LP Hiperbilirubin 17 PDF Free
LP Hiperbilirubin 17 PDF Free
A. Definisi
B. Etiologi
C. Faktor resiko
1
ASI yang masuk ke tubuh bayi salah satunya berfungsi untuk memroses
pembuangan bilirubin ke dalam tubuh sehingga pada bayi yang tidak cukup
mendapatkan ASI akan bermasalah. Hal ini biasanya terjadi pada bayi
prematur yang ibunya tidak cukup memproduksi ASI.
3. Infeksi/inkompabilitas ABO-Rh
Berbagai infeksi pada bayi atau yang ditularkan ibu ke janinnya di dalam
rahim dapat meningkatkan risiko hiperbilirubinemia. Seperti infeksi
kongenital virus herpes, sifilis kongenital, rubela, dan sepsis.
D. Klasifikasi
Menurut (Nanny Lia Dewi, 2013) klasifikasi ikterus dibagi menjadi dua, yaitu :
1. Ikterus fisiologik adalah ikterus yang timbul pada hari kedua dan ketiga yang
tidak mempunyai dasar patologis, kadarnya tidak melewati kadar yang
membahayakan atau mempunyai potensi menjadi “kernicterus” dan tidak
menyebabkan suatu morbiditas pada bayi.
a. Timbul pada hari kedua dan ketiga
b. Kadar bilirubin indirek tidak melebihi 10 mg% pada neonates cukup bulan
dan 12,5 mg% untuk neonates lebih bulan
c. Kecepatan peningkatan kadar bilirubin tidak melebihi 5 mg% perhari
d. Ikterus menghilang pada 10 hari pertama
e. Tidak terbukti mempunyai hubungan dengan keadaan patologik
2. Ikterus patologik adalah ikterus yang mempunyai dasar patologis atau kadar
bilirubinnya mencapai suatu nilai yang disebut hiperbilirubinemia. Ikterus
patologis memiliki tanda dan gejala sebagai berikut:
a. Ikterus terjadi dalam 24 jam pertama
b. Kadar bilirubin melebihi 10 mg% pada neonates cukup bulan atau
melebihi 12,5 mg% pada neonates kurang bulan
c. Peningkatan bilirubin lebih dari 5 mg% per hari
d. Ikterus menetap sesudah 2 minggu pertama
e. Kadar bilirubin direk melebihi 1 mg%
2
f. Mempunyai hubungan dengan proses hemolitik
Rumus Kramer
E. Patofisiologi
3
memungkinkan terjadinya efek patologis pada sel otak apabila bilirubin tadi
dapat menembus sawar darah orak.
Kelainan yang terjadi pada otak disebut kern ikterus. Pada umumnya,
dianggap bahwa kelainan pada saraf pusat tersebut mungkin akan timbul apabila
kadar bilirubin inderk lebih dari 20 mg/dl. Mudah tidaknya kadar bilirubin
melewati sawar darah otak ternyata tidak hanya tergantung pada keadaan
neonatus. Bilirubin indirek akan mudah melalui sawar otak apabila bayi terdapat
keadaan berat badan lahir rendah (BBLR), hipoksia dan hipoglikema.
4
Pathway
F. Manifestasi klinis
Hemoglobin
Globin Hema
Bilivirdin Feco
Hepartidakmampumelakukankonjugasi
Sebagianmasukkembalikesiklusenterohepatik
IndikasiFototerapi
Sinardenganintensitastinggi
5
Menurut Mathindas dkk (2013) menyatakan bahwa gejala yang tampak
pada bayi dengan hiperbilirubinemia ialah rasa kantuk, tidak kuat menghisap
ASI/susu formula, muntah, opistotonus, mata terputar-putar ke atas, kejang, dan
yang paling parah adalah kematian. Sebagian besar hiperbilirubinemia tidak
berbahaya, tetapi hiperbilirubin yang sangat tinggi bisa menyebabkan kerusakan
otak (Kern icterus). Jangka panjang kern icterus adalah retardasi mental,
kelumpuhan serebral, tuli dan mata tidak dapat digerakkan ke atas.
