Anda di halaman 1dari 40

 

 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
"ROEHANA
MUTIARA DARI KOTOGADANG"
 
 
Naskah Drama oleh
 
KELOMPOK 4
 
Dyra Daniera
Brigitta Rosari Damarasri
Farah Annisa Rizcher
Mikail Arya Junivco Martin
Muhamad Rizki Yoga
Yustinus
 
 
 
 
Untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah Seni Pertunjukan
Program Studi Sastra Indonesia
Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya
Universitas Indonesia
 
 
 
DRAFT #2
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
BAGIAN I

INT. TERAS RUMAH ROEHANA SIMPANG TONANG TALU - DAY


Roehana (13 tahun) dan Ayah (31 tahun) sedang
bersantai di hari Minggu pagi. Ayah sedang duduk,
menulis sambil meminum secangkir kopi. Roehana yang
baru bangun, keluar dari dalam rumah ke teras
menghampiri Ayah.
ROEHANA
Selamat pagi Ayah!

Roehana menyodorkan tangannya dengan telapak tangan


terbuka, meminta sesuatu seperti biasa. Tersenyum.
AYAH
Memberikan surat kabar ke tangan Roehana. Tersenyum.
Baru saja tiba. Sepertinya banyak yang menarik hari ini,
Roeh.
ROEHANA
Tarimo kasih.
Roehana asyik membolak-balikan surat kabar. Badannya
tengkurap dan kaki dinaikkan menyilang.
ROEHANA (CONT'D)
Ayah, coba tengok berita ini! Jumlah perempuan di negeri
Inggris semakin banyak yang masuk universiteit. Bahkan sudah
banyak yang bisa bekerja, jadi guru. Amboi. Mengapa di
Kotogadang, perempuan tidak boleh bersekolah?
AYAH
Ya, memang di Barat perempuan sudah semakin maju. Tapi apa
boleh buat, di Kotogadang perempuan masih dibatasi karena
adat berkata demikian...
(berkata sambil menulis)
ROEHANA
(dengan nada sedih)
Roehana ingin sekali bisa sekolah, Ayah.
Belajar baca tulis, menghitung, bermain bersama teman-
teman...
(jeda)
Apakah tidak boleh kita mengubah adat, supaya ambo bisa
sekolah?
AYAH
(Ayah meletakkan pulpennya.
Berkata sambil memandang
Roehana)
2.

Ya, Roeh. Ayah tau kau anak cerdas, yang ingin terus menambah
ilmu dengan bersekolah. Ayah juga ingin sekali Roeh bisa
bersekolah. Tapi di sini, sekolah tidak ada yang bisa
menerima murid perempuan. Sedangkan Ayah belum berani melepas
Roeh jika harus bersekolah di Jawa sendirian.
Roehana yang tadinya menatap ayah, kemudian
menundukkan kepalanya murung.
AYAH (CONT'D)
Sudah. Usiamu kan juga sudah melewati batas usia masuk
sekolah. Tapi Roehana tidak perlu kecewa, toh tanpa sekolah
umum pun Roeh bisa belajar dari Ayah. Ayah bisa ajari Roehana
apapun yang Roehana mau.
ROEHANA
Belajar menenun?
AYAH
Kalau soal tenun-menenun, biar nenekmu, Tuo Tarimin yang
mengajari.
(tertawa)
Tapi Ayah bisa terus memberikan buku bacaan yang banyak
untukmu. Surat kabar, buku cerita, komik, dari belahan dunia
lain, akan Ayah siapkan untuk Roeh baca. Buku-buku berbahasa
Melayu, Inggris maupun Belanda. Dari situ kau bisa mengetahui
banyak hal terkini, bisa mendapat cerita-cerita yang
mengajarimu akhlak budi pekerti, juga bisa membangun daya
imajinasimu. Ayah juga bisa mengajari matematika dasar dan
sedikit-sedikit ilmu alam kepada Roehana. Sebagaimana yang
biasa Ayah lakukan setiap hari.

ROEHANA
Kalau begitu, Roeh minta berlangganan surat kabar baru!
AYAH
Ya, Roeh. Pasti. Mau surat kabar apa lagi? Dari Medan? Atau
Tanah Malaya? Atau Singapura?
ROEHANA
Ya, ya! Singapura!
AYAH
(Ayah tertawa)
Baik, Nak.
Roehana lanjut membaca surat kabar.

INT. TERAS RUMAH ROEHANA SIMPANG TONANG TALU - DAY


Pada sore hari, banyak anak-anak gadis tetangga
Roehana menyambangi rumah Roehana, meminta belajar
bersama Roehana, sebagaimana biasanya.
3.

ANAK-ANAK GADIS
Roehana.....!
Roehana.....!
Roehana menurunkan buku yang sedang dibacanya yang
menutupi wajahnya. Roehana tersenyum melihat teman-
temannya.
ANAK GADIS 1
Roehana! Ayo kita belajar lagi!
Roehana mengangguk. Ia lari ke dalam rumah dan keluar
lagi dengan tangan penuh buku, majalah, dan surat
kabar.
ROEHANA
Ini buku-bukunya. Kita susun dulu, ya.
ANAK GADIS 2
Wah!
Mata anak-anak ke sana kemari mengikuti tangan Roehana
yang menyusun buku di atas tikar.
ROEHANA
Oke, sudah! Mari kita mulai 'Belajar di Kelas'! Hari ini kita
akan coba belajar menulis nama masing-masing. Siapa mau?
ANAK-ANAK GADIS
(bersahutan sambil mengangkat
tangan gembira)
Mau! Mau! Mau!
ROEHANA
Hayati! Kita coba tulis namamu dulu, ya.
HAYATI
Asyik!
Anak-anak gadis duduk melingkari Roehana dan Hayati
yang ada di tengah.
ROEHANA
Mana telapak tanganmu?
Hayati membuka telapak tangannya.
ROEHANA (CONT'D)
Kemarin kan kita sudah belajar macam-macam huruf-huruf latin.
Sekarang kau coba tulis namamu di telapak tanganmu. Hayati,
artinya ada enam huruf. Dimulai dari huruf H.
4.

HAYATI
H? H.. seperti ini?
(Tanya Hayati ragu,
memperlihatkan tangannya ke
Roehana)
ROEHANA
Betul! Berikutnya A.
HAYATI
A.
ROEHANA
Bagus. H dan A dibaca?
HAYATI
Ha.
ROEHANA
Betul. Kemudian huruf Y
HAYATI
Y.
ROEHANA
Selanjutnya?
HAYATI
A?
ROEHANA
Betul, A. Bagus. Y dan A dibaca?
HAYATI
Ya?
ROEHANA
Betul, Hayati. Kemudian huruf T.
HAYATI
T..
ROEHANA
Oh, salah. Itu huruf f. Huruf t melengkungnya di bawah.
HAYATI
(tertawa malu. Membenarkan
huruf t)
Seperti ini?
ROEHANA
Betul! Terakhir, huruf I.
5.

HAYATI
I.
ROEHANA
Bagus sekali. T dan I dibaca?

HAYATI
Ti.
ROEHANA
Bagus! Pintar sekali kau Hayati. Jadi tulisan di tanganmu
itu, kalau dibaca menjadi "Ha-ya-ti". Coba tunjukkan telapak
tanganmu ke teman-teman.
Anak-anak gadis mengerubungi Hayati kemudian terkagum.
ROEHANA (CONT'D)
Siapa mau selanjutnya?
ANAK-ANAK GADIS
Ambo! Ambo! Ambo!
ROEHANA
Wah, ha ha ha. Satu-satu, ya.
Roehana lanjut membantu teman-temannya menuliskan nama
dirinya di telapak tangannya masing-masing.

INT. MEJA MAKAN - NIGHT


Roehana dan Ayah sedang makan malam di meja makan.
Sambil makan, mereka bercerita banyak hal.
AYAH
Bagaimana, Roeh, teman-temanmu tadi? Apa yang kau ajari hari
ini?
ROEHANA
Seru, Ayah. Tadi ambo bantu mereka menulis nama mereka di
telapak tangan masing-masing. Semuanya tampak senang sekali.
Mereka tidak sabar, ingin segera menunjukkan tulisan namanya
ke apak dan amaknya.
AYAH
Oh, ya? Lalu?
ROEHANA
Kemudian Roeh bacakan cerita rakyat.
AYAH
Betul? Cerita apa itu?
6.

ROEHANA
Cerita asal-usul Danau Maninjau.
AYAH
Wah, cerita bagus itu. Kau senang bisa terus berkumpul dan
mengajar teman-teman?
ROEHANA
Senang! Biar anak-anak perempuan di sini juga bisa baca
tulis. Bukan anak laki-laki saja.
AYAH
Betul sekali, Roeh.
 
