Anda di halaman 1dari 29

JOURNAL READING

“New guidelines on acute otitis media:

An overview of their key principles for practice”

Oleh:
Dimas Adnyana 013.06.0018
Kadek Indah Novita Rahayuni 017.06.0048

I Gusti Ayu Agung Indah Cyntia Widia Putri 018.06.0039

Putu Demas Ardina Merta 018.06.0060

Dinda Novita Maghfirah 018.06.0062

Pembimbing:

dr. I Putu Sudiasa, Sp. THT-KL

SMF TELINGA HIDUNG TENGGOROK


RUMAH SAKIT UMUM DAERAH BANGLI FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS ISLAM AL-AZHAR
2022
KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa


karena atas rahmat-Nya dan dengan kemampuan yang penulis miliki,
penyusunan laporan Journal Reading dapat diselesaikan tepat pada
waktunya. Laporan ini membahasmengenai hasil Journal Reading yang
berjudul “New guidelines on acute otitis media: An overview of their
key principles for practice” penyusunan laporan ini tidak akan berjalan
lancar tanpa bantuan dari berbagai pihak, maka dari itu dalam
kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih kepada:
1. dr. I Putu Sudiasa, Sp. THT-KL yang senantiasa memberikan saran
serta bimbingan selama pelaksanaan Journal Reading.

2. Sumber literatur dan jurnal ilmiah yang relevan sebagai referensi


penulis.

Mengingat pengetahuan dan pengalaman penulis yang terbatas untuk


menyusunlaporan ini, maka kritik dan saran yang membangun dari semua
pihak sangat diharapkan demi kesempurnaan laporan ini. Penulis berharap
semoga laporan ini dapatbermanfaat bagi kita semua.

Bangli, 11 Januari 2023

Penulis

ii
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR .............................................................................. ii


DAFTAR ISI............................................................................................ iii
BAB I ISI JURNAL ...................................................................................4
1.1 Judul Jurnal ....................................................................................4
1.2 Penulis ............................................................................................4
1.3 Latar Belakang .............................Error! Bookmark not
defined.
1.4 Bagaimana Panduan Terbentuk Dan Pertanyaan Yang Diajukan..4
1.5 Definisi dan Diagnosis OMA.........................................................5
1.6 Cara Mengatasi Nyeri ....................................................................8
1.7 Untuk Diamati atau Tidak Untuk Diamati? ...................................9
1.8 Menentukan Pilihan Antibiotik ....Error! Bookmark not
defined.
1.9 Apa yang Dilakukan Jika Managemen Awal Gagal?Error! Bookmark not
defined.
1.10 Saran untuk Mengurangi Risiko OMAError! Bookmark not defined.
BAB II CRITICAL APPRAISAL............................................................18
2.1 Identitas Jurnal .............................................................................18
2.2 Isi Jurnal .......................................................................................18
2.3 Kesimpulan ..................................................................................18
2.4 Referensi ......................................................................................19
2.5 Analisis Via ..................................................................................19
2.6 Kelebihan .....................................................................................19
2.7 Kekurangan ..................................................................................19
BAB II KESIMPULAN ...........................................................................20
3.1 Kesimpulan ..................................................................................20
DAFTAR PUSTAKA ..............................................................................21

i
BAB I
ISI JURNAL
1.1 Judul Jurnal
“New guidelines on acute otitis media: An overview of their key principles
for practice”
1.2 Penulis
S. MICHAEL MARCY, MD
1.3 Latar Belakang
Tatalaksana otitis media akut (OMA) yang tepat telah mendapat
banyak perhatian dalam beberapa tahun terakhir. Studi telah
menunjukkan kondisi ini menjadi overdiagnosed dan karenanya, adanya
perlakuan yang lebih sebanyak 50% dari waktu oleh dokter yang
merawat anak-anak. Penggunaan antimikroba yang tidak perlu
dihasilkan dan akibatnya terdapat peningkatan prevalensi resistensi
antibiotik yang dirasakan oleh American Academy of Pediatrics (AAP)
dan American Academy of Family Physicians (AAFP) untuk menjamin
pengembangan pedoman yang jelas yang mendefinisikan status pendapat
ahli saat ini tentang diagnosis yang tepat dan penatalaksanaan OMA
yang optimal. Artikel ini merangkum pedoman AAP/AAFP baru ini,
berfokus pada lima prinsip utama yang mereka kemukakan, dengan
tujuan meletakkan dasar untuk diskusi meja bundar berikut ini.
1.4 Bagaimana Panduan Terbentuk Dan Pertanyaan Yang Diajukan
AAP dan AAFP mengembangkan pedoman terutama dengan
menggunakan data yang dihasilkan di bawah hibah dari Badan Penelitian
dan Kualitas Kesehatan federal (AHRQ) melalui Pusat Praktik Berbasis
Bukti California Selatan dan RAND Corporation. Atas permintaan
kelompok ini, para ahli OMA diminta untuk mengidentifikasi pertanyaan
kontemporer utama dalam diagnosis dan Pengobatan OMA. Lebih dari 40
pertanyaan seperti itu diidentifikasi dan diprioritaskan. Berikut ini
dianggap paling penting:

