Anda di halaman 1dari 32

CASE BASED DISCUSSION

TONSILITIS AKUT

OLEH

Dinda Novita Maghfiroh


018.06.0062

PEMBIMBING

dr. I Putu Sudiasa, Sp.THT-KL

KEPANITERAAN KLINIK SMF THT- KL


FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS ISLAM
AL-AZHAR RUMAH SAKIT UMUM BANGLI
2023
KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan ke hadapan Tuhan Yang Maha Esa,


karena laporan Case Based Discussion ini dapat terselesaikan. Laporan ini
dibuat dalam rangka mengikuti Kepaniteraan Klinik di SMF Penyakit
Dalam, Fakultas Kedokteran Universitas Islam Al-Azhar, di Rumah Sakit
Umum Bangli. Pada kesempatan ini, penulis mengucapkan terima kasih
kepada:

1. dr.I Putu Sudiasa, Sp.THT-KL selaku pembimbing dalam Case


Based Discussion ini.

2. Semua pihak yang telah membantu dalam penyelesaian laporan


ini

Penulis menyadari sepenuhnya bahwa laporan ini masih jauhdari kata


sempurna, karena keterbatasan kemampuan dan pengetahuan yang penulis miliki.
Untuk itu, penulis mengharapkan saran dan kritik yang bersifat membangun dari
para pembaca.

Bangli, 17 Januari 2023

Penulis

ii
DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL ..........................................................................................................


KATA PENGANTAR........................................................................................................
DAFTAR ISI.....................................................................................................................
BAB I..................................................................................................................................
PENDAHULUAN..............................................................................................................
1.1 Latar Belakang..........................................................................................................
BAB II TINJAUAN PUSTAKA.......................................................................................
2.1 Anatomi dan Fisiologi Tonsil...................................................................................
2.2 Tonsilitis....................................................................................................................
2.3 Epidemiologi.............................................................................................................
2.4 Etiologi......................................................................................................................
2.5 Patologi Tonsilitis Akut............................................................................................
2.6 Manifestasi Klinis Tonsilitis.....................................................................................
2.7 Pemeriksaan Fisik...................................................................................................
2.8 Diagnosis.................................................................................................................
2.9 Pemeriksaan Penunjang..........................................................................................
2.10 Komplikasi............................................................................................................
2.11 Penatalaksanaan....................................................................................................
BAB III LAPORAN KASUS...........................................................................................
3.1 Identitas Pasien......................................................................................................
3.2 Anamnesis...............................................................................................................
3.3 Pemeriksaan Fisik..............................................................................................................
3.4 Resume..............................................................................................................................
BAB IV KESIMPULAN..................................................................................................
4.1 Kesimpulan.............................................................................................................
DAFTAR PUSTAKA.......................................................................................................

iii
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Tonsil yaitu jaringan limfa berbentuk oval terletak pada kedua sisi
belakang tenggorokan. Pada keadaan normal tonsil akan membantu mencegah
terjadinya infeksi. Tonsil sebagai filter untuk menangkap bakteri dan virus yang
hendak masuk ke tubuh melalui sinus dan mulut. Juga menstimulasi sistem imun
untuk memproduksi antibody yang membantu melawan infeksi (Upham, B.
2020).
Tonsilitis adalah suatu proses inflamasi atau peradangan pada tonsil yang
diakibatkan oleh virus maupun bakteri yang masuk kedalam tubuh. Tonsilitis
dapat mengenai semua kalangan umur dan tidak memandang laki-laki maupun
perempuan. Mayoritas kasus tonsilitis paling sering terjadi pada anak-anak,
terutama berusia 5 tahun sampai 10 tahun (Wahyuni, S 2016). Tonsilitis
diklasifikasikan menjadi dua berdasarkan lama keluhannya, yaitu tonsilitis akut
dan tonsilitis kronis. Tonsilitis kronis adalah peradangan tonsil yang keluhannya
dirasakan lebih dari 3 bulan, sedangkan Tonsilitis akut adalah peradangan tonsil
yang keluhannya dirasakan kurang dari 3 bulan (Mustofa,2020).
World Health Organization (WHO) tidak mengeluarkan data mengenai
jumlah kasus tonsilitis di dunia, namun WHO memperkirakan 287.000 anak
dibawah 15 tahun mengalami tonsilektomi dengan atau tanpa adenoidektomi.
Sebanyak 248.000 (86,4%) anak menjalani tonsilio-adenoidektomi dan 39.000
(13,6%) anak menjalani tonsilektomi saja. Berdasarkan data epidemiologi
penyakit THT di tujuh provinsi di Indonesia, prevalensi tonsilitis kronik
merupakan prevalensi tertinggi setelah nasofaringitis akut, yaitu sebesar 3,8%.
Berdasarkan hasil penelitian sebelumnya di RSP Unhas jumlah penderita tonsilitis
selama januari – Desember 2018 berjumlah 159 orang (Bimrew Sendekie Belay,
2022).
Banyak faktor penyebab tosilitis, antara lain usia, kebiasaan konsumsi
makanan dan kebersihan mulut. Kasus tertinggi tonsilitis terdapat pada usia anak