(jeda)
ROEHANA
Ayah, ambo punya cita-cita.
AYAH
Apa cita-citamu, Roeh?
ROEHANA
Roeh ingin melakukan sesuatu untuk mengubah perlakuan tidak
adil terhadap perempuan, terutama di bidang pendidikan dan
pekerjaan.
AYAH
Cita-cita yang mulia sekali, Nak.
ROEHANA
Benarkah, Ayah?
AYAH
(mengangguk)
Apa pun yang Roehana inginkan, yang Roeh cita-citakan, Ayah
akan selalu mendukung dan mendoakanmu.
Keduanya tersenyum.

INT. RUMAH ROEHANA SIMPANG TONANG TALU - DAY


Ayah dan Roehana (17 tahun) sudah mengemas barang-
barangnya dan siap berangkat. Ayah akan ditugaskan ke
Medan, sementara Roehana kembali ke Kotogadang untuk
memajukan pendidikan di sana. Roehana balik ke
Kotogadang menggunakan andong. Ayah naik mobil tua.
AYAH
Roeh, kau sudah yakin betul, tidak mau ikut Ayahmu ke Medan
saja?
7.

ROEHANA
Yakin, Ayah. Biar Roeh kembali ke kampung halamanku,
Kotogadang. Ambo rindu dengan Tuo Tarimin, Tuo Sini, dan
terutama adik-adikku semua.
AYAH
Roeh...
(memeluk Roehana dan mengusap
rambutnya)
Sampaikan salam dari Ayah untuk Tuo Tarimin, Tuo Sini, Ratna,
dan Roeskan.
ROEHANA
Iya, Ayah.
AYAH
Jangan lupa berkirim kabar terus melalui surat ya, Roeh.
(jeda. Lanjut dengan nada
sedih)
Tidak terasa anak Ayah sudah besar, beranjak gadis. Roeh,
Ayah percaya kau akan menjadi cahaya bagi Kotogadang. Kau
punya mimpi besar untuk memajukan pendidikan di sana. Dan
Ayah yakin Roeh bisa melakukannya. Ibu di sana, pasti bangga
sekali denganmu, Nak.
ROEHANA
Tarimo kasih, Ayah.
Keduanya berpisah dengan berpelukan, berurai air mata.

INT. RUMAH KOTOGADANG - DAY


Tuo Sini menyambut dengan riang kedatangan Roehana di
Kotogadang, menghampiri ke halaman rumah.
TUO SINI
Roehana...! Ai, ai, cantiknya cucuku!
Roehana salim kepada Tuo Sini kemudian mereka
berpelukan.
ROEHANA
Tuo Sini! Apa kabar Tuo? Tampaknya makin segar saja.
TUO SINI
Ah, bisa saja kau Roeh.
Tuo Sini memperhatikan baik-baik wajah Roehana.
TUO SINI (CONT'D)
Sudah gadis kau ya. Sekarang wajahmu persis ibumu. Ayo,
masuk, masuk!
8.

Keduanya masuk ke dalam rumah.


ROEHANA
Wah, beda sekali dengan terakhir kali ambo ke sini.
TUO SINI
Iya, anyaman Tuo semakin banyak. Ini tikar Tuo yang bikin,
itu di atas sana itu tas-tas hasil anyaman Tuo.
ROEHANA
Bagusnya. Kapan-kapan ajarkanlah ambo menganyam.
TUO SINI
Sudah pasti itu.
(tertawa)
Sudah makan kau Roeh? Pasti belum kan?
ROEHANA
(tertawa malu)
Belum...
TUO SINI
Ini Tuo bikin khusus untuk Roehana, itik gulai hijau! Tak ada
tandingannya di seluruh Minangkabau. Duduk kau, Roeh.
Keduanya makan bersama.
ROEHANA
Wah, lamak bana!
TUO SINI
Syukurlah kau suka.
(jeda)
TUO SINI (CONT'D)
Bagaimana kabar ayahmu, Roeh? Sehatkah dia?
ROEHANA
Sehat sehat, Tuo. Ayah juga titip salam untuk Tuo Sini.
TUO SINI
Waalaikumsalam. Jadi kenapa Roeh kau putuskan untuk kembali
ke Kotogadang dan tidak ikut ayahmu ke Medan?
ROEHANA
Selain karena rindu dengan Tuo Sini, sebetulnya Roehana punya
cita-cita bisa memajukan pendidikan di Kotogadang. Karena
Roeh lihat banyak anak gadis yang belum bisa baca tulis
sehingga tertinggal jauh kepandainnya dengan anak laki-laki.
Oleh karena itu, Roeh ingin perempuan bisa belajar bersama
dengan Roeh, walaupun bukan sekolah yang resmi.
9.

TUO SINI
Masyaallah Roeh. Tuo benar-benar terharu. Sangat baik cita-
citamu itu Roeh. Dan Tuo Sini siap membantu kalau Roeh butuh
bantuan apa pun dalam rangka mewujudkan cita-citamu itu.
ROEHANA
Tarimo kasih Tuo Sini. Karena ambo juga baru pindah kesini
lagi, mungkin banyak tetangga belum kenal Roehana. Mungkin
kalau boleh, Roeh minta Tuo Sini membantu memperkenalkan ambo
dengan tetangga di sini.
TUO SINI
Siap, Roeh. Memang sepertinya banyak yang akan tidak
mengenalimu. Karena terakhir kau di sini, masih sangat kecil.
Besok, kau ikut Tuo Sini ke pasar.

EXT. PASAR KOTOGADANG - DAY.


Pada pagi hari, Tuo Sini mengajak Roehana berbelanja
ke pasar. Di sana, Tuo Sini mengenalkan Roehana pada
tetangga-tetangga dan para penjual.
TUO SINI
Sangat cerah pagi ini, Roeh. Hari yang tepat untuk kita
berbelanja.
ROEHANA
Ya, Tuo. Ramai sekali di sini!
TUO SINI
Selalu ramai. Begitu lah Roeh, kalau kau ingin kenal betul
budaya dan perangai suatu masyarakat, pergilah kau ke pasar.
Di situ tercermin tingkah laku, tindak tutur, dan sifat asli
mereka.
Tuo Sini berhenti di pedagang sayur.
TUO SINI (CONT'D)
Nah, bagus-bagus sekali ini sayur-mayurnya. Kita ke sini
sebentar, Roeh.
TUO SINI (CONT'D)
Iko bara, Ni?
PEDAGANG SAYUR
Duo ribu, Ni
TUO SINI
Ondeh, baiklah, iko piti. Tarimo kasih, yo.
PEDAGANG SAYUR
Yo. Samo-samo. Iko sia, Ni?
10.

TUO SINI
Oh ya, ini Roehana, cucu dari kakakku. Tapi sudah kuanggap
anakku sendiri. Cantik sekali, bukan?
PEDAGANG SAYUR
Kameh bana!
TUO SINI
Kau punya anak gadis kan? Kapan-kapan bawa anak gadismu
mampir ke rumah gadang kami, biar belajar membaca dan menulis
dengan Roehana. Dia sudah pintar baca huruf arab Melayu,
huruf latin, bahkan lancar benar berbahasa Belanda.
ROEHANA
(berbisik)
Tuo Sini, jangan berlebihan...

PEDAGANG SAYUR
Betul itu? Pintarnya, Roehana!
Tuo Sini dan Roehana lanjut menyusuri pasar. Tuo Sini
terus mengenalkan Roehana kepada tetangga yang ia
kenal.
TUO SINI
Roeh, kau lihat perempuan-perempuan di sini?
ROEHANA
Ya, Tuo.
TUO SINI
Jangan kau anggap mereka bodoh karena mereka tidak sekolah
dan buta huruf. Tapi kau lihat? Mereka pandai memasak,
mengatur rumah tangga, menjadi ibu yang baik untuk mendidik
anak-anaknya.
Roehana memandang Tuo Sini. Muncul kesadaran baru
dalam dirinya.
TUO SINI (CONT'D)
Dan itu bukan pekerjaan sepele.

INT. RUMAH KOTOGADANG - NIGHT


Sebelum tidur, Tuo Sini punya kebiasaan mendongeng
(tambo). Tuo Sini mendongeng cerita Bundo Kanduang
sambil menganyam. Roehana dan adik-adiknya
mendengarkan.
TUO SINI
Malam ini, Tuo Sini akan mendongeng tentang Bundo Kanduang.
Ada yang sudah tau kisahnya?
11.

