Roehana Mutiara Dari Kotogadang
Roehana Mutiara Dari Kotogadang
"ROEHANA
MUTIARA DARI KOTOGADANG"
Naskah Drama oleh
KELOMPOK 4
Dyra Daniera
Brigitta Rosari Damarasri
Farah Annisa Rizcher
Mikail Arya Junivco Martin
Muhamad Rizki Yoga
Yustinus
Untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah Seni Pertunjukan
Program Studi Sastra Indonesia
Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya
Universitas Indonesia
DRAFT #2
BAGIAN I
Ya, Roeh. Ayah tau kau anak cerdas, yang ingin terus menambah
ilmu dengan bersekolah. Ayah juga ingin sekali Roeh bisa
bersekolah. Tapi di sini, sekolah tidak ada yang bisa
menerima murid perempuan. Sedangkan Ayah belum berani melepas
Roeh jika harus bersekolah di Jawa sendirian.
Roehana yang tadinya menatap ayah, kemudian
menundukkan kepalanya murung.
AYAH (CONT'D)
Sudah. Usiamu kan juga sudah melewati batas usia masuk
sekolah. Tapi Roehana tidak perlu kecewa, toh tanpa sekolah
umum pun Roeh bisa belajar dari Ayah. Ayah bisa ajari Roehana
apapun yang Roehana mau.
ROEHANA
Belajar menenun?
AYAH
Kalau soal tenun-menenun, biar nenekmu, Tuo Tarimin yang
mengajari.
(tertawa)
Tapi Ayah bisa terus memberikan buku bacaan yang banyak
untukmu. Surat kabar, buku cerita, komik, dari belahan dunia
lain, akan Ayah siapkan untuk Roeh baca. Buku-buku berbahasa
Melayu, Inggris maupun Belanda. Dari situ kau bisa mengetahui
banyak hal terkini, bisa mendapat cerita-cerita yang
mengajarimu akhlak budi pekerti, juga bisa membangun daya
imajinasimu. Ayah juga bisa mengajari matematika dasar dan
sedikit-sedikit ilmu alam kepada Roehana. Sebagaimana yang
biasa Ayah lakukan setiap hari.
ROEHANA
Kalau begitu, Roeh minta berlangganan surat kabar baru!
AYAH
Ya, Roeh. Pasti. Mau surat kabar apa lagi? Dari Medan? Atau
Tanah Malaya? Atau Singapura?
ROEHANA
Ya, ya! Singapura!
AYAH
(Ayah tertawa)
Baik, Nak.
Roehana lanjut membaca surat kabar.
ANAK-ANAK GADIS
Roehana.....!
Roehana.....!
Roehana menurunkan buku yang sedang dibacanya yang
menutupi wajahnya. Roehana tersenyum melihat teman-
temannya.
ANAK GADIS 1
Roehana! Ayo kita belajar lagi!
Roehana mengangguk. Ia lari ke dalam rumah dan keluar
lagi dengan tangan penuh buku, majalah, dan surat
kabar.
ROEHANA
Ini buku-bukunya. Kita susun dulu, ya.
ANAK GADIS 2
Wah!
Mata anak-anak ke sana kemari mengikuti tangan Roehana
yang menyusun buku di atas tikar.
ROEHANA
Oke, sudah! Mari kita mulai 'Belajar di Kelas'! Hari ini kita
akan coba belajar menulis nama masing-masing. Siapa mau?
ANAK-ANAK GADIS
(bersahutan sambil mengangkat
tangan gembira)
Mau! Mau! Mau!
ROEHANA
Hayati! Kita coba tulis namamu dulu, ya.
HAYATI
Asyik!
Anak-anak gadis duduk melingkari Roehana dan Hayati
yang ada di tengah.
ROEHANA
Mana telapak tanganmu?
Hayati membuka telapak tangannya.
ROEHANA (CONT'D)
Kemarin kan kita sudah belajar macam-macam huruf-huruf latin.
Sekarang kau coba tulis namamu di telapak tanganmu. Hayati,
artinya ada enam huruf. Dimulai dari huruf H.
4.
HAYATI
H? H.. seperti ini?
(Tanya Hayati ragu,
memperlihatkan tangannya ke
Roehana)
ROEHANA
Betul! Berikutnya A.