7
usia 6-11 tahun (37,1%), diikuti anak usia 12-16 tahun (15,7%). Pada usia 3-10
tahun fungsi imunologi tonsil sangat aktif untuk memberi tanda tubuh bahwa
adanya infeksi bakteri dan virus, fungsi tonsil akan menurun diusia 15 tahun.
Kebiasaan konsumsi makanan merupakan salah satu faktor yang dapat
menimbulkan tosilitis diantaranya makanan yang mengandung banyak minyak,
penyedap rasa, pengawet, minuman dingin dan makanan tidak bersih. Kurang
menjaga kebersihan mulut merupakan faktor yang dapat memicu terjadinya
tonsilitis, karena bakteri streptococcus beta hemoliticus dapat masuk melalui
makanan, minuman dan sisa-sisa makanan disela-sela gigi (Upham, B. 2020).
Tonsilitis terjadi oleh karena infeksi bakteri khususnya Streptococcus beta
hemolyticus, streptokokus piogenes. Bakteri penyebab tonsilitis akut lainnya
meliputi staphilocous dan Hemofillus influenza atau dapat juga diakibatkan oleh
virus (Mustofa, 2020).
Secara umum tonsilitis memiliki beberapa keluhan diantaranya adalah
nyeri tenggorokan, sulit menenelan (anak biasanya menolak makan akibat nyeri
lokal pada tonsil), demam (dapat bervariasi mulai dari 38-40 0C, nyeri alih
ketelinga dan memiliki keluhan konstitusional seperti nyeri seluruh tubuh, sakit
kepala, malaise dll (Wahyuni, S 2016).
Tonsilitis dapat didiagnosis berdasarkan Anamnesis dan pemeriksaan fisik
meliputi tanda-tanda vital, pemeriksaan rongga mulut, penilaian ukuran tonsil,
pemeriksaan kelenjar getah bening dan pemeriksaan telinga serta gerakan leher.
Pemeriksaan penunjang yang diperlukan antara lain kultur bakteri, Rapid Antigen
Detection Test (RADT), usap tenggorok antibodi streptococcus, dan pemeriksaan
radiologi. Tonsilitis dapat dicegah dengan menjaga pola makan seperti
mengurangi makanan berminyak, mengandung pengawet, penyedap rasa,
pengawet buatan dan makanan yang kebersihannya kurang terjaga. Kebersihan
mulut yang kurang dijaga dapat menjadi factor penyebab tonsilitis, oleh sebab itu
diharapkan untuk selalu menjaga kebersihan mulut dengan sikat gigi minimal 2
kali sehari saat setelah makan dan sebelum tidur. Menggunakan alat makan dan
minum sendiri juga dapat mengurangi transmisi penyebaran bakteri dan virus
yang dapat menimbulkan tonsilitis (Windfuhr, Toepfner, dkk. 2016).

7
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Anatomi dan Fisiologi Tonsil


Tonsil terdiri dari jaringan limfoid yang dilapisi oleh epitel respiratori.
Cincin Waldeyer merupakan jaringan limfoid yang membentuk lingkaran di faring
yang terdiri dari tonsil palatina, tonsil faringeal (adenoid), tonsil lingual, dan
tonsil tuba Eustachius (dr. Resthie Rachmanta, 2021).

Gambar 2. Anatomi Rongga Gambar 1 Anatomi dari sisi


Mulut Lateral

A. Tonsil Palatina
Tonsil palatina adalah suatu massa jaringan limfoid yang terletak di dalam
fosa tonsil pada kedua sudut orofaring dan dibatasi oleh pilar anterior (otot
palatoglosus) dan pilar posterior (otot palatofaringeus). Tonsil berbentuk oval
dengan panjang 2-5 cm, masing-masing tonsil mempunyai 10-30 kriptus yang
meluas ke dalam jaringan tonsil. Tonsil tidak selalu mengisi seluruh fosa

7
tonsilaris, daerah yang kosong diatasnya dikenal sebagai fosa supratonsilar
(Soepardi, 2007). Tonsil terletak di lateral orofaring. Dibatasi oleh:
 Lateral – muskulus konstriktor faring superior

 Anterior – muskulus palatoglosus

 Posterior – muskulus palatofaringeus

 Superior – palatum mole

 Inferior – tonsil lingual


Permukaan tonsil palatina ditutupi epitel berlapis gepeng yang juga
melapisi invaginasi atau kripti tonsila. Banyak limfanodulus terletak di bawah
jaringan ikat dan tersebar sepanjang kriptus. Limfonoduli terbenam di dalam
stroma jaringan ikat retikular dan jaringan limfatik difus. Limfonoduli merupakan
bagian penting mekanisme pertahanan tubuh yang tersebar di seluruh tubuh
sepanjang jalur pembuluh limfatik. Nodul sering saling menyatu dan umumnya
memperlihatkan pusat germinal.
Fosa Tonsil
Fossa tonsil dibatasi oleh otot-otot orofaring, yaitu batas anterior adalah
otot palatoglosus, batas posterior adalah otot palatofaringeus dan batas lateral
atau dinding luarnya adalah otot konstriktor faring superior. Berlawanan dengan
dinding otot yang tipis ini, pada bagian luar dinding faring terdapat nervus ke IX
yaitu nervus glosofaringea (Bootz, 2017)l.
Pendarahan

