Anda di halaman 1dari 11

BAB II

LANDASAN TEORI

2.1 Coolcase/refrigerator
Kulkas atau lemari es atau lemari pendingin adalah sebuah alat rumah tangga
listrik yang menggunakan refrigerasi (proses pendingin) untuk menolong
pengawetan makanan. Kulkas bekerja menggunakan pompa panas pengubah
fase beroperasi dalam sebuah putaran refrigeration. Kulkas terdiri dari lemari
pendingin atau lemari pembeku atau keduanya

a. Penemuan oleh William Cullen


Seorang ilmuwan Skotlandia yang bernama William Cullen dari Universitas
Glasgow melakukan pengembangan sebuah mesin pendingin sederhana pada tahun
1784. William Cullen sendiri merupakan seorang ahli kimia, fisika dan juga ahli
dalam bidang kedokteran yang mengetahui bahwa makanan akan menjadi awet bila
didinginkan. Dari hasil penelitiannya disebutkan bahwa bakteri tidak dapat
berkembang biak pada media dingin.

William Cullen kemudian memfungsikan pompa untuk membuat vakum parsial


diatas sebuah wadah dietil eter yang kemudian dipanaskan. Adanya tekanan dari
uap air hasil proses pemanasan tersebut kemudian menciptakan bongkahan es kecil.
Namun pada saat itu, hasil penelitian dari William Cullen tersebut belum
dikomersilkan atau dipatenkan.

b. Pengembangan oleh Jacob Perkins


Setelah diteliti oleh William Cullen, teknologi mesin pendingin ini kemudian
dikembangkan oleh Jacob Perkins yang berasal dari Amerika Serikat dan bekerja
sebagai pengrajin Emas. Jacob Perkins sendiri sebelumnya telah banyak melakukan
penelitian tentang penemuan lemari pendingin.

Kulkas atau lemari es hasil buatan Jacob Perkins terinspirasi dari catatan William
Cullen. Perkins menggunakan eter dan tekanan uap air untuk membekukan air, dan
ternyata hal ini berhasil membekukan air dengan eter dan tekanan uap. Namun
sayangnya, metode yang digunakan ini banyak memanfaatkan bahan kimia,

4
seperti amonia dan Sulfur dioksida sebagai alat dan bahan dalam pembekuan air.
Sehingga, meskipun lemari es buatan Karl Von Linden ini terlihat lebih praktis,
tetapi karena adanya komposisi bahan kimia yang digunakan dapat membahayakan
dan menyebabkan kecelakaan.

c. Perkembangan saat ini


Setelah dari masa ke masa mengalami perkembangan. Sekarang kulkas lebih
banyak menggunakan bahan freon sebagai media pendinginnya. Freon itu sendiri
diketahui memiliki dampak yang tidak baik bagi lingkungan, karena bisa
menyebabkan rusaknya lapisan ozon. untuk mensiasatinya, muncullah teknologi
baru pengganti freon, yaitu teknologi Hydro Fluoro Carbon (HFC) yang diklaim
lebih ramah lingkungan.

2.2 Sistem Refrigerasi


Secara umum refrigerasi dapat diartikan sebagai suatu proses perpindahan
kalor. Namun lebih khusus lagi, refrigerasi diartikan sebagai bagian dari ilmu
pengetahuan yang berfungsi untuk pengkondisian temperatur dibawah temperatur
ruangan. Sistem refrigerasi yang paling sederhana dan digunakan paling banyak
adalah sistem refrigerasi kompresi uap. Komponen utama sistem refrigerasi
kompresi uap terdiri dari kompresor, kondensor, alat ekspansi, dan evaporator.
Keempat komponen tersebut akan saling berhubungan dan membentuk siklus
refrigerasi kompresi uap. Seperti pada Gambar 2.1 berikut ini:

Gambar 2.1 Komponen utama sistem kompresi uap


[Kulkaskulkaslemaries2017.blogspot.com]
Sistem refrigerasi kompresi uap menggunakan kompresor sebagai alat untuk
memompa refrigeran yang memiliki fasa uap dengan tekanan rendah yang masuk

