Anda di halaman 1dari 31

LAPORAN SEJARAH KOTA BANDUNG

Diampu oleh Guru mata pelajaran Sejarah, Ibu Resti Komalasari Apriliani, S.Pd

Disusun oleh:

Kelompok 1

1. Agus Saputra 10. Ilham Fauzi


2. Alea Zafira S. 11. Indri Yani A.
3. Aulia Syahida 12. Marisa Indah N.
4. Auliya Fatimah 13. M. Farhan
5. Devi Ramdhyani 14. Najla Mutia W.
6. Dhea Aprilia A. P. 15. Rafi Naufaldi
7. Dimas Dafa R. 16. Selvi Vinata
8. Fajar Ramdan S. 17. Viona Marcelina
9. Ihsan Farid M. 18. WIda Rifqi F.

XI TEKNIK ELEKTRONIKA KOMUNIKASI A


“Bandung dan Ceritanya”

SEKOLAH MENENGAH KEJURUAN NEGERI 1 CIMAHI


Jl. Mahar Martanegara No.48 Utama, Kec. Cimahi Sel., Kota Cimahi, Jawa Barat
KATA PENGANTAR

Assalamualaikum Warahmatullahi Wabarakatuh. Puji dan syukur


kami panjatkan kehadirat Allah SWT., karena berkat karunia-Nya dan
hidayah-Nya, kami telah dapat menyelesaikan tugas makalah dengan
judul “Sejarah Kota Bandung” dengan baik dan lancar.

Ucapan terima kasih kami haturkan kepada Ibu Resti Komalasari


Apriliani, S.Pd yang telah membimbing kami dalam penyusunan makalah
ini. Tanpa bimbingan dari beliau, kiranya kami tidak akan mampu
menyelesaikan makalah ini dengan baik.

Penulisan makalah ini merupakan salah satu syarat memperoleh nilai


pada mata pelajaran Sejarah Indonesia. Kami menyadari bahwa dalam
penyusunan makalah ini masih jauh dari kesempurnaan mengingat
terbatasnya kemampuan dan pengetahuan. Namun dengan adanya makalah
ini, kami berharap dapat menambah wawasan dan pengetahuan. Oleh
karena itu, kami mengharapkan kebijaksanaan dari pembaca untuk
memberikan saran yang membangun

Kami berharap, semoga makalah ini bermanfaat bagi kami dan


khususnya bagi pembaca. Semoga Allah SWT. selalu memberikan
petunjuk-Nya sampai akhir hayat. Aamiin.

Cimahi, 17 Agustus 2022


Penulis
BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang


Kota Bandung merupakan kota yang berada di provinsi Jawa Barat. Kota
Bandung juga merupakan kota metropolitan yang merupakan pusat bisnis, wisata
dan perekonomian, khususnya di Jawa Barat. Julukan “Kota Kembang” juga
dimiliki oleh kota yang indah ini, disebut demikian karena Bandung merupakan
kota yang sejuk, hijau, dan asri. Kota Bandung disebut pula sebagai kota belanja,
kota wisata kuliner, bahkan sebagai kota kreatif dengan anak-anak muda atau
remaja sebagai volunteer dari berbagai komunitas dibidang seni hingga bidang
pendidikan.
Terdapat peristiwa sejarah kolonialisme dan imperialisme di Kota Bandung
ini, maka dari itu, kami selaku pelajar SMK Negeri 1 Cimahi melakukan
pengamatan lebih dalam mengenai sejarah yang ada di Kota Bandung, berkaitan
dengan peristiwa kolonialisme dan imperialismenya.

1.2. Maksud dan Tujuan


Pembuatan makalah ini ditujukan dengan tujuan sebagai berikut:
1. Mengetahui Sejarah Kota Bandung yang berkaitan dengan kolonialisme dan
imperialisme.
2. Mengenal lebih dalam tentang bangunan-bangunan bersejarah yang ada di
Kota Bandung, berkaitan dengan peristiwa kolonoalisme dan
imperialismenya.
3. Mengetahui perubahan-perubahan yang terjadi di Kota Bandung dari masa
penjajahan belanda hingga saat ini.

1.3. Topik Pengamatan

Topik yang diangkat dari hasil pengamatan yang kami lakukan


adalah mengenai tindak kolonialisme dan imperialisme melalui bangunan-
bangunan bersejarah yang terdapat di Kota Bandung.
BAB II

PEMBAHASAN

2.1. Kolonialisme dan Imperialisme Bangsa Barat

Gambar 1 - Penjajahan Indonesia oleh Bangsa Belanda

Kolonialisme berasal dari kata “colonus” yang berarti, menguasai.


Sebuah upaya yang dilakukan oleh para negara penguasa dalam rangka
menguasai sebuah suatu daerah maupun wilayah untuk bisa mendapatkan
sumber daya disebut dengan kolonialisme. Kolonialisme secara umum
dilakukan oleh negara yang memiliki kekuatan militer yang kuat.
Contohnya seperti Belanda, Spanyol, Portugis, serta Inggris. Para negara-
negara tersebut telah berhasil menguasai negara lainnya, termasuk
Indonesia.