Gambar 3. Gambar Persarafan Tonsil

7
Tonsil mendapat pendarahan dari cabang-cabang arteri karotis eksterna, yaitu
1) arteri maksilaris eksterna (arteri fasialis) dengan cabangnya arteri tonsilaris
dan arteri palatina asenden; 2) arteri maksilaris interna dengan cabangnya arteri
palatina desenden; 3) arteri lingualis dengan cabangnya arteri lingualis dorsal; 4)
arteri faringeal asenden. Kutub bawah tonsil bagian anterior diperdarahi oleh
arteri lingualis dorsal dan bagian posterior oleh arteri palatina asenden, diantara
kedua daerah tersebut diperdarahi oleh arteri tonsilaris. Kutub atas tonsil
diperdarahi oleh arteri faringeal asenden dan arteri palatina desenden. Vena-
vena dari tonsil membentuk pleksus yang bergabung dengan pleksus dari faring.
Aliran balik melalui pleksus vena di sekitar kapsul tonsil, vena lidah dan pleksus
faringeal (Bootz, 2017).
Aliran getah bening
Aliran getah bening dari daerah tonsil akan menuju rangkaian getah
bening servikal profunda (deep jugular node) bagian superior di bawah muskulus
sternokleidomastoideus, selanjutnya ke kelenjar toraks dan akhirnya menuju
duktus torasikus. Tonsil hanya mempunyai pembuluh getah bening eferan
sedangkan pembuluh getah bening aferen tidak ada.
Persarafan
Tonsil bagian bawah mendapat sensasi dari cabang serabut saraf ke IX
(nervus glosofaringeal) dan juga dari cabang desenden lesser palatine nerves.
Imunologi Tonsil
Tonsil merupakan jaringan limfoid yang mengandung sel limfosit.
Limfosit B membentuk kira-kira 50-60% dari limfosit tonsilar. Sedangkan
limfosit T pada tonsil adalah 40% dan 3% lagi adalah sel plasma yang matang.
Limfosit B berproliferasi di pusat germinal. Immunoglobulin (IgG, IgA, IgM,
IgD), komponen komplemen, interferon, lisozim dan sitokin berakumulasi di
jaringan tonsilar. Sel limfoid yang immunoreaktif pada tonsil dijumpai pada 4
area yaitu epitel sel retikular, area ekstrafolikular, mantle zone pada folikel
limfoid dan pusat germinal pada folikel ilmfoid. Tonsil merupakan organ limfatik
sekunder yang diperlukan untuk diferensiasi dan proliferasi limfosit yang sudah
disensitisasi. Tonsil mempunyai 2 fungsi utama yaitu 1) menangkap dan

7
mengumpulkan bahan asing dengan efektif; 2) sebagai organ utama produksi
antibodi dan sensitisasi sel limfosit T dengan antigen spesifik.
B. Tonsil Faringeal (Adenoid)
Adenoid merupakan masa limfoid yang berlobus dan terdiri dari jaringan
limfoid yang sama dengan yang terdapat pada tonsil. Lobus atau segmen tersebut
tersusun teratur seperti suatu segmen terpisah dari sebuah ceruk dengan celah atau
kantong diantaranya. Lobus ini tersusun mengelilingi daerah yang lebih rendah di
bagian tengah, dikenal sebagai bursa faringeus. Adenoid tidak mempunyai
kriptus. Adenoid terletak di dinding belakang nasofaring. Jaringan adenoid di
nasofaring terutama ditemukan pada dinding atas dan posterior, walaupun dapat
meluas ke fosa Rosenmuller dan orifisium tuba eustachius. Ukuran adenoid
bervariasi pada masing-masing anak. Pada umumnya adenoid akan mencapai
ukuran maksimal antara usia 3-7 tahun kemudian akan mengalami regresi.
C. Tonsil Lingual
Tonsil lingual terletak di dasar lidah dan dibagi menjadi dua oleh
ligamentum glosoepiglotika. Di garis tengah, di sebelah anterior massa ini
terdapat foramen sekum pada apeks, yaitu sudut yang terbentuk oleh papilla
sirkumvalata.
2.2 Tonsilitis Akut
Adalah peradangan tonsil palatina yang merupakan bagian dari cicin
waldeyer. Penyebaran infeksi melalui udara (air borne droplets), tangan dan
ciuman. Dapat terjadi pada semua umur, terutama pada anak (Ringgo, 2019).
2.3 Epidemiologi
Tonsilitis secara epidemiologi paling sering terjadi pada anak- anak . Pada
balita tonsilitis umumnya disebabkan oleh infeksi virus sednangkan infeksi
bakteri lebih sering terjadi pada anak berusia 5-15 tahun. Group A Beta-hemolitik
streptococcus merupakan penyebab utama tonsilitis bacterial (Ramadhan, 2017).
Tonsilitis paling sering terjadi pada anak-anak, tetapi jarang terjadi pada anak usia
<2 tahun. Tonsilitis juga jarang terjadi pada orang tua usia > 40 tahun. INsidensi
terjadinya tonsilitis rekuren di eropa dilaporkan sekitar11% dengan komplikasi
tersering adalah abses peritonsiler. Komplikasi ini lebih serign terjadi pada anak-

7
anak dengan puncaknya pada masa remaja kemudian risikonya menurun hingga
usia tua. World Health Organization (WHO) tidak mengeluarkan data mengenai
jumlah kasus tonsilitis di dunia, namun WHO memperkirakan 287.000 anak
dibawah 15 tahun mengalami tonsilektomi dengan atau tanpa adenoidektomi,
248.000 (86,4%) mengalami tonsiloadenoidektomi dan 39.000 (13,6%) lainnya
menjalani tonsilektomi. Berdasarkan data epidemiologi penyakit THT di tujuh
provinsi Indonesia, prevalensi tonsilitis kronik 3,8% tertinggi setelah
nasofaringitis akut 4,6 % (Ramadhan, 2017).
2.4 Etiologi
Penyebab tonsilitis bermacam – macam, diantaranya adalah yang tersebut
dibawah ini yaitu :
 Streptokokus beta hemolitikus
 Streptokokus viridans
 Streptokokus piogenes
 Virus influenza
Infeksi ini menular melalui kontak dari sekret hidung dan ludah (droplet
infections ) (Allotoibi, 2017).
2.5 Patologi Tonsilitis Akut
Tonsil dibungkus oleh suatu kapsul yang sebagian besar berada pada fosa
tonsil yang terfiksasi oleh jaringan ikat longgar. Tonsil terdiri dari banyak
jaringan limfoid yang disebut folikel. Setiap folikel memiliki kanal (saluran) yang
ujungnya bermuara pada permukaan tonsil. Muara tersebut tampak oleh kita
berupa lubang yang disebut kripta. Saat folikel mengalami peradangan, tonsil
akan membengkak dan membentuk eksudat yang akan mengalir dalam saluran
(kanal) lalu keluar dan mengisi kripta yang terlihat sebagai kotoran putih atau
bercak kuning. Kotoran ini disebut detritus. Detritus sendiri terdiri atas kumpulan
leukosit polimorfonuklear, bakteri yang mati dan epitel tonsil yang terlepas.
Tonsilitis akut dengan detritus yang jelas disebut tonsilitis folikularis. Tonsilitis
akut dengan detritus yang menyatu lalu membentuk kanal-kanal disebut tonsilitis
lakunaris. Detritus dapat melebar dan membentuk membran semu
(pseudomembran) yang menutupi tonsil. Adanya pseudomembran ini menjadi

