien.
C.     Prinsip Triage
a. Triage harus dilakukan dengan segera dan singkat.
b. Kemampuan untuk menilai dan merespons dengan cepat kemungkinan yang dapat
menyelamatkan pasien dari kondisi sakit atau cedera yang mengancam nyawa
dalam departemen gawat darurat.
c. Pengkajian harus dilakukan secara adekuat dan akurat.
d. Keakuaratan dan ketepatan data merupakan kunci dalam proses pengkajian.
e. Keputusan dibuat berdasarkan pengkajian.
f. Keselamatan dan keefektifan perawat pasien dapat direncakana jika terdapat data
dan informasi yang akurat dan adekuata.
g. Intervensi yang dilakukan berdasarkan kondisi keakuatan pasien.
h. Tanggung jawab yang paling utama dari proses triage yang dilakukan perawat
adalah keakuatan dalam mengkaji pasien dan memberikan perawatan sesuai dengan
prioritas pasien.
i. Tercapainya kepuasan pasien.
j. Penempatan pasien yang benar pada tempat yang benar saat waktu yang benar
dengan penyedia pelayananan yang benar.
D.    Klasifikasi Triage
Prioritas didasarkan pada pengetahuan, data yang tersedia, dan situasi terbaru yang ada.
Huruf atau angka yang sering digunakan antara lain sebagi berikut,
a. Prioritas 1 atau emergency
b. Prioritas 2 urgent
c. Prioritas 3 nonurgent
Banyak tipe dari klarifikasi triage yang digunakan pada pre-hospital ataupun
hospital.
E.     Triage Pre-Hospital
Triage pada musibah atau bencana dilakukan dengan tujuan bahwa dengan sumber
daya yang minimal dapat menyelamatkan korban sebanyak mungkin. Pada musibah
massal, jumlah korban puluhan atau mungkin ratusan, di mana penolong sangat belum
mencukupi baik sarana maupun penolongnya sehingga dianjurkankan menggunakan
teknik START.
Hal pertama yang dapat lakukan pada saat di tempat kejadian bencana adalah
berusaha untuk tenang, lihat sekeliling dan menyeluruh pada lokasi kejadian. Pengamatan
visual memberikan kesan pertama mengenai jenis musibah, perkiraan jumlah korban, dan
beratnya cedera korban. Pengamatan visual juga memberikan perkiraan mengenai jumlah
dan tipe bantuan yang diperlukan untuk mengatsi situasi yang terjadi. Laporkan secara
singkat pada cell center dengan bahasa yang jelas mengenai hasil dari pengkajian,
meliputi hal-hal sebagi berikut.
a. Lokasi kejadian.
b. Tipe insiden yang terjadi.
c. Adanya ancaman atau bahaya yang mungkin terjadi.
d. Perkiraan jumlah pasien.
e. Tipe bantuan yang harus diberikan.
F.      Komponen penting yang harus disiapkan diantaranya :
a.   Sistem komunikasi
Kejelasan kemana berita adanya kejadian gawat darurat disampaikan, akan
memperpendek masa pra rumah sakit yang dialami penderita. Pertolongan yang
datang dengan segera akan meminimalkan resiko-resiko penyulit lanjutan seperti syok
hipovolemia akibat kehilangan darah yang berkelanjutan, hipotermia akibat terpapar
lingkungan dingin dan sebagainya. Siapapun yang menemukan penderita pertama kali
di lokasi harus tahu persis kemana informasi diteruskan. Problemnya adalah
bagaimana masyarakat dapat dengan mudah meminta tolong, bagaimana cara  
membimbing   dan   mobilisasi   sarana   tranportasi   (Ambulan),   bagaimana
kordinasi untuk mengatur rujukan, dan bagaimana komunikasi selama bencana
berlangsung.
b.   Pendidikan 
Penolong pertama seringkali orang awam yang tidak memiliki kemampuan menolong
yang memadai sehingga dapat dipahami jika penderita dapat langsung meninggal
ditempat kejadian atau mungkin selamat sampai ke fasilitas kesehatan dengan
mengalami kecacatan karena cara tranport yang salah. Penderita dengan kegagalan
pernapasan dan jantung kurang dari 4-6 menit dapat diselamatkan dari kerusakan otak
yang ireversibel. Syok karena kehilangan darah dapat dicegah jika sumber perdarahan
diatasi, dan kelumpuhan dapat dihindari jika upaya evakuasi dan tranportasi cedera
spinal dilakukan dengan benar. Karena itu orang awam yang menjadi penolong
pertama harus menguasai lima kemampuan dasar yaitu :
·         Menguasai cara meminta bantuan pertolongan
·         Menguasai teknik bantuan hidup dasar (resusitasi jantung paru)
·         Menguasai teknik mengontrol perdarahan
·         Menguasai teknik memasang balut-bidai
·         Menguasai teknik evakuasi dan tranportasi
c.   Tranportasi
Alat   tranportasi   yang   dimaksud   adalah   kendaraannya,   alat-alatnya   dan
personalnya. Tranportasi penderita dapat dilakukan melalui darat, laut dan udara. Alat
tranportasi penderita ke rumah sakit saat ini masih dilakukan dengan kendaraan yang
bermacam-macam kendaraan tanpa kordinasi yang baik. Hanya sebagian kecil yang  
dilakukan   dengan   ambulan,   itupun   dengan   ambulan   biasa   yang   tidak
memenuhi standar gawat darurat. Jenis-jenis ambulan untuk suatu wilayah dapat
disesuaikan dengan kondisi lokal untuk pelayanan harian dan bencana.
d.   Pendanaan
Sumber pendanaan cukup memungkinkan karena system asuransi yang kini berlaku
di  Indonesia.  Pegawai negeri  punya ASKES,  pegawai swasta  memiliki jamsostek, 
masyarakat  miskin  mempunyai  ASKESKIN.  Orang  berada  memiliki asuransi jiwa.
e.   Quality Control
Penilaian,   perbaikan   dan   peningkatan   system   harus   dilakukan   secara periodic
untuk menjamin kualitas pelayanan sesuai tujuan.
G.    Kategori Triage
a.   Triage dua tingkat.
Dalam system dua tingkat, pasien dikategorikan sakit atau tidak sakit. Pasien yang
sakit membutuhkan perawatan darurat dengan kondisi yang membahayakan nyawa,
tubuh, atau organ. Sementara itu, pasien yang tidak sakit ialah pasien yang tidak
menunjukkan tanda-tanda serius, bisa menunggu jika perawatan sedikit tertunda.
b.   Triage tiga tingkat.
System ini banyak digunakan di Amerika Serikat. Pengategorian dapat ditentukan
berdasarkan warna (merah, kuning, hijau). Atau pemberian nomer (kategori 1,2,3)
tetapi pada dasarnya kategori tersebut merujuk pada kondisi di bawah ini.
a)    Gawat darurat
b)    Darurat
c)    Biasa
c.   Triage empat tingkat.
Penggunaan system ini dilakukan dengan menambahkan status live threatening
(ancaman nyawa) selain status gawat darurat, darurat dan biasa.
d.   Triage lima tingkat.
Saat ini, skala triage lima tingkat banyak digunakan di seluruh UGD rumah sakit di
Amerika Serikat. Pada skala ini ada penambahan level yaitu tingkat 1 yang berarti
gawat darurat tertinggi ‘dan 5 tingkat pasien dengan kondisi yang paling ringan.
H.  Proses Triage
Ketika perawat triage menemukan kondisi yang mengancam nyawa, pernapasan, atau
sirkulasi dibawah ke ruang perawatan. Pada tindakan triage, terdapat istilah undertriage
dan uptriage. Dua konsep kunci ini sangat penting untuk memahami proses triage.
Undertriage adalah proses yang underestimating tingkat keparahan atau cedera, misalnya:
pasien prioritas 1 (segera) sebagia prioritas 2 (tertunda) atau prioritas 3(minimal).
Uptriage adalah proses overestimating tingkat individu yang telah mengalami sakit atau
cedera, misalnya pasien prioritas 3 sebagai prioritas 2 (tertunda) atau prioritas 1 (segera).
Tindakan awal perawat triage sebagai berikut.
a. Memeriksa pasien.
b. Mendengarkan suara yang tidak umum.
c. Waspada terhadap baerbagai bau.
d. Memutuskan apakah penangananan harus segera dilakukan.
e. Memperhatikan pengontrolan infeksi dalam situasi apa pun.
f. Membersihkan tangan dengan sabun atau pembersih tangan.
II. MODEL START/ JUMPSTART TRIAGE

