Anda di halaman 1dari 13

CARDIOVASKULER

Praktikum cardiovaskuler meliputi: pemeriksaan suara jantung, pemeriksaan nadi,


dan pemeriksaan tekanan darah.

I. SUARA JANTUNG

A.Tujuan :
1. mendengarkan suara jantung I dan II
2. memperhatikan interval antara suara jantung I dan II dan interval suara
jantung II dan I.

B.Dasar Teori
Jantung terletak pada rongga thorak dan sebagian besar terletak pada rongga
thorak sebelah kiri.
Jantung terbagi dalam 2 serambi (atrium) dan 2 bilik (ventrikel)
Sirkulasi Darah:
1. Atrium dextra (serambi kanan)
Menerima darah venous (darah yang mengandung banyak CO 2) dari bagian
tubuh bagian atas dan bawah masuk ke jantung melalui vena cava superior
dan vena cava interior.

2. Darah venous dari atrium dextra mengalir ke ventrikel dextra melalui lubang
yang berkatub dengan bentuk 3 daun yang disebut trikuspidalis.

3. Darah venous dari ventrikel dextra menuju ke paru-paru melalui a. pulmonal


yang mempunyai katub yang disebut katub semilunaris pulmonalis.
Dan di paru-paru darah venous dibersihkan, artinya CO 2 dari darah masuk ke
alveoli paru-paru untuk dikeluarkan dari tubuh melalui pernapasan,
sedangkan O2 dari alveoli paru-paru masuk ke darah sehingga darah menjadi
bersih kembali yang disebut darah arteriel.
Darah arteriel ini masuk ke atrium sinistra melalui vena pulmonalis yang
tidak mempunyai katub.

4. Darah aterial dalam atrium sinistra ini kemudian mengalir ke ventrikel


sinistra melalui lubang yang mempunyai katub dengan bentuk 2 daun yang
disebut katub mitral/bicuspidal.
Dan dari ventrikel sinistra ini darah arterial dipompa ke seluruh tubuh
melalui aorta yang mempunyai katub yang disebut katub semilunaris aortae.
Katub-katub tersebut di atas berguna supaya darah tak akan mengalir
kembali (regurgitasi).
A. Suara Jantung
Suara jantung I : bergetarnya kolom darah karena penutupan katub atrium
ventrikuler (katub mitral dan tirokuspidal) yang terjadi pada saat permulaan dari
systole jantung (ventrikel).
Suara ini dipengaruhi : - tegangnya chorda tendinea
- bergetarnya otot jantung
Getaran ini akan diproyeksikan pada dinding thorak, dimana kita dengar sebagai
suara jantung I.
Maka intensitas dari suara jantung I tergantung dari :
a. Kekuatan kontraksi ventrikel, dimana ini tergantung pada keadaan otot
ventrikel
b. Kecepatan naiknya desakan ventrikel
c. Letak katub A –V pada saat systole ventrikel
d. Kondisi anatomis katub A – V.

1. Daerah auskultasi untuk bunyi jantung I


Sebenarnya daerah auskultasi ini luas, tetapi ada beberapa tempat yang baik
untuk mendengarkannya:
a. Pada ictus cordis (tempat dimana apex cordis/ujung jantung memukul
dinding thorax pada waktu sistole ventrikel) yaitu pada tempat pertemuan
ruang interkostal 5 kiri dengan mid clavikularis line (garis yang ditarik
dari pertengah clavikula ke bawah sejajar dengan sternum).
b. Tempat ini baik untuk mendengarkan suara katub mitral/bikuspidalis.
Suara katub mitral dapat juga didengar pada ruang interkostal 3 kiri pada
tepi sternum, meskipun tidak sejelas seperti pada ictus cordis, sebab
getaran suara mitral ini dijalarkan ke dinding thorax pada waktu apex
cordis memukul dinding thorax.