Sementara Imperialisme berasal dari kata “imperium” dalam bahasa


Latih, yang berarti kekuasaan tertinggi, kedaulatan, atau sekedar
kekuasaan.Imperialisme adalah suatu kebijakan atau ideologi untuk
memperluas kekuasaan atas negara lain dan pendudukan asli negara
tersebut, dengan tujuan memperluas akses politik dan ekonomi, kekuasaan
dan kontrol, dan seringkali dilakukan menggunakan kekuatan militer.
Imperialisme sendiri sudah ada dari abad ke-19, pada awalnya yang
dicetuskan oleh Benjamin Disraeli yang adalah seorang Perdana Menteri
Inggris saat itu.
Imperialisme dibagi menjadi dua, yaitu berdasarkan waktu serta
tujuannya:

1. Imperialisme berdasarkan waktu:


a. Imperialisme kuno, yang telah muncul sebelum dari revolusi industri di
Inggris yang termotivasi dari 3G yaitu Gold, Glory, dan Gospel.
b. Imperialisme modern, muncul setelah terjadinya revolusi industri. Terjadi
karena adanya faktor ekonomi serta kebutuhan industri pada saat itu.
2. Imperialisme berdasarkan tujuan:
a. Imperialisme politik, untuk bisa menguasai seluruh dari kehidupan
politik dari sebuah negara.
b. Imperialisme ekonomi, untuk menguasai dari sektor perekonomian dari
negara lain.
c. Imperialisme budaya, untuk bisa menguasai nilai-nilai dari sebuah
kebudayaan suatu negara.
d. Imperialisme militer, untuk menguasai negara lain karena dianggap
memiliki wilayah strategis serta kuat yang dapat memperkuat sebuah
pertahanan.

Perbedaaan kolonialisme dan imperialisme terletak pada tujuannya.


Kolonialisme berfokus pada penguasaan suatu wilayah dengan sumber
daya alam tertentu untuk dibawa ke negeri asal penjajah, sementara
imperialisme berfokus dalam penguasaan poitik dna pemerintahan negara
yang lain untuk memiliki pengaruh terhadap negara tersebut.

2.2. Latar Belakang Kolonialisme dan Imperialisme di Indonesia

Kolonialisme dan imperialisme sudah dilakukan oleh bangsa Eropa


sejak abad ke-15 di seluruh dunia, sampai akhirnya Cornelis de Houtman
berlabuh di pantai utara Jawa. Pada saat itu, latar belakang bangsa Eropa
masuk ke wilayah nusantara disebabkan untuk mengembangkan
perekonomian bangsa Eropa yang pada saat itu merosot karena jatuhnya
Konstantinopel di kawasan Laut Tengah ke kekuasaan Turki Usmani pada
tahun 1453 serta terjadinya revolusi industri.
Dalam upaya tersebut, bangsa Eropa mulai menyebar ke seluruh
dunia, sampai akhirnya kolonialisme dan imperialisme di Indonesia pun
terjadi. Di sisi lain, kejatuhan Konstantinopel ke tangan Turki Usmani
pada tahun 1453, menyebabkan akses bangsa Eropa dalam mendapatkan
rempah-rempah yang lebih murah di kawasan Laut Tengah menjadi
tertutup dan membuat harga rempah-rempah di Eropa meningkat tajam.
Bangsa Eropa kemudian terdorong untuk mencari dan menemukan
wilayah-wilayah penghasil rempah-rempah ke dunia baru yang ada di
timur Eropa.
Lama-kelamaan, mereka semakin berambisi menguasai berbagai
negara untuk keuntungan ekonomi dan kejayaan politik mereka, terutama
pada wilayah-wilayah seperti Indonesia yang merupakan penghasil
rempah-rempah. Rempah-rempah yang dihasilkan di Indonesia mendorong
mereka untuk melakukan kolonialisme dan imperialisme, dengan
didirikannya VOC, karena rempah-rempah pada masa itu menjadi
komoditas yang sangat laris di Eropa. Bangsa Eropa kemudian menyebut
nusantara sebagai Hindia. Penjajahan Belanda berlangsung sampai tahun
1942, meskipun sempat diselingi oleh Inggris selama lima tahun yaitu
tahun 1811-1816. Selama kurang lebih 350 tahun bangsa Belanda telah
memberi pengaruh yang cukup besar terhadap kebudayaan Indonesia.
Kolonialisme Belanda di Indonesia dapat dibagi menjadi beberapa
tahapan, yaitu:

1. Fase antara tahun 1602-1800: fase ketika Belanda dengan VOC


menggalakkan handels kapitalisme.
2. Fase antara tahun 1800-1850: fase ini diselingi oleh penjajahan Inggris. Pada
masa ini Belanda menciptakan dan melaksanakan cultuurstelsel (kebijakan
sistem tanam paksa)
Gambar 2 - Pelaksanaan Gambar 3 - Pelaksanaan
cultuurstelsel (1) cultuurstelsel (2)
3. Fase antara tahun 1850-1870: cultuurstelsel dihapus dan diganti oleh politik
liberal, yaitu politik yang didasarkan atas ideologi liberalisme, yakni suatu
ideologi tentang negara, ekonomi, dan masyarakat, yang mengharakan
kemajuan budaya, hukum, ekonomi, dan tata kehidupan Negara demokrasi
parlementer dengan perasaaan hak bagi seluruh rakyat serta penghormatan
terhadap hak asasi manusia.
4. Fase setelah tahun 1900: makin bertambah perusahaan asing yang ada di
Indonesia akibat politik open door Negeri Belanda, yaitu sistem politik yang
di mana pemerintah memberikan kesempatan seluas-luasnya bagi pihak
swasta untuk menanamkan modalnya di Indonesia.

Selain melakukan imperialisme di bidang ekonomi, Belanda juga


melakukan komperialisme di bidang kebudayaan. Hal ini terbukti dengan
adanya politik etis Van Deventer. Van Deventer dalam TweedeKamer
1912 menyatakan bahwa Humanisme Barat (maksudnya politik etisnya)
telah memberi keuntungan besar, ialah dapat memungkinkan adanya
asosiasi kebudayaan antar timur dan barat. Dengan kata lain, dapat
dikatakan bahwa dalam politik etis Van Deventer terutama program
edukasinya merupakan pelaksaanan dari politik asosiasi. Politik asosiasi
berarti, bangsa penjajah berupaya menghilangkan jurang pemisah antara
penjajah dan bangsa terjajah dengan melenyapkan kebudayaan bangsa
terjajah dan diganti dengan kebudayan penjajah. Politik asosiasi
memungkinkan Belanda untuk memasukkan nilai-nilai kolonialismenya
pada kebudayaan Indonesia, baik yang bersifat rohani, maupun yang
terkait dengan produk fisik kebudayaan.

Prawidyarto (2004), mengungkapkan kolonialisme Belanda


memiliki ciri-ciri pokok sebagai berikut:
1. Membeda-bedakan warna kulit (colorline).
2. Menjadikan tempat jajahan sebagai tempat untuk memenuhi kebutuhan
ekonomi negara induk.
3. Perbaikan sosial sedikit.
4. Jarak sosial yang jauh antara bangsa terjajah dengan penjajah.

2.3. Kolonialisme dan Imperialisme di Kota Bandung

Di seluruh Indonesia, mungkin tidak ada kota yang seperti Bandung,


di mana wilayahnya secara sosial dan tata kota terbagi dua, yakni utara dan
selatan. Pembagian itu bukan tanpa maksud dan tidak terjadi secara
alamiah, tetapi memiliki tujuan dan didesain untuk memenuhi tujuan
tertentu.

2.3.1. Awal mula Bandung ditemukan Belanda

Gambar 4 - Alun-alun Bandung Gambar 5 - Jalan Braga tahun 1873


tahun 1810

Mulanya, Bandung atau yang dulu dikenal “Tatar Ukur” tidak sengaja
ditemukan oleh penjajah kolonial Belanda dan disebut sebagai 'daerah tak
bertuan', karena Bandung tidak masuk ke dalam rancangan pembangunan
pemerintah Belanda. Padahal bagi masyarakat pribumi, kota ini telah lama berdiri.
Tetapi saat penguasa Tatar Ukur, Wangsanata, terlibat dalam peristiwa
penggempuran benteng kongsi dagang VOC di Batavia, Belanda mulai curiga
bahwa Tatar Ukur adalah sarang para pemberontak.

2.3.2. Pembangunan Bandung

Salah satu alasan dilakukannya pembangunan di kota Bandung, karena


melonjaknya keinginan dari bangsa koloni di Batavia menuju Bandung. Lewat
perintah Daendels, pembangunan Kota Bandung pun dimulai. Pada bulan Mei
1808, beliau mulai menjalankan pembangunan Jalan Raya Pos dari Anyer sampai
Panarukan sepanjang 1000 kilometer, sekaligus untuk melindungi tanah Jawa dari
serangan Inggris.

G AMBAR 6 - P EMBANGUNAN J ALAN RAYA POS A NYER -PANARUKAN

G AMBAR 7 - J ALAN R AYA POS ANYER -P ANARUKAN


Pembangunan Kota Bandung:

 Tahun 1794-1829: Bupati Bandung, Wiranatakusumah II memindahkan


ibukota kabupaten dari Krapyak, Citeureup (sekarang Dayeuhkolot), ke lokasi
Alun-alun Bandung dekat dengan Jalan Raya Pos, sesuai dengan Surat Keputusan
Gubernur Jenderal Herman Willem Daendels bertanggal 25 September 1810,
Tanggal tersebut kemudian ditetapkan sebagai Hari Jadi Kota Bandung.