HAYATI
A.
ROEHANA
Bagus. H dan A dibaca?
HAYATI
Ha.
ROEHANA
Betul. Kemudian huruf Y
HAYATI
Y.
ROEHANA
Selanjutnya?
HAYATI
A?
ROEHANA
Betul, A. Bagus. Y dan A dibaca?
HAYATI
Ya?
ROEHANA
Betul, Hayati. Kemudian huruf T.
HAYATI
T..
ROEHANA
Oh, salah. Itu huruf f. Huruf t melengkungnya di bawah.
HAYATI
(tertawa malu. Membenarkan
huruf t)
Seperti ini?
ROEHANA
Betul! Terakhir, huruf I.
5.
HAYATI
I.
ROEHANA
Bagus sekali. T dan I dibaca?
HAYATI
Ti.
ROEHANA
Bagus! Pintar sekali kau Hayati. Jadi tulisan di tanganmu
itu, kalau dibaca menjadi "Ha-ya-ti". Coba tunjukkan telapak
tanganmu ke teman-teman.
Anak-anak gadis mengerubungi Hayati kemudian terkagum.
ROEHANA (CONT'D)
Siapa mau selanjutnya?
ANAK-ANAK GADIS
Ambo! Ambo! Ambo!
ROEHANA
Wah, ha ha ha. Satu-satu, ya.
Roehana lanjut membantu teman-temannya menuliskan nama
dirinya di telapak tangannya masing-masing.
ROEHANA
Cerita asal-usul Danau Maninjau.
AYAH
Wah, cerita bagus itu. Kau senang bisa terus berkumpul dan
mengajar teman-teman?
ROEHANA
Senang! Biar anak-anak perempuan di sini juga bisa baca
tulis. Bukan anak laki-laki saja.
AYAH
Betul sekali, Roeh.
(jeda)
ROEHANA
Ayah, ambo punya cita-cita.
AYAH
Apa cita-citamu, Roeh?
ROEHANA
Roeh ingin melakukan sesuatu untuk mengubah perlakuan tidak
adil terhadap perempuan, terutama di bidang pendidikan dan
pekerjaan.
AYAH
Cita-cita yang mulia sekali, Nak.
ROEHANA
Benarkah, Ayah?
AYAH
(mengangguk)
Apa pun yang Roehana inginkan, yang Roeh cita-citakan, Ayah
akan selalu mendukung dan mendoakanmu.
Keduanya tersenyum.
ROEHANA
Yakin, Ayah. Biar Roeh kembali ke kampung halamanku,
Kotogadang. Ambo rindu dengan Tuo Tarimin, Tuo Sini, dan
terutama adik-adikku semua.
AYAH
Roeh...
(memeluk Roehana dan mengusap
rambutnya)
Sampaikan salam dari Ayah untuk Tuo Tarimin, Tuo Sini, Ratna,
dan Roeskan.
ROEHANA
Iya, Ayah.
AYAH
Jangan lupa berkirim kabar terus melalui surat ya, Roeh.
(jeda. Lanjut dengan nada
sedih)
Tidak terasa anak Ayah sudah besar, beranjak gadis. Roeh,
Ayah percaya kau akan menjadi cahaya bagi Kotogadang. Kau
punya mimpi besar untuk memajukan pendidikan di sana. Dan
Ayah yakin Roeh bisa melakukannya. Ibu di sana, pasti bangga
sekali denganmu, Nak.
ROEHANA
Tarimo kasih, Ayah.
Keduanya berpisah dengan berpelukan, berurai air mata.
TUO SINI
Masyaallah Roeh. Tuo benar-benar terharu. Sangat baik cita-
citamu itu Roeh. Dan Tuo Sini siap membantu kalau Roeh butuh
bantuan apa pun dalam rangka mewujudkan cita-citamu itu.
ROEHANA
Tarimo kasih Tuo Sini. Karena ambo juga baru pindah kesini
lagi, mungkin banyak tetangga belum kenal Roehana. Mungkin
kalau boleh, Roeh minta Tuo Sini membantu memperkenalkan ambo
dengan tetangga di sini.
TUO SINI
Siap, Roeh. Memang sepertinya banyak yang akan tidak
mengenalimu. Karena terakhir kau di sini, masih sangat kecil.