2. Pada ruang interkostal 4-5 kanan pada tepi sternum, pada tempat ini suara
katub trikuspidal terdengar paling jelas.
Intensitet suara jantung I akan bertambah pada apex, bila ada kelainan pada :
a. mitral stenosis (menyempit)
b. pada kontraksi ventrikel yang kuat, dan aliran darah yang cepat, misalnya
pada : kerja fisik, emosi, anemi, thyreptoxicosis, demam dan sebagainya.
Intensitas suara jantung I melemah pada apex, terdapat pada : shock yang
hebat dan dekompensasi cordis.

Suara Jantung II : bergetarnya kolom darah karena menutupnya katub aorta


dan katub semilunaris pulmonalis dan getaran ini diproyeksikan pada dinding
thorak dan ini terjadi pada akhir dari systole jantung/permulaan dari diastole.
Suara jantung II ini normal selalu lebih lemah dari suara jantung I. Kadang-
kadang suara jantung II ini lebih keras daripada suara jantung I, dan kalau uni
terjadi secara berirama disebut irama “tik-tak”.
Pada anak-anak dan dewasa muda suara jantung II pulmonal akan lebih keras
daripada suara aorta II, tetapi sebaliknya pada orang dewasa suara aorta II akan
lebih keras daripada suara pulmonal II.
Intensitas suara jantung II aorta bertambah pada :
1. hipertensi
2. arterosklerosis aorta yang sangat.
3. kelemahan bilik kiri
4. mitral stenosis
5. cor pulmonale chronica
6. kelainan jantung bawaan
Suara jantung I dan II melemah pada :
1. orang yang gemuk
2. emphysema paru-paru
3. pericarditis exsudativa
4. penyakit-penyakit yang menyebabkan kelemahan otot jantung.

Suara Jantung III : Pada orang muda yang sehat kadang-kadang dapat
didengarkan suara jantung III yaitu terjadi pada 1/3 permulaan diastole, ini
sesuai dengan saat pengisian cepat ventrikel dan suara tersebut disebabkan
karena getaran yang timbul pada waktu darah masuk.
B. Bising Jantung (Cardiac Murmur)
Selama aliran darah tenang dan tidak turbulen maka bising tak akan terjadi tetapi
bila salah satu katub menyempit (stenosis), ini menyebabkan aliran darah yang
turbulen, juga pada katub yang tak dapat menutup dengan baik (insufisiensi),
maka dapat menimbulkan suara bising. Bising jantung lebih lama daripada suara
jantung.
Hal-hal yang perlu diperhatikan pada waktu auskultasi :
1. apakah bising tersebut terdengar pada waktu antara suara I dan II, ini
dinamakan bising systole, tetapi terdengar pada waktu antara suara II dan I, ini
dinamakan bising diastole.
2. Cara yang termudah untuk menentukan apakah bising tersebut systole/diastole
adalah dengan membandingkan terdengarnya bising dengan saat terabanya
ictus, bila bising mulai bersamaan dengan ictus maka bising tersebut adalah
bising systole.
3. Tentukan lokalisasi bising yang terkeras
4. Tentukan intensitas dari bising tersebut.
5. Bising dapat :
6. fisiologis ini terjadi bila cadiac out put naik, misal oleh karena stenosis relatif.
7. Patologis ini terjadi bukannya oleh karena cardiac out put naik tetapi oleh
karena kelainan katub chorda tendinea, otot papiler dan sebagainya.

Sifat-sifat bising
Intensitas bising ini tergantung pada :
1. kecepatan aliran darah
2. cardiac out put
3. besar serambi dan bilik
4. berat/ringannya kelainan pada daun katub, chorda tendinea otot papillare, dan
sebagainya
5. faktor-faktor yang belum diketahui.