4
• Bagaimana riwayat alami OMA?
• Apa hasil OMA yang diobati dengan antimikroba vs tanpa terapi
antimikroba?
• Apa kemanjuran amoksisilin dibandingkan dengan antimikroba lainnya?
• Apa khasiat dosis tinggi (80 sampai 90 mg/kg/hari) vs terapi amoksisilin
dosis standar (40 mg/kg/hari)?
• Apa kemanjuran terapi dua kali sehari vs tiga kali sehari?
• Apa kemanjuran terapi jangka pendek (3-, 5-, atau 7 hari) vs jangka
panjang (10 hari)?
• Apa saja komplikasi OMA pada anak yang tidak diobati?
Untuk menjawab pertanyaan ini, MEDLINE dan enam database
lainnya dicari untuk studi relevan yang diterbitkan antara tahun 1966 dan
Maret 1999. Sekitar 3.500 kutipan ditinjau, 760 di antaranya dianggap
sebagai pertanyaan penelitian yang teridentifikasi; 74 di antaranya adalah
uji coba terkontrol secara acak yang dirasa cukup untuk menyediakan
database untuk penyelesaian pertanyaan kunci. Hasil pencarian ini
diterbitkan sebagai monograf AHRQ, yang memberikan dasar untuk
pengembangan pedoman AAP/AAFP. Karena pedoman AAP/AAFP
dikembangkan setelah selesainya tinjauan literatur dan publikasi
monografi, mereka juga memasukkan hasil studi yang diterbitkan hingga
September 2003.
1.5 Definisi Dan Diagnosis OMA
Bagian pertama dari pedoman berkaitan dengan definisi OMA.
OMA didefinisikan sebagai onset baru-baru ini dan tiba-tiba (≤48 jam) efusi
telinga tengah disertai tanda atau gejala radang telinga tengah. Masing-
masing dari tiga kriteria definisi ini : (1) onset baru-baru ini, tiba-tiba; (2)
adanya efusi telinga tengah; dan (3) adanya radang telinga tengah, ketiga
kriteria tersebut diperlukan untuk menegakkan diagnosis. Sering diabaikan
bahwa efusi telinga tengah adalah sine qua non: tanpanya tidak ada
diagnosis OMA. Membran timpani merah tidak cukup.

5
Pedoman ini terbatas pada pertimbangan OMA tanpa komplikasi
yaitu OMA yang terbatas pada celah telinga tengah pada anak sehat dari
usia 2 bulan hingga 12 tahun. Meskipun diakui bahwa pedoman ini juga
berlaku untuk anak-anak dan remaja yang lebih tua, penelitian yang
diterbitkan yang ditinjau untuk pengembangan pedoman ini hampir
semuanya terbatas pada kelompok usia ini.
Prinsip 1:
Untuk mendiagnosa OMA secara andal, dokter harus memastikan
riwayat onset mendadak (≤48 jam) efusi telinga tengah dan
adanya peradangan.
Prinsip ini didasarkan pada kebutuhan yang dirasakan untuk
meningkatkan diagnosis OMA. Diagnosis dapat dicurigai secara klinis
ketika tanda dan gejala infeksi saluran pernapasan atas yang sering
mendahului OMA dalam 3 sampai 5 hari disertai dengan nyeri telinga,
iritabilitas atau menarik telinga. Namun penting untuk dicatat bahwa
menarik telinga adalah tanda yang tidak dapat diandalkan karena tidak lebih
dari 10% anak yang menarik telinga benar-benar menderita OMA. Demam
biasanya kurang dari 40°C dan sepertiga anak dengan OMA yang datang ke
dokter tidak mengalami demam sama sekali. Drainase purulen, tentu saja
merupakan diagnostik.
Alat Bantu Diagnostik
Selain tanda dan gejala klinis, terdapat alat bantu teknis tertentu
yang digunakan untuk mendiagnosis Otitis Media Akut (OMA) diantaranya
Timpanosentesis, timpanografi, reflektometri dan otoskopi pneumatic.
Timpanosentesis diindikasikan ketika diagnosis bakteriologi cepat
dan kerentanan anitimikroba diperlukan. Termasuk perawatan untuk anak
anak yang memiliki penurunan kekebalan yang mendasari, seperti mereka
yang menerima kemoterapi, anak anak dengan mastoiditis, meningitis, atau
komplikasi intracranial lainnya dan anak anak yang gagal dalam terapi
antimikroba dua atau tiga kali.
Timpanografi cukup berharga dalam menentukan adanya efusi