5
melalui jalur hisap (suction). Kompresor mengkompresi refrigeran sehingga
tekananan dan temperaturnya menjadi tinggi, kemudian refrigeran dibuang melalui
jalur keluaran (discharge) selanjutnya refrigeran mengalir masuk ke kondensor. Di
kondensor refrigeran mengalami proses kondensasi dimana refrigeran yang
memiliki fasa uap berubah menjadi fasa cair akibat melepas kalor ke lingkungan,
sehingga refrigeran mengalami penurunan temperatur namun tekanan tetap
konstan. Dari kondensor refrigeran fasa cair mengalir masuk ke alat ekspansi. Pada
alat ekspansi refrigeran mengalami penurunan tekanan secara mendadak. Hal ini
menyebabkan temperatur refrigeran juga ikut menurun. Refrigeran yang mengalami
penurunan tekanan dan temperature tersebut selanjutnya mengalir ke evaporator.
Di evaporator refrigeran menarik kalor dari lingkungan (kabin dan produk)
sehingga temperatur lingkungan sekitar menjadi rendah. Dikarenakan refrigeran
menghisap kalor dari lingkungan, maka refrigeran mengalami perubahan fasa dari
cair menjadi fasa uap kembali. Dari evaporator refrigeran menuju kompresor
melalui jalur hisap (suction). Proses ini terjadi berulang-ulang membentuk siklus
tertutup.

2.2.1 Komponen Utama Sistem Refrigerasi


Sistem mekanik mesin pendingin terdiri dari beberapa komponen yang
masing-masing dihubungkan dengan menggunakan pipa-pipa tembaga.
(Dossat, 1981).
1. Kompresor
2. Kondensor
3. Alat ekspansi
4. Evaporator

2.2.2 Proses Sistem Refrigerasi


Sistem refrigerasi kompresi uap sederhana mempunyai empat proses
dasar, yaitu:
1. Proses kompresi (Penekanan)
2. Proses kondensasi (Pengembunan)
3. Proses ekspansi (Penurunan tekanan)
4. Proses evaporasi (Penguapan)

6
Proses tersebut jika berlangsung secara terus-menerus di dalam sistem
refrigerasi kompresi uap sederhana ini maka akan membentuk suatu siklus.
Siklus tersebut dapat digambarkan pada diagram pressure-entalpiy (p-h
diagram), seperti pada Gambar 2.2 berikut ini :

Gambar 2.2 Diagram P-h Sistem Refrigerasi Kompresi Uap

1. Proses kompresi
Proses kompresi terjadi pada titik 1 ke titik 2, proses ini berlangsung secara
isentropic dimana fasa refrigeran yang masuk ke kompresor adalah fasa uap jenuh
dengan tekanan dan temperatur yang rendah. Refrigeran yang masuk akan
dikompresi oleh kompresor sehingga tekanan dan temperaturnya naik, hal ini
menyebabkan uap refrigeran menjadi uap superheat yang akan dikeluarkan dari
kompresor dengan tekanan yang tinggi. Besar kerja kompresi persatuan massa
refrigeran bisa dihitung menggunakan rumus (Dossat, 1981):
Wk = h2 − h1 … … … … … … … … … … … (2.1)
Dimana :
Wk = Kerja kompresor (kJ/s)
h1 = Entalpi refrigeran saat masuk kompresor (kJ/kg)
h2 = Entalpi refrigeran saat keluar kompresor (kJ/kg)
2. Proses Kondensasi
Proses kondensasi terjadi dari titik 2 ke titik 3, proses ini berlangsung di
kondensor dimana refrigeran akan mengalami proses pendinginan dengan
melepaskan kalor sensible ke lingkungan sehingga uap jenuh refrigeran akan
mengalami penurunan temperatur, Hal ini disebabkan karena refrigeran yang

7
mempunyai tekanan dan temperatur uap jenuh yang tinggi akan berubah fasanya
menjadi cair dengan cara melepas kalor laten ke lingkungan sekitarnya. Proses
kondensasi ini terjadi pada tekanan dan temperatur yang konstan. Kalor total yang
dilepas oleh kondensor dapat dihitung dengan rumus (Dossat, 1981):
q c = h2 − h3 … … … … … … … … … … . . … … … … … … … … … … … … … … … (2.2)
Dimana :
q c = Besarnya kalor yang dilepas kondensor (kJ/s)
h2 = Entalpi refrigeran saat masuk kondensor (kJ/kg)
h3 = Entalpi refrigeran saat keluar kondensor (kJ/kg)
3. Proses Ekspansi
Proses ekspansi terjadi pada titik 3 ke titik 4, Proses ini terjadi dalam entalpi
yang konstan (isoentalpi), artinya tidak ada sejumlah kalor yang dibuang atau
diterima (adiabatis). Pada proses ini, refrigeran cair akan mengalami penurunan
tekanan dan temperatur yang selanjutnya akan mengalami proses evaporasi.
h3 = h4 … … … … … … … … … … … … … … … … … . . … … … … … … … … … … . (2.3)
Dimana :
h3 = Entalpi refrigeran saat keluar kondensor (kJ/kg)
h4 = Entalpi refrigeran saat keluar ekspansi (kJ/kg)
4. Proses Evaporasi
Proses ini terjadi dari titik 4 ke titik 1, Proses evaporasi di evaporator ini
berlangsung secara isobaric dan isothermal yang artinya nilai temperatur dan
tekanannya konstan.
Refrigeran dengan fasa mayoritas cair bertekanan rendah akan menyerap
kalor dari kabin dan produk sehingga fasa refrigeran akan berubah menjadi fasa uap
bertekanan rendah. Besarnya kalor yang diserap oleh evaporator bisa dihitung
dengan rumus (Dossat, 1981):
q e = h1 − h4 … … … … … … … … … … … … … . . … … … … … … … … … … … … (2.4)
Dimana :
q e = Besarnya kalor yang diserap evaporator (kJ/s)
h1 = Entalpi refrigeran saat keluar evaporator (kJ/kg)
h4 = Entalpi refrigeran saat masuk evaporator (kJ/kg)