G. Pemeriksaan diagnostik
Menurut (Lissauer, Tom. Dkk 2008) menyatakan bahwa pengukuran bilirubin
diindikasikan jika:
- Ikterus pada usia kurang dari 24 jam
- Ikterus tampaknya signifikan pada pemeriksaan klinis.
Bilirubin total diplot pada nonogram spesifik-jam untuk menentukan risiko
hiperbilirubinemia signifikan. (Gambar 1.1)
Gambar 1.1 : Diagram bilirubin serum berdasar usia untuk bayi dengan usia
gestasi ≥ 35 minggu dan berat lahir ≥ 2,5 kg. Diagram ini dapat digunakan untuk
memprediksi risiko berkembangnya hiperbilirubinemia signifikan.
- Bilirubin direk
- Hitung Darah Lengkap, retikulosit dan apusan untuk darah tepi
- Golongan darah dan tes antibodi direk (direct antibody test, DAT atau tes
coombs).
- Konsentrasi G6PD (glucose-6-phosphate dehydrogenase).
- Albumin serum
6
- Urinalisis untuk mengetahui zat pereduksi (galaktosemia).
Namun demikian, pada sebagian besar bayi penyebabnya tidak
teridentifikasi.
H. Tatalaksana medis
Menurut (Nuarif, A. H & Hardhi K 2015) penatalaksanaan medis pada
hiperbilirubinemia antara lain:
a. Terapi sinar (fototerapi)
Terapi sinar dilakukan selama 24 jam atau setidaknya sampai kadar bilirubin
dalam darah kembali ke ambang batas normal
b. Terapi transfusi
Jika setelah menjalani fototerapi tak ada perbaikan dan kadar bilirubin terus
meningkat hingga mencapai 20 mg/dl atau lebih, maka perlu dilakukan
terapi transfusi darah. Dikhawatirkan kelebihan bilirubin dapat
menimbulkan kerusakan sel saraf otak (kern ikterus).
c. Terapi obat-obatan
Misalnya, obat Phenobartial atau luminal untuk meningkatkan pengikatan
bilirubin di sel-sel hati sehingga bilirubin yang sifatnya indirect berubah
menjadi direct. Ada juga obat-obatan yang mengandung plasma atau
albumin berguna untuk mengurangi timbunan bilirubin dan mengangkut
bilirubin bebas ke organ hati. Biasanya terapi ini dilakukan dengan terapi
seperti fototerapi.
d. Menyusui bayi dengan ASI
Seperti diketahui, ASI memilki zat-zat terbaik bagi bayi yang dapat
memperlancar buang air besar dan kecilnya.
e. Terapi sinar matahari
Terapi dengan sinar matahari hanya merupakan terapi tambahan. Biasanya
dianjurkan setelah bayi selesai dirawat di rumah sakit.
7
Penatalaksanaan Hiperbilirubinemia pada Neonatus Cukup Bulan yang Sehat
(American Academy of Pediatrics)
8
ASUHAN KEPERAWATAN
HIPERBILIRUBIN
Ibu dengan rhesus ( - ) atau golongan darah O dan anak yang mengalami
neonatal ikterus yang dini, kemungkinan adanya erytrolastosisfetalis ( Rh, ABO,
incompatibilitas lain golongan darah). Ada sudara yang menderita penyakit
hemolitik bawaan atau ikterus, kemungkinan suspec spherochytosis herediter
kelainan enzim darah merah. Minum air susu ibu , ikterus kemungkinan kaena
pengaruh pregnanediol.