Besok, kau ikut Tuo Sini ke pasar.
TUO SINI
Oh ya, ini Roehana, cucu dari kakakku. Tapi sudah kuanggap
anakku sendiri. Cantik sekali, bukan?
PEDAGANG SAYUR
Kameh bana!
TUO SINI
Kau punya anak gadis kan? Kapan-kapan bawa anak gadismu
mampir ke rumah gadang kami, biar belajar membaca dan menulis
dengan Roehana. Dia sudah pintar baca huruf arab Melayu,
huruf latin, bahkan lancar benar berbahasa Belanda.
ROEHANA
(berbisik)
Tuo Sini, jangan berlebihan...
PEDAGANG SAYUR
Betul itu? Pintarnya, Roehana!
Tuo Sini dan Roehana lanjut menyusuri pasar. Tuo Sini
terus mengenalkan Roehana kepada tetangga yang ia
kenal.
TUO SINI
Roeh, kau lihat perempuan-perempuan di sini?
ROEHANA
Ya, Tuo.
TUO SINI
Jangan kau anggap mereka bodoh karena mereka tidak sekolah
dan buta huruf. Tapi kau lihat? Mereka pandai memasak,
mengatur rumah tangga, menjadi ibu yang baik untuk mendidik
anak-anaknya.
Roehana memandang Tuo Sini. Muncul kesadaran baru
dalam dirinya.
TUO SINI (CONT'D)
Dan itu bukan pekerjaan sepele.
TUO SINI
Dan Tuo percaya Roehana bisa menjadi Bundo Kanduang bagi
masyarakat Kotogadang masa kini.
ADIK-ADIK
One!
Adik-adik Roehana memeluk Roehana.
BAGIAN II
GADIS-GADIS
One! Ajari kami membaca dan menulis supaya kami juga bisa
membaca sendiri.
ROEHANA
Jadi kalian ingin bisa membaca seperti One?
GADIS-GADIS
Iya, One.
ROEHANA
Tentu saja bisa, asalkan mau belajar.
GADIS-GADIS
Mau, mau! One mau mengajari kami membaca?
Roehana mengangguk dan terharu.
TUO SINI
Begini.. Bukan maksud Tuo ingin menambah beban pikiranmu,
tapi mungkin baik untuk kau mulai pikirkan juga, Roeh. Berapa
usiamu sekarang?
ROEHANA
24 tahun.
TUO SINI
Nah, kau harus ingat betul Roeh. Kau sudah dewasa sekarang,
sudah matang. Terlepas dari semua kegiatanmu ini, terlepas
dari cita-citamu yang begitu tinggi dan mulia akan mengangkat
derajat perempuan melalui pendidikan, kau harus ingat juga
tanggung jawabmu. Perempuan juga wajib berumah tangga, Roeh.
Roehana tertunduk malu.
TUO SINI (CONT'D)
Perempuan di Kotogadang, rata-rata sudah berumah tangga dari
usia 16 sampai 20 tahun. Tuo pun dulu menikah di usia 17
tahun. Apa nanti kata orang-orang kampung di sini terutama
ninik mamak yang tidak suka pada kegiatan Roehana?
ROEHANA
Tuo, ambo khawatir, apabila menikah, murid-murid akan
telantar. Setelah menikah, tentu ambo akan sibuk mengurus
suami.
TUO SINI
Masalah itu bisa Roeh bicarakan dengan suami. Tetapi bila kau
tak kunjung menikah, Tuo khawatir orang tua akan melarang
anak gadis mereka belajar di sini, karena mereka melihat kau
belum menikah sampai usia 24 tahun. Jangan-jangan, nanti
mereka takut banyak anak gadis di Kotogadang menjadi gadis
tua karena sibuk belajar.
ROEHANA
Ya, Tuo. Ada benarnya perkataan Tuo tersebut.
TUO SINI
Terlebih, menyambung perkataanmu sebelumnya, suamimu kelak
bisa membantu menanggung biaya penyediaan alat tulis dan alat
jahit untuk murid-muridmu, membantu jalannya sekolahmu ini
Roeh.
ROEHANA
Betul, Tuo. Hanya saja, Roeh tidak ada gambaran siapa suami
yang cocok untuk Roeh, karena ambo juga jarang bergaul dengan
laki-laki.