7
alasan utama tonsilitis akut didiagnosa banding dengan angina Plaut Vincent,
angina agranulositosis, tonsilitis difteri, dan scarlet fever (Fakh, et al., 2016).
Tonsilitis akut yang disebabkan oleh bakteri disebut peradangan lokal
primer. Setelah terjadi serangan tonsilitis akut, tonsil akan sembuh atau bahkan
tidak dapat kembali sehat seperti semula (Fakh, et al., 2016). Secara patologi
terdapat peradangan dari jaringan pada tonsil dengan adanya kumpulan leukosit,
sel epitel yang mati, dan bakteri pathogen dalam kripta. Fase- fase patologis
tersebut ialah (Adams, et al., 2012):

1. Peradangan biasa daerah tonsil saja


2. Pembentukan eksudat
3. Selulitis tonsil
4. Pembentukan abses peritonsiler
5. Nekrosis jaringan
2.6 Manifestasi Klinis Tonsilitis
Manifestasi akan berbeda beda pada setiap kategori tonsilitis sebagai
berikut (Rusmarjono & Soepardi, 2016) :
A. Tonsilitis Akut
1. Tonsilitis viral
Gejala tonsilitis viral lebih menyerupai common cold yang disertai rasa
nyeri tenggorok dan beberapa derajat disfagia. Dan pada kasus berat dapat
menolak untuk minum atau makkan melalui mulut. Penderita mengalami malise,
suhu tinggi dan nafasnya bau (Adams, et al., 2012)
2. Tonsilitis bacterial
Gejala dan tanda masa inkubasi 2-4 hari. Gejala dan atnda yang sering
ditemukan adalah nyeri tenggorok dan nyeri waktu menelan, demam dengan suhu
tubuh yang tinggi, rasa lesu, rasa nyeri di sendi-sendi , tidak nafsu makan dan rasa
nyeri pada telinga karena nyeri alih atau refered pain melalu nervus.
Glossofaringeus. (N.IX). pada pemeriksaan tampak tonsil membengkak,
hiperemis dan terdapat detritus berbentuk folikel, lacuna atau tertutup oleh
membrane semu. Kelenjar sub mandibula membengkak dan nyeri tekan (otalgia).

7
B. Tonsilitis membranosa
1. Tonsilitis difteri
Gejala umum seperti juga gejala infeksi lainnya yaitu kenaikan suhu tubuh
biasanya subfebris, nyeri kepala, tidak nafsu makan , badan lemahg nadi lambat
serta keluhan nyeri menelan.
Gejala lokal yang tampak berupa tonsil membengkak ditutupi bercak putih
kotor yang makin lama makin meluas dan Bersatu membentuk membrane semu.
Membran ini dapat meluas ke palatum mole, uvula, nasofaring, laring, trakea dan
bronkus dan dapat menyumbat saluran nafas. Membran semu ini melekat erat
pada dasarnya, sehingga bila diangkat akan mudah berdarah. Pada perkembangan
penyakit ini ila infeksinya berjalan terus, kelenjar limfa leher akan membengkak
sedemikian besarnya sehingga leher menyerupai sapi (Bull Neck) atau disebut
juga Burgemeester’s (Bimrew Sendekie Belay, 2022).
2. Tonsilitis Septik
Disebabkan oleh streptococcus hemoliticus susu sapi tapi di Indonesia
jarang.
C. Tonsilitis kronik
Pada Pemeriksaan tampak tonsil membesar dengan permukaan rata,
kriptus melebar dan beberapa kripti terisi oleh detritus. Rasa ada yang mengganjal
di tenggorok, diasakan kering di tenggorokan dan nafas berbau.
Radang amandel/ tonsil yang kronis terjadi secara berulang-ulang dan
berlangsung lama. Pembsaran tonsil atau amandel bisa sangat besar sehingga
tonsil kiri dan kanan saling bertemu dan dapat mengganggu jalan pernafasan
(manurung, 2016).
2.7 Jenis- Jenis Tonsilitis Akut
 Superfisial Tonsilitis Akut

7
Gambar 4 Superfisial Tonsilitis Akut (buku ajar THT edisi ke tujuh)

7
 Follicular Tonsilitis Akut

Gambar 5 Follicular Tonsilitis Akut

 Membranous Tonsilitis Akut

Gambar 6 Membranous Tonsilitis Akut

7
 Parechymal Tonsilitis

Gambar 7 Parenchymal Tonsilitis

7
Gambar 8 Kasus-Kasus Tonsilitis Tonsilitis ( Buku Ajar Ilmu Kesehatan THT
Edisi tujuh)
Tonsilitis pada anak biasanya dapat mengakibatkan
keluhan berupa ngorok saat tidur karena pengaruh besarnya
tonsil yang mengganggu pernafasan bahkan keluhan sesak nafas
dapat terjadi apabila pembesaran tonsil telah menutup jalur
pernafasan.