ROEHANA & ADIK


Belum...
TUO SINI
Baiklah. Biar Tuo ceritakan. Kalian, dengarkan baik-baik.
Dahulu kala, Kerajaan Pagaruyung di Batusangkar, Tanah Datar,
dipimpin oleh seorang ratu. Ratu yang terkenal sangat cerdas
dan bijaksana yang dijuluki Bundo Kanduang.
 
Bundo Kanduang mengeluarkan beberapa peraturan untuk
melindungi hak-hak perempuan. Perempuan ditempatkan di bawah
perlindungan dan peraturan ninik mamak dari garis keturunan
ibu. Nah, jodoh mereka misalnya, harus melalui mufakat dengan
ninik mamak.
 
Setelah kejayaan Bundo Kanduang berlalu, kerajaan dipimpin
oleh raja yang tidak memerhatikan ajaran Islam, tetapi
terpaku pada adat istiadat yang sempit. Raja ini juga
berkelakuan buruk, beristri banyak, berjudi, mabuk-mabukan,
bahkan memungut pajak tinggi kepada rakyatnya.
 
Kemudian terjadi perang besar antara raja Pagaruyung dengan
kelompok yang tidak suka dengan perilakunya yang buruk.
Kerajaan terbakar, dan bukti sejarah kerajaan ini musnah
semua, termasuk peraturan-peraturan yang pernah ditulis pada
masa pemerintahan Bundo Kanduang.
 
Sekarang, peraturan dan adat istiadat Minangkabau yang
diterapkan oleh Bundo Kanduang bagi perempuan masih
diterapkan, tapi fungsinya hanya sebagai simbol belaka.
Perempuan masih diangkat sebagai Bundo Kanduang untuk
mewakili nagari masing-masing, tapi mereka tidak memiliki
kekuatan politik.Karena perempuan sampai saat itu masih
terlalu dilindungi, akhirnya mereka dianggap lemah. Jadi
tidak boleh kerja, tidak boleh merantau juga menuntut ilmu.
 
Perempuan terus dibatasi dalam bidang pendidikan, dan
kemajuannya untuk masa depan terhalang. Mereka hanya mendapat
pendidikan rumah tangga yang pada akhirnya hanya mengarahkan
mereka menjadi ibu rumah tangga yang taat, patuh, santun, dan
baik.
 
Oleh karena itu, kita perlu sosok-sosok Bunda Kanduang yang
baru untuk kembali meluruskan peraturan yang sepatutnya
melindungi hak-hak perempuan.
Roehana dan adik-adiknya bertepuk tangan setelah
mendengar dongeng Bundo Kanduang.
ROEHANA
Tuo, tarimo kasih atas tambonya. Roehana sekarang yakin akan
apa yang hendak ambo lakukan. Roehana ingin menjadi seperti
Bundo Kanduang, yang pandai, arif, dan bijaksana.
12.

TUO SINI
Dan Tuo percaya Roehana bisa menjadi Bundo Kanduang bagi
masyarakat Kotogadang masa kini.
ADIK-ADIK
One!
Adik-adik Roehana memeluk Roehana.
 
 
BAGIAN II

INT. JENDELA KAMAR RUMAH KOTOGADANG - DAY


Roehana memiliki kebiasaan membaca buku keras-keras di
teras rumah atau jendela kamarnya untuk menarik
perhatian teman-temannya.
Roehana mengasuh adiknya di balik jendela kamar.
Ketika melihat anak seusianya lewat di bawah
jendelanya, ia langsung meraih buku.
ROEHANA
(membacakan cerita dari buku
keras-keras)
Pak Pandir dan Bu Pandir berputra seorang perempuan. Nama
anaknya itu si Labu. Berkata Bu Pandir kepada Pak Pandir,
"Pak Pandir, pergilah bersihkan padi kita, sudah hampir sama
tingginya rumput dengan padi." Pergilah Pak Pandir ke sawah.
Sampai di sawah dicabutinya padi. Pada waktu ia mencabuti
padi itu lewat seorang wanita. Kata wanita itu, "Pak Pandir,
mengapa padi yang dicabuti, tidak ada orang yang membersihkan
padi seperti itu." Jawab Pak Pandir.
Dua anak gadis lewat di depan rumahnya dan
menggunjingkan kebiasaan Roehana yang dianggapnya
aneh.
ANAK GADIS 1
(berbisik ke temannya)
Gadis itu aneh sekali, ya.
ANAK GADIS 2
Ya, sudah beberapa kali ambo lewat sini, pasti selalu ada dia
membaca keras-keras seperti itu.
ANAK GADIS 1
Mengganggu ketenteraman saja. Harusnya dia ada di dapur,
membantu memasak atau bersih-bersih rumah.
ANAK GADIS 2
(berteriak ke Roehana)
Hei, jangan berisik! Perempuan kok seperti anak laki-laki
saja?!
Roehana tersentak mendapat reaksi seperti itu.
Mendengar itu, kedua adik Roehana menampakkan kepala
ke luar jendela, ingin membela Roehana.
ADIK
(balas berteriak)
Hei!
2.

Roehana langsung mencegah adiknya. Kemudian kedua anak


gadis itu berjalan lebih cepat meninggalkan rumah
Roehana.
ROEHANA
Jangan, dik. Mereka belum tau manfaat bisa baca tulis.

INT. KAMAR ROEHANA KOTOGADANG - NIGHT


Roehana menulis surat kepada Ayahnya menceritakan
kegelisahan yang dialaminya hari itu.
 
(dibacakan melalui rekaman
audio)
Ayah, Roeh tak menyangka mendapat sambutan yang tidak baik
karena membaca keras-keras di jendela. Ambo kira mereka akan
menerimaku sebagaimana dengan teman-teman di Simpang Tonang
Talu. Ambo dibilang seperti anak laki-laki. Mengapakah
perempuan membaca sahaja dianggap begitu aneh?
 
(panjangin dikit)
Air mata tiba-tiba menetes. Roehana cepat-cepat
mengusap matanya dengan punggung tangannya.

EXT. KOTOGADANG - DAY


Melihat caranya menarik perhatian dengan membaca
keras-keras tidak mendapat sambutan baik, Roehana
melakukan pendekatan lewat pergaulan. --> (narasi aja.
Roehana cerita ke Tuo Sini)
ROEHANA
Ibu. Hendak pergi ke sawah?
IBU
Iya.
ROEHANA
Boleh ambo bantu bawakan barang-barangnya?
Roehana kemudian membawakan barang-barangnya dan ikut
ke sawah. Sepanjang perjalanan, ibu-ibu tersebut
memandang Roehana, mencoba mengingat-ingat siapa
Roehana.
IBU
Ini Roehana, anak Rasjad bukan?
ROEHANA
Iya..
3.

Roehana ikut menanam dan menuai padi. Ibu-ibu itu


melihatnya dengan aneh karena Roeh anak pejabat yang
cantik dan putih tetapi ikut ke sawah.

INT. JENDELA KAMAR RUMAH KOTOGADANG - DAY


Setelah lama berhenti, dan mencoba melakukan
pendekatan dengan bersosialisasi, Roehana mulai
mencoba membaca keras-keras lagi untuk menarik
perhatian ketika melihat anak gadis lewat di depan
jendelanya.
ROEHANA
Setelah siang hari pulang Bu Pandir dari sawah. Sampai di
rumah bertanya Bu Pandir kepada Pak Pandir, "Jadi Pak Pandir
memasak? Sudah masak?" Jawab Pak Pandir, "Sudah, itu di
kuali. Ambillah." Pergilah Bu Pandir mengambil. Baru
disendoknya terperanjatlah dia. Rupanya anaknya si Labu yang
dimasaknya bukan buah labu.
Beberapa gadis mulai mendekat ke bawah jendela tempat
Roehana membaca.
 
Dilihatnya buah labu masih ada, dipanggilnya anaknya tidak
ada lagi. Laiu, bertanya Bu Pandir kepada Pak Pandir, "Ke
mana si Labu Pak Pandir." 'Tu, sudah matang saya masak."
"Buah Labu yang saya suruh masak, si Labu yang dimasaknya.
Astagfirullah!!"
GADIS-GADIS
(menahan tawa tapi terdengar
sedikit suaranya)
Shh...! Sh...!!
ROEHANA
Hai! Cerita ambo lucu, ya?
GADIS-GADIS
(akhirnya tertawa lepas)
Ha ha ha! Ya, lucu sekali One!
ROEHANA
(dengan senyum mengembang)
Kalau begitu, naiklah ke rumah. Nanti ambo bacakan cerita
yang lebih bagus lagi.
Para gadis naik ke rumah Roehana. Dibacakan Roehana
dongeng jenaka. Semuanya mendengarkan, kadang
terkesima, kadang tertawa.
Lama-lama berdatangan banyak anak-anak. Roehana terus
bercerita sampai sore dan menghabiskan satu buku
kumpulan dongeng.
4.