 Tahun 1810-1812: Pembangunan kompleks alun-alun yang terdiri dari


pendopo, balebandung (paseban), pasar, dan Masjid agung Bandung.
G AMBAR 8 - B ANGUNAN PENDOPO K OTA B ANDUNG D AHULU

G AMBAR 9 - B AGUNAN P ENDOPO K OTA B ANDUNG SAAT INI

G AMBAR 10 - P ASAR B ARU B ANDUNG D AHULU

G AMBAR 11 - P ASAR B ARU K OTA BA NDUNG S AAT I NI


G AMBAR 12 - MASJID A GUNG B ANDUNG D AHULU

G AMBAR 13 - MASJID A GUNG B ANDUNG SAAT INI

 Pembangunan Bandung Di tahun 1826 masih sekitar lima kilometer


persegi dan baru memiliki delapan bangunan tembok, yaitu Rumah Bupati,
Rumah Asisten Residen, Rumah Tumenggung, Rumah Aria, Pesanggrahan, Loji,
Masjid Agung, dan Rumah A.A.J. Paijen.

G AMBAR 14 - K EDIAMAN RUMAH B UPATI B ANDUNG TAHUN 1890


G AMBAR 15 - K EDIAMAN RUMAH A.A.J. P AIJEN

 Tahun 1830-1870: Bandung merupakan tempat pengumpulan hasil tanam


paksa di wilayah Priangan sebelum dibawa ke Batavia, melalui Jalan Raya Pos
dari Bandung melewati Cianjur, Bogor, sampai ke Batavia.

G AMBAR 16 - T EMPAT PENGUMPULAN H ASIL T ANAM PAKSA

 Tahun 1850: Bupati Wiranatakusumah IV (1846-1874) merenovasi


Pendopo Kabupaten dan Masjid Agung. Bagian bawah kedua gedung diganti
dengan tembok batu dan atapnya diganti dengan genteng. Di belakang Pendopo
ditambahkan gedung baru hasil rancangan bupati.
 Tahun 1864: Pemindahan Ibukota Keresidenan Priangan dari Cianjur ke
Bandung berdasarkan Surat Keputusan Gubernur Jenderal bertanggal 17 Agustus
1864. Residen Priangan saat itu dijabat oleh J.W.J.C. vanderMoore yang masa
Jabatannya berlangsung antara 1858-1874.
 23 Mei 1866: Dibukanya Sekolah Guru bagi Pribumi (De Kweekschool
Voor Inlaandsche Onderwijs) di bagian utara Kota Bandung (sekarang Polrestabes
Jalan Merdeka).
 Tahun 1867: Selesainya pembangunan rumah Residen Priangan di
Cicendo (Gedung Pakuan).
 Tahun 1871: Selesainya pembangunan Penjara Banceuy di sebelah utara
Alun-alun, pembukaan jaringan telegraf antara Jakarta - Bogor - Cianjur -
Bandung – Ciamis - Banyumas - Purwokerto, dan didirikannya Grand Hotel
Homann di Jalan Raya Pos oleh Alber Homman.
 17 Mei 1884: Jalur kereta api ke Batavia Bandung diresmikan dan
dilanjutkan dengan jalur-jalur pedalaman Priangan. Masuknya jalur kereta api ke
Bandung berpengaruh bagi pesatnya perkembangan fisik Kota Bandung.
 Tahun 1897: Berdirinya Hotel Preanger.
 Tahun 1895: Secara perlahan Kota Bandung dirancang menjadi pusat
militer Hindia Belanda, dengan mulai dibangunnya Kota Garnisun Cimahi.
 Tahun 1909-1920: Berdirinya Kota Kolonial dan Kota Taman.
 Tahun 1909: berdirinya Bank Indonesia.
 Tahun 1917-1919: Berdirinya gedung Jaarbeurs.
 Tahun 1919-1920: Berdirinya gedung ITB.
 Tahun 1920: Berdirinya lapangan terbang Andir (Husein Sastranegara).
 Tahun 1914-1923: Departemen van Oorlog.
 Tahun 1920: B. Coops mempersiapkan Kota Bandung menjadi Ibukota
Hindia Belanda.

2.3.3. Bangunan-bangunan peninggalan masa penjajahan


2.3.3.1. Gedung Sate

G AMBAR 17 - P ELETAKKAN B ATU PERTAMA G EDUNG SATE


G AMBAR 18 - P EMBANGUNAN A WAL GEDUNG SARE

G AMBAR 19 - P EMBANGUNAN TEMBOK G EDUNG S ATE

G AMBAR 20 - BANGUNAN G EDUNG S ATE D AHULU

G AMBAR 21 -B ANGUNAN G EDUNG S ATE S AAT INI


G AMBAR 22 - D OKUMENTASI D ATANG KE G EDUNG SATE
Berdasarkan pengamatan dan pencarian di berbagai sumber, ditemukan
fakta bahwa, pembangunan Gedung Sate dimulai dengan peletakan batu pertama
pada tanggal 27 Juli 1920. Tahun 1924, menara selesai dibangun, bagian dinding
disempurnakan, dan diletakkan ornamen - ornamen batu di sekeliling bangunan.
Gedung Sate akhirnya selesai dibangun seluruhnya.