7
2.7 Pemeriksaan Fisik
Pada pemeriksaan pada tonsil akan didapati tonsil hipertrofi, tetapi
kadang-kadang atrofi, hiperemi dan odema yang tidak jelas. Didapatkan detritus
atau detritus baru tampak jika tonsil ditekan dengan spatula lidah. Kelenjar leher
dapat membesar tetapi tidak terdapat nyeri tekan.
Ukuran tonsil pada tonsilitis kronik dapat membesar (hipertrofi) atau
atrofi. Pembesaran tonsil dapat dinyatakan dalam ukuran T1 – T4.

Gambar 9. Derajat Pembesaran Tonsil


Cody & Thane (1993) membagi pembesaran tonsil dalam ukuran
berikut :
T1 = batas medial tonsil melewati pilar anterior sampai ¼ jarak pilar
anterior uvula
T2 = batas medial tonsil melewati ¼ jarak pilar anterior-uvula sampai ½
jarak pilar anterior-uvula
T3 = batas medial tonsil melewati ½ jarak pilar anterior-uvula sampai ¾
jarak pilar anterior-uvula
T4 = batas medial tonsil melewati ¾ jarak pilar anterior-uvula atau lebih.
2.8 Diagnosis
Penderita tonsilitis akut awalnya mengeluh rasa kering di
tenggorok. Kemudian berubah menjadi rasa nyeri di tenggorok

7
dan rasa nyeri saat menelan. Makin lama rasa nyeri ini semakin
bertambah nyeri sehingga anak menjadi tidak mau makan. Nyeri
hebat ini dapat menyebar sebagai referred pain ke sendi-sendi
dan telinga. Nyeri pada telinga (otalgia) tersebut tersebar melalui
nervus glossofaringeus (IX).
Keluhan lainnya berupa demam yang suhunya dapat
sangat tinggi sampai menimbulkan kejang pada bayi dan anak-
anak. Rasa nyeri kepala, badan lesu dan nafsu makan berkurang
sering menyertai pasien tonsilitis akut. Suara pasien terdengar
seperti orang yang mulutnya penuh terisi makanan panas.
Keadaan ini disebut plummy voice. Mulut berbau busuk (foetor
ex ore) dan ludah menumpuk dalam kavum oris akibat nyeri
telan yang hebat (ptialismus). Pemeriksaan tonsilitis akut
ditemukan tonsil yang udem, hiperemis dan terdapat detritus
yang memenuhi permukaan tonsil baik berbentuk folikel, lakuna,
atau pseudomembran. Ismus fausium tampak menyempit.
Palatum mole, arkus anterior dan arkus posterior juga tampak
udem dan hiperemis. Kelenjar submandibula yang terletak di
belakang angulus mandibula terlihat membesar dan ada nyeri
tekan.
Adapun tahapan menuju diagnosis tonsilitis kronis adalah
sebagai berikut:
Anamnesa
Anamnesa ini merupakan hal yang sangat penting karena
hamper 50% diagnose dapat ditegakkan dari anamnesa saja.
Penderita sering datang dengan keluhan rasa sakit pada
tenggorok yang terus menerus, sakit waktu menelan, rasa
mengganjal di tenggorok, nafas bau, malaise, sakit pada
sendi, kadang-kadang ada demam dan nyeri pada leher
(Dewi & Wibawaningtyas, 2017).
Pemeriksaan Fisik 

7
Tampal Tonsil membesar dengan adanya hipertrofi dan jaringan parut,
permukaan tonsil tidak rata, kriptus melebar dan beberapa kripti terisi oleh
detritus. Sebagian kripta mengalami stenosis, tepi eksudat (purulent) dapat
diperlihatkan dari kripta-kripta tersebut.
Gambaran klinis yang lain yang sering adalah dari tonsil yang
kecil, biasanya membuat lekukan, tepinya hiperemis dan sejumlah kecil
sekret purulen yang tipis terlihat pada kripta (Dewi & Wibawaningtyas, 2017).
Pemeriksaan Penunjang
Dapat dilakukan kultur dan uji resistensi (sensitifitas) kuman dari sediaanapus
tonsil. Biakan swab sering menghasilkan beberapa macam kuman dengan derajat
keganasan yang rendah, seperti Streptococcus haemolitikus, Streptokokus
viridans, Stafilokokus, atau Pneumokokus.
2.9 Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan penunjang yang dapat dilakukan untuk memperkuat diagnosa
tonsilitis akut adalah pemeriksaan laboratorium meliputi (Dewi &
Wibawaningtyas, 2017) :
 Leukosit : terjadi peningkatan
 Hemoglobin : terjadi penurunan
 Usap tonsil untuk pemeriksaan kultur bakteri dan tes sensitifitas
obat
2.10 Komplikasi
Meskipun jarang, tonsilitis akut dapat menimbulkan komplikasi lokal yaitu
abses peritonsil, abses parafaring dan otitis media akut. Komplikasi lain yang
bersifat sistemik dapat timbul terutama oleh kuman Streptokokus beta hemolitikus
berupa sepsis dan infeksinya dapat tersebar ke organ lain seperti bronkus
(bronkitis), ginjal (nefritis akut & glomerulonefritis akut), jantung (miokarditis &
endokarditis), sendi (artritis) dan vaskuler (plebitis).
Komplikasi yang dapat muncul bila tonsilitis akut tidak
tertangani dengan baik adalah :
1. tonsilitis kronis
2. Otitis media