Menurut American Heart Association,bising dibagi menjadi 6 intensitas:


a. Bising derajat 1 : amat sukar didengar dengan stetoskop, baru terdengar bila
dicari dengan teliti
b. Bising derajat 2 : sukar didengar dengan stetoskop, tetapi lebih mudah
didengar daripada derajat 1.
c. Bising derajat 3 : mudah didengar
d. Bising derajat 4 : bising keras, deajat intensitas antara 3 dan 5
e. Bising derajat 5 : bising amat keras, tetapi belum dapat terdengar bila
stetoskop diangkat dari dinding dada.
f. Bising derajat 6 : bising paling amat keras, juga dapat didengar walaupun
stetoskop tidak menyentuh dinding dada tetapi jari-jari masih menyentuh
dinding dada.
Bising derajat 1 dan 2 ini mungkin fisiologis dan mungkin patologis. Tetapi
bising darajat 3 umumnya patologis.

Lokalisasi (punctum maximum) serta penyebarannya:


Punctum proximum adalah tempat dimana bising terdengar paling jelas, ini
semua digunakan untuk menentukan asal dari bising.

Nada bising : tinggi/rendah, bising fisiologis biasanya dengan nada tinggi


Pattern : waktu/timing : bising stisolik/diastolik.

Bising systole biasanya fisiologis kecuali bising systole yang terdengar pada
apex ini patologis, misalnya pada insufisiensi mitral organis yang disebabkan
cacat pada katub mitral oleh karena rheuma, juga pada aorta stenosis dan pada
anemia, demam dan hiperthyroidea, ini oleh karena darah mengalirnya lebih
cepat.
Bising diastole biasanya merupakan bising yang patologis, misalnya :
3. pada insufisiensi katub semilunaris pulmonalis
4. pada mitral stenosis
Dengan memperhatikan semua di atas maka kita dapat menentukan katub mana
dari jantung yang sakit, dan macam apa sakitnya (stenosis/insufisiensi).

C.Alat : Stetoskop

D.Cara Kerja :
Sebaiknya dipakai stetoskop yang duplex, artinya stetoskop yang mempunyai 2
corong yang bisa dipakai berganti-ganti.
Corong yang berbentuk kerucut sangat baik untuk mendengarkan suara dengan
frekuensi yang tinggi, sedangkan corong yang berbentuk lingkaran sangat baik
untuk mendengarkan suara dengan frekuensi rendah.
Pemeriksa sebaiknya berdiri di sebelah kanan probandus, dan probandus buka
baju dan sebaiknya tidur terlentang dan tenang, sebab ketenangan bisa
mempengaruhi frrekuensi denyut jantung I, yaitu pada saat permulaan systole
jantung. Kemudian didengarkan suara jantung II yaitu pada saat akhir systole
jantung dan seterusnya diperhatikan interval antara jantung I dan II.
Juga interval antara suara jantung II dan I.
Letakkan corong stetoskop pada tempat-tempat di dada yang memberikan suara-
suara jantung dengan jelas.

1. Letakkan corong stetoskop pada titik pertemuan antara ruang interkostae V


sebelah kiri dengan media clavikuler line (garis yang melalui pertengahan
clavicula ke bawah yang sejajar dengan sternum) kiri atau 1 cm dari media
clavicula sebelah medial, yaitu pada icrus cordis. Pada tempat ini akan
terdengar suara katub mitral dengan baik.
2. Letakkan corong stetoskop pada ruang intercostae 2 kanan pada ruang
intercostae 4-5 kanan pada tepi dari sternum. Pada tempat ini akan terdengar
suara katub tricuspidal dengan jelas.
3. Letakkan corong stetoskop pada ruang intercostae 2 kanan pada tepi dari
sternum. Pada tempat ini akan terdengar suara katub semilunaris aorta dengan
jelas.
4. Letakkan corong stetoskop pada ruang intercostalis2 kiri pada tepi dari
sternum. Pada tempat ini akan terdengar suara katub semilunaris dengan jelas
5. Suara katub mitral dapat didengar juga pada ruang intercostae 3 kiri pada tepi
dari sternum, meskipun tidak jelas seperti pada ictus cordis.
6. Waktu mendengarkan suara-suara tersebut di atas, diperhatikan juga apakah :
5. suara jantung tersebut rithmic (teratur)
6. ada bising (murmur), dan bising itu termasuk bising systole/diastole ?
7. Adanya kelainan – kelainan suara jantung lainnya.