TUO SINI
Ah...
(tertawa)
Kalau itu tidak menjadi masalah.
7.
ROEHANA
Ah, Uda. Cantik dari mana? Kau tak dengar banyak gunjingan
tetangga kepadaku? Mereka menggunjingkanku karena tidak ada
emas berlian yang menghiasi tubuhku padahal sudah menjadi
pengantin perempuan.
ABDOEL
Roehana... Janganlah terlalu banyak kau pusingkan pandangan
orang kepadamu. Lagi pula kau tak pakai perhiasan bukan
karena kau tak mampu. Kau bisa, tapi kau memang tak suka,
kan? Ya sudah, biarkan saja. Tanpa perhiasan pun, kau sudah
menjadi berlian itu sendiri di mataku.
ROEHANA
Ya,
Roehana tersipu dan terdiam saja. Jeda sesaat.
ROEHANA (CONT'D)
Tapi semua kebiasaanku terus dikomentari. Lama kelamaan
kuping ambo makin panas mendengarnya. Memakai selop dan
payung bergaya Eropa dikomentari. Bahkan aku memanggil tukang
potret setiap ada pertemuan pun dikomentari. Ya, ambo tahu
kebiasaan ambo memang tidak seperti kebanyakan perempuan
Kotogadang pada lazimnya, tapi apa tidak bisa mereka mengurus
dirinya masing-masing saja?
ABDOEL
Sudahlah, dek. Setiap perubahan, apa pun bentuknya, pasti
mengundang pembicaraan orang lain.
Jeda sesaat.
ROEHANA
Oh, ya. Kemarin ambo dapat surat.
(tiba-tiba nada gembira dan
sangat girang)
ABDOEL
Hm?
(sambil meminum susu)
Apa itu?
ROEHANA
Dari Rangkayo Rekna Poeti Khaira Bunia, kau kenal?
ABDOEL
Ah, ya. Seperti tak asing namanya.
ROEHANA
Iya. Dia istri jaksa. Anak kamanakan Datuk Mudo, dari suku
Koto.
9.
ABDOEL
Ya? Apa katanya?
ROEHANA
Dia punya cita-cita yang sama denganku. Sama! Dia juga ingin
memajukan perempuan di Kotogadang. Ia berbakat menulis
pantun, keterampilan perempuan, dan ia juga mengajar menjahit
di rumah gadang di Bukik.
ABDOEL
Wah, alangkah baiknya!
ROEHANA
Ya, dan dia mengajakku, Uda. Mengajakku, mendirikan sekolah
resmi untuk perempuan! Sekolah! Dengan sekolah ini, kita bisa
membuat perempuan mandiri secara ekonomi.
Abdoel memegang tangan Roehana.
ABDOEL
Uda turut berbahagia untukmu, dek. Cita-citamu sejak kecil
betul-betul akan terwujud.
ROEHANA
Tapi sebelum itu, ambo rasa, ambo perlu menggelar semacam
rapat besar untuk mengetahui pendapat banyak orang di sini.
Uda setuju?
ABDOEL
Ya, tentu. Kau kumpulkan perempuan-perempuan di Kotogadang,
para ninik mamak, juga ulama.
ROEHANA
Ya, ya!
ABDOEL
Kapan akan kau gelar rapat besar itu?
ROEHANA
Segera.
ROEHANA
... Bapak, ibu, ninik mamak, dan gadis-gadis Kotogadang
sekalian, berdasarkan masukan dan buah pikiran masing-masing
dari kita yang dicurahkan pada rapat hari ini, sepertinya
dapat saya simpulkan, bahwa kita semua setuju bahwa saat ini
sudah bukan waktunya lagi perempuan duduk manis dan
menggantukan kehidupannya pada laki-laki, tunduk pada
suaminya saja. Perempuan HARUS bisa berdiri di atas kakinya
sendiri. Perempuan harus mandiri, bebas dari belenggu adat
yang melarangnya menuntut ilmu di sekolah, dan melarangnya
bekerja untuk menghasilkan uang untuk kelangsungan hidupnya
sendiri.