Gedung Sate merupakan bukti yang konkrit sebagai wacana pemindahan ibu
kota Hindia-Belanda dari Batavia ke Bandung pada masa penjajahan Belanda.
Gedung Sate mendapat penghargaan sebagai mahakarya karena berhasil
memadukan berbagai elemen nilai arsitek kebudayaan timur dan barat yang serasi.
Sejak diresmikan pada tahun 1930, Gedung sate dijadikan sebagai kantor pusat
pemerintahan Hindia Belanda yang bernama Departement Verkeeren Waterstaat
(Departemen Pekerjaan Umum dan Pengairan).

Waktu berlalu hingga terjadinya Perang Dunia II pada tanggal 8 Juli 1937.
Pada 1 September 1939, Jerman menguasai Polandi. Peristwa ini menimbulkan
Efek domino ke seluruh dunia, termasuk kota Bandung. Pada tahun 1942, Belanda
menyerangi sekumpulan Jepang dengan Perang Pasifik. Jepang menguasai kota
Bandung dan menjadikan Gedung Sate sebagai pusat pemerintahan Jawa-Madura.
Walaupun sudah memproklamasikan kemerdekaannya, Indonesia tidak serta-
merta menikmatinya secara utuh. Pada tanggal 4 Oktober 1945, negara sekutu
memasuki Kota Bandung untuk urusan kedaulatan NKRI.
Pada tanggal 7 Desember, pasukan sekutu menyerang Gedung Sate. Dua
puluh satu orang pemuda berjuang habis-habisan mempertahankan Gedung Sate
sebagai pusat pemerintahan. Dari peristiwa tersebut, memakan korban sebanyak
tujuh orang pemuda dan dimakamkan di makam pahlawan, Cikutra. Untuk
mengenang ke tujuh pemuda itu, dibuatkan tugu dari batu yang diletakkan di
belakang halaman Gedung Sate dan pada tanggal 3 Desember 1970 Tugu tersebut
dipindahkan ke halaman depan Gedung Sate. Ketika Ir. Hj. Djuanda menjabat
sebagai menteri pekerjaan umum, tanggal 3 Desember ditetapkan sebagai Hari
Bakti Pekerjaan Umum.

Setelah lama digunakan sebagai Departemen Pekerjaan Umum serta


pencapaian yang masih dapat dinikmati sampai sekarang. Tahun 1980, Gubernur
Jawa Barat, Aang Kunaefi, memindahkan kantor PemProvJaBar dari Gedung
Kertamukti ke gedung Sate. Sejak saat itu, Gedung Sate dijadikan sebagai pusat
pemerintahan Provinsi Jawa Barat.

Pada tanggal 8 Desember 2017, Museum Gedung Sate resmi dibuka oleh
Gubernur Jawa Barat, Ahmad Heryawan.

2.3.3.2. Taman Hutan Raya Ir. H. Djuanda

Taman Hutan Raya Ir. H. Djuanda (Tahura Djuanda) merupakan kawasan


konservasi yang terpadu antara alam sekunder dengan hutan tanaman dengan jenis
Pinus (Pinus merkusil) yang terletak di Sub-Daerah Aliran Sungai Cikapundung
dan Daerah Aliran Sungai Citarum yang membentang mulai dari Curug Dago,
Dago Pakar, sampai Curug Maribaya yang merupakan bagian dari kelompok
hutan Gunung Pulosari.

Tahura Djuanda terletak di sebelah utara Kota Bandung berjarak kurang lebih 7
kilometer dari pusat kota. Secara geografis berada pada 1070 30’ BT dan 60 52’
LS. Secara administrasi berada di wilayah Desa Ciburial, Kecamatan Cimenyan,
Kabupaten Bandung dan sebagian masuk Desa Mekarwangi, Desa Cibodas, Desa
Langensari, dan Desa Wangunharja, Kecamatan Lembang, Kabupaten Bandung
Barat serta Kelurahan Dago, Kecamatan Coblong, Kota Bandung.

Berdasarkan hasil rekonstruksi tata batas Tahura Djuanda tahun 2003, luasnya
adalah 526,98 Ha. Tempat ini menjadi taman terbesar yang pernah dibangun oleh
Pemerintah Hindia-Belanda. Pada awalnya lokasi ini merupakan hutan lindung
dengan nama Hutan Lindung Pulosari dengan luas 590 Ha. Perintisannya dimulai
tahun 1912 bersamaan dengan pembangunan terowongan penyadapan air Sungai
Cikapundung, sekarang dikenal sebagai “Gua Belanda” dan “Gua Jepang”, yang
peresmiannya dilakukan tahun 1922.