Model START
Stein, L., 2008 menjelaskan Sistem START tidak harus dilakukan oleh penyedia
layanan kesehatan yang sangat terampil. Bahkan, dapat dilakukan oleh penyedia dengan
tingkat pertolongan pertama pelatihan. Tujuannya adalah untuk dengan cepat
mengidentifikasi individu yang membutuhkan perawatan, waktu yang dibutuhkan untuk
triase setiap korban kurang dari 60 detik. START membagi korban menjadi 4 kelompok dan
masing-masing memberikan mengelompokkan warna. START triase memiliki tag empat
warna untuk mengidentifikasi status korban. Langkah pertama adalah meminta semua
korban yang membutuhkan perhatian untuk pindah ke daerah perawatan. Ini
mengidentifikasi semua korban dengan luka ringan yang mampu merespon perintah dan
berjalan singkat jarak ke area pengobatan. Ini adalah GREEN kelompok dan diidentifikasi
untuk pengobatan delayed, mereka memang membutuhkan perhatian. Jika anggota
kelompok ini tidak merasa bahwa mereka yang menerima pengobatan mereka sendiri akan
menyebarkan ke rumah sakit pilihan mereka. Langkah selanjutnya menilai pernapasan. Jika
respirasi lebih besar dari 30 tag korban sebagai RED (Immediate), jika tidak ada reposisi
respirasi jalan napas. Jika tidak ada respirasi setelah reposisi untuk membuka jalan napas,
tag korban BLACK (mati). Jika tingkat pernapasan kurang dari 30 bpm, periksa denyut
nadi radial dan refill kapiler. Jika tidak ada pulsa radial teraba atau jika kapiler isi ulang
lebih besar dari 2 detik, menandai korban RED (Immediate). Jika ada perdarahan yang
jelas, maka kontrol perdarahan dengan tekanan. Minta orang lain, bahkan korban GREEN
untuk menerapkan tekanan dan melanjutkan untuk triase dan tag individu. Jika ada nadi
radial, nilai status mental korban dengan meminta mereka untuk mengikuti perintah
sederhana seperti meremas tangan. Jika mereka tidak bisa mengikuti perintah sederhana,
maka tag mereka RED (Immediate) dan jika mereka dapat mengikuti perintah sederhana,
maka tag mereka YELLOW (delayed).
Algoritma dibawah ini membuat lebih mudah untuk mengikuti. Pemeriksaan tiga
parameter, pernapasan, perfusi dan status mental kelompok dapat dengan cepat
diprioritaskan atau disortir menjadi 4 kelompok warna berdasarkan apakah mereka
membutuhkan intervensi langsung yang kelompok RED, intervensi tertunda (sampai satu
jam) yang merupakan kelompok YELLOW, luka ringan dimana intervensi dapat ditunda
hingga tiga jam yang adalah kelompok GREEN dan mereka yang mati yang
kelompok BLACK. Tujuannya adalah untuk mengidentifikasi dan menghapus mereka yang
membutuhkan perhatian yang paling mendesak. Pada kelompok YELLOW dan GREEN perlu
dinilai kembali untuk menentukan apakah status mereka berubah.