GADIS-GADIS
One! Ajari kami membaca dan menulis supaya kami juga bisa
membaca sendiri.
ROEHANA
Jadi kalian ingin bisa membaca seperti One?
GADIS-GADIS
Iya, One.
ROEHANA
Tentu saja bisa, asalkan mau belajar.
GADIS-GADIS
Mau, mau! One mau mengajari kami membaca?
Roehana mengangguk dan terharu.

INT. KAMAR ROEHANA KOTOGADANG - NIGHT


Roehana menulis surat kepada ayahnya menceritakan
kegembiraannya hari ini.
(dibacakan melalui rekaman
audio)
Ayah! Roeh senang sekali. Hari ini beberapa gadis, mungkin
sekitar 10-15 orang berkumpul di rumah untuk mendengarkan
Roeh bercerita. Sampai pegal bibir Roeh karena bercerita
sampai sore! Dan habis sudah satu buku kumpulan dongeng.
Mereka sangat tertarik dengan dongeng-dongeng jenaka. Dan
akhirnya meminta diajar membaca supaya bisa membaca cerita-
cerita lucu itu sendiri! Amboi, senangnya!!!
AYAH
Ayah membalas surat Roehana. Lewat audio

INT. RUMAH KOTOGADANG - DAY


Fast-forward Roehana dewasa berumur 24 tahun. 4 kamar
di rumah Kotogadang sudah dijadikan kelas untuk
Roehana mengajar. Buku-buku di lemari, alat menjahit,
semakin banyak menumpuk. Di penghujung kelas menjahit
bersama Tuo Sini, Roehana ikut berada di kelasnya...
TUO SINI
...dan selesai. Bagaimana? Bisa tunjukan hasil jahitan
kalian?
Semua gadis dan ibu-ibu muda menunjukkan hasil
jaitannya hari itu.
TUO SINI (CONT'D)
Bagus sekali. Ini disimpan dahulu. Besok kita lanjutkan lagi.
5.

Kemudian para gadis keluar ruangan dan menyalami Tuo


Sini juga Roehana. Raut wajah Roehana tampak kusut.
TUO SINI (CONT'D)
Roeh, mengapa wajahmu ditekuk begitu? Apa yang sedang
mengganggu pikiranmu?
ROEHANA
Entahlah, sepertinya ambo merasa kewalahan Tuo. Selama ini
mengandalkan saja bantuan Ayah yang mengirim alat tulis dan
bahan menjahit dari Medan. Tapi semakin kesini, murid makin
bertambah. Ya tentu ambo harusnya berbahagia karena semakin
banyak perempuan mau pintar, tapi uang pribadi hasil
penjualan sulaman dan jahitan jadi semakin menipis juga.
TUO SINI
Mungkin, kau bisa mulai sedikit berani Roeh.
ROEHANA
Apa maksud Tuo Sini?
TUO SINI
Ya, murid-murid kau ini kan sudah lama belajar denganmu.
Sudah pandai baca tulis, menjahit, mengetahui tafsir Al-
Qur'an dan ajaran agama, sudah banyak diambil manfaatnya dari
dirimu. Tuo rasa tidak berlebihan jika kau mau meminta uang
dari mereka, sedikit saja.
ROEHANA
Ah, ambo takut memberatkan mereka Tuo. Bagaimana jika mereka
tidak mau datang lagi?
TUO SINI
Satu murid meminta orang tua mereka satu sen saja. Satu sen.
Itu cukup untuk membantumu, Roeh.
ROEHANA
Baiklah, Tuo. Biar ambo pikir-pikir matang-matang dahulu.
Roehana kemudian hendak keluar dari ruangan. Tapi
masih ada yang Tuo Sini ingin bicarakan.
TUO SINI
Roeh, sebentar...
ROEHANA
Ya?
TUO SINI
Sebetulnya, ada yang mengganggu pikiran Tuo juga belakangan
ini. Mengenai kau.
ROEHANA
Apa itu, Tuo?
6.

TUO SINI
Begini.. Bukan maksud Tuo ingin menambah beban pikiranmu,
tapi mungkin baik untuk kau mulai pikirkan juga, Roeh. Berapa
usiamu sekarang?
ROEHANA
24 tahun.
TUO SINI
Nah, kau harus ingat betul Roeh. Kau sudah dewasa sekarang,
sudah matang. Terlepas dari semua kegiatanmu ini, terlepas
dari cita-citamu yang begitu tinggi dan mulia akan mengangkat
derajat perempuan melalui pendidikan, kau harus ingat juga
tanggung jawabmu. Perempuan juga wajib berumah tangga, Roeh.
Roehana tertunduk malu.
TUO SINI (CONT'D)
Perempuan di Kotogadang, rata-rata sudah berumah tangga dari
usia 16 sampai 20 tahun. Tuo pun dulu menikah di usia 17
tahun. Apa nanti kata orang-orang kampung di sini terutama
ninik mamak yang tidak suka pada kegiatan Roehana?
ROEHANA
Tuo, ambo khawatir, apabila menikah, murid-murid akan
telantar. Setelah menikah, tentu ambo akan sibuk mengurus
suami.
TUO SINI
Masalah itu bisa Roeh bicarakan dengan suami. Tetapi bila kau
tak kunjung menikah, Tuo khawatir orang tua akan melarang
anak gadis mereka belajar di sini, karena mereka melihat kau
belum menikah sampai usia 24 tahun. Jangan-jangan, nanti
mereka takut banyak anak gadis di Kotogadang menjadi gadis
tua karena sibuk belajar.
ROEHANA
Ya, Tuo. Ada benarnya perkataan Tuo tersebut.
TUO SINI
Terlebih, menyambung perkataanmu sebelumnya, suamimu kelak
bisa membantu menanggung biaya penyediaan alat tulis dan alat
jahit untuk murid-muridmu, membantu jalannya sekolahmu ini
Roeh.
ROEHANA
Betul, Tuo. Hanya saja, Roeh tidak ada gambaran siapa suami
yang cocok untuk Roeh, karena ambo juga jarang bergaul dengan
laki-laki.
TUO SINI
Ah...
(tertawa)
Kalau itu tidak menjadi masalah.
7.

Pastilah banyak yang ingin dengan wanita cerdas dan


berwawasan luas sepertimu, Roeh. Tuo Sini sebetulnya sudah
memilihkan laki-laki yang cocok bersanding denganmu. Abdoel
Koeddoes. Kemanakan ayahmu.
ROEHANA
Abdoel?
TUO SINI
Ya. Tuo lihat ia sama-sama memiliki angan yang mulia
sepertimu, jadi pasti akan selalu mendukungmu.
ROEHANA
Apa kerjanya sekarang?
TUO SINI
Notaris independen di Kotogadang. Ia lulusan hukum di
Semarang. Selain itu, sejauh yang Tuo dengar, ia juga aktivis
partai politik. Ia menentang betul penjajahan Belanda di
Tanah Melayu. Jadi ia suka menulis juga artikel-artikel
sosial, politik, hukum, dan semacamnya..
Roehana menunduk, kemudian melirik ke arah Tuo Sini
lagi. Mukanya tampak berpikir, kemudian tersenyum
kecil.

INT. RUMAH KOTOGADANG - DAY


Adegan pertemuan Roehana dan Abdoel Koeddoes sampai
menikah secara singkat.
(Tari dan lagu pertemuan Roehana & Abdoel).

INT. RUMAH KOTOGADANG - DAY


Roehana dan Abdoel Koeddoes sudah berumah tangga. Pagi
hari mereka berbincang sambil sarapan roti dan susu.
ROEHANA
Uda, sarapan.
ABDOEL
Iya, Roeh, tarimo kasih.
Keduanya makan bersama.
ABDOEL (CONT'D)
Cantiknya istriku.
Roehana tersipu.
8.