Saya rasa kita sepakat untuk memberikan wadah, semacam
sekolah, bagi perempuan Kotogadang belajar baca tulis serta
kerajinan tangan, agar hasil kerajinan tangan itu bisa
dijualnya dan menjadikan mereka mandiri secara ekonomi.
Apakah semuanya dengan penuh keyakinan setuju akan ide ini?
PESERTA RAPAT
Setuju!
ROEHANA
Alhamdulillah.
(Jeda sesaat. Roehana menunduk
terharu berkaca-kaca)
Kita namai apa sekolah ini?
PESERTA RAPAT
Bagaimana kalau kita pakai kata "amai", untuk menunjukkan
identitas bahwa itu sekolah perempuan.
ROEHANA
Amai... Wah, bagus sekali. Saya suka. Amai setia. Bagaimana?
PESERTA RAPAT
Cocok sekali! Di depannya, bisa ditambahkan "Kerajinan".
Kerajinan Amai Setia.
ROEHANA
Eloknya! Kerajinan Amai Setia. Sangat menggambarkan tujuan
dan harapan kita. Saya setuju sekali. Apakah yang lain
setuju?
PESERTA RAPAT
Setuju sekali Roeh!
ROEHANA
Mulai hari ini, Kerajinan Amai Setia, telah resmi dicetuskan.
Izinkan saya menjadi presidente pertama dari perkumpulan ini,
peserta rapat sekalian. Saya ucapkan terima kasih atas
kehadiran seluruh peserta rapat.
11.
ABDOEL
Istirahat dulu kau Roeh. Dari pagi ke pagi tak ada
berhentinya kau bekerja.
Roehana memejamkan mata dan meregangkan lehernya.
ROEHANA
Kau sendiri? Sudah selesai semua pekerjaan di kantor?
ABDOEL
Sudah. Nanti malam saja ada pertemuan lagi dengan kawan-kawan
aktivis.
Roehana mengangguk pelan. Abdoel berjalan berkeliling
melihat-lihat. Ada beberapa foto murid-murid terpajang
di dinding.
ABDOEL (CONT'D)
Tidak terasa sudah hampir setahun saja Amai Setia berdiri.
Bagaimana situasi belajar mengajar sekarang Roeh? Sudah
lancar dan terkendali semuanya?
ROEHANA
Aman, Uda. Pesanan karya kerajinan murid-murid di sini selalu
berdatangan setelah dipamerkan di Tentoonstelling di Belanda.
Itu semua,
(menunjuk ke pojok ruangan di
mana ada tumpukan bungkusan
hasil sulaman)
Akan dikirim besok.
Alhamdulillah, harganya pun bisa kunaikkan berkali-kali
lipat. Ambo sangat senang, Uda.
ABDOEL
Kau harus banyak berterima kasih kepada Tuan dan Nyonya
Westenenk. Nyona Westenenk secara sukarela ikut mengajar,
Tuan Westenenk memamerkan hasil karya muridmu di pameran
internasional. Begitu banyak dukungan diberikan untukmu Roeh.
ROEHANA
Iya, Uda. Ambo amat sangat bersyukur. Tapi... ambo masih saja
merasa kurang, Uda.
ABDOEL
Maksudmu?
ROEHANA
Setiap hari masih saja terdengar kabar, dari gadis-gadis di
kota lain, mereka belum bisa mandiri. Beberapa terang-
terangan mengatakkan kepadaku, ingin sekali ada sekolah macam
Kerajinan Amai Setia di daerahnya.
13.
SUTAN
Ini betul Kerajinan Amai Setia?
ROEHANA
Betul, Pak. Cari siapa?
SUTAN
Ada..
(melihat surat kembali)
Roehana.. Koeddoes?
ROEHANA
Saya sendiri.
SUTAN
Oh. Saya Soetan Maharadja.
ROEHANA
Astagfirullah.
(langsung salim)
Pak Soetan Maharadja, Oetoesan Melajoe? Masyaallah. Bapak
jauh-jauh dari Padang untuk datang langsung ke sini?
SUTAN
(mengangguk-angguk)
ROEHANA
Masyaallah Pak. Saya jadi tidak enak hati. Eh, Masuk Pak,
masuk.
Keduanya memasuki gedung, ruang tamu.
ROEHANA (CONT'D)
Mau teh atau kopi Pak Soetan?
SUTAN
Tidak usah repot-repot.
