http://journal.unnes.ac.id/sju/index.php/jih
Alamat korespondensi: ISSN 2252-6633
Ruang Jurnal Sejarah, Gedung C5 Lantai 1 FIS Unnes
Kampus Sekaran, Gunungpati, Semarang, 50229
E-mail: : syarifuddin@fkip.unsri.ac.id
165
Rama Agas Hidayat, Iqbal Fajri, Supriyanto, & Syarifuddin / Journal of Indonesian History 10 (2) (2021); pg.
165-171
166
Rama Agas Hidayat, Iqbal Fajri, Supriyanto, & Syarifuddin / Journal of Indonesian History 10 (2) (2021); pg.
165-171
pada wilayah asuhan, serta tercapai pelbagai daripada pengetahuan sebuah sosial masyarakat
corak kearifan, pada bagiannya ialah corak dan di masa lalu. Beberapa hal yang memiliki tingkat
cara penataan permukiman. Menurut keragaman status sosial terkait hieraki rumah limas Hasyim
etnis daerah atau wilayah yang diduduki, kualitas Ning.
dan kuantitas yang menghasilkan tradisi dan adat Dengan sumber primer yang meliputi
berbeda dengan nilai dan norma pada pulau-pu- arsip, wawancara dan dokumen, kemudian
lau tersebut (Diem, 2012). sumber sekunder yang meliputi penelitian
Pada penelitian ini yang merujuk pada terdahulu yang relevan dan pustaka, dengan
Hierarki atau sistem tingkatan dalam sebuah menggunakan pendekatan, berklasifikasi serta
kehidupan, yang mana Hierarki pada Rumah berakumulasi antara sumber satu dan yang
Limas Hasyim Ning ini merupakan sebuah lainnya, ini merupakan bentuk daripada sintesis
entitas yang pernah ada sebelumnya. Berdasar- serta interpretasi pada bentuk entitas historis
kan informasi di atas timbul pertanyaan mengenai hierarki rumah limas Hasyim Ning.
mengenai bagaimana hierarki yang ada pada Ru- .
mah Limas Palembang Hasyim Ning. Salah
seorang pemilik rumah, yakni Hasyim Ning, HASIL DAN PEMBAHASAN
kemudian menjadikan Rumah Limas tersebut Rumah Limas
berada pada sistem hierarki menurut pola ruang Dari zaman kesultanan Palembang rumah
itu tersendiri, berdasarkan tradisi dan nilai his- limas merupakan suatu kemunculan pada
toris yang ada di Kota Palembang. Kini sekarang kalangan bangsawan palembang saat itu
sudah berpindah tangan kepada anaknya yang (Pemerintah Provinsi Sumatera Selatan,
sekarang tidak dipakai lagi sistem hierarki terse- 2006:39). Sejak tahun 1932, rumah limas dikenal
but. pula dengan nama Rumah Bari, yang artinya
Dari beberapa hal yang telah ditelisik, rumah lama atau tua. Pemberian nama Bari
kajian ini bertujuan menjelaskan bagaimana setelah pemerintah kolonial mengubah fungsi
Hierarki pada Rumah Limas Hasyim Ning rumah limas milik seorang Kapiten Arab
Palembang karena dilihat dari beberapa faktor bernama Pangeran Syarif Abdurahman Alhabsi
mengenai sistem tingkatan kasta atau dalam hal menjadi musium dan diletakkan di Jalan Rumah
ini disebut hierarki, masih dipakai atau tidaknya Bari (Pemprov Sumsel, 2006:17-18).
penelitian ini menekankan pada nilai historis, Motif dan lambang dari kelima emas
dalam artian penelitian ini akan mengkaji lebih tersebut, terdapat pada: (1) lima tingkatan
dalam bagaimana sistem hierarki yang pernah kekijing yang melambangkan lima
dipakai saat itu, tepatnya di Rumah Limas kemasyarakatan yang beradat, yaitu tertib dan
Palembang Hasyim Ning itu sendiri beraturan, rukun, damai, aman, dan makmur; (2)
pada bagian atap rumah yang berbentuk
METODE piramida yang agak curam (acap kali melebihi 45
Metode dalam penelitian ini peneliti derajad), berikut kelopak-kelopak lembaran
menggunakan metode sejarah. Pendekatan bunga dan budi pekerti, tata krama serta
penelitian yang dipakai oleh peneliti adalah keindahan terangkai pada simbol bunga melati
pendekatan historis yang merekonstruksi sesuatu pada simbar (Akib dkk, 1980:19).
yang sudah terjadi pada masa lalu, dan
menjelaskan mengapa peristiwa itu dapat terjadi.
Pendekatan pada penelitian ialah
menggunakan pendekatan antropologi yang
berfokus pada studi historis dengan berbagai
kehidupan sosial masyarakat, sejarah, budaya
serta nilai-nilai kearifan lokal yang terhubung
antara masa sekarang dan sebagai cerminan
167
Rama Agas Hidayat, Iqbal Fajri, Supriyanto, & Syarifuddin / Journal of Indonesian History 10 (2) (2021); pg.
165-171
168
Rama Agas Hidayat, Iqbal Fajri, Supriyanto, & Syarifuddin / Journal of Indonesian History 10 (2) (2021); pg.