A. Gua Belanda

Gua Belanda terletak di Bandung dan merupakan salah satu dari banyak bangunan
dan peninggalan bersejarah yang dibangun Belanda pada saat menguasai
Indonesia. Pada awalnya gua yang dibangun pada tahun 1901 ini dipergunakan
untuk perusahaan yang bergerak dibidang pembangkit listrik tenaga air. Namun,
pada tahun 1918 Belanda melakukan renovasi dengan menambah lorong dan
koridor dalam gua yang berada di daerah Dago Pakar ini.
Pembangunan yang dilakukan oleh Belanda mencakup 15 lorong dan 3 koridor.
Pada setiap koridor mempunyai fungsi yang berbeda-beda. Koridor pertama untuk
saluran air, koridor kedua untuk lubang ventilasi, dan koridor ketiga untuk ruang
interogasi.

Suasana di dalam gua yang dingin dan lembab ditambah sisa-sisa reruntuhan
dalam gua Belanda, dapat rasakan ketika memasuki gua yang mempunyai luas
750 meter. Gua ini dibuat dari batu stupaan, yaitu batu yang keluar dari gunung
Krakatau. Gua Belanda seakan menceritakan bagaimana para penjajah melakukan
aktivitas pada saat mereka menguasai Indonesia.

Pada tahun 1941 Belanda merubah fungsi Gua yang pada awalnya berfungsi
untuk saluran air dan dirubah menjadi pusat komunikasi. Hal ini dilakukan pihak
Belanda untuk mencegah perlawanan yang dilakukan para pejuang tanah air
Indonesia. Setelah zaman kemerdekaan berada di pihak Indonesia, pada 14
Januari 1985, Gua Belanda dijadikan tempat wisata dan menjadi tujuan wisatawan
lokal dan asing. Kawasan sekitar Gua yang berupa hutan yang terawat dan sangat
indah lalu diresmikan dengan diberi nama Taman Hutan Raya Ir. H. Djuanda.

B. Gua Jepang
Gua Jepang yang berada di kawasan Taman Hutan Raya Ir.H. Juanda, Bandung
Utara ini dibuat pada tahun 1942 oleh balatentara pendudukan Jepang dengan
bantuan para pekerja paksa romusha. Gua Jepang tidak pernah terselesaikan dan
kabarnya belum pernah direnovasi sejak saat itu.

Gua Jepang Bandung adalah salah satu dari gua bersejarah yang terserak di
seluruh negeri yang dibuat selama Perang Dunia II, dan telah menjadi bagian
sejarah panjang dari republik ini. Selain sebagai tempat perlindungan dan
persembunyian, gua ini sering dipakai sebagai tempat penyimpanan logistik
makanan, senjata, dan amunisi.

2.3.3.3. Gedung Indonesia Menggugat


Gedung Indonesia Menggugat terletak di Jalan Perintis Kemerdekaan Nomor 5,
Kota Bandung, tidak jauh dari Balai Kota Bandung. Gedung ini memiliki
pelataran yang cukup luas dengan satu pohon beringin kokoh yang rindang.
Gedung ini menjadi salah satu gedung bersejarah yang terawat dengan baik.

Awalnya, Gedung Indonesia Menggugat merupakan tempat tinggal warga


Belanda yang dibangun tahun 1907. Pada tahun 1917, bangunan tersebut beralih
fungsi menjadi Landraad atau Pengadilan Pemerintahan Kolonial Belanda. Di
tahun 1930, Landraad digunakan sebgi tempat untuk mengadili para pejuang
kemerdekaan. Beberapa pejuang tersebut diantaranya, Soekarno, Maskoen, Gatot
Mangkoepradja, Soepriadinata, Sastromolejono, dan Sartono.

Pada saat Soekarno diadili, Soekarno memberontak dalam sidang dan melakukan
pembelaan dengan judul “Indonesia Menggugat”. Peristiwa tersebut sangat
mengegerkan Belanda hingga akhirnya pembelaan Soekarno tersebut dijadikan
nama untuk gedung tersebut hingga sekarang. Beberapa kali gedung tersebut
beralih fungsi. Setelah kemerdekaan hingga tahun 1950-an, gedung tersebut
berubah fungsi menjadi Kantor Palang Merah Indonesia (PMI). Lalu tahun 1950-
an hingga tahun 1973, menjadi Gedung Keuangan. Pada tahun 1973 hingga tahun
1999, gedung digunakan sebagai Kantor Dinas Perdagangan dan Perindustrian
Jawa Barat. Pada tahun 2005, setelah mengalami pengubahan fisik, gedung
tersebut diberi nama menjadi Gedung Indonesia Menggugat oleh Mantan
Gubernur Jawa Barat, HC Mashudi.