6
telinga tengah,hal ini merupakan syarat mutlak untuk mendiagnosis OMA.
Tetapi, timpanografi sulit dilakukan terutama pada anak muda yang
mengalami demam, dan atau anak yang tidak kooperatif, pada saat
dilakukan pemeriksaan memperoleh sempel seringkali cukup sulit tetapi
bukan tidak mungkin, terutama pada anak di bawah usia 6 bulan.
Reflektometri Akustik merupakan cara yang sederhana untuk
mengetahui adanya cairan pada telinga tengah, berbeda dengan timpanograf,
reflektometri tidak memiliki segel dan juga dapat dilakukan bahkan melalui
lubang kecil serumen di di saluran pendengaran luar (eksternal). Refltometri
merupakan metode diagnostic yang sangat berguna dan akan semakin
tersedia dalam beberapa tahunke depan seiring peningkatan dan distribbusi
yang luas.
Otoskopi Pneumatik adalah modalitas diagnotik yang paling praktis
untuk OMA. Otoskop pneumatic harus diperiksa, untuk dipastikan bahwa
bola lampu menyala, cahayanya terang dan berwarna putih. Jika
menggunakan bohlam berwarna kuning atau orange maka membrane
timpani akan tampak meradang. Otoskop harus diperiksa secara teratur
untuk memastikan bahwa ada tekanan yang tepat untuk menggerakkan
membrane timpani Ketika di pompa, penutup yang rapat dapat diterapkan
dan spekuli yang tepat digunakan untuk mendapatkan penutup yang baik
pada saluran pendengaran ekternal.
Penekanan pada akurasi diagnostic
Penekanan pada akurasi diagnostic memiliki salah satu tujuan utama
yaitu untuk meningkatkan akurasi yang digunakan dokter untuk
mengevaluasi ada atau tidaknya OMA. Pichichero dan poole telah
menunjukkan dengan jelas bahwa Sebagian besar anak yang didiagnosis
dengan OMA justru mengalami otitis media efusi. Sebanyak 50% dari kasus
tersebut salah diagnostic dan didiagnosis berlebihan sebagai OMA. Studi
dilakukan pada tahun 1993 oleh Karma (ditinjau pada tahun 1998 oleh
pelton) yang memeriksa membrane timpani dan menggunakan
timpanosentesis untuk menentukan ada tidaknya infeksi. Studi-studi ini

7
mengidentifikasi temuan temuan tertentu yang sangat berkorelasi dengan
OMA.
- Membran timpani yang menonjol memiliki nika presiktif positif
sebesar 83%-99%
- Gangguan mobilitas yang nyata dengan adanya kepenuhan atau
penonjolan membrane timpani memiliki nilai prediktif positif 85%-
99%
- Hanya kemerahan saja pada membrane timpani tanpa disertai tanda
klinis lain memiliki nilai prediktif serendah 7%
Hal ini menunjukkan bahwa pradigma lama yakni “ keluhan
utama: sakit telinga, pemeriksaan fisik adanya membrane timpani yang
merah dengan tatalaksana amoxicillin” tidak lagi memadai atau dapat
diterima. Pedoman ini membuat posisi membrane timpani dan
mobilitasnya harus dijelaskan Ketika dokter mencoba membuat diagnosis
OMA.
1.6 CARA MENGATASI NYERI
Prinsip 2:
Management OMA harus mencakup penilaian nyeri. Jika ada rasa
sakit, dokter harus memberikan perawatan untuk menguranginya.
Sejumlah pilihan untuk management nyeri tersedia selain asetaminoen,
ibuproven, dan naproxen, termasuk kodein, tetes benzokain dan miringotomi.
Kodein dapat digunakan pada kasus tertentu seperti pada anak yang sudah besar,
anak yang tidak lesu anak yang tidak batuk atau mengi produktif dan anak
dengan orangtua yang dapat diandalkan. Kodein dapat diberikan dengan
acetaminophen untuk memberikan efek analgetic lebih lanjut. Tetes benzocaine
memiliki kemanjuran yang sangat marginal. Miringotomi dapat digunakan untuk
anak yang mengalami rasa sakit yang luarbiasa. Kegunaan obat homepati,
manipulasi osteopati atau kriopraktik dan agen naturopati topical membutuhkan
konfirmasi. Penggunaan obat rumahan seperti meletakkan minyak hangat atau
air hangat di saluran telinga (jika othorea tidak ada), mengoleskan panas di atas
telinga dan gangguan telah diuji waktu dan menawarkan sedikit atau tidak ada
risiko.