ROEHANA
Ah, tidak. Sebentar ya Pak.
Roehana kembali lagi membawa secangkir teh.
ROEHANA (CONT'D)
Diminum, Pak.
SUTAN
Tarimo kasih.
(menyeruput teh)
Roehana... Dari mana saya harus mulai berbicara?
(Roehana tertawa kecil)
Saya setuju.
4.
SUTAN
Dengan senang hati, Roehana. Untuk sekarang, tolong pikirkan
nama surat kabar itu. Juga rubrik-rubriknya. Sisanya, biar
saya yang urus.
ROEHANA
Baik, Pak Soetan. Sekali lagi, tarimo kasih, tarimo kasih,
atas bantuannya Pak Soetan. Entah dengan apa saya harus
membalas budi Bapak.
SUTAN
(tersenyum)
Kita butuh lebih banyak perempuan sepertimu, Roehana...
ABDOEL
Ambo sangat bangga padamu, Roeh.
Seharian itu Roehana hanya membaca / membolak-balikan
Soenting Melajoe.
PROVOKATOR
Ibu-ibu! Bapak-bapak! Mohon dengarkan pengumuman penting dari
saya. Jangan beli kupon lotere di sini lagi! Uang hasil
pembelian kupon kita akan digunakan untuk kepentingan Roehana
sendiri!
PEMBELI KUPON
Ah yang benar?
PEMBELI KUPON (CONT'D)
Jangan sembarangan berbicara!
PROVOKATOR
(tertawa sinis)
Saya tidak pernah memaksa untuk percaya. Saya hanya ingin
menyampaikan kebenaran! Lihat saja sekarang Roehana semakin
kesini semakin terkenal. Surat kabar miliknya semakin maju.
Pasti dia pakai uang kita ini untuk menaikkan namanya di
publik.
Orang-orang mulai mengangguk-angguk, terprovokasi.
PEMBELI KUPON
Ah, benar juga itu ya. Terlihat juga Roehana semakin makmur
sekarang.
PROVOKATOR
Ya kan? Tidak salah lagi!
(ke penjual kupon)
He, mana Roehana? Keluarkan dia!
PEMBELI KUPON
Ayo, keluar Roehana! Keluar Kamu!
PEMBELI KUPON!
Keluar! Balikin uang kami! Keluar kamu penipu!
ABDOEL
Ada apa ini? Kenapa ramai-ramai teriak?
PROVOKATOR
He Abdoel! Mana Roehana?! Dia telah menipu kami kan? Dia
pura-pura menjual lotere dengan segala kata-kata manisnya
hanya untuk kepentingan sendiri..
ABDOEL
Ibu-ibu, bapak-bapak, mohon tenang ya. Ini tuduhan yang tidak
benar.
PEMBELI KUPON
Keluarkan dulu Roehana! Kalau Roehana tidak mau keluar, maka
Kerajinan Amai Setia akan kami tutup!
8.
Roehana keluar.
ROEHANA
Masyaallah! ada keributan apa ini?!
PROVOKATOR
Nah, ini dia pelakunya! Roehana! Semua warga di sini sudah
tahu. Kau mengambil anggaran keuangan Amai Setia untuk
kepentingan pribadi kan?
PEMBELI KUPON
Ya! Kami lihat surat kabarmu itu semakin maju, hingga sampai
ke Malaka dan Singapura. Semakin banyak orang Belanda datang
kesini hanya untuk menemuimu. Kemana komitmenmu yang katanya
ingin memajukan perempuan di Kotogadang?
ROEHANA
Demi Tuhan demi rasulullah, bahkan niatan mengutip dana itu
saja tidak pernah terlintas di benak ambo sedikitpun! Semua
ini saya lakukan untuk membangun gedung sekolah yang baru!
Untuk kalian, dan anak-anak kalian juga!
PROVOKATOR
Halah, sudahlah, Roeh. Kami sudah cukup menahan rasa tidak
suka kami kepadamu selama ini. Kami-
ROEHANA
Baik, baik. Begini saja. Kalau kalian semua yakin dan
memiliki bukti yang kuat bahwa saya mengambil uang Amai Setia
untuk kepentingan saya pribadi, kita bawa saja persoalan ini
ke meja hijau.