Gambar 2. Model START Triage


JUMPSTART
Anak-anak memiliki nilai rentang normal yang berbeda dari yang pernapasan
tergantung pada usia mereka, sehingga metode START berdasarkan tingkat pernapasan 30
tidak akan sesuai untuk anak-anak. Selain itu, anak-anak lebih cenderung memiliki
masalah pernapasan utama sebagai lawan masalah kardiovaskular dan anak-anak yang
tidak bernapas mungkin hanya memerlukan pernapasan buatan untuk diresusitasi. Selain
itu, anak-anak mungkin tidak mudah dibagi sesuai dengan yang dapat berjalan kaki ke lokasi
yang ditunjuk karena perkembangan, keterampilan, kesediaan mereka untuk meninggalkan
orangtua terluka dan kecenderungan orang tua untuk membawa anak.
Hal ini digunakan secara luas di Amerika Serikat dan Kanada dan merupakan
modifikasi sistem START.. Alat ini digunakan untuk anak-anak usia 1 dan 8 tahun.
Mungkin tidak mudah untuk menentukan usia anak sehingga korban tampak masih anak-
anak maka menggunakan JUMPSTART dan jika korban terlihat seperti orang dewasa muda
menggunakan START. Modifikasi dan penilaian tambahan akan diperlukan untuk anak-
anak kurang dari usia 1 tahun, denganketerlambatan perkembangan, cacat kronis atau
cedera terjadi sebelum kejadian. (Jumpstart, 2008 dalam Stein, L., 2008)

Gambar 3. Model Jump START Triage

SALT Triage Sebagai Triage Prehospital


Penelitian oleh Cone et al (2009) dengan menilai keakuratan dan kecepatan 2
paramedic dalam menerapkan triage SALT pada 52 korban scenario. Hasil triage SALT oleh
kedua paramedic tersebut adalah benar untuk 41 dari 52 pasien (78,8% akurasi). Tujuh
pasien dimaksudkan untuk menjadi T2 yang diprioritaskan sebagai T1, dan dua pasien
dimaksudkan untuk menjadi T3 diprioritaskan sebagai T2, untuk tingkat overtriage 13,5%.
Dua pasien dimaksudkan untuk menjadi T2 yang diprioritaskan sebagai T3, untuk tingkat
undertriage dari 3,8%. Triage dicatat oleh pengamat selama 42 dari 52 pasien, dengan rata-
rata 15 detik per pasien (kisaran 5-57 detik). Kesimpulannya SALT dapat diterapkan dengan
cepat dilapangan dan aman. Penilaian tingkat undertriage yang rendah. Hasil overtriage
signifikan dan masih bisa diterima.
Pada penelitian Lerner, E.B,. Schwartz, R.B., Coule, P.L., Pirrallo, R.G., (2010)
dengan metode simulasi SALT triage pada 73 peserta pelatihan program bencana masal.
Hasil menunjukkan 217 observasi korban. Awal triase adalah benar untuk 81% dari
pengamatan, 8% overtriaged dan 11% berada di undertriage. Triage terakhir adalah benar
untuk 83% dari pengamatan, 6% yang overtriage dan 10% undertriage. Interval triase rata-
rata adalah 28 detik (± 22; kisaran: 4 -94). 9% melaporkan bahwa sebelum pelatihan
mereka merasa sangat percaya diri menggunakan SALT triase dan 33% tidak percaya diri.
Setelah pelatihan, tidak ada yang melaporkan tidak merasa percaya diri menggunakan
SALT triase, 26% berada pada tingkat yang sama kepercayaan, 74% merasa lebih percaya
diri, dan tidak ada yang merasa kurang percaya diri. Sebelum pelatihan, 53% dari
responden merasa SALT triase adalah lebih mudah digunakan daripada triase bencana
mereka protokol saat ini, 44% merasa itu mirip, dan 3% merasa itu lebih sulit. Setelah
pelatihan tidak ada yang melaporkan bahwa SALT triase lebih sulit untuk digunakan.