8
1.7 UNTUK DIAMATI ATAU TIDAK UNTUK DIAMATI?
Prinsip 3a:
Observasi tanpa antibiotik merupakan pilihan yang tepat untuk anak
dengan OMA tanpa komplikasi menurut diagnosis, usia,
keparahan penyakit dan prognosis.
Pengamatan tanpa terapi antibiotik merupakan pilihan yang dapat di
pertimbangkan dalam keadaan tertentu oleh dokter, seperti yang sudah di
paparkan dalam tabel 1. Prinsip ini berdarakan data yang didapatkan selama
beberapa dekade terakhir yang mendokumentasikan gambaran klinis OMA
pada anak-anak yang diberi plasebo atau tanpa terapi dan pada sebuah
penelitian yang membandingkan antara respon anak-anak yang menerima
plasebo tanpa terapi dan anak-anak yang menerima antimikroba.
Hasil data yang di gunakan sudah dikonfirmasi validitasnya, karena
didapatkan bahwa banyak dari anak-anak yang menjadi subjek penelitian di
diagnosis dengan OMA yang bisa saja OMA dengan efusi, seperti yang
sudah disebutkan sebelumnya. Banyak dari anak-anak yang diteliti juga
berasal dari kelompok usia >2 tahun dalam beberapa kasus, dan usia >1
tahun memiliki kasus lebih banyak. Data yang digunakan adalah anak-anak
usia >1 tahun, dimana rata-rata usia yang terkena OMA adalah sekitar 12
bulan, dan karena adanya usia anak-anak diantara usia tersebut maka
dianggap paling tepat unutuk dijadikan sampel penelitian.

9
Tabel 1. Observasi vs terapi antibiotik: Kapan menggunakan masing-masing
pada anak-anak dengan otitis media akut (AOM)

Usia Diagnosis Pasti Diagnosis Tidak Pasti


Anak
< 6 bln Antibiotik Antibiotik

6 bln – Antibiotik Antibiotik jika penyakit parah,


2 thn amati jika penyakit tidak parah

>2 thn Antibiotik jika penyakit Amati


parah, amati jika
penyakit tidak parah

Sebagian pasien merespon terapi simtomatik


Melihat dari respon keseluruhan hasil, sebanyak dua pertiga anak
dengan OMA akan merespon pemberian terapi simtomatik saja dalam 24
jam, sekitar 85% akan merespon dalam 2 sampai 3 hari, dan sekitar 90%
akan merespon salam 4 sampai 7 hari. Jika dibandingkan, pengobatan
simtomatik hanya merespon 4% anak secara keseluruhan dalam 2 sampi 3
hari, namun anak-anak dibawah usia 2 tahun berapa dikeadaan yang tidak
menguntungkan, karena saat observasi didapatkan yang gagal hampir 25%
dengan OMA disertai komplilasi, tidak ada perdedaan yang signifikan
antara pengobatan antimikroba dan terapi simptomatik pada 24 jam.
Berdasarkan hasil yang sudah dijelaskan di tabel 1, pilihan
pengobatan memiliki batasan dan ketentuan masing-masing. Usia pasien,
hasil diagnosis, dan keparahan penyakit mejadi patokan untuk pemberian
terapi.

1
Mikrobiologi dari OMA Diterjemahkan Menjadi Pilihan Terapi yang
Luas
Terapi antimikroba pada OMA bergantung pada mikrobiologi
terjadinya infeksi (tabel 2). Dalam beberapa tahun terakhir, terjadi
peningkatan infeksi yang disebabkan oleh Haemophilus Influenzae pada
kasus OMA. Saat ini sebanyak 35% sampai 50% kasus OMA disebabkan
oleh H Influenzae, 25% sampai 40% oleh Streptococcus Pneumoniae, dan
5% sampai 15% disebabkan oleh Moraxella Catarrhalis. Tidak ditemukan
adanya infeksi yang disebabkan oleh bakteri, mungkin karena pada kasus
OMA terlebih dahulu didiagnosis karena infeksi virus. Oleh karena itu
terapi yang digunakan dalam kasus OMA harus sesuai dengan penyebabnya.
Tabel 2. Mikrobioligi Otitis Media Akut (OMA)

Organsime Bnayaknya kasus yang


ditemukan
Haemophilus influenzae 35%-50%
Streptococus pneumoniae 25%-40%
Moraxella catarrhalis 5%-10%
Virus 5%-15%
Tidak ada pertumbuhan 1%-15%
agen bakteri