PROVOKATOR
Saya setuju!
ANUN
Hmm.. Maaf Uni... Ambo, dan Zulaika, sudah tidak mau sekolah
lagi.
ROEHANA
Loh, ada apa?
ZULAIKA
Maaf, Uni..
(Zulaika mencolek paha Anun
kemudian pergi agak berlari
meninggalkan Roehana)
Roehana mengamati Anun dan Zulaika yang berlari dengan
bingung. Kemudian dengan wajah sedih kembali masuk ke
gedung. Tuo Sini menunggu di ambang pintu dengan
senyum kecut.
ROEHANA
Ambo tidak mengerti Tuo Sini.
(geleng-geleng. Menarik napas
panjang)
Sebenarnya ada apa ini, Tuo?
(duduk di kursi di teras)
TUO SINI
Semuanya hanya omong kosong saja, Roeh. Tidak ada yang perlu
kau dengarkan gunjingan-gunjingan itu.
ROEHANA
Gunjingan-gunjingan apa Tuo?! Ambo benar-benar tidak tahu
apa-apa. Sudah kemarin tiba-tiba ambo difitnah mengambil uang
Amai Setia untuk kepentingan pribadi, lalu ketika ke pasar,
semua orang memandang sinis kepadaku. kemudian hari ini...
hari ini tidak ada murid satupun yang datang! Apa yang
terjadi sebetulnya?!
TUO SINI
Tuo juga tidak tahu pasti... Hanya dengar-dengar saja.
Katanya muridmu banyak yang iri karena hanya kau perempuan di
Kotogadang yang berteman akrab dan dihormati petinggi
Belanda. Sementara mereka hanya ikut menemanimu saja setiap
ada pertemuan. Ada juga yang dipengaruhi ibunya tidak sekolah
lagi karena katanya pikiranmu terlalu berkiblat dengan budaya
barat. Ada juga orang-orang yang memandang aneh kepadamu
karena belum juga hamil walaupun sudah bertahun-tahun
menikah. Hal-hal tidak penting, Roeh. Tidak usah kau
dengarkan.
ROEHANA
(menutup muka dengan kedua
tangannya, frustrasi bukan
sedih)
Ambo tidak habis pikir Tuo.
10.
TUO SINI
(mengelus-elus punggung
Roehana)
AYAH
Akan Ayah belikan untuk Roeh.
--
ROEHANA KECIL
Ayah, hari ini teman-teman Roeh sudah semakin lancar bacanya!
AYAH
Anak Ayah keren sekali.
Ayah bangga sekali denganmu Roeh.
(echoing berkali-kali)
Roehana yang sedang menangis di kursi lalu memandang
tajam ke depan.
ROEHANA
Ayah!
(ayah tiba-tiba muncul dari
belakang. Di spotlight)
AYAH
Ayah di sini, Roeh.
ROEHANA
Ayah... Setelah bertahun-tahun berusaha keras membangun
sekolah itu. Mengajari gadis dan ibu-ibu muda di Kotogadang.
Menyediakan alat tulis, alat jahit, dan semua yang mereka
butuhkan, seperti ini kah cara mereka membalas Roehana?
Ternyata Roehana tidak sekeren itu, sepintar itu, Ayah.
Banyak yang tidak suka dengan ambo, tidak mendukung cita-cita
ambo. Sekarang ambo harus menghadapi persidangan karena
difitnah mencuri uang sekolah untuk kepentingan pribadi.
Mengapa Ayah, mengapa?
AYAH
Begitu lah Roeh, Semakin Tinggi Pohon Menjulang, Semakin
Kencang Angin Menghempas.
ROEHANA
Ambo sudah tidak kuat lagi, Ayah.
AYAH
Hadapi saja Roeh. Hadapi kebencian itu dengan senyuman,
dengan penuh ketegaran. Kalau kau berpegang teguh pada
pendirianmu, pada cita-citamu, tidak akan ada orang yang bisa
menjatuhkanmu, Nak.
ROEHANA
Tapi, Ayah. Roehana sudah berusaha keras menghadapi semuanya
dengan kesabaran. Tapi kesabaran juga ada batasnya!
Roehana menengok ke belakang. Ingin melihat ayahnya.
Tapi Ayah sudah hilang.
12.