START/JUMPSTART Triage sebagai triage prehospital


Analisis retrospective oleh Kahn, Schultz, Miller dan Anderson (2008)
mengevaluasi triage START pada bencana kecelakaan kereta api tahun 2003. Review
dilakukan pada 148 catatan di 14 rumah sakit penerima korban. Pengamatan mulai korban
diberi kategori triage, kesesuaian triage dan waktu tiba di rumah sakit. Hasil didapatkan
korban kategori merah (immediate) 22, kuning (delayed) 68, hijau (minimal) 58.
Berdasarkan kesesuaian hasil triage sebenarnya adalah 2 merah, 26 kuning, dan hijau 120
pasien. 79 pasien overtriaged, 3 yang undertriaged, dan hasil 66 pasien cocok tingkat
triagenya. Tidak ada triage yang mendekati sensivitas 90% dan 90% kebutuhan sensitivitas
yang ditetapkan dalam hipotesis, meskipun merah adalah 100% sensitif (95% confidence
interval [CI] 16% sampai 100%) dan hijau adalah 89,3% spesifik (95% CI 72% sampai
98%). Statistik Obuchowski adalah 0,81, berarti bahwa korban dari kelompok akuisi tinggi
memiliki peluang 81% untuk kategori triase akuisi tinggi. Median waktu kedatangan untuk
pasien merah adalah lebih dari 1 jam lebih awal dari pasien lain.
III. SINGAPORE PATIENT ACUITY CATEGORY SCALE (PACS) DAN
EMERGENCY SEVERITY INDEX (ESI)

EVIDENCE BASED HOSPITAL TRIAGE


Singapore Patient Acuity Category Scale (PACS) dan Emergency Severity Index (ESI)
 
Pendahuluan
Triage merupakan prosedur pemilihan dan pemilahan pasien berdasarkan kegawatdaruratan
klinis. Triage mengelompokkan pasien – pasien dalam kategori – kategori prioritas
pertolongan. Sistem pengelompokkan ini bertujuan memastikan tidak ada delay penanganan
life saving pada pasien kritis, identifikasi dan prevensi pasien potensial life threatening
problems, dan manajemen lalu lintas dan distribusi pasien.
Triage diperkenalkan pertama kali oleh Baron Dominique Jean Larrey, salah seorang dokter
tentara Perancis di masa Napoleon Bonaparte. Di kala tentara Napoleon terdesak dan butuh
tambahan jumlah personil di garis depan, Napoleon memerintahkan Jean Larrey mengobati
tentara – tentara yang terluka guna segera dikirim lagi ke medan perang. Jumlah tentara yang
harus dirawat tidak sebanding dengan kapasitas tenaga dan fasilitas kesehatan yang tersedia.
Hal ini membuat Jean Larrey harus memilih dan memilah tentara yang terluka. Mana yang
paling mungkin diselamatkan dengan keterbatasan sumber daya dan mana yang mustahil
ditolong. Di sini lah muncul istilah trier, asal kata triage yang berarti memilah.
Disaster Triage dan Hospital Triage
Triage tidak hanya digunakan pada situasi perang, bencana, atau chaos dimana terdapat
keterbatasan sumber daya kesehatan. Triage juga diterapkan pada situasi aman, terkendali,
dan tertata dimana sumber daya kesehatan mencukupi atau sebanding dengan jumlah pasien.
Triage disebutkan pertama di atas termasuk dalam triage bencana (DISASTER TRIAGE)
sedangkan yang terakhir termasuk triage rumah sakit atau triage IGD (HOSPITAL TRIAGE).
Sistem triage bencana dan rumah sakit berbeda. Pada sistem START pertolongan fokus pada
korban – korban yang paling mungkin diselamatkan. Korban – korban henti napas henti
jantung dikelompokkan dalam kategori “expected” atau label hitam. Korban – korban yang
mampu berjalan (walking wounded) tergolong label hijau tanpa melihat jenis luka dan
kondisi yang diderita. Meskipun henti napas henti jantung merupakan kegawatan tertinggi
dan wajib diberikan resusitasi, situasi bencana tidak memungkinkan resusitasi henti jantung.
Keterbatasan fasilitas dan ketidakseimbangan penolong – korban membatasi resusitasi henti
jantung.
Triage IGD memiliki keuntungan pada fasilitas memadai, lengkap, dan personil kesehatan
yang cukup. Triage rumah sakit memastikan semua pasien mendapat pertolongan sesuai
dengan kegawatdaruratan masing – masing.