1
1.8 MENENTUKAN PILIHAN ANTIBIOTIK
Prinsip 3b:
Jika telah diputuskan untuk memberikan terapi antibiotik,
amoksisilin menjadi pilihan awal bagi sebagian besar anak-anak.
Rekomendasi pemberian amoksisilin didasarkan pada hasil yang
didapat yaitu obay ini tidak hanya efektif tetapi memiliki efek samping yang
rendah, murah, sehingga menjadi pilihan utama. Terapi antimikroba yang
disarankan untuk kasus OMA sudah dipaparkan dalam tabel 3. Amoksisilin
dosis tinggi (80 hingga 90 mg/kg/hari) diberikan dalam dua dosis terbagi
selama 5 hingga 10 hari, tergntung pada usia pasien. Anak-anak yang
memiliki riwayat alergi disarankan untuk menggunakan sefalosporin oral,
seperti cefdinir, cefuroxim, atau cefpodoxime. Anak-anak dengan riwayat
anafilaksis atau alergi parah terhadap beta-laktam memerlukan pengobatan
dengan salah satu dari obat berikut: azitromisin, klaritromisin, trimetoprim-
sulfametoksazol, atau eritromisin-sulfisoksazol.
Tabel 3. Terapi antibiotik yang disarankan untuk otitis media akut
Terapi antibiotik yang disarankan untuk otitis media akut
 Amoksisilin hingga 90 mg/kg/hari dalam dua dosis terbagi selama
5 hingga 10 hari , tergantung pada usia pasien
 Untuk pasien dengan alergi non-tipe I atau tidak pasti terhadap
beta-laktam: Azitromisin, klaritromisin, trimetoprim +
sulfametoksazol, eritromisin-sulfisoksazol
 Untuk pasien dengan muntah atau kepatuhan yang pasti,
cefriaxone 50 mg/kg IM

Kekhawatiran tentang panduan resistensi dosis amoksisilin


Alasan penggunaan amoksisilin dosis tinggi (80 sampai 90
mg/kg/hari) adalah untuk memberikan kadar obat dalam cairan telinga
tengah yang memadai untuk membasmi strain S pneumoniae yang
sepenuhnya rentan terhadap penisilin serta strain yang tidak rentan. yang
mewakili sekitar 25% dari semua pneumokokus yang diisolasi dari cairan

1
telinga tengah secara nasional. Pola kerentanan tergantung dapat ditentukan
dari geografis, dengan beberapa pusat melaporkan nonsuseptibilitas pada
60% strain sementara yang lain melaporkannya hanya 15%. Selain itu,
sepertiga hingga setengah dari strain yang tidak rentan sangat resisten
terhadap penisilin.
Tingkat obat yang lebih tinggi dalam cairan telinga tengah akan
memberantas tidak hanya organisme yang rentan tetapi juga organisme
dengan resistensi menengah, yang didefinisikan sebagai pneumokokus
dengan konsentrasi penghambatan minimum/minimum inhibitory
conventration (MIC) penisilin antara 0,12 dan 1 mg/mL. Organisme yang
resisten, yang MIC-nya lebih besar dari 2 mg/mL, sebagian besar juga akan
diberantas dengan dosis yang lebih tinggi, dan ada beberapa organisme
resisten yang MIC penisilin-nya lebih besar dari 8 mg/mL.
Pemberian amoksisilin dalam dua, bukan tiga, dosis terbagi akan
memastikan tingkat cairan telinga tengah yang lebih tinggi dari obat
tersebut. Durasi terapi tergantung pada usia pasien, dan pedoman
mencerminkan fakta bahwa ada sedikit data tentang terapi jangka pendek
pada anak-anak yang lebih muda. Dengan demikian, dianjurkan bahwa
terapi jangka pendek amoksisilin dibatasi untuk anak-anak usia 6 tahun atau
lebih, yang 5 sampai 7 hari mungkin cukup.
Opsi lain untuk anak-anak dengan kondisi
tertentu
Untuk anak-anak yang muntah atau yang kepatuhannya tidak dapat
dipastikan, ceftriaxone 50 mg/kg diberikan sebagai dosis intramuskular
tunggal dapat dianggap sebagai terapi yang tepat. Dalam kasus seperti itu,
tidak diperlukan terapi oral tambahan dan, jika ada konjungtivitis, tidak
diperlukan terapi mata tambahan.

1
Tabel 4. Terapi antimikroba untuk anak-anak yang tidak berespons di
penanganan awal pada 48 hingga 72 jam
Terapi antimikroba untuk anak-anak yang tidak berespons
di penanganan awal pada 48 hingga 72 jam
 Amoxicilin-clavulanate 90 mg/kg/hari dalam dua pembagian dosis
(hingga 4g)
 Cefdinir, cefuroxime, atau cefpodoxime, atau
 Ceftriaxone 50mg/kg intramuskular atau intravena, dosis tiga kali
sehari
* Dapat menjadi terapi utama untuk anak dengan otalgia sedang sampai
berat atau demam ≥ 39°C.