II. PALPASI NADI

A.Tujuan :
Meneliti keadaan dari a.radialis mengenal : frekuensi, irama pengisian, tegangan,
gelombang dan sebagainya.

b.Dasar Teori
Yang biasa dikerjakan palpasi nadi adalah : frekuensi nadi, artinya jumlah denyut
nadi per menit, juga irama nadi, pengisian nadi, gelombang, dan sebagainya.
Biasanya pengukuran nadi dilakukan pada a. radialis sebab di sini paling praktis dan
mudah, tetapi sesungguhnya pengukuran nadi dapat juga pada misalnya a. Carotis, a.
femoris, a. poplitea, a. dorsalispedis, a. tibilias posteror, dan sebagainya.
Pada orang yang sehat frekuensi denyut nadi sesuai dengan denyut jantung, normal
80/menit.
Mengapa frekuensi jantung dapat dihitung melalui frekuensi nadi ? Dapat
diterangkan sebagai berikut :
Pada waktu jantung memompa darah ke aorta (pada orang normal dalam keadaan
istirahat sekali jantung memompa darah mengeluarkan = 70 cc) yang sebelumhya
sudah terisi darah juga. Oleh karena aorta bersifat elastis maka waktu menerima
darah dari jantung akan mengembang dan darah ini akan diteruskan ke bagian yang
lebih distal sehingga kembang-kempisnya dinding aorta ini menimbulkan
gelombang dan gelombang ini diteruskan melalui dinding pembuluh darah dan
sampai ke pembuluh darah perifer nadi. Sehingga kita dapat meraba gelombang
tersebut sebagai denyut nadi.
Maka ini berari denyut nadi tidak ada hubungannya dengan aliran darah. Ini terbukti
apabila pembuluh darah nadi diikat, maka bagian nadi di sebelah proximalnya dari
ikatan tadi masih terasa denyutan, yang sesungguhnya pada nadi tersebut tak terjadi
aliran darah.
Juga misalnya pada orang dengan arteriosclerosis misalnya pada orang tua/oleh
karena kadar kolesterol/lemak yang selalu tinggi yang menyebabkan kekakuan dari
dinding pembuluh darah ini, maka bila diraba nadinya akan terasa lemah, padahal
kita mengetahui dengan jelas bahwa di situ mengalir darah seperti biasa. Jadi semua
ini membuktikan bahwa denyut nadi tak ada hubungannya dengan aliran darah.
Keadaan yang secara fisiologis mempengaruhi frekuensi nadi misalnya pada:
olahraga, suhu tubuh yang tinggi, sesudah makan, dalam keadaan emosi dan hamil 2
bulan terakhir.
Keadaan di atas menaikkan frekuensi nadi meskipun dalam batas-batas normal.
Biasanya kenaikan denyut nadi akan menimbulkan kenaikan cardiac out put /
volume darah semenit jantung, asal tidak melebihi batas-batas tertentu yaitu tidak
boleh melebihi 180/menit.
Bila denyut nadi lebih dari misalnya 200/menit maka justru merugikan cardiac out
put, sebab bila denyut nadi lebih dari 200/menit akan memberi pengaruh yang