ROEHANA
Ah, Uda. Cantik dari mana? Kau tak dengar banyak gunjingan
tetangga kepadaku? Mereka menggunjingkanku karena tidak ada
emas berlian yang menghiasi tubuhku padahal sudah menjadi
pengantin perempuan.
ABDOEL
Roehana... Janganlah terlalu banyak kau pusingkan pandangan
orang kepadamu. Lagi pula kau tak pakai perhiasan bukan
karena kau tak mampu. Kau bisa, tapi kau memang tak suka,
kan? Ya sudah, biarkan saja. Tanpa perhiasan pun, kau sudah
menjadi berlian itu sendiri di mataku.
ROEHANA
Ya,
Roehana tersipu dan terdiam saja. Jeda sesaat.
ROEHANA (CONT'D)
Tapi semua kebiasaanku terus dikomentari. Lama kelamaan
kuping ambo makin panas mendengarnya. Memakai selop dan
payung bergaya Eropa dikomentari. Bahkan aku memanggil tukang
potret setiap ada pertemuan pun dikomentari. Ya, ambo tahu
kebiasaan ambo memang tidak seperti kebanyakan perempuan
Kotogadang pada lazimnya, tapi apa tidak bisa mereka mengurus
dirinya masing-masing saja?
ABDOEL
Sudahlah, dek. Setiap perubahan, apa pun bentuknya, pasti
mengundang pembicaraan orang lain.
Jeda sesaat.
ROEHANA
Oh, ya. Kemarin ambo dapat surat.
(tiba-tiba nada gembira dan
sangat girang)
ABDOEL
Hm?
(sambil meminum susu)
Apa itu?
ROEHANA
Dari Rangkayo Rekna Poeti Khaira Bunia, kau kenal?
ABDOEL
Ah, ya. Seperti tak asing namanya.
ROEHANA
Iya. Dia istri jaksa. Anak kamanakan Datuk Mudo, dari suku
Koto.
9.

ABDOEL
Ya? Apa katanya?
ROEHANA
Dia punya cita-cita yang sama denganku. Sama! Dia juga ingin
memajukan perempuan di Kotogadang. Ia berbakat menulis
pantun, keterampilan perempuan, dan ia juga mengajar menjahit
di rumah gadang di Bukik.
ABDOEL
Wah, alangkah baiknya!
ROEHANA
Ya, dan dia mengajakku, Uda. Mengajakku, mendirikan sekolah
resmi untuk perempuan! Sekolah! Dengan sekolah ini, kita bisa
membuat perempuan mandiri secara ekonomi.
Abdoel memegang tangan Roehana.
ABDOEL
Uda turut berbahagia untukmu, dek. Cita-citamu sejak kecil
betul-betul akan terwujud.
ROEHANA
Tapi sebelum itu, ambo rasa, ambo perlu menggelar semacam
rapat besar untuk mengetahui pendapat banyak orang di sini.
Uda setuju?
ABDOEL
Ya, tentu. Kau kumpulkan perempuan-perempuan di Kotogadang,
para ninik mamak, juga ulama.
ROEHANA
Ya, ya!
ABDOEL
Kapan akan kau gelar rapat besar itu?
ROEHANA
Segera.

INT. RUMAH KOTOGADANG - DAY


Rapat besar di rumah Roehana. Dihadiri 60 perempuan,
ninik mamak, serta ulama untuk membahas idenya membuat
sekolah resmi untuk perempuan.
Hasilnya, berdiri perkumpulan Kaum Perempuan Amai
Setia.
10.

ROEHANA
... Bapak, ibu, ninik mamak, dan gadis-gadis Kotogadang
sekalian, berdasarkan masukan dan buah pikiran masing-masing
dari kita yang dicurahkan pada rapat hari ini, sepertinya
dapat saya simpulkan, bahwa kita semua setuju bahwa saat ini
sudah bukan waktunya lagi perempuan duduk manis dan
menggantukan kehidupannya pada laki-laki, tunduk pada
suaminya saja. Perempuan HARUS bisa berdiri di atas kakinya
sendiri. Perempuan harus mandiri, bebas dari belenggu adat
yang melarangnya menuntut ilmu di sekolah, dan melarangnya
bekerja untuk menghasilkan uang untuk kelangsungan hidupnya
sendiri.
 
Saya rasa kita sepakat untuk memberikan wadah, semacam
sekolah, bagi perempuan Kotogadang belajar baca tulis serta
kerajinan tangan, agar hasil kerajinan tangan itu bisa
dijualnya dan menjadikan mereka mandiri secara ekonomi.
Apakah semuanya dengan penuh keyakinan setuju akan ide ini?
PESERTA RAPAT
Setuju!
ROEHANA
Alhamdulillah.
(Jeda sesaat. Roehana menunduk
terharu berkaca-kaca)
Kita namai apa sekolah ini?
PESERTA RAPAT
Bagaimana kalau kita pakai kata "amai", untuk menunjukkan
identitas bahwa itu sekolah perempuan.
ROEHANA
Amai... Wah, bagus sekali. Saya suka. Amai setia. Bagaimana?
PESERTA RAPAT
Cocok sekali! Di depannya, bisa ditambahkan "Kerajinan".
Kerajinan Amai Setia.
ROEHANA
Eloknya! Kerajinan Amai Setia. Sangat menggambarkan tujuan
dan harapan kita. Saya setuju sekali. Apakah yang lain
setuju?
 
PESERTA RAPAT
Setuju sekali Roeh!
ROEHANA
Mulai hari ini, Kerajinan Amai Setia, telah resmi dicetuskan.
Izinkan saya menjadi presidente pertama dari perkumpulan ini,
peserta rapat sekalian. Saya ucapkan terima kasih atas
kehadiran seluruh peserta rapat.
11.

Semoga segala rencana kami dilancarkan dan Kotogadang dapat


memiliki sekolah perempuan pertama di Sumatra.

INT. RUMAH ROEHANA, KERAJINAN AMAI SETIA - DAY


Adegan menunjukkan aktivitas belajar di KAS. Roehana
senang bisa mendapat kepercayaan meminjam uang bank
pemerintah Belanda untuk biaya operasional sekolah,
hingga membeli benang dari Paris.

INT. KERAJINAN AMAI SETIA - DAY


Roehana berbincang dengan Abdoel kalau Roehana ingin
berbagi ilmu ke perempuan di daerah lain juga. Abdoel
menyarankan Roehana menulis saja di surat kabar.
Muncul ide cemerlang Roehana, bukan saja menulis di
surat kabar tapi membuat sendiri surat kabar khusus
perempuan.
Sore hari setelah aktivitas KAS selesai. Roehana masih
duduk di meja mengurus administrasi. Abdoel datang.
Abdoel masuk dari pintu. Meja Roehana persis di depan
pintu. Agak kaget saat melihat Abdoel datang.
ROEHANA
Uda?
ABDOEL
Hai, Roeh.
ROEHANA
Ada urusan apa Uda kesini?
ABDOEL
Cuma ingin menemuimu, Roeh.
(nada merayu. Tangan menyentuh
dagu Roehana)
Ini untukmu.
Abdoel menyerahkan sebungkus makanan/jajanan.
ROEHANA
Uda, tarimo kasih. Tau saja ambo belum makan dari siang.
Roehana menerima bungkusannya, meletakkannya di meja.
Kemudian lanjut menulis di buku.
Abdoel menurunkan buku Roehana ke meja.
12.

ABDOEL
Istirahat dulu kau Roeh. Dari pagi ke pagi tak ada
berhentinya kau bekerja.
Roehana memejamkan mata dan meregangkan lehernya.
ROEHANA
Kau sendiri? Sudah selesai semua pekerjaan di kantor?
ABDOEL
Sudah. Nanti malam saja ada pertemuan lagi dengan kawan-kawan
aktivis.
 
Roehana mengangguk pelan. Abdoel berjalan berkeliling
melihat-lihat. Ada beberapa foto murid-murid terpajang
di dinding.
ABDOEL (CONT'D)
Tidak terasa sudah hampir setahun saja Amai Setia berdiri.
Bagaimana situasi belajar mengajar sekarang Roeh? Sudah
lancar dan terkendali semuanya?
ROEHANA
Aman, Uda. Pesanan karya kerajinan murid-murid di sini selalu
berdatangan setelah dipamerkan di Tentoonstelling di Belanda.
Itu semua,
(menunjuk ke pojok ruangan di
mana ada tumpukan bungkusan
hasil sulaman)
Akan dikirim besok.
Alhamdulillah, harganya pun bisa kunaikkan berkali-kali
lipat. Ambo sangat senang, Uda.
ABDOEL
Kau harus banyak berterima kasih kepada Tuan dan Nyonya
Westenenk. Nyona Westenenk secara sukarela ikut mengajar,
Tuan Westenenk memamerkan hasil karya muridmu di pameran
internasional. Begitu banyak dukungan diberikan untukmu Roeh.
ROEHANA
Iya, Uda. Ambo amat sangat bersyukur. Tapi... ambo masih saja
merasa kurang, Uda.
ABDOEL
Maksudmu?
ROEHANA
Setiap hari masih saja terdengar kabar, dari gadis-gadis di
kota lain, mereka belum bisa mandiri. Beberapa terang-
terangan mengatakkan kepadaku, ingin sekali ada sekolah macam
Kerajinan Amai Setia di daerahnya.
13.