1.9 APA YANG DILAKUKAN JIKA MANAJEMEN AWAL GAGAL?


Prinsip 4:
Kurangnya respon dalam 48 hingga 72 jam membutuhkan penilaian
ulang untuk menegakkan OMA. Jika terdiagnosis tegak pada anak
dengan observasi pada penanganan awal, pemberian antibiotik harus
diresepkan. Jika penanganan awal menggunakan antibiotik, antibiotik
alternatif harus diresepkan
Asesmen ulang dapat dilakukan baik dengan evaluasi ulang di poli
atau, ketika keandalan pengamat diketahui oleh dokter dan dirasa cukup,
melalui diskusi telepon. Diskusi telepon ini harus didokumentasikan
dengan baik dalam bagan/chart pasien.
Tabel 4 memberikan rekomendasi untuk terapi yang tepat setelah
kegagalan terapi lini pertama. Amoksisilin-klavulanat 90 mg/kg/hari harus
diberikan dalam dua dosis terbagi hingga 4g. Karena bagian klavulanat
menyebabkan efek samping gastrointestinal yang terkait dengan agen ini,
jika dosis amoksisilinklavulanat yang lebih tinggi ini digunakan,
direkomendasikan formulasi 14-ke-1 yang baru, daripada formulasi 7-ke-
1, yang diresepkan. Ini juga dapat dilakukan dengan mengencerkan
amoksisilinklavulanat dengan bagian yang sama dari amoksisilin. Terapi

1
alternatif termasuk sefalosporin oral cefdinir, cefuroxime, atau
cefpodoxime, atau ceftriaxone 50 mg/kg/hari diberikan secara
intramuskular atau intravena selama tiga dosis harian.
Kegagalan lebih lanjut memerlukan timpanosentesis atau
penggunaan
klindamisin secara hati-hati
Anak-anak yang tidak menanggapi terapi lini kedua harus
dipertimbangkan untuk timpanosentesis, terutama jika mereka memiliki
gejala yang mengkhawatirkan dokter, demam tinggi yang terus-menerus,
atau nyeri hebat yang terus-menerus. Terapi kemudian dapat disesuaikan
berdasarkan hasil pewarnaan Gram dan selanjutnya disesuaikan
berdasarkan kultur dan studi kerentanan, yang akan, bagaimanapun, tidak
tersedia selama 48 hingga 72 jam.
Jika timpanosentesis tidak tersedia (atau saat hasil studi kerentanan
ditunggu), penggunaan klindamisin harus dipertimbangkan. Amoksisilin-
klavulanat dosis tinggi, sebagai terapi lini kedua, akan memberantas tidak
hanya H influenzae dan M catarrhalis beta-laktamase-positif, tetapi juga S
pneumoniae yang mungkin lolos dari pengobatan selama rejimen pertama
menggunakan amoksisilin dosis tinggi saja. Dari organisme yang tersisa,
yang paling mungkin adalah S pneumoniae yang sangat resisten, di mana
sekitar 93% hingga 95% organisme tetap rentan terhadap klindamisin.
Penggunaan klindamisin yang berlebihan jelas akan mengurangi
kegunaannya di masa depan, sehingga dokter diperingatkan untuk
membatasi penggunaannya hanya pada anak-anak yang tidak berespon
terhadap terapi lini kedua.

1
Tabel 5. Strategi untuk mencegah otitis akut media melalui pengurangan
faktor risiko
Strategi untuk mencegah otitis akut media melalui
pengurangan faktor risiko
 Menyusui daripada memberi susu botol
 Hilangkan pemberian susu botol terlentang
 Hilangkan paparan anak terhadap asap tembakau
 Hilangkan penggunaan dot.
 Modifikasi kegiatan penitipan anak di siang hari
 Berikan anak vaksinasi influenza dan pneumokokus konjugasi
 Apakah anak diperiksa untuk atopi dan imunodefisiensi

1.10 SARAN UNTUK MENGURANGI RISIKO OMA


Prinsip 5: Dokter harus mendorong pencegahan OMA melalui
pengurangan faktor risiko
Ini termasuk mendorong pemberian ASI daripada pemberian susu
botol, terutama di antara ibu yang memiliki anak lain dengan OMA
berulang atau yang memiliki riwayat OMA berulang (ini juga berlaku jika
ayah anak tersebut memiliki riwayat OMA berulang). Pengurangan
pemberian susu botol, pengurangan paparan asap tembakau di rumah
tangga dan pengurangan penggunaan dot juga dapat mengurangi kejadian
OMA. Untuk anak-anak yang dititipkan di pusat penitipan anak,
khususnya pusat penitipan anak yang besar mungkin ideal bagi orang tua
untuk mencari kelompok yang lebih kecil atau menghindari penitipan
siang hari sepenuhnya jika jadwal kerja atau kondisi ekonomi mereka
memungkinkan.
Vaksinasi influenza baik dengan formulasi parenteral atau dengan
vaksin intranasal adaptasi dingin yang baru telah terbukti mengurangi
kejadian OMA secara keseluruhan pada anak-anak sekitar 30% selama
musim influenza. Sebuah studi yang lebih baru tidak menemukan