kurang baik pada jantung, misalnya :
a. waktu diastole pendek, maka pengisian darah pada ventrikel juga sedikit, yang
berarti darah yang dipompakan juga sedikit, yaitu kurang dari normal dan ini
mengakibatkan cardiac out put juga kurang, sebab cardiac out put = volume
sekuncup x frekuensi / menit
b. dengan seringnya systole maka pengaliran darah yang membei darah pada
otot-otot jantung juga berkurang sebab pengaliran darah yang lancar pada a
coronaria terjadi pada waktu diastole jantung.
Pada denyut nadi perlu diperhatikan :
1. Frekuensi nadi, di sini ada 2 macam:
a.tachisardia bila frekuensi nadi lebih dan normal
b.bradicardia bila frekuensi nadi kurang dari normal
Normal dewasa antara 60 – 90, tetapi biasanya 70 – 75/menit. Pada anak-anak
dan perempuan frekensi nadi relatif tinggi sedikit.
Cara menghitung: pada a radialis dengan memegang peregelangan tangan ibu
jari di sebelah dorsal dan 3 jari di sebelah polar dan yang merasakan jari tengah.
Denyutan nadi dihitung permenit, dapat dengan cara menghitung denyut nadi
dalam waktu 30” kemudian dikalikan 2.
Bila untuk tachicardia dan arthmia dihitung dalam 60” ( 1 menit ) penuh.
2. Rithme (irama nadi)
Dapat dibedakan antaa ritme reguler dan ireguler. Irama yang irreguler mialnya
oleh karena adanya gangguan hantaran jantung dan juga extrasistole, yaitu masa
antara denyut nadi yang memanjang dapat ditemukan juga satu denyutan yang
lebih dini daripada denyutan lain yang menyusul.
3. Pengisiannya :
Ini dipengaruhi oleh :
a.faktor dari jantung
b.faktor dari pembuluh darah
Ini dapat dibagi 2 :
a.pulsus magnus, yang pangisian nadinya besar
b.pulsus parvus, yang pengisian nadinya kurang.
4. Gelombangnya :
Gelombang nadi adalah gelombang pada dinding pembuluh darah nadi yang
disebabkan penjalaran desakan darah yang meninggi selama systole.
Kecepatan gelombang nadi ini tergantung dari elastisitet nadi. Pada anak-anak
5,2 meter/detik, sedangkan pada orang dewasa dimana elastisitasnya nadi telah
berkurang adalah : 8 meter/detik. Gelombang a. radialis ini dapat diukur dengan
sphygmograph.
Pulsus menurut gelombangnya misalnya :
a.pulsus celer : yaitu keadaan dimana desakan a. radialis naik dengan
cepat dan jelas tetapi turunnya juga cepat.
b.Pulsus tardus : kebalikan dari pulsus celer
Pulsus celer ini khas untuk insufisiensi aorta. Cara dengan palpasi akan
terasa sebagian denyut nadi yang meningkat, mengapa puncaknya dan
bagian yang menurun.
5. Tegangan : bila lebih tinggi dan normal disebut pulsus durus, bila lebih rendah
dari normal disebut pulsus molle. Tegangan ini tergantung dari desakan darah.