7
2.11 Penatalaksanaan
Pada kasus tonsilitis akut pada umumnya sebaiknya tirah
baring, pemnberian cairan adekuat, dan diet ringan (adams, et al,
2012), pemberian analgetic dan antivirus diberikan jika gejala
berat.
Pada kasus tonsilitis bacterial dapat diberikan antibiotika
spektrum luas seperti penisilin, eritromisin, antipiretik dan obat
kumur yang mengandung desinfektan. Pada tonsilitis difteri
diberikan terapi anti difteri serum (ADS) diberikan segera tanpa
menunggu hasil kultur, dengan dosis 20.000 – 100.000 unit
tergantung dari umur dan beratnya penyakit. Antibiotic penisilin
atau eritromisin 25-50mg/kgBB dibagi dalam 3 dosis selama 14
hari. Kortikosteroid 1,2 mg/kgBB/hari. Antipiretik untuk
simptomatis, pasien harus diisolasi karena penyakit ini dapat
menular. Pasien Istirahat di tempat tidur selama 2-3 minggu
(Basuki et al., 2020).
Pengobatan pasti untuk tonsilitis kronik adalah pembedahan
pengangkatan tonsil. Tindakan ini dilakukan pada kasus kasus
dimana penatalaksanaan medis atau yang lebih konservatif gagal
untuk meringankan gejala-gejala. Penatalaksanaan medis
termasuk pemberian penisilin yang lama, irigasi tenggorokan
sehari-hari dan usaha untuk membersihkan kripta tonsilaris
dengan alat irigasi gigi atau oral. Ukuran jaringan tonsil tidak
mempunyai hubungan dengan infeksi kronis atau
berulang(Basuki et al., 2020) .
Adapun indikasi dilakukannya tonsilektomi sebagai berikut :
Indikasi absolut: Timbulnya kor pulmonale karena
obstruksi jalan napas yang kronis, hipertrofi tonsil atau adenoid
dengan sindroma apnea waktu tidur, hipertrofi berlebihan yang
menyebabkan disfagia dengan penurunan berat badan penyerta.
Biopsi eksisi yang curiga keganasan (limfoma), Abses peritonsil

7
berulang ulang atau abses yang meluas pada ruang jaringan
sekitarnya.
Indikasi relative : Terjadi 3 episode atau lebih infeksi
tonsil dalam 1 tahun dengan terapi antibiotic adekuat, halitosis
tonsilitis kronis yang tidak membaik dengan terapi antibiotik
adekuat, tonsilitis kronik berulang pada karier streptococcus beta
hemolitikus grup A yang tidak membaik dengan antibiotic.
Adapun kontraindikasi dari tonsilektomi :
- Infeksi pernafasan bagian atas yang berulang
- Infeksi sistemik atau kronis
- Demam yang tidak dapat diketahui penyebabnya
- Pembesaran tonsil tanpa gejala-gejala obstruksi
- Rhinitis alergi
- Asma
- Tonus otot lemah
- Sinusitis

7
BAB III
LAPORAN KASUS
3.1 Identitas Pasien
Nama : I Md A.S.
Tanggal Lahir :30-10-2010
Usia : 12 Tahun
Jenis Kelamin :Laki-laki
Pekerjaan :Siswa
Status Perkawinan :belum menikah
Agama :Hindu
Suku/ Bangsa :Indonesia
Alamat :Br. Mangguh KTM
Tanggal Pemeriksaan : 16 Januari 2023
No. RM : 275529
3.2 Anamnesis
3.2.1 Keluhan Utama :
Pasien datang ke poli klinik THT RSUD Bangli dengan
keluhan rasa mengganjal di tenggorokan dan susah menelan
yang dirasakan sejak 2 bulan yang lalu, dan keluhan tersebut
bertambah berat 2 minggu terakhir.
3.2.2 Keluhan Tambahan :
Pilek , Hidung tersumbat , batuk sedikit, demam.
3.2.3 Riwayat Penyakit Sekarang :
Pasien mengeluhkan sakit di tenggorokan sejak 2 bulan
yang lalu, sakit tenggorokan disertai nyeri menelan yang
dirasakan hilang timbul, dalam 2 bulan terakhir keluhan
dirasakan saat makan terutama makanan seperti gorengan,
makanan pedas maupun minuman yang dingin. Dan bertambah
berat sejak 2 minggu terakhir, bertambah berat baik saat makan

7
makanan padat maupun cair, Tidak ada yang memperingan
keluhan.Keluhan ini sangat mengganggu kegiatan sehari hari
disekolah karena merasa sangat tidak nyaman. Awal mulanya
pasien mengeluhkan demam, batuk, pilek sejak 3 bulan yang
lalu. Demam, batuk pilek dan hidung tersumbat dirasakan hilang
timbul dan sembuh dengan sendirinya. Kemudian keluhan
berlanjut dengan sulit menelan, nyeri tenggorokan, gatal pada
tenggorokan dan juga sering suaranya serak. Keluhan lain seperti
Pusing kepala disangkal, nyeri pada daerah wajah disangkal.
3.2.4 Riwayat Penyakit Dahulu
Pasien merasa keluhan Demam, batuk pilek dan nyeri tenggorokan serta
kesulitan menelan sejak 3 bulan terakhir yang dirasakan hilang timbul,
sebelumnya pasien belum pernah berobat ke dokter dan hanya minum obat dari
warung saja, yaitu obat untuk demam dan untuk batuknya saja. Riwayat penyakit
seperti kencing manis, hipertensi, astma disangkal. Pasien juga tidak memiliki
Riwayat alergi obat, makanan, debu/udara dingin. Pasien juga sebelumnya tidak
pernah di rawat di rumah sakit oleh penyakit tertentu.
3.2.5 Riwayata Penyakit Keluarga
Kelurga pasien tidak memiliki keluhan yang serupa dengan pasien, tidak
memiliki penyakit saluran napas lainnya, penyakit kencing manis, tekanan darah
tinggi, asma, penyakit jantung dan alergi dalam keluarga disangkal oleh pasien.
3.2.6 Riwayat social dan kebiasaan
Pasien mengatakan memiliki kebiasaan mengkonsumi
makanan berminya, seperti gorengan dan minum-minuman
dingin. Riwayat merokok, mengkonsumsi alcohol dan narkotika
disangkal oleh pasien.
3.3 Pemeriksaan Fisik
3.3.1 Status Present
1. Keadaan umum : Sakit sedang
2. Kesadaran : Komposmentis