8
2.2.3 Laju Aliran Massa Refrigeran

Laju aliran massa refrigeran adalah besarnya aliran refrigeran per-satuan


massa atau perbandingan antara daya kompresor dibagi kerja kompresi, laju
aliran massa refrigeran dapat dihitung dengan rumus:
Pkom
ṁ = … … … … … … … … … … … … … … … … … … … … … … … … … (2.5)
Wkom

Dimana :
ṁ = Laju aliran massa refrigeran (kg/s)
Pkom = Daya kompresor (watt)
Wkom = Besarnya kerja kompresi yang dilakukan (kJ/kg)

2.2.4 Kapasitas Kondensor

Untuk menghitung besarnya kapasitas kondensor dapat menggunakan


rumus:
QC = ṁ x q c … … … … … … … … … … … … … … … … … … … … … … … … (2.6)
Dimana :
Qc = Kapasitas kondensor (Watt)
ṁ = Laju aliran massa refrigeran (kg/s)
q c = Efek pemanasan (kJ/kg)

2.2.5 Kapasitas Evaporator

Untuk menghitung besarnya kapasitas evaporator dapat menggunakan


rumus:
Qe = ṁ x q e … … … … … … … … … … … … … … … … … … … … … … … … (2.7)
Dimana :
Qe = Kapasitas pendinginan (Watt)
ṁ = Laju aliran massa refrigeran (kg/s)
q e = Efek refrigerasi (kJ/kg)

2.2.6 Kinerja Sistem Refrigerasi Kompresi Uap

1. COP (Coefficient of Performance)


Performansi dari sebuah mesin pendingin sering dinyatakan dengan
Coefficient of Performance (COP). Hal ini merupakan kemampuan dari sistem

9
untuk mengambil kalor dari kabin (di evaporator) per satuan daya kompresor.
Perbandingan antara efek refrigerasi yang dihasilkan dengan kerja kompresi
yang dilakukan dapat ditulis dengan rumus sebagai berikut (ASHRAE -
Handbook. 2001):
qe
COPa =
wk
(h1 − h4 )
= … … … … … … … … … … … … … … … … … (2.8)
(h2 − h1 )
Dimana :
COPa = Coefficient of Performance aktual
qe = Efek refrigerasi (kJ/kg)
wk = Kerja kompresi (kJ/kg)
Sementara untuk prestasi ideal mesin refrigerasi dapat dihitung dengan
rumus:
COPc
Te
= … … … … … … … … . . … … … … … … … … … … … … (2.9)
Tk − Te
Dimana :
COPc = Coefficient of Performance carnot
Te = Temperatur evaporasi (K)
Tk = Temperatur kondensasi (K)
Berdasarkan ASHRAE Handbook 2010 Refrigeration pada Chapter 15
RETAIL FOOD STORE REFRIGERATION AND EQUIPMENT, nilai standar
COP berbeda-beda tergantung tipe temperatur penyimpanan atau yang
dibutuhkan. Seperti pada Gambar 2.3 berikut ini:

10
Gambar 2.3 Standar nilai COP untuk masing-masing jenis unit pendingin

2. Efisiensi Sistem
Perbandingan COPcarnot dan COPaktual menghasilkan nilai efisiensi
sistem refrigerasi dengan persamaan sebagai berikut (ASHRAE Handbook,
2001):
COPaktual
η= x 100% … … … … … … … … … … … . … … … … … (2.10)
COPcarnot
Dimana :
η = Efisiensi sistem (%)
COPcarnot = Coefficient of Performance carnot
COPaktual = Coefficient of Performance actual
3. Rasio Kompresi
Rasio kompresi adalah perbandingan antara tekanan discharge dengan
tekanan suction yang dapat dihitung dengan rumus:
Pd
PR = … . . … … … … … … … … … … … … … … … … … … … … . . (2.11)
Ps
Dimana :
PR = Rasio kompresi
Pd = Tekanan discharge (bar)
Ps = Tekanan suction (bar)

