Diampu oleh Guru mata pelajaran Sejarah, Ibu Resti Komalasari Apriliani, S.Pd
Disusun oleh:
Kelompok 1
PENDAHULUAN
PEMBAHASAN
Mulanya, Bandung atau yang dulu dikenal “Tatar Ukur” tidak sengaja
ditemukan oleh penjajah kolonial Belanda dan disebut sebagai 'daerah tak
bertuan', karena Bandung tidak masuk ke dalam rancangan pembangunan
pemerintah Belanda. Padahal bagi masyarakat pribumi, kota ini telah lama berdiri.
Tetapi saat penguasa Tatar Ukur, Wangsanata, terlibat dalam peristiwa
penggempuran benteng kongsi dagang VOC di Batavia, Belanda mulai curiga
bahwa Tatar Ukur adalah sarang para pemberontak.
Gedung Sate merupakan bukti yang konkrit sebagai wacana pemindahan ibu
kota Hindia-Belanda dari Batavia ke Bandung pada masa penjajahan Belanda.
Gedung Sate mendapat penghargaan sebagai mahakarya karena berhasil
memadukan berbagai elemen nilai arsitek kebudayaan timur dan barat yang serasi.
Sejak diresmikan pada tahun 1930, Gedung sate dijadikan sebagai kantor pusat
pemerintahan Hindia Belanda yang bernama Departement Verkeeren Waterstaat
(Departemen Pekerjaan Umum dan Pengairan).
Waktu berlalu hingga terjadinya Perang Dunia II pada tanggal 8 Juli 1937.
Pada 1 September 1939, Jerman menguasai Polandi. Peristwa ini menimbulkan
Efek domino ke seluruh dunia, termasuk kota Bandung. Pada tahun 1942, Belanda
menyerangi sekumpulan Jepang dengan Perang Pasifik. Jepang menguasai kota
Bandung dan menjadikan Gedung Sate sebagai pusat pemerintahan Jawa-Madura.
Walaupun sudah memproklamasikan kemerdekaannya, Indonesia tidak serta-
merta menikmatinya secara utuh. Pada tanggal 4 Oktober 1945, negara sekutu
memasuki Kota Bandung untuk urusan kedaulatan NKRI.
Pada tanggal 7 Desember, pasukan sekutu menyerang Gedung Sate. Dua
puluh satu orang pemuda berjuang habis-habisan mempertahankan Gedung Sate
sebagai pusat pemerintahan. Dari peristiwa tersebut, memakan korban sebanyak
tujuh orang pemuda dan dimakamkan di makam pahlawan, Cikutra. Untuk
mengenang ke tujuh pemuda itu, dibuatkan tugu dari batu yang diletakkan di
belakang halaman Gedung Sate dan pada tanggal 3 Desember 1970 Tugu tersebut
dipindahkan ke halaman depan Gedung Sate. Ketika Ir. Hj. Djuanda menjabat
sebagai menteri pekerjaan umum, tanggal 3 Desember ditetapkan sebagai Hari
Bakti Pekerjaan Umum.
Pada tanggal 8 Desember 2017, Museum Gedung Sate resmi dibuka oleh
Gubernur Jawa Barat, Ahmad Heryawan.
Tahura Djuanda terletak di sebelah utara Kota Bandung berjarak kurang lebih 7
kilometer dari pusat kota. Secara geografis berada pada 1070 30’ BT dan 60 52’
LS. Secara administrasi berada di wilayah Desa Ciburial, Kecamatan Cimenyan,
Kabupaten Bandung dan sebagian masuk Desa Mekarwangi, Desa Cibodas, Desa
Langensari, dan Desa Wangunharja, Kecamatan Lembang, Kabupaten Bandung
Barat serta Kelurahan Dago, Kecamatan Coblong, Kota Bandung.
Berdasarkan hasil rekonstruksi tata batas Tahura Djuanda tahun 2003, luasnya
adalah 526,98 Ha. Tempat ini menjadi taman terbesar yang pernah dibangun oleh
Pemerintah Hindia-Belanda. Pada awalnya lokasi ini merupakan hutan lindung
dengan nama Hutan Lindung Pulosari dengan luas 590 Ha. Perintisannya dimulai
tahun 1912 bersamaan dengan pembangunan terowongan penyadapan air Sungai
Cikapundung, sekarang dikenal sebagai “Gua Belanda” dan “Gua Jepang”, yang
peresmiannya dilakukan tahun 1922.