7
3. Tekanan darah : 120/80 mmHg
4. Nadi :86x/menit
5. Suhu : 36.9o C
6. Respirasi rate :18x/menit
7. Sp02 :99%
8. Berat badan :40Kg

7
3.3.2 Status Generalis
1. Kepala : Normocephali
2. Mata : Konjungtiva anemis (-/-), sklera ikterik (-/-), diameter
pupil
(3/3) mm, refleks pupil (+/+), lagoftalmus tidak ada.
3. THT : Sesuai status lokalis
4. Leher : Deviasi trakea (-), pembesaran kelenjar limfe
(-), pembesaran tiroid (-), peningkatan JVP (-)
5. Thorax
Cor : Tidak dievaluasi
Pulmo : Tidak dievaluasi
6. Abdomen : Tidak dievaluasi
7. Esktremitas : Akral hangat Edema
+ +
+ +

7
3.3.3 Status Lokalis
1. Telinga

Kanan Kiri
Bentuk daun telinga Normal Normal
Kelainan kongenital Tidak ada Tidak ada
Tumor Tidak ada Tidak ada
Nyeri tekan tragus Tidak nyeri Tidak nyeri
Nyeri tarik auricula Tidak nyeri Tidak nyeri
Regio mastoid Normal Normal
Liang telinga Lapang, serumen (-), Lapang, serumen(-),
sekret (-), hiperemis (-), sekret (-), hiperemis (-),
edema (-) edema (-)
Membran timpani Intak, reflek cahaya (+) di Intak, reflek cahaya (+) di
jam 5 jam 7
Tes Pendengaran
Berbisik Tidak dievaluasi Tidak dievaluasi
Rinne Tidak dievaluasi Tidak dievaluasi
Webber Tidak dievaluasi Tidak dievaluasi
Swabach Tidak dievaluasi Tidak dievaluasi

7
2. Hidung dan Sinus Paranasal

Kanan Kiri
Hidung luar Normal Normal
Cavum nasi Sempit Sempit
Septum Deviasi (-) Deviasi (-)
Discharge + (Mukus) + (Mukus)
Mukosa Merah muda Merah muda
Tumor Tidak ada Tidak ada
Konka Dekongesti Dekongesti
Sinus Nyeri tekan (-) Nyeri tekan (-)
Koana Tidak dievaluasi Tidak dievaluasi

7
3. Tenggorok

Dispenu Tidak
Sianosis ada
Tidak
Mukosa ada
Hiperemis
Dinding belakang (+)
Hiperemis
Stridor (+)
Tidak
Suara ada
Normal
Uvula Letak di tengah, deviasi (-)
Postnasal drip Tidak
Tonsil Kan Ada Ki
• Pembesaran T3 an T3 ri
• Mukosa Tidak rata/ granular Tidak rata/ granular

• Kripta melebar melebar


• Detritus + +
• Perlengketan Tidak ada Tidak ada
Gigi Gigi geligi lengkap, caries (-)

3.4 Resume
Pasien laki-laki usia 12 tahun mengeluhkan sakit tenggorokan, sulit
menelan, gatal pada tenggorokan sejak 2 bulan yang lalu dan memberat sejak 2
minggu terakhir sebelum tanggal pemeriksaan. Pasien memiliki keluhan tambahan
berupa batuk, pilek, hidung tersumbat, demam. Pasien menyangkal adanya
keluhan sakit kepala dan nyeri pada daerah wajah. Pasien tidak memiliki
Riwayat penyakit kencing maning, tekanan darah tinggi, asma, maupun alergi.
Riwayat social dan pribadi pasien sering menkonsumsi makanan yang berminyak

7
seperti gorengan dan sering minum-minuman dingin. Dari pemeriksaan fisik
didapatkan tanda tanda vital dan status generalis dalam batas normal.
Pemeriksaan status lokalis (THT) pada Telinga kesan tenang. Pada hidung
didapatkan kedua cavum nasi menyempit dikarenakan ada nya discharge (+/+)
dan pada mukosa hidung tampak hiperemis pada kedua hidung, nyeri tekan sinus
(-/-). Pada Tenggorok tampak mukosa dan dinding belakang hiperemis,
Pemeriksaan yang lain seperti uvula letah tengah tidak ada deviasi, gigi geligi
lengkap tidak ada caries,stridor tidak, suara normal dan post nasal drip (-).
Kemudian terdapat pembesaran tonsil dengan derajat pembesaran tonsil kanan T3
dan tonsil kiri T3. Mukosa tonsil kanan dan kiri tidak rata dan granuler, terdapat
kripta melebar pada kanan dan kiri. Adanya detritus (+/+) dan tidak tedapat
perlengketan.
3.5 Diagnosis Banding
 Tonsilitis akut
 Tonsilofaringitis
3.6 Diagnosis Kerja
Tonsilitis Akut dengan dasar diagnosis diambil berdasarkan anamnesis dan
pemeriksaan fisik yang didapatkan oleh pasien .
3.7 Usulan pemeriksaan penunjang
Pemeriksaan darah lengkap, pemeriksaan rontgen kepala posisi waters,
pemeriksaan laboratorium kultur dan uji resistensi kuman dari sediaan apusan
tonsil untuk mengetahui kuman penyebab.
3.8 Tatalaksana
 Non medikamentosa : Edukasi pasien mengenai penyakit yang
diderita , jangan minum air es, makanan berminyak dan bersantan , banyak
isitrahat dan disarankan untuk sering control ke dokter THT.
 Medikamentosa : pemberian obat Cefixime 2x 100 mg,
Paracetamol 3 x 250 mg , Ambroxol 3x1 tablet dan Tonsilektomi.