1
kemanjuran vaksin mati dalam mencegah OMA selama musim influenza
pada anak usia 6 sampai 23 bulan. Rekomendasi baru-baru ini oleh Komite
Penasihat Imunisasi Praktek untuk mengimunisasi semua anak di atas usia
6 bulan dengan vaksin influenza menghilangkan maksud khusus
menggunakan vaksin untuk pencegahan OMA.
Imunisasi dengan vaksin konjugat pneumokokus telah terbukti
mengurangi kejadian OMA dengan derajat yang berbeda-beda. Meskipun
kejadian OMA yang disebabkan oleh serotipe yang terdapat dalam vaksin
menurun secara signifikan, efek keseluruhan vaksin terhadap kejadian
OMA cukup terbatas. Sebuah studi HMO besar menemukan penurunan
6% dalam kejadian OMA, penurunan 7.8% dalam frekuensi kunjungan
kantor karena OMA dan penurunan 6% dalam resep antibiotik. Sebuah
studi Finlandia berikutnya, sementara juga mencatat pengurangan rata-rata
6% dalam kejadian OMA melaporkan interval kepercayaan sekitar rata-
rata kurang dari 1.0, menunjukkan kemungkinan tidak ada khasiat sama
sekali. Meskipun pengurangan kejadian keseluruhan episode tunggal OMA
adalah marjinal, jelas bahwa penggunaan vaksin konjugasi pneumokokus
akan mengurangi kejadian OMA berulang (lima kasus atau lebih) dan
kejadian kebutuhan tabung timpanostomi sebesar 20% hingga 25% per
tahun.
Anak-anak yang mengalami OMA berulang harus diperiksa untuk
alergi dan efisiensi imun. Namun, anak-anak dengan imunodefisiensi
jarang mengalami OMA berulang saja; mereka biasanya mengalami
peningkatan frekuensi dan tingkat keparahan infeksi saluran pernapasan
atas atau bawah lainnya dan infeksi lainnya. Strategi untuk mengurangi
faktor risiko OMA dirangkum dalam Tabel 5.
Peran Pengobatan Alternatif?
Tidak ada rekomendasi yang dapat dibuat saat ini mengenai
pengobatan komplementer atau alternatif untuk OMA, mengingat data
yang terbatas dan kontroversial yang tersedia saat ini.

1
BAB II

CRITICAL APPRAISAL

2.1 Identitas Jurnal

1. Judul

a. Judulnya efektif dan tidak lebih dari 18 kata. Judul tersebut sudah
mencakup isi dari jurnal.
b. Judulnya cukup singkat, menarik dan pembaca dapat langsung mengerti
dengan apa yang disampaikan dalam jurnal.

2. Penulis

S. MICHAEL MARCY, MD

3. No Seri/Volume

Penulis tidak mencantumkan nomor seri, namun tertulis volume 71


supplement 4.

4. Tahun

Tahun terbit jurnal ini adalah tahun 2023.

5. Nama Jurnal

Nama jurnal yaitu CLEVE LAND CLINIC JOURNAL OF MEDICINE.

2.2 Isi Jurnal

1. Jurnal ini membahas mengenai penegakkan diagnosis, manajemen awal,


pilihan terapi antibiotik hingga saran pengurangan faktor risiko pada pasien
dengan Otitis Media Akut (OMA).

2. Komponen utama dalam jurnal ini dipaparkan cukup jelas.

2.3 Kesimpulan

Tidak terdapat kesimpulan dalam jurnal ini.

1
2.4 Referensi

1. Literatur yang digunakan berjumlah 17.

2. Sumber yang digunakan dalam bentuk jurnal atau naskah ilmiah.

3. Kaidah penulisan sumber yang digunakan sudah tepat.

2.5 Analisis Via

1. Validitas

Apakah jurnal ini valid?

Ya, karena penulis telah mencantumkan 17 sumber dari jurnal atau


naskah ilmiah yang kredibel.

2. Importance

Apakah jurnal ini penting?

Ya, jurnal ini penting karena terdapat informasi penting terkait


dengan panduan awal terhadap pasien dengan Otitis Media Akut (OMA)
yang membahas terkait penegakkan diagnosis, manajemen awal, pilihan
terapi antibiotik hingga saran pengurangan faktor risiko pada pasien.

3. Aplikabilitas

Apakah jurnal ini memiliki manfaat bagi pembaca?

Ya, jurnal ini bermanfaat bagi tenaga kesehatan dan dapat menjadi
acuan pembelajaran dan diterapkan dalam praktik klinis.