Hospital Triage
Tantangan yang dihadapi triage IGD adalah distribusi dan manajemen lalu lintas pasien
overload (berlebih). Pasien overload dapat mengganggu pelayanan IGD. Overload ini dapat
menghabiskan sumber daya IGD sehingga pelayanan IGD tidak lagi efficient dan effective.
Guna mencegah dan mengantisipasi hal tersebut, disusun suatu sistem triage IGD.
Sistem triage IGD banyak versi dan modifikasi sesuai dengan kondisi masing – masing
rumah sakit. Diantaranya adalah Emergency Severity Index (ESI) dan Singapore Patient
Acuity Category Scale (PACS). Dua sistem tersebut sering diadopsi oleh rumah sakit dan
negara – negara di dunia.
Di Indonesia rumah sakit – rumah sakit pemerintah dan swasta mengadopsi dan
memodifikasi dua sistem tersebut. Meskipun demikian, tidak sedikit rumah sakit yang
menyusun sistem triage sendiri.
Sistem PACS berasal dari Singapura dan diadopsi oleh rumah sakit – rumah sakit bekerja
sama atau berafiliasi dengan Singapore General Hospital. PACS terdiri dari 4 skala prioritas.
1. PAC 1 merupakan kategori pasien – pasien yang sedang mengalami kolaps
kardiovaskular atau dalam kondisi yang mengancam nyawa. Pertolongan pada
kategori ini tidak boleh delay. Contoh PAC 1 antara lain major trauma, STEMI,
cardiac arrest, dan lain – lain.
2. PAC 2 merupakan kategori pasien – pasien sakit berat, tidur di brankar/bed, dan
distress berat tetapi keadaan hemodinamik stabil pada pemeriksaan awal. Pasien ini
mendapat prioritas pertolongan kedua dan pengawasan ketat karena cenderung kolaps
bila tidak mendapat pertolongan. Contoh PAC 2 antara lain stroke, close fracture
tulang panjang, asthma attack, dan lain – lain.
3. PAC 3 merupakan kategori pasien – pasien sakit akut, moderate, mampu berjalan, dan
tidak beresiko kolaps. Pertolongan secara effective di IGD biasanya cukup
menghilangkan atau memperbaiki keluhan penyakit pasien. Contoh PAC 3 antara lain
vulnus, demam, cedera ringan – sedang, dan lain – lain.
4. PAC 4 merupakan kategori pasien – pasien non emergency. Pasien ini dapat dirawat
di poli. Pasien tidak membutuhkan pengobatan segera dan tidak menderita penyakit
yang beresiko mengancam jiwa. Contoh PAC 4 antara lain acne, dyslipidemia, dan
lain – lain.
Sistem ESI dkembangkan di Amerika Serikat dan Kanada oleh perhimpunan perawat
emergensi dan dokter spesialis emergensi. ESI diadopsi secara luas di Eropa, Australia, Asia,
dan rumah sakit – rumah sakit di Indonesia. ESI memiliki 5 skala prioritas.
1. Prioritas 1 (label biru) merupakan pasien – pasien dengan kondisi impending life/limb
threatening problem sehingga membutuhkan immediate life – saving intervention
(cito tindakan). Parameter prioritas 1 adalah semua gangguan signifikan pada ABCD.
Contoh antara lain cardiac arrest, status epileptic, hypoglycemic coma, dan lain – lain.
2. Prioritas 2 (label merah) merupakan pasien – pasien dengan kondisi potential life,
limb, or organ threatening problem sehingga pertolongan pada pasien – pasien
mendesak (urgent) dan tidak dapat ditunda (should not wait). Parameter prioritas 2
adalah pasien – pasien hemodinamik atau ABCD stabil dengan kesadaran turun tapi
tidak koma (GCS 8 – 13), distress berat, dan high risk. Contoh prioritas 2 antara lain
astma attack, akut abdomen, electric injury.
3. Prioritas 3 (label kuning) merupakan pasien – pasien yang membutuhkan in – depth
evaluation, pemeriksaan klinis menyeluruh. Pasien label kuning memerlukan “dua
atau lebih” resources atau sumber daya / fasilitas perawatan IGD. Logikanya, makin
banyak sumber daya/ resources dibutuhkan makin berat kegawatdaruratan sehingga
prioritas 3 – 5 berkaitan dengan kebutuhan resources. Contoh, sepsis memerlukan
pemeriksaan laboratorium, radiologis, dan ECG. Sepsis stabil mempunyai prioritas
lebih tinggi daripada typhoid fever tanpa komplikasi. Akan tetapi, sepsis berat
tergolong prioritas 2 (merah) dan shock septic prioritas 1 (biru).
4. Prioritas 4 (label kuning) merupakan pasien – pasien yang memerlukan satu macam
sumber daya perawatan IGD. Contoh pasien BPH memerlukan pemasanan kateter
urine, vulnus laceratum membutuhkan hecting sederhana, acute febrile illness
memerlukan pemeriksaan laboratorium, dan lain – lain.
5. Prioritas 5 (label putih) merupakan pasien – pasien yang tidak memerlukan sumber
daya. Pasien ini hanya membutuhkan pemeriksaan fisik dan anamnesis saja tanpa
pemeriksaan penunjang. Pengobatan pasien ini umumnya per oral atau rawat luka
sederhana. Contoh antara lain common cold, acne, excoriasi, dan lain – lain.
 