Cara Kerja :
Ketiga jari pemeriksa jari telunjuk, jari tengah dan jari manis, kita letakkan pada
a. radialis probandus. Kita tekan dengan jari telunjuk a. radialis sehingga
menutup dan dengan jari manis kita tekan sehingga a. radialis tak teraba lagi
denyutnya oleh jari tengah dan besar kecilnya penekanan jari manis pada a.
radialis ini dipakai untuk mengukur tegangan dari nadi tersebut.
6. Nadi Equel / non equel :
Equel : nadi dapat bersifat sama besar dari denyut ke denyut
Non equel : tak sama dari denyut ke denyut
7. Bandingkan nadi kanan dan kiri
Bila tak sama disebut nadi yang tak sama (pulsus different). Misalnya pada
kelainan aneurisma aortae, di sini desakan lengan kanan dan kiri tak sama.
8. Keadaan dinding pembuluh darah:
Di sini kita raba apakah a. radialis ini keras dan menebal misalnya pada
anteriosclerosis atau teraba cukup lunak dan kenyal.

Dasar :
Waktu jantung systole yaitu memompakan darah ke aorta maka dinding aorta
akan mengembang oleh karena elastisitet dari dinding aorta ini dan akan kembali ke
keadaan semula waktu jantung diastole, hal ini akan menimbulkan gelombang yang
menjalar sepanjang dinding arteri dan teraba sebagai pulsus (denyut nadi).

C.Cara Kerja :
Pemeriksa berdiri di sebelah kanan dari probandus, tangan probandus kita pegang
dengan tangan kiri, kita cari a. radialis probandus dan kita letakkan jari telunjuk, jari
tengah dan jari manis.
Sedangkan ibu jari memegang bagian dorsal pergelangan tangan pada sisi ulna,
sehingga tangan probandus diistirahatkan pada ibu jari pemeriksa. Probandus
hendaknya diberi waktu istirahat dan dalam keadaan tenang, sebab hal ini akan
mempengaruhi frekuensi nadi.
Kemudian diperhatikan tentang :
a.frekuensi nadi
b.irama nadi (rithme)
c.pengisian
d.gelombang nadi
e.nadinya equel atau non equel
f.kemudian bandingkan nadi kanan dan kiri.
g.Keadaan dinding pembuluh darah.

Setelah ini probandus disuruh berlari di tempat dengan cepat selama 5 menit dan
selidiki nadi probandus di atas.

Kesimpulan :

______________________________________________________________
______________________________________________________________
______________________________________________________________

III. TEKANAN DARAH


A.Tujuan
1.mengetahui hal-hal yang mempegaruhi tekanan darah
2.dapat mengukur tekanan darah
B.Dasar Teori
Akibat systole jantung darah terperas ke luar dengan kekuatan atau tekanan sesuai
dengan daya peras jantung tersebut. Dengan tenaga ini darah mengalir ke aorta,
arteri-arteri kapiler seluruh tubuh dan selanjutnya melalui vena-vena, darah kembali
ke jantung. Seungguhpun systole jantung terjadi secara periodic/berkala, namun
berkat adanya sifat elastis daripada dinding aorta, maka aliran darah akan bersifat
rutin/kontinyu. Hanya ada sedikit variasi besarnya tekanan pada waktu systole dan
diastole.
Maka ada 2 macam tekanan darah yaitu : tekanan systole dan tekanan diastole.
Hal-hal yang perlu dimengerti sehubungan dengan tekanan darah antara lain sebagai
berikut :
1. Mekanisme pengubahan kerja/tenaga periodic dari jantung, sehingga
menghasilkan aliran darah yang kontinyu.
a. Pada waktu systole darah dipompa ke aorta, tapi oleh karena aorta
sebelumnya sudah berisi darah maka tambahan darah dari jantung tersebut
akan tertimbun mengembangkan dinding aorta.
b. Karena dinding aorta bersifat elastis, dan pada waktu diastole darah tidak
bisa regurgitasi ke jantung berkat adanya klep maka sekarang darah
mendapat dorongan dari dinding aorta yang ingin kembali ke bentuk semula,
sehingga kekuatan darah sekarang (tekanan darah) didapat dari tenaga
elastisitas dinding aorta tersebut.
Dengan demikian darah akan mengalir secara kontinyu. Karena tenaga
systole jantung tentunya akan lebih besar dari tenaga elastisitas dinding aorta
ada 2 macam hasil pada pengukuran tekanan systole dan tekanan diastole.
Orang dewasa normal dalam waktu istirahat tekanan darah 120/80 artinya
tekanan systole 120 mmHg, dan tekanan diastole 80 mmHg.
Ini diukur pada arteria brachialis, kalau diaorta akan lebih tinggi. Pada
umumnya pengukuran tekanan darah dilakukan diarteria brachialis. Yaitu di
lengan atas antara bahu dan siku. Diambil tempat tersebut karena letaknya
sejajar/setinggi jantung. Tekanan darah selalu berubah-ubah, menurut
keadaan atau aktifitas orang tersebut.