7
BAB IV
KESIMPULAN
4.1 Kesimpulan
Berdasarkan pembahasan tersebut, dapat diperoleh informasi yang dapat
mendukung diagnosis baik dari anamnesis, pemeriksaan fisik yang telah
dilakukan pada I md. A.S usia 12 tahun datang ke Poli THT RSU Bangli tanggal
16 januari 2023 mengeluhkan Pasien mengeluhkan sakit di tenggorokan sejak 2
bulan yang lalu, sakit tenggorokan disertai nyeri menelan yang dirasakan hilang
timbul, dalam 2 bulan terakhir keluhan dirasakan saat makan terutama makanan
seperti gorengan, makanan pedas maupun minuman yang dingin. Dan bertambah
berat sejak 2 minggu terakhir, bertambah berat baik saat makan makanan padat
maupun cair, Tidak ada yang memperingan keluhan. Awal mulanya pasien
mengeluhkan demam, batuk, pilek sejak 3 bulan yang lalu. Demam, batuk pilek
dan hidung tersumbat dirasakan hilang timbul dan sembuh dengan sendirinya.
Kemudian keluhan berlanjut dengan sulit menelan, nyeri tenggorokan, gatal pada
tenggorokan dan juga sering suaranya serak. Keluhan lain seperti Pusing kepala
disangkal, nyeri pada daerah wajah disangkal. Sehari hari pasien gemar
mengkonsumsi makanan yang berminyak dan minuman dingin. Berdasarkan
pemeriksaan fisik didapatkan pada Telinga kesan tenang. Pada hidung didapatkan
kedua cavum nasi menyempit dikarenakan ada nya discharge (+/+) dan pada
mukosa hidung tampak hiperemis pada kedua hidung, nyeri tekan sinus (-/-). Pada
Tenggorok tampak mukosa dan dinding belakang hiperemis, Pemeriksaan yang
lain seperti uvula letah tengah tidak ada deviasi, gigi geligi lengkap tidak ada
caries,stridor tidak, suara normal dan post nasal drip (-). Kemudian terdapat
pembesaran tonsil dengan derajat pembesaran tonsil kanan T3 dan tonsil kiri T3.
Mukosa tonsil kanan dan kiri tidak rata dan granuler, terdapat kripta melebar pada
kanan dan kiri. Adanya detritus (+/+) dan tidak tedapat perlengketan.
Berdasarkan data pasien diatas mengarahkan diagnosis Tonsilitis Akut,
diagnosis tonsilitis akut ditegakkan rasa sakit pada tenggorok yang terus menerus,
sakit waktu menelan, rasa mengganjal di tenggorok, demam, pilek. Dan
pemeriksaan fisik Nampak pembesaran tonsil dengan mukosa tidak rata atau
granuler, kripti melebar, mukosa hiperemis dan adanya detritus.

22
DAFTAR PUSTAKA

Adams.G.L, Boies.L.R, Higler. P.A.  Boies Buku Ajar Penyakit THT. 6th ed.
Penyakit-penyakit Nasofaring dan Orofaring. Jakarta: Penerbit Buku
Kedokteran EGC. 1997. pg: 330-44.
Basuki, S. W., Nuria, I., Ziyaadatulhuda A, Z., Utami, F., & Ardilla, N. (2020).
Tonsilitis Tonsillitis. Publikasi Ilmiah UMS, 483–494.
Bimrew Sendekie Belay. (2022). Karakteristik Pasien Tonsilitis di RS Pendidikan
UNHAS Kota Makasal. Skripsi, 8.5.2017, 2003–2005.
Bootz, F. (2017). Imaging in otorhinolaryngology. Hals Nase Ohren (Berlin),
65(6), 460–461.
Dewi, L. R., & Wibawaningtyas, N. (2017). Laporan Kasus. PENYAKIT FOX-
FORDYCE Litya, 7(April), 89–95.
dr. Resthie Rachmanta, S. T. (2021). Anatomi Telinga Dan Kebisingan. Master
Class Optima, 15.
Mustofa, Artini, dkk. (2020) Karakterisitik Pasien Tonsilitis Pada Tonsilektomi di
Rumah Sakit Pertamina Bintang Amin Bandar Lampung. Jurnal Ilmu
Kesehatan. I (4). ISSN 2 721-4526. Retrieved April 12, 2022, from
sinergis databased.
Wahyuni, S. (2016). Hubungan usia, konsumsi Makan dan Hygiene mulut dengan
gejala tonsilitis pada anak di SDN 005 Sungai Pinang Kota
Samarinda. S-1 Skripsi. Universitas Kalimantan Timur. Retrieved April
12, 2022, form Universitas Muhammadiyah Kota Samarinda Digital
Library.
Windfuhr, Toepfner, dkk. (2016). Clinical Practice Guidline: Tonsilitis I.
Diagnostic and Nonsurgical management. 273: 973-987. Retrieved April
12,2022, from springer databased.
Soepardi.E.A,et all. Buku Ajar Ilmu Kesehatan Telinga Hidung Tenggorok
Kepala Leher. 6th ed. Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia.
2007. pg:212-25.
Upham, B. (2020). What is Tonsillitis? Symptoms, Causes, Diagnosis, Treatment,
and Prevention. Medical review. Retrieved April 12, 2022. From
everydayhealth databased.

Anda mungkin juga menyukai