165-171
169
Rama Agas Hidayat, Iqbal Fajri, Supriyanto, & Syarifuddin / Journal of Indonesian History 10 (2) (2021); pg.
165-171
Hasyim Ning sekarang, mulai dari penambahan pengertiannya, maka kalau dia memakai gelar
kolong konstruksi yang digunakan tempat usaha raden dia harus meninggikan dirinya sendiri
mebel dan fungsi kolong konstruksi lainnya. bukan sombong tetapi dengan meninggikan
Pada pola ruang Rumah Limas Hasyim orang lain otomatis dia akan meninggikan
Ning ini terdapat lima tingkat, tingkatan inilah dirinya sendiri begitupula gelar-gelar lain. Dan
yang disebut sebagai hierarki karena dalam gelar yang dipakai oleh orang-orang Palembang
bentuk serta pola ruang khusus setiap itu adalah gelar yang mulia (Wawancara Ahmad,
personalitas yang mendudukinya. Dalam 23 Oktober 2020).
wawancara, Ahmad, salah seorang pengurus
Rumah Limas Hasyim Ning beliau mengatakan SIMPULAN
sebenarnya dalam masalah ini ada dua pendapat Rumah Limas Palembang Hasyim Ning
dari para sesepuh mengenai hierarki Rumah merupakan entitas yang telah lama ada dan
Limas Hasyim Ning, dilihat dari nama dengan memiliki catatan panjang pada masa kesultanan
gelaran Palembang seperti Raden. Maka nama Palembang Darussalam, maka dari itu entitas
dengan gelaran Raden tersebut itu ditempatkan tersebut tidak terlepas pada nasab serta zuriat itu
pada gegajah atau sisi tengah, lalu pendapat yang sendiri. Bagaimana gelaran palembang tersebut
lainnya, ini merupakan bentuk penghormatan berkorelasi pada pola ruang yang menjadi satu
kepada orang yang lebih tua atau bisa juga para kesatuan terhadap Hierarki. Dalam hal ini juga
priyayi dan juga alim ulama. Serta ada tempat sistem kelas tersebut masih tetap terpakai, bukan
khusus untuk rakyat biasa yang biasanya bentuk pembeda antara yang kaya ataupun
ditempatkan di bagian bawah (Wawancara miskin, melainkan sebuah bentuk penghormatan
Ahmad, 23 Oktober 2020). untuk orang yang lebih tua dan juga alim ulama.
Palembang mempunyai gelaran nasab Berkaca pada harkat hierarki tersebut diharapkan
bangsawan, gelaran-gelaran yang ada di tercapai pada kehidupan, guna menjadi fondasi
Palembang itu seperti, baik raden, kiagus, kemas awal pada perkembangan moral masyarakat
dan masagus sudah jelas, masyarakat Palembang kelak di masa yang akan datang.
mengenal identitas mengenai gelaran-gelaran
tersebut. melihat dan membandingkan DAFTAR PUSTAKA
bangsawan Palembang itu sama di Jawa, ada Ahmad. 23 Oktober 2020. Wawancara
klasifikasi, ada kelas dan sebagainya. Padahal Pribadi
sebenarnya dalam praktek sehari-hari itu tidak
ada, jadi kita memberikan pemahaman yang jelas Akib, dkk. 1980. Sejarah dan Kebudayaan
Palembang Jilid I. Jakarta: Departemen
dalam perspektif kita bahwa gelar bangsawan di
Pendidikan dan Kebudayaan.
Palembang tidak ada kelas.
Amin, Abdul Rachmad Zainal. 2015.
Selain itu perspektif masyarakat melihat Konteks Perwujudan Nilai Kearifan Lokal.
kijing-kijing rumah limas itu simbol dari gelar- Jurnal Local Wisdom and Cultural
gelar bangsawan Palembang dan itu salah, Sustainability.
karena pada kenyataannya kijing yang pertama Asshiddiqie, dkk. 2006. Theory Hans Kelsen
bukan untuk raden saja tapi untuk orang-orang In Law, Cetakan I. Jakarta: Sekretariat
yang cakap didalam keagamaan yaitu cakap Jendreral & Kepaniteraan Makamah
mengaji, cakap ceramah, cakap dalam Konstitusi RI.
Diem, Anson Ferdiant. 2012. Wisdom Of The
memimpin tahlil dan berdoa. Sehingga orang-
Locality (An Study: Local Wisdom in
orang yang dianggap mempunyai kecakapan
Traditional Palembang Architecture).
maka duduk di kijing atas. Gelar-gelar itu sendiri Palembang: Periodic Journal of Engineering.
adalah mandat dari leluhur memakai gelar itu. 2(4).
Kita tahu raden itu diturunkan dari Abdurahman Dina, Rizki Rahma. 2015. Makna Dan Nilai
, beliau adalah sultan yang alim sampai ke SMB Filosofis Masyarakat Palembang Yang
II yang alim dan yang ditinggikan dalam Terkandung Dalam Bentuk Dan Arsitektur
170
Rama Agas Hidayat, Iqbal Fajri, Supriyanto, & Syarifuddin / Journal of Indonesian History 10 (2) (2021); pg.
165-171
171