Walaupun telah menjadi ruang publik, pengelola berupaya menghadirkan fungsi


GIM pada masa lalu dengan cara membuat dekorasi seperti ruang sidang di era
Landraad. Di ruangan tersebut terdapat meja untuk para hakim, terdapat pagar
pembatas antara area pengunjung dan terdakwa. Adapun sel tempat Soekarno
ditahan, kini telah digunakan sebagai kantor pengelolaan GIM. Di sana, foto-foto
Soekarno dan rekan seperjuangan dari Partai Nasional Indonesia yang turut diadili
juga terpajang dengan rapi.

2.3.3.4. Gedung Konferensi Asia Afrika dan Gedung Merdeka

Museum Konferensi Asia Afrika merupakan salah satu museum yang berada di
kota Bandung yang terletak di Jalan Asia Afrika No. 65. Museum ini merupakan
memorabilia Konferensi Asia Afrika. Museum ini memiliki hubungan yang sangat
erat dengan Gedung Merdeka. Secara keseluruhan, Gedung Merdeka memiliki
dua bangunan utama, yang pertama disebut Gedung Merdeka sebagai tempat
sidang utama, sedangkan yang berada di samping Gedung Merdeka adalah
Museum Konferensi Asia Afrika sebagai tempat memorabilia Konferensi Asia
Afrika.

Latar belakang dibangunnya museum ini adalah adanya keinginan dari para
pemimpin bangsa-bangsa di Asia dan Afrika untuk mengetahui tentang Gedung
Merdeka dan sekitarnya tempat Konferensi Asia Afrika berlangsung. Hal ini
membuat Menteri Luar Negeri Republik Indonesia, Prof. Dr. Mochtar
Kusumaatmadja, S.H., LL.M memiliki ide untuk membangun sebuah museum.
Ide tersebut disampaikannya pada forum rapat Panitia Peringatan 25 tahun
Konferensi Asia Afrika (1980) yang dihadiri oleh Direktur Jenderal Kebudayaan
Prof. Dr. Haryati Soebadio sebagai wakil dari Departemen Pendidikan dan
Kebudayaan. Kemudian museum ini diresmikan pada tanggal 24 April 1980
bertepatan dengan peringatan 25 tahun Konferensi Asia Afrika. Konferensi Asia
Afrika yang diselenggarakan di Bandung pada tanggal 18 sampai dengan 24 April
1955 mencapai kesuksesan besar, baik dalam mempersatukan sikap dan
menyusun pedoman kerja sama di antara bangsa-bangsa Asia Afrika maupun
dalam ikut serta membantu terciptanya ketertiban dan perdamaian dunia.
Konferensi ini melahirkan Dasa Sila Bandung yang kemudian menjadi pedoman
bangsa-bangsa terjajah di dunia dalam perjuangan memperoleh kemerdekaannya
dan yang kemudian menjadi prinsip-prinsip dasar dalam usaha memajukan
perdamaian dan kerja sama dunia. Kesuksesan konferensi ini tidak hanya tampak
pada masa itu, tetapi juga terlihat pada masa sesudahnya, sehingga jiwa dan
semangat Konferensi Asia Afrika menjadi salah satu faktor penting yang
menentukan jalannya sejarah dunia.

Semua itu merupakan prestasi besar yang dicapai oleh bangsa-bangsa Asia Afrika.
Jiwa dan semangat Konferensi Bandung telah berhasil memperbesar volume kerja
sama antar bangsa-bangsa Asia dan Afrika, sehingga peranan dan pengaruh
mereka dalam hubungan percaturan internasional meningkat dan disegani.

Dalam rangka membina dan melestarikan hal tersebut, adalah penting dan tepat
jika Konferensi Asia Afrika beserta peristiwa, masalah, dan pengaruh yang
mengitarinya diabadikan dalam sebuah museum di tempat konferensi itu
berlangsung, yaitu di Gedung Merdeka di Kota Bandung, kota yang dipandang
sebagai ibu kota dan sumber inspirasi bagi bangsa-bangsa Asia Afrika.

2.3.3.5. Monumen Perjuangan Rakyat


Monumen Perjuangan Rakyat Jawa Barat (Monju) adalah Museum Sejarah
Perjuangan Rakyat Jawa Barat, di Tatar Pasundan atau Parahyangan. Monumen
ini diresmikan oleh Gubernur Jawa Barat, Raden Nana Nuriana pada tanggal 23
Agustus 1995.

Monumen ini terletak di Jalan Dipati Ukur No. 48, Kota Bandung. Lokasinya
berhadapan dengan Gedung Sate dan di depan Kampus Universitas Padjadjaran
(Unpad), Kota Bandung. Monumen ini berdiri di atas tanah seluas ± 72.040 m²
dan luas bangunan ± 2.143 m². Model bangunannya berbentuk bambu runcing
yang dipadukan dengan gaya arsitektur modern.

Sebagaimana namanya monumen, Monju juga memiliki fungsi sebagai museum.