B. Riwayat kelahiran
C. Pemeriksaan fisik
Keadaan umum tampak lemah, pucat dan ikterus dan aktivitas menurun
Kepala leher
- Bisa dijumpai ikterus pada mata (sclera) dan selaput / mukosa pada
mulut. Dapat juga diidentifikasi ikterus dengan melakukan Tekanan
langsung pada daerah menonjol untuk bayi dengan kulit bersih ( kuning)
9
- Dapat juga dijumpai cianosis pada bayi yang hypoksia
Dada
Perut
Urogenital
Ekstremitas
Kulit
10
Pemriksaan Neurologis
Pemerksaan Penunjang
D. Diagnosa Keperawatan
11
12
E. Rencana Keperawatan
13
Suhu aksila yang stabil antara 36,5-37,7 c. Kolaborasi dengan tenaga medis
o
C lainnya
3 Defisien volume cairan berhubungan Setelah diberikan tindakan keperawatan a. Kaji reflek hisap bayi a. Mengetahui kemampuan
dengan asupan cairan kurang, selama ...x24 jam diharapkan tidak b. Beri minum per oral/menyusui bila menghisap bayi
fototerapi terjadi defisit volume cairan dengan reflek hisap adekuat b. Menjamin intake yang
kriteria hasil: c. Catat jumlah intake dan output, adekuat
a. Intake dan output seimbang frekuensi, dan konsistensi feses c. Mengetahui cukup atau
b. Turgor kulit, TTV dalam batas
d. Monitor turgor kulit, suhu, HR tiap 4 tidaknya intake
normal
jam d. Mengetahui tanda-tanda
c. Penurunan BB tidak lebih dari
e. Timbang BB tiap hari dehidrasi agar dapat dicegah
10% BB
e. Mengetahui cukup atau
tidaknya cairan dan nutrisi
4 Ketidakefektifan pola menyusu bayi Setelah diberikan tindakan keperawatan a. Berikan nutrisis secara adequate a. Menganti cairan dan nutrisi yang
berhubungan dengan kemampuan selama ...x24 jam diharapkan tidak b. Berikan minum tepat waktu dan hilang akibat terapi sinar
menghisap menurun terjadi gangguan pemenuhan sesuai ukuran dan kebutuhan b. Pemasukan nutrisi adequate bila
nutrisindengan kriteria hasil: c. Observasi kemampuan menghisap kemampuan mengisap baik
a. Porsi minum habis d. Pasang Sonde bila kemampuan c. Meningkatkan intake melalui
mengisap turun sonde karena gagal melalui mulut
b. BB naik
e. Timbang BB setiap hari d. Memantau perkembangan
14
c. Menghisap kuat f. Kolaborasi ahli gizi kebutuhan nutrisi
5 Resiko injuri berhubungan dengan efek Setelah diberikan tindakan keperawatan a. Tempatkan neonatus 40-45 cm dari a. Mencegah iritasi yang berlebihan
phototerapi, hepar imatur selama ...x24 jam diharapkan tidak sumber cahaya b. Mencegah paparan sinar pada
terjadi injury dengan kriteria hasil: b. Biarkan neonatus telanjang kecuali daerah yang sensitif
Tidak ada konjungtivitis, kerusakan mata dan area genital serta bokong c. Pemantauan dini terhadap
jariangan kornea ditutup dengan kain yang dapat kerusakan daerah mata
memantulkan cahaya dan usahakan d. Memberi kesempatan pada bayi
agar penutup mata tidak menutupi untuk kontak mata dengan ibu
hidung dan bibir
c. Matikan lampu lalu buka penutup
mata untuk mengkaji adanyat
konjungtivitis tiap 8 jam
d. Buka penutup mata setiap akan
diberikan susu
15
DAFTAR PUSAKA
Moorhead, S., Johnson, M., Maas, M. L., & DKK. (2013a). Nursing Incomes Classification
(6th ed). Kidlington: Elsevier
Moorhead, S., Johnson, M., Maas, M. L., & DKK. (2013a). Nursing Incomes Classification
(6th ed). Kidlington: Elsevier
Nanny Lia Dewi, V. (2013). Asuhan Neonatus Bayi Dan Anak Balita. Jakarta: Salemba
Medika.
16
17
18
19
20