Besar keinginanku, uda, besar sekali, ingin membantu juga


gadis di luar sana, bukan saja hanya di Kotogadang. Tapi
bagaimana aku bisa membantu gadis sebanyak itu? Tanganku
hanya ada dua...
ABDOEL
Satu tangan pun sudah cukup.
Roehana mengernyitkan dahinya.
Abdoel mengambil pulpen di atas meja, lalu
memberikannya ke Roehana.
ABDOEL (CONT'D)
Menulislah, Roeh. Percayalah padaku Roeh, tulisan kita yang
merupakan buah pikiran kita, dapat sangat berdampak kepada
kehidupan orang lain setelah diterbitkan di surat kabar.
ROEHANA
Ah, ya. Mengapa tak pernah terpikir olehku selama ini?
(jeda)
Tetapi, ambo sepertinya tidak pandai menulis artikel, Uda.
ABDOEL
Penulis yang baik adalah pembaca yang baik. Setiap hari kau
sudah melahap habis koran terbitan Padang, Medan, Jawa,
Belanda, Singapura. Ambo percaya kau bisa membuat tulisan
yang bagus-bagus. Ambo juga akan membantu menyunting
artikelmu sebelum dimuat.
(jeda. Roehana berpikir.
Abdoel memperhatikan Roehana.
)
ROEHANA
Kau kenal pemimpin redaksi Oetoesan Melajoe?
(sambil tersenyum girang)
ABDOEL
Ya, Soetan Maharadja.
BAGIAN III

INT. KANTOR OETOESAN MELAJOE, PADANG - DAY


Soetan Maharadja, pemimpin redaksi Oetoesan Melajoe,
mendapatkan surat dari Roehana. Ada audio Roehana
membacakan suratnya ketika Soetan membaca. Soetan
bertekad menemui langsung rumah Roehana.
KARYAWAN
(mengetuk pintu ruang Pemimpin
Redaksi)
Permisi, Bapak. Ada surat untuk Bapak.
SUTAN
Dari siapa?
KARYAWAN
Roehana.
SUTAN
(nada bingung)
Roehana?
SUTAN (CONT'D)
Kemari.
Karyawan memberikan surat ke Sutan yang sedang duduk
di mejanya.
Sutan melihat-lihat amplop surat sambil bergumam.
SUTAN (CONT'D)
Roehana Koeddoes. Kotogadang. Hmm.
Sutan membuka amplopnya kemudian mengeluarkan
suratnya. Dibacanya dalam hati.
 
(Audio Roehana membacakan
suratnya. Sutan berjalan-
jalan di ruangan sambil
membaca. )
ROEHANA
Kepada Yth. Bapak Soetan Maharadja, pemimpin redaksi surat
kabar Oetoesan Melajoe, di Padang. Nama saya Roehana
Koeddoes. Istri dari Abdoel Koeddoes. Saya berasal dari
sebuah desa kecil di Kotogadang.
(menceritakan kondisi
Kotogadang dan perempuannya)
Berbeda dengan di Padang yang sedikit lebih maju, perempuan
di Kotogadang sangat dibatasi oleh adat.
2.

Tidak boleh bersekolah, tidak boleh merantau, apalagi


bekerja. Melihat kondisi ini, saya mendirikan sekolah khusus
perempuan dengan nama Kerajinan Amai Setia. Perempuan di sana
diajarkan baca tulis serta kerajinan tangan seperti menyulam
dan menganyam. Hasil karyanya kemudian dijual sehingga mereka
bisa mandiri secara ekonomi. Akan tetapi, kini, banyak
perempuan yang juga ingin memiliki Amai Setia di daerah
masing-masing. Namun saya tidak bisa membangun Amai Setia di
setiap kota di Sumatra. Hanya ada satu cara untuk berbagi
ilmu ke perempuan di berbagai daerah, yaitu melalui surat
kabar.
 
Saya sudah membaca Oetoesan Melajoe sejak kecil karena ayah
saya berlangganan. Dari situlah saya mendapat wawasan
mengenai dunia termasuk pengalaman perempuan di daerah lain.
Tetapi, saya rasa, artikel yang membahas soal perempuan dan
kehidupannya masih amat sedikit. Terlebih, semua artikelnya
ditulis oleh laki-laki. Oleh karena itu, diperlukan suatu
wadah khusus untuk menampung cerita dan gagasan perempuan di
surat kabar, yang ditulis oleh perempuan sendiri.
 
Jika Bapak Sutan berkenan, saya ingin mendirikan surat kabar
khusus untuk kaum perempuan. Dengan pengurus, penulis, dan
pembaca, yang seluruhnya perempuan. Dengan surat kabar
seperti itu, saya rasa perempuan bisa mendapat lebih banyak
pengetahuan dan bebas dari peraturan sosial yang mengkotak-
kotakan. Besar harapan saya supaya Bapak berkenan bekerja
sama untuk mendirikan surat kabar khusus perempuan bersama
saya.
 
Salam hangat,
Roehana Koeddoes
Sutan melipat kertasnya memasukkan ke amplop kemudian
duduk di kursi sambil matanya melihat ke langit-
langit, berpikir, sambil tersenyum penuh harap.

INT. RUMAH ROEHANA, KERAJINAN AMAI SETIA - DAY


Soetan Maharadja mendatangi langsung rumah Roehana di
Kotogadang karena tersentuh perasannya. Langsung
membahas akan diterbitkannya Soenting Melajoe.
Soetan melihat-lihat halaman KAS sambil mencocokkan
rumah itu dengan alamat yang ada di surat.
Roehana melihat Soetan yang sedang kebingungan dari
dalam rumah, kemudian menghampirinya.
ROEHANA
Assalamualaikum Bapak. Ada yang bisa dibantu?
3.

SUTAN
Ini betul Kerajinan Amai Setia?
ROEHANA
Betul, Pak. Cari siapa?
SUTAN
Ada..
(melihat surat kembali)
Roehana.. Koeddoes?
ROEHANA
Saya sendiri.
SUTAN
Oh. Saya Soetan Maharadja.
ROEHANA
Astagfirullah.
(langsung salim)
Pak Soetan Maharadja, Oetoesan Melajoe? Masyaallah. Bapak
jauh-jauh dari Padang untuk datang langsung ke sini?
SUTAN
(mengangguk-angguk)
ROEHANA
Masyaallah Pak. Saya jadi tidak enak hati. Eh, Masuk Pak,
masuk.
Keduanya memasuki gedung, ruang tamu.
ROEHANA (CONT'D)
Mau teh atau kopi Pak Soetan?
SUTAN
Tidak usah repot-repot.
ROEHANA
Ah, tidak. Sebentar ya Pak.
Roehana kembali lagi membawa secangkir teh.
ROEHANA (CONT'D)
Diminum, Pak.
SUTAN
Tarimo kasih.
(menyeruput teh)
Roehana... Dari mana saya harus mulai berbicara?
 
(Roehana tertawa kecil)
Saya setuju.
4.

Roehana langsung tampak terkejut. Jeda.


ROEHANA
Setuju..?
SUTAN
Saya setuju, mendirikan surat kabar khusus perempuan.
 
(Roehana menutup mulutnya)
SUTAN (CONT'D)
Saya tidak bisa bilang tidak. Suratmu begitu kuat.
ROEHANA
Masyaallah. Tarimo kasih, tarimo kasih Pak Sutan.
(Roehana menunduk-nunduk
dengan tangan seperti
memohon)
 
SUTAN
Surat kabar ini akan bernaung pada Oetoesan Melajoe. Jadi
akan mengikuti edaran Oetoesan Melajoe juga. Tapi, mungkin
hanya terbit 1 minggu sekali lah. Apakah tidak apa-apa?
ROEHANA
Lebih dari cukup, Pak.
SUTAN
Anda bisa memimpin surat kabar ini di Padang?
Tiba-tiba murid Roehana menghampiri Roehana.
Menunjukkan bukunya.
MURID
Uni, apakah ini sudah benar?
ROEHANA
Sebentar.. Hmm. Yang ini benar, yang ini salah. Coba kau
ulangi sekali lagi.
ROEHANA (CONT'D)
Eh, maaf Pak. Tapi sepertinya saya tidak bisa meninggalkan
murid-murid saya di Kotogadang ini.
SUTAN
Ah, ya, ya. Saya mengerti. Tidak apa-apa. Biar anak saya,
Zoebaidah Ratna Djoewita, yang menjadi redaktur pelaksana
dari Padang. Anda bisa tetap menjadi pemimpin redaksi dari
sini.
ROEHANA
Tarimo kasih atas pengertiannya Bapak.
5.