Hal-hal yang mempengaruhi tekanan darah ada 2 yaitu:


a.Pengaruh yang berasal dari jantung sendiri, yaitu bagaimana kerja jantung
tersebut, apakah ada kelainan jantung atau tidak.
b.Pengaruh dari luar jantung (misal : umur, jenis kelamin, temperatur, sikap
badan, kerja keras dan lain-lain)

2. Reflek pressor dan reflek depressor


Agar keadaan tubuh dan fungsi oragan-organ selalu dalam keadaan kosntan,
maka tekanan darahpun selalu diusahakan dalam keadaan kosntan.
Untuk hal ini maka ada reflek yang mengatur tekanan darah yaitu :
a.refleks pressor
b.refleks depressor
Refleks pressor : yaitu refleks yang bertujuan untuk menaikkan tekanan darah.
Untuk menerangkan refleks yang pokoknya terdiri : reseptor, saraf afferent,
centrum, saraf-saraf efferent (gerak dari otot rangka) itu sentrumnya pada
medulla oblongata.
Reseptornya sinus karotikus dan sinus aortikus, dinding jantung kanan pada
muara vena kava superior. Pacuannya / rangsangannnya berupa keadaan tekanan
darah yang negatif. Rangsang ini akan diteruskan melalui serabut efferen menuju
ke senrum cardio regulator di medulla oblongata, yang akan dijawab dengan
penghambatan sentrum cardio inhibitor, dan dilanjutkan perintah tersebut berupa
turunnya tonus dari nervus vagus (NX).
Effectornya ialah : otot-otot jantung. Dengan adanya pengurangan tonus nervus,
maka seakan-akan jantung dikendorkan remnya, akibatnya frekuensi naik, dan
volume sekuncup tambahkuat yang berarti tekanan darah naik.
Kecuali hal tersebut di atas serabut-serabut saraf afferent tadi juga melaporkan
ke sentrum vasomotor yang akibatnya mendapatkan perintah untuk mengadakan
vaso konstruksi di daerah splanechicus yang akan menambah naiknya tekanan
darah.
Refleks depressor: yaitu sutu reflek untuk menurunkan tekanan darah.
Reseptornya sama dengan reflek pressor. Saraf yang mnghantarkan sama,
sentrum juga sama.
Perintah atau jawabnya berupa tonus N X naik, ini berarti seolah-olah rem untuk
jantung dikuatkan, akibatkan frekuensi jantung turun dan volume sekuncup
lemah, sehingga tekanan darah menjadi turun. Hal ini dibantu juga dengan
vasodilatasi pembuluh darah splannichus yang akan membentuk penurunan
tekanan darah.

Pemeriksaan Tekanan Darah


Dasar :
Tekanan darah dalam arteri tidaklah tetap besarnya antara tiap-tiap denyutan
jantung. Yaitu berubah-ubah antara tekanan systole (maximal) dan tekanan
diastole (minimal). Maka dari itu dalam mengukur tekanan darah haruslah
disebutkan tekanan darah systole dan tekanan darah diastole, misalnya tekanan
darah = 120/80 mmHg.
Ada 2 macam pengukuran tekanan darah yaitu :
c. secara dirrect
d. secara indirect

Secara direct (terbuka) : jarang dikerjakan, oleh karena kurang praktis dan
sukar. Yaitu dengan membuka arteri dan masukkan ke dalam arteri menuju
jantung dan perifer, sedang kaki yang lain dihubungkan dengan manometer.
Secara indirect : meskipun dengan tidak memberi hasil yang mutlak benar dan
tepat, tetapi dapat kita pergunakan dalam klinik dengan memberi penilaian nisbi
pada hasil-hasil pengukur itu. Artinya kita dapat membandingkan tekanan darah
dari penderita dengan tekanan darah dari orang yang normal.
Dengan demikian dapatlah kita ketahui apakah tekanan darah seseorang lebih
rendah dari normal (hipotensi), atau lebih tinggi dari normal (hipertensi).
Ada berbagai cara pengukuran tekanan darah secara indirect, tetapi di sini kita
hanya melakukan 2 cara saja yaitu :
1. Cara palpatoir (biasanya hanya mengukur tekanan systole saja)
2. Cara auskultatoir (korotkov) untuk mengukur systole maupun distole.