11
4. Daya listrik
Untuk menghitung daya yang digunakan oleh kompresor dapat
Menggunakan persamaan berikut:
𝑃 = 𝑉 𝑥 𝐼 𝑥 𝐶𝑜𝑠 𝜃 … … … … … … … … … … … … … … … … … … . (2.12)
Dimana :
P = Daya listrik (Watt)
V = Tegangan (Volt)
I = Arus (Ampere)
𝐶𝑜𝑠 𝜃 = Faktor daya (0,8)
Sedangkan untuk menentukan estimasi biaya operasional motor dapat
ditentukan dengan persamaan berdasarkan Tarif Dasar Listrik PLN sebagai
berikut:
P
Untuk pemakaian perhari : (1000) x waktu pemakaian……..…...(2.13)

Untuk pemakaian perbulan : pemakaian perhari x 30…….…..….(2.14)

2.3 Perhitungan Beban Pendinginan Pada Sistem Refrigerasi


Dalam rancang bangun sistem refrigerasi perlu dilakukan perhitungan beban
pendinginan yang harus dihitung untuk menentukan kapasitas peralatan yang
dibutuhkan. Dalam sistem refrigerasi beban pendinginan bisa dikelompokkan ke
dalam tiga jenis sumber beban. Beban total diperoleh dengan menjumlahkan beban
yang ada dari ketiga jenis sumber beban tersebut, jenis sumber beban :
1. Beban kalor melalui dinding
2. Beban produk
3. Safety factor

2.3.1 Beban Kalor Melalui Dinding


Beban kalor melalui dinding adalah banyaknya kalor yang masuk ke
ruangan refrigerasi, melalui dinding, karena adanya perbedaan temperatur
antara lingkungan dengan ruangan refrigerasi tersebut. Kalor yang masuk
melalui dinding dihitung dengan persamaan:
A = Luas permukaan dinding luar (m2)
Beban kalor melalui dinding termasuk beban kalor melalui lantai dan atap.
(Roy J Dossat, Principles of Refrigeration, 1981)

12
Penentuan Nilai Koefisien Perpindahan Kalor Menyeluruh,Nilai koefisien
perpindahan kalor menyeluruh (U) tergantung pada :
1) Ketebalan bahan dinding
2) Jenis bahan
3) Kondisi permukaan (kecepatan udara)
Dinding ruang refrigerasi biasanya terdiri dari beberapa lapisan (salah satu
lapisan adalah insulasi termal), seperti ilustrasi gambar 2.4 di bawah:

Gambar 2.4 Ilustrasi konstruksi dinding ruang refrigerasi


Besarnya harga U dapat dihitung dengan persamaan:
1 1 xn 1
= fi + kn + fo (2.15)
U

Dengan:
xn = tebal lapisan (m)
kn = konduktivitas bahan (W/m.K)
fo = koefisien konveksi permukaan luar (W/ m2K)
fi = koefisien konveksi permukaan dalam (W/ m2K)

2.3.2 Luas Dinding Bagian Luar Mini Refrigerator

Untuk mengetahui luas dinding bagian luar Refrigerator dapat dihitung


menggunakan rumus:
A = 2 (p x l) + 2 (p x t) + 2 (l x t)……………………………………….(2.16)
Dimana :
A = Luas dinding bagian luar (m²)
p = Panjang dinding bagian luar Refrigerator (m)
l = Lebar dinding bagian luar Refrigerator (m)
t = Tinggi dinding bagian luar Refrigerator (m)

13
2.3.3 Beban Produk
Beban pendinginan produk adalah kalor yang dihasilkan oleh produk
pada saat didinginkan. Beban produk pada alat kompress hot and cold ini air.
Beban produk diantaranya adalah:
a. Beban penurunan temperatur produk
Untuk menghitung besarnya beban kalor penurunan temperatur digunakan
persamaan:
m × Cp × ∆T
Qp = (2.17)
n × 3600

Dengan :
Qp = Beban kalor penurunan temperatur produk (kW)
m = Massa produk (kg)
Cp = Kalor spesifik dari produk (kJ/kg.K)
ΔT = Besarnya penurunan temperatur (K)
n = “cooling time”, waktu yang diperlukan untuk menurunkan
temperatur dari temperatur asal ke temperatur yang diinginkan (jam).
(Roy J Dossat, Principles of Refrigeration, 1981)

2.3.4 Safety factor

Safety factor adalah penambahan kapasitas beban dari total beban untuk
menjaga kemungkinan-kemungkinan yang tidak diinginkan dengan
menambahkan 5-10% dari beban total. Safety factor dapat dihitung dengan
rumus (Dossat, 1981):
Qrancangan = Qtotal beban pendinginan x 10% … … … … … … … (2.18)

14

Anda mungkin juga menyukai