SUTAN
Dengan senang hati, Roehana. Untuk sekarang, tolong pikirkan
nama surat kabar itu. Juga rubrik-rubriknya. Sisanya, biar
saya yang urus.
ROEHANA
Baik, Pak Soetan. Sekali lagi, tarimo kasih, tarimo kasih,
atas bantuannya Pak Soetan. Entah dengan apa saya harus
membalas budi Bapak.
SUTAN
(tersenyum)
Kita butuh lebih banyak perempuan sepertimu, Roehana...
 

INT. RUMAH ROEHANA, KERAJINAN AMAI SETIA - DAY


Roehana menerima terbitan Soenting Melajoe yang
pertama. Sangat senang. Roehana terus menulis dua kali
setiap minggu menggunakan mesin tik. Roehana juga
meliput langsung kasus pencurian di Bukittinggi.
Roehana sedang menyapu halaman kemudian mendapati ada
surat kabar Soenting Melajoe. Roehana mengambil surat
kabar itu, tak sadar sapunya terjatuh. Kemudian
berlari masuk ke dalam.
ROEHANA
Uda! Tuo! Udaaa!
ABDOEL
Ya, ada apa Roeh???
ROEHANA
Akhirnya Soenting Melajoe yang ambo tunggu-tunggu sudah
terbit!
ABDOEL
Onde mande... Senang sekali wajahmu Roeh!
TUO SINI
Onde mande!
Abdoel dan Tuo mengerumuni Roehana ikut membaca
suratnya. Roehana nangis bahagia.
ABDOEL
Namamu, Roeh. Pemimpin Redaksi.
ROEHANA
(semakin menangis kemudian
memeluk Abdoel)
6.

ABDOEL
Ambo sangat bangga padamu, Roeh.
Seharian itu Roehana hanya membaca / membolak-balikan
Soenting Melajoe.

INT. RUMAH ROEHANA, KERAJINAN AMAI SETIA - DAY


Narasi/adegan yang menunjukkan kesibukan Roehana
sebagai wartawan sekaligus mengurus KAS.

INT. RUMAH ROEHANA, KERAJINAN AMAI SETIA - DAY


Roehana mendapat izin dari pemerintah Hindia Belanda
untuk menjadikan KAS sebagai suatu badan hukum
(rechtpersoon). Jadi ingin mengajukan permohonan untuk
menyelenggarakan lotre (geldloterij).
Roehana menghampiri Abdoel yang sedang menulis untuk
memberi tahu kabar baik tersebut
ROEHANA
Uda! Kabar baik Uda!
ABDOEL
Apa itu Roeh?
ROEHANA
Kerajinan Amai Setia telah mendapat izin dari pemerintah
Hindia Belanda untuk menjadi rechtpersoon, badan hukum.
ABDOEL
Alhamdulillah..
ROEHANA
Sekarang ambo tinggal mengajukan permohonan untuk
menyelenggarakan lotere, Uda, sebagaimana arahan Groeneveld,
Koemender Daerah Lumbung.
ABDOEL
Uda siap membantu Roeh.
(jeda)
Akhirnya, sebentar lagi kita akan bisa mendirikan gedung
sekolah yang baru untuk Amai Setia.

INT. RUMAH ROEHANA, KERAJINAN AMAI SETIA - DAY


Kerajinan Amai Setia ramai sekali dipenuhi orang yang
mengantre membeli kupon lotere. Tiba-tiba ada satu
orang perusuh yang memprovokasi orang-orang untuk
tidak membeli kupon lotere KAS.
7.

PROVOKATOR
Ibu-ibu! Bapak-bapak! Mohon dengarkan pengumuman penting dari
saya. Jangan beli kupon lotere di sini lagi! Uang hasil
pembelian kupon kita akan digunakan untuk kepentingan Roehana
sendiri!
PEMBELI KUPON
Ah yang benar?
PEMBELI KUPON (CONT'D)
Jangan sembarangan berbicara!
PROVOKATOR
 
(tertawa sinis)
Saya tidak pernah memaksa untuk percaya. Saya hanya ingin
menyampaikan kebenaran! Lihat saja sekarang Roehana semakin
kesini semakin terkenal. Surat kabar miliknya semakin maju.
Pasti dia pakai uang kita ini untuk menaikkan namanya di
publik.
Orang-orang mulai mengangguk-angguk, terprovokasi.
PEMBELI KUPON
Ah, benar juga itu ya. Terlihat juga Roehana semakin makmur
sekarang.
PROVOKATOR
Ya kan? Tidak salah lagi!
(ke penjual kupon)
He, mana Roehana? Keluarkan dia!
PEMBELI KUPON
Ayo, keluar Roehana! Keluar Kamu!
PEMBELI KUPON!
Keluar! Balikin uang kami! Keluar kamu penipu!
ABDOEL
Ada apa ini? Kenapa ramai-ramai teriak?
PROVOKATOR
He Abdoel! Mana Roehana?! Dia telah menipu kami kan? Dia
pura-pura menjual lotere dengan segala kata-kata manisnya
hanya untuk kepentingan sendiri..
ABDOEL
Ibu-ibu, bapak-bapak, mohon tenang ya. Ini tuduhan yang tidak
benar.
PEMBELI KUPON
Keluarkan dulu Roehana! Kalau Roehana tidak mau keluar, maka
Kerajinan Amai Setia akan kami tutup!
8.

Roehana keluar.
ROEHANA
Masyaallah! ada keributan apa ini?!
PROVOKATOR
Nah, ini dia pelakunya! Roehana! Semua warga di sini sudah
tahu. Kau mengambil anggaran keuangan Amai Setia untuk
kepentingan pribadi kan?
PEMBELI KUPON
Ya! Kami lihat surat kabarmu itu semakin maju, hingga sampai
ke Malaka dan Singapura. Semakin banyak orang Belanda datang
kesini hanya untuk menemuimu. Kemana komitmenmu yang katanya
ingin memajukan perempuan di Kotogadang?
ROEHANA
Demi Tuhan demi rasulullah, bahkan niatan mengutip dana itu
saja tidak pernah terlintas di benak ambo sedikitpun! Semua
ini saya lakukan untuk membangun gedung sekolah yang baru!
Untuk kalian, dan anak-anak kalian juga!
PROVOKATOR
Halah, sudahlah, Roeh. Kami sudah cukup menahan rasa tidak
suka kami kepadamu selama ini. Kami-
ROEHANA
Baik, baik. Begini saja. Kalau kalian semua yakin dan
memiliki bukti yang kuat bahwa saya mengambil uang Amai Setia
untuk kepentingan saya pribadi, kita bawa saja persoalan ini
ke meja hijau.
PROVOKATOR
Saya setuju!

EXT. DI JALAN. DAY


Roehana di halaman sedang menyapu/membenarkan tanaman.
Resah karena waktu sudah siang namun belum ada yang
dateng. Tiba tiba Anun dan Zulaika (muridnya) lewat di
jalan.
ROEHANA
Hei, Anun, Zulaika.
(dengan senyum ramah menyapa)
Anun tersenyum kikuk, sambil memandang Zulaika.
ROEHANA (CONT'D)
Ayo, masuk. Kelasnya sudah mau dimulai.
9.

ANUN
Hmm.. Maaf Uni... Ambo, dan Zulaika, sudah tidak mau sekolah
lagi.
ROEHANA
Loh, ada apa?
ZULAIKA
Maaf, Uni..
(Zulaika mencolek paha Anun
kemudian pergi agak berlari
meninggalkan Roehana)
Roehana mengamati Anun dan Zulaika yang berlari dengan
bingung. Kemudian dengan wajah sedih kembali masuk ke
gedung. Tuo Sini menunggu di ambang pintu dengan
senyum kecut.
ROEHANA
Ambo tidak mengerti Tuo Sini.
(geleng-geleng. Menarik napas
panjang)
Sebenarnya ada apa ini, Tuo?
(duduk di kursi di teras)
TUO SINI
Semuanya hanya omong kosong saja, Roeh. Tidak ada yang perlu
kau dengarkan gunjingan-gunjingan itu.
ROEHANA
Gunjingan-gunjingan apa Tuo?! Ambo benar-benar tidak tahu
apa-apa. Sudah kemarin tiba-tiba ambo difitnah mengambil uang
Amai Setia untuk kepentingan pribadi, lalu ketika ke pasar,
semua orang memandang sinis kepadaku. kemudian hari ini...
hari ini tidak ada murid satupun yang datang! Apa yang
terjadi sebetulnya?!
TUO SINI
Tuo juga tidak tahu pasti... Hanya dengar-dengar saja.
Katanya muridmu banyak yang iri karena hanya kau perempuan di
Kotogadang yang berteman akrab dan dihormati petinggi
Belanda. Sementara mereka hanya ikut menemanimu saja setiap
ada pertemuan. Ada juga yang dipengaruhi ibunya tidak sekolah
lagi karena katanya pikiranmu terlalu berkiblat dengan budaya
barat. Ada juga orang-orang yang memandang aneh kepadamu
karena belum juga hamil walaupun sudah bertahun-tahun
menikah. Hal-hal tidak penting, Roeh. Tidak usah kau
dengarkan.
ROEHANA
(menutup muka dengan kedua
tangannya, frustrasi bukan
sedih)
Ambo tidak habis pikir Tuo.
10.