Banyak koleksi-koleksi yang ada di dalam monumen tersebut. Kebanyakan
koleksi yang ada berkaitan dengan perjuangan warga Jawa Barat dahulu. Monju
juga memiliki 7 buah diorama yang letaknya berada di ruang pameran tetap.
Adapun diorama tersebut diantaranya:

1. Diorama Perjuangan Sultan Agung Tirtayasa Bersama Rakyat Menentang


Kolonial Belanda Tahun 1658.
2. Diorama Partisipasi Rakyat Dalam Pembangunan Jalan di Sumedang.
3. Diorama Perundingan Linggarjati Tahun 1946.
4. Diorama Bandung Lautan Api 24 Maret 1946.
5. Diorama Long Mach Siliwangi Januari 1949.
6. Diorama Konfrensi Asia Afrika di Bandung 1955.
7. Diorama Operasi Pagar Betis (Operasi Brata Yuda) 1962.
Tak hanya itu, di samping-samping bangunan juga terdapat relief yang
menceritakan sejarah perjuangan rakyat Jawa Barat dari masa kerajaan,
pergerakan, masa kemerdekaan dan masa mempertahankan kemerdekaan dalam
melawan penjajahan Belanda, Inggris dan Jepang.

2.3.3.6. Monumen Bandung Lautan Api


Monumen Bandung Lautan Api berdiri pada tahun 1981. Monumen yang
memiliki tinggi sekitar 45 meter ini memiliki sisi sebanyak 9 bidang. Di
puncaknya dibuat bara api berwarna kuning keemasan layaknya api yang
menyala. Monumen ini dibangun untuk memperingati peristiwa Bandung Lautan
Api, dimana terjadinya pembumihangusan Bandung Selatan yang dipimpin oleh
Muhammad Toha.

Monumen ini berada di tengah-tengah kota yaitu terletak di kawasan Lapangan


Tegallega. Monumen ini menjadi salah satu monumen terkenal di Bandung.
Monumen ini menjadi pusat perhatian setiap tanggal 23 Maret mengenang
peristiwa Bandung Lautan Api.

4.1. Daftar Wali Kota Bandung

No. Foto Wali Mulai Akhir Prd. Ket. Wakil Wali


Kota Jabatan Jabatan Kota
[1]

Masa Hindia Belanda


1 E.A. 1906 1907 1 Tidak Ada
Maurenbrecher
2 R.E. Krijboom 1907 1908 2
3 J.A. van Der En 1909 1910 3

4 J.J. Verwijk 1910 1912 4


5 C.C.B. 1912 1913 5
vanVlenier
6 B. vanBijveld 1913 1920 6
7 BertusCoops 1920 1921 7  

8 Steven Anne 1921 1928 8


Reitsma
9 BertusCoops 1928 1934 9
1 J.E.A. 1934 1936 1
0 vanVolsogenKuhr 0
t
1 J.M. Wesselink 1936 1942 1
1 1
Masa Penjajahan Jepang
1 N. Beets 1942 1945 1 Tidak Ada
2
Masa Kemerdekaan Indonesia
1 R.A. Atmadinata 1945 1945 1   Tidak Ada
3

2 R. Syamsoerizal 1945 1947 1


4

3 UkarBratakusuma 1947 1949 1


h 5

4 R. Enoch 1949 1957 1  


5

5 R. Priatna 1957 1966 1  


Kusumah 6
6 R. Didi Djukardi 1966 1968 1
7

7 R. Hidayat 1968 1971 1  


Sukarmadidjaja 8

8 OtjeDjundjunan 1971 1976 1  


9

9 UtjuDjoenaedi 1976 1978 2  


0

1 R. Husein 1978 1983 2  


0 Wangsaatmadja 1

1 H. 1983 1988 2
1 Ateng Wahyudi 2
1988 1993 2
3 Matin Burhan
(1990–95)
1 Wahyu Hamidjaja 1993 1998 2  
2 4
E. Soedarsono
(1995–2000)
1 H. AA Tarmana 16 16 2  
3 Septembe Septembe 5
r 1998 r 2003 Lowong

1 H. 16 16 2 JusepPurwasugand
4 Dada Rosada Septembe Septembe 6 a
S.H., M.Si. (2003–04)
r 2003 r 2008
Lowong

16 16 2 Ayi Vivananda
Septembe Septembe 7
r 2008 r 2013
1 Mochamad 16 5 2 Oded Muhammad
5 Ridwan Kamil Septembe Septembe 8 Danial
S.T., MUD. r 2013 r 2018

1 Oded Muhammad 5 16 —
6 Danial Septembe Septembe
r 2018 r 2018

1 Dadang Supriatna 16 20 — —
7 Septembe Septembe
r 2018 r 2018
1 Oded Muhammad 20 10 2 Yana Mulyana
8 Danial Septembe Desember 9
r 2018 2021
1 Yana Mulyana 10 18 April [ket. 6]

9 Desember 2022
2021

BAB III

PENUTUP

3.1. Kesimpulan
3.2. Saran

Anda mungkin juga menyukai