A. Gua Belanda
Gua Belanda terletak di Bandung dan merupakan salah satu dari banyak bangunan
dan peninggalan bersejarah yang dibangun Belanda pada saat menguasai
Indonesia. Pada awalnya gua yang dibangun pada tahun 1901 ini dipergunakan
untuk perusahaan yang bergerak dibidang pembangkit listrik tenaga air. Namun,
pada tahun 1918 Belanda melakukan renovasi dengan menambah lorong dan
koridor dalam gua yang berada di daerah Dago Pakar ini.
Pembangunan yang dilakukan oleh Belanda mencakup 15 lorong dan 3 koridor.
Pada setiap koridor mempunyai fungsi yang berbeda-beda. Koridor pertama untuk
saluran air, koridor kedua untuk lubang ventilasi, dan koridor ketiga untuk ruang
interogasi.
Suasana di dalam gua yang dingin dan lembab ditambah sisa-sisa reruntuhan
dalam gua Belanda, dapat rasakan ketika memasuki gua yang mempunyai luas
750 meter. Gua ini dibuat dari batu stupaan, yaitu batu yang keluar dari gunung
Krakatau. Gua Belanda seakan menceritakan bagaimana para penjajah melakukan
aktivitas pada saat mereka menguasai Indonesia.
Pada tahun 1941 Belanda merubah fungsi Gua yang pada awalnya berfungsi
untuk saluran air dan dirubah menjadi pusat komunikasi. Hal ini dilakukan pihak
Belanda untuk mencegah perlawanan yang dilakukan para pejuang tanah air
Indonesia. Setelah zaman kemerdekaan berada di pihak Indonesia, pada 14
Januari 1985, Gua Belanda dijadikan tempat wisata dan menjadi tujuan wisatawan
lokal dan asing. Kawasan sekitar Gua yang berupa hutan yang terawat dan sangat
indah lalu diresmikan dengan diberi nama Taman Hutan Raya Ir. H. Djuanda.
B. Gua Jepang
Gua Jepang yang berada di kawasan Taman Hutan Raya Ir.H. Juanda, Bandung
Utara ini dibuat pada tahun 1942 oleh balatentara pendudukan Jepang dengan
bantuan para pekerja paksa romusha. Gua Jepang tidak pernah terselesaikan dan
kabarnya belum pernah direnovasi sejak saat itu.
Gua Jepang Bandung adalah salah satu dari gua bersejarah yang terserak di
seluruh negeri yang dibuat selama Perang Dunia II, dan telah menjadi bagian
sejarah panjang dari republik ini. Selain sebagai tempat perlindungan dan
persembunyian, gua ini sering dipakai sebagai tempat penyimpanan logistik
makanan, senjata, dan amunisi.
Pada saat Soekarno diadili, Soekarno memberontak dalam sidang dan melakukan
pembelaan dengan judul “Indonesia Menggugat”. Peristiwa tersebut sangat
mengegerkan Belanda hingga akhirnya pembelaan Soekarno tersebut dijadikan
nama untuk gedung tersebut hingga sekarang. Beberapa kali gedung tersebut
beralih fungsi. Setelah kemerdekaan hingga tahun 1950-an, gedung tersebut
berubah fungsi menjadi Kantor Palang Merah Indonesia (PMI). Lalu tahun 1950-
an hingga tahun 1973, menjadi Gedung Keuangan. Pada tahun 1973 hingga tahun
1999, gedung digunakan sebagai Kantor Dinas Perdagangan dan Perindustrian
Jawa Barat. Pada tahun 2005, setelah mengalami pengubahan fisik, gedung
tersebut diberi nama menjadi Gedung Indonesia Menggugat oleh Mantan
Gubernur Jawa Barat, HC Mashudi.
Museum Konferensi Asia Afrika merupakan salah satu museum yang berada di
kota Bandung yang terletak di Jalan Asia Afrika No. 65. Museum ini merupakan
memorabilia Konferensi Asia Afrika. Museum ini memiliki hubungan yang sangat
erat dengan Gedung Merdeka. Secara keseluruhan, Gedung Merdeka memiliki
dua bangunan utama, yang pertama disebut Gedung Merdeka sebagai tempat
sidang utama, sedangkan yang berada di samping Gedung Merdeka adalah
Museum Konferensi Asia Afrika sebagai tempat memorabilia Konferensi Asia
Afrika.