C.Alat-alat:
1. Sphygmomanometer yang terdiri dari :
a.sebuah manometer berisi air raksa
b.sebuah manset dari Riva-Rocci
c.sebuah bola karet untuk memompa udara
d.sebuah katub jarum

D.Cara Kerja:
a. Palpatoir:
1. probandus tidur terlentang, pada lengan atas dipasang manset Riva-Rocci
dengan rapi
2. rabalah nadi radialis dengan jari-jari tangan kanan, sampai terasa denyut nadi
yang pasti
3. katub jarum kita tutup sampai rapat, bola karet dipegang dengan tangan kiri
dan dipompa sampai pulsus radialis hilang
4. katub dibuka sedemikian rupa sehingga udara keluar perlahan-lahan
5. bacalah tekanan manometer pada waktu teraba denyut nadi lemah yang
pertama pada pergelangan tangan, maka manometer itu menunjukkan tekanan
syustole.

b. Auskultatoir (Korotkov)
Cara ini dapat dengan mudah untuk mengukur tekanan systole maupun
tekanan diastole. Dan cara inilah yang selalu digunakan dalam pemeriksaan
rutin.
Probandus tidur terlentang, dan manset Riva-Rocci dipasang di lengan
atas, lalu tempatkanlah corong stetoskop pada arteria brachialis, tepat
di bawah manset.
Bola karet dipompa sampai pulsus nadi radialis hilang + 200 mmHg.
Dengan perlahan-lahan manset dibocorkan, sehingga pada suatu saat
mulai terdengarlah suara yang dapat kita beda-bedakan dalam 5 fase :
a. Fase 1 : suara gelombang nadi yang pertama yang melalui manset,
menyerupai suara pertama jantung yang lemah.
b. Fase 2 : suara itu menjadi lebih keras dan diikuti oleh desingan
seperti tiupan
c. Fase 3 : suara menjadi maksimal, dan desingan menjadi mulai hilang
d. Fase 4 : sekonyong-konyong suara menjadi kurang jelas, menjadi
suara tertutup, ini pada fase 4 (muffing sound)
e. Fase 5 : suara menghilang
Tekanan systole = sesuai dengan suara fase 1
Tekanan diastole = sesuai dengan suara fase 4
Perlu diketahui bila suara fase 4 tidak jelas, maka dapat ditetapkan dengan
menambah 5 mmHg dari tekanan saat hilangnya suara dari fase
Bila setelah manset diatur berulang-ulang masih belum terdengar dengan
jelas batas diastolenya, maka probandus diberi 1 aspirin.

Tugas :
Mengukur secara Palpatoir
1. Ukurlah tekanan darah probandus setelah tidur terlentang 3 menit dengan tenang
dan bebas dari emosi, secara palpatoir. Untuk mendapatkan hasil yang
meyakinkan, ulangilah pengukuran ini 3 kali, dan ambillah harga rata-ratanya.
2. Ukurlah pula tekanan darah probandus setelah melakukan latihan jasmani naik
turun tangga (Harvard Step Test) selama 5 menit.

Mengukur secara auscultatoir


1. Ukurlah tekanan darah probandus setelah tidur terlentang 3 menit dengan tenang
dan bebas dari emosi, secara auscultatoir. Untuk mendapatkan hasil yang
meyakinkan, ulangilah pengukuran ini 3 kali, dan ambillah harga rata-ratanya.
2. Ukurlah pula tekanan darah probandus setelah melakukan latihan jasmani naik
turun tangga (Harvard Step Test) selama 5 menit.
3. Hitunglah pula frekuensi jantung pada waktu istirahat dan setelah latihan
jasmani.

Anda mungkin juga menyukai