Baik PACS dan ESI ditunjang penelitian multicenter dan diterima secara luas. Kedua sistem
hospital triage tersebut memiliki pijakan pemilihan pasien berdasarkan temuan klinis pada
first sight atau initial assessment. Paradigma pemilihan berdasarkan diagnosis penyakit sudah
mulai ditinggalkan karena rentan delay dan mistriage.
ESI dan PACS merupakan triage berbasis bukti (evidence based triage) dengan tingkat
evidens dan rekomendasi yang paling mumpuni saat ini. efisiensi dan efektivitas kedua
sistem tersebut teruji dengan banyaknya rumah sakit yang mengadopsi.
Perbedaan ESI dan PACS terletak pada dimensi parameter pemilahan. ESI membagi
kegawatan rumah sakit dalam dua parameter, yakni parameter gangguan ABCD dan
parameter sumber daya. Gangguan yang sedang berlangsung (impending) pada ABCD
mendapat prioritas pertamasedangkan gangguan ABCD tidak langsung (potential)
memperoleh prioritas kedua. Parameter sumber daya diartikan makin banyak sumber daya
dibutuhkan dalam manajemen suatu penyakit maka makin serius penyakit tersebut. PACS
tidak mengikutsertakan parameter sumber daya. PACS fokus pada parameter klinis pasien.
Sistem PACS dapat dijelaskan secara sederhana yaitu pasien emergency dan non emergency.
Paramater emergency terdiri atas ABCD, hemodinamik, distress, mampu beraktivitas atau
terbaring, dan resiko kolaps sedangkan non emergency tidak ditemukan urgensi pengobatan
dan dapat dirawat secara poliklinis.
Kita tidak harus mengikuti jejak rumah sakit lain mengadopsi salah satu sistem tersebut.
Namun, kita dapat memodifikasi sesuai dengan situasi dan kondisi rumah sakit masing –
masing.

IV. TRIASE AUSTRALASIA ATS

1. PENDAHULUAN
Skala Triase Australasia (ATS) dirancang untuk digunakan di rumah sakit berbasis layanan
darurat di seluruh Australia dan Selandia Baru. Ini adalah skala untuk penilaian kegawatan
klinis. Meskipun terutama alat klinis untuk memastikan bahwa pasien terlihat secara tepat
waktu, sepadan dengan urgensi klinis mereka, ATS juga digunakan untuk menilai kasus.
Skala ini disebut triase kode dengan berbagai ukuran hasil (lama perawatan, masuk ICU,
angka kematian) dan konsumsi sumber daya (waktu staf, biaya). Ini memberikan kesempatan
bagi analisis dari sejumlah parameter kinerja di Unit Gawat Darurat (kasus, efisiensi
operasional, review pemanfaatan, efektivitas hasil dan biaya).
2. Kepraktisan dan reproduktifitas
Sebagai ATS adalah alat terutama klinis, praktis dari kedatangan pasien harus diimbangi
dengan upaya untuk memaksimalkan antar-penilai reproduktifitas. Hal ini diakui bahwa tidak
ada mengukur kaus mencapai reproduktifitas sempurna. Reproduktifitas dalam dan antara
unit gawat darurat dapat dimaksimalkan dengan penerapan Pedoman Pelaksanaan dan
penggunaan luas dari paket pelatihan.
Akurasi triase dan sistem evaluasi dapat dinilai dengan perbandingan terhadap pedoman. Pola
distribusi kategori triase, masuk ICU dan mortalitas berdasarkan kategori triase harus dapat
dibandingkan antara rumah sakit per delineasi peran serupa. Penerimaan tingkat oleh kategori
triase juga merupakan perbandingan antara per rumah sakit berguna untuk kategori
kegawatan lebih tinggi.
Ini tolok ukur untuk Unit Gawat Darurat yang mempunyai peran berbeda harus ditinjau dari
waktu ke waktu sebagai perubahan disposisi praktek. Standar konsistensi juga harus diperiksa
secara teratur dengan studi antar-penilai keahlian. Sebuah standar yang dapat diterima antar-
penilai kesepakatan diwakili oleh Statistik Kappa tertimbang setidaknya 0,6.

3. APLIKASI
3.1 Prosedur
Semua pasien yang datang ke sebuah unit gawat darurat harus di triase pada saat kedatangan
oleh tenaga terlatih dan perawat berpengalaman. Penilaian triase dan kode ATS dialokasikan
harus dicatat. Perawat triase harus memastikan penilaian ulang terus menerus dari pasien
yang menunggu, dan, jika gambaran klinis perubahan, pengulangan triase pasien disesuaikan.
Perawat triase juga dapat memulai investigasi sesuai atau manajemen awal sesuai pedoman
organisasi.
Perawat triase berlaku kategori ATS dalam menanggapi pertanyaan: "Pasien ini harus
menunggu
untuk penilaian medis dan pengobatan tidak lebih dari .... "
3.2 Persyaratan Lingkungan dan Peralatan
Area triase harus mudah diakses dan tandanya jelas. Ini termasuk ukuran dan desain harus
memungkinkan untuk pemeriksaan pasien, privasi dan akses visual untuk pintu masuk dan
ruang tunggu, serta untuk keamanan staf.
Daerah harus dilengkapi dengan peralatan darurat, fasilitas untuk kewaspadaan standar
(Fasilitas cuci tangan, sarung tangan), langkah-langkah keamanan (alarm tekanan atau akses
siap untuk keamanan bantuan), perangkat komunikasi yang memadai (telepon dan / atau
interkom dll) dan fasilitas untuk triase merekam informasi.