Latar belakang dibangunnya museum ini adalah adanya keinginan dari para
pemimpin bangsa-bangsa di Asia dan Afrika untuk mengetahui tentang Gedung
Merdeka dan sekitarnya tempat Konferensi Asia Afrika berlangsung. Hal ini
membuat Menteri Luar Negeri Republik Indonesia, Prof. Dr. Mochtar
Kusumaatmadja, S.H., LL.M memiliki ide untuk membangun sebuah museum.
Ide tersebut disampaikannya pada forum rapat Panitia Peringatan 25 tahun
Konferensi Asia Afrika (1980) yang dihadiri oleh Direktur Jenderal Kebudayaan
Prof. Dr. Haryati Soebadio sebagai wakil dari Departemen Pendidikan dan
Kebudayaan. Kemudian museum ini diresmikan pada tanggal 24 April 1980
bertepatan dengan peringatan 25 tahun Konferensi Asia Afrika. Konferensi Asia
Afrika yang diselenggarakan di Bandung pada tanggal 18 sampai dengan 24 April
1955 mencapai kesuksesan besar, baik dalam mempersatukan sikap dan
menyusun pedoman kerja sama di antara bangsa-bangsa Asia Afrika maupun
dalam ikut serta membantu terciptanya ketertiban dan perdamaian dunia.
Konferensi ini melahirkan Dasa Sila Bandung yang kemudian menjadi pedoman
bangsa-bangsa terjajah di dunia dalam perjuangan memperoleh kemerdekaannya
dan yang kemudian menjadi prinsip-prinsip dasar dalam usaha memajukan
perdamaian dan kerja sama dunia. Kesuksesan konferensi ini tidak hanya tampak
pada masa itu, tetapi juga terlihat pada masa sesudahnya, sehingga jiwa dan
semangat Konferensi Asia Afrika menjadi salah satu faktor penting yang
menentukan jalannya sejarah dunia.
Semua itu merupakan prestasi besar yang dicapai oleh bangsa-bangsa Asia Afrika.
Jiwa dan semangat Konferensi Bandung telah berhasil memperbesar volume kerja
sama antar bangsa-bangsa Asia dan Afrika, sehingga peranan dan pengaruh
mereka dalam hubungan percaturan internasional meningkat dan disegani.
Dalam rangka membina dan melestarikan hal tersebut, adalah penting dan tepat
jika Konferensi Asia Afrika beserta peristiwa, masalah, dan pengaruh yang
mengitarinya diabadikan dalam sebuah museum di tempat konferensi itu
berlangsung, yaitu di Gedung Merdeka di Kota Bandung, kota yang dipandang
sebagai ibu kota dan sumber inspirasi bagi bangsa-bangsa Asia Afrika.
Monumen ini terletak di Jalan Dipati Ukur No. 48, Kota Bandung. Lokasinya
berhadapan dengan Gedung Sate dan di depan Kampus Universitas Padjadjaran
(Unpad), Kota Bandung. Monumen ini berdiri di atas tanah seluas ± 72.040 m²
dan luas bangunan ± 2.143 m². Model bangunannya berbentuk bambu runcing
yang dipadukan dengan gaya arsitektur modern.
1 H. 1983 1988 2
1 Ateng Wahyudi 2
1988 1993 2
3 Matin Burhan
(1990–95)
1 Wahyu Hamidjaja 1993 1998 2
2 4
E. Soedarsono
(1995–2000)
1 H. AA Tarmana 16 16 2
3 Septembe Septembe 5
r 1998 r 2003 Lowong
1 H. 16 16 2 JusepPurwasugand
4 Dada Rosada Septembe Septembe 6 a
S.H., M.Si. (2003–04)
r 2003 r 2008
Lowong
16 16 2 Ayi Vivananda
Septembe Septembe 7
r 2008 r 2013
1 Mochamad 16 5 2 Oded Muhammad
5 Ridwan Kamil Septembe Septembe 8 Danial
S.T., MUD. r 2013 r 2018
1 Oded Muhammad 5 16 —
6 Danial Septembe Septembe
r 2018 r 2018
1 Dadang Supriatna 16 20 — —
7 Septembe Septembe
r 2018 r 2018
1 Oded Muhammad 20 10 2 Yana Mulyana
8 Danial Septembe Desember 9
r 2018 2021
1 Yana Mulyana 10 18 April [ket. 6]
9 Desember 2022
2021
BAB III
PENUTUP
3.1. Kesimpulan
3.2. Saran