2.6 Kelebihan

1. Jurnal ini membahas cukup lengkap terkait Otitis Media Akut (OMA)
mulai dari definisi OMA hingga terapi.

2. Jurnal ini dapat menjadi acuan dalam praktik klinis bagi tenaga kesehatan.

2.7 Kekurangan

1. Terdapat bahasa yang sulit dipahami.

2. Pada jurnal ini masih terdapat referensi jurnal di bawah 5 tahun.

1
BAB III
KESIMPULAN
3.1 Kesimpulan
Otitis Media Akut (OMA) didefinisikan sebagai onset baru dan tiba-tiba
(≤48 jam) efusi telinga tengah disertai tanda atau gejala radang telinga tengah.
Selain tanda dan gejala klinis, terdapat alat bantu teknis tertentu yang digunakan
untuk mendiagnosis Otitis Media Akut (OMA) diantaranya Timpanosentesis,
timpanografi, reflektometri dan otoskopi pneumatic . Manajemen OMA harus
mencakup penilaian nyeri dan dokter harus memberikan perawatan untuk
menguranginya. Pada anak dengan OMA tanpa komplikasi observasi tanpa
antibiotik merupakan pilihan yang tepat untuk. Jika telah diputuskan untuk
memberikan terapi antibiotik, amoksisilin menjadi pilihan awal bagi sebagian
besar anak-anak. Kegagalan terapi lebih lanjut memerlukan timpanosentesis atau
penggunaan klindamisin secara hati-hati. Untuk mengurrangi risiko, dokter harus
mendorong pencegahan OMA melalui pengurangan faktor risiko

2
DAFTAR PUSTAKA

1. Dowell SF, Marcy SM, Phillips WR, et al. Otitis media— principles of
judicious use of antimicrobial agents. Pediatrics 1998; 101:165–171.
2. Pichichero ME, Poole MD. Assessing diagnostic accuracy and
tympanocentesis skill in the management of otitis media. Arch Pediatr
Adolesc Med 2001; 155:1137–1142.
3. Subcommittee on Management of Acute Otitis Media, American
Academy of Pediatrics and American Academy of Family Physicians.
Clinical practice guideline: diagnosis and management of acute otitis
media. Pediatrics 2004; 113:1451–1465.
4. Marcy SM, Takata G, Shekelle P, et al. Management of acute otitis
media. Evidence Report / Technology Assessment No. 15 (pre p a red by
the Southern California Evidence-Based Practice Center under contract
no. 290-097- 0001). AHRQ publication no. 01-E010. Rockville, Md.:
Agency for Healthcare Research and Quality; May 2001.
5. Pelton S. Otoscopy for the diagnosis of otitis media. Pediatr Infect Dis J
1998; 17:540–543.
6. Hoberman A, Paradise JL, Reynolds EA, et al. E fficacy of Auralgan for
treating ear pain in children with acute otitis media. Arch Pediatr Adolesc
Med 1997; 151:675–678.
7. Rosenfeld RM, Bluestone CD, eds. Evidence-Based Otitis Media. 2nd ed.
Hamilton, Ont., Canada: BC Decker; 2003.
8. Rovers M, Schilder AGM, Zielhuis GA, Rosenfeld RM. Otitis media.
Lancet 2004; 363:465–473.
9. Kaleida PH, Casselbrant ML, Rockette HE, et al. Amoxicillin or
myringotomy or both for acute otitis media: re s u l t s of a randomized
clinical trial. Pediatrics 1991; 87:466–474.
10. Heikkinen T, Chonmaitree T. Importance of respiratoryviruses in acute

2
otitis media. Clin Microbiol Rev 2003; 16 : 230–241.
11. Steele RW, Thomas MP, Begue RE. Compliance issues related to the
selection of antibiotic suspensions for children. Pediatr Infect Dis J 2001;
20:1–5.
12. Clements DA, Langdon L, Bland C, et al. Influenze vaccine d e c reases
the incidence of otitis media in 6- to 30-monthold children in day care.
Arch Pediatr Adolesc Med 1995; 149:1113–1117.
13. Belshe RB, Gruber WC. P revention of otitis media in child ren with live
attenuated influenza vaccine given intranasally. Pediatr Infect Dis J
2000;
19(suppl 5):S66–S71.
14. Hoberman A, Greenberg DP, Paradise JL, et al. Effectiveness of
inactivated influenza vaccine in preventing acute otitis media in young
children: a randomized controlled trial. JAMA 2003; 290:1608–1616.
15. Black S, Shinefield H, Fireman B, et al. Efficacy, safety, and
immunogenicity of heptavalent pneumococcal conjugate vaccine in
children. Nort h e rn California Kaiser Permanente Vaccine Study Center
Group. Pediatr Infect Dis J 2000; 19:187–195.
16. Fireman B, Black SB, Shinefield HR, et al. Impact of the pneumococcal
conjugate vaccine on otitis media. Pediatr Infect Dis J 2003; 22:10–16. 1
7 . Eskola J, Kilpi T, Palmu A, et al. E fficacy of a pneumococcal
conjugate vaccine against acute otitis media. N Engl J Med 2001;
344:403–409.

2
23
24
25
26
27
28
29

Anda mungkin juga menyukai