4. RUANG LINGKUP
Petugas triage harus dapat menyeleksi pasien sesuai dengan kondisi kegawatdaruratannya
sebagai prioritas pertama pelayanan kepada pasien sesuai dengan ketentuan yang ada untuk
pelayanan pasien gawat darurat yang berlaku dan tidak berdasarkan urutan kedatangan
pasien.
Pasien yang datang ke Instalasi Gawat Darurat diseleksi berdasarkan kondisi
kegawatdaruratannya dengan menggunakan Australian Triage Scale (ATS) sebagai
berikut :
1. ATS 1 adalah kondisi yang mengancam jiwa (atau resiko besar mengalami
kemunduran) dan perlu intervensi yang cepat dan agresif.
2. ATS 2 adalah :
o pasien dengan kondisi yang cukup serius atau mengalami kemerosotan secara
cepat yang apabila tidak ditangani dalam 10 menit dapat mengancam jiwa atau
mengakibatkan kegagalan organ.
o pasien yang dengan pemberian obat yang dimana hasil ahkirnya sangat
tergantung dari seberapa cepat obat itu diterima oleh pasien ( misalnya :
trombolisis, antiracun)
3. ATS 3 adalah pasien yang datang dengan kondisi yang mungkin akan bekembang
menjadi mengancam nyama atau menimbulkan kecacatan bila tidak ditangani dalam
waktu 30 menit
4. ATS 4 adalah pasien dengan kondisi yang dapat mengalami kemerosotan atau akan
menghasilkan outcome yang berbeda bila dalam 1 jam pasien belum ditangani. Gejala
berkepanjangan.
5. ATS 5 adalah kondisi pasien yang sudah kronis dengangejala yang minor, dimana
hasil ahkirnya tidak akan berbeda bila penanganan ditunda sampe 2 jam setelah
kedatangan.
 
Adapun berikut ini adalah berbagai kondisi yang dapat dikategorikan termasuk sebagai
kasus emergency, antara lain :
1. ATS 1 :
o Henti Jantung
o Henti Napas
o Resiko sumbatan jalan napas
o Frekuensi pernapasan (RR) < 10x/menit
o Distress / Kesukaran pernapasan yang sangat berat (extreme)
o Tekanan darah < 80 (dewasa) atau syok pada anak/bayi
o Tidak respon atau hanya respon nyeri (GCS < 9)
o Kejang terus menerus atau berkepanjangan
o Overdosis IV dan tidak responsif atau hipoventilasi
o Gangguan perilaku berat dengan ancaman segera terhadap kekerasan yang
berbahaya
2. ATS 2 :
o Resiko Jalan Napas – Stridor berat atau produksi air liur berlebih yang
membahayakan
o Distress / kesukaran pernapasan berat
o Gangguan Sirkulasi :
 Kulit berkeringat atau berubah warna karena perfusi yang buruk Detak
jantung < 50 atau > 150 (dewasa)
 Hipotensi dengan gangguan hemodinamik Kehilangan darah hebat
 Nyeri dada kardiak
o Nyeri sangat hebat – apapun penyebabnya
o Kadar Gula Darah < 2 mmol/l
o Mengantuk, penurunan respon (GCS < 13)
o Hemiparesis / disfasia akut
o Demam dengan tanda-tanda letargi (semua umur)
o Terkena zat asam atau basa pada mata – membutuhkan irigasi
o Multitrauma mayor (membutuhkan respon cepat dari tim terorganisasi)
o Trauma lokal berat – Fraktur mayor, amputasi
o Riwayat penyakit resiko tinggi
o Konsumsi obat penenang atau zat toksik lainnya secara signifikan
o Envenomation (tergigit hewan beracun) yang signifikan / berbahaya
o Nyeri hebat yang memberi kesan adanya Pre eklampsia, AAA (Abdominal
Aortic Aneurysm) / Aneurisma Aorta Abdominalis, atau Kehamilan ektopik
o Perilaku / Psikiatrik: Kasar atau agresif
o Ancaman langsung terhadap diri sendiri atau orang lain Membutuhkan
pengekangan
o Agitasi atau agresi berat
3.  ATS 3 :
o Hipertensi berat
o Kehilangan cukup banyak darah – apapun penyebabnya
o Sesak napas sedang
o Saturasi O2 90 – 95
o Kadar Gula Darah > 16 mmol/l
o Riwayat kejang (saat ini sadar)
o Semua demam pada pasien imunosupresi misalnya pasien onkologi, Rx steroid
o Muntah terus menerus
o Dehidrasi
o Cedera kepala dengan kehilangan kesadaran yang singkat – saat ini sadar
o Nyeri sedang sampai berat – apapun penyebabnya, yang membutuhkan
analgesik
o Nyeri dada non-kardiak dengan tingkat keparahan sedang
o Nyeri perut tanpa ciri-ciri resiko tinggi – tingkat keparahan sedang atau pasien
usia > 65 tahun
o Trauma ekstremitas sedang – deformitas, laserasi yang parah,
o Ekstremitas – Perubahan sensasi, tidak ada pulsasi
o Trauma – Riwayat penyakit resiko tinggi tanpa resiko tinggi lainnya
o Neonatus stabil
o Anak beresiko
o Perilaku / Psikiatrik:
 Sangat tertekan, resiko menyakiti diri sendiri Psikotik akut atau
gangguan pikiran
 Krisis situasional, sengaja menyakiti diri sendiri Agitasi / menarik
diri / berpotensi agresif
4. ATS 4 :
o Perdarahan ringan
o Aspirasi benda asing, tanpa distress pernapasan
o Cedera dada tanpa nyeri pada tulang iga atau distress pernapasan
o Kesulitan menelan, tanpa distress pernapasan
o Cedera kepala ringan, tidak kehilangan kesadaran
o Nyeri sedang, dengan beberapa faktor resiko
o Muntah atau diare tanpa dehidrasi
o Inflamasi atau benda asing pada mata – penglihatan normal
o Trauma ekstremitas minor – pergelangan kaki terkilir, kemungkinan patah
tulang, laserasi tidak terkomplikasi yang membutuhkan investigasi atau
intervensi – tanda vital normal, nyeri ringan / sedang
o Gips terlalu ketat, tanpa kerusakan neurovaskuler
o Sendi bengkak dan panas
o Nyeri perut tidak spesifik
o Perilaku / Psikiatrik :
o Masalah kesehatan mental semi-urgent
o Dalam observasi dan/atau tidak ada resiko langsung terhadap diri sendiri
maupun orang lain
5. ATS 5 :
o Nyeri minimal tanpa ciri-ciri beresiko tinggi
o Riwayat penyakit resiko rendah dan saat ini asimtomatik
o Gejala minor dari penyakit stabil yang ada
o Gejala minor dari kondisi dengan resiko rendah
o Luka minor – lecet kecil, laserasi ringan (tidak membutuhkan jahitan)
o Dijadwalkan kontrol misalnya pada kontrol luka, perban kompleks
o Imunisasi
o Perilaku / Psikiatrik :
 Pasien yang dikenal dengan gejala kronis Krisis sosial, pasien baik
secara klinis
 Untuk pasien anak-anak digunakan standard yang berbeda, karena
kondisi pada anak jauh lebih berbahaya daripada dewasa