TUO SINI
(mengelus-elus punggung
Roehana)

INT. RUMAH ROEHANA, KERAJINAN AMAI SETIA - NIGHT


Roehana mimpi bertemu Ayah dan berbincang dengan ayah,
mengeluhkan semuanya.
Background putih. Roehana duduk di kursi di tengah.
Menangis. Ada audio Roehana kecil, saat pertama kali
Roehana meminta izin kepada ayahnya untuk mengajar
teman-temannya. Dicampur audio-audio ayahnya bawa
pulang buku-buku dan koran-koran buat Roehana. Ayah
dan Roehana tertawa, dan lain-lain. Atmosfer haru.
ROEHANA KECIL
Ayah, kawan-kawan ingin ambo mengajari mereka membaca dan
menulis. Bagaimana menurut Ayah, bisakah ambo?
AYAH
Apa Roehana mau mengajari mereka membaca dan menulis?
ROEHANA KECIL
Sebetulnya mau, ambo senang kawan-kawan bisa belajar membaca
dan menulis. Tetapi ambo sendiri masih kecil dan tidak pernah
sekolah. Apakah boleh ambo mengajari kawan-kawan, Ayah?
AYAH
Ayah yakin Roeh bisa mengajari mereka. Lakukanlah apa yang
bisa ananda lakukan supaya kawan-kawan juga pandai baca
tulis.
---
ROEHANA KECIL
Wah, Ayah, apa ini!
AYAH
Ini alat tulis, buku-buku, pensil, untuk Roehana mengajar
teman-teman Roeh.
ROEHANA KECIL
Wah, asyik, tarimo kasih Ayah!
---
AYAH
Roeh, ini surat kabar hari ini.
ROEHANA KECIL
Roehana ingin buku cerita yang lebih banyak lagi, Ayah.
11.

AYAH
Akan Ayah belikan untuk Roeh.
--
ROEHANA KECIL
Ayah, hari ini teman-teman Roeh sudah semakin lancar bacanya!
AYAH
Anak Ayah keren sekali.
Ayah bangga sekali denganmu Roeh.
(echoing berkali-kali)
Roehana yang sedang menangis di kursi lalu memandang
tajam ke depan.
ROEHANA
Ayah!
(ayah tiba-tiba muncul dari
belakang. Di spotlight)
AYAH
Ayah di sini, Roeh.
ROEHANA
Ayah... Setelah bertahun-tahun berusaha keras membangun
sekolah itu. Mengajari gadis dan ibu-ibu muda di Kotogadang.
Menyediakan alat tulis, alat jahit, dan semua yang mereka
butuhkan, seperti ini kah cara mereka membalas Roehana?
Ternyata Roehana tidak sekeren itu, sepintar itu, Ayah.
Banyak yang tidak suka dengan ambo, tidak mendukung cita-cita
ambo. Sekarang ambo harus menghadapi persidangan karena
difitnah mencuri uang sekolah untuk kepentingan pribadi.
Mengapa Ayah, mengapa?
AYAH
Begitu lah Roeh, Semakin Tinggi Pohon Menjulang, Semakin
Kencang Angin Menghempas.
ROEHANA
Ambo sudah tidak kuat lagi, Ayah.
AYAH
Hadapi saja Roeh. Hadapi kebencian itu dengan senyuman,
dengan penuh ketegaran. Kalau kau berpegang teguh pada
pendirianmu, pada cita-citamu, tidak akan ada orang yang bisa
menjatuhkanmu, Nak.
ROEHANA
Tapi, Ayah. Roehana sudah berusaha keras menghadapi semuanya
dengan kesabaran. Tapi kesabaran juga ada batasnya!
Roehana menengok ke belakang. Ingin melihat ayahnya.
Tapi Ayah sudah hilang.
12.

Roehana bangkit dari kursi. Mencari Ayah.


ROEHANA (CONT'D)
Ayah? Ayah?? Ayah!!!

INT. RUANG PERSIDANGAN. DAY


HAKIM
Setelah menimbang-nimbang dan melihat semua bukti tertulis,
kami menyatakan terdakwa Roehana Koeddoes alias Sitti Roehana
telah terbukti secara sah dan meyakinkan tidak bersalah
melakukan tindak pidana penyelewengan keuangan sekolah
Kerajinan Amai Setia untuk kepentingan pribadi. Demikianlah
diputuskan dalam rapat permusyawaratan Majelis Hakim pada
hari senin, 24 oktober 1915.
(ketok palu)

EXT. HALAMAN RUMAH ROEHANA, KERAJINAN AMAI SETIA - DAY


Roehana dan Abdoel memutuskan mengundurkan diri dari
jabatan masing-masing di KAS dan pindah ke
Bukittinggi. Udah siap berangkat naik bendi. Ada
barang-barang yang udah dikemas.
HAYATI
Uni! Haruskah Uni benar-benar pindah ke Bukittinggi?
AISYAH
Iya Uni? Mengapa? Mengapa tidak terus mengajar di sini saja?
ROEHANA
Maafkan Uni ya Hayati, Aisyah. Masih ada Tuo Sini, Uni Rekna,
Uni Hadisah, dan uni-uni lainnya yang mengajar di sini. Betul
kan Tuo?
TUO SINI
(mengangguk)
ABDOEL
Roeh. Bendi sudah siap.
ROEHANA
Sebentar.
Hayati, Aisyah, terus rajin belajar ya. Kalian harus berjanji
berani bercita-cita tinggi. Janji?
(mengeluarkan jari kelingking.
Jari kelingking Aisyah dan
Hayati melingkari jari
kelingking Roehana.)
Uni berangkat dulu ya. Jaga diri kalian baik-baik.
(ke Tuo Sini)
13.

Tuo. Tarimo kasih atas segala dukungannya selama ini. Roeh


minta doanya.
TUO SINI
Hati-hati Roeh. Doa terbaik untukmu. Kirimkan surat kalau kau
sudah sampai.
ROEHANA
Dah!
AISYAH
Dah Uni!
(menangis)

INT. BUKITTINGGI - DAY


Roehana didukung suami mendirikan Roehana School.
Sambil terus menulis dan memimpin Soenting Melaojoe.
Hari peresmian Roehana School. Roehana sedang
menyelesaikan tulisannya.
ABDOEL
Hari yang besar untukmu, Roeh.
ROEHANA
Ya, Uda.
(tersenyum tapi deg-degan)
ABDOEL
Sudah selesai tulisanmu itu?
ROEHANA
Hmm.. Sedikit lagi.
ABDOEL
Oke. Ambo beres-beres dulu. Sebentar lagi tamu undangan akan
berdatangan.

EXT. HALAMAN RUMAH BUKITTINGGI - DAY


Rumah sewa Roehana yang dijadikan bangunan Roehana
School dihiasi banyak bunga dan bendera. Orang ramai
berkumpul.
ROEHANA
Ibu-ibu, bapak-bapak, dan anak-anak sekalian. Terima kasih
atas kedatangannya hari ini.
(jeda terharu)
Ambo selalu punya cita-cita sejak kecil untuk mengangkat
harkat dan martabat perempuan. Dan cara yang menurut saya
paling ampuh adalah melalui Pendidikan.
14.

Alhamdulillah, setelah proses panjang, akhirnya ambo,


Roehana, bisa mendirikan sekolah khusus perempuan di
Bukittinggi ini agar perempuan di sini bisa belajar baca-
tulis, dan juga kerajinan tangan supaya bisa lebih mandiri.
Tarimo kasih banyak atas dukungan keresidenan Bukittinggi dan
seluruh masyarakat Bukittinggi. Dengan demikian, Roehana
School resmi dibuka!
Tepuk tangan. Sorak sorai gembira ramai.
Ada suara flash camera untuk menangkap momen peresmian
sekolah itu. Lampu dipadamkan. Proyektor menampilkan
headline berita dalam surat kabar Soenting Melajoe.
"Roehana School Resmi Dibuka di Bukittinggi" dengan
foto kayak di adegan terakhir itu.

-------------------------- TAMAT ---------------------------


 
 
 

Anda mungkin juga menyukai