TRIASE ANAK < 6 BULAN


RESIKO TINGGI RESIKO SEDANG
 Pemberian makanan < ½ normal 1/2 – 2/3 normal
 Arousal / Tingkat kewaspadaan (SSP) Sering mengantuk Penurunan aktivitas
Konvulsi
 Tangisan lemah Kadang mengantuk
 Pernapasan Apnea atau Sianosis Sesak napas
 Sirkulasi Kulit pucat dan panas Kulit pucat
 Output cairan Muntah kehijauan
 < 4 x popok basah / hari >5 x muntah dalam 24 jam Kencing kurang dari biasanya
 Feses Tinja berdarah

5. TATA LAKSANA
Instalasi Gawat Darurat RS. yang menyelenggarakan pelayanan gawat darurat selama 24 jam
melaksanakan kegiatan triage yang ditujukan untuk menyeleksi dan melayani pasien
berdasarkan kondisi kegawatandaruratannya dan bukan berdasarkan urutan kedatangan
pasien sesuai dengan prosedur. Triase harus dilakukan awal sejak pasien tiba di IGD oleh
seorang petugas yang terlatih dan berpengalaman. Petugas ini harus memastikan adanya
penilaian ulang terhadap pasien yang masih menunggu dan apabila keadaan berubah, dapat
melakukan triase ulang.
Area Triase haruslah mudah dijangkau dan bertanda jelas. Untuk ukuran tempat harus
memungkinkan untuk memeriksa pasien, memberi privasi dan dapat dengan jelas melihat ke
arah pintu masuk, selain itu juga aman bagi petugas.
Setiap dilakukan triase harus ada dokumentasinya. Pencatatan ini mencakup :
1. Tanggal dan jam pemeriksaan
2. Nama petugas triase
3. Diagnose utama yang ada
4. Riwayat penyakit yang berhubungan dengan problem yang ada sekarang
5. Alokasi berdasar kategori triase
6. Waktu dan alasan dilakukan re-triase ulang
7. Pemeriksaan penunjang yang dilakukan :
o Setelah diseleksi, dilakukan tindakan sebagai berikut :
 Ditangani di tempat periksa/tempat tindakan sesuai dengan kondisi
klinisnya (bedah/non-bedah/obstetriginekologi).
 Jika didapatkan kegawatdaruratan yang mengarah pada kondisi cardiac
arrest dan/atau respiratory arrest segera ditangani di ruang resusitasi.
o Jika pasien yang datang termasuk ATS 4 dan ATS 5 datang pada jam kerja
maka diarahkan ke Instalasi Rawat Jalan untuk mendapatkan penanganan
sesuai dengan kondisi klinisnya dan bilamana perlu dianjurkan untuk
mendapatkan pemeriksaan oleh dokter spesialis. Jika pasien datang di luar jam
kerja maka dilakukan penanganan sesuai dengan kondisi klinisnya setelah
kasus-kasus gawat darurat terlayani.
o Pasien datang dalam keadaan sudah meninggal dunia (death on arrival).
Dipastikan terlebih dahulu bahwa pasien memang sudah meninggal dunia,
untuk kemudian bilamana perlu dibawa ke kamar jenazah.
Kategori Waktu respon maximum :
 ATS 1 :  Segera
 ATS 2 : 10 menit
 ATS 3 : 30 menit
 ATS 4 : 60 menit
 ATS 5 : 120 menit
DAFTAR PUSTAKA

Kushayati. (2010). Jurnal Analisis Metode Triage Prehospital pada Insiden Korban
Masal (Mass Casualty Incident). Staf Pengajar Akademi Perawat Dian Husada Mojokerto.
http://akreditasi.my.id/rs/panduan-triase-pasien/
http://natatheorreas.co.id/2012/04/skala-triase-australasia.html

Anda mungkin juga menyukai